nilai ekonomis modal sosial pada pedagang kaki …/nilai... · mengarungi lautan kehidupan yang...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
NILAI EKONOMIS MODAL SOSIAL PADA PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KABUPATEN NGAWI
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Konsentrasi Ekonomi Sumber Daya Manusia dan Pembangunan
Oleh :
DIONYSIA WAHYU NURJATI
S 42100013
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
NILAI EKONOMIS MODAL SOSIAL PADA PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KABUPATEN NGAWI
Disusun Oleh : DIONYSIA WAHYU NURJATI
S 42100013
Telah disetujui oleh Pembimbing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
NILAI EKONOMIS MODAL SOSIAL PADA PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KABUPATEN NGAWI
Disusun Oleh : DIONYSIA WAHYU NURJATI
S 42100013
Telah Disetujui oleh Tim Penguji
Pada Tanggal : 28 Januari 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : DIONYSIA WAHYU NURJATI
NIM : S42100013
Program Studi : Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentrasi : Ekonomi Sumber Daya Manusia dan Pembangunan
Menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri dan bukan merupakan
jiplakan dari hasil karya orang lain.
Demikian surat pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
Halaman persembahan
Allhamdulillahirabbil ‘alamin Dengan rasa syukur teramat besar kepada Allah SWT atas nikmat-nikmatNya Kupersembahkan karya sederhana ini untuk : Ibuku, seorang wanita mulia yang dengan segenap cinta kasih serta pengorbanannya telah membesarkan aku Bapakku, seorang lelaki perkasa yang tiap tetes keringatnya direlakan untuk kami keluarga besarnya Dik Nika yang selalu kusayangi dan kubangakan Seorang Lelaki yang nanti akan menjadi imamku dalam mengarungi lautan kehidupan yang masih menjadi rahasia-Nya Serta untuk setiap insan manusia yang senantiasa belajar dan mau mengambil pelajaran dari setiap tanda-tandaNya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
M o t t o :
“Maka nikmat Tuhan-Mu yang manakah yang kamu dustakan?”
(QS. Ar Rahman : 13)
“Jangan mengejar kesempurnaan, lakukan saja apa yang terbaik dari dirimu karena kesempurnaan hanya milik Allah”
(Dionysia)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadhirat Allah
SWT atas segala nikmat-nikmat yang tiada terhitung nilainya serta berkat
keridhoanNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tesis ini tepat sesuai
jadwal yang telah ditentukan.
Tesis ini berjudul “NILAI EKONOMIS MODAL SOSIAL PADA
PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KABUPATEN NGAWI”,
disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Program
Pascassarjana Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan di Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ada pada Tesis ini,
ucapan terima kasih Penulis sampaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk moril dan
materiil. Secara khusus, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis
mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak DR. AM Susilo, M.S, selaku Ketua Program Pascasarjana Magister
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret
Surakarta;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
2. Bapak Prof. Dr. Tulus Haryono, M.Ek, selaku Dosen Pembimbing I dan
Bapak Drs. Ahmad Daerobi, MS, selaku Dosen Pembimbing II. Terima
kasih kepada keduanya karena dengan tulus ikhlas telah meluangkan waktu
untuk memberikan segala informasi, arahan dan pencerahan serta bimbingan
dalam penulisan Tesis ini;
3. Bapak-Ibu Dosen Program Pascasarjana Magister Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
tambahan ilmu pengetahuan kepada penulis;
4. Kedua orang tuaku dan seluruh keluarga, terima kasih atas iringan doa dan
bantuan moril maupun materil dalam mengikuti perkuliahan dari awal
sampai akhir studi;
5. Mas Gandhi yang selalu memberikan dorongan dan motivasi sehingga tesis
ini dapat diselesaikan tepat waktu;
6. Teman-teman angkatan XIII MESP UNS : Mbak Tina, Mbak Irine, Bu Sri,
Mbak Din, Mbak Citra, Pak Jas, Mas Agus, Mas Hangga, Mas Fajar, Mas
hengky, Mas Joko dan seluruh teman-teman dari Madiun semoga
kebersamaan kita tetap terpatri dalam hati;
7. Semua pihak yang telah membantu penulisan tesis ini, yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan
yang lebih baik dan pahala yang memberatkan timbangan amal kebaikan di
Yaumul Hisab nanti.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Tesis ini masih banyak terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu saran dan kritik sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
masukan bagi perbaikan di masa yang akan datang sangat penulis harapkan.
Akhirnya, penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat. Atas segala
kekurangannya, penulis mohonkan maaf. Terima kasih.
Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ngawi, Januari 2012
Penulis,
DIONYSIA WAHYU NURJATI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.………………..……. iii
HALAMAN PERUNTUKAN...................................................................... iv
HALAMAN MOTTO.....................................................……..…………… vii
KATA PENGANTAR………………………………………. ...................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah.……………………………………………………..…. 4
1.3.Tujuan Penelitian………………….………………………………………. 4
1.4 Kegunaan Penelitian…………………………………………………..…. .. 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teoretis…………………………………………………………… 6
2.1.1. Modal Sosial...................................................................................... 6
2.1.2. Parameter dan Indikator Modal Sosial.............................................. 8
2.1.3. Peran Modal Sosial Dalam Sistem Ekonomi.................................... 12
2.1.4. Modal Sosial Dapat Menciptakan Nilai Ekonomi........................... 13
2.1.5. Implikasi Negatif Modal Sosial...................................................... 15
2.1.6. Pedagang Kaki Lima........................................................................ 17
2.1.7. Karakteristik Lokasi Aktivitas PKL................................................. 20
2.2 Penelitian Terdahulu.................................................................................. 21
2.3 Kerangka Konseptual…………………………………………………..... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian…………………………………………………………. 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
3.2 Pendekatan Penelitian………………………………………………….. 24
3.3 Lingkup Penelitian……………………………………………………… 25
3.4 Sumber Data……………………………………………………………. 28
3.5 Teknik Pengumpulan Data……………………………………………… 29
3.6 Instrumen Penelitian……………………………………………………... 30
3.7 Teknik Pengukuran Keabsahan Data…………………………………….. 31
3.8 Teknik Analisis Data…………………………………………………….. 31
3.9 Definisi Operasional……………………………………………………… 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian…………………………………….. 35
4.1.1 Aspek Geografis………………………………………………….. 35
4.1.2 Aspek Demografis…………………………………………………. 37
4.1.3 Aspek Sosial Ekonomi…………………………………………….. 39
4.2 Pedagang Kaki Lima……………………………………………………… 43
4.2.1 Keberadaan dan Kondisi PKL……………………………………. 43
4.2.2 Kebijakan Pemerintah Dalam Menangani PKL………………….. 47
4.3 Profil Informan……………………………………………………………. 50
4.4 Modal Sosial Pedagang Kaki Lima……………………………………….. 51
4.4.1 Kepercayaan……………………………………………………….. 52
4.4.2 Norma……………………………………………………………… 54
4.4.3 Jaringan……………………………………………………………. 58
4.5 Nilai Ekonomis Modal Sosial Pedagang Kaki Lima……………………… 59
4.6 Implikasi Negatif Modal Sosial Pedagang Kaki Lima……………………. 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan….………………………………………………………….. 65
5.2 Saran…………………….………………………………………………. 66
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 67
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
TABEL 3.1 Lingkup Penelitian…………………………………… 27
TABEL 4.1 Luas Wilayah,Penduduk Menurut Jenis Kelamin Pembagian Wilayah Administrasi dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Ngawi Tahun 2009……………
38
TABEL 4.2 Perkembangan Ketenagakerjaan Tahun 2005 – 2009…….....................................................................
40
TABEL 4.3 PDRB Kabupaten Ngawi Pada Tahun Menurut Lapangan Usaha Berdasar Harga Konstan Tahun 2004 – 2008 (Dalam Rupiah)………………………...
41
TABEL 4.4 PDRB Kabupaten Ngawi Pada Tahun Menurut Lapangan Usaha Berdasar Harga Berlaku Tahun 2004 – 2008(Dalam Rupiah)…………………………
42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1 Kerangka Pemikiran.................................................. 23
GAMBAR 4.1 Komposisi Penggunaan Lahan (%) ........................ 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Nilai Ekonomis Modal Sosial Pada Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kabupaten Ngawi”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah Modal Sosial pada Pedagang Kaki Lima (PKL), nilai ekonomis Modal Sosial pada Pedagang Kaki Lima (PKL) serta implikasi negatif yang timbul dari Modal Sosial pada Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kabupaten Ngawi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini memfokuskan pada pengamatan dan analisis dari sikap dan perilaku sehari-hari PKL dengan melihat modal sosial dari indikator yang ada serta menganalisis nilai ekonomis modal sosial dan implikasi negatif yang timbul dari modal sosial itu sendiri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kondisi Modal Sosial pada Pedagang Kaki Lima di sekitar alun-alun Kota Ngawi dapat dikatakan masih terjaga dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari parameter-parameter modal sosial yang ada. Kepercayaan yang masih kuat baik antar sesama Pedagang Kaki Lima, Pedagang Kaki Lima dengan Pembeli dan pedagang kaki lima dengan Pemeritah. Adanya ewuh pakewuh dan kepedulian sosial berupa jimpitan serta jaringan yang berfungsi dengan sangat baik terbukti dengan dibentuknya paguyuban Pedagang Kaki Lima.
Nilai ekonomis modal sosial pada Pedagang Kaki Lima di sekitar alun-alun Kota Ngawi terdapat mulai dari awal memutuskan untuk berdagang termasuk dalam urusan penentuan lokasi berjualan, dalam upaya pemenuhan modal, dalam menjalankan usaha sebagai Pedagang Kaki Lima dan dalam keputusan untuk meningkatkan usaha. Implikasi Negatif dari modal sosial yang timbul pada Pedagang Kaki Lima di sekitar alun-alun Kota Ngawi yaitu terkucilkannya pedagang yang tidak menjadi anggota paguyuban, kurangnya akses informasi bagi Pedagang yang tidak tergabung dalam paguyuban. Bahkan untuk pemberian bantuan diutamakan kepada PKL yang menjadi anggota paguyuban.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
The research is titled "The Economic Value of Social Capital of the street vendors in Ngawi District” The purpose of this research is to find out how the Social Capital of street vendors is, the economic value of Social Capital of street vendors and the negative implications that arising from the Social Capital of street vendors in the District of Ngawi. This research uses a qualitative descriptive method. This research focuses on the observation and analysis of attitudes and daily behaviors of street vendors dealing with their social capital from the existing indicators and analyzing the economic value of social capital and the negative implications caused by social capital it self.
The result is showed that the condition of Social Capital of street vendors
around the Ngawi city’s square can be said it is preserve well. It can be seen from the parameters of existing social capital. The belief is still strong, between one and other street vendors, between street vendors and the buyers, also the street vendors with the government. The existence of ‘ewuh pakewuh’ and social charity in the form of ‘jimpitan’ and great relation causes outstanding function as evidenced by the establishment of ‘paguyuban’ (street vendors community).
Economic value of social capital of the street vendors around the Ngawi
city’s square start from decided to trade, it is including all matters for determining the location of selling, in the effort to fulfill the capital, in running the business as a street vendors and the decision to increase the business. Negative implications of social capital that caused by street vendors around the square is the remoteness of street vendors who are not the members of the ‘paguyuban’, lack of information access for the street vendors who are not members of the ‘paguyuban’. Even the street vendors who are the member of the ‘paguyuban’ are prioritized for the helpful effort
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Gelombang ketidakpuasan kaum miskin dan para penganggur terhadap
ketidakmampuan pembangunan menyediakan peluang kerja, untuk sementara
dapat diredam dengan tersedianya peluang kerja di sektor informal. Begitupun
ketika kebijakan pembangunan cenderung menguntungkan usaha skala besar,
sektor informal kendati tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara, dapat
memberikan subsidi sebagai penyedia barang dan jasa yang murah untuk
mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha skala besar. Bahkan, tatkala
perekonomian nasional mengalami kemunduran, sektor informal mampu bertahan
tanpa membebani ekonomi nasional sehingga roda perekonomian masyarakat
tetap bertahan.
Sebagian besar pekerja informal, khususnya di perkotaan terserap ke
dalam sektor perdagangan, Pilihan yang diambil oleh masyarakat tersebut salah
satunya dengan menjadi perdagang jalanan atau pedagang kaki lima (PKL)
Perdagangan jalanan telah menjadi sebuah alternatif pekerjaan yang cukup
populer, terutama di kalangan kelompok miskin kota. Hal ini terkait dengan
cirinya yang fleksibel (mudah keluar – masuk), modal yang dibutuhkan relatif
kecil, dan tidak memerlukan prosedur yang berbelit-belit.
Barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti sembako harganya
membumbung tinggi mengakibatkan daya beli masyarakat menurun, sedangkan
angka pengangguran meningkat dan kebutuhan harus terbeli maka membuka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lapangan pekerjaan sendiri dengan menjadi PKL dianggap masyarakat sebagai
solusi yang tepat walaupun omzet penjualan tidak tentu dan relatif kecil, namun
dapat meringankan beban hidup. Terlepas dari potensi ekonomi kegiatan
perdagangan kaki lima, keberadaan pedagang kaki lima (PKL) kerap dianggap
ilegal karena menempati ruang publik dan tidak sesuai dengan visi kota yang
sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota.
Mengingat peran PKL yang cukup positif dalam proses pembangunan,
sudah sewajarnya nasib para pedagangnya dipikirkan. Beberapa kebijakan, baik
langsung maupun tidak, untuk membantu penanganan PKL memang sudah
dilakukan. Namun ada kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan
nasib pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan.
Sebagai salah satu elemen yang terkandung di dalam masyarakat sipil,
modal sosial menunjuk pada nilai dan norma yang dipercayai dan dijalankan oleh
sebagian besar anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup individu dan
keberlangsungan komunitas masyarakat. Sebagaimana relasi sosial pada
umumnya, yang hampir selalu melibatkan modal sosial, pada pelaku perdagangan
PKL hal ini juga eksis. Modal sosial mirip bentuk-bentuk modal lainnya, dalam
arti ia juga bersifat produktif. Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi
manusia satu sama lain, khususnya relasi yang intim dan konsisten. Modal sosial
menunjuk pada jaringan, norma dan kepercayaan yang berpotensi pada
produktivitas masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Modal sosial tidak akan habis jika dipergunakan, melainkan semakin
meningkat. Rusaknya modal sosial lebih sering disebabkan bukan karena tidak
dipakai, malainkan karena ia tidak dipergunakan. Berbeda dengan modal manusia,
modal sosial juga menunjuk pada kemampuan orang untuk berasosiasi dengan
orang lain. Bersandar pada norma-norma dan nilai-nilai bersama, asosiasi antar
manusia tersebut menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya memiliki nilai
ekonomi yang besar dan terukur.
Pendapat Marfai (2005) dalam artikelnya ”Angkringan, Sebuah Simbol
Perlawanan”, menyatakan bahwa angkringan sebagai bentuk kegiatan
perekonomian kecil yang mampu bertahan di tengah sulitnya perekonomian
Indonesia menandakan berperannya modal sosial dalam perekonomian
masyarakat. Kenapa disebut modal sosial, karena untuk memulai kegiatan
angkringan biasanya dimulai dari informasi kerabat, teman, tetangga atau keluarga
yang telah berjualan sebelumnya. Mereka saling membantu dalam permodalan,
suplai makanan, tempat tinggal dan informasi. Dalam taraf ini angkringan telah
mampu memberikan simbol bahwa modal sosial sebagai salah satu faktor penting
dalam kegiatan perekonomian masyarakat.
Selaras dengan itu, Brata (2004) mengatakan bahwa belakangan ini modal
sosial merupakan isu menarik yang banyak dibicarakan dan dikaji. Dalam laporan
tahunannya yang berjudul Entering the 21st Century, misalnya, Bank Dunia
mengungkapkan bahwa modal sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap
proses-proses pembangunan (World Bank, 2000). Kegiatan pembangunan akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lebih mudah dicapai dan biayanya akan lebih kecil jika terdapat modal sosial yang
besar.
Dari uraian diatas telah membuat rasa ingin tahu penulis untuk
mempelajari dan mencoba menganalisa modal sosial Pedagang Kaki Lima di
Kabupaten Ngawi kedalam bentuk tesis yang berjudul “Nilai Ekonomis Modal
Sosial Pada Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Ngawi”.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Modal Sosial pada Pedagang Kaki Lima (PKL) di
Kabupaten Ngawi?
2. Bagaimanakah nilai ekonomis Modal Sosial pada Pedagang Kaki Lima
(PKL) di Kabupaten Ngawi?
3. Apakah implikasi negatif yang timbul dari Modal Sosial pada Pedagang
Kaki Lima (PKL) di Kabupaten Ngawi?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimanakah Modal Sosial pada Pedagang Kaki Lima (PKL)
di Kabupaten Ngawi.
2. Mengetahui bagaimanakah nilai ekonomis Modal Sosial pada Pedagang
Kaki Lima (PKL) di Kabupaten Ngawi.
3. Mengetahui apakah implikasi negatif yang timbul dari Modal Sosial pada
Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kabupaten Ngawi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1.4. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan modal sosial terhadap perkembangan
Pedagang Kaki Lima (PKL).
2. Bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan
masukan agar para pekerja di sektor informal dapat meningkatkan pendapatan
mereka.
3. Bagi para peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan kerangka dalam
melakukan penelitian yang lebih mendalam di bidang ini.
4. Bagi para pengambil keputusan (decision maker) penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan dalam mengambil kebijakan untuk mengatur para
PKL.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teoritis
2.1.1. Modal sosial
Semua kelompok masyarakat (suku bangsa) di Indonesia pada hakekatnya
mempunyai potensi-potensi sosial budaya yang kondusif dan dapat menunjang
pembangunan (Berutu, 2002: 9). Potensi ini terkadang terlupakan begitu saja oleh
kelompok masyarakat sehingga tidak dapat difungsionalisasikan untuk tujuan-
tujuan tertentu. Tetapi banyak juga kelompok masyarakat yang menyadari akan
potensipotensi sosial budaya yang dimilikinya, sehingga potensi-potensi tersebut
dapat dimanfaatkan secara arif bagi keperluan kelompok masyarakat itu sendri.
Salah satu potensi sosial budaya tersebut adalah modal sosial. Secara sederhana
modal sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk mengorganisir diri sendiri
dalam memperjuangkan tujuan mereka.
Modal sosial bisa dikatakan sebagai sumber daya sosial yang dimiliki oleh
masyarakat. Sebagai sumber daya, modal sosial ini memberi kekuatan atau daya
alam beberapa kondisi-kondisi sosial dalam masyarakat. Sebenarnya dalam
kehidupan manusia dikenal beberapa jenis modal, yaitu natural capital, human
capital, physical capital dan financial capital. Modal sosial akan dapat
mendorong keempat modal di atas dapat digunakan lebih optimal lagi. Konsep
modal sosial yang dijadikan fokus kajian, pertama kali dikemukakan oleh
Coleman (Portes, 2000: 2) yang mendefinisikannya sebagai aspek-aspek dari
struktur hubungan antar individu yang memungkinkan mereka menciptakan nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
nilai baru. Putnam menyebutkan bahwa modal sosial tersebut mengacu pada
aspek-aspek utama dari organisasi sosial, seperti kepercayaan (trust), norma-
norma (norms), dan jaringan-jaringan (networks) yang dapat meningkatkan
efisiensi dalam suatu masyarakat Lubis, 2001).
Portes (2000) menyebutkan bahwa modal sosial ini sebenarnya memiliki
dua arti berbeda, yakni modal sosial dalam arti individual dan modal sosial dalam
arti kolektif. Menurutnya seorang individu bisa juga memiliki suatu modal sosial
yang berguna bagi aktualisasi dirinya, begitu juga dengan kelompok masyarakat
juga memiliki modal sosial yang dapat dipakai dalam mengoptimalkan potensi
terbaiknya. Dari pernyataan Portes di atas dapat kita ketahui bahwa popularitas
dari konsep modal sosial telah disertai oleh bertambahnya makna dan
pengaruhnya secara aktual. Portes mempertimbangkan alternatif pemakaian dan
konsep modal sosial sebagai sebuah sifat dari seorang individu, dan juga sifat dari
sebuah kelompok. Putnam (1995: 2) mendefinisikan modal sosial sebagai: By
analogy with notions of physical capital and human capital-tools and training
that enhance individual productivity- social capital refers to features oj'social
organization such as networks, norms, and social trust that facilitate coordination
and cooperation for mutual benefit. Sama seperti pengertian darl modal fisik dan
modal manusia, modal sosial mengacu pada organisasi sosial dengan jaringan
sosial, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang dapat menjembatani
terciptanya kerjasama dalam komunitas sehingga terjalin kerjasama yang saling
menguntungkan (Putnam, 1995: 2).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putnam (1995) di Amerika Serikat
menemukan bahwa modal sosial berkorelasi positif dengan kehidupan demokrasi
di negara tersebut. Norma-norma dan jaringan sosial yang disepakati bersama
telah mempengaruhi kualitas kehidupan masyarakat dan kualitas kinerja lembaga-
lembaga sosial. Hubungan sosial yang telah tercipta tersebut menghasilkan
baiknya mutu sekolah, pembangunan ekonomi yang pesat, penurunan tingkat
kejahatan dan bahkan berpengaruh terhadap kinerja pemerintahnya sendiri sebagai
representasi dari komunitas masyarakat setempat.
Dalam penelitian (Brata, 2004) yang meneliti modal sosial pada pedagang
di Pasar Angkringan, Pengertian modal sosial yaitu jaringan-jaringan atau
hubungan-hubungan sosial informal yang dimiliki oleh pedagang angkringan.
Secara ringkas, modal sosial dapat dikatakan memfasilitasi atau memperbanyak
“what you knows” dan “who you knows”. Bank Dunia sendiri, dalam laporan
tahunannya, mendefinisikan modal sosial sebagai jaringan dan hubungan yang
mendorong kepercayaan dan resiprositas dan menentukan kualitas dan kuantitas
interaksi-interaksi sosial masyarakat (World Bank, 2000).
2.1.2. Parameter dan Indikator Modal Sosial
Modal sosial mirip bentuk-bentuk modal lainnya, dalam arti juga bersifat
produktif. Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama
lain, khususnya relasi yang intim dan konsisten. Modal sosial menunjuk pada
jaringan, norma dan kepercayaan yang berpotensi pada produktivitas masyarakat.
Namun demikian, modal sosial berbeda dengan modal finansial, karena modal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sosial bersifat kumulatif dan bertambah dengan sendirinya (selfreinforcing) oleh
Putnam (1993 dalam Suharto, 2007). Karenanya, modal sosial tidak akan habis
jika dipergunakan, melainkan semakin meningkat. Rusaknya modal sosial lebih
sering disebabkan bukan karena dipakai, melainkan karena ia tidak dipergunakan.
Berbeda dengan modal finansial, modal sosial juga menunjuk pada kemampuan
orang untuk berasosiasi dengan orang lain (Coleman, 1988 dalam Suharto, 2007).
Bersandar pada norma-norma dan nilai-nilai bersama, asosiasi antar manusia
tersebut menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya memiliki nilai ekonomi
yang besar dan terukur (Fukuyama, 1995 dalam Suharto, 2007).
Merujuk pada (Ridell, 1997 dalam Suharto, 2007), ada tiga parameter
modal sosial, yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms) dan jaringan-
jaringan (networks).
2.1.2.1. Kepercayaan (trust)
Fukuyama (2002) berpendapat bahwa kepercayaan adalah pengharapan
yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur dan
kooperatif berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama, demi kepentingan
anggota yang lain dari komunitas itu. Ada tiga jenis perilaku dalam komunitas
yang mendukung kepercayaan ini, yaitu perilaku normal, jujur dan kooperatif.
Perilaku normal yaitu perilaku yang sesuai asas dan norma-norma yang dianut
bersama, Jika dalam komunitas terdapat perilaku deviant (menyimpang) dari
beberapa anggotannya, maka akan sulit mendapat adanya kejujuran dan sifat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kooperatif. Adanya jaminan tentang kejujuran dalam komunitas dapat
memperkuat rasa solidaritas dan sifat kooperatif dalam komunitas.
Fukuyama (2002) yang mengkaji modal sosial dan trust dalam masyarakat
ekonomi kompleks menyebutkan bahwa kepercayaan bermanfaat bagi penciptaan
tatanan ekonomi unggul, karena bisa diandalkan untuk mengurangi biaya. Karena,
jika orang-orang bekerja dalam sebuah perusahaan yang saling mempercayai dan
bekerja menurut serangkaian norma-norma etis bersama, maka berbisnis hanya
memerlukan sedikit biaya. Kepercayaan sosial, termasuk kejujuran, keteladanan
kerjasama dan rasa tanggung jawab terhadap orang lain sangat penting untuk
menumbuhkan kebajikan kebajikan individual (Fukuyama, 2002).
Kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan produk dari modal sosial
yang baik. Adanya modal sosial yang baik ditandai oleh adanya lembagalembaga
sosial yang kokoh; modal sosial melahirkan kehidupan sosial yang harmonis.
Kerusakan modal sosial akan menimbulkan anomie dan perilaku anti sosial.
2.1.2.2. Norma (norm)
Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-
harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok
orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun
standar-standar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma
dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama dimasa lalu dan
diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama. Norma-norma dapat merupakan
pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menurut Soekanto (2002:198) norma-norma masyarakat merupakan
patokan untuk bersikap dan berperilaku secara pantas yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan dasar, yang mengatur pergaulan hidup dengan tujuan untuk
mencapai suatu tata tertib. Norma-norma informal di satu pihak memaksa suatu
perbuatan dan di lain pihak, melarangnya, sehingga secara langsung merupakan
alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan
norma-norma informal tersebut.
2.1.2.3. Jaringan (network)
Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan
kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi
dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat
kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial
yang kokoh. Putnam (1995 dalam Suharto, 2007) berargumen bahwa, jaringan-
jaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya
serta manfaat-manfaat dari partisipasinya itu. Konsep jaringan dalam kapital
sosial menunjuk pada semua hubungan dengan orang atau kelompok lain yang
memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara efektif dan efisien. (Lawang, 2005)
Bersandar pada parameter di atas, beberapa indikator kunci yang dapat
dijadikan ukuran modal sosial antara lain (Suharto, 2007):
- Perasaan identitas
- Perasaan memiliki atau sebaliknya, perasaan alienasi
- Sistem kepercayaan dan ideologi
- Nilai-nilai dan tujuan-tujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
- Ketakutan-ketakutan
- Sikap-sikap terhadap anggota lain dalam masyarakat
- Persepsi mengenai akses terhadap pelayanan, sumber dan fasilitas
(misalnya pekerjaan, pendapatan, pendidikan, perumahan, kesehatan,
transportasi, jaminan sosial)
- Opini mengenai kinerja pemerintah yang telah dilakukan terdahulu
- Keyakinan dalam lembaga-lembaga masyarakat dan orang-orang pada
umumnya
- Tingkat kepercayaan
- Kepuasaan dalam hidup dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya
- Harapan-harapan yang ingin dicapai di masa depan
Dapat dikatakan bahwa modal sosial dilahirkan dari bawah (bottom-up),
tidak hierarkis dan berdasar pada interaksi yang saling menguntungkan. Oleh
karena itu, modal sosial bukan merupakan produk dari inisiatif dan kebijakan
pemerintah. Namun demikian, modal sosial dapat ditingkatkan atau dihancurkan
oleh negara melalui kebijakan publik.
2.1.3. Peran Modal Sosial Dalam Sistem Ekonomi
Dalam laporan World Bank (2006), ada bukti yang nyata bahwa
perdagangan pada level makro dipengaruhi oleh modal sosial. Meskipun modal
sosia paling umum hadir pada kegiatan ekonomi mikro, namun modal sosial
berimplikasi pada dampak dari perdagangan, migrasi, reformasi ekomoni dan
intregasi regional. “ There is increasing evidence that trade at the macro level is
influenced by social capital- a common property resource whose value depends
on the level of interaction between people. While mosh work on social capital is
microeconomic, social capital has implications for the effect of trade and
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
migration, economic reform, regional integration, new technologies which affect
how people interact, security, and more” (World Bank, 2006)
Selain pada sistem ekonomi modern, modal sosial juga eksis pada
ekonomi tradisional. Ekonomi tradisional secara umum mempunyai karakter
‘pasar’ yang ditandai dengan transaksi pasar tradisional. Pasar tradisional harus
diartikan secara luas, yang pertama dimana kita bisa mendapatkan barang dan
jasa, dan yang kedua dimana kesepakatan bersama menjadikan ekonomi
berfungsi. Pasar ini merupakan bagian dari sosial budaya yang sudah mengakar
secara kuat. Di Indonesia, budaya sosio-ekonomi yang sudah terbentuk berabad-
abad dalam sistem ‘ekonomi pasar tradisional’ tidak banyak berubah sampai saat
ini (Ramelan, 2002).
2.1.4. Modal Sosial Dapat Menciptakan Nilai Ekonomi
Menurut Tonkiss (2000), modal sosial barulah bernilai ekonomis kalau
dapat membantu individu atau kelompok misalnya untuk mengakses sumber-
sumber keuangan, mendapat informasi, menemukan pekerjaan, merintis usaha,
dan miminimalkan biaya transaksi. Pada kenyataannya jaringan sosial, sebagai
bagian dari modal sosial, tidaklah cukup karena belum mampu menciptakan
modal fisik dan modal finansial yang juga dibutuhkan.
Kriteria ekonomis meliputi produktifitas, efisiensi dan efektifitas.
Pembahasan mengenai dimensi ekonomis ini bertititk tolak dari dua asumsi yang
saling terkait yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Modal sosial tidak berdiri sendiri. Melainkan tertambat (embedded) dalam
struktur sosial (embedded) dalam struktur sosial (Granovetter, 1985,
Coleman, 1988, Putnam, 1993 dalam Lawang, 2005:33). Struktur sosial
yang dimaksudkan para ahli pada umumnya menunjuk pada hubungan
(relation),jaringan (network), kewajiban, harapan (expectation) yang
menghasilkan dan dihasilkan oleh kepercayaan (trust) dan sifat yang dapat
dipercayai (trustworthiness) yang berkembang di antara orang-orang yang
berhubungan tersebut (Coleman, 1988, et al dalam Lawang, 2005:33)
2. Modal sosial tersebut berfungsi sama seperti modal-modal lainnya dalam
mencapai suatu tujuan ekonomik (Coleman, Dasgupta, 2000 dalam
Lawang,2005:33). Fungsi yang dimaksud disini menunjuk pada fungsi
memperlancar (lubricant) dan fungsi mempererat (glue) ikatan-ikatan
sosial dalam sistem produksi (Anderson et al dalam Lawang, 2005:33)
Dimensi ekonomis dalam sebuah industri/perusahaan dengan
menggunakan kata sifat sosial yang menunjuk pada efisiensi dan
efektifitas dapat dijelaskan dalam ilustrasi berikut ini, seandainya semua
orang dalam suatu industri/perusahaan bekerja sesuai tugas dan
tanggungjawab dengan penuh dedikasi,komitmen dan dibayar sepantasnya,
maka pengeluaran perusahaan tersebut untuk pemantauan (monitoring)
dan evaluasi dapat ditekan dan suasana kerjapun terasa nyaman. Pada
akhirnya, keuntungan perusahaan meningkat, dengan kata lain harapan
(ekspektasi) pengusaha terpenuhi. Pelaksanaan tugas merupakan proses
bagaimana seseorang dalam perusahaan tersebut bekerja memenuhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
fungsinya secara bertanggungjawab. Kata sifat sosial yang ikut
memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan (efektif) secara ekonomis
(efisien) antara lain: sifat bertanggungjawab, commited dan dedikatif dari
pihak pekerja kepada perusahaan, sifat percaya dari perusahaan kepada
pekerja untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan
kesepakatan, sifat saling menguntungkan kedua belah pihak.
Khusus dalam kelembagaan perdagangan, Fafchamps dan Minten (1999)
mengukur modal sosial yang dimiliki seorang pedagang atas empat hal yaitu:
· Jumlah hubungan dalam sistem perdagangan (the number of relatives in
agricultural trade)
· Jumlah pedagang yang diketahui (the number of traders known)
· Jumlah orang yang dapat membantu dalam finansial (the number of people
who can help financially)
· Jumlah pedagang pemasok dan penerima yang dikenal secara mendalam
(the number of suppliers and clients known personally).
2.1.5. Implikasi Negatif Modal Sosial
Meskipun konsep modal sosial diakui eksistensi dan relevansinya dalam
dataran teoritis maupun empiris, namun masih banyak ketidaksepakatan
menyangkut beberapa hal mendasar sehingga menimbulkan kontroversi yang
tidak berujung hingga kini. Sedangkan pada level kelompok, modal sosial
merepresentasikan beberapa agregasi sumber daya yang bernilai (ekonomi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
politik, budaya, atau sosial dalam koneksi sosial) bagi interaksi anggota dalam
sebuah jaringan.
Coleman (Yustika, 2006;192) menyatakan bahwa modal sosial merupakan
‘sumber daya struktur sosial’ (social-structure resource) yang menghasilkan
keuntungan (returns) bagi individu dalam sebuah tindakan spesifik. Modal sosial
didefinisikan berdasarkan fungsinya dan modal sosial bukanlah entitas tunggal,
melainkan bermacam-macam etnisitas yang berbeda dan memiliki dua
karakteristik penting: modal sosial berisi aspek dari struktur sosial dan modal
sosial memfasilitasi tindakan-tindakan tertentu individu dalam struktur tersebut.
Modal sosial diidentifikasi ketika dan jika ia bekerja. Dengan begitu penjelasan
penyebab potensi modal sosial dapat ditangkap hanya melalui efeknya atau modal
sosial merupakan investasi yang tergantung return terhadap individu tertentu
dalam sebuah tindakan. Modal sosial lebih banyak didekati dengan analisis
kualitatif, dan untuk analisis kuantitatifnya biasanya dilakukan dengan mengambil
indikator-indikator kualitatif. Para ahli menghendaki modal sosial dapat diukur
melalui pendekatan kuantitatif. Diluar itu, bahasan konsep modal sosial selama ini
didominasi oleh cara pandang yang terlalu positif. Artinya, menempatkan modal
sosial sebagai variable yang dapat memberi manfaat bagi kemaslahatan bersama.
Padahal, modal sosial bisa saja menimbulkan implikasi negatif.
Menurut Bourdieu (Yustika, 2006:190) melihat modal sosial sebagai
investasi dari anggota-anggota modal sosial yang berasal dari kelas dominan
(sebagai kelompok atau jaringan) yang bertujuan untuk menjaga dan
mereproduksi solidaritas kelompok dan melestarikan posisi kelompok dominan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tersebut. Persoalannya adalah, setiap jaringan itu bersifat tertutup (eksklusif)
sehingga tidak dipengaruhi oleh kelompok lain atau terbuka melalui proses
interaksi dengan kelompok/jaringan lainnya.
Yoran Ben Porath (dalam Yustika, 2006:210) mengembangkan konsep
yang kemudian sangat dekat pengertian modal sosial yakni yang dia sebut sebagai
“F-connection”. Konsep ini terdiri dari families, friends, dan firms. Bentukbentuk
organisasi tersebut dalam sosial organisasi dapat mempengaruhi pertukaran
ekonomi. Jika dikembangkan, bisa jadi hubungan keluarga dan pertemanan dapat
bermanfaat bagi seseorang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus.
Konsep modal sosial dapat memiliki implikasi negatif terhadap pertukaran
ekonomi secara keseluruhan.
Menutur Portes (dalam Yustika, 2006:211) ada empat konsekuensi negatif
dari modal sosial. Pengucilan dari pihak luar, dampak klaim terhadap anggota
kelompok, rintangan terhadap kebebasan individu dan penyempitan ruang lingkup
dari norma. Keempat konsekuensi negatif tadi ditengarai menjadi penyebab
keterbelakangan ekonomi negara berkembang. Modal sosial ternyata dapat
menjadi sumber kegagalan bagi sebuah sistem untuk bekerja mencapai tujuan
yang diinginkan.
Jadi implikasi negatifnya bahwa modal sosial dapat merusak bila
digunakan untuk kepentingan sempit. Yang artinya modal sosial yang dimiliki
digunakan secara eksklusif untuk menguntungkan individu tertentu, pada saat
bersamaan dipakai untuk mengucilkan kelompok lainnya dengan secara tidak adil,
dalam sudut pandang ekonomi hal ini akan merugikan tercapainya efisiensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2.1.6. Pedagang Kaki Lima
Konsep sektor informal lahir pada tahun 1971 yang dipelopori oleh Keith
Hart berdasarkan penelitiannya di Ghana. Kemudian konsep itu diterapkan dalam
sebuah laporan oleh tim ILO tahun 1972 dalam usaha mencari pemecahan
masalah tenaga kerja di Kenya. Menurut Ahmad 2002:73) sektor informal disebut
sebagai kegiatan ekonomi yang bersifat marjinal (kecil-kecilan) yang memperoleh
beberapa ciri seperti kegiatan yang tidak teratur, tidak tersentuh peraturan,
bermodal kecil dan bersifat harian, temapt tidak tetap berdiri sendiri, berlaku di
kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah, tidak membutuhkan keahlian
dan keterampilan khusus, lingkungan kecil atau keluarga serta tidak mengenal
perbankan, pembukuan maupun perkreditan.
Keberadaan sektor informal dalam kegiatan perdagangan dan jasa
merupakan suatu dikotomi karena disatu sisi sektor informal mampu menyerap
tenaga kerja terutama pada golongan masyarakat yang memilki tingkat pendidikan
dan keterampilan yang rendah serta modal kecil. Namun disisi lain sektor ini
merupakan sektor yang tidak memiliki legalitas atau perlindungan hukum dan
merugikan sektor formal karena menyebabkan permasalahan lingkungan kota.
Seiring dengan perkembangan masyarakat, kegiatan sektor informal pun
berkembang dan mengambil berbagai macam bentuk dan bidang pekerjaan yang
ada, menurut Alisjahbana (2005:14) salah satu yang dominan dan menonjol
aktivitasnya adalah pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima sebagai bagian sector
informal perkotaan, istilah pedagang kaki lima konon berasal dari jaman
pemerintahan Rafles, Gubernur Jenderal pemerintahan Kolonial Belanda, yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dari kata ”five feet” yang berarti jalur pejalan kaki di pinggir jalan selebar 5 (lima)
kaki. Ruang tersebut digunakan untuk kegiatan berjualan pedagang kecil sehingga
disebut dengan pedagang kaki lima (dalam Widjajanti, 2000:28). Kemudian
muncul beberapa ahli yang mengemukakan defenisi dari pedagang kaki lima
diantaranya menurut McGee (1977:28) menyebutkan PKL sebagai hawkers
adalah orang-orang yang menawarkan barang-barang atau jasa untuk dijual di
tempat umum, terutama jalan-jalan trotoar. Defenisi tidak termasuk PKL yang
berpindah pindah dari satu rumah ke rumah lain menjual barangnya atau
menawarkan jasanya.
Pembagian tipe komoditas yang dijual PKL, oleh MCGee dan Yeung
(1977:81) dibedakan 4 (empat) kelompok yakni : (1) Makanan yang tidak diproses
dan semi olahan (unprocessed and semi processed food). Makanan yang tidak
diproses, termasuk makanan mentah seperti daging, buahbuahan atau sayuran.
Sedangkan makanan yang semi olahan seperti beras. (2) Makanan siap saji
(Prepared food), yakni penjual makanan yang sudah dimasak. (3) Barang bukan
makanan (nonfood items), kategori ini terdiri dari barangbarang dalam skala yang
luas, mulai dari tekstil hingga obat-obatan. (4) Jasa services), yang terdiri dari
beragam aktivitas seperti jasa perbaikan sol sepatu dan tukang cukur.
Berdasarkan sifat layanannya, MCGee & Yeung (1977 :82-83) membagi
ke dalam 3 (tiga) tipe, yaitu : (1) Pedagang keliling (mobile), pedagang yang
dengan mudah dapatmembawa barang daganngannya, mulai dari menggunakan
sepeda atau keranjang. (2) Pedagang semi menetap (semistatic), pedagang ini
mempunyai sifat menetap sementara, dimana kios dan tempat usahanya akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berpindah setelah beberapa waktu berjualan di tempat tersebut. (3) Pedagang
Menetap (static), sifat layanan pedagang ini memiliki frekuensi menetap yang
paling tinggi, dimana lokasi tempat usahanya permanen di suatu tempat seperti di
jalan atau ruang-ruang publik. Menurut waworoento (dalam Widjajanti, 2000 :39-
40), bentuk sarana fisik berdagang yang digunakan oleh pedagang kaki lima
adalah : (1) Gerobak/kereta dorong, bentuk ini terdiri dari 2 macam, yaitu gerobak
yang beratap dan tidak beratap. (2) Pikulan/keranjang, yaitu digunakan oleh PKL
keliling (mobile) ataupun semi menetap. (3) Tenda, bentuk ini terdiri dari
beberapa gerobak/kereta dorong yang diatur sedemikian rupa secara berderet dan
dilengkapi dengan kursi dan meja, biasanya dilengkapi dengan penutup. (4) Kios,
menggunakan papan atau sebagian menggunakan batu bata, sehingga menyerupai
bilik semi permanen, yang mana pedagang bersangkutan juga tinggal di tempat
tersebut, pedagang ini dikategorikan sebagai pedagang menetap. (5) Gelaran/alas,
pedagang bentuk ini menggunakan alas berupa tikar, kain atau lainnya untuk
menjajakan dagangannya. (6) Jongko/meja, sarana berdagang yang menggunakan
meja jongko dan beratap, sarana ini dikategorikan jenis PKL yang menetap.
2.1.7. Karakteristik Lokasi Aktivitas PKL
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Joedo dalam Widjajanti
(2000:35), penentuan lokasi yang diminati sektor informal adalah sebagai berikut :
(1) Terdapat akumulasi orang yang melakukan kegiatan bersama-sama pada
waktu yang relatif sama, sepanjang hari. (2) Berada pada kawasan tertentu yang
merupakan pusat kegiatan perekonomian kota dan pusat non ekonomi perkotaan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tetapi sering dikunjungi dalam jumlah besar. (3) Memiliki kemudahan untuk
terjadinya hubungan antara PKL dengan calon pembeli. (4) tidak membutuhkan
ktersediaan fasilitas dan utilitas pelayanan umum. Gejala aglomerasi yang terjadi
pada PKL terkait dengan teori lokasi yang dikemukakan oleh Palander dan
Hoover dalam teori mengenai ketergantungan lokasi. Lokasi usaha lebih
ditentukan oleh penyebaran permintaan dan ketergantungan lokasi terhadap usaha
lain yang sejenis (Djojodipuro, 1992:119-120). Keuntungan yang tinggi akan
mengundang masuknya pedagang lain ke dalam lokasi tersebut. Hal ini akan
menimbulkan persaingan dalam menguasai pasar seluas mungkin, tanpa
membanting harga tetapi dengan mengaturlokasinya terhadap saingannya. Adanya
pengelompokan tersebut akan memudahkan pembeli dalam memilih barang
terbaik yang diinginkannya
2.2. Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan referensi dan perbandingan, penulis akan mengemukakan
penelitian terdahulu yang topiknya sesuai dengan penelitian yang akan
dilaksanakan. Adapun referensi yang ditulis adalah sebagai berikut :
Alosius Gunadi Brata (2004) dalam jurnal “Lembaga Penelitian
Universitas Atma Jaya” meneliti mengenai “Nilai Ekonomis Modal Sosial Pada
Sektor Informal Perkotaan”. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa modal
sosial mampu memberikan manfaat ekonomis bagi pelaku ekonomi informal
perkotaan, dengan obyek penelitian pada pedagang angkringan di Yogyakarta.
Modal sosial, dalam pengertian jaringan-jaringan atau hubungan-hubungan sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
informal, turut menentukan proses menjadi pedagang angkringan, termasuk dalam
hal penentukan lokasi berdagang. Dari penelitian ini didapat bahwa modal sosial
berperan penting dalam mempererat hubungan mereka dan mampu mengurangi
kekhawatiran terhadap resiko yang mereka hadapi saat bekerja. Selain itu adanya
efek bola salju yaitu kesempatan bertambahnya jumlah pelanggan dan dari
hubungan dengan pelanggan, pedagang ankringan mendapat informasi untuk
usahanya.
Penelitian Fafchamps dan Minten (1999) memperoleh kesimpulan bahwa
akumulasi modal sosial terbukti memberikan peran yang sangat nyata dalam
bisnis. Dengan kata lain, return to social capital dalam usaha perdagangan cukup
besar. Fafchamps dan Minten menyatakan : “Hence, we conclude that a large part
of the effect of bussiness experience on performane seems to come from the
accumulation of social capital overtime and less from the development of other
types of expertise”. Pengukuran modal sosial memperlihatkan tumbuhnya nilai
tambah (margins or value added) secara signifikan di atas kepemilikan sarana,
kapital tenaga kerja (labor capital), human capital, dan ketrampilan manajemen.
Dua hal penting yang membangun modal sosial adalah jumlah pedagang lain yang
dikenal dan jumlah orang yang siap membantu jika menghadapi permasalahan.
Selain itu, hubungan bukan keluarga (non-family networks) terbukti lebih
berperan dibandingkan hubungan keluarga (family networks).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2.3. Kerangka Konseptual
Interaksi antar Pedagang Kaki Lima yang menciptakan modal sosial dapat
dilihat dari indikator-indikatornya yaitu kepercayaan, norma dan jaringan. Dengan
tumbuhnya modal sosial yang baik diharapkan dapat menciptakan kelancaran
usaha bagi para PKL. Namun dalam upaya pencapaian kelancaran usaha terkait
modal sosial muncul pertanyaan apakah nilai ekonomis modal sosial dan apakah
permasalahan baru yang muncul dari modal sosial yang ada. Seingga diharapkan
dengan terjawabnya pertanyaan tersebut dapat membantu PKL untuk mencapai
kelancaran usahanya.
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Interaksi PKL
Modal Sosial
- Kepercayaan
- Norma
- Jaringan
Kelancaran usaha PKL
Bagaimanakah nilai ekonomis
modal sosial pada PKL dan apakah
permasalahan baru yang muncul
(implikasi negatif) dari modal
sosial tersebut?
indikator
Reserch questions
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini memfokuskan pada pengamatan dan
analisis dari sikap dan perilaku sehari-hari PKL dengan melihat modal sosial dari
indikator yang ada serta menganalisis nilai ekonomis modal sosial dan implikasi
negatif yang timbul dari modal sosial itu sendiri. Dari analisis fenomena tersebut
akan disajikan suatu gambaran keadaan yang riil di lapangan dengan berbagai
dukungan fakta dan informasi yang didapat dari kata-kata dan gambar-gambar.
Hal tersebut sejalan dengan yang dikatakan oleh Moleong (2004:6)
mengartikan penelitian deskriptif yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata,
gambar dan bukan angka-angka dan data tersebut mungkin berasal dari naskah
wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau
memo dan dokumentasi lainnya.
Dalam penelitian ini penulis berusaha mengumpulkan data selengkap-
lengkapnya secara menyeluruh dan integral untuk dapat memberikan gambaran
secara jelas dari aktivitas PKL sehari-hari terkait dengan modal sosial yang
mereka miliki.
3.2. Pendekatan Penelitian
Dasgupta dan Serageldin (1999) melihat bahwa dalam pengukuran konsep
modal sosial belum cukup dibakukan untuk diukur dengan menggunakan riset
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kuantitatif. Menurut mereka, mengukur modal sosial dapat menggunakan berbagai
pendekatan interdisiplin dengan kombinasi pendekatan yang sama maupun yang
berbeda. Oleh karenanya, untuk dapat menjelaskan gejala-gejala sosial berkenaan
dengan modal sosial PKL di Kabupaten Ngawi, maka pendekatan yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena
pendekatan ini dipandang lebih relevan untuk digunakan dalam mengamati gejala-
gejala sosial dalam masyarakat.
Dalam pendekatan kualitatif ini, peneliti terjun langsung ke lapangan dan
mencoba melakukan investigasi guna memperoleh informasi mendalam mengenai
modak sosial, nilai ekonomis modal sosial dan imlikasi negatif dari modal sosial
serta mengembangkan penafsiran-penafsiran terhadap informan atau data yang
ditemukan. Dengan demikian, dalam penelitian kualitatif, peneliti perlu
melakukan interaksi untuk mendalami subyek yang diteiti, termasuk di dalamnya
pengembangan kategori-kategori, pola-pola analisis dan teori-teori sehingga
hasilnya bisa dipahami dengan baik (Creswel:1994).
3.3. Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian dipergunakan untuk memberikan gambaran tentang
konteks yang berkaitan dengan fokus penelitian. Dimana lingkup penelitian
memuat tentang aspek-aspek yang akan diteliti dari suatu objek tertentu dalam
rangka menjawab masalah penelitian.
Berkaitan dengan Modal Sosial pada PKL di Kabupaten Ngawi, dapat
dilihat lingkup penelitiannya yaitu kepada proses interaksi PKL sehari-hari baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
interaksi antar sesama PKL, antara PKL dengan Pembeli, serta antara PKL dengan
pemerintah daerah yang terkait. Selanjutnya penilaian terhadap nilai ekonomis
dari Modal Sosial yang muncul dalam interaksi PKL tersebut dan implikasi
negatif yang muncul dari Modal Sosial yang ada. Untuk lebih jelas lingkup
penelitian yang akan peneliti teliti dalam penelitian kali ini dapat dilihat dalam
tabel berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
TABEL 3.1
Lingkup Penelitian
No Fokus Penelitian Data/informasi yang diperlukan
Sumber Metode Rekaman
1 Mengetahui bagaimanakah modal sosial pada PKL di Kab. Ngawi
- Data PKL - Interaksi PKL - Indikator modal
Sosial
- PKL - Pembeli - Pemda
(Satpol PP dan Dinas Pasar)
- Wawancara - Observasi - Studi
Dokumentasi
- Manuskrip wawancara
- Memo observasi
- Dokumen
2 Menganalisis nilai ekonomis modal sosial yang ada pada PKL di Kab. Ngawi
- Manfaat yang diperoleh dengan adanya Modal Sosial dalam berdagang
- Paguyuban yang ada pada PKL
- PKL - Pembeli - Pemda
(Satpol PP dan Dinas Pasar)
- Wawancara - Observasi - Studi
Dokumentasi
- Dokumen - Manuskrip
wawancara - Memo
observasi
3 Mengetahui implikasi negatif dari modal sosial pada PKL di Kab. Ngawi
- Permasalahan baru yang muncul dari adanya modal sosial
- PKL - Pembeli - Pemda
(Satpol PP dan Dinas Pasar)
- Wawancara - Observasi - Studi
Dokumentasi
- Manuskrip wawancara
- Memo observasi Dokumen
Dari berbagai sumber 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3.4. Sumber Data
Penulis menggunakan sumber data primer berupa person, yaitu melalui
wawancara informan (key person) yang benar-benar mengetahui dan memahami
Modal Sosial pada PKL di Kab. Ngawi. Teknik yang digunakan dalam pemilihan
informan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling (penarikan
sample secara sengaja) dengan teknik snowball sampling. Pedagang Kaki Lima
yang menjadi informan pertama adalah Mbah Jo, yaitu pedagang angkringan yang
berjualan di sebelah barat Lapangan Merdeka. Berdasarkan informasi dari Mbah
Jo diperoleh informan kedua yaitu Sutrisno pedagang Nasi Pecel di Timur
Lapangan Merdeka (Jalan Serong). Informasi ketiga dari Atik, yaitu pedagang
minuman dan tempura yang berjualan di Jalan Tengah Alun-Alun kabupaten
Ngawi. Dalam penelitian ini selain PKL dibutuhkan juga informasi dari pembeli
dan dinas terkait. Informan dari pembeli yaitu Deden dan Aditya, sedangkan dari
satuan kerja terkait Pegi Yudho selaku Kepala Seksi Operasional Satpol PP dan
Drs. Setianto selaku Kepala Bidang Perdagangan dari Dinas Perdagangan dan
Pengelolaan Pasar Kabupaten Ngawi.
Pengambilan data dengan menggunakan teknik wawancara ini akan
dipakai sampai data yang dikumpulkan dirasa sudah mencukupi. Observasi yaitu
pengamatan fenomena-fenomena baik berupa kondisi fisik serta fenomena tingkah
laku pihak-pihak yang terkait dengan Modal Sosial pada PKL di Kab. Ngawi,
dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode observasi partisipasi pasif yaitu
peneliti datang ke tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat
dalam kegiatan tersebut (lihat : Sugiyono, 2006 : 227), serta sumber data sekunder
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berupa paper, yaitu meliputi tulisan, dokumen, dan arsip yang dapat digunakan
untuk mempermudahkan pendeskripsian Modal Sosial pada PKL di Kab. Ngawi.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Berkaitan dengan rangkaian kegiatan penulisan yang dilakukan maka
tentunya diperlukan data-data yang relevan dengan fokus penulisan untuk
dianalisa dan memperoleh gambaran umum sebagai hasil penulisan. Pengumpulan
data merupakan suatu proses mencari data yang diperlukan dalam penulisan.
Penulis menggunakan beberapa instrumen dalam pengumpulan data
dengan maksud untuk mempermudah serta memperoleh data yang akurat, relevan,
dan dapat dipertanggungjawabkan. Berikut ini instrumen pengumpulan data yang
digunakan oleh penulis dalam proses penulisan dan pengumpulan data, yakni :
1. Wawancara
Menurut Nazir (2005:234) : ”wawancara adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap
muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden
dengan mengunakan alat bantu yang dinamakan interview guide (panduan
wawancara)”. Yang dimaksud dengan wawancara adalah penulis melakukan
tanya jawab langsung dengan pihak yang berhubungan dengan penelitian atau
yang dijadikan informan.
2. Observasi
Menurut Sugiyono (2004:165): “Observasi atau yang disebut pula dengan
pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan menggunakan seluruh alat indra”. Dalam teknik pengumpulan data ini,
penulis langsung turun kelapangan mengamati dengan cermat dan langsung
terhadap kehidupan PKL sehari-hari serta hal lain yang dapat menunjang
penelitian.
3. Dokumentasi
Untuk memperkuat data yang diperoleh dari hasil kuesioner dan wawancara,
penulis menggunakan teknik dokumentasi. Menurut Arikunto (2006:231),
dokumentasi adalah “mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda
dan sebagainya”.
3.6. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri.
Nasution dalam Sugiyono (2006 : 223) menyatakan:
Dalam penelitian kualitatif tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, focus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semua tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya. Selanjutnya, Sugiyono (2006 : 222) menyatakan bahwa “peneliti kualitatif
sebagai human instrument , berfungsi menetapkan focus penelitian, memilih
informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas
data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3.7. Teknik Pengukuran Keabsahan Data
Dalam pengujian keabsahan data, metode penelitian kualitatif
menggunakan istilah yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Sugiyono (2006 :
270) menyebutkan uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji
credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability
(reabilitas), dan confirmability ( obyektivitas).
Dalam penelitian kali ini untuk melakukan uji kredibilitas data peneliti
menggunakan metode Triangulasi. William Wiersma dalam Sugiyono (2006 :
273) mengatakan “triangulation is a qualitative cross-validation. It assesses the
sufficiency of the data according to the convergence of multiple data sources or
multiple data collection procedures”. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas
diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan
berbagai waktu. Karena keterbatasan waktu yang tersedia dalam penelitian ini,
maka peneliti hanya akan menggunakan metode triangulasi sumber data yaitu dari
PKL, Pembeli serta pemerintah daerah melalui dinas terkait. Selanjutnya
menggunakan trianggulasi teknik pengumpulan data yaitu dengan menggunakan
wawancara, observasi dan dokumentasi.
3.8. Teknik Analisis Data
Menurut Ulber (2006:304) bahwa analisis data adalah “proses
penyederhanaan data dan penyajian data dengan mengelompokkannya dalam
suatu bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasi”. Sedangkan Nazir (2005:405)
mengemukakan “analisa data merupakan bagian yang amat penting dalam dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna
yang berguna dalam memecahkan masalah penulisan”.
Menurut Miles dan Huberman dalam Ulber (2006:311), “kegiatan
analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi”. Dalam buku
yang sama Ulber menambahkan secara bersamaan berarti reduksi, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang jalin menjalin
merupakan proses siklus dan interaktif pada saat sebelum, selama, dan sesudah
pengumpulan data dalam bentuk sejajar untuk membangun wawasan secara umum
yang disebut analisis. Adapun langkah-langkah yang diambil penulis dalam
analisis data adalah sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Redusi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstraksian, dan informasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Tahapan dalam mereduksi data yaitu
membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus,
membuat partisi, dan menulis memo. Reduksi data merupakan suatu bentuk
analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang
tidak perlu, dan mengorganisasi data sedemikian rupa hingga kesimpulan-
kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
2. Penyajian Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penyajian data adalah sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambila tindakan. Melihat
data yang disajikan, kita melihat dan akan dapat memahami apa yang sedang
terjadi dan apa yang harus dilakukan.
3. Interpretasi Data
Interpretasi data yaitu menganalisa dan mencari arti yang lebih luas dari data
yang ada dan menghubungkannya dengan ilmu pengetahuan dan teori yang
ada.
4. Menarik Kesimpulan
Mencari makna, pola, model, karakteristik, hal-hal penting yang ditemui dan
kemudian menarik kesimpulan.
3.9. Definisi Operasional
1. Nilai Ekonomis adalah nilai yang dapat membantu untuk menimbulkan
atau menciptakan keuntungan atau manfaat ekonomi.
2. Modal Sosial adalah modal yang mengacu pada organisasi sosial dengan
jaringan sosial, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang dapat
menjembatani terciptanya kerjasama dalam komunitas sehingga terjalin
kerjasama yang saling menguntungkan.
3. Pedagang Kaki Lima adalah orang-orang yang menawarkan barang-barang
atau jasa untuk dijual di tempat umum, terutama jalan-jalan trotoar dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menggunakan gerobak dan lapak dagangan bersifat semi permanen/non
permanen.
4. Implikasi Negatif adalah dampak negatif yang timbul.
5. Kepercayaan adalah pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas
yang berperilaku normal, jujur dan kooperatif berdasarkan norma-norma
yang dimiliki bersama, demi kepentingan anggota yang lain dari
komunitas itu.
6. Norma adalah aturan-aturan atau pedoman sosial yang khusus mengenai
tingkah laku, sikap, dan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan di lingkungan kehidupannya.
7. Jaringan adalah semua hubungan dengan orang atau kelompok lain yang
memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara efektif dan efisien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian
4.1.1 Aspek Geografis
Kabupaten Ngawi secara geografis berada di provinsi Jawa Timur bagian
Barat, merupakan daerah penghubung Provinsi Jawa Timur dengan Jawa Tengah.
Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.295,9851 km2 atau 129.598,51 Ha.
Secara administratif pemerintahan terbagi kedalam : 19 kecamatan, 4 kelurahan,
dan 213 desa. Secara astronomis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7021’ –
7031’ Lintang Selatan dan 111007’ – 111040’ Bujur Timur dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah utara : Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan (Provinsi
Jawa Tengah) dan Kabupaten BoJonegoro
(Provinsi Jawa Timur),
2. Sebelah barat : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sragen
(Provinsi Jawa Tengah),
3. Sebelah selatan : Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun
(Provinsi Jawa timur),
4. Sebelah timur : Kabupaten Madiun (Provinsi Jawa Timur).
Kondisi topografi wilayah cukup bervariasi, yaitu topografi datar,
bergelombang, berbukit dan bahkan pegunungan tinggi, dengan ketinggian 40
meter hingga 3.031 meter di atas permukaan air laut. Tercatat 4 kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terletak di dataran tinggi yaitu Kecamatan Sine, Kecamatan Ngrambe, Kecamatan
Jogorogo dan Kecamatan Kendal. Komposisi penggunaan lahan untuk
persawahan 57.911,19 Ha, perkebunan 1.551,04 Ha, tegalan 8.165,81 Ha,
perkarangan 13.486,55 Ha, hutan Negara 45.428,60 Ha, waduk bendungan dan
lain-lain 3.054,32 Ha. Komposisi penggunaan lahan di Kabupaten Ngawi dapat
dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 4.1 Komposisi Penggunaan Lahan (%) Sumber : Kabupaten Ngawi dalam angka tahun 2010
Luas lahan pertanian mencapai 72 % dari luas wikayah Kabupaten
Ngawi. Hal ini menggambarkan sektor pertanian merupakan sektor andalan bagi
penduduk Ngawi. Dari 5 subsektor pertanian (tanaman pangan, perkebunan,
peternakan, kehutanan dan perikanan), subsektor tanaman pangan khususnya
komoditi padi penyumbang terbesar terhadap total nilai produksi pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4.1.2. Aspek Demografis
Jumlah penduduk Kabupaten Ngawi pada tahun 2010 adalah sebesar
892.051 jiwa. Jumlah penduduk tahun 2010 jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk lima tahun sebelumnya pada tahun 2005 hasil sensus sebesar 876.154
jiwa, berarti dalam lima tahun terakhir Kabupaten Ngawi mengalami kenaikan
sebanyak 15.897 jiwa. Apabila jumlah penduduk tersebut dibandingkan dengan
luas wilayah yang sebesar 1.298,58 km2, kepadatan penduduknya adalah sebesar
688 jiwa per km2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.1 Luas Wilayah,Penduduk Menurut Jenis Kelamin Pembagian
Wilayah Administrasi dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Ngawi Tahun 2009
Sumber: Kabupaten Ngawi dalam Angka 2010
Dengan demikian berdasarkan aspek demografis bahwa semakin tahun
jumlah penduduk Kabupaten Ngawi semakin bertambah maka dapat
Kecamatan Luas
Wilayah
(Km2)
Laki-laki
(Jiwa)
Perempuan
(jiwa)
Jumlah
(Jiwa)
Kepadatan
Penduduk
(Jiwa/Km2)
Sine 80,22 22.601 25.580 48.181 601
Ngrambe 57,49 21.164 21.412 42.575 741
Jogorogo 65,84 20.176 21.183 41.359 628
Kendal 84,56 24.413 26.419 50.832 601
Geneng 52,52 27.717 28.118 55.835 1.063
Gerih 34,52 18.184 19.289 37.473 1.086
Kwadungan 30,30 14.199 14.483 28.682 947
Pangkur 29,41 13.996 14.631 28.627 973
Karangjati 66,67 23.211 24.825 48.036 721
Bringin 62,62 15.890 16.344 32.234 515
Padas 50,22 16.911 16.949 33.860 674
Kasreman 31,49 12.013 12.006 24.019 763
Ngawi 70,56 41.901 42.432 84.362 1196
Paron 101,14 44.066 45.300 89.366 884
Kedunggalar 129,65 36.901 37.212 74.113 572
Pitu 56,01 14.060 14.180 28.240 504
Widodaren 92,26 35.095 35.788 70.883 768
Mantingan 62,21 19.855 22.023 41.878 673
Karanganyar 138,29 15.842 15.654 31.496 228
Jumlah 1.295,98 438.223 453.828 892.051 688
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengimplikasikan pada keadaan dimana ceteris paribus permintaan akan
makanan dan minuman akan semakin meningkat. Kecamatan yang memiliki
kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Ngawi dengan kepadatan
penduduk 1196 jiwa/km2. Sedangkan Kecamatan Karanganyar memiliki
kepadatan penduduk terrendah sebanyak 228 jiwa/km2.
4.1.3. Aspek Sosial Ekonomi
a. Ketenagakerjaan
Konsep dan definisi angkatan kerja yang digunakan mengacu kepada The
Labor Force Concept yang disarankan oleh International Labor Organization
(ILO). Konsep ini membagi penduduk usia kerja (digunakan 15 tahun ke atas) dan
penduduk bukan usia kerja (kurang dari 15 tahun).
Selanjutnya penduduk usia kerja dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Khusus untuk angkatan kerja meliputi antara lain:
a. Bekerja
b. Punya Pekerjaan tapi sementara tidak bekerja
c. Mencari Pekerjaan (pengangguran terbuka)
Berikut tabel data ketenagakerjaan di Kabupaten Ngawi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.2 Data Jumlah Ketenagakerjaan
Tahun 2005 – 2009
Uraian 2005 2006 2007 2008 2009
1. Angkatan Kerja 453.068 453.788 454.510 455.232 455.957
2. Angkatan Kerja
Tertampung
452.372 426.048 426.725 427.403 428.084
3. Pencari Kerja 27.696 27.740 27.784 27.829 27.873
4. Penduduk Usia Kerja 617.563 618.544 619.527 620.513 621.500
5. Penduduk Bukan Usia
Kerja
202.151 202.473 202.796 203.117 203.439
6. Lowongan Kerja 3.049 2.683 1.769 2.582 1.809
7. Pencari Kerja
Terdaftar
14.902 3.816 4.784 9.040 6.122
8. Penempatan Tenaga
Kerja
2.433 1.892 1.153 2.105 960
Sumber : Ngawi dalam Angka 2010
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah data perkembangan
angkatan kerja dari tahun ke tahun sejak 2005 sampai dengan 2009 mengalami
peningkatan, begitu juga dengan jumlah pencari kerja yang mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Untuk jumlah lowongan kerja mengalami
fluktuatif setiap tahunnya. Dengan jumlah lowongan tertinggi pada tahun 2005
sebanyak 3.049.
b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan salah satu indikator perkembangan perekonomian suatu
daerah. Perhitungan PDRB yang dilakukandengan harga konstan berarti dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perhitungan telah dihilangkan pengaruh – pengaruh terhadap merosotnya nilai
mata uang.
Perhitungan PDRB Kabupaten Ngawi pada tahun 2004 – 2008
berdasarkan harga konstan 2000 dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini :
Tabel 4.3
PDRB Kabupaten Ngawi Pada Tahun Menurut Lapangan Usaha Berdasar Harga Konstan Tahun 2004 – 2008
(Juta Rupiah)
NO LAPANGAN
USAHA
2004 2005 2006 2007 2008
1. Pertanian 879.270,85 905.474,59 941.025,88 985.007,46 1.039.356,65
2. Pertambangan &
penggalian
13.412,05 13.864,37 14.403,57 15.442,31 16.286,80
3. Industri
Pengolahan
145.094,37 149.370,19 155.405,22 162.859,61 173.860,51
4. Listrik, Gas &
Air bersih
12.333,54 13.032,72 13.730,36 14.673,00 16.013,48
5. Konstruksi 98.453,62 104.902,34 110.420,20 116.758,32 120.634,70
6. Perdagangan,
Hotel &
Restoran
614.343,99 651.328,99 697.427,05 745.925,20 793.681,83
7. Pengangkutan &
Kamunikasi
79.274,28 82.364,00 87.412,59 92.497,17 98.137,08
8. Keuangan,
persewaan &
Jasa Perusahaan
122.853,39 129.690,39 137.199,62 142.016,95 148.281,52
9. Jasa-jasa 317.355,84 335.654,41 353.051,03 364.537,86 379.082,87
PDRB Kabupaten
Ngawi
2.282.391,93 2.385.681,99 2.510.075,52 2.6369.717,89 2.785.335,43
Sumber: Ngawi Dalam Angka 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasar table 4.3 dapat dilihat bahwa PDRB Kabupaten Ngawi
berdasarkan harga konstan tahun 2004 – 2008 selalu mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Demikian pula setiap lapangan usaha juga mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun dan sektor pertanian memberikan kontribusi paling besar pada
PDRB Kabupaten Ngawi.
Tabel 4.4
PDRB Kabupaten Ngawi Pada Tahun Menurut Lapangan Usaha Berdasar Harga Berlaku Tahun 2004 – 2008
(Juta Rupiah)
NO LAPANGAN
USAHA
2004 2005 2006 2007 2008
1. Pertanian 1.241.272,14 1.422.944,90 1.629.981,80 1.843.370,50 2.129.128,28
2. Pertambangan &
penggalian
18.070,32 20.444,39 23.924,26 27.821,13 31.159,67
3. Industri
Pengolahan
206.840,03 243.982,92 275.496,96 306.568,98 354.275,13
4. Listrik, Gas &
Air bersih
21.476,84 27.322,24 31.946,84 36.199,99 44.111,18
5. Konstruksi 141.810,82 172.033,04 202.821,88 243130,70 276.908,89
6. Perdagangan,
Hotel & Restoran
880.924,38 1.049.123,88 1.241.254,87 1.412.591,98 1.610.680,64
7. Pengangkutan &
Kamunikasi
114.710,78 146.204,02 181.477,29 205.072,67 233.711,75
8. Keuangan,
persewaan & Jasa
Perusahaan
161.943,61 188.861,99 218.291,53 243.939,08 273.336,32
9. Jasa-jasa 478.073,09 560.434,44 640.359,59 712.733,97 816.961,22
PDRB Kabupaten
Ngawi
3.265.122,01 3.831.351,83 4.445.555,03 5.031.428,99 5.770.273,06
Sumber: Ngawi Dalam Angka 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasar table 4.4 dapat dilihat bahwa PDRB Kabupaten Ngawi
berdasarkan harga berlaku tahun 2004 – 2008 selalu mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Sektor pertanian masih memberikan kontribusi paling besar pada
PDRB Kabupaten Ngawi, hal ini menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat
Kabupaten Ngawi masih didominasi dari sector pertanian.
4.2. Pedagang Kaki Lima
4.2.1. Keberadaan dan Kondisi PKL
Keberadaan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Ngawi terutama di
wilayah ibukota kabupaten tidaklah menjadi pemandangan yang asing bagi
masyarakat. Pedagang Kaki Lima yang biasa berjualan di atas trotoar dengan
menggunakan perlengkapan ala kadarnya seperti sudah menyatu dengan
kehidupan masyarakat Kota Ngawi. Pedagang Kaki Lima di Kota Ngawi banyak
berada di jalan-jalan protokol yang ramai, tempat pemberhentian bus, sepanjang
jalan utama kota, dan terutama di alun-alun Kabupaten Ngawi yang merupakan
salah satu lokasi utama tempat berusaha para Pedagang Kaki Lima.
Sebagian besar PKL di Alun-alun Kabupaten Ngawi adalah masyarakat
lokal hanya beberapa dari mereka yang merupakan pendatang. PKL lokal
cenderung untuk tinggal bersama dengan keluarga besar dengan menantu bahkan
cucu. Sedangkan untuk PKL pendatang hidup dengan menyewa kamar atau
rumah bersama dengan kerabat, tetangga, atau teman yang melakukan kegiatan
sejenis. Hal ini merupakan suatu upaya untuk tetap membina jaringan sosial.
Karena bagi PKL jaringan sosial merupakan hal yang penting yang harus dibina.
Para PKL pendatang lebih banyak meninggalkan keluarganya di kampung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
halaman dengan alasan untuk menekan biaya hidup di perantauan. Mereka akan
pulang secara berkala ke desa untuk meberikan nafkah atau melalui jasa
pengiriman uang melalui Bank.
Dalam hal jam kerja PKL memiliki jam kerja yang tidak menentu dan
cenderung melebihi standart jam kerja yang ditetapkan pemerintah untuk
pekerjaan formal. Banyak PKL yang menghabiskan lebih dari 8 jam untuk bekerja
atau berdagang. Sebagian besar PKL di sekitar Alun-Alun mulai menyiapkan
dagangan pada pukul 11.00 dan berjualan hingga pukul 23.00 (12 jam). Waktu
disesuaikan dengan ijin yang mereka dapatkan dan kebutuhan dari para pembeli.
PKL jenis barang dagangan berupa makanan mulai buka sebelum jam istirahat
makan siang sehingga diharapkan pada saat makan siang mereka bisa melayani
para pegawai kantor atau pekerja di sekitar alun-alun yang melaksanakan istirahat
makan siang. Namun ketika musim hujan, panjangnya waktu berjualan juga
mengalami perubahan. Karena sedikitnya pembeli di musim hujan menyebabkan
mereka harus rela menutup dagangannya lebih awal. Tentu saja hal ini
berpengaruh pada omset penjualan, sehingga mereka menganggap keadaan seperti
ini sebagai “duka”-nya PKL.
Jenis barang dagangan PKL di sekitar alun-alun bermacam-macam mulai
dari makanan, minuman, alas kaki, baju, buku, peralatan rumah tangga dan
mainan anak-anak. Namun sebagian besar dari PKL ini merupakan penjual
makanan dan minuman. Makanan yang menjadi unggulan adalah nasi pecel.
Pedagang nasi pecel dikelompokkan menjadi satu deret berjualan di jalan serong
timur Alun-alun. Disana dapat ditemui tidak kurang dari 7 pedagang nasi pecel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Selain pedagang nasi pecel juga terdapat pedagang makanan jenis lainnya.
Diujung timur ruas jalan tersebut terdapat pedagang baju, alas kaki serta pedagang
buku. Di ruas jalan tengah alun-alun atau jalan merdeka terdapat PKL dengan
berbagai jenis barang dagangan. Tetapi tetap didominasi oleh pedagang makanan
dan minuman. Sepanjang ruas jalan serong barat alun-alun merupakan tempat
pedagang angkringan dan ruas jalan inilah yang pedagangnya memiliki jam
berjualan paling lama hingga pukul 01.00. Mengingat angkringan merupakan
lokasi favorit masyarakat untuk bergadang atau gadangan. Jenis barang dagangan
PKL di sepanjang Jalan Jaksa Agung Suprapto hampir serupa yaitu putu, intip
ketan, martabak dan tahu goreng.
Berdasarkan data dari dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar jumlah
pedagang kaki lima di sekitar alun-alun sebanyak 70 pedagang. Dari 70 PKL
sejumlah 57 PKL merupakan pedagang dengan jenis dagangan berupa
makanan/minuman. Sehingga bisa dikatakan bahwa 81% PKL di sekitar alun-alun
Ngawi adalah pedagang makanan/ minuman.
Para PKL berjualan menggunakan gerobak dorong atau hanya
mengandalkan alas dari terpal untuk menjajakan barang dagangannya. Untuk
penjual makanan mereka menggunakan gerobak, beberapa buah kursi dan meja
serta tikar sebagai alas para pembeli yang lebih menyukai menikmati makanan
dengan lesehan. Peralatan berdagang mereka yang terbilang sederhana dapat
dipindahkan sewaktu-waktu dan dibersihkan sehingga ketika mereka selesai
berdagang lokasi yang dipergunakan menjadi bersih kembali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PKL di sekitar alun-alun Ngawi mendirikan sebuah paguyuban dengan
nama Paguyuban Guyub Rukun. Pendirian paguyuban tersebut dilatar belakangi
oleh perasaan senasib yang mereka miliki. Paguyuban tersebut merupakan wadah
bagi para PKL untuk saling bertukar informasi, mempermudah koordinasi,
miningkatkan rasa kekeluargaan dan menjalin kerukuan antar PKL. Paguyuban
tersebut beranggotakan 43 PKL yang tesebar di sekitar alun-alun. Sifat dari
paguyuban ini adalah terbuka, sehingga kepada siapapun PKL yang berjualan
disekitar alun-alun Ngawi dapat menjadi anggota. Serta tidak ada keharusan bagi
PKL di sekitar alun-alun untuk menjadi anggota paguyuban.
Kegiatan dari paguyuban terdiri dari kegiatan rutin dan insidental. Kegitan
rutin antara lain pertemuan anggota dilanjutkan arisan sebulan sekali dan kerja
bhakti membersihkan lingkungan sekitar alun-alun Ngawi tiga bulan sekali.
Kegiatan insidental berupa koordinasi dengan satuan kerja terkait (Satpol PP,
Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar, serta Dinas Koperasi dan UMKM)
menenai kebijakan menyangkut PKL, serta mengikuti pelatihan-pelatihan untuk
meningkatkan kompetensi anggota.
Pada Tahun 2010 telah berdiri Koperasi Simpan Pinjam Laskar Kaum
Mandiri yang merupakan koperasi bagi PKL di sekitar alun-alun Kabupaten
Ngawi. Pendirian Koperasi tersebut diprakarsai oleh Paguyuban Guyub Rukun,
sehingga anggota paguyuban dapat dipastikan merupakan anggota Koperasi.
Namun belum tentu anggota koperasi adalah anggota paguyuban PKL. Pendanaan
koperasi bersumber dari dana hibah pemerintah Kabupaten Ngawi TA 2010.
Adapun kegiatan usaha dari koperasi tersebut antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Menghimpun simpanan koperasi berjangka dan tabungan koperasi dari
anggota dan calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya
b. Memberikan pinjaman/modal kepada anggota, calon anggota, UKM,
koperasi lain dan atau anggotanya.
4.2.2. Kebijakan Pemerintah dalam Menangani PKL
Kebijakan pemerintah Kabupaten Ngawi tentang PKL tertuang dalam
Peraturan Bupati Ngawi No 11 Tahun 2007 tentang Lokasi dan Relokasi
Pedagang Kaki Lima. Dalam Peraturan Bupati tersebut disebutkan bahwa
Pedagang Kaki Lima adalah pedagang yang melakukan usaha perdagangan
dan/atau jasa dengan menggunakan sarana atau peralatan yang dapat digerakkan
atau dipindahkan sewaktu-waktu yang menempati lahan terbuka maupun tertutup
pada fasilitas umum maupun di lokasi yang telah ditentukan oleh Pemerintah
Daerah.
Dalam Peraturan Bupati tersebut diatur kewajiban, hak dan larangan bagi
Pedagang Kaki Lima. Adapun kewajiban Pedagang Kaki Lima adalah:
a. Menjaga ketertiban, keamanan,kesehatan, kebersihan, keindahan serta
menjaga fungsi fasilitas umum sehingga dapat berfungsi sebagaimana
mestinya
b. Mengemas dan memindahkan peralatan dan dagangannya dari lokasi
tempat usahanya setelah melakukan kegiatan usahanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Memberikan akses jalan yang menuju bangunan atau tanah yang
berbatasan langsung dengan jalan, apabila melakukan usaha di daerah
milik jalan.
Pedagang Kaki Lima berhak untuk:
a. Mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan usahanya
b. Menempati lokasi perdagangan yang ditentukan
Setiap Pedagang Kaki Lima dilarang:
a. Melakukan kegiatan usaha yang secara nyata dilarang oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku
b. Melakukan kegiatan usaha dengan mendirikan tempat usaha yang
bersifat permanen atau semi permanen
c. Melakukan kegiatan usaha yang dapat menimbulkan permasalahan
kebersihan, keindaan, ketertiban, keamanan, dan kenyamanan serta
pencemaran lingkungan
d. Melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak dan/atau merubah
fungsi dan bentuk trotoar, fasilitas umum dan/atau bangunan
sekitarnya.
Kegiatan usaha Pedagang Kaki Lima pada dasarnya dapat dilakukan di
seluruh wilayah kabupaten Ngawi. Wilayah Kabupaten Ngawi disini digolongkan
menjadi dua yaitu:
1. Disekitar area Lapangan Merdeka (Alun-alun)
2. Diluar area Lapangan Merdeka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam peraturan bupati tersebut dijelaskan bahwa Para Pedagang Kaki
Lima dapat melakukan kegiatan usahanya di atas trotoar setelah pukul 16.00 WIB
dan segera mengemasi atau memindahkan barang dagangannya pada pukul 01.00
WIB, sehingga trotoar dalam keadaan bersih dan dapat difungsikan kembali
sebagaimana mestinya.
Dari Isi Peraturan Bupati No 11 Tahun 2007 terlihat jelas bahwa
pemerintah Kabupaten Ngawi mengakui bahwa keberadaan Pedagang Kaki Lima
adalah hak masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga
dirasa perlu adanya aturan dalam rangka menertibkan keberadaan Pedagang Kaki
Lima tersebut. Selain dari segi aturan arah kebijakan pemerintah daerah terhadap
PKL adalah pemberdayaan dalam artian pembinaan terhadap PKL yang sudah ada
dan bukan pada arah pelestarian dan peningkatan PKL.
Pembinaan PKL berada pada leading sector Dinas Perdagangan dan
Pengelolaan Pasar, Dinas Koperasi dan UMKM serta Satuan Pamong Praja.
Untuk pembinaan secara berkala dilakukan dalam tiga bulan sekali dengan agenda
musyawarah bersama membahas permasalahan atau kesulitan yang mengemuka
dan dihadapi oleh para PKL. Bantuan untuk para PKL juga mulai mengalir baik
dari pusat maupun dari pemerintah daerah sendiri. Bantuan dari pusat berasal dari
Kementrian Perdagangan berupa Tenda untuk berjualan sebanyak 50 buah yang
telah didistribusikan kepada para Pedagang Kaki Lima terutama kepada para
pedagang yang berjualan di sekitar area Lapangan Merdeka (Alun-alun). Dengan
adanya bantuan tenda diharapkan dapat memberikan kesan rapi dengan
keseragaman tenda yang digunakan serta mengurangi kesan kumuh dari PKL.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Bantuan dari pemerintah daerah berupa dana hibah bantuan sosial sebesar
Rp. 30.000.000,- dana tersebut dipergunakan sebagai modal awal pembetukan
Koperasi Laskar Kaum Mandiri yang merupakan koperasi rintisan dari Pedangang
Kaki Lima. Diharapkan dengan sinergi dari berbagai pihak dapat membantu PKL
dalam menjalankan usahanya dengan tetap menjaga keindahan, ketertipan,
keamanan serta kenyamanan Kabupaten Ngawi tanpa merusak tata kota yang
telah ada.
Satuan Polisi Pamong Praja selaku penegak peraturan bertugas untuk
mengawal dilaksanakannya peraturan termasuk dalam hal ini Peraturan Bupati
No. 11 Tahun 2007 tentang Lokasi dan Relokasi Pedagang Kaki Lima. Dalam
implemantasi peraturan tersebut, tidak jarang terjadi pelanggaran dari para
PKL.Upaya yang dilakukan adalah penertiban dimulai dari pemberian teguran
secara lisan, dilanjutkan denga teguran tertulis I, II dan III. Untuk selanjutnya jika
masih belum diperhAtikan dan dilaksanakan akan ada tindakan langsung berupa
pemanggilan serta pembinaan kepada pedagang yang bersangkutan.
4.3. Profil Informan
Informan pada penelitian ini terbagi menjadi tiga golongan yaitu
informan dari Pedagang Kaki Lima, Informan dari Pembeli serta informan dari
dinas terkait dalam hal ini Satuan Polisi Pamong Praja. Pemilihan informan dari
Pedagang Kaki Lima didasarkan pada kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Aktivitas informan sehari-hari benar-benar merupakan pedagang kaki lima
yang berjualan di sekitar alun-alun Kabupaten Ngawi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Menjadi PKL telah ditekuni oleh informan minimal selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut, artinya selama 3 (tiga) tahun mereka tidak pindah-pindah
membuka jenis usaha lainnya.
3. Usia informan paling rendah 25 tahun, dengan pertimbangan pada usia
tersebut mereka sudah cukup pengalaman dalam hidup.
4. Status informan sudah kawin atau pernah kawin.
5. Informan memiliki pengalaman dalam berhubungan dengan berbagai
pihak dalam jaringan usahanya.
6. Informan dapat berkomunikasi dengan baik dengan penulis dan adanya
kesediaan serta kerelaan untuk memberikan informan atau akan
diwawancarai oleh penulis.
Profil informan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pedagang Kaki Lima
No Nama Alamat Jenis
Dagang
Keterangan
1. Sutrisno Lingkungan Krajan
RT 04 RW 01
Kelurahan Ketanggi,
Ngawi
Nasi Pecel Ketua
Paguyuban
2. SukarJo
(Mbah Jo)
Jl. Imam BonJol Gg.
Mawar, RT 03 RW
04 , Kelurahan
Karangtengah, Ngawi
Angkringan Anggota
Paguyuban
3. Atik Jl. TrunoJoyo Gg.
Mayang No.01
Ngawi
Minuman dan
Tempura
Bukan
Anggota
Paguyuban
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Pembeli
No Nama Alamat Pekerjaan
1. Deden Jl. Muh. Ilyas No.23 Ngawi PNS
2. Aditya Perumahan Lawu Indah Gg. II
No. 13 Ngawi
Wiraswasta
3. Satuan Polisi Pamong Praja
Sebagai informan dari Satuan Pamong Praja adalah Pegy Yudho, S.STP,
M.Hum selaku Kepala Seksi Operasional.
4. Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar
Sebagai Informan dari Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar adalah
Drs. Setianto selaku Kepala Bidang Perdagangan
4.4. Modal Sosial Pedagang Kaki Lima
Modal Sosial pada Pedagang Kaki Lima akan dilihat dari indikator-
indikator modal sosial yang ada. Merujuk pada (Ridell, 1997 dalam Suharto,
2007), ada tiga parameter modal sosial, yaitu kepercayaan (trust), norma-norma
(norms) dan jaringan-jaringan (networks). Setelah dilakukan penelitian dilapangan
dan dari hasil wawancara kepada informan akan dijabarkan bagaimanakah kondisi
modal sosial pedagang kaki lima dilihat dari parameter yang ada.
4.4.1. Kepercayaan
Seperti dikatakan oleh Fukuyama (2002) kepercayaan merupakan unsur
terpenting dalam modal sosial, dengan kepercayaan orang-orang akan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bekerjasama secara efektif. Kepercayaan pada Pedagang Kaki lima bisa
digolongkan menjadi 2, kepercayaan kepada sesama pedagang serta kepercayaan
kepada pembeli. Kepercayaan kepada sesama pedagang dapat dilihat dari kegiatan
sehari-hari Pedagang Kaki Lima. Salah satu kepercayaan yang terlihat adalah pada
proses pinjam meminjam. Pinjam meminjam dapat berupa meminjam barang
dagangan atau peminjaman uang.
Seperti petikan hasil wawancara dengan Mbah Jo yang mengatakan :
“Pinjam meminjam itu sudah biasa mbak, kalau saya kehabisan barang dagangan karena klarisan (laris) ya pinjam punya tetangga dulu, nanti saya ganti kalau sudah selo (waktu luang). Kalau pinjam uang ya juga pernah, gak bisa selalu njagakne (mengandalkan) koperasi. Karena kebutuhan gak bisa disemayani (ditunda-tunda)”
Pinjam meminjam dapat berupa barang atau uang. Meminjam barang
sudah merupakan hal biasa bagi para pedagang, karena barang dagangan yang
dipersiapkan oleh pedagang tidak terlalu banyak. Sehingga ketika pembeli ramai
kadang kala harus meminjam barang dagangan terlebih dahulu kepada pedagang
yang lain. Barang yang dipinjam biasanya berupa bahan baku seperti gula, kopi,
atau mie instan yang biasanya selalu ada di pedagang yang lain. Pinjam
meminjam uang juga terjadi antar Pedagang Kaki Lima. Para pedagang tidak bisa
hanya mengandalkan koperasi karena kebutuhan tidak bisa diprediksi kapan
datangnya sedangkan uang tidak selalu tersedia di koperasi, salah satu jalan
keluarnya adalah meminjam kepada sesame pedagang.
Fukuyama (2002) berpendapat bahwa kepercayaan adalah pengharapan
yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur, dan
kooperatif berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama, demi kepentingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
anggota yang lain dari komunitas itu. Ada tiga jenis perilaku dalam komunitas
yang mendukung kepercayaan ini, yaitu perilaku normal, jujur dan kooperatif.
Karena kepercayaan sosial, termasuk kejujuran, sangat penting untuk
menumbuhkan kebajikan-kebajikan individual (Fukuyama, 2002).
Membangun kepercayaan pembeli juga merupakan modal bagi pedagang
kaki lima, kepercayaan dibangun dengan menjaga kualitas barang dagangan serta
pernyataan jujur dari para pedagang mengenai kualitas barang dagangannya.
Kepercayaan tersebut akan dijaga demi keberlangsungan hubungan antara
pedagang dengan pembeli. Sehingga jika kepercayaan dapat dibina maka
membuat pedagang memiliki banyak pelanggan tetap, karena jalinan hubungan
pembeli dengan pedagang tidak hanya pemenuhan kebutuhan ekonomi semata
tetapi lebih kepada jalinan kepercayaan antara pedagang dengan pembeli.
Seperti dikatakan Deden
“Saya percaya dengan yang dikatakan pedagang, kalau barangnya bagus bilang bagus kalau kurang bagus bilang kurang bagus. Seperti kemaren pas saya mau beli es degan pedagangnya bilang degannya gak terlalu bagus tapi karena sudah percaya dan hubungan sudah dekat dengan pedagang ya saya tetap beli disitu, gak enak mbak kalau beli di tempat lain. Sungkan, sudah kenal dekat soale.”
4.4.2. Norma
Menurut Soekanto (2002:198) norma-norma masyarakat merupakan
patokan untuk bersikap dan berperilaku secara pantas yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan dasar, yang mengatur pergaulan hidup dengan tujuan untuk
mencapai suatu tata tertib. Norma-norma informal di satu pihak memaksa suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perbuatan dan di lain pihak, melarangnya, sehingga secara langsung merupakan
alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan
norma-norma informal tersebut. Demikian pula kondisi yang ditemui pada
kehidupan PKL di sekitar alun-alun Kabupaten Ngawi. Norma-norma tersebut
telah mampu mengatur pergaulan hidup. Salah satu norma yang melekat erat pada
diri PKL adalah perasaan senasib dan menghargai sesama. Mereka sama-sama
menyadari bagaimana kehidupan PKL dan suka duka sebagai PKL sehingga
timbul kebersamaan dan toleransi yang cukup tinggi.
Salah satu bentuk nyata tindakan dari PKL untuk semakin menumbuhkan
perasaan senasib dan menolong sesama adalah adanya jimpitan. Jimpitan
merupakan kegiatan untuk mengumpulkan uang secara sukarela bagi setiap
anggota paguyuban PKL yang berjualan di lingkungan alun-alun kabupaten
Ngawi. Jimpitan sebesar Rp. 500,- dikumpulkan setiap satu bulan sekali.
Pengumpulan dilakukan bertepatan dengan pertemuan bulanan paguyuban. Dana
jimpitan yang terkumpul akan dimanfaatkan untuk dana sosial apabila sewaktu-
waktu diperlukan oleh anggota paguyuban. Seperti diungkapkan Sutrisno:
“Jimpitan itu iuran sukarela, tidak banyak hanya Rp. 500,- tetapi berkelanjutan setiap sebulan sekali. Dana tersebut nantinya dipakai kalau ada PKL yang sakit atau kena musibah.”
Jimpitan bisa dikatakan merupakan salah satu kearifan lokal yang
bertujuan untuk membantu sesama. Dengan adanya jimpitan bisa terlihat adanya
kepedulian dan rasa memiliki antar sesama PKL. Secara berkelanjutan tentu saja
berpengaruh pada hubungan antar PKL dalam kesehariannya. Karena adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kepedulian antar sesama PKL sehingga kerukunan dan situasi kondusif dapat
terjaga.
Dalam hal kebersihan, sudah menjadi kesepakatan bersama antara
pemerintah daerah dan PKL bahwa pedagang diharuskan untuk menjaga
kebersihan tempat dagangannya. Karena merupakan suatu keharusan yang
menyangkut keberlangsungan usaha, dalam hal ini ijin yang diberikan oleh
pemerintah daerah, maka PKL patuh dalam menjalankan peraturan tersebut.
Upaya menjaga kebersihan tidak hanya dilakukan oleh PKL secara individu saja
tetapi juga diagendakan secara bersama-sama. Kerja bakti bersama-sama
dilakukan sebulan sekali pada minggu ketiga. Kerja bakti tersebut juga diikuti
oleh Satpol PP sebagai petugas penegak perda. Tujuan dilaksanakannya kerja
bhakti adalah untuk tetap menjaga kebersihan, keindahan dan kerapian lingkungan
disekitar alun-alun Kabupaten Ngawi, diharapkan dengan kondisi yang nyaman
membuat para pembeli tertarik dan tidak risi untuk membeli di PKL. Dari
kegiatan tersebut dapat disimpulkan adanya kepedulian lingkungan yang dibina
bersama-sama oleh PKL.
Satpol PP selaku penegak perda, mau tidak mau akan ada kalanya
bersinggungan dengan para PKL. Karena tidak semua PKL dapat menaati perda
yang ada. Penertiban PKL juga dilakukan oleh Satpol PP. Pelanggaran yang
sering terjadi adalah PKL menjajakan dagangan di lokasi yang tidak seharusnya
serta memulai berdagang diluar jam yang sudah ditentukan. Upaya penertiban
dimulai dengan teguran scra lisan, apabila tidak dihiraukan oleh PKL maka akan
berlanjut pada teguran tertulis I, teguran tertulis II dan terguran tertulis III.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Apabila belum bisa dilaksanakan oleh PKL maka akan ada tindakan tegas dari
Satpol PP berupa penyitaan gerobak dagangan. Ketika PKL hendak mengambil
gerobak sebelumnya akan diberikan pembinaan oleh Satpol PP. Diharapkan
dengan pembinaan tersebut PKL mengerti dan dapat menjalankan perda yang ada.
Setelah menandatangani surat pernyataan kesanggupan menaati peraturan yang
ada gerobak dapat dibawa kembali.
Dalam praktiknya di lapangan, Satpol PP tidak sekaku aturan yang ada.
Adanya ewuh pakewuh membuat proses dalam penertiban menjadi lebih lunak.
Ewuh pakewuh merupakan istilah dalam bahasa jawa yang bisa diartikan sebagai
rasa sungkan, sikap segan kepada orang lain yang bertujuan untuk menjaga
hubungan, untuk menjaga perasaan orang yang bersangkutan dan untuk menjaga
kedamaian. Ewuh pakewuh tersebut sangat terasa pada waktu Satpol PP
memberikan pembinaan kepada PKL. Apabila ada PKL yang melanggar
ketentuan atau aturan maka Satpol PP lebih bertindak lunak dalam artian
memberikan tenggang waktu yang lebih kepada PKL untuk melaksanakan yang
seharusnya.
Seperti diungkapkan Pegi Yudho, Kasi Operasional Satpol PP Kabupaten
Ngawi:
“Sebenarnya dalam aturan sudah tercantum dengan jelas tindakan apa yang harus dilakukan, tetapi dalam pelaksanaannya di lapangan masih ada ewuh pakewuh. Rasa sungkan kepada para PKL karena kita tahu bahwa itu merupakan usaha mereka untuk mencari nafkah. Sehingga dalam pelaksanaannya lebih kepada pembinaan bukan hukuman. Sehingga diharapkan untuk kedepannya para PKL dapat mengikuti peraturan yang ada.”
4.4.3. Jaringan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial yang
kokoh. Putnam (dalam Suharto, 2007) berargumen bahwa, jaringan-jaringan sosial
yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaat-
manfaat dari partisipasinya itu. Jaringan pada PKL di sekitar alun-alun Kota
Ngawi terakumulasi pada terbentuknya paguyuban PKL. Tanpa adanya jaringan
yang kuat serta kebersamaan antar PKL maka paguyuban PKL tidak akan
terbentuk.
Setelah terbentuk Paguyuban Guyub Rukun yang beranggotakan sebagian
besar PKL disekitar alun-alun maka jaringan semakin kuat terbentuk. Dengan
adanya struktur organisasi yang jelas maka informasi baik dari pemerintah atau
dari pihak-pihak lain dapat tersaring dan dapat diinformasikan kepada anggota
secara terorganisir. Penyampaian informasi menggunakan fasilitas-fasilitas yang
sudah ada baik melalui pertemuan rutin, dari mulut ke mulut atau dari sms yang
disebarkan secara berantai.
Sutrisno selaku Ketua Paguyuban mengungkapkan:
“Paguyuban ini merupakan suatu media untuk tujuan bersama agar PKL lebih terorganisir, informasi dapat tersaring dan dapat dipertanggung jawabkan. dan utamanya bertujuan untuk menjaga hubungan antar PKL tetap baik, lingkungan tetap aman, menghindari perselisihan sehingga dapat berdagang dengan nyaman.”
Dari ketiga parameter modal sosial tersebut dapat dilihat bagaimana
kondisi modal sosial pada PKL di sekitar alun-alun Kabupaten Ngawi. Modal
Sosial masih terpelihara dengan cukup baik.
4.5. Nilai Ekonomis Modal Sosial Pedagang Kaki Lima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Modal Sosial barulah bernilai ekonomis kalau dapat membantu individu
atau kelompok misalnya untuk mengakses sumber-sumber keuangan,
mendapatkan informasi, menemukan pekerjaan, merintis usaha, dan
meminimalkan biaya transportasi (Tonkiss, dalam Syahyuti, 2008 ). Nilai
ekonomis modal sosial pada PKL di sekitar alun-alun dimulai dari pengambilan
keputusan untuk berdagang. PKL pada umumnya berani untuk memulai usaha
setelah mendapatkan informasi dari saudara, teman atau kerabat. Setelah
mendapatkan informasi yang cukup menjanjikan bahkan mereka rela untuk
melepas pekerjaan lama dan beralih menjadi PKL. Seperti diungkapkan Mbah Jo:
“Dulu saya narik becak, trus karena sering ngopi di angkringan di Jl. A. Yani saya jadi tertarik untuk membuka usaha yang sama. Pertama saya tanya-tanya bagaimana caranya, resiko untung rugi dan modal. Setelah mendapatkan informasi yang cukup saya berani untuk mencoba menjadi PKL, sekarang saya gak jadi tukang becak lagi selain sudah tua saya kecapekan kalau harus kerja dari pagi hingga malam.”
Tidak hanya Mbah Jo, Sutrisno juga menungkapkan jika ide menjadi PKL
berasal dari saudaranya yang telah terlebih dahulu menjadi PKL tetapi di kota
lain. Melihat saudara yang dapat menjalankan usahanya akhirnya Sutrisno berani
mencoba peruntungan sebagai PKL.
“Saya mulai jualan nasi pecel sudah lama, idenya dari teman di Sragen yang sudah terlebih dahulu jualan disana. Dengan modal yang tidak terlalu besar dan mudah untuk dijalankan akhirnya saya mencoba untuk menjadi PKL. Pemilihan lokasi inipun saya meminta bantuan dari teman saya itu. Karena dia lebih berpengalaman, dan akhirnya saya berjualan disini katanya kalau jualan disekitar alun-alun pasti laris soalnya rame, di pusat kota.”
Modal sosial memberikan manfaat ekonomis bagi pelaku ekonomi dalam
pengertian modal sosial sebagai jaringan-jaringan atau hubungan-hubungan sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
informal. Modal sosial turut menentukan proses menjadi PKL dan penentuan
lokasi berdagang. Kekerabatan atau kedekatan antar PKL telah membuka jalan
untuk jaringan sosial yang ada dan bermanfaat dalam memperoleh bantuan atau
pinjaman yang bersifat informal, ketika bantuan formal dari pemerintah sangat
terbatas.Modal sosial yang mereka miliki telah menciptakan nilai ekonomi bagi
dirinya.
Bantuan-bantuan tersebut diantaranya adalah pemenuhan modal awal atau
akses terhadap permodalan. Dengan adanya jaringan yang kuat maka pemenuhan
permodalan dapat ikut terbantu. Bu Atik yang memulai usaha PKL dari nol
mendapatkan bantuan modal dari saudaranya.
“Saya bukan asli Ngawi, suami saya yang asli sini. Ketika mau mulai dagang modalnya dari meminjam ke kakak suami saya. Modal itu kami kembalikan dengan cara diangsur. Karena meminjam kepada keluarga sendiri jadi gak pake jaminan juga gak ada bunga. Alhamdulillah sedikit membantu dan usaha bisa jalan sampai sekarang.”
Hubungan baik dengan pembeli juga dapat memberikan manfaat
ekonomis. Berdasar pada pengamatan yang telah dilakukan, jalinan hubungan
antara penjual dengan pembeli tidak hanya pada pemenuhan kebutuhan ekonomi
semata, melainkan juga berperan hubungan emosional diantara penjual dengan
pembeli. Penjual yang telah memiliki langganan akan bersikap layaknya teman
dekat bahkan saudara kepada pembeli langganannya. Ketika keakraban sudah
terjalin dengan baik maka pembeli akan dengan mudah mengungkapkan
keinginan atau ide-idenya untuk memajukan usaha dagang PKL. Bahkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
informasi peluang usaha lain yang lebih menjanjikan juga bisa diperoleh dari
obrolan-obrolan ringan dengan pembeli.
Bu Atik mengungkapkan bahwa ide untuk menambah jenis barang
dagangan berasal dari pembeli langganannya bahkan resep untuk membuat juga
diperolehnya secara gratis.
“Langganan saya kebanyakan anak muda, anak-anak SMA. Kalau sudah ngumpul rame banget kebetulan anak saya juga seusia dengan mereka jadi sangking akrabnya sudah saya anggap anak sendiri. Harus bisa menyesuaikan diri dengan bahasa dan selera mereka, jadi gaul istilahnya. Hehehehe. Awalnya saya hanya berjualan minuman dan gorengan (angkringan) trus mereka usul gimana kalau jualan tempura juga pasti banyak yang beli. Akhirnya saya memutuskan untuk menjual tempura dan hasilnya memang laris.”
Keakraban itulah yang menjadi pintu gerbang dari keterbukaan informasi
yang bisa di dapat, memang tidak semua informasi yang didapatkan bernilai
ekonomis tetapi keakraban yang terpelihara dengan baik membuat pelanggan
semakin betah dan menginformasikan kepada pembeli lain. Berita dari mulut ke
mulut merupakan media promosi yang tidak membutuhkan biaya. Keuntungan
juga bisa didapat dari promosi gratis ini.
4.6. Implikasi Negatif Modal Sosial Pedagang Kaki Lima
Modal sosial didefinisikan berdasarkan fungsinya dan modal sosial
bukanlah entitas tunggal, malainkan bermacam-macam entitas yang berbeda dan
memiliki dua karakteristik penting: modal sosial berisi struktur sosial dan modal
sosial memfasilitasi tindakan-tindakan tertentu individu dalam strktur tersebut.
Modal sosial diidentifikasi ketika dan jika ia bekerja. Dengan begitu penjelasan
penyebab potensi modal sosial dapat ditangkap hanya melalui efeknya atau modal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sosial merupakan investasi yang tergantung return terhadap individu tertentu
dalam sebuah tindakan. Diluar itu, bahasan konsep modal sosial selama ini
didominasi oleh cara pandang yang terlalu positif. Artinya, menempatkan modal
sosial sebagai variabel yang dapat memberi manfaat bagi kemaslahatan bersama.
Padahal, modal sosial bisa saja menimbulkan implikasi negatif.
Pada PKL di sekitar alun-alun Kabupaten Ngawi juga terdapat implikasi
negatif atau permasalahan yang muncul dengan adanya modal sosial. Modal sosial
yang terbentuk tercermin dari adanya paguyuban PKL. Paguyuban tersebut
merupakan bentuk nyata dari berjalannya modal sosial pada PKL di sekitar alun-
alun Kota Ngawi. Implikasi negatif tersebut berupa terkucilkannya PKL yang
tidak tergabung dalam paguyuban PKL. Terkucilkan disini dalam artian
kurangnya informasi yang dapat mereka akses baik informasi terkait modal usaha,
berita terkini terkait kegiatan yang menyangkut PKL, pelatihan serta bantuan dari
pemerintah. Modal sosial yang kuat pada sesama anggota paguyuban membuat
sebuah batasan antara PKL yang menjadi aggota dengan PKL yang tidak
tergabung dalam paguyuban, meskipun dalam kehidupan sehari-hari hubungan
mereka tetap terjalin dengan baik.
Ada beberapa alasan yang diungkapkan oleh PKL yang tidak menjadi
anggota paguyuban. Mereka menilai pengurus paguyuban bukan merupakan orang
yang kompeten dalam bidangnya. Selain itu mereka tidak ingin terikat dengan
aturan-aturan yang dibuat oleh paguyuban. Seperti diungkapkan ibu Atik
“Saya tidak berminat menjadi anggota paguyuban, karena menurut saya pengurusnya gak bisa ngurus paguyuban. Pengurusnya juga dari PKL, pendidikannya juga rendah. Ya saya tidak percaya saja. Apalagi sama-sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
nyari duit, pasti masing-masing berusaha mencari keuntungan. Jadi ya sudah, kerja sendiri-sendiri saja.”
Ketika ditanyakan kepada Ketua Paguyuban disampaikan bahwa menjadi
anggota paguyuban bukan suatu kewajiban, setiap PKL berhak untuk memilih
menjadi anggota atau tidak.
“Tidak ada paksaan mau jadi anggota ya monggo (silahkan) gak mau ya gak jadi masalah. Kalau sudah mau jadi anggota paguyuban harus tertib administrasi, kompak dan mematuhi aturan yang sudah dibuat bersama-sama.”
Implikasi negatif muncul ketika PKL yang bukan menjadi anggota
paguyuban kurang mendapatkan informasi bahkan terkesan menjadi saudara tiri
dari PKL yang lain. Hal ini terlihat dari interaksi mereka sehari-hari. Kurang
adanya informasi yang bisa diperoleh para PKL yang bukan menjadi anggota
paguyuban, bahkan terkesan mereka menjadi pesaing dalam berdagang. Sehingga
para PKL yang tidak menjadi anggota paguyuban harus lebih aktif dalam mencari
informasi. Demikian diungkapkan oleh Ibu Atik:
“Resiko gak jadi anggota paguyuban memang ada. Kadang ketinggalan informasi, seperti ada acara-acara besar di Alun-alun gak dikasih tahu jadi persiapan barang dagangan sedikit. Kemaren juga ada bantuan dari pemerintah tapi saya juga gak dapat.”
Bantuan yang dimaksud tersebut merupakan bantuan tenda untuk
berjualan dari Kementerian Perdagangan kepada 50 PKL di seluruh kabupaten
Ngawi. Dari kelima puluh tenda tersebut sebagian besar dibagikan kepada PKL di
daerah Kota sehingga dapat seragam dan memperindah penampilan PKL di Kota
Ngawi. Untuk PKL sekitar alun-alun Kota Ngawi dikoordinasikan dengan
Paguyuban PKL. Karena koordinasi dengan paguyuban dirasakan lebih mudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengingat sebagian besar PKL di sekitar Alun-Alun Kota Ngawi merupakan
anggota paguyuban. Jadi ketika memperoleh bantuan pasti diutamakan mereka
yang membutuhkan dan menjadi anggota PKL. Seperti diungkapkan bapak
Setianto berikut:
“Untuk pendistribusian bantuan tenda kepada PKL di sekitar alun-alun kota kami koordinasikan dengan ketua paguyuban PKL. Dengan tujuan supaya benar-benar menyasar kepada mereka yang membutuhkan. Tetapi kami juga melakukan cros cek di lapangan apakah sesuai dengan kriteria atau tidak. Selain itu kami juga akan selalu memberikan bantuan secara bergilir, sehingga tidak dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu.”
Apabila koordinasi dilakukan dengan ketua Paguyuban maka sudah barang
tentu yang menjadi prioritas utama dari pemberian bantuan adalah kepada mereka
yang menjadi anggota paguyuban. PKL yang tidak menjadi anggota paguyuban
mungkin hanya mendapatkan kuota yang sangat sedikit. Itupun apabila dinas
terkait benar-benar jeli dalam melihat dan menggilir pemberian bantuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat menarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kondisi Modal Sosial pada Pedagang Kaki Lima di sekitar alun-alun Kota
Ngawi dapat dikatakan masih terjaga dengan baik. Hal ini dapat dilihat
dari parameter-parameter modal sosial yang ada. Kepercayaan yang masih
kuat baik antar sesama Pedagang Kaki Lima, Pedagang Kaki Lima dengan
Pembeli dan pedagang kaki lima dengan Pemeritah. Adanya ewuh
pakewuh dan kepedulian sosial berupa jimpitan serta jaringan yang
berfungsi dengan sangat baik terbukti dengan dibentuknya paguyuban
Pedagang Kaki Lima.
2. Nilai ekonomis modal sosial pada Pedagang Kaki Lima di sekitar alun-
alun Kota Ngawi terdapat mulai dari awal memutuskan untuk berdagang
termasuk dalam urusan penentuan lokasi berjualan, dalam upaya
pemenuhan modal, dalam menjalankan usaha sebagai Pedagang Kaki
Lima dan dalam keputusan untuk meningkatkan usaha.
3. Implikasi Negatif dari modal sosial yang timbul pada Pedagang Kaki Lima
di sekitar alun-alun Kota Ngawi dapat dilihat dari terkucilkannya
pedagang yang tidak menjadi anggota paguyuban, kurangnya akses
informasi bagi Pedagang yang tidak tergabung dalam paguyuban. Bahkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
untuk pemberian bantuan diutamakan kepada PKL yang menjadi anggota
paguyuban.
5.2. Saran
1. Saran kepada PKL khususnya PKL disekitar alun-alun Kota Ngawi, Modal
sosial yang telah ada hendaknya terus dijaga dan dilestarikan. Beberapa
upaya untuk menjaga modal sosial dengan lebih meningkatkan
kepercayaan, memelihara norma-norma yang ada seperti ewuh pakewuh
dan jimpitan serta lebih intens dalam menyelenggarakan kerja bhakti dan
arisan. Modal sosial bukanlah modal yang akan habis bila dipakai tetapi
akan semakin bermanfaat jika selalu dipergunakan. Apabila modal sosial
dapat terpelihara dengan baik maka nilai ekonomis yang ditimbulkan oleh
modal sosial tersebut juga akan meningkat sehingga diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan PKL. Khusus kepada PKL yang belum menjadi
anggota paguyuban akan lebih baik jika ikut bergabung sebagai anggota
paguyuban PKL, agar implikasi negative yang ditimbulkan dari modal
sosial dapat dikurangi.
2. Saran kepada pemerintah daerah Kabupaten Ngawi, perlunya agenda rutin
pertemuan satuan kerja terkait PKL dengan PKL, agar hubungan antara
PKL dengan Pemerintah Daerah dapat terjaga dengan baik. Pemberian
bantuan hendaknya benar-benar memperhatikan sasaran sehingga tidak
timbul kecemburuan sosial dan diharapkan tidak hanya mengandalkan
paguyuban dalam pendistribusian bantuan yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ahmad, Ahmaddin. 2002. Redesain Jakarta 2020. Jakarta: Kota Press. Alisjahbana. 2005. Sisi Gelap Perkembangan Kota: Resistensi Sektor Informal
dalam Perspektif Sosiologis. Yogyakarta: Laksbang Pressindo. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Sebagai Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Berutu, Lister (Ed), 2002, Aspek-aspek Kultural Etnis Pakpak; Suatu Eksplorasi tentang Potensi Lokal, Medan: Penerbit Monora.
Djojodipuro, Marsudi, 1992, Teori Lokasi, Jakarta: Lembaga Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Fukuyama, Francis, 2002, Trust; Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran,
Yogyakarta: Penerbit Qalam.
Lawang, Robert MZ. 2005. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik: Suatu Pengantar, Cet. 2. Depok: FISIP UI Press.
McGee, T.G. dan Y.M. Yeung. 1977. Hawkers in Southeast Asian Cities: Planning for The Bazaar Economy. Ottawa: International Development Research Centre.
Moleong, Lexy J.2004. Metode Penelitian Kualiatif. Cetakan kesepuluh. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Nazir. 2005. Metode Penelitian. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia.
Putnam, R. 1993. The Prosperous Community- Social capital and Public Life. American Prospect (13): 35-42 (Dalam The World Bank 1998. Hal 5-7)
Silalahi, Ulber. 2006. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Unpar Press.
Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada.
Suharto, Edi. 2007. Modal Sosial dan Kebijakan Publik. Bandung : Alfabet. Tonkiss., F.2000. Trust, Social Capital and economy. Dalam F Tonkiss dan A
Parsey (eds). Trust and Civil Society. New York: St. Martin’s.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Yustika, Ahmad Erani. 2006. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi. Malang: Bayumedia
Jurnal / Hasil Penelitian:
Baldacchino, Godfrey. January 2005. The Contribution of Social Capital to Economic Growth: Lessons from Island Juridictions. The Round Table Vol 94, No.1, 31-46
Brata, Alosius Gunadi. 2004. Nilai Ekonomis Modal Sosial Pada sektor Informal Perkotaan. Jurnal Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya.
Fafchamps, Marcel dan Bart Minten. April 1999. Social Capital and the Firm, Eviden from Agricultural Trade. http//www.appropriate-economics.org/materials/social_capital_and_the_firm.pdf.
Glaeser, Edward L, dkk. June 2000. The Economic Approach to Social Capital. NBER Working Paper No. 7728. JEL No. D0,J0,R0
Gustriadi, Noviar. 2005.Modal Sosial Pedagang Kaki Lima. Studi Kasus Dua Pedagang Kaki Lima di Pasar Tradisional Flamboyan dan Dahlia Kota Pontianak. Tesis tidak diterbitkan. Pascasarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial Konsentrasi Pembangunan Sosial Uiversitas Indonesia.
Lubis, Zulkifli, B, dan Fikarwin Zuska, 2001, Resistensi, Persistensi dan Model
Transmisi Modal Sosial dalam Pengelolaan Sumber Daya Milik Bersama, Laporan Penelitian, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia
Portes, Alejandro, 2000, The Two Meanings of Social Capital, Sociological Forum, Vol. 15.
Santoso, Slamet. 2007. Peran Modal Sosial Terhadap Perkembangan Pedagang Kaki Lima di Ponorogo. Aspirasi, Vol. XVII No. 1, Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Syahyuti. Juli 2008. Peran Modal Sosial (Social Capital) Dalam Perdagangan Hasil Pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 26 No. 1. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertaniaan Bogor.
Widjajanti, Retno, 2000, Penataan Fisik Pedagang Kaki Lima pada Kawasan Komersial di Pusat Kota, Studi Kasus : Simpang Lima Semarang, Tesis tidak diterbitkan, Magister Teknik Pembangunan Kota Institut Teknologi Bandung
World Bank. 2000. World Development Report 1999/2000: Entering the 21st Century. New York: Oxford University Press
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
World Bank. 2006. Social Capital in Economics, Trade and Migration. http//www.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/EXTSOCIALDEVELOPMENT/EXTTSOCIALCAPITAL
Artikel:
BPS Prov. Kepulauan Riau. Konsep dan definisi angkatan kerja. http://kepri.bps.go.id/konsep-dan-definisi-angkatan-kerja/#ixzz17cMiYXSB
Kabari Bos online. Analisis Permasalahan dan Pemetaan Kebutuhan ModalSosial Ekonomi Pedagang Kaki Lima. Diambil 2011, 3 September, dari http://siap-bos.blogspot.com/2009/05/analisis-permasalahan-dan-pemetaan.html
Pikiran Rakyat, 22 Februari 2005, Membincangkan Modal Sosial (1)
Marfai, Aris. 2005. Angkringan, Sebuah Simbol Perlawanan. URL artikel: http://www.penulislepas.com
Ramelan, Rahadi. 2002. Menyikapi Modal Asing: Bagian Pertama dari Dua Tulisan. http//www.leapidea.com/presentation>id=41. 19 September 2011
Dokumen:
Peraturan Bupati Ngawi Nomor 11 Tahun 2007 tentang Lokasi dan Relokasi Pedagang Kaki Lima.
Badan Pusat Statistik Ngawi, Ngawi Dalam Angka 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
LAMPIRAN I
PEDOMAN WAWANCARA
1. Pedagang Kaki Lima A. Data Informan
1. Siapakah nama anda atau nama panggilan anda sehari-hari? 2. Berapakah umur anda sekarang, apakah anda asli penduduk Ngawi dan
dimana anda tinggal? 3. Bagaimanakah latar belakang pendidikan anda? 4. Apakah anda sudah menikah, siapa saja anggota keluarga anda tersebut? 5. Apa jenis usaha kaki lima anda? 6. Sudah berapa lama anda menjadi pedagang kaki lima, sebelum anda usaha
seperti sekarang ini, apa saja usaha anda atau anda bekerja sebagai apa sebelumnya?
7. Bagaimana anda melakukan aktivitas usaha ini mulai dari awal anda berangkat dari rumah hingga pulang ke rumah?
B. Modal Sosial Pedagang Kaki Lima 1. Bagaimanakah anda memulai usaha PKL? 2. Darimanakah anda mendapat informasi dan modal usaha untuk menjadi
PKL? 3. Pertimbangan apa yang anda pergunakan dalam memilih lokasi
berdagang? 4. Apakah ada pihak keluarga yang ikut membantu anda dalam berusaha
setiap hari? 5. Apakah anda turut serta menjadi anggota paguyuban PKL , dampak apa
yang anda rasakan? 6. Apakah anda pernah meminjam barang/uang kepada PKL yang lain?
Bagaimanakah prosedurnya? 7. Apakah anda pernah membantu PKL yang lain? 8. Apakah ada kegiatan arisan atau yang lain untuk memupuk kebersamaan
sesama PKL? 9. Bagaimanakah hubungan anda dengan PKL yang tidak menjadi anggota
paguyuban? 10. Apakah ada perbedaan hubungan dengan PKL yang tidak menjadi anggota
paguyuban? 11. Pernahkah anda mendapat bantuan/kredit modal usaha dari pemerintah? 12. Bagaimanakah hubungan anda dengan pembeli, dan usaha apakah yang
anda lakukan agar pembeli bisa menjadi langganan anda?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13. Bagaimanakah hubungan anda dengan pemerintah (satpol pp dan dinas pasar) apakah pernah terjadi benturan dan bagaimanakah penyelesaiaannya?
14. Bagaimanakah pendistrubusian bila ada bantuan dari pemerintah (tenda)? 15. Upaya apakah yang anda lakukan agar anda tetap diperbolehkan menjadi
PKL? 16. Apakah kendala/permasalahan yang timbul ketika anda menjadi PKL? 17. Apakah ada pungutan liar bagi PKL disekitar alun-alun?
2.Pembeli
A. Data Informan 1. Siapakah nama anda dan berapa usia anda? 2. Apakah pekerjaan anda? 3. Dimanakah anda tinggal?
B. Modal Sosial PKL 1. Apakah anda mengenal dengan baik PKL ? 2. Apakah anda puas dengan pelayanan yang diberikan oleh PKL? 3. Apakah anda percaya dengan kualitas barang yang diungkapkan oleh
PKL? 4. Mengapa anda memilih membeli/berbelanja di PKL? 5. Apakah anda berlangganan membeli kepada PKL tertentu? 6. Bagaimanakah pendapat anda mengenai hubungan PKL dengan sesama
PKL?
3.Pemda ( Satpol PP dan Dinas Pasar )
1. Bagaimanakah arah kebijakan Pemda Ngawi terhadap perkembangan PKL di Kabupaten Ngawi?
2. Pernahkah ada konflik terkait PKL di Kabupaten Ngawi? 3. Bagaimanakah upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk tetap
menjaga ketertiban dan keamanan terkait PKL? 4. Apakah pernah ada upaya penertiban PKL yang dilakukan oleh Pemda? 5. Bagaimanakah sikap dari PKL terhadap upaya penertiban atau
pelaksanaan aturan-aturan terkait dengan PKL? 6. Apakah upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam rangka membatasi
perkembangan PKL di Kabupaten Ngawi? 7. Bagaimanakah hubungan PKL dengan pemerintah daerah terutama dengan
satker terkait? 8. Apakah ada bantuan/kredit modal yang diberikan kepada PKL? 9. Bagaimanakah teknis pendistribusian bantuan tenda kepada PKL?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
LAMPIRAN II
TRANSKRIP WAWANCARA
2. Pedagang Kaki Lima
Nama Informan Sutrisno
Hari/tanggal Sabtu, 22 Oktober 2011, Minggu, 23 Oktober 2011, Kamis, 27 Oktober 2011
Waktu 16.00 – 17.30 WIB
Tempat Lapak Dagangan Sego Pecel di sekitar alun-alun Ngawi
No Pertanyaan Jawaban 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Siapakah nama anda atau nama panggilan anda sehari-hari? Berapakah umur anda sekarang, apakah anda asli penduduk Ngawi dan dimana anda tinggal? Bagaimanakah latar belakang pendidikan anda? Apakah anda sudah menikah, siapa saja anggota keluarga anda tersebut? Apa jenis usaha kaki lima anda? Sudah berapa lama anda menjadi
Nama saya Sutrisno, teman-teman biasa manggil (memanggil) Tris atau pak Trisno Umurnya sudah banyak mbak, hehehehe 43 Tahun. Alamat rumah di Krajan , masuknya Kelurahan Ketanggi RT 04 RW 01. Pendidikan sampai SMA mbak, dulu gak ada biaya untuk melanjutkan kuliah. Jaman dulu yang kuliah jarang sekali. Jadi ya cukup SMA trus nikah mbak. Sudah mbak, saya tinggal bersama istri dan 3 orang anak. Istri saya ibu rumah tangga. Dia asli Ngawi juga, anak pertama sudah lulus SMA, sekarang sedang cari kerja. Anak kedua masih SMA yang terakhir masih SD mbak. Rencananya cuma punya 2 anak, eh malah dapat kuncritan. Yang saya jual utamanya Nasi pecel, ada juga berbagai macam gorengan dan minuman,degan juga ada disini mbak. Biasanya pembeli kalau sudah makan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7. 8. 9. 10. 11. 12.
pedagang kaki lima, sebelum anda usaha seperti sekarang ini, apa saja usaha anda atau anda bekerja sebagai apa sebelumnya? Bagaimana anda melakukan aktivitas usaha ini mulai dari awal anda berangkat dari rumah hingga pulang ke rumah? Bagaimanakah anda memulai usaha PKL? Darimanakah anda mendapat informasi dan modal usaha untuk menjadi PKL? Pertimbangan apa yang anda pergunakan dalam memilih lokasi berdagang? Apakah ada pihak keluarga yang ikut membantu anda dalam berusaha setiap hari? Apakah anda turut serta menjadi
nasi pecel minumnya es degan. Nyamleng mbak. Saya dulu bekerja jadi buruh pabrik di Jakarta, trus waktu itu ada PHK mbak. Karena termasuk buruh baru saya dipecat. Saya trus pulang kampong dan jadi PKL ini, sudah ada sepuluh tahunan. Dari rumah berangkat jam 10an, membawa semua barang dagangan tentu saja sama istri dan kadang di bantu anak-anak. Tdasar dagangan, nanti pas jam istirahat pegawe dah siap dagangannya. Buka biasanya sampe jam 10 malam mbak. Setelah saya di PHK, lalu pulang ke Ngawi luntang-luntung ga karuan trus saya mikir coba usaha apa yang ga susah-susah tapi banyak peminatnya, akhirnya saya nekat buka warung sego pecel ini mbak, lha tak piker klo cuman bikin pecel aja saya sendiri kan juga bias, apalagi pecel kan sudah jadi makanan sejuta umat yg familier dan banyak penggemarnya di daerah sini Saya mulai jualan nasi pecel sudah lama, idenya dari teman di Sragen yang sudah terlebih dahulu jualan disana. Dengan modal yang tidak terlalu besar dan mudah untuk dijalankan akhirnya saya mencoba untuk menjadi PKL. Pemilihan lokasi inipun saya meminta bantuan dari teman saya itu. Karena dia lebih berpengalaman, dan akhirnya saya berjualan disini katanya kalau jualan disekitar alun-alun pasti laris soalnya rame, di pusat kota. Modalnya saya dapat dari pinjam ke saudara, sedikit-sedikit saya saur dari hasil berdagang ini. Kalo saya milih lokasi yang pasti ya sing rame, strategis dan banyak yang mengunjungi mbak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13. 14. 15. 16. 17 18.
anggota paguyuban PKL , dampak apa yang anda rasakan? Apakah anda pernah meminjam barang/uang kepada PKL yang lain? Bagaimanakah prosedurnya? Apakah anda pernah membantu PKL yang lain? Apakah ada kegiatan arisan atau yang lain untuk memupuk kebersamaan sesama PKL? Bagaimanakah hubungan anda dengan PKL yang tidak menjadi anggota paguyuban? Pernahkah anda mendapat bantuan/kredit modal usaha dari
Ya yang pasti istri saya mbak, dan anak pertama saya sambil nyari-nyari kerja ya bantuin bapaknya buka warung Paguyuban ini merupakan suatu media untuk tujuan bersama agar PKL lebih terorganisir, informasi dapat tersaring dan dapat dipertanggung jawabkan. dan utamanya bertujuan untuk menjaga hubungan antar PKL tetap baik, lingkungan tetap aman, menghindari perselisihan sehingga dapat berdagang dengan nyaman Tidak ada paksaan mau jadi anggota ya monggo (silahkan) gak mau ya gak jadi masalah. Kalau sudah mau jadi anggota paguyuban harus tertib administrasi, kompak dan mematuhi aturan yang sudah dibuat bersama-sama. Dampak yang saya rasakan ya lebih dekat dengan pedagang lain. Kekeluargaannya erat mbak, gak ketinggalan informasi, bias dapat bantuan modal juga, kan ikut koprasi juga mbak. Kalau barang sudah biasa mbak, taopi kalau uang jarang pinjam ke sesame PKL kalau gak ke Koperasi yak e saudara saja. Biasane sesama pedagang pas saya butuh mereka juga lagi butuh. Ngepasi. hehehehe Ya yang namanya sama-sama cari makan, cari nafkah ya harus saling bantu membantu mbak, sebagai contoh misalnya es saya habis saya bias nempil es ke warung sebelah Jimpitan itu iuran sukarela, tidak banyak hanya Rp. 500,- tetapi berkelanjutan setiap sebulan sekali. Dana tersebut nantinya dipakai kalau ada PKL yang sakit atau kena musibah. Ada arisan juga, sebuklan sekali pas pertemuan rutin paguyuban mbak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19. 20. 21. 22. 23.
pemerintah? Bagaimanakah hubungan anda dengan pembeli, dan usaha apakah yang anda lakukan agar pembeli bisa menjadi langganan anda? Bagaimanakah hubungan anda dengan pemerintah (satpol pp dan dinas pasar) apakah pernah terjadi benturan dan bagaimanakah penyelesaiaannya? Bagaimanakah pendistrubusian bila ada bantuan dari pemerintah (tenda)? Upaya apakah yang anda lakukan agar anda tetap diperbolehkan menjadi PKL? Apakah kendala/permasalahan yang timbul ketika anda menjadi PKL?
Perbedaan hubungan yang mencolok sich gak ada ya mbak, biasa-biasa aja. Rata-rata tetap baik namanya tiap hari ketemu, sama-sama nyari duit. Tapi memang beda mbak, kalau sesame anggota paguyuban terasa lebih guyub, lebih dekat saja. Apalagi sering curhat, crita-crita waktu pertemuan jadinya lebih merasa senasib. Dapatnya ya dari koperasi itu mbak, itukan modalnya juga dari pemerintah. Jadi kalau kita pinjam ke koperasi ya sama aja bantuan dari pemerintah juga. Kalau yang langsung ke dinas malah belum mbak. Hubungannya baik mbak, ramah itu kunci utama trus saya juga sering ngapalne nama langganan saya. kalau hapal namanya itu rasanya lain, jadi lebih dekat. Trus saya juga berusaha untuk tidak mengecewakan langganan mbak. Hubungan baik mbak,dengan satpol baik. Meskipun kadang-kadang ada pedagang yang bandel trus ditegur satpol malah jadi rame. Tapi ya gak rame sekali mbak. Selalu bias diselesaikan dengan kekeluargaan. Gak sampek demo-demo kayak di tipi-tipi itu mbak. Buat apa demo, wong nyari duit kok ndadak rame. Kalau kita patuh aturan gak bandel-bandel banget satpolnya juga gak akan ngetati. Rasane ewuh pakewuh mbak. Jadi ya sama-sama menjaga saja. Untuk pendistribusian bantuan tenda kepada PKL di sekitar alun-alun diutamakan kepada anggota paguyuban yang benar-benar membutuhkan dan sesuai sasaran. Jika anggota paguyuban sudah mendapatkan semua baru dikasih ke PKL lain yang memang membutuhkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Apakah ada pungutan liar bagi PKL disekitar alun-alun?
Yang pasti mengikuti aturan yang sudah ada mbak. Itu saja kuncinya, kalau kita mematuhi aturan gak ada alasan kita gak boleh dagang. Permasalahannya modal mbak, kalau dapat tambahan modal dari pemerintah lebih bagus lagi. Usaha bias berkembang. Hehehehe Kalau masalah dengan sesame PKL jarang mbak, paling ya masalah sepele saja. Diselesaikan secara kekeluargaan pasti beres. Dulu memang marak adanya pungli, tetapi setelah terbentuk paguyuban pungli jadi berkurang. Karena kami menjadi lebih terorganisir. Kalau ada apa-apa ya getok tular ke sesama PKL. Termasuk masalah keamanan. Kami bertanggung jawab atas keamanan kami sendiri. Tidak bisa mengandalkan petugas (satpol) karena mereka tidak ada yang khusus menjaga PKL. Jadi kami saling menjaga satu sama lain. Pernah mengeluh masalah pungli dan memang di tangani, meskipun kadang-kadang masih ada. Jika ditemukan kami langsung lapor ke pak pegy.
Nama Informan Sukarjo
Hari/tanggal Rabu, 19 Oktober 2011, Sabtu, 22 Oktober 2011, Kamis, 27 Oktober 2011
Waktu 18.00 – 20.30 WIB
Tempat Lapak Dagangan Angkringan di sekitar alun-alun Ngawi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
No Pertanyaan Jawaban 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Siapakah nama anda atau nama panggilan anda sehari-hari? Berapakah umur anda sekarang, apakah anda asli penduduk Ngawi dan dimana anda tinggal? Bagaimanakah latar belakang pendidikan anda? Apakah anda sudah menikah, siapa saja anggota keluarga anda tersebut? Apa jenis usaha kaki lima anda? Sudah berapa lama anda menjadi pedagang kaki lima, sebelum anda usaha seperti sekarang ini, apa saja usaha anda atau anda bekerja sebagai apa sebelumnya? Bagaimana anda melakukan aktivitas usaha ini mulai dari awal anda berangkat dari rumah hingga pulang ke rumah? Bagaimanakah anda memulai usaha PKL?
Disini biasa diundang (dipanggil) Mbah Jo kalau nama lengkapnya Sukarjo Umur saya…. Berapa ya mbak? Ya ada kalau 58 tahunan. Tinggal di Gang Mawar Jl. Imam Bonjol, RT 03 RW 04 Kelurahan Margomulyo. Cuma SD mbak, itu pun mrotol (putus) gak sampe lulus kok. Penting dah bisa moco nulis (baca tulis) sama etung-etung (berhitung). Sudah, istri saya orang Magetan tinggalnya ikut saya disini. Anak saya 2. Yang mbarep sudah nikah sama orang Geneng, yang kedua masih nganggur. Semuanya tinggal sama saya mbak jadi satu, umpeg-umpekan (berdesak-desakan). Anak saya belum bisa buat rumah, kalau ngontrak saya kasihan ya biar sumpek (sesak) asal ayem (tenteram) gak papa mbak. Namanya warung angkringan jualannya ya wedang kopi, wedang teh, es marimas, es Nescafe, es susu. Banyak jenis minumannya, tempe goreng sama sego kucing. Sudah lebih dari 5 tahun mbak, Dulunya narik becak mbak, udah gak kuat lagi sekarang jadi pedagang angkringan. Kalo yang namanya angkringan ya kita biasa buka menjelang malam mbak, siap-siap barang dagangan dari sore jam-jam ashar, lalu berangkat gelar lapak bar maghrib, nek pulangnya ya ga tentu, kadang kalo laris jam 12-an sudah kukut, tapi kalo pelanggan masih betah cangkruk-an ya ditunggu sampai cangkrukan-nya bar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10. 11. 12. 13. 14.
Darimanakah anda mendapat informasi dan modal usaha untuk menjadi PKL? Pertimbangan apa yang anda pergunakan dalam memilih lokasi berdagang? Apakah ada pihak keluarga yang ikut membantu anda dalam berusaha setiap hari? Apakah anda turut serta menjadi anggota paguyuban PKL , dampak apa yang anda rasakan? Apakah anda pernah meminjam barang/uang kepada PKL yang lain? Bagaimanakah prosedurnya?
Karena awak yang ga mendukung untuk narik becak ae, saya coba cari penghasilan lewat jalan lain, lha kebetulan anak-anak muda sini hobinya cangkrukan dan modalnya juga ga besar-besar amat, terjangkau akhirnya saya modal nekat aja mbak buka angkringan ini, ya syukur ternyata angkringannya juga lumayan hasilnya, minimal ada pelanggan tetap lah dari anak-anak muda sini juga klub motor ada pula yg angkringan sini dijadikan arena mangkal Dulu saya narik becak, trus karena sering ngopi di angkringan di Jl. A. Yani saya jadi tertarik untuk membuka usaha yang sama. Pertama saya tanya-tanya bagaimana caranya, resiko untung rugi dan modal. Setelah mendapatkan informasi yang cukup saya berani untuk mencoba menjadi PKL, sekarang saya gak jadi tukang becak lagi selain sudah tua saya kecapekan kalau harus kerja dari pagi hingga malam. Modalnya dari nyelengi hasil saya narik becak mbak, sedikit-sedikit terkumpul akhirnya bias buka. Modalnya juga gak banyak kok mbak Lha kalo saya ya mestine yg rame mbak Istri saya mbak, selalu menemani dari bukak dasar sampe kukut Ikut mbak, lebih guyub, kekeluargaan. Trus kalau kumpul bias cerito-crito. Kalau ada masalah ya dibantu. Trus kalau ada bantuan dari pemerintah ada yang ngurusne mbak, jadi gak perlu repot-repot. Pinjam meminjam itu sudah biasa mbak, kalau saya kehabisan barang dagangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Apakah anda pernah membantu PKL yang lain? Apakah ada kegiatan arisan atau yang lain untuk memupuk kebersamaan sesama PKL? Apakah ada perbedaan hubungan dengan PKL yang tidak menjadi anggota paguyuban? Pernahkah anda mendapat bantuan/kredit modal usaha dari pemerintah? Bagaimanakah hubungan anda dengan pembeli, dan usaha apakah yang anda lakukan agar pembeli bisa menjadi langganan anda? Bagaimanakah hubungan anda dengan pemerintah (satpol pp dan dinas pasar) apakah pernah terjadi benturan dan bagaimanakah penyelesaiaannya?
karena klarisan (laris) ya pinjam punya tetangga dulu, nanti saya ganti kalau sudah selo (waktu luang). Kalau pinjam uang ya juga pernah, gak bisa selalu njagakne (mengandalkan) koperasi. Karena kebutuhan gak bisa disemayani (ditunda-tunda). Gak ada syaratnya mbak, yang penting percaya saja. Ya sesama wong dodolan, cari makan susah ya lebih baik saling tulung mbak, apalagi rata-rata kan kita juga bertetangga, asalnya orang dekat-dekat sini juga Ada mbak, ada arisan ada jimpitan juga. Trus juga ada kerja bhakti bareng-bareng sebulan sekali. Gak ada bedanya mbak, sama aja. Sama-sama cari uang, bedanya saya ikut klumpukan mereka tidak. Trus saya jimpitan mereka tidak. Asal mereka baik ya kita juga baik ke mereka. Ya itu kan sudah pilihan mereka, kalau jadi anggota paguyuban enak mbak kalau ada apa-apa banyak yang nyengkuyung. Kan sudah seperti keluarga. Bantuannya ya dapat tenda mbak, buat dagangan. Disragamne biar kelihatan bagus katanya. Memang bagus tapi gak semuanya yang dapat. Kalau kredit usaha belum ada mbak. Dapatnya ya dari koperasi itu. Angkringan itu tempat nongkrong, ngumpul-ngumpul dan crito-rito mbak. Biasanya yang nongkrong sudah sama-sama kenal, seperti satu perkumpulan atau satu tempat kerja. Saya ya ramah mbak, melayani apa yang mereka inginkan trus kuncinya agkringan itu sabar. Sabar nunggu yang cangkruk. Saya gak mungkin nyuruh mereka bubar kalau memang mereka belum pingin bubar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23.
Bagaimanakah pendistrubusian bila ada bantuan dari pemerintah (tenda)? Upaya apakah yang anda lakukan agar anda tetap diperbolehkan menjadi PKL? Apakah kendala/permasalahan yang timbul ketika anda menjadi PKL? Apakah ada pungutan liar bagi PKL disekitar alun-alun?
Meskipun sampai malam ya tetap ditunggu, kalau mereka betah minumnya nambah, jajanannya bias habis juga mbak. hehehehe Hubungan ya baik, kalau ditegur satpol ya manut. Memang melanggar ya sadar diri, saya orangnya gak mau repot mbak. Dari pada angel-angel ndang manut ngko lak beres dewe. hahahahaha Saya gak tahu mbak, yang ngurus dari dinas sama perwakilan paguyuban. Ya pak tris dkk. Saya kan anggota paguyuban ya saya percayakan ke mereka saja. Gak mau repot mbak. Manut mbak, manut aturan trus jaga kebersihan. Intinya itu saja. Permasalahannya cuaca mbak, sekarang lagi musim hujan jadi gak bias buka sampai malam. Trus untungnya juga gak banyak, karena barang dagangan nyisa banyak. Sekarang, setelah laporan ya sudah tidak ada lagi mbak. Apalagi setelah ada paguyuban. Mereka takut mau narik, lha kita jadi tahu kalau itu gak bener dari paguyuban juga. Trus kita kompak untuk nolak.
Nama Informan Atik
Hari/tanggal Kamis, 27 Oktober 2011, Sabtu 29 Oktober 2011
Waktu 15.00 – 17.00 WIB
Tempat Lapak Dagangan Angkringan di sekitar alun-alun Ngawi
No Pertanyaan Jawaban 1.
Siapakah nama anda atau nama panggilan anda sehari-hari?
Nama panggilan Atik mbak, tapi kalau lengkapnya Martatik. Nama Martatik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Berapakah umur anda sekarang, apakah anda asli penduduk Ngawi dan dimana anda tinggal? Bagaimanakah latar belakang pendidikan anda? Apakah anda sudah menikah, siapa saja anggota keluarga anda tersebut? Apa jenis usaha kaki lima anda? Sudah berapa lama anda menjadi pedagang kaki lima, sebelum anda usaha seperti sekarang ini, apa saja usaha anda atau anda bekerja sebagai apa sebelumnya? Bagaimana anda melakukan aktivitas usaha ini mulai dari awal anda berangkat dari rumah hingga pulang ke rumah? Bagaimanakah anda memulai usaha PKL? Darimanakah anda mendapat informasi dan modal usaha untuk menjadi PKL?
kalau disini malah gak banyak yang kenal, gak banyak yang tahu. Tahunya ya Atik aja. Umur 32 tahun mbak, tinggalnya di Jalan trunojoyo gang Mayang No 1 Pendidikan terakhir SMK mbak. Pinginnya lanjut kuliah tapi keburu kawin (menikah)… hehehehe Sudah, suami saya asli sini mbak. Saya aslinya Bojonegoro ikut suami kesini. Anak satu, perempuan. Sekarang sudah kelas 1 SMA. Tinggalnya masih ngontrak mbak belum punya rumah sendiri. Jualan saya ada berbagai macam minuman, panas ada dingin ada, es degan juga ada, sego kucing dan gorengan trus jualan tempura juga. Dulu gak kerja, jadi ibu rumah tangga. Kerjanya ya cuma kerjaan di rumah. Sudah sekitar 4 tahun ini mbak. Kalo saya mulai gelar dagangan ya dari pagi jam 9-an sudah siap, gerobak ditarik pake motor dibantu suami saya, nanti jualan biasanya sampe sekitar jam 10 malam Mulainya ya coba-coba mbak, niat semoga bisa bantu suami untuk mencari nafkah, Alhamdulillah ternyata sedikit banyak juga mampu ngewangi Saya bukan asli Ngawi, suami saya yang asli sini. Ketika mau mulai dagang modalnya dari meminjam ke kakak suami saya. Modal itu kami kembalikan dengan cara diangsur. Karena meminjam kepada keluarga sendiri jadi gak pake jaminan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11. 12. 13. 14. 15. 16.
Pertimbangan apa yang anda pergunakan dalam memilih lokasi berdagang? Apakah ada pihak keluarga yang ikut membantu anda dalam berusaha setiap hari? Apakah anda turut serta menjadi anggota paguyuban PKL , dampak apa yang anda rasakan? Apakah anda pernah meminjam barang/uang kepada PKL yang lain? Bagaimanakah prosedurnya? Apakah anda pernah membantu PKL yang lain? Apakah ada dampak negative yang anda rasakan karena tidak menjadi anggota paguyuban? Bagaimanakah hubungan anda dengan PKL yang menjadi anggota paguyuban?
juga gak ada bunga. Alhamdulillah sedikit membantu dan usaha bisa jalan sampai sekarang. Rame, banyak yang mengunjungi, dan ini mbak kemanannya terjamin..he..he… kan saya bukan orang asli sini juga Suami mbak, tapi yak karena punya kerjaan lain, suami cuma bantu pas buka dan kukutnya saja Saya tidak berminat menjadi anggota paguyuban, karena menurut saya pengurusnya gak bisa ngurus paguyuban. Pengurusnya juga dari PKL, pendidikannya juga rendah. Ya saya tidak percaya saja. Apalagi sama-sama nyari duit, pasti masing-masing berusaha mencari keuntungan. Jadi ya sudah, kerja sendiri-sendiri saja. Meminjam itu wajar mbak, kalau gak punya ya minjam. Kalau dagangannya laris, pas habis trus ada pembeli dari pada mengecewakan ya saya pinjam dulu ke pedagang lain. Nanti gentian mbak. Kalau uang saya berusaha untuk gak pinjam mbak, dicukup-cukupne kalau kepaksa ya pinjam ke saudara kalau gak ada baru pinjam ke pedagang lain, itupun pedagang yang sudah kenal dekat mbak. Ya pernah mbak, kami biasa saling nempil barang, missal ada pembeli yang minta barang ini dagangan saya pas ga ada yang ditempilkan di warung sebelah, nanti saling gentian mbak. Resiko gak jadi anggota paguyuban memang ada. Kadang ketinggalan informasi, seperti ada acara-acara besar di Alun-alun gak dikasih tahu jadi persiapan barang dagangan sedikit. Kemaren juga ada bantuan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17. 18. 19. 20. 21.
Pernahkah anda mendapat bantuan/kredit modal usaha dari pemerintah? Bagaimanakah hubungan anda dengan pembeli, dan usaha apakah yang anda lakukan agar pembeli bisa menjadi langganan anda? Bagaimanakah hubungan anda dengan pemerintah (satpol pp dan dinas pasar) apakah pernah terjadi benturan dan bagaimanakah penyelesaiaannya?
pemerintah tapi saya juga gak dapat. Hubungan tetap baik, ya saling tolong menolong juga. Tetapi kadang juga ketinggalan informasi. Kalau ada berita apa gitu tahunya yang terakhir mbak. Biasanya yang tahu ya yang ikut paguyuban itu. Dikasih tahu bisa juga lewat sms. Kalau ada kerja bhakti saya tetap ikut mbak, gak peduli anggota paguyuban atau tidak kalau kebersihan kan saya juga harus ikut tanggung jawab. Bantuan apa ya mbak? Kemaren ada bantuan tenda tapi saya gak dapat. Gak kebagian yang kebagian itu kebanyakan malah yang anggota paguyuban. Gelo, tapi ya mau gimana. Mau protes katanya giliran gak cukup kalau dibagi merata. Langganan saya kebanyakan anak muda, anak-anak SMA. Kalau sudah ngumpul rame banget kebetulan anak saya juga seusia dengan mereka jadi sangking akrabnya sudah saya anggap anak sendiri. Harus bisa menyesuaikan diri dengan bahasa dan selera mereka, jadi gaul istilahnya. Hehehehe. Awalnya saya hanya berjualan minuman dan gorengan (angkringan) trus mereka usul gimana kalau jualan tempura juga pasti banyak yang beli. Akhirnya saya memutuskan untuk menjual tempura dan hasilnya memang laris. Rata-rata hubungannya baik. Lha pak satpolnya banyak juga yang jadi pelanggan saya. Biasanya kalau pas piket beli sego kucing ya di saya. Tapi pernah juga mbak tenda saya sudah saya berdirikan susah-susah malah dibrukne. Padahal baru saya tinggal ambil air di kran dekat kantor situ (pemda) malah tenda saya tahu-tahu dah rubuh. Ternyata ditertibkan satpol katanya belum waktunya buka. Memang saya buka agak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22. 23.
Bagaimanakah pendistrubusian bila ada bantuan dari pemerintah (tenda)? Upaya apakah yang anda lakukan agar anda tetap diperbolehkan menjadi PKL? Apakah kendala/permasalahan yang timbul ketika anda menjadi PKL? Apakah ada pungutan liar bagi PKL disekitar alun-alun?
siang mbak. Tapi ya trus saya labrak satpolnya, orang cari duit dah susah kok dibikin susah lagi. Trus pak stpolnya bilang kalau buka dasar ya sesuai aturan. Trus diam saja, mungkin karena saya perempuan mbak. Tapi ya saya tetep ngomel, gak perlu sampai di brekne gitu, diberitahu saja dulu to… ya akhirnya saya pergi, memang tahu salah tapi rasane mangkel. Bantuan tenda kemaren dari dinas langsung diberikan ke paguyuban, jadi yang dapat ya anggota paguyuban saja. Yang seperti saya ini jadi no sekian. Gak dapat katanya besok-besok pasti dapat. Ya ditunggu saja. Mematuhi aturan yang sudah dibuat, kadang melanggar juga. Tapi kalau sudah ditegur ya manut. Usaha cari duit sudah susah jangan dibuat susah lagi. Trus jaga kebersihan, jangan sampai tempat kita biasa dagang kotor. Kalau kotor nanti pasti ditegur lagi mbak. Masalahnya kalau saya keamanan mbak, saya kan bukan orang asli sini mbak. Dagangnya juga jarang ditemani suami, saya juga bukan anggota paguyuban. Kadang agak was-was juga. Ada pungli mbak. Ya anak-anak muda itu kalau malam trus minta-minta katanya untuk keamanan. Makanya saya gak mau dagang sampai malam-malam. Seperti saya bilang mbak, ada…. Mereka bilang untuk keamanan. Kalau malam-malam baru narik. Ya terpaksa saya beri. Saya takut. Tapi sekarang sudah mulai berkurang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Pembeli
Nama Informan Deden
Hari/tanggal Rabu, 19 Oktober 2011
Waktu 15.00 – 17.00 WIB
Tempat Lapak Dagangan Angkringan di sekitar alun-alun Ngawi
No Pertanyaan Jawaban 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Siapakah nama anda dan berapa usia anda? Apakah pekerjaan anda? Dimanakah anda tinggal? Apakah anda mengenal dengan baik PKL ? Apakah anda puas dengan pelayanan yang diberikan oleh PKL? Apakah anda percaya dengan kualitas barang yang diungkapkan oleh PKL? Mengapa anda memilih membeli/berbelanja di PKL?
Bisa di panggil Deden Mbak, usia 24 tahun. Saya Pegawai Negeri di Pemda Ngawi. Saya Asli madiun, karena diterima sebagai PNS di Ngawi saya ngekos di Jl. Muh. Ilyas No. 23 Mengenal dengan baik sih tidak, tapi karena sering beli disini ya akhirnya jadi langganan juga mbak, ya sekedar kenal sajalah tapi sudah saling tau Ya kalo saya sih ada rupa ada harga lah mbak, mayoritas PKL kan untuk makan minum ato keperluan lain harganya miring meskipun menunya ya hanya itu-itu saja Saya percaya dengan yang dikatakan pedagang, kalau barangnya bagus bilang bagus kalau kurang bagus bilang kurang bagus. Seperti kemaren pas saya mau beli es degan pedagangnya bilang degannya gak terlalu bagus tapi karena sudah percaya dan hubungan sudah dekat dengan pedagang ya saya tetap beli disitu, gak enak mbak kalau beli di tempat lain. Sungkan, sudah kenal dekat soale. Karena harga menyesuaikan kantong mbak..hehehe….
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9.
Apakah anda berlangganan membeli kepada PKL tertentu? Bagaimanakah pendapat anda mengenai hubungan PKL dengan sesama PKL?
Kalo dibilang berlangganan bisa iya bisa tidak mbak, soalnya ya seringnya mangkal di satu tempat tapi kadang suka coba-coba juga ke PKL yang lain, tapi untuk prioritas ya tetap disini mbak soalnya sama bakulnya sdh kenal sih Kalo saya lihat sih baik mbak, yang sering saya lihat ya budaya nempil itu mbak, berarti kan hubungannya terlihat saling bantu membantu
Nama Informan Aditya
Hari/tanggal Minggu, 23 Oktober 2011
Waktu 19.00 – 20.30 WIB
Tempat Lapak Dagangan Angkringan di sekitar alun-alun Ngawi
No Pertanyaan Jawaban 1. 2. 3. 4. 5.
Siapakah nama anda dan berapa usia anda? Apakah pekerjaan anda? Dimanakah anda tinggal? Apakah anda mengenal dengan baik PKL ? Apakah anda puas dengan pelayanan yang diberikan oleh PKL?
Nama Aditya Yudha, biasa dipanggil Adit umur 29 tahun. Wira usaha mbak, punya usaha warnet dan laundry kecil-kecilan di rumah. Rumah dekat mbak, di Perumahan Lawu Indah Gg. II No. 13. Rata-rata kalo anak muda sini yang sering cangkrukan ya sudah kenal mbak sama pemilik warung, soalnya anak muda sini kalo sudah nyangkruk di satu angkringan ya rata-rata ga mau pindah ke angkringan lain, apalagi kalo sudah punya komunitas Standart lah mbak, kalo kita sih anak muda ngangkring itu ya wahana untuk gathering saja, kumpul bareng komunitas, ngobrol ngalor-ngidul sambil rokok’an dan minum kopi ato es, jadi pelayanan dari pemilik angkringan asalkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6. 7. 8. 9.
Apakah anda percaya dengan kualitas barang yang diungkapkan oleh PKL? Mengapa anda memilih membeli/berbelanja di PKL? Apakah anda berlangganan membeli kepada PKL tertentu? Bagaimanakah pendapat anda mengenai hubungan PKL dengan sesama PKL?
orangnya ramah dan mau kita tempatin lama-lama ya sudah baik pelayanannya..hehehe… Ya percaya mbak, lha wong Cuma itu-itu saja dagangannya. Kecuali kalo ada yang jual rica-rica ato sate tusuk itu kadang saya sangsi juga dengan bahannya. Iya karena bawaannya santai mbak, ga kesusu bisa ngangkring lama-lama, coba kalo ngumpul di café ato restoran, habis makan lak keburu diusir sama pemilik café ato restorannya.. Saya tergantung komunitas mbak, kalo teman-teman suka mangkal disini ya ikut-ikutan, tapi tak tertutup juga untuk mencoba angkringan yang lain Sesama PKL di Ngawi saya lihat ya masih saling bantu membantu lah, persaingan ada tapi tidak terlalu mencolok
4. Pemerintah Daerah
Nama Informan Pegy Yudho
Hari/tanggal Rabu, 19 Oktober 2011, Jumat, 4 November 2011
Waktu 13.00 – 14.30 WIB
Tempat Kantor Satpol PP Kabupaten Ngawi
No Pertanyaan Jawaban 1. 2.
Bagaimanakah arah kebijakan Pemda Ngawi terhadap perkembangan PKL di Kabupaten Ngawi?
Arah kebijakan lebih kepada pembinaan PKL yang sudah ada dan bukan kepada pelestarian. Kita berharap PKL dapat menjalankan aturan yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Kita sebagai penegak perda melakukan pengawasan pelaksanaannya di lapangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. 4.
Pernahkah ada konflik terkait PKL di Kabupaten Ngawi? Bagaimanakah upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk tetap menjaga ketertiban dan keamanan terkait PKL benarkah masih ada pungli dari orang yang tidak bertanggungjawab? Apakah pernah ada upaya penertiban PKL yang dilakukan oleh Pemda?
Konflik yang terjadi tergolong konflik kecil dalam artian konflik antar pedagang dengan permasalahan yang remeh, seperti kesalah fahaman dan perebutan tempat berdagang. Tetapi permasalahan tersebut segera bisa diselesaikan dengan kekeluargaan, dengan satpol sebagai mediatornya. Upaya pemerintah yang pertama adalah menetapkan aturan, terkait dengan hak dan kewajiban dari PKL itu sendiri. Kemudian menetapkan jenis sangsi dan hukumannya. Memberikan teguran kepada mereka yang melanggar serta pembinaan secara berkala kepada PKL. Upaya meningkatkan rasa kekeluargaan dengan mengadakan acara secara bersama-sama, kadang kami juga diundang sebagai nara sumber pada pertemuan paguyuban. Dan mengadakan kerja bakti membersihkan alun-alun bersama-sama. Jika kekeluargaan dan rasa memiliki kuat maka akan ada upaya untuk saling menjaga satu sama lain. Keamanan akan terbentuk dengan sendirinya. Terkait masalah pungli kami sudah mulai untuk menertibkan, penarik pungli kebanyakan dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Untuk pungli dari anggota kami, segera kami tindak dengan tegas. Memang ada tetapi oknum-oknum tersebut sudah mendapatkan sangsi sesuai dengan aturan yang ada. Penarik pungli biasanya menarik para PKL yang lemah, mereka yang tidak masuk sebagai anggota paguyuban serta terletak jauh dari keramaian. Sebenarnya dalam aturan sudah tercantum dengan jelas tindakan apa yang harus dilakukan, tetapi dalam pelaksanaannya di lapangan masih ada ewuh pakewuh. Rasa sungkan kepada para PKL karena kita tahu bahwa itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5.
Bagaimanakah sikap dari PKL terhadap upaya penertiban atau pelaksanaan aturan-aturan terkait dengan PKL? Apakah upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam rangka membatasi perkembangan PKL di Kabupaten Ngawi? Bagaimanakah hubungan PKL dengan pemerintah daerah terutama dengan satker terkait?
merupakan usaha mereka untuk mencari nafkah. Sehingga dalam pelaksanaannya lebih kepada pembinaan bukan hukuman. Sehingga diharapkan untuk kedepannya para PKL dapat mengikuti peraturan yang ada. Pada umumnya mereka menaati dengan baik dan mengikuti aturan-aturan yang ada. Jikalau ada pedagang yang memberontak itu sudah biasa, tetapi jumlah mereka sedikit dan ketika sudah dilaksanakan pendekatan secara intensif akhirnya mereka dapat mengerti juga. Kami lebih menggunakan cara-cara persuasive Langkah utama yaitu dengan menentukan area yang dapat dijadikan lokasi berdagang bagi PKL. Diharapkan dengan pembatasan lokasi tersebut dapat menekan perkembangan PKL. Sehingga tidak mempengaruhi tata kota yang sudah ada, Jika mulai tumbuh lagi pedagang bukan pada tempat yang semestinya maka akan diadakan penertiban dan pembinaan. Hubungan tentu saja baik, selama aturan diataati maka tidak akan ada permasalahan yang timbul. Kami hanya petugas penegak perda, dan mereka berdagang untuk mencari nafkah. Jika semua bisa menjalankan peran dan tugas serta fungsi masing-masing maka kondisi akan terjaga dengan baik. Memang untuk urusan perut lebih sensitive, kami juga menyadari itu. Oleh sebab itu jika ada permasalahn yang timbul sebisa mungkin kami selesaikan dengan kekeluargaan. Karena jika tidak dapat menyulut emosi dari PKL sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Nama Informan Drs. Setianto
Hari/tanggal Jumat, 28 Oktober 2011
Waktu 13.00 – 14.30 WIB
Tempat Kantor Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Ngawi
No Pertanyaan Jawaban 1. 2. 3. 4. 5.
Bagaimanakah arah kebijakan Pemda Ngawi terhadap perkembangan PKL di Kabupaten Ngawi? Pernahkah ada konflik terkait PKL di Kabupaten Ngawi? Apakah upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam rangka membatasi perkembangan PKL di Kabupaten Ngawi? Bagaimanakah hubungan PKL dengan pemerintah daerah terutama dengan satker terkait? Apakah ada bantuan/kredit modal yang diberikan kepada PKL?
Kebijakan pemerintah daerah terutama dinas pasar lebih kepada memberikan fasilitas dan pembinaan. Kita tidak berharap adanya penambahan jumlah PKL karena bagaimanapun PKL menempati ruang-ruang public, jika nanti PKL semakin menjamur akan jadi masalah juga untuk tata kota. Permasalahan biasa terjadi terkait bantuan, karena bantuan tidak bisa diberikan secara merata. Pemberian bantuan secara bergiliran, ada juga pedagang yang belum mendapat giliran protes kepada kami. Namun setelah dijelaskan mereka akhirnya memahami. Dari dinas pasar berusaha untuk memberika ketrampilan bagi mereka para PKL. Sehingga diharapkan dengan ketrampilan yang mereka miliki mereka bisa berupaya untuk membuka usaha yang lain yang lebih menghasilkan Hubungan dengan PKL baik, kami selaku salah satu dinas yang ikut menangani PKL berusaha untuk memberikan pembinaan kepada para PKL. Pembinaan tersebut dapat berupa pemberian pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan skill mereka. Bantuan selama ini dari bantuan social pemerintah daerah yang kemudian dijadikan sebagai modal pembentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6.
Bagaimanakah teknis pendistribusian bantuan tenda kepada PKL?
koperasi sebesar Rp. 30.000.000,- Diharapkan dengan dana yang dikelola oleh PKL sendiri dapat benar-benar mencapai sasaran. Kami bekerjasama dengan dinas koperasi memberikan pembinaan, pelatihan mengenai administrasinya. Untuk perkembangan modal juga kami pantau. Bnatuan yang paling baru yaitu 50 buah tenda dari kementerian perdagangan. Tenda-tenda tersebut kami berikan kepada PKL terutama kepada mereka yang berdagang di tempat-tempat strategis dan memang membutuhkan. Kami harapkan dengan adanya tenda yang seragam dapat meningkatkan niali estetika dari PKL itu sendiri. Untuk pendistribusian di sekitar alun-alun ngawi memang kami serahkan kepada paguyuban. Karena lebih mudah untuk koordinasinya. Untuk pendistribusian bantuan tenda kepada PKL di sekitar alun-alun kota kami koordinasikan dengan ketua paguyuban PKL. Dengan tujuan supaya benar-benar menyasar kepada mereka yang membutuhkan. Tetapi kami juga melakukan cros cek di lapangan apakah sesuai dengan kriteria atau tidak. Selain itu kami juga akan selalu memberikan bantuan secara bergilir, sehingga tidak dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
LAMPIRAN III
DOKUMENTASI
1. Aktivitas Pedagang Kaki Lima (PKL) sehari-hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Penertiban oleh Satpol PP