nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab al-adzkar...
TRANSCRIPT
1
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM KITAB AL-ADZKAR KARYA IMAM NAWAWI
SKRIPSI
Disusun guna memperoleh gelar
sarjana (S1) Pendidikan Agama Islam
Disusun Oleh :
NGUMDATUL QORI’
NIM: 111-13-025
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
2
3
4
5
6
7
MOTTO
الأدب فوق العلم
“Orang yang Mempunyai Adab Sopan Santun itu di Atas Orang yang
Mempunyai Ilmu yang Tidak Mempunyai Adab Sopan Santun”
(K. M. Chalim AS)
كرولى ول تكفرون كم واش كر كرونى أذ فاذ
“Hendaklah kalian mengingat-Ku maka Aku akan mengingat kalian dan bersyukurlah kalian pada-Ku dan
janganlah kalian ingkar.” (QS. Al-baqarah: 152)
8
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan tidak ada halangan suatu apapun
2. Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi panutan dan suri tauladan yang
baik bagi seluruh umat Islam
3. Keluarga tercinta Ayahanda Sarwan dan Ibunda Laswati yang tidak bosan
mendoakan saya, dan yang telah mendidik dan merawat dengan penuh
kerelaan dan pengorbanan baik secara lahir maupun batin dengan iringan
doa restunya
4. Seluruh keluarga besar (Sri purnatun, Muhammad Shidiq, Siti Chasanatun,
Ahmad Nurrochim) yang selalu memberi dorongan dan motivasi kepada
saya
5. Kepada Bapak Kyai M. Chalim AS dan Kyai M. Khazim AS serta Bapak
Kyai Khoirul Umam selaku Pengasuh Pondok Pesantren Putri Darul ‘Ulum
Reksosari, Suruh, Kab. Semarang yang selalu menasehati saya dan selalu
membimbing serta mendidik saya, sehingga ada semangat dan motivasi
dalam pembuatan skripsi ini
6. Alm. Bapak Prof. Dr. M. Zulfa, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang selalu membimbing saya selama 4 tahun. Semoga amal
beliau diterima disisi Allah SWT
7. Ibu Dra. Ulfah Susilawati, M.SI. selaku pembimbing sekaligus sebagai
motivator serta pengaruh sampai selesainya penulisan skripsi ini
8. Seluruh sahabat-sahabat saya khususnya yang ada di Ponpes Putri Darul
‘Ulum Reksosari, Suruh, Kab. Semarang yang selalu memberikan
semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Kawan-kawan
seperjuangan angkatan 2013 yang telah memberikan motivasi dan semangat
belajar
9. Seseorang yang spesial, yang akan menemani hari-hari saya kelak dikala
senang maupun susah
9
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بسم الله الر
Segala puji bagi Allah SWT atas Rahmat, Taufiq , dan Hidayah serta
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih
jauh dari kesempurnaa. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW, sebagai suri tauladan kita untuk mencapai
kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Penulis menyadari bahwa selesainya
penulisan karya tulis sederhana ini berkat motivasi, bantuan, dan bimbingan dari
berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:
Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN
AKHLAK DALAM KITAB AL-ADZKAR KARYA IMAM
NAWAWI”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
sarjana progam studi Pendidikan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Institut
Agama Islam Negeri (IAIN).
Dalam menyusun skripsi ini penulis telah menerima bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M, Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
10
11
ABSTRAK
Ngumdatul Qori. 2017. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-adzkar
Karya Imam Nawawi. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing:
Dra. Ulfah Susilawati, M.SI.
Kata Kunci: Nilai-nilai Pendidikan Akhlak
Sesungguhnya pendidikan akhlak menjadi bagian yang penting dalam
substansi pendidikan Islam sehingga Al-qur’an menganggapnya sebagai rujukan
terpenting bagi seorang muslim dan umat manusia seluruhnya. Akhlak adalah
buahnya Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia, dan
akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok. Tanpa akhlak, yang
merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi individu dan masyarakatnya,
maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan kehidupan hewan dan binatang. Inti
dari ajaran Islam adalah akhlak mulia yang bertumpu pada hubungan yang
harmonis dan seimbang antara manusia dan Tuhan, dan antara manusia dengan
manusia. Demikian ajaran yang dibawa Rasulullah Saw pada intinya adalah
menyempurnakan akhlak yang mulia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dan mengkaji apa saja nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-adzkar karya Imam
Nawawi. Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: 1)
Mengetahui Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-adzkar dan 2)
Mengetahui relevansi nilai pendidikan akhlak dalam Kitab Al-adzkar dalam
kehidupan manusia.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan jenis
penilaian library research, yaitu penelitian tersebut dengan mengumpulkan data-
data yang diperlukan yang ada hubungannya dengan objek penelitian, baik yang
primer (kitab Al-adzkar), sekunder (Terjemah Kitab Al-adzkar), maupun tersier
(kitab-kitab dan buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian
dicari dari sumber kepustakaan). Adapun teknis analisis data menggunakan metode
Content Analysis dan Reflektic Thinking.
Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-
adzkar karya Imam Nawawi ini sangat dibutuhkan bagi semua manusia sekarang
ini. Ciri pemikiran Imam Nawawi dapat digolongkan dalam corak yang praktis
yang tetap berpegang teguh pada Al-qur’an, Hadis maupun atsar para Ulama’.
Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-adzkar dibagi menjadi 6, 1)
Pendidikan akhlak terhadap Allah SWT. 2) Pendidikan akhlak terhadap Rasulullah
SAW. 3) Pendidikan akhlak terhadap Al-qur’an. 4) Pendidikan akhlak terhadap
sesama manusia. 5) Pendidikan akhlak terhadap diri sendiri 6) Pendidikan tata cara
melakukan aktivitas sehari-hari. Relevansi nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-
adzkar yaitu pendidikan akhlak tidak hanya terhadap sesama muslim tetapi bersifat
universal (menyeluruh) terhadap seluruh umat manusia karena setiap manusia itu
benar-benar harus mempunyai pendidikan akhlak yang baik, baik pendidikan
akhlak terhadap Tuhannya maupun terhadap sesama manusia.
12
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN BERLOGO ............................................................................... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................... v
MOTTO .......................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
ABSTRAK ...................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masala................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6
D. Manfaat penelitian ......................................................................... 6
E. Penegasan istilah ........................................................................... 8
F. Metode penelitian ......................................................................... 11
G. Kajian penelitian yang relevan ...................................................... 13
H. Sistematika penulisan skripsi ........................................................ 14
13
BAB II NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DAN RUANG
LINGKUPNYA
A. Nilai Pendidikan Akhlak ............................................................. 16
1. Pengertian Nilai ...................................................................... 16
2. Pengertian Pendidikan ............................................................ 17
3. Pengertian Akhlak .................................................................. 19
B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak .............................................. 25
1. Akhlak terhadap Allah SWT .................................................. 25
2. Akhlak terhadap sesama manusia .......................................... 26
a. Akhlak terhadap Rasulullah SAW .................................... 26
b. Akhlak terhadap orang tua ................................................ 27
c. Akhlak terhadap guru ........................................................ 27
d. Akhlak terhadap tetangga dan masyarakat ........................ 27
3. Akhlak terhadap lingkungan ..................................................... 28
BAB III BIOGRAFI IMAM AN-NAWANI
A. Riwayat Hidup Imam Nawawi ...................................................... 30
B. Latar Belakang Penulisan Kitab Al-adzkar ................................... 34
C. Sistematika Penulisan Kitab Al-adzkar An-nawawi ...................... 37
D. Guru-guru Imam Nawawi ............................................................. 39
E. Murid-murid Imam Nawawi ......................................................... 40
14
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
KITAB AL-ADZKAR KARYA IMAM AN-NAWAWI
A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-adzkar Karya Imam An-
nawawi ..........................................................................................
1. Pendidikan Akhlak terhadap Allah SWT ............................... 44
2. Pendidikan Akhlak terhadap Rasulullah SAW ...................... 45
3. Pendidikan Akhlak terhadap Al-qur’an ................................. 46
4. Pendidikan Akhlak tehadap sesama manusia ......................... 47
5. Pendidikan Akhlak Terhadap diri sendiri .............................. 51
6. Pendidikan Tata cara melakukan aktivitas sehari-hari ........... 53
B. Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak Kitab Al-adzkar dalam kehidupan
sehari-hari
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 68
B. Saran .............................................................................................. 71
C. Penutup .......................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan Agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad
SAW sebagai pedoman hidup dan petunjuk bagi manusia serta pendidikan
bagi manusia seluruh alam. Islam sangat memperhatikan segala bentuk
aspek yang dikerjakan manusia, mulai dari hal kecil sampai dengan hal yang
besar. Baik aspek yang berhubungan dengan Allah SWT maupun dengan
sesama manusia. Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad
SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kesejahteraan umat Islam baik
secara lahir maupun batin.
Setiap insan yang dilahirkan di dunia ini, sangat membutuhkan
peran orang lain. Oleh karena itu, mulai sejak kecil manusia sudah
membutuhkan peran orang tuanya sendiri baik yang bersifat material
maupun spiritual termasuk akhlak kepada sang pencipta (Allah SWT) dan
kepada sesamaa manusia. Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia
menempati posisi yang sangat penting, karena akhlak merupakan mutiara
kehidupan yang membedakan antara makhluk ciptaan Allah yang berupa
manusia dan makhluk lainnya. Jika suatu Negara yang masing-masing
penduduknya sudah tidak mempunyai akhlak, maka kehidupan bangsa dan
masyarakat menjadi rusak.
16
Ajaran Islam banyak sekali memuat ajaran-ajaran pembentukan
akhlak mulia, karena hal tersebut merupakan misi Islam, sebagaimana bunyi
hadis Rasul: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
mulia.” Dan Rasulullah diutus untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Keberadaan mulsim di dunia pada dasarnya ialah dilihat dari akhlaknya.
Ketaatan beribadah saja tidak cukup, jika tidak diikuti kemuliaan akhlak.
Dengan akhlak, manusia berbeda dengan hewan, dan dengan akhlak
kehidupan di muka bumi ini dapat berjalan dengan baik, selamat sejahtera
dari bahaya anarkisme. Dengan ilmu pengetahuan saja belum cukup, apalagi
kalau ilmu itu sebagaimana yang sering terjadi, menjadi bumerang bagi
kehidupan manusia sendiri. Oleh karena itu sangat tepat Nabi Muhammad
SAW membawa misi akhlak untuk mengajarkan umat manusia kepada
akhlaqul karimah. Melihat kondisi akhlak masyarakat yang semakin
menurun, maka sudah selayaknya memiliki visi akhlak yang mampu
menjawab kebutuhan masyarakat. Etika acap kali digagas sebagai aturan
yang menuntun sebagian masyarakat belaka. (Mansur, 2005: 234)
Sesungguhnya pendidikan akhlak menjadi bagian yang penting pula
dalam substansi pendidikan islam sehingga al-Qur’an menganggapnya
sebagai rujukan terpenting bagi seorang muslim, rumah tangga islami,
masyarakat islami dan umat manusia seluruhnya. Akhlak adalah buahnya
Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia, dan
akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok. Tanpa akhlak,
yang merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi individu dan
17
masyarakatnya, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan kehidupan
hewan dan binatang. (Hafidz dan Kastolani, 2009: 107)
Akhlak dimaknai sebagai perbuatan yang dilakukan dengan
kesadaran, tanpa pemaksaan, tanpa berfikir panjang, karena sudah tertanam
begitu dalam pada diri seseorang, sebagaimana yang diungkapkan oleh al-
Jurjani, mengemukakan pendapat bahwa akhlak adalah suatu sifat yang
tertanam pada diri manusia, yang terlahir dari perbuatan-perbuatan yang
mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung. Akhlak dalam
perspektif Islam merupakan sekumpulan prinsip dan kaidah yang
mengandung perintah dan larangan dari Allah Swt. Akhlak Islam adalah
nilai-nilai yang utuh, yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang
ditujukan untuk kebaikan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
(Mahmud, 2004: 81-82)
Pendidikan akhlak dalam ajaran agama Islam merupakan kaidah
untuk mengerjakan perbuatan baik yang tertera dalam al-Qur’an dan al-
Hadits. Abuddin Nata mengatakan bahwa “inti dari ajaran Islam adalah
akhlak mulia yang bertumpu pada hubungan yang harmonis dan seimbang
antara manusia dan Tuhan, dan antara manusia dengan manusia. Demikian
ajaran yang dibawa Rasulullah Saw pada intinya adalah menyempurnakan
akhlak yang mulia. (Abudin Nata, 2003: 8)
Lisan mempunyai kedudukan tersendiri di antara anggota tubuh
lainnya. Lisan bisa menjadi bencana bagi pemiliknya jika dia berlaku buruk
saat mennggunakannya. Tetapi lisanpun bisa menjadi nikmat yang besar
18
dan anugerah yang agung jika dia dapat menggunakannya dengan baik.
Lisan yang bentuknya kecil, ketaatan dan pengingkarannya bisa besar.
Kejelasan antara iman dan kufur tidak dapat diketahui hanya dengan
persaksian lisan, iman dan kufur ini sebagai symbol ketaatan dan
kemaksiatan. (Fachruddin, 1997: 32)
Rasulullah SAW bersabda, “Maukah aku ceritakan kepada kalian
tentang amal perbuatan yang paling baik buat kalia, paling suci (berharga)
di sisi kalian, paling banyak mengangkat derajat kalian, dan lebih baik bagi
kalian ketimbang menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik bagi
kalian dari pada perang menghadapi musuh kalian, dimana kalian sering
memukul leher.” Nabi bersabda, “Berdzikirlah kepada Allah SWT”. (HR.
Tirmidzi dan Ibnu Majjah)
Dalam hadis tersebut Rasulullah SAW mewasiatkan pentingnya
berdzikir. Dzikir lebih mulia dari pada yang disebutkan pada hadis tersebut,
karena dzikir itu bicara niat dan tujuan yang jelas kepada Allah SWT,
sedang infaq dan perang itu bicara tentang perbuatan yang belum tentu jelas
karena Allah SWT atau karena lainnya. Sehingga kalau orang yang berinfaq
dan berperang itu menjadi mulia kalau niatnya karena Allah semata.
Sedangkan dzikir yang mulia adalah dzikir yang diartikan mengingat Allah
SWT kapan dan dimanapun berada. Karena itu seseorang yang berdzikir,
senantiasa melakukan semua perbuatannya dalam rangka mengingat Allah.
(Abu, 2002: 3-5)
Allah berfirman dalam QS.Ar-ra’d: 28:
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi
tentram”
Maka bagi mereka yang menginginkan ketentraman jiwa maka
tanamkan dzikir dalam setiap amalnya, baik melalui hati, lisan maupun
19
perbuatan. Hal itu karena mereka tahu ujung pangkalnya hidup, yaitu Allah
SWT. Bagi mereka yang senantiasa mengingat Allah maka dapat
memahami sejauh mana yang Allah berikan kepadanya. (Abu, 2002: 9)
Dalam kitab al-Adzkar karya Imam Nawawi banyak dijelaskan
bagaimana etika yang harus dilakukan oleh ummat Islam mulai dari bangun
tidur sampai tidur lagi, seperti halnya etika saat bangun tidur, masuk kamar
mandi, keluar kamar mandi, masuk rumah, keluar rumah, masuk masjid,
keluar masjid, bahkan etika bertutur kata yang baik terhadap sesama
manusia, dan masih banyak lagi etika-etika yang berada di dalam kitab al-
Adzkar, bukan saja etika terhadap sesama manusia tetapi juga etika
terhadap Allah SWT maupun terhadap diri sendiri.
Rasa ingin tahu dari penulis, untuk lebih mendalami kitab al-Adzkar,
sejarah mencatat bahwa Kitab al-Adzkar dikarang oleh Imam Nawawi yang
lahir di daerah Nawa merupakan salah satu karya yang masyhur dikalangan
masyarakat. Bagi yang faham dengan bahasa arab, tentu uraian kata-kata
yang ada di dalam Kitab tersebut dapat dipahami inti dan maksud dari kitab
tersebut. Umumnya yang mengerti mereka menjalankan apa yang ada di
dalam Kitab al-Adzkar tersebut.
Dari uraian di atas, penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang nilai-
nilai pendidikan akhlak terhadap pemikiran Imam Nawawi melalui karya-
karya-karyanya yang cukup familiar yaitu kitab al-Adzkar yang didalamnya
terurai tentang dzikir dan pendidikan akhlak. Untuk itu maka penulis
mencoba untuk menyusun sebuah skripsi yang berjudul: NILAI-NILAI
20
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-ADZKAR KARYA IMAM
NAWAWI, dengan harapan semoga dapat memberikan manfaat dan
kontribusi terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja nilai-nilai pendidikan akhlak di dalam kitab Al-Adzkar karya
Imam Nawawi?
2. Bagaimanakah Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak pada kitab al-
Adzkar dalam kehidupan manusia ?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak di dalam kitab al-
Adzkar karya Imam Nawawi.
2. Mengetahui Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak pada kitab al-Adzkar
dalam kehidupan manusia.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa
manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian pendidikan akhlak ini diharapkan dapat memberikan
manfaat secara teoritis, yaitu dapat memperbaiki akhlak bangsa
terutama bagi kaum muda. Selain itu diharapkan juga dapat menambah
21
pengetahuan dan pengalaman bagi penulis pribadi, teman-teman dan
semua yang membacanya. Dan memberikan kontribusi pemikiran dalam
upaya meningkatkan pengetahuan tentang kajian sejarah perjalanan
Nabi Muhammad SAW dan juga pengetahuan tentang sejarah islam,
sehingga dapat diketahui bagaimana proses perjalanan hudup Nabi
Muhammad SAW. Dengan demikian diharapkan bagi setiap individu
dalam keadaan tertentu dapat mengambil pelajaran dari sifat-sifat
Rosulullah SAW sebagai suritauladan, baik untuk mengarungi hidup
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Manfaat praktis
Sebagai sumbangan fikiran dalam bentuk tulisan yang berbentuk
karya ilmiah bagi lembaga IAIN Salatiga guna dapat dimanfaatkan oleh
mahasiswa IAIN Salatiga maupun mahasiswa dari lembaga lain yang
sekiranya membutuhkan wawasan luas dalam pembuatan karya ilmiah,
maupun untuk berbagai pihak yang memerlukannya, khususnya bagi
umat islam dalam rangka memperbaiki akhlak yang belum sesuai
dengan kriteria islam yang sesungguhnya.
Sebagaimana tujuan dari visi dan misi Rasulullah SAW diutus di
muka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak kaum muslimin dan
muslimat. Dan penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan bagi penulis dan mahasiswa jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI) IAIN Salatiga khusunya maupun mahasiswa
jurusan yang lainnya dan para pembaca umumnya.
22
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kekeliruan dalam menafsirkan maupun
memahami karya ilmiah ini maka penulis kemukakan pengertin dan
penegasan judul skripsi ini sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Akhlak
Nilai adalah sesuatu yang dianggap baik, disukai, dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang, sehingga
preferensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatannya. Nilai
juga bisa diartikan sebagai suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan
yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang
khusus kepada pola pemikiran perasaan, keterikatan, maupun perilaku.
(Ensiklopedia, 2009: 106)
Dari pengertian nilai di atas dapat difahami bahwa nilai adalah
sesuatu yang abstrak, ideal, dan menyangkut persoalan keyakinan
terhadap yang dikehendaki, dan memberikan corak pada pola pikiran,
perasaan, dan perilaku. Dengan demikian untuk melacak sebuah nilai
harus melalui pemaknaan terhadap kenyataan lain berupa tindakan,
tingkah laku, pola pikir dan sikap seseorang atau sekelompok orang.
Dalam bahasa Indonesia disebut pendidikan, yang berarti proses
mendidik. Kata mendidik dan pendidikan adalah dua hal yang saling
berhubungan. Dari segi bahasa, mendidik adalah jenis kata kerja,
sedangkan pendidikan adalah kata benda. Kalau kita mendidik kita
melakukan suatu kegiatan atau tindakan. Kegiatan menunjuk adanya
23
dua aspek yang harus ada didalamnya, yaitu pendidik dan peserta didik.
Jadi mendidik adalah merupakan suatu kegiatan yang mengandung
komunikasi antara dua orang atau lebih.
Menurut UU. No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatanspritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara.
Menurut Bojonegoro pendidikan adalah memberikan tuntunan
kepada manusia yang belum dewasa untuk menyiapkan agar dapat
memenuhi sendiri tugas hidupnya atau dengan secara singkat
pendidikan adalah tuntunan kepada pertumbuhan manusia mulai lahir
sampai tercapainya kedewasaan, dalam arti jasmaniyah dan rukhaniyah.
Pendidikan adalah aktivitas bimbingan yang disengaja untuk mencapai
kepribadian yang luhur, baik yang berkaitan dengan dimensi jasmani,
rohani, akal maupun moral. (Ekosusilo, 1990: 14)
Kata akhlak berasal dari bahasa arab (akhlaqun), jamak dari
kholaqun. Yang secara etimologi berasal dari budi pekerti, tabiat,
perangai, adat kebiasaan, perilaku dan sopan santun. (Rifa’I Jamhari,
1969: 59) Menurut Zahrudin AR, kata akhlak yang dikaji dalam
pendekatan etimologi mengatakan bahwa akhlak artinya budi pekerti,
24
perangai, tabiat atau tingkah laku. (Zahruddin, 2004: 1) Ishaq Shalih
dalam bukunya “Akhlak dan Tasawuf “ menyatakan bahwa: “akhlak
berasal dari bahasa arab yang mengandung segi-segi persamaan dengan
kata khaliq dan makhluk”. (Ishaq, 1998: 1)
2. Kitab Al-adkar
Al-adzkar merupakan bentuk jama’ dari lafadz dzikrun yang
artinya beberapa dzikir. Sedangkan dzikir sendiri berakar pada kata
dzakara yang berarti mengingat, menyebut dan mengucapkan. Adapun
secara terminologi yang dimaksud dengan dzikir yaitu menyebut atau
mengingat nama-nama Allah sebagai bentuk dalam rangkaian dalam
beribadah, sebagaimana yang dilakukan para sufi atau amalan-amalan
yang dikerjakan dalam tariqat, sebagai bentuk aktivitas untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Al-adzkar adalah kitab kumpulan doa karya Imam Nawawi,
buku ini menjadi salah satu kitab rujukan dan buku induk berkenaan
tentang doa dan dzikir yang populer di dunia Islam. Kitab ini memuat
sekitar 1324 Doa dan Dzikir. Di kalangan masyarakat Islam kitab ini
lebih dikenali dengan nama Kitab Al-adzkar An-nawawiyyah. Dalam
kitab ini, Imam Nawawi rahimahullah menghimpunkan hadis-hadis
yang menyebutkan doa-doa dan dzikir-dzikir dari pada Nabi SAW.
Maka, kitab ini sangatlah bermanfaat bagi siapa yang mau mengetahui
dan mendalami doa-doa harian dan dzikir-dzikir harian yang terdapat
25
dalam hadis-hadis Rasulullah SAW berserta adab-adab dan
etikanya. (Http://kitabAl-adzkar.or.id)
3. Imam Nawawi
Nama lengkap Imam Nawawi adalah Al-imam Al-faqih Al-
muhaddits Muhyiddin Abu Zakariya Yahya Ibn Syaraf An-nawawi, ia
adalah salah seorang ulama besar madzhab Syafi’i. Ia lahir di
desa Nawa, dekat kota Damaskus, pada tahun 631 H dan wafat pada
tahun 24 Rajab 676 H. Ia adalah seorang pemikir muslim di bidang fiqih
dan hadits. Imam Nawawi pindah ke Damaskus pada tahun 649 H dan
tinggal di Distrik Rawahibiyah. Semasa hidupnya beliau selalu
menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, menulis kitab, menyebarkan
ilmu, ibadah, wirid, puasa, dzikir, sabar atas terpaan badai kehidupan.
(Http://ProfilImamNawawi.or.id)
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penilaian
kepustakaan (library research), karena semua yang digali adalah
bersumber dari pustaka dan yang dijadikan obyek kajian adalah hasil
karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran.
26
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan metode library research (penelitian
kepustakaan) maka peneliti menggunakan teknik yang diperoleh dari
perpustakaan dan dikumpulkan dari kitab-kitab dan buku-buku yang
berkaitan dengan objek penelitian. Yang terdiri dari tiga sumber:
a. Sumber primer, adalah sumber yang langsung berkaitan dengan
permasalahan yang didapat yaitu: kitab Al-adzkar
b. Sumber sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber
pendukung untuk memperjelas data primer, yaitu Terjemahan kitab
Al-adzkar
c. Sumber tersier, dalam penelitian ini, data tersiernya penulis
mengambil dari kitab-kitab, buku-buku dan media elektronik seperti
internet yang mendukung objek penilitian.
3. Teknik Analisis Data
Yaitu penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu dengan
jalan memilah-milah antara pengertian satu dengan pengertian yang lain
untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.
Ada pun metode yang digunakan untuk menganalisis masalah adalah
sebagai berikut:
a. Metode Content Analysis
Metode Content Analysis (analisis isi) menurut Weber
sebagaimana dikutip oleh Soejono dalam bukuya yang berjudul:
27
Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, adalah:
“metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur
untuk menarik kesimpulan yang shahih dari sebuah buku atau
dokumen”. Dengan teknik analisis ini penulis akan menganalisis
terhadap makna ataupun isi yang terkandung dalam ulasan-ulasan
kitab Al-adzkar dan kaitannya dengan nilai-nilai pendidikan akhlak
terpuji dan tercela.
b. Metode Reflektic Thinking
Metode Reflektic Thinking yaitu berfikir yang prosesnya
mondar-mandir antara yang emperi dengan yang abstrak. Emperi
yang khusus dapat saja menstimulasi berkembangnya yang abstrak
yang luas, dan menjadikan mampu melihat relevansi emperi pertama
dengan emperi-emperi yang lain yang termuat dalam abstrak baru
yang dibangunnya. Metode ini digunakan untuk melihat relevansi
antara kitab Al-adzkar dan nilai-nilai pendidikan akhlak.
G. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang memiliki relevansi terhadap penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Skripsi M. Kafabi Isna dari IAIN Salatiga dengan judul “Nilai-nilai
Pendidikan Akhlak dalam Kitab Sullamut Taufiq Karya Imam
Muhammad Nawawi” yang menjelaskan tentang nilai-nilai pendidikan
28
akhlak yang terkandung dalam Kitab Sullamut Taufiq karya Imam
Nawawi.
2. Skripsi Saiful Amri dari IAIN Salatiga dengan judul “Nilai-nilai
Pendidikan Akhlak dalam Kitab Khulashah Nurul Yaqin karya
Muhammad Khudhari Bek” yang menjelaskan tentang nilai-nilai
pendidikan akhlak yang terkandung dalam Kitab Khulashah Nurul
Yaqin karya Muhammad Khudhari Bek.
3. Skripsi Sri Widayati dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam
Al-Qur’an (Telaah Surat ‘Abasa Ayat 1-10)” yang menjelaskan tentang
nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam Al-qur’an (Telaah
Surat ‘Abasa Ayat 1-10).
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan yang penulis maksud di sini adalah
sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini
menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini
bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud
penulisan skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan, menguraikan tetang: Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode
Penelitian, Penegasan Istilah, dan Sistematika Penulisan sebagai gambaran
awal dalam memahami skripsi ini.
29
BAB II: Nilai pendidikan akhlak dan ruang lingkupnya,
menguraikan tentang Pengertian Nilai Pendidikan Akhlak dan Ruang
Lingkup Pendidikan Akhlak.
BAB III: Biografi Imam Nawawi, menguraikan tentang: Biografi
Imam Nawawi yang meliputi riwayat kelahiran, Latar Belakang Penulisan
Kitab Al-adzkar, Sistematika Penulisan Kitab Al-adzkar, Guru-guru, Murid-
murid, dan Karya-karya Imam Nawawi. .
BAB IV: Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-
adzkar dan Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-adzkar
dalam Kehidupan Manusia.
BAB V: Penutup, menguraikan kesimpulan, saran dan penutup.
30
BAB II
NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DAN RUANG LINGKUPNYA
C. Nilai Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehinnga
prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-
perbuatannya. (Ensiklopedi Pendidikan, 2009: 106)
Untuk memahami makna hakikat nilai, berikut ini dikemukakan
beberapa pengertian nilai:
a. Menurut Purwadarminta, Nilai diartikan sebagai sifat-sifat (hal-hal)
yang penting dan berguna bagi kemanusiaan.
b. Menurut Muhaimin dan Abdul Majid Nilai merupakan sesuatu yang
praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan
melembaga secara obyektif di dalam masyarakat.
c. Menurut Bambang Daroeso, Nilai yaitu suatu penetapan atau
kualitas suatu obyek yang menyangkut suatu jenis atau minat. Dapat
juga diartikan nilai adalah suatu penghargaan atau kualitas terhadap
suatu hal yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang karena
menyenangkan, memuaskan, menarik, berguna, menguntungkan
dan sistem keyakinan.
d. Menurut Djahiri Kosaih, Nilai adalah sesuatu yang berharga, baik
menurut standar logika (benar-salah), estetika (baik-buruk), etika
31
(adil-tidak adil), agama (dosa, halal-haram), dan hukum (sah-tidak
sah) serta menjadi acuan dan atau sistem keyakinan diri maupun
keyakinan.
e. Menurut Chabib Thoha, Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang
berbeda dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dalam mana
seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau
mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan.
f. Menurut Sumantri, Nilai merupakan hal yang terkandung dalam
hati nurani manusia yang lebih memberi dasar dan prinsip akhlak
yang merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau keutuhan
kata hati (potensi).
Jadi, nilai adalah penentu tingkah laku manusia dalam kehidupan
yang banyak manfaatnya dan berharga sehingga dijadikan acuan dalam
bertindak.
2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual,
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta ketrampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara. (Wiji Sumarno, 2006: 21-22). Sebagaimana yang dikutip oleh
Uyoh Sadullah dalam bukunya Pedagogik (Ilmu mendidik) dalam arti
khusus, Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang
32
dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai
kedewasaannya. (Uyoh, 2014: 3)
Sedangkan pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia
untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung
sepanjang hayat. Menurut Henderson, pendidikan merupakan suatu
proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang
hayat sejak manusia lahir. Dalam GBHN Tahun 1973 dikemukakan
pengertian pendidikan bahwa, pada hakikatnya pendidikan merupakan
suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan manusia, yang dilaksanakan di dalam maupun di luar
sekolah, dan berlangsung seumur hidup. (Uyoh, 2014: 5).
Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dikatakan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendilian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. (Uyoh, 2014: 5)
Dari pengertian-pengertian pendidikan di atas ada beberapa
prinsip dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan:
Pertama, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Usaha
pendidikan sudah dimulai sejak manusia lahir dari kandungan ibunya,
33
sampai tutup usia, sepanjang ia mampu untuk menerima pengaruh dan
dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep
pendidikan sepanjang hayat adalah, bahwa pendidikan tidak identik
dengan persekolahan. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat.
Kedua, bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung
jawab bersama semua manusia: tanggung jawab orang tua, tanggung
jawab masyarakat, dan tanggung jawab pemerintah.
Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan,
karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan
kepribadian yang berkembang, yang disebut manusia seluruhnya.
(Uyoh, 2014: 5-6)
Dari pengertian pendidikan di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia yang
sudah dewasa kepada anak yang belum dewasa supaya dapat
menyelesaikan tugasnya secara kreatif, sistematis, dan intensional, dan
juga usaha dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendilian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.
34
3. Pengertian Akhlak
Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan
artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun dalam bahasa
Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan kata moral, ethic dalam
bahasa inggris. Dalam bahasa Yunani, pengertian akhlak memakai kata
ethos, ethikos, yang kemudian menjadi ethika, etika (tanpa h) dalam
istilah Indonesia. Manusia akan menjadi sempurna apabila mempunyai
akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela. (Rizal, 2003: 28)
Akhlak merupakan suatu alat yang digunakan untuk
mengoptimalkan sumber daya potensi untuk mencapai kesejahteraan
hidup manusia baik di dunia maupun di akhirat. (Mansur, 2005: 227).
Akhlak juga merupakan sifat diri secara bathiniyah yang bisa diketahui
oleh mata hati, tingkah laku merupakan gambaran diri secara lahiriyah
yang bisa diketahui oleh mata atau dapat dikatakan bahwa hubungan
akhlak dan tingkah laku itu seperti hubungan antara yang menunjukkan
dan yang ditunjukkan. (Muhammad, 2006: 65 )
Untuk memahami makna hakikat akhlak, berikut ini
dikemukakan beberapa pengertian akhlak:
1. Menurut Ibn Maskawaih, seperti yang dikutip oleh Zahruddin AR,
mengatakan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa
melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu.
35
2. Menurut Imam Al-ghozali, seperti yang dikutip oleh Moh. Ardani
mengatakan bahwa akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam
jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan
gampang, tanpa perlu kepada pertimbangan dan pikiran.
3. Menurut Muhyiddin Ibnu Arabi, akhlak yaitu keadaan jiwa
seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui
pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan pada seseorang
tersebut boleh jadi merupakan tabiat atau bawaan dan boleh jadi
juga merupakan kebiasaan melalui latihan dan perjuangan.
4. Menurut Al-faidh Al-kasyani, akhlak adalah ungkapan untuk
menunjukkan kondisi yang mandiri dalam jiwa yang darinya
muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa didahului
perenungan dan pemikiran.
Akhlak sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu akhlak Al-
karimah dan Akhlak Al-madzmumah. Akhlak Al-karimah atau akhlak
yang mulia sangat amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi
hubung namanusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak
yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Akhlak terhadap Allah
Pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selin Allah.
Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang
jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau
hakikatnya.
36
2. Akhlak terhadap diri sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan
menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri
dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai
ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan
dengan sebaik-baiknya. Contohnya menghindari minuman yang
diharamkan, menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana disertai
dengan jujur, dan menghindari perbuatan yang tercela.
3. Akhlak terhadap sesama manusia
Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan
eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung
pada orang lain, untuk itu manusia perlu bekerja sama dan saling
tolong menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan berakhlak
yang baik kepada saudara, karena berjasa dalam ikut serta
mendewasakan diri sendiri, caranya dengan memuliakannya,
memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya. (Ardani,
2005: 49-57)
Jadi, manusia menyaksikan dan menyadari bahwa Allah
telah mengaruniakan kepada manusia keutamaan yang dapat
terbilang dan karunia kenikmatan yang tidak bisa dihitung
banyaknya, semua itu perlu disyukuri dengan berdzikir dalam
hatinya. Dalam kehidupan manusia hendaknya berlaku sopan dan
santun, menjaga jiwa agar selalu bersih, menghindari perbuatan dosa
37
dan maksiat. Karena manusia adalah makhluk sosial maka perlu
menciptakan suasana yang baik, satu dengan yang lainnya saling
berakhlak yang baik. (Umiarso dan Haris, 2010: 112-113)
Selanjutnya akhlak Madzmumah (akhlak yang tercela)
adalah kebalikan dari akhlak yang baik sebagaimana yang sudah
dijelaskan di atas. Dalam ajaran islam berdasarkan petunjuk-
petunjuk dijumpai berbagai macam akhlak tercela diantaranya:
1. Berbohong
Ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang
tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
2. Takabbur (sombong)
Ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia
melebihi orang lain. Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.
3. Dengki
Ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang
diperoleh orang lain.
4. Bakhil (kikir)
Ialah sukar bagi seseorang mengurangi sebagian dari apa
yang dimilikinya itu untuk orang lain.
Dari semua pengertian di atas memberikan gambaran
bahwa tingkah laku merupakan bentuk kepribadian seseorang
tanpa dibuat-buat atau tanpa dorongan dari luar. Jika baik
menurut agama dan tindakan akal spontan ini disebut akhlak
38
baik, sebaliknya jika akhlak tersebut buruk tindakan spontan ini
disebut akhlak tercela.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akhlak merupakan
menifestasi iman, islam, dan ihsan yang merupakan refleksi sifat dan
jiwa secara spontan yang terpola pada diri seseorang sehingga dapat
melahirkan perilaku secara konsisiten dan tidak tergantung pada
pertimbangan berdasar interes tertentu, akan tetapi perbuatan
tersebut muncul dari kesadaran akhlak diri manusia. Sifat dan jiwa
yang melekat dalam diri seseorang menjadi pribadi yang utuh dan
menyatu dalam diri orang tersebut, sehingga akibatnya tercermin
melalui tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari bahkan menjadi
adat kebiasaan manusia.
Dari definisi berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong melakukan
suatu perbuatan secara spontan tanpa pertimbangan dan proses
berfikir terlebih dahulu serta tanpa ada unsur paksaan.
Setelah dijelaskan secara terpisah dari pengertian nilai,
pengertian pendidikan dan pengertian akhlak di atas maka dapat
disimpulkan bahwa nilai pendidikan akhlak adalah sesuatu yang
dipandang baik dalam pendidikan mengenai dasar-dasar akhlak dan
keutamaan peringai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan
kebiasaan oleh seseorang. Seseorang tumbuh dan berkembang
dengan berpijak pada landasan Iman kepada Allah SWT dan terdidik
39
untuk selalu kuat, ingat bersandar, meminta pertolongan dan
berserah diri kepada-Nya, maka ia akan memiliki potensi dan respon
dalam menerima suatu keutamaan dan kemuliaan. Disamping
terbiasa melakukan akhlak mulia.
D. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Dalam perkembangan selanjutnya akhla tumbuh menjadi suatu ilmu
yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki lingkup pokok bahasan,
tujuan, rujukan, aliran dan para tokoh yang mengembangkannya. Dari
semua aspek yang terkandung dari akhlak ini kemudian membentuk satu-
kesatuan yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu. (Abudin
Nata, 2011: 7)
Muhammad Daud Ali menyatakan bahwa dalam garis besarnya
akhlak terbagi menjadi dua bagian, pertama adalah akhlak terhadap Allah
SWT dan yang kedua adalah akhlak terhadap makhluk ciptaan-Nya.
Sedangkan ruang lingkup pendidikan akhlak, diantaranya adalah:
1. Akhlak terhadap Allah SWT
Akhlak terhadap Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk
kepada sang Khaliq. Ada beberapa alasan mengapa manusia perlu
berakhlak kepada Allah:
a. Karena Allah yang telah menciptakan manusia
40
b. Karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indera,
berupa pendengaran, penglihatan, akal, pikiran dan hati sanubari,
serta anggota badan yang kokoh dan sempurna pada manusia
c. Karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana
yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan
makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, bintang,
ternak dan lain sebagainya.
d. Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya
kemampuan untuk menguasai daratan dan lautan. (Abudin Nata,
1997: 148)
2. Akhlak terhadap sesama manusia
a. Akhlak terhadap Rasulullah SAW
Akhlak yang mulia kepada Rasulullah SAW adalah taan dan
cinta kepadanya, mentaati Rasulullah berarti melaksanakan segala
perintahnya dan menjauhi larangannya. Ini semua telah dituangkan
dalam hadis beliau yang berwujud ucapan, perbuatan dan
penetapannya.
Dan sebagaimana firman Allah dalam QS An-nisa: 80:
Barang siapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia telah
menaati Allah SWT, dan barang siapa yang berpaling (dari
ketaatan), maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara
bagi mereka. (QS An-nisa: 80) (Depag, 1994: 132)
41
b. Akhlak terhadap orang tua
Wajib bagi umat islam untuk menghormati kedua orang
tuanya, yaitu dengan berbakti, mentaati perintahnya dan berbuat
baik kepada keluarganya, diantaranya: Berbicara dengan perkataan
yang baik dan membantu orang tua.
Allah berfirman dalam QS. Al-isra’: 23 :
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara
keduanya atau kedua-duanya berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
pada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentuk
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS.
Al-isra’: 23) (Depag, 1994: 427)
c. Akhlak terhadap guru
Akhlak mulia kepada guru yaitu diantaranya dengan
menghormatinya, berlaku sopan kepadanya, mematuhi perintah-
perintahnya, baik di hadapannya maupun di belakangnya, karena
guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang murid,
yaitu yang memberi santapan jiwa dengan ilmu dan pendidikan
akhlak
d. Akhlak terhadap tetangga dan masyarakat
Pentingnya akhlak tidak terbatas pada perorangan saja, tetapi
penting untuk bertetangga, masyarakat, umat, dan kemanusiaan
seluruhnya. Diantara akhlak terhadap tetangga dan masyarakat yaitu
saling tolong menolong dalam kebaikan, saling menghormati,
42
persaudaraan, pemurah, penyantun, menepati janji, berkata sopan,
dan berlaku adil.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-maidah: 2 :
Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa,
dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah sangat berat siksanya. (QS. Al-maidah: 2) (Depag, 1994: 157)
3. Akhlak terhadap lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan disini adalah segala sesuatu
yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan,
maupun benda-benda yang tidak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang
diajarkan Al-qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia
sebagai khalifah di bumi.
Binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tidak bernyawa
semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan menjadi milik-Nya, serta
semuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini
mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa semuanya
adalah “Umat” Tuhan yang seharusnya diperlakukan secara wajar dan
baik.
43
BAB III
BIOGRAFI IMAM NAWANI
A. Riwayat Hidup Imam Nawawi
Nama lengkap Imam Nawawi adalah al-Imam al-Faqih al-
Muhaddits Muhyiddin Abu Zakariya Yahya Ibn Syaraf an-Nawawi,
kebanyakan kaum muslimin lebih mengenal beliau dengan nama Imam
Nawawi. Nama an-Nawawi sendiri adalah nisbat (penyandaran) kepada
tanah kelahirannya yaitu di kota Nawa, suatu perkampungan di daerah
Hauran, yang berada di Damaskus, Siriya. Beliau dilahirkan pada bulan
Muharram tahun 631 H/1233 M di Nawa, sebuah kampung di daerah
Dimasyq (Damaskus) yang sekarang merupakan ibukota Suriah. Beliau
dididik oleh ayah beliau yang terkenal dengan keshalihan dan ketakwaan.
Sebelum menginjak usia baligh beliau mulai belajar di katatib (tempat
belajar baca tulis untuk anak-anak) dan menghafal al-Quran. (Thabaqah
Asy-syafi’iyah Al-kubra 5/166).
Imam Nawawi tinggal di Nawa hingga berusia 18 tahun, kemudian
pada tahun 649 H ia memulai Rihlah Thalabul ‘Ilmi ke Damaskus dengan
menghadiri halaqah-halaqah ilmiah yang diadakan oleh para ulama kota
tersebut. Ia tinggal di Madrasah Ar-rawahiyyah di dekat Al-jami’ Al-
umawiy. Jadilah Thalabul ‘Ilmi sebagai kesibukannya yang utama.
Disebutkan bahwa ia menghadiri dua belas halaqah dalam sehari. Ia sangat
rajin dalam menghafal suatu hal, iapun mengungguli teman-temannya yang
lain. Ia berkata: “Dan aku menulis segala yang berhubungan dengannya,
44
baik penjelasan kalimat yang sulit maupun pemberian harakat pada kata-
kata, dan Allah telah memberikan barakah dalam waktuku.” (Syadzaratudz
Dzihab 5/355)
Imam Nawawi memiliki nama laqob (gelar) yang diberikan oleh
kaum muslimin padanya yaitu Muhyiddin yang artinya “orang yang
menghidupkan agama”. Namun beliau sendiri membenci gelar ini, sampai-
sampai ia berkata “Aku tidak ridha orang menggelariku Muhyiddin“. Ini
menunjukkan ketidaksenangannya dengan gelar ini sekaligus menunjukkan
ketawadhuannya karena ia menyadari bahwa di dalamnya terdapat tazkiyah
(penyucian) atas dirinya, sedangkan beliau tidak suka akan hal itu.
Meskipun demikian, laqob tersebut tetap melekat dan selalu menyertai
nama beliau di dalam kitab-kitabnya dikarenakan keikhlasan beliau dalam
berdakwah dan hampir seluruh kaum muslim menerima dan mengakui
keilmuwan dan dakwah beliau.
Dikisahkan ketika berumur 7 tahun, ia terjaga di malam hari pada
malam ke 27 Ramadhan yang merupakan salah-satu malam yang
diperkirankan turunnya Lailatul Qadar. Pada malam itu ia melihat seberkas
cahaya yang menerangi rumahnya, ia pun terkejut karena pada saat itu Imam
Nawawi masih anak-anak dan belum mengerti apapun kejadian yang
menimpanya, maka ia pun segera membangunkan orang tuanya dan
menceritakan peristiwa tersebut. Sang ayah memahami bahwa ini adalah
tanda dari Allah SWT terhadap anaknya. Kemudian mereka berdoa agar
Allah memberkahi anaknya. Maka sejak kejadian inilah sang ayah
45
memberikan perhatian yang khusus kepada Imam Nawawi. (Thabaqah Asy-
syafi’iyah Al-kubra 5/166).
Pada usianya yang ke 10, sang ayah memasukkan Imam Nawawi ke
madrasah untuk menghafal al-Qur’an dan mempelajari ilmu fiqih kepada
beberapa ulama di sana. Dan ia sangat antusias untuk menghafal al-Qur’an.
Dikisahkan pada suatu hari ketika Imam Nawawi berusia 10 tahun, beliau
diajak bermain oleh teman-temannya, tetapi ia menolak dan lebih memilih
untuk membaca al-Qur’an. Namun mereka tetap saja memaksanya untuk
bermain hingga akhirnya ia pun berlari sambil menangis. Kejadian itu
dilihat oleh syaikh Yasin bin Yusuf al-Marakisyi yang kebetulan lewat,
kemudian ia mendatangi kedua orang tuanya dan memberikan nasihat agar
mengkhususkan Imam Nawawi untuk menuntut ilmu. Orang tuanya
menerima usulan tersebut, dan sejak kejadian itu pula perhatian sang ayah
dan gurunya pun semakin besar terhadap Imam Nawawi. (Thabaqah Asy-
syafi’iyah Al-kubra 5/166).
Pada usianya yang ke-19 tahun, sang ayah melihat lingkungan di
Nawa sudah tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan ilmu anaknya. Maka ia
memutuskan untuk membawanya ke Madrasah Ar-rawahiyyah di pojok
timur Masjid Al-jami’ Al-umawiy di Damaskus. Ketika itu Damaskus
merupakan salah satu daerah yang menjadi pusat kajian ilmu. Ia sangat
tekun dalam menuntut ilmu. Selama 2 tahun di sana ia senantiasa belajar
siang dan malam, sampai-sampai ia tidak tidur kecuali karena ketiduran
46
ketika belajar. Dan waktu-waktunya ia habiskan untuk mendalami ilmu dan
menghafal berbagai kitab. (https://biografiImamNawawi.com)
Imam Nawawi menceritakan tentang dirinya sendiri, ia berkata
“Ketika usiaku telah mencapai 19 tahun, ayahku membawaku pindah ke
Damaskus pada saat beliau (ayahnya) berusia 49 tahun. Di sana aku belajar
di Madrasah Rawahiyyah. Selama kurang lebih 2 tahun di sana aku jarang
tidur nyenyak, penyebabnya tidak lain adalah karena aku sangat ingin
mendalami semua pelajaran yang diberikan di Madrasah tersebut. Aku pun
berhasil menghafal at-Tanbih (at-Tanbiih fii Furuu’isy-Syaafi’iyyah, karya
Abu Ishaq asy-Syirazi) kurang lebih selama 4,5 bulan. Selanjutnya, aku
berhasil menghafal 114 Ibadat (sekitar seperempat) dari kitab al-
Muhadzdzab (Al-muhadzdzab fil Furuu’) di sisa bulan berikutnya dalam
tahun tersebut. Aku juga banyak memberikan komentar dan masukan
kepada syaikh kami, Ishaq al-Maghribi. Ia pun lalu merasa tertarik
kepadaku ketika melihatku begitu menyibukkan diri dalam semua
aktifitasku dan tidak pernah nongkrong dengan kebanyakan orang.
Beliaupun sangat senang kepadaku dan akhirnya beliau mengangkatku
menjadi assisten dalam halaqahnya, mengingat jama’ahnya yang begitu
banyak.” (https://biografiImamNawawi.com)
Imam Nawawi sendiri adalah salah seorang ulama besar madzhab
Syafi’i . beliau seorang pemikir muslim di bidang fiqih dan hadis. Beliau
menyibukkan diri untuk beribadah, menuntut ilmu, menulis kitab, serta
47
mengabdikan diri untuk menyebarkan ilmu keislaman. Imam Nawawi
meninggal pada 24 Rajab 676 H. (Tim Mutiara, 2013: 5)
B. Latar Belakang Penulisan Kitab Al-adzkar
Imam an-Nawawi merupakan sosok ulama yang tidak pernah
menyia-nyiakan waktu. Selama enam tahun beliau menimba ilmu, dan
selama itu pula beliau tidak pernah meyia-nyiakan waktunya kecuali untuk
belajar dan belajar. Bahkan di jalan pun, ketika beliau pulang atau pergi ke
suatu tempat, tidak pernah terlewat untuk mengulang hafalan atau
mengingat-ingat kembali apa yang telah ia pelajari.
Dalam muqaddimah kitab al-Adzkar Imam Nawawi menjelaskan
bahwa banyak ulama’ yang mengarang kitab-kitab yang berisi tentang
dzikir-dzikir tapi dengan menyebutka sanadnya secara lengkap dan sering
kali diulang-ulang. Pada akhirnya hal ini akan mempersulit umat islam
dalam mempelajarinya. Melihat kondisi seperti ini, beliau ingin
mempermudah umat islam untuk belajar dan mengamalkan dzikir-dzikir
dengan meringkas sanadnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui dzikir-
dzikir dan dapat mengamalkannya. Sebagai ganti dari sanad yang terbuang
Imam Nawawi menyebutkan kualitas hadisnya. Imam nawawi mengakui
bahwa penulisan kitab ini sebagai usaha untuk mempermudah umat islam
yang ingin menggiatkan amalan-amalan dzikir namun kesulitan untuk
mencari bacaan dzikir yang disunnahkan Nabi Muhammad SAW. Menurut
pengakuannya, pada saat itu beliau mendapati ada cukup banyak kitab hadis
48
yang sudah dikarang oleh para ulama. Namun kitab-kitab tersebut
cenderung memfokuskan pembahasan hadis pada sisi perawinya, matan,
dan silsilahnya. Hal seperti ini tentunya belum cukup praktis untuk orang
banyak, yaitu orang-orang awam yang masih berada pada fase pemula
dalam pengalaman islam.
Berbeda dengan orang-orang non-awam atau para ‘ulama serta para
ahli yang telah jauh melangkah dan memahami pasal-pasal penting dalam
pengalaman islam. Umumnya mereka yang ‘alim itu tergolong orang-orang
yang memang berkonsentrasi penuh dalam mendalami ilmu-ilmu hadis
maupun ilmu-ilmu keislaman yang cukup lintas dimensi. Untuk itulah,
imam Nawawi menyadari bahwa mengetahui dan mengamalkan bacaan-
bacaan dzikir yang disunnahkan itu lebih penting dan lebih praktis bagi
orang-orang awam. Bila memang orang-orang awam menginginkan untuk
mengetahui sisi Asanid atau seluk beluk dari hadis tersebut, beliaupun telah
membahas hal tersebut dalam kitab karangannya yang lain. Di dalam kitab
ini beliau mengisyaratkan niat mulianya untuk membantu kemudahan jalan
para ahli kebaikan. Baik dalam menghadirkan penerangan tentang dalil-
dalil yang terkait dengan isi tersebut maupun sebagai isyarat terkait.
Kitab Al-adzkar ini berisikan tentang hadis-hadis yang telah
tercantum di dalam kitab-kitab hadis terkenal di kalangan umat islam pada
masa itu. Hanya saja bagi orang-orang yang khusus ingin mengetahui
dzikir-dzikir yang disunnahkan oleh Rasulullah SAW tentu cukup sulit
untuk memeriksa satu persatu saluruh kitab-kitab hadis tersebut. Imam
49
Nawawi telah banyak mengantarkan orang-orang awam untuk tidak sulit-
sulit lagi membuka ribuan halaman kitab-kitab hadis yang bermacam-
macam itu.
Pembabakan kitab ini dibagi oleh Imam Nawawi dari segi kejadian
atau masalah praktis yang terjadi di tengah-tengah umat islam. Misalnya
mengenai doa-doa yang harus dibaca ketika akan melaksanakan aktivitas
sehari-hari, yang tentunya ini merupahan hal yang sepele yang jarang sekali
dibahas secara serius selama ini di tengah-tengah umat islam. Dengan
membaca kitab ini, siapapun akan tahu bahwa doa-doa ketika akan
melakukan aktivitas sehar-hari yang mereka lakukan ini memanglah shahih,
yaitu bersumber langsung dari Rasulullah SAW.
Melalui kitab ini Imam Nawawi mengantarkan siapa saja yang ingin
mengetahui hakikat islam. Bahwa islam adalah agama yang sebenarnya
yang menginginkan segala aktivitas manusia, baik yang lahir maupun yang
batin selalu diikatkan Allah SWT melalui perantara doa. Agar perbuatan
tersebut berkualitas, selalu memiliki persambungan selalu kepada Allah
SWT, serta yang paling penting adalah membawa keberkahan, tidak hanya
bagi yang beramal, tapi juga bagi yang merasakan akibat amal baik tersebut
di dunia maupun di akhirat. Kitab ini selesai dikarang pada bulan muharram
tahun 667 H. (Http://BiografiKitabAl-adzkar.com, diakses pada
20/04/2017)
C. Sistematika Penulisan Kitab Al-adzkar An-nawawi
50
Dalam mengarang kitab ini, Imam Nawawi mengambil hadis-hadis
yang menerangkan tentang dzikir-dzikir yang telah tercantum di dalam
kitab-kitab masyhur yang menjadi landasan dalam islam, seperti: Shahih
Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Daud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-
Nasa’i. Beliau juga mengambil dari sebagian kitab-kitab lainnya.
Kitab ini disusun berdasarkan kejadian atau masalah praktis yang
terjadi di tengah-tengah umat islam. Di dalam kitab ini terdapat beberapa
kitab, kitab-kitab tersebut memuat beberapa bab, dan dalam bab-bab
tersebut terdapat beberapa fashal. Dalam setiap kitab sebelum beliau
menyebutkan hadisnya, beliau menyebutkan ayat-ayat al-Qur’an yang
bersinggungan dengan kitab tersebut dan penjelasan yang terkait dengan
kitab tersebut. (Http://sistematikakitabal-adzkar.com)
Berikut adalah tabel isi kitab Al-adzkar An-nawawi:
No. Kitab Bab Fashal
- - (Muqaddimah Penulis) حطبة الكتاب 1
2 - 67 52
18 - (Membaca Al-qur’an) تلاوة القران 3
6 - (Pujian kepada Allah SWT) حمد الله تعالى 4
Membaca Shalawat pada) الصلاة على رسول الله 5
Rasulullah SAW)
4 4
51
Dzikir-dzikir) الأذكار والدعوات للأمور العارضات 6
dan doa-doa yang dibaca untuk perkara-perkara
tertentu)
20 -
Dzikir-dzikir yang dibaca) أذكار المرض والموت الخ 7
bagi orang sakit dan orang yang meninggal)
34 5
Dzikir-dzikir yang) الأذكار فى صلوات مخصوصة 8
dibaca saat shalat-shalat khusus)
16 6
الصومأذكار 9 (Dzikir-dzikir yang dibaca saat puasa) 6 -
18 - (Dzikir-dzikir yang dibaca saat Haji) أذكار الحج 10
- 13 (Dzikir-dzikir yang dibaca saat Jihad) أذكار الجهاد 11
Dzikir-dzikir yang dibaca bagi) أذكار المسافر 12
Mufassir)
25 -
بأذكار الأكل و الشار 13 (Dzikir-dzikir seputar makan
dan minum)
20 1
السلام و التئذان و تشميت العاطس وما يتعلق بها 14
(Salam, meminta idzindan mendoakan orang yang
bersin serta hal lain yang berhubungan
dengannya)
13 40
Dzikir-dzikir dalam) أذكار النكاح وما يتعلق به 15
pernikahan dan yang berkaitan dengannya)
12 1
52
- 20 (Nama) الأسماء 16
-Dzikir-dzikir yang bermacam) الأذكار المتفرقة 17
macam)
56 1
23 65 (Menjaga Lisan) حفظ اللسان 18
10 2 (Seputar Doa-doa) جامع الدعوات 19
1 1 (Istighfar) الإستغفار 20
Jumlah 340 220
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam kitab Al-adzkar
karya Imam Nawawi terdapat 19 Kitab, di dalam kitab tersebut terdapat 340
Bab, dan di dalam bab tersebut terdapat 220 Fashal, serta 1236 hadis, yang
mana dari kesekian hadis memuat berbagai macam pendidikan akhlak, baik
akhlak terhadap Allah SWT, Rasulullah SAW, Al-qur’an, sesama manusia,
diri sendiri maupun pendidikan tata cara dalam melakukan aktivitas sehari-
hari. Akan tetapi Imam Nawawi tidak menyebutkan sanad secara lengkap
ketika beliau menuliskan hadis di dalam kitab ini.
D. Guru-guru Imam Nawawi
Seumur hidupnya Imam Nawawi belajar pada guru-guru yang amat
sangat terkenal seperti berikut:
1. Pada bidang Fiqih dan Ushul Fiqih
a. Ishaq bin Ahmad bin ’Utsman al-Maghribi al-Maqdisi
53
b. Abdurrahman bin Nuh bin Muhammad al-Maqdisi
c. Sallar bin aI-Hasan al-Irbali al-Halabi ad-Dimasyqi
d. Umar bin Bandar bin Umar at-Taflisi asy-Syafi’i
e. Abdurrahman bin Ibrahim bin Dhiya’ al-Fazari yang lebih dikenal
dengan al-Farkah.
2. Pada bidang Ilmu Hadis
a. Abdurrahman bin Salim bin Yahya al-Anbari
b. Abdul ’Aziz bin Muhammad bin Abdul Muhsin al-Anshari
c. Khalid bin Yusuf an-Nablusi
d. Ibrahim bin ’Isa al-Muradi
e. Isma’il bin Abi Ishaq at-Tanukhi
f. Abdurrahman bin Abi Umar al-Maqdisi.
3. Pada bidang Ilmu Nahwu dan Bahasa
a. Syaikh Ahmad bin Salim al-Mishri
b. Al-’izz al-Maliki, salah seorang ulama bahasa dari madzhab Imam
Malik.
E. Murid-murid Imam Nawawi
Adapun murid-murid Imam Nawawi yang melalui didikannya
bermunculan para ulama besar, di antaranya adalah:
1. Sulaiman bin Hilal al-Ja’fari
2. Ahmad Ibnu Farah al-Isybili
54
3. Muhammad bin Ibrahim bin Sa’dullah bin Jama’ah
4. ’Ala-uddin ’Ali Ibnu Ibrahim yang lebih dikenal dengan Ibnul ’Aththar
Syamsuddin bin an–Naqib
5. Syamsuddin bin Ja’wan dan masih banyak yang lainnya.
F. Karya Imam Nawawi
Berikut adalah beberapa karya dari Imam Nawawi:
1. Dalam bidang fiqih yaitu: Al-majmu’, Raudhatuth Thalibin, Al-minhaj,
dan Al-Fatawa
2. Dalam Bidang Hadits yaitu: Syarah Shahih Bukhari, Al-minhaj Syarah
Sahih Muslim, Syarah Sunnan Abu Dawud, Arba’in An-nawawi,
Riyadhush Shalihih, dan At-taqrib wat Taysir fi Ma’rifat Sunan Al-
basyirin Nadzir
3. Dalam Bidang Biografi dan Bahasa Arab yaitu: Tahdzibul Asma’ wal
Lughat, Thabiqat Asy-syafi’iyyah, Manaqib Asy-syafi’i
4. Dalam Bidang Akhlak yaitu: At-tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an,
Bustanul Arifin, dan Al-adzkar
55
BAB IV
ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM KITAB AL-ADZKAR KARYA IMAM NAWAWI
A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-adzkar Karya Imam Nawawi
Salah satu karya Imam Nawawi yang sudah dikenal dalam dunia
pesantren adalah kitab Al-adzkar. Karya beliau yang satu ini mengajak
seluruh umat manusia untuk menjadi hamba yang senantiasa mengingat
terhadap Allah SWT dengan cara berdzikir maupun bertutur kata yang
sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam melakukan aktifitas
sehari-hari, mulai dari bangun tidur sampai menjelang tidur. Dengan
harapan agar dalam melakukan rutinitas sehari-hari mendapatkan ridla dari
Allah SWT.
Islam menekankan pendidikan yang berorientasi pada pencapaian
kebaikan bagi individu dengan menawarkan amal shaleh sebagai simbol
orientasi baru. Dengan amal shaleh akan lahir manusia baru yang berhak
memperoleh kebaikan, sebab amal shaleh yang dilakukannya akan
membuatnya berbeda dari sebelum memperoleh pendidikan dan amal
shaleh. (Aly, 2008: 80)
Pada hakikatnya cukuplah Allah untuk semua makhluk hidup di
dunia ini, Dia sebaik-baik pemberi nikmat dan pemberi pertolongan. Tidak
ada daya dan upaya melainkan hanya milik Allah semata, yang Maha
56
perkasa lagi Maha bijaksana, tidak ada kekuatan melainkan hanya milik
Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
فاذكرونى أذكركم واشكرولى ول تكفرون
Artinya: “Hendaklah kalian mengingat-Ku maka Aku akan
mengingat kalian dan bersyukurlah kalian pada-Ku dan janganlah kalian
ingkar.” (QS. Al-baqarah: 152)
Allah SWT berfirman:
ا خلقت الجن و النس ال ليعبدون وم
Artinya: “Tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia melainkan
hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-dzariyat: 56)
Dengan dua ayat tersebut diketahui bahwa sebaik-baik kondisi
seorang hamba adalah saat dia berdzikir, berdzikir pada Tuhan-Nya Tuhan
semesta alam, menyibukkan diri untuk selalu berdzikir dengan dzikir yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW, pemimpin seluruh Rasul.
Sesungguhnya segala bentuk pendidikan adalah bersumber pada
Rasulullah SAW, karena beliau merupakan suri tauladan yang baik, dan
sebaik-baik tauladan dari zaman sebelum Rasulullah SAW ataupun setelah
Rasulullah SAW. Kehidupan Rasulullah SAW merupakan suri tauladan
bagi kaum muslimin, karena itu wajib bagi setiap muslim mengetahuinya
untuk diikuti dan diamalkan sesuai dengan petunjuknya.
Berangkat dari pernyataan di atas, selanjutnya penulis akan
membahas bagaimana penjabaran tentang nilai-nilai pendidikan akhlak
menurut Imam Nawawi dalam kitab Al-adzkar di bawah ini:
57
1. Pendidikan Akhlak terhadap Allah SWT
Sesungguhnya dzikir kepada Allah termasuk bentuk taqarrub
(ibadah yang diamalkan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah
SWT) yang paling mulia dan paling utama. Orang yang menempuhnya
berarti ia berjalan di atas jalan keamanan dan ketentraman, serta faidah
yang di raihnya tidak dapat diungkapkan dengan lisan dan tidak dapat
diketahui secara keseluruhan oleh manusia.
Ibadah adalah segala sesuatu yang mencakup semua hal yang
dicintai dan diridhai Allah SWT, baik berupa ucapan dan amalan yang
nampak dan tersembunyi. Maka Shalat, zakat, puasa, haji, berdoa,
berdzikir, membaca Al-qur’an, dan yang semisalnya termasuk ibadah.
Demikian juga mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya juga termasuk
dalam ibadah, yang mana dinamakan ibadah apabila diniatkan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT, itulah salah satu bentuk akhlak
seorang musim terhadap Allah SWT.
Salah satu akhlak manusia terhadap Allah SWT salah satunya
yaitu Berdoa kepada Allah SWT, yaitu memohon apa saja yang menjadi
kebutuhan kepada Allah. Doa merupakan inti ibadah yang merupakan
pengakuan akan keterbatasan dan ketidak mampuan manusia, sekaligus
pengakuan akan Kemaha Kuasaan Allah SWT terhadap segala sesuatu.
Dalam kitab Al-adzkar disebutkan bahwasannya diriwayatkan
dalam kitab Tirmidzi, dari Abu Hurairah ra, ia berkata:
58
ه أن يستجيب الله تعالى له قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من سر
خاء عاء فى الر دائد والكرب فاليكثر الد عند الش
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mengharapkan
agar dikabulkan doanya oleh Allah SWT diwaktu dalam kesusahan dan
musibah, maka perbanyaklah berdoa pada waktu dia berada dalam
kesenangan” (Imam Nawawi, 2014: 988)
Tawakkal kepada Allah SWT dengan berserah diri
sepenuhnya kepada Allah. Diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud,
Sunan At-tirmidzi, Sunan An-nasa’i dan lainnya dari Anas ra, ia
berkata:
–يعني إذا خرج من بيته –من قال صلى الله عليه وسلم : قال رسول الله
ة إل بالله لت على الله, ول حول و ل قو بسم الله, توك
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang berdoa
ketika keluar dari rumahnya, (Dengan menyebut nama Allah SWT
saya bertawakkal kepada Allah SWT, tiada daya dan upaya
melainkan hanya milil Allah).” (Imam Nawawi, 2014: 78)
Serta tawadhu’ terhadap Allah SWT, dengan merendahkan hati
dihadapan Allah SWT, mengakui bahwa dirirnya rendah dan hina
dihadapan Allah SWT. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim:
أوحى إلي أن تواضعوا حتى ل صلى الله عليه وسلم : قال رسول الله
يفخر أحد على أحد ول يبغ أحد على أحد
Rasulullah SAW bersabda, “Dan Allah SWT mewahyukan
kepadaku agar kalian saling merendah diri agar tidak ada
seorangpun yang berbangga diri pada yang lain dan agar tidak
seorangpun berlaku dzalim pada yang lain”. (Imam Nawawi, 2014:
80)
59
2. Pendidikan Akhlak terhadap Rasulullah SAW
Iman kepada para Nabi merupakan salah satu butir dalam rukun
iman. Sebagai umat Islam tentu wajib beriman kepada Rasulullah SAW
beserta risalah yang dibawanya. Nabi Muhammad SAW adalah sebaik-
baik makhluk, makhluk paling mulia dihadapan Allah SAW, derajatnya
paling tinggi, dan kedudukannya paling dekat dengan Allah SWT.
Di dalam kitab Al-adzkar, diantara hak Nabi Muhammad SAW
yang disyari’atkan Allah SWT atas umatnya adalah mengucapkan
shalawat dan salam untuk beliau. Allah SWT dan para Malaikat-Nya
telah bershalawat kepada beliau dan Allah SWT memerintahkan kepada
para hamba-Nya agar mengucapkan shalawat dan salam kepada beliau.
Dalam kitab Al-adzkar disebutkan, bahwasannya telah
diriwayatkan dalam kitab At-tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud ra:
: أولى الناس بي يوم القيامة أكثرهم صلى الله عليه وسلم أن رسول الله
علي صلاة
Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “Manusia yang paling
utama untuk aku di hari kiamat adalah yang paling banyak membaca
shalawat untukku.” (Imam Nawawi, 2014: 316)
Bila seseorang mengucapkan shalawat pada Nabi SAW,
hendaknya menggabungkan antara shalawat dan salam, dan jangan
hanya mencukupkan diri dengan menyebutkan salah satunya.
Disunnahkan juga bagi yang membaca hadis dan lainnya, bila nama
Rasulullah SAW disebutkan agar mengangkat suaranya disaat
mengucapkan shalawat dan salam pada Rasulullah SAW, namun tidak
60
perlu terlalu berlebihan dalam mengeraskan suaranya. (Imam Nawawi,
2014: 321)
3. Pendidikan Akhlak terhadap Al-qur’an
Al-qur’an bukanlah kitab yang hanya ditujukan pada suatu
bangsa, sementara tidak kepada bangsa yang lain, Al-qur’an adalah
kitab bagi seluruh golongan manusia. Membaca Al-qur’an adalah
sebaik-baik dzikir, Allah SWT menurunkan Al-qur’an antara lain
dengan hikmah agar manusia memperhatikan ayat-ayat-Nya,
menyampaikan ilmu-Nya, dan merenungkan rahasia-Nya.
Diantara sunnah membaca Al-qur’an di dalam kitab Al-adzkar
antara lain:
a. Membaca Al-qur’an di waktu malam dan siang, baik saat bepergian
maupun saat berada di rumah.
b. Sebaik-baik waktu membaca Al-qur’an adalah saat sedang shalat
c. Membaca doa saat mengkhatamkan Al-qur’an
d. Ikhlas dalam membaca Al-qur’an
e. Bila hendak membaca Al-qur’an hendaknya membersihkan mulut
dengan menggunakan siwak atau yang lainnya
f. Membaca Al-qur’an dalam kondisi khusyu’
g. Membaca Al-qur’an dengan menggunakan mushaf lebih baik dari
pada menggunakan hafalannya
h. Mengeraskan suara saat membaca Al-qur’an
61
i. Membaguskan suara saat membaca Al-qur’an (Imam Nawawi,
2014: 285-299)
Membaca Al-qur’an adalah sebaik-baik dzikir, sebagaimana yang
telah disebutkan sebelumnya. Maka dengan ini hendaknya sebagai umat
islam senantiasa dan selalu membaca Al-qur’an. Walaupun hanya
membaca sedikit dari ayat-ayat Al-qur’an, dia telah dianggap membaca
Al-qur’an. (Imam Nawawi, 2014: 300)
Seseorang yang mencintai sesuatu tentunya akan banyak dan
sering menyebutnya. Demikian pula mukmin yang mencintai Allah
SWT, tentulah mereka akan menyebut asma-Nya dan juga senantiasa
membaca firman-firman-Nya.
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa:
Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah Al-qur’an, karena
sesungguhnya Al-qur’an itu dapat memberikan syafa’at di hari kiamat
kepada para pembacanya.”
4. Pendidikan Akhlak tehadap sesama manusia
Akhlak tehadap sesama manusia berarti sebagai umat islam harus
berbuat baik kepada sesama manusia tanpa memandang siapa orang
tersebut. Sehingga sesama manusia mampu hidup dalam masyarakat
yang aman dan tentram.
Di dalam kitab al-Adzkar di sebutkan bahwa, akhlak terhadap
sesama manusia dibagi menjadi dua, yaitu:
62
a. Akhlak terpuji
1) Rasa persaudaraan
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Abi Hurairah
ra, ia berkata:
: ل تحاسدوا ول تناجشوا صلى الله عليه وسلم رسول الله قال
الله ول تباغضوا ول تدابروا ول يبغ بعضكم على بعض و كونوا عباد
إخوان ا , ألمسلم أخو المسلم ل يظلمه ول يخذله و ل يحقره , التقوى
ات بحسب امرئ من الشر أن يحقر هاهنا و يشير إلى صدره ثلاث مر
لمسلم حرام دمه و ماله و عرضه أخاه المسلم , كل المسلم على ا
Rasulullah SAW bersabda: “janganlah saling iri hati
dan dengki, saling bersaing dalam penawaran, saling
membenci, saling bermusuhan dan saling menjual barang untuk
merusak transaksi orang lain, jadilah kalian hamba-hamba
Allah yang bersaudara. Muslim satu dengan muslim yang lain
itu bersaudara, tidak mendzaliminya, merendahkan dan
menghinanya. Taqwa itu disini, sambil menunjuk dadanya, dan
mengucapkannya sebanyak tiga kali. Cukuplah keburukan
seseorang adalah ketika menghina saudaranya sesama muslim.
Setiap muslim terhadap muslim yang lain adalah haram darah,
harta dan kehormatannya.” (Imam Nawawi, 2014: 906 )
2) Menahan amarah
Diriwayatkan dalam kitab Abu Dawud dan Tirmidzi, dari
Ibnu Mas’ud ra, ia berkata:
: ل يبلغني أحد من صلى الله عليه وسلم رسول الله قال
در أصحابي عن أحد شيئ ا فإني أحب أن أخرج إليكم و أنا سليم الص
Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah seorang dari
sahabatku melaporkan kepadaku tentang seseorang, karena
aku ingin keluar menemui kalian dengan dada yang bersih
(lurus).” (Imam Nawawi, 2014: 902)
63
3) Tawadhu’
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dan Sunan Abu
Dawud, serta kitab lainnya, dari ‘iyad bin Himarra, ia berkata:
: إن الله تعالى أوحى إلي أن الله عليه وسلم صلى رسول الله قال
تواضعوا حتى ل يبغي أحد على أحد
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah telah
mewahyukan kepadaku (Muhammad) agar kalian senantiasa
tawadhu’, sehingga tidak seorangpun dari kalian mendzalimi
yang lainnya dan tidak membanggakan diri di depan orang
lain.” (Imam Nawawi, 2014: 904)
b. Akhlak tercela
1) Ghibah dan Namimah
Ghibah (menggunjing) dan Namimah (mengadu domba)
adalah dua perbuatan yang buruk dan banyak berkembang di
masyarakat, bahkan sangat sedikit yang tidak terhindar dari
keduanya. Definisi Ghibah, yaitu: menyebutkan hal-hal yang
dibenci orang lain, baik seputar tubuhnya, agamanya, dunianya,
dunianya, akhlaknya, hartanya, anaknya, bapaknya, suaminya,
pembantunya, pemerintahannya, pakaiannya, cara jalannya,
gerakannya, keceriaan wajahnya, sikap mesumnya, sikap
cemberutnya, sikap keterbukaannya, atau sikap dan bentuk
lainnya yang berhubungan dengan orang tersebut. Sedangkan
definisi Namimah, yaitu: memindahkan perkataan orang lain
64
kepada yang lain dalam rangka kerusakan. (Imam Nawawi,
2014: 876-877)
Diriwayatkan dalam kitab Tirmidzi, dari Abu Darda’ ra,
وسلم قال : من رد عن عرض أخيه رد الله صلى الله عليه عن ا لنبي
عن وجهه النار يوم القيامة
Dari Nabi SAW beliau bersabda: “Barang siapa yang
mencegah terjadinya ghibah terhadap kehormatan saudaranya,
maka Allah SWT akan melindungi wajahnya dari api neraka
pada hari kiamat” (Imam Nawawi, 2014: 891)
2) Memfitnah keturunan
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah
ra, ia berkata:
: إثنتان فى الناس هما بهم صلى الله عليه وسلم رسول الله قال
فر : الطعن فى النسب و النياحة على الميت ك
“Rasulillah SAW bersabda, “ada dua perkara manusia
yang apabila keduanya ada pada mereka, maka itu adalah
kekufuran, yaitu mencela nasab dan meratapi mayit.” (Imam
Nawawi, 2014: 876-877)
3) Menampakkan kegembiraa di atas penderitaan orang lain
Diriwayatkan dalam kitab Tirmidzi, dari Watsilah bin Al-
asqa’ ra, ia berkata:
ماتة لأخيك صلى الله عليه وسلم رسول الله قال : ل تظهر الش
فيرحمه الله و يبتليك
65
Rasulullah SAW bersabda, “ janganlah engkau
menampakkan kegembiraanmu itu dihadapan saudaramu
(sesama muslim) yang tertimpa musibah sehingga Allah akan
memberinya rahmat dan memberimu musibah.” (Imam
Nawawi, 2014: 904)
4) Memberikan persaksian palsu
-ثلاث ا -ى الله عليه و سلم : أل أنبئكم بأكبر الكبائر؟ قال رسول الله صل
قلنا : بلى يا ؤسول الله, قال: الإشراك بالله, و عقوق الولدين, و كان متكئ ا
ور. فم ور وشهادة الز رها حتى قلنا : فجلس فقال: أل وقول الز ا زال يكر
ليته سكت
Rasulullah SAW bersabda: “Maukah kamu aku
beritahukan dosa-dosa yang terbesar?” – tiga kali – kami
menjawab: “Tentu, ya Rasulallah SAW.” Beliau bersabda:
“Menyekutukan Allah dan durhaka kepada orang tua.”
Sebelumnya beliau bersandar, lalu duduk dan bersabda:
“Camkanlah, dan termasuk dosa paling besar adalah
perkataan dusta dan persaksian palsu.” Kemudian beliau
mengulanginya beberapa kali, hingga kami bergumam dalam
hati: “Seandainya beliau berhenti.” (Imam Nawawi, 2014:
908)
5) Menyebut-nyebut pemberian serta menyakiti penerimanya
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Abu Dzar ra, ia
berkata:
قال : ثلاثة ل يكلمهم الله يوم صلى الله عليه و سلم عن النبي
يهم و لهم عذاب أليم , قال : فقرأها القيامة ول ينظر إليهم ول يزك
ات : قال أ رسول الله صلى الله عليه و سلم بو ذر : خابوا و ثلاث مر
خسروا من هم يا رسول الله ؟ قال : المسبل , و المنان , و المنفق سلعته
بالحلف الكاذب
66
“Rasulullah SAW bersabda: “Ada tiga golongan yang
tidak akan disapa, dilihat dan disucikan Allah pada hari kiamat,
mereka mendapat adzab yang pedih.” Perae berkata: ‘Beliau
mengucapkannya sebanyak tiga kali.’ Lalu Abu Dzar berkata:
“Sungguh mereka telah rugi. Siapakah mereka ya Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Orang yang memanjangkan pakaiannya
melewati mata kaki, orang yang suka menyebut-nyebut
pemberiannya dan orang yang melariskan dagangannya
dengan sumpah palsu.” (Imam Nawawi, 2014: 909)
6) Berbuat sewenang-wenang terhadap anak yatim
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari ‘Aidz bin ‘Amru
Al-muzani ra, ia berkata:
أن أبا سفيان أتى على سلمان و صهيب و بلال في نفر , فقالوا :
خذت سيوف الله من عنق عدو الله مأخذها , فقال أبو بكر : أتقولون ما أ
فأخبره , ى الله عليه و سلمصل هذا لشيخ قريش وسيدهم , فأتى النبي
أغضبتهم لقد أغضبت فقال : يا أبا بكر , لعلك أغضبتهم ؟ لئن كنت
ربك. فأتاهم فقال : يا إخوتاه أغضبتكم ؟ فقالوا : ل
“Bahwasannya Abu Sufyan mendatangi Salman, Syuhaib,
dan Bilal dalam sekelompok orang, maka mereka berkata:
“(Demi Allah) pedang Allah belum memotong leher musuh
Allah.” Maka Abu Bakar berkata: “Apakah kamu mengatakan
ini untuk tokoh Quraisy dan pemimpin mereka?” lalu Abu
Bakar mendatangi Nabi SAW dan mengadukannya. Maka
beliau bersabda: “Wahai Abu Bakar, barangkali kamu telah
membuat mereka marah. Sungguh jika kamu membuat mereka
marah, maka kamu telah membuat Tuhanmu marah. “Maka
Abu Bakarpun segera kembali mendatangi mereka (untuk minta
maaf), sambil berkata: “Wahai saudaraku, apakah aku telah
membuat kalian marah?” Mereka menjawab: “Tidak.” (Imam
Nawawi, 2014: 921)
Dianjurkan bagi setiap mukallaf, menjaga lisannya dari
perkataan yang tidak bermanfaat. Orang yang paling selamat adalah
67
orang yang benar-benar menjaga setiap perkataan yang keluar dari
mulutnya.
5. Pendidikan Terhadap diri sendiri
a. Syukur
Ungkapan terima kasih atas pemberian nikmat Allah SWT
yang tidak bisa terhitung banyaknya. Bersyukur kepada Allah SWT
dengan ucapan adalah memuji dengan bacaan Alhamdulillah,
sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan
menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah SWT sesuai dengan
aturannya.
Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Majjah dan Ibnu As-sunni,
dari ‘Aisyah ra, ia berkata:
إذا رأى ما يحب , قال : ألحمد لى الله عليه و سلمرسول الله صكان
الحات و إذا رأى ما يكره قال : ألحمد لله الذي على لله الذي بنعمته تتم الص
كل حال
Rasulullah SAW apabila melihat sesuatu yang disukainya,
beliau mengucapkan: “Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmu
shalihat” (Segala puji bagi Allah SWT, yang dengan rahmat-Nya
semprnalah kebaikan-kebaikan), dan apabila beliau melihat sesuatu
yang dibencinya, beliau membaca: “Alhamdulillah ‘ala kulli hal”
(Segala puji bagi Allah SWT atas segala sesuatu-Nya). (Imam
Nawawi, 2014: 832)
Bersyukur yaitu, pujian karena adanya kebaikan yang
diperoleh. Hakikatnya adalah merasa ridha atau puas dengan
perkara yang didapat, walaupun hanya sedikit tetapi tetap saja
merasa bersyukur.
68
b. Optimis
Diriwayatkan dalam kitab Ibnu As-sunni, dan kitab lainnya,
dari ‘Urwah bin Amir Al-juhani ra, ia berkata:
عن الطيرة ؟ فقال: أصدقها الفأل , صلى الله عليه و سلمسئل النبي
ا , و إذا رأيت م من الطيرة شيئ ا تكرهونه فقولوا : اللهم يأتي ول يرد مسلم
ة إل بالله يئات إل أنت, و ل حول و ل قو بالحسنات إل أنت, و ل يذهب بالس
Nabi SAW pernah ditanya tentang thiyarah (pesimis),
kemudian beliau menjawab: ‘yang paling benar adalah rasa optimis
tidak menghalangi seorang muslim untuk memenuhi kebutuhannya.
Apabila kalian melihat sesuatu dari thiyarah yang kalian benci
maka katakanlah: “Ya Allah, sesungguhnya hanya Engkaulah yang
mendatangkan kebaikan, dan hanya Engkaulah yang
menghindarkan keburukan, tiada daya dan upaya kecuali dengan
pertolongan Allah SWT.” (Imam Nawawi, 2014: 834)
6. Pendidikan Tata cara melakukan aktivitas sehari-hari
Seorang hamba tidaklah termasuk hamba yang banyak berdzikir
kepada Allah SWT sebelum ia mengamalkan dzikir-dzikir yang tersurat
(mempunyai dalil yang shahih) secara kontinu dari pengajar kebaikan,
imam orang yang bertaqwa, yaitu Rasulullah SAW, seperti dzikir-dzikir
pada waktu pagi dan petang hari serta pada permulaan malam hari:
a. Ketika berbaring di tempat tidur dan ketika bangun tidur
Di dalam kitab al-Adzkar dikatakan:
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dari Khudzaifah bin
Yaman ra, juga dari Abu Dzar ra, keduanya berkata:
إذا أوى إلى فرشه قال: باسمك اللهم صلى الله عليه و سلم كان رسول الله
و إذا استيقظ قال: الحمد لله أحيانا بعد ما أماتنا و إليه النشور أحيا و أموت,
69
“ Apabila Rasulullah SAW berbaring di tempat tidurnya, ia
berdoa, “ (Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, aku hidup dan aku
mati).” Lalu apabila bangun tidur beliau berdoa, “(segala puji bagi
Allah yang menghidupkan kami sesudah kami mati dan kepada-Nya
kami akan dikumpulkan)” (Imam Nawawi, 2014: 67)
b. Ketika masuk dan keluar Kamar Mandi/WC
Telah disebutkan dalam Shahihain dari Anas ra,
كان يقول عند دخل الخلاء : اللهم إني أن رسول الله صلى الله عليه و سلم
أعوذ بك من الخبث و الخبائث
Bahwa Nabi SAW berdoa disaat hendak masuk ke dalam
kamar mandi/WC: Ya Allah aku berlindung pada-Mu dari kekejian
dan kejahatan. (Imam Nawawi, 2014: 89)
Ketika hendak keluar WC bacalah,
غفرانك, الحمد لله الذي أذهب عنى الأذى وعافنى
“Aku memohon ampunan-Mu, segala puji bagi Allah yang
telah membuang kotoran dariku dan membuatku sehat dan kuat”
(Imam Nawawi, 2014: 92)
c. Ketika masuk dan keluar rumah
Di dalam kitab al-Adzkar dikatakan:
Diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, Sunan At-tirmidzi,
Sunan An-nasa’i dan lainnya dari Anas ra, ia berkata:
لت على الله, –من بيته يعني إذا خرج –قال رسول الله من قال بسم الله, توك
ة إل بالله ول حول و ل قو
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang berdoa
ketika keluar dari rumahnya, (Dengan menyebut nama Allah SWT
saya bertawakkal kepada Allah SWT, tiada daya dan upaya
melainkan hanya milil Allah).” (Imam Nawawi, 2014: 78)
70
Diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dari Abu Malik Al-
asy’ari ra, ia berkata:
جل بيته فليقل : اللهم إني رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : إذا ولج الر
لك خير المولج وخير المخرج , باسم الله ولجنا , و باسم الله خرجنا , أسئ
لنا , ثم ليسلم على أهله وعلى الله ربنا توك
Rasulullah SAW bersabda,”Apabila seseorang hendak
masuk ke dalam rumahnya, maka bacalah, “Ya Allah saya
memohon pada-Mu sebaik-baik tempat masuk dan sebaik-baik
tempat keluar, dengan nama Allah SWT kami masuk dan dengan
nama Allah SWT kami keluar dan hanya kepada Allah kami
bertawakkal”, setelah itu hendaknya dia mengucapkan salam
kepada keluarganya.” (Imam Nawawi, 2014: 81)
d. Ketika masuk dan keluar Masjid
Di dalam kitab al-Adzkar dikatakan, dari Abu Hamid atau
Abu Usaid ra, ia berkata:
أذا دخل أحدكم المسجد فاليسلم على رسول الله صلى الله عليه و سلم قال
ثم يقل : اللهم افتح لى أبواب رحمتك, و إذا خرج صلى الله عليه و سلمالنبي
ك فاليقل : اللهم إني أسئلك من فضل
Rasulullah SAW bersabda,”Apabila salah seseorang dari
kalian masuk dalam masjid hendaklah ia mengucapkan salam atas
Nabi SAW lalu membaca, “Ya Allah bukakanlah pintu untukku
pintu-pintu rahmat-Mu.” Apabila keluar dari masjid hendaknya
membaca doa berikut: “Ya Allah sesungguhnya aku memohon
karunia kepada-Mu.”” (Imam Nawawi, 2014: 103)
e. Membaca bismillah ketika makan dan minum
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim,
dari Umar bin Abi Salamah ra, ia berkata:
71
: سم الله و كل بيمينك عليه و سلمصلى الله قال لي رسول الله
Rasulullah SAW mengajarkan kepada saya: “Sebutlah nama
Allah SWT, dan makanlah dengan tangan kanan. (Imam Nawawi,
2014: 606)
Dan segala macam dzikir yang mencakup seluruh perbuatan
seorang hamba, dan mengisi setiap keadaannya, serta memberi
manfaat terhadap umurnya. Hal ini dengan jelas menunjukkan
bahwa agama yang lurus tidak meninggalkan sedikitpun dari
kehidupan manusia, baik yang kecil maupun yang besar, dan semua
itu ada aturannya sendiri-sendiri.
B. Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak Kitab Al-adzkar dalam Kehidupan
Manusia
Dapat dikemukakan bahwa analisis nilai pendidikan akhlak yang
dimaksud ialah yang ada hubungannya dengan pengertian pendidikan
akhlak di dalam kitab Al-adzkar kesesuaiannya dengan kehidupan manusia.
Imam al-Nawawi mengatakan di dalam muqaddimah kitab al-Adzkar-nya:
“Bahawa sebaik-baik keadaan seorang hamba adalah di saat dia berdzikir
kepada Rabb-nya, yaitu Rabb sekalian alam. Dia menyibukkan dirinya
dengan dzikir-dzikir yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, pemimpin
seluruh Rasul.
Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk
membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam
berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku perangai, bersifat
72
bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Dengan kata
lain pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki
keutamaan. Berdasarkan tujuan di atas, keadaan, pelajaran, aktivitas
merupakan sarana pendidikan akhlak, dan setiap pendidik harus memelihara
akhlak dan memperhatikan akhlak di atas segalanya. (Ramayulis, 2004:
115)
Dari penjelasan di atas begitu banyak nilai-nilai pendidikan akhlak
yang dapat kita ambil dari kitab Al-adzkar dan dapat diterapkan dalam
kehidupan manusia, untuk menata kehidupan mereka agar menjadi lebih
baik
Bagi kehidupan manusia pendidikan merupakan kebutuhan mutlak
yang harus dipenuhi sepanjang hidupnya. Tanpa pendidikan umat manusia
sama sekali tidak dapat hidup berkembang sejalan dengan cita-cita untuk
maju.
Nabi Muhammad SAW bergelar Nabiyyurrahman, nabi yang
memiliki belas kasih terhadap seluruh umatnya. Diantara bentuk kasih
sayang beliau kepada umatnya beliau mengajarkan berbagai adab
berpendidikan akhlak, yang menjadi sebab seseorang akan mendapatkan
kebaikan di dunia maupun di akhirat.
Akhlak Islam adalah suatu keyakinan terhadap nilai-nilai ketuhanan
di dalam kehidupan nyata, semata-mata untuk meraih ridha Allah SWT.
Akhlak merupakan aktivitas lahir maupun batin. Aktivitas lahir nampak
dalam budi pekerti terpuji dan aktivitas batin nampak dalam bentuk
73
keteguhan dan kekuatan jiwa, menumbuhkan optimisme dan tekat yang
kuat. (Mujib, 2009: 57)
Adapun nilai-nilai pendidikan akhlak yang relevan dapat diambil
dan diterapkan terhadap dunia pendidikan di masyarakat sekarang dari kitab
Al-adzkar karya Imam Nawawi antara lain dapat penulis uraikan sebagai
berikut:
Pendidikan untuk selalu berdoa kepada Allah SWT ini sangat
relevan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Setiap manusia pasti
mempunyai kebutuhan masing-masing setiap harinya. Untuk
menyeimbangkan kebutuhan dunia dan akhirat, seseorang dibekali untuk
mengingat Allah SWT dalam keadaan apapun. Disaat susah maupun senang
sebagai makhluk yang diciptakan sang Khaliq harus senantiasa mengingat
Allah dimanapun dan kapanpun berada. Serta berdoa ataupun memohon
kepada-Nya apa saja yang menjadi kebutuhan.
Orang yang jauh dari (mengingat Allah SWT) dijamin hidupnya
selalu dipenuhi berbagai masalah dan kesulitan. Hati tidak pernah nyaman
dan tentram, hidup selalu gelisah dan tertekan, berbagai masalah dan
kesulitan bertubi-tubi datang menghimpit. Di dunia hidup sulit di akhiratpun
lebih sulit lagi.
Sikap tawakkal terhadap Allah ini relevan sekali dengan kehidupan
manusia sehari-hari, karena dengan tawakkal kepada Allah SWT itu berarti
kita meyakini bahwa Allah itu adalah tempat untuk berserah diri atas segala
sesuatu yang akan dialaminya. Tawakkal kepada Allah SWT bukan berarti
74
menghilanglkan dan meninggalkan usaha atau ikhtiar. Bahkan tawakkal
tidak sah tanpa adanya usaha. Rasulullah SAW adalah contoh orang yang
paling bertawakkal kepada Allah. Beliau memerintahkan kepada orang lain
agar bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Orang yang tidak mau berusaha, tidak akan memperoleh sesuatu yang
diharapkan. Jika seseorang ingin sembuh dari penyakitnya, hendaklah
berobat. Dalam hal ini Rasulullah SAW menegaskan, “Hai manusia
berobatlah! Sesungguhnya Allah SWT tidak menurunkan penyakit, kecuali
telah menyiapkan obatnya.” (Ibnu Qudamah, 2007: 37)
Sikap tawadhu’ terhadap Allah ini relevan sekali dengan kehidupan
manusia sehari-hari, karena dengan tawadhu’ seseorang menghantarkan
dirinya secara tidak langsung untuk berjalan dengan ketundukan dan
kepatuhan menjalankan segala yang diperintahkan oleh Allah SWT dengan
memasrahkan diri kepada-Nya.
Manusia dituntut untuk menyadari banyaknya kebutuhan dan
kefakirannya, membutuhkan pengampunan Allah SWT serta menyadari
bahwa semua kenikmatan yang didapatnya bersumber dari Allah SWT.
Sehingga dengan pemahamannya tersebut, maka tidak pernah terbesit
sedikitpun dalam hatinya sikap sombong dan rendah diri, karena telah
meresapnya keyakinan yang menghujam ke dalam hatinya. (syaikh Amin,
1/3)
Pendidikan akhlak Tawadhu’ pada Allah SWT artinya pendidikan
untuk selalu merendahkan diri dihadapan-Nya, diantaranya dengan merasa
75
kecil dan sedikit dalam taat kepada-Nya, artinya merasa bahwa dalam
ketaatan dan ibadahnya masih sangat sedikit dibandingkan dengan dosa-
dosa yang telah dilakukan. Merasa banyak dan sering melakukan maksiat
atau dosa, dalam arti merasa bahwa dosa yang telah dilakukan sangat besar
dibandingkan dengan amalnya. Mempebanyak pujian kepada Allah SWT.
Tidak menuntut hak kepada Allah SWT, tetapi berorientasi pada amal yang
harus dilakukan. (http://pondokpesantrenwaliaminah.blogspot.com)
Mengucapkan Shalawat pada Nabi SAW sangat relevan dengan
kehidupan manusia sehari-hari, karena dengan membacakan Shalawat pada
Nabi SAW berarti manusia sudah memenuhi hak Nabi Muhammad SAW
atau menunaikan satu tugas ibadah yang diperintahkan atas umatnya.
Umat manusia diajarkan apa saja faidah-faidah membacakan
shalawat Nabi SAW, baik faidah secara dhohir maupun batin, diantaranya:
1. Memperoleh limpahan rahmat dan kebaikan dari Allah SAW serta
digolongkan sebagai orang yang shaleh
2. Diangkat drajatnya dan dihapus dosa-dosa dan kesalahannya
3. Bentuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memperoleh syafa’at
di hari kiamat sera membuka kesempatan untuk bertemu dengannya.
4. Menjalin komunikasi yang akrab dengan Nabi SAW, karena shalawat
dan salamnya tersebut akan disampaikan oleh Malaikat kepada Nabi
5. Dapat menggantikan shadaqah bagi orang yang tidak sanggup
bershadaqah harta
76
6. Menjadikan sebab diterimanya dan dikabulkannya doa (Muhammad,
2012: 22)
Umat manusia juga diajarkan membaca Shalawat Nabi SAW dan
memuji sebanyak-banyaknya diwaktu kapan saja dan ditempat-tempat yang
diperbolehkannya berdzikir, berdoa maupun bershalawat. Umat manusia
biasanya memperbanyak membaca shalawat Nabi di hari Jum’at. Di
kampung-kampung atau masjid-masjid mengadakan pembacaan Maulid
Barzanji sebagai trik mudah agar bisa bershalawat sebanyak-banyaknya di
malam Jum’at.
Membaca Al-qur’an dan memahami isinya sangat relevan dengan
kehidupan manusia sehari-hari, karena dengan membaca Al-qur’an kita
sudah memenuhi kewajiban yang ke-tiga dari rukun iman, apalagi mau
untuk mengamalkan isi dari pada Al-qur’an tersebut.
Umat manusia diajarkan untuk membaca Al-qur’an di dalam shalat
(surat-surat pendek), sebagai awal dari pembelajaran Al-qur’an. Setelah itu
mereka diajarkan apa saja faidah yang didapat bagi orang yang gemar
membaca Al-qur’an, di antaranya:
1. Sebaik-baik manusia adalah orang yang mempelajari dan mengajar Al-
qur’an
2. Memberikan syafa’at kepada diri sendiri dan orang tuanya
3. Mendapatkan pahala serta memperoleh kemuliaan dan rahmat dari Allah
4. Menentramkan hati serta sebagai cahaya di tengah kegelapan
5. Menyembuhkan penyakit
77
6. Ahlul Al-qur’an adalah keluarga Allah SWT (Muhammad, 2012: 40)
Dengan beberapa faidah di atas tentunya mereka yang belajar Al-qur’an
akan lebih semangat dan giat dalam membacanya.
Sikap mempunyai rasa persaudaraan dengan sesama manusia sangat
relevan dengan kehidupan manusia sehari-hari, karena sesama manusia itu
bersaudara. Persaudaraan merupakan anugrah yang agung dan nikmat dari
Allah SWT.
Umat manusia diajarkan untuk berusaha semaksimal mungkin, agar
anugrah tersebut tetap terjaga pada diri manusia, yaitu dengan cara:
1. Mencintai saudaranya semata-mata karena Allah SWT dan bukan
karena urusan duniawi. Mengikhlaskan niat untuk mencintai dan
menyayangi saudara karena Allah SWT. Jika seseorang mencintai
saudaranya yang lain karena Allah, maka kecintaan tersebut akan tetap
lestari. Tetapi jika melakukannya karena tujuan duniawi, maka lambat
laun kecintaan tersebut akan pupus di tengah jalan.
2. Lebih mendahulukan membantu saudaranya dengan apa yang mampu
dari jiwa dan harta dari pada dirinya sendiri. Tidak diragukan lagi bahwa
dalam kehidupan bermasyarakat masing-masing individu memiloiki
strata sosial yang berbeda-beda. Antara yang satu dengan yang lainnya
saling membantu. Yang kaya membantu yang miskin, dan yang miskin
membantu yang kaya. Yang memiliki kedudukan membantu orang yang
tidak memiliki kedudukan, dan sebagainya. Hakikat persaudaraan
78
adalah lebih mendahulukan kepentingan saudaranya dari pada diri
sendiri.
3. Menjaga kehormatan dan harga diri saudaranya. Ini termasuk inti dan
hak yang agung dalam persaudaraan. Kehormatan seorang muslim
terhadap muslim yang lainnya adalah haram secara umum. Realisasi
dalam hal ini yaitu, tidak menyebutkan aib saudaranya, baik ketika ia
hadir dihadapannya maupun ketika tidak ada, tidak mencampuru urusan
pribadinya, dan menjaga rahasinya. (Rasyid, 2000: 76)
Tidak berperilaku Ghibah (menggunjing) dan Namimah (mengadu
domba) relevan sekali dengan kehidupan manusia sehari-hari. Dianjurkan
bagi setiap orang mukallaf (orang yang telah dibebani tanggung jawab),
menjaga lisannya dari setiap perkataan yang tidak bermanfaat. Salah
satunya Ghibah, dinamakan ghibah karena menggunjing dilakukan ketika
orang yang digunjingkan tidak ada di tempat maupun berada di tempat
namun tidak mendengarnnya. Seseorang yang ghibah tidak terbatas hanya
dengan lisan saja, namun juga bisa dengan tulisan atau isyarat seperti
kedipan mata, cibiran bibir, gerakan tangan dan sebagainya yang intinya
adalah memberitahukan kekurangan seseorang kepada orang lain.
(Amrullah, 2005: 26) Tak kalah meluasnya ghibah dengan tulisan karena
tulisan adalah lisan kedua, seperti banyak dimuat diberbagai media, seperti
facebook, BBM, WA, instagram dan lain sebagainya.
Untuk menghindari sifat tersebut, seorang manusia diajarkan untuk
selalu mengingat bahwa ghibah adalah penyebab kemarahan dan
79
kemurkaan serta turunnya adzab Allah, bahwasannya timbangan kebaikan
perilaku ghibah akan pindah kepada orang yang digunjingkan, melihat aib
sendiri sebelum mengotak-atik aib orang lain, mengingatkan bahwa
berghibah itu sama saja memakan bangkai saudaranya sendiri, membuang
penyakit hati, kerena ghibah biasanya bermula dari sakit hati, dan lain
sebagainya. (Amrullah, 2005: 29)
Selain dilarang bergunjing, umat manusia juga dilarang mengadu
domba (namimah) yaitu aktivitas seseorang dalam memindahkan suatu
perkataan dari satu orang atau satu kelompok dengan mengemukakan apa
yang tidak disukai kedua belah pihak. Biasanya kalimat namimah selalu
ditambah-tambah dan dikemas sedemikian rupa, sehingga apa yang
disampaikan tersebut menarik untuk didengar. (Umary, 1993: 52-53)
Umat manusia diajarkan untuk agar senantiasa tidak melakukan
perbuatan namimah, yaitu dengan cara: tidak mempercayainya karena setiap
pembawa namimah adalah fasiq, melarang orang tersebut untuk
meneruskan ucapannya dan menasehatinya dengan sebaik-baiknya,
membencinya karena Allah sebab perbuatan itu tidak disekai Allah, tidak
berprasangka buruk dengan orang yang diadu domba, tidak membawa
hikayat cerita kemana-mana, dan tidak ridla dengan orang yang mengadu
domba dan lain sebagainya. (Abdullah, 2004: 48)
Sikap tidak menampakkan kegembiraa di atas penderitaan orang lain
sangat relevan sekali dengan kehidupan manusia sehari-hari, karena antara
80
muslim satu dengan muslim yang lain itu bersaudara, maka tidak pantas jika
sifat itu ada antara sesama orang yang beriman.
Allah SWT berfirman dalam QS An-nur: 19:
نيا إن الذين يحبون أن تشيع الفاحشة فى الذين أمنوا لهم عذاب أليم فى الد
و الأخرة
“sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan
yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi
mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat.” (QS. An-nur: 19)
Umat manusia diajarkan sebagaimana yang telah dituliskan oleh
Imam Nawawi dalam kitabnya Riyadus Shalihin membawakan ayat di atas
untuk menunjukkan terlarangnya menampakkan kebahagiaan ketika
seorang muslim mendapatkan musibah. Pendalilannya dari ayat tersebut
adalah jika seseorang menyebar berita jelek yang dilakukan orang mukmin
yang terjerumus dalam dosa mendapatkan ancaman kerugian di dunia dan
akhirat, apalagi jika seseorang menampakkan rasa gembira atas musibah
saudara muslim tanpa adanya sebab apa-apa. Secara umum kehormatan
sesama muslim tidak boleh diinjak, bisa jadi orang yang dijelekkan itu
dirahmati oleh Allah SWT (Syarh Riyadus Shalihin, 6/ 263)
Sikap tidak menyebut-nyebut pemberian serta menyakiti
penerimanya ini sangat relevan sekali dengan kehidupan manusia sehari-
hari. karena tidak jarang setiap manusia pasti ada yang yang mempunyai
sifat resebut.
Umat manusia diajarkan bagaimana supaya mereka tidak mempunya
sifat tersebut, yaitu sebagai berikut:
81
1. Mengungkit-ungkit pemberian dan menyakiti penerimanya merupakan
sifat orang bakhil, karena ia merasa takjub dengan pemberiannya. Ia pun
merasa pemberiannya adalah perkara yang besar meskipun sebenarnya
adalah kecil. Lalu ia iringi dengan mengungkit-ungkit pemberian dan
menyakiti hati penerima karena ia mengira bahwa dirinyalah yang telah
memberi.
2. Haram hukumnya mengungkit-ungkit pemberian dan menyakiti hati
penerima, karena kedua sifat ini membatalkan rasa syukur dan dapat
menghapus pahala amal, seperti yang dikatakan oleh sebagian orang,
mengungkit-ungkit pemberian dapat merusak seluruh kebaikan yang
telah engkau berikan, seseorang yang mulia yaitu orang yang apabila
memberi tidaklah menyertakan pemberiannya dengan mengungkit-
ungkit.
3. Infaq fi Sabilillah termasuk peruatan ma’ruf yang bisa mendekatkan diri
kepada Allah SWT dan melindungi dari keburukan-keburukan,
hendaknya amal tersebut benar-benar ikhlas mengharap wajah Allah
semata, dan lain sebagainya.
Manusia yang memberikan sesuatu kepada orang lain, kalau itu
adalah sedekah maka ia memberikannya karena Allah SWT. Jika demikian
adanya, maka manusia tidak boleh menyebut-nyebut pemberiannya, baik
mengatakan itu dihadapan penerima atau tidak.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-baqarah: 264:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan
82
penerimanya, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ria kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Allah SWT dan hari kemudian.
Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu mendaikannya bersih (tidak
bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka
usahakan dan Allah SWT tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
fakir. (QS. Al-baqarah: 264)
Ini menunjukkan bahwa jika manusia menyebut-nyebut
pemberiannya maka pahalanya batal, ia tidak mendapatkan pahala darinya
dan juga mendapat dosa besar.
Sikap syukur sangat relevan dengan kehidupan manusia sehari-hari,
karena bersyukur berarti berterimakasih atas segala nikmat yang diberikan
Allah SWT. Dan perilaku ini harus ada dalam diri setiap manusia, karena
setiap nafas yang kita hirup merupakan Kuasa-nya. Umat manusia diajarkan
berterima kasih kepada Allah dengan cara mempergunakan nikmat
sebagaimana diperintahkan Allah SWT. Nikmat sehat untuk beribadah dan
bekerja, nikmat harta untuk nafkah dan zakat, infak, dan sedekah, nikmat
jabatan untuk membuka jalan kebaikan bagi islam dan kaum muslim.
Allah SWT berfirman dalam QS. Ibrahim: 7 :
و إذ تأذن ربكم لئن شكرتم لأزيدنكم و لئن كفرتم إن عذابى لشديد
“Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah nikmat-Ku untukmu,
dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih.” (QS.
Ibrahim: 7)
Rasa syukur seorang muslim dilakukan dengan hati, yaitu dengan
menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata
karena anugerah dan kemurahan Allah SWT. Syukur dengan lisan berupa
83
ucapan hamdalah (Alhamdulillah) dan syukur dengan anggota badan
dilakukan dengan mempergunakan segala nikmat hanya untuk kebaikan.
(www.risalahislam.com)
Seorang manusia yang mempunyai sifat sabar dalam kesusahan,
maka kesusahan itulah yang menjadikan masalahnya sebagai sumber
kebaikan. Saat bergembira mendapatkan nikmat juga menjadi ladang amal
kebaikan dengan cara bersyukur. Maka, sabar dan syukur adalah sikap dasar
kehidupan seorang muslim yang membuatnya selalu bahagia, ceria, dan
optimis.
Mengingat Allah SWT dalam melakukan aktivitas sehari-hari sangat
relevan dengan kehidupan manusia sehari-hari, karena mengingat Allah
SWT merupakan kegiatan utama yang seharusnya dilakukan dalam kegiatan
sehari-hari. Manusia diajarkan agar semua kegiatan senantiasa berkah dan
mendapat nilai ibadah di sisi Allah SWT, maka hendaklah setiap akan
melakukan kegiatan, kita berdoa kepada Allah SWT.
Shalat adalah kegiatan dzikir yang telah ditetapkan waktu dan tata
caranya. Di luar shalat lima waktu tersebut juga bisa melaksanakan kegiatan
dzikir lainnya, dalam rangka menjaga komunikasi dan hubungan dengan
Allah SWT setiap saat. Rasulullah banyak mengajarkan doa-doa yang
dianjurkan dibaca setiap hari, seperti doa yang dibaca ketika mau tidur dan
bangun tidur, masuk kamar mandi dan keluar kamar mandi, sebelum makan
dan sesudah makan, keluar rumah dan masuk rumah, masuk masjid dan
keluar masjid, doa saat melakukan perjalanan, dan lain sebagainya. Semua
84
doa itu merupakan kalimat dzikir yang menjaga hubungan dan komunikasi
dengan Allah SWT. (Aditia, 2011: 20)
Umat manusia juga diajarkan apa saja manfaat dari pada melakukan
dzikir saat melakukan aktivitas sehari-hari supaya mereka sadar dan mau
mengamalkan dzikir-dzikir yang sudah diajarkan Rasulullah SAW,
diantaranya yaitu,
1. Mendapatkan keberuntungan, yaitu masuk surga
2. Mendapatkan pahala yang besar
3. Menolak syaitan dan menghancurkannya
4. Membuat hati tenang, gembira, dan lapang serta hilangnya duka cita
5. Menumbuhkan mahabbah dan muqarrabah kepada Allah SWT
6. Diingat oleh Allah SWT
7. Menggugurkan dosa sekaligus menghilangkannya
8. Menghindarkan diri daru ghibah dan namimah
9. Akan diliputi malaikat, dituruni rahmat, mendapatkan kedamaian, dan
dibanggakan Allah SWT di hadapan malaikat
10. Dan lain sebagainya (Qayyim, 2014: 45)
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisis pada bab-bab sebelumnya
yang dilakukan penulis, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-adzkar Karya Imam An-
nawawi
a. Pendidikan Akhlak terhadap Allah SWT
1) Pendidikan untuk selalu berdoa kepada Allah SWT
2) Pendidikan Tawakkal kepada Allah SWT
3) Pendidikan tawadhu’ terhadap Allah
b. Pendidikan Akhlak terhadap Raasulullah SAW
Pendidikan untuk mengucapkan shalawat dan salam kepada
Rasulullah SAW ketika nama beliau disebut
c. Pendidikan Akhlak terhadap Al-Qur’an
1) Pendidikan untuk selalu membaca Al-qur’an
2) Pendidikan untuk mengamalkan isi dari Al-qur’an
d. Pendidikan Akhlak tehadap sesama manusia
Di dalam kitab al-Adzkar di sebutkan bahwa, akhlak
terhadap sesama manusia dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Akhlak terpuji, yaitu meliputi:
a) Rasa persaudaraan
b) Menahan amarah
86
c) Tawadhu’
2) Akhlak tercela
a) Ghibah dan Namimah
b) Menampakkan kegembiraa di atas penderitaan orang lain
c) Memberikan persaksian palsu
d) Menyebut-nyebut pemberian serta menyakiti penerimanya
e) Berbuat sewenang-wenang terhadap anak yatim
e. Pendidikan Terhadap diri sendiri, yaitu meliputi:
1) Sabar
2) Syukur
3) Optimis
f. Pendidikan Tata cara melakukan aktivitas sehari-hari
1) Pendidikan untuk selalu berdoa ketika sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas sehari-hari
2) Pendidikan untuk selalu berdzikir (mengingat Allah SWT)
ketika akan atau sesudah melakukan aktivitas sehari-hari
2. Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak Kitab Al-adzkar dalam kehidupan
sehari-hari.
Nilai-nilai pendidikan akhlak yang relevan dapat diambil dan
diterapkan terhadap masyarakat sekarang dari kitab Al-adzkar karya
Imam Nawawi antara lain dapat penulis uraikan bahwasannya nilai
pendidikan akhlak dalam kitab Al-adzkar sudah sangat relevan sekali
dengan kehidupan manusia sehari-hari, tidak hanya pendidikan akhlak
87
terhadap sesama muslim tetapi bersifat universal (menyeluruh) karena
setiap manusia itu benar-benar harus mempunyai pendidikan akhlak
yang baik, baik pendidikan akhlak terhadap Tuhannya maupun terhadap
sesama manusia.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas penulis
mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Untuk lembaga IAIN Salatiga
Sasaran jurusan pendidikan agama Islam merupakan aktualisasi
dari tujuan jurusan yaitu menghasilkan praktisi pendidikan agama Islam
yang profesional dan berakhlak mulia. Oleh karena itu, untuk
menghasilkan lulusan yang yang berakhlak mulia sebagaimana yang
telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, hendaknya lembaga-lembaga
pendidikan agama Islam, khususnya lembaga IAIN Salatiga
menyediakan lebih banyak literatur yang membahas tentang akhlak dan
kegiatan-kegiatan perjalanan Rasulullh SAW.
2. Untuk mahasiswa IAIN Salatiga
Peran sejarah akhlak dan aktivitas Nabi Muhammad SAW dan
para sahabat Rasulullah SAW, berperan sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam ibadah maupun pendidikan dan
aktivitas kehidupan lainnya. Oleh karena itu, siswa dan mahasiswa
yang belajar dalam bidang agama Islam hendaknya bersungguh-
sungguh dalam mempelajari dan menerapkan i’tibar dari sejarah
88
tingkah laku Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi umat
manusia.
3. Untuk peneliti selanjutnya
Hendaknya kepada peneliti selanjutnya lebih banyak lagi dalam
meneliti tentang pendidikan akhlak ini. Bahan referensi dalam
penelitian juga diharapkan lebih banyak dan luas lagi tentang buku-
buku atau kitab yang membahas tentang akhlak. Karna pendidikan
akhlak yang islami sangat dibutuhkan dan diperlukan di zaman
sekarang. Dengan banyaknya lagi penelitian tentang pendidikan akhlak
diharapkan dapat membantu dan memperbaiki akhlak bangsa terutama
bagi kaum muda. Selain itu diharapkan juga agar dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dan semua yang
membacanya.
C. Penutup
Syukur Alhamdulillah penulis aturkan kepada Allah SWT, Dialah
yang mengawali dan mengakhiri, berkat rahmat, taufiq dan hidayah-Nya
skripsi yang sangat sederhana ini dapat terselesaikan dengan segala
keterbatasan penulis.
Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, sosok yang baik, tenang dan sempurna dari seluruh
ciptaan-Nya, baik yang sesalu ingat kepada Allah SWT ataupun yang selalu
lalai kepada-Nya. Semoga syafa’at beliau selalu tercurahkan kepada umat
muslim seluruhnya.
89
Ketahuilah, Abu Zakaria Muhyiddin berkata, “Yang mengumpulkan
kitab Al-adzkar ini semoga Allah selalu memaafkannya, kukumpulkan kitab
ini pada bulan muharram, tahun 667 H dan aku berlelah-lelah dan bersibuk-
sibuk demi kebaikan kaum muslimin.”
90
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, bin Jarullah. 2004. Awas Bahaya Lidah. Jakarta: Gema Insani Press
Abdul Mujib dan Muhaimin. 1998. Pemikiran Pendidikan Islam.
Bandung:Trigenda Karya.
Abdurrahmah bin Abi Hatim Muhammad bin Idris Ar-raazi. Syadzaratudz Dzihab.
Jilid 5.
Aditia, Efran. 2011. Doa-doa dari hadis. Cibubur: PT. Variapop Group
Ali, M. Daud, 2000. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Amin, Syaikh bin Abdullah Asyaqawi. Sifat Tawadhu’ Rasulullah SAW, Terjemah
Abu Umah Arif Hidayatullah.
Amrullah, Zaidun. 2005. Ghibah Dalam Pandangan Islam. Jakarta: Erlangga
Ardani, Moh. 2005. Akhlak Tasawuf. Tanpa Kota Penerbit: PT. Mitra Cahaya
Utama.
Barmawie, Umary. 1993. Materi Akhlak. Yogyakarta: Ramadhani
Daroeso, Bambang. 1986. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral. Semarang: CV.
Aneka Ilmu.
Departemen Agama Republik Indonesia. 1994. Al-qur’an dan Terjemahnya.
Semarang: PT. Kumudasmoro Grafindo.
Hafidz, Muhammad & Kastolani. 2009. Pendidikan Islam: Antara Tradisi dan
Modernnitas. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Hamzah, Amir Fachruddin. 1997. Penyakit-penyakit Hati. Bandug: Pustaka
Hidayah.
91
Idris Muhammad Abdul Rojak Marbawi. Kamus Idris Marbawie Arab Melayu.
Indonesia: tth.
Ishaq Sholih. 1998. Akhlak dan Tasawuf. Bandung: IAIN.
Kosaih, Djadiri. 1998. Menelusuri Dunia Efektif-Nilai Moral dan Pendidikan
Islam. Bandung: Lab PPKN FPLPS IKIP Bandung.
Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani Press.
Mansur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Mohammad, Rifa’I Jamhari. 1969. Pelajaran Agama Islam. Jakarta, CV. Indrajaya.
Muhammad, Syaikh bin Shalih Al-utsaimin. 1427 H. Sharh Riyadus Shalihin. Darul
Wathan.
Muhaimin, Mujib Abd. 1994. Dimensi-dimensi studi Islam. Surabaya: Karya
Abditama.
Nata, Abudin. 1997. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
...................... 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa.
...................... 2011. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nawawi, Muhammad. 2014. Al-adzkar Ensiklopedi Doa dan Dzikir dalam Al-
qur’an dan As-sunnah As-shahihah. Jakarta Timur: Pustaka As-sunnah.
Purwadarminta. 1999. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Qayyim, Ibnul. 2014. Faedah Dzikir yang Menakjupkan. Cibubur: Pustaka Ibnu
Umar
Qudamah, Ibnu. Jalan Orang-orang yang mendapat petunjuk. Jakarta: Pustaka Al-
kautsar
92
Ramayulis. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Rasyid, Komari. 2000. Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Citra Pustaka
Shalih, Muhammad al-Utsaimin. 2012. Keutamaan Membaca Al-qur’an. Jakarta:
Balai Pustaka.
Sumarno, Wiji. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: AR-RUZZ.
Tajuddin Abi Nashr ‘Abdil Wahhab Ibnu Taqiyuddin As-subkiy. Thabaqah Asy-
syafi’iyah Al-kubra. Jilid 5. Vol. 1153
Thoha, Chabib. 1999. Metodologi Pengajaran Agama. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Tim Mutiara, 2013. Hadis Arba’in Nawawi. Jogjakarta: Mutiara Media.
Umiarso dan Haris, Fatoni Makmur. 2010. Pendidikan Islam dan Krisis Moralisme
Masyarakat Modern. Jogjakarta: IRCiSoD.
Wardah, Abu bin Askat. 2002. Wasiat Dzikir dan Doa Rasulullah. Yogyakarta:
Media Insani.
Zahruddin AR. 2004. Pengantar Ilmu Akhlak. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Http://BiografiImamNawawi.com. Diakses pada 15/04/2017.
Http://BiografiKitabAl-adzkar.com, diakses pada 20/04/2017.
Http://KitabAl-AdzkarkaryaImamAn-Nawawi.or.id, diakses pada 29/04/2017.
Http://ProfilImamAn-Nawawi-WikipediadanMuslim.or.id. diakses pada
23/05/2017
Http://sistematikakitabal-adzkar.com, diakses pada 04/06/2017.
www.risalahislam.com,diakses pada 17/06/2017
Http://pondokpesantrenwaliaminah.blogspot.com
93
94
95
96
NILAI SKK
NAMA : NGUMDATUL QORI’
Nim : 111-13-025
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dosen PA : Prof. Dr. M. Zulfa, M. Ag.
No. Piagam dan Sertifikat Tanggal Keterangan Skor
1 Opak STAIN Salatiga 2013 27 Agustus 2013
M
Peserta 3
2 OPAK Tarbiyah 2013 29 Agustus 2013
M
Peserta 3
3 Library User Education
(Pendidikan Pemakai
Perpustakaan)
16 September
2013 M
Peserta 3
4 Lomba Mukhafadhah Se-
Madin DU Reksosari dalam
rangka Haflah Akhirussanah
Madin DU Reksosari, Suruh
Kab. Semarang
7 April 2014 M Panitia 3
5 Haflah Akhirussanah Madin
DU Reksosari, Suruh Kab.
Semarang
7 Juni 2014 M Panitia 3
6 Lomba Muwada’ah Khatmil
Kutub Se-Ponpes Putri Darul
‘Ulum Reksosari Suruh Kab.
Semarang
21 Ramadhan
1435 H
Panitia 3
7 Lomba Mukhafadhah Se-
Madin DU Reksosari dalam
rangka Haflah Akhirussanah
Madin DU Reksosari
1 April 2015 Panitia 3
97
8 Haflah Akhirussanah Madin
DU Reksosari, Suruh Kab.
Semarang
1 Juni 2015 M Panitia 3
9 Lomba FASI (Festifal Anak
Shaleh) antar TPQ Tingkat
Kec. Suruh Kab. Semarang
3 Juni 2015 M Panitia 3
10 Lomba Muwada’ah Khatmil
Kutub Se-Ponpes Putri Darul
‘Ulum Reksosari Suruh Kab.
Semarang
21 Ramadhan
1436 H
Panitia 3
11 Seminar Nasional 2015
“Epistemologi Tafsir
Kontemporer; Integrasi
Hermeneutika dalam Metode
Penafsiran Al-Qur’an
30 September
2015
Peserta 8
12 Seminar Nasional
“Implementasi Nilai-nilai
Pancasila Sebagai Benteng
dalam Menolak Gerakan
Radikalisme
10 Februari 2016
M
Peserta 8
13 Lomba Mukhafadhah Se-
Madin DU Reksosari dalam
rangka Haflah Akhirussanah
Madin DU Reksosari
21 Maret 2016 M Panitia 3
14 Lomba FASI (Festifal Anak
Shaleh) antar TPQ Tingkat
Kec. Suruh Kab. Semarang
3 Mei 2016 Panitia 3
15 Haflah Akhirussanah Madin
DU Reksosari, Suruh Kab.
Semarang
21 Mei 2016 M Panitia 3
16 Lomba Menjelang Hari Raya
‘Idul Fitri 1437 se TPA
Tarbiyatut Talamidz
22 Mei 2016 Panitia 3
98
17 Seminar STAY POSITIVE 26 Mei 2016 M Peserta 2
18 Lomba Muwada’ah Khatmil
Kutub Se-Ponpes Putri Darul
‘Ulum Reksosari Suruh Kab.
Semarang
21 Ramadhan
1437 H
Panitia 3
19 Festifal Jalan Sehat
Menjelang Hari
Kemerdekaan RI yang ke-71
TPQ Tarbiyatut Talamidz
Cukilan, Kec. Suruh Kab.
Semarang
14 Agustus 2016 Panitia 3
20 Lomba Memperingati Hari
Kemerdekaan RI yang ke-71
Ds. Cukilan Kec. Suruh Kab.
Semarang
16-17 Agustus
2016
Panitia 3
21 Lomba Kemerdekaan RI
yang ke 71 Ponpes Putri
Darul ‘Ulum Reksosari
Suruh Kab. Semarang
17 Agustus 2017 Panitia 3
22 Kegiatan Hari Santri
Nasional Ponpes Putri Darul
‘Ulum Reksosari Suruh Kab.
Semarang
22 Oktober 2016 Panitia 3
23 Seminar Nasional
Edupreneurship “Strategi
Marketing Kunci Sukses
Wirausaha
13 November
2016
Peserta 8
24 Lomba Mukhafadhah Se-
Madin DU Reksosari dalam
rangka Haflah Akhirussanah
Madin DU Reksosari
10 Maret 2017 Panitia 3
25 Haflah Akhirussanah Madin
DU Reksosari, Suruh Kab.
Semarang
10 Mei 2017 Panitia 3
99
26 Lomba FASI (Festifal Anak
Shaleh) antar TPQ Tingkat
Kec. Suruh Kab. Semarang
11 Mei 2017 Panitia 3
27 Lomba Muwada’ah Khatmil
Kutub Se-Ponpes Putri Darul
‘Ulum Reksosari Suruh Kab.
Semarang
21 Ramadhan
1438 H
Panitia 3
28 Lomba Menjelang Hari Raya
‘Idul Fitri 1437 se TPA
Tarbiyatut Talamidz
19 Juni 2017 Panitia 3
29 Sosialisasi Empat Pilar MPR
RI “Pancasila Sebagai Dasar
dan Ideologi Negara serta
Ketetapan MPR Negara
Kesatuan Republik
Indonesua sebagai Bentuk
Negara Bhineka Tunggal Ika
sebagai Semboyan Negara”
29 Juli 2017 Peserta 8
30 Penyerapan Aspirasi
Masyarakat “Memperkokoh
Peran Pemuda dalam
Menjaga Keutuhan NKRI”
29 Juli 2017 Peserta 8
31 Festifal Jalan Sehat
Menjelang Hari
Kemerdekaan RI yang ke-72
TPQ Tarbiyatut Talamidz
Cukilan Kec. Suruh Kab.
Semarang
13 Agustus 2017 Panitia 3
100