nilai-nilai pendidikan islam dalam novel 99 ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/127/1/nur...

82
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA (TELAAH KAJIAN DARI ASPEK UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh: NURHIDAYAH NIM 111 11 136 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015

Upload: others

Post on 05-Feb-2020

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL 99

CAHAYA DI LANGIT EROPA

(TELAAH KAJIAN DARI ASPEK UNSUR-UNSUR

PENDIDIKAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

NURHIDAYAH

NIM 111 11 136

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2015

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

Jl. Tentara Pelajar No. 2 Telp. (0298) 323706.323433 Fax 323433Salatiga

50721

Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara:

Nama : NURHIDAYAH

NIM : 11111 136

Fakultas : Tarbiyah

Jurusan : S1-Pendidikan Agama Islam

Judul : NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAN DALAM

NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA (TELAAH

KAJIAN DARI ASPEK UNSUR-UNSUR

PENDIDIKAN)

telah kami setujui untuk dimunaqosyahkan.

Salatiga, Agustus 2015

Pembimbing,

Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag.

NIP. 19660215 199103 1001

SKRIPSI

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL 99 CAHAYA

DI LANGIT EROPA

(TELAAH KAJIAN DARI ASPEK UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN)

DISUSUN OLEH

NURHIDAYAH

NIM:111 11 136

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan

Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga pada tanggal 29 Agustus 2015 dan telah dinyatakan

memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Kependidikan Islam.

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji : Drs. Bahroni, M.Pd.

Sekretaris Penguji : Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag

Penguji I : Dra. Djami’atul Islamiyah, M. Ag.

Penguji II : Drs. Abdul Syukur, M. Si

Salatiga, 29 Agustus 2015

Dekan

FTIK IAIN Salatiga

Suwardi, M.Pd

NIP. 19670121 199903 1 002

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : NURHIDAYAH

NIM : 111 11 136

Jurusan : Tarbiyah

Program Studi : S1-Pendidikan Agama Islam

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan karya

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain. Pendapat-pendapat atau temuan

dari orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan

kode etik ilmiah.

Salatiga, Agustus 2015

Yang menyatakan,

NURHIDAYAH

NIM. 111 11 136

MOTTO HIDUP

“Hidup ini bagaikan samudra tempat banyak ciptaan-ciptaan-Nya yang

tenggelam. Maka jelajahilah dunia ini dengan menyebut nama Allah. Jadikanlah

ketakutanmu pada Allah sebagai kapal-kapal yang menyelamatkan.

Kembangkanlah keimanan sebagai layarmu, logikasebagai pendayung kapalmu,

ilmu pengetahuan sebagai nahkoda perjalananmu, dan kesabaran sebagai

jangkar dalam setiap badai cobaan.”(Ali bin AbiThalib)

PERSEMBAHAN

Untuk Bapak (alm Mashudi), Ibu Siti Juariah, kakak-kakak dan andik-adikku

tercinta yang menjadi inspirasi dan semangatku.

Untuk keluarga besar tercinta yang menjadi inspirasi dan semangatku pula.

KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

yang dengan rahmad, taufiq, dan hidayahnya, skripsi dengan judul Nilai-Nilai

Pendidikan Islam Dalam Novel 99 Cahaya di Langit Eropa (Telaah Kajian Dari

Aspek Unsur-Unsur Pendidikan) Karangan Hanum Salsabila Rais dan Rangga

Almahendra ini bisa terselesaiakan.

Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan baginda

Rasulullah Muhammad SAW, manusia inspirasi penuh keteladanan yang

senantiasa dinantikan syafa’atnya dihari kiamat. Tidak lupa shalawat serta salam

juga disampaikan kepada keluarga sahabat dan orang-orang yang senantiasa

Istiqomah di jalankebaikan .

Penulis menyadarai bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa

motivasi, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya

Olehkarenanya, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam menyelesaikan kepada semuapihak yang telah membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih

kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd.,selaku Rektor IAIN Salatiga yang

senantiasa memberi wejangan inspirasinya.

2. Bapak Suwardi, M.Pd.,selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu keguruan

IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Ruhayati, M,Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

(PAI) IAIN Salatiga.

4. Bapak Dr.H. Muh Saerozi, M.Ag. selaku pembimbing yang telah

meluangkan watunya untuk mengarahkan dan membimbing menulis

dalam proses penulisan skripsi.

5. Ibu Eva Palupi, S.Psi selaku dosen Pembimbing Akademik penulis yang

dengan kesabaranya, membimbing penulis dari waktu kewaktu.

6. Bapak dan Ibu dosen karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan

ilmu, semangat, dan inspirasinya kepada penulis.

7. Sahabat perjuang disafira tercinta, dan najwa yang senantiasa mendukung,

memotivasi saya disetiap waktunya.

8. Terimakasih mbak Endang dan akh Fikri yang telah meluangkan

waktunya untuk mengarahkan, membimbing, dan memotivasi saya

semoga kalian menjadi pasangan serasi dengan ikatan yang suci.

9. Sahabat perjuang di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia

(KAMMI) Salatiga tetaplah pada semangat nafas perjuangan menegagkan

dinnul Islam.

10. Sahabat perjuangan teman-teman PAI angkatan 2011, terkhusus kelas D,

temen-temen PPL dan KKN terimakasih atas semua motivasi kawan-

kawan semua untuk senantiasa berjuang menjadi agen muslim yang

menebarkan kebaikan.

11. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu terimakasih atas

motivasinya semoga Allah senantiasa membalas kebaikan teman-teman

dengan sebaik-baiknya balasan.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik secara subtansitif

ataupun teknis. Oleh karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan

saran dari semua pihak agar bisa menjadi evaluasi dan perbaikan untuk

kedepanya. Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat kepada pembaca

khususnya kepada penulis.

Penulis

ABSTRAK

Nurhidayah. 2015. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel 99 Cahaya di Langit

Eropa (telaah kajian dari aspek unsur-unsur pendidikan)karya Hanum

Salsabila Rais dan Rangga Almahendra. Skripsi. Jurusan Tarbiyah dan

Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam

Negeri Salatiga. Pembimbing Dr.H. Muh Saerozi, M.Ag.

Kata Kunci: Nilai-nilaiPendidikan Islam, Novel 99 Cahaya di Langit Eropa.

Pendidikan Islam adalah suatu komponen inti dalam dunia pendidikan.

Karena manusia membutuhkan tidakhanya pengetahuan saja namun juga kekuatan

spiritual keagamaan agar terbentuk manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai

dengan norma Islam. Pendidikan didapat tidak hanya melalui sekolah formal saja.

Pendidikan didapat dari mana saja. Salah satunya melalui karya sastra yang

bermutu dan berkualitas yaitu novel 99 Cahaya di Langit Eropa karya Hanum

Salsabila Rais dan Rangga Almahendra. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui: 1) Nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel 99 Cahaya di Langit

Eropa. 2) Relevansi pendidikan Islam novel 99 Cahaya di Langit Eropa dalam

kehidupan masyarakat muslim.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research),

sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan interview dan documenter.

Analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis (content analysis).

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1) Nilai-nilai Pendidikan Islam

yang terkandung dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa, yaitu nilai pendidikan

aqidah/keimanan, nilai pendidikan ibadah, nilai pendidikan akhlak. 2) Relevansi

pendidikan novel 99 Cahaya di Langit Eropa dalam kehidupan masyarakat

Muslim, yaitu hidup mandiri, ajakan untuk menuntut ilmu, ajaran untuk

senantiasa bersabar, perintah mengerjakan shalat dan puasa, perintah untuk

berbicara dengan baik, dan tatacara berhubungan dengan beda agama.

DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................. iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................. v

KATA PENGANTAR................................................................................ vi

ABSTRAK ................................................................................................ ix

DAFTAR ISI ............................................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1

B. Rumusan masalah .............................................................. 6

C. Tujuan Penelitian ............................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ............................................................. 6

E. Metode Penelitian ............................................................. 7

F. Penegasan Istilah .............................................................. 12

G. Sistematika Penulisan......................................................... 14

BAB II BIOGRAFI NOVEL

A. Biografi Pengarang ............................................................. 16

B. Latar Belakang Penulisan Novel......................................... 18

C. Dasar Pemikiran Pengarang Novel .................................... 20

D. Hasil Karya Hanum Salsabila Rais Dan Rangga Almahend 20

BAB III NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM

A. Unsur Pendidikan................................................................ 23

B. Nilai Pendidikan .................................................................. 37

1. Nilai Pendidikan Aqidah............................................... 37

2. Nilai Pendidikan Ibadah ................................................ 45

3. Nilai Pendidikan Akhlaq ............................................... 49

BAB IV RELEVANSI DALAM PENDIDIKAN MASYARAKAT MUSLIM

Relevansi dalam Kehidupan Masyarakat Muslim ...................... 54

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................... 62

B. Saran ..................................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 67

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Tugas Pembimbing Skripsi

2. Satuan Kredit Kegiatan (SKK)

3. Lembar Bimbingan Sekripsi

4. Riwayat Hidup Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30 bahwa entitas

manusia diciptakan di bumi adalah sebagai khalifah. Dalam sebuah kisah yang

diabadikan dalam Al-Qur’an tersebut, ketika Allah SWT mengatakan hal

tersebut kepada para malaikat, mereka protes. Mereka berpikir bahwa manusia

ini adalah makhluk yang suka berbuat kerusakan di bumi dan suka saling

membunuh satu sama lain. Kemudian Allah SWT menunjukkan kepada para

malaikat tersebut tentang keistimewaan Adam, yang merupakan manusia

pertama yang diciptakan oleh Allah SWT. Keistimewaan tersebut adalah

tentang ilmu yang diberikan Allah SWT kepada Adam (QS. Al-Baqarah:30-

32).

Sebuah entitas sebagai seorang khalifah yang bertugas mengelola dan

memimpin diberikan pengertian bahwa tugas tersebut bisa dilakukan dengan

bekal ilmu. Sehingga tugas sebagai seorang khalifah bisa terlaksana dengan

baik dan bisa memberikan kemanfaatan. Sedemikian pentingnya ilmu, maka

tidak heran orang-orang yang berilmu mendapat posisi yang tinggi baik di sisi

Allah maupun manusia (QS. Al Mujadilah:11). Bahkan syaithanpun kewalahan

terhadap orang muslim yang berilmu, karena dengan ilmunya, ia tidak mudah

terpedaya oleh tipu muslihat syaithan.

Ilmu merupakan hal abstrak yang bisa dimiliki manusia ketika dia

menangkap ilmu tersebut. Semisal ilmu tentang komputer, seseorang akan

memiliki ilmu mengenai hal tersebut lantaran dia belajar atau diajari

bagaimana mengoperasikan sebuah komputer. Semisal juga ilmu tentang

berdagang, seseorang bisa memiliki kemampuan berdagang lantaran dia

mengamati atau belajar kepada ahlinya mengenai ilmu tersebut. Begitu juga

dengan ilmu agama seperti ilmu tentang shalat, wudhu, puasa, haji, membaca

Al-Qur’an, dan sebagainya.

Ilmu bisa didapatkan dari sebuah proses yang kemudian dinamakan

pendidikan. Pendidikan merupakan proses di mana seseorang mengembangkan

kemampuan sikap dan bentuk tingkah lakunya dalam masyarakat dia hidup.

Dengan pendidikan manusia akan mendapatkan berbagai macam pengetahuan

untuk bekal kehidupannya karena pendidikan merupakan kebutuhan mutlak

yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan Islam adalah salah satu

komponen inti dalam dunia pendidikan. Karena manusia membutuhkan tidak

hanya pengetahuan saja namun juga kekuatan spiritual keagamaan agar

terbentuk manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam.

Namun, di era kemajuan teknologi seperti sekarang ini pendidikan tidak

hanya bisa didapat di sekolah atau lembaga pendidikan formal saja. Pendidikan

bisa didapat dari mana saja. Salah satunya adalah melalui karya sastra yang

bermutu dan berkualitas. Di era sekarang, sudah ada beberapa karya sastra

yang bermutu dan berkulitas yang didalamnya tidak hanya mengandung unsur

hiburan semata namun juga banyak sekali mengandung nilai-nilai moral dan

pendidikan.

Memasukkan nilai-nilai pendidikan melalui cerita pun sudah ada sejak

dahulu,misalnya melalui kisah-kisah para nabi yang dikemas dalam sebuah

cerita sehingga anak-anak didik lebih mudah dalam mengambil ibrah dari

tokoh-tokoh para nabi dan mengimplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu media penyampaian ilmu yang menggunakan model cerita ini

adalah novel. Novel berasal dari bahasa Italia yaitu novella artinya sebuah

barang baru yang kecil. Novel dapat mengemukakan sesuatu yang lebih bebas,

menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan banyak

melibatkan berbagai permasalahan yang kompleks (Jothee, 2013:121).

Novel merupakan sebuah karangan yang panjang dan berbentuk prosa

serta mengandung rangkaian cerita yang sambung menyambung kehidupan

seseorang dengan orang lain di sekelilingnya yang menonjolkan karakter dan

watak pada setiap pelakunya. Dari pengertian lain bahwa novel

mendeskripsikan suatu kejadian dari semua tokoh-tokohnya, dimana peristiwa-

peristiwa itu memunculkan pergolakan batin yang terkadang mengubah

perjalanan nasib masing-masing tokohnya. Selanjutnya bahwa novel cenderung

meluas serta menitikberatkan kepada komplesitas, maksudnya adalah hal

pembawaan karakter, perwatakan, permasalahan yang dialami oleh semua

tokoh-tokohnya, serta perluasan dari latar cerita itu.

Para pakar neorologi melakukan penelitian selama bertahun-tahun untuk

mengetahui efek membaca buku bagi otak. Mereka menggunakan novel

sebagai sarana penelitian hasilnya menakjubkan, membaca ternyata memberi

efek yang kuat pada mental, memori, serta imajinasi dan kasih

sayang.Membaca novel juga dapat mengurangi stres, dapat meningkatkan kerja

otak, dapat meningkatkan daya ingat, dapat melindungi otak hingga hari tua,

menambah kosokata baru, merubah perwatakan sipembaca, meningkatkan

kreativitas dan masih banyak manfaat dari membaca novel.

Diantara novel Islami yang mengandung nilai-nilai pendidikan Islam,

salah satunya adalah novel 99 Cahaya di Langit Eropa karya Hanum Salsabila

dan Rangga Almahendra. Novel ini tidak hanya berisi tentang cerita fiktif

belaka, tetapi diperkuat dengan dalil-dalil Al-Qur’an maupun Hadis. Sehingga

cerita yang dipaparkan tidak sebatas imaginer, tetapi juga memiliki misi

edukatif. Misi edukatif ini bisa dilihat dari nilai-nilai pendidikan Islam yang

terkandung dalam dialaog-dialog tokoh dan juga cerita sejarah yang ada dalam

novel Best Seller tersebut. Di antara nilai-nilai pendidikan Islam yang

terkandung dalam novel ini adalah nilai pendidikan aqidah, ibadah, dan akhlaq

yang dikemas secara estetis dalam bentuk narasi.

Dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropaini dijelaskan tidak hanya

sekedar keindahan menara eiffel, Tembok Berlin, konser mozart, Colosseum

Roma, ataupun gondola-gondola di Venizia saja akantetapi juga sejarah

mengenai Islam yang pernah berjaya di Eropa.Eropa dan Islam, keduanya

pernah menjadi pasangan serasi. Namun kini hubungan keduanya penuh

pasang surut. Berbagai kejadian sejak sepuluh tahun terakhir –misalnya

pengeboman Madrid dan London, menyusul serangan teroris 11 September di

Amerika, dan kontroversi kartun Nabi Muhammad- menyebabkan hubungan

dunia Islam dan Eropa mengalami ketegangan yang cukup serius. Masih ada

manusia-manusia dari kedua pihak yang terus memperburuk hubungan

keduanya. Luka dan dendam akibat ratusan tahun perang salib yang masih

membekas sampai hari ini.

Perang tidak hanya meninggalkan kerusakan fisik saja. Akan tetapi dapat

menorehkan luka pada sejarah. Peristiwa penaklukan konstantinopel misalnya,

jihad tidak hanya menggunakan genjatan atau perang saja akantetapi

bagaimana menjadi agen muslim yang baik yang menebarkan kebaikan. Seperti

dalam Al-Qur’an surat Fushilat ayat 33 yang artinya bahwa “ucapan yang

paling baik adalah ucapan yang menyeru/mengajak kepada kebaikan”

Kisah-kisah tersebut diceritakan dengan bahasa yang menarik sehingga

tidak membosankan ketika dibaca lebih penting secara tidak langsung kisah-

kisah tersebut menginspirasi dan memotivasi karena sarat dengan nilai-nilai

pendidikan khususnya pendidikan Islam.

Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah

penelitian dengan mengambil judul NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM

DALAM NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA(TELAAH KAJIAN

DARI ASPEK UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN). Judul tersebut penulis

ambil dengan harapan bisa memberikan kemanfaatan bagi masyarakat secara

umum khususnya umat Islam. Bahwa dimanapun kita berada kita memiliki

komitmen dan keyakinan dan menjadi agen muslim yang menebarkan

kebaikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemikiran latar belakang masalah di atas, penulis membuat

beberapa rumusan masalah sebagai langkah awal dalam penelitian ini yaitu

sebagai berikut:

1. Apa saja nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel 99 Cahaya di Langit

Eropa?

2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel 99 Cahaya di

Langit Eropa terhadap pendidikan Masyarakat Muslim?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang ada dalam novel 99 Cahaya

di Langit Eropa.

2. Untuk mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel 99

Cahaya di Langit Eropa terhadap pendidikan Masyarakat Muslim.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik

Secara teoritik penelitian ini diharapkan dapat menggali wacana baru

tentang karya-karya sastra yang mempunyai nilai-nilai pendidikan Islam.

Selain itu dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam

bidang pendidikan agama Islam, membangun kerangka berpikir aplikatif

yang sesuai dengan kondisi saat ini.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini memiliki beberapa manfaat sebagai

berikut:

a. Bagi civitas akademika, penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai salah satu acuan penelitian-penelitian yang relevan di masa yang

akan datang.

b. Bagi dunia pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan terhadap penggunaan media pembelajaran yang efektif dan

efesien dalam rangka melaksanakan pendidikan melalui cara yang

inspiratif dalam mendidik siswa.

c. Bagi dunia sastra, diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan dan

menjadi bahan pertimbangan dalam membuat sebuah karya, yaitu tidak

hanya memuat tentang kehidupan dan hiburan semata sebagai daya jual

namun juga memperhatikan isi dan masukan pesan-pesan yang dapat

diambil dari karya sastra tersebut.

E. Metode Penelitian

Metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara

atau suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu objek penelitian, sebagai

upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan secara

ilmiah dan termasuk keabsahannya (Ruslan, 2010:24).

Metodologi ini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan

dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam

bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan

prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan

kebenaran(Mardalis, 2002:24). Adapun komponen dalam metode penelitian ini

adalah:

1. Jenis dan Pendekekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research),

dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis (descriptif of analyze

research). Deskripsi analisis ini mengenai biografis yaitu pencarian berupa

fakta, hasil dari ide pemikiran seseorang melalui cara mencari,

menganalisis, membuat interpretasi serta melakukan generalisasi terhadap

hasil penelitian yang dilakukan (Moleong, 2005:29).

Penelitian ini menggunakan literatur dan teks sebagi objek utama

analisis yaitu dalam penelitian ini adalah novel yang kemudian

dideskripsikan dengan cara menggambarkan dan menjelaskan dalam teks-

teks dalam novel yang mengandung nilai pendidikan Islam dengan

menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-teks

yang dideskripsikan.

Penulis juga menggunakan pendekatan sastra dalam mengkaji subjek

penelitian ini yaitu pendekatan pragmatif. Pendekatan pragmatif adalah

pendekatan yang mendasarkan pada nilai guna dan manfaat karya sastra

memperhatikan pada peranan pembaca dalam memakai karya sastra.

Pandangan terhadap karya sastra (seni) secara pragmatis menggeser doktrin

“seni” (hanya untuk seni). Pendekatan ini digunakan karena

mempertimbangkan aspek kegunaan dan manfaat karya sastra (novel) yang

dapat diperoleh pembaca(Mu’min, 2008:28).

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah:

a. Metode Penelitian Kepustakaan (library research)

Metode penelitian kepustakaan (library research)yaitu

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mencari data dan

informasi dengan bantuan macam-macam materi yang terdapat di

perpustakaan, misalnya beberapa buku, majalah, naskah, catatan dan

lain-lain (Kartono, 1990:33). Metode kepustakaan ini diambil karena

dalam hal ini penulis mencoba untuk menelusuri karya sastra yang perlu

ketelitian dan kejelian dalam menjalaninya, sehingga diperlukan

membaca dan memahami literatur-literatur yang ada kaitanya dengan

judul. Dan dengan melalui metode ini pula data-data tersebut penulis

susun menjadi karya ilmiah.

b. Metode Interview

Metode interview atau wawancara yaitu dialog yang dilalukan oleh

pewawancara untuk memperoleh informasi atau data dari orang yang di

wawancarai (Arikunto, 2002:126). Dalam metode interview ini peneliti

mengajukan pertanyaan secara langsung kepada informan dan jawaban

informan dicatat atau direkam dengan alat perekam (tepe recorder)

(Suhartono, 1999:67). Interviewini di lakukan dengan pengarang novel

99 Cahaya di Langit Eropa yaitu Hanum Salsabila dan Rangga

Almahendra. Hal-hal yang di ungkapkan dalam wawancara ini

berdasarkan atas draf yang telah dibuat.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat

diperoleh (Arikunto, 2006:129). Dalam penulisan skripsi ini, sumber data

yang digunakan adalah beberapa sumber yang releven dengan pembahasan

skripsi. Adapun sumber data terdiri dari dua macam yaitu:

a. Data Primer

Sebagai sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel 99

Cahaya di Langit Eropa karya Hanum Salsabila dan Rangga Almahendra

yang secara langsung menjadi objek dalam penelitian skripsi ini. Data ini

ditunjang dengan hasil interview dengan narasumber yang bersangkutan

dalam penelitian ini. Dalam hal ini yang menjadi interviewnya adalah

pengarang novel 99 Cahaya di Langit Eropa yaitu Hanum Salsabila dan

Rangga Almahendra.

b. Data Sekunder

Sumber data sekunder, yaitu berbagai literatur yang berhubungan

dan relevan dengan objek peneliti, baik itu berupa transkip, wawancara,

buku, artikel di surat kabar, majalah, tabloid, website, multiplay, dan blog

diinternet yang berupa jurnal.

4. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam analisis data ini adalah analisis isi,

yaitu dengan menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman

atas teks-teks yang didiskripsikan. Isi dalam metode analisis ini terdiri atas

dua macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang

terkandung dalam dokumen dan naskah, sedangkan isi komunikasi adalah

pesan yang terkandung sebagai akibat yang terjadi (Ratna, 2007:48).

Sebagaimana metode kualitatif, dasar pelaksanaan metode analisa

isi adalah penafsiran. Apabila proses penafsiran dalam metode kualitatif

memberi perhatian pada situasi ilmiah, maka dasar penafsiran dalam metode

analisis isi memberikan perhatian pada isi pesan. Oleh karena itulah, metode

analisis isi dilakukan dalam dokumen-dokumen yang padat isi. Peneliti

menekankan bagaimana pemaknakan isi komunikasi, memaknakan isi

interaksi, simbolik yang terjadi dalam peristiwa komunikasi (Ratna,

2007:49).

Dalam penelitian ini, penulis akan mengkaji isi novel 99 Cahaya di

Langit Eropa yang mengandung nilai-nilai pendidikan Islam.

Langkah-langkah yang penulis gunakan dalam pengolahan data

adalah:

a. Langkah Deskripsi, yaitu menguraikan teks-teks dalam novel 99 Cahaya

di Langit Eropa yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan Islam.

b. Langkah Interpretasi, yaitu menjelaskan teks-teks adalam novel 99

Cahaya di Langit Eropayang berhungan dengan nilai-nilai pendidikan

Islam.

c. Langkah Analisis, yaitu menganalisis penjelasan dari novel99 Cahaya di

Langit Eropayang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan Islam.

d. Langkah mengambil kesimpulan, yaitu mengambil kesimpulan dari novel

99 Cahaya di Langit Eropayang berhungan dengan nilai-nilai pendidikan

Islam.

F. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalah fahaman penafsiran terhadap judul penelitian

diatas, maka penulis berusaha menjelaskan dari berbagai istilah pokok yang

terkandung dalam judul tersebut, yaitu:

1. Nilai Pendidikan Islam

Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi

kemanusiaan (Poerwadarminto, 1999:667). Nilai (value) dalam pandangan

Brubacher tidak terbatas ruang lingkup. Nilai tersebut sangat erat dengan

pengertian-pengertian dan aktivitas manusia yang kompleks sehingga sulit

ditentukan batasannya (Muhaimin, 1993:109). Jadi manusia hidup di dunia

tidak terlepas dari adanya ikatan nilai. Karena nilai itu merekat pada

manusia dan mampu memberi arti bagi manusia.

Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan

mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya

menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuia dengan norma

Islam (Materi UKL PAI, 2014: 25).

Pendidikan Islam adalah bentuk kepribadian muslim. Cirinya adalah

perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan perunjuk dan ajaran Islam.

Untuk itu perlu adanya usaha, kegiatan, cara, alat, dan lingkungan hidup

yang menunjang keberhasilannya (Darajat, 2011:27).

Pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis.

Ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal saleh. Oleh karena itu

pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan amal, karena ajaran

Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat,

menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama. Oleh karenanya,

pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat

(Darajat, 2011:28).

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpukan bahwa

pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memeilihara dan

mengembangkan fitrah manusia serta membentuk akhkaq yang baik

sehingga tercipata kepribadian muslim yang berakhlaqul karimag.

2. Novel 99 Cahaya di Langit Eropa

Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis adanya naratif.

Biasanya dalam bentuk cerita (Maslikah, 2013:126). Novel merupakan salah

satu bentuk karya sastra prosa fiksi yang mengandung beberapa unsur

pokok, yaitu: pengarang dan narator, isi penciptaan, media penyampaian isi

berupa bahasa, elemen,elemen fiksional atau unsur-unsur intrinsik yang

membangun karya fiksi itu sendiri sehingga menjadi sesuatu wacana. Pada

sisi lain dalam rangka memaparkan isi, pengarang akan memaparkannya

melalui penjelasan atau komentar, dialog maupun monolog, dan melalui

perbuatan (action) (Aminudin, 1991:66).

Dalam penelitian kali ini penulis akan meneliti isi dari novel 99

Cahaya di Langit Eropayang diterbitkan oleh Kompas Gramedia sebagai

bahan penelitian yang mengandung nilai-nilai pendidikan Islam.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga bagian,

yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri darisampul,

lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman

pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman abstrak,

halaman daftar isi, halaman daftar lampiran.

Bagian inti atau isi dalam penelitian ini penulis menyususn kedalam lima

bab yang rinciannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini berisi latar belakang masalah, rumusan

amaslah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,

penegasan istilah, dan sistematika penulisan penelitian.

BAB II BIOGRAFI NOVEL

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai: biografi Hanum Salsabila

Rais dan Rangga Almahendra, latar belakang penulisan novel, hasil

karya Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra.

BAB III NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai Nilai-nilai pendidikan

Islam dan telaah kajian unsur-unsur pendidikan Islam dalam novel

99 Cahya di Langit Eropa.

BAB IV RELEVANSIDALAM PENDIDIKAN MASYARAKAT

MUSLIM

Dalam bab ini akan disajikan analisis mengenai relevansi nilai-nilai

pendidikan dalam kehidupan masyarakat muslim dalam novel 99

Cahya di Langit Eropa.

BAB V PENUTUP

Bab penutup berisi kesimpulan dan saran.

BAB II

BIOGRAFI NOVEL

A. Genealogi Keluarga Pengarang

1. Hanum Salsabila Rais

Hanum Salsabila Rais, lahir pada tanggal 12 April 1981 di

yogyakarta anak kedua dari empat bersaudara dari Muhammad Amin

Rais dan Kusnasriyati Sri Rahayu. Hanum di besarkan di Yogyakarta

dan menghabiskan waktunya untuk menulis.

Pengalaman pendidikan Hanum di awali dari SD

Muhamadiayah hingga menempuh pendidikan SMA Muhamadiyah 1

Yogyakarta. Selesai menamatkan SMA Hanum melanjutkan ke UGM

(Universitas Gajah Mada) mengambil jurusan kedokteran gigi hingga

hanum menamatkan sarjananaya pada tahun 2004 di Universias Gajah

Mada (UGM).

Hanum Mengawali karir sebagai jurnalis dan presenter di Trans

TV. memulai petualangan di Eropa selama tinggal di Australia

bersama suaminya Rangga Almahenrda dan bekerja untuk proyek

video Podcast Executive Academy di WU Vienna selama 2 Tahun. Ia

juga tercatat sebagai koresponden detik.com untuk kawasan Eropa dan

sekitarnya.

Tahun 2010, Hanum menerbitkan buku pertamanya, Menapaki

Jejak Amin Rais: Persembahan Seorang Putri untuk Ayah Tercinta.

Sebuah novel biografi tentang kepemimpinan, keluarga dan mutiara

hidup (R/B/08-08-2015/11.00 WIB).

2. Rangga Almahendra

Rangga Almahendra, lahir pada 25 Januari 1981 di Cilacap anak

pertama dari dua bersaudara dari Marton Muslim dan Henny Listiyani.

Rangga dibesarkan di cilacap dan menghabiskan waktunya sebgai

pengajar Dosen FEB di UGM dan menjadi dirut AdiTV.

Pengalaman pendidikan di awali di SD di Yogyakarta hingga

SMA. Selesai menamatkan studinya di Yogyakarta Rangga

melanjutkan di perguruan tinggi di ITB mengambil Jurusan Teknik

Material di Yogyakarata. Menyelesaikan S1 nya pada tahun 2002 dan

di lanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi (Pasca Sarjana)

dan selesai pada tahun 2004 dengan nilai cumlaude. (R/B/S/08-08-

2015/11.00 WIB).

Pada tahun 2006 Rangga mendapatkan beasiswa dari pemerintah

Austria untuk studi S3 di WU Vienna, Rangga berkesempatan

berpetualang bersama sang Istri menjelajahi Eropa. Pada tahun 2010

ia menyelesaikan studinya dan meraih gelar Doktor di bidang

International Busnis dan Management.

Saat ini ia tercatat sebagai dosen di Johanes Kepler University

dan Universitas Gadjah Mada. Rangga sebelumnya pernah bekerja di

PT Astra Honda Motor dan ABN AMRO Jakarta (R/B/S/08-08-

2015/11.00 WIB).

3. Karya-karya Hanum Salsabila Rais

Sebagai seorang penulis dia tergolong seorang penulis yang

produktif. Selama kurunwaktu 3 tahun sudah beberapa buku yang ia

hasilkan. Dan beberapa diantaranya termasuk dalam kategori best

seller. Adapun karya-karya Hanum yang di publikasikan antara lain

adalah:

- Menapak Jejak Amin Rais

- 99 Cahaya di Langit Eropa

- Berjalan di Atas Cahaya

- Bulan Terbelah di Langit Amerika

B. Latar Belakang Penulisan Novel

Pada waktu itu Hanum bekerja di Trans TV sebagai episenter

pada waktu itu Hanum di hadapkan pada dua pilihan untuk melanjutan

karir atau menemani suaminya, dan kemudian Hanum konsultasi

kepada bapaknya (Amin Rais) dan Amin Rais menasehati dengan dua

nasehat yang pertama adalah family must came first (keluarga adalah

yang nomer satu). Tugas seorang istri adalah untuk mendampingi

seorang suami kemanapun suami pergi dan bumi Allah itu luas artinya

rizki itu bisa didapatkan dari mana-mana. Pada akhirnya Hanum

memilih ikut suaminya di Austria.

Kegiatan sehari-hari Hanum di Austria adalah menjadi ibu

rumah tangga memasak untuk suaminya (Rangga) karena di Austria

mencari makan yang halal sangat kesulitan kebanyakan makanan di

Austria adalah babi. Setiap istirahat Hanum membawa makan siang

untuk suaminya, setelah makan siang Hanum tidak langsung pulang

akan tetapi Hanum pergi ke perpustakaan dengan membawa laptop

dan mengetik. Buku pertama Hanum adalah menapak jejak Amin Rais

itu adalah hadiah kado ulang tahun dari seorang putri untuk anaknnya.

Karena pada waktu Hanum ulang tahun Hanum diberi kejutan hadiah

ulang tahun oleh bapaknya berupa kue tart yang membuat Hanum

begitu terharu pada saat itu, karena kali pertama itu bapaknya

memberika kejutan ulang tahun kepadanya, “sederhana tapi

bermakna”, kata Rangga saat diwawancarai, dan terlintas dalam benak

Hanum untuk membalas kebaikan bapaknya maka menulislah buku

yang pertama tadi yaitu menapak jejak Amien Rais dan Rangga pun

mendorongnya buku itu untuk diterbitkan dan akhirnya sukses di

pasaran dengan penjualan lebih dari 2000 buku terjual laris.Kemudian

Rangga sebagai seorang suami terus memotivasi, memberi semangat

istri tercinta dengan menantang Hanum untuk membuat buku yang

lainnya dan akhirnya dengan semangat yang diberikan suaminya

Hanum terus berkarya dengan menulis, hingga terbitlah novel yang

berjudul 99 Cahaya di Langit Eropa hasil karya Hanum Salsabila Rais

dan Rangga Almahendra (R/LBM/S/08-08-2015/11.00 WIB).

C. Dasar Pemikiran Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra

Kebanyakan masyarakat Islam Indonesia adalah Islam pobia

bahwa masyarakat Indonesia kebanyakan muslim tapi tidak bangga

dengan agamanya sendiri. Kenapa bisa seperti itu karena selama ini

Islam-Islam yang radikal yang diberi kesempatan untuk tampil di

media, buku-buku, koran sehingga kebanyakan yang terjadi adalah

sesama Islam saling bermusuhan dan Islam yang dikenal selama ini

adalah Islam itu diidentikkan dengan yang radikal, violence

“kekerasan”, terorizem, dan sebagainya.

Maka novel 99 Cahaya ini menjadi the foice of moderat Islam

suara Islam yang moderat yang mewakili suara muslim yang cinta

damai, yang sebetulnya 99% banyak yang tidak diwakilkan di media-

media lain. Buku ini akan banyak mengisahkan sejarah peninggalan

Islam. Muslim 99% adalah yang cinta damai bahkan 100% bahwa

muslim cinta damai (R/S/08-08-2015/11.00 WIB).

D. Hasil karya Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra

Hanum adalah salah satu penulis Indonesia yang sangat produktif

dalam menghasilkan karya sastra yang diantaranya adalah 99 Cahaya di

Langit Eropa yang mendapatkan antusias tinggi di masyarakat Indonesia

hingga menjadi salah satu karya anak bangsa yang menjadi best

seller,bahkan novel ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu

yang kini sudah berhasil menembus negara tetangga seperti Malaysia.

Berikut ini salah satu contoh karya-karya Hanum yang telah

diterbitkan dan sudah tersebar di seluruh Indonesia dan sebagian

karyanya sudah diterjemahkan kedalam bahasa melayu yang mana buku

tersebut banyak mengandung nilai-nilai pendidikan dan moral salah

satunya adalah Menapak Jejak Amin Rais

Novel ini mengisahkan kedekatan antara anak dan Bapak,

Amin dikenal sebagai seorang tokoh politisi dan juga tokoh

revormasi, akantetapi banyak orang tidak tahu pak Amin adalah

seorang bapak yang bisa mengajarkan tentang mutiara hikmah atau

pesan-pesan untuk anaknya.

Kisah dalam novel ini dimulai ketika keluarga Amin Rais

mendapat tekanan yang luar bisa dari orang suruhan rezim maupun

pasca reformasi, saat Amin Rais mendirikan partai PAN dan

bertarung dalam pemilu demokrasi pertama setelah reformasi,

ketabahan dan ketegaran ibunya dalam men-support perjuangan

bapaknya sangat berpengaruh di dalam kehidupan keluarganya, yang

menjadikan bapaknya berani, tetap kuat dan bisa bertahan hingga

sekarang.

Dalam novel ini dikisahkan pula tentang kenangan-kenangan

bersama bapaknya selama mengawal reformasi. Selain itu dalam

novel ini Hanum juga bercerita soal bagaimana pak Amin seorang

tokoh politik yang sibuk tetapi tidak meninggalkan kewajiban dan

tanggungjawabnya sebagai seorang suami dan Bapak dari anak-

anaknya yang tetap mendidik mereka memberikan teladan yang

terbaik.

BAB III

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM

A. Unsur Pendidikan

Pendidikan Islam adalah mendidik akhlaq, dan jiwa mereka,

menanamkan rasa fadilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan

kesopanan yang yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang

suci seluruhnya ikhlas dan jujur (Assegaf, 2014: 225).

Menurut teori Muhadjir (1993:1-4) ada lima unsur-unsur pendidikan

dianatarnya yaitu:

1. Pemberi

Pemberi yang dimaksud di sini adalah pendidik (penulis novel).

Dalam suatu transformasi ilmu, tanpa adanya pendidik maka tidak akan

berlangsung yang namanya transformasi ilmu. Kedua unsur tersebut adalah

pemberi dan penerima keduanya merupakan kunci bagi terjadinya

pendidikan. Maka Hanum dan Rangga dalam konteks novel ini di

kategorikan sebagai subjek atau yang menyalurkan ilmu pengetahuan.

Dalam mencapai keberhasilan pendidikan, pendidik memiliki peran

yang menentukan, sebab bisa dikatakan pendidik merupakan kunci utama

terhadap kesuksesan pendidikan. Untuk itu seorang pendidik harus

memenuhi persyaratan tertentu yang memadai.

Menurut Langeveld dalam (Sadulloh, 2014:2) bahwa pendidikan

adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang

belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Pengertian tersebut terdapat

dua manusia yang terkait, yaitu orang dewasa, dialah yanng menjadi

pendidik, dan anak (manusia yang belum dewasa) yang menjadi peserta

didiknya. Jadi pendidik adalah orang dewasa yang secara kodrati atau

karena tugasnya bertugas untuk membimbing anak menjadi dewasa.

Pendidik harus orang dewasa karena tidak mungkin pendidik

membawa anak sebagai manusia yang belum dewasa dibawa kepada

kedewasaannya oleh manusia yang belum dewasa. Jadi pendidik harus

manusia yang sudah dewasa. Membawa anak kepada kedewasaannya bukan

hanya sekedar dengan nasaehat, anjuran, perintah, dan larangan saja,

melainkan yang peretama-tama ialah dengan gambaran kedewasaan yang

senantiasa dibayangkan oleh anak didik, dalam istilah Langeveld disebut

situasi pendidikan.

Orang dewasa benar-benar sadar akan dirinya sendiri, ia sadar siapa

dirinya, ia sadar apa yang diperbuat, baikkah atau burukkah perbuatan itu.

Jadi menjadi dewasa dan kedewasaan akan menyangkut persoalan moral,

dan persoalan susila dan kesusilaan. Orang dewasa bertanggung jawab atas

segala perbuatannya. Pada dirinya telah terjadi keharmonisan antara jasmani

dan rohani. Kepribadianya, baik psikologi maupun moralnya telah setabil.

Kesetabilan inilah yang memungkinkan orang dewasa dapat melakukan

hubungan masyarakat, seperti memilih pekerjaan, hidup berkeluarga dan

berumah tangga, hidup dalam kebersamaan dalam kehidupan bersama

dalam masyarakat.

Hanum dapat disebut pendidik sebab telah memberi kontribusi yang

baik kepada Masyarakat, yaitu melaui karya tulis yang berupa novel 99

Cahaya di Langit Eropa. Dalam novel tersebut banyak sekali nilai-nilai

pendidikan Islam yang dapat kita ambil manfaatnya.

2. Penerima

Unsur ke dua dalam suatu pendidikan yaitu adanya penerima (peserta

didik/objek). Penerima di sini adalah pembaca novel karangan Hanum

Salsabila dan Rangga Almahendra. Adapun sasaran dari novel 99 Cahaya di

Langit Eropa tidak hanya kaum muslim saja akan tetapi dari kalangan

umum ((R/P/S/08-08-2015/11.00 WIB).

Kaum disini yang di maksud adalah beda agama, suku ras bahasa

ataupun negara, agar pembaca senantiasa menikmati ilmu yang di paparkan

melaui novel ini. Dengan membaca novel ini, pembaca senatiasa akan

penasaran dengan Islam dan sejarah masa lampau sehingga pembaca akan

memcari pengetahuan tentang sejarah peradapan di Eropa.

Dalam berdakwah bukan hanya ke dalam saja akan tetapi juga ke luar

sehingga yang ke dalam itu akan membuat umat muslim semakin bangga

terhadap Islam sedangkan yang ke luar yang tadinya tidak mengenal Islam

yang tadinya menganggap Islam itu radikal, dan menggap agama Islam itu

agama yang tidak baik akan berubah pikiran tentang Islam. Ternyata Islam

itu penuh dengan kasih sayang ucap Rangga saat diwawancarai (R/P/S/08-

08-2015/11.00 WIB).

Adapun sasaran novel diantaranya adalah mereka yang berbeda

Agama, suku dan Ras. Di Indonesia banyak sekali beragam agama di

anataranya adalah agama Islam, Hindu, Budha, kristen katolik dan masih

banyak lagi agama. Akantetapi buku ini di tujukan untuk semua kalanagan

baik itu agama, ras ataupun suku karena dalam berdakwah nabipun tidak

memandang strata sosial, maupun agama.

Akantetapi novel ini lebih ditekankan untuk kaum muslim agar kaum

muslim lebih mengenal Islam, tidak hanya sekedar mengetahui ajaran-ajaran

syariat namun lebih dari itu yaitu mengetahui secara kaffah (menyeluruh)

salah satu contohnya yaitu mengetahui sejarah Islam masa lampau dan

mengetahui kontribusi yang telah diberikan generasi Islam pada masa

lamapau. Dengan mengetahui Islam lebih mendalam maka kita sebagai

umat Islam bertambah kecintaaanya terhadap Islam.

3. Tujuan Baik

Kedua unsur tersebut belum memberi rona pendidikan, seperti

majikan-pekerja, penjual-pembeli, penyelenggara-pengunjung pasar

malam,oleh karena itu dipersyaratkan unsur yang ke tiga yaitu, adanya

“tujuan baik” dari yang memberi bagi perkembangan atau kepentingan yang

menerima. Agar anak pandai, agar orang menjadi ahli, agar orang

bertambah cerdas, agar orang berkepribadian luhur, agar orang toleran, agar

anak pandai membaca dll. (Muhadjir, 1993:2)

Tujuan pendidikan menurut Sadulloh (2010:93) adalah lebih

menyiapkan manusia supaya lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadinya,

masyarakat dan bangsa. Dalam pendidikan tentu ada sebuah tujuan yang

hendak dicapai, adapun tujuan pendidikan menurut Sadulloh (2010:74)

harus mengandung tiga nilai yaitu sebagai berikut:

a. Autonomy

Autonomy, yaitu memberi kesadaran, pengetahuan, dan

kemampuan secara maksimal kepada individu maupun kelompok, untuk

dapat hidup mandiri, dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih

baik. Seperti dalam kutipan novel di bawah ini.

“......kau tentu pernah mendengar tentang Universitas Sorbonne,

kan? Sewaktu kuliah dulu, aku sering menghabiskan waktu disini,

di daerah Latin Quarter.salah satu tempat favoritku di Paris.”

“jadi dulu kau mengambil kuliah di Sorbane?

Bidang apa?”tanya Rangga.

“Aku mengambil jurusan sejarah. Lebih sepesifik lagi Studi Islam

abad pertengahan,” kata Marion sambil menghidupkan mesin

mobil. Aku dan Rangga langusng mendeduksi mengapa marion

akhirnya memilih untuk masuk Islam.

“Jadi itu yang membuatmu mengenal Islam?”tanyaku sambil

duduk di sebelah Marion dan mengencangkan sabuk pengaman.

Marion menjawab dengan senyum (Rais dan Almahendra,

2011:134).

Dari dialog di atas pengarang ingin menjelaskan tentang

pendidikan Islam, bahwa suatu Ilmu itu datangnya tidak secara tiba-tiba

akantetapi melalui sebuah proses yaitu usaha sadar. Marion adalah

seorang mualaf yang belajar Islam disebuah Universitas Sorbone dengan

bekal Ilmu agama akhirnya Marion memutuskan untuk Masuk Islam. Di

tengah masyarakat non Islam Marion dapat hidup mandiri dan hidup

bersama dalam kehidupan yang lebih baik.

b. Equity(Keadilan)

Tujuan pendidikan tersebut harus memberi kesempatan kepada

seluruh warga masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan

kebudayaan dan kehidupan ekonomi, dengan memberinya pendidikan

dasar yang sama. Pendidikan didapatkan dari sekolah formal maupun non

formal. Sehingga pendidikan memberi kesempatan bagi masyarakat

untuk senantiasa belajar dimanapun dan kapanpun kita berada selama itu

baik untuk diri kita dan masyarakat. Seperti kutipan novel dibawah ini

“Lalu Fatma meluncurkan ide untuk mengkaji Al-Qur’an.

Kebetulan aku, Latife, dan Fatma sama-sama datang dari Istanbul.

Lalu karena aku dan Fatma kurang bisa berbahasa Jerman, kami

meminta Latife mengajari kami,”ungkap Oznur menjawab rasa

penasaranku tentang awal pertemanan mereka (Rais dan

Almahendra, 2011:91).

Dari kutipan di atas penulis berusaha menjelaskan bahwa antara

yang medapatkan pendidikan formal yang lebih tinggi dengan yang tidak

mengenyam pendidikan formal pun dapat belajar bahasa Jerman, bahasa

Inggris dan juga mengkaji Al-Qur’an.

Terkadang orang yang tak mampu untuk melanjutkan ke jenjang

pendidikan yang lebih tinggi adalah orang-oarang yang memiliki

kecerdasan yang tinggi, akantetapi karena ketidak mampuan untuk

membiayai pendidikan maka mimpi-mimpi untuk mendapatkan

pendidikan yang lebih tinggi mejadi kandas.

c. Survive

Survive yang berarti bahwa dengan pendidikan akan menjamin

pewarisan kebudayaan dari suatu generasi kepada generasi berikutnya.

Pewarisan yang dimaksud di sini tidak hanya berupa harta saja akan

tetapi ilmu yang bermanfaat yang senantiasa diajarkan dari generasi ke

genarasi berikutnya, baik itu berupa ajaran akhlak atau peninggalan

bersejarah seperti masjid, lukisan-lukisan yang mengandung makna

pendidikan agar generasi yang akan datang mengetahui antara yang benar

dan salah.

Seperti dalam kutipan novel di bawah ini

The true city of lights, kota seribu cahaya, Cordoba. Kota yang

mengispirasi banyak orang Eropa. Kami terpana melihat bangunan

besar yang ditunjuk Gomez barusan. Cahaya yang paling terang

tadi ternyata dipancarkan bangunan yang paling kucari selama ini.

Masjid atau Mazquita dalam bahasa sepanyol. Bangunan yang kini

telah menjadi gereja. Dan memang nama bangunan itu adalah the

katedral adalah the Mosque Cathedral (Rais dan Almahendra,

2011:239).

Suara nyanyian dari bangunan itu lagi-lagi mengingatkanku akan

sesuatu. Masjid ini sudah berubah menjadi gereja. Dan bangunan

yang terpatri ditengah itu adalah tempat ibadah yang baru, altar

gereja yang setiap waktu menggelar misi dan kebaktian (Rais dan

Almahendra, 2011:257)

Dari kutipan novel di atas penulis menjelaskan bawa dengan

adanya peninggalan sejarah berupa masjid yang berada di Cordoba.

tentunya umat Islam mengetahu sejarah masjid tersebut menjadi Gereja

tentunya melalui peninggalan ilmu sejarah kita bisa mengetahunya.

Berdasarkan ketiga nilai tersebut pendidikan mengemban tugas untuk

menghasilkan generasi yang lebih baik, manusia-manusia yang

berkebudayaan. (Sadulloh, 2010:74)

4. Cara atau Jalan yang Baik

Setelah diuraikan ketiga unsur di atas maka unsur pendidikan yang

selanjutnya adalah cara atau jalan yang baik. Baik dalam cara/jalan dapat

terkait pada nilai, dapat pula terkait pada hakikat yang menerima

(objek/peserta didik) dan dapat pula terkait pada hakikat yang memberi

(pendidik/penulis novel/subjek) (Muhadjir, 1993:3).

Objek di sini adalah pembaca novel, sedang subjek adalah penulis

novel yang memberikan segenap pikirannya melalui karya tulisan yang bisa

dinikmati bagi pembacanya yang tentunya bisa memberikan kebermanfaatan

bersama. Di sini penulis memilih berdakwah lewat tulisan bukan semata-

mata berdakwah dengan metode ceramah. Di atas juga sudah dijelaskan

bahwa suatu pendidikan itu harus ada yang namanya tujuan baik.Dalam

novel ini banyak mengisahkan tentang arti kejujuran, akhlaq terhadap

tetangga, mendamaikan antara saudara. Kebudayaan Eropa yang tak terlepas

dari kebudayaan Islam, menebar kebaikan dengan siapapun dan masih

banyak hal-hal positif yang lain yang dapat diambil hikmahnya.

Hidup dalam lingkungan minoritas yang membawa misi Islam maka

tidak sepatutnya dengan cara kekerasan, menolak dengan peraturan yang

sudah ada. Sebagai muslim yang baik maka dalam berdakwah hendaklah

dengan cara yang baik, semisal dengan pikiran yang baik, berakhlaq yang

baik, dan juga prestasi yang baik membuat mereka bangga dengan

keberadaan muslim bukan malah memperburuk keadaan.

Adapun cara penulis agar pembaca memahami isi novel yaitu dengan

menggunakan bahasa sesederhana mungkin dan seolah-olah pembaca di

ajak langsung berkomunikasi dengan penulis novel. Untuk dapat memahami

suatu kalimat yang ada dinovel maka perlu adanya penjelasan tentang

sebuah apresiasi karya sastra. istilah apresiasi sastra berasal dari bahasa latin

apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai”.

Dalam konteks yang lebih luas, istilah apresiasi menurut Gov

mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin dan

pemahaman, pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan

yang di ungkapkan pengarang.

Menurut Squire dan Taba dalam buku (Aminudin, 1991:34),

berkesimpulan bahwa sebagai suatu proses, apresiasi terhadap pendidikan

melibatkan tiga unsur inti yaitu:

a. Aspek Kognitif

Aspek kognitif yaitu berkaitan dengan keterlibatan intelektual

pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur kesastraaan yang bersifat

objektif. Unsur-unsur kesastraaan yang bersifat objektif tersebut, selain

dapat berhubungan dengan unsur-unsur yang secara internal terkandung

dalam suatu teks sastra atau unsur intrinsik, juga dapat berkaitan dengan

unsur-unsur di luar teks sastra yang secara langsung menunjang

kehadiran teks sastra itu sendiri. Unsur intrinsik sastra yang bersifat

objektif itu misalnya tulisan serta aspek bahasa dan struktur wacana

dalam hubunganya dengan kehadairan makna yang tersurat. Sedangkan

unsur ekstrinsik yaitu: berupa biografi pengarang, latar, penciptaan,

maupun latar sosial-budaya yang menujung kehadiran teks sastra. Seperti

penggalan kalimat berikut:

Teng...teng..teng....

Nan jauh di kota Wina sana, lonceng gereja bertalu-talu gereja

kecil yang ada di Kahnlerberhg pun tak mau kalah menyahut. Suara

loncengnya berdentang bertkali-kali

Waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore, mata hari semakin

menenggelamkan diri keperistirahatanya. Ekor sinarnya yang

berwarna semburat jingga terlihat begitu anggun. Suguhan lukisan

alam yang semakin indah pada singga hari. Dari mataku aku

mengindra tiga horizon panorama. Paling atas adalah langit gelap

dan matahari yang terbenam. Ditengah adalah bangunan-bangaun

tinggi bercahaya yang kuyakini sebagian besar adalah gedung

pencakar langit dikomples markas besar PBB, Gereja, dan menara

pemancar. Paling bawah adalah sungai Danobe, simfoni gemercik

airnya bisa terdengar dari atas bukit Kahlenberg. Komposisi

pemandangan langka dimataku (Rais dan Almahendra, 2011:32).

Dari penggalan kalimat di atas pembaca diajak untuk senantiasa

memahami makna-makna tersurat yang ada dalam novel 99 Cahaya di

Langit Eropa. Dengan membaca kalimat-kalimat diatas pembaca seolah-

olah diajak untuk meraskan tempat yang di gambarkan penulis secara

langsung.

b. Aspek Emotif

Aspek emotif ini berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi

pembaca dalam upaya menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks

sastra yang dibaca. Selain itu, unsur emosi juga sangat berperanan dalam

upaya memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif. Unsur subjektif itu

dapat berupa bahasa atau paparan yang mengandung makna atau bersifat

konotatif interpretatif serta dapat pula berupa unsur-unsur signifikan

tertentu, misalnya penampilan tokoh dan setting yang bersifat metaforis.

Seperti penggalan dialog berikut:

“.....dalam perjalanan kembali ke Wina, aku masih tak menyangka

Fatma bisa membalas penghinaan ketiga turis itu dengan cara tak

terbayangkan.

Cara berfikir ku tak mampu menggapai berfikir seorang

perempuan, ibu rumah tangga, yang takmengenyam pendidikan

terlalu tinggi bernama Fatma. Emosi dan persaan tersinggung

terkadang terlalu kelam dalam diri, menutupi cara berfikir untuk

membalas dendam dengan cara luar biasa elok, elegan, dan jauh

lebih berwibawa dari pada sekedar membalas dengan perkataan

atau sikap antipati.

“kau menulis apa di kertas itu fatma?”

Hanaya kata-kata itu yang akhirnya terucap dari bibirku setelah

sekian lama di dalam bus.

“aku Cuma tau sedikit bahasa inggris, Hanum. Aku hanya menulis

‘hai, i am Fatma, a Muslim from Turke’ lalu kutilis alamat email-

ku. Itu saja.”

Hari itu Fatma, orang biasa yang baru kukenal dua minggu lalu

dikelas bahasa Jerman, memberiku pelajaran luar biasa. Aku tak

perlu mendengarkan para ustadz atau ulama di TV yang

mengajarkan arti kesabaran dan menahan Emosi. Aku juga tak

perlu mendengarkan khutbah para motivator hidup dan kesuksesan

yang semakin menjamur di layar kaca. Aku juga tak perlu

membaca kutipan kata-kata wisdom of life dari para tuweet dan face

booker. Hari itu Fatma memberiku pesan yang sangat jelas, konkret

tentang cara menahan diri yang belum tentu bisa dilakukan

sembarang orang.

“bagaimana kau bisa tak marah sedikitpun, Fatma?” tanyaku lagi

“tentu saja aku tersinggung, Hanum. Dulu aku juga jadi Emosi jika

mendengar hal yang tak cocok di Negeri ini. Apalagi masalah etnis

dan agama. Tapi seperti kau dan dinginya hawa di Eropa ini, suhu

tubuhmu akan menyesuaikan. Kau perlu penyesuaian, Hanum.

Hanya satu yang harus kita ingat. Misi kita adalah menjadi agen

Islam yang damai, teduh, Indah, yang membawa keberkahan di

komunitas non Muslim. Dan itu tidak akan pernah mudah.”

“tapi, bukankah itu menunjukkan kita begitu lemah dan terinjak-

injak?” sanggahku.

Fatma terdiam dia tersenyaum lembut, lalu mengambil nafas

dalam-dalam.

“suatu saat kau akan banyak belajar bagaimana bersikap di Negeri

tempat kau harus menjadi minoritas. Tapi meneurut pengalamanku

selaman ini, aku tak harus mengumbar nafsu dan emosiku jika ada

hal yang tak berkenan dihatiku.” (Rais dan Rangga, 2011:46-47).

Dari penggalan dialog di atas kita tahu sosok Fatma. Disini penulis

berusaha menjelaskan dengan adanya tokoh Fatma yang senantiasa

berhasil menjadi agen muslim yang baik yang menebarkan kebaikan di

tengah-tengah non muslim.

Ketika membaca dialog di atas pembaca diajak untuk senatiasa

meneladani sifat Fatma yang memilki sifat kasih dan sayang dan

memiliki perilaku yang baik dengan siapapun baik itu beda agama

ataupun sesama muslim. Semua itu bisa dilihat ketika negara Turky

diejek oleh turis akantetapi Fatma tidak membalas dengan ejekan

melainkan dengan kebaikan, yaitu dengan cara membayarkan semua

pesanan makanan si turis tersebut dan memberikan secarik kertas

bertuliskan nama Fatma dan asal tinggalnya, serta diberi alamat email.

Dan akhirnya si turis pun masuk Islam.

Aku yakin, sebagian besar manusia yang berpindah agama untuk

memeluk Islam bukanlah mereka yang terpengaruh debat dan diskusi

antara gama. Bukan terpaksa kerena menikah dengan pasangan beda

Agama. Bukan mereka mendengarkan ceramah agama Islam yang berat

dan terjamah oleh pikiran awam manusia akantetapi sifat keteladananlah

yang membuat orang jatuh cinta dengan Islam.

c. Evaluatif

Berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap

baik buruk, indah tidak indah sesuia tidak sesuai, serta sejumlah ragam

penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi

secara personal cukup dimiliki oleh pembaca. Dengan kata lain,

keterlibatan unsur penilaian dalam hal ini masih bersifat umum sehingga

setiap apresiator yang telah mampu meresponsi teks satra yang dibaca

sampai pada tahapan pemahaman dan penghayatan, sekaligus juga

mampu melaksankan penilaian.

“.....jadi selama kau selalu menyimpan dan memcbaca emailku?”

Fatma mengguk pelan. Tiba-tiba rasa bersalah menggejala di

diriku. Perjalanan di Eropa adalah obsesi kami berdua. Dan aku

merasa bersalah karena selama 3 tahun ini aku telah membuatnya

tertinnggal sendirian dengan mimpi-mimpinya karena akhirnya

hanya aku sendiri yang menempuh perjalanan itu.

“aku paling geli dengan pengalamanmu meminta izin shalat di

Cordoba. Aku tertawa membaca emailmu. Harusku katakan

kepadamu, taukah kau siapa yang bernah berurusan dengan polisi

Sepanyol karena terlibat insiden dengan petugas di Mizquita?

Mereka adalah Latife, Oznur, dan puluhan orang dari komunitas

generasi muda Muslim di Austri!”

Aku dam Rangga terhenyak. Kami langsung tertawa.

“tapi kejadian itu dibesar-besarkan oleh media barat, Hanum. Kau

tahukan, Dunia sedang demam Islam Phobia. Dan kejadian seperti

itu merupakan makanan empuk bagi media kau tahulah, kaukan

bekerja sebagai jurnalis. Tapi sudahlah aku hanaya bisa berharap

suatu saat nanti Mezquita bisa menjadi musium saja agar tidak

pernah ada kontroversi lagi.”

Lagi-lagi kata Fatma, sama persis dengan perkataan sergio. Aku

tersadar dengan Islam Phobia yang selama ini terus dinyalakan oleh

pihak-pihak yang tak menginginkan perdamaian.

“kau tau Hanum, terkadang Islam Phobia itu di pupuk oleh oknum-

oknum saudara muslim kita. Dan kita-kita inalah yang menjadi

korbanya. Hanya satu yang bisa kita lakukan, meski itu sepele

dimata kebanyakan, sedikit demi sedikit menggerus islam Phobia

itu dengan menjadi, kautaulah....” Fatma tersenyum. Aku tau yang

dia maksudkan tak lain dan tak bukan:”menjadi agen muslim yang

baik”.

“Beberapa pelanggan butik kecilku ini adalah orang-orang

nonmuslim. Salah satu dari mereka adalah korban teror bom di

Sinagong Istanbul tahun 2003 lalu. Betapa bahagian aku ketika saat

mengambil jahitan dia berkata: ‘Aku tak tahu seorang muslim

sepertimu bisa menciptakan pakaian selembut dan serapi ini.’”

(Rais dan Rangga, 2011:365-366)

Dari kutipan-kutipan dialog diatas penulis berharap kepada

pembaca untuk senatiasa membaca dengan penuh penghayatan,

merespon dan kemudian meneladani seperti tokoh-tokoh yang disebut di

atas.

5. Konteks yang Positif

Aktifitas pendidikan terjadi tidak hanya antara ke empat unsur dasar

tersebut, ada unsur yang ke lima yaitu konteks positif. Suatu konteks dapat

berperan positif dapat pula negatif. Akan tetapi upaya pendidikan perlu

secara aktif menyisihkan yang negatif atau mengubahnya menjadi positif,

atau mengoptimalkan peran positif agar yang negatif proporsional menjadi

minimal. Konteks dalam keadaan adanya memberi dampak kepada aktivitas

pendidikan. Konteks yang dirancang perankan memberi pengaruh atau efek

pada aktivitas pendidikan (Muhadjir, 1993:4).

Dalam novel ini kata-kata yang sering mucul adalah menjadi agen

muslim yang baik yang menebarkan kebaikan kata-kata tesebut ringan akan

tetapi mengandung makna yang luar biasa. Seperti dalam kutipan dialog

dalam novel sebagai berikut:

“.......aku berusaha membaca pesan yang tertera dalam kertas besar

tersebut. Bahasa jerman yang rumit membuatku lama berdiri

menatatapnya, berusaha menyerap arti kata perkata.

Syiar muslim di Austria

1. Tebarkan senyum indahmu

2. Kuasai bahasa Jerman dan Inggris

3. Selalu jujur dalam berdagang

Aku bertanya-tanya. Apa sebenarnya maksud tulisan ini?

Tak kusadari Oznur mendekatikatiku. “ini semu inisiatif Fatma.

Awalnya kita hanya bertemu untuk bersedaugurau tanpa tujuan. Bicara

tentang anak, masalah pribadi, hingga curah keluh kesah sebagai

warga pendatang di Austria, kurang bergunalah,...”

Dari kutipan di atas maka novel 99 cahaya di Langit Eropa

mengajarkan kita untuk senantiasa menjadi agen muslim yang baik yang

menebarkan kebaikan. Fatma dan ketiga Turki itu mengajarkan jihad

dengan cara yang lebih indah. Mereka memang Cuma berempat. Yang

mereka lakukan juga sesuatu yang sepele. Tapi hal-hal sepele ini membuat

seorang Ezra jatuh cinta dan kemudian memeluk Islam. Mereka adalah

bulir-bulir muslim sejati yang patut diteladani.

B. Nilai Pendidikan

1. Nilai Akidah

Akidah adalah aspek ajaran Islam yang membicarakan pokok

keyakinan tentang Allah Sang Pencipta (Al-Khalik) dengan alam semesta

sebagai ciptaan Allah atau makhluk, termasuk bagaimana hubungan antara

manusia sebagai makhluk dengan makhluk lain berupa lingkungan, rohani,

sosial, maupun jasad (Sa’ud, 2003:144).

Tiap-tiap pribadi pasti memiliki kepercayaan, meskipun bentuk dan

pengungkapannya berbeda-beda. Pada dasarnya manusia memang

membutuhkan kepercayaan, dan kepercayaan itu akan membentuk

pandangan hidup dan sikap. Dalam sejarah umat manusia, akan selalu

dijumpai berbagai bentuk kepercayaan. Proses pencarian kepercayaan oleh

manusia tidak akan berhenti (selalu ada) selama manusia ada. (Zuhairini,

1995:42).

Manusia yang beriman kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa

mengandung pengertian percaya dan meyakini akan sifat-sifat-Nya yang

sempurna dan terpuji. Dasar-dasar kepercayaan ini digariskan-Nya melalui

Rasul-Nya, baik langsung dengan wahyu, atau dengan sabda Rasul

(Daradjat, 1996:65).

Dengan demikian iman, aqidah kepercayaan atau keyakinan sungguh-

sungguh dan murni yang tidak dicampuri oleh rasa ragu, sehingga

kepercayaan dan keyakinan itu mengikat seseorang di dalam segala

tindaklanjutnya, sikap dan perilakunya (Kaylani, 2000:44).

Pendidikan yang pertama dan utama dalam pendidikan Islam untuk

dilakukan adalah pembentukan keyakinan kepada Allah yang diharapkan

dapat melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian anak didik (Zuhrain,

1995:56)

Proses terbentuknya iman dalam diri seseorang tentang sang pencipta

jagad raya ini, yakni Allah SWT artinya bahwa iman itu dapat diperoleh

lewat proses berfikir, perenungan mendalam terhadap alam semesta.

(Assegaf, 2014:38).

Tanpa adanya benteng keyakinan yang kuat dalam hati seseorang akan

mudah goyah dan terpengaruh dengan segala godaan jelek atau berbuat

yang tidak baik di lingkunagan sekitar.

Adapun Nilai Aqidah ini terbagi menjadi 2 dua yaitu:

a. Nilai Ubudiyah

1) Ajaran untuk selalu beriman kepada Allah

Kemaha Esaan Allah dalam sifat-sifatNya ini mempunyai arti

bahwa sifat-sifat Allah penuh kesempurnaan dan keutamaan, tidak ada

yang menyamainya. Sifat-sifat Allah itu banyak dan tidak bisa

diperkirakan. Namun demikian dari Al-Qur’an dapat diketahui 99

nama sifat Tuhan yang biasanya disebut dengan asmaul Husna: 99

nama Allah yang indah.

Adapun di dalam Al-Qur’an dijelaskan tentang Asmaul Husna

seperti dalam ayat Al-‘Araf ayat 180 bunyi adalah:

Artinya: “Hanya milik Allah asma’ul Husna, maka bermohonlah

kepadaNya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan

tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran

dalam menyebut nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat

balasan erhadap apa yang telah mereka kerjakan.

Asma-asma Allah tersebar di mana-mana ini adalah bukti

kekuasaan Allah, tidak ada yang bisa menandingi kekusaan Allah, ini

bisa dilihat dalam kutipan novel berikut:

“sebenarnay tulisan ‘La ilaa haillallah’ di hijab bunda maria

masih menjadi kontroversial hingga saa ini. Ilmuan berpendapat

untuk memasttikan bahwa inskrip di beberapa lukisan bunda

maria memang Pseudo Kufic kalimat Tauhid. Ilmuan hanya

sepakat dalam lukisan itu memang terdapat Pseudo Kufic atau

coretan-coretan imitasi tulisan arab.”

“menilik latarbelakang para penulis yang sebagian besar

nonmuslim, tidak mungkinmereka membuat pesan rahasia

dilukisan bunda Maria .. kecuali satu hal ...” mereka tidak

mengetahui arti tulisan yang mereka coret” (Rais dan

Almahendra, 2011:168).

Seperti contoh lain yaitu masjid Kahlenbrg, salah satu masjid

terbesar di Wina. yang teletak lebih tepatnya di sebrang

jembatan rel U-bahn masjid yang bercorak hijau putih yang

berada di tepi sungai Danube yang di kelilingi orang-orang yang

sedang menikmati pemandangan. Meraka adalah para manusia

berbaju minim yang hampir mendekati telanjang. Ada yang

terlentang, tengkurap, atau berpelukan. Mereka adalah orang-

orang yang menginginkan hangatnya sinar matahari (Rais dan

Almahendra, 2011:111).

Masjid yang letaknya di tengah-tengah banyaknya kemaksiatan

dan banyak pula membawa keberkahan tersendiri bagi

penikmat keindahan sungai Danube. “inilah adalah keberkahan

itu,”imam Hasim mengeliuarkan catatan dari balik lemari tadi.

Thenewcomers to Islam “orang-orang baru saja masuk Islam

(mualaf) (Rais dan Almahendra, 2011:117).

Meraka yang masuk Islam adalah mereka yang tadinya senang

berjemur dan menikmati suasana musim panas di tepi Danube.

mungkin saja mereka penasaran dengan masjid yang sering

mengumandangkan suara azan penasaran apasih masjid itu? Apa

sih isinya...?”

Hidayah turun tak pernah tahu dimana dan bagimana. Tidak

semua orang yang mengucap syahadat mendapatkanya saat di

Sungai Danube. Banyak cara den jalan ketika hidayah itu

muncul lalu meresap kedalam hati dan jiwa”.

“Cara seperti apa yang biasanya di alami mualaf ini,

imam?maksud saya,..mmm.. apakah semua orang bisa menerima

hidayah?” tanya Rangga.

“pada dasarnya semua orang mendaptkan hidayah itu. Pada satu

titik dalam kehidupanya, setiap manusia di Dunia ini pada

dasarnya pernah berfikir tentang siapakah dirinya, mengapa dan

untuk apa dia hidup, dan adakah kekuatan di atas kekuatan

hidupnya. Hanya saja ada yang kemudian mencari dan

menelisik, ada pula yang membuangnya jauh-jauh atau

melupakanya. Yang mencaripun ada yang caranya salah dan

keliru dan sebaginya dan sebgainya.”

“tapi pada akhirnya, semua kembali pada individu itu sendiri.

Ketika orang sudah mempunyai mempunyai pendirian, kita

tidak berhak mengusiknya. Orang yang datang kemari bukanlah

mereka yang dipaksa, melainkan mereka yang

“mencari”sementara saya hanya bisa berusaha menunjukkan,”

tutup Imam Hasim.

Dia duduk disebuah kursi empuk dengan bantalan di atasnya.

Tampaknya dia sudah tak terlalu kuat untuk terus berdiri.

“seorang muaalaf pernah bertanya tentang Islam. Kalau tidak

salah seorang peneliti di sebuah Institut kebudayaan dan sejarah

Eropa. Pengetahuanya sanga luas. Saya cukup terkesima dengan

pengetahuanya tentang Islam. Dia jatuh cinta dengan Islam dan

mendapatkan hidayah dengan cara yang indah, lalu dia

menindak lanjutinya dengan cara yang benar.” (2011:119).

Dari kutipan percakapan di atas jelas bahwa Islam itu tidak ada

paksaan untuk memeluknya ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an surat

Al-Baqoroh 256:

Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).

(QS. Al-Baqarah: 256)

Dengan kesungguhan hati setiap orang yang baru mempelajari

Islam bisa mempelajari al-Qur’an dengan cepat. Niat yang tulus dan

ikhlas akan dapat membantu mempercepat proses pembelajaran

tersebut. Dari mempelajari al-Qur’an adalah mengkaji ayat-ayat al-

Qur’an untuk diaplikasikan dalam kehidupan. Karena dengan

mengkaji al-Qur’an, manusia akan menemukan kepribadian yang

saleh, firman Allah Swt surat al-Isra’ ayat 9:

Artinya: Sesungguhnya Al Qur’an Ini memberikan petunjuk

kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira

kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh

bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (QS. Al-Isra’: 9)

2) Meyakini adanya malaikat Allah

Malaikat adalah makhluk Allah yang paling mulia dan para

hamba diantara hamba-hambaNya yang dimuliakan. Allah

menciptakan mereka dari Cahaya, sebagai mana dia juga telah

menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar, dan telah

menciptakan jin dari nyala api (Jaza’iri, 2008:25).

Dalam kutipan novel ini akan di singgung mengenai adanya

malaikat yaitu:

“... bukan hanya di Paris dan Wina, hampir setiap kota di Eropa

memiliki Saint Michel sendiri-sendiri,” ungkap Marion sambil

menyerahkan kembali kamera kami, “namanya sering disebut

dalam Al-Qur’an. Salah satunya dari malaikat yang kita kenal

yakni.” Aku berfikir sejenak, mencari nama malaikat yang

paling mungkin disebut Michel.

“maksudmu, malaikat mikail? Malaikat yang diberi tugas oleh

Allah untuk menyebar rizki?” tanya Rangga. “Islam

mengenalnya demikian, tapi umat kristen dan yahudi memiliki

interpretasi lain dari mikail. Dalam tradisi kristen, dia dikenal

dengan malaikat perang, atau lebih tepatnya malaikat pelindung.

Sementara yahudi, mikail berarti ia yang menyeruapai Tuhan’.”

“kalau begitu, sosok bersayap dibawah kaki Saint Michel itu

pasti imajinasi figur setan, ya?” tanyaku memastikan sembari

melihat figur makhluk bertanduk yang diinjak Saint Michel.

Marion mengacungakn jempolnya untukku (Rais dan

Almahendra, 2011:132)

Dari dialog antara Hanum dengan Marion kita tahu bahwa

Selain agama Islam juga mempercayai adanya malaikat akan tetapi

mereka memaknai malaikat berbeda-beda.

b. Nilai Muamalah

Nilai muamalah yang penulis identifikasikan dalam novel 99

Cahaya di Langit Eropa adalah ajakan untuk senantiasa bersabar seperti

dalam kutipan novel sebagi berikut:

“hatiku tersentak membaca coretan dikertas itu. Please no more

curry or masala in the microwave and cooler! Dilarang menaruh

kari ada masalah di pemanas dan pendingin! Kertas itu di tempel di

badan microweve dan kulkas kantor. Sebuah peringatan yang sudah

pasti hannya ditunjukkan untuk Rangga dan khan, muslim kolega

Rangga dari India. Dua staf doktoral Asia yang tersangka utama

pecinta kari, gulai dan segala jenis kuliner berwarna kuning kunyit

jika terhidang.

“ini pasti ulah marja kemarin aku mendengar dia bersitegang

dengan khan tentang makanan,” ucap Rangga penuh prasangka.

“besok aku akan gantian menempelkan kertas bertuliskan: please

no more pork and beer! Di larang menaruh daging babi dan

bir!”pungkas Rangga berapi-api.

Baru kali ini aku melihat suamiku yang penyabar itu begitu

emosional.

Aku faham dengan perasaan suamiku. Bisa dibayamngkan bau babi

bercampur alkohol yang mengganggu ketentraman hidung serta

mata setiap hari. Apalagi jika potongan atau kuah babi itu sering

bertumpah tak beraturan di dinding microweve dan kulkas. Mau

tidak mau setiap kali Rangga harus membersihkan terlebih dahulu

sebelum menghangatkan bekal luch kami. Samapai-sampai aku

sering menggodanya dengan pertanyaan jail “berapa babi yang kau

mandikan hari ini, mas?”

Sebagai cara untuk mencairkan hatinya.

Untunglah perang tempelan keras demi mempertahankan

kenyamanan makan siang akhirnya batal di luncurkan. Aku teringat

fatma yang begitu gigih memperjuangkan selogan “menjadi agen

muslim yang baik”. Ternyata lebih mudah dari pada dilakukan.

Rangga memutuskan mengalah. Dia membuang jauh-jauh setan

yang siap bertepuk tangan menonton pertandingan Rangga-Khan

lawan marja dan temen-temen Eropanaya. Pertandingan yang

hanya akan memperkeruh suasana. Kami tak lagi menggunakan

microwave untuk menghangatkan bekal (Rais dan Almahendra,

2011:206).

Dari dialog di atas nampak jelas bahwa Rangga memilih bersabar

tidak membalas perlakuan Marja terhadap Rangga dan Khan karena

apabila Rangga membalasnya maka yang akan terjadi hanya akan

memperkeruh suasana. “Mengalah bukan berarti kalah, akan tetapi sudah

menemukan kemenangan hakiki” itu adalah nasehat fatma saat Turki di

hina oleh beberapa turis saat sedang makan akan tetapi Fatma

membalasnya dengan kebaikan, yaitu dengan membayari pesanan makan

mereka dengan meninggalkan alamat email dan akhirnya turis tersebut

masuk Islam.

Dari penggalan paragraf di atas dapat diketahui bahwa

keikhlasandan kesabaran itu sulit dicapai dalam setiap laku kehidupan

manusia.Ikhlas dan sabar harus didasarkan pada pencarian ridlo Allah

semata. Taufiqurrahman mengungkapkan bahwa ‘perlu hati’ untuk bisa

bersikap ikhlas dan sabar, maksudnya kesabaran dan keikhlasan itu harus

dipupuk sedikit demi sedikit, karena konsekuensinya adalah pengorbanan

yang tidak sedikit, dan butuh waktu untuk bisa melepaskan apa-apa yang

kita cintai. Seseorang harus berani berkorban untuk bisa mencapai

kesabaran dan keikhlasan yang hakiki, serta ketaatan terhadap perintah

Allah SWT.

Setiap muslim harus bersabar atas ketaatannya, karena jiwa itu

bertabiat bosan, dan kesabaran tidak akan terwujud jika manusia tidak

sering merenungi tujuan dirinya diciptakan, yaitu beribadah. Kita

merenungi akibat akhir dari kesabaran dalam taat. Allah telah berfirman

dalam Al-Qur’an surat ar-Ra’du ayat 23-24:

Artinya: …sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat

mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan): "keselamatan

atasmu berkat kesabaranmu ". Maka alangkah baiknya tempat

kesudahan itu (QS. Ar-Ra’du:23-24).

2. Nilai Ibadah

a. Ajakan untuk mendirikan shalat

Keimanan individu pada sesuatu yang gaib atau kepada

Tuhanmembawa konsekuensi penghambaan, penyerahan dan ketundukan

yang ketiganya dirangkai dalam satu kegiatan yang disebut dengan

ibadah (ritual prayer). Ibadah merupakan bentuk aktualisasi diri yang

fitri dan hakiki, sebab penciptaan manusia didesain untuk beribadah

kepada Tuhannya. Ibadah dalam Islam banyak jenisnya, tetapi ibadah

yang merepresentasikan seluruh kepribadian manusia adalah shalat,

karena ia yang membedakan hamba yang muslim dan yang kafir ( bakar

Jabil 2006:256).

Ajaran agama Islam yang harus dipelajari setelah seseorang

mengucapkan kalimat syahadat adalah ibadah sholat. Karena bukti dari

keimanan tersebut harus diaplikasikan dengan laku ibadah sholat. Dalam

sholat ini setiap muslim berinteraksi dengan Allah SWT, dan melalui

sholat pendakian spiritual dapat mencapai puncaknya. Sebagaimana

dalam kutipan novel.

“setiap istirahat kelas yang berdurasi 15 menit, Fatma mengajakku

shalat zuhur berjamaah. Awalnya aku kebingungan, mana mungkin

Institut sekuler semacam kursus bahasa ini menyediakan langgar

atau mushala? Tidak mudah menemukan tempat ibadah shalat di

Eropa. Namun Fatma panjang akal. Dia menemukan sebuah

temapat walau kurang representatif untuk shalat, tetapi suasana di

sana cukup khidmat yaitu ruanng penitipan bayi dan anak para

peserta kursus bahasa. Setiap kali kursus, kami berdua shalat

dzuhur, menyempil diantara bayi dan belita yang tenagah tergeletak

tertidur pulas. Dengkuran dan dengusan lirih bayi mungil justru

mebuat shalat kami semakin khusyuk.” (Rais dan Almahendra,

2011: 27).

Fatma dan hanum senantiasa melaksanakan rukun Islam yang ke-2

yaitu melaksakan shalat walaupun di tengah-tengah orang yang tidak

faham dengan ajaran Islam akan tetapi keduanya tetap teguh pada

keimananya. Ini sesuai dengan ayat Al-qur’an yang mengajarkan tentang

perintah shalat yang tercantum dalam QS Thaha ayat 14:

b. Perintah untuk puasa Ramadhan

Kata puasa yang dipergunakan untuk menyebut Rukun Islam ke

empat ini berasal dari bahasa sansekerta upawasa. Dalam bahasa arab

dan Al-Qur’an puasa disebut saum atau siyam yang berarti menahan diri

dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu atau mengendalikan (diri).

Menurut istilah artinya menahan diri makan dan minum, dan segala

sesuatu yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar hingga terbenamnya

matahari denagn niat ibadah (Jaza’iril, 2008: 505).

Hal ini sesuai dengan penggalan dialog dalam novel sebagai

berikut:

“aku pusa, setefen. Sekarang bulan Ramadhan jadi kau tak perlu

mengajakku makan siang sebulan mendatang.”

Susah menjelaskan pada setefen bagaimana mungkin kami orang

muslim bisa menahan lapar dan haus, tidak makan dan minum

selama 15 jam pada musim panas. Pada suatu hari menjelang akhir

bulan Ramadhan, setefen kembali datang ke kantor Rangga dengan

kata-kata yang membuat Rangga terkejut.”hari ini aku juga mau

berpuasa sepertimu. Aku ingin tahu seberapa kuat aku menjalani

ini.”

Rangga tersenyum sambil mengacungkan jempolnya. Stefen

merasa terhormat walaupun mengaku terlanjur sarapan sahur jam 9

pagi makan semangkok sereal dan susu. Rangga tetap memuji

usahanya untuk mencoba ikut berpuasa.

“Good start, setefen. Nanti kita berbuka bersama. Kau ku traktir

spageti, asal kau bisa tahan samapai jam 7.30 malam. No food. No

drink. No smokin.

Okay?” kata Rangga menawarkan tantangan.

Satu jam. Dua jam. Tiga jam hingga pukul 6.30 sore, 1 jam

sebelum saatnya berbuka, setefen kembali datang kekantor Rangga

dengan muka kusut.

“aku tidak tahan, Rangga. Aku tak bisa berbuat apa-apa hari ini.

Aku hanya tertidur pulas di mejaku. Aku harus minum...” kembali

Rangga tersenyum untuk menghargai perjuangan setefen. Lalu dia

berdiri dan menepuk pundak sefen dengan mantap.

“minumlah, tak apa. Dari pada kaupingsan aku malas

menggendongmu. Tapi sepagetinya tetap tunggu sejam lagi.

Bagaimana?”

Setefen tersenyum lebar, kemudian menenggak 2 gelas air minum

dari kran dapur.Sejam kemudian mereka berdua sudah berada di

kafe sepageti depan kampus.

Setefen memesan sepageti carbonara ukuran besar yang di

hidangkan dengan keju bubuk dan potongan daging babi cincang.

Rangga memilih sepageti vegetarian arrabiata. Sementara setefen

memesan satu botol bir besar, Rangga memesan satu gelas jus apel

dan teh manis.

“Rangga aku ingin membuat sebuah pengakuan,”ujar setefen

memcah keheningan. “Go ahead.”

“belum pernah dalam hidupku aku makan carbonarra seenak ini.

Tapi harus ku akui, tadi ada sebuah perasaan aneh saat aku

akhirnya meneguk air putih di keran. Perasaan bersalah sekaligus

kalah karena aku tak bisa menaklukkan sesuatu dari dalam diriku

sendiri,”cerita setefen panjang lebar.

“perasaan nikmat seperti itu, setefen, yang kita kejar ketika kita

berpuasa. Toh kau tahu, ini tetap carbonarra yang sama seperi

biasanya kaumakan. Tapi aku yakin ini terasa jauh lebih nikmat.

Nikmat karena berhasil menaklukan sesuatu dari dalam diri kita.

Yah, kalau kau percaya ada setan, sebenarnya setan itu yang telah

kita taklukan. Perasaan bersalah muncul karena akhirnya kau

merasa kalah. Air putih yang tadinya kau anggap paling nikamat,

ternyata tetap air putih biasa. Kau membiarkan setan membisikimu,

membiarkanya mengodamu. Kemudian kau menyesal, kau tidak

mendapatkan apa yang setan janjikan.”

Dalam 10 menit, sepageti setefen langsung ludes. Dia tampak heran

melihat Rangga makan tidak selahap dirinya.

“Rangga, tell me you didn’t cheat! Kau tidak diam-diam minum di

kantor kan tadi.”

Rangga hampir tersedak oleh sepagetinya. Dia ingin tertawa.

Stefen, buat apa aku berbohong? Aku melakukanya bukan untuk

menang taruhan denganmu. Puasa itu melatih kita jujur terhadap

diri sendiri. Aku ingin puasaku hanya di nilai oleh Tuhanku, karena

memang aku melakukanya untukNya.”

“jadi,.. tak ada setetes air putih yang kau minum tadi

siang?”kembali setefen bertanya penuh selidik.

Rangga menggeleng sambil tersenyum melihat air muka stefen

yang masih belum percaya ada manusia mampu bertahan tanpa

makan, minum selama 15 jam setiap hari selama 30 hari

(2011:214).

Dari dialog di atas namapak jelas bahwa Allah memerintahkan

untuk puasa bagi orang yang beriman. Dan puasa melatih kejujuran untuk

dirinya sendiri dan pahala puasa yang menilai hanya Allah. Ini sessuai

dengan perintah Allah untuk sanantiasa melaksakan puasa pada bulan

Ramadahan sesuai dengan QS Al-Baqoroh 183:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu

berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum

kamu agar kamu bertaqwa. (2008:276)

3. Nilai Pendidikan Akhlaq

Istilah terbesar kaitannya dengan pendidikan Islam dalam novel ini

adalah nilai-nilai pendidikan akhlaq. Namun penulis hanya mengambil

beberapa bagian saja, yang diilustrasikan secara jelas dalam novel ini.

Sudah sewajarnya jika pendidikan akhlak mengambil porsi yang lebih besar

ketimbang yang lain, karena aplikasi pendidikan akhlak ini berkaitan

dengan aktivitas kehidupan manusia sehari-hari, mulai dari bangun tidur

hingga tidur lagi.

Akhlak adalah keadaan rohaniah yang tercermin dalam tingkah laku,

atau dengan kata lain yaitu sikap lahir yang merupakan perwujudan dari

sikap batin. Baik sikap tersebut diarahkan terhadap sang khaliq, terhadap

manusia, maupun terhadap lingkungan. Nilai-nilai pendidikan akhlak yang

penulis temukan dalam novel ini diantaranya adalah etika berbicara yang

baik-baik, ajaran untuk saling memaafkan, serta ajaran untuk saling tolong

menolong.

Nilai pendidikan akhlak disini lebih mengarah pada nilai insaniyah.

Adapaun nialai-nilai akhalq dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa dalah:

a. Akhlaq berbicara yang baik

Secara eksplisit dapat diketahui bahwa di dalam novel ini

terkandung pesan-pesan edukatif yang ingin disampaikan pengarang

melalui dialog antar tokoh. Salah satu nilai pendidikan akhlak yang

terkandung didalamnya adalah etika untuk berbicara yang baik-baik.

Seperti kutipan dalam novel di bawah ini

“........Hanum Indonesia!”

“Tu dois etre Hanum et tu dois etre Rangga,” kata marion

sambil menjulurkan tanganya padaku dan Rangga dengan sangat

akrab, seperti telah lama berkenalan. Ternyata dia jauh lebih

tinggi dari apa yang saya bayangkan. Seorang bule asli

menyambut kami dengan begitu hangat dan akrab, lebih

daripada yang kubayangkan. Suatu hal yang, menarik

perhatianku dia berjilbab.

Jarang aku menemukan orang asli Eropa yang memakai jilbab.

Orang yang berjilbab yang kutemui biasanya warga keturunan

atau imigran.

“nice veil,” sanjungku

“merci. Buatku rukun Islam itu ada 6. Yang ke enam adalah

menjaga kehormatanku dengan jilbab,” ujar Marion tersipu-sipu.

Rangga berdehem sambil menyentil bahuku. Aku tahu maksud

Rangga. Dia menyindirku yang tak berjilbab ini.

“aku ingin tahu, apa yang mebuatmu tertarik pada Islam.

Mungkin aku bisa belajar banyak darimu,”ucapku setengah

bercanda.

Marion hanya tersenyum simpul. Kemudian aku dan Rangga

berjalan mengikutinya.

“jangan khawatir Hanum, aku akan mengajakmu jalan-jalan

mengenal sisi lain kota paris, yang pasti akan membuatmu

makin jatuh cinta dengan agamamu. Aku mengenal Islam justru

dari kota ini. Aku memeluk Islam karena... paris.” (Rais dan

Rangga, 2011:132).

Dari dialog diatas tersebut dapat diketahui ajaran tentang akhlaq

kepada sesama dan etika berbicara yang baik, serta lemah lembut

maka orang yang di ajak bicara merasakan kedamaian dan merasakan

seolah-olah sudah mengenal dekat walau baru berjumpa. Marion

menyindir Hanum yang tidak mengenakan jilbab dengan bahas yang

halus sehingga tidak menyakiti hati Hanum.

b. Akhlaq berinteraksi denagan orang yang beda agama

“ah, ayahku yang berusia 80 tahun adalah penggemar babi.

Samapai sekarang beliau sehat-sehat saja, tak pernah masuk

rumah sakit. Kau harus mencobanya sekali-kali, Rangga,”begitu

ucap Setefan, kolega Rangga yang lain di kampus. Dia

mengajak Rangga makan siang bersama sambil mengajak

ajingnya berjalan-jalan.

Kalau sudah begini walaupun bercanda rasanya sudah malas

untuk menanggapi. Karena terus didesak oleh Setefan agar

memberi penjelasan Rasional tentang larangan makan babi,

Rangga hanya bisa menyindir balik.

“Setefan, anjingmu itu mungkin juga enak. Kau tau, di

Indonesia anjing juga bisa dibuat jadi masakan lezat. Kau harus

mencobanya sekali-kali,” jawab Rangga menunjuk setello,

anjing Setefan.

Mendengar jawaban Rangga, meledak tawa Setefan.

“lucu sekali Rangga mana mungkin aku makan daging anjing

kesayanganku ini?”

“itulah Setefan. Kau tidak mau makan anjingmu karena kau

sangat sayang kepadanya. Demikian juga aku. Aku tidak mau

makan babi karena aku sangat ‘mencintai’ printah dan larangan

Tuhanku,” sahut Rangga

Setefan seketika menghentikan tawanya. Tampaknya dia sudah

paham maksud Rangga. (Rais dan Rangga, 2011:210-211).

c. Akhlaq untuk saling memaafkan

Tendensi dari pemberian maaf adalah harapan Hidayah. Dengan

maksud supaya orang yang berbuat salah dapat memperbaiki

kesalahanya dan mendapat hidayah dari Allah kemudian mau

mendalami ajaran islam secara kaffah.

Memang tidak mudah untuk memberikan maaf kepada orang

yang berbuat salah kepada diri kita. Dalam novel 99 Cahaya di Langit

Eropa tokoh Fatma memberi inspirasi kepada kita umat muslim untuk

senantiasa membalas keburukan orang lain dengan kebaikan.

d. Akhlaq untuk saling tolong menolong dan bersedekah

Sebagai sesama makhluk Allah, setiap manusia diharuskan

untuk saling membantu satu sama lain. Sekalipun status dan strata

sosialnya berbeda, masing-masing individu pada prinsipnya saling

membutuhkan. Yang kaya membantu yang kurang mampu dengan

cara berderma dengan apa yang mereka mampu. Di dalama novel 99

Cahaya di langit Eropa menggambarkan dengan sangat jelas dengan

berderma maka Allah akan menjamin akan dilipatgandakan sesuai

dengan novel di bawah ini yang perankan oleh Deewan sebagi berikut:

Restoran ala pakistan namanya wiener deewan dan terdapat

slogan “all you can eat. Pay as wish”, makan sepuasnya bayar

seiklasnya. Seperti kutipan dalam novel berikut ini:

“begitu kembali ke buffet Rangga langsung menebak Salim

dengan pertanyaan yang dari tadi terus berputar di otaknya,

“konsep dan strategis bisnis makanan macam apa yang di

terapkan restorean ini?”.

“konsep ikhas memberi dan menerima. Take and give. Natalie

deewan percaya bahwa sisi terindah dari manusia yang

sesungghny adalah kedermawaan.”(Rais dan Almahendra,

2011:58).

Deewan adalah lulusan ilmu filsafat, tak hanya bicara dan

mengeluarkan dogma-dogma, tapi langsung praktek

membuktikan kepercayaan teorinya dalam kehidupan sehari-hari

ini adalah ajaran Islam yang sangat mendasar. Berderma dan

berzakat membersihkan diri sepanjang waktu.

“Fatma menambahkan” ikhlas berderma, bersedekah, berzakat,

ataupun yang sejenisnya niscaya akan bertambah kaya.”(Rais dn

Almahenda, 2011:59).

Dari kutipan novel di atas penulis berusaha menjelaskan tentang

ilmu itu tidak hanya di kaji ataupun dipelajari saja akantetapi

bagaimana setelah mendapatkan Ilmu yang dipelajarinya dan

kemudaian di amalkan apa yang telah di pelajarinya.

Deewan salah satu yang telah membukitakn tentang teori yang

di pelajarinya dan kemudian mengamalkannya ilmu tersebut, yaitu

adanya restoran deewan dengan konsep “makan sepuasnya bayar

seiklasnya” eksis dari tahun 2003 hingga sekarang ramai di kunjungi

para pecinta kuliner.

BAB IV

RELEVANSI PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT MUSLIM

Menurut Langeveld (Sadulloh, 2014:2) pendidikan adalah

bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum

dewasa untuk mencapai kedewasaan. Pengertian tersebut terdapat dua

manusia yang terkait, yaitu orang dewasa, dialah yanng menjadi pendidik,

anak (manusia yang belum dewasa) yang menjadi peserta didiknya. Jadi

pendidik adalah orang dewasa yang secara kodrati atau karena tugasnya

bertugas untuk membimbing anak menjadi dewasa.

Pendidikan menurut Rangga Almahendara saat diwawancara

adalah tentang membentuk karakter seseorang. Sedangkan Pendidikan Islam

adalah pendidikan yang dilakukan agar dapat membentuk karakter

seseorang agar supaya bisa memiliki karakter yang Islami.

Pendidikan suatu aktifias untuk mengembangkan seluruh aspek

kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain

pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi berlangsung pula

di luar kelas. Pendidikan bukan bersifat formal saja, tetapi mencakup pula

yang non formal (Zuhrain, 1995:149).

Dari ketiga teori di atas bila dikaitkan dengan pendidikan yang ada

di novel 99 Cahaya di Langit Eropa terhadap nilai-nilai yang dapat

diterapkan dalam kehidupan masyarakat adalah:

A. Hidup mandiri

Hidup di tengah-tengah orang yang tidak mempercayai adanya

Tuhan bukanlah perkara yang mudah. Tapi bagaimana kita bisa hidup

mandiri di tenagah-tengah orang yang tidak mempercayai adanya tuhan

namun kita masih bisa eksis untuk senantiasa mempertahankan keimana

kita tanpa harus menyakiti/ mengganggu orang yang ada disekitar kita.

Manusia adalah makhluk yang bermasyarakat. Manusia tidak

bisa hidup sendiri, tanpa berinteraksi dengan manusia lainya. Interaksi

dengan manusia lain merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat

dibantah. Sebab tidak ada seseorang manusiapun di dunia ini yang tidak

memerlukan uluran tangan orang lain (Salamulloh, 2008:133).

Setiap orang pasti memiliki kebutuhan, baik yang bersifat

material maupun non material. Kebutuhan inilah yang memaksa manusia

untuk bergaul dan berinteraksi dengan orang lain.

Dalam kondisi masyarakat Eropa yang majemuk, berinteraksi

dengan berbagai kalangan merupakan suatu keniscayaan dan itu yang

membuat orang lebih mandiri Seperti tokoh Fatma, Fatma adalah asli

penduduk Turky. Fatma hidup di tengah-tengah orang yang tidak

mempercayai adanya Tuhan akan tetapi Fatma berhasil hidup mandiri

dengan bakatnya yaitu menjadi desainer baju muslim, salah satu

pelangganya pun bukan dari kaum muslim akantetapi kebanayakan dari

mereka tidak beragama.

B. Ajakan untuk Menuntut Ilmu

Pendidikan didapat tidak hanya di bangku Formal saja

akantetapi dari mana saja mulai dari buku, majalah, koran ataupun media

masa atau hanya sekedar kumpulan kecil yang membahas tentang Ilmu

seperti halnya yang dilakukan oleh Fatma, Hanum, Oznur, Ezra dan juga

Latife. Mereka membuat lingkaran kecil untuk menuntut Ilmu mulai dari

mengkaji Al-Qur’an, belajar bahasa Inggris dan juga bahasa Jerman.

Walaupun mereka sudah berumah tangga akan tetapi semangat

juang untuk menutut ilmu begitu luar biasa. Tidak berhenti disitu saja

mereka menebarkan pesan perdamaian untuk senantiasa menjadi agen

muslim yang baik yang menebarkan kebaikan dengan siapapun.

C. Ajaran untuk Senantiasa Bersabar

Sifat sabar tidak datang begitu saja akantetapi perlu adanya

latihan untuk bisa memiki sifat sabar. Didalam novel ini banyak sekali

dialog-dialog yang memberi pelajaran bagi pembaca tentang sifat sabar.

Bagaimana sikap yang seharusnya kita hadapi sebagai kaum muslim

ketika mendapat tuduhan, dan juga hinaan terhadap perlakuan orang lain.

Tidak sepatutnya kita membalasnya dengan keburukan akan tetapi

membalas dengan kebaikan.

D. Perintah Mengerjakan Shalat

Shalat adalah rukun Islam yang ke dua yang mengandung

banyak amalan ibadah kepada Allah swt. Antara lain sebagai sarana

untuk mengingat Allah, membaca kitabnya, berdiri dihadapan-Nya,

rukuk sujud, berdoa, bertasbih, dan bertakbir mengagungkan-Nya

(Fatoni, 2013:253).

Inilah yang membedakan antara orang kafir dengan orang

muslim yaitu shalat. Ini dicontohkan oleh Fatma dan Hanum saat kursus

kelas Bahasa Jerman, mereka berdua memanfaatkan waktu istirahatnya

yang berdurasi 15 menit untuk menunaikan shalatnya, walaupun tidak

ada mushola khusus untuk menunaikan shalat akantetapi Fatma panjang

akal. Fatma mencari tempat yang nyaman untuk menunaikan ibadah

shalat walau shalatnya di tempat penitipan bayi.

Tokoh Fatma disini mengajarkan kepada kita semua setelah kita

bersaksi dengan mengucapakan kalimat syahadat dan kemudian

senantiasa berpegang teguh dengan apa yang diucapkannya, maka

dimanapun kita berada, ketika sudah tiba waktunya untuk menunaikan

shalat maka Fatma mencari tempat untuk menunaikan ibadah shalat.

E. Perintah untuk Puasa

Puasa adalah rukun Islam yang keempat. Secara bahasa puasa

diartikan dengan menahan diri, yakni menahan diri dari makan dan

minum mulai Fajar samapai terbenamnya matahari. Tidak hanya

menahan makan dan minum, puasa juga menahan diri dari segala

perbuatan yang membatalkan puasa (Fatoni, 2013:308).

Puasa di tengah-tengah orang ateis merupakan cobaan yang

besar karena banyak sekali tawaran makan dari kawan-kawan kampus.

Ini dialami oleh tokoh Rangga yaitu ketika datang bulan Ramadhan

Rangga senatiasa melaksanakan puasa, lagi-lagi setefen datang untuk

mengajak Rangga makan siang akan tetapi Rangga menolaknya dengan

cara santun walaupun setefenpun masih mebantahnya.

Setelah akhir Ramadhan setefenpun datang lagi untuk menggoda

Rangga akantetapi Raangga lagi-lagi menolaknya. Begitulah apabila

seseorang tidak kuat dengan keimananya maka seseorang akan mudah

tergoda tapi beda dengan tokoh Rangga di sini, Rangga senatiasa

melaksanakan perintahNya dengan sebaik-baiknya.

Tokoh Rangga disini memberi teladan untuk kaum muslim

terutama bagi yang merantau ke Negri orang yang mana masyarakatnya

bukan pemeluk Islam maka janganlah kalian tergoda dengan iming-iming

yang ada di lingkungan sekitar, apalagi jalan maksiat terbuka lebar.

F. Berbicara yang Baik

Peribahasa mengungkapkan bahwa mulutmu adalah harimaumu.

Begitulah ungkapan untuk senantiasa menjaga mulut agar tidak berkata-

kata yang tidak pantas untuk diucapkan.

Seperti tokoh Marion yang menyapa Hanum dengan bahasa

yang halus hingga Hanum termangu mendengar perkataan Marion, yang

ada di bayang Hanum orang bule identek dengan orang yang tinggi dan

juga keras berbicaranya tapi berbeda denga tokoh Marion yang lembut,

ketika menyindir Hanum tak memakai jilbabpun dengan bahasa yang

Halus sehingga Hanum yang tak memakai jilbabpun akhrinya terbuka

hatinya untuk senantiasa memakai hijab.

Tokoh Marion disini mengajarkan kepada kita bahwa muslim

adalah saudara, sehingga ketika pertama kali bertemu dengan Hanum,

Marion senatiasa menyambutnya dengan perkataan yang halus seperti

layaknya sudah menjadi teman dekat. Dan ketika menyindir Hanum

seperti layaknya kakak yang menasehati adiknya.

G. Tatacara Berhubungan dengan Beda Agama

Setefan adalah kolega Rangga di kampus. Setefan tidak bosan-

bosan nya selalu menggoda Rangga untuk senatiasa memakan daging

babi. Rangga lagi-lagi menolak dengan bahasa yang baik sehingga tidak

menyakiti hati setefan.

Ketika kita berhadapan dengan sang ateis memang sulit untuk

menjelaskan tentang aturan-atura Islam selalu diberondong dengan

pertanyaan yang tidak masuk akal akan tetapi tokoh Rangga disini

senatisa mengajarkan kepada muslim bahwa ketika ditanya hal-hal yang

berkaitan dengan agama Islam melarang memakan babi maka Rangga

mencari alasan yang bisa diterima akal dan juga sang ateis, semisal

ketika Rangga sekali-kali mencoba makan babi Ranggapun tak kalah

akal. Rangga meminta sekali-kali kau harus mekan anjing kamu setefan

karena di Indonesia ajing di jadiakan makan lezat. Setefanpun kaget

manamungkin anjing kesayanganya di makan. begitulah dengan Rangga.

Rangga tidak mau makan babi karena sayang dengan Tuhanya. Begitulah

penjelasan Rangga. Rangga senantiasa mengajarkan kepada kita umat

muslim bahawa ketika di tanya tentang hal-hal yang tidak masuk akal

kita senatiasa menjawabnya dengan bahasa yang mudah di pahami si

ateis. jangan sekali-kali langus menjast yang tidak bisa diterima oleh

siateis.

Itu adalah beberapa nilai pendidikan yang ada di novel 99

Cahaya di Langit Eropa yang dapat kita terapkan dikehidupan

masyarakat tidak hanya itu saja akantetapi masih banyak lagi yaitu

tentang arti sedekah, membalas keburukan dengan kebaikan, menebar

kebaikan dengan senyum.

Ketika kita membaca novel ini maka hati kita terbuka untuk

senantiasa menjadi agen muslim yang menebarkan kebaikan dimanapun

kita berada. Proses pendidikan tidak hanya sekedar membaca saja

akantetapi setelah mendapat Ilmunya maka menerapkan apa yang telah

didapatkanya.

Syariat Islam tidak akan di hayati dan diamalkan orang kalau

hanya diajarakan, tetapi harus didik melalui proses pendidikan. Novel ini

telah mengajak orang untuk beriman dan beramal serta berakhlaq baik

sesuai ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan dari satu

segi kita melihat, bahawa pendidikan Islam itu lebih banyak ditunjukkan

kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal

perbuatan, baik segi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Disegi

lainny, pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga

praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan anatara iman dan amal saleh.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis mengkaji dan menganalisis nilai-nilai pendidikan Islam

dan telaah aspek unsur-unsur pendidikan dalam novel 99 Cahaya di Langit

Eropa maka dapat penulis simpulkan bahwa:

1. Novel 99 cahaya ini merupakan novel Islami yang berisi tentang menjadi

agen muslim yang menebarkan kebaikan dan di dalamnya termuat pesa-

pesan sosial, keagamaan, yang mengarah pada kebesaran asma-asma Allah

yang ada di Eropa. Novel ini terdiri dari unsur-unsur pendidikan diantarnya

adalah:

a. Pemberi berisi tentang kontribusi penulis novel

b. Penerima berisi tentang sasaran penulis terhadap pembaca

c. Tujuan baik berisi tentang tujuan penulisan novel

d. Cara atau jalan yang baik berisi tentang nilai dan hakikat yang menerima/

yang memberi

e. Konteks yang positif berisi tentang pendidikan mengubah yang negatif

menjadi positif atau mengoptimalkan peran positif agar yang negatif

proporsional menjadi minimal.

2. Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam novel 99 Cahaya di

Langit Eropa secara garis besar dapat di bagi dalam tiga bagian yaitu nilai

Aqidah, Ibadah dan akhlaq. Nilai-nilai pendidikan tersebut secara rinci

adalah:

a. Nilai Aqidah

1). Nilai Ubudiyah

1) Ajaran untuk Selalu Beriman kepada Allah

Agama Islam pernah merambah ke daratan Eropa dan sampai

sekarang simbol-simbol Islam masih bertahan di sana meskipun

Islam menjadi minoritas di Eropa tersebut. Nilai-nilai hal tersebut

digambarkan di novel 99 Cahaya di Langit Eropa.

2) Meyakini Adanya Malaikat Allah

Dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa ini digambarkan

mengenai malaikat-malaikan Allah dengan gambaran cerita yang

dikemas oleh penulis

2). Nilai Muamalah

3) Ajaran untuk sabar dan ikhlas

Nilai muamalah merupakan nilai dari interaksi sesama

manusia. Beberapa hal yang diajarkan dalam novel tersebut adalah

nilai sabar dan ikhlas yang digambarkan oleh penulis.

b. Nilai Ibadah

1) Ajaran untuk Mendirikan Shalat

Meskipun latar dari cerita dalam novel ini berada di Eropa,

namun nilai-nilai keislaman semacam ibadah shalat tetap lekat di

dalamnya.

2) Perintah untuk Puasa Ramadhan

Begitu juga dengan puasa Ramadhan, hal tersebut merupakan

salah satu nilai yang diajarkan di dalam novel yang memiliki latar di

Eropa ini.

c. Nilai Pendidikan Akhlaq

1) Akhlaq Berbicara yang Baik

Dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa ini digambarkan

mengenai akhlaq-akhlaq dalam beriteraksi, yaitu akhlaq berbicara

dengan baik.

2) Akhlaq Berhubungan dengan Beda Agama

Nilai pendidikan akhlaq yang juga diajarkan dalam novel ini

yaitu akhlaq mengenai berhubungan atau interaksi dengan beda

agama.

3) Akhlaq untuk Saling Memaafkan

Nilai pendidikan akhlaq yang juga diajarkan dalam novel ini

yaitu akhlaq untuk saling memaafkan.

4) Akhlaq untuk Saling Tolong Menolong

Nilai pendidikan akhlaq yang juga diajarkan dalam novel ini

yaitu akhlaq untuk saling tolong menolong sesama manusia.

3. Relevansi Pendidikan dalam Kehidupan Masyarakat Muslim

Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel 99 Cahaya di Langit

Eropa yang dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai

berikut:

a. Ajaran untuk hidup mandiri

b. Ajakan untuk menuntut ilmu

c. Ajaran untuk senantiasa bersabar

d. Ajakan untuk mendirikan shalat

e. Ajakan untuk puasa

f. Ajaran untuk berbicara yang baik

g. Tatacara berhubungan dengan orang beda agama

B. Saran

Lembaga pendidikan pada umumnya dan lembaga pendidikan Islam

khususnya, ketika melakukan kegiatannya hendaklah jangan hanya bersifat

transfer of knowledge saja, tetapi lebih menekankan penanaman nila-nilai

terhadap peserta didiknya. Karena dengan nilai yang ia yakini, seseorang akan

bersikap dan melakukan tindakan. Kalau nilai tersebut nilai positif maka positif

pula tindakan yang ia lakukan, tetapi sebaliknya bila negatif nilai yang ia

yakini maka negatif pula sikap dan tindakan yang akan ia realisasikan.

Sumber nilai yang dapat digali dalam kehidupan salah satunya adalah

melalui cerita ataupun novel-novel Islami. Karena sifatnya yang estetis, maka

akan lebih mudah dicerna dan diterima anak didik. Oleh karena itu sudah

saatnya guru melakukan inovasi dalam proses pembelajaran dengan

menggunakan novel-novel religius sebagai media pendidikan.

Dengan pesatnya pembangunan dan hebatnya arus modernisasi saat ini,

guru harus bersikap open minded terhadap segala perkembangan, termasuk

segi-segi negatifnya. Guru harus bisa memposisikan diri sebagai filter terhadap

segala macam informasi yang diterima siswa. Salah satu caranya, dengan

mencoba menulis karya-karya yang memiliki nilai edukatif untuk selanjutnya

bisa dikonsumsi siswa, agar siswa bisa belajar mandiri dengan buku-buku yang

berkualitas dan tidak terjebak dengan idealisme yang menyesatkan. Karena

intensitas belajar dengan guru lebih sedikit ketimbang belajar dengan buku,

siswa bisa belajar melalui buku dimana saja dan kapan saja, tanpa harus

menunggu jam tatap muka di kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan terjemahan. Departemen Agama RI

Muhammad Daud Ali. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja grafindo

persada.

Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru

Abd. Rachman Assegaf. 2014. Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:Raja Grafindo

Persada.

Kapita Arifin. 1998. Selekta Pendidikan Islam dan Umum. Jakarta: Bumi Aksara

M. Arifin. 2003. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

_______ . 2003. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta

Khusnul Ariefah Budiarti. 2014. Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Novel Serial

Anak-Anak Mamak Karya Tere Liye. Skripsi tidak diterbitkan. Salaiga:

Jurus Tarbiyah. STAIN Salatiga

Zakiah Daradjat. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Daradjat. 1995. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam Jakarta: Bumi Aksara.

Zakiah Darajat. Falkultas Tarbiyah IAIN Walisongo. 1999. Metodologi

Pengajaran Agama.Semarang: Pustaka Pelajar.

Sidi Gazalba. 1981. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang. Cet. III.

Heri Gunawan. 2014. Pendidikan Islam. Bandung: Remaja rosdakarya.

Fuad Ihsan. 2005. Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Mansur Isna. 2001. Diskursus Pendidikan Islam. Yogyakarta: Global Pustaka

Utama.

Bakar Jabil Jaza’iri. 2006. Minhajul Muslim. Surakarta: nsan Kamil.

Kaelany HD. 2002. Islam dan Aspek – Aspek Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara

Ghufron A Mas’adi. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: Raja Grafindo

Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa.

Yogyakarta: Trustmedia.

Mardalis. 2004. Metode PenelitianSuatu Pendekatan Proposional. Jakarta: Bumi

Aksara

Materi Ujian Komprehensif Lisan (UKL) Program Studi Pendidikan Agama Islam

(PAI) STAIN Salatiga Tahun 2014

Abdul Mujib dan Muhaimin. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis

dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya

J Lexy Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Abudin Nata. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kharisma Putra Utam.

Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir STAIN SALATIGA. 2008

W.J.S Poerwadarminta.dkk.1969. Kamus Latin – Indonesia. Jakarta: Kanisius.

__________. 1999. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra. 2011. 99 Cahaya di Langit

Eropa. Jakara: Gramedia.

Nyoman Kutha Ratna. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rosady Ruslan. 2010. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi.

Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Abu Sa’ud. 2003. Islamologi Sejarah Ajaran dan Perannya dalam Peradaban

Umat Manusia, Jakara: Rineka.

M. Quraish Shihab. 2005. Tafsir Al Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al

Quran.

Jakarta: Lentera Hati. Cet. III.

Abdul Syukur. 2014. Profesi Pendidik. Salatiga: STAIN Salatigara Press.

Syamsulhadi,. 2008. Cendikiawan di Bawah Naungan Cahaya. Surakarta: Nurul

Huda press

Raharja Tirta. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rinika

Uyoh Sadulloh. 2010. Pedagogok (Ilmu Mendidik). Bandung: ALFABETA.

Teuku Ramli Zakaria. 1994. Pendekatan-pendekatan Pendidikan Nilai dan

Implementasi dalam Pendidikan Budi Pekerti. Jakarta: Gramedia Widia

Sarana Indonesia.

Zuhairini.1995.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta: Bumi Aksara. Cet. II.

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : NURHIDAYAH

Jenis Kelamain : Perempuan

Agama : Islam

Tempat Tanggal Lahir : kab. Semarang 04 April 1991

Alamat : Dsn. Watugimbal RT. 05 RW. 02 Desa Rembes,

kec. Bringin kab. Semarang.

Emai : [email protected]

Pendidikan :

1. SD lulus tahun 2005

2. MTs. Tajul Ulum Brabo lulus tahun 2008

3. MA Al-Madinah Salatiga lulus tahun 2011