nizzah gis idk6 strongyloidiasis

Upload: diosatria

Post on 06-Jan-2016

238 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

,,,,,,

TRANSCRIPT

STRONGYLOIDIASIS

STRONGYLOIDIASISNIZZAH AFINA1310211011DEFINISIInfeksi oleh parasit nematoda Strongyloides stercoralis. Di usus halus, parsit ini menyebabkan ulserasi mukosa dan diare ; di paru paru, menyebabkan perdarahan. ( dorland) ETIOLOGIStrongyloides stercoralis, cacing nematoda parasitik yg tersebar luas yg termasuk Soil Transmitted Helminth (STH). Hidup pada usus manusia dan mamalia lainnya. Ditemukan di kawasan tropis dan subtropis. Penyebab strongyloidiasis.TAKSONOMI

Kingdom: AnimaliaPhylum: NematodaClass: SecernenteaOrdo: RhabditiaFamily: StrongyloididaeGenus: StrongyloidesSpesies: S. stercoralisMORFOLOGIBentuk bebas (free living form) : - betina : ukuran 1 x 0,05 mm, esofagus 14 panjang tubuh serta pendek dan terbuka, uterus berupa satu barisan lurus yang berisi 40 50 telur. Vulva terbuka di sisi ventral dekat pertengahan tubuh. - jantan : fusiform, ukuran 0,7 x 0,07 mm, esofagus tertutup, memiliki 2 spikula dan 1 gubernakulum, ujung ekor runcing dan melengkung.

Bentuk parasitik : - betina : halus dan transparan, ukuran 2,2 x 0,05 mm, esofagus filiform 14 panjang tubuh.Pada betina gravid uterus berisi 10 20 telur yang mengandung embrio. Vulva pada sisi ventral 1/3 posterior panjang tubuh. - Jantan : menurut Kreist (1932) dan Faust ada bentuk parasitik jantan pada manusia yang morfologinya sama dengan morfologi jantan bentuk bebas (free living). Namun belum ada peneliti yang menemukan bentuk parasitik jantan ini selain Kreist dan Faust. Oleh karena itu dianutlah pemahaman bahwa bentuk parasitik betina pada manusia berkembang biak secara parthenogenesis.

Larva rhabditiformUkuran 380 x 20 , esofagus pendek dan terbuka, genital primordium besar dan ovoid terletak di ventral dekat intestinal. Ekor runcing. Larva filariform : Ukuran 630 x 16 , mulut tertutup, esofagus 12 panjang badan, ujung ekor bercabang 2 pendek (fork tail) atau tumpul saja, sarung (sheath) tidak ada(6,7,8,9,10,11,12) .

TELUR

HISTOLOGI

SIKLUS HIDUPSiklus parasitik (= siklus langsung / direct cycle) :Larva filariform menembus kulit, masuk ke pembuluh darah kapiler, dengan mengikuti sistem peredaran darah masuk ke jantung, kemudian ke paru (Lung passage), kemudian ke trachea, larinx dan kemudian tertelan masuk ke usus halus (duodenum) dan di sana menjadi cacing dewasa. Larva juga dapat menginfeksi dengan cara tertelan langsung.

Siklus bebas (= siklus tidak langsung / indirect cycle)

Pada keadaan tertentu (suasana yang mendukung), larva rhabditiform dapat berkembang menjadi dewasa bentuk bebas jantan dan betina. Setelahkopulasi, cacing betina bertelur dan menetaskan larva stadium rhabditiform. Setelah 2 hari larva ini berkembang dan dapat berubah menjadi larva filariform yang bersifat infektif, atau bila suasana mendukung (temperatur dan kelembaban tanah yang optimal) maka larva rhabditiform tadi berkembang menjadi cacing dewasa Strongyloides stercoralis bentuk bebas.

Autoinfeksi internal

Terjadi terutama pada hospes yang mengalami gangguan obstipasi.Pada autoinfeksi internal, larva rhabditiform dalam lumen usus tumbuh menjadi larva filariform. Larva ini menembus mukosa usus, masuk ke pembuluh darah kapiler kemudian ke jantung lalu ke paru dan seterusnya melanjutkan siklus hidup seperti yang diuraikan pada siklus parasitik.

Autoinfeksi eksternal

Daerah perianal hospes terkontaminasi larva rhabditiform saat hospes BAB, lalu larva ini tumbuh menjadi larva filariform. Larva filariform ini kemudian menembus kulit perianal dan masuk ke pembuluh darah kapiler dan seterusnya melanjutkan siklus hidup seperti yang diuraikan pada siklus parasitik(6,7,8,9,10,11,12).

EPIDEMIOLOGIDistribusi luas di seluruh dunia terutama yg beriklim tropis dan subtropis pada cuaca hangat dan lembabLebih sering dijumpai di daerah pedesaanMasyarakat sosial ekonomi rendahFAKTOR RISIKOPengguna kortikosteroid.Diduga ikatan antara kortikosteroid dengan reseptor hormon steroid mempercepat transformasi larva rhabditiform menjadi larva filariform infektif. Kortikosteroid juga menyebabkan supresi eosinofil dan aktivasi limfosit. Pengguna obat obat imunosupresif untuk terapi kanker. Penderita infeksi virus HTLV 1 Ko-infeksi Strongyloidiasis dengan infeksi virus HTLV 1 (Human T cell Lymphotropic Virus type 1) mempercepat fase pre-leukemik infeksi HTLV 1. Antigen strongyloides mempecepat leukemogenesis.

GEJALA KLINISStrongyloidiasis kronis dapat menyebabkan kolitis.Hiperinfeksi yang fatal dapat terjadi pada penderita dengan immunosupresi / immunocompromised. Infeksi yang simtomatik biasanya berupa gejala gejala gastrointestinal, pulmonal dan dermatologis.Demam biasanya dijumpai pada kasus disseminated (menyebar).

1. Dermatologis reaksi alergi dapat timbul akibat penetrasi larva melalui kulit.

Gatal di kulit rash lesi papulovesikuler pruritus, biasanya di kaki. Rash urtikaria yang alurnya berkelok - kelok akibat larva yang berjalan menembus kulit.Granuloma pada kulit (pada kasus autoinfeksi kronis) Ptechiae / rash purpura (pada kasus disseminated)Gejala gejala kulit tidak khas yang lain

2. Gastrointestinal

Kembung, rasa penuh di perut o Nyeri perut yang menyebarDiare dengan darah (-) MuntahBerat badan menurun

3. Pulmonal

Wheezing BatukHemoptisis (batuk darah, pada kasus disseminated atau pun hiperinfeksi).Pernafasan dangkal

4. Susunan Syaraf Pusat (SSP) -- Gejala gejala meningeal dapat dijumpai pada kasus disseminated. 5. Sistem reproduksi pernah dilaporkan 1 kasus infertilitas oleh karena infeksi strongyloidiasis disseminated dengan dijumpainya larva pada air mani penderita dan konsepsi berhasil setelah penderita mendapat pengobatan infeksinya. Pada sindrom hiperinfeksi, selain meningitis dapat juga terjadi sepsis, biasanya polimikrobial akibatnya menyebarnya bakteri usus ke dalam darah

DIAGNOSAMenemukan larva rhabditiform atau pun larva filariform pada sediaan feses, cairan duodenum, cairan asites, dan sputum (pada kasus yang disseminated). Larva rhabditiform biasanya dijumpai pada sediaan tinja segar. Larva filariform dapat dijumpai pada pembiakan tinja dan pembiakan sekret duodenum yang diambil dengan duodenal sonde. Serologis dengan Antibody Detection Assay termasuk EIA, IFA, dan IHA dengan sensitivitas terbesar pada teknik EIA

PENGOBATANIvermectin merupakan terapi pilihan utama untuk Strongyloidiasis, oleh karena efektivitasnya yang tinggi (mencapai hampir 100 % ) serta pemberiannya cukup dosis tunggal baik untuk kasus tanpa atau pun dengan komplikasi dengan efek samping yang sedikit. Dosis ivermectin 0,2 mg / kg bb / hari, diberikan dalam dosis tunggal. Angka kesembuhan 98, 7 % (Nontasutet al, 2005).

Sebagai terapi alternatif adalah Albendazole dan Thiabendazole, sedang di Indonesia sediaan yang ada pada umumnya adalah Albendazole. Dosis Albendazole 25 mg / kg bb/ hari. Pemberiannya biasa berupa Albendazole 400 mg 2 x per hari (anak < 2 tahun : 200 mg) selama 3 - 5 hari. Untuk kasus hiperinfeksi, pemberian dapat dilakukan hingga 15 hari. Angka kesembuhan 78, 8 % (Nontasut et al, 2005).

EFEK SAMPINGEfek samping pengobatan berupa diare, gatal gatal dan mengantuk lebih sering dijumpai pada ivermectin dibandingkan albendazole.

PENCEGAHANPencegahan infeksi adalah dengan memakai alas kaki dan menghindari kontak dengan tanah yang tercemar. Pasien harus diskrining terlebih dahulu terhadap kemungkinan adanya infeksi strongyloidiasis sebelum pemakaian obat - obat immunosupresif.