nonalcoholic steatohepatitis (nash)

21
1 NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH) Taufik Sungkar, Imelda Rey, Ilhamd, Masrul Lubis, Leonardo Dairi, Juwita Sembiring, Mabel Sihombing, Lukman Hakim Zain, Guntur Ginting Divisi Gastroenterohepatologi, Departemen Ilmu penyakit Dalam RSUPHAM FK USU Pendahuluan Nonalcoholic steatohepatitis (NASH) adalah suatu penyakit hati dengan karakteristik adanya steatosis hepar yang disertai inflamasi dan injuri hepatosit (adanya gambaran pembengkakan sel hati) dengan atau tanpa adanya fibrosis. 1,2 NASH merupakan suatu kondisi lanjutan dari fatty liver yang terjadi tanpa adanya riwayat penyalahgunaan konsumsi alkohol. 1 Istilah NASH pertama sekali disampaikan oleh Ludwig dkk pada tahun 1980, untuk menggambarkan temuan hasil biopsi pada pasien dengan steatohepatitis tanpa adanya riwayat konsumsi alkohol dalam jumlah yang signifikan. 3 NASH bersama-sama dengan NAFL (nonalcoholic fatty liver) / Simple steatosis (fatty liver) serta sirosis terkait NASH merupakan bagian dari sebuah spektrum klinis yang disebut dengan NAFLD (nonalcoholic fatty liver disesase). 2 Beberapa definisi penting yang perlu diketahui untuk memahami batasan-batasan dari setiap istilah yakni : Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) Suatu kondisi yang mencakup seluruh spektrum klinis fatty liver disease mulai dari fatty liver/simple steatosis hingga steatohepatitis dan sirosis tanpa adanya riwayat konsumsi alkohol dalam jumlah yang signifikan. Nonalcoholic fatty liver (NAFL) / Simple steatosis / fatty liver Suatu kondisi yang ditandai dengan adanya steatosis tanpa disertai adanya injuri pada sel-sel hati (dengan gambaran pembengkakan sel hati), atau tanpa adanya fibrosis. Resiko progresivitas ke arah sirosis dan kegagalan hati minimal. Sirosis terkait NASH Sirosis hati yang terjadi dengan adanya bukti histopatologi steatosis atau steatohepatitis baik sekarang maupun riwayat sebelumnya. Jika sirosis terjadi tanpa adanya bukt yang jelas maka disebut sebagai sirosis kriptogenik. 2 Istilah “signifikan” dalam penggunaan alkohol yang berkaitan dengan NAFLD maupun NASH masih belum begitu jelas dan konsisten, namun dalam guideline yang disampaikan AASLD (2012) disebutkan bahwa beberapa konsensus menggunakan batasan > 21 g alkohol per minggu pada laki-laki dan > 14 g alkohol per minggu pada wanita dalam kurun waktu 2 tahun sebelum diagnosa ditegakkan secara histologi. Jika dalam anamnese,

Upload: duongthien

Post on 28-Dec-2016

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

1

NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

Taufik Sungkar, Imelda Rey, Ilhamd, Masrul Lubis, Leonardo Dairi, Juwita Sembiring,

Mabel Sihombing, Lukman Hakim Zain, Guntur Ginting

Divisi Gastroenterohepatologi, Departemen Ilmu penyakit Dalam

RSUPHAM – FK USU

Pendahuluan

Nonalcoholic steatohepatitis (NASH) adalah suatu penyakit hati dengan karakteristik

adanya steatosis hepar yang disertai inflamasi dan injuri hepatosit (adanya gambaran

pembengkakan sel hati) dengan atau tanpa adanya fibrosis.1,2 NASH merupakan suatu kondisi

lanjutan dari fatty liver yang terjadi tanpa adanya riwayat penyalahgunaan konsumsi alkohol.1

Istilah NASH pertama sekali disampaikan oleh Ludwig dkk pada tahun 1980, untuk

menggambarkan temuan hasil biopsi pada pasien dengan steatohepatitis tanpa adanya riwayat

konsumsi alkohol dalam jumlah yang signifikan.3 NASH bersama-sama dengan NAFL

(nonalcoholic fatty liver) / Simple steatosis (fatty liver) serta sirosis terkait NASH merupakan

bagian dari sebuah spektrum klinis yang disebut dengan NAFLD (nonalcoholic fatty liver

disesase).2 Beberapa definisi penting yang perlu diketahui untuk memahami batasan-batasan

dari setiap istilah yakni :

Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD)

Suatu kondisi yang mencakup seluruh spektrum klinis fatty liver disease mulai

dari fatty liver/simple steatosis hingga steatohepatitis dan sirosis tanpa adanya riwayat

konsumsi alkohol dalam jumlah yang signifikan.

Nonalcoholic fatty liver (NAFL) / Simple steatosis / fatty liver

Suatu kondisi yang ditandai dengan adanya steatosis tanpa disertai adanya injuri

pada sel-sel hati (dengan gambaran pembengkakan sel hati), atau tanpa adanya

fibrosis. Resiko progresivitas ke arah sirosis dan kegagalan hati minimal.

Sirosis terkait NASH

Sirosis hati yang terjadi dengan adanya bukti histopatologi steatosis atau

steatohepatitis baik sekarang maupun riwayat sebelumnya. Jika sirosis terjadi tanpa

adanya bukt yang jelas maka disebut sebagai sirosis kriptogenik.2

Istilah “signifikan” dalam penggunaan alkohol yang berkaitan dengan NAFLD

maupun NASH masih belum begitu jelas dan konsisten, namun dalam guideline yang

disampaikan AASLD (2012) disebutkan bahwa beberapa konsensus menggunakan batasan >

21 g alkohol per minggu pada laki-laki dan > 14 g alkohol per minggu pada wanita dalam

kurun waktu 2 tahun sebelum diagnosa ditegakkan secara histologi. Jika dalam anamnese,

Page 2: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

2

informasi yang didapatkan mengenai konsumsi alkohol tidak konsisten dengan kecurigaan

secara klinis, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan keluarga maupun orang terdekat

pasien.2 Prevalensi NASH semakin meningkat di negara-negara barat. Tantangan bagi para

ahli hepatologi berkaitan dengan NASH adalah sulitnya diagnosa dibuat tanpa pemeriksaan

nonivasif, serta adanya kemungkinan berkembang ke arah fibrosis dan bahkan sirosis.

Penyebab pasti NASH belum sepenuhnya diketahui namun, dalam patogenesisnya, NASH

sering dikaitkan dengan diabetes melitus tipe 2 dan sindrom metabolik serta beberapa faktor

genetik dan lingkungan.1

Prevalensi

NAFLD (Nonalcoholic liver diasease) mungkin merupakan kelainan hati yang paling

sering. Wanless dan Lentz (1990) melaporkan bahwa terdapat 70% kejadian steatosis pada

pasien obesitas dan 35% pada pasien yang kurus. Sedangkan kejadian NASH ditemukan

sebanyak 18,5% pada pasien obesitas dan 2,7% pada pasien kurus. Pada pasien diabetes

melitus tipe 2, estimasi prevalensi nonalcoholic fatty liver adalah sebesar 75%. Dari seluruh

pasien obesitas, dilaporkan sebanyak 60% mengalami simple steatosis, 20-25% mengalami

NASH dan 2-3% jatuh pada sirosis. 1,3 Pada negara-negara industri prevalensi NASH sebesar

20-40% dan hal ini merupakan penyebab tersering dari penyakit hati kronik. Prevalensi

NASH sendiri pada tempat yang sama adalah sebesar 10-20% dari pasien-pasien NAFLD.

Sedangkan dari populasi umum di Smerika Serikat, prevalensi NASH adalah 2-6% .4 Pada

seluruh pasien NAFLD (nonalcoholic fatty liver disease) gambaran NASH ditemukan

sebanyak 10-20%.4 Menurut Ratziu (2002), Dari seluruh sirosis kriptogenik, diperkirakan

lebih dari 50% merupakan NASH. Di Amerika, NAFLD lebih banyak ditemukan pada pria

ketimbang wanita dengan perbandingan 3-5 kali lipat. Prevalensi NAFLD juga ditemukan

sebanyak 28% dari seluruh populasi sedangkan warga negara yang berasal dari asia sebanyak

20-30%.4 NASH

Patogenesis

Gambaran Umum

Menurut Day et al (2002), Patogenesis NASH terdiri dari 2 tahap yakni : (1)

terjadinya steatosis pada hati yang normal (first hit). Hal ini terjadi terutama sebagai akibat

dari resistensi insulin di perifer sehingga pengangkutan asam-asam lemak menuju hepar dari

Page 3: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

3

jaringan adiposa meningkat. Meskipun beberapa mekanisme dapat diaktifkan untuk

memproteksi hepar dari keadaan ini, namun dalam situasi ini hati akan rentan terhadap

gangguan-gangguan lain seperti etanol atau lipopolisakarida bakteri. (2) proses kedua yakni

steatohepatitis, dimana terjadi inflamasi yang diperantarai oleh stres oksidatif dan sitokin

(utamanya oleh TNF-α/tumor necrosis factor alpha). Hal ini menyebabkan eksaserbasi

resistensi insulin, stress oksidatif lebih lanjut serta disfungsi organ yang terjadi pada sel-sel

hati sehingga menyebabkan terjadinya proses inflamasi, degenerasi hepatoseluler dan fibrosis

(second hit). (gambar 1).1

Resistensi Insulin dan Steatosis

Resistensi insulin sangat sering dijumpai pada NAFLD dan NASH. Namun dalam hal

ini, resistensi insulin dan hiperinsulinemia disebut sebagai abnormalitas yang sering (primer)

dijumpai pada NAFLD dan bukan merupakan penyebab utama fatty liver. Resistensi insulin

terjadi sebagai akibat menurunnya regulasi insulin receptor substrate (IRS-1) yang

disebabkan oleh kelebihan asam lemak bebas dimana asam lemak dapat mengganggu

fosforilasi tirosin pada IRS-1 sehingga kemudian mengganggu kerja insulin. Proses-proses

lainnya yang menyebabkan deaktivasi insulin adalah meningkatnya proses defosforilasi

tirosin, serta fosforilasi residu serin. IRS-1 sendiri memainkan peran dalam translokasi

protein transporter glukosa GLUT4 menuju membran sel. Dalam perannya pada resistensi

insulin, asam lemak bebas kemungkinan menyebabkan peningkatan regulasi oleh protein

kinase C theta (PKC-θ) yang bertindak serine kinase sehingga menyebabkan inaktivasi IRS-

1.3

Selain itu, sensitivitas insulin juga dipengaruhi oleh beberapa mediator berupa

peptida-peptida. Jaringan adiposa khusunya jaringan lemak mesenterik yang memiliki aliran

darah langsung ke hati merupakan sumber yang kaya akan sitokin dan hormon-hormon

peptida yang dapat menurunkan aktifitas metabolik seperti TNF- α, angiotensinogen,

plasminogen aktifator inhibitor-1, leptin, serta komponen-komponen dari komplemen. TNF-

α dalam beberapa penelitian dapat menurunkan regulasi IRS-1 melalui fosforilasi serine,

namun bagaimana prosesnya masih belum diketahui secara jelas. Diperkirakan hal ini terkait

pula dengan c-junk NH2-terminal kinase (JNK), beberapa isoform dari PKC, serta Iκ Kinase β

(IκKβ) (gambar 2). Belakangan ini, leptin juga banyak diteliti dan diakitkan dengan proses

fibrosis pada NASH. Selain itu, adiponectin yang memiliki struktur sitokin terlihat

meningkatkan sensitivitas insulin pada hepatosit.3

Page 4: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

4

Gambar 2. Mekanisme terjadinya Steatosis.1

Stres Oksidatif dan Injuri Liver

Stres oksidatif sering kali ditekankan sebagai mekanisme yang penting dalam injuri

hepatoseluler pada NASH. Hal ini didasari pada beberapa penelitian yang dilakukan pada

hewan dan manusia. Meskipun penelitian-penelitian tersebut tidak dapat menyebutkan bahwa

hal ini menjadi penyebab utama, namun sebuah studi menemukan adanya manfaat pemberian

Gambar 1. Gambaran singkat proses terjadinya

NAFLD dan NASH. Gambar diatas menunjukkan

resistensi insulin pada posisi teratas sebagai kelainan

metabolisme yang mengawali proses-proses selanjutnya

pada kebanyakan pasien. Kelainan-kelainan lain baik

bersamaan maupun tidak dengan resistensi insulin juga

berperan dalam akumulasi lemak di hepar. Kelebihan

lemak di hati pada beberapa individu merupakan

predisposisi terjadinya injuri pada hepatoseluler. Hal ini

dapat disebabkan oleh toksisitas langsung oleh asam

lemak bebas, stres oksidatif, lipid peroksida atau

mekanisme lain. Selain itu, injuri pada hepatoselular dapat

pula terjadi akibat proses inflamasi yang disertai dengan

fibrosis yang progresif, proses ini dipegaruhi oleh faktor

genetik dan lingkungan. Model hipotesis ini disebut

dengan 2-hit hypothesis, dimana “serangan” pertama

merupakan akumulasi lemak sedangkan serangan kedua

merupakan injuri hepatoseluler pada fatty liver.3

Page 5: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

5

vitamin E pada NASH. Beberapa kemungkinan sumber dari stres oksidan yang berhasil

diidentifikasi antara lain : sitokrom P450, peroxisomal β-oksidasi, kerusakan elektron pada

mitokondria, serta pengaktifan sel-sel inflamasi. Produk-produk peroksida lipid reaktif

merupakan stres oksidan yang dapat mempotensiasi stres oksidatif lebih lanjut.3

Asam Lemak dan Injuri Liver

Peningkatan kadar asam lemak bebas selain sebagai mediator terjadinya resistensi

insulin ternyata juga bersifat toksik secara langsung pada hepatosit (lipotoksisitas).

Mekanisme toksisitas tersebut antara lain :

1. Disrupsi membran (efek detergen) pada konsentrasi yang sangat tinggi

2. Menghambat Na+/K+ ATPase

3. Menghambat glikolisis

4. Melepaskan ikatan β-oksidasi mitokondria

5. Gangguan mitokondria secara keseluruhan (asam lemak dikarboksilik)

6. Aktivasi protein kinase C

7. Gangguan regulasi homeostasis ion kalsium (Ca++) intraseluler

8. Aktivasi PPARα (peroxisome proliferator-acticated receptor alpha) secara terus-

menerus

9. Aktivasi reseptor nuklear secara tidak teratur [misalnya, THR (thyroid hormone

receptor, SSHR (sex steroid hormone receptor), Fos/Jun]

10. Genotoksisitas yang disebabkan oleh proses peroksidase lipid yang disebabkan

oleh aldehid reaktif

11. Pembentukan metabolit toksik yakni asam lemak etil ester.

12. Aktivasi MAP (mitogen-activated protein)

Oleh karena itu, peningkatan aliran asam lemak bebas di liver pada lipolisis di perifer

yang berlebihan memiliki peran langsung dalam toksisitas hepar. 3

Pembuangan Lemak Hati dan VLDL (very low density lipoprotein)

Jalur utama degradasi asam lemak pada hati adalah melalui sekresi trigliserida sebagai

VLDL. VLDL sendiri dibentuk melalui proses yang kompleks dengan bantuan protein

ApoB100, Apolipoprotein E (ApoE). Dalam proses pembentukan ApoB100 terdapat bagian

pembentukan ikatan disulfida dengan enzim protein disulfide isomerase dan sebuah protein

Page 6: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

6

yang disebut microsomal triglyserida transfer protein (MTTP). Defek berat pada protein

MTTP dapat menyebabkan suatu kondisi yang disebut abetalipoproteinemia dan ini berkaitan

erat dengan terjadinya NASH dan sirosis (gambar 2). Sedangkan defek yang lebih ringan

dapat meningkatkan resiko terjadinya fatty liver pada pasien diabetes. Selain itu, dalam

proses pembentukannya, VLDL mengalami proses degradasi dalam retikulum endoplasma

yang difasilitasi oleh PI-3 (phosphatidylinositol) dimana jalur ini ternyata bersamaan dengan

jalur signalisasi insulin. Dalam beberapa percobaan, didapati bahwa pemberian insulin dapat

meningkatkan proses degradasi VLDL sel hati sehingga meningkatkan akumulasi lemak intra

selular.oleh karena itu, hal ini mengaitkan antara hiperinsulinemia dan NAFLD dimana

terjadi peningkatan degradasi VLDL intraseluler sehingga mengganggu sekresi lemak dari

hati.3

Lipodistrofi dan Peran dari Lemak Periferal

Salah satu mekanisme untuk mengatur sirkulasi lipid adalah dengan pengambilan dan

penyimpanan lemak di perifer. Kelainan pada proses deposisi lemak di perifer, dalam hal ini

ketidakmampuan parsial maupun total untuk membentuk jaringan adiposa disebut juga

sebagai lipoditrofi. Peristiwa ini berkaitan dengan steatosis hati, NASH dan sirosis dimana

jumlah perlemakan hati setara dengan jumlah jaringan adiposa yang hilang. Mutasi pada

pengkodean gen PPAR-γ, PPARG, kapsul protein lamin A (LMNA) berhubungan dengan

terjadinya lipodistrofi parsial yang diduga berkaitan dengan NASH. Selain itu, ketiadaan

lemak perifer pada lipodistrofi menyebabkan gangguan pada signalisasi leptin karena adanya

defisiensi leptin yang bersumber dari adiposit. Sebuah ujicoba pemberian leptin pada pasien

hipoleptinemia dengan lipodistrofi parsial dapat mengurangi volume liver dan kadar

trigliserida di dalamnya.3

Perubahan Energi untuk Homeostasis dan Disfungsi Mitokondrial

Adenosine triphosphate (ATP) berperan sangat penting dalam mempertahankan

integritas sel. Berkurangnya jumlah ATP dapat menjadi predisposisi injuri hepatoseluler.

Studi yang dilakukan oleh Dianzani tahun 1950an menunjukkan bahwa jumlah ATP

berkurang pada kondisi fatty liver. Kemungkinan injuri mitokondrial merupakan akibat yang

ditimbulkan oleh berkurangnya cadangan ATP hepatoseluler pada NASH. Injuri mitokondrial

dapat menyebabkan mutasi dan kerusakan DNA mintondrial. Meskipun susunan gen pada

mitokondria hanya berfungsi untuk pembentukan 17 jenis protein mitokondria esensial,

namun fungsi dan integritas genom protein tersebut sangat penting bagi viabilitas sel.3

Page 7: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

7

Sitokin

TNF-α juga berperan dalam “serangan kedua” pada patogenesis NASH. Peningkatan

kadarnya oleh sintesa hepatosit dan sel Kupffer dapat disebabkan oleh (1) Nuclear factor κβ

(NF-κβ) yang diperantarai oleh asam lemak bebas yang diinduksi oleh stress oksidatif. Atau

(2) akibat endotoksemia yang dihasilkan oleh pertumbuhan bakteri intestinal yang berlebihan.

Sebagai akibatnya adalah : (1) Menginduksi terjadinya resistensi insulin sehingga

meningkatkan kadar asam lemak bebas lebih lanjut (2) mengganggu respirasi mitokondria

sehingga memicu timbulnya radikal bebas. (3) memicu apoptosis dan nekrosis hepatosit.1,3

Predisposisi Genetis

NASH diperkirakan dipengaruhi oleh komponen faktor genetik yang diturunkan,

komponen-komponen tersebut melibatkan : (1) determinasi sensitivitas insulin, (2)

penyimpanan, oksidasi serta pelepasan lemak hati ke peredaran darah. (3) obesitas dan

distribusi obesitas tersebut. (4) regulasi kadar besi di hati serta munculnya stress oksidatif dan

(5) pembentukan sitokin.1

Kelebihan Besi (Iron Overload)

Banyak penelitian yang telah menunjukkan adanya kaitan patogenesis NASH dan

kelebihan besi di hati. Hal ini terjadi melalui mutasi gen hemokromasitosis (HFE). Besi

berfungsi mengkatalisasi hidrogen peroksida menjadi kelompok molekul hidroksil melalui

reaksi “Fenton”. Peran kelebihan besi pada NASH kemungkinan disebabkan oleh

pembentukan spesies radikal oksigen bebas (ROS) pada proses reduksi Fe3+ menjadi Fe2+.1,5

Adiponektin dan Resistin

Adiponektin merupakan hormon yang disekresi secara khusus oleh jaringan adiposa

yang memiliki efek yang menguntungkan dalam metabolisme lemak yakni meningkatkan

bersihan lipid dari plasma dan memfasilitasi beta-oksidasi asam lemak di otot. Adiponektin

juga mempunyai efek antiinflamasi yang menekan pembentukan TNF-α di hati.

Berkurangnya kadar adiponektin di hati memiliki kaitan dengan beratnya gambaran histologi

hati pada NASH. Sebaliknya, resistin merupakan sebuah protein yang juga dibentuk dari

jaringan adiposa juatru berperan dalam terjadinya resistensi insulin. Paparan yang berlebihan

terhadap resistin dapat menyebabkan terjadinya intoleransi glukosa, hiperinsulinemia, serta

gangguan terhadap penekanan kadar asam lemak bebas.5

Page 8: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

8

Mikroba Intestinal

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara

pertumbuhan bakteri yang berlebihan dengan kerusakan hati pada NASH. Studi yang

dilakukan pada pasien alcoholic fatty liver disease menunjukkan adanya manfaat yang

didapat dengan menghambat pertumbuhan bakteri yang berlebihan dalam saluran intestinal.

Bakteri intestinal dapat meningkatkan stress oksidatif pada hepar melalui 2 mekanisme yakni

(1) meningkatkan produksi etanol endogen dan (2) pelepasan lipopolisakarida (LPS). Etanol

dan LPS dapat menstimulasi produksi sitokin inflamatori melalui mekanisme yang dimediasi

oleh IKκβ dengan sel Kupffer sebagai sumber utama TNF-α.

Gambar 3. Mekanisme terjadinya steatohepatitis

Gambaran Klinis

Riwayat Penderita

NAFLD/NASH biasanya disertai dengan riwayat obesitas, diabetes atau

hiperlipidemia, namun tidak selalu. Angka kejadian pasien NASH semakin tinggi pada

pasien-pasien dengan indeks massa tubuh normal, meskipun pada pasien-pasien ini mungkin

saja terjadi adiposis sentral dan resistensi insulin tersembunyi. Temuan klinis lainnya

termasuk gambaran-gambaran yang dijumpai sindrom metabolik misalnya hipertensi,

hiperurisemia, serta sindrom polikistik ovarium (hirsuitisme, oligomenorea, amenorea).

Kriteria diagnostik sindrom metabolik berdasarkan adult treatment panel III (ATP III) dapat

dilihat pada tabel 1. Penting sekali untuk menggali riwayat obesitas pada pasien NAFLD dan

NASH sebab bisa saja saat pasien datang, telah terjadi perubahan pada berat badan akibat

penuaan maupun sirosis sehingga riwayat obesitas di masa dahulu tertutupi. Kondisi-kondisi

lain yang dapat ditemukan antara lain, sleep apnea pada obesitas, lipodistrofi, penyakit

peroksisomal, mitokondrialopati, penyakit Weber-Christian, sindrom Mauriac, lipomatosis

Page 9: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

9

Made-Lung, penyakit Wilson, paparan terhadap zat pelarut industri, paparan terhadap obat-

obatan (amiodaron, tamoxifen, analog nukleosida, serta methotrexate), penyakit celiac serta

abetalipoproteinemia. Kondisi-kondisi diatas banyak memiliki kesamaan dalam hal terjadinya

kelainan metabolisme lemak dan atau injuri/disfungsi mitokondrial.3

Tabel 1. Kriteria diagnostik sindrom metabolik 6

Gejala dan Tanda

Biasanya pasien dengan NASH datang dengan peningkatan kadar enzim hati di atas

normal pada saat pemeriksaan kesehatan rutin atau saat pemantuan pemberian obat

antihiperlipidemia. Kebanyakan pasien dengan NAFLD tidak mengeluhkan gejala apapun,

namun 50 persen pasien NAFL dan NASH dapat mengeluhkan gejala-gejala yang menetap

seperti fatiq, malaise, rasa tidak nyaman pada perut bagian kanan atas, dismotilitas saluran

cerna, konstipasi, dengan tanda-tanda pada pemeriksaan fisik seperti hepatomegali,

abnormalitas pada pemeriksaan antropometri, akantosis nigrikans (khususnya pada anak-

anak), lipomatosis, lipoatrofi/lipodistrofi, panikulitis, defisit neurologis, hingga tanda-tanda

sirosis seperti eritema palmar, spider angiomata, splenomegali, ascites, edema, varises,

ginekomastia serta gangguan menstruasi(tabel 2).2,6

Tabel 2. Gejala dan Tanda yang Sering Dijumpai pada NAFLD 8

Page 10: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

10

Diagnosa Banding

Diagnosa banding NAFLD atau NASH cukup banyak, antara lain : 6

Hepatitis alkoholik

Defisiensi Alfa-1 Antitripsin

Hepatitis autoimun

Hepatitis viral

Hepatitis imbas obat

Hemokromasitosis

Celiac Sprue

Sirosis hepatis

Hipotiroidisme

Keracunan vitamin A

Sirosis bilier

Primary sclerosing cholangitis

Page 11: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

11

Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis

Laboratorium

Pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium yang dapat ditemukan pada penderita NASH

antara lain

Kenaikan enzim hati (SGOT dan SGPT). Peningkatan ini jarang mencapai 10 kali

lipat dari batas atas normal dan lebih sering < 1,5 kali batas atas normal. Biasanya

kadar SGPT lebih tinggi dibanding SGOT. Peningkatan kadar SGOT yang lebih

besar dari SGPT memberikan kecurigaan telah terjadi fibrosis atau bahkan sirosis

(namun hal ini dapat berubah sejalan dengan pemberian obat antidiabetes).

Peningkatan nilai gamma glumatiltransferase (γ GT) serta alkalin fosfatase

(ALP).

Hiperglikemia dapat terjadi berkaitan dengan diabetes pada kurang lebih 1/3

pasien.

Hiperlipidemia (khususnya trigliserida) dapat terjadi pada 20-25% pasien NASH.

Pemeriksaan marker viral khususnya hepatitis C harus dilakukan untuk

mengeksklusi infeksi viral.6

Peningkatan kadar IgA serum meningkat pada 25% pasien NASH. Hal ini sejalan

dengan dapat ditemukannya deposisi IgA pada sediaan histopatologi jaringan hati

pasien dengan NASH

Dapat dijumpai peningkatan marker autoimun seperti antibodi antinuklear (ANA)

dan pada sepertiga pasien. Jika positif, maka hal ini memiliki kaitan dengan

tingkat fibrosis yang lebih berat.

Abnormalitas indeks besi serum (bukan dalam rangka hemokromasitosis terkait

genetik). Hal ini dilakukan dengan pemeriksaan kadar besi dan ferritin serum,

dan TIBC (total iron-binding capacity). Jika nilai feritin signifikan meningkat,

maka direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap gen

hemokromasitosis.2,6

Skor indeks besi dapat diperiksakan dari spesimen biopsi hati untuk mengevaluasi

phlebotomi.

Peningkatan MCV (mean cell volume) atau disebut juga makrositosis dapat

terjadi pada fatty liver yang disebabkan oleh alkohol (alcoholic liver

disease/ALD). Pemeriksaan ini sangat spesifik (85-91%) dan mudah dilihat untuk

membedakan NAFLD dan ALD. Namun sayangnya pemeriksaan ini kurang

begitu sensitif (27-52%)

Page 12: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

12

Apoptosis sel hati merupakan gambaran utama pada NASH, belakangan ini,

biomarker terhadap apoptosis sel hati banyak diteliti sebagai marker yang

potensial untuk NASH. Dua penelitian yang dilakukan oleh Wieckowska et all

dan Yilmaz et al. Menemukan adanya hubungan antara sitokeratin-18 (CK-18)

terhadap apoptosis yang terjadi pada NASH dengan sensitifitas dan spesifisitas

60-69% dan 87-97%.7

Pemeriksaan Pencitraan

Pemeriksaan radiologi konvensional yang digunakan untuk mendiagosa fatty liver

antara lain : ultrasonografi (USG), tomografi komputer (CT-Scan) serta pencitraan dengan

resonansi magnetik (MRI). USG dapat mengidentifikasi steatosis hati dengan akurasi yang

baik. kriteria penilaian USG pada steatosis antara lain (1) echokontras hepatorenal, (2) tingkat

kecerarahan hati, (3) deep attenuation, serta (4) kejelasan vaskularisasi. Sensitifitas USG

dalam sebuah penelitian pada 235 pasien di Italia adalah sebesar 64% dengan spesifisitas

97%, namun ketika penelitian lain dilakukan pada pasien dengan tingkat steatosis > 30%

ditemukan sensitifitas USG sebesar 89,7% dengan spesifisitas 100%. Hamaguchi dkk (2007)

menggunakan sistem penilaian skoring dengan 6 poin berdasarkan tingkat kecerahan (liver

brightness), atenuasi, serta kejelasan vaskuler pada USG untuk mengevaluasi NAFLD

dengan hasil sensitifitas 91,1% dengan spesifisitas 100% dibandingkan dengan biopsi hati.

Namun penelitian ini dilakukan pada pasien yang relatif kurus. Jika dilakukan pada pasien

yang gemuk/obesitas, sensitifitas dan spesifisitasnya hanya sebesar 49,1% dan 75% dalam

menentukan steatosis. Sementara itu studi lain menyebutkan bahwa membedakan steatosis

dengan fibrosis (NASH) merupakan hal yang sulit untuk dilakukan dengan USG. Selain itu,

USG juga tidak mampu untuk menemukan hal lain yang ditemukan oleh pemeriksaan

histologi hati yang mana sangat diperlukan untuk mendiagnosa NASH. CT-Scan tanpa

kontras memiliki tingkat akurasi yang sama dengan USG pada steatosis > 30%, namun

akurasinya lebih buruk pada steatosis < 30% dibandingkan dengan USG. Penilaian rasio

atenuasi liver:spleen merupakan salah satu cara yang paling akurat dalam menetukan

steatosis. Pemeriksaan dengan MRI lebih banyak memberikan gambaran pada steatosis hati

dan memberikan gambaran yang lebih berkorelasi dengan gambaran mikroskopik. Namun

keterbatasan modalitas terletak pada harganya yang mahal, tidak dapat dilakukan pada pasien

dengan alat bantu medis yang diimplan ke tubuh, klaustrofobia, serta pasien dengan kadar

besi darah yang terlalu tinggi.7

Page 13: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

13

Secara umum disimpulkan bahwa diagnosa pemeriksaan radiologi dapat

mengidentifikasi steatosis hati dengan akurasi yang cukup baik sehingga sering pasien yang

tanpa keluhan sama sekali dapat didiagnosa dan mendapat perhatian secara klinis.7

Teknik terbaru dalam pencitraan NASH adalah Ultrasound dengan kontras dengan

menggunakan levovist (Shering, Berlin, Jerman) dimana pengambilan gambar dilakukan

pada menit 5, 10 dan 50. Akurasi yang didapatkan adalah 100% pada kurva ROC. Perlu

dilakukan studi yang lebih jauh terhadap teknik ini namun sepertinya cukup menjanjikan di

masa yang akan datang.7

Biopsi Hati

Biopsi hati merupakan standar baku dalam dalam diagnosa NAFLD, dimana

pemeriksaan ini dapat membedakan fatty liver dari steatohepatitis serta evaluasi tingkatan-

tingkatan fibrosis hati. Namun sayangnya prrosedur ini sifatnya invasif yang mungkin tidak

nyaman bagi pasien, mahal, dan dapat menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi.

Apalagi saat ini tidak ada pengobatan yang spesifik untuk NASH. Perbedaan diagnosa NAFL

dan NASH tidak lantas membuat perbedaan yang spesifik dalam penanganannya dalam

praktik klinis. Hal-hal tersebut diatas menyebabkan praktisi klinis jarang melakukan biopsi

hati terhadap kecurigaan NAFLD.8

Biopsi hati untuk pemeriksaan histologi dapat diindikasikan untuk mengkonfirmasi

diagnosa NASH, derajat dan tingkat penyakit tersebut serta untuk menyingkirkan

kemungkinan diagnosa lain. Bisopsi hati secara umum dapat dilakukan/diindikaskan pada

satu atau lebih keadaan dibawah ini : 9

Kadar feritin serum abnormal tanpa disertai peningkatan saturasi tranferin.

Sitopenia

Splenomegali

Sangkaan klinis adanya penyakit hati kronis.

Diabetes yang disertai dengan peningkatan abnormal AST/ALT yang persisten

Obesitas dengan usia > 45 tahun atau dengan nilai ASL/ALT yang tidak normal

Hepatomegali dengan penyebab yang tidak dapat dijelaskan.

Terdapat 10 variabel histologi yang diperhatikan dalam penilaian aktifitas

nekroinflamasi yang terjadi pada NASH : 10

1. Steatosis makrovesikular : dibagi menjadi tingkat 0-3 berdasarkan jumlah

persentase hepatosit yang terlibat (0 tidak ada ; 1 lebih dari 33% ; 2 33-66% ; 3 >

66%) ; zona distribusi steatosis dan keberadaan steatosis juga dicatat

Page 14: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

14

2. Ketidakteraturan dan pembengkakan sel hati (ballooning) : hal dievaluasi

adalah zona lokasi yang terlibat, serta estimasi keparahannya (ringan ; nyata)

yang dinyatakan berdasarkan jumlah hepatosit yang terlihat mengalami

perubahan. (gambar 4)

3. Intra-asinar (lobular) inflamasi : diabagi menjadi tingkat 0-3 berdasarkan

jumlah fokus inflamasi dalam 20x pengamatan dengan pembesaran 20x (0 tidak

ada ; 1 adalah 1-2/20x ; 2 adalah 4/20x ; 3 adalah >4/20x) yang dinilai adalah

komponen sel-sel inflamasi (leukosit polimorfonuklear, limfosit dan sel-sel

mononuklear lain, eosinofil dan mikrogranuloma) serta lokasinya (sinusoidal,

yang dikelilingi jaringan hialin mallory atau nekrosis hepatoselular) juga dicatat.

4. Inflamasi pada jalur portal : dibagi menjadi tidak ada, ringan, sedang dan berat

(0-3) ; jenis inflamasi juga dicatat (limfosit, plasma atau eosinofil).

5. Hialin Mallory : dibagi menjadi 0-2 (0 tidak ada, 1 sesekali, 2 beberapa)

penilaian yakni pada bentuk hialin yang baik/buruk, lokasi.zona, serta adanya

satelitosis (leukosit polimorfonuklear yang mengelilingi sel hati dengan hialin

Mallory)

6. Badan-badan asidofil : dihitung sebanyak 20x lapangan pandang dan dibagi 0-3

seperti pembagian pada inflamasi intra-asinus.

7. Sel-sel PAS-D Kupffer : dihitung dengan cara yang sama dan dibagi menjadi 0-3

8. Nukleus yang terglikogenasi : dibagi menjadi 0-3 (0 tidak ada, 1 jarang, 2

beberapa, 3 banyak) lokasi/zona juga dicatat.

9. Lipogranuloma : lipogranuloma intra-asinar dinilai dan dibagi menjadi ada,

jarang, sesekali, dan beberapa. Komponen selular lipogranuloma tersebut juga

dicatat.

10. Besi pada hepatoselular : juga dicatat dan dibagi menjadi 0-4+

Page 15: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

15

Tabel 3. Pembagian Derajat Aktifitas Nekroinflamasi pada Steatohepatitis 10

Gambar 4. Penilaian Pembengkakan Sel Hati (Ballooning). (A) Steatosis ringan tanpa pembengkakan,

Skor untuk balloning “0”. (B) Skor untuk ballooning “1”. (C) Skor untuk ballooning “2”.11

Diagnosis

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa biopsi hati merupakan standar

baku dalam diagnosa NAFLD. Maka dalam hal ini diperlukan adanya algoritma dalam

pengambilan keputussan mengenai siapa yang perlu atau tidak perlu menjalani biopsi hati.

Pertimbangan klinis paling utama untuk memulai kecurigaan terhadap NASH adalah

peningkatan enzim hati dan hepatomegali. Gambar 5-7 memperlihatkan algoritma dalam

pengambilan keputusan untuk biopsi hati pada NASH

Page 16: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

16

Gambar 5. Algoritme Biopsi Hati pada Peningkatan Enzim Hati 8

Gambar 6. Algoritme Biopsi Hati pada Hepatomegali 8

Page 17: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

17

Gambar 7. Algoritma pengambilan keputusan untuk biopsi dengan Skor NAFLD Fibrosis 12,13

Skor NAFLD fibrosis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut12,13

Penatalaksanaan

Standar baku hasil pengobatan yang diharapkan pada penatalaksanaa NASH adalah

adanya adanya perbaikan secara histologi yang didapat dari pemeriksaan biopsi hati.

Beberapa marker yang sering digunakan antara lain normalisasi nilai transferase, serta

berkurangnya lemak yang dapat diketahui dari pencitraan noninvasif. Adapun marker-marker

lain yang digunakan antara lain marker serum dari lipid peroksidase, pemeriksaan apoptosis,

indeks resistensi insulin, indeks massa tubuh, komposisi lemak tubuh, pemeriksaan

antropometri (khususnya lingkar pinggang), profil lipid, serta morfologi mitokondrial.2

Intervensi Gaya Hidup

Telah banyak studi yang memperlihatkan bahwa modifikasi gaya hidup dapat

menurunkan aminotransferase dan memperbaiki steatosis hati pada pemeriksaan dengan

USG, MRI, spektroskopi bahkan pemeriksaan histologi. Orlistat, dalam studi yang dilakukan

oleh Ziegler-sagi dkk (2006) dapat memperbaiki nilai ALT dan steatosis mlalui pemeriksaan

ultrasonografi, namun Harrison dkk. dalam penelitiannya menemukan bahwa orlistat tidak

berpengaruh terhadap berat badan dan histologi hati. Dalam sebuah uji coba didapati bahwa

- 1,657 + 0,037 x usia (tahun) + 0,094 x IMT (kg/m2) + 1,13 x GPT/DM (ada = 1, tidak

ada = 0) + 0,99 x rasio SGOT/SGPT - 0,013 x Platelet (x 109/L) – 0,66 x albumin (g/dL)

Page 18: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

18

penurunan berat badan > 7% menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam hal steatosis,

inflamasi lobular, pembengkakan, serta skor aktifitas NAFLD (NAS/ NAFLD activity score).4

Berikut ini merupakan rekomendasi modifikasi gaya hidup yang diberikan oleh

AASLD (the American Assocition for the Study of Liver Disease) dalam penataaksanaan

NAFLD 4

Secara umum, penurunan berat badan dapat mengurangi steatosis hati. Penurunan

berat badan dilakukan dengan diet rendah kalori dan dikombinasikan dengan

meningkatkan aktifitas fisik. (level 1A)

Menurunkan berat badan sebesar 3-5% dari berat badan semula dapat

memperbaiki steatosis, namun penurunan berat badan yang lebih besar (hingga

10%) bermanfaat untuk memperbaiki nekroinflamasi (level 1B)

Aktifitas saja pada orang dewasa dengan NAFLD dapat mengurangi steatosis

namun kemampuannya dalam memperbaiki aspek lain dalam hal histologi hati

masih belum diketahui. (level 1B)

Metformin

Metformin dalam rekomendasi yang disampaikan dalam AASLD tahun 2012 ternyata

tidak bermanfaat dalam penanganan NAFLD termasuk NASH, oleh karena tidak dianjurkan

dipakai sebagai terapi spesifik untuk NASH (level 1A)4

Thiazolidinedione

Pioglitazone dapat digunakan untuk menangani steatohepatitis pada pasien-pasien

yang terbukti NASH dari hasil pemeriksaan histologi. Namun perlu diperhatikan bahwa

sebagian besar partisipan yang ikut dalam penelitian tentang pioglitazone merupakan pasien

nondiabetes. Oleh karena keamanan dan efikasi pioglitazone dalam jangka panjang belum

diketahui (level 1B)4

Vitamin E

Stres oksidatif diperkirakan merupakan kunci utama pada mekanisme cedera

hepatoselular serta progresifitas penyakit pada NASH. Vitamin E sebagai anti-oksidan telah

banyak diteliti manfaatnya dalam penatalaksanaan NASH. Rekomendasi AASLD mengenai

vitamin E adalah : vitamin E (alfa tokoferol) dengan dosis 800IU/hari dapat memperbaiki

histologi hati pada pasien NASH yang dibuktikan malalui pemeriksaan histologi, oleh

karenanya vitamin E hendaknya diberikan sebagai farmakoterapi lini pertama pada pasien

Page 19: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

19

NASH nondiabetik (level 1B). Sampai ada data yang mendukung efektifitas vitamin E

terhadap pasien diabetes dengan NASH, pemberian vitamin E tidak direkomendasikan pada

keadaan ini termasuk juga pada keadaan NAFLD tanpa adanya bukti biopsi, sirosis terkait

NASH, serta sirosis kriptogenik.4

Asam Ursodeoksikolik (UDCA), Asam lemak Omega-3 dan Obat-Obat Lainnya

Pemberian UDCA tidak direkomendasikan dalam penangan NAFLD dan NASH

(level 1B), sementara rekomendasi pemberian asam lemak omega-3 dianggap masih terlalu

dini sebagai pengobatan spesifik untuk NASH. Namun jika terdapat trigliseridemia pada

pasien NASH, pemberian asam lemak omega-3 dapat digunakan sebagai farmakoterapi lini

pertama.4

Pembedahan Bariatrik

Pembedahan bariatrik tidak dikontraindikasikan pada pasien-pasien obesitas dengan

NAFLD atau NASH dengan catatan pasien tidak dalam keadaan sirosis (level 1A). Saat ini

penggunaan pembedahan bariatrik masih terlalu dini untuk dianggap sebagai terapi spesifik

untuk penanganan NASH (level 1B).4

Konsumsi Alkohol pada Pasien NAFLD dan NASH

Konsumsi alkohol dalam jumlah besar merupakan faktor resiko penyakit kronis dan

harus dihindari pada pasien NAFLD dan NASH. The National Institute on Alcohol Abuse

and Alcoholism (NIAAA) mendefinisikan konsumsi alkohol dalam jumlah besar yakni

sebanyak 4x botol/gelas/kaleng (masing-masing 10g per kali botol/gelas/kaleng) dalam 1 hari

atau 14x dalam seminggu pada pria dan 3x dalam sehari atau 7x dalam seminggu pada

wanita. Rekomendasi yang disampaikan oleh AASLD mengenai alkohol adalah : pasien

dengan NAFLD dilarang mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak (level 1B). Saat ini

belum ada rekomendasi yang dapat disampaikan dalam hal konsumsi alkohol dalam jumlah

yang tidak benyak pada pasien dengan NAFLD (level 1B).4,8

Penggunaan Statin pada Pasien NAFLD dan NASH

Statin merupakan obat yang sangat penting dalam penanganan dislipidemia. Saat ini

banyak kekhawatiran dan saat ini jarang diberikan pada pasien dislipidemia yang diduga atau

pasti didiagnosa penyakit hati kronis termasuk NAFLD atau NASH. Rekomendasi AASLD

tentang penggunaan statin adalah bahwa statin dapat diberikan untuk menangani dislipidemia

Page 20: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

20

pada pasien-pasien NAFLD dan NASH. (level 1B). Sampai ada pembuktian mengenai efikasi

statin, maka statin tidak dianjurkan sebagai pengobatan spesifik dalam NAFLD atau NASH

(level 1B).4 Pemberian probiotik pada beberapa studi menunjukkan adanya perbaikan yang

ditunjukkan dengan penurunan nilai enzim hati.1

Kesimpulan

Nonalcoholic steatohepatitis (NASH) adalah suatu penyakit hati dengan

karakteristik adanya steatosis hepar yang disertai inflamasi dan injuri hepatosit

(adanya gambaran pembengkakan sel hati) dengan atau tanpa adanya fibrosis

NAFLD (Nonalcoholic liver diasease) mungkin merupakan kelainan hati yang

paling sering

Patogenesis NASH terdiri dari 2 tahap yakni : (1) terjadinya steatosis pada hati

yang normal (first hit) (2) proses kedua yakni steatohepatitis, dimana terjadi

inflamasi yang diperantarai oleh stres oksidatif dan sitokin (utamanya oleh TNF-

α/tumor necrosis factor alpha) (second hit)

Patogenesis NASH sangat kompleks dan melibatkan beberapa faktor dan jalur

patogenesis diantaranya : Resistensi insulin, stres oksidatif, kelebihan asam lemak,

lipodistrofi, proses metabolisme lemak hati dan sintesa VLDL, disfungsi

mitokondrial, sitokin inflamasi, predisposisi genetis, adiponektin dan resistin,

kelebihan cadangan besi serta mikroba intestinal.

Biasanya pasien dengan NASH datang dengan peningkatan kadar enzim hati di

atas normal pada saat pemeriksaan kesehatan rutin atau saat pemantuan pemberian

obat antihiperlipidemia. Tidak ada gejala dan tanda klinis yang khas pada NASH.

Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan biopsi hati, namun

sebelumnya pemeriksaan laboratorium dan pencitraan perlu dilakukan terlebih

dahulu

Penatalaksanaan NASH mulai dari intervensi gaya hidup (penurunan berat badan,

pengaturan diet serta aktifitas fisik, menghindari konsumsi alkohol dalam jumlah

banyak), hingga farmakoterapi.

Page 21: NONALCOHOLIC STEATOHEPATITIS (NASH)

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Medina J, Salazar LIF, Buey LG, Otero RM. Approach to the pathogenesis and treatment

of nonalcoholic steatohepatitis. Diabetes Care, vol 27, no 9:2057-2066, 2004.

2. Chalasani N et al. The diagnosis and management of non-alcoholic fatty liver disease:

practice guideline by the american association for the study of liver diasease, american

collage of gastroenterology, and the american gastroenterological association.

Hepatology,vol. 55, no. 6, 2012. DOI 10.1002/hep.25762

3. Neuschwander-Tetri BA, Caldwell S: Nonalcoholic steatohepatitis: summary of an

AASLD Single Topic Conference. Hepatology 37:1202-1219, 2003.

4. Niederau C. NAFLD and NASH. Dalam Mauss S, Berg T, Rockstroh J, Sarrazin C,

Wedemeyer H.penyunting. Hepatology a clinical textbook. Flying Publisher. Germany :

2009, 418-428.

5. Tendler DA. Pathogenesis of nonalcoholic fatty liver disease. Uptodate.2011.

6. Ramesh S, Sanyal AJ. Evaluation and management of non-alcoholic steatohepatitis.

Journal of Hepatology 42 (2005) S2-S12. doi:10.1016/j.jhep.2004.11.022

7. Sears D. Fatty Liver. Medscape refferance. 2012

8. Torres DM, Harrison SA. Diagnosis and therapy of nonalcoholic steatohepatitis.

Gastroenterology. 2008;134:1682–1698

9. World Gastroenterology Organisation Global Guidelines. Nonalcoholic fatty liver disease

and nonalcoholic steatohepatitis. World Gastroenterology Organisation. 2012

10. Brunt EM, Janney CG, Di Bisceglie AM, Neuschwander-Tetri BA, Bacon BR.

Nonalcoholic steatohepatitis : a proposal for grading and staging the histological lession.

11. Kleiner DE, Brunt EM, Van Natta M, Behling C, Contos MJ, Cummings OW, et al.

Design and validation of a histological scoring system for nonalcoholic fatty liver disease.

Hpatology, 2005; 41:1313–21. PMID: 15915461.

12. Angulo P, Hui JM, Marchesini G, Bugianesi E, George J, Farrell GC, et al. The NAFLD

fibrosis score: a noninvasive system that identifies liver fibrosis in patients with NAFLD.

Hepatology 2007;45:846–854.

13. Machado MV, Pinto HC. Non-invasif diagnosis of nonalcoholic fatty liver disease. A

critical appraisal. Journal of Hepatology 2013 vol. 58 j 1007–1019