nyaman ia bisa mempersiapkan segala sesuatunya secara...
TRANSCRIPT
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 201
nyaman ia bisa mempersiapkan segala sesuatunya secara
jernih. Kenyamanan untuk mengetahui seperti apa bayinya yang
inginkan dan bagaimana ia harus mendorongnya keluar dengan
pernapasan sangat terbantu jika tidak ada yang melihatnya.
Berikut saya kisahkan seperti apa keterangan yang diberikannya
kepada saya :
‘anakku gampang semua lahirnya, cuma ini yang lama (menunjuk anak keduanya), hampir ada satu jam baru lahir, yang lain kayak ini terakhir, cuma 30 menit, kalau mau melahirkan, saya suka kalau tenang, tidak diliat orang, kalau ribut jadi saya jadi pusing, stress, tidak bisa berpikir, kalau orang ribut, pusing kita, pusing kalau kita melahirkan ada yang rebut, ada yang angkat baju kita, ada yang bilang tidurko, ada yang bilang jangko tidur, akhirnya, tambah bingung kita, Kan kita itu berpikir sendiri, umpamanya toh kalau kita mau melahirkan baru ribut-ribut, bagiamana kita bisa melahirkan kalo ribut-ribut terus, kan kita berpikir sendiri bagaimana caranya supaya ini anak bisa keluar sendiri, aihh pusing kita itu kalo ribut. Sama saja kalo kita di rumah sakit, kalo kita misalnya nda kuat, mungkin kita juga dimarah-marahi, jadi sama saja’. Apa yang dikisahkan oleh Ma’ Angga diatas menjelaskan
bagaimana proses persalinan itu melibatkan yang dikatakan
oleh Weber27 sebagai tindakan afektual yang merupakan suatu
tindakan sosial yang lahir dari adanya perasaan atau emosional
dari sang actor, meskipun dalam kacamata Weber menyatakan
bahwa tindakan ini sarat dengan hal-hal yang sepenuhnya
spontan dan terkadang nonrasional karena digerakkan oleh
emosional seseorang. Ma’ Angga melakukan semacam
interpretasi pada kondisi dimana ia bisa secara leluasa untuk
memperlakukan dirinya sebagaimana mestinya. Jika
kebudayaan diartikan sebagai suatu hal yang kreatif dalam
27 ibid
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 202
mencari kondisi dimana praktik yang dilakukan benar adanya
dimana kebenaran yang dimaksudkannya adalah bertujuan
untuk melahirkan bayinya dengan selamat.
Harapan akan adanya keselamatan bagi dirinya dan
bayinya menjadi pegangan kuat baginya untuk dapat melakukan
persalinannya yang menurutnya aman dan nyaman baginya.
Kenyamanan yang selama ini dirasakan adalah bersuaian
dengan pengalaman yang dilakukannya selama ini dalam
menjalankan proses kelahirannya. Apa yang didapatkannya
melalui pembicaraan atau pergaulannya selama ini bersama
dengan tetanga, keluarga dan kerabatnya tertuang dalam
proses melahirkan yang dijalaninya.
Demikian halnya dengan Ma’ Rian yang merasa
canggung ketika ia harus diperhadapkan pada kenyataan ia
harus dikerubungi orang pada saat melahirkan. Ia lebih memilih
untuk melakukannya sendiri atau dibantu oleh suaminya.
Kenyamanan untuk berbuat sebagaimana yang ia pikirkan bisa
menjamin keselamatan dirinya dan bayinya ia akan lakukan.
Pernah suatu ketika, seingat Ma’ Rian akan melahirkan anaknya
yang ke tiga di Malaisia, dikarenakan kehidupannya disana
merupakan perumahan pekerja sawit maka rumah yang
ditempatinya berhimpitan satu sama lainnya dengan rumah
tetangganya. Meskipun terbilang masih keluarga Ma’ Rian,
tetangganya yang datang ingin membantunya dilarang masuk
ke dalam kamar dimana Ma’ Rian akan melangsungkan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 203
persalinannya. Bagi Ma’ Rian adalah hal yang cukup privasi bagi
dirinya untuk dilihat pada saat ia melahirkan. Baginya ia akan
merasa malu disaat segala yang dilakukannya menjadi bahan
pergunjingan tetangganya. Adanya rasa malu ini membuatnya
merasa canggung untuk dilihat oleh tatangganya, olehnya itu,
Ma’ Rian biasanya ke rumah orang tuanya untuk melahirkan
dimana ia bisa merasa nyaman karena tetangganya tidak akan
mengetahui ia telah melahirkan atau tidak. Barulah setelah ia
melahirkan ia atau suaminya akan memberitahukan
tetangganya bahwa dia telah melahirkan. ‘kalo mau melahirkan,
kalo saya sudah rasa ada sakit-sakit, saya kasi tau suami saya
untuk tutup pintu, nanti kalo sudah lahir baru kasi tau tetangga’.
Lebih lanjut Ma’ Rian mengatakan bahwa selama ia
melahirkan dengan mengingat pengalaman melahirkannya
sewaktu di rumah sakit ia merasa nyaman dengan melahirkan
sendiri di rumahnya, ia tidak akan canggung untuk berbuat
sebagaimana keinginannya. Katanya sewaktu ia di rumah sakit
melahirkan anak pertamanya ia merasa risih karena bidan yang
membantunya mengangkat-angkat pakaian yang dikenakannya
di tengah orang banyak. Dengan kenyamananya untuk
melakukan apa yang biasa didapatkannya dari pengalamannya
selama ini ia bisa paraktikkan. ‘kalau di rumahkan kita bisa apa
saja, kan itu semua tidak bisa kalau di rumah sakit untuk
melakukan kebiasaan kita, seperti jongkok atau duduk, dokter
akan larang kita’.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 204
Kenyamanan kemudian diartikan oleh adanya kebebasan
untuk melakukan kebiasaan-kebiasan melahirkan sebagaimana
pengetahuan dan pengalaman mereka selama ini. Kebebasan
itu berupa bagaimana posisi yang dirasa nyaman untuk
melakukan persalinan, tentang waktu mereka mendorong keluar
bayinya, tentang bagaimana ia harus mempersiapkan
persalinan mereka. Hal yang perlu dipahami adalah dalam
kebiasaan mereka untuk sendiri melakukan proses
persalinannya adalah dianggap sebagai suatu hal yang sifatnya
alamiah oleh karena itu mereka pada dasarnya dalam proses itu
tidaklah terlalu memikirkan sulitnya bayi yang akan keluar dari
perut mereka. Dari pahaman tersebut ia hanya memerlukan
konsentrasi ekstra penuh untuk mengetahui gerak dari bayi
yang akan keluar jangan sampai dorongan yang dilakukan tidak
bersesuaian dengan gerak sang bayi yang justru bisa berakibat
fatal. Ma’ Kaso’ menjelaskan bahwa kenapa seseorang yang
melahirkan di rumah sakit atau puskesmas lama melahirkan
karena mereka dalam proses tersebut sangat tergantung pada
panduan yang dilakukan oleh bidan yang menolongnya.
Bidanlah yang menentukan kapan seharusnya melakukan
tarikan napas, mendorong keluar janin atau berhenti. Pasien
tidak lagi bisa merasakan seperti apa yang mereka inginkan
sebagaimana kebiasan melahirkan pada umumnya yang
mereka lakukan sendiri.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 205
Menyangkut rasa nyaman, saya menemukan penjelasan
bahwasanya jika seandainya persalinan yang dilakukan oleh
bidan itu memberikan kebebasan bagi seorang ibu untuk
melakukannya sendiri ataukan adanya kedekatan emosional
yang tinggi, bisa jadi mereka yang saya wawancara memiliki
keinginan kuat untuk dibantu oleh bidan ataupun dokter.
Sayangnya adalah mereka tidak melihat hal tersebut terjadi
disaat persalinan yang dibantu oleh bidan. Untuk beberapa
kasus yang mereka lihat bidanlah yang menentukan semuanya
dan dalam penyampaian mereka (bidan) tidaklah sebagaiamana
membuat mereka merasa nyaman. Menurut Ma’ Kaso’ pada
intinya perempuan yang akan melahirkan tahu akan proses
kelahirannya sendiri hanya saja kita sudah terlanjur memahami
dalam pikiran kita bahwasanya persalinan itu susah.
Beranggapan bahwa persalinan itu susah mengakibatkan
seorang perempuan menyerahkan sepenuhnya apa yang
dianjurkan oleh bidan yang belum tentu mereka paham akan
kondisi bayi yang ada dalam perut mereka. Ma’ Kaso ingin
menjelaskan bahwa seseorang selain mendapatkan
pengetahuan dari luar diri mereka yaitu lingkungan sosial
dimana mereka berada, seseorang bisa pula mempelajari dan
melakukan interpretasi akan apa yang akan terjadi pada dirinya.
Baginya dengan belajar akan pengalamannya sendiri ditambah
dengan pengetahuan yang didapatnya dari orang tua dan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 206
tetangganya ia bisa dengan yakin menyangkut apa yang mesti
dilakukan pada saat akan melahirkan.
Menurutnya, bidan tidak selamanya tahu akan gerakan
bayi yang ada dalam perut mereka olehnya itu tidak jarang
perempuan yang akan melahirkan jika dirasanya susah untuk
keluar maka mereka akan menggunting bibir vagina agar sang
bayi lebih mudah untuk keluar. Padahal menurutnya dengan
mengetahui gerakan bayi dalam perut hal itu tidak mesti
dilakukan. Ada pahaman oleh Ma’ Kaso’ bahwa arti penting
untuk mengetahui kapan waktunya bayi tersebut keluar yang
pada akhirnya mereka tidak perlu terlalu melakukan dorongan
yang semestinya tidak dilakukan. Ma’ Angga dalam kesempatan
lainnya menjelaskan pula hal ini, ia mengatakan bahwa dengan
tidak mengetahui kapan seharusnya bayi tersebut keluar kita
akan selalu terganggu konsentrasi dan disitulah sebanrnya
harus memerlukan kenyamanan untuk menunggu waktu yang
tepat untuk melahirkan. Menurutnya, jika hanya merasakan sakit
yang biasa saja belum tentu akan melahirkan dan biasanya
disitulah perempuan pada umumnya salah melakukan
penafsiran sehingga membuatnya kesakitan untuk menunggu.
Dalam proses persalinan yang dilakukan oleh bidan, Ma’
Kaso’ mengatakan bahwa ‘bidan terlalu banyak mengatur
persalinan orang, belum lagi kalo kita disuruh ini itu, dibentak
atao dimarahi, itu kita tidak pernah kita dapat sama orang tua,
jadi saya lebih suka sendiri’. Merasa nyaman adalah sebentuk
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 207
kategorisasi kebudayaan yang dimiliki oleh seseorang dalam
menyatakan apakah hal yang dilakukannya pantas atau tidak
diberlakukan. Hanya saja persoalan kenyamanan ini kemudian
tidak menjadi pemahaman bersama di saat memasuki ruang
budaya lainnya dalam hal ini dalam ruang budaya medis
moderen.
Sebagaimana Parson 28 menjelaskan bahwa dalam
sebuah tindakan memiliki gagasan sang pelaku menyangkut
tujuan yang akan dicapainya, maka dalam kaitannya dengan
persalinan yang dilakukan oleh para ibu-ibu di Lembang
Ballopasange menganggap bahwa kenyamanan melahirkan
hanya bisa didapatkan disaat mereka melakukannya sendiri.
Kenyamanan dalam hal ini menjadi suatu hal yang sifatnya
normative bagi Ma’ Kaso dan beberapa ibu-ibu lainnya di
Lembang Ballopasange dalam melakukan persalinan mereka.
Normative disini dalam pengertian bahwa kenyamanan yang
didapatkan menjadi gagasan yang secara aktual terwujud disaat
mereka bisa secara bebas memperlakukan dirinya dan bayi
mereka seuasi dengan aturan-aturan yang dimiliki. Adalah hal
tidak tersampaikan secara langsung bahwasanya
memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang pada sepantasnya
diperlihatkan kepada orang lain masih menjadi pegangan yang
cukup bagi mereka. Apa yang disampaikan oleh Ma’ Rian diatas
yang menjelaskan bahwa bagimana ia menjadi risih disaat bidan
28ibid
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 208
mengangkat pakaiannya disaat disekelilingnya banyak orang
yang tidak dikenal sebagai contoh dalam pahaman seperti ini.
Mereka masih ‘mentabukan’ atau merasa risih untuk
memperlihatkan alat reproduksi mereka kepada orang meskipun
hal tersebut terbilang lumrah disaat persalinan berlangsung. Ma’
Angga misalnya meskipun ia melakukan sendiri persalinannya ia
setiap kali melakukan persalinan membungkus dirinya dengan
sarung hanya untuk menutup bagian tubuh yang tidak mesti
diperlihatkan. Ada perasaan malu bagi Ma’ Angga untuk
diketahui apa yang dilakukannya selama bersalin, oleh karena
itu untuk menjaga kemungkinan akan timbulnya cerita apa yang
dilakukannya dalam kamar selama bersalin ia membungkus
dirinya dengan sarung. Menurutnya hal tersebut tidak akan bisa
dilakukan jika ia dibantu oleh bidan karena menurutnya akan
mengganggu bidan dalam proses persalinan. Dalam
hubungannya dengan hal ini, Ma’ Kaso’ menyatakan bahwa
dalam proses persalinan yang dilakukannya sendiri
kenyamanan yang didapatnya semakin sempurna disaat ia bisa
menentukan sendiri apa yang dilakukannya. Disitulah ia
merasakan menjadi ibu seutuhnya yang memiliki otoritas atas
hak memperlakukan tubuhnya.
Memperlakukan tubuh sebagaimana halnya bagaimana
merawat tubuh itu sendiri. Bagi mereka, ibu-ibu yang saya
wawancarai sangat tahu alat-alat reproduksi mereka terlebih
dalam persoalan mengetahui apakah ia memerlukan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 209
pertolongan ataukah tidak. Tentu saja dalam pengenalan alat
reproduksi yang saya maksudkan tidaklah seperti apa yang
dinyatakan dalam dunia medis moderen. hal yang menarik
adalah dalam proses persalinan mereka posisi yang dirasa
paling memungkinkan lebih mudah adalah dengan posisi
jongkok dan duduk dimana punggung disandarkan di dinding.
Disaat mereka merasakan alat reproduksinya sedikit kontraksi ia
akan serta merta menurunkan lutut mereka ke lantai untuk
melakukan tumpuan. Pada titik ini, seorang ibu bisa merasakan
dan secara bebas menentukan posisi yang menurutnya nyaman
untuk melakukan persalinan.
Kianak kalena pada akhirnya sampai pada kenyataan
bahwa bukanlah satu hal saja yang menjadi faktor yang
membuatnya menjadi kebiasaan persalinan di Lembang
Ballopasange. Melainkan ada banyak alasan untuk menyatakan
hal tersebut sebagai suatu hal yang memang pada dasarnya
merupakan bentuk persalinan yang diwajarkan dalam
keseharian hidup di Lembang Ballopasange.
c. Menjelang Persalinan
Dua bulan menjelang persalinan Ma’ Roni ke to’mappakianak
di lembangnya. Tujuannya kesana adalah untuk mendapatkan
keterangan berkenaan dengan posisi bayinya. Keterangan yang
didapt adalah posisi janin dalam kandungannya posisinya kepala
belum begitu bagus karena tidak berada tepat di jalan keluarnya.
Menurut to’mappakianak yang memeriksanya, sebulan lagi pasti
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 210
posisi bayinya akan lebih bagus lagi sepanjang Ma’ Roni rajin
beraktivitas. Setelah mendapatkan keterangan tersebut, Ma’ Roni
diurut perutnya agar janin mendapat rangsangan untunk bisa
bergerak kea rah jalan keluarnya. Tiga minggu setelahnya, ia
kembali lagi ke to’mappakianak tersebut dan menurut
to’mappakianak tersebut sang bayi posisinya sudah bagus. Untuk
lebih memastikan posisi bayinya, Ma’ Roni berkesempatan ke
Rantepao untuk memeriksakan posisi bayinya pada salah seorang
dokter spesialis kandungan. Dari hasil USG yang dilakukan,
pernyataan dari to’mappakianak yang berada di lembangnya tidak
berbeda jauh.
• USG, Memastikan Posisi Bayi
Memastikan posisi bayi dalam kandungan merupakan
usaha para ibu-ibu di Lembang Ballopasange dalam
mendapatkan keterangan akan kondisi bayi mereka. Melalui
pengetahuan akan posisi bayi mereka ini serta merta akan
mengarahkan pilihan mereka untuk dapat secara pasti
menentukan apakah mereka akan melakukan kianak kalena
atau mempercayakan persalinan mereka ke to’mappakianak
atau ke bidan. Ada dua hal yang seringkali dilakukan oleh
mereka dalam mendapatkan kepastian posisi bayi tersebut,
yaitu melalui informasi dari to’mappakianak dan melalui
pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter spesialis (USG). Hal ini
dilakukan biasanya dua bulan atau sebulan sebelum ia
memprediksikan akan melahirkan.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 211
Dalam kondisi tertentu, khususnya di bulan-bulan
kedelapan atau kesembilan, bagi ibu-ibu yang memiliki posisi
bayi yang kurang bagus, peran to’mappakianak terlihat begitu
penting. Menurut para ibu-ibu yang saya wawancarai,
to’mappakianak biasanya melakukan pengurutan agar posisi
janin bisa berada dijalan keluarnya. Disinilah apa yang
dipantangkan semisalnya duduk di depan pintu semakin
dipertegas oleh to’mappakianak. Ne’ Era dalam menjelaskan hal
ini bahwa ada banyak ibu-ibu yang biasa datang kepadanya
atau memanggilnya untuk mendapatkan keterangan posisi bayi
mereka. Menurutnya, kebiasaan itu dilakukan oleh karena
mereka ingin mendapatkan apakah dengan posisi bayi disaat itu
memungkinkan mereka akan lebih mudah untuk melahirkan. Ne’
Era menjelaskan bahwa terkadang ia membantu mereka yang
memiliki posisi bayi yang kurang bagus. Biasanya mereka yang
datang tidak saja disaat akan melahirkan saja namun disaat
masuk usia kehamilan enam bulan keatas biasanya sudah
banyak yang datang untuk melakukan pengurutan. Pengurutan
yang dimaksudkan oleh Ne’ Era sendiri bukanlah sebagaimana
pengurutan orang biasa pada umumnya. Menurutnya
pengurutan yang dialkukan hanyalah sekedar mengelus-
mengelus perut saja sambil memberikannya doa-doa agar bayi
yang berada dalam kandungan bisa sehat dan lebih mudah
untuk menemukan jalan keluarnya. Dari elus-elusan tersebut,
menurutnya banyak dari mereka yang merasa senang karena
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 212
pengurutan yang dialkukannya dirasakan oleh mereka semacam
mendapatkan kepercayaan sendiri akan kondisi kesehatan bayi
mereka dan diri mereka.
Bagi informan yang saya wawancarai memahami bahwa
ada suatu hal yang pada dasarnya tidaklah setiap orang mampu
mengetahuinya. Menurut mereka ada hal-hal yang sifatnya gaib
dimana orang biasa tidak memiliki kemampuan untuk
mengetahuinya dan disitulah peran seorang to’mappakianak.
Mereka meyakini bahwa seorang to’mappakianak memiliki
kemampuan lebih dalam rangka melakukan komunikasi dengan
alam gaib tersebut sehingga memungkinkan bagi
to’mappakianak mengetahui ‘komunikasi’ alam gaib tersebut.
Dari kemampuan yang dimiliki to’mappakianak tersebut maka
mereka percaya bahwa dengan melakukan pengurutan posisi
bayi yang tadinya tidak memungkinkan untuk dilahirkan sendiri
menjadi lebih baik.
Selain menggunakan to’mappakianak dalam mengetahui
posisi janin dalam kandungan, para ibu-ibu hamil di Lembang
Ballopasange juga mempercayakan dokter kandungan yang
berada di ibu kota kabupaten. Setidaknya mereka
memeriksakan kehamilan mereka dua kali selama masa
kehamilan mereka yaitu rata-rata di umur kandungan lima atau
enam bulan dan umur delapan bulan. Mengetahui posisi
kandungan mereka ini adalah hal yang menjadikan dirinya lebih
yakin akan kondisi janin mereka.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 213
Selain mengetahui posisi janin dalam kandungan, melalui
pemeriksaan tersebut, mereka juga bisa memastikan jenis
kelamin anak mereka. Dalam hal mengetahui jenis kelamin janin
mereka bukanlah suatu hal yang sebetulnya memerlukan
pemeriksaan khusus. Hal ini disebabkan oleh begitu banyaknya
pengetahuan mereka berkenaan dengan pengetahuan jenis
kelamin bayi. Selain itu to’mappakianak yang mereka
percayakanpun memiliki kemampuan yang diyakini bisa
memprediksikan jenis kelamin bayi yang dikandung. ‘kita tau itu
disini jenis kelaminnya bayi, kalo ibu-ibu yang hamil itu lincah,
senang, terang mukanya kelihatan anaknya itu laki-laki nanti,
tapi kalo sebaliknya perempuan itu’, cerita Ma’ Rian. Meskipun
hal tersebut tidak bisa dijelaskan secara scientis namun menurut
mereka prediksi tersebut jarang sekali meleset. Dalam hal
memastikan itulah biasanya mereka akan tergerak untuk
memeriksakan kehamilannya di dokter spesialis kandungan.
‘saya kalo nda’ mau ke penasaran saya ke dokter wandi (nama
disamarkan oleh peneliti) di Rantepao, disitumi saya bisa
pastikan perempuan atau laki-laki anakku’, jelas Ma’ Angga.
Sebelum dikenalnya USG, mereka pada umumnya untuk
mendapatkan kepastian akan posisi janin, ibu-ibu di Lembang
Ballopasange mempergunakan jasa to’mappakianak namun
setelah mengenal USG di tahun-tahun 90an, mereka untuk
selanjutnya lebih meyakinkan dirinya melalui USG. Meskipun
terbilang mahal untuk melakukan USG mereka senantiasa akan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 214
melakukan hal tersebut meskipun tidak sedikit dari mereka
masih tetap mempergunakan jasa to’mappakianak dalam
memperkirakan posisi bayi mereka. Disaat hasil USG yang
diberikan oleh dokter dan pada kenyataannya bayi tersebut
dalam posisi yang baik dan aman untuk dilakukan persalinan
normal maka hal itu akan memantapkan pilihan mereka untuk
kianak kalena.
Dalam kisah yang diceritakan oleh Ma’ Angga bahwa
posisi bayi dalam kandungan menjadi penting untuk
menentukan proses persalinannya. Bagi Ma’ Angga sendiri
selain menggunakan jasa to’mappakianak di lembangnya ia juga
melakukan USG di salah satu dokter spesialis di Rantepao. Ia
pada dasarnya lebih ingin mengetahui secara pasti bagaimana
posisi bayi di dalam perutnya karena menurutnya melalui USG
ia bisa melihat secara langsung posisi janin yang berada dalam
kandungannya. Dengan melihat posisi janin yang ada dalam
kandungannya dan berangkat pada kenyataan apa yang
dikatakan oleh sang dokter maka memungkinkan bagi Ma’
Angga untuk lebih memantapkan dirinya akan pilihan model
persalinan yang akan dijalani nantinya.
Pengetahuan akan posisi bayi dalam kandungan adalah
hal yang penting untuk diketahui oleh para ibu-ibu di Lembang
Ballopasange dalam mempersiapkan persalinan mereka. Tidak
jarang dari mereka melakukan pemijatan perut untuk
membenarkan posisi bayinya di to’mappakianak, meskipun hal
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 215
tersebut tidak dianjurkan untuk dilakukan oleh bidan. Bagi
mereka, meyakini bahwa janin yang ada dalam kandungan
mereka pada dasarnya selalu mencari jalan keluarnya, oleh
karena itu bayi yang ada dalam perut mereka itu perlu dibimbing
untuk menemukan jalan keluarnya. Menurut salah satu
to’mappakianak, Ma’ Sada’, sangat jarang mereka menemukan
kasus di Lembang Ballopasange posisi bayi yang dikandung
tidak berada dalam posisi yang kurang bagus. Menurutnya
besar kemungkinan terjadi karena aktivitas mereka yang banyak
bergerak sehingga bayi yang ada kandungan bisa dengan
leluasa pula untuk bergerak. Suatu hal yang sangat berbeda
dengan para ibu-ibu yang berada di daerah perkotaan yang juga
menjadi pasiennya.
Bagi Ma’ Sada’, sebetulnya tehnik pemijatan yang
dilakukan bukanlah sebagaimana yang terbayangkan bahwa
posisi bayi yang sungsang semisalnya harus melalui tehnik
tertentu akan kembali pada posisi dimana kepala berada di
mulut vagina. Namun ada kecendrungan bahwa melalui proses
pemijatan itu bayi hanya dituntun dengan memudahkan
kepalanya ke tempat yang seharusnya. Sebagaimana halnya
yang dialami oleh Ma’ Angga pada kehamilan ketiganya,
anaknya katanya posisinya tidak terlalu bagus karena kepalanya
tidak terlalu berada pada posisi yang akan memudahkan dia
akan melahirkan. Namun atas anjuran Ma’ Sada’ untuk setiap
pagi mengelus-ngelus perutnya dan tetap menjalankan aktivitas
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 216
kesehariannya akhirnya sang janin berada pada posisi yang
mempermudah dia melahirkan. Menurut Ma’ Angga andaikan
saat itu anaknya tidak kembali pada posisinya besar
kemungkinan ia akan melahirkan di rumah sakit karena
menurutnya hal tersebut akan mempersulit dirinya dan bayinya
sendiri.
Menurut kisah Ma’ Angga seorang tetangganya yang
berada di kampung halamannya janin yang berada dalam
kandungannya tidak berada pada posisi yang baik. Atas anjuran
bidan sebaiknya sang ibu melahirkan di rumah sakit saja namun
karena sang ibu tidak terlalu memperdulikan apa yang dikatakan
oleh bidan akhirnya ia tetap melahirkan dengan dibantu oleh
bidan itu sendiri di rumahnya. Beruntung pada saat itu seminggu
sebelum melahirkan posisi janin berada pada kondisi
sebagaimana pada saat perdebatannya dengan sang bidan
meskipun menurut bidan posisi tersebut masih memiliki resiko
karena kepala bayi pada saat itu tidak terlalu tepat berada di
bagian pintu jalan keluarnya sang bayi.
Kembali pada persoalan USG yang dilakukan oleh
sebagian ibu-ibu yang saya wawancarai dalam mengetahui
posisi janin mereka. Dalam praktiknya USG yang dilakukan oleh
sebagian ibu-ibu yang berada di Lembang Ballopasange adalah
suatu cara dalam menentukan atau memastikan apakah ia akan
melakukan kianak kalena ataukah akan dibantu dengan bidan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 217
atau dukun. USG kemudian menjadi salah satu praktik yang
menjadi bagian dari kegiatan persalinan mereka.
• Membeli Peralatan Persalinan dan Peralatan Bayi
Hal yang tidak bisa lepas dari praktik kianak kalena
adalah mempersiapkan segala peralatan yang diperlukan pada
saat persalinan. Peralatan itu biasanya berupa tikar, kain
sarung, selimut, pakaian bayi, peralatan mandi bayi dan tidak
terkecuali gunting ataupun silet. Untuk peralatan seperti
pakaian, selain dibeli langsung adakalanya mereka
mendapatkannya dari tetangga atau keluarga mereka yang
datang menjenguk.
Membeli peralatan persalinan bukanlah suatu hal yang
mesti dilakukan oleh mereka karena ada kecendrungan
peralatan tersebut masih dimilikinya. Namun adanya
pemahaman bahwa anak yang akan dilahirkannya sebagai
berkah maka tak ayal mereka senantiasa menyiapkan peralatan
tersebut semampu mereka. peralatan yang paling diutamakan
adalah perlengkapan berupa pakaian sang bayi kelak.
Pembelian peralatan semisalnya peralatan mandi
biasanya dilakukan disaat mereka memiliki uang lebih. Bagi Ma’
Angga misalnya, peralatan mandi untuk bayi dilakukan jauh hari
sampai dengan menjelang persalinannya. Menurutnya ia
terkadang menyicil satu persatu keperluan persalinannya di
bulan-bulan keenam usia kandungannya. Dalam trimester kedua
itulah ia telah mengumpulkan keperluan-keperluan bayinya.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 218
Menurutnya akan repot mengumpulkan semua peralatan dan
perlengkapan jika dilakukan menjelang persalinan dan tentunya
akan membutuhkan dana yang banyak jika akan dibeli secara
bersamaan.
Ma’ Kaso’ dalam mempersiapkan persalinannya,
kebanyakan dilakukannya dengan mengumpulkan perlengkapan
persalinan yang digunakan sebelumnya. bagi Ma’ Kaso’ sendiri
peralatan semisalnya baskom, selimut, kain sarung yang pernah
digunakan sebelumnya disimpan rapi dalam lemari. Disaat ia
merasa bahwa akan melahirkan, ia akan membersihkan
peralatan-peralatan tersebut yang dengan jalan mencucinya.
Hal ini dilakukan atas dasar bahwa kebersihan menjadi salah
satu faktor penting bagi kesehatan bayi yang akan
dilahirkannya. Dalam pemahaman seperti ini, Ma’ Kaso memiliki
pemahaman bahwa kebersihan merupakan salah satu faktor
yang sangat penting. Untuk keperluan pemotongan tali pusarnya
sendiri, meskipun ia masih menyimpan gunting, silet, dan
sembilu yang biasa digunakan ia lebih memilih untuk membeli
perlengkapan tersebut.
2. Proses Persalinan
Kabar tentang Ma’ Rian telah melahirkan, saya tahu disaat para
tetangga di rumah saya bertempat tinggal mengunjungi rumah Ma’
Rian. Sedikit membasuh muka saya berkunjung ke rumah Ma’ Rian
yang tak jauh dari tempat saya tinggal. Sedikit gugup saya masuk
rumah disela beberapa ibu-ibu yang saling melontarkan candanya ke
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 219
Ma’ Rian. Selentingan candaan terdengar di ujung telinga saya ‘buda
liu mi to ana’ njo’29, kassera mi le’, canda salah satu ibu gemuk yang
berada tepat disamping Ma’ Rian. Mendengar candaan itu, Ma’ Rian
dengan bayinya yang berjenis kelamin laki-laki yang masih terlihat
merah dibalut kain mengumbar senyum malunya sambil menundukkan
kepala tanpa berkata sepatah kata.
Beberapa menit, satu persatu rombongan para ibu beringsut
habis meninggalkan rumah Ma’ Rian. Tersisa hanya suami dan
beberapa anak yang masih kecil bak deretan anak tangga
mengerumuni adiknya yang baru. Sesekali mereka menciumi sang
bayi, sesekali mereka memberanikan diri mengambil adiknya dari
pangkuan Ma’ Rian, sesekali ia mencubit dengan gemasnya pipi sang
bayi. Sedikit ada celah saya memberikan selamat atas kelahiran bayi
Ma’ Rian, ‘salama’ Ma’ Rain’, ungkapku sambil menjabat tangannya.
‘kurre pak, jam dua tadi malam bato’ lahir, saya dibantu sama suami
persiapkan alatnya, tikar, silet, air panas, dia juga bantu saya di
belakang punggung, kalo tuhan mengijinkan semua, pasti kita selamat,
yah, pasrah saja’, ungkap Ma’ Rian masih dengan senyum malunya
Diatas adalah sekelumit cerita pada saat Ma’ Rian melahirkan
anaknya yang ke sembilan. Persalinan yang terakhir ini merupakan
persalinan yang dirasanya cukup sulit dia lakukan. Biasanya disaat ia
merasakan tanda-tanda bahwa akan melahirkan ia sudah siapkan
semua meskipun suaminya tidak sedang berada di rumah, namun kali
ini Ma’ Rian meminta tolong sang suami untuk membantunya.
29 njo’ biasanya merupakan panggilan kepada seorang istri atau ibu
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 220
Menurutnya, ia memang pernah disarankan oleh sang suami untuk
melahirkan di rumah sakit atau di puskesmas, namun Ma’ Rian masih
merasa mampu untuk melahirkan sendiri. Saran sang suami cukup
beralasan pada saat itu mengingat umur Ma’ Rian sudah cukup tua
untuk melahirkan.
Dari sembilan anaknya, Ma’ Rian hanya sekali melahirkan yang
dibantu oleh tenaga profesional yaitu kelahiran anaknya yang pertama.
Dari kisah kehamilan pertamanya disaat ia berada di Kota Ujung
Pandang (saat ini Makassar) ia hanya tinggal berdua dengan sang
suami dimana para tetangganya adalah bukan siapa-siapa mereka,
atas saran para tetangganya akhirnya Ma’ Rian ‘merelakan’ dirinya ke
Rumah Sakit Daya yang berada di Kecamatan ia tinggal. Sebelum di
desak oleh tetangganya, Ma’ Rian ingin melahirkan di rumah dimana ia
tinggal, namun pada saat itu sang suami tidak berada di tempat dan
yang paling utama adalah posisi bayinya tidak memungkinkan untuk
dilahirkan sendiri, akhirnya ia menuruti desakan para tetangganya. ‘di
kampung saya, rata-rata ibu-ibu yang melahirkan sendiri di rumahnya,
tidak dibantu siapa-siapa’, ungkap Ma’ Rian mengingat alasannya
pada saat ia dibujuk oleh tetangganya.
Persalinannya yang pertama tersebut akhirnya dilakukan di
rumah sakit dimana ia diantar oleh tetangganya dengan mengendarai
sebuah angkutan kota. Mengingat persalinannya itu, Ma’ Rian sedikit
menggelengkan kepalanya ‘saya tidak mau lagi melahirkan di rumah
sakit, sakit sekali, apalagi kita dijahit, kita tidak bisa bebas, malu-malu
juga’. dari pengalaman itu, Ma’ Rian pada waktu melahirkan anak
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 221
kedua dan ketiganya di Malaysia, meskipun didesak oleh teman-
temannya ia tidak ingin lagi melahirkan di rumah sakit. Ia sedikit trauma
dengan pengalaman pertama melahirkan. Menurutnya, ia cukup bisa
melahirkan tanpa dibantu oleh bidan ataupun dokter karena
pengalaman-pengalaman orang tua, keluarga dan tetangga mereka
rata-rata melahirkan sendiri. Ma’ Rian menjelaskan kepada saya
bahwa posisi bayinya pada saat kehamilan pertamanya masih
memungkinkan untuk diatur posisinya karena pada dasarnya posisi
kepala sang bayi menurutnya hanya miring sedikit, jika pada saat itu ia
tinggal di kampungnya ia cukup memanggil dukun untuk memperbaiki
posisi kepala bayi tersebut.
Menyimak kisah persalinan yang dilakukan oleh Ma’ Rian
menyiratkan adanya proses yang ia jalani disaat menjalani masa
persalinan. Mempersiapkan peralatan persalinan disaat membaca
tanda persalinannya merupakan bagian dari proses persalinan itu
sendiri. Sebagai proses, kianak kalena yang dipraktikkan oleh
sebagian ibu-ibu di Lembang Ballopasange menampakkan hal yang
begitu sarat dengan proses pengetahuan didalamnya. Bagaimana
kemudian pembacaan tanda tersebut menjadi awal dari seluruh
rangkaian hidup mati seorang ibu yang akan melahirkan seorang bayi
dari lubang vaginanya. Membaca tanda disaat akan melahirkan adalah
sebauh pengetahuan awal yang menjadi landasan bagi mereka untuk
mempersiapkan persalinannya.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 222
a. Membaca Tanda
‘kita tau itu kalo kita sudah mau melahirkan, punggung
biasanya pegal lain-lain. Saya waktu anak terakhir masih di sungai
ambil batu, saya rasa, wih, kenapa ini pegal-pegal ini punggung,
saya periksa, licin-licinmi, saya pulangmi rumah siapkan semua’,
kisah Ma’ Angga kepada saya di rumahnya. Membaca tanda-tanda
pada saat akan melahirkan adalah suatu hal yang semestinya
dimiliki oleh setiap perempuan yang akan melahirkan. Dari
membaca tanda tersebut, menurut para ibu-ibu yang saya
wawancarai akan membuat seseorang lebih rileks untuk
mempersiapkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Namun hal
yang paling utama untuk diketahui oleh seorang perempuan pada
saat akan melahirkan adalah ketepatan dalam menghitung bulan
kehamilannya.
Menurut Ma’ Kaso’, terkadang seorang ibu sulit untuk
membedakan rasa pegal mana sebetulnya yang menandakan akan
melahirkan. ‘itumi biasanya orang kalo di rumah sakit merasakan
lama sekali baru bisa melahirkan karena ia tidak tau pasti bulan
kehamilannya, kalo kita di rumah sakit, bidan semuaji yang tau itu,
kita sisa angkat-angkat paha padahal belum waktunya melahirkan’,
cerita Ma’ Kaso’. Apa yang dikatakan oleh Ma’ Kaso’ ini
mengingatkan saya pada seorang ibu muda yang melahirkan di
Puskesmas Malimbong. Ibu muda ini melahirkan untuk kedua
kalinya, ia berada diatas tempat tidur selama dua hari untuk
menunggu intruksi dari bidan. Menurutnya, sakit yang dirasakan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 223
bercampur aduk antara pegal di punggung dengan rasa ngilu di
jalan keluar bayinya kelak karena ia dianjurkan untuk mengedan
untuk memancing pembukaan mulut vaginanya.
Seturut apa yang dikatakan oleh Ma’ Kaso’, Ma’ Anggapun
demikian halnya menuturkan betapa pentingnya mengetahui bulan
kehamilan mereka. Menurutnya disitulah arti penting mereka untuk
mengikuti kegiatan-kegiatan posyandu karena dari pelayanan
posyandu tersebut setiap ibu hamil mendapatkan perincian tentang
usia kandungan dan kondisi bayi didalam kandungan mereka.
Dengan mengetahui usia kandungan seorang ibu hamil bisa tetap
melakukan aktivitas keseharian mereka yang pada titik tertentu
menurut Ma’ Angga bisa mengalihkan pikiran-pikiran yang tidak
perlu untuk dipikirkan, semisalnya rasa sakit yang berlebihan. ‘kau
bisa bayangkan kalo tidak tahu usia kandunganmu, kau tinggal di
rumah, tidak bikin apa-apa, pasti berpikir terus itu, kalo bekerja, kita
bisa lupa itu semua’, kisah Ma’ Angga.
Ma’ Kaso’ sendiri dalam mengetahui tanda-tanda bahwa
kapan waktunya ia melahirkan, dari pengalaman-pengalaman yang
didapatnya dari orang tuanya adalah pada saat ia merasakan
demam-demam dan punggung bagian belakang terasa tertarik ke
bawah. Di saat ia merasakan hal tersebut, untuk kegiatannya ia
mencoba untuk membatasinya berada jauh dari rumahnya.
Pengalaman melahirkan pertamanya ia rasa cukup sulit untuk
dilakukannya karena ia sama sekali tidak memiliki pengalaman
melahirkan dan pada saat itu ia masih terbilang cukup muda.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 224
Namun pengalamannya untuk selalu menemani orang tuanya
membantu persalinan, ia bisa tetap berpikir dan konsentrasi untuk
melahirkan. ‘saya tidak tau bagaimana dulu itu, badanku kaya’
meriang-meriangmi, saya sudah rasa ada yang mau keluar,
punggungku sudah ta’tarik-tarik, aii, saya panggil suamiku, saya
ambilmi semua itu tikar, suamiku ambilmi bilah bambu kemudian
saya suruhmi celup di air panas. Tidak lama, eee, keluarmi, nda’
sakit ji, biasa, seperti orang mau buang airji’, cerita Ma’ Kaso’
mengenang kelahiran anak pertamanya.
Ma’ Roni sendiri dari keempat anaknya hanya anak
ketiganya yang kembar saja yang dilahirkan sendiri. Anak pertama
dan kedua dilahirkannya di Puskesmas Malimbong. Dari
penuturannya, ia merasakan adanya perbedaan perlakuan terhadap
proses kelahiran anak ketiganya. Sewaktu melahirkan anak
pertamanya seluruh proses persalinannya sepenuhnya diserahkan
pada bidan yang membantunya. Hal ini membuatnya tidak bisa
berbuat sesuatu hal yang dirasa akan mengganggu proses
persalinan nantinya. Namun pada saat persalinan ke tiganya yang
melahirkan anak kembar ia betul-betul merasakan bagaimana ia
harus memperlakukan dirinya untuk lebih merasa nyaman dan lebih
berkonsentrasi penuh. ‘benar memang itu, kalo kita mau melahirkan
harus konsentrasi penuh, sewaktu saya mau melahirkan, saya lagi
memasak di dapur, pas saya tunduk untuk tiup api, saya rasa
ta’tare ini punggungku, saya rasa, mau mi keluar ini, saya suruhmi
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 225
anakku pergi panggil bidan sama dukun, saya siapkan semua juga
tikar, air, sama silet’, kenang Ma’ Roni.
Membaca tanda adalah hal yang pada dasarnya alamiah
sifatnya. Dari informasi yang saya dapatkan baik itu dari keempat
informan kunci saya ataupun dari bidan yang saya wawancarai
menyatakan bahwa tiap perempuan yang akan melahirkan memiliki
perasaan akan waktu dimana mereka harus melahirkan. Menurut
Ma’ Kaso’, ‘anak yang kita kandung itukan hidup didalam perut,
kapan ia merasa waktunya keluar, ia berusaha itu cari jalannya,
biasanya itumi kita rasa ma’tendang atau pukul-pukul, itu tandanya
dia cari jalan keluar itu’, cerita Ma’ Kaso’. Apa yang disampaikan
oleh Ma’ Kaso’ ini menjelaskan bahwa perempuan yang akan
melahirkan sepenuhnya harus mengetahui tentang kondisi dirinya
dan janin yang dikandungnya. Pengetahuan tersebut menurut Ma’
Kaso’ haruslah dipelajari baik dari pengalaman sendiri atau pada
orang lain yang telah memiliki pengalaman melahirkan.
Dengan kemampuan mereka membaca tanda akan
melahirkan, apa yang menjadi keperluan mereka disaat
persalinannya akan segera dipenuhinya. Telah saya singgung
diatas bahwa melalui pembacaan tanda tersebut mereka
menempatkan diri mereka untuk bisa lebih rileks sehingga
memungkinkan bagi mereka untuk lebih berpikir sehat dalam
menyiapkan keperluan disaat melahirkan nantinya.
Secara umum, tidak banyak peralatan yang mereka
persiapkan, dari keterangan para informan, tikar, selimut, kain
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 226
sarung, air panas untuk merendam pemotong tali pusar (silet,
gunting, sembilu) merupakan peralatan yang senantiasa harus ada
dalam persalinan mereka. Ma’ Kaso’ yang selama ini
mempraktikkan kianak kalena menjelaskan bahwa disaat ia sudah
merasakan tanda-tanda akan melahirkan, sejam sebelumnya ia
sudah menggelar tikar dimana ia akan melahirkan, sembari itu ia
memanaskan air untuk keperluan sterilisasi pemotong tali pusar
bayinya. Setelah dirasa lengkap ia sisa mempersiapkan batin dan
tenaga untuk melahirkan.
b. Jongkok Adalah Sebuah Posisi
‘selama saya melahirkan baru satu kali saya melahirkan
tidur, susahnya itu, karena bayi terasa selalu lari naik, itu waktu
anak saya pertama di rumah sakit, anak selanjutnya saya lahirkan
dengan jongkok, lebih gampang’, cerita Ma’ Rian. Tadinya saya
berpikir bahwa posisi melahirkan pada dasarnya sama saja yaitu
tidur terlentang dengan mengangkat kedua kaki namun setelah
saya mendengar keterangan dari keempat informan saya ternyata
posisi dalam persalinan cukup banyak. Dari keempat informan yang
saya wawancara, posisi duduk berjongkok adalah pilihan posisi
yang mereka rasa cukup nyaman dan lebih mudah pada saat
melahirkan.
‘saya biasanya kalo melahirkan dekat-dekat tiang rumah biar
bisa berpegangan, disitu saya dudukmi tunggu-tunggu kapan waktu
yang bagus untuk berkuat (mengedan), kalo sudah saya waktunya,
saya angkat sedikit pantat seperti orang mau buang air, keluar
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 227
sudah, biasa juga kalo saya susah sedikit, suami saya bantu,
seperti waktu melahirkan anak terakhir saya’, kisah Ma’ Rian. Posisi
jongkok adalah posisi yang pada dasarnya dibenarkan dalam medis
moderen karena posisi tersebut menurutkan teori grativasi bumi
namun dengan posisi tersebut membuat bidan atau dokter cukup
susah dalam membantu proses persalinan. Oleh sebab itu para
bidan lebih menyarankan kepada ibu-ibu yang melahirkan untuk
mengambil posisi terlentang.
‘kalo saya melahirkan saya jongkok saja, na bilang bidan
tidak bagus itu, tapi saya tetapji lakukan, gampang kalo jongkok,
nda’ dirasa keluar itu bayi, dia itu cari jalannya sendiri’, kisah Ma’
Kaso’ berkenaan dengan posisi melahirkan yang nyaman baginya.
Seturut dengan hal ini, Ma’ Ronipun mengungkapkan hal demikian,
pada saat ia melahirkan anak kembarnya ia mencoba untuk
melakukan posisi jongkok seperti yang didengarnya dari
tetangganya, hasilnya adalah ia tidak terlalu merasakan bayinya
keluar dibandingkan pada saat ia melahirkan anak pertama dan
keduanya. Hal inipun dirasakan pula oleh Ma’ Angga, pada saat ia
melahirkan di Malaisia, dikarenakan ia tinggal di perkebunan sawit
dimana suaminya bekerja, ia pada awalnya memanggil nurse30, tapi
karena ia telah merasakan tanda-tanda sebagaimana yang
diketahuinya dari orang tuanya, ia kemudian mengambil posisi
jongkok dan akhirnya bayinya telah lahir sebelum sang bidan
30 penyebutan untuk bidan di malaisia
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 228
datang, akhirnya sang bidan hanya membantu untuk memotong tali
pusar bayi yang dilahirkan Ma’ Angga.
Menentukan posisi persalinan adalah hak bagi setiap
perempuan yang akan menjalaninya. Dalam kenyataannya, posisi
jongkok yang diyakini sebagai posisi yang paling mudah dan
nyaman bagi informan yang saya wawancarai menjadi penjelas
mengapa mereka lebih memilih untuk melakukan persalinan
mereka sendiri. Bagi mereka jongkok lebih mempermudah mereka
untuk melahirkan. Mereka menyatakan bahwa seorang bayi yang
memang berada pada posisinya yang bagus maka ia akan
senantiasa akan seolah-olah ‘menjatuhkan’ dirinya sendiri.
Pengetahuan ini kemudian diyakini oleh mereka bahwasanya bayi
yang akan keluar dengan sendirinya akan lebih mudah jika sang ibu
dalam posisi jongkok.
Ma’ Kaso dalam beberapa kali pengalamannya kianak
kalena, dalam penjelasannya selalu menyatakan kepada saya
bahwasanya mel;ahirkan adalah persoalan yang mudah bagi
perempuan yang sudah terbiasa. Menurutnya, sebagaimana
membuang hajat, bagi mereka yang telah terbiasa melakukannya
dengan posisi jongkok akan terasa sulit disaat mereka diharuskan
mengeluarkan hajat mereka pada jamban duduk. Adalah
kebiasaanlah yang memungkinkan seseorang akan merasa lebih
mudah untuk melahirkan menurut Ma’ Kaso’. Pernah suatu saat ia
melahirkan dan mencoba untuk mengambil posisi terlentang
sebagaimana proses persalinan pada umumnya, namun ia
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 229
merasakan susah melahirkan. Menurutnya posisi terlentang
tersebut pada dasarnya akan lebih mudah dilakukan jika ada
seseorang yang membantu menarik sang bayi keluar.
c. Dorong Secara Alamiah
Pernapasan yang bagus adalah suatu hal yang menjadi
persyaratan utama dalam memudahkan persalinan. Rata-rata dari
mereka yang saya wawancara meyakini hal tersebut. ‘kita yang
sudah seringkali melahirkan sudah tahu cara melahirkan, cara
berkuat itu ada caranya sendiri, kalo saya mau berkuat saya pelajari
itu napasku karena ada hubungan napas kita sama bayi di dalam,
jadi kita kompak’, ungkap Ma’ Angga sambil tertawa.
Kebiasaan mereka untuk tetap beraktivitas meskipun dalam
keadaan hamil turut membantu mereka menjaga kondisi
pernapasan mereka untuk tetap stabil. Menurut mereka hal yang
dianjurkan oleh bidan misalnya untuk berjalan di pagi hari adalah
suatu hal yang diyakini sebagai terapi untuk mengatur pernapasan.
Namun karena keseharian mereka untuk bangun pagi dan
melakukan aktivitas maka mereka kondisi mereka tetap stabil.
Mendorong secara alamiah pada saat persalinan adalah hal
yang perlu dipahami secara seksama oleh setiap ibu hamil. Hal ini
dikarenakan oleh begitu banyaknya kejadian ibu-ibu yang untuk
pertama kalinya melahirkan berakibat fatal karena tidak terlalu
menguasasi teknik pernapasan dan dorongan yang alamiah. Hal
yang paling mungkin terjadi jika dorongan terlalu kuat adalah
adanya robekan vagina yang terlalu besar yang bisa
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 230
mengakibatkan pendarahan. Oleh karena itu menarik napas dan
mengehmbuskan napas disertai dengan dorongan pelan adalah hal
yang palin penting untuk dikuasai.
‘saya ingat sekali itu mama saya kalo na bantu orang
melahirkan, dia suruh itu orang atur napasnya baru disuruh berkuat,
terdorong sendiri itu, apalagi kalo jongkok ki, itu bayi keluar sendiri,
saya dulu, paling tiga kali saja berkuat langsung keluar bayinya’,
cerita Ma’ kaso’. Mengedan adalah teknik yang perlu diketahui oleh
setiap ibu yang melahirkan, pada intinya mereka diharuskan untuk
mengetahui bagaimana keterhubungan antara gerakan bayi di
dalam perut dengan dorongan pernapasan yang dilakukan. Dengan
dorongan yang seimbang tersebut robekan vagina akan tidak terlalu
terasa.
Hal yang disadari dalam proses peresalinan seorang
perempuan kemudian akan bersandar pada suatu kondisi dimana
mereka harus merasakan ketenangan untuk melakukan konsentrasi
penuh. Menurut Ma’ Angga ia lebih bisa berkonsentrasi disaat
persalinan yang dilakukannya sendiri. Menurutnya semakin banyak
orang yang berkerumun pada saat persalinan berlangsung akan
ada rasa risih dan malu untuk berkonsentrasi. Hal ini membuatn Ma’
Angga untuk canggung melakukan persalinan di rumah sakit
ataupun puskesmas. Dari kisahnya, ia lebih senang masuk ke
dalam kamarnya sendiri barulah setelah bayinya lahir maka ia akan
keluar dan memberikan bayinya ke dukun untuk dipotong tali
pusarnya. ‘saya lebih suka itu kalo tidak banyak orang kalo
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 231
melahirkan, kan malu kita kalo ada yang intip, kita biasa dicerita
sama tetangga tentang bentukta melahirkan, ii, malu saya, belum
lagi itu kalo ada mi yang bilang kasi begini, kasi begitu susah kita
berpikir’, cerita Ma’ Angga mengisahkan proses persalinan anak
ketiganya.
Mendorong secara alamiah pada intinya menurut informan
yang saya wawancarai membutuhkan konsentrasi tinggi bagi
mereka yang baru pertama kali akan melahirkan. Ma’ Rian
menjelaskan bahwa pada saat ia melahirkan pertama kali ia sangat
susah melakukan konsentrasi karena adanya intruksi dari bidan
yang sama sekali ia tidak pahami. Padahal menurutnya pada saat
itu ia membutuhkan konsentrasi penuh sebagaimana orang tuanya
dulu menjelaskan tentang teknik persalinan. Menurutnya seorang
bayi yang berada dalam perut pada intinya mengetahui jalan
keluarnya. Ia menginterpretasikan bahwa ada hubungan yang
cukup dalam antara seorang ibu dengan bayi yang dikandungnya.
Melalui pemahaman seperti itu seorang ibu yang akan melahirkan
tidaklah perlu untuk mengedan sekuatnya karena proses keluarnya
seorang bayi adalah proses yang alamiah. ‘didorong pelan saja,
keluar sendiri itu’, kisah Ma’ Rian.
d. Kepasrahan
Persalinan entah itu dilakukan sendiri ataukah dibantu oleh
bidan atau to’mappakianak pada dasarnya tidak akan lepas dari
resiko-resiko pendarahan ataupun kematian. Menjalaninya tentulah
dibutuhkan kematangan dan tentunya keberanian penuh. Dalam
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 232
proses kianak kalena yang dilakukan oleh beberapa ibu di Lembang
Ballopasange dalam rangka menumbuhkan kepercayaan diri
mereka untuk menyatakan kesanggupannya melalui praktik-praktik
yang mengarah pada sikap penyerahan diri kepada tuhan.
Mereka sangat yakin bahwa segala sesuatu adalah
kehendak tuhan, apa yang diinginNya maka itulah yang terjadi.
Kepasrahan itu begitu tampak pada Ma’ Rian beberapa hari
sebelum ia melahirkan anaknya yang terakhir. Di teras rumahnya
sambil mengelus-elus perutnya ia menceritakan kepada saya
bagaimana ia menjalani kehidupannya yang bisa dibilang
mengharukan. Penghasilannya yang pas-pasan untuk menghidupi
kebutuhan sehari-harinya bersama ke lima anaknya dijalaninya
dengan penuh suka cita. Menurutnya inilah bentuk kasih yang
diberikan tuhan kepada keluarganya. Kematian baginya adalah
takdir yang diberikan tuhan dan manusia sisa berusaha
menemukan jalan bagaimana untuk bisa menjalani apa yang
ditakdirkan tuhan. Ia berkisah bahwa setiap kali ia akan melahirkan
ia memasrahkan diri kepada tuhan karena tuhanlah sepenuhnya
yang mengatur semua itu. Menurutnya mungkin dari kepasrahan itu
ia selalu mudah melakukan persalinan karena tuhan selalu
membantunya. ‘saya berdoa saja, Tuhan mudah-mudahan saya
dan bayi yang akan saya lahirkan selamat, itu saja pegangan saya’.
Apa yang dikisahkan oleh Ma’ Rian kepada saya, membuat
saya mencari tahu apa yang dilakukan dalam mengatasi resiko
persalinan yang akan dijalaninya. Dalam ceritanya ia mengatakan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 233
bahwa semua yang dianjurkan oleh orang tua, bidan atau
to’mappakianak dilakukannya karena hal tersebut dirasakannya
sebagai suatu hal yang menjadi stimulus untuk menumbuhkan rasa
percaya diri atau dengan kata lain melalui hal tersebut ia bisa
memantapkan dirinya untuk menghadapi persalinan mereka. Di
saat ia merasakan telah melakukan apa yang dianjurkan tersebut
maka kepercayaan dirinyapun akan semakin kuat.
Adalah hal yang dilakukan oleh beberapa ibu di Lembang
Ballopasange disaat ia akan melakukan persalinan yang menurut
saya semacam stimulus untuk kelancaran persalinan mereka. Telah
saya singgung sebelumnya bahwa di Lembang Ballopasange
bahwa ada semacam kepercayaan yang masih dipahami bahwa
dengan mengoleskannya ke perut sebanyak tiga kali atau dengan
meminum air yang telah diberikan tawani serre’ akan memperlancar
proses kelahiran seorang ibu yang akan melahirkan. Hal ini
didasarkan pada kenyataan yang diwariskan oleh orang tua-orang
tua mereka bahwa disaat menemukan kucing yang akan melahirkan
ada baiknya mengambil tali pusar anak kucing yang lahir sebelum
sang induk memakan tali pusar tersebut. Penjelasannya adalah
menurut Ma’ Kaso’ tidak ada seekor kucing yang membiarkan tali
pusar yang kering tersebut akan jatuh dengan sendirinya. Untuk itu
hal yang dianggap reski disaat mereka bisa mendapatkan tawani
serre’ tersebut. Ma’ Kaso’ menjelaskan bahwa tawani serre’ yang
dimiliki seseorang sangat dipercayai oleh beberapa ibu di Lembang
Ballopasange sebagai hal yang mujarab untuk memperlancar
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 234
kelahiran mereka. Oleh karena itu menurut Ma’ Kaso’ di Lembang
Ballopasange tawani serre’ masih menjadi benda incaran bagi ibu-
ibu yang akan melahirkan. ‘Saya sudah lupa siapa terakhir yang
memakai tawani serre’ saya. biasanya mereka itu datang ke rumah
untuk pinjam, tapi saya sudah lupa siapa yang meminjamnya
terakhir’.
Ma’ Anggapun pernah mendengar hal tersebut, namun
setiap kali ia ingin meminjam tawani serre’ ke tetangganya benda
tersebut tidak ditemukan. ‘mungkin saking ajaibnya itu tawani serre’
saya tidak pernah bisa dapat kalo mau melahirkan, tapi saya pasrah
saja sama tuhan, jalani saja, ouji tuhan lancar-lancar saja’. Saya
melihat bahwa apa yang menjadi pegangan bagi mereka dalam
menghadapi proses persalinannya masih memahami hal-hal yang
gaib sebagai salah satu sumber kekuatan utama yang bisa
memperlancar proses persalinan mereka. Adanya keyakinan untuk
menyerahkan diri kepada tuhan dan persoalan pencarian usaha
agar mereka bisa dengan mudah melahirkan sebagai bentuk
penerjemahannya akan kekuatan gaib yang bisa turut membantu
dalam persalinan mereka.
Adanya pemahaman akan kehidupan pada dasarnya telah
diatur oleh yang maha kuasa menumbuhkan pengetahuan
bahwasanya segala hal mestinya dipasrahkan pada yang kuasa.
Dalam hubungannya dengan kianak kalena, menyerahkan segala
proses persalinan mereka kepada tuhan adalah perlakuan yang
sifatnya transcendental. Adalah pahaman bahwa setiap orang
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 235
melakukan sesuai kemampuannya dan selebihnya tuhanlah yang
akan mengatur semuanya menjadi pegangan kuat bagi mereka
dalam mempraktikkan kianak kalena.
e. Mengikat dan Melepaskan Ikatan
Memperlakukan kandungan sebagaimana yang saya
kisahkan diatas adalah menurutkan apa yang dinyatakan sebagai
praktik moderen dengan praktik tradisional. Dalam hal yang
berkaitan dengan praktik tradisional, pantangan-pantangan dan
anjuran yang sifatnya magis disaat persalinan atau tengah
berlangsung, bagi keempat informan yang saya wawancarai juga
mempraktikkannya.
Adalah pendarahan dan terlambatnya bayi keluar dari
‘pintunya’ merupakan dua faktor yang bisa berakibat fatal baik bagi
sang ibu ataupun bayi itu sendiri. Dua hal ini disinyalir sebagai
suatu hal yang mesti ditangani oleh tenaga profesional. Namun
dalam praktiknya, dari hasil wawancara yang saya lakukan rata-rata
para ibu memiliki cara tertentu dalam menangani persoalan
tersebut. Secara medis moderen apa yang dilakukan oleh keempat
ibu-ibu yang saya wawancara tentulah akan dijudge sebagai suatu
hal yang tidak masuk akal namun dalam praktiknya, perlakuan-
perlakuan tersebut memiliki arti yang secara psikologis ikut
membantu mereka dalam melaukan proses persalinan.
Secara umum, keempat informan yang saya wawancara
belum pernah mengalami kesulitan dalam melakukan proses
persalinan. Kalaupun ada mereka biasanya mengeluhkan oleh
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 236
adanya pendarahan yang bagi mereka tidaklah terlalu mesti
dipersoalkan. ‘kita melahirkan biasa saja, nda’ ada yang lama baru
keluar, mungkin karena kita bekerja trus jadi tidak dirasa’ barupi
mau keluar baru kita berhenti bekerja’, cerita dari Ma’ Rian.
Kebiasaan mereka untuk beraktivitas membuat mereka tetap
merasa nyaman dengan kondisi tubuh mereka. Adalah hal yang
tidak menjadi beban disaat mereka tidak terlalu konsentrasi
memikirkan kandungan mereka disebabkan adanya rutinitas
mereka. Dalam membahasakan tentang pendarahan yang dialami
pada saat melahirkan mereka pada umumnya menganggapnya
sebagai kewajaran yang terjadi di saat persalinan.
‘biasami itu kalo ada darah toh, kan darah semua ini di
badan, kalo tidak berdarah justru bahaya, tinggal di dalam, jadi
racun itu’, ungkap Ma’ Angga. Hal yang dipahami oleh Ma’ Angga
dan beberapa ibu lainnya di Lembang Ballopasange adalah hal
yang seharusnya keluar di dalam tubuh haruslah sepenuhnya
dikeluarkan karena mereka meyakini apa yang sudah tidak menjadi
bagian dari tubuh akan mencari jalan atau kehidupannya sendiri.
Hal tersebut termuat dari pengetahuan-pengetahuan yang
didapatnya dari orang tua mereka. Namun dalam kondisi dimana
mereka merasakan sesuatu tersebut sudah melewati batas
kewajaran maka mereka akan memperlakukan sesuatu hal yang
dirasanya bisa mentolerir atau melakukan penetrasi terhadap apa
yang dianggapnya tidak wajar tersebut.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 237
‘waktu anak saya yang ke lima lahir, darah mengalir terus,
saya bilang, biasaji itu, tapi orang tua saya bilang, saya harus ikat
dua jempol kaki saya dengan daun sereh, buru-burumi itu suamiku
pergi ambil daun sereh, na ikat, tidak lama, berenti’, cerita Ma’
Kaso’. Hal yang dilakukan oleh Ma’ Kaso’ ini sejalan dengan apa
yang pernah dikatakan oleh Ne’ Era pada saat saya melakukan
wawancara dengannya, menurutnya jika suatu waktu seorang ibu
yang melahirkan dan mengalami pendarahan sebaiknya kedua kaki
ibu tersebut diikat dengan daun sereh agar pendarahan yang terjadi
bisa berhenti. Entah bagaimana penjelasan medis moderennya,
namun apa yang dipraktikkan tersebut masih dipahami oleh para
ibu-ibu di Lembang Ballopasange.
Selain mengikat kaki dengan daun sereh, untuk
menghentikan darah yang mengalir setelah proses persalinan, hal
lain yang dilakukan adalah dengan meminum air yang dimasak
dengan tiga lembar daun lombok (bagi masyarakat Toraja lombok
yang dimaksud adalah sejenis lombok yang memiliki bentuk kecil
yang disebutnya sebagai lada barra’). Menurut Ma’ Rian, dengan
meminum air tersebut darah yang tidak seharusnya keluar akan
berhenti dan akan membuat perut bisa terasa nyaman. Air yang
dicampur dengan daun lombok tersebut biasanya dikonsumsi
selama tiga hari setelah melahirkan. Bagi ibu-ibu yang saya
wawancara untuk membuat mereka yakin bahwa bayi mereka bisa
mendapatkan arahan jalan keluar, para ibu biasanya melakukan
ritual untuk membuka setiap ikatan yang ada dalam rumah mereka.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 238
Ma’ Roni pada saat akan melahirkan anaknya yang kembar karena
merasa dirinya sendiri saja menghadapi persalinannya ia sebisa
mungkin untuk membuka ikatan kain jendela rumahnya. Hal itu
dilakukan saja karena menurutnya seperti itulah yang disarankan
oleh tetangganya. Hal serupapun dilakukan oleh bidan Juli pada
saat ia melahirkan di kampungnya. ‘orang Toraja itu banyak
pantangan-pantangan dalam penanganan proses kelahiran, seperti
ketika proses kelahiran itu susah, maka anggota keluarga harus
membuka semua ikatan-ikatan dan yang menggantung di rumah,
dengan membuka ikatan rambut, menurunkan semua korden yang
ada di rumah, dipercaya dengan cara itu bisa memperlancar proses
kelahiran’, ungkap bidan Juli mengenang persalinannya.
Dalam prosesnya, persalinan yang dilakukan oleh Ma’
Angga, Ma’ Rian, Ma’ Kaso’ dan Ma’ Roni senantiasa dilakukan
dengan sepenuh hati dan tingkat kepercayaan yang begitu tinggi.
Hal ini diyakini sebagai sebuah bentuk kekuasaan tuhan. Dalam
praktiknyapun kemudian dilakukan dengan menjalankan segala
upaya yang sifatnya memiliki keterhubungan magis. Hal-hal yang
sifatnya metaforikpun dilakukan. Apa yang dikatakan oleh salah
satu to’mappakianak yang saya jumpai di Puskesmas Malimbong
yang saya sebut saja Ma’ Sida’ juga dipraktikkan dalam proses
persalinan di Lembang Ballopasange. Menurutnya hewan yang
paling mudah untuk melahirkan adalah kucing. Selama ia hidup ia
belum pernah mendengar kucing mati karena melahirkan
berapapun jumlah anak yang dilahirkan. Oleh karena itu seseorang
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 239
yang akan melahirkan terlebih ibu yang dirawatnya haruslah
meminum atau setidaknya mengusapkan air yang telah dicampur
oleh ari-ari kucing31. Ma’ Rian di saat melahirkan anaknya yang
kembar ia juga menyempatkan dirinya untuk meminum air yang
diambilnya dari to’mappakianak yang merawatnya. Sebelum
melahirkanpun ia mengoleskan air yang telah dicampur dengan
tawani serre tersebut diperutnya setelah mengoleskannya tersebut
iapun sisa melakukan konsentrasi untuk mengejan. Selain
mengoleskan pada saat akan melahirkan secara rutin, Ma’ Rian
juga mengoleskan air tawani serrenya setiap malam jumat.
Kebiasaan lain untuk memudahkan dalam persalinan adalah
kebiasaan untuk mengkonsumsi telur ayam kampung yang
dicampur dengan madu. Kebiasaan ini dilakukan sebelum
persalinan dilakukan atau pada saat menunggu klimaks persalinan.
‘saya kalo sudah saya rasa mau sekalimi keluar, biar saya kuat
saya makan dulu sedikit biar tambah kuat, kalo bisa setelah makan
saya makan telur ayam kampun sama madu biar licin keluar
bayinya, biar tambah bisa berkuat (mengedan) saya pegang pinggir
kasur, keluar sudah itu’, kisah Ma’ Angga.
Dalam memudahkan proses persalinan mereka, hal lain yang
dilakukan adalah dengan mengkonsumsi sejenis ikan sungai atau
air tawar yang diyakini memiliki keampuhan dalam memudahkan
proses persalinan. Jenis ikan tersebut adalah belut. Dalam
praktiknya belut tersebut harus ditangkap pada malam jumat dan
31 ari-ari kucing diambil pada saat seekor anak kucing melepaskan ari-arinya. Untuk ari-ari kucing itupun harus dipilih kucing yang memiliki tiga warna, ari-ari kucing yang jatuh dengan sendirinya dibungkus dalam suatu wadah (kain). Ari-ari kucing dalam bahasa lokalnya disebut sebagai tawani serre
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 240
ekor belut tersebut dipotong kemudian dibakar. Dengan
mengkonsumsi belut tersebut diyakini akan memudahkan proses
persalinan. Menurut Ma’ Angga, ‘mungkin karena belut itu licin yah
jadi kita dianjurkan untuk makan, tapi saya jarang memakannya
karena susah mendapatkannya di sekitar sini’.
3. Proses Pasca Persalinan
Pasca melahirkan, Ma’ Angga mengisahkan bahwa tidak ada
tindakan medis yang dilakukan sebagaimana pada umumnya.
Menurutnya, bagi mereka yang menjalani persalinan dengan dibantu
oleh bidan biasanya mendapatkan jahitan di jalan keluar sang bayi
namun baginya hal tersebut tidak dilakukan meskipun setelah ia
melakukan persalinan dibantu oleh bidan. Dari pengalamannya
melahirkan di Malaisia, ia tidak memperkenankan bidan untuk
melakukan jahitan di vaginanya karena ia merasa bahwa vaginanya
tidak mengalami robekan sebagaimana halnya mereka yang
melakukan persalinan di rumah sakit atau puskesmas. Dalam bagian
ini ada baiknya saya memaparkan apa yang dilakukan pasca
persalinan oleh mereka yang mempraktikkan kianak kalena.
a. Tidak Menerima Jahitan
‘itumi saya tidak mau melahirkan sama bidan, dijahit anuta
baru ai, sakit sekali kalo ditarik itu benangnya’, ungkap Ma’ Rian.
Ketakutan Ma’ Rian ini juga diungkapkan oleh Ma’ Kaso’, ‘saya
pernah dulu temani teman saya melahirkan di puskesmas, saya liat
itu bagaimana itu bidan tarik itu benangnya, anunya belum istirahat
dari sakit dijahit lagi, bertambah itu sakitnya’, kisah Ma’ Kaso’.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 241
Ada keyakinan dari mereka bahwa vagina yang robek
adalah hal yang lumrah terjadi pada saat persalinan. Secara logis
mereka menjelaskan bahwa tidak mungkin tidak ada pengrobekan
vagina karena bayi yang keluar lebih besar daripada lubang vagina
itu sendiri. Oleh karena itu mereka mereka tidak terlalu kuatir akan
robekan vagina tersebut. Selain keyakinan tersebut apa yang
‘ditakutkan’ oleh perempuan pada umumnya bahwa vagina yang
telah robek tersebut akan tidak kembali seperti biasanya juga
ditepis oleh mereka. Mereka berkeyakinan bahwa vagina adalah
hal yang elastis dan tentunya akan kembali pada kondisinya
semula. ‘masa mau begitu terus lebarnya kalo tidak dijahit, bisa
kencing terus kita kalo lebar terus, jadi kembaliji lagi itu’, cerita Ma’
Kaso’ menyikapi tentang jahitan pasca persalinan.
Dalam proses penyembuhanpun apa yang dirasakan oleh
Ma’ Rian membandingkan dengan persalinan pertamanya yang
dijahit dirasa lebih lama. Selain hal tersebut ketakutan untuk
bergerakpun juga ikut membebaninya. Pada saat ia menjalani
masa nifas sewaktu persalinan pertamanya ia merasakan dirinya
tertekan karena tidak bisa bergerak karena adanya anjuran bidan
agar tidak terlalu bergerak karena ketakutan jahitan di vaginanya
akan lepas. Oleh karena itu Ma’ Rian harus menjaga gerakannya,
hal yang paling dirasa mengganggu pada saat ia harus buang air
baik besar ataupun kecil. Namun setelah ia melahirkan kedua
sampai terakhirnya, ia tidak lagi dijahit yang memungkinkan ia lebih
leluasa untuk bergerak.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 242
Berkenaan dengan hal menjahit robekan adalah kondisi
dimana mereka masih mentabukan vagina mereka untuk ‘diobarak-
abrik’ oleh seorang yang tidak pantas melakukannya. Bagi mereka,
vagina yang robek akibat persalinan adalah konsekuensi logis dan
hal itu tidaklah terlalu menjadi persoalan bagi mereka. dalam
konteks ini, adanya persoalan tabu lebih disebabkan oleh adanya
keyakinan dari mereka bahwasanya organ reproduksi tersebut
masih menjadi pantang untuk dilihat oleh orang lain terlebih jika
dilakukan penjahitan. Bagi mereka, oleh suaminyapun masih
merasa canggung untuk memperlihatkan vagina mereka terkecuali
dalam ‘hajatan’ suami istri mereka.
b. Memotong Tali Pusar
Untuk pemotongan tali pusar bayi yang baru lahir di
Lembang Ballopasange pada umumnya telah dilakukan oleh bidan
yang membantu persalinan. Kalaupun bidan tidak membantu
persalinan mereka lebih dipercayakan untuk memotong tali pusar
tersebut. Menurut mereka tali pusar adalah hal yang sangat
sensitive karena dari beberapa kejadian yang terjadi di Lembang
Ballopasange, anak yang dipotong tali pusarnya tanpa
pengetahuan dan pengalaman yang lebih bisa berakibat fatal.
Sebelum adanya bidan, mereka pada umumnya
mempercayakan pemotongan tali pusar bayi yang dilahirkannya ke
to’mappakianak. Namun dalam kondisi tertentu mereka akan
melakukannya sendiri atau oleh keluarga mereka semisalnya bidan
atau to’mappakianak tidak berada di tempat. Untuk pemotongan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 243
tali pusar yang dilakukan sendiri tersebut biasanya dilakukan
dengan menggunakan sebilah bambu 32 yang dibuat setipis
mungkin atau dengan menggunakan pisau silet. Sebelum
digunakan kedua alat pemotong ini terlebih dahulu direndam ke air
yang telah dipanaskan untuk membunuh kuman.
Dalam kenyataan seperti ini, pengetahuan akan kebersihan
atau steril juga dimiliki oleh para ibu di Lembang Ballopasange.
menurut mereka billa’ yang digunakan tersebut mengandung bulu
yang sangat tipis dan itu akan membuat gatal namun jika telah
dipanaskan dalam air yang mendidih selama beberapa menit bulu
tersebut akan hilang. Begitupun dengan pisau silaet yang
digunakan sebisa mungkin mereka menggunakan pisau silet yang
baru dan sebelum digunakan harus juga dicelupkan di air yang
mendidih untuk membunuh kuman. Apa yang dipahami oleh para
ibu di Lembang Ballopasange ini dimaklumi benar oleh bidan Juli
namun dalam proses tersebut tangan yang digunakan untuk
memotong tali pusar tersebut belum tentu dalam keadaan bersih
dan pada banyak kasus mereka memotong tali pusar tanpa
menggunakan kaos tangan. Hal tersebut menurut Bidan Juli yang
biasanya mengakibatkan infeksi.
‘waktu bato lahir, karena saya dibantu suami, dia yang potong tali pusarnya dan mengikat tali pusarnya, saya kasi tau, bersih itu tangan, dia bilang sudah cuci tangan dengan air hangat, tapi rata-rata dia memang yang potong tali pusar anaknya, katanya lebih bagus dipotong bapaknya’, cerita Ma’ Rian.
32 bilah bambu oleh orang Toraja disebutnya sebagai billa’
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 244
Berbeda dengan Ma’ Rian, Ma’ Angga sendiri sedikit takut
untuk persoalan memotong tali pusar, menurutnya banyak kejadian
yang dilihatnya anak meninggal karena tali pusar infeksi. Oleh
karena itu ia lebih mempercayakan tali pusar anaknya diberikan ke
bidan atau ke to’mappakaianak. Dia mengibaratkan pusar itu
adalah pusat dari kehidupan seorang bayi, kapan pusar itu rusak
maka akan berakibat fatal terhadap keselamatan sang bayi. ‘itu
makanya kalo kita sakit-sakit pusar kita itu di pijit-pijit, dan tidak
sembarang itu orang yang pegang. Waktu saya melahirkan anak
saya yang terakhir ini, saya kasi sudah sama dukunnya biar dia
yang potong pusarnya, setelah itu baru saya tanam sisanya’, cerita
Ma’ Angga.
Bagi Ma’ Rian yang pernah melahirkan anak kembar, untuk
anak pertama yang telah lahir pemotongan tali pusar dilakukan
dengan begitu ekstra hati karena tali pusar lainnya masih
tersambung dengan anak yang satunya lagi. Pada saat itu, Ma’
Rian dibantu oleh suaminya untuk memotong tali pusar anaknya
dan mengikat tali pusar yang masi tersisa. Beruntunglah sang
suami memiliki pengalaman menyaksikan keluarganya yang
pernah melahirkan anak kembar juga sehingga ia tidak terlalu
panic disaat diperhadapkan dalam kondisi tersebut.
Untuk tali pusar dan plasenta biasanya dikuburkan bersama
dalam tanah. Ada keyakinan dari mereka bahwa pusar dan
palsenta adalah kembaran dari sang anak yang lahir untuknya itu
haruslah dijaga juga dengan baik. Pada umumnya mereka
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 245
menanamnya di bawah pohon yang sebelumnya disimpan dalam
sebuah wadah dan dibungkus rapi. Dalam bungkusan tersebut
juga melibatkan doa yang diwujudkan dengan menyimbolkannya
dengan buku, alat tulis, uang atau kitab suci. Menurut Ma’ Rian,
jika anaknya diharapkan bisa pintar dan taat kepada tuhan
biasanya mereka akan menanam plasenta dengan buku, alat tulis
dan lembaran kitab suci.
Selain ditanam, ada juga yang menggantung di pohon arena
atau enau. Menurut mereka selain plasenta tersebut bisa terhindar
dari binatang juga diasumsikan bahwa kehidupan anaknya dan
keluarga bisa meningkat terus. Adalah hal yang pantang untuk
dilakukan bagi keluarga untuk meminum air arena tau enau yang
merupakan tempat dimana plasenta tersebut di disimpan karena
menurut mereka sebagian dari jiwa anaknya ada pada pohon
tersebut. Hal lain yang dilakukan dan diyakini oleh para orang tua
di Lembang Ballopasange menyangkut ari-ari ini, bahwa dalam
membungkus ari-ari atau plasenta tersebut sebaiknya
membungkusnya dengan kedua pakaian orang tua mereka, hal
diyakini akan lebih mempererat hubungan emosional antara sang
anak dengan orang tua. Dalam canda Pa’ Rian mengatakan ‘biar
anak saya lebih dekat sama mama’nya saya biasa kasi baju
mama’nya saja dan baju saya tidak saya pakekan’, cerita Pa’ Rian.
Tali pusar sendiri biasanya akan mengering dalam waktu
seminggu dan jatuh dengan sendirinya. Tidak ada perlakuan
khusus untuk sisa tali pusar ini, namun bagi bayi yang biasanya
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 246
masih basah tali pusarnya biasanya dibubuhi bedak dipinggiran
pusar sang bayi. Mereka pada umumnya membiarkan tali pusar
tersebut mengering secara alami, oleh karena itu sangat jarang
saya jumpai bayi di Lembang Ballopasange menggunakan gurita
karena menurut mereka dengan menggunakan gurita proses
pengeringan tali pusar akan lambat. ‘selama ini saya tidak pernah
kasi pake gurita anak saya, kasian anaknya tidak bisa bernapas,
tali pusar juga susah kering kalo dikasi pake gurita’, ungkap Ma’
kaso’ menjelaskan dengan semangatnya.
Dalam praktiknya, sebagian ibu-ibu yang melakukan kianak
kalena begitu paham akan kebersihan yang tentunya dalam
pemahaman kebersihan yang mereka anut. Menurut Ma’ Kaso’,
kepastian akan bersihnya alat yang digunakan dalam memotong
tali pusar adalah suatu prasyarat dalam melakukan pemotongan
tali pusar tersebut. Meskipun mereka membeli peralatan baru
seperti pisau silet ataupun gunting mereka selalu memastikan
untuk merendamnya lagi dalam air panas sehingga mereka
memastikan bahwa kuman bisa mati.
Kebersihan akan alat yang digunakan untuk memotong tali
pusar adalah sebentuk pengetahuan yang dimiliki oleh para ibu-ibu
di Lembang Ballopasange jauh sebelum adanya pengetahuan
medis moderen masuk di Lembang mereka. Pengetahuan itu
diwariskan secara turun temurun dari generasi sebelumnya. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwasanya keteledoran dalam
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 247
pemotongan tali pusar akan berakibat fatal bagi sang bayi yang
baru lahir.
Memahami akan kebersihan ini melalui proses internalisasi
pengetahuan mengkondisikan para ibu-ibu yang saya wawancarai
untuk selalu bersikap hati-hati dalam memotong tali pusar. Hal ini
kemudian membuat mereka untuk konteks sekarang akan memilih
jasa bidan untuk memotong tali pusar bayinya. Menurut Ma’
Angga, memotong tali pusar adalah suatu hal yang semestinya
dilakukan oleh bidan karena menurutnya bidan lebih memahami
masalah kebersihan dan lebih paham tentang batasan tali pusar
yang seharusnya dipotong.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 248
BAB VI
PENUTUP
Akhirnya saya tiba pada bagian akhir dari proses penelitian saya. Dalam
bagian ini hal yang saya sampaikan berkenaan dengan refleksi dari apa yang
saya gambarkan di bab-bab sebelumnya. Proses persalinan yang secara
umum dipahami sebagai suatu hal yang sarat dengan resiko kematian dalam
kenyataannya tidaklah begitu tergambar dalam proses kianak kalena yang
berlangsung di Lembang Ballopasange, terkhusus bagi mereka ibu-ibu yang
menjalani praktik persalinan ini. Dari apa yang saya temukan menjelaskan
bahwa kebiasaan tersebut sebagai proses pembelajaran dari proses interaksi
pengetahuan dan pengalaman keseharian mereka.
Adalah kianak kalena sebagai bentuk model persalinan yang diwariskan
secara turun temurun dalam proses penyesuaiannya dengan model-model
persalinan yang memiliki dimensi scientist. Dalam pergulatannya dengan
medis moderen, kianak kalena yang masih berlangsung sampai hari ini di
Lembang Ballopasange menunjukkan bentuknya yang memadupadankan
antara praktik-praktik medis moderen dengan medis tradisional. Hal yang
paling jelas dalam menjelaskan hal ini adalah adanya kecendrungan bagi
para ibu-ibu yang mempercayakan pemeriksaan kehamilan mereka dalam
kegiatan-kegiatan posyandu yang dilakukan dan adanya kecendrungan bagi
ibu-ibu hamil untuk menyempatkan dirinya untuk melakukan USG berkenaan
dengan posisi bayi mereka.
Sayangnya dalam penelitian ini saya tidak terlalu menadapatkan hal-hal
semacam aturan-aturan atau kepercayaan-kepercayaan yang secara tertulis
dimana kepercayaan-kepercayaan tersebut bisa jadi menjadi lembaran-
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 249
lembaran yang memiliki dimensi mistis yang mengatur tatanan keseharian
masyarakat di Lembang Ballopasange khususnya menyangkut persalinan.
Hanya secuil saja yang bisa saya dapatkan dalam bentuk pamali-pamali yang
masih menjadi ingatan yang dipraktikkannya dalam rangka mendapatkan
keselamatan dan kelancaran proses persalinan mereka.
A. KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan dalam penelitian yang saya lakukan menyangkut
kianak kalena ada dua hal yang bisa saya simpulkan yaitu ;
1. Persalinan dipersepsikan oleh sebagian ibu-ibu di Lembang
Ballopasange sebagai suatu hal yang sifatnya alamiah, biasa-biasa
saja. Persepsi ini terbentuk oleh serangkaian pengetahuan dan
pengalaman yang dipelajari secara turun menurun dimana dalam
prosesnya telah bersentuhan dengan pengetahuan medis moderen.
2. Dalam prosesnya, kianak kalena menyajikan rentetan pengetahuan
baik itu dimasa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.
Pengetahuan yang ada lahir melalui proses belajar sebagaimana yang
diungkapkan oleh Koenjtraninggrat. Melalui proses belajar inilah
kemudian terinternalisasi sehingga menjadi gugusan-gugusan
pengetahuan yang dimiliki yang pada akhirnya menuntun praktik yang
dilakukan disaat kianak kalena berlangsung.
B. SARAN
Apa yang tergambar dalam pembahasan yang ada dalam bab
sebelumnya menjadi bahan untuk dikaji lebih lanjut dalam pengambilan
keputusan terkhusus menyangkut kebiasaan persalinan yang dialkukan
oleh ibu-ibu di Lembang Ballopasange. Sebagai saran dari hasil penelitian
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 250
ini ada dua point penting yang bisa dijadikan bahan acuan dalam
pengambilan kebijakan selanjutnya, dua point tersebut adalah :
1. Dengan melihat begitu kompleksnya proses dalam menentukan
penolong persalinan, adalah sebuah ‘keharusan’ untuk melakukan
pengkajian yang lebih dalam mengetahui bagaimana suatu masyarakat
memaknai kehidupan yang mereka jalani. Pemahaman yang baik akan
sebuah pengetahuan kesehatan masyarakat akan lebih memudahkan
kebijakan seperti apa yang menjadi kebutuhan suatu masyarakat
2. Diperlukan strategi yang lebih adaptif dalam melakukan pendekatan
khusunya dalam menerapkan apa yang menjadi maksud dan tujuan
dari pihak tenaga profesional dalam rangka peningkatan kesehatan ibu
dan anak.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 251
DAFTAR PUSTAKA
Berger, Peter L dan Thomas Luckmann.1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan; Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, Jakarta: LP3ES.
Berger, Peter L.1991. Langit Suci; Agama sebagai Realitas Sosial, Jakarta: LP3ES.
Fedyani, Syaifuddin, Achmad. 2005. Antropologi Kontemporer : Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma.Jakarta : Kencana
Foster, Anderson (1986). Antropologi Kesehatan. Jakarta. Grafiti
Keesing, Roger M. (1992) Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer. Jilid 1, 2. Jakarta, Erlangga Penerbit.
Koentraninggrat, 1987. Sejarah Teori Antropologi, Jakarta. Universitas Indonesia (UI-Press).
Koentraninggrat.1990. Pengantar Antropologi.Jakarta. Universitas Indonesia (UI-press).
Manuaba., I.B.G., 1999. Memahami Kesehatan Reroduksi Wanita. Jakarta: Penerbit Arcan
Mansjoer, A, 1999. Kapita selekta Kedokteran/Edisi ke III/Cetakan I, Jakarta : Media Aesculapius
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta: EGC
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011 Tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan
Pool, Robert and Geissler, Wenzel. 2005. Medical Anthropology,London School of Hygiene and Tropical Medicine, New York
Profil Kesehatan Kabupaten Toraja Utara, 2011
Raho, Bernard. 2007.Teori Sosiologi Moderen. Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta
Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi Komunikasi. Jakarta. Rosda
Ritzer, George. 2007. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, terjemahan oleh Alimandan. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 252
Saifudin, AB. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Salman, Darmawan, 2012. Sosiologi Desa, Revolusi Senyap dan Tarian Kompleksitas. Makassar. Ininnawa
Sarwono, S. (1993). Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Yogyakarta. Gajah Mada Press.
Singarimbun, Masri, 1982. Faktor-faktor Budaya Yang Mempengruhi Fertilitas di Indonesia, dalam Kumpulan Beberapa Makalah Para Ahli Tentang Kependudukan. Jakarta : Biro Data Kependudukan BKKBN.
Suparlan, Parsudi, 2003, Hubungan Antar Suku Bangsa, Jakarta, YIK
Walgito, Bimo. 2002. Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Publisher
Wiknjosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka