nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang ya yang dapat...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya
orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan
tersebut ( Long,1996). Secara umum, nyeri dapat di definisikan sebagai perasaan
tidak nyaman, baik ringan maupun berat ( Priharjo,1992).¹
Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual
yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran
seseorang, mengatur aktivitasnya , dan mengubah kehidupan orang tersebut.²
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.³
2.2. Fisiologi Nyeri
Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum
sepenuhnya di mengerti, akan tetapi, bias tidak nya nyeri dirasakan dan hingga
derajat mana nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara system
algesia tubuh dan transmisi system saraf serta interpretasi stimulus.¹
2.2.1. Nosisepsi
System saraf perifer terdiri dari saraf sensorik primer yang khusus berfungsi
mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas,
dingin, nyeri dan tekanan. Reseptor yang bertugas merambatkan sensasi nyeri
disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf perifer yang bebas
dan tidak bermielin atau sedikit bermielin. Reseptor nyeri tersebut dapat
dirangsang oleh stimulus mekanis, suhu, atau kimiawi. Sedangkan proses
fisiologis terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses tersebut terdiri atas empat fase,
yakni :
1. Transduksi . pada fase transduksi, stimulus atau rangsangan yang
membahayakan 9 misalnya bahan kimia, suhu, listrik atau mekanis )
memicu pelepasan mediator biokimia ( misalnya
prostaglandin,bradikinin,histamine,substansi P) yang mensensitisasi
nosiseptor.
2. Transmisi. Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian. Pada bagian
pertama, nyeri merambat dari serabut saraf periferke medulla spinalis. Dua
jenis serabut nosiseptor yang terlibat dalam proses terseburt adalah serabut
C,yang mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan , serta serabut A-
Delta yang mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi. Bagian
kedua adalah transmis nyeri dari medulla spinalis menuju batang otak dan
thalamus melalui jaras spinotalamikus ( spinothalamic tract [ stt ]) sTT
merupakan suatu system diskriminatif yang membawa informasi mengenai
sifat dan lokasi stimulus ke thalamus. Selanjutnya, pada bagian ketiga,
sinyal tersebut diteruskan ke korteks sensorik somatic – tempat nyeri
dipersepsikan. Impuls yang ditransmisikan melalui STT mengaktifkan
respons otonomi dan limbic.
3. Persepsi. Pada fase ini, individu mulai menyadari adanya nyeri.
Tampaknya persepsi nyeri tersebut terjadi di struktur korteks sehingga
memungkinkan munculnya berbagai strategi perilaku – kognitif untuk
mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri ( McCaffery & Pasero,
1999).
4. Modulasi. Fase ini disebut juga ‘sistem desenden’. Pada fase ini, neuron di
batang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis.
Serabut desenden tersebut melepaskan substansi seperi opioid, serotonin,
dan norepinefrin yang akan menghambat impuls asenden yang
membahayakan di bagian dorsal medulla spinalis.
2.3. Teori Nyeri
Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, di antaranya
( Barbara C. Long ) :
1. Teori Pemisahan ( Specificity Theori ). Menurut teori ini, rangsangan sakit
masuk ke medulla spinalis (spinal cord) melalui kornu dorsalis yang
bersinaps di daerah posterior, kemudian naik ke tractus lissur dan
menyilang di garis median ke sisi lainnya, dan berakhir di korteks sensoris
tempat rangsangan nyeri tersebut di teruskan.
2. Teori Pola ( Patterm Theori). Rangsangan nyeri masuk melalui akar
ganglion dorsal ke medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel T. hal ini
mengakibatkan suatu respon yang merangsang kebagian yang lebih tinggi,
yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot
berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh
modalitas respons dari reaksi sel T.
3. Teori Pengendalian Gerbang ( Gate Control Theory ). Substansi gelatinosa
(SG) pada medulla spinalis bekerja layaknya pintu gerbang yang
memungkinkan atau menghalangi masuknya impuls nyeri manuju otak.
Pada mekanisme nyeri, stimulus nyeri ditransmisikan melalui serabut sraf
berdiameter kecil melewati gerbang. Akan tetapi , serabut saraf
berdiameter besar yang juga melewati gerbang tersebut dapat menghambat
transmisi impuls nyeri dengan cara menutup gerbang tersebut. Impuls
yang berkonduksi pada serabut berdiameter besar bukan sekedar menutup
gerbang, tetapi juga merambat langsung ke korteks agar da[at
diidentifikasikan dengan cepat ( long ,1996). Dalam uji coba yang
dilakukan pada 8 orang Melzack & Well memakai listrik berkekuatan,
0,1m-sec , 100cps guna merangsang saraf spinalis perifer sehingga
menimbulkan rasa nyeri seperti terbakar. Kemudian, dengan kekuatan
listrik yang berkekuatan kecil ia merangsang serabut yang lebih tebal
sehingga rasa nyeri tersebut menghilang. Dengan kata lain, uji coba ini
membutikan kebenaran teori Gate Control. Jika ada suatu zat dapat
memengaruhi substansi gelatinosa di dalam gate control, zat tersebut dapat
digunakan untuk pengobatan nyeri.
4. Teori Transmisi dan Inhibisi. Adanya stimulus pada nosiseptor memulai
transmisi impuls-impuls saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi
efektif oleh neurotransmiter yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls
nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada serabut-serabut besar yang
memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogen opiate system
supresif.
2.4. Pengalaman nyeri
Pengalaman nyeri seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni : (1) arti
nyeri bagi individu, (2) persepsi nyeri individi, (3) toleransi nyeri, dan (4) reaksi
undividu terhadap nyeri.
1. Makna nyeri. Nyeri memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang, juga
untuk orang yang sama disaat yang berbeda. Umumnya, manusia
memandang nyeri sebagai pengalaman yang negative, walaupun nyeri juga
mempunyai aspek positif. Beberapa makna nyeri antara lain berbahaya
atau merusak, menunjukkan adanya komplikasi ( mis. Infeksi ),
memerlukan penyembuhan , menyebabkan ketidakmampuan, merupakan
hukuman akibat dosa, merupakan sesuatau yang harus ditoleransi. Faktor
yang mempengaruhi makna nyeri bagi individu antara lain usia, jenis
kelamin, latar belakang social buday, lingkungan, pengalaman nyeri
sekarang dan masa lalu.
2. Persepsi nyeri. Pada dasarnya nyeri merupakan salah satu bentuk refleks
guna menghindari rangsangan dari luar tubuh, atau melindungi tubuh dari
sagala bentuk bahaya. Akan tetapi jika nyeri tersebut terlalu berat atau
berlangsung lama dapat berakibat tidak baik bagi tubuh, dan hal ini akan
menyebabkan penderita menjadi tidak tenang dan putus asa. Bila nyeri
tersebut tidak tertahankan penderita bias sampai melakukan bunuh diri
( setyanegra,1978). Persepsi nyeri, tepatnya pada area korteks ( fungsi
evaluative kognitif ), muncul akibat stimulus yang ditransmisikan menuju
jaras spinotalamikus dan talamiko kortikalis. Persepsi nyeri ini sifatnya
objektif, sangat kompleks, dan dipengaruhi faktor-faktor yang memicu
stimulus nosiseptor dan transmisi impuls nosiseptor, seperti daya reseptip
dan interprestasi kortikal.persepsi nyeri bias berkurang atau hilang pada
periode stress berat atau dalam keadaan emosi. Kerusakan pada ujung
saraf dapat memblok nyeri dari sumbernya. Sebagai contoh, penderita luka
bakar derajat III tidak akan merasakan nyeri walaupun cederanya sangat
hebat karena ujung-ujung saraf nya telah rusak.lansia tidak mampu
merasakan kerusakan jaringan yang biasanya menimbulkan nyeri, ini
dirasakan oleh orang yang lebih muda.
3. Toleransi terhadap nyeri. Toleransi terhadap nyeri terkait dengan intensitas
nyeri yang membuat seseorang sanggup menahan nyeri sebelum mencari
pertolongan. Tingkat toleransi yang tinggi yang berarti bahwa individu
mampu menahan nyeri yang berat sebelum ia mencari pertolongan.
Meskipun setiap orang memiliki pola penahan nyeri yang relative stabil,
namun tingkat toleransinya berbeda tergantung pada situasi yang ada.
Toleransi terhadap nyeri tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,
kelelahan, atau sedikit perubahan sikap.
4. Reksi terhadap nyeri. Setiap orang memberikan reaksi yang berbeda
terhadap nyeri. Ada orang yang menghadapinya dengan perasaan takut ,
gelisah dan cemas, ada pula orang yang menanggapi nya dengan sikap
yang optimis dan penuh toleransi. Sebagian orang merespon nyeri dengan
menangis, mengerang dan menjerit, meminta pertolongan, gelisah di
tempat tidur, atau berjalan mondar-mandir tak tentu arah untuk
mengurangi rasa nyeri. Sedangkan yang lain nya tidur sambil
menggemeretakkan gigi, mengepal tangan, atau mengeluarkan banyak
keringat ketika mengalami nyeri.
2.5. Jenis dan Bentuk Nyeri
2.5.1. Jenis nyeri
Ada tiga klasifikasi nyeri :
1. Nyeri perifer. Nyeri ini ada tiga macam : (1) nyeri superficial, yakni rasa
nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa ; (2) nyeri
visceral, yakni rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor nyeri
di rongga abdomen, cranium, dan toraks ; (3) nyeri alih, yakni nyeri yang
dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
2. Nyeri sentral. Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis,
batang otak, dan thalamus.
3. Nyeri psikogenik. Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisik nya, dengan
kata lain nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita sendiri. Seringkali
nyeri ini muncul karena faktor psikologis, bukan fisiologis.
2.5.2. Bentuk nyeri
Secara umum, bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis.
1. Nyeri akut. Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan.
Awitan gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi yeri
sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot
dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2. Nyeri kronis. Nyeri ini berlangsung lebih dari 6 bulan. Sumber nyeri
bias diketahui atau tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya
tidak dapat disembuhkan. Selain itu, pengindraan nyeri menjadi lebih
dalam sehingga penderita sukar untuk menunjukkan lokasinya.
Dampak dari nyeri ini antara lain penderita menjadi mudah
tersinggung dan sering mengalami insomnia. Akibatnya, mereka
kurang perhatian, sering merasa putus asa, dan terisolir dari kerrabat
dan keluarga. Nyeri kronis biasanya hilang timbul dalam periode
waktu tertentu. Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri ( mis;
sakit kepala migran).
2.6. Faktor yang memengaruhi nyeri
2.6.1. Etnik dan nilai budaya
Latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor yang memengaruhi
reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Sebagai contoh individu dan budaya
tertentu cenderung ekspresif dalam mengungkapkan nyeri, sedangkan individu
dari budaya lain justru lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin
merepotkan orang lain.
2.6.2. Tahap perkembangan
Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan variable penting yang
akan memengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini, anak-anak
cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri yang mereka rasakan
dibandingkan orang dewasa dan kondisi ini dapat mengahambat penanganan nyeri
untuk mereka. Disisi lain prevalensi nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena
penyakit akut atau kronis yang mereka derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak
berubah karena penuaan tetapi efek analgesic yang diberikan menurun karena
perubahan fisiologis yang terjadi.
2.6.3. Lingkungan dan individu pendukung
Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan dan
aktivitas yang tinggi dilingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu
dukungan dari keluarga dan orang terdekat menjdi salah satu faktor penting yang
memengaruhi persepsi nyeri individu. Sebagai contoh, individu yang sendirian,
tanpa keluarga atau teman-teman yyang mendukungnya, cenderung merasakan
nyeri yang lebih berat dibandingkan mereka yang mendapatkan dukungan dari
keluarga dan orang-orang terdekat.
2.6.4. Pengalaman nyeri sebelumnya
Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu
dan kepekaan nya terhadap nyeri. Individu yang pernah mengalami nyeri atau
menyaksikan penderitaan orang terdekatnya saat mengalami nyeri cenderung
merasa terancam dengan peristiwa nyeri yang akan terjadi dibandingkan individu
lain yang belumpernah mengalami nya. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan
metode penanganan nyeri sebelum nya juga berpengaruh terhadap harapan
individu terhadap penanganan nyeri saat ini.
2.6.5. Ansietas dan stress
Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang
tidak jelas asal nya dan ketidak mampuan mengontrol nyeri atau peristiwa
disekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang
percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri ya ng mereka rasaka akan
mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi
nyeri mereka.
2.7. Cara mengukur intensitas nyeri
Hayward ( 1975) mengembangkan sebuah alat ukur nyeri ( painometer )
dengan skala longitudinal yang pada salah satu ujung nya tercantum nilai 0
( untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung lain nya nila 10 ( untuk kondisi nyeri yang
paling hebat ). Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang
menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia
rasakan, dan nilai ini dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu.
Intensitas nyeri ini sifatnya subjektif dan dipengaruhi oleh banyak hal,
seperti tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan
harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah skala nyeri
dengan beberapa kategori. Sedangkan skala nyeri McGill (McGill scale) menukur
intensitas nyeri dengan menggunakan lima angka yaitu 0 : tidak nyeri; 1 :nyeri
ringan ; 2:nyeri sedanga ; 3:nyeri berat ;4: nyeri sangat berat ;dan 5: nyeri hebat.
Selain kedua skala diatas ada pula skala wajah yakni wong-baker FACES Rating
Scale yang ditunjukkan untuk klien yang tidak mampu menyatakan intensitas
nyeri nya melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak mampu
berkomunikasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan
komunikasi.
2.8. Penatalaksanaan Nyeri
Penatalaksanaan nyeri adalah cara meringankan nyeri atau mengurangi
nyeri sampai tingkat kenyamanan yang dapat diterima klien. Penatalaksanaan
nyeri meliputi dua tipe dasarintervensi keperawatan : intervensi farmakologi dan
nonfarmakologi. Penatalaksanaan keperawatan pada nyeri terdiri dari tindakan
keperawatan mandiri dan kolaborasi. Pada umumnya, tindakan noninvasive
mungkin dilakukan sebagai fungsi keperawatan mandiri dan pemberian obat
analgesic memerlukan program dokter. Akan tetapi, keputusan untuk
memeberikan obat yang diresepkan sering merupakan tugas perawat dan sering
memerlukan pertimbangan dalam hal dosis yang akan diberikan dan waktu
pemberian.
Secara umum, kombinasi strategi yang terbaik bagi klien yang sedang
mengalami nyeri. Terkadang strategi perlu dicoba dan diubah sampai klien
mendapatkan cara mengurangi nyeri yang efektif.
2.8.1. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi melibatkan penggunaan opiate (
narkotik), nonopiat atau obat AINS ( anti inflamasi non streoit ), obat – obat
adjuvans atau koanalgesik.
Analgesik opiate mencakup derivat opium seperti morfin dan kodein.
Narkotik meredakan nyeri dan memberikan perasaan euphoria. Ketika
memberikan analgesic apapun, pertawat harus meninjau efek sampingnya. Semua
opiat menimbulkan sedikit rasa kantuk pada awalnya ketika pertama kali
diberikan, tetapi dengan pemberian teratur, efek samping ini cenderung menurun.
Opiate juga menyebabkan mual, muntah, konstipasi, dan depresi pernafasan serta
harus digunakan secara hati – hati pada klien yang mengalami gangguan
pernafasan.
Nonopiat ( analgesic non narkotik ) termasuk obat AINS seoerti aspirin
dan ibuprofen. Non opiate mengurangi nyeri dengan cara bekerja diujung saraf
perifer pada daerah luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi yang
dihasilkan didaerah yang luka.
Analgesic adjuvans adalah obat yang dikembangkan untuk tujuan selain
penghilang nyeri tetapi obat ini dapat mengurangi kronis type tertentu melakukan
kerja primernya. Sedatif ringan atau obat penenang, sebagai contoh, dapat
membantu mengurangi spasme otot yang menyakitkan, kecemasan, stres, dan
ketegangan sehingga klien dapat tidur nyenyak. Anti depresan digunakan untuk
mengatasi depresi dan gangguan alam perasaan yang mendasarinya, tetapi dapat
juga menguatkan strategi nyeri lainnya.
2.8.2. Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi
A. Strategi penatalaksanaan nyeri secara fisik
Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi terdiri dari berbagai strategi
penatalaksanaan nyeri secara fisik dan kognitif – perilaku. Interfensi fisik meliputi
stimulasi kutaneus, imobilisasi, stimulasi saraf elektrik transkutaneus ( SSET ),
dan akupuntur.
B. Strategi penatalaksanaan nyeri kognitif perilaku
Intervensi tubuh – pikiran ( perilaku kognitif ) meliputi aktivitas distraksi,
teknik relaksasi, I,aginasi, meditasi, biofeedback, hipnotis, dan sentuhan
terapeutik.
1) Type distraksi
a. Distraksi visual
1. Membaca atau menonton TV
2. Menonton pertandingan baseball
3. Imaginasi terbimbing
b. Distraksi taktil
1. Bernafas perlahan dan berirama
2. Masase
3. Memegang atau menggerakkan binatang atau mainan
c. Distraksi auditori
1. Humor
2. Mendengar music
d. Distraksi intelektual
1. Teka – teki silang
2. Permainan kartu
3. Hobi