o tomiko sis

18
JURNAL STUDI KLINIS OTOMIKOSIS Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF THT di RSD dr.Soebandi Jember Disadur oleh: Adhitya Wicaksono 092011101056 Pembimbing: dr. Bambang Indra, Sp. THT dr. Maria Kwarditawati, Sp. THT dr. H. Djoko Koentoro, Sp. THT

Upload: senoadji-pratama

Post on 18-Nov-2015

10 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

jhjkhjkjh

TRANSCRIPT

JURNAL

STUDI KLINIS OTOMIKOSISDisusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya

SMF THT di RSD dr.Soebandi Jember

Disadur oleh:

Adhitya Wicaksono092011101056Pembimbing:

dr. Bambang Indra, Sp. THT

dr. Maria Kwarditawati, Sp. THT

dr. H. Djoko Koentoro, Sp. THT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER2014IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS) e-ISSN: 2279-0853, p-ISSN: 2279-0861.Volume 5, Issue 2 (Mar.- Apr. 2013), PP 57-62 www.iosrjournals.orgStudi Klinis dari OtomikosisH.S. Satish, Viswanatha.B, Manjuladevi.M

Abstrak: otomikosis adalah infeksi jamur yang sering ditemui spesialis THT pada kanal auditori eksternal, telinga tengah dan mastoid. Biasanya dating dengan gejala tidak spesifik seperti gatal, otalgia, otorhea, penurunan pendengaran, dan tinnitus. Otomikosis sering terjadi pada pasien imunikompromise. Kejadian berulang juga sering terjadi pada pasien imunokompromise dan mereka membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pengobatan dan komplikasi lebih sering terjadi pada pasien ini. Beberapa tahun terakhir, infeksi jamur oportunis meningkat drastis seiring dengan meningkatnya jumlah pasien imunokompromise.

Kami melakukan analisis mikologikal dari debris jamur yang berasal dari kanal auditori eksternal dari 200 pasien yang secara klinis didiagnosis otomikosis. Tujuan dari studi kami adalah untuk mengetahui penyebab paling umum dari penampilan, faktor resiko, kategori dari jamur, perbandingan jenis kelamin, komplikasi, dan hasil pengobatan antara pasien imunokompeten dan imunokompromise.Metode: kami menggunakan studi prospektif pada 200 kasus yang secara klinis didiagnosis otomikosis, yang mana 60 pasien adalah pasien imunokompromise. Penegakkan diagnosis dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik termasuk investigasi. Semua pasien diobati dengan obat topical clotrimazole dan 20 dari mereka yang tidak berespon dengan clotrimazole diobati dengan fluconazole. Pasien ditindak lanjuti setiap minggu selama 4 minggu untuk memeriksa penurunan gejala dan pemeriksaan fisik.Hasil: dalam studi ini, otomikosis ini lebih sering terjadi pada laki-laki (53%) terutama grup usia 21-30 tahun (42%). Sering menyerang unilateral (89%), pada bilateral lebih sering terjadi pada pasien imunokompromise. Pasien imunokompeten lebih sering diakibatkan oleh Aspergillus sp. (77%), sedangkan pada pasien imunokompromise lebih sering disebabkan oleh Candida sp.(53,4%). Seluruh pasien diobati dengan clotrimazole tetes telinga. 20 dari pasien imunokompromise tidak berespon dengan clotrimazole, tetapi berespon dengan fluconazole. 6 dari pasien imunokompromise didapati perforasi membran timpani.

Kesimpulan: otomikosis adalah infeksi jamur dari telinga luar dan sering juga mengenai telinga tengah. Penderita dating dengan gejala gatal, otorhea, sensasi penuh dalam telinga dan otalgia. Faktor resiko utama dari otomikosis adalah trauma kanal auditori eksternal, penggunaan antibiotik tetes telinga, dan status imunokompromise. Penyakit ini sering unilateral sedangkan pada bilateral sering terjadi pasien imunokompromise. Aspergillus sp. lebih sering menyerang pasien imunokompeten dan Candida sp. sering pada pasien imunokompromise. Otomikosis berhasil diterapi dengan Clotrimazole dan Fluconazole. Komplikasi sering terjadi pada pasien imunokompeten.Kata kunci: otomikosis; debris; faktor resiko; jamur.

1. Pendahuluan

Otomikosis adalah infeksi jamur dari kanal auditori eksternal dan sering terjadi komplikasi pada telinga tengah. Ini terjadi karena pertahanan telinga berupa keseimbangan lemak atau asam menghilang. Sekitar 10% jamur merupakan penyebab dari otitis eksterna. Beberapa tahun terakhir infeksi jamur oportunis meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah pasien imunokompromise. Bagaimanapun juga, beberapa jamur juga dapat menyebabkan infeksi pada pasien imunokompeten. Pada pasien imunokompromise, pengobatan otomikosis harus adekuat untuk mencegah komplikasi seperti kehilangan pendengaran dan infeksi tulang temporal. Predileksi terbanyak pada terdapat pada daerah lembab dan kering, yaitu pada iklim tropis dan subtropis. Andrall dan Graverret menjelaskan bahwa segala jenis jamur dapat menyebabkan otomikosis, namun penyebab tersering adalah Candida sp. dan Aspergillus sp. Pada tahun 1960 studi dari Geancy, Lakshmipati dan Murthy mengungkapkan bahwa semua kasus yang mereka teliti diakibatkan oleh salah satu dari Candida sp. ataupun Aspergillus sp.

Jamur banyak ditemukan di tanah atau pasir yang yang mengandung zat pembusukkan buah. Zat tersebut dikeringkan secara cepat pada matahari tropis dan menjadi partikel debu yang mudah tertiup angin. Spora jamur yang terdapat pada udara terbawa oleh uap air, ini sesuai dengan meningkatnya kejadian infeksi jamur saat musim hujan, dimana kelembaban udara meningkat hingga 80%.Massa jamur tidak keluar dari kanal auditorius eksterna, meskipun pada kebanyakan kasus kronis. Ini dikarenakan jamur tidak menemukan nutrisi diluar kanal auditorius eksterna. Pada studi terbaru, pertumbuhan Aspergillus sp. ditemukan pada suhu lebih dari 37 C, yang secara klinis mendukung dari predileksi dari jamur pada sepertiga dalam kanal auditorius eksterna.Pasien imunokompromise mudah terkena otomikosis. Pasien dengan diabetes, limfoma, atau AIDS dan pasien yang sedang menjalani kemoterapi atau terapi radiasi meningkatkan resiko untuk terjadi komplikasi dari otomikosis.

Secara patologi, infeksi jamur dari kanal auditorius eksterna dan membran timpani diawali dengan abses intradermal. Perdarah granulasi dapat menyebabkan thrombosis pada perbatasan pembuluh darah yang mengakibatkan nekrosis dan perforasi dari membrane timpani.

Otomikosis muncul dengan gejala tidak spesifik seperti gatal, tidak nyaman dan sakit pada telinga, rasa penuh, tinnitus, pendengaran menurun, dan terkadang keluar cairan dan juga biasanya bisa kambuh. Faktor resiko dari otomikosis adalah peralatan sehari-hari yang tidak bersih, dermatitis, kebiasaan kurang bersih, individu imunokompromise, pasien baru saja sembuh dari penyakit telinga dan lain sebagainya. Studi mengunkap bahwa disini terjadi peningkatan prevalensi otomikosis pada beberapa tahun terakhir, berhubungan dengan penggunaan antibiotic tetes telinga, penggunaan steroid dosis tinggi, antibiotic spektrum luas, dan kemoterapi. Ini merupakan variasi yang penting mengenai gejala klinis, tampakan klinis, dan hasil pengobatan antara pasien imunokompeten dan pasien imunokompromise.

Otomikosis mungkin sulit untuk diobati dan sebagai klinisi harus menentukan apakah ini murni otomikosis atau disebabkan oleh gangguan sistemik termasuk imunodefisiensi. Untuk menegakkan diagnosis adalah dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan mikrobiologi. Gambaran kertas kotor dan kusut dapat terlihat pada pemeriksaan otoskopi dan tampakan khas conidiofora dan badan jamur bisa dilihat dengan pemeriksaan mikroskopis. Tetapi pada pemeriksaan mikroskopis bisa saja tidak ada gambaran jamur pada kultur.Pengobatan yang paling utama adalah menghilangkan debris, menghilangkan bau dari telinga luar, dan menggunakan agen antijamur seperti Clotrimazole. Clotrimazole merupakan antijamur spektrum luas dan efektif mengontrol jamur penyebab otomikosis (Clamidia sp. dan Aspergillus sp.). Ini cukup baik karena tidak ada laporan mengenai efek beracun pada obat anti jamur dalam literatur. Selain itu menjaga telinga tetap kering dan mencegah agar kepala tidak miring kearah yang sakit.Bahan dan Metode: studi prospektif dilakukan kepada 200 pasien yang secara klinis didiagnosis dengan otomikosis dan ditunjukkan oleh pasien rawat jalan di institute Sri Venkateswara ENT, Rumah sakit Victoria dan Bowring dan rumah sakir Lady Curzon bersama dengan fakultas kedokteran Bangalore dan Institut penelitian periode oktober 2010 hingga September 2012.Kriteria inklusi : studi dilakukan kepada pasien semua kelompok umur dan jenis kelamin yang secara klinis didiagnosis otomikosis.

Kriteria eksklusi: hanya kasus baru dari otomikosis yang termasuk dalam studi ini. Pasien yang telah mendapatkan pengobatan otomikosis masuk dalam criteria eksklusi.

Jumlah pasien otomikosis 200 kasus yang secara klinis didiagnosa otomikosis pada lembaga tersebut meliputi riwayat penyakit keseluruhan, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium sebagai desain dari studi ini. Kanal auditorius eksterna terluar pada yang telah dibersihkan menggunakan swab steril dan bahan dari bagian lebih dalam dari kanal auditorius eksterna sudah diambil menggunakan swab telinga steril dan dikirim ke laboratorium mikrobilogi untuk diproses. Salah satu swab itu di periksa menggunakan mikroskop dengan KOH 10% dan swab yang lainnya di lakukan kultur pada media agar dektrose Saubouraud.

Pada telinga yang bau dilakukan suction aspirasi dan pengelapan kering dari debris di kanal auditorius eksterna, dan pasien diberi antijamur tetes telinga untuk 3 minggu. Pasien kami mendapat terapi pertama dengan mnggunakan regimen clotrimazole tetes telinga untuk 3 minggu. Jika otomikosis tidak berespon dengan menggunakan clotrimazole maka diganti dengan fluconazole tetes telinga. Pasien disarankan agar menjaga telinga tetap kering. Pasien diperiksa kembali pada akhir minggu pertama, kedua ketiga dan keempat dan perkmbangannya dicatat apakah terdapat penurunan tanda dan gejala klinis dan pada pemeriksaan otoskop.2. Hasil

Gambar 1. DISTRIBUSI USIA DALAM POPULASI

Rentang grup usia dalam study antara 8-70 tahun. Pasien paling muda adalah wanita usia 8 tahun, dan yang paling tua adalah laki-laki 70 tahun. Kasus paling banyak adalah pada usia 21-30 tahun (42%).Gambar 2. DISTRIBUSI JENIS KELAMIN PADA POPULASI STUDI

Studi kami menunjukkan peningkatan kejadian pada laki-laki (53%)

GAMBAR 3: GEJALA PADA POPULASI STUDI

Pada studi kami keluhan pasien adalah gatal dan otorhea, diikuti otalgia, rasa penuh pada telinga, penurunan pendengaran dan tinnitus. Dan 20% pasien mendapatkan gejala itu semua.Pemeriksaan fisik ditemukan kulit kanal eritema dan debris jamur pada semua kasus. Enam dari pasien imunokompromise didapatkan perforasi sentral yang kecil dari membran timpani dibelakan malleus. Mereka tidak memiliki riwayat otalgia atau otitis media.Gambar 4: FAKTOR PREDISPOSISI OTOMIKOSIS PADA STUDI POPULASI

Pada studi kami 60% dari seluruh populasi memiliki riwayat trauma dari kanal auditorius ekterna karena batang, bulu, pengait logam, pin dan lain sebagainya. 48% pasien memiliki riwayat penggunaan antibiotik tetes telinga, atau menggunakan minyak tidak steril pada telinga. Dan juga 30% pasien memiliki penyakit sistemik, 27% OMSK, 8% pasien memiliki cavitas mastoid dan 15% tidak bergejala.GAMBAR 5: HUBUNGAN RIWAYAT PENYAKIT PADA STUDI POPULASI

Gambar 5 menunjukkan pengaruh kondisi medis pada studi populasi yang mana 32 dari mereka mengidap diabetes, 12 mengidap HIV, 6 pasien menjalani radioterapi, 2 dari mereka postrenal transplantation, 4 sedang menjalani kemoterapi kanker, 1 mengidap leukemia, dan 3 pasien mengidap sirosis.GAMBAR 6: DISTRIBUSI LETAK PENYAKIT PADA STUDI POPULASI

Pada studi kami, kejadian otomikosis 89% unilateral dan 11% bilateral. Pada unilateral, sisi kanan (48%) lebih dominan daripada sisi kiri (41%). Keterlibatan bilateral telah terlihat pada 14 (23,3%) pasien dengan imunokompromise dibandingkan dengan 8(5,7%) pasien imunokompeten.GAMBAR 7: BERBAGAI MACAM JAMUR PADA GRUP IMUNOKOMPETEN DAN GRUP IMUNOKOMPROMISE PADA STUDI POPULASI

Pada studi kami, pasien imunokompeten 64,3% disebabkan oleh Aspergillus niger, 17,1% oleh Aspergillus flavus, 7,1% Aspergillus fumigates, 8,6% oleh Candida sp. dan 2,9% oleh Penicillium sp. pada pasien imunokompromise; 53% akibat Candida sp. 30% oleh Aspergillus niger, 3,3% Aspergillus flavus, 13,3% oleh Aspergillus fumigatus.Pada semua pasien grup imunokompeten menunjukkan respon yang baik dengan Clotrimazole tetes telinga dan tidak terdapat kekambuhan. Mereka diperiksa ulang pada akhir minggu selama 4 minggu dan mengevaluasi penurunan gejala dan pemeriksaan fisik. Pada grup imunokompromise, 20 pasien tidak berespon dengan clotrimazole tetapi mereka berespon baik dengan menggunakan fluconazole.

3. Pembahasan

Otomikosis dijelaskan sebagai infeksi jamur superficial pada kanal auditorius eksterna yang sering terjadi komplikasi pada telinga tengah. Infeksi ini bisa akut ataupun subakut, dan ini ditandai dengan gatal. Otalgia, sensasi penuh dan rasa tidak nyaman. Infeksi jamur menyebabkan inflamasi, pengelupasan kulit, akumulasi debris yang mengandung elemen jamur, supurasi dan nyeri. Infeksi ini terjadi pada seluruh dunia, tetapi ini lebih sering pada daerah tropis dan subtropics. Otomikosis jarang-jarang, dan ini disebabkan oleh berbagai macam jamur, yang menyebabkan perubahan tipe dari bahan dalam lingkungan.Analisa dari grup usia menjelaskan bahwa otomikosis dapat terjadi pada semua usia mulai 1-80 tahun. Tetapi kejadian yang ditemukan lebih rendah dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun. Dalam studi kami kejadian paling banyak pada grup usia 21-30 tahun. Kajdian paling tinggi pada pasien ini mungkin disebabkan karena kelompok usia ini lebih sering terpapar mycelia, berlibur dan sebagainya. Dimana grup usia lebih muda dan lebih tua jarang terpapar pathogen ini. Kejadian tertinggi pada pasien imunokompromise pada grup usia 41-50 tahun. Ini mungkin karena imunokompromise lebih jarang pada pasien grup yang lebih muda.Pada tinjauan literatur menjelaskan bahwa otomikosis lebih sering terjadi pada pria di banding pada wanita. Studi kami sesuai dengan studi yang dilakukan Than et al. dimana menunjukkan 52% laki-laki dan 48% wanita. Sedangkan pada studi kami laki-laki 53% dan wanita 47%. Otomikosis dominan unilateral. Studi kami kajdian unilateral 89% yang sesuai dengan studi Paukose K et al (87%). Terjadi pada telinga kanan (89%) lebih sering pada studi kami. Kejadian bilateral sebanyak 14 kasus pada pasien imunokompromise dan 8 kasus pada pasien imnokompeten. Pada individu imunokompromised lebih rentan terserang infeksi jamur, lebih sering terjadi bilateral dan mengalami kekambuhan. Gejala yang paling sering adalah rasa gatal dan otorhea disertai dengan otalgia, sensasi penuh, penurunan pendengaran, dan tinnitus. Rasa gatal dan otorhea lebih sering pada pasien imunokompeten sedangkan otalgia lebih sering terjadi pada pasien imunokompromise. Sensasi penuh, penurunan pendengaran, dan tinnitus lebih sering muncul pada pasien imunokompromise. Tinjauan dari literature menunjukkan bahwa penyebab tersering otomikosis adalah Aspergillus niger dan Candida. Pada studi terbaru kami mencatat 54% Aspergillus niger sebagai penyebab tersering otomikosis yang mana ini sesuai dengan studi Paulose K et al. yang menunjukkan Aspergillus niger. Pada Aspergillus flavus sp. studi kami menunjukkan 13% yang sesuai dengan studi yang dilakukan Yehia et al. pada studi kami pasien imuno compromise Candida sp. menunjukan 53,4% yang mana sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Viswanatha B et al. Perbedaan dari jamur penyebab kemungkinan dikarenakan struktur geografi yang berbeda.Studi dari Bassiouny et al yang membahas tentang efek dari agen antijamur dan menemukan bahwa clotrimazole dan econazole efektif sebagai terapi otomikosis. Begitupula pada studi kami, semua pasien mendapat pengobatan clotrimazole tetes telinga dan diperiksa setiap minggu selama 4 minggu dan mengevaluasi penurunan gejala dan pemeriksaan klinis dan 180 pasien menunjukan respon yang baik. 20 pasien dari grup imunokompromise yang tidak berespon dengan clotrimazole, berhasil diobati dengan flukonazole. Banyak studi yang menyatakan bahwa clotrimazole dan fluconazole efektif dalam mengobati otomikosis.Perforasi membrane timpani mungkin disebabkan komplikasi dari otomikosis yang mengenai membrane timpani. Pada studi oleh Kumar, kejadian perforasi membrane timpani pada otomikosis ditemukan sebanyak 11%. Dia juga menjelaskan lebih sering otomikosis yang disebabkan oleh Candida albicans. Kebanyak perforasi terjadi dibelakang malleus. Mekanisme perforasi dikarenakan mycotic thrombosis pada pembuluh darah pada pembuluh darah membrane timpani, yang berakibat avaskular nekrosis dari membrane timpani. 6 pasien pada grup imunokompromise mengalami perforasi membrane timpani. Perforasinya kecil dan terletak pada kuadran belakang dari membrane timpani. Perforasi akan sembuh spontan dengan pengobatan. Jarang jamur menyebabkan otitis eksterna, kecuali pasien imunokompromise., terapi antijamur sistemik diperlukan pada pasien ini, dan peningkatan angka kematian ini tergantung pada kondisi ini.4. Kesimpulan

Otomikosis adala infeksi jamur pada kanal auditorius eksterna yang sering ditemukan oleh spesialis THT. Ini muncul dengan gejala gatal, otorhea, otalgia, sensasi penuh, diikuti penurunan pendengaran dan tinnitus. Pada studi kami, kami menemukan bahwa penyakit ini lebih sering terjadi pada laki-laki. Faktor resiko yang utama adalah trauma kanal auditorius eksterna, penggunaan antibiotic tetes telinga, minyak yang tidak steril, dan status imunokompromise. Penyakit ini sering terjadi unilateral, tetapi pada grup imunokompromise lebih banyak bilateral. Meskipun bisa didiagnosa secara klinis, pemeriksaan mikroskopis dan kultur jamur diperlukan untuk menguatkan diagnose. Aspergillus niger lebih sering terjadi pada pasien imunokompeten, dan pada pasien imunokompromise lbih sering disebabkan Candida sp. Clotrimazole efektif dalam pengobatan otomikosis, dan fluconazole merupakan alternative yang baik jika clotrimazole tidak efektif. Jarang, perforasi membrane timpani dapat menyebabkan komplikasi otomikosis pada pasien imunokompromiseDISTIBUSI USIA PADA KASUS

Jumlah kasus

DISTRIBUSI JENIS KELAMIN

LAKI-LAKI

WANITA

GEJALA (%)

Gatal

Nyeri

Debris

FAKTOR RESIKO (%)

Penggunaan Ab/Ab+s/minyak

OMSK

Berenang

Penyakit sistemik

Tidak ada

PENYAKIT SISTEMIK

SISI TERKENA

SPESIES JAMUR

SPESIES JAMUR PADA GRUP IMUNOKOMPETEN

SPESIES JAMUR PADA GRUP IMUNOKOMPROMISE