obgyn lapkas complete revisi 2 veri 2003
DESCRIPTION
jurnalTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Tingginya angka kematian yang disebabkan oleh hipertensi dalam
kehamilan merupakan masalah di bidang obstetric. Sampai saat ini, angka
kematian ibu tidak dapat turun seperti yang diinginkan.Disamping pendarahan dan
infeksi, preeklampsi, impending eklampsi, serta eklampsi merupakan penyebab
kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi terutama di Negara
berkembang.
Berbagai faktor penyebab seringkali dijumpai secara bersamaan dan
tumpang tindih turut menyebabkan angka kematian ibu yang terjadi, diantaranya
status gizi, ekonomi, hygiene, sanitari, kesadaran hidup sehat, pendidikan,
ketidaktahuan, tradisi, status reproduksi seperti kehamilan resiko tinggi yang tidak
disadari masalahnya oleh ibu hamil.
Eklampsia adalah penyebab utama kematian ibu, dengan klasik neurologis
gejala yang mencakup sakit kepala, mual, muntah, kebutaan, koma, dan
kejang.Perubahan serebrovaskular telah terbukti mirip dengan yang dijelaskan
untuk hipertensi.
Dalam proses perkembangan kehamilan dapat disertai hipertensi yang
terjadi dalam kehamilan bisa tanpa gejala-gejaala klinis lainnya atau gejala klinis
yang dapat mengancam nyawa ibu hamil. Hipertensi dapat diklasifikasikan
menjadi hipertensi gestasional, preeklampsi ringan, preeklampsi berat, impending
eklampsi, serta eklampsi.
.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi1,2,3,4
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata
tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba
tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Secara defenisi eklampsia adalah preeklampsia yang
disertai dengan kejang tonik klonik disusul dengan koma. Preeklampsia adalah
timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan
Menurut saat timbulnya, eklampsia dibagi atas
1. Eklampsia antepartum (eklampsia gravidarum) yaitu eklampsia yang
terjadi sebelum masa persalinan 4-50%
2. Eklampsia intrapartum (eklampsia parturientum) yaitu eklampsia yang
terjadi pada saat persalinan 4-40%
3. Eklampsia post partum (eklampsia puerperium) yaitu eklampsia yang
terjadi setelah persalinan 4-10%
2.2 Frekuensi3,4
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara yang lain.
Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya
pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup
dan penanganan preeklampsia yang sempurna.
Di negara-negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% -
0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% -
0,1%.
2
2.3. Etiologi1,3,4,13
Sampai saat ini penyebab eklampsia belum diketahui secara pasti dan belum dapat
menjawab semua pertanyaan memuaskan. Zweifel (1916) menyebutkan bahwa
preeklampsia adalah ”the disease of theories”.
Saat ini ada 4 hipotesis utama yang paling banyak diteliti :
1). Iskemik Plasenta
Menurut kelompok Oxford, PE merupakan penyakit plasenta yang terdiri atas
2 tahap. Pada tahap pertama iskemik mempengaruhi arteri spiralis sehingga
terjadi defisiensi aliran darah utero plasenta. Tahap kedua adalah merupakan
kelanjutan iskemik plasenta baik pada ibu maupun janin.
2). VLDL versus aktivitas anti toksin
Pada PE, asam lemak bebas sudah meningkat 15-20 minggu sebelum onset
penyakit. Diantara asam lemak bebas ini, asam oleat, asam linoleat dan asam
plamitat meningkat sebesar berturut-turut 37%, 25% dan 25%. Inkubasi asam
linoelat menurunkan kadar monofosfat guanosin siklik pada endotel sampai
70% sehingga kemampuannya untuk menginhibisi agregasi platelet sebesar
40%. Plasma albumin merupakan zat isoelektrik dengan kadar isoelektrik ISO
(isoelectric point) pl 4,8 – 5,6. Semakin banyak asam lemak bebas terikat ke
albumin maka pH 5,6 akan menurun menjadi 4,8 yang akan mengakibatkan
toksisitas VLDL tidak tercegah dan terjadi PE.
3). Maladaptasi Imun
Pada manusia, transplantasi organ akan ditolak bila terdapat perbedaan HLA
donor resipien. Pada kehamilan normal tampak bahwa sel-sel trofoblas yang
berhubungan dengan darah ibu tidak mengandung MHC kelas I dan kelas II
alloantigen, sedang yang berhubungan dengan darah ibu mengandung adalah
MHC kelas I positif. Sel-sel desidua banyak mengandung CD45 yang berasal
dari sumsum tulang. Pada endometrium fase sekresi lanjut akan ditemukan
CD56 yang tidak umum dijumpai, suatu marker leukosit granul besar pada
pembuluh darah perifer yang bersifat dominan. Leukosit ini sangat mirip
3
dengan ”natural killer – NK” (penghancur alamiah) sel-sel walaupun tidak
sekuat sel-sel NK pada pembuluh darah perifer.
4). Genetic Imprinting
Cooper dan Liston meneliti bahwa penyakit PE dan E diwariskan melalui
suatu gen tunggal. Hipotesa ini baru hanya sampai pada lambat berkembang
mungkin disebabkan besarnya dana yang dibutuhkan serta teknologi dan
peralatan yang sangat kompleks dan mahal yang dibutuhkan untuk
membuktikan hipotesa ini. Namun menarik untuk diperhatikan bahwa salah
satu predisposisi PE dan E yang kita kenal bukanlah lagi primigravida tetapi
”primi paternal”. Walaupun seorang ibu multigravida, tetapi bila ia hamil
dengan suami yang baru maka ia mempunyai kemungkinan yang sama
besarnya untuk menderita PE/E dibanding dengan primigravida. Demikian
juga kehamilan secara inseminasi buatan atau bayi tabung dengan
menggunakan sperma donor.
2.4. Patofisiologi1,3,12
Membahas tentang patofisiologi tidak lebih dari sekedar mengumpulkan
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli.
a. Spasmus pembuluh darah
Penyempitan pembuluh darah menyebabkan hambatan aliran darah yang akan
menyebabkan hipertensi. Spasme pembuluh darah menyebabkan gangguan
aliran darah (termasuk utero plasenter) sehingga menimbulkan kerusakan dan
hipoksia jaringan. Keadaan hipoksia jaringan ini akan mengaktifkan siste
renin angiotensin yang akan menahan air dan garam. Juga sistem ini akan
merangsang dikeluarkannya AADH. Angiotensin II juga akan mempengaruhi
secara langsung sel endotel melalui keseimbangan kadar prostasiklin dan
tromboksan A2, yang menyebabkan vasokonstriksi. Semuanya ini akan
bekerjasama untuk menaikkan tekanan darah untuk mencegah hipoksia serta
kerusakan end organ. Namun pada preeklampsia / eklampsia bila hal ni tidak
4
segera diatasi maka keadaan hipoksia dapat mengakibatkan pertumbuhan janin
terhambat dan bahkan kematian janin dalam kandungan.
b. Peningkatan respon pressor
Gant dkk (1973) menyatakan bahwa pada wanita hamil yang mempunyai
kecenderungan menderita preeklampsia terdapat peningkatan kepekaan
terhadap efek pressor angiotensin II setelah kehamilan 18 minggu. Pada
nullipara normotensif akan mengalami refractory effect terhadap efek pressor
sedang pada wanita yang nantinya akan mengalami PE akan kehilangan
kekebalannya terhadap efek pressor beberapa minggu sebelum timbulnya
hipertensi. Hipertensi ini tidak saja dapat mengancam jiwa ibu namun dapat
juga membahayakan janin. Akibat hipertensi dapat terjadi hipoksia kronis
yang mengganggu sirkulasi utero plasenta dan dapat menyebabkan
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), Solusio Plasenta yang dapat
mengakibatkan kematian mendadak pada janin yang juga dapat
membahayakan jiwa ibu.
c. Faktor utero plasenter
Iskemia plasenta akan mengakibatkan penurunan produksi progesteron
plasenta yang merupakan antagonis dari aldosteron sehingga secara relatif
aldosteron meningkat dan menyebabkan retensi natrium dan cairan sehingga
terjadi hipertensi dan edema. Menurunnya sirkulasi utero plasenta secara
kronis ini juga tidak hanya mengganggu produksi hormon plasenta tetapi
dapat juga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan janin dan bahkan
Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK).
2.5. Faktor Predisposisi 2,3,5
Seorang gravida cenderung dan mudah mengalami hipertensi dalam kehamilan
bila mempunyai faktor predisposisi sebagai berikut :
5
Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi yang ekstrim,
yaitu umur remaja muda (teenager) atau umur 35 tahun keatas primitua).
Hiperplasentosis : mola hidatidosa, kehamilan ganda, diabetes mellitus,
hidrop fetalis, bayi besar.
Riwayat keluarga pernah preeklampsia, obesitas dan hidramnion
Faktor nutrisi, genetika, ras dan golongan etnik
Golongan darah
2.6. Gejala dan Tanda1,3,4,6
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia
dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,
6
mual yang hebat, nyeri epigastrium dan hiperreflexia.
Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejang.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni :
1).Stadium Invasi (tingkat awal atau aura)
Mula-mula gerakan kejang dimulai pada daerah sekitar mulut dan gerakan-
gerakan kecil pada wajah. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak -
mata dan tangan bergetar. Setelah beberapa detik seluruh tubuh menegang dan
kepala berputar ke kanan dan ke kiri. Hal ini berlangsung selama sekitar 30 detik.
2). Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan
kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan
sianosis, lidah dapat tergigit.
Stadium ini berlangsung kira-kira 20 - 30 detik.
3). Stadium kejang klonik
Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam
tempo yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah
dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianotik. Kejang
klonik ini dapat demikian hebatnya sehingga penderita dapat terjatuh
dari tempat tidurnya. Setelah berlangsung selama 1 - 2 menit, kejang klonik
berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
4). Stadium koma
Lamanya koma ini beberapa menit sampai berjam jam. Secara perlahan-
lahan penderita mulai sadar kembali. Kadang-kadang antara kesadaran
timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma
Setelah terjadi koma, penderita tidak akan mengingat serangan kejang
7
tersebut atau, pada umumnya kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring
dengan waktu, ingatan ini akan pulih.
Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya
yang jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sampai
bahkan 100 atau lebih pada kasus berat yang tidak diobati.
Pada kasus yang jarang, kejang terjadi berurutan sedemikian cepatnya
sehingga wanita yang bersangkutan tampak mengalami kejang yang
berkepanjangan dan hampir kontinu.
Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita
yang bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan.
Sewaktu sadar, dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan.
Pada kasus yang sangat berat, koma menetap dari satu kejang ke kejang lainnya dan
pasien dapat meninggal sebelum ia sadar. Meski jarang, satu kali kejang dapat
diikuti oleh koma yang berkepanjangan walaupun, umumnya kematian tidak
terjadi sampai setelah kejang berulang-ulang.
Laju pernafasan setelah kejang eklampsia biasanya meningkat dan dapat
mencapai 50 kali permenit, mungkin sebagai respons terhadap hiperkarbia akibat
asidemia laktat serta akibat hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat
dijumpai pada kasus yang parah. Demam 39°C atau lebih adalah tanda yang buruk
karena dapat merupakan akibat perdarahan susunan saraf pusat.
Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urin
kemungkinan besar berkurang secara bermakna dan kadang-kadang terjadi anuria.
Setelah melahirkan, peningkatan pengeluaran urin biasanya merupakan tanda
awal perbaikan. Proteinuria dan edema biasanya hilang dalam seminggu.
Pada sebagian besar kasus, tekanan darah kembali ke normal dalam beberapa
hari sampai 2 minggu setelah melahirkan. Pada eklampsia antepartum, tanda-
tanda persalinan dapat mulai segera setelah kejang dan berkembang cepat.
Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan intensitas his dapat
meningkat dan durasi persalinan dapat memendek. Karena ibu mengalami
8
hipoksemia dan asidemia laktat akibat kejang, tidak jarang janin mengalami
bradikardia setelah serangan kejang. Keadaan ini biasanya pulih dalam 3 sampai 5
menit; apabila menetap lebih dari 10 menit, kausa lain perlu dipertimbangkan,
misalnya solusio plasenta atau bayi akan segera lahir.
Edema paru dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Paling tidak terdapat
dua mekanisme penyebab :
1). Pneumonitis aspirasi dapat terjadi setelah inhalasi isi lambung apabila kejang
disertai oleh muntah.
2). Gagal jantung yang dapat disebabkan oleh kombinasi hipertensi berat
dan pemberian cairan intravena yang berlebihan.
Pada sebagian wanita dengan eklampsia, kematian mendadak terjadi
bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya akibat perdarahan otak masif.
Perdarahan subletal dapat menyebabkan hemiplegia. Perdarahan otak lebih besar
kemungkinannya pada wanita yang lebih tua dengan hipertensi kronik. Walaupun
jarang, perdarahan tersebut mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma beri (berry
aneurysm) atau malformasi arteriovena. Pada sekitar 10 persen wanita, sedikit
banyak terjadi kebutaan setelah serangan kejang. Kebutaan juga dapat timbul
spontan pada preeklampsia paling tidak terdapat dua kausa :
1). Ablasio retina dengan derajat bervariasi
2). Iskemia, infark atau edema lobus oksipitalis
Baik akibat patologi otak atau retina, prognosis untuk pulihnya penglihatan baik
dan biasanya tuntas dalam seminggu.
2.7. Diagnosis1,3,7,13
Dalam pengelolaan klinis, preeklampsia dibagi sebagai berikut :
1. Disebut preeklampsia ringan jika ditemukan :
9
a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg
b. Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam, atau pemeriksaan dipstick ≥ 1 +
2. Ditegakkan diagnosa preeklampsia berat jika tanda dan gejala sebagai
berikut :6
a. Tekanan darah pasien dalam keadaan istirahat : sistolik ≥ 160
mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg
b. Proteinuria ≥ 5 gr/24 jam atau dipstick ≥2+
c. Oligurie < 500 ml/24 jam
d. Serum kreatinin meningkat
e. Oedema paru atau cyanosis
3. Dan disebut sebagai impending eclampsia apabila pada penderita
ditemukan keluhan seperti :
a. Nyeri epigastrium
b. Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur ( gangguan
susunan saraf pusat)
c. Gangguan fungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau
aspartate amino transferase
d. Tanda-tanda hemolisis dan micro angiopatik
e. Trombositopenia < 100.000/mm3
f. Munculnya komplikasi sindroma HELLP
4. Dan disebut sebagai eklampsia jika pada penderita preeklampsia berat
dijumpai kejang klonik dan tonik dapat disertai adanya koma
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan
adanya tanda dan gejala preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti
telah diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun
demikian, eklampsia harus dibedakan dari :
1). Epilepsi ; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau
pada hamil muda dan tanda preeklampsia tidak ada.
2). Kejang karena obat anestesi; apabila obat anestesi lokal tersuntikkan ke
10
dalam vena, dapat timbul kejang.
3). Koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis,
ensefalitis dan lain-lain.
2.8. Komplikasi1,3
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia atau eklampsia.
Komplikasii yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan
eklampsia :
1) Solusio plasenta
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut atau
lebih sering terjadi pada preeklampsia. Di RSUP dr. Cipto Mangunkusumo
15,5% solusio plasenta disertai preeklampsia.
2). Hipofibrinogenemia
Pada preeklampsia berat Zuspan(1978) menemukan 23%
hipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan
11
kadar fibrinogen secara berkala.
3). Hemolisis
Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinis hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah inii merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah
merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi
penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4). Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
5). Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu,
dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6). Edema paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dan 69 kasus eklampsia, hal
ini disebabkan karena payah jantung.
7). Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada preeklampsia - eklampsia merupakan akibat
vasospasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia,
tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain.
Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama
penentuan enzim-enzimnya.
8). Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzymes dan low
platelet.
12
9). Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma
sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain
yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10). Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat
kejang-kejang pneumonia aspirasi dan DIC (Disseminated Intravascular
Coagulation).
11). Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.
2.9. Prognosis3,4
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan dengan
meminta korban besar dari ibu dan bayi. Diketahui kematian ibu berkisar 9,8%
- 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%.
Sebaliknya kematian ibu dan janin di negara maju lebih kecil. Kematian ibu
biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan edema
paru-paru, payah ginjal dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernafasan sewaktu
kejang. Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterine dan prematuritas.
Kriteria Eden
Adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia :
1). Koma yang lama (prolonged coma)
2). Nadi diatas 120
3). Suhu 103°F atau 39,4°C atau lebih
4). Tekanan darah di atas 200 mmHg
5). Konvulsi lebih dari 10 kali
13
6). Proteinuria 10 gr atau lebih
7). Tidak ada edema, edema menghilang
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas eklampsia masuk kelas
ringan; bila dijumpai 2 atau lebih masuk kelas berat dan prognosis akan lebih
jelek.
Tingginya kematian ibu dan bayi di negara-negara berkembang
disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita
eklampsia sering datang terlambat; karenanya terlambat memperoleh pengobatan
yang tepat dan cepat. Biasanya preeklampsia dan eklampsia murni, tidak
menyebabkan hipertensi menahun.
2.10. Pencegahan3,4
Mencegah timbulnya eklampsia jauh lebih penting dari mengobatinya, karena
sekali ibu hamil mendapat serangan, prognosa akan jauh lebih jelek. Pada
umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi.
Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri dari :
1. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklampsia
bukanlah penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka
masyarakat awam.
2. Meningkatkan jumlah poliklinik pemeriksaan ibu hamil serta
mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan kehamilannya
sejak hamil muda.
3. Pelayanan kebidanan yang bermutu, yaitu mencari pada tiap-tiap
pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya sedini mungkin
bila dijumpai
4. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas, apabila setelah dirawat mondok; tanda-tanda tidak dapat menghilang.
14
2.11. Penanganan2
Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan preeklampsia berat.
Dengan tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan
mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan
ibu mengizinkan.
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena penyebab
eklampsia belum diketahui dengan pasti.
Pada dasarnya pengobatan eklampsia terdiri pengobatan medikamentosa
dan obstetrik.
Prinsip penanganan eklampsia adalah :
1) Menghentikan dan mencegah kejang
2) Mengatasi hipertensi dan penyulit
3) Mengatasi oksigenasi jaringan/mencegah asidosis
4) Terminasi kehamilan
Dasar-dasar pengelolaan eklampsia menurut Pedoman Pengelolaan Hipertensi di
Batam 2005 :
A). Terapi supportive untuk stabilisasi pada ibu
- Selalu diingat ABC (Airway, Breathing, Circulation)
- Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka
- Mengatasi dan mencegah kejang
- Koreksi hipoksemia dan acedemia
- Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis
- Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat.
B). Perawatan kejang :
- Tempatkan pendenta di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang
- Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi
15
- trendelenburg dan posisi kepala lebih tinggi
- Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna
- mencegah aspirasi pneumonia
- Sisipkan spatel lidah antara lidah dan gigi rahang atas
- Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur
- Rail tempat tidur harus terpasang dan terkunci dengan kuat.
C). Perawatan koma :
- Derajat kedalaman koma diukur dengan "Glasgow-Coma Scale"
- Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka
- Hindari dekubitus
- Perhatikan nutrisi
D). Pengobatan Medisinal2,5
1. MgSO4
a. Loading dose
– 4 gram MgSO4 20% dalam larutan 20 cc iv
selama 5 menit
– 8 gram MgSO4 40% dalam larutan 20 cc
b. Maintenance dose
MgSO4 1 – 2 gram per jam per infus
Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang
terakhir.
c. Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20% 2 gram iv
Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila
setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapat diberikan
Phenobarbital 3-5 mg/kgBB iv perlahan-lahan
16
2. Infus Ringer Laktat sebanyak 1000 cc kemudian
disambung dengan Dextrose 5% 500 cc. Jumlah cairan selama 24 jam
sekitar 2000 cc.
3. Antibiotika dengan dosis yang cukup
4. Perawatan pada serangan kejang
a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang
b. Masukkan tongue spatel ke mulut penderita
c. Kepala direndahkan dan lendir dihisap dari daerah nasofaring
d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari
fraktur
e. Pemberian oksigen
f. Pasang kateter menetap
5. Perawatan pada penderita koma :
a. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai ”Glasgow
Pittsburg Coma Scale” Skor Tanda Vital (STV)
b. Perlu diperhatikan pencegahan terhadap dekubitus
c. Pada koma yang lama (> 24 jam) diberikan makanan melalui naso
gastric tube (NGT) – sonde feeding
6.Diuretikum tidak diberikan kecuali jika terdapat edem paru, gagal jantung
dan edema anasarka. Antihipertensi bila setelah pemberian MgSO4 TD
sistol 180 mmHg atau diastol 120 mmHg
7.Kardiotonikum (cedilanid) jika ada indikasi
8.Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangan seksio
sesarea
2.12. Pengobatan Obstetrik2
Pengelolaan eklampsia berdasarkan Pedoman Pengelolaan Hipertensi di Batam
2005 :
17
1. Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin
2. Terminasi kehamilan
Sikap dasar : bila sudah terjadi stabilisasi dalam 4-8 jam, yaitu setelah
salah satu atau keadaan dibawah ini :
a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir
b. Setelah kejang terakhir
c. Setelah pemberian obat anti hipertensi terakhir
d. Penderita mulai sadar
e. Pada penderita koma dipakai Skor Tanda Vital (STV)
STV = 10 : boleh terminasi
STV = 9 : tunda 6 jam, bila tidak ada perubahan lakukan terminasi
3. Persalinan5
– Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil.
Cara persalinan :
Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya,
maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.
1. Kalau belum inpartu, maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas
kejang dengan atau tanpa amniotomi
2. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forseps. Bila
janin mati embriotomi.
3. Bila serviks masih tertutup dan lancip (pada primi), kepala janin masih
tinggi; atau ada kesan disproporsi sefalopelvik; _ atau ada indikasi obstetrik
lainnya; sebaiknya dilakukan seksio sesaria (bila janin hidup).
2.13. Komplikasi Ibu dan Janin4
1. Perdarahan otak atau trombosis
2. Edema paru
18
3. Nekrosis atau perlemakan hati
4. Trauma, fraktur
5. HELLP syndrom
6. Gagal ginjal
7. Gagal jantung
8. Kelainan mata
9. Hyperpyrexia dan puerperal psichoss
10.Pertumbuhan Janin Terhambat (IUGR)
11.Solutio plasenta
12.Kematian janin dalam kandungan
19
BAB III
LAPORAN KASUS
Tanggal Masuk :
9 Februari 2014
Co-ass I :
Co-ass II :
Dokter Ruangan :
dr.
Dokter COW :
dr.
Dokter Kepala Ruangan :
dr.
Jam :
18.30
No. RM :
00.59.04.04
ANAMNESE PRIBADI
Nama : Umi Kalsum
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Minang
Agama : Islam
Alamat : Gg. Sepakat Dusun V Kab. Batu Bara
ANAMNESE PENYAKIT
Keluhan Utama : Kejang
Telaah :
Hal ini dialami os sejak 1 hari ini, dialami sebanyak 3 kali selama 2 menit.
Riwayat tekanan darah tinggi setelah 20 minggu masa kehamilan (+).
Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil (-). Riwayat nyeri kepala
(+),riwayat nyeri ulu hati (+), pandangan kabur (+), mual dan muntah (+),
mulas – mulas mau melahirkan (-), riwayat keluar lender darah (-), keluar
air dari kemaluan (-)
20
BAK (+) dan BAB (+) normal. Os merupakan kiriman RS luar dengan
diagnosis: Eklampsia
RPT : -
RPO : -
ANAMNESE ORGAN
Jantung Sesak napas : -
Angina pektoris : -
Edema : +
Palpitasi : -
Lain-lain : -
Sal. Pernafasan Batuk-batuk : -
Dahak : -
Asma, bronkitis : -
Lain-lain : -
Sal. Pencernaan Nafsu makan : -
Keluhan menelan : -
Keluhan perut : -
Penurunan BB : -
Keluhan defekasi : -
Lain-lain : -
Sal. Urogenital Sakit BAK : -
Mengandung batu : -
BAK tersendat : -
Keadaan urin :
normal
Lain-lain :
Sendi dan tulang Sakit pinggang : -
Kel. Persendiaan : -
Keterbatasan gerak : -
Lain-lain : -
Endokrin Haus/polidipsi : -
Poliuri : -
Polifagi : -
Gugup : -
Perubahan suara : -
Lain-lain : -
Syaraf Pusat Sakit kepala : + Hoyong : -
Lain-lain : -
Darah dan P.
darah
Pucat : -
Petechie : -
Perdarahan : -
Purpura : -
Lain-lain : -
Sirkulasi Claudicatio intermitten : - Lain-lain : -
ANAMNESE FAMILI : -
21
22
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS :
Keadaan Umum Keadaan Penyakit
Sensorium : Apatis
Tekanan darah: 180/110mmHg
Nadi : 88 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 28 x/i
Temperatur : 36,8oC
Proteinuria : +4
Pancaran Wajah : lemah
Sikap paksa : -
Refleks fisiologis : +
Refleks patologis : -
Keadaan Gizi :sedang
Keadaan Umum : buruk
Anemia (-). Ikterus (-). Dispnoe (-).
Sianosis (-). Udem (+). Purpura (-).
Turgor kulit : baik
KEPALA
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-), ikterus (-), pupil : isokor, ukuran 3
Ø 3mm.
Refleks cahaya direk (+) / indirek (+), kesan : normal
Lain-lain : -
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : Lidah : dalam batas normal
Gigi/geligi : dalam batas normal
Tonsil/faring : dalam batas normal
LEHER
Struma : tidak membesar, tingkat : -
Pembesaran kelenjar limfe (-)
Posisi trakea : Medial. TVJ : R+2 cmH2O
Kaku kuduk : (-), lain-lain : -
THORAX
23
Dalam batas normal
ABDOMEN
Bentuk : membesar asimetris
TFU : 3 jari bpx
Tegang : kiri
Terbawah : kepala
Gerak : +
HIS : -
DJJ : 140x/i
VT
Dilakukan setelah pemberian MgSo4
Cervix : tertutup
Adekuasi Panggul
Promontorium : tidak teraba
Linea Innominata : teraba 2/3 anterior
Arcus Pubis : tumpul (>90O)
Spina Ischiadicus : tidak menonjol
Os Sacrum : cekung
Os Coccygeus : mobile
Kesan : Panggul adekuat
USG TAS
Janin : tunggal
Posisi : kepala
Anak : hidup
Fetal Movement : +
Fetal Heart Rate : +
Biparietal Diameter : 9,52 mm
Femur Length : 3,46 mm
24
Abdomen Circumference : 35,45 mm
Amnion Fluid Index : cukup
Plasenta : corpus anterior
Kesan : Intra Uterine Pregnancy (38-39 w) + Head Presentation + Fetus Alive
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
Darah Kemih
Hb : 13.60 g%
Lekosit : 32.74 x 103/mm3
LED : tidak diperiksa
Eritrosit : 5.74 x 104/ mm3
Ht : 43.20%
Hitung Jenis: N/L/M/E/B:
85.70/8.40/5.80/0/0.100
Trombosit : 583 x 103/ mm3
Warna : kuning keruh
Reduksi : tdp
Protein : +3
Bilirubin : tdp
Urobilinogen : tdp
RESUME
ANAMNESE
KU : Kejang
Hal ini dialami os sejak 1 hari ini, dialami sebanyak 3 kali
selama 2 menit. Riwayat tekanan darah tinggi setelah 20 minggu
masa kehamilan (+).
Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil (-). Riwayat nyeri
kepala (+),riwayat nyeri ulu hati (+), pandangan kabur (+), mual
dan muntah (+).
STATUS
PRESENS
Keadaan Umum : Baik / Sedang / Buruk
Keadaan Penyakit : Ringan/ Sedang / Berat
Keadaan Gizi : Kurang / Normal / Berlebih
25
PEMERIKSAAN
FISIK
Kepala : mata: anemis (-), sklera ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cmH2O
Thoraks : dbn
Abdomen: membesar asimetris, TFU 3 jari bpx, tegang disebelah kiri,
bagian terbawah kepala, gerak (+), HIS (-), DJJ (140x/i)
VT: Cervix tertutup, Kesan panggul adekuat
USG Kesan : Kehamilan Dalam Rahim (38-39 m) + Presentasi
Kepala + Anak Hidup
Laboratorium
Rutin
Hb : 13.60 g%
Lekosit : 32.74 x 103/mm3
LED : tidak diperiksa
Eritrosit : 5.74 x 104/ mm3
Ht : 43.20%
Hitung Jenis: N/L/M/E/B: 85.70/8.40/5.80/0/0.100
Trombosit : 583 x 103/ mm3
Kemih: Warna : kuning keruh Sedimen
Keton : + Eritrosit : 40-50/lpb
Protein : +3 Lekosit : 0-1 /lpb
Bilirubin : - Silinder : -
Urobilinogen : - Epitel : 3-5 /lpb
Tinja: tdp
Diagnosa Eklampsia + Primigravida + Kehamilan Dalam Rahim (aterm) +
Presentasi Kepala + Anak Hidup + Inpartu
Aktivitas : Tirah Baring
Penatalaksanan O2 2-4 l/i
Inj. MgSO4 20% (20cc: 4 gr) loading dose bolus
IVFD RL + MgSO4 40% (30cc: 12 gr) 14 gtt/i
Nifedipine 4x10 mg
26
Inj. Ceftriaxone 2 gr profilaksis skin test
Kateter
SC Emergency
27
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
09/02/2014 kejang (+) Sensorium : Apatis
Tekanan darah: 150/90mmHg
Nadi : 88 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 20 x/i
Temperatur : 36,8oC
Proteinuri : +3
Leher : TVJ R+2 cmH2O
Thoraks: SP:vesikuler
ST: -
Abdomen
Bentuk : membesar asimetris
TFU : 3 jari bpx
Tegang : kiri
Terbawah: kepala
Gerak : +
HIS: -
DJJ : 140x/i
Eklampsia +
Partial HELLP
Syndrome +
Primigravida +
Kehamilan Dalam
Rahim (aterm) +
Presentasi Kepala
+ Anak Hidup +
Inpartu
O2 2-4 l/I
Inj. MgSO4 20% (20cc: 4 gr)
loading dose bolus
IVFD RL + MgSO4 40% (30cc: 12
gr) 14 gtt/i
Nifedipine 4x10 mg
Inj. Ceftriaxone 2 gr profilaksis
skin test
Kateter
SC Emergency
-
28
Hasil Laboratorium (09/02/14):
Darah Lengkap:
Hb : 13.60 g% (13.2-17.3)
Lekosit : 32.74 x 103/mm3 (4.5-11)
Eritrosit : 5.74 x 104/ mm3 (4.20-4.87)
Ht : 43.20% (43-49)
Hitung Jenis: N/L/M/E/B:
85.70/8.40/5.80/0/0.100
Trombosit : 583 x 103/ mm3 (150-450)
MCV: 75.30 fL (85-95), MCH: 23.70 ρg
(28-32), MCHC: 31.50 g/dl (33-35)
Karbohidrat
KGD adrandom :78 mg/dl
LFT
SGOT :143 (<38)
SGPT: 37 (<41)
Albumin: 2.7 (3.5-5.0)
RFT:
Ureum: 23.70 (<50)
Kreatinin: 1.55 (0.70-1.20)
29
Elektrolit:
Na: 140 (135-155)
K :4.3 (3.6-5.5)
Cl: 113 (96-106)
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
10/02/2014 - Sensorium : CM
Tekanan darah: 140/80 mmHg
Nadi : 100 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 22 x/i
Temperatur : 36.5oC
S.O:
Abdomen: soepel
TFU: 1 Jari bpx
P/v: (-) lochea (+) rubra
L/o: tertutup verban, kesan kering
BAK: via kateter, UOP +/- 40 cc/jam
BAB (-) flatus (-)
PEMERIKSAAN LAB:
Darah Lengkap:
Post SC a/i eklampsi +
partial HELLP syndrome
+ NH0
- Tirah baring
- O2 2-4 l/i
- IVFD RL + MgSO4 40%
30 mg 14 gtt/i
- IVFD RL + oksitosin 10-
10-5-5 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12
jam/ IV
- Inj. Ketorolac 30mg/ 8
jam/ IV
- Inj. ranitidine 50 mg/ 8
jam/ IV
- Inj. Dexamethasone 10-10-
15 / IV
Cek partial
HELLP
syndrome, darah
rutin, konsul
HOM
30
Hb : 11.30 g% (13.2-17.3)
Lekosit : 36.10x 103/mm3 (4.5-11)
Eritrosit : 4.70 x 104/ mm3 (4.20-4.87)
Ht : 35.60% (43-49)
Hitung Jenis: N/L/M/E/B:
80.10/10.70/9.10/0/0.100
Trombosit : 439 x 103/ mm3 (150-450)
MCV: 75.70 fL (85-95), MCH: 24.00 ρg
(28-32), MCHC: 31.70 g/dl (33-35)
Karbohidrat
KGD adrandom :85 mg/dl
LFT
Albumin: 2.0 (3.5-5.0)
AGDA
pH : 7.348 (7,35-7,45)
pCO2: 19.5 (38-42)
pO2: 192.5 (85-100)
tCO2 : 11.1 (19-25)
HCO3 : 10.5 (22-26)
BE : -13.4
Kesan: Asidosis respiratorik belum
- Nifedipine 4x10 mg
Metronidazole infuse 500
mg
31
terkompensasi
Saturasi O2: 99 (96-100)
Ginjal
Ureum: 25.80 (<50)
Kreatinin: 1.47 (0.70-1.20)
Elektrolit:
Na: 139 (135-155)
K :5.1 (3.6-5.5)
Cl: 115 (96-106)
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
11/02/2014 KU: Perut
kembung
Sensorium : CM
Tekanan darah: 130/70 mmHg
Nadi : 80 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 20 x/i
Temperatur : 36.5oC
S.L: Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)
Thorax: SP: VEsikuler ST:-
Abd: peristaltic (+) soepel
S.O:
Post SC a/i eklampsi +
Partial HELLP
syndrome + NH1
Tirah baring
- O2 2-4 l/i
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12
jam/ IV
- Inj. ranitidine 50 mg/ 8
jam/ IV
- Inj. Dexamethasone 10-10-
15 / IV
- Nifedipine 4x10 mg jika
LFT
32
TFU: 1 Jari bpx, kontraksi kuat
P/v: (-) lochea (+) rubra
L/o: tertutup verban, kesan kering
BAK: via kateter, UOP +/- 40 cc/jam
BAB (-) flatus (+)
Protein: (-)
TD > 180/110 mmHg max
120 mg
Metronidazole infuse 500
mg/8 jam
Alinamin inj/ 8 jam
- substitusi albumin 1 fls
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
12/02/2014 - Sensorium : CM
Tekanan darah: 140/70 mmHg
Nadi : 90 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 20 x/i
Temperatur : 36.6oC
S.O:
Abdomen: soepel
TFU: 1 Jari bpx
P/v: (-) lochea (+) rubra
L/o: tertutup verban, kesan kering
BAK: via kateter, UOP +/- 40 cc/jam
Post SC a/i eklampsi +
partial HELLP
syndrome + NH2
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Inj. Metronidazole 500 mg/
8 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/ 8 jam
- Nifedipine 4 x 10 mg
33
BAB (-) flatus (-)
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
13/02/2014 KU:- Sensorium : CM
Tekanan darah: 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 20 x/i
Temperatur : 36.6oC
S.L: Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)
Thorax: SP: VEsikuler ST:-
Abd: peristaltic (+) soepel
S.O:
TFU: 1 Jari bpx, kontraksi kuat
P/v: (-) lochea (+) rubra
L/o: tertutup verban, kesan kering
BAK: (+)
BAB (-) flatus (+)
Protein: (-)
Post SC a/i eklampsi +
Partial HELLP
syndrome + NH3
Tirah baring
- O2 2-4 l/i
- aff kateter dan infus
- cefadroxil 2 x 500 mg
- PCT 3 x 500 mg
- Vitamin B comp 2x1
34
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
13/02/2014 KU:- Sensorium : CM
Tekanan darah: 130/70 mmHg
Nadi : 80 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 20 x/i
Temperatur : 36.7oC
Post SC a/i eklampsi +
Partial HELLP
syndrome + NH4
PBJ, kontrol Poli Ibu Hamil
16 februari 2014
35
BAB IV
DISKUSI
Teori Kasus
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Pre eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan/atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan. Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan
yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih
disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya
wanita tadi menunjukkan gejala-gejala Preeklampsia.
Pada kasus ini, pasien adalah
wanitadengan umur 16 tahun datang
dengan keluhan kejang, yang merupakan
gejala eklampsia, sebelumnya o.s
memiliki riwayat tekanan darah tinggi
selama hamil (150/90 mmHg) dan
proteinuria (+4) yang merupakan gejala
pre-eklampsia-eklampsia.
Beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi
terjadinya preeclampsia. Faktor resiko tersebut meliputi: riwayat
preeklampsia, primigravida, kegemukan, kehamilan ganda, hipertensi
kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerative seperti reumatik
arthritis atau lupus.
Pada kasus ini, faktor resiko yang
terdapat pada o.s adalah primigravida,
karena pada primigravida pembentukan
antibody penghambat (blocking
antibodies) belum sempurna sehingga
meningkatkan risiko terjadinya
36
preeklampsia-eklampsia.
Perkembangan preeclampsia semakin
meningkat pada umur kehamilan pertama
dan kehamilan dengan umur yang
ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu
tua.
Faktor lain yang dapat menyebabkan
preeklampsia-eklampsia terjadi pada ibu
ini adalah riwayat keluarga pada
preeklampsia-eklampsia ataupun faktor
genetik.
Gejala klinis pada pasien-pasien yang menderita preeklampsia
yaituhipertensidan proteinuria, merupakankelainan yang
biasanyatidakdisadariolehwanitahamil.Padawaktukeluhansepertisakitkepala,
gangguanpenglihatanataunyeri epigastrium mulaitimbul,
kelainantersebutbiasanyasudahberat
Pada kasus ini, selain hipertensi dan
proteinuria, o.s mengeluhkan nyeri
kepala, nyeri ulu hati, pandangan kabur,
dan mual dan muntah. Keadaan ini
memberi tanda bahwa preeklampsia
pasien ini sudah menjadi berat.
Pada dasarnya pengelolaan preeklampsia berat, sedapat mungkin harus
berusaha mempertahankan kehamilan sampai aterm. Pada kehamilan aterm,
persalinan pervaginam adalah yang terbaik bila dibandingkan dengan seksio
Pada pasien ini dilakukan operasi SC
untuk mengeluarkan janin (38-39
minggu), dan penanganan terhadap
37
sesarea. Jika perjalanan penyakitnya memburuk dan dijumpai tanda-tanda
impending eclampsia, kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang
umur kehamilan
preeklampsia - eklampsianya adalah
sikap aktif dan agresif yaitu, dengan
kehamilan yang lebih dari 37 minggu,
kehamilan diakhiri setelah stabilisasi ibu
(tirah baring, oksigen, kateter menetap,
IVFD RL, MgSO4). Farmakoterapi yang
diberikan adalah MgSO4 untuk mencegah
dan mengurangi kejang, anti hipertensi
(nifedipine), dan kortikosteroid
(dexamethasone) untuk pematangan paru.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham F. Bary; Williams Obstetrics ; 21st edition; McGraw Hill, USA, 2001 in Hypertensive Disorders in Pregnancy ; 567 - 609.
2. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI; Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia; edisi kedua; 2005.
3. Winknjosastro H; Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Jakarta, 1994 dalam Preeklampsia dan Eklampsia; hal 281 - 301.
4. Mochtar Rustam; Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi; Edisi 5; 1995; Penerbit Buku Kedokteran EGC; halaman 218-230.
5. Foley R Michael; Strong Thomas; Obstetric Intensive Care; APractical Manual; WB Saunders Company; 1997; page 63 - 75.
6. Miller Alistrair WF; Callander Robin; Obstetrics Illustrated; Fourth edition; Churchill Livingstone; Hypertension in Pregnancy ; 169 - 175.
7. Cohen Wayne R; Complications of Pregnancy ; Fifth Edition; Lippincott Williams & Wilkins 2000; Preeklampsia and Hypertensive Disorders ; 207 - 233.
8. Alarm International; a Program to Reduce Maternal Mortality and Morbidity; Second edition; Pregnancy Induced Hypertension; 85 - 91.
9. Ratnam SS; Arulkumaran S; Problem Oriented Approach to Obstetrics and Gynaecology ; Oxford University Press; 1997; Hypertension in Pregnancy ; 75 - 79.
10. Saifuddin AB; Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta 2002.
11. De Cherney AH, Phernol ML. Current Obstetric and Gynecologyic.Diagnosis and Treatment, 8th ed, Appleton ang Lange, Norwalk 1994 : 380-8
39
12. Arias Fernando. Preeklampsia and Eklampsia: Practical Guide To High Pregnancy and Delivery, 2nd ed, Mosby Year Book, 1993: 183-210
13. Lipstein H, et al. Current Concept of Eclampsia. American Journal of Emergency Medicine 2003; 21 (3) : 233 - 7
40