obligasi konversi - akuntansi bagian 2 a
TRANSCRIPT
www.futurumcorfinan.com
Page 1
Obligasi Konversi
Bagian Kedua: Akuntansi Penerbitan Obligasi Konversi menurut
IFRS (Bagian A)
Pendahuluan
Sumber:
Kieso, Donald E.; Jerry J. Weygandt; dan Terry D. Warfield. Intermediate Accounting. Edisi
IFRS. Volume 2. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2011.
Bab 16: Dilutive Securities and Earnings per Share. Halaman 828.
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Page 2
Menyambung Bagian Pertama dari Artikel bertopik Obligasi Konversi, Bagian Kedua ini akan
membicarakan akuntansi dan pencatatan atas obligasi konversi dalam pembukuan dari
pihak penerbit obligasi konversi. Pembahasan ini akan menggunakan IFRS (International
Financial Reporting Standards) sebagai acuan untuk standar akuntansi obligasi konversi.
Obligasi konversi menurut IFRS merupakan instrumen keuangan majemuk (compound
financial instrument), dengan pertimbangan utama bahwa obligasi konversi mengandung
komponen yang bersifat Liabilitas Keuangan dan Instrumen Ekuitas. IFRS sendiri
mewajibkan bahwa kedua komponen tersebut perlu dipisahkan dalam pencatatannya.
Pertanyaan pertama yang diajukan adalah mengapa komponen Ekuitas perlu memperoleh
pengakuan terpisah, bukankah obligasi konversi berasal dari satu perjanjian dan umumnya
dijual ke banyak investor, atau ke publik. Hal ini berbeda pada umumnya dimana instrumen
keuangan yang diterbitkan perusahaan atau emiten dibeli hanya oleh satu atau beberapa
kreditor. Di samping itu, obligasi konversi dapat dan dapat pula tidak diperdagangkan.
International Accounting Standard 32 (selanjutnya disingkat sebagai IAS 32), “Financial
Instruments : Presentation” revisi yang berlaku efektif tahun 2005 melakukan suatu
perubahan yang signifikan yaitu untuk akuntansi dari sudut penerbit “compound financial
instruments” (instrumen keuangan majemuk).
IAS 32 dengan menggunakan kata “instrumen keuangan majemuk, melihat tidak hanya
“bentuk [legal] (form)” dari surat hutang tersebut tapi “substansi (substance)” yaitu pada
karakteristik komponen-komponen dari instrumen keuangan tersebut. Dengan kata lain, IAS
32 menggunakan pendekatan “substansi”, artinya substansi lebih dikedepankan daripada
bentuk legal dari instrumen keuangan tersebut. Dalam praktiknya memang banyak produk-
produk instrumen keuangan, dimana pada dasarnya merupakan “bundling (baca: dibungkus
menjadi satu produk)” dari berbagai fitur-fitur agar menarik atau dipasarkan ke investor
tertentu dengan preferensi resiko-tingkat imbal hasil (risk-return) tertentu. IAS 32 melihat
bahwa karakteristik yang berbeda dari fitur-fitur yang “di-bundling” tersebut perlu dipisahkan
dan mendapatkan perlakuan akuntansi yang berbeda. Gambar dibawah mengilustrasikan
komponen dari suatu instrumen keuangan majemuk berupa efek konversi1:
1
Diunduh pada tanggal 2 Mei 2014 dari laman http://americancenturyblog.com/wp-content/uploads/Convert-parts-4-16.gif.
www.futurumcorfinan.com
Page 3
Instrumen keuangan majemuk, mungkin dalam banyak tulisan sangat identik dengan:
Obligasi konversi;
Obligasi atau surat hutang konversi itu sendiri dimana pihak pemegang atau investor
memiliki option (baca: hak) untuk melakukan konversi dari obligasi konversi menjadi
saham biasa pihak penerbit, pada prinsipnya mengandung 2 komponen, yaitu2:
(a) Suatu obligasi dengan option pelunasan kembali lebih awal, dan
(b) Waran saham (sebagai suatu call option atas saham, yaitu option untuk membeli
saham biasa pihak penerbit).
Atau,
Obligasi dengan “detachable share purchase warrants”3.
2 Ankarath, Nandakumar; Kalpesh J. Mehta; Dr. T.P. Ghosh dan Dr. Yass A. Alkafaji. Understanding
IFRS Fundamentals. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2010. Bab 23 : Financial Instruments : Presentation (IAS 32). Halaman 182. 3 Identik tapi bukan berarti persis sama. Untuk perbandingan antara waran dan efek konversi, bisa
dilihat di tulisan Michael S. Long dan Stephen F. Sefcik, berjudul “Participation Financing: A Comparison of the Characteristics of Convertible Debt and Straight Bonds Issued in Conjunction with Warrants”. Financial Management. 1990. Halaman 23-34. Satu perbedaan yang menonjol antara obligasi yang diterbitkan dengan waran saham dibandingkan dengan obligasi konversi, walaupun keduanya dapat dikonversi menjadi saham biasa entitas penerbit, namun fitur konversi merupakan bagian yang integral (atau tidak terpisahkan) dari suatu obligasi konversi, sedangkan waran biasanya dapat di-“pisah”kan (detachable) dari obligasi tersebut dan dapat dijual atau diperdagangkan secara terpisah. Robinson, Thomas R.; Hennie van Greuning; Elaine Henry; dan Michael A. Broihahn. International Financial Statement Analysis. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. CFA Institute. 2009. Bab 13: Long-term Liabilities and Leases. Halaman 522.
www.futurumcorfinan.com
Page 4
Atau, instrumen keuangan majemuk ini bisa berupa surat hutang yang “ditempeli (baca:
disertai) dengan:
produk derivatif keuangan, seperti halnya waran untuk pembelian saham (share
purchase warrant); atau
produk atau instrumen non-derivatif, seperti “common shares as a unit offering”.
Sebelum kita melangkah lebih jauh, tulisan ini akan dibagi menjadi 3 bagian guna
membantu alur berpikirnya.
Pertama, perlu dibicarakan perbedaan antara kewajiban atau Liabilitas Keuangan (financial
liabilities) dengan Instrumen Ekuitas (equity instruments). Kedua komponen ini, yaitu
Liabilitas dan Ekuitas adalah inti dari pencatatan obligasi konversi dalam IAS 32. Dalam
bagian pertama ini, juga perlu diketahui apa sebetulnya komponen Instrumen Ekuitas dalam
suatu instrumen keuangan majemuk.
Kedua, perlu dipahami apakah itu instrumen keuangan majemuk, dimana obligasi konversi
termasuk di dalamnya.
Ketiga, akuntansi obligasi konversi dalam pembukuan penerbit atau emiten obligasi ini pada
saat pengakuan awal.
Keempat, akuntansi obligasi konversi pada saat terjadi:
pembelian kembali obligasi konversi, atau pelunasan obligasi konversi yang
dilakukan lebih dini daripada kontrak obligasi konversi, atau
perubahan persyaratan (terms) 4 obligasi konversi yang mendorong terjadinya
konversi ke saham biasa perusahaan penerbit lebih dini.
Bagian 1: Perbedaan Liabilitas Keuangan vs Instrumen Ekuitas
IAS 32 memberikan ketentuan yang cukup ketat dalam membedakan antara Liabilitas
Keuangan (baca: hutang atau “debt”) versus Instrumen Ekuitas, atau sederhananya, apakah
perbedaan Liabilitas dengan Ekuitas. Artinya, kapan kita tahu bahwa suatu produk atau
instrumen keuangan merupakan Liabilitas atau justru merupakan Ekuitas?
4 Tulisan M. Wayne Marr dan G. Rodney Thompson berjudul “The Pricing of New Convertible Bond
Issues” (Financial Management. Summer 1984. Halaman 31-37) membahas bagaimana persyaratan (terms) dari penerbitan efek konversi.
www.futurumcorfinan.com
Page 5
Mengapa perbedaan ini menjadi penting, yaitu membedakan mana yang merupakan
“hutang” dan mana yang merupakan atau masuk ke dalam komponen “ekuitas”? Jelas, dari
sisi entitas yang menyusun dan menyajikan laporan keuangan, perbedaan tersebut antara
“hutang” (debt) dan “ekuitas” menjadi perhatian mereka. Ini menjadi kritikal, karena
menyangkut jumlah atau saldo yang akan dilaporkan untuk Liabilitas dan Ekuitas di neraca
penerbit instrumen keuangan majemuk tersebut, apalagi kalau perusahaan penerbit memiliki
perjanjian yang mengatur soal kepatuhan pemenuhan rasio-rasio keuangan tertentu (debt
covenant compliance). Jadi di sini kita melihat bahwa walaupun penyajian suatu instrumen
keuangan apakah masuk kategori Liabilitas Keuangan atau Instrumen Ekuitas tidak akan
mengubah arus kas atau resiko dari instrumen keuangan itu sendiri, namun ia dapat
berdampak and merubah “persepsi” atas perusahaan tersebut. Sebagai contoh, masuknya
suatu instrumen keuangan ke dalam penyajian sebagai Liabilitas Keuangan, akan
mengurangi Aset Neto (atau Ekuitas) perusahaan dan meningkatkan rasio gearing
perusahaan tersebut. Dampak lainnya, perusahaan dapat dipersepsikan sebagai lebih
beresiko, dan dengan demikian resiko kredit (credit risk)-nya menjadi lebih tinggi. Resiko
kredit yang meningkat berpotensi terjadinya penurunan peringkat kredit (credit rating)
perusahaan5 , yang akan membuat perusahaan mengalami kesulitan untuk memperoleh
pinjaman kredit di masa depan, dan kalaupun dapat dilakukan, tingkat suku bunga pinjaman
bisa lebih mahal6.
Akan dijelaskan di bawah ini memiliki pengaruh atas apa saja, antara lain:
Perhitungan rasio solvensi dan gearing perusahaan.
Apakah perusahaan memenuhi isi perjanjian kredit dengan kreditur, umum dikenal
sebagai pembatasan dalam perjanjian kredit untuk aspek keuangan (financial debt
covenant). Dalam perjanjian kredit, pihak debitur umumnya akan diwajibkan untuk
menjaga rasio-rasio keuangan tertentu, yang tidak boleh melebihi tingkat tertentu,
misalnya rasio hutang-ke-modal tidak boleh lebih dari 3, dan rasio lancar minimal 2.
5 Bahkan saat ini investor di saham biasa perusahaan perlu juga memperhatikan peringkat kredit
perusahaan yang bersangkutan. Lihat artikel tulisan:
Steven Vames berjudul “Credit Quality, Stock Investing Seems to Go Hand in Hand”. Wall Street Journal.1 April 2002. Halaman R4.
Herb Greenberg berjudul “The Hidden Dangers of Debt”. Fortune. 21 Juli 2003. Halaman 153.
Christine Richard berjudul “Holders of Corporate Bonds Seek Protection from Risk”. Wall Street Journal. 17-18 Desember 2005. Halaman B4.
6 Elliot, Barry; dan Jamie Elliott. Financial Accounting, Reporting and Analysis. Edisi International.
Edisi kedua. UK: Pearson Education Limited. 2006. Bab 7: Financial Instruments. Halaman 173.
www.futurumcorfinan.com
Page 6
Ketidakmampuan perusahaan debitur untuk menjaga rasio keuangan mereka secara
terus menerus, dapat berakibat bahwa pihak kreditur berdasarkan perjanjian kredit
mempunyai hak untuk meminta pembayaran lebih awal atas pinjaman mereka kepada
perusahaan debitur. Umumnya dikenal sebagai “technical default” (wan prestasi
secara teknis). Karena hak tersebut ada pada pihak kreditur, maka pihak kreditur
dapat melaksanakan hak tersebut atau tidak. Wan prestasi secara teknis tidak secara
otomatis atau serta merta membuat pinjaman tersebut mesti dilunasi segera.
Pencatatan atau klasifikasi dari pembayaran periodik dari instrumen tersebut, apakah
akan masuk sebagai “beban bunga” (dalam hal instrumen keuangan tersebut
dikelompokkan sebagai “Hutang atau Liabilitas” atau “dividen” (dalam hal instrumen
keuangan tersebut dikelompokkan sebagai “Ekuitas”). Ini juga mempunyai pengaruh
lanjutan dalam penyajian Laporan Arus Kas yaitu apakah masuk sebagai Arus Kas
Dari Aktivitas Operasi atau Arus Kas Dari Aktivitas Pendanaan.
Untuk lembaga keuangan, misalnya bank, ada ketentuan dari Bank Sentral untuk
menjaga rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio - CAR), yang akan banyak
mengacu ke komponen aset atau aktiva dan komponen ekuitas.
Perusahaan-perusahaan besar kemungkinan lebih termotivasi untuk menerbitkan instrumen
keuangan, yang dapat masuk ke bagian “Ekuitas” dan bukan bagian “Kewajiban”. Para
pemain di dunia keuangan yang dinamis akan mencari cara agar suatu instrumen keuangan
yang diterbitkan oleh perusahaan, sebisa mungkin masuk ke kategori pencatatan sebagai
“Ekuitas”. IASB sendiri menyadari kecenderungan ini, dalam tahun 2003 – 2004 telah
mencoba melakukan amandemen atas IAS 32 yang berisi beberapa ketentuan terkait
dengan instrumen kompleks (baca: rumit untuk dipahami). Aturan atau ketentuan tersebut
adalah :
IAS 32 paragraf 15 menyatakan bahwa7:
The issuer of a financial instrument shall classify the instrument, or its component parts,
on initial recognition as a financial liability, a financial asset or an equity instrument in
accordance with the substance of the contractual arrangement and the definitions of a
financial liability, a financial asset and an equity instrument.
7 IFRS Foundation. International Financial Reporting Standards 2013 (Red Book). Part A: The
Conceptual Framework and Requirements. IAS 32: Financial Instruments: Presentation. Juli 2012. London: IFRS Foundation Publications Department. Halaman A909.
www.futurumcorfinan.com
Page 7
Paragraf selanjutnya, paragraf 16, IAS 32 tidak mau mengulang definisi Liabilitas Keuangan
yang ada di paragraf 11, namun ingin menegaskan kembali, suatu instrumen keuangan
masuk kategori Instrumen Ekuitas, dan bukan Liabilitas Keuangan, jika instrumen
keuangan tersebut memenuhi 2 syarat bersama-sama (both conditions) seperti
disebutkan di bawah ini8,9.
8 Ini bisa membawa konsekuensi bahwa jika kedua syarat tersebut tidak terpenuhi bersamaan, maka
instrumen keuangan tersebut akan masuk kategori Liabilitas Kewajiban. Paragraf 11 IAS 32 mendefinisikan Liabilitas Keuangan sebagai kewajiban apapun yang berupa: (a) a contractual obligation (i) to deliver cash or another financial asset to another entity, OR (ii) to
exchange financial assets or financial liabilities with another entity under conditions that are potentially unfavorable to the entity; OR
(b) a contract that will or may be settled in the entity’s own equity instruments and is (i) a non-derivative for which the entity is or may be obliged to deliver a variable number of the entity’s own equity instruments; OR (ii) a derivative that will or may be settled other than by the exchange of a fixed amount of cash or another financial asset for a fixed number of the entity’s own equity instruments. For this purpose, rights, options or warrants to acquire a fixed number of the entity’s own equity instruments for a fixed amount of any currency are equity instruments if the entity offers the rights, options or warrants pro rata to all of its existing owners of the same class of its own non-derivative equity instruments. Also, for these purposes the entity’s own equity instruments do not include puttable financial instruments that are classified as equity instruments in accordance with paragraphs 16A and 16B, instruments that impose on the entity an obligation to deliver to another party a pro rata share of the net assets of the entity only on liquidation and are classified as equity instruments in accordance with paragraphs 16C and 16D, or instruments that are contracts for the future receipt or delivery of the entity’s own equity instruments.
As an exception, an instrument that meets the definition of a financial liability is classified as an equity instrument if it has all the features and meets the conditions in paragraphs 16A and 16B or paragraphs 16C and 16D.
9 US Financial Accounting Standards Board dan International Accounting Standards Board memiliki
proyek bersama bertema “Financial Instruments with Characteristics of Equity” (Instrumen Keuangan dengan Karakteristik Ekuitas), dengan pemutakhiran terakhir bulan Oktober 2010. Dibaca penulis pada tanggal 25 April 2014. dari laman http://www.fasb.org/fi_with_characteristics_of_equity.shtml. Ada diatur terkait instrumen dengan ciri-ciri sebagai Ekuitas. The following types of instruments should be equity in their entirety: 1. Perpetual instruments (instruments not required to be redeemed unless the entity decides to or
is forced to liquidate its assets and settle claims against the entity) issued by entities without specified limits to their lives. (That includes both ordinary and preferred shares.)
2. A nominally perpetual instrument issued by an entity with a specified limit on its life or that must be liquidated at the option of an instrument holder. (That means an instrument that would otherwise be equity will not become a liability merely because it is issued by an entity that is not or may not be able to continue to exist indefinitely.)
3. Mandatorily redeemable and puttable instruments that meet either of the following criteria: a. The instrument’s terms require, or permit the holder or issuer to require, redemption to
allow an existing group of shareholders, partners, or other participants to maintain control of the entity when one of them chooses to withdraw.
b. The holder must own the instrument in order to engage in transactions with the entity or otherwise participate in the activities of the entity, and the instrument’s terms require, or permit the holder or issuer to require, redemption when the holder ceases to engage in transactions or otherwise participate.
4. Contracts that require or may require an entity to issue a specified number of its own perpetual equity instruments in exchange for a specified price (for example, call options, forward contracts to issue shares, rights issues, and purchase warrants) should be classified as equity.
www.futurumcorfinan.com
Page 8
For this purpose, the specified number must be either fixed or vary only so that the counterparty will receive a specified percentage of total shares that were outstanding on the issuance date for a specified price. The specified price must be fixed in the reporting entity’s currency unless the domestic currency of the shareholder that holds the derivative (or functional currency if the shareholder is a reporting entity or a unit of a reporting entity) is different from the currency in which the issuing entity issues equity instruments to domestic shareholders. In that case, the price may be specified in the currency of the shareholder instead of in the currency of the issuer.
5. Instruments that require an entity to issue a specified number of its own perpetual equity instruments for no further compensation should be classified as equity (for example, prepaid forward contracts to issue shares).
6. Preferred shares required to be converted into a specified number of common shares on a specified date or on the occurrence of an event that is certain to occur should be classified as equity.
7. A contract that requires an entity to issue for a specified price (or for no future consideration) a specified number of puttable or mandatorily redeemable instruments that will be equity in their entirety when issued. Examples are a forward contract to issue mandatorily redeemable equity instruments and an identical forward contract that has been prepaid.
8. A contract that requires the entity to issue for a specified price (or for no future consideration) a specified number of derivatives that will require the entity to issue a specified number of instruments that will be equity in their entirety when issued. Examples are a forward contract to issue a written call option on the entity’s own shares and an identical forward contract that has been prepaid.
9. Preferred shares that are required to be converted into a specified number of perpetual equity instruments.
10. Preferred shares that are required to be converted into a specified number of puttable or mandatorily redeemable instruments that will be equity in their entirety when issued.
Ability to Settle in Shares The entity's ability to issue its own perpetual equity instruments to settle share-settled instruments classified as equity should be assessed at the date that each instrument is issued and at each reporting date thereafter. If, at any time, the entity does not have enough authorized shares to settle a share-settled instrument classified as equity, that instrument should be reclassified as a liability and left there for the remainder of its life. Dalam dokumen berjudul “Preliminary Views: Financial Instruments with Characteristics of Equity” tertanggal 30 November 2007, U.S. FASB mengusulkan suatu definisi Ekuitas yang jauh lebih terbatas dibandingkan dengan praktik saat ini. Pendekatan yang diusulkan adalah “basic ownership approach” (pendekatan kepemilikan mendasar) dimana hanya Saham Biasa yang dikategorikan sebagai Ekuitas. Semua instrumen yang lainnya, seperti Saham Preferen, Options Saham, dan Surat Hutang Konversi, dimasukkan sebagai kelompok Liabilitas. Instrumen yang diklasifikasikan sebagai Liabilitas diukur menggunakan nilai wajar dan perubahan nilai wajar ini dilaporkan dalam Laporan Laba Rugi. U.S. FASB mengusulkan penggunaan “pendekatan kepemilikan mendasar” karena pendekatan ini lebih sederhana dan mempersempit definisi Ekuitas, dengan demikian, diharapkan bahwa hanya terdapat sedikit kesempatan untuk timbulnya “akuntansi kreatif” dengan menstruktur bentuk instrumen dan pengaturan dengan maksud mencapai perlakuan akuntansi yang diinginkan oleh pihak yang menyusun laporan keuangan. Sebagai informasi, The European Financial Reporting Advisory Group (EFRAG) ada menerbitkan tulisan diskusi berjudul “Distinguishing Between Liabilities and Equity: Preliminary Views On the Classification of Liabilities and Equity and Under International Financial Reporting Standards” pada tahun 2007 yang memperkenalkan pendekatan berbeda yang dikenal sebagai Loss Absorption Approach guna membedakan apakah suatu instrumen keuangan itu Liabilitas Keuangan atau Instrumen Ekuitas. Diunduh pada tanggal 22 Maret 2014 dari laman http://www.efrag.org/files/News%20related%20documents/EFRAG-GASB PAAinE_Loss_Absorption_Approach.pdf.
www.futurumcorfinan.com
Page 9
(a) the instrument includes NO CONTRACTUAL OBLIGATION (i) to deliver cash or
another financial asset to another entity; or (ii) to exchange financial assets or financial
liabilities with another entity under conditions that are potentially unfavorable to the
issuer.
(b) If the instrument will or may be settled in the issuer’s own equity instruments, it is (i) a
non-derivative that includes NO CONTRACTUAL OBLIGATION for the issuer to
deliver a variable number of its own equity instruments; or (ii) a derivative that will be
settled only the issuer exchanging a fixed amount of cash or another financial asset for
a fixed number of its own equity instruments. For this purpose, rights, options or
warrants to acquire a fixed number of the entity’s own equity instruments for a fixed
amount of any currency are equity instruments if the entity offers the rights, options or
warrants pro rata to all of its existing owners of the same class of its own non-
derivative equity instruments. Also, for these purposes the issuer’s own equity
instruments do not include instruments that have all the features and meet the
conditions described in paragraphs 16A and 16B or paragraphs 16C and 16D, or
instruments that are contracts for the future receipts or delivery of the issuer’s own
equity instruments.
Kalau definisinya saja begitu panjang, tentu pembaca berpikir-pikir, konsep instrumen
keuangan ini tidak mudah dipahami.
Untuk mudahnya, mudah-mudahan penulis bisa membantu membuatnya lebih mudah
dipahami [beberapa orang akan tersenyum, karena mengetahui, usaha ini akan sia-sia saja].
Secara keseluruhan, prinsip dalam paragraf 15 dan 16 dari IAS 32 berupaya untuk
memastikan bahwa selain bentuk legal atau hukum dari suatu instrumen yang perlu
dipertimbangkan, jauh lebih penting adalah uji “substance over form”, yaitu substansi dari
kesepakatan kontraktual yang terkait dengan instrumen itu sendiri, suatu pertimbangan yang
wajib dilihat pada saat menentukan apakah suatu instrumen keuangan tersebut akan masuk
dan disajikan ke dalam kategori Liabilitas atau Ekuitas. Ini artinya apa? Artinya, pada saat
bentuk Substansi dan bentuk Hukum/Legal dari suatu instrumen keuangan berbeda,
Pembaca bisa membaca beberapa pendekatan terkait identifikasi apakah suatu instrumen keuangan itu Liabilitas atau Ekuitas dalam artikel Ernst&Young berjudul “Liabilities and Equity” dalam Issue tanggal 2 April 2008, sebagai Supplement to IFRS Outlook. Diunduh pada tanggal 18 Maret 2014 dari laman http://www2.eycom.ch/publications/items/ifrs/news/20080514_le/20080514_ey_liabilities_equity_2.pdf.
www.futurumcorfinan.com
Page 10
Substansi-lah yang akan menentukan klasifikasi dan penyajian dari instrumen keuangan
tersebut pada laporan keuangan perusahaan.
Dari paragraf 16 IAS 32, definisi [baik Liabilitas Keuangan maupun] Instrumen Ekuitas terdiri
dari 2 bagian:
1) Bagian pertama, yaitu (a), jelas merupakan kebalikan dari definisi Liabilitas Keuangan.
2) Bagian kedua, yaitu (b) dari definisi adalah bagian yang ditambahkan pada saat
amandemen IAS 39 “Financial Instruments: Recognition and Measurement” pada
tahun 2003, 2004 dan 2007, dimana amandemen ini dibuat sebagai respons atas isu-
isu yang berasal dari klasifikasi instrumen keuangan kompleks tertentu apakah masuk
sebagai Liabilitas atau Ekuitas. Pada intinya bagian (b) dari definisi adalah untuk
membantu mengklarifikasi pihak yang menanggung “resiko ekuitas” (equity risk) dalam
suatu transaksi yang kompleks dimana suatu perusahaan menerbitkan suatu
instrumen keuangan yang akan atau dapat diselesaikan menggunakan saham milik
perusahaan itu sendiri.
Lihat kembali Bagian Pertama dari tulisan bertopik Obligasi Konversi yang membahas
apa yang dimaksud dengan “resiko ekuitas”.
Pada intinya, kalau mau membedakan suatu Liabilitas Keuangan (dan bukan Instrumen
Ekuitas) adalah adanya kewajiban kontraktual yang memenuhi definisi Liabilitas Keuangan,
yaitu jika ada kewajiban untuk menyerahkan uang tunai atau aset keuangan lainnya,
instrumen ini dapat dikatakan memenuhi definisi Liabilitas Keuangan,
terlepas apapun bentuknya, bahkan kalaupun ia berbentuk Instrumen Ekuitas; atau
terlepas apakah ia tergantung kepada pihak lain melaksanakan hak-nya atau tidak
untuk meminta pembayaran dalam bentuk uang tunai atau aset keuangan lainnya.
Jadi di sini, suatu kewajiban untuk menyerahkan uang tunai atau aset keuangan lainnya
pada umumnya dikaitkan sebagai memiliki kewajiban atau liabilitas keuangan meskipun
dapat saja kewajiban tersebut dapat tergantung pada pihak pemegang instrumen keuangan
(atau yang “meminjamkan” uang tersebut, apakah akan menjalankan hak-nya tersebut yaitu,
meminta pembayaran dalam bentuk penyerahan uang tunai atau aset keuangan lainnya.
www.futurumcorfinan.com
Page 11
Di sini diberikan beberapa ilustrasi instrumen keuangan yang berbentuk Instrumen Ekuitas,
padahal ia merupakan suatu Liabilitas Keuangan menurut definisi Liabilitas Keuangan
menurut IAS 32 10 , misalnya Saham Preferen Kumulatif dan Dapat Ditebus Kembali
(Cumulative, Redeemable Preference Shares).
Ilustrasi 1
PT XYZ menerbitkan 1.000.000 (satu juta) saham preferen dengan nilai par per lembar
saham sebesar (untuk mudahnya) Rp 1, dan masing-masing pemegang saham preferen
berhak untuk:
memperoleh dividen kumulatif sebesar 5% setiap tahun;
meminta ke PT XYZ untuk dibeli atau ditebus kembali secara uang tunai;
memperoleh pengembalian investasi mereka mendahului pemegang saham biasa
(common stock) pada saat pembubaran atau likuidasi PT XYZ secara hukum.
Kita lihat apakah saham preferen tersebut, yang diberi embel-embel “saham” memang
merupakan Instrumen Ekuitas atau sebaliknya, Liabilitas Keuangan.
Kita perlu kembali ke definisi Liabilitas Keuangan (paragraf 11 IAS 32), yang merupakan
kebalikan dari definisi Instrumen Ekuitas yang sudah diberikan di atas.
Diuji ke bagian (a) dari definisi Liabilitas Keuangan:
PT XYZ jelas memiliki kewajiban kontraktual kepada pemegang saham preferen baik
dalam bentuk distribusi dividen setiap tahun dan juga uang tunai.
Karena sifat komitmen distribusi dividen kepada pemegang saham preferen adalah
akumulatif, maka kalau dalam suatu tahun, kewajiban distribusi dividen ini tidak
dilaksanakan oleh PT XYZ, kewajiban dividen tersebut akan terakumulasi ke tahun
berikutnya, artinya pada tahun depan, PT XYZ wajib membayarkan dividen tahun
sebelumnya dan tahun berjalan kepada pemegang saham preferen.
10
Picker, Ruth; Ken Leo; Janice Loftus; Victoria Wise; Kerry Clark; dan Keith Alfredson. Applying International Financial Reporting Standards. Edisi ketiga. Australia: John Wiely & Sons Australia, Ltd. 2013. Halaman 223.
www.futurumcorfinan.com
Page 12
Disamping itu, apabila diminta oleh pihak pemegang saham preferen, PT XYZ wajib
mengembalikannya dalam bentuk uang tunai kepada pemegang saham preferen.
Diuji ke bagian (b) dari definisi Liabilitas Keuangan:
Tampak bahwa pemegang saham preferen PT XYZ tidak menanggung resiko ekuitas
(equity risk). Mengapa demikian? Ada 2 hal:
Pertama, pemegang saham preferen PT XYZ mendapat “jaminan” bahwa mereka
akan memperoleh dividen (mirip seperti “imbal hasil” atau “bunga”) sebesar 5% setiap
tahun. Jadi imbal hasil sebesar 5% ini setiap tahun sudah dijanjikan akan dibayarkan
oleh PT XYZ kepada pemegang saham preferen.
Kedua, pihak pemegang saham preferen PT XYZ dapat meminta kembali uang
mereka kapanpun juga, atau dalam periode tertentu sesuai dengan isi ketentuan
penerbitan saham preferen. Ini artinya, pemegang saham preferen PT XYZ identik
seperti “pihak kreditur” bagi perusahaan PT XYZ, dalam konteks resiko yang
ditanggung. Dengan kata lain, menanggung resiko yang identik dengan resiko yang
ditanggung pihak kreditur perusahaan PT XYZ, yaitu pada umumnya ada 2 resiko
yang terkait11:
(i) Resiko kredit, yaitu resiko apabila PT XYZ tidak mampu untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban keuangannya kepada pihak kreditur; dan
(ii) Resiko likuiditas, yaitu resiko apabila PT XYZ tidak dapat memperoleh dana guna
membayar kembali kewajiban-kewajiban keuangannya kepada pihak kreditur, pada
saat kewajiban tersebut jatuh tempo atau diminta dibayar kembali.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Saham Preferen Kumulatif dan Dapat Ditebus
Kembali yang diterbitkan oleh PT XYZ, walaupun berjudul “saham”, namun dalam
substansinya merupakan suatu Liabilitas Keuangan, sehingga perlu dibukukan sebagai
Liabilitas Keuangan, sebagaimana ditunjukkan di bawah ini.
11
Dalam IFRS 7 Financial Instruments : Disclosures, disebutkan ada 3 resiko terkait dengan suatu instrumen keuangan, yaitu resiko kredit (credit risk), resiko likuiditas (liquidity risk) dan resiko pasar (market risk).
www.futurumcorfinan.com
Page 13
Mari kita kembangkan ilustrasi di atas menjadi lebih menarik.
Ilustrasi 2
Semua informasi sama dengan Ilustrasi 1, namun yang membedakannya adalah hak untuk
mengembalikan pemegang saham preferen dalam bentuk uang tunai ada pada pihak PT
XYZ. Berbeda dengan Ilustrasi 1, dimana hak ini dipegang oleh pihak pemegang saham
preferen, maka pihak PT XYZ-lah yang dapat memutuskan apakah dan kapan saham prefer
tersebut dapat dikembalikan dalam bentuk uang tunai kepada pemegang saham preferen.
Dengan demikian, dapat saja, uang investasi pemegang saham preferen PT XYZ tidak
pernah dikembalikan kalau PT XYZ memutuskan demikian.
Apakah dengan perubahan informasi ini, saham preferen PT XYZ yang dalam Ilustrasi 1 di
atas dikategorikan sebagai Liabilitas Keuangan dan bukan sebagai Instrumen Ekuitas,
sekarang berubah menjadi Liabilitas Keuangan?
Mari kita uji ke bagian (a) dari definisi Liabilitas Keuangan: PT XYZ jelas tetap memiliki
kewajiban kontraktual kepada pemegang saham preferen PT XYZ namun dalam hal ini,
hanya dalam bentuk distribusi dividen setiap tahun. Dalam hal ini, berarti pemegang saham
preferen berhak atas pembayaran periodik yang jumlahnya akan tetap (fixed) setiap tahun,
yaitu 5% dari jumlah nominal saham preferen, sehingga ini lebih mirip seperti pembayaran
“bunga” untuk pihak kreditur PT XYZ. Bagaimana dengan pengembalian nilai nominal
saham preferen dalam bentuk uang tunai? Di sinilah bedanya, karena pihak PT XYZ-lah
yang memegang hak untuk memutuskan apakah akan mengembalikan atau tidak, uang
yang telah disetor oleh pemegang saham preferen PT XYZ, berarti pihak PT XYZ tidak
memiliki kewajiban ini kepada pemegang saham preferen PT XYZ.
Diuji ke bagian (b) dari definisi Liabilitas Keuangan: Tampak bahwa pemegang saham
preferen PT XYZ turut menanggung resiko ekuitas (equity risk). Mengapa demikian? Pihak
pemegang saham preferen PT XYZ memang dijanjikan distribusi dividen 5% setiap tahun
yang bersifat akumulatif, namun mereka tetap tidak dapat meminta kembali uang yang telah
disetorkan ke PT XYZ.
www.futurumcorfinan.com
Page 14
Terkait Ilustrasi 2 ini, apabila dibaca IAS 32 Application Guidance (Pedoman Aplikasi)12,
yaitu dalam bagian Application Guidance (AG) 25 dan 26 memberikan konfirmasi atas
perlakuan saham preferen dengan informasi Ilustrasi 2 di atas dikategorikan bukan sebagai
Liabilitas Keuangan, tetapi sebagai Instrumen Ekuitas13. Dikatakan bahwa:
Paragraf AG25:
….An option of the issuer to redeem the shares for cash does not satisfy the definition of a
financial liability because the issuer does not have a present obligation to transfer financial
assets to the shareholders. In this case, redemption of the shares is solely at the discretion
of the issuer. An obligation may arise, however, when the issuer of the shares exercises its
option, usually by formally notifying the shareholders of an intention to redeem the shares.
Paragraf AG26:
When preference shares are non-redeemable, the appropriate classification is determined
by the other rights that attach to them. Classification is based on an assessment of the
substance of the contractual arrangements and the definitions of a financial liability and an
12
IFRS Foundation. International Financial Reporting Standards 2013 (Red Book). Part A: The Conceptual Framework and Requirements. Appendix: Application Guidance. IAS 32: Financial Instruments: Presentation. Juli 2012. London: IFRS Foundation Publications Department. Halaman A933. 13
Namun demikian, uraian dalam AG26 IAS 32 juga justru menimbulkan banyak pertanyaan., karena bagaimana kalau untuk saham yang non-redeemable (tidak dapat dikembalikan lagi pokok investasinya) tetapi distribusi dividen merupakan suatu kewajiban yang mesti dipenuhi oleh pihak penerbit saham preferen. Jadi tidak bersifat diskresioner, atau semata-mata diputuskan oleh pihak penerbit saham preferen. Disebutkan dalam AG26 IAS 32: When preference shares are non-redeemable, the appropriate classification is determined by the other rights that attach to them. Classification is based on an assessment of the substance of the contractual arrangements and the definitions of a financial liability and an equity instrument. When distributions to holders of the preference shares, whether cumulative or non-cumulative, are at the discretion of the issuer, the shares are equity instruments….. Pertanyaan menjadi : apakah saham preferen tersebut sebagian masuk ke komponen Liabilitas Keuangan atau sebagian ke Instrumen Ekuitas? Kalau demikian, mestikah dividen tersebut kemudian perlu dibedakan pula antara bagian yang masuk porsi Instrumen Ekuitas, dan yang masuk komponen Liabilitas Keuangan? Isu ini diangkat dalam IFRIC Update – Maret 2010 (diakses pada tanggal 26 April2014 dari laman http://www.ifrs.org/Updates/IFRIC-Updates/2010/Documents/IFRICMarch10.pdf) IASB bersama-sama U.S. FASB saat ini memiliki suatu proyek bertopik “Financial Instruments with Characteristics of Equity” guna mengembangkan perbedaan yang lebih baik antara Instrumen Ekuitas dan Non-Ekuitas. Proyek ini kemudian diputuskan dimasukkan dalam kaitannya dengan proyek “Comprehensive Conceptual Framework”. Diakses pada tanggal 26 April 2014 dari laman http://www.ifrs.org/Current-Projects/IASB-Projects/Financial-instruments-with-equity/Pages/FI-with-equity.aspx.
www.futurumcorfinan.com
Page 15
equity instrument. When distributions to holders of the preference shares, whether
cumulative or non-cumulative, are at the discretion of the issuer, the shares are equity
instruments. The classification of a preference share as an equity instrument or a financial
liability is not affected by, for example:
(a) A history of making distributions;
(b) An intention to make distributions in the future;
(c) A possible negative impact on the price of ordinary shares of the issuer if
distributions are not made (because of restrictions on paying dividends on the
ordinary shares if dividends are not paid on the preference shares);
(d) The amount of the issuer’s reserves;
(e) An issuer’s expectation of a profit or loss for a period; or
(f) An ability or inability of the issuer to influence the amount of its profit or loss for the
period.
Sebelum melangkah lebih jauh, penulis ingin menguraikan terkait bagian (b) dari uji apakah
suatu instrumen keuangan adalah Liabilitas Keuangan ataukah Instrumen Ekuitas, dimana
baik dalam definisi Liabilitas Keuangan maupun Instrumen Ekuitas, mungkin bagian ini yang
cukup memusingkan waktu membaca dan memahaminya, ditemukan kalimat ini (paragraf
11 IAS 32) 14: A contract that will or may be settled in the entity’s own equity instruments
(terjemahan bebas: penyelesaian kontrak akan atau dapat menggunakan Instrumen Ekuitas
perusahaan penerbit itu sendiri).
Paragraf 21 IAS 32 menyebutkan bahwa suatu kontrak bukan merupakan suatu Instrumen
Ekuitas hanya karena kontrak tersebut akan mengakibatkan diterimanya atau terjadinya
penyerahan Instrumen Ekuitas yang diterbitkan perusahaan itu sendiri.
A contract is not an equity instrument solely because it may result in the receipt or delivery
of the entity’s own equity instruments.
Mengikuti paragraf 16(b) IAS 32, supaya suatu kontrak dapat dikategorikan sebagai
Instrumen Ekuitas, maka kontrak tersebut perlu memenuhi persyaratan ini:
14
IFRS Foundation. International Financial Reporting Standards 2013 (Red Book). Part A: The Conceptual Framework and Requirements. IAS 32: Financial Instruments: Presentation. Juli 2012. London: IFRS Foundation Publications Department. Halaman A907 dan A908.
www.futurumcorfinan.com
Page 16
(a) A non-derivative that includes no contractual obligation for the issuer to deliver a
variable number of its own equity instruments; or
(b) A derivative that will be settled only by the issuer exchanging a fixed amount of cash
or another financial asset for a fixed number of its own equity instruments.
Bagian pertama (a) di atas, yang merupakan produk non-derivatif, yang kita bahas terlebih
dahulu di sini (lihat paragraf 21 IAS 32) untuk mengerti maksudnya. Bagian (a) ini bisa
disebut juga sebagai aturan “fixed”15, artinya dengan meng-fixed-kan di awal penerbitan
instrumen keuangan non-derivatif, JUMLAH SAHAM yang akan diterima atau diserahkan
pada saat penyelesaian instrumen tersebut, maka pihak pemegang atau investor instrumen
keuangan non-derivatif tersebut akan terekspos terhadap resiko pergerakan, baik ke atas
(upside), ke samping (sideways) ataupun menurun (downside) harga pasar per lembar
saham biasa entitas penerbit. Kalau pihak pemegang atau investor instrumen keuangan
non-derivatif tersebut terekspos terhadap resiko ini, maka instrumen keuangan tersebut
merupakan Instrumen Ekuitas. Sebaliknya, instrumen keuangan non-derivatif dengan hak
atau kewajiban kontraktual untuk menerima atau menyerahkan apapun selain sejumlah
tertentu saham biasa pihak penerbit (perhatikan, yang dibicarakan adalah JUMLAH
LEMBAR SAHAM BIASA, dan bukan NILAI saham biasa), akan merupakan suatu Liabilitas
Keuangan.
Di sini dikutip paragraf 21 IAS 32 sepenuhnya sebelum diikuti dengan contoh:
[paragraf 21 IAS 32]16:
A contract is not an equity instrument solely because it may result in the receipt or delivery
of the entity’s own equity instruments. An entity may have a contractual right or obligation to
receive or deliver a number of its own shares or other equity instruments that varies so that
the fair value of the entity’s own equity instruments [catatan: perhatikan yang ditekankan
adalah NILAI Instrumen Ekuitas itu sendiri] to be received or delivered equals the amount of
the contractual right or obligation. Such a contractual right or obligation may be for a
fixed amount or an amount that fluctuates in part or in full in response to the changes
in a variable other than the market price of the entity’s own equity instruments (eg an
interest rate, a commodity price or a financial instrument price).
15
GrantThorton LLP (Canada). Adviser Alert – Liability or Equity? A Practical Guide to the Classification of Financial Instruments under IAS 32 (Revised Guide). April 2013. Halaman 17. 16
IFRS Foundation. International Financial Reporting Standards 2013 (Red Book). Part A: The Conceptual Framework and Requirements. IAS 32: Financial Instruments: Presentation. Juli 2012. London: IFRS Foundation Publications Department. Halaman A915.
www.futurumcorfinan.com
Page 17
Two examples are:
(a) a contract to deliver as many of the entity’s own equity instruments as are equal in
value to CU 100, and
(b) a contract to deliver as many of the entity’s own equity instruments as is equal in
value to the value of 100 ounces of gold.
Such a contract is a financial liability of the entity even though the entity must or can
settle it by delivering its own equity instruments. It is not an equity instrument because
the entity uses a variable number of its own equity instruments as a means to settle the
contract. Accordingly, the contract does not evidence a residual interest in the entity’s assets
after deducting all of its liabilities.
Penentuan klasifikasi Liabilitas Keuangan atau Instrumen Ekuitas menurut IAS 32 dapat
digambarkan sebagai berikut17:
Penjelasan atas paragraf 21 IAS 32 sebagai berikut: Seumpama PT A Tbk (perusahaan
publik) mempunyai suatu kontrak yang menjanjikan penyerahan kepada PT B (sebagai
pembeli atau investor) saham biasa PT A senilai Rp 100 milyar. Di sini kita perlu ketahui
bahwa NILAI SAHAM (diwakili PQ = Price x Quantity) diperoleh dari JUMLAH LEMBAR
17
BDO IFR Advisory Limited (UK). IFRS in Practice: Accounting for Convertible Notes. 2012. Halaman 5. Diunduh pada tanggal 2 Mei 2014 dari laman http://www.bdointernational.com/Services/Audit/IFRS/IFRS%20in%20Practice/Documents/IFRS%20in%20Practice%20-%20Accounting%20for%20convertible%20notes%20(Dec%202013).pdf.
www.futurumcorfinan.com
Page 18
SAHAM (diwakili Q) X HARGA SAHAM PER LEMBAR (diwakili P). Karena yang
diperjanjikan adalah total nilai saham biasa sebesar Rp 100 milyar (yaitu PQ), maka jumlah
lembar saham biasa (= Q) yang akan diberikan akan sangat tergantung kepada harga
saham biasa per lembar (= P) PT A Tbk di lantai perdagangan bursa efek. Jadi apapun yang
terjadi pada harga saham biasa per lembar PT A Tbk pada saat tanggal penyelesaian
kewajiban atau kontrak, maka yang penting nilai saham biasa PT A Tbk (= PQ) secara
keseluruhan adalah tetap (fixed) pada Rp 100 milyar.
Karena nilai saham biasa PT A Tbk (= PQ) yang menjadi penyelesaian dari kontrak PT A
dengan PT B sudah dipatok tetap sebesar Rp 100 milyar, dan walaupun ini berarti jumlah
lembar saham biasa PT A Tbk (= Q) yang akan diserahkan akan berubah-ubah, ini akan
berarti instrumen keuangan yang diterbitkan oleh PT A Tbk tidak memenuhi ketentuan
dalam (a) di atas, dan dengan demikian, instrumen tersebut dikategorikan sebagai Liabilitas
Keuangan. Kesimpulan ini sebetulnya logis mengingat, apapun yang terjadi pada kinerja
bisnis PT A Tbk, yang umumnya memiliki korelasi positif dengan perubahan harga per
lembar saham biasa PT A Tbk, PT A Tbk tetap memiliki kewajiban melalui kontrak tersebut
untuk menyerahkan nilai saham biasa PT A Tbk sebesar Rp 100 milyar. Jadi ini identik
dengan memiliki kewajiban tetap, yaitu Liabilitas Keuangan.
Apabila dikaitkan dengan resiko ekuitas (equity risk), dapat dilihat bahwa pihak pemegang
atau investor instrumen keuangan (berupa kontrak) yang diterbitkan oleh PT A Tbk, dalam
hal ini PT B, tidak memikul resiko ekuitas atas kinerja keuangan maupun kinerja harga
saham biasa PT A Tbk di bursa efek. Artinya apapun yang terjadi pada harga per lembar
saham biasa PT A Tbk (= P), misalnya sekalipun turun hingga Rp 1 per lembar, PT B tetap
akan menerima jumlah saham biasa PT A Tbk yang total nilainya sebesar Rp 100 milyar.
Seorang atau perusahaan yang menanggung resiko ekuitas pada umumnya akan terekspos
terhadap perubahan harga saham perusahaan tersebut. Artinya, naik turunnya harga saham,
akan sangat mempengaruhi nilai investasi yang dipegang oleh perusahaan tersebut.
Untuk bagian ke (b) – lihat paragraf 22 IAS 32.
Except as stated in paragraph 22A, a contract that will be settled by the entity (receiving or)
delivering a fixed number of its own equity instruments [catatan: perhatikan yang
disebut adalah JUMLAH atau KUANTITAS, dan bukan NILAI] in exchange for a fixed
amount of cash or another financial asset is an equity instrument. For example, an issued
share option that gives the counterparty a right to buy a fixed number of the entity’s shares
www.futurumcorfinan.com
Page 19
for a fixed price or for a fixed stated principal amount of a bond is an equity instrument.
Changes in the fair value of a contract arising from variations in market interest rates that do
not affect the amount of cash or other financial assets to be paid or received, or the number
of equity instruments to be received or delivered, on settlement of the contract do not
preclude the contract from being an equity instrument. Any consideration received (such as
the premium received for a written option or warrant on the entity’s own shares) is added
directly to equity. Any consideration paid (such as the premium paid for a purchased option)
is deducted directly from equity. Changes in the fair value of an equity instrument are not
recognized in the financial statements.
Bagian (b) ini yang terkait dengan instrumen keuangan derivatif yang akan diselesaikan
menggunakan Instrumen Ekuitas perusahaan penerbit itu sendiri, untuk dapat dikategorikan
sebagai Instrumen Ekuitas , maka ia perlu lulus dari aturan “fixed for fixed”18, artinya
sejumlah (BUKAN NILAINYA, tapi KUANTITAS) lembar saham biasa mesti ditukarkan
dengan sejumlah uang kas.
Merangkum baik aturan “fixed” dan aturan “fixed for fixed” terkait penentuan klasifikasi
suatu instrumen keuangan, apakah masuk kategori Liabilitas Keuangan atau Instrumen
Ekuitas dapat digambarkan di bawah ini19.
18
GrantThorton LLP (Canada). Adviser Alert – Liability or Equity? A Practical Guide to the Classification of Financial Instruments under IAS 32 (Revised Guide). April 2013. Halaman 18. 19
GrantThorton LLP (Canada). Adviser Alert – Liability or Equity? A Practical Guide to the Classification of Financial Instruments under IAS 32 (Revised Guide). April 2013. Halaman 4.
www.futurumcorfinan.com
Page 20
Gambaran atas penjelasan di paragraf 22 IAS 32 di atas sebagai berikut: Seumpama PT A
Tbk menerbitkan opsi saham (share option) kepada PT B, dimana PT B membeli opsi
saham tersebut, yang akan memberikan hak kepada PT B untuk membeli 100.000.000
lembar saham biasa PT A Tbk pada harga Rp 2.000 per lembar saham biasa dalam jangka
waktu 3 bulan ke depan.
Apakah instrumen keuangan yang diterbitkan, dalam hal ini opsi saham, PT A Tbk
merupakan Instrumen Ekuitas?
Ya, pertama-tama karena opsi saham yang diterbitkan oleh PT A Tbk memenuhi definisi di
bagian (b) dalam paragraf 16(b) IAS 32 di atas, yaitu ia merupakan suatu produk derivatif,
dimana akan diselesaikan oleh PT A Tbk dengan menerbitkan jumlah lembar saham biasa
yang sudah tetap jumlahnya pada harga saham biasa per lembar yang tetap atau sudah
disepakati di awal kontrak.
Pada akhir kontrak (yaitu akhir bulan ke-tiga), kalau harga saham biasa PT A Tbk di lantai
perdagangan bursa efek ada di atas Rp 2.000 per lembar, besar kemungkinan PT B akan
melaksanakan opsi tersebut. Exercise atau pelaksanaan opsi saham ini akan
mengakibatkan bahwa PT A Tbk mesti mengeluarkan jumlah lembar saham biasa PT A Tbk
sejumlah 100.000.000 lembar kepada PT B, dan menerima uang tunai sebanyak
100.000.000 lembar x Rp 2.000 = Rp 200.000.000.000 (dua ratus milyar Rupiah), suatu
jumlah yang sudah dapat diketahui pada awal kontrak.
Bagaimana kalau harga per lembar saham biasa PT A Tbk turun menjadi Rp 1.000, besar
kemungkinan PT B tidak akan menjalankan opsi saham tersebut dan dengan demikian opsi
saham tersebut akan lewat tidak ter-exercise (atau lapse/expired), dan PT A Tbk tidak perlu
menerbitkan 100.000.000 lembar saham biasanya kepada PT B, dan tidak menerima uang
tunai sebanyak Rp 200 milyar dari PT B.
Kalau dilihat dari segi analisa resiko ekuitas, jelas di sini PT B turut memikul resiko ekuitas,
karena tidak ada kepastian atau jaminan apakah jumlah saham biasa PT B yang akan
diterima akan memiliki nilai sebesar Rp 200.000.000.000 atau bahkan bisa lebih tinggi
(dalam hal harga per lembar saham PT A Tbk di bursa efek naik di atas Rp 2.000 per
lembar). Kalau harga per lembar saham biasa PT A Tbk di bursa efek turun di bawah Rp
2.000 maka opsi saham tersebut tidak jadi di-exercise oleh PT B. Kepastian NILAI saham
biasa PT A Tbk yang akan dipegang oleh PT B (kalau opsi saham tersebut jadi di-exercise)
www.futurumcorfinan.com
Page 21
ini sangat tergantung perkembangan dan fluktuasi harga saham di lantai perdagangan bursa
efek. Artinya PT B terekspos terhadap perubahan harga per lembar saham biasa PT A di
bursa efek.
Tentunya ingat bahwa ini adalah opsi saham, maka ada biayanya bagi PT B. Seperti
pepatah kuno yang di dunia keuangan, “there is no such free lunch in this world”
(terjemahan bebas: tidak ada yang gratis di dunia ini). Seiring dengan kemungkinan PT B
dapat memperoleh manfaat atau keuntungan yang tidak terbatas, yaitu harga per lembar
saham biasa PT A ada kemungkinan naik di atas Rp 2.000 per lembar dalam waktu 3 bulan
ke depan, tetapi harga yang dibayar PT B kepada PT A Tbk tetap pada Rp 2.000 per lembar,
dan selisih harga per lembar saham biasa PT A Tbk di atas Rp 2.000 sepenuhnya menjadi
hak keuntungan PT B, karena PT B dapat langsung merealisasikannya dengan menjualnya
di lantai perdagangan bursa efek. Bagaimana kalau harga per lembar saham biasa PT A
Tbk jatuh di bawah Rp 2.000 per lembar, PT B tentunya tidak mau meng-exercise opsi
saham tersebut karena kalau dia mau memperoleh saham biasa PT A Tbk, PT B bisa
mendapatkan saham biasa PT A Tbk dengan harga yang lebih rendah dari Rp 2.000 per
lembar melalui bursa efek [dibandingkan meng-exercise opsi saham tersebut dan
membayarnya pada harga Rp 2.000 per lembar saham biasa]. Untuk kemungkinan
memperoleh keuntungan ini, PT B mesti membayar premi kepada PT A Tbk. Premi ini
tentunya merupakan biaya bagi PT B, yang dapat tidak terpulihkan, kalau opsi saham
tersebut tidak jadi di-exercise, atau kalau harga per lembar saham biasa PT A Tbk ada pada
harga Rp 2.000 per lembar pada akhir bulan ke-tiga. Perlakuan akuntansi untuk premi yang
diterima oleh PT A Tbk dibukukan sebagai bagian dari Ekuitas dalam neraca PT A Tbk,
sejalan dengan klasifikasi instrumen opsi saham ini sebagai Instrumen Ekuitas.
Sebelum melangkah ke bagian dua dari tulisan ini, kita kembali sekali lagi ke pertanyaan:
komponen Instrumen Ekuitas dalam suatu instrumen keuangan majemuk sebetulnya apa?
Itu sesungguhnya suatu “embedded option” (opsi tertanam yang merupakan hak bagi
pembeli atau investor instrumen keuangan majemuk tersebut) yang dapat menukarkan
instrumen keuangan majemuk tersebut menjadi saham biasa penerbit instrumen tersebut20.
20
IAS 32 Application Guidance dalam paragraf AG31 menegaskan hal ini: The equity instrument is an embedded option to convert the liability into equity of the issuer. This option has value on initial recognition even when it is out of the money. IFRS Foundation. International Financial Reporting Standards 2013 (Red Book). Part A: The Conceptual Framework and Requirements. Appendix: Application Guidance. IAS 32: Financial Instruments: Presentation. Juli 2012. London: IFRS Foundation Publications Department. Halaman A936
www.futurumcorfinan.com
Page 22
Option obligasi disebut “embedded” (tertanam) ketika option ini tidak dapat dipisahkan atau
terpisahkan dari efek yang mendasarinya (underlying securities)21. Misalnya option konversi
yang ada dalam penerbitan obligasi konversi, dimana option konversi tidak dapat
diperdagangkan secara terpisah. Nilai wajar dari option ini dapat ditentukan pada umumnya
menggunakan metode Fisher Black dan Myron Scholes, yang tergantung pada 6 input.
Option ini jelas memiliki nilai pada saat pengakuan awal, meskipun opsi tersebut dalam
kondisi “out of the money” pada awalnya. Namun mengingat sifat “option”, kondisi “out of the
money” ini dapat atau memiliki kemungkinan menjadi “in the money” yang jelas akan
membawa keuntungan bagi pihak pemegang atau pembeli “option” ini. Penulis sendiri,
dengan latar belakang corporate finance, melihat apapun yang berbentuk “option” pada
dasarnya memiliki nilai ekonomis, dan bisa dihitung nilainya. Investor di pasar keuangan
bersedia membayar “premi” guna memperoleh hak untuk membeli atau menjual “underlying
assets” pada harga tertentu pada periode tertentu. Premi ini atas “option” sudah bisa
ditentukan harga atau nilai teoritisnya sejak Fisher Black dan Myron Scholes menunjukkan
suatu metode valuasi bentuk tertutup (closed-form) pada tahun 197322. Jadi dapat dikatakan
bahwa semua model valuasi untuk options dan obligasi atau efek konversi yang saat ini
banyak digunakan oleh pelaku dan analis di pasar keuangan pada dasarnya mengikuti
kerangka ekonomi dari analisa klaim kontinjen yang dipelopori oleh Fisher Black dan Myron
Scholes dan dikembangkan lebih lanjut oleh Robert Merton23.
21
Tuckman, Bruce. Fixed Income Securities: Tools for Today’s Markets. Edisi Universitas. Canada: John Wiley & Sons, Inc. 1996. Bab 17: The Options Embedded in Corporate Bonds. Halaman 209. 22
Para ekonom telah berupaya selama puluhan tahun untuk menilai option sebelum Fisher Black dan Myron Scholes mempublikasikan metode penilaian option mereka pada tahun 1973 berjudul “The Pricing of Options and Corporate Liabilities” dimuat dalam Journal of Political Economy 81 (Mei/Juni 1973), halaman 637-659. Semua metode, formula dan model penilaian valuasi option sebelumnya bergelut dengan perlunya menspesifikasi tingkat imbal hasil yang diharapkan oleh pemegang options atas saham biasa. Options, sebagai instrumen derivatif, dimana nilai options berasal dari harga aset atas mana options tersebut ditulis (written). Jadi secara logika dan teknis, diketahui bahwa nilai options terkait secara nyata dengan tingkat imbal hasil atas saham biasa yang mendasarinya, tetapi masalahnya, hubungan yang persis antara harga saham biasa dan harga options tidak diketahui hingga munculnya tulisan Fisher Black dan Myron Scholes. Untuk pembaca yang tertarik pada riset sebelum Fisher Black dan Myron Scholes terkait valuasi option, dimana dirintis secara karya ahli matematika Perancis bernama Louis Bachelier pada tahun 1900, bisa mendapatinya pada tulisan Clifford W. Smith, Jr., berjudul “Option Pricing: A Review”. Dimuat pada Journal of Financial Economics 3 (Januari – Maret 1976). Halaman 1-51. 23
Merton, Robert C. Theory of Rational Option Pricing. Bell Journal of Economics and Management Science. 1973. Halaman 141-183. Hal ini dijelaskan dalam topik “Convertible Valuation Models”, sebagaimana dimuat dalam bab 51: Convertible Securities and Their Valuation, tulisan Mihir Bhattacharya (Managing Director, Deutsche Banc Alex. Brown). Bab ini dimuat dalam buku “The Handbook of Fixed Income Securities”. Edisi keenam. Editor : Frank J. Fabozzi. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2001. Halaman 1155. Pendekatan penilaian option selain menggunakan pendekatan option pricing the Black-Scholes, alternatif yang lain adalah model pricing option binomial. Pembaca yang tertarik, bisa membaca tulisan:
www.futurumcorfinan.com
Page 23
Perhitungan “option” sendiri mungkin akan terkesan kompleks bagi pembaca, namun
demikian, untuk mudahnya, hadirnya fitur “konversi” ini yang jelas adalah menurunkan
tingkat suku bunga obligasi yang mesti dibayar oleh pihak penerbit, sehingga adalah logis,
apabila sebagian dari dana yang diperoleh dari penerbitan obligasi konversi, perlu
dialokasikan ke komponen Instrumen Ekuitas, terlepas apakah pada akhirnya akan di-
exercise atau tidak oleh pihak pemegang atau pembeli obligasi konversi tersebut.
Sebelum menuju ke Bagian Kedua dari tulisan ini, perlu dicatat kembali bahwa IAS 32
menggunakan pendekatan “substansi”. Contoh yang paling jelas menurut penulis adalah
cara IAS 32 melihat surat hutang yang tidak pernah akan dilunasi (irredeemable) atau “abadi”
(perpetual) selamanya dalam arti pokok pinjaman tidak akan pernah dibayar atau dilunasi
kembali, namun surat hutang tersebut tetap akan membayarkan bunga secara periodik.
Surat hutang demikian dikenal sebagai “perpetual debt” yang pernah diterbitkan oleh
pemerintah Inggris 24 . Selintas karena surat hutang tersebut tidak akan pernah dilunasi
pokok pinjaman, maka ia lebih mirip seperti setoran modal, sehingga lebih cocok masuk
kategori Instrumen Ekuitas. Namun demikian, IAS 32 mengambil pandangan bahwa
“perpetual debt” tersebut adalah suatu Liabilitas Keuangan, dan tidak dapat dimasukkan ke
kategori Instrumen Ekuitas. Hal ini karena adanya25:
kewajiban pembayaran bunga secara periodik (bedakan dengan distribusi dividen yang
baru akan dibayarkan kalau perusahaan membukukan laba bersih dan tersedia dana
kas untuk pembagian dividen tersebut);
nilai kini dari suatu kewajiban di masa depan untuk membayarkan bunga akan sama
dengan dana yang akan diterima saat penerbitan instrumen keuangan ini, dimana
digunakan tingkat diskonto tingkat suku bunga yang berlaku di pasar.
Cox, John C.; Stephen A. Ross; dan Mark Rubinstein. Option Pricing: A Simplified Approach.
Journal of Financial Economics. September 1979. Halaman 229-263.
Rendleman, Richard J.; dan Brit J. Bartter. Two-State Option Pricing. Journal of Finance. Desember 1979. Halaman 1093-1110.
Sharpe. William F.; Gordon J. Alexander; dan Jeffrey v. Bailey. Investments. Edisi Internasinal. Edisi keenam. New Jersey: Prentice Hall, Inc. 1999. Bab 19: Options. Halaman 601-614.
24 http://www.investopedia.com/terms/p/perpetualbond.asp, diakses pada tanggal 3 Mei 2014.
25 Elliot, Barry; dan Jamie Elliott. Financial Accounting, Reporting and Analysis. Edisi International.
Edisi kedua. UK: Pearson Education Limited. 2006. Bab 7: Financial Instruments. Halaman 174.
www.futurumcorfinan.com
Page 24
Bagian Kedua : Instrumen Keuangan Majemuk
Paragraf 15 dan 28 IAS 32 menyebutkan bahwa26:
[Paragraf 28] The issuer of a non-derivative financial instrument shall evaluate the terms of
the financial instrument to determine whether it contains both a liability and an equity
component. Such components shall be classified separately as financial liabilities,
financial assets or equity instruments in accordance with paragraph 15.
[Paragraf 15] The issuer of a financial instrument shall classify the instrument, or its
component parts, on initial recognition as a financial liability, a financial asset or an
equity instrument in accordance with the substance of the contractual arrangement and
the definitions of a financial liability, a financial asset and an equity instrument.
IAS 32 Application Guidance (AG) 3027 mengingatkan bahwa paragraf 28 di atas hanya
berlaku pada
(i) “Penerbit”
(ii) Instrumen Keuangan Majemuk yang bersifat
(iii) Non-Derivatif.
Paragraf 28 IAS 32 tidak mengatur soal perlakuan akuntansi dari perspektif pemegang
(holder) instrumen keuangan tersebut. Dari sudut pandang pemegang instrumen keuangan
majemuk, ini merupakan suatu instrumen investasi atau aset keuangan, yang diatur lebih
lanjut dalam IFRS 9 “Financial Instruments” terkait klasifikasi dan pengukuran aset
keuangan yang merupakan instrumen keuangan majemuk28.
26
IFRS Foundation. International Financial Reporting Standards 2013 (Red Book). Part A: The Conceptual Framework and Requirements. IAS 32: Financial Instruments: Presentation. Juli 2012. London: IFRS Foundation Publications Department. Halaman A909 dan A917. 27
IFRS Foundation. International Financial Reporting Standards 2013 (Red Book). Part A: The Conceptual Framework and Requirements. Appendix Application Guidance IAS 32: Financial Instruments: Presentation. Juli 2012. London: IFRS Foundation Publications Department. Halaman A936. 28
Mengutip beberapa ketentuan yang relevan terkait akuntansi obligasi konversi dari sudut pandang pembeli atau investor obligasi konversi menurut IFRS 9 “Financial Instruments” adalah sebagai berikut. Pada intinya, investasi atas obligasi konversi dibukukan menggunakan nilai wajarnya plus minus biaya transaksi investasi tersebut pada awal investasi. Paragraf 5.1.1: At initial recognition, an entity shall measure a financial asset or financial liability at its fair value plus or minus, in the case of a financial asset or financial liability not at fair value through profit or loss,
www.futurumcorfinan.com
Page 25
Paragraf 29 IAS 32 lebih lanjut mengatur bahwa29:
An entity recognizes separately the components of a financial instrument that:
(a) creates a financial liability of the entity and
(b) grants an option to the holder of the instrument to convert it into an equity instrument
of the entity.
Sebagai contoh dari instrumen keuangan majemuk adalah obligasi atau instrumen sejenis
yang dapat dikonversi oleh pemegang instrumen tersebut ke dalam jumlah lembar saham
biasa yang tetap (a fixed number of ordinary shares of the entity). Perhatikan penekanan
pada JUMLAH LEMBAR SAHAM YANG TETAP atau sudah ditentukan sebelumnya.
Dari perspektif penerbit obligasi konversi tersebut, instrumen keuangan semacam ini terdiri
dari dua komponen30:
transaction costs that are directly attributable to the acquisition or issue of the financial asset or financial liability. Paragraf 5.1.1A: However, if the fair value of the financial asset or financial liability at initial recognition differs from the transaction price, an entity shall apply paragraph B5.1.2A Paragraf B5.1.2A: The best evidence of the fair value of a financial instrument at initial recognition is normally the transaction price (ie the fair value of the consideration given or received). If an entity determines that the fair value at initial recognition differs from the transaction price as mentioned in paragraph 5.1.1A, the entity shall account for that instrument at that date as follows:
(a) At the measurement required by paragraph 5.1.1 if that fair value is evidenced by a quoted price in an active market for an identical asset or liability or based on a valuation technique that uses only data from observable markets. An entity shall recognize the difference between the fair value at initial recognition and the transaction price as a gain or loss.
(b) In all other cases, at the measurement required by paragraph 5.1.1, adjusted to defer the difference between the fair value at initial recognition and the transaction price. After initial recognition, the entity shall recognize that deferred difference as a gain or loss only to the extent that it arises from a change in a factor (including time) that market participants would take into account when pricing the asset or liability.
IFRS Foundation. International Financial Reporting Standards 2013 (Red Book). Part A: The Conceptual Framework and Requirements. IFRS 9: Financial Instruments. Juli 2012. London: IFRS Foundation Publications Department. Halaman A319 dan A361. 29
IFRS Foundation. International Financial Reporting Standards 2013 (Red Book). Part A: The Conceptual Framework and Requirements. IAS 32: Financial Instruments: Presentation. Juli 2012. London: IFRS Foundation Publications Department. Halaman A917. 30
Efek ekonomis dari penerbitan obligasi konversi dikatakan sama seperti menerbitkan berbarengan:
www.futurumcorfinan.com
Page 26
(a) suatu Liabilitas Keuangan, yaitu suatu kesepakatan kontraktual untuk menyerahkan
uang tunai atau aset keuangan lainnya), DAN
(b) suatu Instrumen Ekuitas, berupa call option (yaitu suatu opsi yang akan dipegang oleh
pihak pembeli obligasi konversi tersebut, dimana pemegang memiliki hak untuk
membeli saham biasa perusahaan penerbit) yang memberikan pemegang call option
tersebut suatu hak, untuk jangka waktu yang telah ditentukan, melakukan konversi ke
dalam sejumlah lembar saham biasa perusahaan yang tetap jumlahnya (a fixed
number of ordinary shares of the entity).
Di sini penting diperhatikan bahwa jumlah lembar saham biasa perusahaan yang akan
diterbitkan adalah tetap jumlahnya (BUKAN NILAINYA, tetapi yang dimaksud adalah
jumlah lembar saham biasa) supaya call option tersebut dapat memenuhi definisi
sebagai Instrumen Ekuitas, sebagaimana ditentukan dalam paragraf 16(b) IAS 32,
yang telah dijelaskan di bagian pertama tulisan ini di atas.
Jadi dapat disimpulkan bahwa IFRS mewajibkan perusahaan penerbit obligasi konversi
untuk menyajikan komponen liabilitas dan ekuitas terpisah dalam laporan posisi keuangan
atau neraca perusahaan penerbit. Ini berarti uang yang diterima (proceeds) dari penerbitan
obligasi konversi, oleh perusahaan penerbit, perlu dipisahkan kedalam 2 (dua) komponen,
yaitu:
membukukan pada nilai wajar (fair value) komponen hutang sebagai Liabilitas Keuangan,
dan
membukukan opsi konversi (conversion option) dalam akun Ekuitas.
Di sini bisa dilihat bahwa IFRS memandang bahwa penerbitan obligasi konversi ini pada
dasarnya merupakan usaha perusahaan penerbit untuk menjual 2 (dua) surat berharga atau
instrumen keuangan yang digabung menjadi 1 (satu) paket harga (one package price),
yaitu :
Suatu instrumen hutang (debt instrument) yang ditambahkan ketentuan untuk dapat dibayar
kembali lebih awal dan waran bagi pembeli instrumen hutang tersebut untuk dapat membeli saham biasa perusahaan penerbit instrumen hutang tersebut.
Suatu instrumen hutang dengan waran bagi pembeli instrumen hutang tersebut untuk dapat membeli saham biasa perusahaan penerbit instrumen hutang tersebut, dimana waran ini dapat diperdagangkan secara terpisah dari instrumen hutang tersebut (detachable share purchase warrants).
IFRS Foundation. International Financial Reporting Standards 2013 (Red Book). Part A: The Conceptual Framework and Requirements. IAS 32: Financial Instruments: Presentation. Paragraf 29. Juli 2012. London: IFRS Foundation Publications Department. Halaman A917.
www.futurumcorfinan.com
Page 27
(i) obligasi (bonds), yang merupakan suatu Liabilitas, DAN
(ii) suatu opsi (produk derivatif) untuk mengkonversi instrumen keuangan tersebut
menjadi saham, yang merupakan komponen Ekuitas perusahaan penerbit.
Hal ini dipertegas oleh International Accounting Standards Board31:
The Standard requires the separate presentation in an entity’s balance sheet (or statement
of financial position) of liability and equity components of a single financial instrument. It is
more a matter of form than a matter of substance that both liabilities and equity interests are
created by a single financial instrument rather than two or more separate instruments. The
Board believes that an entity’s financial position is more faithfully represented by separate
presentation of liability and equity components contained in a single instrument.
Reilly dan Brown menyebutkan bahwa32:
Like convertible preferred stock, a convertible bond can be viewed as a prepackaged
portfolio containing two distinct securities: a regular bond and an option to exchange the
bond for a prespecified number of shares of the issuing firm’s common stock. Thus, a
convertible bond represents a hybrid investment involving elements of both the debt and
equity markets.
Bahkan efek atau instrumen keuangan konversi disebutkan merupakan gabungan terbaik
dari dua dunia yaitu Obligasi (dengan adanya proteksi “downside”, yaitu tetap diperolehnya
pengembalian pokok pinjaman dalam kondisi ekonomi dan bisnis yang kurang baik) dan
Ekuitas (yaitu kemungkinan partisipasi “upside” atas laba perusahaan penerbit pada saat
kondisi ekonomi dan bisnis cukup baik), sebagaimana ditunjukkan di bawah ini33.
31
IFRS Foundation. International Financial Reporting Standards 2013 (Red Book). Part B: The Accompanying Documents. Basis for Conclusions on IAS 32: Financial Instruments: Presentation. Paragraf BC22. Juli 2012. London: IFRS Foundation Publications Department. Halaman B1396. 32
Reilly, Frank K.; dan Keith C. Brown. Investment Analysis and Portfolio Management. Edisi keenam. Orlando: Harcourt, Inc. 2000. Bab 25: Swap Contracts, Convertible Securities, and Other Embedded Derivatives. Halaman 1067-1068. 33
Dialynas, Chris P. (Managing Director, Pacific Investment Management Company); dan John C. Ritchie, Jr. Ph.D. (Professor of Finance, Temple University). Bab 59: Convertible Securities and Their Investment Characteristics. Dimuat dalam buku The Handbook of Fixed Income Securities. Edisi ketujuh. New York: The McGraw-Hill Companies. 2005. Editor: Frank J. Fabozzi dengan Steven V. Mann. Halaman 1373.
www.futurumcorfinan.com
Page 28
Jadi dapat dikatakan bahwa obligasi konversi adalah suatu instrumen keuangan hybrid,
yang didalamnya mengandung elemen atau unsur yang diambil dari pasar surat berharga
hutang dan pasar saham, ditunjukkan dibawah ini34.
34
Zazove: Convertible Securities Management. 2013. Diunduh pada tanggal 29 April 2014 dari laman http://www.zazove.com/profile/benefits/.
www.futurumcorfinan.com
Page 29
Hadirnya komponen Liabilitas Keuangan dan Instrumen Ekuitas dalam suatu obligasi
konversi, juga mengakibatkan obligasi konversi diperdagangkan sebagai suatu efek hybrid,
dimana perilaku harganya bisa diperdagangkan seperti obligasi dalam kisaran harga
tertentu, tapi juga bisa diperdagangkan seperti suatu saham.
Fabozzi menjelaskan demikian terkait obligasi konversi dengan perilaku perdagangan
sebagai efek hybrid35:
The investment characteristics of a convertible bond depend on the stock price. If the price
of the stock is low, so that the straight value is considerably higher than the conversion value,
the bond will trade much like a straight bond. The convertible bond in such instances is
referred to as a bond equivalent or a busted convertible.
When the price of the stock is such that the conversion value is considerably higher than the
straight value, the convertible bond will trade as if it were an equity instrument; in this case it
is said to be an equity equivalent. In such cases the market conversion premium per share
will be small.
Between these two cases, bond equivalent and equity equivalent, the convertible bond
trades as a hybrid security, having the characteristics of both a bond and an equity
instrument.
Gambar di bawah ini menunjukkan perilaku nilai atau harga perdagangan obligasi konversi
yang bersifat hybrid36.
35
Fabozzi, Frank C. Bond Markets, Anaysis and Strategies. Edisi Internasional. Edisi keempat. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. 2000. Bab 16: Analysis of Convertible Bonds. Halaman 394. 36
J.P. Morgan Asset Management. JPMorgan Global Convertibles Income Fund Limited. 2014. Diunduh pada tanggal 29 April 2014 dari laman http-//am.jpmorgan.co.uk/investment-trusts/trusts/global-convertibles-income-fund.aspx?isin=GG00B96SW597#.
www.futurumcorfinan.com
Page 30
Atau, presentasi Edmond De Rothschild terkait obligasi konversi menunjukkan gambaran
karakteristik harga obligasi konversi yang bisa seperti “obligasi” atau “debt”, pada saat
kondisi pasar menurun (down market) tapi bisa seperti “saham biasa” pada saat kondisi
pasar naik (up market)37.
Zazove: Convertible Securities Management mengilustrasikan efek konversi sebagai
berikut38, dimana dijelaskan di bawah ini.
The “bond floor” represents the convertible’s value as a traditional (non-convertible) bond. It
will act as a floor during declining stock markets. The diagonal line represents the “stock
floor” or conversion value, which is the bond’s value if it is exchanged for stock. The stock
floor ensures participation in rising markets. Bonds positioned near the center of the curve
have the most risk/return characteristics as they benefit from both the “bond floor” and the
“stock floor”.
37
Slide presentasi oleh Edmond De Rothschild (Asset Management). Convertible Bonds: Best of Two Worlds. Slide nomor 6. 38
Zazove: Convertible Securities Management. 2013. Diunduh pada tanggal 29 April 2014 dari laman http://www.zazove.com/profile/benefits/.
www.futurumcorfinan.com
Page 31
Namun demikian, sebagai catatan tambahan, praktik standar akuntansi keuangan di
Amerika Serikat, meskipun mengakui fakta bahwa obligasi konversi memiliki fitur-fitur baik
Liabilitas Keuangan maupun Instrumen Ekuitas, dan fitur konversi memiliki nilai moneter,
dan nilai ini ditentukan baik oleh syarat-syarat konversi dan kondisi pasar, US GAAP melihat
bahwa fitur-fitur ini tidak mudah terpisahkan (inseparability). Mereka menjadi satu kesatuan,
dengan demikian, seluruh uang yang diperoleh dari penerbitan obligasi konversi dibukukan
sebagai akun Hutang atau Kewajiban pada neraca perusahaan penerbit, seakan-akan
obligasi konversi sama dengan obligasi non-konversi39.
39
FASB ASC 470-20-25: Debt – Debt with Conversion Options - Recognition (sebelumnya “Accounting for Convertible Debt and Debt Issued with Stock Purchase Warrants”, Accounting Principles Board Opinion No. 14. New York: APB, 1969). Namun demikian FASB sedang memiliki proyek bersama dengan IASB bertema “Financial Instruments with Characteristics of Equity” guna mencapai konvergensi antara U.S. GAAP dan IFRS.
www.futurumcorfinan.com
Page 32
Gambar di bawah ini menunjukkan letak/posisi dari obligasi konversi sebagai instrumen
keuangan hybrid di dalam sistematika instrumen keuangan40.
Dalam artikel terbitan Ernst & Young, tipe-tipe instrumen keuangan dalam rangka investasi
asing di India digambarkan sebagai berikut, dimana efek konversi masuk dalam kategori
instrumen keuangan hybrid41:
40
Barsch, Sven-Eric. Taxation of Hybrid Financial Instruments and the Remuneration Derived Therefrom in an International and Cross-border Context: Issues and Options for Reform. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2012. Disertasi Universitat Mannheim. Bab 2: Background of Financial Instruments. Halaman 11. 41
Ernst & Young. Private Equity Handbook: Tax and Regulatory Reckoner. Januari 2013. Diunduh pada tanggal 30 April 2014 dari laman http://www.ey.com/Publication/vwLUAssets/Private_equity_handbook_Tax_and_regulatory_reckoner/$File/Private_equity_handbook_Tax_and_regulatory_reckoner.pdf.
www.futurumcorfinan.com
Page 33
~~~~~~ ####### ~~~~~~
www.futurumcorfinan.com
Page 34
Disclaimer
This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of
writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have
been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any
representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising
from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is
not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your
advisors for specific advice.
This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the
authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com
© FUTURUM. All Rights Reserved