obs.jalan nafas

27
PENANGANAN PADA KASUS OBSTRUKSI JALAN NAFAS Arini Nurlela*, Purwito Nugroho** ABSTRACT Upper airway consists of the nose, pharynx, larynx, trachea-bronchus, a channel that can undergo of many causes.obstruction by various anatomical position and size of the lumen in children than adults, leading to differences in the state of upper airway obstruction, in which the child's situation more dangerous. with an accurate anamnesis, recognizing the signs and symptoms of obstruction such as: snoring, stridor, cough, voice changes and retraction respiratory muscles, is very important to know the location of the obstruction and the degree of severity of obstruction. radiologic examination, as well as the advancement of endoscopic equipment, very helpful to diagnosing the airway obstruction.management of obstructive airway obstruction conducted on the state, depends on the location ,degree and obstruction that occurs, requiring proper understanding, fast and accurate of all the signs, symptoms and examination obtained. Key words : airway ,obstruction , management ABSTRAK Saluran napas atas yang terdiri dari area hidung, faring, laring, trakea-bronkus,merupakan saluran yang dapat mengalami obstruksi oleh berbagai macam sebab.Perbedaan posisi anatomi dan besarnya lumen pada anak dibandingkan orang dewasa,menyebabkan perbedaan keadaan obstruksi saluran napas atas, dimana pada anak keadaan ini lebih berbahaya.Pengenalan tanda dan gejala obstruksi seperti: mendengkur,batuk, perubahan suara dan retraksi otot- 1

Upload: abah-ava

Post on 16-Apr-2015

133 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: obs.jalan nafas

PENANGANAN PADA KASUS OBSTRUKSI JALAN NAFAS

Arini Nurlela*, Purwito Nugroho**

ABSTRACT

Upper airway consists of the nose, pharynx, larynx, trachea-bronchus, a channel

that can undergo of many causes.obstruction by various anatomical position and size of

the lumen in children than adults, leading to differences in the state of upper airway

obstruction, in which the child's situation more dangerous. with an accurate anamnesis,

recognizing the signs and symptoms of obstruction such as: snoring, stridor, cough, voice

changes and retraction respiratory muscles, is very important to know the location of the

obstruction and the degree of severity of obstruction. radiologic examination, as well as

the advancement of endoscopic equipment, very helpful to diagnosing the airway

obstruction.management of obstructive airway obstruction conducted on the state,

depends on the location ,degree and obstruction that occurs, requiring proper

understanding, fast and accurate of all the signs, symptoms and examination obtained.

Key words : airway ,obstruction , management

ABSTRAK

Saluran napas atas yang terdiri dari area hidung, faring, laring, trakea-

bronkus,merupakan saluran yang dapat mengalami obstruksi oleh berbagai macam

sebab.Perbedaan posisi anatomi dan besarnya lumen pada anak dibandingkan orang

dewasa,menyebabkan perbedaan keadaan obstruksi saluran napas atas, dimana pada

anak keadaan ini lebih berbahaya.Pengenalan tanda dan gejala obstruksi seperti:

mendengkur,batuk, perubahan suara dan retraksi otot-otot pernapasan, sangat penting

untuk mengetahui lokasi obstruksi dan derajat beratnya obstruksi. Pemeriksaan

penunjang radiologik, begitu pula dengan kemajuan peralatan endoskopik, sangat

membantu menegakkan diagnosis obstruksi saluran napas atas.Penatalaksanaan yang

dilakukan pada keadaan obstruksi, sangat tergantung dari derajat dan lokasi obstruksi

yang terjadi, sehingga diperlukan pemahaman yang tepat, cepat dan akurat dari semua

tanda, gejala dan pemeriksaan yang didapat.

Kata kunci: jalan napas , obstruksi , penanganan

*Coass FK Universitas Trisakti Periode 12 November s/d 15 Desember 2012

**Dokter Spesialis Anestesiologi BLUD RSUD Semarang

1

Page 2: obs.jalan nafas

PENDAHULUAN

Saluran napas atas yang membentang dari hidung, area faring, laring, sampai

trakea–bronkus, dapat mengalami suatu keadaan obstruksi oleh berbagai macam

sebab.Obstruksi saluran napas atas ini seringkali menyebabkan suatu keadaan gawat

darurat, yang memerlukan diagnosis cepat serta penanganan yang cepat pula. Misalnya

obstruksi saluran napas atas karena benda asing, yang sering terjadi pada anak-anak. Hal

ini memerlukan analisis yang cepat, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik

untuk memastikan adanya obstruksi, pemeriksaan penunjang yang sesuai. Sehingga dapat

diambil tindakan yang cepat dan akurat.

Penyebab sumbatan jalan nafas yang sering kita jumpai adalah dasar lidah,

palatum mole, darah atau benda asing yang lain. Dasar lidah sering menyumbat jalan

nafas pada penderita koma, karena pada penderita koma otot lidah dan leher lemas

sehingga tidak mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings. Hal ini

sering terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi. Benda asing, seperti tumpahan

atau darah di jalan nafas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan oleh penderita

yang tidak sadar dapat menyumbat jalan nafas. Penderita yang mendapat anestesi atau

tidak, dapat terjadi laringospasme dan ini biasanya terjadi oleh karena rangsangan jalan

nafas atas pada penderita stupor atau koma yang dangkal.Sumbatan jalan nafas dapat juga

terjadi pada jalan nafas bagian bawah, dan ini terjadi sebagai akibat bronkospasme,

sembab mukosa, sekresi bronkus, masuknya isi lambung atau benda asing ke dalam paru.

ANATOMI TRAKTUS RESPIRATORIUS

Saluran napas bagian atas

Hidung memiliki peranan yang sangat penting pada saluran napas bagian atas.

Ketika udara masuk melalui hidung, partikel-partikel debu dan kotoran akan

difiltrasi.Membran mukosa nasofaring selanjutnya akan menyaring udara tersebut,

menghangatkan, dan melembabkannya.(1)

Udara inspirasi akan turun melalui orofaring ke laringofaring kemudian melewati

faring di mana plika vokalis berada. Laring terletak di atas trakea. Ketika seseorang

2

Page 3: obs.jalan nafas

menghirup udara, plika vokalis terbuka, memungkinkan udara untuk melewati trakea

dengan bebas.(1)

Trakea berakhir pada percabangan bronkus utama kiri dan kanan yang masuk ke

paru-paru. Tiap-tiap bronkus masuk melalui hilus (tempat di mana pembukuh darah,

nervus, dan lain-lain keluar masuk organ). Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan

lebih vertikal daripada bronkus kiri. (1,2)

Gambar 1. Saluran Nafas Bagian Atas (dikutip dari daftar pustaka no.2)

Saluran napas bagian bawah

Segera setelah memasuki paru-paru kiri dan kanan, bronkus bercabang menjadi

bagian-bagian yang kecil atau bronkus sekunder yang memasuki masing-masing lobus

( tiga lobus di kanan dan dua lobus di kiri). Bronkus sekunder ini kemudian bercabang

lagi menjadi bagian yang lebih kecil atau bronkiolus. Secara struktural, bronkus sangat

mirip dengan trakea. Dindingnya memiliki cincin-cincin kartilago dan dilapisi membran

mukosa bersilia. (1)

3

Page 4: obs.jalan nafas

Gambar 2. Saluran Nafas Bagian Bawah (dikutip dari daftar pustaka no.1)

Paru-paru merupakan organ pernapasan sebenarnya di mana gas-gas dalam darah

dan udara bertukar. Paru-paru kanan memiliki tiga lobus dan paru-paru kiri memilki dua

lobus. Setiap lobus kemudian terbagi lagi menjadi lobulus. Lobulus memiliki bentuk dan

ukuran yang ireguler, tapi lobulus mendapat suplai udara dari bronkiolus. Ketika

memasuki lobulus, bronkiolus bercabang-cabang menjadi bagian yang sangat kecil yang

disebut bronkiolus terminal yang selanjutnya mencapai unit fungsional paru-paru yaitu

alveolus. Di sinilah terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida. (1)

Gambar 3. Pertukaran O2 dan co2 di alveoli (dikutip dari daftar pustaka no.1)

FISIOLOGI PERNAPASAN

Saluran pernapasan dari hidung sampai ke bronkeolus dilapisi oleh membrean

mukosa bersilia. Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara disaring, dihangatkan dan

dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi. (3)

4

Page 5: obs.jalan nafas

Gambar 4. Sistem Pernapasan (dikutip dari kepustakaan no.3)

Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri dari

rangkaian cincin tulang rawanyang dihubungkan oleh otot otot dan mengandung pita

suara. Ruang berbentuk sigitiga diantara pita suara yaitu glotis bermuara kedalam trakea

dan membentuk bagian atas dari saluran pernafasan atas dan bawah. Glotis merupakan

pemisah antara saluran napas atas dan bawah. Meskipun laring terutama dianggap

berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting.(3)

Pada waktu menelan gerakan laring ke atas, penutupan glotis dan fungsi seperti

pintu dari epiglottis yang berbentuk daun pada pintu masuk laring, berperan untuk

mengarahkan makanan dan cairan masuk kedalam esophagus. Jika benda asing masih

mampu melampaui glotis, fungsi batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau

benda dan secret dari saluran nafas bagian bawah. (3)

Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang

panjangnya kurang lebih 12,5 cm. Struktur trakea dan bronkus digolongkan denga sebuah

pohon dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Trakea merupakan tabung

berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang

berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks

di mana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar

5

Page 6: obs.jalan nafas

pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam

selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di sebelah depan dan lateral.

Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga

kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan

subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang

melekat pada kartilago tiroid dan hyoid. (3,4)

Gambar 5. Anantomi Laring (kanan) dan Potongan melintang trakea (kiri) (dikutip dari

kepustakaan no.4)

Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada

lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C yang mana ujung bebasnya berada di

bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar

membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel

asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap

terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda

tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan

pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihanTempat trakea bercabang menjadi

bronkus utama dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan

dan dapat menebabkan bronkospasme dan batuk berat jika dirangsang. (3)

6

Page 7: obs.jalan nafas

MACAM SUMBATAN JALAN NAPAS

Sumbatan jalan napas dapat total dan partial. Sumbatan jalan napas total bila tidak

dikoreksi dalam waktu 5 sampai 10 menit dapat mengakibatkan asfiksia (kombinasi

antara hipoksemia dan hiperkarbi), henti napas dan henti jantung. Sumbatan partial harus

pula dikoreksi karena dapat menyebabkan kerusakan otak, sembab otak, sembab paru,

kepayahan,henti napas dan henti jantung sekunder.

Pada sumbatan jalan napas total tidak terdengar suara napas atau tidak terasa

adanya aliran udara lewat hidung atau mulut. Terdapat pula tanda tambahan yaitu adanya

retraksi pada daerah supraklavikula dan sela iga bila penderita masih bisa bernapas

spontan dan dada tidak mengembang pada waktu inspirasi. Pada sumbatan jalan napas

total bila dilakukan inflasi paru biasanya mengalami kesulitan walaupun dengan tehnik

yang benar.

Pada sumbatan jalan napas partial terdengar aliran udara yang berisik dan kadang-

kadang disertai retraksi. Bunyi lengking menandakan adanya laringospasme, dan bunyi

seperti orang kumur menandakan adanya sumbatan oleh benda asing.

TANDA-TANDA KLINIS OBSTRUKSI PERNAPASAN

Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) : (5)

1. Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin

lift, jaw thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa

endotrakeal.

2. Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara

mengatasi : finger sweep, pengisapan (suction)

3. Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi : cricotirotomi,

trakeostomi.

4. Suara serak (disfoni) sampai afoni

5. Sesak napas (dispneu)

6. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,

supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-otot

pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.

7

Page 8: obs.jalan nafas

7. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)

8. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia

Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda dan

gejala :

Stadium 1: Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu

inspirasi dan pasien masih tenang.

Stadium 2: Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam,

ditambah lagi dengan timbulnya retraksi di epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah.

Stridor terdengar pada waktu inspirasi.

Stadium 3: Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di

infraklavikula dan sela-sela iga, di mana pasien sangat gelisah dan dispneu. Stridor

terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.

Stadium 4 : Cekungan-cekungan di atas bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak

sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus, maka pasien akan

kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pasien lemah dan

tertidur, akhirnya meninggal karena asfiksia.

Mengatasi sumbatan napas parsial

Prioritas utama dalam manajemen jalan napas adalah jalan napas bebas (6)

Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan napas bebas

Beri oksigen bila ada 6 liter/menit

Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi

leher netral

Nilai apakah ada suara nafas tambahan.

Pasien tidak sadar dengan posisi terlentang, perhatikan jalan nafasnya. Pangkal

lidah tampak menutupi jalan nafas

Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan napas. Tempatkan korban

pada tempat yang datar.Kepala dan leher korban jangan terganjal.

8

Page 9: obs.jalan nafas

Chin Lift

Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan

Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien

kemudian angkat.

Head Tilt

Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, dan tidak boleh dilakukan

pada pasien dugaan fraktur servikal.

Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga

kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.

Gambar 6. tangan kanan melakukan  Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri

melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas. (dikutip dari

kepustakaan no.6)

Jaw thrust

Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi

bawah berada di depan barisan gigi atas

9

Page 10: obs.jalan nafas

Gambar 7. manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih

Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan sumbatan dari

benda padat. (dikutip dari kepustakaan no.6)

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)

Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang. Caranya berikan hentakan

mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen).

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk

Caranya adalah penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang

korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi

jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang

sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke

perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan

yang jelas.

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar)

Caranya adalah korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke

atas. Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban

di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan

kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan

hentakan yang cepat ke arah atas.

10

Page 11: obs.jalan nafas

Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak

dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri

Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.

Caranya adalah kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan

di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea

rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidak berhasil dapat dilakukan tindakan

dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi.

Back Blow (untuk bayi)

Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif

atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik

silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

Pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesia posisi terlentang,tonus otot

jalan napas atas,otot genioglossus hilang,sehingga lidah akan menyumbat hipofaringdan

menyebabkan obstruksi jalan napas baik total atau partial. Keadaan ini sering terjadi dan

harus cepat diketahui dan dikoreksi dengan beberapa cara, misalnya manuver tripel jalan

napas (triple airway maneuver) , pemasangan alat jalan napas faring (pharyngeal

airway), pemasangan alat jalan napas sungkup laring (laryngeal mask airway),

pemasangan pipa trakea (endotracheal tube). Obstruksi dapat juga disebabkan karena

spasme laring pada saat anestesia ringan dan mendapat rangsangan nyeri atau rangsangan

oleh sekret. (7)

Spasme atau kejang laring

Terjadi karena pita suara menutup sebagian atau seluruhnya. Keadaan ini biasanya

disebabkan oleh anestesia ringan dan mendapat rangsangan sekitar faring. Terapi :

1. Manuver tripel jalan napas

2. Ventilasi positif dengan oksigen 100%

11

Page 12: obs.jalan nafas

3. Tak menolong pelumpuh otot suksinil 0,5 mg/kg iv, im deltoid, sublingual 2-4

mg/kg (7)

A. Jalan Napas Faring

Jika manuver tripel jalan napas kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas

mulut-faring lewat mulut (OPA, oro-pharyngeal airway) atau jalan napas hidung-faring

lewat hidung (NPA, naso-pharyngeal aiway).(7)

NPA : berbentuk seperti pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dari karet lateks lembut.

Pemasangan harus hati-hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung, pipa diolesi

dengan gel.

Gambar 8. Nasopharyngeal Airway (dikutip dari kepustakaan no.7)

OPA : Berbentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang di tengahnya dengan

salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras untuk mencegah gangguan

patensi lubang bila pasien menggigitnya; sehingga aliran udara tetap terjamin.

OPA juga dipasang bersama pipa trakhea atau sungkup laring untuk menjaga patensi

kedua alat tersebut dari gigitan pasien.

12

Page 13: obs.jalan nafas

Gambar 9. Oropharyngeal Airway (dikutip dari kepustakaan no.7)

B. Sungkup Muka

Sungkup muka (face mask) mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau

sistem anestesi ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika

digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk

semua ke trakhea lewat mulut atau hidung. Bentuk sungkup muka sangat beragam

tergantung usia pasien dan pembuatnya. Ukuran 03 untuk bayi baru lahir; 02, 01, 1 untuk

anak kecil; 2, 3 untuk anak besar; dan 4, 5 untuk dewasa. Sebagian sungkup muka dari

bahan transparan supaya udara ekspirasi kelihatan (berembun) atau kalau ada muntahan

atau bibir terjepit kelihatan. (7)

Sungkup muka sederhana

-Aliran yang diberikan sebesar 6-8 liter/mnt

-Konsentrasi oksigen maksimal 60%

Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing

-Aliran yang diberikan 6-10 L/mnt

-Konsentrasi oksigen mencapai 80 %

-Udara inspirasi bercampur dengan udara ekspirasi

Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing

-Aliran diberikan 8 – 12 l /mnt, konsentrasi oksigen dapat mencapai 100%

-Udara inspirasi tidak bercampur

-Tidak dipengaruhi udara luar

13

Page 14: obs.jalan nafas

Gambar 10. Berbagai Jenis Sungkup

Konsentrasi oksigen

Udara bebas ± 21 %

Kanul hidung dengan O2 2 LPM ± 24 %

Kanul hidung dengan O2 6 LPM ± 44 %

Face mask ( rebreathing, 6-10 LPM ) ± 35 - 60 %

Non rebreathing mask ( 8-12 LPM ) ± 80 - 90 %

C. Sungkup Laring

Sungkup laring (LMA,laryngeal mask airway) adalah alat jalan napas berbentuk

sendok terdiri atas pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang

pinggirnya dapat dikembangkempiskan seperti balon pada pipa trakhea. Tangkai pipa

LMA dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga

supaya lubang tetap paten. (7)

Dikenal 2 macam sungkup laring :

Sungkup laring standar dengan satu pipa napas.

Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa tambahan

yang ujung distalnya berhubungan dengan esofagus.

14

Page 15: obs.jalan nafas

Gambar 11. Laryngeal Mask Airway

Ukuran LMA dan peruntukannya

Ukuran Usia Berat badan (kg)

1.0 Neonatus < 3

1.3 Bayi 3 – 10

2.0 Anak kecil 10-20

2.3 Anak 20 – 30

3.0 Dewasa kecil 30 – 40

4.0 Dewasa normal 40 – 60

5.0 Dewasa besar > 60

Tabel 1. Ukuran LMA dan peruntukannya (dikutip dari daftar pustaka no.7)

Cara pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan laringoskop.

Sebenarnya alat ini dibuat dengan tujuan antara lain agar dapat dipasang langsung tanpa

bantuan alat dan dapat digunakan bila intubasi trakhea diramalkan akan mengalami

kesulitan. LMA memang tidak dapat menggantikan kedudukan intubasi trakhea, tetapi ia

terletak di antara sungkup muka dan intubasi trakhea.

Pemasangan hendaknya menunggu anestesi cukup dalam atau menggunakan pelumpuh

otot untuk menghindari trauma rongga mulut, faring-laring. Setelah alat terpasang, untuk

menghindari pipa napasnya tergigit, maka dapat dipasang gulungan kain kasa (bite

block) atau pipa napas mulut faring (OPA). (7)

D.Pipa Trakea

15

Page 16: obs.jalan nafas

Pipa trakhea (endotracheal tube) mengantar gas anestetik langsung ke dalam

trakhea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil klorida. Ukuran diameter lubang

pipa dinyatakan dalam milimeter. Karena penampang trakhea bayi, anak kecil dan

dewasa berbeda — penampang melintang trakhea bayi dan anak kecil di bawah usia 5

tahun hampir bulat, sedangkan dewasa berbentuk seperti huruf D — maka untuk bayi dan

anak kecil digunakan tanpa cuff; sedangkan untuk anak besar dan dewasa

dengan cuff supaya tidak bocor. (7)

Penggunaan cuff pada bayi dan anak kecil dapat membuat trauma selaput lendir

trakhea. Jika kita ingin menggunakan pipa trakhea dengan cuff pada bayi, kita harus

menggunakan ukuran pipa trakhea yang diameternya lebih kecil dan ini membuat resiko

tahanan jalan napas lebih besar. Pipa trakhea dapat dimasukkan melalui

mulut (orotrakheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube). Di pasaran bebas

dikenal beberapa ukuran dan perkiraan ukuran yang diperlukan dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Gambar 12. Berbagai ukuran Endotracheal Tube (dikutip dari kepustakaan no.7,8)

E.Laringoskopi dan Intubasi

Fungsi laring adalah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop adalah alat

yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan

pipa trakhea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop :

Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi – anak – dewasa

Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar – dewasa

Kesulitan memasukkan pipa trakhea berhubungan dengan variasi anatomi yang dijumpai.(7)

16

Page 17: obs.jalan nafas

Indikasi Intubasi Trakhea

Intubasi trakhea adalah tindakan memasukkan pipa trakhea ke dalam trakhea

melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira di pertengahan trakhea

antara pita suara dan bifurkasio trakhea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya

digolongkan sebagai berikut : (7)

1.Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun

Kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas,

dan lain-lain.

2.Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi

Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi

jangka panjang.

3.Pencegahan aspirasi dan regurgitasi

Kesulitan intubasi

1.Leher pendek berotot

2.Mandibula menonjol

3.Maksila / gigi depan menonjol

4.Uvula tak terlihat

5.Gerak sendi temporo-mandibular terbatas

6.Gerak vertebra servikalis terbatas

Pemeriksaan Mallampati dilakukan untuk mengetahui seberapa besar faring

yang tertutup oleh lidah. Terdapat 4 kelas penilaian untuk skoring Mallampati, yaitu (8):

Kelas I = tampak palatum mole, palatum durum, uvula, pilar anterior dan posterior.

Kelas II = tampak palatum mole, palatum durum, dan uvula

Kelas III = tampak palatum mole dan dasar uvula

Kelas IV = tidak tampak palatum mole

17

Page 18: obs.jalan nafas

Gambar 13. Skoring Mallampati (dikutip dari kepustakaan no.8)

Komplikasi intubasi

Selama intubasi

-       trauma gigi geligi

-       laserasi bibir, gusi, laring

-       merangsang saraf simpatis (hipertensi – takikardi)

-       intubasi bronkus

-       intubasi esofagus

-       aspirasi

-       spasme bronkus

Setelah ekstubasi

-       spasme laring

-       aspirasi

-       gangguan fonasi

-       edema subglotis-glotis

-       infeksi laring, faring, trakhea

Ekstubasi

1.Ekstubasi ditunda sampai pasien benar- benar sadar, jika :

-       intubasi kembali akan menmbulkan kesulitan

-       paska ekstubasi ada resiko aspirasi

2. Ekstubasi dikerjakan umumnya pada keadaan anestesi sudah ringan dengan catatan

tidak akan terjadi spasme laring.

18

Page 19: obs.jalan nafas

3.Sebelum ekstubasi, bersihkan rongga mulut – laring – faring dari sekret dan cairan

lainnya. (7)

KESIMPULAN

Sumbatan jalan nafas merupakan salah satu penyebab kematian utama yang

kemungkinan masih dapat diatasi. Penolong harus dapat mengenal tanda-tanda dan

gejala-gejala sumbatan jalan napas dan menanganinya dengan cepat walaupun tanpa

menggunakan alat yang canggih.

Sumbatan jalan nafas dapat total dan partial. Sumbatan jalan nafas total bila tidak

dikoreksi dalam waktu 5 sampai 10 menit dapat mengakibatkan asfiksia (kombinasi

antara hipoksemia dan hiperkarbi), henti nafas dan henti jantung. Sumbatan partial harus

pula dikoreksi karena dapat menyebabkan kerusakan otak, sembab otak, sembab paru,

kepayahan, henti napas dan henti jantung sekunder.

Pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesia posisi terlentang,tonus otot

jalan naas atas,otot genioglossus hilang,sehingga lidah akan menyumbat hipofaringdan

menyebabkan obstruksi jalan napas baik total atau partial. Keadaan ini sering terjadi dan

harus cepat diketahui dan dikoreksi dengan beberapa cara, misalnya manuver tripel jalan

napas (triple airway maneuver) , pemasangan alat jalan napas faring (pharyngeal

airway), pemasangan alat jalan napas sungkup laring (laryngeal mask airway),

pemasangan pipa trakea (endotracheal tube). Obstruksi dapat juga disebabkan karena

spasme laring pada saat anestesia ringan dan mendapat rangsangan nyeri atau rangsangan

oleh sekret.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajad R, Kepala dan leher. Dalam : Buku Ajar Ilmu

bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG, 2002.

2. Anatomy and Phisiology. In: Tracheostomy Care Handbook. SIMS

Portex Inc

19

Page 20: obs.jalan nafas

3. Wilson Loiranne, Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan.

Dalam : Patofisiologi. Jilid 2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran

ECG , 2006

4. Boies L. R. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Trakeostomi. Jakarta :

EGC , 1997.

5. sudoyo aru W, setiyohardi bambang.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Edisi

ke-5. Jakarta : InternaPublishing , 2009.

6. boulton,thomas B. Anestesiologi.Edisi ke-10.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC , 1994.

7. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi ke-2.

Jakarta: FKUI , 2009.

8. Stoelting RK, Miller RD. Airway Management. In: Basics of Anesthesia. 5th ed. Philadelphia: Churchill Livingstones ,2007.

20