obstruksi laring

40
Clinical Science Session OBSTRUKSI LARING Oleh : Hamka Gunawan Marpaung 06120136 Jane Elvina Sentosa 06120159 Pembimbing : Dr. Novialdi, SpTHT-KL BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 3

Upload: the-iatros

Post on 01-Jul-2015

448 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Obstruksi Laring

Clinical Science Session

OBSTRUKSI LARING

Oleh :

Hamka Gunawan Marpaung 06120136

Jane Elvina Sentosa 06120159

Pembimbing :

Dr. Novialdi, SpTHT-KL

BAGIAN ILMU PENYAKIT

TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2010

3

Page 2: Obstruksi Laring

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Obstruksi laring dapat bersifat total ataupun parsial. Obstruksi total di laring akan

menimbulkan keadaan gawat, dan apabila tidak ditatalaksana dalam 4 menit akan

menyebabkan kematian akibat asfiksia. Obstruksi parsial di laring dapat menyebabkan gejala

suara parau, disfonia sampai afonia, batuk yang disertai sesak, odinofagia, mengi, sianosis,

hemoptisis dan rasa subjektif benda asing.1

Obstruksi laring dapat disebabkan oleh berbagai penyebab antara lain radang akut dan

radang kronis, benda asing, trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan bunuh diri

dengan senjata tajam, trauma akibat tindakan medis, tumor laring, dan kelumpuhan nervus

rekuren bilateral. 2

Prinsip penanggulangan sumbatan laring ialah menghilangkan penyebab sumbatan

dengan cepat atau membuat jalan nafas baru yang dapat menjamin ventilasi . Tindakan pada

pasien dengan obstruksi laring dilakukan sesuai dengan derajat obstruksi. Untuk derajat

ringan yang disebabkan peradangan dapat diberikan tindakan konservatif berupa pemberian

obat-obatan. Sedangkan untuk derajat berat diperlukan tindakan operatif yang memerlukan

keterampilan dan peralatan khusus.2

1.2. Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang obstruksi laring yang meliputi anatomi dan fisiologi

laring, definisi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan, serta

komplikasi.

1.3. Tujuan Penulisan

4

Page 3: Obstruksi Laring

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memahami anatomi dan fisiologi laring,

definisi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan komplikasi

obstruksi laring.

1.4. Metode Penulisan

Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dengan merujuk ke berbagai

literatur.

1.5. Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan dan

pemahaman mengenai anatomi dan fisiologi laring, definisi, etiologi, patofisiologi, gejala

klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi obstruksi laring.

5

Page 4: Obstruksi Laring

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI LARING

Struktur penyangga

Struktur kerangka

laring terdiri dari satu

tulang dan beberapa

kartilago yang

berpasangan ataupun

tidak. Disebelah superior

terdapat os

hioideum, struktur

yang berbentuk huruf U

dan dapat dipalpasi

dari leher depan dan lewat

mulut pada dinding

faring lateral.3

6

Page 5: Obstruksi Laring

Gambar 1. Struktur penyangga laring

Tulang rawan yang

menyusun laring adalah

kartilago epiglottis,

kartilago tiroid, kartilago

krikoid, kartilago aritenoid,

kartilago kornikulata,

kartilago kuneiformis

dan katilago tritisea.

Kartilago krikoid dihubungkan

dengan kartilago tiroid oleh

ligamentum krikotiroid.

Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran. Terdapat 2 pasang kartilago aritenoid yang

terletak dekat permukaan belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid,

disebut artikulasio krikoariteniod. 4

Otot-otot laring

Gerakan laring dilakukan oleh sekelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik.

Otot-otot ektrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot

intrinsik menyebabkan gerakan bagian-bagian laring tertentu yang berhubungan dengan

gerakan pita suara. 4

7

Page 6: Obstruksi Laring

Gambar 2. Otot-otot laring

Persarafan laring

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus yaitu n. Laringis superior dan n.

Laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik. 4

Gambar 3. Persyarafan laring

Perdarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu : a. Laringis superior dan a.

Laringis inferior yang berasal dari a.

Tiroid . Pembuluh limfe untuk laring

banyak kecuali di daerah lipatan

vokal. Di daerah lipatan vokal,

pembuluh limfe terdiri dari

golongan superior dan inferior. 4

2.2 FISIOLOGI LARING

Laring yang biasanya dianggap

sebagai organ penghasil suara,

namun ternyata mempunyai tiga

fungsi utama yaitu proteksi jalan nafas, respirasi, dan fonasi. 3

8

Page 7: Obstruksi Laring

Fungsi laring sebagai proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk

kedalam trakea, dengan jalan menutup auditus laring dan rima glotis secara bersamaan.

Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi

otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak kedepan akibat

kontraksi m. tiroaritenoid dan m. aritenoid. Selanjutnya m. ariepigloitika berfungsi sebagai

sfingter. Penutupan rima glottis karena adduksi plika vokalis. Kartilago ariteniod kiri dan

kanan mendekat karena adduksi otot-otot intrinsik. 4

Selain itu dengan reflex batuk, benda asing yang telah masuk ke trakea dapat

dibatukkan keluar. Dengan batuk juga dapat mengeluarkan sekret dari paru. 4

Fungsi respirasi dengan mengatur besar kecilnya rima glotis. Bila m. krikoaritenoid

posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid akan bergerak

ke lateral, sehingga rima glotis terbuka (abduksi). 4

Fungsi laring sebagai fonasi dengan mengatur tinggi rendahnya nada yaitu diatur oleh

ketegangan plika vokalis. 4

2.3 DEFINISI OBTRUKSI LARING

Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring yang dapat disebakan oleh

radang akut dan radang kronis, benda asing, trauma, iatrogenik, tumor laring, dan

kelumpuhan nervus rekuren bilateral. 2

2.4 ETIOLOGI

Obstruksi laring disebabkan oleh :

1. Kelainan congenital

Laringomalasia

Tidak ditemukan gangguan patologi dasar ataupun gangguan yang bersifat

progresif pada laringomalasia. Kondisi ini lebih merupakan keadaan laring

neonatus yang terlalu lunak dan kendur jika dibandingakan normalnya. Saat bayi

9

Page 8: Obstruksi Laring

menarik nafas, laring yang lunak akan saling menempel, mempersempit aditus dan

timbul stridor. Proses menelan tidak terganggu. Proses menangis mestinya normal.

Pertambahan berat dan perkembangan bayi biasanya normal. Stridor merupakan

gejala utama dan dapat berlangsung konstan atau hanya saat bayi tereksitasi.

Bersama stridor dapat timbul retraksi sternum dan dada. Biasanya bayi berusia

beberapa minggu saat mulainya laringomalasia. Prognosisnya cukup baik karena

kartilago akan menjadi kaku. 5,9

Gambar 4. Laringomalasia

Bila sumbatan laring makin hebat sebaiknya dilakukan intubasi trakea dan

jangan dilakukan trakeastomi karena biasanya juga diikuti trakeomalsia. Orang

tua pasien dinasehatkan supaya lekas datang ke dokter jika ada peradangan

saluran nafas atas misalnya pilek.6,9

Gambar 5. Radiogram pada trakeomalacia

Stenosis subglotik

10

Page 9: Obstruksi Laring

Pada daerah subglotik 2-3 cm dari pita suara, sering terdapat penyempitan

(stenosis). Kelainan yang dapat menyebabkan stenosis subglotis ialah : 6

1. Penebalan jaringan submukosa dengan hiperplasia kelenjar mukus dan fibrosis

2. Kelainan bentuk tulang rawan krikoid dengan lumen yang lebih kecil

3. Bentuk tulang rawan krikoid normal dengan ukuran lebih kecil

4. Pergeseran cincin trakea pertama kearah atas belakang ke dalam lumen

krikoid.

Gambar 6. Stenosis subglotik

Gejala stenosis subglotik ialah stridor, dispnoe, retraksi di suprasernal, epigastrium,

interkostal serta subklavikula. Pada stadium yang lebih berat akan ditemukan sianosis

dan apnoe sehingga mungkin terjadi gagal nafas.6

2. Trauma laring

Kontusio laring

Bermanifestasi sebagai hematoma internal dan terkadang sebagai dislokasi

kartilago aritenoidea. Trauma biasanya disebabkan benda tumpul. Kunci pada

terapi adalah dengan diagnosis segera. Kontusio dapat diobservasi sementara

persiapan trakeotomi tetap dilakukan. Biasanya pasien dengan kontusio cukup

kooperatif untuk dilakukan visualisasi laring. Hematoma biasanya terlihat.5

Stenosis laring dan subglotis

Jaringan parut yang mempersempit jalan nafas merupakan sekuele dari suatu

penyakit atau cedera, dan penatalaksanaannya sering kali sangat sulit. Trauma

tumpul atau tembus, trakeotomi tinggi, penelanan zat kaustik, luka tembak, iritasi

balon tuba endotrakea merupakan penyebab stenosis laring yang paling sering

11

Page 10: Obstruksi Laring

dijumpai. Biasanya pasien memerlukan intubasi trakea jangka panjang bagi mereka

yang sangat sakit walaupun ini juga dapat mneyebabkan stenosis laring lagi.5

Trauma Intubasi

Trauma akibat intubasi bisa disebabkan karena trauma langsung saat

pemasangan atau pun karena balon yang menekan mukosa terlalu lama sehingga

menjadi nekrosis. Trauma sekunder akibat intubasi umumnya karena inflasi balon

yang berlebihan walaupun menggunakan cuff volume besar bertekanan rendah.

Trauma yang disebabkan oleh cuff ini terjadi pada kira-kira setengah dari pasien

yang mengalami trauma saat trakeostomi. Trauma intubasi paling sering

menyebabkan sikatrik kronik dengan stenosis, juga dapat menimbulkan fistula

trakeoesofageal, erosi trakea oleh pipa trakeostomi, fistula trakea-arteri inominata,

dan ruptur bronkial. 7

Penggunaan pipa endotrakea dengan cuff yang bertekanan tinggi merupakan

etiologi yang paling sering terjadi pada intubasi endotrakea. Penggunaan cuff

dengan volume tinggi tekanan rendah telah menurunkan insiden stenosis trakea

pada tipe trauma ini, namun trauma intubasi ini masih tetap terjadi dan menjadi

indikasi untuk reseksi trakea dan rekonstruksi. Selain faktor diatas ada beberapa

faktor resiko yang mempermudah terjadinya laserasi atau trauma intubasi. 7

Saat ini tersedia cuff plastic bertekanan rendah untuk tuba trakeostomi. Cuff

ini dirancang untuk memelihara tekanan pada trakea agar tetap di bawah 25 cmH2O

sehingga mengurangi insiden stenosis akibat cuff trakea. Tekanan cuff harus

dipantau sedikitnya 8 jam dengan menempelkan diameter tekanan genggam pada

pilot balon sedang atau melakukan teknik penggunaan volume kebocoran minimal

atau volume oklusi minimal. Secara umum dapat dikatakan bahwa intubasi

endotrakea jangan melebihi 6 hari dan untuk selanjutnya sebaiknya dilakukan

trakeostomi. 8

3. Penyakit infeksi pada laring

Laryngitis akut

Radang akut laring pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis

(common cold). Pada anak dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas dan pada

orang dewasa tidak secepat pada anak. Penyebabnya adalah bakteri yang

menyebabkan radang lokal dan virus yang menyebabkan radang sistemik. Gejala

dan tanda-tandanya berupa demam, malaise, suara parau sampai afoni, nyeri

12

Page 11: Obstruksi Laring

menelan atau berbicara, batuk kering yang lama kelamaan disertai dahak kental

dan gejala sumbatan laring. 6

Laringitis kronik

Dapat disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip

hidung atau bronkitis kronis, dan penyalahgunaan suara (vocal abuse), sinusitis,

reflux, dan polusi lingkungan. Gejalanya adalah suara parau yang menetap, rasa

tersangkut di tenggorok sehingga pasien sering mendehem tanpa mengeluarkan

sekret karena mukosa yang menebal. 6

Croup

Infeksi menular melalui inhalasi, masuk melalui hidung dan nasofaring.

Infeksi menyebar dan akhirnya melibatkan laring dan trakea. Meskipun saluran

pernafasan lebih rendah, mungkin akan terpengaruh. Peradangan dan edema pada

laring dan trakea subglotik, khususnya yang dekat dengan tulang rawan krikoid,

yang paling klinis signifikan.  Virus Parainfluenzae mengaktifkan sekresi klorida

dan menghambat penyerapan natrium melintasi epitel trakea, berkontribusi

terhadap edema jalan napas. Ini adalah bagian paling sempit dari saluran napas

anak. Dengan demikian, pembengkakan dapat secara signifikan mengurangi

diameter, membatasi aliran udara. Ini menyebabkan aliran udara turbulen dan

stridor, retraksi dada, dan batuk. kerusakan endotel dan hilangnya fungsi silia

terjadi. 5

 Eksudat fibrin memenuhi sebagian lumen trakea.  Selain itu terdapat

penurunan mobilitas dari pita suara karena edema. Pada penyakit yang berat,

eksudat fibrinous dan pseudomembran dapat menyebabkan obstruksi jalan napas

yang lebih besar. Hipoksemia dapat terjadi karena penyempitan lumen yang

progresif, ventilasi alveolar yang terganggu dan ketidakseimbangan ventilasi-

perfusi.5

Gejalanya yaitu stridor inspirasi atau bifase, demam subfebril, batuk (terutama

pada malam hari), suara serak. 5

4. Tumor laring

Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring, adenoma, kondroma,

mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma, dan neurofibroma. 9

13

Page 12: Obstruksi Laring

.

Gambar 7. Tumor laring

Tumor ganas laring diantaranya tumor supraglotik, tumor glotik, tumor

subglotik, dan tumor ganas transglotik. 9

Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para

ahli bahwa perokok, peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan

risiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan

beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah

rokok, alkohol, dan terpajan oleh sinar radioaktif. 9

5. Benda asing laring

Benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh yang dalam keadaan

normal tidak ada pada saluran napas tersebut. 5

Setiap benda asing dalam laring merupakan keadaan darurat yang perlu

segera ditangani. Kejadiannya sering kali berupa seseorang yang menjepit objek di

dalam mulut di antara giginya dan kemudian tidak sengaja terinhalasi. Jika pasien

tidak dalam keadaan distress pernafasan, tidak perlu dilakukan usaha untuk

mengangkat objek di unit gawat darurat. Pengangkatan harus dilakukan di kamar

operasi dengan di damping petugas anestesia. tindakan mengeluarkan benda asing itu

dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas. Pada anak kecil benda asing dalam

esofagus bagian atas dapat menekan jalan nafas dengan jalan mendilatasi esofagus.

Contoh kasus benda asing misalnya sepotong daging tersangkut pada rima glotis.

Korban tiba-tiba kolaps setelah memasukkan makanan dalam suapan besar. Benda

asing tersebut harus diusahakan untuk dikeluarkan dengan cara menekan dada dari

belakang yaitu manufer Heimlich. Jika tidak berhasil, sebaiknya dilakukan

krikotirotomi bukannya trakeostomi. 5

14

Page 13: Obstruksi Laring

Gambar 8. Benda asing pada laring

6. Paralisis laring

Tiap lesi sepanjang perjalanan nervus rekuren laryngeal dapat menimbulkan

paralisis laring. Pada paralisis korda vokalis bilateral, suara tidak terlalu terpengaruh.

Akan tetapi rima glotis tidak cukup lebar untuk kegiatan yang mengerahkan tenaga.

Pasien bahkan mengalami sesak nafas saat istirahat. Sehingga pasien memerlukan

trakeostomi guna mengurangi obstruksi jalan nafas. Paralisis korda vokalis unilateral

pada anak memiliki cirri tambahan. Karena ukuran glotis yang kecil, maka paralisis

unilateral pada anak dapat membahayakan jalan nafas, sehingga secara klinis

mengakibatkan stridor. Sementara itu pada paralisis lengkap, lesi saraf vagus di atas saraf

laringeus superior bilateral, dimana efek lesi serupa dengan paralisis saraf rekurens,

namun lebih cendrung untuk mengalami aspirasi. 5

Gambar 9. Paralise laring

2.5. MANIFESTASI KLINIS

Gejala dan tanda sumbatan laring secara umum ialah : 2

1. Suara serak (disfonia) sampai afoni

2. Sesak nafas (dispnea)

15

Page 14: Obstruksi Laring

3. Stridor (nafas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi

4. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,

supraklavikula dan interkostal.

5. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)

6. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia

Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda

dan gejala: 2

Stadium I : Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada

waktu inspirasi dan pasien masih tenang.

Stadium II : Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam,

ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium.

Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar pada waktu inspirasi.

Stadium III : Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di

infraklavikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea.

Stridor terdengar pada waktu pada waktu inspirasi dan ekspirasi.

Stadium IV : Cekungan – cekungan di atas bertambah jelas, pasien sangat gelisah

dan tampak sangat ketakutan serta sianosis. Jika keadaan ini

berlangsung terus, terjadilah hiperkapnea yang akan menyebabkan

paralitik pusat pernafasan. Selain itu pasien akan kehabisan tenaga dan

letargi. Pasien lemah dan tertidur dan akhirnya meninggal karena

asfiksia.

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis pasien dengan sumbatan jalan nafas memerlukan integrasi anamnesis dan

pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi lokasi dan besarnya obstruksi.12

16

Page 15: Obstruksi Laring

Gambar 10. Skema penilaian obstruksi saluran nafas atas

Selama penilaian, harus selalu diperhatikan keadaan umum pasien, kenyamanan

bernafas, usaha bernafas, dan oksigenasi perifer. Pasien dengan obstruksi saluran nafas dapat

agitasi akibat ketakutan/hipoksia, tetapi pasien tanpa agitasi terutama letargi dapat mengalami

obstruksi dan hiperkapnea. Pemeriksaan awal mencakup tanda vital, pulse oximetry , dan

identifikasi tanda trauma kepala dan leher. Tulang servikal harus dievaluasi dan

distabilisasi.12

Pasien dengan kesulitan bernafas akan menghindari berbicara dan mencari posisi yang

dapat membantu memperbesar jalan nafas. Waktu munculnya stridor penting untuk diketahui.

Gejala saluran nafas mula-mula muncul pada saat relaksasi neuromuskular, yaitu pada saat

tidur. Riwayat infeksi, trauma leher dan kepala, masuknya benda asing harus ditanyakan.

Seluruh pasien, harus ditanyakan seluruh gejala kelainan kepala dan leher, seperti turunnya

berat badan, batuk, hemoptisis, disphagia, odinophagia, perubahan suara, otalgia, nyeri

tenggorok, emesis dan hematemesis. 12

Selama pemeriksaan, pemeriksa harus mendengarkan dengan seksama nafas pasien.

Pada pasien normal, tidak ada usaha bernafas. Stridor, bunyi spontan yang dihasilkan oleh

17

Page 16: Obstruksi Laring

pasien dengan obstruksi saluran nafas yang signifikan, disebabkan turbulensi aliran udara

yang melewati daerah yang stenosis. Stridor dapat digunakan untuk mengidentifikasi lokasi

dan berat obstruksi saluran nafas. Stridor inspirasi terjadi pada obstruksi di supraglotis dan

glottis. Stridor ekspirasi terjadi pada obstruksi glottis, subglottis, dan tracheal. Snoring,

getaran palatal pada orofaring yang menyempit sering ditemukan pada pasien dengan

penyempitan diameter orofaring, pasien obese atau obstruksi nasal. 12

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan laringoskopi.

Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung dan pada anak dilakukan

laringoskopi langsung.2 Pemeriksaan laboratorium dan radiografik dapat dilakukan pada

pasien dengan ancaman obstruksi saluran nafas. 12

BAB III

PENANGGULANGAN OBSTRUKSI LARING

Prinsip penangulangan sumbatan laring ialah menghilangkan penyebab sumbatan

dengan cepat atau membuat jalan nafas baru yang dapat menjamin ventilasi. Tindakan

konservatif dengan pemberian anti inflamasi, anti alergi, antibiotika, serta pemberian oksigen

intermiten dilakukan pada sumbatan laring stadium I yang disebabkan peradangan. Tindakan

operatif atau resusitasi untuk membebaskan saluran napas ini dapat dengan cara memasukkan

pipa endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea),

membuat trakeostoma atau melakukan krikotirotomi.2

Intubasi endotrakea atau resusitasi dapat dilakukan pada pasien dengan sumbatan

laring stadium II dan III, sedangkan krikotirotomi dilakukan pada sumbatan laring stadium

18

Page 17: Obstruksi Laring

IV. Tindakan operatif atau resusitasi dapat dilakukan berdasar analisis gas darah

(pemeriksaan Astrup). 2

Bila fasilitas tersedia maka intubasi endotrakea merupakan pilihan pertama sedangkan

jika ruangan perawatan intensif tidak tersedia sebaiknya dilakukan trakeostomi. 2

Pada sumbatan total laring akibat benda asing, dapat dilakukan perasat dari Heimlich

(Heimlich manuever) pada anak dan dewasa, atau dengan memegang anak pada posisi

terbalik, kepala di bawah, kemudian daerah punggung/ tengkuk dipukul, sehingga diharapkan

benda asing dapat dibatukkan keluar. 1

Gambar 11. Mengeluarkan benda asing pada anak

1. INTUBASI ENDOTRAKEA

Indikasi intubasi endotrakea : 2

1. Untuk mengatasi sumbatan saluran nafas bagian atas

2. Membantu ventilasi

3. Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeo-bronkial

4. Mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari

lambung

Pipa endotrakea harus dengan ukuran yang sesuai dengan ukuran trakea pasien

dan umumnya untuk orang dewasa dipakai yang diameter dalamnya 7-8,5 mm. Pipa

endotrakea yang dimasukkan lewat hidung dapat dipertahankan untuk beberapa hari,

19

Page 18: Obstruksi Laring

dan jangan melebihi 6 hari dan untuk selanjutnya sebaiknya dilakukan trakeostomi.

Komplikasi yang dapat timbul adalah stenosis laring atau trakea. 2

Gambar 12. Intubasi endotrakea

Teknik Intubasi Trakea

Intubasi endotrakea merupakan tindakan penyelamat dan dapat dilakukan

dengan atau tanpa analgesia topikal dengan xylocain 10%. Posisi pasien tidur

telentang, leher fleksi sedikit, dan kepala ekstensi. Laringoskop dengan spatel

bengkok dipegang dengan tangan kiri, dimasukkan melalui mulut sebelah kanan,

sehingga lidah terdorong ke kiri. Spatel diarahkan menelusuri pangkal lidah ke

valekula, lalu laringoskop diangkat ke atas, sehingga pita suara dapat terlihat. Dengan

tangan kanan pipa endotrakea dimasukkan melalui mulut terus melalui celah antara

kedua pita suara ke dalam trakea. Pipa endotrakea juga dapat dimasukkan melalui

salah satu lubang hidung sampai rongga mulut dan dengan cunam Magill ujung pipa

endotrakea dimasukkan ke dalam celah antara kedua pita suara sampai ke trakea. 2

20

Page 19: Obstruksi Laring

Gambar 13. Teknik intubasi trakea

Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik.

Apabila menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien yang tidur telentang

itu pundaknya harus diganjal dengan bantal pasir, sehingga kepala mudah

diekstensikan maksimal. 2

Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan

dimasukkan mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat horizontal ke

atas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat. Pipa endotrakea dipegang dengan

tangan kanan dan dimasukkan melalui celah pita suara sampai di trakea. Kemudian

21

Page 20: Obstruksi Laring

balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan plester. Memasukkan pipa

endotrakea ini harus hati-hati karena dapat menyebabkan trauma pita suara, laserasi

pita suara timbul granuloma dan stenosis laring atau trakea.

2. TRAKEOSTOMI

Trakeostomi merupakan tindakan membuat stoma agar udara dapat masuk ke

paru-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas. Indikasi trakeostomi termasuk

sumbatan mekanis pada jalan nafas dan gangguan non obstruksi yang mengubah

ventilasi.8

Gangguan yang memerlukan trakeostomi : 2

1. Mengatasi obstruksi laring.

2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas bagian atas seperti

daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka

seluruh oksigen yang masuk kedalam paru, tidak ada yang tertinggal diruang

rugi itu. Hal ini berguna pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas

vitalnya berkurang.

3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat

mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam keadaan

koma.

4. Untuk memasang respiratoar (alat bantu pernapasan)

5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai

fasilitas untuk bronkoskopi.

Alat-alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi ialah semprit

dengan obat analgesia, pisau skalpel, pinset anatomi, gunting panjang yang tumpul,

sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea

yang ukurannya cocok untuk pasien.2

22

Page 21: Obstruksi Laring

Gambar 14. Alat-alat trakeostomi

Teknik Trakeostomi

Pasien tidur telentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga

memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian atlanto oksipital. Dengan

posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat

permukaan leher. Kulit daerah leher dibersihkan secar a dan antisepsis dan ditutup

dengan kain steril.2

Obat anastetikum disuntikkan di tengah krikoid dengan fosa suprasternal

secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai di bawh

krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada

pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira 2

jari di bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira 5

cm.2

Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan di bawahnya

dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul, sampai

tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin- cincin tulang rawan yang

berwarna putih. Bila lapisan kulit dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah

maka trakea ini mudah ditemukan. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang

tampak ditarik ke lateral. Ismus tiroid yangditemukan ditarik ke atas supaya cincin

trakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin, ismus tiroid diklem pada dua tempat dan

23

Page 22: Obstruksi Laring

dipotong di tengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismus tiroid diikat kedua tepinya

dan disisihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukan

aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea dan akan

terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ke-3 dengan

gunting yang tajam. Kemudian dipasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai.

Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa.2

Gambar 15. Trakeostomi

Perawatan Pasca Trakeostomi

Pada perawatan awal dari stoma perlu dilakukan auskultasi dada dan pada

anak memerlukan radiogram dada segera untuk mencek posisi tuba agar tidak

melampaui karina sehingga masuk ke bronkus kanan dan menyumbat bronkus kiri,

serta untuk memastikan tidak terjadi pneumothoraks.8

Perawatan pasca trakeostomi sangat penting karena sekret dapat menyumbat

dan menimbulkan asfiksia. Oleh karena itu, sekret di trakea dan kanul harus sering

diisap ke luar dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya dua kali sehari lalu segera

dimasukkan lagi ke dalam kanul luar. Bila kanul harus dipasang dalam jangka waktu

24

Page 23: Obstruksi Laring

lama, maka kanul harus dibersihkan dua minggu sekali. Kain basah di bawah kanul

harus diganti untuk menghindari timbulnya dermatitis.2

Komplikasi

Komplikasi bedah

Komplikasi sering timbul selama pembedahan, namun komplikasi dapat

dikenali, dicegah dan diatasi. Perdarahan dapat dicegah dengan diseksi garis tengah

elektif dengan mengikat pembuluh darah dan pemeriksaan dengan cermat pada tiap

permukaan dimana darah merembes. Pneumothoraks dapat ditemukan secara dini

melalui auskultasi dan radiogram dada.Paralisis saraf rekuren jarang terjadi dan harus

dicegah dengan memperhatikan teknik bedah. 8

Komplikasi lanjut 8

Perdarahan lanjut adalah akibat erosi trakea pada pembuluh utama, biasanya

arteri inominata.

Infeksi

Fistula trakeoesofagus

Stenosis trakea

3. KRIKOTIROTOMI

Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan gawat

napas. Dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus dikerjakan

cepat walaupun persiapannya darurat.2

Gambar 16 . Daerah insisi Krikotirotomi

25

Page 24: Obstruksi Laring

Teknik krikotirotomi

Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi atlanto

oksipitalis. Puncak tulang rawan tiroid (Adam’s apple) mudah diidentifikasi difiksasi

dengan jari tangan kiri. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba

ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid. Membran krikotiroid terletak di antara

kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan anastetikum kemudian dibuat

sayatan horizontal pada kulit. Jaringan di bawah sayatan dipisahkan tepattepat pada

garis tengah. Setelah tepi bawah kartilago tiroid terlihat, tusukkan pisau dengan arah

ke bawah. Kemudian, masukkan kanul bila tersedia. Jiks tidak, dapat dipakai pipa

plastik untuk sementara.2

Krikotirotomi merupakan kontraindikasi pada anak di bawah 12 tahun,

demikian jugapada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat

laringitis. Stenosis subglotik akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama karena

kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan-jaringan di sekitar subglotis,

sehingga terbentuk jaringan granulasi dan sebaiknya segera diganti dengan

trakeostomi dalam waktu 48 jam.2

4. HEIMLICH MANUVER

Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara total

ialah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver), dapat dilakukan pada

anak maupun dewasa. Menurut teori Heimlich, benda asing yang masuk ke dalam

laring ialah pada saat inspirasi. Dengan demikian paru penuh dengan udara,

diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol itu, maka

sumbatnya akan terlempar keluar.1

Pada maneuver Heimlich, dilakukan penekanan pada paru. Caranya ialah bila

pasien masih dapat berdiri maka penolong berdiri de belakang pasien, kepalan tangan

kanan penolong diletakkan diatas prosessus xifoid sedangkan tangan kirinya

diletakkan diatas tangan kirinya. Kemudian dilakukan penekanan ke belakang dan ke

atas ke arah paru beberapa kali, sehingga diharapkan benda asing terlempar keluar

dari mulut pasien.1

Bila pasien sudah terbaring karena pingsan maka penolong bersetumpu pada

lututnya dikedua sisi pasien, kepalan tangan diletakkan dibawah prosessus xifoid,

kemudian dilakukan penekanan ke bawah, dan ke arah paru pasien beberapa kali,

26

Page 25: Obstruksi Laring

sehingga benda asing terlempar keluar mulut. Posisi muka pasien harus lurus, leher

jangan ditekuk kesamping, supaya jalan nafas merupakan garis lurus.1

Gambar 17. Heimlich Manuver

Komplikasi perasat Heimlich ialah kemungkinan terjadi rupture lambung atau

hati dan fraktur iga. Oleh karena itu, pada anak sebaiknya cara menolongnya tidak

dengan menggunakan kepalan tangan, tetapi cukup dengan dua buah jari kiri dan

kanan.1

27

Page 26: Obstruksi Laring

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring oleh bermacam sebab seperti:

peradangan pada laring, tumor laring, kelainan kongenital laring, paresis nervus rekuren

laring bilateral, trauma, dan benda asing yang menyumbat laring.

Obstruksi laring dapat bersifat total ataupun parsial. Obstruksi total di laring akan

menimbulkan keadaan gawat, dan apabila tidak ditatalaksana dalam 4 menit akan

menyebabkan kematian akibat asfiksia. Obstruksi parsial di laring dapat menyebabkan gejala

suara parau, disfonia sampai afonia, batuk yang disertai sesak, odinofagia, mengi, sianosis,

hemoptisis dan rasa subjektif benda asing

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan laringoskopi.

Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung dan pada anak dilakukan

laringoskopi langsung.

Tindakan pada pasien dengan obstruksi laring dilakukan sesuai dengan derajat

obstruksi.Penatalaksanaan dapat bersifat konservatif dengan pemberian obat-obatan, dapat

pula dengan tindakan bedah. Tindakan operatif atau resusitasi untuk membebaskan saluran

napas ini dapat dengan cara memasukkan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi

endotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostoma atau melakukan

krikotirotomi.

28

Page 27: Obstruksi Laring

DAFTAR PUSTAKA

1. Mariana H Junizaf. 2008. Benda Asing di Saluran Nafas. Dalam: Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, hal 259-265.

2. Hadiwikarta A, Rusmarjono, Soepardi E. 2008. Penanggulangan Sumbatan Laring.

Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi

ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal 243-253.

3. James I Cohen MD PhD .1997. Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam BOIES Buku

Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : EGC, hal 369 – 377.

4. Bambang Hermani, Syahrial M Hutauruk. 2008. Disfonia. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, hal 231-234.

5. John D Banovetz MD .1997. Gangguan Laring Jinak. Dalam BOIES Buku Ajar

Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : EGC, hal 378-396.

6. Bambang Hermani, Hartono Abdurrachman, Arie Cahyono. 2008. Kelainan Laring.

Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi

ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal 237-242.

7. Akhmadu, Wuryantoro. Trauma laringotrakea. Diunduh dari

http://www.bedahtkv.com/index.php?/Paper/Referat-dan-Tinjauan-Pustaka/Trauma-

Laringotrakea.html. Diakses ada tanggal 23 November 2010.

8. Robert H. Maisel, M.D. 1997. Trakeostomi. Dalam BOIES Buku Ajar Penyakit THT.

Edisi ke-6. Jakarta : EGC, hal 473-485.

9. Bye MR. 2006. Laringomalacia. diunduh dari http://www.emedicine.com /

ped/topic1280.htm. Diunduh tanggal 23 november 2010

10. Hermani B & Abdurrachman Hd. 2008. Tumor Laring. Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta : FKUI, hal :

194-197

11. John D Banovetz MD .1997. Gangguan Laring Jinak. Dalam BOIES Buku Ajar

Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : EGC, hal 395-396.

12. Gregory W Randolph.Airway Evaluation. Dalam The Clinical Handbook of Ear, Nose

and Throat Disorders. Washington DC: CRC Press Company, hal: 355-375.

29

Page 28: Obstruksi Laring

30