odynophagia

12
ODYNOPHAGIA Odynophagia adalah nyeri saat menelan, paling sering disebabkan oleh inflamasi (infeksi atau esofagitis karena obat) atau spasme. DD/: Infeksi Esofagus Pasien dengan imunodefisiensi (AIDS, DM, keganasan limfoma dan leukemia) atau gangguan motilitas esofagus rentan terhadap infeksi oportunistik pada esofagus. Beberapa infeksi yang terpenting untuk diidentifikasi: Candida albicans (tersering) , virus Herpes, CMV. Infeksi Candida: Endoskopi terlihat sekumpulan plak menyerupai keju menempel pada mukosa esofagus. Diagnosis pasti: ditemukan pseudohifa pada pemeriksaan mikroskopis sediaan apus mukosa. Esofagitis Candida dapat diobati dengan fluconazole oral. Pada pasien disfagia jika ditemukan thrush (Candidiasis oral) pada pemeriksaan rongga mulut juga diberikan fluconazole oral sebagai terapi empiris. Jika tidak ditemukan thrush, pasien harus di- endoskopi. Herpes: Endoskopi: ditemukan ulkus kecil, diskret, tanpa plak. Diagnosis pasti: biopsi tepi ulkus terlihat inklusi intranuklear dengan halo yang mengelilingi dan multinucleated giant cells. Terapi: acyclovir. CMV: Endoskopi: inflamasi berat, ulkus besar dan iregular. Pemeriksaan histologi biopsi dasar ulkus ditemukan inklusi intranuklear dan area sitoplasma membesar. Terapi: ganciclovir atau foscamet. Esofagitis karena obat-obatan Dapat menyebabkan odynophagia dan disphagia. Esofagitis karena obat ini dapat terjadi akibat motilitas esofagus yang abnormal, striktura, kompresi (pembesaran atrium kiri), atau karena obat-

Upload: debbie-rose

Post on 21-Oct-2015

186 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

odynophagia

TRANSCRIPT

ODYNOPHAGIA

Odynophagia adalah nyeri saat menelan, paling sering disebabkan oleh inflamasi (infeksi atau esofagitis karena obat) atau spasme.

DD/:Infeksi Esofagus

Pasien dengan imunodefisiensi (AIDS, DM, keganasan limfoma dan leukemia) atau gangguan motilitas esofagus rentan terhadap infeksi oportunistik pada esofagus. Beberapa infeksi yang terpenting untuk diidentifikasi: Candida albicans (tersering) , virus Herpes, CMV.

Infeksi Candida: Endoskopi terlihat sekumpulan plak menyerupai keju menempel pada mukosa esofagus. Diagnosis pasti: ditemukan pseudohifa pada pemeriksaan mikroskopis sediaan apus mukosa. Esofagitis Candida dapat diobati dengan fluconazole oral. Pada pasien disfagia jika ditemukan thrush (Candidiasis oral) pada pemeriksaan rongga mulut juga diberikan fluconazole oral sebagai terapi empiris. Jika tidak ditemukan thrush, pasien harus di-endoskopi.

Herpes:Endoskopi: ditemukan ulkus kecil, diskret, tanpa plak. Diagnosis pasti: biopsi tepi ulkus terlihat inklusi intranuklear dengan halo yang mengelilingi dan multinucleated giant cells.Terapi: acyclovir.

CMV:Endoskopi: inflamasi berat, ulkus besar dan iregular.Pemeriksaan histologi biopsi dasar ulkus ditemukan inklusi intranuklear dan area sitoplasma membesar.Terapi: ganciclovir atau foscamet.

Esofagitis karena obat-obatan

Dapat menyebabkan odynophagia dan disphagia. Esofagitis karena obat ini dapat terjadi akibat motilitas esofagus yang abnormal, striktura, kompresi (pembesaran atrium kiri), atau karena obat-obatan tidak diminum dengan cairan yang adekuat, serta pasien langsung memposisikan diri supine segera setelah minum obat.Obat-obatan yang bisa menyebabkan: tetrasiklin, doksisiklin, kuinidin, suplemen potassium, bifosfonat, ferrous sulfat, asam askorbat. Pada pasien dengan gejala disfagia atau striktura esofagus lebih baik penggunaan obat-obat tersebut dihindari.

GERD

Fisiologi:LES adalah barrier utama untuk mencegah isi gaster mengalami refluks ke esofagus.

Spinchter berukuran 2-4 cm tersusun dari otot polos sirkuler di bagian distal esofagus. Tekanan spinchter ini bervariasi setiap saat, tetapi tekanan normal saat istirahat adalah 15-30 mmHg. Menelan menyebabkan tekanan spinchter berkurang dalam 1-2 detik dan spinchter tetap dalam keadaan relaksasi sampai gelombang peristaltik melewatinya. Spinchter kemudian berkontraksi dan mempertahankan/meningkatkan tekanan saat istirahat yang mencegah refluks.

Etiologi:GERD disebabkan oleh relaksasi LES yang tidak normal, atau tekanan gaster yang melebihi

tekanan LES. Pasien dengan refluks yang simptomatik atau esofagitis memiliki relaksasi LES yang lebih sering dan lebih lama. GERD dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan ulserasi yang disebut dengan esofagitis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya refluks antara lain: (1) frekuensi relaksasi dari LES, (2) volume dari isi gaster, (3) kecepatan pengosongan gaster, (4) potensi terjadinya refluks oleh asam, empedu dan pepsin), (5) efisiensi clearance esofagus oleh motilitas dan bikarbonat pada saliva, (6) resistansi jaringan esofagus terhadap trauma dan kemampuan untuk meperbaikinya. Komplikasi dari refluks bukan hanya esofagitis, tetapi bisa juga perdarahan, striktura, aspirasi, Barret esofagus, dan adenoCa esofagus.

Gejala umum: heartburn, regurgitasi. Gejala atipikal: noncardiac chest pain, asma, batuk kronik, serak, kerusakan enamel.

Diagnosis:Uji Refluks

o Ba esophagography untuk melihat anatomi yang abnormal (striktura, hernia, intrathoracic stomach) tapi bukan untuk evaluasi refluks.

o EGD (esophagogastroduodenoscopy) test of choice untuk refluks dan komplikasinya. Dilakukan jika terapi PPI gagal

o Diagnosis pasti: biopsi mukosa distal esofagus. Jaringan esofagus biasanya tidak mengandung eosinofil, eosinofil ditemukan pada refluks dan esofagitis. Jika eosinofil sangat tinggi (>15/LPB) mengarah ke esofagitis eosinofilik dibanding refluks.

o Monitoring pH distal esofagus dalam 24 jam untuk evaluasi fisiologis refluks selama aktivitas sehari-hari (untuk gejala atipikal atau refrakter)

o Esophageal impedance testing: untuk refluks non-asamo Esophageal manometry: untuk suspek kelainan motilitas esofagus

Terapi Reflukso Modifikasi gaya hidup:

- Elevasi kepala 15 cm saat berbaring/tidur agar posisi lambung berada dibawah esofagus.

- Hindari makan minimal 3 jam sebelum tidur.- Mengurangi BB bila overweight.

- Hindari makan makanan berlemak, cokelat, peppermint, citrus, produk mengandung tomat, kopi.

- Diet lebih tinggi protein dan rendah lemak. Stop merokok dan alkohol.- Hindari obat-obatan yang menurunkan tekanan LES: antikolinergik, sedatif,

theofilin, progesteron, nitrat, Ca channel blocker, β-adrenergik agonis.o Medikasi

- Antasida untuk pasien dengan gejala heartburn berkala yang muncul saat tertentu atau saat makan.

- Antagonis reseptor H2 1-2 kali sehari untuk gejala berulang.- PPI (omeprazole) paling efektif untuk meredakan gejala dan membantu

penyembuhan mukosa. Penggunaan jangka panjang aman. Dikonsumsi 1-2 kali sehari, 30-60 menit sebelum makan.

o Antireflux surgery- Untuk pasien muda, efektif dengan PPI tapi ingin menghindari terapi seumur hidup.- Atau untuk pasien yang tidak responsif dengan obat-obatan.- Nissen fundoplication meningkatkan tekanan LES

BARRET ESOFAGUS

- Komplikasi GERD kronis dimana epitel squamous mukosa digantikan dengan epitel kolumnar atau metaplasia intestinal.

- Predisposisi terjadinya adenoCa di epitel kolumnar. - Sebaiknya dilakukan screening endoskopi pada pasien risiko tinggi (pria kulit putih >50

tahun dengan refluks kronis 5-7 tahun). Jika karakteristik perubahan mukosa terlihat secara endoskopi, makan diperlukan biopsi untuk konfirmasi adanya displasia.

- Jika tidak ditemukan displasia dalam 2 endoskopi dalam 1 tahun screening tiap 3 tahunJika displasia low-grade endoskopi dalam 6 bulan tidak ada screening tiap 1 tahunJika displasia high-grade endoskopi dalam 3 bulan (rule out keganasan) esophagectomy atau terapi lokal seperti: photodynamic therapy atau ablasi mukosa lainnya.

PERFORASI ESOFAGUS

Paling sering terjadi setelah dilatasi di area striktura (penyempitan). Perforasi spontan terjadi setelah muntah-muntah hebat atau minum alkohol (mabuk2an). Bisa juga terjadi setelah angkat berat, defekasi, kejang, forceful labor (childbirth). Bagian paling sering perforasi: esofagus distal area posterior. Divertikulum Zenker dan komplikasi endoskopik dapat menyebabkan perforasi esofagus area cervical.

PHARYNGITIS

Etiologi: GAS merupakan salah satu infeksi tersering (20-40% penyebab faringitis eksudatif) pada anak-anak, tetapi jarang dibawah 3 tahun. Infeksi didapat melalui kontak dengan individu lain yang merupakan carrier. Masa inkubasi 1-4 hari.

Patogenesis:Dinding sel GAS memiliki antigen karbohidrat spesifik. Protein utama yang menyusun permukaannya adalah protein M (>100 macam). Protein M ini mampu mencegah kerja fagositosis, karena mengikat fibrinogen plasma. Resistansi terhadap fagositosis ini dapat dilawan dengan antibodi spesifik protein M. GAS memiliki kapsul polisakarida tersusun dari asam hyaluronat. Produksi kapsul dalam jumlah besar oleh strain tertentu dapat memperlihatkan mucoid appearance pada koloni bakteri. Kapsul polisakarida tersebut berperan dalam kolonisasi GAS di faring dengan cara berikatan dengan CD 44, sebuah protein pengikat asam hyaluronat yang diekspresikan pada sel epitel faring manusia. GAS memproduksi streptolysin S dan O, toksin yang merusak membran sel and account for the hemolysis produced by the organisms; streptokinase, Dnases, protease, dan eksotoksin pirogenik A, B dan C. eksotoksin pirogenik tersebut menyebabkan rash pada scarlet fever. Beberapa produk ekstrasel yang dihasilkan GAS menimbulkan respon antibodi spesifik yang berguna untuk serodiagnosis infeksi Streptococcus (suspek ARF dan PSGN)

Gejala: nyeri tenggorokan, demam, menggigil, malaise, terkadang keluhan abdomen, muntah, biasanya pada anak-anak. Gejala sangat bervariasi hingga eritema dan bengkak pada mukosa faring dan eksudat purulen di dinding faring dan tonsil, serta pembesaran dan nyeri di KGB cervical anterior.

Gejala faringitis virus: konjungtivitis, coryza, batuk, serak, lesi ulseratif diskret di mukosa bukal dan faring. Karena gejala yang mirip, diagnosis tidak didasarkan pada manifestasi klinis.

Gold standard: kultur spesimen tenggorokan (sediaan apusan steril diatas kedua tonsil).

Prognosis: Jika tidak ada komplikasi, gejala biasa reda dalam 3-5 hari.

Terapi bertujuan untuk mencegah komplikasi dan ARF, karena harus memusnahkan kuman dari faring bukan hanya menghilangkan gejala. Untuk itu dibutuhkan 10 hari terapi penisilin. Jika alergi dapat diganti dengan eritromisin. Komplikasi supuratif jarang ditemukan karena penggunaan antibiotik yang sudah luas. Komplikasi ini terjadi akibat penyebaran infeksi dari mukosa faring ke jaringan yang lebih dalam, bisa secara langsung atau hematogen dan limfogen (limfadenitis cervical, abses peritonsilar-retrofaringeal, sinusitis, otitis media, meningitis, bakteremia, endocarditis, pneumonia). Komplikasi lokal: abses peritonsilar dan parafaringeal, biasanya pada pasien dengan gejala yang lama tidak sembuh, demam tinggi, toxic appearance. Non supuratif: ARF dan Post Streptococcal Glomerulonefritis (PSGN) akibat respon imun terhadap infeksi Streptococcus.

DIPHTERI

Definisi: infeksi nasofaringeal dan kulit akibat C. diphtheriae. Toksin yang diproduksi oleh strain toksigenik menimbulkan polineuropati, miokarditis, toksisitas sistemik. Strain non-toksigenik lebih banyak menimbulkan infeksi kutan.

Etiologi dan Patogenesis:Toksin difteri yang diproduksi oleh strain toksigenik dari C. diphteriae, adalah faktor virulensi

utama dari penyakit ini. Toksin diproduksi di lesi pseudomembran, dibawa melalui pembuluh darah dan didistribusikan ke berbagai organ. Setelah berikatan dengan reseptor di permukaan sel (dengan heparin, karena bentuknya mirip prekursor EGF), toksin mengalami endositosis dan masuk ke sitosol. Di dalam sel, toksin dicerna oleh serin protease menjadi 2 fragmen yang menghambat proses sintesis protein secara ireversible sehingga menimbulkan kematian sel. Manusia dengan titer antitoksin >0.01 unit/mL merupakan risiko rendah untuk penyakit difteri. Penyakit ini bersifat endemik, sehingga individu dengan titer nonprotektif dapat tertular difteri ketika berpergian ke daerah tertentu.

Karakteristik patologi difteri adalah ulserasi mukosa dengan coating pseudomembran yang terbentuk dari benang fibrin dan lapisan netrofil.

Toksin menyebabkan nekrosis epitel yang berlanjut menjadi ulserasi mukosa, disertai edema, hiperemis, kongesti vaskular di dasar submukosa. Eksudat fibrinosupuratif yang dihasilkan ulserasi tersebut kemudian membentuk pseudomembran. Awalnya pseudomembran putih dan melekat erat, lama-lama dapat berubah warna menjadi abu atau hijau bahkan hitam ketika mulai terjadi nekrosis. Ulkus dan pseudomembran pada difteri berat dapat menyebar dari faring ke saluran napas bronkial berukuran sedang. Perluasan dan peluruhan membran dapat menimbulkan obstruksi airway yang fatal.

Karakteristik patologi difteri adalah ulserasi mukosa dengan coating pseudomembran yang terbentuk dari benang fibrin dan lapisan netrofil.

Manifestasi klinis: o Respiratorik:

Gabungan dari nyeri tenggorokan, lesi pseudomembranous di tonsil, faring, nasal, serta low grade fever. Sebagian besar pasien ke dokter karena keluhan demam dan nyeri tenggorokan. Biasanya kelemahan, disfagia, sakit kepala dan perubahan suara merupakan gejala awal. Edema leher dan kesulitan bernapas terlihat pada kasus yang advanced dan merupakan tanda prognosis buruk.

Gejala sistemik muncul akibat toksin, menyebabkan kelemahan (neurotoksik) dan aritmia serta CHF (miokarditis). Lesi pseudomembran umumnya terlihat di area tonsilofaringeal. Kadang ditemukan di laring, nares, trakea, bronkial. Pseudomembran berukuran besar terkait dengan gejala yang berat dan prognosis buruk. Beberapa pasien mengalami pembengkakan tonsil masif (bull-neck diphtheria).

Pseudomembran difteri berbeda dengan GAS karena menempel erat pada jaringan dibawahnya, berwarna putih atau keabuan, jika diangkat akan berdarah.

o Kutaneus:

Dermatosis yang bervariasi, ditandai dengan lesi punched-out dengan nekrosis atau pembentukan pseudomembran.

Diagnosis: gejala klinis + lab: kultur C. diphtheriae atau C. ulserans (toksigenik)

Treatment: Pasien dirawat dalam ruang isolasi dengan monitor respirasi dan jantung. Jika ditemukan banyak sekali pseudomembran, konsultasi dengan anestesi atau THT apakah diperlukan tracheostomy atau intubasi.Antitoksin difteri (antiserum kuda): diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis dibuat, tapi jangan lupa test-dose dulu untuk mencegah terjadinya hipersensitivitas tipe cepat. Antimikrobial: mencegah transmisi procaine penicillin G dengan dosis 600.000U (untuk anak-anak 12.500 -25.000 U/kg) IM setiap 12 jam hingga pasien dapat menelan dengan baik, atau eritromisin 500 mg IV setiap 6 jam (untuk anak-anak 40-50mg/kg/hari dibagi dalam 2-4 dosis) hingga pasien dapat menelan dengan baik.

Pencegahan:- Vaksinasi biasanya bersamaan dengan Tetanus (dengan atau tanpa acellular pertussis).- DTP (diphtheria, tetanus toxoids and whole-cell pertussis vaccine) disarankan untuk anak

>7tahun- Tdap (tetanus toxoid, reduced diphteria toxoid, and acellular pertussis) remaja dan

dewasa: sebagai booster usia 11-12- Untuk orang dewasa usia 19-64 dikasih Tdap single dose jika vaksin terakhirnya >10tahun

lalu

Prognosis: difteri pseudomembranous fatal biasanya pada pasien yang titer antibodinya nonprotektif atau yang belum diimunisasi. Faktor risiko kematian: bull neck, myocarditis with VT, fibrilasi atrium, complete heart block, usia >60 tahun atau <6bulan, alkoholik, penyebaran pseudomembran. Kalo difteri kutaneus mortalitasnya sedikit.

Komplikasi: - Obstruksi airway (early), banyak terjadi pada anak-anak karena jalan napasnya sempit.- Polineuropati dan miokarditis (late)- Gejala neurologis dapat muncul pada minggu 1-2, biasanya berawal dengan disfagia dan

disartria nasal, kemudian berlanjut ke kerusakan saraf cranial, termasuk kelemahan lidah dan mati rasa pada wajah. Sering terjadi paralisis siliaris, sehingga pupil tidak dapat akomodasi dan menimbulkan gejala pandangan kabur. Setelah neuropati cranial dapat diikuti dengan kelemahan otot respirasi dan abdominal yang membutuhkan ventilasi buatan. Beberapa minggu kemudian dapat timbul polineuropati sensorimotor umum (bedakan dengan GBS, caranya LP, selain itu juga polineuropati pada diphteri berupa non-inflamasi dan dimediasi eksotoksin).

- Lain2: pneumonia, cerebral infarction, encephalitis, renal failure, emboli pulmo.

Achalasia

Definisi: kelainan motorik dari otot polos esofagus, melibatkan thoracic synthase dan pada keadaan advanced dapat mengenai neuron kolinergik.

Etiologi: Sebagian besar merupakan primer idiopatik. Akhalasia sekunder dapat disebabkan Ca gaster yang menginfiltrasi esofagus, limfoma, Chagas’ disease, infeksi viral, gastroenteritis eosinofilik, dan kelainan neurodegeneratif.

Manifestasi: Disfagia, chest pain, dan regurgitasi merupakan gejala utama. Disfagia muncul lebih awal baik solid ataupun liquid, diperburuk dengan stres emosional dan makan terburu-buru. Beberapa manuver dapat meningkatkan tekanan intraesofagus, seperti Valsalva dapat membantu bolus masuk ke dalam lambung. Regurgitasi dan aspirasi pulmo terjadi karena retensi sejumlah besar saliva dan makanan di esofagus. Pasien dapat mengeluh sulit sendawa. Gejala biasanya kronis, dengan disfagia progresif dan penurunan BB dalam beberapa bulan hingga tahunan. Akhalasia terkait karsinoma memiliki ciri-ciri penurunan BB drastis dan kondisi memburuk.

Diagnosis: - Chest X-ray tidak ditemukan gastric air bubble, kadang ada massa mediastinum tubular di

samping aorta. Air-fluid level di mediastinum (posisi tegak) menunjukkan retensi makanan di esofagus.

- Ba swallow dilatasi esofagus, pada kasus advanced esofagus dapat berbentuk sigmoid. Peristaltik lenyap pada 2/3 esofagus. Bagian terminal esofagus menunjukkan penyempitan (beaklike) berarti LES tidak relaksasi.

- Manometri tekanan basal LES normal atau meningkat, dan relaksasi saat menelan tidak terjadi atau berkurang/terganggu. Gelombang peristaltik primer digantikan dengan kontraksi simultan. Kontraksi ini dapat berupa amplitudo kecil (akhalasia klasik), amplitudo besar dan durasi lama (vigorous achalasia).

- CCK test menyebabkan kontraksi spinchter (normalnya CCK menyebabkan penurunan tekanan spinchter)

- Endoskopi untuk menentukan penyebab akhalasia sekunder.

Treatment:- Nitrat (nitrogliserin dan isosorbid dinitrat) dan Ca channel blocker (nifedipin): hanya

untuk jangka pendek. - Sildenafil dapat meredakan gejala dengan meningkatkan cGMP, menurunkan tekanan

LES. - Injeksi toksin botulinum ke intraspinchter juga dapat dilakukan, terutama untuk orang

tua risiko tinggi. - Dilatasi dengan balon, keberhasilan 85% tetapi membutuhkan orang yang ahli.

- Prosedur pilihan : laparoscopic myotomy, dimana lapisan otot sirkular diinsisi. Namun post operasi sering timbul reflluks esofagitis dan striktura peptikum. Maka setelah myotomy diikuti dengan partial fundoplication untuk mencegah refluks pasca operasi.

Bahan yang sudah ada:Rhinitis AlergiHIV/AIDS TB

Lagi dibikin: Sinusitis, Tonsilitis, Sarkoma Kaposi, Benda Asing, sama bahan disfagia (Carcinoma). Ada yang kurang ga?