of -...
TRANSCRIPT
Abstract :Every action of a state should be realised in order to fight for her national
interest. Therefore, countries have a different perspective on the orientation of their
national interest. Regional geopolitical and geostrategy trends are undergoing major
changes. The relative geopolitical strategic value which includes the routes are
changing substantially, the alliance bloc Heartland Power is facing Maritime Power.
The regional Arc of lnstability especially at the core area of maritime safety will
evolve with the rise of China's military power, which was greeted by US firmness in
the area, the so-called lndo Pacific pivots. An awareness of the critical vulnerabilities
is essenfral in order to plan operations effectively. We must instigate maritime
campaigns with the goal of coordinating the actions of the army, the air force and the
navy which will correspond with the strengths/actions of other nations. Seen from the
vulnerable geographical value of SLOCs as well as the chokepoint, lndonesia should
be able to establish a safer and more comprehensive road map towards the security
of her ocean and aerospace. lndonesr,a's defence policy and strategic direction, for
example, is sft/ in denial, failing to realize that the spark of China's maritime build-up
and the impact of American strategic bases in Guam will affect our nation. Jakarta
also has not dealt with 2 axis ' mini litteral ' cooperation between JAUS (Japan-
Australia-US) and JIUS (Japan-lndia-Us,). /f's about time for lndonesia to
simultaneously constitute the vision of balancing and or bandwagoning the formation
of two new fleets to support the pre-existing two fleets.
Latar Belakang
Kaum idealis cenderung melihat
politik internasional dengan pandang-
an idealistik, ini membuat mereka lebih
fokus pada cara cara bagaimana
mengubah negara saling berhubung-
an, mentransformasi politik dunia, dan
memiliki agenda menciptakan tata
aturan internasional yang damai.
Padahal, menurut Morganthau, dalam
perspektif realist, sejatinya setiap
tindakan negara, diwujudkan dalam
rangka memperjuangkan national
16lJ u rna! Ma riti n I ndonesia
interest nya sendiri-sendiri. Karenanya,
setiap negara memiliki perspektif
berbeda mengenai orientasi dan arah
kepentingan nasionalnya.
Logika dasar akan intensitas,
karakter, dan sifat dari ancaman yang
dipersepsikan sebuah bangsa harus
mampu mempengaruhi strategi pem-
bangunan pertahanan negara yang
ujungnya terkait dengan kualitas dan
kuantitas postur yang dimilikinya. Itukarenanya, ancaman terhadap ke-
daulatan negara harus mencermati
faktor dan fluktuasi perubahan regional
dan internasional yang mempengaruhi
terjadinya perubahan sifat dan bentuk
ancaman serta perubahan karakter
perang.
Kecenderungan GeoPolitik dan
Geostrategi kawasan sedang meng-
alami perubahan besar. Nilai-nilai
strategis geopolitik relatif yang men-
cakup rute udara, darat dan laut
berubah secara substansial dimana
blok kekualan Heartland Power sedang
dihadapkan pada Maritime Power. lni
menjadikan kawasan yang mencakuP
sisi Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia kembali dilirik. Sisi "Heartland'
kekuatan Blok Rusia dan China meru-
pakan kekuatan GDP yang mencakuP
nilai 9 - 159 trilyun USD dan kekuatan
penduduk mencapai angka 15 milyar.
Di lain sisi, kekuatan Blok Barat
mencakup kekuatan GDP senilai 35 -
449 trilyun USD dengan kekuatan
jumlah penduduk yang hanya 803 juta.
The Arc of lnstability dari sisi inti
keamanan maritim kawasan menjadi
berbeda dengan munculnya kekuatan
militer China yang disambut dengan
ketegasan AS untuk kembali berporos
ke kawasan dan diikuti kemudian
dengan kebijakan akan kehadiran
militer AS yang akan diramPungkan
dalam 7 tahun mendatang (2020)
dengan menekankan pada tenvujudnya
penggelaran kekuatan maritim dan
dirgantara. Hal ini erat kaitannya
dengan ancaman sengketa maritim
Laut China Selatan (SCS) dan Laut
China Timur (ECS) yang mampu
diproyeksikan dan dikampanyekan AS,
selain sebagai strategi pencapaian
17 li'-' ; : :; : J.ii -,.;r. I rr"]c' Slie
akan Freedom of Navigation, Active
Engagement Policy dan niat AS sendiri
untuk memperluas zona kedalaman
pertahanannya dengan kembali ke
kawasan lndo Pasifik (demikian AS
menyebutnya).
Bagamana reaksi China akan
strategi AS tersebut? Pada 2000-2010
China telah membangun kekuatan Off
Shore Defence dengan kekuatan
lengkap off shore combatanf dan
Brown Water Navy. Arah Pembangun-
an PLA Navy yang sedang berjalan di
periode 2010-2020 adalah untuk Off
Shore Operation Yang mampu
beroperasi sepanjang 1't lsland Chain,
pembangunan Green Water NavY Yang
diikuti pengembangan kaPal selam
nuklir dan dimulainya proyek pesawat
tempur untuk kapal induknYa juga
pembangunan kapal-kapal besar per-
mukaan. Pada tahun 2020-2050 China
akan melakukan finalisasi program
pesawat tempurnya dan kekuatan
PLAN (People Liberation Army Navy)
diproyeksikan akan mamPu untuk
beroperasi di high sea (Blue Water
Navy), dimana artinya bukan saja
hanya akan mencapai Samudera
Pasifik tetapi juga Samudra Hindia
dengan kekuatan lengkap maritim dan
dirgantara yang sedang dibangunnya.
Meskipun pihak Kementerian
Pertahanan lndonesia juga dengan
malu-malu telah menetaPkan Pem-
bangunan kekuatan 'Maritim Visi 2045',
patut disesalkan Jakarta, tidak seperti
Beijing dan Washington, tidak mampu
secara tegas mengkamPanYekan
sebuah visi maritim dengan rincian
akan resiko instabilitas dan disiintegrasi
wilayah yang terancam oleh permainan
individu, NGO, pasukan asing, atau
spill over dari pembangunan kekuatan
militer yang sedang berjalan di ka-
wasan. Jakarta, tidak seperti Beijing
dan Washington, tidak mampu mene-
tapkan secara tegas model hubungan
seperti apa yang harus dijalin dengan
10 negara berdekatan termasuk
negara- negara berpotensi bermasalah
dengan China selain juga negara-
negara yang jelas-jelas merupakan
allies AS. Terakhir, Jakarta tidak
seperti Beijing dan Washington, belum
terlihat mampu mengangkat issue
penting keamanan nasional terkait
seluruh keamanan maritim di perairan
regional Asia Tenggara, Samudera
Hindia, dan Pasifik, serta ancaman
yang akan datang dari dunia yang
terbentang' Far Beyond lndonesia'.
Kampanye Maritim
Secara umum upaya-upaya
pengembangan sistem pertahanan
maritim dan dirgantara lndonesia
harus memperhatikan faktor geo-
strategis baik yang bersifat internal dan
ini berkaitan dengan upaya memba-
ngun sistem pertahanan yang didasar-
kan atas konsep "unified approach dan
suatu comprehensive strategy yang
mencakup seluruh wilayah kepulauan
lndonesia. Sedangkan yang bersifat
eksternal, mengarah pada mengem-
bangkan kemampuan penangkal
ancaman yang kuat, minimal melalui
pengembangan kemampuan diplomasi,
pengintaian, dan sistem peringatan
dini, serta persoalan yang berkaitan
dengan perkembangan teknologi dan
komunikasi.
Kampanye adalah sebuah
gerakan berkelanjutan yang terkontrol
baik secara operasi simultan maupun
sequential. Kampanye biasanya tidak
dibatasi dalam ruang dan waktu.
Perencanaan kampanye maritim ber-
tujuan untuk mengkoordinir tindakan
dari kekuatan pasukan darat, Iaut dan
udara yang sekaligus mampu beror-
kestra dengan elemen-elemen kekuat-
an negara lainnya.
Perencanaan suatu kampanye
maritim harus dirancang untuk menjadi
sebuah gerakan dinamis dan ber-
kelanjutan yang mampu meng-
gabungkan elemen-elemen dalam
sebuah rancangan operasional. Ren-
cana kampanye ini memerlukan ke-
mampuan "sweeping y/sions" untuk
dapat membangun pengertian akan
hubungan erat antara tujuan akhir,
strategi yang dipilih, operasionalisasi
dan juga taktis pelaksanaan operasi itu
sendiri.
Dalam konsep offensive realist,
negara membutuhkan kekuatan (P),
tidak hanya untuk menjaga posisi demi
terciptanya balance of power, me-
lainkan untuk menjadi sekuat mungkin.
Dalam sebuah sistem, dimana tidak
ada otoritas yang lebih tinggi daripada
negara, menjadi masuk akal bagi setiap
negara untuk memiliki kekuatan agar
dapat terjaga, dari serangan negara
lain. Karen anya, banyak negara-negara
normal, baik dengan rezim pemerintah
demokratik dan otoriter, akan berperi-
laku selalu sama; mencari dan mem-
bangun kekuatan sebesar-besarnya.
18 |-tu r* *I &,{*rlflm lndoncsia
Karenanya, sebuah kampanye
maritim setidaknya harus mampu
menjawab pertanyaan dasar akan :
1. Apa tujuan akhir kekuatan mili-
ter dalam m.encapai tujuan
strategis akhir negara?
2. Apa cara-cara yang paling
memungkinkan untuk mencapai
tujuan akhir strategis suatu
negara?
3. Apakah kekuatan militer yang
ditugaskan sudah memadai un-
tuk mencapai tujuan akhir
strategis negara ?
4. Resiko apa yang mampu
diterima oleh negara untuk
melakukan atau tidak melaku-
kan pilihan tersebut?
5. Dengan kendala yang dimiliki,
bagaimana agar militer tetaP
mampu untuk tetap meneraPkan
tujuan akhir strategis negara ?
Tidak menjadi masalah apakah
fokus utama kampanye ini bersifat
hanya separuh maritim, separuh dir-
gantara, atau bahkan keseluruhannya
berorientasi maritim, 5 poin di atas
harus menjadi pertimbangan utama
ketika merencanakan kampanye mari-
tim. Hal ini disebabkan karena dalam
sebuah lingkungan operasi tetap tidak
dapat dipisahkan antara satu dengan
lainnya, selain juga terdapat keunikan
dalam pasukan AL itu sendiri.
Karenanya, kemampuan peng-
gunaan dan penguasaan akan laut,
pasukan yang dimiliki dan dalam
penggelarannya, sesungguhnya harus
mampu dalam memberikan seorang
'komandan' akan pemahaman dan
fleksibilitas dari keseluruhan spektrum
operasi kampanye maritim itu sendiri.
19 | J*rn*i &d*ruf;m Jnd*n*sra
Terdapat banyak faktor yang harus
dipertimbangkan dalam proses pe-
rencanaan operasi maritim. Kemampu-
an dan sumber daya militer yang tidak
terbatas merupakan hal mutlak, dan
haruslah terkonsentrasi untuk men-
capai tujuan akhir strategi negara.
Selain itu, perencanaan operasional
menjadi penting sebagai prasyarat
utama dalam menetapkan keber-
langsungan rencana. ldealnya, harus
ada sebuah kesatuan komando atas
semua sumber daya dan logistik yang
diperlukan untuk melakukan operasi
maritim.
Sebuah operasi maritim harus
memungkinkan komandan untuk
menetapkan 'decisive points" dalam
mencapai tujuan operasi dimana dalam
keadaan tertentu ia harus diberikan
kesempatan dalam' menunjukkan
kemampuannya, baik untuk mengen-
dalikan keseluruhan dari temPo
operasi, termasuk keputusan untuk
melakukan atau malah memutuskan
kontak dengan lawan atau sumber
ancaman ketika. Jelaslah, efektifitas
dari C2 (command and control) sangat
penting bagi optimalisasi kekuatan
angkatan laut.
Kekuatan maritim, sangatlah
ideal untuk mendukung sebuah 'high
tempo operation s' dikarenakan kemam-
puan mobilitas dan flesibilitasnya.
Untuk mencapai tempo ini diperlukan
inisiatif dan eksploitasi untuk mencapai
kesuksesan. Para komandan opera-
sional harus dipersiapkan untuk mam-
pu mengambil dan membuat keputus-
?f,, ia harus berkemampuan untuk
mengijinkan para komandan subordi-
natnya untuk juga melakukan kebe-
basan dalam bertindak. Seorang
komandan dalam level operasional
harus menyadari, bahwa sebuah tem-
po mungkin saja terbatasi atau dibatasi,
tetapi hal ini tidak boleh diukur dari
keberlanjutan ketahanan sebuah unit,
tetapi dari ketahanan fisik masing-
masing anggotanya.
Itu karenanya, dalam melaku-
kan kampanye maritim, beberapa per-
timbangan harus diberikan untuk meng-
identifikasi kerentanan kritis akan anca-
man. Kesadaran akan kerentanan kritis
sangat penting untuk perencanaan
operasi yang efektif. Hal ini mencakup,
antara lain : kapal transport untuk
pasukan amphibi, kemampuan kapal
untuk menggelar combat power,
penambahan kapal dalam pengerahan
pasukan, kekuatan kemauan (will
power) dan kohesi pasukan serta para
komandan, kemampuan Command and
Control, intelligence, surueillance and
reconnaisance unit, aset perang udara,
kemampuan dan ketahanan fisik dari
anggota, serta terakhir, posisi geo-
graphy dari negara itu sendiri.
Karenanya, memelihara fleksibilitas
dan kemampuan adaptasi akan per-
kembangan dari situasi dan lingkung-
an yang dihadapi sangatlah menjadi
penting.
SLOCs : lssue Yang Ditelantarkan
Berbicara tentang posisi geo-
graphy dan perkembangan situasi,
patut disadari bahwa keberadaan Sea
Lanes of Communications (SLOCs,),
telah menjadi sebuah link yang hilang
dari issue stabilitas nasional. Padahal,
kekuatan China yang diarahkan pada
kepentingan nasionalnya mencakup
20lJt,rnal Maritin lrrce ne$r{?
issue kesejahteraan zona litoral, eko-
nomi, dan nilai kebanggaan hege-
monik terkait sangatlah erat dengan
keamanan SLOCs dan chokepoints,
yang utamanya tersebar di wilayah
perairan lndonesia. Arah kebijakan PLA
Navy, jelas terlihat sedang dibangun
pada kesiapan daerah kontijensi,
kemungkinan akan intervensi militer
negara asing, berikut pelibatan militer-
nya dengan asumsi yang diprediksi-
kannya akan mencapai SLOCs yang
dianggap strategis dan penting bagi
China.
Dilihat dari sisi posisi geografis
berikut nilai SLOCs serta chokepoint,
lndonesia seharusnya mampu me-
netapkan peta jalan menuju keamanan
samudera dan dirgantara yang lebih
aman dan komprehensif. lndonesia
dituntut untuk mampu berpikir kreatif
untuk mengetahui dengan jelas akan
keinginan serta strategi pertahanan
maritim dan udaranya, selain juga
dituntut untuk mampu mengukur
dengan jernih kemampuan yang sudah
dan harusnya dimiliki. Mengapa? Kare-
na dengan cara kita yang salah dalam
memetakan ancaman serta resiko yang
ditimbulkan oleh konstelasi politik
keamanan kawasan, akan jelas ber-
dampak pada perubahan strategi
nasional, baik yang bersifat eksternal
maupun internal.
Dalam Report on Security in
Global Words yang mencakup tantang-
an dunia di 25 tahun kedepan, terlihat
dari laporan rancangan kedepan perta-
hanan AS dan lnggris bahwa aspek
aspek penting yang mereka prediksikan
adalah China dan Russia yang akan
bangkit menantang 'the western order',
atau bagaimana Russia, China dan
lndia akan dianggap sebagai 'peng-
ganti' AS di kawasan dengan lebih
jauh berperan sebagai 'regional balan-
cer'.
lndonesia, di lain sisi malah
melakukan kesalahan fatal dalam
merancang strategi pertahanannya
dengan melahirkan paradigma
thousand friends zero enemy, diikuti
memaknai semua tipologi ancaman
non tradisional yang dianggap para
elite pemangku kebijakan tidak me-
merlukan kekuatan tradisional, yaitu
tentara dan angkatan perang. Dua hal
ini telah mendorong para elite kemu-
dian membuat kesalahan ketiga, yaitu
landasan berfikir untuk menetapkan
strategi dalam pertahanan lndonesia
yang selalunya dibangun di luar kon-
teks pembangunan kekuatan militer
dan konstelasi politik kawasan.
Arah kebijakan dan strategis
lndonesia, misalnya'tidak berkeingin-
an' untuk melihat akan percikan
ancaman stabilitas keamanan China
dan basis strategis pangkalan AS di
Guam yang di tahun depan (2014)
akan tuntas menjadi pangkalan
perpindahan USMC dari Okinawa.
Padahal, dengan anggaran sebesar
10.3 milyar USD pangkalan AU dan AL
di Guam akan menjadi kekuatan
terbesar di kawasan Pasifik Barat
dalam masa depan sistem kontrol dan
sistem pertahanan untuk peperangan
laut dan udara AS (JAOCS), bunker
bawah tanah (JDAM storage) dan juga
kemampuan dalam BMD (Balistic
Misille Defense).
Jakarta juga lalai memper-
hatikan busur ancaman kerjasama
maritim ragional dengan 2 poros 'mini
cooperation litteral' antara JAUS
(Japan - Australia US) dan JIUS
(Japan lndia US). Kerjasama
maritim multilateral ini telah dibahas
dan diusulkan untuk mewujudkan
keamanan SLOCs yang dianggap
penting untuk stabilitas regional baik
dalam segi keamanan dan juga
ekonomi, dimana kemudian SLOCs
tidak dilihat lagi berakhir di sebuah
wilayah tunggal, tetapi sebagai Broad
SLOCs mencakup Samudra Hindia,
Asia Pasifik, Pasifik Selatan/ Oceania
dan usulan akan "Expanded Asia" yang
mengintegrasikan Asia Timur dan Asia
Selatan di antara 2 samudera besar
sebagai penghubung wilayah pengga-
bungan kekuatan maritim selain
ekonomi.
Terciptanya kerjasama keaman-
an maritim ini secara tidak langsung
akan meninggalkan lndonesia dalam
kebingungan menempatkan dirinya
dalam pembangunan kekuatan maritim
regional, jika tidak segera meningkat-
kan kesepadanan kemampuan ke-
kuatan yang diperlukannya dalam kola-
borasi maritim dan keamanan SLOCs
yang akan diwujudkan tersebut.
Urgensi Pembentukan 2 Armada
Baru TNI AL
Tidak banyak yang menyadari,
sebenarnya hanya sedikit sekali ruang
yang ditinggalkan di planet bumi yang
tidak terisi oleh kekuatan militer AS.
Dan ruang kosong itu, adalah wilayah
lndonesia terus menuju arah Selatan
2llJ$rfi sl ffaritlre l*d*n*sl*
melalui Samudera Hindia ke arah
Antartika.
Dunia yang sekarang sedang
berporos kembali ke lndo-Pacific
terbukti sudah melihat betapa
strategisnya selat-selat dan wilayah
maritim dan dirgantara yang kita miliki.
Dengan re-orientasi AS ke kawasan,
maka wilayah kosong ini kelak akan
segera terisi oleh sebaran 421
pangkalan berikut 27.000 barracks
serta hanggars. ltu berarti pada 2O2O
di kawasan ini akan tersebar 192.632
prajurit AS ditambah penruiranya
sebanyak 31.616 untuk mendukung
pergerakan sekitar 6 kapal induk
tambahan, 172 kapal perang berikut
kapal selam serta 2.220 aircrafts
tambahan ditambah 121.461 staff sipil
pendukungnya. Oleh karenanya, jika
kemudian ditarik garis dari Diego
Garcia, Christmas lsland, Coco lsland,
Danruin, Guam, lalu ke Filipina,
Singapura dan ke pulau Andaman dan
Nicobar, lndonesia sesungguhnya telah
terkepung oleh kekuatan AS seba-
gaimana lrak saat hendak diserbu
dalam "Operation Enduring Freedom".
Untuk menyeimbangkan per-
tarungan kekuatan China, AS berikut
alliesnya, khususnya Australia, secara
tegas telah menyatakan untuk menjadi
"The Most Capable Defence Forces in
the Region". ltu artinya Australia akan
membentuk kekuatan maritim yang
besar dengan menambah kekuatan
AWD (air warfare destroyef dan
landing amphibious shrps serta 100
buah pesawat tempur terkini. Kekuat-
an ini akan bersatu bersama-sama
lndia dan AS untuk mengamankan
kepentingannya di lndian Ocean yang
221,i s'Y,6i f,if aritin irOonesia
terbentang di sisi Selatan, sepanjang
bagian Timur hingga Barat lndonesia.
Australia juga akan mem-
perkuat kemampuan maritime patrol
dengan mengganti kekuatan pesawat
lAl Heron yang memiliki medium
altitude long endurance (MALE) di 2018
dengan pesawat berkemampuan
intelligence, surueillance, target
acquisition, and reconnaissance
(ISTAR) jenis terkini, Eitan. Selain itu,
Australia juga akan mengaplikasikan
"Growler" electronic warfare equipment.
Growler adalah tekhnologi AS terkini
dengan kemampuan untuk lamming'seluruh kemampuan radar dan elek-
tronik darat dan udara serta seluruh
sistem komunikasi negara sasarannya
dimana selain AS hanya Australia yang
diijin kan mengoperasikannya.
Sebagai negara maritim terbesar
di kawasan, jelaslah lndonesia harus
dapat memaksimalkan perannya. Titik
awal, dapat dilakukan dengan menye-
pakati bahwa sejarah perang akan
sumber daya perdagangan di kawasan
ini beserta jalur-jalur laut strategisnya
bukanlah sejarah cerita indah dalam
dongeng, tetapi cerita tentang bagai-
mana kedaulatan dan kehormatan
negara yang dijaga dengan segenap
sumber daya, tenaga, darah dan
airmata. Titik kedua, adalah dengan
membalikkan pengertian MEF (mini-
mum essenfia/ forces) yang telah dija-
dikan landasan pembangunan kekuat-
an Postur pertahanan lndonesia men-
jadi MEF dalam pengertian maximum
essenfia/ forces yang dibutuhkan
lndonesia untuk mencapai - Titik ketiga,
yaitu TNI AL dan TNI AU yang mampu
terlibat dalam keturutsertaannya
i
membangun kerjasama keamanan
maritim dan udara kawasan, yang jika
tidak mampu dilakukan dengan mandiri
dapat dilakukan dengan kekuatan
aliansi yang dapat memberikan
dampak magnitudinal pada tenruujud-
nya sebuah arsitektur keseimbangan
regional yang sesungguhnya.
Untuk memperbesar elemen
kekuatannya negara dapat memilih
strategi aliansi. Aliansi menjanjikan
beberapa keuntungan: (1) biaya yang
dikeluarkan untuk membangun elemen
pertahanan dapat ditekan, karena ber-
gabung dalam aliansi yang ber-
anggotakan negara-negara kuat secara
langsung berarti memultiplikasi
kemampuan pertahanan; (2) menjanji-
kan keuntungan ekonomi, karena
negara-negara yang beraliansi, cende-
rung meningkatkan prospek ekonomi,
perdagangan, bantuan, dan pinjaman
antar mereka.
Aliansi terbagi ke dalam dua
jenis: balancing dan bandwagoning.
Negara disebut melakukan balancing
ketika bergabung dengan negara-
negara lain sebagai oposisi, terhadap
sumber ancaman. Sementara, negara
disebut melakukan bandwagoning
ketika negara tersebut justru memilih
bergabung dengan sumber ancaman.
lndonesia jelas terlihat kurang
mengantisipasi busur-busur ancaman
kerjasama keamanan regional masa
depan, yang diprakasai dari aliansi AS
bersama negara-negara tetangga, dan
dipastikan akan melampaui selat-selat
strategis lndonesia. Sudah saatnya
lndonesia membangun dan meng-
23l l u : :t a' iul,l,", r r *: ;l' Cf 'e {i}
kampanyekan visi balancing sekaligus
bandwagoning secara simultan untuk
terbentuknya dua armada baru untuk
mendukung 2 armada yang sebelum-
nya sudah ada.
Armada pertama adalah armada
yang berkonsetrasi pada pembangunan
kemampuan pertahanan laut dan udara
di sepanjang sisi ZEE Selatan
lndonesia yaitu Armada Samudera
Hindia dan jika diperlukan dibangun
dengan kerjasama maritim dan dirgan-
tara yang kuat bersama-sama dengan
China. Sementara Armada kedua harus
mampu berkonsentrasi pada pemba-
ngunan kemampuan pertahanan laut
dan udara di sepanjang sisi ZEE Utara
lndonesia yakni kawasan Samudera
Pasifik, dan jika diperlukan dibangun
dengan kerjasama maritim dan dirgan-
tara yang kuat bersaina-sama dengan
AS dan Australia.
Sebagai bangsa yang besar dan
kuat dengan sejarah panjang keja-
yaannya, sudah tiba waktunya
lndonesia dan kita mampu bersikaP
sebagaimana pepatah dalam bahasa
latin menga-takan: Nullius addictus
iurare in verba magistri. Jangan
pernah mati dan hidup menurut
perintah orang lain. Ya, sudah
waktunya bangsa ini kembali bangkit
menjadi bangsa yang mampu
mengantisipasi segala kelemahannya
dan merancang kekuatan maritim dan
dirgantara untuk memainkan peran
yang lebih strategis demi tegaknya
kepentingan nasionalnya disamping
mampu menjadi regional balancer
dalam mencapai regional Equilibrium
yang memang telah dicita-citakannya.