oki kep anak ii(demam rematik)
DESCRIPTION
adi mayantri putraTRANSCRIPT
MAKALAH
KEPERAWATAN ANAK II
DEMAM REMATIK
Disusun oleh :
Nama : NPM :
1. Oki Mahendra : 0726010208
2. Liza Febriana : 0726010146
3. Umi riski Amelia : 0726010204
4. Indah Suryani : 0726010156
5. Lidya Afriani : 0726010170
6. Pipi Sriwahyuni : 0726010182
Kelas : Keperawatan VII Genap B
Dosen Pembimbing : Ns. Hanifah,S.kep
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN(STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2010
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena dengan hidayah-
NYA lah kami dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Anak II mengenai Demam
Reamatik
Dalam rangka penyelesaian makalah ini penyusun telah banyak mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini
penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Ibu Ns.Hanifah , S.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Anak II
2. Serta teman-teman sekalian yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian Makalah ini.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan baik dalam penyusunan maupun dalam penulisannya,untuk itu kami
mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan dalam
penyusunan Makalah yang akan datang.
Kami berharap semoga Makalah ini bisa berguna dan dapat memberikan manfaat bagi
kita semua dalam halnya pengetahuan. Amin ya rabbal alamin.
Bengkulu, Oktober 2010
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................
B. Tujuan..............................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi............................................................................................
B. Etiologi Demam rematik.................................................................
C. Patofisiologi Demam rematik..........................................................
D. Faktor faktor Predefosisi.................................................................
E. Fatogenesis Demam rematik...........................................................
F. Manifestasi Klinik
G. Diagnosis Demam rematik
H. Pengobatan demam Rematik
I. Asuhan Keperawatan Demam rematik............................................
BAB III PEMBAHASAN...................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................
B. Saran................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Demam reumatik merupakan penyakit vaskular kolagen multisistem yang terjadi setelah
infeksi streptokokus grup A pada individu yang mempunyai faktor predisposisi. Penyakit
ini masih merupakan penyebab terpenting penyakit jantung didapat (acquired heart
disease) pada anak dan dewasa muda di banyak negara terutama negara sedang
berkembang. Keterlibatan kardiovaskular pada penyakit ini ditandai oleh inflamasi
endokardium dan miokardium melalui suatu proses autoimun yang menyebabkan
kerusakan jaringan2.
Serangan pertama demam reumatik akut terjadi paling sering antara umur 5-15
tahun. Demam reumatik jarang ditemukan pada anak di bawah umur 5 tahun1,2,3,5.
Demam reumatik akut menyertai faringitis Streptococcus beta hemolyticus grup A yang
tidak diobati. Pengobatan yang tuntas terhadap faringitis akut hampir meniadakan resiko
terjadinya demam reumatik. Diperkirakan hanya sekitar 3 % dari individu yang belum
pernah menderita demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah menderita
faringitis streptokokus yang tidak diobati1,5.
Saat ini diperkirakan insidens demam reumatik di Amerika Serikat adalah 0,6 per
100.000 penduduk pada kelompok usia 5 sampai 19 tahun. Insidens yang hampir sama
dilaporkan di negara Eropa Barat. Angka tersebut menggambarkan penurunan tajam apabila
dibandingkan angka yang dilaporkan pada awal abad ini, yaitu 100-200 per 100.000
penduduk1.
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai Demam rematik Pada anak
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan tentang Demam rematik pada Anak
1.3. Ruang Lingkup Permasalahan
Dalam penulisan makalah ini, digunakan metode penulisan berdasarkan literatur
atau metode pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Definisi
Demam reumatik adalah suatu penyakit peradangan autoimun yang mengenai
jaringan konektif jantung, tulang, jaringan subkutan dan pembuluh darah pada pusat
sistem persarafan, sebagai akibat dari infeksi beta-Streptococcus hemolyticus grup A.
Demam reumatik adalah penyakit vaskular kolagen multisistem yang terjadi
setelah infeksi streptokokus grup A pada individu yang mempunyai faktor predisposisi
Demam Rematik adalah suatu penyakit yang amat serius yang umumnya
menimpa anak-anak dan orang muda belasan tahun. Penyakit itu dianggap sebagai
keadaan allergik yang menyerang jaringan ikat dalam tubuh, menyebabkan nyeri pada
persendiaan,
Demam rematik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.
( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )
2.2. Etiologi
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi
individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan3. Infeksi Streptococcus beta hemolyticus
grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan
pertama maupun serangan ulangan1,3,5,6. Untuk menyebabkan serangan demam reumatik,
Streptokokus grup A harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi
superficial. Berbeda dengan glumeronefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus
di kulit maupun di saluran napas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan
infeksi Streptococcus di kulit3.
Hubungan etiologis antara kuman Streptococcus dengan demam reumatik diketahui dari data
sebagai berikut:
1. Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian kadar antibodi
terhadap Streptococcus atau dapat diisolasi kuman beta-Streptococcus hemolyticus
grup A, atau keduanya3.
2. Insidens demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidens oleh beta-
Streptococcus hemolyticus grup A yang tinggi pula. Diperkirakan hanya sekitar 3%
dari individu yang belum pernah menderita demam reumatik akan menderita
komplikasi ini setelah menderita faringitis Streptococcus yang tidak diobati1,3.
3. Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita mendapat
pencegahan yang teratur dengan antibiotika.
Tanda-tanda utama(biasanya terdapat 3 atau 4 tanda)
1. Panas
2. Sakit sendi, terutama pada pergelangan tangan dan pergelangan kaki, kemudian pada
sendi siku, Sendi-sendi membengkak, dan
3. seringkali terasa panas serta tampak merah.
4. Garis-garis merah yang melengkung atau benjolan di bawah kulit. Pada kasus yang
lebih berat, badan terasa lemah, napas pendek dan mungkin nyeri
2.3 Patofisiologi
Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), DR terjadi karena
terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan
antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus
grup A maka terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody.
Karena sifat antigen ini sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen
jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody
terhadap jaringan jantung dalam serum penderiat DR dan jaringan myocard yang rusak. Salah
satu toxin yang mungkin berperanan dalam kejadian DR ialah stretolysin titer 0, suatu produk
extraseluler Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang dikenal bersifat toxik terhadap
jaringanmyocard.
Beberapa di antara berbagai antigen somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan
yang lain lagi untuk waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada
penderita sesudah mendapat radang streptococcal terutama Ig G dan A.
2.4 Faktor Predisposisi
Faktor Individu
1. Faktor Genetik
Banyak demam reumatik/penyakit jantung reumatik yang terjadi pada satu keluarga maupun
pada anak-anak kembar. Karenanya diduga variasi genetik merupakan alasan penting
mengapa hanya sebagian pasien yang terkena infeksi Streptococcus menderita demam
reumatik, sedangkan cara penurunannya belum dapat dipastikan1,3.
2. Jenis Kelamin
Tidak didapatkan perbedaan insidens demam reumatik pada lelaki dan wanita1,3. Meskipun
begitu, manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis kelamin,
misalnya gejala korea jauh lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki. Kelainan
katub sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik juga menunjukkan perbedaan jenis
kelamin. Pada orang dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral lebih sering ditemukan pada
wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki3.
3. Golongan Etnik dan Ras
Belum bisa dipastikan dengan jelas karena mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda
pada golongan etnik dan ras tertentu ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang
sebenarnya. Yang telah dicatat dengan jelas ialah terjadinya stenosis mitral. Di negara-negara
barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah serangan penyakit jantung
reumatik akut. Tetapi data di India menunjukkan bahwa stenosis mitral organik yang berat
seringkali sudah terjadi dalam waktu yang relatif singkat, hanya 6 bulan-3 tahun setelah
serangan pertama3.
4. Umur
Paling sering pada umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa
ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum umur 3 tahun atau
setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi Streptococcus
pada anak usia sekolah3.
5. Keadaan Gizi dan adanya penyakit lain
Belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi. Hanya sudah diketahui bahwa
penderita sickle cell anemia jarang yang menderita demam reumatik/penyakit jantung
reumatik3.
Faktor-faktor Lingkungan
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik1,3. Termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk ialah
sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan
sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang sakit sangat kurang, pendapatan yang
rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain3.
2. Iklim dan Geografi
Penyakit ini terbanyak didapatkan di daerah beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi daripada
yang diduga semula1,3. Di daerah yang letaknya tinggi agaknya insidens lebih tinggi daripada
di dataran rendah3.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas
meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat3.
2.5 Patogenesis
Meskipun pengetahuan serta penelitian sudah berkembang pesat, namun mekanisme
terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat
bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun3,4,5.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel;
yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase,
disfosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal erythrogenic toxin.
Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi3.
Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap
beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi
terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen
streptococcus, hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun1,3.
ASTO (anti streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering
digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80% penderita
demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikan titer ASTO ini; bila
dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap Streptococcus, maka pada 95% kasus demam
reumatik/penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap
Streptococcus3.
Penelitian menunjukkan bahwa komponen streptokokus yang lain memiliki reaktivitas
bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi silang imunologik di antara karbohidrat
streptokokus dan glikoprotein katup, di antara membran protoplasma streptokokus dan
jaringan saraf subtalamus serta nuklei kaudatus dan antara hialuronat kapsul dan kartilago
artikular. Reaktivitas silang imunologik multiple tersebut dapat menjelaskan keterlibatan
organ multiple pada demam reumatik1.
Peran antibodi sebagai mediator cedera jaringan belum sepenuhnya diterima. Adanya
antibodi bereaksi silang yang serupa pada serum pasien tanpa demam reumatik mendorong
penelitian mediator imun lain. Data muthakir menunjukkan pada sitotoksitas yang ditengahi
oleh sel sebagai mekanisme alternatife untuk cedera jaringan. Penelitian menunjukkan bahwa
limfosit darah perifer pasien dengan karditis reumatik akut adalah sitotoksik terhadap sel
miokardium yang dibiak in vitro, dan bahwa serum penderita demam reumatik
menghapuskan pengaruh sitotoksik tersebut. Ini memberi kesan bahwa antibodi yang
bereaksi silang dapat mempunyai pengaruh protektif dalam pejamu tersebut. Sekarang
hipotesis yang paling banyak dipercaya adalah bahwa mekanisme imunologik, humoral atau
selular, menyebabkan cedera jaringan pada demam reumatik1.
2.6 Manifestasi Klinik
Dihubungkan dengan diagnosis, manifestasi klinik pada DR akut dibedakan atas manifestasi
mayor dan minor.
a. Manifestasi Mayor
Karditis. Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang mengenai
endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat, dan
anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising patologis, adanya
kardiomegali secara radiology yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan
tanda perikarditis.
Artritis. Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik, berupa gerakan
tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskuler, biasanya pada otot wajah dan
ektremitas.
Eritema marginatum. Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5% pasien. Tidak
gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang tampak
normal.tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.
Nodulus subkutan. Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul berukuran antara 0,5 – 2
cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di permukaan ekstendor
sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.
b .Manifestasi Minor
Manifestasi minor pada demam reumatik akut dapat berupa demam bersifat remiten,
antralgia, nyeri abdomen, anoreksia, nausea, dan muntah.
2.7Diagnosis
Diagnosis demam reumatik akut ditegakkan berdasarkan kriteria Jones yang telah direvisi.
Karena patologis bergantung pada manifestasi klinis maka pada diagnosis harus disebut
manifestasi kliniknya, misalnya demam rematik dengan poliatritis saja. Adanya dua kriteria
mayor, atau satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam
rematik akut, jika didukung oleh bukti adanya infeksi sterptokokus grup A sebelumnya.
Komplikasi
a. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma
klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk
pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena
kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau
gabungan kedua faktor tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan
obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang
paling penting mengobati penyakit primer.
b. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang
ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.
Pengobatan/penatalaksanaan
Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus beta-hemolyticus
grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat
berupa :
a. Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan.
Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
b. Obat anti rematik
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk
mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.
c. Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
d. Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada
kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus DR minus carditis. Pada kasus plus
carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan
yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
e. Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan
digitalis, diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain
2.8 Pengobatan
1. Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A
Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera dilaksanakan setelah
diagnosis ditegakkan. Cara pemusnahan streptococcus dari tonsil dan faring sama dengan
cara untuk pengobatan faringitis streptococcus yakni pemberian penisilin benzatin
intramuskular dengan dosis 1,2 juta unit untuk pasien dengan berat badan > 30 kg atau 600
000-900 000 unit untuk pasien dengan berat badan < 30 kg. Penisilin oral, 400 000 unit (250
mg) diberikan empat kali sehari selama 10 hari dapat digunakan sebagai alternatif.
Eritromisin, 50 mg/kg BB sehari dibagi dalam 4 dosis yang sama dengan maximum 250 mg 4
kali sehari selama 10 hari dianjurkan untuk pasien yang alergi penisilin. Obat lain seperti
sefalosporin yang diberikan dua kali sehari selama 10 hari juga efektif untuk pengobatan
faringitis streptokokus. Penisilin benzatin yang berdaya lama lebih disukai dokter karena
reliabilitasnya serta efektifitasnya untuk profilaksis infeksi streptokokus1,3.
2. Obat analgesik dan anti-inflamasi
Pengobatan anti-radang amat efektif dalam menekan manifestasi radang akut demam
reumatik, sedemikian baiknya sehingga respons yang cepat dari artritis terhadap salisitas
dapat membantu diagnosis1.
Pasien dengan artritis yang pasti harus diobati dengan aspirin dalam dosis total 100
mg/kgBB/ hari, maximum 6 g per hari dosis terbagi selama 2 minggu, dan 75 mg/kgBB/ hari
selama 2-6 minggu berikutnya. Kadang diperlukan dosis yang lebih besar. Harus diingatkan
kemungkinan keracunan salisilat, yang ditandai dengan tinitus dan hiperpne1,2,3.
Pada pasien karditis, terutama jika ada kardiomegali atau gagal jantung aspirin seringkali
tidak cukup untuk mengendalikan demam, rasa tidak enak serta takikardia, kecuali dengan
dosis toksik atau mendekati toksik. Pasien ini harus ditangani dengan steroid; prednison
adalah steroid terpilih, mulai dengan dosis 2 mg/kgBB/hari dengan dosis terbagi, maximum
80 mg per hari. Pada kasus yang sangat akut dan parah, terapi harus dimulai dengan
metilprednisolon intravena (10-40 mg), diikuti dengan prednison oral. Sesudah 2-3 minggu
prednison dapat dikurangi terhadap dengan pengurangan dosis harian sebanyak 5 mg setiap
2-3 hari. Bila penurunan ini dimulai, aspirin dengan dosis 75 mg/kgBB/hari harus
ditambahkan dan dilanjutkan selama 6 minggu setelah prednison dihentikan. Terapi ’tumpang
tindih’ ini dapat mengurangi insidens rebound klinis pascaterapi, yaitu munculnya kembali
manifestasi klinis segera sesudah terapi dihentikan, atau sementara prednison diturunkan,
tanpa infeksi streptokokus baru. Steroid dianjurkan untuk pasien dengan karditis karena
kesan klinis bahwa pasien berespons lebih baik, demikian pula gagal jantung pun berespons
lebih cepat daripada dengan salisilat1,2.
Pada sekitar 5-10% pasien demam reumatik, kenaikan LED bertahan selama berbulan-bulan
sesudah penghentian terapi. Keadaan ini tidak berat, tidak dapat dijelaskan sebabnya, dan
tidak perlu mengubah tata laksana medik. Sebaliknya kadar PCR yang tetap tinggi
menandakan perjalanan penyakit yang berlarut-larut; pasien tersebut harus diamati dengan
seksama. Apabila demam reumatik inaktif dan tetap tenang lebih dari dua bulan setelah
penghentian antiradang, maka demam reumatik tidak akan timbul lagi kecuali apabila terjadi
infeksi streptokokus baru.
TABEL 3. OBAT ANTIRADANG YANG DIANJURKAN PADA
DEMAM REUMATIK2,3
MANIFESTASI KLINIS PENGOBATAN
Artralgia Hanya analgesik (misal asetaminofen).
Artritis Salisilat 100 mg/kgBB/hari selama 2
minggu, dan 75 mg/kgBB/hari selama 4
minggu berikutnya
Artritis + karditis tanpa
kardiomegali
Salisilat 100 mg/kgBB/hari selama 2
minggu, dan 75 mg/kgBB/hari selama 4
minggu berikutnya
Artritis + karditis + kardiomegali Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu
dan diturunkan sedikit demi sedikit
(tapering off) 2 minggu; salisilat 75
mg/kgBB/hari mulai awal minggu ke 3
selama 6 minggu
3. Diet
Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian besar kasus
cukup diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Tambahan vitamin dapat
dibenarkan. Bila terdapat gagal jantung, diet disesuaikan dengan diet untuk gagal jantung
yaitu cairan dan garam sebaiknya dibatasi3,9.
4. Tirah Baring dan mobilisasi
Semua pasien demam reumatik akut harus tirah baring, jika mungkin di rumah sakit. Pasien
harus diperiksa tiap hari untuk menemukan valvulitis dan untuk mulai pengobatan dini bila
terdapat gagal jantung. Karditis hampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak dari awal
serangan, hingga pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut. Sesudah itu
lama dan tingkat tirah baring bervariasi. Tabel 4 merupakan pedoman umum; tidak ada
penelitian acak terkendali untuk mendukung rekomendasi ini. Hal penting adalah bahwa tata
laksana harus disesuaikan dengan manifestasi penyakit, sedang pembatasan aktivitas fisis
yang lama harus dihindari1.
Selama terdapat tanda-tanda radang akut, penderita harus istirahat di tempat tidur. Untuk
artritis cukup dalam waktu lebih kurang 2 minggu, sedangkan untuk karditis berat dengan
gagal jantung dapat sampai 6 bulan. Mobilisasi dilakukan secara bertahap3.
Istirahat mutlak yang berkepanjangan tidak diperlukan mengingat efek psikologis serta
keperluan sekolah. Penderita demam reumatik tanpa karditis atau penderita karditis tanpa
gejala sisa atau penderita karditis dengan gejala sisa kelainan katup tanpa kardiomegali,
setelah sembuh tidak perlu pembatasan aktivitas. Penderita dengan demam kardiomegali
menetap perlu dibatasi aktivitasnya dan tidak diperkenankan melakukan olahraga yang
bersifat kompetisi fisis3.
Pencegahan Sekunder
Penderita Demam rematik mempunyai resiko besar untuk mengidap serangan ulang demam
rematik setelah terserang infeksi bakteri streptokokus grup A berikutnya oleh karna itu
pencegahan merupakan aspek penanganan demam rematik yang sangat penting pencegahan
sekunder pada dasarnya merupakan pemberian anti biotik secara teratur pada penderita yang
pernah mengidap demam rematik agar tidak terjadi infeksi streptokokus pada saluran
pernafasan bagian atas , sehingga tidak terjadi serangan ulang demam rematik.
Penscegahan sekunder dapat di lakukan dengan pemberian antibioti sbb :
Penisilin G Benzatin 1,2 juta unit setiap 4 minggu
Sulfadizin 500mg per hari sebagai dosis tunggal per oral untuk penderita dengan
berat di atas 27 kg.
Penisilin V 250mg 2X sehari (Oral)
Bagi penderita yang alergi terhadap penisilin dapat di beri entromisin 250mg 2X
sehari.
Pencegahan sekunder di anjurkan untuk tetap di berikan paling tidak sampai usia 18
th pada penderita Demam rematik yng mengalami kelainan katub jantung,demam
rematik yang mengalami kelainan katub jantung pencegahan ini di anjurkan seumur
hidup.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Demam reumatik merupakan suatu reaksi autoimun terhadap faringitis Streptococcus
beta hemolyticus grup A yang mekanismenya belum sepenuhnya dimengerti. Demam
reumatik tidak pernah menyertai infeksi kuman lain maupun infeksi Streptococcus di tempat
lain. Penyakit ini juga cenderung berulang.
Insidens tertinggi penyakit ini ditemukan pada anak berumur 5-15 tahun dan pengobatan
yang tuntas terhadap faringitis akut hampir meniadakan risiko terjadinya demam reumatik.
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik didahului pertama kali
oleh infeksi saluran napas atas oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A dan
selanjutnya diikuti periode laten yang berlangsung 1-3 minggu kecuali korea yang dapat
timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan. Setelah periode laten, periode berikutnya
merupakan fase akut dari demam reumatik dengan timbulnya berbagai manifestasi klinis, dan
diakhiri dengan stadium inaktif, yang pada demam reumatik tanpa kelainan jantung atau
penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Manifestasi klinis demam reumatik dibagi menjadi manifestasi klinis mayor yaitu
artritis, karditis, korea, eritema marginatum dan nodulus subkutan. Manifestasi klinis minor
yaitu demam, artralgia, peningkatan LED dan C-reactive protein dan pemanjangan interval
PR. Kriteria diagnosis berdasarkan kriteria Jones (revisi 1992) ditegakkan bila ditemukan 2
kriteria mayor atau 1 kriteria mayor +2 kriteria minor ditambah dengan bukti infeksi
Streptococcus grup A tenggorok positif + peningkatan titer antibodi Streptococcus.
4.2 Saran
Demam rematik merupakan penyakit yang masih menjadi, masalah kesehatan
masyarakat di indonesia ,Diagnosis dini pengobatan secara tepat dan pencegahan sekunder
merupakan aspek yang sangat penting dalam penaganan demam rematik.
DAFTAR PUSTAKA
Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 2 tahun 1985 UI Buku Kapita Selek jilid 2