oleh - repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/663/1/muh.sulfikar01.pdf ·...
TRANSCRIPT
i
KARYA TULIS ILMIAH
GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN.JSKIZOFRENIA DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA AMANDIRUMAH SAKIT JIWA PROVINSI
SULAWESI TENGGARA
OLEH :
MUH. SULFIKARP00320014078
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN2018
i
GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. JSKIZOFRENIA DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA AMANDIRUMAH SAKIT JIWA PROVINSI
SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2018
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan ke program studi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan KendariSebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli
Madya Keperawatan
MUH. SULFIKARP00320014078
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
ii
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : MUH. SULFIKAR
NIM : P00320014078
Jurusan/Prodi : D III Keperawatan
Judul : Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn.J Skizofrenia Dengan Resiko Perilaku KekerasanDalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa AmanDirumah Sakit Jiwa Provinsisulawesi Tenggara
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya tulis ilmiah yang
saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri; bukan
merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui
sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini
hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Kendari, 14 Agustus 2018Yang Membuat Pernyataan
Muh . Sulfikar
iv
BIODATA
A. Identitas Penulis
1. Nama : Muh. Sulfikar
2. Tempat Tanggal Lahir : Kendari, 29 Agustus 1995
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Agama : Islam
5. Suku/Bangsa : Tolaki/ Indonesia
6. Alamat : Desa Lamutau Kec. Kolono
B. Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri Mondoe Jaya, Tamat Tahun 2008
2. SMP Negeri 5 Konsel, Tamat Tahun 2011
3. SMA Negeri 2 Unaaha, Tamat Tahun 2014
4. Terdaftar Sebagai Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari
Jurusan DIII Keperawatan Tahun 2014 Sampai Sekarang
iv
BIODATA
A. Identitas Penulis
1. Nama : Muh. Sulfikar
2. Tempat Tanggal Lahir : Kendari, 29 Agustus 1995
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Agama : Islam
5. Suku/Bangsa : Tolaki/ Indonesia
6. Alamat : Desa Lamutau Kec. Kolono
B. Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri Mondoe Jaya, Tamat Tahun 2008
2. SMP Negeri 5 Konsel, Tamat Tahun 2011
3. SMA Negeri 2 Unaaha, Tamat Tahun 2014
4. Terdaftar Sebagai Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari
Jurusan DIII Keperawatan Tahun 2014 Sampai Sekarang
iv
BIODATA
A. Identitas Penulis
1. Nama : Muh. Sulfikar
2. Tempat Tanggal Lahir : Kendari, 29 Agustus 1995
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Agama : Islam
5. Suku/Bangsa : Tolaki/ Indonesia
6. Alamat : Desa Lamutau Kec. Kolono
B. Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri Mondoe Jaya, Tamat Tahun 2008
2. SMP Negeri 5 Konsel, Tamat Tahun 2011
3. SMA Negeri 2 Unaaha, Tamat Tahun 2014
4. Terdaftar Sebagai Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari
Jurusan DIII Keperawatan Tahun 2014 Sampai Sekarang
v
MOTTO
Kesalahan dan kegagalan itu berbeda. Berbuat salah itu bagian dari pembelajaran.
Anda disebut gagal jika tidak belajar dari kesalahan Anda.
Sama seperti kegagalan dalam bisnis, ada pelajaran yang bisa diambil dari setiap
kegagalan dalam hal percintaan juga.
Orang-orang yangg memiliki kebiasaan2 jelek, sulit utk meraih kesuksesan.
Sebaliknya org2 yg punya kebiasaan2 baik, akan sulit mengalami kegagalan!
Kegagalan merupakan batu loncatan untuk mencapai tingkatan yg lebih tinggi
Kesalahan bukan kegagalan tapi bukti bahwa seseorang telah melakukan sesuatu :)
Sukses adalah kemampuan untuk pergi dari suatu kegagalan tanpa kehilangan
semangat
vi
ABSTRAK
Muh. Sulfikar (P00320014078), “Gambaran Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Tn. J Skizofrenia Dengan Resiko Perilaku Kekerasan Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Rasa Aman Dirumah Sakit Jiwa Provinsisulawesi Tenggara 2018”
dengan pembimbing I bapak abdul syukur bau, S.Kep,. Ns,. M.Kep dan
pembimbing II ibu Fitri Wijayati , S.Kep,. Ns,. M.Kep, (x + 71 Halaman +14
Lampiran).
Latar belakang : Menurut UU No. 18 Tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan
sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan konstribusi
untuk komunitasnya. Sehat jiwa merupakan suatu kondisi mental sejahtera yang
memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari
kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia
(Badan PPSDM, 2013).
Tujuan : Tujuan umum dari penulisan Studi Kasus ini adalah memberikan
Gambar Asuhan Keperawatan pada klien Skizofrenia dengan Resiko Perilaku
Kekerasan dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman Rumah Sakit Jiwa Kendari
Metode : Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan bentuk studi kasus. Pada
pasien Skizofrenia Dengan Resiko Perilaku Kekerasan Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Rasa Aman.
Hasil Studi Kasus : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 sampai 4 hari
latihan pasien dapat mengontrol resiko perilaku kekerasan.
Kata kunci : Asuhan keperawatan skizofrenia, Resiko perilaku kekerasan,
kebutuhan rasa Aman.
Daftar Bacaan : 18 (2006 – 2016), 150 -250 kata
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunianya jualah, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya tulis ilmiah ini dengan tepat pada waktunya yang merupakan salah
satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di poltekkes kemenkes
kendari jurusan keperawatan, dengan judul “Gambaran Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Tn. J Skizofrenia Dengan Resiko Perilaku
Kekerasan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman Dirumah Sakit Jiwa
Provinsisulawesi Tenggara 2018”
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam penyusunan Karya tulis ilmiah ini terkhusus
penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak ABD. Syukur,
S.Kep,.Ns., MM selaku pembimbing I dan ibu Fitri Wijayati, S.Kep,.
Ns,.M.Kep selaku pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan
bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan Karya tulis ilmiah ini
tidak lupa pula saya ucapkan kepada.
1. ASKRENING, SKM,. M.Kes Selaku direktur peltekkes kendari.
2. Bapak Indriono Hadi S.Kep. Ns. M.Kep. Selaku ketua jurusan
keperawatan
3. Ibu Reni Deviyanti U, M.Kep, Sp,KMB, Anita Rosanti, SST, M.Kes, dan Dian Yuniar
SR, SKM, M.Kep yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan Ujian kepada sya
demi menyempurnakan Studi kasus ini.
viii
4. Ibu rutji nurhati, A.Kep (rahimallah) yang te;ah membimbing saya, serta memberikan
arahan dan nasehat kepada saya, saat saya hampir tidk bisa menyelesaikan ProgramD III
Keperawatan ini, dan saya sangat-sangat bersyukur kepada ibu, sehingga akhirnya saya
dapat menyelesaikan Program Studi DIII Keperawatan.
5. Yang teristimewa Ayahanda Superdin Sorumba, S.Sos dan ibu ku Stti Armiati dan kakak
ku Muh. Noval Malenda, serta adik-adik ku Muh. Eko Malenda dan Muh. Randa Wula
Malenda yang memberikan dukungan dan semangat serta doa untuk saya dalam
menempu Program DIII Keperawatan, mungkin tidak aa balasan yang bisa ku berikan
kepada kalian selain gelar ini untuk kalian.
6. Yang teristimewa Nur Islah Rahmadhani yang telah mendukung saya selama ini serta
memberikan semangat dalam mengejar pendidikan DIII Keperwatan dan membantu saya
dalam menyelesaikan kerya tuis ilmiah.
Penulis menyadari bahwa Karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi, bahasa, maupun materi. Oleh karena itu dengan
segalah kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya
membangun. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kepada
semua pihak yang telah memberikan sumbangan ilmu kepada penulis,
semoga Karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat kepada kita semua. Amin
Kendari, 1Agustus
2018
Muh. Sulfikar
ix
DAFTAR TABEL
1. Tabel tindakan Keperawatan.....................................................................30
2. Table analisa data......................................................................................50
3. Table intervensi keperawatan....................................................................51
4. Table implementasi dan evaluasi ..............................................................53
5. Table intrumen penelitian .........................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat izin dari polrtekkes kebaligbang
2. Surat izin dari baligbang
3. Surat izin penelitian dari ruma sakit jiwa provinsi Sulawesi tenggara
4. Surat izin telah melakukan penelitian
5. Halaman Pengesahan
6. Surat Pernyataan keaslian tulisan
7. Riwayat hidup
8. Motto
9. Abstrak
10. Kata pengantar
11. Table
12. Lampiran
13. Intrumen penelitian
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN............................................................ iii
MOTTO ................................................................................................................................ iv
ABSTRAK ............................................................................................................................ v
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................
A. Latar belakang...........................................................................................1
B. Rumusan masalah......................................................................................6
C. Tujuan studi kasus.....................................................................................6
D. Manfaat studi kasus................................................................................... ³
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................
A. Jujuab umum tentang skizifrenia ..............................................................8
B. Konsep dasar resiko perilaku kekerasan ...................................................15
C. Konsep dasar suhan keperawatan..............................................................23
D. Konsep dasar kebutuhan aman..................................................................32
BAB III METODE PENELITIAN ..............................................................
A. Desain penelitian.......................................................................................34
B. Subyek studi kasus ....................................................................................34
C. Focus studi kasus ......................................................................................35
D. Definisi operasional ..................................................................................35
xi
E. Tempat dan waktu penelitian ....................................................................36
F. Metode pengumpulan data ........................................................................36
G. Instrument penelitian.................................................................................36
H. Penyjian data .............................................................................................37
I. Etika studi kasus........................................................................................37
BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Gambara umum lokasi penelitian..............................................................38
B. Hasul studi kasus.......................................................................................42
C. Pembahasaan .............................................................................................59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...............................................................................................69
B. Saran..........................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut UU No. 18 Tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan
sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
konstribusi untuk komunitasnya. Sehat jiwa merupakan suatu kondisi mental
sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian
yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi
kehidupan manusia (Badan PPSDM, 2013).
Ciri-ciri sehat jiwa yaitu seseorang mampu menghadapi kenyataan,
mendapat kepuasan dari usahanya, bebas dari rasa cemas, mengarahkan rasa
bermusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif (Herman Ade,
2011)
Orang dengan masalah kejiwaan adalah orang yang mempunyai
masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan atau
kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Gangguan
jiwa adalah respon maladaptif dari lingkungan internal dan eksternal,
dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak sesuai dengan
norma lokal atau budaya setempat dan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan
dan atau fisik (Ruti,dkk 2010).
2
Gangguan jiwa ditemukan di semua negara, pada perempuan dan
laki-laki, pada semua tahap kehidupan, orang miskin maupun kaya baik di
pedesaan maupun perkotaan mulai dari yang ringan sampai yang berat
(Abdul,dkk 2013).
World Heatlh Organisation (2009) dalam Fitria Nita (2012)
memperkirakan sebanyak 450 juta orang diseluruh dunia mengalami
gangguan mental, terdapat sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan
jiwa saat ini dan 25% penduduk di perkirakan akan mengalami gangguan jiwa
pada usia tertentu selama hidupnya. Gangguan jiwa mencapai 13% dari
penyakit secara keseluruhan dan kemungkinan akan berkembang menjadi
25% di tahun 2030. Gangguan jiwa juga berhubungan dengan bunuh diri,
lebih dari 90% dari satu juta kasus bunuh diri setiap tahunnya akibat
gangguan jiwa, ini termasuk dampak dari gangguan jiwa yg mana dapat
melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Badan PPSDM, 2012)
Penderita gangguan jiwa berat dengan usia diatas 15 tahun di
Indonesia mencapai 0,4%. Hal ini berarti terdapat lebih dari satu juta orang di
indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat. Berdasarkan data tersebut
diketahui 11,6% penduduk indonesia mengalami gangguan mental emosional
(Riskesdas, 2007). Pada tahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa berat
mencapai 1,7% per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 jiwa (Riskesdas,
2013). Begitu juga di Sumatera Barat Jumlah penderita gangguan jiwa pada
tahun 2008 data Dinas Provinsi Sumatera Barat dari jumlah penduduk
3.198.726 orang ada 0,26 % yang menderita gangguan jiwa. Data Dinas
3
Kesehatan Kota Padang pada tahun 2009 dari jumlah penduduk di kota
Padang 839.190 orang, yang mengalami gangguan jiwa di kota Padang
sebanyak 0,75 %.
World Health Organisation (WHO) menyebutkan masalah utama
gangguan jiwa di dunia adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah gangguan pada
otak dan pola pikir, skizofrenia mempunyai karateristik dengan gejala positif
dan negatif. Gejala positif antara lain : delusi, halusinasi,
waham,disorganisasi pikiran. Gejala negatif seperti : sikap apatis, bicara
jarang, afek tumpul, menarik diri dari masyarakat dan rasa tidak nyaman
(Ruti,dkk 2010).
Menurut Stuart dan Sundeen,1995 dalam Fitria Nita 2012, salah satu
gejala positif dari skizofrenia yang sering muncul adalah Perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun secara psikologis (Keliat, dkk 2011).
Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan
secara verbal dan fisik. Setiap aktivitas bila tidak di cegah dapat mengarah
pada kematian. Beberapa tanda dan gejala yang biasanya muncul pada pasien
dengan perilaku kekerasan baik secara verbal maupun secara fisik. Tanda dan
gejala verbal yang muncul biasanya mengancam, mengumpat dengan
katakata kotor, berbicara dengan nada keras, dan kasar (Fitria Nita, 2012).
Sedangkan tanda dan gejala fisik nya dapat berupa mata
melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
4
memerah dan tegang, postur tubuh kaku, serta riwayat melakukan perilaku
kekerasan (Badan PPSDM, 2013).
Penyebab dari perilaku kekerasan yaitu kehilangan harga diri karena
tidak dapat memenuhi kebutuhan sehingga individu tidak berani bertindak,
cepat tersinggung dan lekas marah. Akibatnya frustasi tujuan tidak tercapai
atau terhambat sehingga individu merasa cemas dan terancam, individu
berusaha mengatasi tanpa memperhatikan hak-hak orang lain, kebutuhan
aktualisasi diri yang tidak tercapai sehingga menimbulkan ketegangan dan
membuat individu cepat tersinggung. Dampak atau perubahan yang terjadi
dapat berupa perasaan tidak sabar, cepat marah, dari segi sosial kasar,
menarik diri, dan agresif (Dalami, dkk 2009). Melihat dampak dan kerugian
yang ditimbulkan, maka penanganan pasien dengan perilaku kekerasan perlu
dilakukan secara cepat dan tepat oleh tenaga kesehatan yang profesional,
salah satunya yaitu keperawatan jiwa.
Menurut Gail W.Stuart. 2006 Keperawatan jiwa adalah proses
interpersonal yang berupaya meningkatkan dan mempertahankan perilaku
pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien atau klien
dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas.
American Nurses Association (ANA), mendefenisikan keperawatan kesehatan
jiwa sebagai suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan
teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri yang bermanfaat
sebagai kiatnya. Menurut Suliswati, dkk 2005 dalam Abdul, dkk 2013,
keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional di dasarkan pada
5
ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus
kehidupan dengan respons psiko-sosial yang mal adaptif yang disebabkan
oleh gangguan biopsiko- sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi
keperawatan jiwa melalui pendekatan proses keperawatan untuk
meningkatkan, mencegah, mempertahankan, dan memulihkan masalah
kesehatan jiwa klien. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang
berusaha untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehingga klien
dapat berfungsi utuh sebagai manusia.
Kontrol diri diartikan Papalia (2004) sebagai kemampuan individu
untuk menyesuaikan tingkah laku dengan apa yang dianggap diterima secara
sosial oleh masyarakat. Wallston (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa
kontrol diri adalah perasaan individu bahwa ia mampu untuk membuat
keputusan dan mengambil tindakan yang efektif untuk mendapatkan hasil
yang diinginkan dan menghindari hasil yang tidak diinginkan.
Ketika berinteraksi dengan orang lain, individu akan berusaha
menampilkan perilaku yang dianggap paling tepat bagi diri individu. Calhoun
dan Acocella (1990), mengemukakan dua alasan yang mengharuskan individu
untuk mengontrol diri secara kontinyu. Pertama, individu hidup dalam
kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus
mengontrol perilakunya agar tidak menggangu kenyamanan orang lain.
Kedua, masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun
standar yang lebih baik bagi dirinya. Sehingga dalam rangka memenuhi
6
tuntutan tersebut dibutuhkan pengontrolan diri agar dalam proses pencapaian
standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang.
Sedangkan hasil penelitian Sebelumnya Elita, dkk di Rumah Sakit
Jiwa Tampan Pekan Baru tahun 2010, mencatat bahwa ada sebanyak 1.310
pasien dengan alasan dirawat di rumah sakit jiwa adalah dengan masalah
gangguan persepsi sensori: halusinasi sebesar 49,77%, gangguan proses pikir:
waham sebesar 4,66%, perilaku kekerasan sebesar 20,92%, isolasi sosial
sebesar 8,70%, gangguan konsep diri: harga diri rendah sebesar 7,02%, defisit
perawatan diri sebesar 3,66%, dan risiko bunuh diri sebesar 5,27%.
Berdasarkan hasil data rekam medik yang diperoleh maka dapat disimpulkan
bahwa persentase gangguan jiwa khususnya resiko perilaku kekerasan
memiliki persentase tertinggi kedua setelah halusinasi, yaitu sebesar 20,92.
Berdasarkan data yang diberikan oleh rumah sakit jiwa kendari, data
pasien rekam medik di Rumah Sakit Jiwa Kendari pada tahun 2016 terdapat
869 pasien yang dirawat di ruang rawat inap, dan pada tahun 2017 jumlah
pasien yang dirawat di ruang inap berjumlah 1054 pasien, jadi pada dua
tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah pasien jiwa dengan jumlah 185
pasien. Kemudian dari pasien tersebut terdapat pembagian menurut diagnosa
medis, yang pertama pasien skizofrenia berjumlah 800 pasien, gangguan
mental dan prilaku berjumlah 40 pasien, episode depresif berjumlah 29
pasien, gangguan hiperkinetik berjumlah 9 pasien, sindrom amnestik
berjumalah 4 pasien,gangguan mental berjumlah 4 pasien, dimensia berjumlah
3 pasien, gangguan psikotik berjumlah 1 pasien, gangguan anxietas fobik
7
berjumlah 1 pasien, dan retardasi mental berjumlah 1 pasien, (Rumah Sakit
jiwa kendari, 2017). Berdasarkan pengamatan dan data yang diperoleh peneliti
pada tanggal 19 Maret jumlah pasien tertinggi yaitu skizofrenia Sehingga
penulis tertarik untuk melakukan studi kasus pada pasien dengan gangguan
jiwa Skizofrenia : Resiko Perilaku Kekerasan dalam pemenuhan kebutuhan
rasa aman di Rumah Sakit Jiwa Kota.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas makah rumusan masalah dalam
studi kasus sebagai berikut : Gambar Asuhan Keperawatan Latihan Kontrol
Impuls dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman di Rumah Sakit Jiwa
Sulawesi Tenggara.
C. Tujuan Studi kasus
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan Studi Kasus ini adalah memberikan
Gambar Asuhan Keperawatan pada klien Skizofrenia dengan Resiko
Perilaku Kekerasan dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman Rumah
Sakit Jiwa Kendari
D. Manfaat Studi kasus
1. Penulis
a. Mempraktikan dan menerapkan asuhan keperawatan jiwa dengan
gangguan skizofrenia : halusinasi pendengaran dalam pemenuhan
kebutuhan personal hygiene.
b. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam penerapan
asuhan keperawatan jiwa.
8
c. meningkatkan pengetahuan dalam penelitian – penelitian berikutnya.
2. Institusi
a. Mengevaluasi sejauh mana mahasiswa dalam menerapkan asuhan
keperawatan jiwa.
b. Bahan bacaan untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa
yang barkaitan dengan asuhan keperawatan jiwa.
3. Masyarakat
Sebagai referensi dalam mengenali penyakit kejiwaan dan sebagai
bahan pengetahuan bagi masyarakat.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tujuan umum tentang Skizofrenia
1. Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan
gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku, pikiran yang
terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak salaing berhubungan secara
logis, persepsi dan perhatian yang keliru afek yang datar atau tidak
sesuai, dan berbagai gangguan aktifitas motorik yang bizzare (perilaku
aneh), pasien skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan,
sering kali masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan
halusinasi. Orang-orang yang menderita skozofrenia umunya mengalami
beberapa episode akut simtom– simtom, diantara setiap episode mereka
sering mengalami simtom–simtom yang tidak terlalu parah namun tetap
sangat menggagu keberfungsian mereka. Komorbiditas dengan
penyalahguanaan zat merupakan masalah utama bagi para pasien
skizofrenia, terjadi pada sekitar 50 persennya. (Konsten & Ziedonis.
1997, dalam Davison 2010).
a. Jenis-jenis skizofrenia
Kraeplin (dalam Maramis, 2009) membagi skizofrenia menjadi
beberapa jenis. Penderita digolongkan ke dalam salah satu jenis
menurut gejala utama yang terdapat padanya. Akan tetapi batas-batas
10
golongan-golongan ini tidak jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti
atau mungkin seorang penderita tidak dapat digolongkan ke dalam
satu jenis. Pembagiannya adalah sebagai berikut :
1) Skizofrenia paranoid
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah mulai 30
tahun.Permulaanya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut.
Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan
schizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak
congkak dan kurang percaya pada orang lain.
2) Skizofrenia hebefrenik
Permulaanya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul
pada masa remaja atau antara 15 – 25 tahun. Gejala yang mencolok
adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya
depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor
seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan
sering terdapat pada skizofrenia heberfrenik, waham dan
halusinasinya banyak sekali.
3) Skizofrenia katatonik
Timbulnya pertama kali antara usia 15 sampai 30 tahun, dan
biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin
terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik. Gejala yang
penting adalah gejala psikomotor seperti: Mutisme, kadang-kadang
dengan mata tertutup, muka tanpa mimik, seperti topeng, stupor
11
penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang sangat lama,
beberapa hari, bahkan kadang-kadang beberapa bulan. Bila diganti
posisinya penderita menentang. Makanan ditolak, air ludah tidak
ditelan sehingga terkumpul di dalam mulut dan meleleh keluar, air
seni dan feses ditahan. Terdapat grimas dan katalepsi.
4) Skizofrenia simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala utama
pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran
kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan.
Waham dan halusinasi jarang sekali ditemukan.
5) Skizofrenia residual
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan
riwayat sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala
berkembang kea rah gejala negative yang lebih menonjol. Gejala
negative terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas,
penumpukan afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan
pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya
perawatan diri dan fungsi sosial
b. Simtom klinis skizofrenia
Simtom-simtom yang dialami pasien skizofrenia mencakup
gangguan dalam beberapa hal penting pikiran, persepsi, dan perhatian.
Perilaku motorik, afek, atau emosi, dan keberfungsian hidup. masalah
orang-orang yang didiagnosis menderita skizofrenia sangat luas,
12
meskipun dalam satu waktu pasien umumnya mengalami hanya
beberapa dari masalah tersebut. Dalam hal ini akan diuraikan beberapa
simtom-simtom utama skizofrenia dalam tiga kategori. Simtom
positif, simtom negatif, dan simtom disorganisasi. (Davison, 2010).
Simtom positif. Mencakup hal–hal yag berlebihan dan distorsi, seperti
halusinasi dan waham, simtom–simtom ini, sebagian terbesarnya,
menjadi ciri episode akut skizofrenia.
1) Simtom negatif.
Simtom–simtom negatif skizofrenia mencakup berbagai
devisit behavioral, seperti avolition, alogia, anhedonia, afek datar
dan asosiolitas. Simtom–simtom ini ini cenderung bertahan
melampaui suatu episode akut dan memiliki afek parah terhadap
kehidupan para pasien skizofrenia.
2) Simtom disorganisasi
Simtom–simtom diorganisasi mencakup pembicaraan dan
perilaku aneh (bizarre). Disorganisasi pembicaraan juga dikenal
sebagai gangguan berfikir formal, disorganisasi pembicaraan
merujuk pada masalah dalam mengorganisasi berbagai pemikiran
dan dalam berbicara sehingga pendengar dapat memahaminya.
Perilaku aneh terwujud dalam banyak bentuk, pasien dapat
meledak dalam kemarahan atau konfrontasi singkat yang tidak
dapat dimengerti, memakai pakaian yang tidak biasa, bertingkah
seperti anak–anak, atau dengan gaya yang konyol, menyimpan
13
makanan, mengumpulkan sampah atau melakukan perilaku
seksual yang tidak pantas.
2. Etiologi
Teori biologis Skizofrenia berfokus pada factor genetik, factor
neuroanatomi dan neurokimia (struktur dan fungsi otak), serta
imuniviorologi (respon tubuh terhadap pajanan suatu virus)
a. Factor genetic
Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian
anak kembar yang menunjukan bahwa kembar identik berisiko
mengalami gangguan in sebesar 50%, sedangkan kembar fereternal
beresiko hanya 15%, hal ini mengidentifikasikan bahwa skizofreni
sedikit diturunkan. Penelitian penting lain menunjukan bahwa anak-
anak yang memiliki satu orang tua biologi penderita skizofrenia
memiliki resiko 15%; angka ini meningkatkan sampai 35% jika kedua
orang tua biologis menderita skizifrenia. Semua penelitian ini
menunjukan bahwa ada resiko genetic atau kecenderungan
skizofrenia, tetapi ini bukan satu-satunya factor: kembar identik 100%
(cancro dan lehman, 2000).
b. Factor neuroanatomi dan neurokimia
Dengan perkembangan teknik pencitraan noninvasif, seperti
CT scan, magnetic resonance imaging, (MRI), dan positron emission
tomografi (PET) dalam 25 tahun terakhir, para ilmuwan mampu
14
meneliti struktur otak (neuroanatomi) dan aktifitas otak (neurokimia)
individu penderita skizofrenia (Buchanan dan carpenter, 2000)
c. Faktor Imunovirologi
Ada teori popular yang mengatakan bahwa perubahan patologi
otak pada individu penderita skizofrenia dapat disebabkan oleh
pajanan virus, atau respons imun tubuh terhadap virus dapat
mengubah fisiologis otak. Walau pun ilmuwan terus meneliti hal ini,
tidak banyak peneliti mampu mamvalidasi teori tersebut (Egan dan
Hyde, 2000).
3. Tanda dan gejal
a. Gejala positif
Fungsi otak dari penderita penyakit skizofrenia akan bekerja
lebih aktif atau bisa dikatakan berlebihan. Hal ini menyebabkan otak
bekerja dengan tidak normal. Akibatnya, penderita akan mengalami
beberapa hal seperti berikut ini:
1) Berkhayal merupakan hal yang paling umum dialami oleh para
penderita skizofrenia. Mereka memiliki keyakinan yang berbeda
dengan orang normal. Mereka akan melihat realitas yang berbeda
pula. Selain itu, penderita juga sering salah menafsirkan persepsi.
2) Halusinasi adalahn orang rang yang mengalami penyakit ini sering
berhalusinasi. Mereka seringkali melihat atau mendengar hal-hal
yang sebenarnya tidak ada.
15
3) Gangguan pikiran Penderita skizofrenia akan kesulitan berbicara
dan mengatur pikirannya sehingga hal ini mengganggu kemampuan
berkomunikasi.
4) Perilaku tidak teratur Orang yang mengalami skizofrenia sering
berperilaku aneh, seperti anak kecil yang melakukan hal-hal
konyol.
b. Gejala negative
Gejala ini mengacu pada berkurangnya atau bahkan tidak
adanya karakteristik fungsi otak yang normal. Gejala ini mungkin
muncul disertai atau tanpa adanya gejala positif. Gejala-gejala yang
ditimbulkan antara lain:
1) Sulit mengekspresikan emosi
2) Menarik diri dari lingkungan sosial
3) Kehilangan motivasi
4) Tidak minat melakukan kegiatan sehari-hari
5) Mengabaikan kebersihan pribadi
Gejala-gejala tersebut seringkali dianggap sebagai kemalasan
yang biasa dialami oleh tiap orang. Namun, hal itu ternyata keliru.
c. Gejala kognitif
Jenis gejala ini akan menimbulkan masalah pada proses
berpikir. Tanda dan gejala yang mungkin timbul, antara lain:
1) Masalah dalam membuat informasi yang masuk akal dan dapat
dimengerti
16
2) Sulit berkonsentrasi
3) Masalah pada memori otak
B. Konsep Dasar Resiko Perilaku Kekerasan
1. Pengertian
Beresiko melakukan perilaku yang individu menunjukan bahwa ia
dapat membahayakan diri nya sendiri secara fisik, emosional, dan/atau
seksual (nursing Interventions Classification (NIC) ).
Resiko Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan
ditujukan pada diri sendiri atau orang lain secara verbal maupun non
verbal dan dan pada lingkungan. (Depkes RI,2006). Perilaku kekerasan
atau agresif merupakan suatau bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki
tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan-
perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah
(Berkowitz, 1993 dalam Dermawan,Deden, 2013).
Menurut Keliat, dkk perilaku kekerasan adalah suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis (Keliat, dkk, 2011). Sedangkan, Stuart dan Laraia (2005),
menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil dari marah yang
ekstrim atau ketakutan sebagai respon terhadap perasaan terancam, baik
berupa ancaman serangan fisik ataupun konsep diri.
17
2. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
Gambar 2.1: Rentang Respon Perilaku Kekerasan Menurut
(Keliat, 1996)
a. Respon Adaptif
1) Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.
2) Frustasi : Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah
dan tidak dapat menemukan alternative.
b. Respon Maladaptif
1) Pasif : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaan nya.
2) Agresif : Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan
untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
3) Kekerasan : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilang nya control.
3. Proses Terjadinya Masalah Resiko Perilaku Kekerasan
Menurut Badan PPSDM (2013) Proses terjadinya Resiko perilaku
kekerasan dijelaskan dengan menggunakan konsep stress adaptasi Struart
yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi,
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
18
Meliputi adanya faktor herediter mengalami gangguan jiwa,
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA.
2) Faktor Psikologis
Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis
terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan.
Perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi.
Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai
sesuatu menemui kegagalan atau terhambat, seperti kesehatan
fisik terganggu, hubungan social yang terganggu. Salah satu
kebutuhan manusia adalah “berprilaku” apabila kebutuhan
tersebut tidak dapat dipenuhi melalui berperilaku konstruktif,
maka yang akan muncul adalah individu tersebut berperilaku
destruktif.
3) Faktor Sosiokultural
Fungsi dan hubungan social yang terganggu disertai
lungkungan social yang mengancam kebutuhan individu, yang
mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah.
Norma dan budaya dapat mempengaruhi individu untuk
berperilaku asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat
dipelajari secara lansung melalui proses sosialisasi, merupakan
proses meniru dari lingkungan yang menggunakan perilaku
kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah.
19
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku
kekerasan pada setiap individu bersifat unik, berbeda satu orang
dengan orang yang lain. Stressor tersebut dapat merupakan
penyebab yang bersifat faktor eksternal maupun internal dari
individu. Faktor internal meliputi keinginan yang tidak terpenuhi,
perasaan kehilangan dan kegagalan dalam kehidupan (pekerjaan,
pendidikan, dan kehilangan orang yang dicintai), kekhawatiran
terhadap penyakit fisik. Faktor eksternal meliputi kegiatan atau
kejadian social yang berubah seperti serangan fisik atau tindakan
kekerasan, kritikan yang menghina, lingkungan yang terlalu ribut,
atau putusnya hubungan social/kerja/sekolah.
20
4. Psikodinamika Terjadinya Resiko Perilaku Kekerasan
Gambar 2.2 Proses Terjadinya Masalah Perilaku Kekerasan (Rawlins et all,
1993 dalam Depkes RI, 2000)
Ancaman ataukebutuhan
Kebutuhan
Stress
Ansietas
Marah
Memenuhikebutuhannya
Merasaberkuasa
Menyadarkanakan
kebutuhannya
Marahberkepanja
ngan
Menerik diri darikehidupan
Marahterata
si
Merasa
kebutuhannya
tidak
terpenuhiMenarik diridari
Kehidupan
Mengatakan dirinyatidak Berharga
dan tidakBerguna
Pengembangan
kemarahan
bermusuhan
kronik
Resiko Prilakukekerasan
Mengungkapkan
kemarahan
21
Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan Resiko perilaku
kekerasan menurut Rusdi (2013) adalah sebagai berikut:
a) Muka merah dan tegang.
b) Pandangan tajam.
c) Mengatup rahang dengan kuat.
d) Mengepalkan tangan.
e) Biacara kasar.
f) Suara tinggi, menjerit atau berteriak.
g) Mengancam secara verbal dan fisik.
h) Melempar atau memukul benda/orang lain.
i) Merusak barang atau benda.
j) Tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku
kekerasan.
5. Mekanisme Koping
Menurut Eko Prabowo (2014) mekanisme koping yang dipakai
pada pasien perilaku kekerasan untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal.
b. Proyeksi
22
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik.
c. Represi
d. Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
kealam sadar.
e. Reaksi formasi
f. Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan
nya sebagai rintangan.
g. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada objek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya
membangkitkan emosi.
6. Penatalaksanaan
Menurut Eko Prabowo (2014) penatalaksanaan pada klien dengan
Resiko perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Terapi Farmakologi
Pasien dengan perilaku kekerasan perlu perawatan dan
pengobatan yang tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika
yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya: Clorpromazine
HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak
ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperazine
estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer
23
bukan obat antipsikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun
demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan
anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini
bukan pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk
melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan
berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan
pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran,
bemain catur. Terapi ini merupakan langkah awal yang harus
dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya
seleksi dan ditentukan nya program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang
memberikan perawatan lansung pada setiap keadaan pasien.
Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan
dapat mencegah perilaku maladatif, menanggulangi perilaku
maladaptive, dan memulihkan perilaku maladaptif ke perilaku
adaptif sehingga derajat kesehatan pasien dapat ditingkatkan secara
optimal.
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI (2000) menerangkan bahwa terapi somatic
terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan
24
tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku
adaptif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi
fisik pasien, tetapi target terapi adalah perilaku pasien.
e. Terapi kejang listrik (ECT)
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT)
adalah bentuk terapi yang diberikan kepada pasien denga
menimbulkan kejang dengan mengalirkan arus listrik melalui
elektroda yang ditempatkan di pelipis pasien. Terapi ini awalnya
untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi
biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 kali sehari dalam
seminggu (seminggu 2 kali).
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan
kontrak dengan klien tentang : nama perawat, nama klien,
tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
2) Usia dan No. Rekam Medik.
b. Alasan Masuk
Biasanya alasan utama pasien untuk masuk ke rumah sakit
yaitu pasien sering mengungkapkan kalimat yang bernada
ancaman, kata-kata kasar, ungkapan ingin memukul serta
memecahkan perabotan rumah tangga. Pada saat berbicara wajah
25
pasien terliha memerah dan tegang, pandangan mata tajam,
mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan. Biasanya
tindakan keluarga pada saat itu yaitu dengan mengurung pasien
atau memasung pasien. Tindakan yang dilakukan keluarga tidak
dapat merubah kondisi ataupun perilaku pasien
c. Faktor Predisposisi
Biasanya pasien dengan Resiko perilaku kekerasan
sebelumnya pernah mendapat perawatan di rumah sakit.
Pengobatan yang dilakukan masih meninggalkan gejala sisa,
sehingga pasien kurang dapat beradaptasi dengan lingkungannya.
Biasanya gejala sisa timbul merupakan akibat trauma yang dialami
pasien berupa penganiayaan fisik, kekerasan di dalam keluarga
atau lingkungan, tindakan kriminal yang pernah disaksikan,
dialami ataupun melakukan kekerasan tersebut.
d. Pemeriksaan Fisik
Biasanya saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan hasil tekanan darah meningkat, nadi cepat, pernafasan
akan cepat ketika pasien marah, mata merah, mata melotot,
pandangan mata tajam, otot tegang, suara tinggi, nada yang
mengancam, kasar dan kata-kata kotor, tangan menggepal, rahang
mengatup serta postur tubuh yang kaku.
26
e. Psiokososial
1) Genogram
Biasanya menggambarkan tentang garis keturunan keluarga
pasien, apakah anggota keluarga ada yang mengalami
gangguan jiwa seperti yang dialami oleh pasien.
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Biasanya tidak ada keluhan mengenai persepsi pasien
terhadap tubuhnya, seperti bagian tubuh yang tidak
disukai.
b) Identitas diri
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan merupakan
anggota dari masyarakat dan keluarga. Tetapi karena
pasien mengalami gangguan jiwa dengan perilaku
kekerasan maka interaksi antara pasien dengan keluarga
maupun masyarakat tidak efektif sehingga pasien tidak
merasa puas akan status ataupun posisi pasien sebagai
anggota keluarga dan masyarakat.
c) Peran diri
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan kurang dapat
melakukan peran dan tugasnya dengan baik sebagai
anggota keluarga dalam masyarakat.
27
d) Ideal diri
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan ingin
diperlakukan dengan baik oleh keluarga ataupun
masyarakat sehingga pasien dapat melakukan perannya
sebagai anggota keluarga atau anggota masyarakat dengan
baik.
e) Harga diri
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan memiliki
hubungan yang kurang baik dengan orang lain sehingga
pasien merasa dikucilkan di lingkungan sekitarnya.
f. Hubungan social
Biasanya pasien dekat dengan kedua orang tuanya terutama
dengan ibunya. Karena pasien sering marah-marah, bicara kasar,
melempar atau memukul orang lain, sehingga pasien tidak pernah
berkunjung ke rumah tetangga dan pasien tidak pernah mengikuti
kegiatan yang ada di lingkungan masyarakat.
g. Spiritual
1) Nilai keyakinan
Biasanya pasien meyakini agama yang dianutnya dengan
melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
2) Kegiatan ibadah
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan kurang (jarang)
melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
28
h. Status mental
Penampilan ,biasanya pasien berpenampilan kurang rapi,
rambut acak-acakan, mulut dan gigi kotor, badan pasien bau.
i. Pembicaraan
Biasanya pasien berbicara cepat dengan rasa marah, nada
tinggi, dan berteriak (menggebu-gebu).
j. Aktivitas Motorik
Biasanya pasien terlihat gelisah, berjalan mondar-mandir
dengan tangan yang mengepal dan graham yang mengatup, mata
yang merah dan melotot.
k. Alam Perasaan
Biasanya pasien merasakan sedih, putus asa, gembira yang
berlebihan dengan penyebab marah yang tidak diketahui.
l. Afek
Biasanya pasien mengalami perubahan roman muka jika
diberikan stimulus yang menyenangkan dan biasanya pasien
mudah labil dengan emosi yang cepat berubah. Pasien juga akan
bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat.
m. Interaksi selama wawancara
Biasanya pasien memperlihatkan perilaku yang tidak
kooperatif, bermusuhan, serta mudah tersinggung, kontak mata
yang tajam serta pandangan yang melotot. Pasien juga akan
berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.
29
n. Persepsi
Biasanya pasien mendengar, melihat, meraba, mengecap
sesuatu yang tidak nyata dengan waktu yang tidak diketahui dan
tidak nyata.
o. Proses atau Arus Pikir
Biasanya pasien berbicara dengan blocking yaitu
pembicaraan yang terhenti tiba-tiba dikarenakan emosi yang
meningkat tanpa gangguan eksternal kemudian dilanjutkan
kembali.
p. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan tidak mampu
berkonsentrasi, pasien selalu meminta agar pernyataan
diulang/tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan. Biasanya
pasien pernah menduduki dunia pendidikan, tidak memiliki
masalah dalam berhitung (penambahan maupun pengurangan).
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Prabowo Eko (2014).
a. Resiko Perilaku Kekerasan
b. Resiko Bunuh Diri
c. Harga Diri Rendah
30
3. Tindakan Keperawatan Perilaku Kekerasan
Berdasarkan Nursing Interventions Classification & Nursing
Outcomes Classification (2016) :
Tabel 2.1
MASALAHKEPERAWATAN NOC NICPerilaku kekerasan
Terhadap dirisendiri, resiko
Outcomeuntuk
Mengukur danmenilai
Kejadianaktual:
1.Menahandiridari
Perilakukekerasan
2.Menahandiridari
Agresifitas
3.Menahandiridari
Kemarahan
Outcomeyang
Berhubungandengan
Faktor
Latihan Control Impulsa. pilih strategi pemecahan
masalah yang tepat sesuaidengan tingkatperkembangan pasien danfungsi kognitif
b. gunakan rencana modifikasiprilaku ,sesuai kebutuhan,untuk mendukung srtategipemecahan masalah yangdiajarkan
c. bantu pasien untukmengidentifikasi masalahatau situasi yangmembutukan tindakan yangmenguras pikiran
d. ajarkan pasien untukmelakukan tindakan“berhenti dan berfikir”sebelum bertindak secaraimplusif
e. bantu pasien untukmengidentifikasi akibat darisuatu tindakan sertakeuntungan/kerugiannya
f. bantu pasien untukmemilih tindakan yangpaling menguntungkan
g. bantu pasien untukmengevaluasi bagaimanahasil yang tidak sesuai bisadihindari denganmenggunakan pilihanperilaku yang berbedah
31
Resiko :
1. LatihanControlINFULS
Nursing Interventions Classification & Nursing OutcomesClassification (2016)
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke
dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai
tujuan yang telah di tetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki oleh
perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang
efektif, kemampuan utnuk menciptakan saling percaya dan saling
membantu, kemampuan melakukan teknik, psikomotor, kemampuan
melakukan observasi sistemis, kemampuan memberikan pendidikan
kesehatan, kemampuan advokasi dan kemampuan evaluasi.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkerlanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir. (S) merupakan
respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat dikur dengan menanyakan “ bagaimana persaan ibuk
setelah latihan fisik nafas dalam ?” , (O) merupakan respon objektif klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Dapat di ukur
dengan mengobservasi prilaku klien pada saat tindakan dilakukan atau
menanyakan kembali apa yang telah diajarkan atau memberi umpan balik
32
sesuai dengan hasil observasi. (A) merupakan analisis ulang atas data
subjektif atau objektif utnuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap
atau muncul masalah baru atau data kontra indikasi dengan maslah yang
ada. Dapat pula membandingkan hasil dan tujuan. (P) merupakan
perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon
klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut oleh perawat.
6. Dokumentasi
Menurut Rusdi (2013), dokumentasi asuhan keperawatan
dilakukan pada setiap tahap proses keperawatan yang meliputi
dokumentasi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana
tindakan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.
D. Konsep Dasar kebutuhan Aman
1. Defenisi kebutuhan Aman
Keamanan adalah kondisi bebas dari cedera fisik dan psikologi
(Potter & Perry, 2006). Perawat harus mengkaji bahaya yang mengacam
keamanan klien dan lingkungan, dan selanjut nya melakukan intervensi
yang diperlukan. Dengan melakukan hal ini, maka perawat adalah orang
yang perperan aktif dalam usaha pencegahan penyakit, pemeliharaan
kesehatan, dan peningkatan kesehatan. Ketika kebutuhan fisiologis
seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai
muncul. Keaadaan aman, stabilitas, proteksi dan keteraturan akan menjadi
kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi ,maka akan timbul rasa
33
cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutahan
lainnya.
Menurut Potter dan Perry (2006), mengatakan keyamanan atau rasa
aman adalah suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu
kebutuhan akan keteraman (suatu kepuasaan yang menngkatkan
penanmpilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan
transenden keadaan tentang sesuatu melebihi masalah). Kenyaman di
pandang secara holistik, yaitu :
a. Fisik berhubungan dengan sensasi tubuh. Sosial berhubungan dengan
hubungan interpersonal keluarga dan sosial. Psikospritual berhungan
dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga
diri, seksualitas, dan makna kehidupan. Lingkungan berhungan
dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya,
buyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainya. Meningkatkan
kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan
harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum
dalam aplikasinya.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aman dan Nyaman
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan , antara lain:
(Yusuf, 2015). Emosi kecemasan, depresi, dan marah yang tidak
terkendali akan mudah terjadi dan mempengaruhi keamanan dan
kenyaman, Kecemasan adalah emosi perasaan yang timbul sebagai
34
respon awal terhadap stress psikis dan ancaman terhadap nilai-nilai
yang berarti bagi individu (Imam Zainuri, 2016).
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan bentuk studi kasus.
Metode penelitian deskriptif merupakan suatu metode yang memiliki tujuan
utama dengan memberikan gambaran situasi atau fenomena secara jelas dan
rinci tentang apa yang terjadi ( Afiyanti, yati : 2014).
Hasil yang diharapkan oleh peneliti adalah melihat asuhan
keperawatan pada pasien dengan kasus skizofrenia :Resiko Perilaku
Kekerasan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman di Rumah Sakit Jiwa
Kendari.
B. Subyek studi kasus
Subjek dari penelitian studi kasus ini adalah pasien Skizofrenia :
Resiko Perilaku Kekerasan di ruangan Teratai RS Jiwa Kendari yang
berjumlah satu orang.
1. Dengan kriteria inklusi :
a. Pasien yang bersedia menjadi responden
b. Pasien dengan diagnosa Resiko perilaku kekerasan
c. Pasien dengan resiko perilaku kekerasan yang dapat terkontrol
2. Dengan kriteria eksklusi :
a. Pasien pindah ruang rawat atau dirujuk ke Rumah Sakit lain
b. Pasien tidak bersedia jadi responden
36
C. Fokus Studi Kasus
1. Pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan dalam Pemenuhan kebutuhan
rasa aman
D. Definisi Operasional fokus studi
Definisi operasional studi kasus asuhan keperawatan :
1. Pasien Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan
gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku, pikiran yang
terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak salaing berhubungan
secara logis.
2. Perilaku kekerasan terhadap diri sendiri, Perilaku adalah beresiko
memalukan perilaku yang individu menunjukan bahwa ia dapat
membahayakan dirinya sendiri secara fisik, emosional, dan/atau
seksual.
3. Keamanan adalah kondisi bebas dari cedera fisik, lingkungan sekitar
dan psikologi secara keseluruhan.
4. Kemampuan mengontrol diri adalah menahan diri dari perilaku
konfusif atau impulsif.dengan mengunkan alat ukur menejemen control
impuls dengan Kriteria objektif sebagai berikut :
a. Mampu mengontrol diri jika score = 4 – 10
b. Tidak mampu mengontrol diri jika score = 11 -16
37
Gambar.3.1.intrumen alat ukur
N
o
Indikator
Tid
a
k
Kad
a
n
g
Ser
i
n
g
Selal
u
1 2 3 4
1 Mengidentifikasi
perilaku Impuls
yang berbahaya
1
2 Mengidentifikasi
perasaan yang
mengarah pada
tindakan Impuls
2
3 Mengidentifikasi
konsekuensi dari
tindakan Impuls
3
4 Mengantrol imflus 4
Score
5. Latihan control Implus adalah upaya pasien Skizofrenia untuk
mengontrol perilaku kekerasan yang terdiri dari :
a. pilih strategi pemecahan masalah yang tepat sesuai dengan tingkat
perkembangan pasien dan fungsi kognitif
b. gunakan rencana modifikasi prilaku sesuai kebutuhan untuk
mendukung srtategi pemecahan masalah yang diajarkan
c. bantu pasien untuk memilih tindakan yang paling menguntungkan
d. bantu pasien untuk mengevaluasi bagaimana hasil yang tidak
sesuai bisa dihindari dengan menggunakan pilihan perilaku yang
berbedah.
E. Tempat Dan Waktu studi kasus
38
1. Ruangan : Teratai RSJ Provensi Sulawesi Tenggara
2. Hari/Tanggal : Senin, 09 Juli – 12 Juli 2018
F. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara menggabungkan
dari berbagai teknik pengumpulan data yang telah ada. Peneliti mengunakan
teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari
sumber yang yaitu dengan menggunakn teknik observasi pertisipatif,
wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara
serempak (sugioyono, 2014).
G. Instrumen pengumpulan data
Peneliti melakukan pemilihan sampel penelitian berdasakan pasien
yang dirawat pada waktu jadwal penelitian dengan karakteristik responden
yaitu, dikhususkan pada pasien dewasa yang terdiagnosa Skizofrenia :
Halusinasi pendengaran dengan tidak mempersyaratkan jenis kelamin,
pekerjaan dan sosial ekonomi. Dan peneliti menggunaka instrumen observasi
sebagai instrumen penelitian ini.
H. Penyajian data
Data yang akan disajikan pada penelitian ini yakni secara tekstural
atau narasi, disertai dengan cuplikan ungkapan verbal dan respon dari subyek
studi kasus yang merupakan data pendukung dari penelitian
I. Etika Studi Kasus
39
Penelitian ini telah diajukan kepada tim program karya tulis ilmiah
Poltekkes Kemenkes Kendari jurusan Keperawatan, adapun etika yang harus
di taati oleh peneliti dalam melaksanakan studi kasus yakni :
1. Melakukan pengkajian hingga evaluasi dengan sebenar-benarya yang
berlandaskan teori yang telah dijabarkan pada tinjauan teori
2. Peneliti harus menggunakan komunikasi terapeutik dalam
melaksanakan setiap tindakan keperawatan.
3. Peniliti tetap menjaga privasi subyek peneliti (peneliti)
4. Peneliti haru tetap memperhatikan dan mempertimb angkan hal-hal
yang 26-dapat membahayakan subyek peneliti.
40
BAB VI
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitiaan
Rumah sakit jiwa Sulawesi tenggara adalah rumah sakit jiwa khusus
tipe B, memiliki pemerintah daerah provensi Sulawesi tenggara,terletak diatas
tanah seluas 14.000 m2 dengan bangunan yang didirikan dan digunakan untuk
operasional pelayanan sampai saat ini seluas 5.992 m2, berada dijalan
Dr.Sutomo No. 29 kendari dengan kapasitas 205 tempat tidur. Wilayah
jangkauan pelayanan rumah sakit meliputi 12 kabupaten/kota se-provensi
Sulawesi tenggara.
Dalam sejarah perkembangannya rumah sakit jiwa provensi Sulawesi
tenggara pada awalnya berdirinya merupakan rumah sakit khusus tipe B Non
pendidikan milik pemerintah pusat, dengan semangat otonomi daerah tahun
2001 rumah sakit jiwa Sulawesi tenggara menjadi milik pemerintah daerah
Sulawesi tenggra dipimpin oleh kepala rumah sakit eselon IIIa.
Seiring dengan tuntutan kebutuhan kelembagaan dan semangat
peningkatan pelayanan kepada masyarakat khusus masyarakat Sulawesi
tenggara, pada tahun 2012 rumah sakit jiwa Sulawesi tenggara dianiki
eselonnya menjadi eselon IIIb, sesuai dengan peraturan Gubernur No. 22 tahun
2012. Meskipun tipe rumah Sebelumnya berubah namum dengan kerja keraas
dalam pemerintah lima tahun kedepan akan menjadi rumah sakit khusu tipe B
Pendidikan.
41
1. Visi Rumah sakit
Visi rumah sakit jiwa Sulawesi tenggara ditetapkan dengan
memperhatikan visi kepada daerah dan wakil kepala daerah yang
ditetapkan sebagai visi pembangunan provensi Sulawesi tenggara
sebagaimana terdapat dalam rencana pembangunan jangka menengah
Dearah Sulawesi tenggara (RPJMD) Provensi Sulawesi Tenggara dan
Pendidikan dengan Pelayanan Paripurna Tahun 2018.
2. Misi rumah sakit
Misi Rumah Sakit Jiwa Provensi Sulawesi Tenggara adalah :
a. meningkatkan kualitas sumber daya rumaah sakit jiwa yang mendukung
upaya peningkatan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan
paripurna kepada masyarakat.
b. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada lapisan masyarakat
secara ceapt, tepat, nyaman dan terjangkau dengan dilandasi etika
prifesi.
c. mewujudkan pelayanan yang pro aktif dan perluasan jangkauan
pelayanan kepada masyarakat.
3. Saran
Berkembangnya pelayanan kesehatan dirumah sakit jiwa provensi
Sulawesi tenggara sebagaiman rumah sakit pendidikan yang berkualitas
dan pelayanan paripurna. Sasaran pelayanan Rumah Sakit Jiwa sampai
dengan akhir tahun 2018, sebagai berikut :
42
a. terlaksanannya kerjasa aantara instansi pendidikan kedokteran dan
kesehatan lainnya.
b. meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM (sesuai dengan standar
rumah sakit kelas B pendidikan).
c. meningkatkan pemamfaatan rumah sakit oleh masyarakat potensial :
1) Pelayanan kesehatan kolaborasi, spikiater, spikologi, dan
nutrisionis.
2) terlaksanannya penangan pasien rawat jalan oleh dokter spesialis
lainnya.
d. meningkatkan jumlah kunjungan penguna jasa rumah sakit.
e. bertambanya jenis pelayanan.
f. meningkatkan resiko efiktifitas pendapatan.
g. terwujudnya efesiensi belanja.
h. tercapainya standar pelayanan minimal (SPM) rumah sakit.
4. Jenis Pelayanan
a. Pelayanan intramural
1) IGD spikiater
2) Rawat inap
3) pelayanan geriatric
4) pelayanan anak dan
remaja
5) pelayanan konsultasi
spikologi
6) pelayanan poliklinik umum
7) farmasi klinik
8) radiologi
9) gizi
10) laboratorium
11) rehap
12) medic/fisioterapi
43
b. pelayanan ekstramural
1) integrasi kesehatan jiwa
2) Home visite/ job visite
3) droping
B. Hasil Studi Kasus
Penelitian ini telah dilaksanankan dari tanggal 9 juli 2018 sampai selesai
diruangan teratai rumah sakit jiwa Sulawesi tanggara.
1. Pengkajian
a. identitas klien
inisial : Tn.J
umur : 25 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : belum nikah
alamat : Jalan pasar baruga
Agama : islam
pendi dikan : SMA
Suku : Buton
No. Rek : 04 63 22
Tgl, pengkajian: 09 Juli 2018
b. Identitas penanggung jawab
Inisial : Tn. LI
umur : 65 thn
agama : Islam
44
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Tumbu - Tumbu jaya kab.konawe
Hub. klien : orang tau
c. Alasan masuk
1) data pada saat masuk rumah sakit
Klien masuk diruangan teratai rumah sakit jiwa Sulawesi
tenggara 11 Januari 2018 melalui ruang akut karena klien bingung,
agresif, labil, gelisah dan tidak dapat mengontrol diri, mengamuk, marah-
marah tanpa alasan, berteriak – teriak, ingin memukul orang-orang
disekitar, dan ingin melukai dirinya, serta kurang tidur dan merusak
barang yang ada di rumah.
2) data pada saat dikaji
klien mengatakan mendengar suara bisikan agar memukul orang,
klien mengatakan habis mengamuk dan menggangkat ranjang didalam
ruangan dan hampir memukul temannya dan sering memukul tembok apa
bila mulai gelisah dan marah, dan tangan klien tampak luka akibat
memukul tembok
Masalah keperawatan : Resiko perilaku kekerasan
d. Faktor predisposisi
1) Pernah Mengalami Gangguan Jiwa Di Masa Lalu ?
Ya [] Tidak [ ]
Alasan : Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu :
Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada tahun 2012 dengan
45
alasan berbicara dan tertawa sendiri serta menghancurkan barang-
barang dirumahnya. pasien mengkonsumsi alkohol di beri oleh teman-
teman nya, sejak mulai mengkonsumsi alkohol pasien mengatakan dia
sudah tidak tau dengan dirinya lagi. Pasien pernah di rawat di RSJ.
Sulawesi Tenggara.
Masalah Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan
e. Pemeriksaan fisik
1) Tanda – Tanda Vital
a) Tekanan Darah : 100/70 mmhg
b) Nadi : 80 x/m
c) Suhu Badan : 36,5 0c
d) Respirasi : 19 x/m
e) Tinggi Badan : 165 cm
f) Berat Badan : 52 kg
g) Kondisi Fisik : kondisi fisik klien tidak ada cacat atau
kekurangan
f. Genogram
1) tiga generasi
B
Gambar 4.1 Genogram 3 generasi
46
Penjelasan Gambar Genogram:
1) Tiga generasi
2) : laki-laki
3) : perempuan
4) X : Meninggal
5) : Pasien
6) - - - - : tinggal satu rumah
g. Psikososial
1) Konsep Diri
a) Citra Tubuh : Klien memandang terhadap dirinya, ada bagian
tubuh yang kurang dan mengatakan dirinya kurang percya terhadap
tubuhnya.
b) Identitas Diri : klien dapat menyebutkan identitasnya (nama,
alamat dll).
c) Peran : klien berperan sebagai anak dalam keluarganya.
d) Ideal Diri : klien mengatakan ingin cepat pulang.
e) Harga Diri : klien mengatakan malu dengan dirinya
Masalah keperawatan: harga diri rendah
2) Hubungan Sosial
a) Orang Yang Terdekat : klien mengatakan orang yang berarti adalah
keluarganya.
b) Peran Serta Dalam Kegiatan Kelompok Atau Masyarakat :klien
mengatakan tidak perna mengikuti kegiatan dalam dalam masyarakat.
47
c) Hambatan Dalam Berhubungan Dengan Orang Lain : klien
mengatakan malu berhubungan dengan orang lain.
Masalah Keperawatan : harga diri rendah
h. Status mental
1) Penampilan
Jelaskan : pada saat dilakukan pengkajian kalian berpenampilan cukup rapi
menggunakan baju bersih dan pakaian yang sesui
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah
2) Aktifitas Motorik
Alasan : Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak tenang, diam, untuk
saat Ini klien belum mampu mengendalikan emosinya yang labil.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
3) Alam Perasaan
Alasan : Alam perasaan klien sesuai dengan keadaan, saat gembira klien
tampak gembira, saat sedih klien tampak sedih.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
4) Interaksi Selama Wawancara
Alasan : Saat pengkajian klien aktif dan selalu menjawab saat ditanya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
5) Persepsi
Alasan : saat klien biasa mendengar suara-suara yang menyuruhnya
melakukan hal-hal yang tidak wajar
Masalah Keperawatan : halusinasi pendengaran
48
6) Proses Pikir
Alasan : Pembicaraan klien normal, tidak berbelit-belit, tidak meloncat-
loncat dan sampai tujuan karena dapat kooperatif.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
7) Isi Pikir
Alasan : Tidak ada waham, obsesi, phobia, hipokondria, depersonalsasi,
dll.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
8) Tingkat Kesadaran
Alasan :
a) Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar
dan jelas yang ditandai dengan klien mampu menyebutkan hari,
tanggal, tahun yang benar pada saat wawancara.
b) Klien dapat mengenali orang-orang yang ada disekitarnya
ditunjukkan dengan klien bisa menyebutkan beberapa nama
temannya.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah
9)Memori
Alasan : Klien dapat mengingat kejadian saat dibawah ke rumah sakit
dengan diantar oleh ayahnya. Dan klien dapat mengingat nama
mahasiswa saat berkenalan dengan benar.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
10) Tingkat Konsentrasi Berhitung
49
Alasan : Klien dapat berhitung dangan baik ketika diajarkan atau
tampa arahan.
Masalah Keperawatan :
11) Kemampuan Penilaian
Alasan : Klien mampu menilai suatu masalah dan dapat mengambil
keputusan sesuai tingkat atau mana yang lebih baik untuk dikerjakan
pertama kali
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
12) Daya Tilik Diri
Alasan : Klien mampu mengenali penyakitnya dan tidak
mengingkari terhadap penyakitnya karena klien mampu menjelaskan
mengapa klien bisa seperti ini dan penyebab mengapa klien bisa sakit jiwa
seperti ini.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
i. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kegiatan Hidup Sehari-Hari
a) Perawatan Diri
Alasan : klien mampu melakukan kegiatan makan, mandi,
berpakaina, BAB sendiri tampa bantuan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
b) Nutrisi
Frukuensi Makan Sehari : klien makan 3x sehari.
50
Nafsu Makan : nafsu makan klien sangat baik klien selalu
menghabiskan makanannya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
c) istirahat dan Tidur
Jelaskan : Biasanya pasien tidur siang lebih kurang 1 sampai
2 jam, tidur malam lebih kurang 8 sampai 9 jam.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
d) Aktivitas di Dalam Rumah
Jelaskan : Klien bisa membantu pekerjaan rumah seperti
mencuci, menyapu, dll.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
j. Mekanisme koping
klien mampu berkomunikasi dengan orang lain.
1) Masalah psikososial dan lingkungan
a) Masalah dengan dukungan kelompok (-)
b) Masalah berhubungan dengan lingkungan : di dalam ruangan
klien kadang emosi dan suka ingin memukul temannya dan
mengangkat ranjang ruangan jika klien merasa tidak senang.
c) Masalah dengan kesehatan (-)
d) Masalah dengan perumahan, klien tinggal bersama dengan
kedua orang tuanya.
51
e) Masalah dengan ekonomi : kebutuhan klien di penuhi oleh
orang tuanya.
Masalah Keperawatan : Resiko perilaku kekerasaan
k. Aspek medic
1) Diagnosa Medis : Skizofrenia
2) Terapi Medik :
a) Diazepam 1 x sehari
b) CPZ 2 – 15 mg/ 1 hari
c) Haloperidol 3 x ½ mg sehari
d) Trihexiperidine (THP) 2 x 1 mg
l. Masalah keperawatan
1) Resiko perilaku kekerasan
2) Konfusi akut
3) harga diri rendah
52
2. Analisa Data
Tabel 4.1 Analisa Data
NO Data Masalah
1) DS : 1. klien mengatakan habis mengamuk dan
menggangkat ranjang didalam ruangan
2.Klien mengatakan hampir memukul temannya
dan sering memukul tembok
1) DO : 1. Klien Nampak gelisah
2) 2. klien Nampak marah
Resiko Perilaku
kekerasan
2)DS :
1) klien mengatakan biasa mendengar suara-suara
yang menyuruhnya melakukan hal-hal yang tidak
wajar
2) Klien mengatakan suara itu tidak selalu didengar
DO :
1) klien Nampak Nampak bicara sendiri
2) klien Nampak selalu memegang-megang
tangannya
Konfusi akut
3)DS :
1) Klien memandang terhadap dirinya, ada
bagian tubuh yang kurang dan mengatakan
dirinya kurang percya terhadap tubuhnya
2) klien mengatakan malu dengan dirinya
3) klien mengatakan malu berhubungan dengan
orang lain.
DO : 1. Klien Nampak memegangi tangannya
2. klien Nampak malu
Harga Diri Rendah
3. Diagnosa Keperawatan
a) Resiko perilaku Kekerasan
b) Konfusi Akut
c) Harga Diri Rendah
53
4. Intervensi keperawatan
Tabel.4.2 intervensi keperawatan
N
O
DIAGN
OSA
TUJUAN KRITERIA
HASIL
INTERVENSI
1. Resiko
perila
ku
keker
asan
Pasien
mampu
:
Mengon
trol
perilaku
kekerasan
sesuai
dengan
strategi
pelaksanaan
tindakan
keperawatan
Setelah dilakukan
pertemuan 2 –
4 hari,
diharapkan
klien mampu
mengontrol
perilaku
kekerasan
terhadap diri
dan orang
lain, dan,
untuk
Mengukur dan
menilai
Kejadian aktual :
1) Menahan diri dari
Perilaku kekerasan
2) Menahan diri dari
Agresifitas
3) Menahan diri dari
Kemaraha.
a. Pilih strategi
pemecahan
masalah yang
tepat sesuai
dengan tingkat
perkembangan
pasien
b. gunakan
rencana
modifikasi
prilaku sesuai
kebutuhan
untuk
mendukung
srtategi
pemecahan
masalah yang
diajarkan
c. Bantu pasien
untuk memilih
tindakan yang
54
paling
menguntungkun
g
d. bantu pasien
untuk
mengevaluasi
bagaimana
hasil yang tidak
sesuai bisa
dihindari
dengan
menggunakan
pilihan perilaku
yang berbedah
55
5. Implementasi Keperawatan Dan Evaluasi
Tabel : 4.3 Implementasi dan evaluasi
Hari/Tanggal
Diagnosa
Implementasi Evaluasi
Senin, 09Juli2018
ResikoPrilakuKekerasan
1) Memilih strategipemecahan masalahyang tepat sesuaidengan tingkatperkembangan pasien
Hasil : perawat membinahubungan salingpercaya dan perawatmemilih pemecahanmasalah denganlatihan memukulbantal, menarik napasdalam danmengungkapkanperasan secara verbal.
2) Membantu pasienuntuk memilihtindakan yang palingmenguntungkun
Hasilnya : Pasien memilihtindakan mongontroldengan tehnikmemukul bantal danmenarik napas dalamdan mengungkapkanperasaan secaraverbal.
3) Menggunakan rencanamodifikasi prilakusesuai kebutuhanuntuk mendukungsrtategi pemecahanmasalah yangdiajarkan
Hasilnya : Pasien telahmenggunakan tehnikyang diajarkan olehperawat
S :1. Klien mengatakan
marah apabila tidakada pekerjaan yangbisa dilakukan danjika pasienmendengrkan bisikanenah ari telinganhya
2. Klienmengidentifikasiperilaku impuls yangberbahaya denganscore : 2
3. Klienmengidentifikasiperasaan yangmengarah padatindakan impulsdengan score : 2
4. Klien Belum bisamengidentifikasikonsekuensi daritindakan impulsdengan score : 4
5. Klien belum mempumengontrol impulsdengan score : 4O :
1. klien Nampak kurangfocus dengan perawatA :
1. Klien belum mampumenerapkan strategiyang diajarkan
2. Klien belum mampumengontrol diridengan teknik yangdiajarkan dengan
56
4) Membantu pasienuntuk mengevaluasibagaimana hasil yangtidak sesuai bisadihindari denganmenggunakan pilihanperilaku yangberbedah
Hasilnya : pasien masihNampak kebingunganmenggunakan tehnikyang diajarkanperawat
score : 12P : Intervensi
dilanjudkan
Selasa, 10Juli2018
Resikoperilakukekerasan
1) Membantu pasienuntuk memilihtindakan yang palingmenguntungkung
Hasilnya : pasien masihmemilih tindakanyang diajarkan olehperawat menggunakantehnik memukulbantal dan menariknapas dalam tapipasien masih engganmenggunakan tehnikunggkapkan perasaansecara verbal.
2) Menggunakan rencanamodifikasi prilakusesuai kebutuhanuntuk mendukungsrtategi pemecahanmasalah yangdiajarkan
Hasilnya : pasienmenggatakan telahmenggunkan thinkmengtontrol amarahdengn tehnik yangtelah diajarkan
3) Membantu pasienuntuk mengevaluasibagaimana hasil yang
S :1. Klen mengatakn
merasa tenang setalahmelakukan tekniknafas dalam dantehnik memukulbantal ketika merasamarah.
2. Klien seringmengidentifikasiperilaku impuls yangberbahaya denganscore : 2
3. Klien seringmengidentifikasiperasaan yangmengarah padatindakan impulsdengan score : 2
4. Klien kadangmengidentifikasikonsekuensi daritindakan impulsdengan score : 3
5. Klien Kadangmengontrol tindakanimpuls dengan score :3O :
1. Klien tampak tenangsetelah melakukan
57
tidak sesuai bisadihindari denganmenggunakan pilihanperilaku yangberbedah
Hasilnya : Pasienmengatakan akanmenggunakan tehnikyang diajarkan olehperawat
tehnik nafas dalamdan tidak Nampakgelisah dan bingungtampak pada pasien.A :
1. masalah teratasisebagian.
2. Klien sudah mampumengontrol diridengan score : 10P : Intervensi
dilanjudkanRabu, 11
Juli2018
Resikoperilakukekerasa
1) Membantu pasienuntuk memilihtindakan yang palingmenguntungkung
Hasilnya : pasien memilihtindakan mengontroamarah yang ke tigaungkapan secaraverbal
2) Menggunakan rencanamodifikasi prilakusesuai kebutuhanuntuk mendukungsrtategi pemecahanmasalah yangdiajarkan
Hasilnya : pasien Nampakberbincang-bincandengan perawat tapimasih malu
3) Membantu pasienuntuk mengevaluasibagaimana hasil yangtidak sesuai bisadihindari denganmenggunakan pilihanperilaku yangberbedah
Hasilnya : pasien masihmalu untukmengungkapakanperasaannya secara
S :1. Klien mengatakan
kurang pandai dalammengungkapkan apayang dirasakan nya.Klien lebih memilihdiam dan tidakmengungkapkan apayang ada dalamfikiran nya. Olehsebab itu klien seringmengamuk jikamasalah nyamenumpuk.
2. Klien seringmengidentifikasiperilaku impuls yangberbahaya denganscore : 2
3. Klien seringmengidentifikasiperasaan yangmengarah padatindakan impulsdengan score : 2
4. Klien seringmengidentifikasikonsekuensi daritindakan impuls apabila mulai marahdengan score : 2
5. Klien sering
58
verbal mengontrol tindakanimpuls dengan teknikyang diajarkan denganscore : 2O :
1. Klien mampumenolak dan memintadengan benar. Klienkurang bisa dalammengungkapkan apayangA :
1. masalah teratasisebagian
2. Klien sudah mampumengontrol diridengan teknik yangdiajarkan denganscore : 8P : intervensi
dilanjudkanKamis, 12
Juli2018
1) Membantu pasienuntuk memilihtindakan yang palingmenguntungkung
Hasilnya : Pasien memilihtindakanmengungkapkanperasaanya secaraverbal.
2) Menggunakan rencanamodifikasi prilakusesuai kebutuhanuntuk mendukungsrtategi pemecahanmasalah yangdiajarkan
Hasilnya : Pasien Nampaksudah mulai beranimengungkapkanperasnnya secaraverbal kepadaperawat.
3) Membantu pasien
S :1. Klien mengatakan
masih malu berceritakepada yang lainselain perawat
2. Klien selalumengidentifikasiperilaku impuls yangberbahaya denganscore : 1
3. Klien selalumengidentifikasiperasaan yangmengarah padatindakan impulsdengan score : 1
4. Klien seringmengidentifikasikonsekuensi daritindakan impuls apabila mulai marahdengan score : 2
5. Klien selalu
59
untuk mengevaluasibagaimana hasil yangtidak sesuai bisadihindari denganmenggunakan pilihanperilaku yangberbedah
Hasilnya : pasien pasiensudah maumenceritakanmasalahnya meski punmalu-malu
mengontrol tindakanimpuls dengan teknikyang diajarkan denganscore : 1O :Klien tampak
melakukanungkapan verbal
A :1. Masalah teratasi2. Klien sudah mampu
mengontrol marahketika marah denganscore : 5
P : IntervensiDihentkan
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil Studi Kasus asuhan keperawatan jiwa yang di lakukan
pada Tn. J dengan Resiko Perilaku Kekerasan di ruangan Teratai di Rumah
Sakit Jiwa Sulawesi Tenggara yang dilakukan Sejak Tanggal 09 samapai 12
juli 2018, maka dalam bab ini penulis akan membahas kesenjangan antara
teori dan kenyataan yang diperoleh sebagai hasil pelaksanaan studi kasus.
Penulis juga akan membahas kesulitan yang di temukan dalam memberikan
asuhan keperawatan terhadap pasien Tn. J dengan Resiko Perilaku
Kekerasan. Dalam penyusunan asuhan keperawatan penulis melakukan suatu
proses yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi dengan uraian sebagai berikut :
60
1. Pengkajian Keperawatan
a. Keluhan Utama
Dalam penelitian yang dilakukan pada Tn.J mengatakan masuk
diruangan teratai rumah sakit jiwa Sulawesi tenggara 11 Januari 2018
melalui ruang akut karena data klien bingung, agresif, labil, gelisah dan
tidak dapat mengontrol diri, mengamuk, marah-marah tanpa alasan,
berteriak – teriak, ingin memukul orang-orang disekitar, dan ingin
melukai dirinya, serta kurang tidur dan merusak barang yang ada di
rumah.
Hal ini sesuai dengan teori Dermawan (2013) yang menjelaskan
bahwa pasien dengan Resiko perilaku kekerasan pada awalnya bisa
melakukan tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Berdasarkan data yang
didapatkan pada Tn, J sesuai dengan teori yang ada dan asumsi peneliti
tidak terdapat perbedaan antarateori dan kasus yang ditemukan selama
penelitian.
b. Faktor Prediposisi
Penelitian yang dilakukan pada Pada pasien Tn.J didapatkan faktor
predisposisi yang menyebabkan Pasien mengalami gangguan jiwa
perilaku kekerasan yaitu Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu
Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada tahun 2012 dengan alasan
berbicara dan tertawa sendiri serta menghancurkan barang-barang
dirumahnya. pasien mengkonsumsi alkohol di beri oleh teman-teman
61
nya, sejak mulai mengkonsumsi alkohol pasien mengatakan dia sudah
tidak tau dengan dirinya lagi. Pasien pernah di rawat di RSJ. Sulawesi
Tenggara. Dari data yang di temukan tindakan pasien terjadi sebagai
hasil akumulasi dari frustasi. Teori ini mengatakan bahwa pengalaman
marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap stimulus eksternal,
internal maupun lingkungan. Perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari
akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu menemui kegagalan atau terhambat.
Disini sudah terdapat kesesuaian antara kasus dengan konsep teori,
serta sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elita,dkk di Rumah
Sakit Jiwa Tampan Pekan Baru tahun 2010 mengatakan bahwa faktor
predisposisi yang menyebabkan pasien perilaku kekerasan adalah
biologis, psikologis dan sosiokultural. Sedangkan faktor presipitasi yang
ditemukan pada pada pasien Tn. J meliputi stressor, keinginan yang
tidak terpenuhi. Namun yang menjadi penyebab utama pada pasien Tn.J
yang mengalami gangguan jiwa adalah faktor biologis, karena ditemukan
riwayat penggunaan alkohol dan mengamuk yang menyebabkan pasien
mengalami gangguan.
Berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien Tn. J
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Fitria Nita (2012) bahwa
biasanya tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan perilaku
kekerasan dapat berupa verbal dan fisik. Salah satu gejala positif dari
62
skizofrenia adalah perilaku kekerasan, teori ini dipaparkan oleh Stuart
dan Sundeen di dalam bukunya.
Tidak ditemukan adanya faktor herediter pada pasien yang diteliti.
Pada konsep diri pasien juga sama-sama merasa ingin cepat berubah dari
sikap yang telah dilakukan nya selama ini dan ingin segera sembuh untuk
memperlihatkan perubahan yang mungkin akan dilakukan kepada
keluarga masing-masing. Hal ini mungkin saja terjadi karena faktor
herediter tidak selalu muncul pada pasien gangguan jiwa khususnya
Resiko perilaku kekerasan.
c. Status Mental
Penelitian yang dilakukan terhadap Tn. J mengatakan
berpenampilan cuku rapi menggunakan baju bersih dan berpakaian
yang sesuai. Aktifitas Motorik pasien Pada kondisi sekarang klien terlihat
tampak tenang, diam, untuk saat Ini klien belum mampu mengendalikan
emosinya yang labil. Alam perasaan klien sesuai dengan keadaan, saat
gembira klien tampak gembira, saat sedih klien tampak sedih. Klien aktif
dan selalu menjawab saat ditanya saat wawancara. klien biasa
mendengar suara-suara yang menyuruhnya melakukan hal-hal yang tidak
wajar. Proses Pikir Pembicaraan klien normal, tidak berbelit-belit, tidak
meloncat-loncat dan sampai tujuan karena dapat kooperat. Isi Pikir Tidak
ada waham, obsesi, phobia, hipokondria, depersonalsasi, dll. klien
mengenal Orientasi waktu tempat tanggal mengetahui orientasi waktu,
63
tempat dan orang. Pasien bisa mengingat kejadian di masa lalu. Pasien
mengakui penyakit yang sedang dideritanya.
Berdasarkan teori yang Berdasarkan tanda dan gejala yang
ditemukan pada pasien Tn. J tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Darmawan (2013) bahwa biasanya tanda dan gejala yang muncul
pada pasien dengan Resiko perilaku kekerasan dapat berupa keadaan
pasien tampak sedih, putus asa merasa tidak berdaya teori ini dipaparkan
oleh Stuart dan Sundeen di dalam bukunya.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan pada Tn. J pohon masalah
pada pasien yang diteliti yaitu dengan Resiko perilaku kekerasan sebagai
core problem, halusinasi sebagai penyebab, dan harga diri rendah sebagai
akibat. Teori menurut Prabowo Eko (2014) pohon masalah pada pasien
dengan Resiko perilaku kekerasan yaitu harga diri yang rendah sebagai
penyebab, perilaku kekerasan sebagai core problem, dan resiko bunuh diri
sebagai akibat.
Peneliti menemukan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien
Tn. J dengan Resiko perilaku kekerasan sebagai core problem, halusinasi
sebagai penyebab, dan harga diri rendah sebagai akibat. Asumsi peneliti
bahwa temuan pada pasien Tn. J tidak sesuai dengan teori Prabowo Eko
(2014) yang menyatakan pohon masalah pada pasien dengan perilaku
kekerasan yaitu harga diri yang rendah sebagai penyebab, perilaku
kekerasan sebagai core problem, dan resiko bunuh diri sebagai akibat.
64
Data yang memperkuat peneliti mengangkat diagnosa Resiko
perilaku kekerasan pada Pasien yaitu dengan data objektif, subjektif, dan
alasan masuk Rumah Sakit Jiwa seperti pasien merusak barang atau benda,
tidak mempunyai kemampuan mencegah atau mengontrol Resiko perilaku
kekerasan, pandangan tajam, dan mengancam secara verbal dan fisik.
Pernyataan dan respon pasien tersebut sesuai dengan teori menurut Rusdi
(2013) tentang tanda dan gejala perilaku kekerasan.
Data yang memperkuat penulis mengangkat prioritas diagnosa
kedua halusinasi yaitu data subjektif seperti terkadang pasien mengatakan
tidak tau dengan dirinya setelah menggunakan alkohol, merasa seperti
dirinya ada 2 atau berbicara dengan dirinya yang lain. Temuan peneliti
pada diagnosa prioritas kedua sesuai dengan teori yang dikemukakan
Dermawan (2013) bahwa masalah keperawatan yang mungkin muncul
pada pasien dengan perilaku kekerasan salah satunya adalah gangguan
persepsi sensori : halusinasi.
Sementara itu prioritas diagnosa ketiga adalah harga diri rendah
yang disebabkan oleh perilaku yang dilakukan pasien selama berada
dirumah dan dimasyarakat. Pasien mengatakan bahwa dia merasa malu.
Klien memandang terhadap dirinya, ada bagian tubuh yang kurang dan
mengatakan dirinya kurang percayaa terhadap tubuhnya, klien
mengatakan malu dengan dirinya klien mengatakan tidak perna mengikuti
kegiatan dalam dalam masyarakat, klien mengatakan malu berhubungan
dengan orang lain dengan diri dikucilkan dan merasa tidak bisa
65
membahagiakan siapapun termasuk orang tuanya. Pasien mengatakan dia
sering jadi bahan pembicaraan oleh masyarakat dan ia merasa sedih,
sedangkan teman-teman nya tidak ada lagi yang mau bergaul dengan
dirinya karna penyakit yang dideritanya, membuatnya merasa tidak
berguna dan ingin tinggal ditempat lain. Asumsi peneliti adalah terdapat
perbedaan antara teori dan praktek yang peneliti temukan di lapangan.
Perbedaan terdapat pada penyebab dan akibat dari perilaku kekerasan,
yaitu halusinasi sebagai penyebab, dan harga diri ren dah sebagai akibat
yang ditimbulkan.
3. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan dengan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada
pasien Tn. J yaitu Resiko perilaku kekerasan, halusinasi, dan harga diri
rendah. Peneliti membuat rencana keperawatan yang terstandar dengan
memuat strategi pelaksanaan tindakan terhadap pasien. Strategi
pelaksanaan tindakan keperawatan untuk diagnosa Resiko perilaku
kekerasan terdiri dari empat yaitu, pada strategi pelaksanaan yaitu pasien
dan perawat membina hubungan saling percaya,strategi pelaksanaan
pertama pilih strategi pemecahan masalah yang tepat sesuai dengan tingkat
perkembangan pasien, kedua gunakan rencana modifikasi prilaku sesuai
kebutuhan untuk mendukung srtategi pemecahan masalah yang diajarkan, ketiga
Bantu pasien untuk memilih tindakan yang paling menguntungkung, keempat
bantu pasien untuk mengevaluasi bagaimana hasil yang tidak sesuai bisa
dihindari dengan menggunakan pilihan perilaku yang berbedah.
66
Penyusunan rencana keperawatan pada Pasien Tn. J telah sesuai
dengan rencana teori berdasarkan Nursing Interventions Classification &
Nursing Outcomes Classification (2016) :. Namun tetap disesuaikan
kembali dengan kondisi pasien sehingga serta dievaluasi secaraa terus
menerus sehingga tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan dapat tercapai.
Penulis juga mengikuti langkah-langkah perencanaan yang telah disusun
mulai dari menentukan prioritas masalah sampai dengan kriteria hasil yang
diharapkan. Dalam perencanaan tidak terdapat kesenjangan antara teori
dan praktek dalam memprioritaskan masalah dan perencanaan tindakan
keperawatan.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Hasil penelitian pada pada Tn. J dengan Resiko perilaku
kekerasan terdapat beberapa tindakan keperawatan yang sudah dilakukan
diantaranya: Pada hari senin, tanggal 09 juli 2018 dilaksanakan tindakan
pertama pilih strategi pemecahan masalah yang tepat sesuai dengan tingkat
perkembangan pasien, kedua gunakan rencana modifikasi prilaku sesuai
kebutuhan untuk mendukung srtategi pemecahan masalah yang diajarkan, ketiga
Bantu pasien untuk memilih tindakan yang paling menguntungkung, keempat
bantu pasien untuk mengevaluasi bagaimana hasil yang tidak sesuai bisa
dihindari dengan menggunakan pilihan perilaku yang berbedah. kemudian
pada hari kedua Selasa, tanggal 10 juli 2018 menerapakan Intervensi 2,3
dan 4, 11 Juli 2018 strategi pelaksanaan perawat melaksanakan tindakan
67
2,3, dan 4,kamis 12 Juli 2018, perawat melakukan tindakan berulang 2,3,
dan 4
Peneliti telah melakukan beberapa tindakan keperawatan pada
pasien Tn. J diantaranya : Pelaksanaan tindakan 1 sampai tindakan 4
mengontrol Resiko perilaku kekerasan. Dalam melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu menvalidasi dengan
singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien
dengan kondisinya. Peneliti menemukan kesulitan dalam pelaksanaa
tindakan keperawatan mengotrol resiko perilaku kekerasan pasien sudah
mampu menyebutkan ke 4 strategi pelaksanaan saat evaluasi subjektif,
hanya saja pasien masih sulit dalam menerapkan tindakan keperawatan
karena alasan malu.
Sedangkan untuk diagnosa halusinasi dan harga diri rendah,
peneliti tidak ada mengalami kesulitan hanya saja tingkat pemahaman dan
pelaksanaan terhadap pasien berbedah ditandai dengan klien bekerjasama
dengan baik antara penelit.
5. Evaluasi keperawatan
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
yang digunakan untuk menilai keberhasilan asuhan keperawatan atas
tindakan yang diberikan. Pada teori maupun kasus dalam membuat
evaluasi disusun berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai.
Dimana pada kasus penulis melakukan evaluasi dari tindakan
keperawatan yang dilakukan selama 4 hari. Masalah Pasien Tn. J Menurut
68
Trimelia (2011), evaluasi dilakukan dengan berfokus pada perubahan
perilaku klien setelah diberikan tindakan keperawatan. Evaluasi yang
penulis lakukan meliputi hubungan saling percaya antara perawat dan
klien tercapai ditandai dengan klien bersedia duduk berhadapan dengan
penelit, klien bersedia berkenalan dan menjabat tangan peneliti, klien
bersedia menyebutkan nama dan nama panggilan yang disukai yaitu Tn.J
klien bersedia menceritakan tentang masalah yang dialaminya, selain itu
klien juga bersedia diajarkan cara mengontrol resiko perilaku kekerasan,
klien juga mampu memperagakan ulang cara yang dilatih dengan benar
dan mampu melakukan nya secara mandiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2015) mengatakan
bahwa pasien mampu melakukan semua strategi pelaksanaan dengan
mandiri namun pasien masih membutuhkan observasi lebih lanjut. Sikap
pasien yang sangat kooperatif merupakan faktor pendukung bagi peneliti
dalam menilai perkembangan pasien. Peneliti tidak menemukan adanya
faktor penghambat dalam melakukan evaluasi keperawatan, ini
dikarenakan sangat kooperatif.
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus dan pembahasan diatas maka dapat ditarik
kesimpuulan
1. Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian penulis mengemukakan etiologi disebutkan faktor
predisposisi dari resiko perilaku kekerasan meliputi faktor biologis,
psikologis, dan sosiokultural.Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien Tn.
J faktor predisposisinya adalah biologis yaitu adanya penggunaan Alkohol,
berbicara dan tertawa sendiri serta menghancurkan barang-barang
dirumahnya., sejak mulai mengkonsumsi alkohol pasien mengatakan dia
sudah tidak tau dengan dirinya lagi.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang muncul pada pada pasien Tn. J Resiko perilaku
kekerasan sebagai masalah utama, Konfusi akut sebagai penyebab, dan
Harga diri rendah sebagai akibat.
3. Intervensi keperawatan
Pada perencanaan berdasarkan core problem pada pasien Tn. J core
problem yg ditemukan adalah Resiko perilaku kekerasan. Jadi dapat
disimpulkan perencanaan tindakan yang dilakukan sesuai dengan tindakan
yang direncanakan.
4. Implementasi keperawatan
70
Tahap ini tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan
yang telah peneliti susun pada asuhan keperawatan yang dilakukan pada
Pasien Tn. J adalah diagnosa Resiko perilaku kekerasan, konfusi akut, dan
harga diri rendah. Pada tahap pelaksanaan ini penulis menemukan
hambatan berupa Pasien malas melakuakn tindakan yang diajarkaan
apabila keinginannya tidak dikabulkan. Penulis tidak menemukan adanya
kesenjangan antara teori dan kasus yang ditemukan.
5. Evaluasi keperawatan
Pada tahap evaluasi ini semua tujuan telah tercapai, Pasien Tn. J
sudah mampu mengontrol Resiko perilaku kekerasan nya dengan latihan
yang telah diajarkan dan yang dilakukan sesuai dengan 4 strategi
pelaksanaan pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan
B. SARAN
1. Penulis
a. Mempraktikan dan menerapkan asuhan keperawatan jiwa dengan
Skizofrenia Resiko Perilaku Kekerasan dalam Pemenuhan Kebutuhan
Rasa Aman
b. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam penerapan asuhan
keperawatan jiwa.
c. meningkatkan pengetahuan dalam penelitian – penelitian berikutnya.
7. Institusi pendidikan
c. Mengevaluasi sejauh mana mahasiswa dalam menerapkan asuhan
keperawatan jiwa.
71
d. Bahan bacaan untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa
yang barkaitan dengan asuhan keperawatan jiwa.
8. Masyarakat
Sebagai referensi dalam mengenali penyakit kejiwaan dan sebagai
bahan pengetahuan bagi masyarakat.
72
73
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang REPUBLIK INDONESIA No. 18 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Jiwa.
Badan PPSDM. (2012). Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa
Masyarakat. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Papalia, D, E,. Olds, S W., g Feldman, R, D. (2014) human development (9th ed.).
USA: McGraw
Calhoun, J.F., Acocella, J.R. (1990). Psychology of Adjustment and human
relationsip. New York : McGraw Hill, Inc.
Herman Ade, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Nuha Medika, Yogyakarta,
Desember 2010.
Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.2, Juli 2010
Badan PPSDM. (2013). Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa
Masyarakat. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Fitria, Nita. (2012). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP), Jakarta:
Salemba Medika.
Stuart,Gail W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Dalami,
Ermawati, dkk, (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Jiwa, Jakarta- TIM, 2009.
Keliat, B.A, dkk, (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN
(Basic Course). Jakarta: EGC.
Muhith, Abdul. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV Andi
Offset
74
Dermawan ,deden .2013. Konsep dan kerangka kerja asuhan keperawatan jiwa.
Yogyakarta: Gosyen Publishing, 2013.
Prabowo, Eko. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Elita,dkk. (2010). Persepsi Perawat Tentang Perilaku Kekerasan Yang Dilakukan
Oleh Pasien Gangguang Jiwa Di RSJ Tampan Pekanbaru.
Gloria Bulecheck, Howard Butcher, dkk. 2016. Nursing Interventions
Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global Rights.
75
76
77
78
79
80
81
82
KONTROL DIRI TERHADAP IMFULS
Nama : Tn. J
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Masuk ke RSJ YG KE : kedua
N
o
Hari Indikotor
Tid
a
k
Kadan
g
Seri
n
g
Sel
a
l
u
1 2 3 4
1 Senin,
09
jul
i
20
8
1.Mengidentifikasi
perilaku
Impuls yang
berbahaya
2.
Mengidentifik
asi perasaan
yang
mengarah
pada tindakan
Impuls
3.
Mengidentifik
asi
konsekuensi
dari tindakan
Impuls
4. Mengantrol
imflus
2 Selasa,
10
Jul
i
1.Mengidentifikasi
perilaku
Impuls yang
berbahaya
83
20
18
2.
Mengidentifik
asi perasaan
yang
mengarah
pada tindakan
Impuls
3.
Mengidentifik
asi
konsekuensi
dari tindakan
Impuls
4. Mengantrol
imflus
3 Rabu,
11
jul
i
20
18
1.Mengidentifikasi
perilaku
Impuls yang
berbahaya
2.
Mengidentifik
asi perasaan
yang
mengarah
pada tindakan
Impuls
3.
Mengidentifik
asi
konsekuensi
dari tindakan
Impuls
4. Mengantrol
imflus
84
4 Kamis.
12
Jul
i
20
18
1.Mengidentifikasi
perilaku
Impuls yang
berbahaya
2.
Mengidentifik
asi perasaan
yang
mengarah
pada tindakan
Impuls
3.
Mengidentifik
asi
konsekuensi
dari tindakan
Impuls
4. Mengantrol
imflus
Skor 4 7 4 1
85