optimalisasi kinerja unit asuransi syariah...
TRANSCRIPT
1
OPTIMALISASI KINERJA UNIT ASURANSI SYARIAH
MENGHADAPI KEBIJAKAN SPIN OFF
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)
Oleh :
TIA FITRIYANI
NIM : 1111046200010
KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015 M / 1436 H
2
3
4
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 Juni 2015
Tia Fitriyani
5
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena
dengan nikmat dan izin-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
dengan baik. Shawalat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarganya beserta para sahabatnya yang telah menjadi penerang bagi seluruh
umat.
Skripsi yang berjudul “Optimalisasi Kinerja Unit Usaha Asuransi Syariah
Menghadapi Kebijakan Spin Off” akhirnya dapat penulis selesaikan sesuai dengan
yang diharapkan. Namun dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, tata bahasa maupun
isinya. Hal ini dikarenakan keterbatasan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran
sangat penulis harapkan.
Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada berbagai
pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini dari awal hingga selesai
penelitian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Utamanya penulis haturkan
kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6
2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A dan Bapak Abdurrauf, Lc., MA selaku Ketua
dan Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukam UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Iim Qoimuddin, SE., M.Si., AAAIK selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan saran-saran, serta
bantuannya dalam membimbing penulis menyelesaikan penelitian ini.
4. Bapak serta Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum khususnya program studi
muamalat yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
5. Ibu Natalia Maulina, Bapak Aris Wisnuadji, Bapak Wahyudin Rahman, yang
telah bersedia menjadi narasumber selaku pelaku bisnis asuransi syariah.
Bapak Agustianto Mingka, dan Ibu Rina Cakti Yuliani perwakilan Otoritas
Jasa Keuangan yang telah bersedia menjadi narasumber.
6. Teruntuk Mamih Tercinta dan Teteh Tersayang tanpa lelah selalu memberikan
doa, motivasi, pengingat untuk penulis. Tak pernah bosan menjadi pendengar
terbaik bagi penulis dalam mencurahkan segala keluh kesah dalam
menyelesaikan penelitian ini. Kasih sayang yang tak pernah usai, selalu
melukiskan keceriaan. Alm Bapak dan Alm Mamas, yang selalu penulis
rindukan. Semoga Allah mempertemukan kita di Jannah-Nya.
7. Abi Ziyad, Ziyad, Assyabiya, Nenek, Le Tuti dan sanak keluarga yang selalu
memberikan doa, dukungan, semangat dan keceriaan bagi penulis.
7
8. Teruntuk teman-teman seperjuangan March Ceria Ayu Wulandari, Didit Dini
Niarti, Sari Ramadani, pengalaman yang indah bersama kalian. Selalu
menjadi tempat berbagi yang terbaik.
9. Kawan-kawan SGD Akhawat (Kak Nancy, Rika, Nur, Nida, Mutia, Dina,
Defri, Ni’mah, Ika, Tini, Dwi) selalu menjadi pengingat dalam memperbaiki
diri. Keluarga Besar Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LiSEnSi) Kak Suci
Aprilia Sapitri, Kak Andis, Fathi Thayyibun, dan AB Sejati. KKN Catalysts ,
FAST (Fitriyani, Achmad Mauludin, Solehatunisa) dan Kriik Kriik (Imelda
Santi, Erlin, Mahlawi, Ahmad). Kalian telah memberikan warna dan keceriaan
bagi penulis, semoga ukhuwah kita terus terjalin.
10. Teman-teman seperjuangan Tiara dan Riyatno, serta teman-teman AS 2011
saya salut dengan semangat kalian. Semangat mengarungi kehidupan
selanjutnya.
11. Keluarga Social Trust Fund yang telah membantu penulis menyelesaikan
studi. Semoga semakin luas menyebar manfaat.
12. Tim IAEI dan Tim Iqtishad terima kasih atas segala bantuan dan pengalaman
yang luar biasa selama magang.
8
Dan kepada pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu. Terima
kasih atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah
membalas semua amal baik dengan pahala dan senantiasa menaungi kita
dengan Rahmat-Nya. Aamiin.
Jakarta, 12 Juni 2015 M
Ramadhan 1436 H
Penulis
9
ABSTRAK
Tia Fitriyani. 1111046200010 dengan skripsi yang berjudul “Optimalisasi
Kinerja Unit Usaha Asuransi Syariah Menghadapi Kebijakan Spin Off”. Konsentrasi
Asuransi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2015.
Penelitian ini membahas tentang pandangan industri asuransi syariah terhadap
spin off dan kesiapan unit usaha asuransi syariah menghadapi spin off yang
perintahkan oleh pemerintah dalam jangka waktu 10 Tahun terhitung sejak di
berlakukannya UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Penelitian ini
dilakukan bertujuan untuk mengetahui pandangan pelaku bisnis asuransi syariah
mengenai spin off dan apa saja yang perlu dioptimalkan dalam mematangkan
persiapan unit usaha asuransi syariah agar mampu melakukan spin off pada waktu
yang telah ditentukan. Terkait dengan masih banyak kekurangan dalam menunjang
terlaksananya spin off. Selain itu, melihat bagaimana peranan regulator dalam
membantu unit usaha asuransi syariah untuk melakukan spin off. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode survei. Jenis penelitian yaitu kualitatif, jenis data
primer dengan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu teknik wawancara.
Teknik analisis data yang dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan
sebagian menilai bahwa aturan spin off yang diajurkan oleh pemerintah itu memiliki
dampak yang positif bagi industri asuransi syariah. Penting bagi unit syariah
melakukan spin off pada periode tertentu, maka unit syariah harus meningkatan
kinerjanya serta mempersiapkan komponen seperti sumber daya manusia yang
memadai, aset yang kuat, infrastruktur yang lengkap dan manajemen yang
mendukung. Akan terlihat keseriusan perusahaan induk untuk mengembangkan bisnis
syariah. Otoritas Jasa Keuangan memberikan penekanan serius terhadap unit syariah
untuk melakukan spin off jika sudah mampu, dan harus memaksimalkan kinerja
untuk persiapan melakukan spin off.
Kata Kunci : Optimalisasi, unit usaha syariah, asuransi syariah, spin off.
Pembimbing : Iim Qoimuddin, SE., M.si., AAAIK
Daftar Pustaka : 1995-2015
10
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Pokok Permasalahan................................................................................................7
C. Tujuan dan Manfaat...............................................................................................9
D. Kerangka Pemikiran...............................................................................................9
E. Metode Penelitian................................................................................................10
F. Sistematika Penulisan................................................................................................12
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN
A. Konsep Optimalisasi Kinerja.....................................................................................14
B. Komponen Spin Off
1. Manajemen…………………………......…………...…...........……………….....15
2. Finansial…………………………………….................………………………….16
3. Sumber Daya Manusia……………...........……..……………………………...18
4. Infrastruktur…………….............................………..………………...........……23
C. Kebijakan Spin Off
1. Definisi Spin Off………….............…………………...………...........…………..25
2. Jenis-Jenis Spin Off……………….............………....…..........………………….27
3. Tujuan Spin Off…………………………….................………………………..29
4. Motif Spin Off………………………..............……………..……………………30
11
D. Review Terdahulu……………............………….........…………………………..31
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian……..………………....…………………….................……..33
B. Subjek dan Objek Penelitian ………………………......................................………34
1. Subjek dan Objek Penelitian……………………….........….…........……...........34
2. Populasi dan Sampel Subjek/Objek Penelitian.......………..........……………....34
C. Sumber Data Penelitian…………..............….........…………........…………………36
D. Teknik Pengumpulan Data..…………..........……………..............…………………36
E. Teknik Analisis Data…………………………………….....…....………............…..37
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Pendahuluan Hasil Penelitian………………..........................................………........40
B. Pandangan Spin Off menurut Pelaku Bisnis Asuransi Syariah,
Pakar Ekonomi, dan
Regulator…….………...............................................................41
C. Urgensi Spin Off bagi Unit Usaha Syariah…........…………………….........……....44
D. Kompenen Spin Off
1. Sumber Daya Manusia…..…………………………..........………….......45
2. Finansial……………………………………............…….......…………..49
3. Manajemen…...................................…........….......……………………..53
4. Infrastruktur…………………................…………………………………56
12
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………………….............…....………………………………………58
B. Saran..................................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................61
LAMPIRAN
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang mayoritas berpenduduk muslim. Memiliki
peluang yang besar di dunia bisnis syariah. Baik di bidang perbankan syariah,
asuransi syariah, dan lembaga keuangan syariah lainnya. Di bidang asuransi syariah
itu sendiri mengalami pasang surut dalam perkembangannya.
Berdasarkan data dari Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), pasar
asuransi syariah menunjukkan total kontribusi asuransi syariah pada akhir desember
2014 lalu diangka 5,25% dibanding dengan total industri asuransi umum dan jiwa di
Indonesia. Pertumbuhan asuransi syariah itu sendiri dengan perkembangan aset
34,23% dan investasi 36,11%. Perbandingan total aset asuransi syariah sebesar
4,83%, sedangkan perbandingan angka investasi adalah 5,44%.. Pertumbuhan
kontribusi bruto asuransi syariah jiwa sebesar 10,07%, tidak diikuti oleh kinerja
asuransi syariah umum yang mengalami penurunan pencapaian kontribusi sebesar -
18,55%. Namun demikian, kenaikan klaim sebesar 18,81% dibanding dengan
pertumbuhan kontribusi di asuransi syariah yang hanya sebesar 4,53%, memberikan
indikasi kepada pelaku usaha asuransi syariah untuk melakukan kajian kembali dan
perbaikan dalam proses pengelolaan risiko asuransi syariah.1
1 Data Bisinis Asuransi dan Reasuransi Syariah AASI 2014
14
Perlambatan kinerja pertumbuhan industri asuransi syariah tersebut
disebabkan karena penurunan pertumbuhan perbankan syariah dan pembiayaan
syariah di tahun 2014. Akan tetapi, dengan melihat perkembangan pada tahun 2014,
pertumbuhan aset dan investasi industri asuransi syariah diperkirakan tahun 2015
akan meningkat 25%.
Serupa dengan saudaranya perbankan syariah, asuransi syariah pun dikelola
menjadi dua jenis usaha, yaitu murni asuransi syariah (full fledge), dan Unit Usaha
Syariah (UUS). Jumlah perusahaan dan unit asuransi syariah ditahun 2014
dibandingkan periode yang sama ditahun 2013 tidak mengalami perubahan yaitu 49
perusahaan/unit asuransi syariah dan reasuransi syariah. Perubahan terjadi hanya pada
komposisi jumlah asuransi syariah umum dan asuransi syariah jiwa.
Table 1
Jumlah Perusahaan Asuransi Syariah dan Unit Usaha Asuransi Syariah di
Indonesia.2
No. Keterangan 2014 2013
1. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah 3 3
2. Perusahaan Asuransi Umum Syariah 2 2
3. Unit Syariah Perusahaan Asuransi Jiwa 18 17
4. Unit Syariah Perusahaan Asuransi Umum 23 24
5. Unit Syariah Perusahaan Reasuransi 3 3
Total 49 49
2 Ibid.
15
Upaya meningkatnya minat masyarakat terhadap asuransi syariah, diprediksi
meningkat hingga 30% sampai 40% kondisi tersebut mendorong banyak perusahaan
asuransi konvensional yang mengambil peluang tersebut dengan membuka Unit
Usaha Syariah (UUS).3 UUS dalam kebijakannya masih menginduk kepada
perusahaan asuransi yang mendirikannya. Namun sistem dalam unit usaha syariah itu
sudah terpisah. Bagi perusahaan asuransi yang telah membuka unit usaha syariah
cenderung mengalami meningkatan kinerja dengan output bertambahnya tingkat
kontribusi bruto hingga 40% dari produk unit syariah.4 Demi mempercepat
pertumbuhannya pemerintah pun mendorong perintah melakukan spin off UUS
asuransi syariah dengan tujuan meningkatkan kapasitas usaha dan meningkatkan
entitas melalui kemandirian perusahaan. Selain itu, akan berdampak pada
peningkatan pangsa pasar asuransi syariah karena asuransi syariah yang mandiri akan
lebih leluasa melakukan ekspansi bisnisnya. Melihat pengalaman dari industri
perbankan syariah yang telah lebih dahulu sudah melakukan spin off.
Kebijakan spin off itu tertuang dalam Naskah Rancangan Undang-Undang
tentang Perasuransian tanggal 23 September 2013 pasal 67 yaitu perusahaan asuransi
atau perusahaan reasuransi yang telah memiliki unit usaha syariah dengan jumlah aset
tabarru’ dan aset investasi peserta mencapai 50% dari perusahaan induk harus
melakukan pemisahan usaha. Paling lambat realisasi 3 tahun setelah disahkannya
Undang-Undang tersebut. Dengan demikian, bagi UUS asuransi syariah yang
3 Batasa Tazkia Consulting, “Spin Off Asuransi Syariah, Now or Later?”. Diakses pada 5 April 2013
4 www.takafulmedia.com
16
memiliki aset tabarru’ dan aset investasi 50% dari total aset perusahaan induk sangat
diwajibkan untuk melakukan pemisahan unit usaha syariah menjadi perusahaan
asuransi syariah. Ini merupakan tantangan tersendiri untuk UUS asuransi syariah,
agar dapat mentaati kebijakan spin off yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Sejauh ini sebenarnya industri asuransi menyambut baik hadirnya Undang-
Undang (RUU) Perasuransian yang mendorong pemisahan UUS dari perusahaan
induknya yaitu asuransi konvensional. Karena akan berdampak positif terhadap
industri asuransi syariah dan ada payung hukum yang memperjelas kegiatan
operasional industri asuransi syariah serta dapat meningkatkan ketaatan prinsip
syariah dalam menjalankan bisnisnya. Terbukti ada beberapa perusahaan asuransi
yang sudah mempersiapkan spin off unit usaha syariahnya menjadi Perusahaan
Asuransi Syariah (full fledged) seperti PT Asuransi Umum Mega berencana
melakukan spin off dalam kurun waktu dua hingga tiga tahun kedepan. PT Asuransi
Jasa Indonesia (Jasindo), perusahaan asuransi umum berskala besar milik pemerintah
ini pun berencana melakukan spin off unit usaha syariah pada tahun 2016. Dan PT
Asuransi Adira Dinamika siap spin off ketika pemerintah meminta untuk segera spin
off.
Antusias yang tinggi dari industri asuransi mengenai kebijakan ini ternyata
belum dapat segera terealisasi dikarenakan terdapat perubahan jangka waktu yang
ditetapkan untuk melaksankan spin off. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat
dalam UU Nomor 40 Tahun 2014 yang disahkan pada bulan Oktober 2014
menetapkan bahwa untuk pemisahan unit syariah dari perusahaan induk maksimal 10
17
tahun sejak disahkannya Undang-Undang (UU) Perasuransian. Ketentuan pemisahan
unit usaha yang ditetapkan pemerintah dianggap memberatkan unit usaha syariah
untuk memenuhi sedemikian rupa ketentuan yang ditetapkan jika persiapannya hanya
dalam waktu 3 tahun setelah ditetapkan Undang-Undang Perasuransian. Oleh karena
itu, pemerintah menetapkan kebijakan untuk melakukan penundaan waktu
pelaksanaan spin off. Karena memang dalam melakukan spin off ini banyak yang
harus dipersiapkan oleh unit usaha syariah. Kendala itu seperti kekurangan sumber
daya manusia, pembatasan aset tabarru’ hingga 50% dari total aset perusahaan induk,
infrastruktur yang masih sangat rendah, pangsa pasar serta kestruktur organisasian.
Kekurangan SDM yang berkualified dalam menjalan bisnis syariah tersebut.
Sumber daya manusia dalam bidang ini seharusnya memiliki pengetahuan tentang
asuransi syariah itu sangat penting. Karena sejauh ini para pelaku bisnis asuransi
syariah masih banyak ditempati oleh lulusan yang berspesifikasi umum, karena
belum ada standarisasi mengenai sumber daya manusia yang seharusnya mengisi
peluang pada bisnis asuransi syariah. Masih sangat terbatas dengan kuantitas dan
kualitas.
Pembatasan jumlah minimum aset syariah mencapai 50% dari perusahaan
induk, penetrasi asuransi syariah melambat pada tahun 2014 sehingga mengakibatkan
beberapa perusahaan asuransi syariah merasa keberatan dengan kebijakan ini. Praktisi
dan pakar asuransi syariah Muhammad Syakir Sula berpendapat, persentase 50% itu
18
terlampau besar dan membutuhkan waktu sangat lama, bahkan bisa sampai puluhan
tahun.5
Melihat potensi yang sangat besar di Indonesia, tetapi riil market masih
sangat kecil. Sehingga banyak ruang untuk meningkatkan kinerja perusahaan asuransi
secara keseluruhan. Market share untuk industri asuransi syariah pada tahun 2014 itu
sekitar 3%. Untuk dapat lebih mendorong pasar asuransi syariah di Indonesia para
pelaku asuransi pun dituntut untuk memperbaiki seluruh infrastruktur.6 Di Indonesia
infrastruktur merupakan masalah struktural yang berat. Ini dikarenakan masih sangat
kurangnya ketersediaan fasilitas-fasilitas yang memadai untuk membantu
meningkatkan minat pasar.
Mengenai kebijakan spin off ini pada kenyataannya unit usaha syariah belum
siap untuk melakukan pemisahan dengan induk perusahaannya. Dan pemerintah pun
menunda waktu realisasi pelaksaan spin off, seharusnya mendapat perhatian lebih dari
pemerintah selaku regulator khususnya Otoritas Jasa Keuangan agar unit usaha
syariah dapat semakin baik dan mendorong pertumbuhan asuransi syariah sehingga
segera menjadi perusahaan yang mandiri.
5 Sulistyawati, “Syarat Lima Puluh Persen Terlalu Besar” dalam berita Republika yang diterbitkan
Kamis, 18 September 2014 6 Rizky Andrianti Pohan, “Spin Off, Ikhtiar Makmurkan Asuransi Syariah” dalam berita Media
Insurance yang diterbitkan Jum'at, 18 November 2014
19
Berdasarkan latar belakang diatas akan dilakukan penelitian ke beberapa unit
usaha asuransi syariah agar mengetahui kesiapan dan pengoptimalisasi kinerja dalam
menghadapi kebijakan spin off dan judul dari penelitian yang diangkat adalah
“OPTIMALISASI KINERJA UNIT ASURANSI SYARIAH MENGHADAPI
KEBIJAKAN SPIN OFF” .
B. Pokok Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
1) Bagaimana pandangan para ahli ekonomi syariah, regulator, dan para pelaku
bisnis mengenai kebijakan spin off asuransi syariah?
2) Apa pandangan perusahaan mengenai penundaan spin off menjadi 10 tahun?
3) Apakah kebijakan spin off memberatkan industri asuransi?
4) Bagaimana langkah pemerintah membantu kesiapan unit usaha syariah untuk
melakukan spin off?
5) Langkah yang dicanangkan oleh unit usaha syariah dalam hal peningkatan
kualitas sumber daya manusia, pencapaian batas aset, infrastruktur, dan
kesiapan manajemen unit usaha syariah dalam menghadapi kebijakan spin
off?
6) Manurut pakar Ekonom, regulator, pelaku bisnis bagaimana perusahaan
meningkatkan kinerja agar dapat melakukan spin off?
7) Apa solusi untuk perusahaan agar dapat segera melakukan spin off?
20
2. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah merupakan usaha untuk menetapkan batasan-batasan
penelitian yang akan diteliti. Mengenai hal ini penulis membatasi lingkup
penelitian hanya pada tiga perusahaan asuransi yang memiliki unit usaha syariah.
Sekaligus melakukan penelitian kepada pihak regulator yaitu kepada Otoritas
Jasa Keuangan Direktorat Industri Keuangan Non Bank (Asuransi Syariah).
Kemudian melakukan penelitian kepada pakar ekonomi syariah.
3. Perumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang, alasan penulis mengambil judul tersebut
karena penulis menarik beberapa masalah terkait dengan penelitian yang
dilakukan.
a. Bagaimana langkah unit usaha syariah dalam mengahadapi kebijakan spin off
dan bagaimana langkah pemerintah membantu kesiapan unit usaha syariah
untuk melakukan spin off?
b. Bagaimana solusi pakar ekonomi syariah untuk perusahaan, terhadap
kebijakan spin off asuransi syariah ini?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Setelah melihat judul yang akan diangkat dan latar belakang masalah yang ada
serta perumusan masalah yang ingin di dapat penelitian ini bertujuan, sebagai
berikut :
21
a. Menjelaskan apa saja yang perlu dioptimalkan dalam rangka
mempersiapkan agar sebuah unit syariah mampu melakukan spin off.
Menerangkan peranan regulator dalam membantu unit syariah melakukan
spin off.
b. Menjelaskan pandangan dan solusi terbaik terhadap isu-isu perekonomian
Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, penulis berharap bahwa penelitian ini
memberikan manfaat bagi:
a. Bagi perusahaan asuransi syariah
Memberikan tambahan informasi mengenai hal yang harus dipersiapkan untuk
mematangkan unit syariah dalam menghadapi proses spin off dan mendapat
pandangan dari pemerintah serta pakar ekonomi syariah.
b. Bagi mahasiswa dan fakultas
Dapat menambah khasanah ilmu serta menambah literatur kepustakaan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.
c. Bagi penulis.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana penambah ilmu
pengetahuan, dapat membekali diri, agar dapat berkontribusi secara langsung
untuk ekonomi Indonesia.
22
D. Kerangka Pemikiran
Perkembangan industri asuransi syariah sangat baik, hal ini berpengaruh
terhadap perubahan manajemen. Perubahan manajemen di unit syariah dapat
membawa hal positif dalam perkembangannya, karena dengan perubahan manajemen
yang baik seperti melakukan pemisahan diri dari perusahaan induk merupakan hal
yang diibaratkan sudah masuk tahap pendewasaan dalam industri bisnis. Perubahan
tersebut unit usaha syariah dapat mengekspansikan usahanya dan melakukan
pengambilan keputusan sendiri. Kemudian dengan mengekspansi diri lebih luas akan
berdampak pada perkembangan dan penguatan unit bisnis itu sehingga pertumbuhan
ekonomi syariah pun menjadi pesat.
Memahami situasi dan informasi yang ada. Kesesuian dengan kebijakan-
kebijakan pemerintah yang seharusnya ditaati oleh perusahaan. Melihat beberapa
pendapat dari industri asuransi syariah itu, pakar ekonomi syariah, dana Otoritas Jasa
Keuangan selaku regulator. Merincikan yang ahrus dipersiapkan oleh unit syariah
asuransi dalam mewujudkan spin off.
E. Metode Penelitian
Metode dalam hal ini diartikan sebagai suatu cara yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu. Sedangkan penelitian
adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji suatu
23
pengetahuan yakni usaha dimana dilakukan dengan menggunakan metode-metode
tertentu.7
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif diharapkan
menghasilkan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.8
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini dilakukan di beberapa pelaku bisnis industri asuransi
syariah, Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator, dan tokoh ekonomi syariah.
Objek yang menjadi penelitian adalah kebijakan spin off yang diberlakukan oleh
pemerintah.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis akan mengumpulkan data dan informasi yang
diperlukan dengan cara wawancara. Wawancara yaitu tekhnik pengumpulan data
dengan melakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang berkaitan dengan
penelitian ini. Wawancara akan dilakukan ke salah satu perusahaan asuransi yang
memiliki unit usaha syariah. Untuk menguatkan data, wawancara akan dilakukan
pula ke Otoritas Jasa Keuangan.
7 Sutrisno Hadi, Metodologi Rise, (Yogyakarta: UGM Press, 1997), h. 3
8 Basrowi & Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Rineka Cipta, 2008), h. 21
24
4. Teknik Analisis Data
Data atau informasi yang diperoleh penulis dalam penelitian ini bersifat kualitatif
dengan menggunakan pendekatan yang bersifat deskriptif. Pendekatan deskriptif yaitu
metode untuk memberikan pemecahan masalah dengan pengumpulan data,
mengklarifikasi, menganalisis, dan menginterpretasikannya.
F. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menyajikan pendahuluan yang memuat latar belakang
penulisan, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kerangka berfikir, metode penelitian serta sistematika
penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Akan diuraikan mengenai landasan teori yang disajikan di penelitian
ini. Landasan teori berguna sebagai dasar pemikiran ketika
melakukan pembahasan masalah yang diteliti dan untuk mendasari
Bab IV yang diambil dari berbagai literatur sekaligus penyajian
review terdahulu.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi mengenai uraian pendekatan penelitian, subjek dan
objek penelitian, jenis penelitian, sumber data penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan teknik analisis data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini merupakan penguraian hasil penelitian.
25
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dan penutup dari penulisan skripsi.
Pada bab ini akan dilakukan penarikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil penelitian dan akan disampaikan pula jika ada saran dari
pihak-pihak tertentu.
26
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Optimalisasi Kinerja
Pengertian optimalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud,
1995 :628) adalah optimalisasi berasal dari kata optimal yang berarti terbaik, tertinggi
jadi optimalisasi adalah suatu proses meninggikan atau meningkatkan.
Pengertian optimalisasi menurut Wikipedia adalah serangkaian proses yang
dilakukan secara sistematis yang bertujuan untuk meninggikan volume dan kualitas.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian optimalisasi
adalah suatu proses yang dilakukan dengan cara maksimal dalam suatu pekerjaan
untuk mendapatkan hasil terbaik tanpa harus mengurangi kualitas kerja.
Sedangkan pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
merupakan kata dasar dari kerja dan dapat diartikan sebagai sebuah hasil kerja. Jika
optimalisasi dikaitkan dengan kinerja maka optimalisasi kinerja adalah serangkaian
proses kerja yang dilakukan secara maksimal bertujuan mendapatkan hasil terbaik.
Kinerja maupun prestasi hasil kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai
oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance)
dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan
(corporate performance) terdapat hubungan yang erat.9
9 Gary Dessler, Manajemen SDM., (Jakarta: Indeks, 2009) h. 29
27
B. Komponen Spin Off
1. Manajemen
Restrukturisasi perusahaan dapat dilakukan jika usaha tersebut dianggap dapat
memperbaiki manajemen. Spin off adalah perubahan struktur organisasi
dimana salah satu unit bisnis meningkatkan independensinya dan berubah
menjadi perusahaan sendiri dan terpisah. Dengan terpisahnya manajemen
maka masing-masing perusahaan diharapkan dapat lebih fokus dalam
mengembangkan bisnisnya. Ini merupakan salah satu tujuan spin off.
Struktur perusahaan sebelum Spin Off Struktur perusahaan sesudah Spin Off
Gambaran Proses Spin Off Perusahaan10
10
Dr. Adler Manurung, Bahan Perkuliahan Merger, Restrukturisasi, dan Akuisisi, (Jakarta : 2011)
PT
Asuransi A
Divisi
Marketing
HRD Divisi
Marketing
gggg
PT Asuransi
A
Divisi
Syariah
PT Asuransi Syariah
HRD
28
Dalam proses spin off ini kontrol terhadap anak perusahaan tetap pada
perusahaan pertama (induk). Demikian sebenarnya perusahaan induk tidak
kehilangan kontrol atas unit yang bertransformasi menjadi anak perusahaan.
Spin off dapat juga dikatakan sebagai proses kebalikan dari merger, atau de
merger. Sebab, perusahaan yang tadinya satu dan terdiri dari unit-unit bisnis dan
support, kini menjadi dua atau lebih perusahaan.11
Sekaligus dapat mengakibatkan
perusahaan mengalami kelebihan pembayaran ( high cost). Karena dalam spin off
terjadi restruturisasi organisasi, akan menambah tenaga-tenaga ahli. Berdampak
pada perkembangan baik aset, organisasi, sistem kerja maupun permodalan.
Pertumbuhan merupakan bagian penting kesuksesan dan ketahanan
perusahaan. Tanpa pertumbuhan, perusahaan akan mengalami kesulitan untuk
meningkatkan dedikasi terhadap tujuan dan menarik manajer-manajer berkualitas.
Sehingga dukungan dari manajemen dalam melakukan spin off itu sangat
diperlukan, karena mamajemen dapat dikatakan sebagai jantung dalam suatu
perusahaan. 12
2. Finansial
Perubahan kekayaan atau disebut juga restrukturisasi keuangan
merupakan aktivitas perusahaan yang ditujukan untuk mengatur ulang posisi
keuangan perusahaan baik aset, kewajiban, dan permodalan perusahaan.
11
Ayatullah Asfaroni, “Strategi Pelepasan Aset Sebagai sumber Pembiayaan Program Restrukturisasi
PT ABC” Tesis pada Universitas Indonesia, Jakarta, 2011, h. 30 12
Heru Sutojo, Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan, (Jakarta: Salemba Empat, 1998), h. 631
29
Dan dengan ketentuan asetnya sampai dengan 50% dari perusahaan
induk. Sebagaimana ketenetuin ini pun terdapat pada pasal 87 ayat 1 (satu)
dan 2 (dua) dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
Yaitu sebagai berikut :
(1) “Dalam hal perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi memiliki unit
syariah dengan nilai Dana Tabarru’ dan Dana Investasi peserta telah
mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai Dana
Asuransi, Dana Tabarru’, dan Dana Investasi peserta pada perusahaan
induknya atau 10 (sepuluh) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang
ini, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi tersebut wajib
melakukan pemisahan unit syariah tersebut menjadi Perusahaan Asuransi
Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah.”
Berdasarkan undang-undang di atas, unit syariah harus memperbaiki
kondisi internalnya guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai
perusahaan. Selain itu, unit syariah harus mengekspansi bisnisnya lebih luas
agar dapat meningkatkan kontribusi dana tabarru’ hingga dapat mencapai
kriteria yang ditentukan. Kemudian dapat menguatkan keuangan unit syariah
agar tidak goyah ketika tiba waktunya melakukan spin off.13
13
Bramantyo Johanputro, Restrukturisasi Keuangan, 2013 (www.lontar.ac.id)
30
3. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan
daya fisik yang dimiliki oleh individu. Pikiran dan sifatnya ditentukan oleh
keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh
keinginan untuk memenuhi kepuasannya.14
Manusia terdiri dari tiga unsur
saling berkaitan yaitu hati, akal, dan jasad.15
Atau lebih sering dikenal dengan
istilah Emosional Quotient (EQ) untuk kecerdasan emosional, Spiritual
Quotient (SQ) untuk kecerdasan spiritual atau jiwa, dan Intelectual Quotient
(IQ) untuk kecerdasan intelektual yang merujuk ke fungsi akal manusia. Maka
cakupan pengelolaan sumber daya manusia yang berorientasi pada nilai
syariah hendaklah mengelola semua unsur spiritual, fisik dan intelektual agar
terbentuk manusia yang utuh dan integral. Agar pengelolaan unsur-unsur
manusia ini secara terpisah tidak mengakibatkan split personality (kepribadian
yang terpecah), menjadikan seseorang di satu sisi adalah orang yang cerdas
secara intelektual berpangkat tinggi tapi spiritualnya lemah mengakibatkan
terbentuknya moral hazard.
Menurut pandangan Islam, manusia merupakan makhluk yang
memiliki kemampuan istimewa dan menempati kedudukan tertinggi diantara
makhluk lainnya. Islam menghendaki manusia berada pada tatanan yang
14
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), h. 244 15
Ummu Yasmin, Materi Tarbiyah: Panduan Kurikulumbagi Da’i dan Murabbi, (Solo : Media Insani
Press, 2005), h. 109
31
tinggi dan luhur. Oleh karena itu manusia dikarunia akal, perasaaan, tubuh
yang sempurna.
Dalam Islam kinerja sumber daya manusia harus mempunyai etos
kerja yang bagus. Seorang muslim dalam hidupnya terutama dalam bekerja
harus mempunyai etos kerja muslim, yaitu:16
a) Profesional
Setiap pekerjaan yang dilakukan seorang muslim harus dilakukan dengan
sungguh-sungguh untuk memperoleh hasil terbaik.
b) Tekun
Sungguh Islam tidak meminta penganut sekedar bekerja, tetapi juga meminta
agar mereka bekerja dengan tekun dan baik. Dengan pengertian lain bekerja
dengan tekun dan menyelesaikan dengan sempurna menurut Islam, tekun
dalam bekerja juga merupakan suatu kewajiban dan perintah yang harus
dilaksanakan oleh setiap muslim.
c) Jujur
Islam memandang bahwa kejujuran dalam bekerja bukan hanya merupakan
tuntutan, melainkan juga ibadah. Seorang muslim yang dekat dengan Allah
akan bekerja dengan baik untuk dunia dan akhirat.
d) Amanah
Memenuhi amanah kerja merupakan jenis ibadah paling utama.
Bertanggungjawab terhadap sesuatu yang diembankan kepadanya.
16
Didin Hafidhuddin, Sifat Etos Kerja Muslim, 2011 ( http://persis.or.id)
32
e) Kreatif
Ketahuilah bahwa semakin hari urusan semakin bertambah, begitupun dengan
aneka kesalahan, tanggung jawab, potensi konflik, dan lain sebagainya. Satu-
satunya orang yang beruntung adalah hari ini harus lebih baik dari hari
kemarin, berarti selalu ada penambahan manfaat.
Selain itu, terkait dengan pemenuhan sumber daya manusia di industri
lembaga keuangan syariah terdapat beberapa kualifikasi dan standar SDM Ekonomi
Syariah, yakni sebagai berikut:
a) Memahami nilai-nilai moral dalam aplikasi fikih muamalat/ekonomi syariah.
b) Memahami konsep dan tujuan ekonomi syariah.
c) Memahami konsep dan aplikasi transaksi-transaksi (akad) dalam muamalah.
d) Memahami dan mengenal mekanisme kerja lembaga
ekonomi/keuangan/perbankan/bisnis syariah.
e) Mengetahui dan memahami mekanisme kerja dan interaksi lembaga-lembaga
terkait, seperti regulator, pengawas, lembaga hukum, konsultan dalam industri
ekonomi syariah.
f) Mengetahui dan memahami hukum dasar baik hukum syariah maupun hukum
positif yang berlaku.
g) Menguasai bahasa sumber ilmu, seperti Arabic dan English.17
17
Agustianto, Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia Ekonomi Syariah, 2011
(www.agustiantocentre.com)
33
Uraian diatas berkaitan dengan dibutuhkannya sumber daya manusia
yang kompeten dalam restrukturisasi. Restrukturisasi sumber daya manusia
(SDM) pada perseroan dilakukan dengan adanya pergantian jajaran direksi
dan manajer serta pengurangan atau penambahan karyawan yang dianggap
lebih kompeten dan professional sesuai dengan kapasitas pada bidang masing-
masing. Karena faktor yang sangat dibutuhkan dalam mewujudkan
perusahaan untuk melakukan spin off salah satunya adalah sumber daya
manusia yang berkualitas. Faktor kualitas SDM manjadi sangat krusial dan
penting, karena itu pengembangan SDM nasional menjadi hal yang terus
ditingkatkan.
Sebuah perusahaan yang bergerak dalam pengelolan keuangan,
semacam asuransi, akan berjalan dengan baik dan mempunyai kinerja yang
sehat jika dikelola dengan manajemen yang baik dan sesuai dengan norma
yang berlaku. Terlebih asuransi syariah maka selain taat pada norma yang
berlaku, perusahaan asuransi syariahnya harus taat pada prinsip syariah.
Beberapa kompetensi yang ada dalam sebuah perusahaan asuransi syariah:
a) Underwriting Syariah
Underwriting adalah sebuah proses identifikasi dan seleksi risiko dari calon
peserta yang mengasuransikan dirinya disebuah perusahaan asuransi. Individu
yang melakukan proses underwriting disebut dengan underwriter. Salah satu
tugasnya adalah usaha agar calon peserta asuransi mendapatkan beban
premi/iuran tabarru’ yang sesuai dengan risiko yang dimilikinya.
34
b) Aktuaria
Aktuaria merupakan bidang ilmu perpaduan antara matematika, statistika, dan
ekonomi yang berperan dalam menilai atau memperkirakan risiko. Individu
yang ahli dibidang ini disebut aktuaris. Keahlian aktuaris memiliki tugas
mengevaluasi kemungkinan kejadian-kejadian yang akan datang,
menyelesaikan cara untuk mengurangi kemungkinan kejadian yang tidak
diinginkan, dan menurunkan dampak dari kejadian yang tidak diinginkan.
c) Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah proses identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi
risiko, dan pengendalian risiko.
d) Risk Survey/ Assessment
Individu yang bertugas disebut risk surveyor, deskripsi perkerjaan yang
dilakukan adalah survey terhadap objek yang akan diasuransikan serta hal-hal
lain yang dapat mempengaruhi besar kecilnya risiko terhadap objek yang akan
diasuransikan.
e) Akuntan
Akuntan di perusahaan asuransi syariah sama seperti akuntan di perusahaan
lain, namun dalam hal ini seorang akuntan syariah harus memahami
pencatatan berdasarkan prinsip syariah.18
18
Muhammad Feby, Underwriting, Aktuaria, Manajemen Risiko, dan Penilaian Kerugian, Artikel di
terbitkan pada juni 2013 melalui http://lotusbougenville.wordpress.com
35
4. Infrastruktur
Infrastruktur mengacu pada sistem fisik yang menyediakan
transportasi, bangunan, dan fasilitas publik lain yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia secara ekonomi dan sosial. Kegunaan
aplikasi lain, infrastruktur dapat merujuk pada teknologi informasi, saluran
komunikasi formal dan informal serta alat-alat pengembangan perangkat
lunak, jaringan sosial politik atau kepercayaan pada kelompok-kelompok
masyarakat tertentu. Konseptual gagasan bahwa struktur pengorganisasian
merupakan penyediaan infrastruktur dan dukungan untuk sistem atau bagi
layanan organisasi seperti dalam sebuah kota, negara, perusahaan, atau
kumpulan orang dengan kepentingan umum. Infrastruktur sama saja dengan
prasarana, yaitu segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
terselenggara suatu proses.19
Apabila dikaitkan dengan asuransi syariah pakar mengatakan bahwa
bisnis asuransi merupakan bisnis yang dipengaruhi oleh kepentingan publik,
oleh karena itu banyak aturannya dibandingkan dengan kebanyak industri
lainnya. Karena sistem perasuransian harus mampu menjawab kebutuhan dan
keinginan masyarakat yang memerlukannya. Dapat dikatakan bahwa sistem
perasuransian yang berlaku disuatu negara, merupakan suatu infrastruktur
19
Irfan Syauqi Beik dan Laily Dwi Arsyianti, Ekonomi Pembangunan Syariah, (Bogor: IPB Press,
2014), h. 91
36
bagi seluruh kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga
harus memberikan pelayana kepada masyarakat.20
1) Jenis Infrastruktur
Infrastruktur sendiri dapat dipilah menjadi tiga bagian besar, yaitu sebagai
berikut:
a. Infrastruktur Keras ( Physical Hard Infrastructure )
Meliputi jalan raya dan kereta api, bandara, darmaga, pelabuhan dan
saluran irigasi. Di perusahaan asuransi infrastruktur keras dapat
dicontohkan dengan tersedianya kantor cabang di beberapa kota.
Memperluas relasi dengan instansi yang dapat mempermudah pelayanan
seperti rumah sakit (untuk asuransi jiwa), bengkel (untuk asuransi
kerugian), dan banyak bekerjasama dengan bank atau loket pembayan
lainnya.
b. Infrastruktur Keras Non-Fisik ( Non-Physical Hard Infrastructure)
Yaitu yang berkaitan dengan fungsi utilitas umum seperti teknologi
infromasi. Teknologi informasi telah menjadi alat yang dapat
mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mencapai keunggulan
bersaing sehingga menjadikan pengguna infrastruktur teknologi informasi
sebagai kebutuhan strategi yang merupakan kunci yang memungkinkan
implementasi dari sistem inovasi, mengurangi biaya, meningkatkan
20
Jurnal Asuransi dan Usaha Perasuransian di Indonesia. (alfabeta :2013)
37
power, mendefinisikan kembali dan meningkatkan pelayanan dan
memungkinkan perusahaan untuk menawarkan produk-produk baru.
Selain itu, infrastruktur teknologi juga dibutuhkan untuk mengadakan
perubahan-perubahan proses bisnis guna memenuhi kebutuhan strategi
saat ini dan untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
c. Infrastruktur Lunak ( Soft Infrastructure)
Biasa pula disebut kerangka infrastruktur atau kelembagaan yang meliputi
berbagai nilai (termasuk etos kerja), norma, serta kualitas pelayanan
umum yang disediakan oleh berbagai pihak terkait.21
C. Kebijakan Spin Off
1. Definisi Spin Off
Pasal 1 ayat 12 UU PT No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Spin
Off dikatakan sebuah pemisahan yang di definisikan sebagai berikut : “Perbuatan
hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan
seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) perseroan
atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1
(satu) perseroan atau lebih.”22
21
Irfan Syauqi Beik dan Laily Dwi Arsyianti, op. Cit., h. 112 22
Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) No. 40 tahun 2007
38
Spin Off merupakan bentuk pelepasan yang berakibat pada divisi atau bagian
perusahaan menjadi perusahaan yang mandiri, dengan melepaskan satu unit bisnis,
seperti anak perusahaan berdiri sendiri.23
Black’s Law Dictionary bahwa Spin Off adalah: “Sebuah divestasi perusahaan
dimana sebuah divisi dari korporasi menjadi perusahaan independen dan saham
perusahaan yang baru didistribusikan kepada pemegang saham korporasi.”24
Berdasarkan uraian definisi dari berbagai pendapat, dapat disimpulkan spin off
merupakan sebuah perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan yang bertujuan
untuk melepaskan satu unit bisnis, atau anak perusahaan hingga membentuk suatu
perusahaan yang baru dan mandiri. Istilah Spin Off sering kali dihubungkan dengan
pembentukan suatu perusahaan baru, dimana yang termasuk didalam produk barunya
adalah hal yang sama atau salinan dari organisasi induk dan menimbulkan aktivitas
ekonomi yang baru. Pemisahan ini bisa berbeda bentuk dan yang pada umumnya
memerlukan perubahan yang penting dalam kontrol, risiko, dan distribusi keuangan.
Unsur lainnya yaitu transfer teknologi dan kepemilikan dari induk kepada pemilik
baru.25
Cara spin off dilakukan oleh unit dalam kegiatan tersebut kemudian dipisah
dari sebuah perseroan dan berdiri sebagai suatu perseroan baru terpisah. Dengan
23
Heru Sutojo, Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan, (Jakarta: Salemba Empat, 1998), h. 647 24
NN, Spin Off, Konstruksi Hukum dalam Upaya Penguatan Struktur Perbankan Nasional, Buletin
Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Vol. 7 No. 1 Januari 2009, h. 2 25
Heru Sutojo, Op. Cit., h. 648
39
demikian perseroan baru tersebut akan mempunyai direksi sendiri dan independen
dalam mengambil keputusan, serta kepemilikan perseroan baru tersebut berada
ditangan para pemegang saham. Pemisahan ini dimaksudkan agar unit usaha dapat
mengambil keputusan lebih cepat, lebih efisien, dan ada yang secara khusus
bertanggung jawab.
Sebagaimana diketahui bahwa UUPT menggunakan istilah “Pemisahan”
untuk spin off , “Penggabungan” untuk merger, “Pengambilalihan” untuk akuisisi.
Dalam spin off perseroan beberapa pihak yang harus mendapat perlindungan hukum
antara lain nasabah, karyawan, dan para pemegang saham minoritas yang melakukan
pemisahan. Pemegang saham dalam hal ini perlu mendapatkan perlindungan
mengingat proses spin off untuk perseroan bisa terjadi bukan hanya atas kehendak
pemegang saham, namun karena adanya ketentuan undang-undang yang mewajibkan
pemisahaan. Karena dalam perseroan, mekanisme spin off belum diakomodir sebagai
salah satu alternatif dalam penguatan struktur perseroan di Indonesia.26
2. Jenis-jenis Spin Off
Dalam pemisahan perseroan dikenal ada dua macam pemisahan, kedua jenis
permisahan tersebut dipengaruhi oleh cara pemisahaan dengan memperhatikan
kuantitas usaha yang dipisahkan oleh perseroan. Hal ini atur dalam pasal 135 UU
Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT), yaitu:
26
Tumbuan Fred. B. G, Pokok-Pokok Undang-undang Kepailitan, (Jakarta : Penerbit Ghalia, 2008), h.
39
40
a. Pemisahan Murni
Pemisahan Murni yaitu pemisahan yang mengakibatkan seluruh aktiva dan
pasiva perseroan yang beralih karena hukum kepada 2 (dua) PT lain atau lebih
yang menerima peralihan dan akibatnya perseroan yang melakukan pemisahan
tersebut berakhir karena hukum. Dalam pemisahan jenis ini yang menjadi ciri
pokok perseroan mengalihkan seluruh harta kekayaan, sehingga akan
berakibat perseroan harus tutup demi hukum karena sudah tidak ada lagi
usaha yang diurusi.
b. Pemisahan Tidak Murni
Pemisahan tidak murni yaitu pemisahan yang mengakibatkan sebagian pasiva
dan aktiva beralih karena hukum kepada 1 (satu) PT lain atau lebih yang
menerima peralihan dan PT yang melakukan pemisahan tetap ada atau tidak
berakhir. Dalam pemisahan ini tidak sampai mengakibatkan perseroan
terdahulu menjadi bubar, karena harta kekayaan yang dialihkan hanya
sebagian saja. Perseroan tersebut masih mempunyai harta kekayaan sehingga
masih dapat menjalankan usaha. Berbeda dengan pemisahan murni yang
berakibat perseroan yang melakukan pemisahan menjadi bubar, karena harta
kekayaannya dialihkan seluruhnya.
41
3. Tujuan Spin Off
Sebagaimana pemisahan itu diatur dalam UUPT No. 40 Tahun 2007 dalam
pasal 1 butir 12 memberi definisi tentang pemisahan sebagai berikut: ”pemisahan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha
yang mengaibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum
kepada dua perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan
beralih karena hukum kepada satu perseroan atau lebih”. Memperhatikan bahwa
pemisahan mengakibatkan terjadinya peralihan karena hukum dari aktiva dan
pasiva perseroan maka pemisahan mirip sekali dengan penggabungan dan
peleburan. Adapun perbedaan mencolok antara pemisahan disatu pihak dan
penggabungan serta peleburan dilain pihak, adalah bahwa dalam hal pemisahan
tidak selalu (i) aktiva dan pasiva perseroan yang melakukan pemisahan beralih
kepada satu perseroan saja dan (ii) perseroan yang melakukan pemisahan karena
hukum.
Apabila hanya melihat tujuan, terlihat bahwa spin off yang diatur dalam UU
Perseroan Terbatas sebenarnya lebih ditujukan untuk mengakomodasi
kepentingan perkembangan perseroan dalam hal ini melalui spin off dalam UU
perseroan tersebut induk menjadi anak perseroan. Sebenarnya pengertian spin off
dalam UU perseroan tersebut memberikan fleksibilitas yang lebih luas kepada
perseroan untuk melakukan penguatan restruktur usahanya.
42
Penguatan struktur usaha dengan mekanisme spin off, dapat dimanfaatkan
oleh perseroan sebagai sarana untuk lebih mempertajam segmentasi pasar,
khususnya melalui penguatan lini bisnis yang lebih fokus dan spesialis. Selain
dianggap dapat mempertajam suatu nilai bisnis, mekanisme spin off juga dapat
melakukan pemisahan aset bermasalahnya (bad assets) menjadi bahan usaha baru
yang buka merupakan perseroan (menjadi semacam perseroan pengelola aset).
Dalam hal ini maka keuntungan bagi perseroan adalah memiliki perseroan baru
manjadi kendaraan pengelola aset bermasalah yang tetap dapat dikontrolnya,
juga menjadi sarana yang efektif bagi perseroan dalam melakukan pembersihan
aset bermasalahnya.27
4. Motif Spin Off
Terdapat beberapa alasan dilakukannya spin off, antara lain:
a. Sepenuhnya beroperasi secara terpisah sehingga tercipta kemandirian dalam
menjalankan bisnis.
b. Memperoleh akses pada teknologi baru atau teknologi yang lebih baik.
c. Memperoleh pasar atau pelanggan-pelanggan baru yang tidak dimilikinya
namun dimiliki oleh perusahaan induk.
d. Menambah kekayaan, hal ini dimungkinkan karena adanya transfer kekayaan
dari pemberi pinjaman (investor) kepada pemilik sekuritas.
27
Bahari Adib, Prosedur Cepat Mendirikan Perseroan Terbatas, (Yogyakarta :Pustaka Yustisia,
2010), h.24
43
e. Spin off juga memungkinkan fleksibilitas pengaturan perjanjian. Operasional
terpisah, unit bisnis sebagai perusahaan baru dapat mengatur ulang perjanjian
yang berhubungan dengan tenaga kerja, dapat terlepas dari peraturan yang
lama, atau menghilangkan peraturan-peraturan yang sudah tidak sesuai lagi.
f. Restrukturisasi insentif untuk memperoleh perbaikan produktivitas
mamanjemen.28
Selain itu, bagi unit syariah latar belakang dilakukannya spin off adalah untuk
memperkuat jaringan dan berkontribusi membesarkan ekonomi syariah.
Sehingga perekonomian syariah tumbuh pesat.29
D. Review Studi Terdahulu
Agar tidak terjadi pengulangan penelitian terhadap objek yang sama dan
untuk membandingkan antara penelitian terdahulu agar mendukung materi dalam
penelitian ini, maka ada baiknya peneliti melakukan review studi terdahulu. Adapun
review studi terdahulu yang penulis telah kaji, adalah:
1. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Mirriam Astari Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul Kebijakan Spin Off
Unit Usaha Asuransi Syariah Berdasarkan Kinerja Keuangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja keuangan unit asuransi
syariah agar dapat melihat kesiapan unit asuransi syariah dalam menghadapi
28
Heru Sutojo, Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan, (Jakarta: Salemba Empat, 1998), h. 647-648 29
Yunita Apsari Dewi, Merger, Corporate Control, dan Corporate Governance, (Surabaya :
Lembaga Penelitian Universitas Surabaya, 2013), h. 32
44
spin off dan syarat yang dilakukan unit usaha syariah dalam menghadapi spin
off. Studi kasus PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera Arta Makmur (unit
syariah).
2. Feri Umar Farouk dan Khotibul Umam /Jurnal 2006 yang berjudul
Mekanisme Pembentukan Bank Umum Syariah Alternatif : Akuisisi dan
Konversi Bank Umum Konvensional serta Pemisah (Spin Off) Unit Usaha
Syariah.
Penelitian ini menjelaskan bahwa dengan disahkannya UU No. 21 Tahun
2008 membuka peluang agar perbankan syariah dpat lebih ekspansif.
Mekanisme yang dilakukan dalam pembentukan Bank Umum syariah yang
baru yaitu dengan tigacara, yaitu akuisisi, konversi dan spin off. Peneliti
memberikan penjelasan yang cukup rinci, mulai dari peraturan prosedur ,
serta persyaratan pendirian Bus.
45
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati.30
Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan
dalam penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif jauh lebih objektif daripada penelitian kuantitatif dan
menggunakan metode yang sangat berbeda dari mengumpulkan data, yaitu dengan
melakukan wawancara secara mendalam. Sifat dari jenis penelitian ini adalah
penelitian dan penjelajahan terbuka berakhir dilakukan dalam jumlah kelompok
relatif kecil yang diwawancarai secara mendalam.31
Penulis menggunakan
pendekatan kualitatif dikarenakan masalah yang diangkat oleh penulis merupakan
masalah yang bertujuan untuk memahami apa yang terjadi guna memperoleh
pandangan yang segar mengenai segala sesuatu yang sebagian besar sudah dapat
diketahui.
30
Dr. Basrowi, M. Pd. & dr. Suwandi, M.Si. Memahami Penelitian Kualitatif. (Jakarta : Rineka Cipta,
2008) h. 21 31
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: Alfabeta, 2013) h. 15
46
B. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah sesuatu yang diteliti baik orang, benda, atau
lembaga (organisasi). Di dalam subjek penelitian inilah terdapat objek
penelitian. Jadi, objek penelitian adalah sifat keadaan dari suatu benda, orang,
atau yang menjadi pusat perhatian dan sasaran penelitian. Sifat keadaan yang
dimaksud bisa berupa sifat, kuantitas dan kualitas yang bisa berupa perilaku,
kegiatan, pendapat, pandangan penilaian, sikap pro-kontra, simpati-antipati,
keadaan batin, dan sebuah proses.
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa subjek yang akan diteliti oleh
penulis diantaranya Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator, pelaku bisnis,
dan tokoh-tokoh yang ahli dibidangnya sebagai pemerhati perkembangan
ekonomi syariah. Sedangkan objek yang diteliti adalah kebijakan spin off
yang di berlakukan oleh pemerintah kepada industri asuransi syariah.
2. Populasi dan Sampel Subjek/Objek Penelitian32
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan
hanya orang tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain.
32
Ibid h. 117-118
47
b. Sampling
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan
waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi
itu.
c. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel, untuk
menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian berbagai teknik
sampling yang digunakan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik
Sampling Purposive yang mana penulis melakukan wawancara kepada orang
yang dianggap ahli atau mengetahui terkait masalah yang dirumuskan. Berikut
sampel yang penulis ambil dari berbagai institusi :
1) Rina Cakti Yuliani sebagai Kepala Bagian Pengembangan Asuransi dan
Dana Pensiun Syariah Direktorat Institut Keuangan Non Bank, Otoritas
Jasa Keuangan wawancara dilakukan pada tanggal 15 Juni 2015.
2) Aris Winuadji selaku pelaku bisnis asuransi syariah, wawancara dilakukan
pada tanggal 16 Juni 2015.
3) Wahyudin selaku pelaku bisnis asuransi syariah, wawancara dilakukan
pada tanggal 15 Juni 2015
4) Natalia Maulina N selaku pelaku bisnis asuransi syariah, wawancara pada
28 Mei 2015.
48
5) Drs. Agustianto Mingka, M.Ag selaku pakar ekonomi syariah, wawancara
pada 28 Mei 2015.
C. Sumber Data Penelitian
Sumber data adalah tempat didapatkannya data yang diinginkan.
Pengetahuan tentang sumber data merupakan hal yang sangat penting untuk
diketahui agar tidak terjadi kesalahan dalam memilih sumber data yang sesuai
dengan tujuan penelitian.
Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh penulis secara langsung(dari tangan
pertama) seperti data yang diperoleh langsung dari responden melalui
kuesioner, kelompok fokus, data panel, atau juga data hasil wawancara
penulis dengan narasumber. Sementara data sekunder adalah data yang
diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada, misalnya catatan atau
dokumentasi perusahaan berupa laporan keuangan publikasi perusahaan,
laporan pemerintah, data yang diperoleh dari majalah dan lain sebagainya.33
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Teknik pengumpulan data ada banyak cara seperti observasi, kuesioner,
wawancara, dan dokumentasi. Adapun teknik pengumpulan data yang
dilakukan oleh penulis adalah wawancara. Wawancara adalah percakapan
33
Uma Sekaran. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. ( Jakarta: Salemba Empat, 2006) h. 73
49
dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
sebagai pengaju/pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee)
sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu. Maksud diadakannya
wawancara antara lain untuk mengonstruksi perihal orang, kejadian, kegiatan,
organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan kepedulian, merekonstruksi
kebulatan-bulatan harapan pada masa yang akan mendatang; memverifikasi,
mengubah dan memperluas informasi dari orang lain.
Menurut Patton jenis wawancara ada tiga yaitu wawancara pembicara
informal, wawancara dengan petunjuk umum, dan wawancara baku terbuka.
Sedangkan jenis wawancara yang digunakan penulis yaitu wawancara baku
terbuka, merupakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-
katanya dan cara penyajian pun sama untuk setiap responden. Wawancara
demikian digunakan jika dipandang sangat perlu untuk mengurangi variasi
yang bisa terjadi antara seseorang yang diwawancarai dengan yang lainnya.34
E. Teknik Analisis Data
Data atau informasi yang diperoleh penulis dalam penelitian ini bersifat
kualitatif dengan menggunakan pendekatan yang bersifat deskriptif. Pendekatan
deskriptif yaitu metode untuk memberikan pemecahan masalah dengan pengumpulan
data, mengklarifikasi, menganalisis, dan menginterpretasikannya. Tujuan dari
penelitian deskriptif kualitatif adalah searah dengan rumusan masalah serta
34
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008) h. 127-128
50
pertanyaan penelitian atau identifikasi masalah. Hal ini disebabkan tujuan dari
penelitian ini akan menjawab pertanyaan sebelumnya dikemukakan oleh rumusan
masalah. 35
Setelah absahan data telah terpenuhi, selanjutnya melakukan analisis data.
Analisis data dilakukan dengan cara:
Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif dari Miles dan Hiberman
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam hal ini berupa data-data mentah dari hasil
penelitian seperti hasil wawancara dan dokumentasi. Kemudian hal
pertama yang harus dilakukan adalah dimulai dengan menyatukan semua
bentuk data mentah kedalam bentuk transkip atau bahasa tertulis.
2. Reduksi Data
Setelah data terkumpul dari hasil wawancara, dokumentasi dan bahan-
bahan lain, kemudian laporan-laporan itu perlu direduksi, dituangkan,
dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal penting. Data yang
direduksi memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan,
35
Artikel, Deskriptif Kualitatif, diakses pada 10 Juli 2014 dari http://aldoranuary26.blog.fisip.uns.ac.id
Pengumpulan
Data
Reduksi
Data
Penyajian
Data
Kesimpulan
atau Verifikais
51
juga mempermudah penulis untuk mencari kembali data yang diperoleh
jika diperlukan.
3. Penyajian Data (Display Data)
Setelah data-data sudah terkumpul, kemudian penulis menyajikan data
dalam bentuk deskriptif agar mempermudah untuk dipahami dan
dilakukan analisis data.
4. Kesimpulan atau Verifikasi
Pengambilan kesimpulan merupakan tahap terakhir dari analisis data,
kesimpulan yang akan diperoleh berasal dari hasil wawancara. Hasil
penelitian yang sudah terkumpul dan diringkas harus diulang kembali
untuk mencocokkna dari reduksi data dan display data, agar kesimpulan
yang telah dikaji dan disepakati untuk ditulis sebagai laporan yang
memiliki tingkat kepercayaan yang benar.
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Pendahuluan Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan teknik wawancara kepada tiga pelaku
industri asuransi syariah, pakar ekonomi syariah, dan Otoritas Jasa Keuangan
selaku regulator. Perwakilan dari ketiga unit usaha asuransi syariah itu adalah
Natalia Maulida dan Aris Wisnuadji sebagai Syariah System Development
Departemen Head pada unit syariah asuransi swasta. Wahyudin Rahman sebagai
pemegang jabatan penting di suatu unit syariah asuransi pemerintah dibawah
naungan BUMN (Badan Usaha Milik Negara).
Pakar ekonomi syariah yang menjadi narasumber adalah Dr. Agustianto
Mingka, M.Si. Beliau merupakan Direktur pada salah satu bussiness syariah
consulting, dan tercatat sebagai Dewan Pengawas Syariah, sekaligus Dosen S2
Ekonomi Syariah di perguruan tinggi swasta ternama. Perwakilan dari Otoritas
Jasa Keuangan adalah Rina Cakti Yuliani sebagai Kepala Bagian Pengembangan
Asuransi dan Dana Pensiun Syariah Direktorat IKNB Syariah.
53
B. Pandangan Spin Off menurut Pelaku Bisnis Asuransi Syariah, Pakar
Ekonomi, dan Regulator
Kebijakan spin off menurut semua pihak merupakan suatu hal yang baik.
Memiliki tujuan dan dampak yang positif bagi industri asuransi syariah.
Sehingga memperbesar kontribusi asuransi syariah terhadap pertumbuhan
perekonomian Indonesia.
Pengembangan bisnis syariah yang menjadi tujuan utama dari suatu unit
syariah. Pelaku usaha akan lebih luas melakukan ekspansi bisnis, yang
berdampak pada pertumbuhan ekonomi syariah yang meningkat dari kontribusi
industri asuransi syariah. Berpisahnya dalam ikatan hukum akan membuat unit
syariah tidak perlu mengikuti aturan dari perusahaan induk, sedangkan jika masih
menjadi unit syariah harus mematuhi kebijakan-kebijakan induk karena unit itu
masih pada level sebuah divisi dalam suatu perusahaan. Perusahaan induk hanya
bersifat mengontrol saja tidak berwenang dalam mengambilan keputusan dan
turut andil dalam operasional.36
Pendapat lain mengatakan hal yang serupa mengenai dampak spin off yang
mendorong perkembangan bisnis syariah, bahwa sebuah unit syariah itu tidak
dapat selamanya hanya menjadi unit. Mengembangkan unit asuransi syariah
dengan menjadikannya sebuah perusahaan itu dapat memberikan kejelasan status
syariah.37
36
Rina Cakti Yuliani, Wawancara, (Jakarta, 15 Juni 2015) 37
Natalia Maulida N, Wawancara, (Jakarta, 28 Mei 2015)
54
Upaya pengembangan bisnis syariah sudah mulai terlihat dengan adanya unit
usaha syariah yang akan melakukan spin off yaitu PT Asuransi Bangun Askrida
akan spin off di tahun 2016.38
Info lain juga didapat bahwa akan ada dua unit
syariah yang melakukan spin off diwaktu dekat seperti PT Asuransi Jiwa
Manulife Indonesia dan PT Asuransi Jasa Indonesia.39
Selain itu, langkah awal
mengembangkan bisnis syariah juga akan dibuka unit syariah di dua perusahaan
asuransi besar. Salah satunya adalah perusahaan asuransi jiwa lokal dan sisanya
perusahaan asuransi jiwa swasta.40
Dapat disimpulkan bahwa aturan spin off telah memberikan dorongan
kepada industri asuransi syariah meluaskan ekspansi bisnis asuransi syariah. Baik
dari perusahaan yang sudah memiliki unit syariah untuk mengembangkannya
menjadi sebuah perusahaan asuransi syariah maupun yang belum memiliki unit
syariah, sehingga terbentuk pula unit syariah yang baru.
Pelaku industri asuransi syariah juga memandang spin off dapat membuat
unit syariah lebih mandiri dalam menjalankan bisnis tidak ketergantungan kepada
perusahaan induknya yang sudah jelas berbeda dalam prinsip bisnis. Sarana dan
prasaran yang masih bergabung dengan perusahaan induk menjadikan unit
syariah merasa nyaman, dengan segala fasilitas yang sudah lengkap dari
perusahaan induk maka unit syariah merasa nyaman menjalankan bisnisnya
38
Angga, “2016, Askrida Siap Spin Off Unit Syariah”, InfoBank, Jakarta, 8 Januari 2015. 39
Cornelius, “Spin Off Unit Usaha Syariah : Dua UUS Dipisah Tahun Ini”, HPRP Daily News, Jakarta,
5 Mei 2015. 40
Sanny Cicilia, “2 Perusahaan Asuransi Siap Bentuk Unit Syariah”, Asosiasi Asuransi Syariah
Indonesia, Jakarta, 24 April 2015.
55
tetapi lambat dalam perkembangannya. Jadi bagi unit syariah yang akan mandiri
menyebabkan perlu mengeluarkan biaya yang besar dalam mempersiapkan.
Pendapat serupa disampaikan oleh Agustianto pakar ekonomi syariah,
namun harus dicermati bahwa secara mendalam bahwa kebijakan spin off
walaupun memilki dampak positif tetapi sesungguhnya kebijakan itu bersifat
situasional. Jadi tidak bisa dipaksakan kepada beberapa unit syariah. Karena
semestinya kebijakan spin off ini bukan merupakan sebuah kewajiban, melainkan
hanya sebagai anjuran bagi unit syariah yang serius ingin membesarkan syariah.
Banyak unit syariah yang lebih nyaman, berkembang dan lebih produktif jika
masih berbentuk unit syariah. Demikian itu terjadi karena segala sesuatu yang
berkaitan dengan kegiatan bisnisnya masih sepenuhnya mendapat dukungan dari
perusahaan induk.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan selain yang disebutkan pula di atas, spin off
juga akan membuat beberapa unit syariah akan berguguran. Ini terjadi karena
perusahaan yang membentuk unit syariah melihat dari segi permintaan nasabah,
jiakalau seperti itu maka tujuan dibentuknya unit syariah hanya untuk
menampung nasabah saja. Akan terlihat perusahaan yang berniat full fledged itu
akan membuat terobosan-terobosan, dan inovasi untuk mengembangkan unit
syariah tersebut serta mempersiapakan yang menjadi ketentuan untuk spin off.
Tetapi untuk perusahaan yang tidak serius akan mengatur strategi lain dalam
bisnis. Seperti mengembalikan izin bisnis kepada regulator, tidak akan memiliki
56
unit syariah dan perusahaan tersebut kembali menjalankan bisnis yang
konvensional. Kemudian portofolio syariah harus dialihkan.41
C. Urgensi Spin Off bagi Unit Usaha Syariah
Spin off secara umum sangat penting untung dilakukan oleh unit syariah.
Namun, itu harus dilihat kembali pada pandangan masing-masing perusahaan
karena terdapat dua pandangan manajemen perusahaan mengenai spin off ini.
Agustianto menuturkan, pertama, perusahaan yang mendukung pelaksanaan spin
off. Bagi perusahaan yang mendukung spin off, dapat diartikan bahwa
perusahaan itu dengan sungguh-sungguh ingin membesarkan syariah. Selain itu,
dapat menunjukkan keseriusan unit syariah untuk menerapkan prinsip syariah
dalam kegiatan bisnisnya. Sehingga keberadaan lembaga asuransi syariah ini
bukan sekedar ada melainkan keberadannya sangat dibutuhkan. tidak hanya
bertujuan untuk menampung permintaan dan mengikuti trend. Kedua, bagi
perusahaan tertentu melakukan spin off hanya akan membuat kemunduran. Tidak
mengalami perkembangan, hanya jalan ditempat. Disebabkan karena modal yang
tidak memadai, tidak ada perhatian dari manajemen, dan tidak memperdulikan
perkembangan anaknya. Jadi sebaiknya kebijakan spin off harus dikaji kembali
oleh pemerintah.
Persiapan dari unit syariah itu sendiri yang terpenting dalam mewujudkan
spin off. Persiapan yang matang akan membuat perusahaan baru menjadi tumbuh
dan berkembang pesat. Berbeda jika melakukannya dengan keadaan unit belum
41
Rina Cakti Yuliani, Wawancara, Jakarta, 15 Juni 2015.
57
kuat, itu hanya akan terlihat kecil ukurannya dibanding dengan bentuk usahanya
secara company bukan sebuah unit melainkan perusahaan.42
D. Komponen Spin Off
Mempersiapkan spin off harus memperhatikan beberapa yang dibutuhkan
selayaknya perusahaan baru. Industri memandang hal yang harus dipersiapkan
untuk spin off itu cukup banyak seperti infrastruktur, sumber daya manusia,
manajemen yang mendukung, dan aset yang kuat serta sktruktur fungsional yang
akan menjalan perusahaan syariah setelah spin off.43
Terumata untuk perizinan
pembukaan perusahaan baru kepada regulator.44
1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia untuk industri asuransi masih sangat kurang.
Dibutuhkan banyak lulusan dari universitas yang membuka program studi
asuransi syariah. Tenaga ahli asuransi syraiah itu banyak sekali kompetensi
harus dimiliki oleh sumber daya manusia yang akan ditempatkan pada
masing-masing posisi sesuai dengan kompetensi dan standar. Sehingga spin
off masih belum bisa dilakukan oleh beberapa unit syariah. Namun, memang
untuk pemenuhan permintaan industri terhadap sumber daya manusia dapat
42
Natalia Maulina N, Wawancara, Jakarta, 28 Mei 2015. 43
Wahyudin Rahman, Wawancara, Jakarta, 15 Juni 2015. 44
Aris Wisnuadji, Wawancara, Jakarta, 16 Juni 2015.
58
ditangan dalam jangka waktu 10 tahun. Walaupun bukan waktu yang cukup
panjang untuk mempersiapkannya.
Secara umum Agustianto mengungkapkan, faktor-faktor yang harus
dimiliki oleh seseorang untuk mengisi posisi tertentu sebagai berikut :
a. Pengalaman tentang syariah.
Pribadi yang memiliki basic syariah, seperti lulusan dari perguruan
tinggi yang membuka pogram studi ekonomi syariah atau yang merekrut
tenaga kerja yang telah berpengalaman berkarir di lembaga keuangan
syariah lainnya.
b. Mengerti konsep-konsep dasar fiqh muamalat.
Konsep dasar fiqh muamalat yang sering sekali terlupakan. Maka dari
itu perusahaan harus mengadakan training-training terkait dengan fiqh
muamalat untuk membekali para pegawainya.
c. Memahami nilai-nilai akhlak dan etika.
Sumber daya manusia yang memiliki cerminan akhlak dan etika seorang
muslim yang baik.
d. Memiliki kemampuan menemukan invosai-inovasi produk dan dapat
mengembangkan produk.
Kemampuan mengembangkan produk akan menjadi nilai tambah,
seseorang itu akan mendapatkan temuan-temuan produk baru bagi
perusahaannya. Sehingga membuat perusahaannya berbeda dengan
perusahaan lain.
59
e. Menguasai operasional perusahaan.
Teknik operasional yang kompleks dalam perusahaan asuransi syariah,
seharusnya dapat menjadi prioritas untuk diunggulkan pula kepada
tenaga kerja dengan mengadakan training-training yang berhubungan.
f. Khususnya untuk industri asuransi syariah dibutuhkan tenaga alhi
seperti aktuaria, underwriting, teknologi, finansial.
g. Mampu menyusun SOP asuransi syariah.45
Upaya perusahaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
adalah dengan memberikan training-training terkait dengan berbagai
kompetensi yang harus dimiliki dan merupakan sebuah keharusan yang
utama terhadap pegawai yang baru direkrut baik dari konvensional maupun
perekrutan dari luar perusahaan. Agar memiliki pengetahuan yang matang
dari bidang pengelolaan asuransi syariah. Karena perusahaan akan
melakukan training itu tergantung pada kebutuhannya. Hal lain yang dapat
dilakukan unit syariah untuk menangani kekurangan sumber daya manusia,
seperti training bersifat aplikatif, kegiatan magang untuk mahasiswa
program studi asuransi syariah, On The Job Training, mengikuti sertifikasi
dari Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) dengan demikian unit
syariah dapat melahirkan officer-officer perusahaan asuransi dan merupakan
hal yang mutlak untuk dipersiapkan dalam melakukan spin off.46
45
Agustianto, Pakar Ekonomi Syariah. 46
Ibid.
60
Tenaga ahli yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan industri
asuransi syariah dapat dilakukan dengan cara perekrutan dari perusahaan
induk, mengambil tenaga kerja yang telah ahli di bidangnya seperti
akuntansi, underwriter. Rekrutmen secara terbuka, peluang ini lebih baik
karena dapat menjaring SDM fresh graduate dari perguruan tinggi dengan
program studi ekonomi syariah dan ikut aktif di asosiasi asuransi syariah.47
Tenaga ahli untuk industri asuransi syariah masih sangat minim,
sebagaimana hanya terdapat 200 aktuaris untuk memenuhi kebutuhan
industri dengan jumlah permintaan 1000 tenaga ahli. Masih sangat jauh
untuk mencukupi, ini disebabkan karena masyarakat umum hanya mengenal
satu profesi yang terkait dengan perasuransian yaitu agen. Padahal profesi di
industri perasuransian cukup beragam. Butuh waktu cukup lama untuk
mencetak tenaga ahli tersebut.48
Selain dituntut untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia, dalam
suatu perusahaan harus profesional dalam memberikan imbalan kepada
pegawainya. Tentu sesuai dengan yang telah diberikan kepada perusahaan.
Seperti pemberian honor pokok, bonus tahunan, insentif, kompensasi.49
47
Aris Wisnuadji, Op. Cit. 48
Amanda Kusumawardhani, “Industri Asuransi Kekurangan Tenaga Ahli” Financial, Jakarta, 14
Desember 2014. 49
Wahyudin Rahman, Wawancara, Jakarta, 15 Juni 2015.
61
2. Finansial
Kondisi keuangan dapat menjadi tolak ukur kesiapan suatu unit syariah
melakukan spin off. Syarat aset untuk unit syariah melakukan spin off, 50%
dari perusahaan induk memang cukup memberatkan pelaku asuransi syariah
karena sebagian besar perusahaan induk dari uni syariah itu memiliki aset
yang sangat besar.50
Walaupun demikian pembatasan minimal aset unit
asuransi syariah ini adalah hasil dari penyesuaian industri perbankan syariah
mengalami hal yang sama. Namun tidak bagi dua pelaku industri asuransi
syariah yang lain, mereka tidak merasa keberatan lantaran manajemen
perusahaan induknya sangat mendukung untuk spin off dan bersedia
memberikan suntikan dana yang besar agar spin off segera dilaksanakan.
Selain itu, terdapat unit syariah di bawah naungan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) sehingga tidak merasa khawatir dengan aset yang
dimiliki.51
Modal yang dibutuhkan cukup banyak untuk membuat suatu perusahaan
baru. Sumber dana unit syariah saat ini masih mendapat suntikan dari
perusahaan induk, perbankan syariah, leasing syariah sehingga pemerintah
melakukan penyesuaian waktu pemberlakuan spin off asuransi syariah
dengan perbankan syariah. Sisa waktu industri perbankan syariah melakukan
spin off adalah 10 tahun sehingga pemberlakuan spin off asuransi syariah
50
Natalia Maulina, Wawancara, Jakarta, 28 Mei 2015. 51
Wahyudin Rahman, Wawancara, Jakarta, 15 Juni 2015.
62
pun menjadi 10 tahun. Agar pelaksanaanya menjadi serentak dan industri
keuangan syariah saling keterkaitan. Spin off juga membutuhkan banyak
waktu untuk mempersiapkan segala hal yng berkaitan selain aset.52
Mengenai perpanjang waktu pemberlakuan spin juga disambut baik oleh
para pelaku industri. Hal ini dikatakan wajar, bagi unit syariah yang baru
dibentuk masih membutuhkan waktu yang cukup untuk mengembangkan
bisnisnya. Sedangkan untuk perusahaan yang unit syariah sudah dibentuk
cukup lama pun masih belum siap untuk melakukan spin off.53
Perpanjangan waktu yang diputuskan oleh pemerintah itu nilai sudah
sangat tepat. Karena dapat memperjang kesempatan bagi unit syariah untuk
mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan spin off. Baik untuk
pencapaian aset, dan membentukan jaringan tersendiri.54
Menurut data perusahaan total dana tabarru’ unit syariah baru mencapai
1% sampai dengan 5% dari keseluruhan aset induk namun jika
dibandingkan dengan aset unit syariah sendiri dana tabarru sudah mencapai
setengahnya. Disebabkan karena perusahaan induknya yang sangat besar
sehingga sangat jauh untuk mengejar.55
Meningkatkan jumlah aset unit syariah dapat dilakukan beberapa hal
seperti meningkatkan ekspansi bisnis, selain ketergantungan dengan industri
52
Rina Cakti Yuliani, Wawancara, Jakarta, 15 Juni 2015. 53
Wahyudin, Op. Cit. 54
Agustianto Mingka, Wawancara, Jakarta, 28 Mei 2015. 55
Natalia Maulina N, Op. Cit.
63
syariah yang lainnya. Mulai bersimpati kepada masyarakat luas agar produk
asuransi syariah dapat diterima dengan baik. Pengedukasian ini juga dibantu
oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan mengadakan Pasar Rakyat Syariah,
adanya Gerakan Ekonomi Syariah, sering diadakan workshop asuransi
syariah itu cukup membantu industri asuransi syariah lebih dikenal
masyarakat sehingga potensi ke depan semakin besar.56
Peningkatan aset unit syariah dapat juga dengan melakukan inovasi
asuransi mikro, karena asuransi konvensional belum banyak melirik peluang
asuransi mikro. Namun, kelemahan untuk asuransi mikro ini bagi unit
syariah adalah biaya yang cukup tinggi jika memang terealisasi melakukan
ekspansi ke pelosok-pelosok daerah akan menambah kebutuhan sumber daya
manusia dan sudah pasti menambah biaya operasional. Ini membuat asuransi
mikro dibeberapa unit asuransi syariah belum merealisasi peluang ini.57
Natalia Maulina pula menyampaikan unit syariah harus dapet bersaing
secara kompetitif dengan asuransi konvensional, karena masyarakat kita
masih berpikir rasional belum religius untuk memutuskan mengkonsumsi
suatu produk. Label halal belum kuat untuk membawa sebagian besar
masyarakat Indonesia menjadikan mereka beralih ke syariah. Berbeda
dengan masyarakat di Malaysia, mereka lebih memilih segala sesuatu yang
berlabel syariah walaupun dengan harga yang tinggi. Azas tolong menolong
56
Rina Cakti Yuliani, Op. Cit. 57
Natalia Maulina N, Op. Cit.
64
yang telah mereka pahami sehingga nilai kemanusiaan sangat melekat,
berbeda dengan masyarakat Indonesia lebih mempertimbangkan harga dalam
mengambil keputusan.
Bagi unit syariah yang akan full fledged maka dalam rangka
pengembangan industrinya, regulator memberikan keringanan dalam hal
iuran OJK yang dibebankan kepada setiap unit syariah. Walaupun masih
rencana dan masih dikaji secara internal untuk merealisasikannya, hal ini
pula dimungkinkan oleh peraturan pemerintah disebutkan bahwa dalam
rangka pengembangan iuran kepada Otoritas Jasa Keuangan bisa
diringankan. Ini akan menjadi insentif bagi unit syariah yang akanmelakukan
spin off. Sehingga mengurangi biaya operasional unit syariah.58
Pencapaian aset 50% unit syariah memang membutuhkan waktu yang
cukup lama. Jika dikaitkan dengan Undang-Undang bahwa dalam jangka
waktu 10 tahun dan melihat kegiatan bisnis belum cukup mencapai 50% aset
unit syariah dengan perusahaan induk. Kalau pun sudah spin off karena
sudah batas waktu yang ditentukan. Membutuhkan sekitar 20 hingga 25
tahun untuk benar-benar dapat menandingi aset perusahaan induk.59
Kepemilikan aset yang kuat bagi badan usaha itu sangat diperlukan.
Terbukti terdapat empat perusahaan asuransi yang akan dibekukan oleh
regulator terkait dengan keuangannya tidak sehat dan modal masih terbilang
58
Rina Cakti Yuliani, Op. Cit. 59
Natalia Maulina N, Op. Cit.
65
kecil yaitu sekitar dibawah 100 miliar. Padahal sesuai peraturan pemerintah
No. 81 tahun 2008 tentang penyelenggaraan usaha peruasuransian minimal
Rp 100 miliar.60
Keuangan yang kuat tidak harus dimiliki oleh badan usaha
yang akan melakukan pemisahaan, melainkan itu harus dimiliki dalam
keadaan apapun.
3. Manajemen
Otoritas Jasa Keuangan sejak awal pemberlakuan Undang-Undang yang
disahkan oleh pemerintah menegaskan bahwa setiap unit syariah harus sudah
mempersiapkan keputusan yang akan dilakukan terkait dengan
dianjurkannya spin off ini. Memilih untuk tetap membesarkan syariah
dengan mempersiapkan spin off atau jika tidak berniat maka harus
mengembalikan izin kepada regulator. Unit syariah harus mampu
menempatkan diri untuk survive ke depan.
Manajemen yang mendukung spin off secara tidak langsung akan
memiliki visi dan misi untuk unit syariah, agar perusahaan yang sudah spin
off ini bisa survive dan tidak mati dalam jangka waktu pendek. Kemudian
harus adanya kemauan dan kemampuan mengelola proses spin off itu
sendiri, karena banyak hal yang harus segera dipersiapkan itu dapat
menguras banyak tenaga dan pikiran pihak manajemen. Maka dari itu tidak
60
Ujji Agung santosa, “Empat Perusahaan Asuransi Terancam Dibekukan”, Kontan, Jakarta, 9 Juni
2015.
66
semua manajemen mendukung unit syariahnya untuk spin off. Jika sudah
memiliki dua aspek itu bisa dikatakan manajemen itu siap mendukung unit
syariahnya. Memang unit syariah pun sebagai unit pasti memiliki visi dan
misi, namun itu ukurannya hanya sebagai unit berbeda dengan sebuah
perusahaan. 61
Selain dari segi manajemen, para pemegang saham pula berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan. Maka dari itu para petinggi-petinggi dalam
perusahaan seperti manajemen, pemegang saham, komisaris, itu harus
memiliki keinginan dan pemahaman yang sama untuk melakukan spin off.
Kalau tidak maka upaya spin off akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam
mewujudkannya. Seprti contohnya di industri perbankan syariah bank-bank
setelah spin off hanya dapat jalan ditempat karena induknya membiarkan
anak perusahaannya berjalan sendiri. Sedangkan sebagai awal seharusnya
anak perusahaan harus tetap mendapat kontrol dari perusahaan induk. Jadi
walaupun sudah spin off harus tetap saling mendukung dalam
pengembangan bisnis.62
Perlu juga bagi manajemen untuk mencantumkan spin off ke dalam
rencana bisnisnya. Tentu agar unit syariah itu tertib dalam menjalankan
61
Rina Cakti Yuliani, Wawancara, Jakarta, 15 Juni 2015. 62
Agustianto Mingka, Wawancara, Jakarta, 28 Mei 2015.
67
kegiatannya. Rencana bisnis tidak harus sekarang untuk dilakukan, namun
bisa saja diperiode berikutnya lebih diupayakan secara rinci.63
Upaya untuk spin off sebaiknya tidak bisa dipaksakan, itu muncul dari
orang-orang yang memiliki riroh, baik riroh bisnis maupun riroh spiritual
untuk membesarkan syariah. Jadi bisa dianggap wajar sekali dalam
manajemen-manajemen tertentu, ada yang tidak menginginkan spin off dan
tetap ingin berada di bawah induknya. Akan terlihat perusahaan yang benar-
benar ingin membesarkan syariah.
Ada manajemen yang sangat mendukung penuh terhadap unit syariah
untuk melakukan spin off seperti dengan memberikan lantai khusus untuk
memperlancar kegiatan bisnis unit syariah. Pembuatan kantor cabang yang
sangat didukung penuh oleh manajemen. Namun, ada pula unit syariah yang
belum mendapatkan dukungan dari manajemennya. Pentingnya dukungan
dari manajemen demi terwujudnya visi spin off itu harus sangatlah kuat.
Terbukti adanya unit usaha asuransi syariah PT Asuransi Bangun Askrida
yang sedang mempersiapkan dengan sangat matang agar dapat melakukan
spin off pada tahun 2016. Aset yang dimiliki unit syariah setiap tahunnya
mengalami pertumbuhan rata-rata diatas 30%, dan manajemen akan
memberikan suntikan modal sebesar 100 milyar serta sarana prasarana untuk
menjadi sebuah perusahaan asuransi syariah seperti gedung dan lainnya
63
Rina Cakti Yuliani, Op. Cit.
68
sudah dipersiapkan. Ini yang menjadikan unit syariah kuat untuk melakukan
spin off.64
4. Infrastruktur
Infrastruktur untuk spin off, yang perlu dipersiapkan tentu teknologi,
sistem, pelayanan kantor yang memadai, kendaraan operasional, bekerja
sama dengan perbankan syariah, leasing, bengkel-bengkel untuk asuransi
kendaraan. Kantor cabang harus dimilki sendiri oleh unit syariah, karena
penerbitan polis syariah dan klaim yang sesuai dengan kapasitas.65
Seluruh dalam perusahaan asuransi harus disediakan dengan baik.
Apalagi pada asuransi kendaraan, artinya harus mempunyai layanan
diseluruh Indonesia. Berbeda jika asuransi kapal atau corporate yang
mengcover gedung-gedung, cukup mendatangi head office. Kalau untuk
asuransi kendaraan harus menyediakan amergancy dan network sangat
dibutuhkan, untuk menyamakan network dengan konvensional akan
membutuhkan biaya yang besar. Sebenarnya aturan spin off juga dapat
mendukung perbaikan infrastruktur unit syariah. sebaiknya aturan ini harus
ada surpoting dari pemerintah.66
Teknologi sudah menjadi keharusan sebuah unit syariah memiliki
teknologi yang berbeda dengan unit syariah yang lain. Agar dapat
64
Angga, “2016, Askrida Siap Spin Off Unit Syariah”, InfoBank, Jakarta, 8 Januari 2015. 65
Aris Wisnuadji, Wawancara, Jakarta, 16 Juni 2015. 66
Natalia Maulina N, Wawancara, Jakarta, 28 Mei 2015.
69
memberikan pelayanan cepat, karena penerbitan polis memakai sistem
teknologi. Perbaruan teknologi harus selalu dilakukan, bagi manajeman yang
mendukung spin off akan membantu persiapan infrastruktur.67
67
Agustianto, Pakar Ekonomi Syariah.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di bab sebelumnya pada skripsi
ini, maka dapat diberikan beberapa kesimpulan diantaranya sebagai berikut :
1. Tujuan utama suatu unit syariah melakukan spin off adalah untuk
memperjelas status syariah suatu unit usaha, agar tidak ada keraguan bagi
nasabah untuk memilih produk syariah.
Secara umum aturan spin off yang dibuat oleh pemerintah memiliki dampak
dan tujuan yang positif bagi pertumbuhan ekonomi syariah khususnya dari
kontribusi asuransi syariah di Indonesia. Spin off juga dapat menjadikan unit
syariah menjadi lebih mandiri dalam kegiatan bisnsisnya. Dapat dengan
leluasa melakukan ekspansi bisnis dengan tujuan membesarkan syariah.
Terlihat keseriusan unit syariah. Selain itu, manajemen, pemegang saham,
komisaris harus memiliki keinginan dan pemahaman yang sama untuk
melakukan spin off. Kalau tidak perusahaan yang telah spin hanya akan jalan
ditempat. Sehingga unit syariah diharapkan dapat mematuhi aturan tersebut
dengan upaya mempersiapkan sejak dini hal yang berkaitan dengan spin off.
Bagi unit syariah tertentu, ternyata spin off itu tidak lebih baik untuk
perkembangan perusahaan setelah spin off. Adanya paksaan untuk melakukan
spin off, persiapan yang kurang matang, dan manajemen yang kurang
71
mendukung serta perusahaan induk yang melepas anak perusahaan. Perlu
dipersiapkan lebih matang mengenai tenaga ahli untuk sebuah perusahaan
asuransi syariah. Aktuaria, underwriting, marketing yang mengerti tentang
operasional asuransi syariah dengan memberikan berbagai training sesuai
kompetensi masing-masing bidang serta perlu diselenggara training-training
tentang kesyariahan serta ikut aktif dalam kegiatan asosiasi asuransi syariah.
Agar bisa memenuhi kebutuhan tenaga kerja di industri asuransi syariah.
Peningkatan pertumbuhan aset harus terus diupayakan oleh unit syariah agar
aset yang dimiliki dapat memperkuat bisnis serta mampu mewujudkan
rencana bisnis dari unit syariah. Menggiatkan ekspansi bisnis, dapat juga
membuat pertumbuhan kontribusi yang pesat dari asuransi syariah. Sehingga
pertumbuhan ekonomi syariah pun meningkat. Ini pula sangat dibutuhkan
dukungan dari manajemen untuk dapat mewujudkan pematangan setiap
komponen yang perlu dipersiapkan untuk spin off. Manajemen yang memiliki
visi dan misi untuk menjadikan unit syariah sampai menjadi sebuah
perusahaan asuransi syariah yang besar. Kemudian ketersediaan infrastruktur
yang sangat rendah menyebabkan langkah unit syariah untuk spin off menjadi
lambat. Sangat diperlukan infrastruktur yang lengkap untuk menunjang
kegiatan bisnis. Terutama sistem teknologi, karena di masa kini segala
kegiatan bisnis sudah harus ditunjanga dengan sistem teknologi yang
cangggih. Demi mempermudah pelayanan, mempercepat proses pelayanan,
dan tidak berbelit-belit. Ini yang harus menjadi keunggulan yang melekat.
72
Selain itu, perluasan jaringan untuk menyamaratakan dengan konvensional
agar pelayanan tidak timpang.
Langkah yang dilakukan regulator dalam mendukung unit syariah untuk spin
off adalah mendorong disahkannya Undang-Undang tentang spin off,
memperkuat SDM dengan menegaskan agar tenaga kerja asuransi syariah
untuk mengikuti sertifikasi, serta rencana masih dalam kajian adalah iuran
OJK yang dibebankan kepada unit syariah yang akan spin off dikenakan lebih
kecil.
2. Solusi bagi unit syariah yang akan spin off disampaikan oleh pakar ekonomi
yaitu harus memiliki keseriusan dalam menjalankan bisnis sehingga dengan
adanya aturan spin off ini harus diperhatikan yang perlu di persiapkan.
Melakukan training untuk pengembangan SDM, ekspansi bisnis lebih luas,
penguatan infrastruktur dengan cara memiliki teknologi sendiri.
B. Saran
Bagi unit asuransi syariah diharapkan memiliki ketegasan dalam menjalankan
bisninya sehingga dapat memandang serius aturan spin off yang dianjurkan oleh
pemerintah. Sehingga langkah yang di optimalkan dapat terwujud mencapai spin off.
Saran untuk penelitian selanjutnya lebih dispesifikasikan kembali hal-hal
mengenai yang perlu dipersiapkan oleh unit asuransi syariah untuk menjadi sebuah
perusahaan. Sehingga menemukan informasi yang lebih rinci dan jelas. Menambah
sampel penelitian, agar data yang didapat lebih varian serta dapat melengkapi literatur
penelitian.
73
DAFTAR PUSTAKA
Adib, Bahari. 2010. Prosedur Cepat Mendirikan Perseroan Terbatas. (Yogyakarta :
Pustaka Yustisia)
Tubke, Alexander. Success Faktors of Corporate Spin Off, USA : Springer Science.
Inc, 2004
Apsari, Yunita Dewi. 2013. Merger, Corporate Control, dan Corporate Governance.
(Surabaya : Lembaga Penelitian Universitas Surabaya)
Asfaroni,Ayatullah. Strategi Pelepasan Aset Sebagai sumber Pembiayaan Program
Restrukturisasi PT ABC. Tesis Universitas Indonesia Jakarta: 2011.
Azharudin, Ah Latief dan Nahrowi. 2009. Pengantar Hukum Bisnis : Pendekatan
Hukum Positif & Hukum Islam. (Jakarta: Lemabaga Penelitian UIN Jakarta).
Batasa Tazkia Consulting. 2013. “Spin Off Asuransi Syariah, Now or Later?”.
Bogor: STEI Tazkia.
Data Bisinis Asuransi dan Reasuransi Syariah AASI 2014
Dessler, Gary. 2009. Manajemen SDM. (Jakarta : Indeks)
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001, tentang Prdoman Umum
Asuransi Syariah. Jakarta : Majelis Ulama Indonesia, 2001.
Fred, Tumbuan. B. G. 2008. Pokok-Pokok Undang-undang Kepailitan. (Jakarta :
Penerbit Ghalia)
Hasibuan , Malayu S.P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Jakarta : Bumi
Aksara)
Jurnal Asuransi dan Usaha Perasuransian di Indonesia. (alfabeta :2013)
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995.
Manurung Dr. Adler. 2011. Bahan Perkuliahan Merger, Restrukturisasi, dan
Akuisisi. (Jakarta)
Oei,Istijanto. 2007. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
74
Republik Indonesia. 2013. Direktori Perasuransian. Jakarta : Otoritas Jasa
Keuangan.
Republik Indonesia. 2013. Naskah Rancangan Undang-Undang tentang
Perasuransian.
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Tata Kelola
Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian. Jakarta : Otoritas
Jasa Keuangan.
Singarimbun Masri dan Sofian Effendi. 1987. Metode Penelitian Survai. Jakarta:
LP3ES.
Sudaryanto. 1993. Metode Penelitian Kualitatif. (Jakarta : Gemilang Press).
Sutojo Heru. 1998. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan. (Jakarta: Salemba Empat)
Sutrisno, Hadi. 1997. Metodologi Riset. Yogyakarta: UGM Press.
Syauqi Irfan Beik dan Laily Dwi Arsyianti. 2015. Ekonomi Pembangunan Syariah.
(Bogor: IPB Press)
Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) No. 40 tahun 2007.
Yasmin, Ummu. 2005. Materi Tarbiyah: Panduan Kurikulumbagi Da’i dan Murabbi.
(Solo : Media Insani Press)
Mingka, Agustianto. Wawancara. Jakarta. 2015.
Cakti, Rina Yuliani. Wawancara. Jakarta. 2015.
Maulina, Natalia N. Wawancara. Jakarta. 2015.
Wisnuadji, Aris. Wawancara. Jakarta. 2015.
Rahman, Wahyudin. Wawancara. Jakarta. 2015.
Sumber dari Internet :
75
Agung, Ujji Santosa. Empat Perusahaan Asuransi Terancam Dibekukan”.
http://kontannews.com, 9 Juni 2015
Angga. 2016, Askrida Siap Spin Off Unit Syariah”, InfoBank. http://infobank.com,
2015.
Cicilia, Sanny. 2 Perusahaan Asuransi Siap Bentuk Unit Syariah. Asosiasi Asuransi
Syariah Indonesia. www.hrrpdailynews.com, 2015.
Cornelius. Spin Off Unit Usaha Syariah : Dua UUS Dipisah Tahun Ini.
www.hrrpdailynews.com, 5 Mei 2015.
Feby , Muhammad. Underwriting, Aktuaria, Manajemen Risiko, dan Penilaian
Kerugian, http://lotusbougenville.wordpress.com, juni 2013.
Hafidhuddin, Didin. Sifat Etos Kerja Muslim. http://persis.or.id , 12 Maret 2011.
Johanputro, Bramantyo. Restrukturisasi Keuangan. www.lontar.ac.id , Maret 2013.
Kusumawardhani, Amanda. Industri Asuransi Kekurangan Tenaga Ahli. Finansial,
www.lontar.ac.id 14 Desember 2014.
Mingka, Agustianto. Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia Ekonomi
Syariah. www.agustiantocentre.com, 1 April 2011.
NN, Spin Off. Konstruksi Hukum dalam Upaya Penguatan Struktur Perbankan
Nasional, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Vol. 7 No. 1
Januari 2009.
76
77
LAMPIRAN
Hasil Wawancara : Rina Cakti Yuliani
Selaku : Kabag. Pengembangan Asuransi dan Dana
Pensiun Syariah Direktorat IKNB Syariah
Tempat Wawancara : Jl. Budi Kemualiaan 1 No. 2 Menara Merdeka Lt.
23 Jakarta Pusat
78
Mengapa harus dilakukan spin off oleh unit syariah?
Spin off itu kan bertujuan untuk lebih mengembangkan industri asuransi syariah,
sebagian pendapat ketika setelah spin off dia akan lebih bebas menentukan untuk
dirinya artinya kalau dia akan melakukan ekspansi akan dengan luas melakukannya
dengan sendiri, berbeda dengan unit harus mematuhi kebijakan-kebijakan induk
karena unititu masih level divisi. Kalau sudah full itu kan levelnya sudah direksi.
Tentunya untuk alasan pengembangan. Kemudian, dengan adanya peraturan
mengenai spin off ini akan diketahui unit syariah mana yang benar-benar serius untuk
bergerak dibidang syariah. kebanyakan awal-awal didirikannya sebuah unit syariah
karena terdapat permintaan dari nasabah. Jikalau begitu alasannya itu tidak serius
menurut kami itu hanya bertujuan untuk menampung nasabah saja. Tetapi banyak
juga yang serius, jadi jika yang serius itu akan mencari inovasi-inovasi. Mungkin
nanti dapat dilihat dari 45 unit syariah ini akan berubah tidak 45 lagi, jadi akan
terlihat nanti perusahaan mana yang serius berminat untuk full fledged. Mungkin
hanya ada beberapa saja, yang serius pasti akan full fledged tetapi yang tidak serius
itu dia akan mengatur strategi lain. Karena ketika sudah ada UU perusahaan pasti
berpikir apakah akan meneruskan dan memikirkan kapan akan spin off kemudian
mempersiapkannya. Lalu ada juga yang akan mengembalikan izin, tidak lagi
memiliki unit syariah dan dia kembali lagi ke konvensional atau bisa dikatakan tutup
kemudian protofolio syariahnya harus dialihkan. Jadi nanti mungkin tidak 50 lagi,
karena 50 itu cukup banyak berbeda dengan negara lain sperti Malaysia hanya ada 10
perusahaan asuransi. (jadi nanti mungkin penelitian selanjutnya dapat di kompair
dengan negara lain).
79
Urgensi spin off bagi unit syariah?
Kembali kepada masing-masing perusahaan. Jika hanya sekedar menampung
permintaan mungkin akan berpikir lebih baik tutup saja. Tetapi kalau yang serius
pasti dari sekarang sudah akan siap melakukan persiapan dan berpikir ke depannya
harus bagaimana.
Mengapa pemberlakuan spin off industri asuransi syariah rencana semula
dalam rancangan undang-undang 3 tahun menjadi 10 tahun setelah
disahkannya undang-undang?
Hal ini memang sebelumnya dilakukan negosiasi terlebih dahulu dengan DPR,
industri asuransi namun negosiasi bukan berarti hanya tawar menawar. Tetapi dilihat
dari sisi kesiapan, apakah spin off akan lebih baik atau tidak. Sehingga muncullah
waktu 10 tahun, dan refrensinya pada saat diskusi itu ke perbankan juga. Perbankan
awalnya 15 tahun, tetapi sisanya 10 tahun lagi maka itu yang menjadi
penyesuaiannya. Karena spin off kan bagi yang mau itu butuh waktu juga perlu
dipersiapkan. Seperti persiapan SDM, infrastruktur, pemikiran yang panjang suatu
perusahaan.
Mengenai training SDM
Perusahaan akan melakukan training itu tergantung pada individualnya yang akan
masuk ke peusahaan tersebut. Bisa dua cara, kalau menggunakan teknik pegawai
sudah ada di perusahaan itu sendiri dan didedikasikan untuk syariah itu perlu tarining
syariah. bisa juga dengan strategi yang lain, misalnya mencari orang-orang yang
dasar syarihanya kuat itu juga sudah menjadi modal kemudian ketika sudah masuk
dalam perusahaan maka itu di training asuransi atau teknisnya. Jadi kalau training itu
tergantung dengan kebutuhannya. Dua-duanya sangat diperlukan. Tergantung
kondisinya di unit itu apa yang harus dipersiapkan. Apakah lebih dominan dari
80
perusahaan induk sehingga lebih dibutuhkan training-training tentang kesyariahan
atau sebaliknya. Tentunya yang paling penting itu teknis asuransinya.
Selain SDM itu dituntut untuk meningkatkan kualitas kinerjanya, apa saja yang
harus dipenuhi perusahaan kepada pegawainya?
Memang dalam satu perusahaan itu harus ada insentifnya, sehingga mengacu kepada
perusahaan-perusahaan pada umumnya. Tetapi kembali lagi kepada SDM itu juga
harus menunjukkan kinerjanya terlebih dahulu kepada perusahaan. Karena
perusahaan bisa memberikan banyak hal untuk memberikan suport kepada SDM,
ketika akan memberikan sesuatu yang baik maka dia akan menyeleksi yang baik pula
tidak hanya semata-mata memberikan sesuatu. Ya seharusnya seprofesional mungkin.
Terkait dengan infrastruktur yang masih sangat rendah bagaimana unit
menanganinya?
Secara umum kalau persiapan untuk infrastruktur itu yang posisinya masih unit
mereka infrastruktur masih di back up oleh perusahaan induknya otomatis kalau mau
spin off harus mempersiapkan segala halnya seperti gedung, peralatan kantor.
Apa ciri manajemen yang sudah ideal untuk melakuakn spin off?
Perusahaan itu sudah datang ke OJK, mengkoordinasikan dengan OJK,
mencantumkan di rencana bisnisnya. Sehingga dia sudah melakukan persiapan-
persiapan untuk menjadi perusahaan yang utuh.
Secara umum yang namanya spin off pasti ada konsekuensinya yang nama spin off
harus menempatkan diri untuk survive ke depannya jadi secara tidak langsung
manajemen yang mendukung yaitu:
81
manajemen yang memiliki visi dan misi supaya perusahaan yang spin off ini
bisa survive agar nanti jika sudah dilakukan spin off satu atau dua tahun
sudah mati jangan sampai seperti itu.
Adanya kemauan dan kemampuan mengelola proses spin off itu sendiri,
karena banyak hal yang harus segera di persiapkan. Itu dapat menguras
banyak pikiran dan tenaga manajemen.
Jika memilik dua aspek itu mungkin bisa dibilang sudah bisa berjalan sebagai
perusahaan. Memang sekarang pun sebagai unit pasti memiliki visi dan misi, namun
itu ukurannya hanya sebagai unit beda dengan visi sebuah perusahaan. Mungkin jika
menanyakan waktu yang ideal untuk spin off itu adalah kembali kepada apa yang
sudah dilakukan oleh undang-undang. Tetapi meman waktu yang di tetapkan dalam
undang-undang pun tidak bisa dikatakan sebagai waktu yang ideal, namun jikalau
perusahaan itu sudah siap spin off sekarang maka kenapa tidak. Justru kalau terus
diundur untuk spin off itu malah mungkin momennya sudah tidak tepat.
Alur untuk spin off?
Harus ada produk, bisa yang diajukan adalah produk yang sudah ada di unit.
Menyampaikan produk pun ada lagi lembaga yang menangani dan regulasinya di
PMK No. 22. Ada prosedur untuk menyampaikan produk yang dimiliki. Karena
dalam rangka spin off kita buat beberapa penyesuaian tanpa harus melanggar
peraturan. Sementara peraturannya masih draft awal, karena UU baru di sahkan bulan
oktober 2014 dan semua prosesnya bertahap tidak bisa sekaligus.
Apa dampaknya jika unit syariah tidak melakukan spin off ke dalam rencana
bisnis?
Sebetulnya dimasukkan ke dalam rencana bisnis itu tentunya agar perusahaan itu
secara tertib ke depan akan melakukan apa, kalau dia tidak memasukkan dalam
rencana bisnis tentunya dari sisi yang bersangkutan tidak akan jelas kapan dia akan
82
melakukan spin off, kalau nanti sudah melakukan tahun ke 10 menjadi tiba-tiba.
Bagi OJK pun sama tidak jelas. Jadi walaupun tidak tercantumkan dalam peraturan
kami pernah meminta untuk rencana spin off ini dimasukkan ke dalam rencana bisnis.
Rencana bisnis ini tidak harus sekarang untuk dilakukan, namun bisa saja di waktu
berikutnya. Atau barangkali di masukkan ke dalam rencana bisnis saat ini berarti di
sebutkan bahwa spin off kemungkinan akan dilaksanakan sekitar setelah tahun ke
berapa dan secara detailnya baru dijelaskan di periode berikutnya. Intinya kita
kembali kepada tujuan rencana bisnis itu, kalau tidak dilakukan akan terjadi tujuan
itu tidak akan tercapai dengan baik. Tidak punya rencana itu akan menjadi tidak jelas.
Berapa unit yang sudah siap spin off? Dan jika ada berapa unit yang sudah
mendaftar?
Kalau dikatakan ini sudah siap itu kembali kepada UU sendiri kita juga belum
saatnya untuk menentukan mana yang sudah siap, karena kami pun tidak memiliki
standar atau tolak ukur tersendiri. Kecuali dari beberapa perusahaan yang memang
sudah berniat mengajukan. Jika sudah berniat pasti unit syariah itu sudah
mempersiapkan sendiri. Karena kalau dari peraturan itu sendiri tidak ada standar
misal dari segi SDM, itu tidak.
Ada memang yang sudah mengajukan. Bagi unit syariah yang sedang proses
pengajuan ada 1 unit syariah, tetapi ada yang sudah berencana ada sekitar 2 unit
syariah. ini juga tidak hanya dilihat dari persiapannya saja namun juga dilihat dari sisi
komitmen dari perusahaan, pemegang saham itu sangat berpengaruh sehingga kalau
mereka tidak setuju ya tidak akan bisa.
Langkah apa saja yang dilakukan OJK untuk melakukan spin off?
Mendorong unit syariah untuk spin off itu bisa dikatakan melalui UU sudah
jelas, namun memang dari regulasi delain UU belum ada.
83
Memperkuat SDM , misalnya dengan meminta asosiasi untuk membentuk
LSP atau Lembaga Sertifikasi. Walaupun itu berlaku umum bukan hanya
untuk spin off. Karena sekarang pun dalam unit harus sudah banyak SDM
yang melakukan sertifikasi.
Yang masih dalam rencana, iuran OJK yang dibebankan kepada unit syariah
akan lebih kecil. Bagi unit syariah yang akan full fledged maka dalam rangka
pengembangan industri iurannya itu akan di bedakan dan lebih ringan dari
umumnya perusahaan asuransi lain. Hal itu dimungkinkan oleh peraturan
pemerintah, itu disebutkan bahwa dalam rangka pengembangan iuran itu bisa
diringankan. Ini masih dalam proses internal. Pengajuannya perlu ke
pemeriintah misal ke Kementerian Keuangan. Selain itu kita juga harus
menegaskan apa maksud dari spin off sendiri,dan itu harus didukung oleh data
tidak hanya sekedar omongan saja. Itu akan menjadi yang insentif bagi unit
syariah yang akan melakukan spin off. Dan ini masih menjadi wacana, dan
sedang mengupayakan belum tentu terealisasi.
Saran untuk unit syariah?
Unit syariah harus sudah menentukan, akan lanjut bisnis syariah atau mengembalikan
izin. Itu memang sebuah pilihan yang harus ditentukan. Proses spin off itu sendiri
tidak semua unit itu ternyata akan lebih baik perfoam nya ketika setelah full fledged.
Memang sebagian pendapat dengan full fledged unit syariah itu sendiri akan bebas.
Tetapi ada pendapat lain bahwa dengan menjadi unitnya itukan masih mendapat
dukungan induk, ada beberapa induk yang memang cukup serius sehingga unit
syariah ini berkembang. Kemudian saran lain, unit syariah harus lebih matang
mempersiapkan dari segi SDM, infrastruktur, dan lain-lain.
84
Hasil Wawancara : Natalia Maulina N.
Selaku : Pelaku Bisnis Asuransi Syariah
Tempat Wawancara : Jl. MT. Haryono kav. 87 Jakarta Selatan
Bagaimana pandangan perusahaan mengenai kebijakan spin off yang
dianjurkan oleh perusahaaan?
Kalau pandangan dari perusahaan, spin off itu bagus karena yang namanya unit
syariah itu tidak bisa selamanya unit. Selama ini kan mau tidak mau spin off itu
sebenarnya tergantung pada manajemennya melakukan spin off itu sendiri kan.
Dengan adanya aturan perundangan ini kan sudah jelas harus spin off dalam jangka
waktu yang telah ditentukan. Namun, sebenarnya pandangan perusahaan ada 2 yaitu
bagai yang ingin membesarkan syariah ya pasti mengatakan bagus. Tetapi kalau
untuk yang enggan membesarkan syariah pasti berpikir lagi. Tapi untuk keseluruhan
industri memandang itu bagus jelas sehingga jelas statusnya syariah dan tidak
selamanya unit syariah.
Bagaimana pendapat ibu sebagai wakil perusahaan mengenai rencana awal 3
tahun spin off itu harus dilakukan tetapi setelah disahkannya undang-undang
menjadi 10 tahun, apa waktunya terlalu lama?
Itu kan 10 tahun atau 50% aset dana tabaru dari aset induk. Kalau dibilang 50% aset
tabarru; dari aset induk itu artinya secara kontribusi harusnya sama dengan induk.
Namun karena ini dana tabaru saja yang menjadi perbandingan itu akan sulit
mengejar 50% dana tabarru dari aset keseluruhan induk. Itu sangat akan sulit
menyamakan induk tidak bisa, mungkin baru akan dapat menyamakan sekitar 20
85
tahun atau lebih. Bisa dikatakan begitu memberatkan. Namun kalau penyamaannya
dengan aset kleseluruhan unit syariah mungkin masih bisa mengejar. Untuk sekarang
saja, dana tabaru itu mungkin hanya setengah dari premi. Dan dengan adanya “atau
10 tahun” itu akan bisa mendorong. Dengan waktu 10 tahun kita bisa mengejar
perusahaan induk. Justru kalau pemberlakuannya 3 tahun atau 4 tahun justru akan
terpaksa karena kita harus mempersiapkan semuanya. Kalau terpaksa khawatir
nantinya malah akan tutup. Jadi pemerintah mungkin beranggapan begitu.
Pentingkah perusahaan itu melakukan spin off?
Ya penting. Tetapi tidak kalah penting juga persiapannya. Memang ada perusahaan
belum ada UU dia sudah spin off. Belum besar dia sudah spin off akhirnya di awal
preminya kecil sekali, semestara secara company dia bukan unit lagi tapi sudah full
fledge. Namun size nya kecil dibandingkan dengan kita-kita yang masih unit. Untuk
melakukan spin off itu harus siap dan paham kondisi itui karena dia nekad untuk spin
off. Tetapi sekarang pertumbuhannya menjadi pesat, sedangkan unit syariah kan mau
lari seperti apapun masih ada peraturan dari induk.
Menurut ibu apakah kebijakan ini memberatkan?
Tidak, justru mendorong. Namun tergantung lagi pada company nya. Ada company
yang sangat niat membesarkan syariah sebelum aturan 10 tahun mungkin sudah siap
untuk spin off. Karena UU tidak melarang tapi untuk perusahaan yang tidak niat 10
tahun juga memberatkan, bahkan mungkin berniat untuk menutup unit syariah itu.
Untuk perusahaan ibu sendiri bagaimana?
Belum, karena tergantung direksi, pemegang saham. Yang satu mungkin semangat
tapi yang lain belum tentu. Kembali lagi kepada pematangan unit syariah itu sendiri,
kalau di perusahaan kita mungkin didorong memang membesarkan bisnisnya dahulu,
tidak akan spin off jika belum besar. Dari manajemen sudah mengangkat untuk itu,
misal premi 50% akan spin off di buatkan challenge.
86
Apa saja yang dipersiapkan untuk spin off agar unit syariahnya matang?
Infrastruktur, SDM. Apalagi diperusahaan ini kan produk ritel yang butuh service
network, karena nomor satunya adalah asuransi kendaraan. Artinya mempunyai
layanan diseluruh Indonesia. Berbeda jika kita bermain asuransi kapal atau corporate
(gedung-gedung) itu kan sekali premi mendapat besar dan cukup mendatangkan head
office. Kalau kendaraan kan harus menyediakan amergancy, ntwork sangat
dibutuhkan. Ini memang menjadi tugas kami sekali, untuk menyamakan network
dengan konvensional, servicenya itu lumayan ya pasti costnya juga besar. Tapi kalau
untuk marketing kita sudangmasing-masing. Namun dari segi operasional,service,
klaim, network begitu spin off lumayan untuk memisahkannya harus besar modal.
Kemudian premi, marketing industri asuransi syariah, masih bergantung pada bank,
leasing, mayoritas dari situ. Jadi sebaiknya aturan spin off juga ada untuk mendukung
lembaga lain. Dan aturan ini juga seharusnya ada suporting dari pemerintah.
Terutama dalam pengedukasian msyarakat yang mayoritas muslim.
Mengenai SDM yang sudah ada bagaimana cara meningkatkan kualitasnya?
- Membekali dengan skill yang sesuai denngan bidang masing-masing
- Membekali dengan pamahaman syariah
- Meningkatkan perekrutan denga latar belakang syariah
Proses perekrutan masih mengikuti konvensional. Dengan standarisasi masih sama
dengan konvensional, tetapi menambahkan dapat membaca AL-Qur’an, akidah, dan
akhlaq.
Training, ada training tentang kesyariahaan. Ada sertifikasinya juga. Yang kurang itu
hanya pemerintah kurang menekankan sertifikasi itu sendiri. Training dari perusahaan
biasanya ketika perekrutan. Dan akan merutinkan training untuk SDM dari
konvensional, misal bagian operasional, underwriting, aktuaria itu harus paham.
87
Apakah SDM yang ada ini bisa dikatakan siap untuk di ajak spin off?
Belum. Karena secara jumlah belum siap, kemampuan juga belum. Karena unit
syariah ini sementara baru pada pengembangan bisnis, belum operasional, finansial,
dan yang lain.
Lalu bagaimana solusi untuk kekurangan SDM?
dari company sudah mempersiapkan itu terbukti dari syariah sendiri kita bisnis, dan
untuk departemen saja ini departemen sistem yang mempersiapkan untuk spin off.
Mempersiapkan untuk bagian accounting, operasional dan lain-lain namun orangnya
terbatas. Karena premi masih kecil sehingga belum berani merekrut banyak orang di
unit syariah ini karena dampak cost akan besar.
Manajemen aset
Masih sangat jauh. Mungkin dana tabaru baru 1% dari aset induk. Karen
konvensionalnya terlalu besar sehingga sangat jauh untuk mengejar. Namun, memang
unit syariah ini nomor 2, itu karena melihat induknya yang begitu besar. Dan
memang mendapatkan penghargaan keseluruhan aset unit syariah. dan dana
tabarunya setengah dari jumlah aset keseluruhan aset unit syariah.
Menurut Ibu, memerlukan waktu berapa lama untuk memenuhi aset 50% itu?
Melihat dari kegiatan bisnisnya mungkin tidak cukup 10 tahun untuk mencapai 50%
aset tabaru. Jadi kalaupun spin off itu karena sudah 10 tahun. Mungkin butuh waktu
20-25 tahun agar dapat menandingi perusahaan induknya. Terlebih perusahaan
induknya ini memiliki grup dalam bisnisnya.
Bagaimana cara meningkatkan aset agar dapat mengejar 50% dana tabarru’?
Meningkatkan ekspansi bisnis, selain ketergantungan dengan industri syariah yang
lain,artinya harus mulai bersimpati bagaimana caranya agar produk syariah itu di
88
terima oleh masyarakat luas bukan hanya bidang asuransi. Dan mengedukasi
masyarakat yang masih belum mengerti akan asuransi syariah. mungkin pemerintah
dapat membantu mensosialisasikannya. Tidak hanya mensosialisasi kepada kalangan
yang sudang memiliki kendaraan saja. Karena sekarang ini yang diketahui
konvensional belum melirik ke arah situ. Bagaimana caranya orang tahu akan
asuransi syariah. seperti kemarin ada acara di ojk, pemateri orang malaysia. Di
Malaysia ekonomi syariah sudah mendarah daging, ketika orang menawarkan
asuransi itu pasti memilih asuransi syariah karena terdapat asas tolong menolong,
yang telah mereka pahami. Kalau di Indonesia bukan melihat tentang nilai
kemanusiaannya melainkan melihat harga. Dan akhirnya syariah kalah karena
harganya lebih mahal dibanding dengan konvensional. Yang masih menjadi
pekerjaan rumahnya itu bagaimana perusahaan dapat kompetitif, karena masyarakat
kita masih berpikir rasional belum religius, label halal belum kuat untuk menjadikan
mereka beralih ke syariah.
Selain itu dapat menginovasi dengan asuransi mikro, namun kelemahan dari asuransi
mikro ini adalah costnya yang tinggi apalagi harus ekspansi ke pelosok-pelosok
daerah itu akan menambah SDM dan sudah pasti menambah cost.
Terkait dengan infrastruktur, apa saja yang harus dipersiapkan?
Infrastruktur masih menyatu dengan induk. Yang terlu di persiapkan adalah struktur
organisasi, jadi memikirkan berbagai macam seperti keungan, teknik underwriting,
operasional, service, termasuk kantor cabang network untuk layanan di seruluh
indonesia dan sistem itu semua harus siap. Kesiapan struktur juga menunjang siapnya
pelaksanaan spin off.
Untuk meningkatkan minat pasar, di unit ini apa yang menjadi pembeda di
mata nasabah dengan perusahaan lain?
89
Dibandingkan dengan asuransi lain, karena salah satu keuntungan belum spin off itu
karena masih membawa nama besar perusahaan induk. Yang masih memakai nama
perusahaan ini yang mana sudah terkenal jadi unit syariah ini tidak perlu mengiklan
sendiri tapi ikut konvensional. Seperti iklan yang ada di tv, radio unit syariah ini
masih sama servicenya dengan konvensional. Hanya saja strateginya unit syariah itu
di market kita menonjolkan bahwa service yang kita tawarkan itu sebenarnya sama
yang dimiliki oleh konvensional tetapi dengan pengelolaan yang syariah.
Bagaimana cara unit syariah mempermudah layanan kepada nasabah?
Memperbanyak network, kantor cabang yang tersedia sekarang sekitar 40 outlet yang
ada. Syariah masih menyatu dengan spin off, namun mungkin nanti ketika spin off
dilihat siapa yang akan membeli saham tersebut. Unit syariah ini dapat menggunakan
salah satu strategi BRI. BRI itu kan sudah spin off, akan tetapi BRI yang
konvensional masih melayani ATM untuk syariah. jikalau sudah spin off nanti tidak
bia langsung sendiri-sendiri, masih kerjasama dengan perusahaan induk dengan
membayar berapa persen dari fasilitas yang digunakan oleh anak perusahaan syariah
tersebut. Agar ketika unit syariah ini sudah spin off, tidak terjadi penurunan
pelayanan.
Kalau sudah spin off infrastrukturnya itu sendiri bagaimana? Misal gedung.
Itu kembali pada para pembeli saham. Jika pembelinya masih ada hubungan dengan
perusahaan induk, maka masih bisa bergabung dengan gedung yang sudah ada. Dan
terdapat pembicaraan mengenai operasionalnya. Tetapi jika yang membeli tidak ada
hubungannya dengan perusahaan induk maka akan terputus.
Dari manajemen, sudah berapa persen persiapannya dan apa saja treatment
yang dilakukan agar dapat mendukung unit syariah melakukan spin off?
90
Secara umum baru 40%, manajemen sebetulnya sudah lumayan serius. Terbukti
selalu dilakukan review terhadap kinerja-kinerja setiap departemen. Dan jika ada isu
terbaru mengenai perkembangan syariah, selalu melakukan koordinasi.
Apakah ketika sudah spin off nanti masih mendapat kontrol dari induk atau
tidak?
Tergantung. Pada pemegang saham. Namun yang menjadi pilihan sekarang, unit
syariah ini mau tutup atau lanjut dan spin off.
Langkah apa saja yang sudah dilakukan untuk mencapai spin off?
Yang harus dan selalu dilakukan adalah memperbesar bisnis, karena untuk memenuhi
50% dana tabarru’, profit dari kegiatan bisnis. Itu yang mesti d perhatikan, setiap
tahun harus selalu meningkat. Intinya memperbesar size dulu, agar ketika spin off
tidak goyang karena memiliki cukup banyak tabungan.
91
Hasil wawancara : Pak Wahyudin Rahman
Selaku : Pelaku Bisnis Asuransi Syariah
Tempat : Jl. Abdul Muis No. 110 Jakarta Pusat
Bagaimana pandangan perusahaan mengenai kebijakan spin off yang
dianjurkan oleh pemerintah?
PT asuransi asei indonesia khususnya units syariah, telah mengkaji peraturan yang
dibuat oleh pemerintah UU No. 40 Tahun 2014 kita sebenarnya menyambut baik
aturan tersebut maksimal memang 10 tahun sejak diberlakukannya undang-undang.
PT asuransi asei unit syariah ini baru berdiri tahun 2012. Kita sudah menyiapkan
rancangan jangka panjang atau rancangan di RAAP kita maksimal tahun 2020 sudah
spin off. Jadi, kita menyambut baik lalu mengkaji lebih lanjut dan segera menyiapkan
walaupun belum full 100%.
92
Bagaimana mengenai perpanjangan waktu berlaku spin off yang rencana awal
itu 3 tercantum dalam RUU namun setelah disahkannya UU menjadi 10 tahun
bagaimana pandangan bapak?
Memang di RUU ittu disebutkan 3 tahun, banyak dasar dan faktor yang mengubah
jangka waktu tersebut berdasarkan dari praktisi-praktisi asuransi dan ruang
lingkupnya seperti apa. OJK atau regulator melihat industri terlebih dahulu kemudian
menanyakan lebih lanjut kepada pelaku bisnis asuransi syariah, terjadinya penundaan
tersebut hal yang wajar sebenarnya makanya dari itu fungsi di buatkannya RUU itu
untuk dikaji lebih lanjut. Jadi menurut kita itu wajar, apalagi perusahaan kami baru
berdiri dan memang salah satu dari teman-teman industri asuransi syariah pun
perusahaan yang sudah lama saja belum siap jika jangka waktunya 3 tahun. Sekali
pun misal untuk pemeran utama di industri asuransi atau yang paling tinggi asuransi
A juga mengatakan belum siap untuk spin off. Tentunya pasti ada persyaratan lain
seperti asetnya 50% dari aset induk dan dll.
Seberapa penting perusahaan melakukan spin off?
Di manajemen terdapat 2 pandangan. Pertama mendukung spin off dalam artian
asuransi syariah adalah lembaga khusus yang sebaiknya dibedakan ibaratnya tidak
ada perusahaan dalam perusahaan, mereka bisa mendukung full karena sistem yang
berbeda, kemudian ada jangka waktu yang perlu disiapkan untuk spin off tsb.
Stakeholder, komisaris, pemegang saham yang lain tidaklah mengkin memperhatikan
juga mengenai profitnya walaupun memang asuransi syariah kan prinsip dan azas nya
tolong-menolong. Jadi feedback berupa profit juga menjadi pertimbangan untuk
dilakukannya spin off. Kedua mengenai pandangan untuk manajemen yang tidak
mendukung spin off, keterkaitan memang adanya infrastruktur yang sangat rendah
dan perlu persiapan, dalam hal ini mungkin SDM, lokasi cabang dll ada pandangan
manajemen yang seperti itu yang memang tidak perlu spin off atau memang nanti.
93
Menurut pandangan saya, dengan adanya peraturan ini membuat manajemen itu
semakin terbuka untuk segera spin off alaupun ada tenggang waktunya. Jadi dengan
adanya aturan kita merasa terbantu, karena dengan syariah itu sendiri harus mandiri
dan juga yang menjadi tolak ukur itu perkembangan asuransi syariah market share
nya baru 3-4% jadi selain itu regulasi juga harus mendukung dari unit syariah itu
sendiri dengan memperluas kebijakan-kebijakan tentang asuransi syariah.
Apakah kebijakan ini memberatkan?
Kalau dari manajemen, tidak. Karena dengan ada aturan yang relevan dan dikaji
lebih matang, kemudian sudah ada dispensasi waktu saya rasa tidak memberatkan.
Lalu sebenarnya apa saja yang harus dipersiapkan?
Dalam mempersiapkan tentunya kita pastinya mempersiapkan infrastruktur, kalau di
perusahaan kami itu sudah membagi struktur fungsional. Marketing, underwriting,
operasional, dan lain-lain untuk mensiapkan spin off itu agar kita lebih mandiri agar
setelah spin off kita sudah bisa langsung jalan. Keterkaitan infrastruktur yang masih
menggunakan jaringan bengkel induk itu dikompromikan lebih lanjut sebatas tidak
ada pertentangan dan perselisihan. Jadi yang perlu dipersiapkan pertama kali itu
adalah infrastruktur kalau masalah teknik itu problemnya gampang sambil jalan itu
bisa disesuaikan.
Infrastruktur paling utama, personil, sistem, lalu menggunakan teknik underwriting,
aktuaria, itu bisa dipersiapkan secara paralel.
Bagaimana cara meningkatkan SDM itu sendiri dari kuantitas dan kualitas?
Memang SDM asuransi syariah sangat kurang, jadi saya sangat mendukung sekali
universitas yang membuka program studi asuransi syariah. karena asuransi itu
complecated apalgi itu syariah cara operasionalnya. Mengenai keterbatasan ini yang
kita sikapi salah satunya banyak training dari unit syariah sekalin training dari
94
eksternal. Tentunya manajemen melihat bahwa pendidikan untuk ausransi syraiah itu
sangat perlu dan penting, kesiapan untuk mengisis posisi fungsional dan untuk
mengisi dovoso masing-masing sebelum spin off. Walaupun kualitasnya kurang, kita
disini mengedukasi karyawan yang tetap selain dapat menarik dari eksternal, krena
memang jumlahnya terbatas selain kualitas yan terbatas.
Training seperti apa saja?
- Skill asuransi syariah itu sendiri, termasuk operasional azas prinsip dasar
darai muamalah, konsep ekonomi luas, khusus itu di training .
Apakan ada kriteria khusus untuk merekrut SDM untuk menutupi
kekurangan?
Itu kita kebnyakan mengambil magang atau bisa langsung for head juga bisa,
biasanya mengambil mahasiswa magang dari Trisaksi, STMA, UIN setelah itu di
training tentang pengetahuan asuransi syariah. dan memang kita kesusahan untuk
mencari SDM yang mengerti marketing asurasi syariah.
apa saja yang diberikan perushahaan selain training agar karyawan sapat
meningkatkan kinerjanya?
Pasti, untuk meningkatkan kinerja karyawan kita menghitung dari bentuk apa yang
telah dia perbuat untuk perusahaan pasti kita akan membalas dengan setimpal pula.
Gaji, honor, atau insentif lebih lanjut. Apalagi kita notabene BUMN jadi kita
memang harus sesuai dalam memberikan kompensasi sebagai hak, sesuai dengan
kewajiban yang telah dia lakukan untuk perusahaan. Pasti perusahaan
mnyeimbangkan seperti itu. Memang di BUMN itu banyak tunjangan tetapi itu hanya
untuk beberapa karyawan yang sudah organik atau tetap. Kalau untuk yang belum,
tetap diberikan seperti kontrak, outsourching pasti seimbang pula kompensasinya.
95
Dengan SDM yang ada sekarang bisa dikatakan sudah siap atau belum untuk
diajak spin off?
Kalau dinyatakan belum siap sih sangat relatif, jadi kita menyiapkan sampai hari H.
Kalau bentuk kesaipannya adalah kita punya tolak ukur untuk saat ini kita sudah 60%
siap 40% nya sambil berjalan. Sudah diatur sedemikian rupa untuk segera mandiri.
Untuk aset sendiri apakan unit syariah ini memiliki masalah?
Aset kita masih di bawah 40 M. Pada saat pendirian itu sekitar 26 M. Jadi aset kita
mengalami pertumbuhan cukup pesat. Kalau aset kita tidak mengalami kendala
karena manajemen induk sudah mendukung dan ditambahkan asetnya. Terutama
modal untuk kesiapan jadi perusahaan, kita tidak masalah dengan aset. Jika
manajemen sudah mendukung kita akan menambah aset untuk kesiapan modal.
Menambahkannya dengan menggiatkan ekspansi bisnis, atau mendapatkan suntikan
dari induk.
Perusahaan yang bapak mengalami cukup pesat pertumbuhannya ya?
Peluang asuransi syariah cukup besar sebenarnya, terutama dengan adanya pemain
utama bisnis seperti perbankan syariah, leasing syariah, serta daya beli masyarakat
yang cukup tinggi terhadap asuransi syariah. karena masyarakat sekarang sudah
cukup terbuka dan mengerti tentang asuransi syariah. jadi otomatis menambah juga
pertumbuh secara keseluruhan industri asuransi syariah. tentunya dengan
penggalakan-penggalakan geraka ekonomi syariah, ada pasar rakyat syariah yang di
galangkan ojk tentunya potensi ke depan semakin besar. Unit syariah kita dari tahun
2012 itu memang sangat tinggi pertumbuhannya sehingga manajemen pun melihat
potensinya sangat besar jadi itu juga yang menjadikan dipercepatnya pelaksanaan
spin off oleh manajemen dari hal tersebut juga.
Pertumbuhan aset pertahun di unit syariah itu sendiri berapa persen?
96
Pertumbuhannya sekitar 35-40% setiap tahun. 2013 masih di 30 M dan 2014 sekitar
40 M.
Berapa persen dana tabarru jika dibandingkan dengan aset perusahaan induk ?
Aset tabarru kita masih sangat kecil, karena jumlah keseluruhan aset itu kebanyakn
dari hasil investasi. Tabarru kita memang belum di investasikan. Tentunya ke
instrumen yang syariah juga. Kalau itu bisa dibilang dari 5-10% masih sangat kecil.
Masih jauh untuk mengejar, kecuali memang jika dibandingkan dengan perusahaan-
perusahaan yang sudah lama berdiri seperti Jasindo, adira.
Kira-kira dibutuhkan waktu berapa lama untuk mencapai aset 50% dari
perusahaan induk?
Untuk mencapainya itu memang agak sulit, tetapi jika Allah sudah berkehendak
semua pasti mungkin. Tapi kita melihat realitanya pertahun seperti apa, bayangan kita
dalam tahun 2020 itu memang tidak dapat encapai 50% aset induk karena aset nduk
kita cukup besar. Kita tidak perlu mencapai, kalau kita sudah siap untuk spin off
silahkan saja. OJK memberikan persyaratan ini maksimal 50%, mungkin itu bisa
dikatakan wajib. Mungkin jika untuk asuransi yang sudah cukup besar saja mungkin
belum bisa. Jadi kalau untuk di unit syariah ini kita tidak mungkin tahun 2020 ini
mencapai 50% aset dari aset induk, tapi target kita untuk spin off 2020 itu in syaa
Allah bisa.
Langkah apa saja yang lakukan untuk meningkat pendapatan aset?
Pertama yang dilakukan adalah kita menggunakan dari dana tabarru, dan
memperbanyak investasi, lalu kita akan meningkatkan penjualan produk lalu kita
perlu dukungannya dari induk.
Sejauh ini instrumen dari investasi itu besarkah kontribusinya?
97
Memang hampir 65% hasil investasi dari dana ujroh perusahaan. Karena dana tabrru
itu kita gunakan untuik cadangan pengklaiman. Agar tidak terjadi defisit dana tabrru
untuk memenuhi klaim nasabah, bahkan pertumbuhannya itu naik. Menggukana
instrumen investasi dari dana tabarru pun kita belum.
Mengenai aset apakah bisa dikatakan siap untuk spin off?
Sudah siap, Cuma kesimpulan manajemen mungkin ada pertimbangan lain sehingga
kesiapan yang telah kami lakukan baru 60%. Namun, kita juga sedang melengkapi
infrastruktur yang lengkap seperti kantor cabang kita masih office channeling, satu
kantor cabang satu orang marketing syariah. nanti tahun 2017 hingga 2018 kita akan
menyediakan sendiri kantor cabang syariah.
Terkait dengan infrastruktur, apa saja yang perlu dipersiapkan?
Yang pertama sistem, sistem ini sudah harus baku dalam artian jangan tanpa adanya
suatu personil. Ganti rolling, tidak mempengaruhi sistem yang telah kita buat untuk
bisnis. Tentunya sistem ini bukan sistem aplikasi, sistem disini sistem proses bisnis
kerja, sistem aplikasi informasi teknologi, termasuk penerbitan polis pakai sistem
teknologi, akuntansi, keungannya seperti itu lalu, selain sistem sumber daya manusia,
lalu infrastruktur cabang yang harus di persiapkan. Yang terakhir penyempurnaan
dari kebijakan-kebijakan manajemen yang telah dibuat untuk lebih mendukung
operasional.
Cara apa saja yang telah dilakukan untuk memberikan pelayanan terbaik
untuk peserta?
Berdasarkan survei memang pelayanan kita adalah salah satu pelayanan tercepat,
dengan aplikasi kita penutupan dari perbankan lalu di analisa dan di quote oleh
underwriter itu kalau klaim di bawah 30 M itu bisa dilakukan dalam waktu 30 menit.
98
Jadi sementara pelayanan kita utamanya service exelent, pelayanan dalam percepatan
eksertasi dan juga pelayanan terhadap klaim. Memang banyak pengakuan dari
nasabah itu sangat senang.
Sejauh ini sudah berapa banyak pak kantor cabangnya?
Kantor cabang unit syariah baru satu saja di jabodetabek.
Apa yang membuat perusahaan bapak ini menjadi berbeda dengan yang lain?
Kita lebih mengutamakan pelayanan sehingga costumer puas. Yang menjadi ciri kash
kita adalah service exelent, lalu kekuatan kita adalah dari BUMN sehingga untuk
finansial kita sangat kuat, marketing kita sering melakukan edukasi kepada klien
seperti perbankan, broker, costumer (corporate).
Seberapa persen kesiapan manajemen untuk melakukan spin off?
Manajemen tentunya memperhatikan faktor-faktor terhadap kontribusi premi yang
telah diberikan unit syariah berdasarkan penglaman di tahun 2012 dan 2013. Lalu
rencana jangka panjang dari unit syariah itu sendiri kesiapannya tahun berapa, dan
juga mengenai infrastruktur dan sistem. Setelah di pertimbangkan semuanya
manajemen kita akan memberikan keputusan lebih lanjut, secara rancangan jangka
panjang manajemen sudah menyetujui kita maksimal tahun 2020 untuk spin off.
Sudah siap 100%, kalau sekarang belum siap.
Treatment yang dilakukan oleh manajemen?
Treatment nya yang pertama adalah menyuntik modal lebih lanjut, lalu mendukung
usaha-usaha unit syariah untuk lebih mandiri lagi, mungkin lebih lanjut akan
menambah SDM nya sesuai dengan jangka panjang yang telah di rencanakan.
99
dalam spin off inikan kita membutuhkan modal yang sangat banyak untuk
mempersiapkan semuanya, harus menarik banyak investor apa saja yang sudah
dilakukan oleh manajemen?
Kalau untuk saham kita belum, karena memang kemungkinan induk kita yang akan
full untuk menyuntik modal kalau dari luar belum. Jadi kalau pun spin off nanti tetap
membawa nama perusahaan induk juga.
Setelah spin off pasti kah untuk tetap mendapatkan kontrol dari perusahaan
induk?
Ya Pasti, mungkin kontrol secara keseluruhan saja tidak berperan aktif mengatur.
Tetapi melihat apa saja yang telah diberikan oleh perusahaan syariah setelah spin off
itu sendiri. Mau tidak mau induk pasti masih sering membantu. Tidak dilepas begitu
saja.
Untuk mengisi posisi-posisi strategis disuatu perusahaan asuransi nanti apakah
sudah ada SDM tertentu yang di treatment untuk di jadikan semisal kepala
kantor cabang?
Kalau gambaran untuk orang tertentu sudah ada, namun terkait dengan kesediaan
orang tersebut juga harus diperhatikan. Mau atau tidak, dan memang untuk struktur
itu baru akan dibicarakan pada tahun 2017 awal. Jadi 3 tahun sebelum spin off,
karena masih sangat dini jika dibicarakan dalam waktu dekat.
bagaimana saran untuk OJK kepada unit syariah selaku regulator?
Ojk sebenarnya selama ini sudah sangat baik selaku regulator, telah memberikan
andil untuk asuransi syariah di Indonesia. Tentunya ke depan peran OJK perlu
ditingkatkan lagi membuka peluang-peluang bisnis dan peraturan-peraturan bagi
asuransi syariah agar dapat berkembang dengan cepat. Meningkatkan kajian-kajian
100
tentang asuransi syariah agar lebih luar lagi ekspansi untuk asuransi syariah di
Indonesia. OJK sudah sangat baik memberi peran.
101
Hasil Wawancara : Drs. Agustianto Mingka, M.Si
Selaku : Pakar Ekonomi Syariah
Tempat : Ciputat
Bagaimana pandangan bapak mengenai kebijakan spin off yang dianjurkan
oleh pemerintah?
Kebijakan spin off yang dianjurkan oleh pemerintah, secara umum memiliki tujuan
dan dampak yang positif, antara lain:
- Mendorong pertumbuhan asuransi syariah lebih signifikan. Membuat asuransi
syariah bisa lebih mandiri.
- Dengan spin off ini terlihat keseriusan pelaku industri untuk menerapkan
prinsip syariah dalam kegiatan bisnisnya. Sehingga keberadaan lembaga
asuransi bukan sekedar ada melainkan keberadaannya benar-benar
dibutuhkan.
Dan sebagaimana kita lihat sebagian besar bank syariah yang lahir karena spin off
seperti BNI, BRI, BCA, Bukopin. Namun, harus kita cermati secara mendalam bahwa
kebijakan spin off itu sebenarnya walaupun ada tujuan-tujuan yang positif tetapi juga
sesungguhnya kebijakan spin off itu bersifat situasional. Jadi tidak bisa dipaksakan.
Karena itu kebijakan spin off bukan merupakan sebuah kewajiban, melainkan hanya
sebagai anjuran. Banyak perusahaan-perusahaan yang lebih nyaman dan lebih
berkembang, lebih produktif jika masih berbentuk unit syariah. apabila induknya
memiliki perhatian yang khusus terhadapunit usaha syariahnya. Jadi kalau nanti di
spin off maka itu sama sekali manajemennya terpisah bahkan teknologinya pun
102
terpisah. Tetapi kalau masih unti syariah maka dia berada dalam pengaturan,
pengontrolan, pengawasan induknya. Sehingga kebijakan spin off itu kadang tidak
lebih baik. Misal bank CIMB Niaga syariah, Bank Permata. Mereka itu lebih nyaman
dengan induknya sehingga tetap sebagai unit syariah. tidak terpisah dari induknya.
Hal itu disebabkan karena pihak manajemen dari perusahaan induk memberikan
perhatian yang serius kepada anak perusahaannya. Dengan demikian pertumbuhan
unit syariah itu mengimbangi bahkan bisa melebihi konvensional.
Terutama dari segi tenologi jadi apapun kebijakan pusat itu sama dengan unit syariah.
berbeda jika sudah spin off. Sering kali kebijakan itu berbeda dengan anak
perusahaannya sehingga anak perusahaan ini bisa terpinggurkan. Misal BNI
konvensional dengan BNI syariah banyak produk-produk yang ditemukan di
konvensional bisa tapi di syariah tidak bisa digunakan. Seperti pembelian elektronik
tertentu, merchand-merchand tertentu, kalau konvensional itu mendapatkan diskon
spesial, kalau di syariah tidak. Itu dampak dari terpisahnya secara spin off karena itu
spin off tergantung pada manajemennya.
Mengenai pemunduran waktu rencana 3 tahun menjadi 10?
Penundaan itu merupakan kebijaakn yang sudah sangat tepat. Karena itu akan
semakin memperpanjang nafas dan kesempatan bagi unit syariah ini untuk
menyiapkan segala yang terkait dengan spin off itu. Semisal terkait dengan modal,
infrastruktur, SDM, corporate culture, itu akan semakin mematangkan perusahaan
tertentu untuk melakukan spin off. Kalau 10 tahun itu sebenarnya waktu yang singkat
kalau lembaga perbankan bahkan itu malah sampai 15 tahun. Ketika mencapai 15
tahun sekalipun banyak juga lembaga –lembaga perbankan yang belum siap dan dia
lebih senang jiak berada di bawah induknya. Jadi penundaan itu sudah semestinya,
bahkan bila perlu ditambahkan masa penundaannya selama 15 tahun paling lama. Itu
bukan berarti 15 tahun baru boleh spin off, kalau dalam waktu singkat sekarang tiba-
tiba aset syariah itu 50%, dan sudah banyak memungkinkan untuk membuat jaringan
103
sendiri, dengan biaya-biaya tertentu. Maka spin off mungkin bisa dilakukan, semakin
lama ya semakin baik.
seberapa penting spin off harus dilakukan oleh unit syariah?
spin off itu untuk mengukur kepentigan itu tergantung kondisi masing-masing
perusahaan. Mungkin bagi perusahaan tertentu melakukan spin off malah membuat
kemunduran, kalau misal modalnya tidak memadai, perhatian dari manajemen tidak
ada dan dia menganggap itu sudah berpisah dengan anaknya dan tidak mempedulikan
perkembangan anaknya. Segala sesuatunya memang harus disiapkan. Jadi sebaiknya
kebijakan spin off itu harus di kaji kembali oleh pemerintah, sifaynya bukan perintah
wajib untuk dilakukan 10 tahun ke depan walaupun tadi tujuannya itu memang baik
untuk unit syariah. itu pada umumnya, tapi tidak semuanya lembaga berbentuk unit
syariah seperti itu, karena melihat pengalaman di perbankan banyak bank yang lebih
suka tidak spin off. Malah kalau dipaksa terlalu dini bisa makin menyulitkan, karena
masih banyak keterbatasan modal, sedangkan harus banyak membuat cabang, punya
teknologi sendiri. Sementara dia tidak mempunyai cukup dana untuk itu. Akhirnya
dia sulit berkembang tapi kalau berlindung pada induknya apapun yang dikerjakan
oleh induknya itu akan dilaksankana oleh anaknya. Unit syariah itu perlu dibantu,
perlu didukung.
SDM seperti apa yang mendukung untuk tercapainya spin off?
Itu banyak kompetensi yang harus dimiliki oleh SDM yang akan ditempatkan
diperusahaan yang sudah spin off. SDM yang memiliki kompetensi dan standar
tergantung masing-masing bidang. Secara umum, dia harus mendalami:
- Pemahaman tentang syariah
- Tentang konsep-konsep dasar Fiqh muamalat
- Kemudian juga dia harus memahami nilai-nilai akhlaq, syariah, dan etika. Ini
dari aspek kompetensi.
104
- Memiliki kemampuan menentukan boleh tidaknya sebuah produk melalinkan
juga bisa melakukan pengembangan produk atau produk development,
melakukan inovasi produk, karena itu SDM harus di training denga berbagai
kompetensi. Kemudian sama halnya dengan SDM-SDM lainnya mereka itu
harus disertifikasi misal untuk marketing harus ada standarisasi khusus.
- Menguasai operasional perusahaannya.
- Aktuaria, underwriting, teknologi. Itu yang harus dimiliki SDM dan itu
memang prosesnya panjang. Jadi pemimpin-pemimpin, direksi, divis, atau
head itu sudah umumnya adalah orang-orang lama yang sudah memiliki
perjalanan yang cukup untuk memimpin, menggerakkan, dan
mengembangkan, bisnis asuransi syariah.
- Akuntansinya itu juga harus dipahami dengan biak, dan menyusun SOP itu
juga harus sudah dimiliki oleh para SDM syariah. tidak tertinggal DSN yang
sudah tersertifikat oleh MUI.
Bagaimana agar unit syariah itu melaksanakan training internal demi
menigkatkan mutu SDM?
Training untuk SDM itu sebenarnya merupakan keharusan terutama terhadap
karyawan yang baru di rekrut baik dari konvensional maupun syariah atau perusahaan
yang belum memiliki pengalaman dari bidanng manajemen pengelolaan perusahaan
asuransi syariah. training ini juga harus bersifat aplikatif dan itu biasanya disertai
dengan kegiatan magang, on the job training. Setiap bulan melahirkan officer-officer
perusahaan asuransi. Dan itu merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan untuk
menjadi sebuah perusahaan yang bisa melakukan spin off.
Ketika nanti spin off maka perusahaan itu betul-betul kuat serta memang jika dana
tabarru’ sudah kuat maka para pemilik saham memiliki (21 detik) yang cukup kuat
untuk mendirikan perusahaan syariah, karena untuk mencapai 50% dana tabarru’ itu
105
memang membutuhkan waktu jangka panjang. Sehingga dengan jangka waktu yang
panjang itu, unit syariah ini bisa lebih mempersiapkan dengan matang dan tidak
bersifat mendadak. Jadi dengan waktu 10 tahun itu sudah menjadi batasan waktu
yang minimal. Jika di banding kan dengan perbankan itu 15 tahun. Karena
pertumbuhan asuransi ini juga yang normal dan tidak menunjukkan pertumbuhan
yang signifakan jika dibandingkan dengan konvensional.
Untuk menguatkan dari finansial selain dari dana tabarru itu dari apa lagi?
Dana tabarru itu kan satu bagian dari empat bagian di aset unit syariah, selain dana
tabarru’ itu ada ujroh perusahaan, dana cadangan tabarru’, dana investasi, kemudian
ada ujroh untuk marketing. Dana tabarru’ nya mungkin 20%.
Untuk menguatkan dana tabaru itu harus melakukan pemasaran secara rutin, dan
harus memiliki tenaga ahli misal aktuaris. Dimana seorang aktuaris harus ahli dalam
memperhitungkan resiko, karena dengan resiko yang rendah maka dana tabarru akan
tetap kuat dengan sedikit pembayaran klaim.
Bagaimana menurut bapak untuk meningkatkan pelayanan kepada para
peserta asuransi?
Kalau untuk peningkatan pelayanan, yang harus dilakukan oleh para industri mereka
ini harus di training supaya memiliki service exelent yang memuaskan kepada para
nasabahnya. Atau memberikan fasilitas-fasilitas yang mengutungkan, misalnya
dengan melakukan investasi-investasi jadi pelayanan itu harus betul-betul
professional, cepat dan tidak berbelit-belit. Karena ini kekurangan dari syariah itu
kalah cepat dalam menangani klaim-klaim asuransi. Jangan mempersulitkan yang
tidak perlu. (8 menit)
Apa saja yang perlu dipersiapkan untuk infrastruktur ini?
106
Infrastruktur untuk spin off, yang perlu dipersiapkan itu tentu teknologi, sistem,
pelayanan kantor yang memadai, bekerja sama dengan perbankan syariah, seluruh
ketentuan-ketentuan berupa SOP, memiliki produk yang sudah mendapat persetujuan
dari ojk ketika akan beroperasi menjadi sebuah perusahaan. Dan memiliki dewan
pengawas syariah.
Mengenai manajemen, kebanyakan manajemen tidak begitu mendukung untuk
melakukan spin off. Karena kebanyakan bukan dari kalangan-kalangan yang
ingin membesarkan syariah. saran bapak bagaimana?
Ya memang upaya untuk spin off itu tidak bisa dipaksakan, itu muncul dari orang-
orang yang memiliki riroh. Riroh bisnis dan riroh spiritual, untuk membesarkan
syariah itu. Jadi ya wajar sekali dalam ausransi-asuransi tertentu itu mereka memang
tdk menginginkan spin off, ingin tetap berada di bawah induknya. Jadi nanti akan
terlihat, siapa yang ingin benar-benar membesarkan syariah itu atau (12 menit)
Menurut bapak, bagaimana seharusnya treatment yang harus dilakukan
manajemen untuk pencapaian spin off?
Kalau untuk spin off itu, memang kebijakan dari para petinggi atau para pejabat
teratas di suatu perusahaan bukan dari orang-orang bawah. Kemudian dari para
pemegang saham. Jadi memang spin off itu baru bisa berjalan dan diwujudkan ketika
posisinya bagaimana kita bisa mempengaruhi dan bisa memberikan penjelasan
kepada pemegang saham dan para komisaris tentang manfaat dan peluang syariah
kedepan. Kalau peluang bisnis syariah ini menjanjikan dan memadai dilihat dari
pilar-pilar tadi seperti SDM, aset, infrastruktur dan bisa bertahan lama itu sebenarnya
bukan sesuatu yang mustahil bahwa dengan spin off itu bisa menjanjikan. Selain itu
para pemegang saham, komisaris, itu harus memiliki keinginan yang sama dan
pemahaman yang sama untuk melakukan spin off itu. Kalau tidak maka upaya spin
107
off akan mengalami kesulitan-kesulitan, tidak lancar dan tidak mulus. Seperti bank-
bank yang setelah spin off mereka jalan di tempat seperti BCA syariah, Victoria
karena indunya membiarkan dan berjalan sendiri. Bantuan dari perusahaan induk
yang bisa dilukukan itu misal bisa menggukan mesin atm konvensional, tetapi
menurut mereka itu merupakan sesuatu yang sangat mahal.
Jadi walaupun sudah spin off apakah harus tetap mendapat kontrol dari
perusahaan induknya?
Iya, namanya anak perusahaan jadi dia harus tetap ada, jangan dibiarkan perusahaan
syariah yang baru ini berdiri sendiritanpa arahan. Seperti harus mendorong,
mendukung.
Secara keseluruhan, bagaimana menurut pandangan bapak tentang industri
asuransi ini untuk melakukan spin off?
Spin off itu tergantung. Bisa sebagian ada yang siap dan sebagian kemungkinan
dalam pandangan saya ada yang belum siap.
108
Hasil Wawancara :Pak Aris Wisnuadji, SE., AAAI-K
Selaku : Pelaku Bisnis Asuransi Syariah
Tempat : Jl. Mampang Prapatan Kav. 18, Mamapang – Jakarta
Selatan
Pandangan perusahaan mengenai kebijakan Spin off yang dianjurkan oleh
pemerintah?
Kalau pandangan dari perusahaan kami, syariah memang seharusnya spin off karena
agar syariah dapat lebih focus serta lebih maju dan untuk kondisi perusahaan kami
belum bisa melakukan spin off, sebenarnya bisa dilakukannya spin off tetapi untuk
jangka waktu 1- 2 tahun kedepan kami baru bisa siap karena dalam spin off ini perlu
di perhatikan beberapa aspek seperti sarana prasarana dan armada harus siap baru
bisa spin off dan melihat juga hasil produsksi kita jika sudah mnecapai yang
109
diharapkan baru bisa spin off dan juga dilihat dari premi juga baru dilakukan spin off,
karena dibutuhkan cukup banyak biaya. Karena kesiapan juga dapat dari kantor
cabang itu syarat dari OJK nya, dari sisi tenaga ahli syariahnya. sebenarnya divisi
syariah yang ada di perusahaan kami itu ada sejak tahun 2008 baru sebatas divisi.
Namun tahun 2014 kemarin berubah menjadi unit usaha karena itu persiapan dari
spin off. Kemudian kami sudah memiliki kantor cabang khusus syariah.
Seberapa penting perusahaan mengaggap spin off harus dilakukan ?
Tergantung masing-masing perusahaan. Karena jika beberapa perusahaan berniat
melakukan spin off untuk mengembangkan bisnis syariah dan menganggap spin off
penting maka harus dilakkukan. Tetapi berbeda jika masih menganggap divisi syariah
hanya sambil lalu tidak dianggap terlalu penting.
Sebelum adanya divisi syariah ?
Unit usaha syariah yang punya satu kantor cabang syariah karena ojk mensyaratkan
satu kantor cabang disetiap bank2, pada sebelumnya kita banyak menggandeng bris
karena kita anak perusahaan dari salah satu Bank.
Masalah kantor bagaimana?
Untuk masalah kantor masih di kantor konven, sembari menghitung provit beban
operasional. Karena cukup besar fixed costnya.
Yang dipersiapkan perusahaan untuk spin off?
Pengajuan ke ojk seperti perizinan berkaitan dengan regulasi.
Peningkatan sdm untuk melakukan spin off?
110
Dengan cara merekrut sdm basic syariah yang siap untuk siap dan mau
ditempatkan disyariah dan juga harus bisa memahami syariah, agak sulit
untuk mendapatkan produk jadi tetappi kita dapat menggunakan cara
workshop atau pelatihan untuk membina sdm
Memahami pelaku bisnis syariah, ada workshop untuk meningkatkan
pengetahuan.
Aktif di asosiasi asuransi syariah.
Jadi memang dari sdm yang memiliki basic syariah yang sudah ada sedikit ya?
Sangat sedikit sekali, namun dapat merekrut dari perusahaan induk dan setelah itu
diwajibkan mengikuti serifikasi-sertifikasi agar memilki pemahaman syariah yang
baik. Dan ikut aktif di asosiasi.
Sdm yang masih harus direkrut bagaimana?
Memilih SDM dari lulusan dengan basic syariah.
Apakah ada training sendiri dan bagiamana bentuk training ?
Training yang akan dilakukan masih sedang dipersiapkan oleh manajemen. Seperti
underwriting syariah, aktuaria syariah, marketing syariah.
Apakah ada training sendiri untuk rekrutan?
Iya tergantung dari divisi masing-masing karena dalam setiap posisi pasti berbeda
karena dalam setiap posisi berbeda yang akan dihadapi dan setiap posisi harus benar-
benar memahami teknisnya agar tugas-tugas dapat terselesaikan dengan baik.
Selain yang diberikan training apa lagi yang diberikan perusahaan untuk
memotivasi karyawan?
Yaitu dengan bonus bagi karyawan, perusahaan menerapkan reward and punishment.
Reward and punishment nya itu yang sesuai dengan kebijakan dan kinerja karyawan.
111
Bagamaina perusahaan mensiasati kekurangan sdm?
Mengadakan rekrutmen secara teruka, dan juga diambil dari konven karena orang
dari konvensional merasa terpanggil untuk mengembangkan syariah dan memang dia
sudah matang dari konven.
Apakah dengan sdm saat ini sudah siap dengan spin off?
Masih belum, baik secara kualitas dan kuantitas.
Batasan atas asset utuk spin off?
Kita gak punya masalah dengan asset, bahkan kami baru saja mendapatlan
penghargaan sebagai “best insurance” unit usaha asuransi syariah diskala aset diatas
250 M.
Apakah asset dengan 50% dari perusahaan induk memberatkan unit syariah?
Tidak memberatkan.
Meningkatkan asset dari unit syariah?
Dengan cara membeli kantor cabang baru untuk menambah asset, dan juga dari
meningkatkan penjualan membuat produk-produk baru.
Aset yang dimiliki sekarang lebih besar kontribusi dari investasi atau
penjualan?
Untuk perusahaan kita sendiri lebih banyak didapatkan dari penjualan produk, dan
investasi pula banyak memberikan kontribusi. Paling tidak fifty-fifty.
Terkait dengan infrasturuktur, apa saja yang harus dipersiapkan?
112
SDM seperti Marketing, keuangan, underwriting, dan pengembangan produk.
Kantor cabang, harus dimiliki sendiri. Karena untuk spin off itu harus
memiliki satu kantor cabang unit syariah.
Kendaraan operasional
System computer asuransi.
Untuk mengisi posisi-posisi penting di perusahaan, adakah treatment khusus
SDM nya?
Mungkin untuk perusahaan kami seharusnya mengambil tenaga kerja dari luar agar
lebih ahli dibidang asuransi syariah. karena kalau mengambil dari konvensional itu
sama saja kurang paham mengenai asuransi syariah. karena kita dibantu oleh DPS
juga untuk menentukan segala sesuatunya.
Untuk dikantor ini apakah keseluruhan konvensional?
Iya disini ini memang kantor pusat konvensional dan syariah. namun syariah terdapat
kantor cabnagnya karena polis asuransi syariah tidak bolehdi terbitkan di kantor
konvensional dan juga tidak juga di kantor pusat karena tidak bisa terbit polis.
Apa yang membuat perusahaan bapak dengan yang lain?
Mungkin infrastruktur hampir sama dengan asuransi yang lain, yang berbeda sistem
online seperti kita sanggup menerbitkan polis secara online yang dikantor cabang.
Percepatan penerbitan polis.
Bagaimana mengenai klaimnya pak?
Yang jelas untuk klaim kita tidak akan mempersulit pencairan dana. Apalagi bergerak
dibidang jasa yang terasa di nasabah itu pasti ketika pengajuan klaim. Setelah terjadi
klaim 3 hari harus sudah melapor ke kita kemudian setelah data lengkap dan komplit
113
sesuai dengan peraturan, dan sesuai dengan peraturan dari OJK kita tidak boleh
mencairkan dana lebih dari 30 hari..
Untuk proses klaim apakah di cabang atau di pusat?
Untuk proses klaim itu sama seperti penerbitan polis yaitu dikantor cabang. Kita
memiliki kapasitas melakukan klaim asuransi kendaraan bermotor, untuk kapasitas
cabang di kantor cabang itu hanya sampai 15 juta. Artinya kantor pusat itu
mengakomodasi kantor cabang. Sedangkan jika lebih maka langsung dibawa ke
kantor pusat. Lebih kecil dari pada itu tidak bermasalah.
Langkah apa saja yang dilakukan oleh manajemen untuk persiapan spin off?
yang jelas manajemennya mengenai produksi, atau pencapaian target bisnis.
Treatment lainnya mungin pelayanan.
Menurut yang bapak rasakan apakah menejemen perusahan mendukung
syariah?
Mendukung. Kalau tidak mendukung kenapa manajemen membentuk divisi syariah.
nyatanya kalau tidak mendukung kita tidak mungkin diberikan lantai khusus divisi
syariah, kita juga sudah meminta untuk buka kantor cabang syariah di sana di mari
dan meminta orang itu di bdukung penuuh oleh manajemen.
Waktu ideal siap untuk spin off dan apakah sudah masuk kedalam rencana
bisnis?
Itu tidak dapat di prediksi. Belum ada pembicaraan manajemen lagi pula kita di divisi
juga bukan merupakan pengambilan keputusan. Tapi kita sudah masuk dalam rencana
bisnis naik untuk secara detailnya belum ada.
114
Adakah edukasi yang dilakukan unit syariah kepada masyarakat?
Sementara ini memang belum ada, kita hanya edukasi cabang-cabang, dan lebh sering
mekukan komunikasi dengan asosiasi, mungkin melalui marketing kita saja.
Setelah spin off apakah masih bisa ada kontrol dari perusahaan induk?
Pasti ada, tetapi sejauh mana fungsi kontrolnya itu kita belum mengetahui. Hanya
sebagai fungsi kontrol saja, tidak sampai mengambil keputusan.
Saran bapak untuk ojk?
Penan OJK cukup sangat membantu karena sering mengadakan workshop tentang
asuransi syariah tidak hanya pada produk saja. Karena untuk menambah pengetahuan
praktisi yang masih awan terhadap asuransi syariah.
115
116
117
118