optimalisasi peran badan permusyawaratan desa …
TRANSCRIPT
OPTIMALISASI PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DESA
(Studi kasus di Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan
Kabupaten Bekasi)
Oleh:
Prayoza Saputra
NIM: 109048000069
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1435 H/2014 M
OPTIMALISASI PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DESA
(Studi kasus di Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten
Bekasi)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
Prayoza Saputra
NIM: 109048000069
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1435 H/2014 M
i
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salahbsatu syarat memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta).
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisn ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini bukqan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil dari jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Mei 2014
Prayoza Saputra
v
OPTIMALISASI PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM
MEMBENTUK PERATURAN DESA
(Studi Kasus di Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten
Bekasi)
Abstrak
Badan Permusyawarat an Desa merupakan wujud dari Demokrasi di tingkat
Pemerintahan desa. BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala Desa,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa. Dalam hal ini peran Badan
Permusyawaratan Desa yang meciptakan peraturan desa bersama Kepala Desa dalam
membangun peradaban Desa yang baik secara sosial, ekonomi dan budaya.
Adanya aturan hukum mengenai pemerintahan desa yang belum membuahkan
hasil atas apa yang semestinya diharapkan dari Peraturan Hukum dan undang-undang.
Sistem pemerintahan desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan
sering kali terabaiakan oleh perangkat-perangkat desa yang terkait didalamnya,
khususnya Badan Permusyawaratan Desa. Maka, penyusun mengkaji data dan fakta
yang terjadi terhadap proses BPD dalam pembentukan PerDes dan kendala-kendala
BPD dalam membentuk Peraturan Desa.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang
didalamnya dikombinasikan dengan metode komparatif, pengamatan dan studi kasus.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui peran Badan Permusayawaratan
Desa di Desa Tridayasakti dalam menjalankan fungsi legislasi desa dan optimalisasi
perannya dalam pembentukan peraturan desa yang dapat menjadi acuan terlaksananya
penyelenggaraan pemerintahan desa yang sesuai menurut peraturan perundang-
undangan khususnya Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 tahun 2008
tentang Pemerintahan Desa.
Dari hasil penelitian penulis mengambil kesimpulan bahwa Peran BPD di
desa Tridayasakti belum cukup optimal dalam implementasi fungsinya sebagai
legislator dan tidak sesuai dengan PerDa Kabupaten Bekasi No. 2 tahun 2008 dalam
proses pembentukan peraturan desa serta banyak kendala-kendala yang dihadapi
dalam proses pembentukan peraturan desa seperti komunikasi, sumber daya, disposisi
dan struktur birokrasi. Adapun faktor-faktor yang menjadi kendala BPD dalam
penyususnan dan penetapan PerDes ialah kesadaran masyarakat terhadap peraturan
desa, kualitas kinerja aparatur desa dan BPD kurang baik, kurangnya anggaran dalam
setiap menjalankan proses legislasi, dan kurangnya kualitas internal Badan
Permusyawaratan itu sendiri.
Kata Kunci: Badan Permusyawaratan Desa, Peraturan Desa.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat serta
anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan skrispi ini. Sholawat serta salam penulis
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih teramat jauh dari kata
sempurna. Namun demikian, skripsi ini merupakan hasil usaha dan upaya maksimal
dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui. Banyak hal
yang belum dapat penulis hadirkan dalam skripsi ini kerena keterbatasan pengetahuan
dan waktu. Namun patut disyukuri kerena banyak pengalaman didapat dalam
penulisan skripsi ini.
Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih
yang teramat dalam dan tak terhingga kepada:
1. Dr. JM Muslimin, MA selaku Dekan fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Terima kasih kepada Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A. selaku ketua program
studi ilmu hukum serta Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. selaku sekretaris
program studi Ilmu Hukum atas segala petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
3. Terima kasih kepada Drs. Abu Tamrin, S.H., M. Hum dan H. Syafrudin Makmur,
S.H., M.H. Yang telah bersedia menjadi pembimbing penulisan skripsi ini dengan
vii
penuh kesabaran dan ketelitian memberikan masukan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan
4. Terima kasih kepada Abdurauf, Lc. Selaku dosen pembimbing akademik, yang
telah membimbing dan mengarahkan, baik dalam perkuliahan maupun dalam hal
akademik lainnya.
5. Terima kasih kepada Dosen Nur Rohim Yunus, L.L.M yang bersedia meluangkan
waktu dan memberikan masukan serta saran untuk penulis.
6. Terima kasih kepada segenap dosen serta staf karyawan fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua dan keluarga,
ayahanda Drs. Pathurrozi Zainul dan ibunda Yeyet Suryati serta adik-adik, yang
selalu menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang selalu
berusaha dan berdoa memberikan yang terbaik untuk penulis, semoga Allah SWT
senantiasa memberikan nikmat iman, islam, dan sehat kepada mereka.
8. Terima kasih untuk semangat Deviani Chici yang tak berhenti membuat penulis
mampu menyelesaikan skripsi ini.
9. Terima kasih kepada keluarga penulis di Ciputat Heru, Andre, Sulthan dan Omlet
yang selalu memberi motivasi dalam menjalani kerasnya atmosfer kehidupan di
Ciputat, God bless you all bray.
10. Kepada sahabat Angkatan 34 Vzeh, Fares, Humaedullah, Qidsi dkk yang sudah
sekarela menemani suka maupun duka penulis selama berkuliah dan mengukir
cerita bersama, menciptalah kawan dari semua proses ini, jangan lupa nyusul yaa.
viii
11. Keluarga besar KM UIN Jakarta, GM-I terimakasih semuanya. Khususnya Bang
Riki, Syifak, Alan, Anday, Surya, Panden, Adit, Ncek dkk yang telah banyak
mengajarkan akan pentingnya sebuah perlawanan, Victoria La Siempre.
12. Kawan KMS, GM-I Basis Fakultas Syariah dan Hukum, Teguh, Hilal, Bayu,
Buya dkk dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terima
kasih sudah menemani penulis selama berorganisasi.
13. Keluarga besar Lintasan Kalam dari angkatan 1-39 terima kasih sudah menjadi
lebih sekedar teman penulis di Ciputat, Hidup memang keras tapi lebih keras
Ciputat.
14. Terima kasih kepada sahabat Ilmu Hukum dan Fakultas Syari’ah dan Hukum
2009 menemani penulis selama menjalankan perkuliahan dan kawan-kawan yang
tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas dukungan moral yang telah
kalian berikan.
Semua yang telah dan akan terjadi kedepan tidaklah lepas dari kehendak Allah
SWT, harapan atau pun cita-cita tidak akan diraih tanpa kerja keras dan doa. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi kita semua terutama Desa Tridayasakti dan seluruh Desa-
desa di seluruh penjuru Indonesia dalam menjalankan amanat rakyat. Semoga setiap
dukungan, doa, nasehat dan semangat yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini diberikan ganjaran oleh Allah SWT, amin.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Jakarta, 28 April 2014
Prayoza Saputra
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................. .............. i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING........................................... ......... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI................................................. ............. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv
ABSTRAK............................................................................................. .............. v
KATA PENGANTAR................................................................................. ........ vi
DAFTAR ISI.......................................................................................... .............. iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................. ............... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ............................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 8
D. Review Studi Terdahulu ..................................................... ........ 9
E. Kerangka Konsepsional............................................. ................. 12
F. Metode Penelitian........................................................................ 13
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 17
BAB III TINJAUAN UMUM BPD ................................................................... 19
A. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa............................... .......... 19
B. Kedudukan Badan Permusyawaratan Desa................. ................ 29
C. Hak dan Kewajiban badan Permusyawaratan Desa .................... 33
D. Landasan Pembentukan Peraturan Desa ..................................... 35
x
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG DESA TRIDAYASAKTI,
KECAMATAN TAMBUN SELATAN, KABUPATEN
BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT ......................................... 42
A. Letak Geografis dan Profil Desa ........................................ ........ 42
B. Struktur Pemerintahan Desa ........................................................ 44
C. Alat Kelengkapan Pemerintahan Desa ........................................ 47
BAB IV ANALISA TERHADAP PERAN BPD DALAM
PEMBENTUKAN PERDES DI DESA
TRIDAYASAKTI......................................... .................................... 52
A. Fungsi dan Peran Badan Permusyawaratan Desa.......... .............. 52
B. Pembentukan Peraturan Desa................................. ..................... 54
C. Proses BPD Desa Tridayasakti Dalam Pembentukan DAN
Penetapan Peraturan Desa....... .................................................... 57
D. Kendala-Kendala Yang Terjadi Dalam Proses Pembentukan
dan Penetapan Peraturan Desa............................................ ........ 65
E. Perspektif Islam Terhadap kedudukan badan Permusyawaratan
Desa ............................................................................................. 71
BAB V PENUTUP............................................................................ ............ 74
A. Kesimpulan ........................................................................ ........ 74
B. Saran................................................................................... ......... 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Desa merupakan hirarki terendah Pemerintahan dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia,menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 bahwa
Desa ialah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan
berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.1 Dalam penyelenggaraannya Desa memerlukan
sebuah lembaga yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD) selaku mitra
Pemerintah Desa dalam membangun dan mensejahterakan Desa. Pemerintah Desa
dan Badan permusyawaratan Desa (BPD) diharapkan mampu membawa
kemajuan dengan memberikan pengarahan, masukan dalam membangun
pemerintahan desa menjadi baik terutama dalam penyusunan dan penetapan
peraturan pemerintah desa.
Penyelenggaraan Pemerintah Desa di era Reformasi pada hakekatnya
adalah proses demokratisasi yang selama Orde Baru berproses dari atas ke bawah,
sebaliknya saat ini proses dari bawah yakni desa. Perubahan paradigma baru
tersebut, dari keterangan di atas maka mengakibatkan desa sebagai kualitas
1 Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
1991), h. 4.
2
kesatuan hukum yang otonom dan memiliki hak serta wewenang untuk mengatur
rumah tangga sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar
1945 antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah
besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan
Undang-Undang.2 Berdasarkan Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang No 12 Tahun 2008 tentang
pemerintahan Daerah perubahan atas Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Desa tidak lagi merupakan tingkat administrasi, dengan
tidak lagi menjadi bawahan Daerah melainkan menjadi Daerah Mandiri, dimana
masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan sendiri dan bukan ditentukan
dari atas ke bawah. Desa yang selama ini diperankan sebagai peran pembantu dan
objek, bukan menjadi aktor pembantu. Untuk mendukung perubahan mendasar
tentang Pemerintahan Desa, maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi No 2 Tahun
2008 tentang Pemerintahan Desa dimana Pemerintahan Desa dan BPD yang
menjadi struktur Pemerintah terbawah yang secara langsung berinteraksi dengan
masyarakat.
Keberadaan sebuah desa memiliki keanekaragaman yang disesuaikan
dengan asal usul budaya yaitu: (1) Keanekaragaman, disesuaikan dengan asal usul
dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, (2) partisipasi, bahwa
2 HAW. Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli, Bulat Dan Utuh, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.1.
3
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu
mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat senantiasa memiliki dan
turut serta bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama
sebagai sesama warga desa, (3) otonomi asli, bahwa kewenangan pemerintah desa
dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal
usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun
harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi desa, (4) Demokrasi, artinya
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa harus
menampung aspirasi-aspirasi masyarakat yang di musyawarahkan dan kemudian
dipilih untuk dilaksanakan melalui BPD dan Lembaga Kemasyarakatan sebagai
mitra Pemerintah Desa, (5) Pemberdayaan Masyarakat, artinya penyelenggaraan
dan pembangunan di desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan
yang sesuai dengan pokok masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat. Dapt
disimpulkan bahwa landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai Pemerintah
Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan
pemberdayaan masyarakat.3
Pemerintah desa harus melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan desa akan tetapi peraturan perundang-undangan itu tidak bisa
langsung dilaksanakan. Hal ini karena desa berbeda kondisi sosial, politik dan
3 Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2002), h.181.
4
budayanya. Salah satu contohnya yaitu dalam pengambilan keputusan yang diatur
dalam pasal 59 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2005 bahwa untuk
melaksanakan Peraturan Desa, Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa
dan/atau Keputusan Kepala Desa. Namun pada prakteknya pengambilan
keputusan juga dilakukan melalui proses musyawarah karena pada dasarnya sifat
masyarakat desa yang statis, apabila menemukan suatu masalah mereka
menyelesaikannya dengan cara „musyawarah‟ karena mereka masih memiliki rasa
kekeluargaan yang kuat.
Dalam proses pengambilan keputusan di desa dilakukan dengan dua
macam keputusan.4 Pertama, keputusan-keputusan yang beraspek sosial, yang
mengikat masyarakat secara sukarela, tanpa sanksi yang jelas. Kedua, keputusan-
keputusan yang dibuat oleh lembaga-lembaga formal desa yang dibentuk untuk
melakukan fungsi pengambilan keputusan. Bentuk keputusan pertama, banyak
dijumpai dalam kehidupan sosial masyarakat desa, proses pengambilan keputusan
dilakukan melalui proses persetujuan bersama, dimana sebelumnya alasan-alasan
untuk pemilihan alternatif diuraikan terlebih dahulu oleh para tetua desa ataupun
orang yang dianggap memiliki kewibawaan tertentu.
Adapun pada bentuk kedua, keputusan-keputusan didasarkan pada prosedur
yang telah disepakati bersama, seperti proses Musyawarah Pembangunan Desa
(MUSBANGDES) yang dilakukan setiap setahun sekali di balai desa. Proses
4 Kushandjani, Otonomi Desa Berbasis Modal Sosial Dalam Perspektif Socio-Legal.
(Semarang: Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisip UNDIP, 2008), h. 70-71.
5
pengambilan keputusan tersebut dilakukan pihak-pihak secara hukum memang
diberi fungsi untuk itu,5 yang kemudian disebut dengan Peraturan Desa (Perdes).
Peraturan desa adalah produk hukum tingkat desa yang ditetapkan oleh kepala
desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dalam rangka penyelenggaraan
pemerintah desa. Peraturan desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
undang-undang yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya
masyarkat setempat.
Badan Permusyawaratan Desa yang kemudian disebut BPD berfungsi
menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat, oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang
berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan
penghubung antara kepala desa dengan masyarakat desa, juga harus menjalankan
fungsi utamanya, yakni fungsi representasi (Perwakilan).6
Badan Perwakilan Desa yang ada selama ini berubah namanya menjadi
Badan Permusyawaratan Desa, perubahan ini didasarkan pada kondisi faktual
bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi “musyawarah untuk
mufakat”. Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat berbicara
tentang hasil. Hasil yang baik diharapkan diperoleh dari proses yang baik. Melalui
musyawarah untuk mufakat meminimalisir berbagai konflik antara para elit
politik, sehingga tidak sampai menimbulkan perpecahan yang berarti.
5 Ibid., h. 33
6 Sadu Wasistiono, MS. M.Irawan Tahir, Si., Prospek Pengembangan Desa, (Bandung: CV
Fokus Media, 2007), h. 35.
6
Namun dengan demikian terkadang apa yang telah disepakati oleh
Pemerintah Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa tidak sesuai apa yang
diinginkan masyarakat sehingga pembentukan peraturan desa hanya menjadi
sebuah agenda Pemerintah Desa yang tidak substantif dan kooperatif atas
kepentingan Rakyat, yang seharusnya BPD (Badan Permusyawaratan Desa)
menjadi wadah penyaluran aspirasi masyarakat. Kurangnya sosialisasi peraturan
yang dibuat oleh Perangkat Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa yang
menjadi permasalahan yang dalam proses penyusunan dan penetapan peraturan
tidak sesuai apa yang diinginkan masyarakat sehingga masih banyak yang
melanggar peraturan desa.
Dalam menjalankan perannya Badan Permusyawaratan Desa belum
mampu bermitra dengan pemerintah desa dalam menciptakan kesejahteraan pada
tingkat dasar yakni Desa. Penyusun merasa tertarik untuk meneliti proses serta
kendala Badan Permusyawaratan Desa di Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun
Selatan Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat dalam pembentukan Peraturan
Desa (Perdes), maka seyogyanya penyusun memandang penelitian ini harus
dilakukan agar bisa melakukan identifikasi proses BPD dalam pembentukan dan
penetapan peraturan desa di desa Tridayasakti secara komprehensif yang akan
dituangkan dalam skripsi yang berjudul:
OPTIMALISASI PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN
DESA(BPD) DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DESA (Studi Kasus
Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi).
7
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan ini tidak meluas, maka dalam penelitian ini penyusun
terfokus pada peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pembentukan
peraturan desa dan kendala-kendalanya dalam proses pembentukan peraturan
desa (PerDes) di desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten
dalam kurun waktu 2 (dua) tahun yaitu tahun 2012 dan 2013 semenjak
ditetapkan sebagai Badan Permusyawaratan Desa periode 2012-2018, sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan dan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi
Nomor 2 tahun 2008 tentang Pemerintahan Desa.
2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, ada hal yang
menarik untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut, yang kemudian dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
a. Apa peran Badan Permusyawaratan Desa dalam proses pembentukan
Peraturan Desa (Perdes)?
b. Apa saja kendala Badan Permusyawaratan Desa dalam pembentukan
Perdes?
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap faktor mendasar mitra
Pemerintah Desa yakni BPD yang kurang optimal dalam proses legislasi di
Desa Tridayasakti. Secara lebih rinci penelitian ini bertujuan untuk:
a. Untuk mengetahui dan memahami peran Badan Permusyawaratan Desa
dalam proses pembentukan Peraturan Desa.
b. Untuk mengetahui kendala-kendala Badan Permusyawaratan Desa dalam
pembentukan peraturan desa di desa Tridayasakti.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini :
a. Secara Teoritis
Penelitian ini mampu menjadi acuan bagi seluruh Badan
Permusyawaratan Desa seluruh penjuru tanah air khususnya BPD di desa
Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi dalam
mengoptimalkan perannya sebagai penampung dan penyalur aspirasi
masyarakat sehingga mampu membangun tatanan Desa yang beraturan
dan mapan dalam hal ekonomi, sosial, politik dan budaya.
b. Secara Praktis
Secara praktis manfaat dari penelitian ini adalah:
1) Bermanfaat bagi Civitas Akademis dalam memperkaya referensi
mengenai peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pembentukan
peraturan desa.
9
2) Penelitian ini juga diharapkan menjadi tolak ukur betapa pentingnya
peran BPD dalam meningkatkat kesejahteraan sosial dan ekonomi
dalam bermasyarakat.
3) Penelitian ini diharapkan mampu memperluas khazanah keilmuan
tatanegara dalam hal Pemerintahan Desa bagi pembaca.
4) Penelitian ini juga menjadi syarat untuk mendapatkan gelar sarjana S1
di Prodi Ilmu Hukum konsentrasi Kelembagaan Negara Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
D. Review Studi Terdahulu
Hasil yang penyusun pahami atas berbagai karya tulis baik berupa buku-
buku ilmiah, skripsi, jurnal ataupun yang lain, telah banyak ditemukan karya-
karya yang membahas persoalan Badan Permusyawaratan Desa atau juga yang
dulu disebut Badan Perwakilan Desa sebagai mitra pemerintah desa dalam
penyusunan dan penetapan peraturan desa, hal ini tentu saja karena tema tersebut
sendiri termasuk dalam kategori persoalan klasik. Namun dalam mencari referensi
yang membicarakan tentang peran BPD dalam proses pembentukan peraturan
desa (Perdes) dan ke ndala-kendala yang dialami BPD, penyusun belum
menemukan yang menjelaskan hal itu, namun hanya sebuah karya-karya yang
dapat disebutkan disini yang menjadi acuan penyusun dalam mereview materi
yang akan diteliti adalah sebagai berikut.
10
Sebuah skripsi hasil penelitian lapangan Ahmad Nuralif mahasiswa
Siyasah Syariyyah berjudul Kajian Hukum Islam Tentang Peranan Pemerintah
Desa dan BPD dalam Pelaksanaan Pembangunan dan Kesejahteraan Umum
(Studi Kasus Desa Permagsari Kecamatan Parung Kabupaten Bogor).dalam
kesimpulannya hanya sedikit menyinggung peran BPD selaku legislatif desa yang
mampu menciptakan check and balance dalam penyelenggaraan pemerintah desa,
tidak menjabarkan sesuai yang Penyususn teliti di skripsi ini bagaimana proses
pembentukan peraturan desa dari mulai penyerapan aspirasi masyarakat, membuat
rapat untuk membawa aspirasi masyarakat dalam pembentukan peraturan desa
sampai penetapan dan kendala-kendalanya, sehingga peran anggota Badan
Permusyawaratan Desa dapat efektif dalam menciptakan peraturan desa yang
sesuai kepentingan masyarakatnya.7
Dimensi-dimensi pemerintahan desa. Buku yang ditulis pada tahun 1991
oleh Dr. Taliziduhu Ndraha bahwa sebelum berganti nama BPD sebelumnya
adalah Lembaga Musyawarah Desa (LMD) yang terdapat dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1978, dalam buku ini di bab 12 sudah
menjelaskan beberapa pokok mengenai tugas, bentuk, kedudukan, keanggotaan,
organisasi, kewajiban, kewenangan dan hak saampai ke tata hubungan akan tetapi
tidak menjelaskan mengenai peran BPD sebagai mitra pemerintah desa dalam
7 Ahmad Nuralif, Kajian Hukum Islam Tentang Peranan Pemerintah desa dan BPD Dalam
Pelaksanaan Pembangunan dan Kesejahteraan Umum(studi kasus Desa Permagsari Kecamatan
Parung Kabupaten Bogor), Jurusan Syiyasah Syar‟iyah Fakultas Syari‟ah & Hukum UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2010.
11
pembentukan peraturan desa dan itu tidak dijabarkan sama sekali dalam buku ini
sesuai yang Penyususn teliti tentang peran anggota BPD dalam pembentukan
peraturan desa.8
Otonomi desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan utuh. Buku yang
ditulis Haw Widjaja dalam bab III pemerintahan desa di jelaskan bahwa sebelum
nama Badan Perwakilan Desa menjad Badan Permusyawaratan Desa. Dalam
Undang-undang No 22 Tahun 1999 terdapat Badan Perwakilan Desa sebagai
lembaga legislatif desa yang berfungsi mengayomi adat istiadat. Bersama-sama
pemerintah desa membuat dan menetapkan peraturan desa(Perdes), menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada pejabat atau instansi yang
berwenang serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Perdes,
APBD serta keputusan kepala desa. Pelaksanaan fungsi BPD di tetapkan dalam
tata tertib BPD sendiri dalam pasal 1 huruf b Kepmendagri No. 64 Tahun 1999
dinyatakan secara tegas bahwa pemerintah desa adalah kegiatan pemerintah yang
dilaksanakan oleh pemerintah desa dan BPD. Dari ketentuan ini tampak jelas
bahwa antara lembaga pemerintah desa dan BPD merupakan lembaga yang
terpisah yang mempunyai tugas dan kewenangan sendiri.9
Membangun Good Governance di Desa. Buku yang ditulis pada tahun
2003 oleh AAGN Ari Dwipayana dalam bab III dijelaskan bahwa dalam konteks
pembangunan institusi demokrasi desa, kehadiran Badan Permusyawaratan Desa
telah memberikan intrumen kelembagaan bagi masyarakat desa untuk
8 Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1991), h.50.
9 HAW. Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Asli, Bulat dan Utuh.......,h.27-28.
12
berpartisipasi dalam politik desa. Ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan
kepentingannya (voice), terlibat dalam proses politik (access), dan turut
mengontrol jalannya proses politik di level desa terakomodasi dengan keberadaan
BPD, akan tetapi tidak menjelaskan mengenai fungsi BPD sebagai mitra
pemerintah desa dalam penyusunan dan penetapan peraturan desa, itu tidak
dijabarkan dalam buku ini.10
E. Kerangka Konsepsional
Untuk mengupayakan agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan
kesalahpahaman dalam hal mengartikan konsep-konsep pokok dalam penelitian
ini, maka penelitian ini ditentukan bahwa:
1. Yang dimaksud dengan “Pemerintah Desa” adalah organisasi dalam
pemerintahan desa yang melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan desa,
pejabat/aparatur desa tersebut yaitu Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Staf
Desa lainnya.
2. Yang dimaksud dengan “Badan Permusyawaratan Desa" selanjutnya disebut
BPD adalah suatu badan selaku mitra Kepala Desa dalam menyelenggarakan
Pemerintah Desa, BPD yang sebelumnya disebut Badan Perwakilan Desa
memiliki fungsi menetapkan peraturan desa, bersama Kepala Desa
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta menjadi fungsi
kontrol dalam penyelenggaran pemerintahan desa
10
AAGN Ari Dwipayana, Membangun Good Governance di Desa, (Yogyakarta: IRE Press,
2003), h.25.
13
3. Yang dimaksud dengan “Peraturan Desa” yang selanjutnya disebut PerDes
adalah produk hukum yang diciptakan oleh pemerintah desa dalam
menjalankan pembangunan desa demi tercapainya kesejahteraan masyarakat
desa secara menyeluruh. Peraturan desa adalah bentuk regulasi yang
dikeluarkan pemerintah desa sebagaimana kabupaten membuat peraturan
daerah. Peraturan desa ditetapkan oleh kepala desa bersama Badan
Permusyawaratan Desa, peraturan desa dibentuk dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan desa yang merupakan penjabaran lebih lanjut
dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan
kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat.11
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek kajian adalah Pemerintahan
Desa khususnya Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai mitra Kepala
Desa dalam menetapkan Peraturan Desa. Melihat begitu pentingnya
kedalaman empiris yang harus dapat dijangkau dengan sejumlah data yuridis
maka penulis akan menggunakan metode penelitian hukum normatif
didalamnya akan dikombinasikan dengan metode komparatif, pengamatan,
serta studi kasus.
11
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, (Jakarta:
Erlangga, 2011), h. 113.
14
Metode komparatif menjelaskan lebih pada perbandingan berbagai
macam hal dengan tujuan mendapatkan petunjuk-petunjuk mengenai apa yang
dilakukan BPD di desa Tridayasakti dalam proses pembentukan Peraturan
Desa.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan normatif dan juga pendekatan secara empiris, yakni menekankan
pada sumber hukum mengenai peran BPD dalam pemerintahan desa serta
implementasi undang-undang oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam
proses pembentukan Peraturan Desa. Pendekatan ini dimaksudkan untuk
mengetahui lebih dalam mengenai kinerja BPD selaku penampung dan
penyalur aspirasi masyarakat dalam pembentukan perdes demi terciptanya
tatanan sosial, ekonomi dan budaya desa yang mapan.
2. Jenis Data
Dalam penelitian ini akan digunakan data primer dan data sekunder. Dibawah
ini akan dirincikan satu persatu apa saja yang termasuk ke dalam data primer
dan sekunder yang menunjang penelitian ini terlaksana.
a. Data Primer
Didapatkan dari Kantor Pemerintahan Desa Tridayasakti Kecamatan
Tambun Selatan Kabupaten Bekasi terkait dengan peran Badan
Permusyawaratan Rakyat dalam proses pembentukan Perdes.
Selain itu juga data primer diperoleh lewat interview (wawancara) kepada
anggota BPD selaku mitra Pemerintah desa dalam pembentukan Perdes
15
yang Penyusun susun dalam lembaran lampiran, adapun pertanyaan-
pertanyaan yang Penyusun buat dalam penelitian ini sebagai berikut :
1) Bagaimana peran anggota BPD selaku mitra Kepala Desa dalam
proses pembentukan Peraturan Desa ?
2) Selaku anggota BPD, materi apa saja yang dipersiapkan menuju rapat
penyusunan Peraturan Desa ?
3) Proses apa saja yang telah dilakukan dengan anggota BPD lainnya
dalam pembentukan Peraturan Desa ?
4) Seberapa banyak intensitas pertemuan yang BPD lakukan dengan
anggota lainnya ataupun Pemerintah Desa dalam proses pemebentukan
Peraturan Desa ?
5) Apa kendala yang dialami anggota BPD dalam proses pembentukan
Peraturan Desa ?
6) Apa upaya yang dilalui dalam menyelesaikan kendala-kendala dalam
proses pembentukan Peraturan Desa ?
Data hasil wawancara yang Penyusun dapat kemudian dianalisis dengan
cara menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji.
b. Data Sekunder
Dalam penelitian ini yang juga menggunakan pendekatan normatif serta
dikomparasi dengan bahan-bahan hukum maka bahan hukum yang
digunakan menjadi data sekunder dalam melaksanakan penelitian ini
adalah Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang, peraturan
16
pemerintah, peraturan daerah serta literatur-literatur ilmiah dibidang
hukum berupa buku-buku dan jurnal penelitian.12
3. Teknik Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode literasi
yaitu pengumpulan data melalui penelusuran dan penelaahan sumber-sumber
kepustakaan yang ada ddan relevan dengan masalah yang diteliti, seperti
buku, jurnal, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen atau data
tertulis lainnya yang terkait dengan pembahasan sesudah/sebelum proposal
ini. Selain itu pengumpulan data dengan metode wawancara, penggunaan
metode wawancara yang diajukan kepada pejabat pemerintah desa, Badan
Permusyawaratan Desa dan tokoh masyarakat setempat seperti : Kepala Desa,
Sekretaris Desa, Ketua Badan Permusyawaratan Desa dan lain-lain.
Wawancara tersebut dimaksudkan untuk mengetahui proses Badan
Permusyawaran Desa dalam penyususunan dan penetapan Peraturan Desa
(studi kasus di desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten
Bekasi).
4. Teknik Analisa Data
Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dengan cara
menguraikan kenyataan-kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian, lalu
diinterpretasikan secara sistematis dengan persoalan yang ada terutama yang
12
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, edisi Pertama, Cetakan ke-4, (Jakarta: Predana
Media Group, 2008), h.141.
17
mengatur tentang penegakan hukum atau implementasi undang-undang dan
peraturan daerah. Teknik analisis dan interpretasi data yang diperoleh
disajikan secara kualitatif untuk selanjutnya dilakukan analisis deskriptif dan
preskriptif dengan yuridis normatif. Karena data yang dikumpulkan adalah
data kualitatif dengan model interaktif. Prosesnya melalui tiga tahap yaitu
mereduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan. Kegiatan tersebut
terus menerus dilakukan sehingga memmbentuk siklus yang memungkinkan
hasil kesimpulan yang memadai, sehingga proses siklus dapat saling
berhubungan secara sistematis.13
G. Sistematika Penulisan
Teknik penulisan mengikuti pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan
oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta 2012. Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari Lima
Bab, antara lain:
Bab I Penulis membahas Pendahuluan yang terdiri dari (a) latar belakang
masalah, (b) pembatasan dan rumusan masalah, (c) tujuan dan manfaat penelitian,
(d) review studi terdahulu, (e) kerangka konsepsional, (f) metode penelitian, dan
(g) sistematika penulisan.
Bab II berisi gambaran umum desa Tridayasakti kecamatan Tambun Selatan
Kabupaten Bekasi meliputi (a) letak geografis dan profil desa, (b) struktur
pemerintahan desa dan (c) alat kelengkapan pemerintahan desa Tridayasakti.
13
Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2000), h. 2.
18
Bab III berisi tinjauan umum BPD yang menyangkut tentang (a) penyelenggaraan
pemerintahan desa, (b) pengertian Badan Permusyawaratan Desa, (c) fungsi dan
peran Badan Permusyawaratan Desa, dan (d) hak dan kewajiban Badan
Permusyawaratan Desa.
Bab IV yaitu berisi data dan analisa data penelitian yang berkaitan dengan pokok
permasalahan penelitian ini, yaitu tentang pembentukan peraturan desa sesuai
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang pemebentukan peraturan
perundang-undangan. Kemudian proses Badan Permusyawaratan Desa
Tridayasakti dalam pembentukan dan penetapan peraturan desa. Kemudian
menganalisa data tentang kendala-kendala yang terjadi dalam proses
pembentukan dan penetapan Peraturan Desa(PerDes).
Bab V yaitu berisi penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran dalam
mengoptimalkan peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pembentukan
Peraturan Desa di desa Tridayasakti kecamatan Tambun Selatan Kabupaten
Bekasi Provinsi Jawa Barat.
19
BAB II
BPD DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA
A. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Pemerintahan desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat
memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat desa/ kelurahan dan
keberhasilan pembangunan nasional. Karena perannya yang besar, maka perlu
adanya peraturan-peraturan atau Undang-Undang yang berkaitan dengan
pemerintahan desa yang mengatur tentang pemerintahan desa, sehingga roda
pemerintahan berjalan dengan optimal.
Sejak tahun 1906 hingga 1 Desember 1979 Pemerintahan Desa di
Indonesia di atur oleh Undang-Undang yang di buat oleh pemerintahan penjajah
Belanda. Sebenarnya pada tahun 1965 tentang Desapraja yang menggantikan
perundang-undangan yang dibuat oleh Belanda yang disebut Inlandsche
Gementee Ordonantie (IGO) dan Inlandsche Gementee Ordonantie
Buitengewesten (IGOB). Tetapi dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 5
tahun 1979 yang menyatakan tidak berlaku lagi dan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang maka Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 dalam
prakteknya tidak berlaku walaupun secara yuridids undang-undang tersebut masih
berlaku hingga terbentuknya undang-undang yang baru yang mengatur
Pemerintahan Desa.1
1 HAW. Widjaja, Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa Menurut Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1979, (Jakarta: Rajawali Pres, 1993) h. 11
20
Sebelum lahirnya Undang-undang nomor 5 tahun 1979 Pemerintah Desa
diatur dengan:
1. Inlandsche Gemeente Ordonantie yang berlaku untuk Jawa dan Madura
(Staatblad 1936 No. 83), Inlandsche Gemeente Ordonantie Buitengewesten
yang berlaku untuk luar Jaawa dan Madura (Staatblad 1938 No.490 juncto
Staarblad 1938 No. 81).
2. Indische Statsregeling (IS) pasal 128 ialah landasan peraturan yang
menyatakan tentang wewenang warga masyarakat desa untuk memilih sendiri
Kepala Desa yang disukai sesuai masing-masing adat kebiasaan setempat.
3. Herzein Indonesisch Reglement (HIR) dan Reglemen Indonesia Baru (RIB)
isinya mengenai Peraturan tentang Hukum Acara Perdata dan Pidana pada
pengadilan-pengadilan negeri di Jawa dan Madura.
4. Sesudah kemerdekaan peraturan-peraturan tersebut pelaksananya harus
berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah,
Keputusan Rembuk Desa dan sebagainya.2
Memang sebelum dikeluarkan Undang-undang nomor 5 tahun 1979 tidak
ada Peraturan Pemerintah Desa yang seragam di seluruh Indonesia, misalnya ada
yang berlaku di Pulau Jawa dan Madura dan ada pula yang berlaku di luar Jawa
dan Madura. Hal ini kurang memberikan dorongan kepada masyarakat untuk
dapat tumbuh dan berkembang ke arah kemajuan yang dinamis. Sulit memelihara
2 Ibid. h. 11.
21
persatuan dan kesatuan nasional, sulit memelihara integritas nasional dan sulit
untuk pembinaan masyarakat yang bersifat terbuka terhadap pembangunan.
Adapun dasar Hukum dalam Pemerintahan Desa yaitu subsistem dari pada
Sistem Pemerintahan Daerah.
1. Pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Pasal 18: Pembagian Daerah Indonesia atas Daerah besar dan kecil, dengan
bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang
memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem
pemerintahan Negara, dan hak-hak usul dalam daerah yang bersifat istimewa.
Menurut Benyamin Hoessein (2005), daerah besar dan kecil yang dimaksud
Pasal 18 tersebut merujuk pada daerah besar dan daerah kecil dalam sistem
pemerintahan zaman Hindia Belanda, yaitu provintie sebagai daerah besar dan
regenschap/gemeente sebagai daerah kecil, masing-masing merupakan daerah
otonom sekaligus wilayah administrasi.3
Dalam penjelasan pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
disebutkan:
a. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eendheisstaat maka Indonesia tak
akan mempunyai daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat juga,
Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah Provinsi, kemudian dibagi
pula dalam daerah besar dan kecil.
3 Hanif Nurcholis, Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa,(Jakarta: Erlangga.
2011) h. 211.
22
Di daerah-daerah yang brsifat otonom (Streek dan locale
rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka,
semuanya menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.
Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan
daerah oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar
permusyawaratan.
b. Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende
landschappen dan volkgemenschappen ( daerah dan kelompok masyarakat
adat) seperti desa di Jawa, Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di
Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli
dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah
istimewa tersebut dan segala peraturan Negara yang mengenai daerah-
daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.
2. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974
Dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945 beserta penjelannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa
pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan
dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan. Sebagai konsekuensi dari prinsip
tersebut di atas maka dalam undang-undang ini dengan tegas dinyatakan
adanya Daerah Otonom dan Wilayah Administratif.4 Dalam model ini jelas
4 M.R. Khairul Muluk, Menggugat Partisipasi Publik Dalam Pemerintahan Daerah (Sebuah
Kajian Dengan Pendekatan Berpikir Sistem ). (Malang: Bayu Media Publishing, 2007). h. 3.
23
terlihat bahwa kebijakan desentralisasi di Indonesia menghendaki
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berbasis pada partisipasi
masyarakat. Partisipasi menjadi konsep penting karena masyarakat
ditempatkan sebagai subjek utama dalam penyelenggaraan otonomi daerah.5
Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi disebut Daerah
Otonom yang selanjutnya disebut Daerah yang dalam undang-undang ini
dikenal adanya Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Sedangkan wilayah
yang dibentuk berdasarkan asas dekosentrasi disebut wilayah Administratif
yang dalam undang-undang ini disebut Wilayah. Wilayah-wilayah disusun
secara vertikal yang merupakan lingkungan kerja perangkat pemerintah
menyelenggarakan urusan pemerintah umum di daerah. Pembentukan
wilayah-wilayah dalam susunan vertikal adalah meningkatkan pengendalian
dalam rangka menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintah.6
Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintah
a. Umum
Dimuka telah dijelaskan bahwa sebagai konsekuensi dari pasal 18
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang kemudian
diperjelas dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Pemerintah
diwajibkan melaksanakan asas desentralisasi dan dekonsentrasi dalam
menyelenggarakan pemerintah di daerah. Tetapi disamping asas
dekonsentrasi undang-undang ini juga memberikan dasar-dasar
5 Ibid. hal.3
6 Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, h. 11
24
penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan di daerah menurut asas
tugas pembantuan.7
b. Desentralisasi
Urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah dalam
rangka pelaksanaan asas desentralisasi pada dasarnya menjadi wewenang
dan tanggungjawab Daerah sepenuhnya. Dalam hal ini prakarsa
sepenuhnya diserahkan kepada Daerah baik yang menyangkut penentuan
kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan, maupun yang menyangkut segi-
segi pembiayaannya. Demikian pula perangkap pelaksanaannya adalah
perangkat daerah desa itu sendiri yaitu terutama Dinas-Dinas Daerah.8
c. Dekosentrasi
Semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada Daerah menurut
asas desentralisasi, maka penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan
di daerah berdasarkan asas dekosentrasi. Urusan-urusan yang dilimpahkan
Pemerintah kepada pejabat-pejabatnya di daerah menurut asas
dekosentrasi ini tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat baik
mengenai perencanaan, pelaksanaan maupun pembiayaan. Unsur
pelaksanaannya adalah terutama instansi-instansi vertikal yang
dikoordinasikan oleh Kepala Daerah dalam kedudukannya selaku
perangkat Pemerintah Pusat, tetapi kebijaksanaan urusan dekonsentrasi
7 Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan Dalam Al-Quran, (Jakarta: Bumi Aksara,).h. 287.
8 Moh. Kusnardi & Bintan R Saragih, Ilmu Negara,( Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama,.
2005), h. 207.
25
tersebut sepenuhnya ditentukan oleh Pemerintah Pusat.9
d. Tugas Pembantuan
Di muka telah disebutkan bahwa tidak semua urusan pemerintah dapat
diserahkan kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya. Jadi
beberapa urusan Pemerintahan masih tetap merupakan urusan Pemerintah
Pusat. Akan tetapi berat sekali bagi Pemerintah Pusat untuk
menyelenggaraan seluruh urusan pemerintah di daerah yang masih
menjadi wewenang dan tanggungjawabnya itu atas dasar dekosentrasi,
mengingat terbatasnya kemampuan perangkat Pemerintah Pusat di daerah.
Dan juga ditinjau dari segi dayaguna dan hasilguna adalah kurang dapat
dipertanggungjawabkan apabila semua urusan pemerintah pusat di Daerah
harus dilaksanakan sendiri oleh perangkatnya di daerah karena hal itu
akan memerlukan tenaga dan biaya yang sangat besar jumlahnya. Lagi
pula mengingat sifatnya sebagai urusan sulit untuk dapat dilaksanakan
dengan baik tanpa ikut sertanya Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
Atas dasar pertimbangan tersebut maka undang-undang ini memberikan
kemungkinan untuk dilaksanakan berbagai urusan pemerintahan di daerah
menurut asas tugas pembantuannya.
Dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan
Desa juga menjelaskan dalam penyelenggaraan Pemerintah Desa, salah
satunya yang tertera dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 yaitu dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang didampingi oleh lembaga sejajar
9 Ibid. h. 207
26
dengan posisi Kepala Desa yaitu lembaga atau badan perwakilan atau
musyawarah yang sepanjang penyelenggaraan rumah tangga desa mempunyai
fungsi mengatur.10
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, desa atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat
setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional
dan berada di Kabupaten atau Kota. Landasan pemikiran dalam pengaturan
mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,
demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.11
Pemerintahan desa sebagai penyelenggara pemerintahan terendah dan
langsung terhadap rakyat mempunyai beban tugas yang cukup berat karena
selain harus melaksanakan segala urusan yang datangnya dari pihak atasan
juga harus mengurus berbagai urusan rumah tangga desa yang
pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat.12
Melihat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
10
Nurcholis. Hanif, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, h.34 11
Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2002), h.181
12
Misdiyanti, Fungsi Pemerintahan Daerah dalam Pembuatan Peraturan Daerah,(Jakarta:
Bumi Aksara, 1993) h.47
27
menjelaskan dalam pasal 14 Bab V bahwa penyelenggaraan pemerintah desa
berdasarkan asas :
a. Kepastian hukum;
b. Tertib penyelenggaraan pemerintahan;
c. Tertib kepentingan umum;
d. Keterbukaan;
e. Proporsionalitas;
f. Profesionalitas;
g. Akuntabilitas;
h. Evisiensi dan efektivitas;
i. Kearifan lokal;
j. Keberagaman; dan
k. Partisipatif.
Sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa, pemerintah desa
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan,
dan kemasyarakatan. Maka apabila dilihat dari segi fungsinya pemerintahan
desa memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan urusan rumah tangga;
b. Melaksanakan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan;
c. Melaksanakan perekonomian desa;
d. Melaksanakan pembinaan partisipasi dan swadaya gotong royong
28
masyarakat;
e. Melaksanakan pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat
f. Melaksanakan musyawarah penyelesaian perselisihan.13
Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
Daerah pasal 209, urusan pemerintah yang menjadi kewenangan desa.
Kewenangan desa tersebut :
a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.
b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten atau kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa.
c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan atau
pemerintah kabupaten/kota.
d. Urusan pemerintah lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan
diserahkan kepada desa.
Penyelenggaraan pemerintah di tingkat desa, dengan pendekatan
sentralistik dan keseragaman dalam pembangunan sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang pengaturan pemerintah
desa telah mengakibatkan keanekaaragaman karaktristik dan kekayaan
masyarakat lokal menjadi sangat terabaikan, baik dalam proses perencanaan,
pelaksanaan maupun evaluasi pembangunan.
Dalam pelaksanaan pemerintahan desa dua struktur penting yang
menentukan pembangunan dan perkembangan desanya yaitu kepala desa dan
13
Solehkan, Penyelenggaraan Pemerintah Desa,( Jakarta: Setara Pres, 2012). h.63
29
Badan Permusyawaratan Desa. Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Tugas, Wewenang,
Kewajiban dan Hak Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
B. Kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Sebelum diberlakukannya Undang-undang tentang otonomi daerah (UU
No. 22 Tahun 1999), sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa, kedudukan Badan Perwakilan Desa yang saat itu disebut
Lembaga Musyawarah Desa, yang kemudian disebut LMD sebagai unsur penting
dalam menjalankan demokrasi ditingkat Desa.
Untuk keanggotaan Lembaga Musyawarah Desa yang kemudian disebut
LMD dalam ketentuan ini terdiri dari Kepala Desa sebagai Ketua Lembaga
Musyawarah Desa dan Sekretaris Desa karena jabatannya menjadi Sekretaris
Lembaga Musyawarah Desa yang merupakan wadah dan penyalur pendapat
masyarakat desa dalam mengambil keputusan dalam bagian pembangunan desa
yang keputusan-keputusannya ditetapkan berdasarkan musyawarah dan mufakat
dengan memperhatikan kenyataan hidup dan berkembang dalam masyarakat yang
bersangkutan.
Setelah diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Otonomi Daerah, nama Lembaga Musyawarah Desa ditiadakan dan diganti
dengan nama Badan Perwakilan Desa, selanjutnya dengan dikeluarkannya
30
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
menggantikan UU No. 22 Tahun 1999 istilah Badan Perwakilan Desa digantikan
dengan Badan Permusyawaratan Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1978 pasal 1
menjelaskan bahwa Lembaga Musyawarah Desa adalah suatu wadah
permusyawaratan yang keanggotaannya terdiri terdiri dari Kepala-kepala sub
wilayah desa, pimpinan lembaga-lembaga kemasyarkatan dan pemuka-pemuka
masyarakat didesa yang bersangkutan serta pemuka-pemuka berbagai lapangan
kekaryaan. Kemudian dalam suratnya tanggal 31 Mei 1978 Nomor Pem 24/4/43
tentang Pembinaan LMD sebagai lembaga pemerintahan desa kepada para
Gubernur Kepala Daerah seluruh Indonesia, Mentri dalam Negri menjelaskan
sebagai berikut :
1. Hakekat LMD yaitu sebagai perwujudan dari Demokrasi Pancasila
2. Fungsi LMD sebagai wadah dan penyalur pendapat masyarakat di desa
dengan harapan membawakan aspirasi yang komprehensip
3. Tugas pokoknya LMD melakukan pembahasan atas berbagai hal dan
mengeluarkan hasil rapat LMD yang baru dinyatakan sah setelah
mendapatkan persetujuan dari Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat
II yang bersangkutan (Pasal 5 Ayat 2 Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 1
Tahun 1978. Dalam ayat ini tidak disebut Keputusan Rapat LMD, melainkan
hasil rapat). dalam penjelasan Pasal 5 dinyatakan lebih lanjut, bahwa
keputusan yang diambil alih oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dan
31
mempunyai akibat pembebanan terhadap masyarakat, harus dimusyawarahkan
dengan LMD.14
Ketuntuan di atas memberi gambaran tentang tugas LMD :
1. Tugas Legislatif, yang hasilnya ialah “hasil rapat LMD yang baru dinyatakan
sah apabila sudah mendapat persetujuan pihak atas, yaitu kepala daerah
tingkat II yang bersangkutan, dalam rangka membuat keputusan desa.
2. Tugas Konsultatif, yaitu memberi pertimbangan atau saran kepada Kepala
Desa dalam rangka menetapkan suatu keputusan Kepala Desa.15
Dalam proses perkembangan pemerintah dan undang-undang Desa
mendapat perubahan yang lebih rapih sampai pengaturan APBN untuk
mengembangkan sistem pemerintah terkecil yaitu Desa. Badan Perwakilan Desa
yang tertera dalam pasal 94 dan pasal 104 Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 yaitu pemerintahan desa terdiri atas Kepala Desa dan Badan Perwakilan
Desa. Badan Perwakilan Desa berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat
peraturan Desa, menampung aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan
terhadap penyelenggaraan pemerintah desa. Dengan demikian, Badan Perwakilan
Desa merupakan lembaga Pengayom adat sekaligus sebagai badan perwakilan
yang mempunyai fungsi regulasi dan pengawasan.
Sesuai aturan yang tertulis dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa disebutkan pada bagian ketiga
14
Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintah Desa, h. 119-120. 15
Ibid., h. 120.
32
pasal 29 bahwa BPD berkedudukan sebagai unsur penelenggaraan pemerintah
desa, yang dalam pasal 30 bagian pertama berisi bahwa anggota BPD adalah
wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang
ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.
Setiap pemerintahan memiliki kebijakan baru atau melanjutkan program
pemerintahan yang lama sehingga pengaturan tentang desa pada masa presiden
Soekarno dibawah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 merupakan urusan
dekonsentratif dan urusan Partisipatif.16
Pada rezim Orde Baru penyelenggaraan
pemerintah desa diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah Pasal 94 dan Pasal 104 yang menjelaskan Badan
Perwakilan Desa merupakan lembaga pengayom adat sekaligus sebagai badan
perwakilan yang mempunyai fungsi regulasi dan pengawasan. Pasca reformasi
pemerintahan desa memiliki lembaga kontrol terhadap penyelenggaraan
pemerintahan desa demi terlaksananya check and balance dalam kebijakan
ataupun aturan yang dibuat oleh Kepala Desa bersama BPD. Sebagai lembaga
perwujudan Demokrasi BPD juga mengawasi pelaksanaan Peraturan Desa,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan keputusan Kepala Desa.17
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
sebagai revisi atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak mengubah
secara substansial ketentuan mengenai Badan Permusyawaratan Desa yang
16
Taliziduhu Ndraha. Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa Menurut Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1979, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), h.65.
17
Sarundajang. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, h.182.
33
dulunya disebut Badan Perwakilan Desa namun fungsinya yang hanya regulasi
dan pengawasan ditambah dengan fungsi fundamen yaitu sebagai
perpanjangtangan aspirasi rakyat dengan cara menampung dan menyalurkannya
dalam bentuk peraturan maupun kebijakan desa yang tertera dalam Pasal 209 UU
No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa Badan Permusyawaratan
Desa Berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan
profesi, pemuka agama, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Pimpinan
BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD. Masa jabatan anggota BPD adalah
6(enam) tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1(satu) kalin masa jabatan berikutnya,
jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5(lima)
orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah,
jumlah penduduk dan kemampuan keuangan desa.
Pimpinan BPD terdiri dari 1 orang ketua , 1 orang wakil ketua, dan 1
orang sekretaris. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD secara
langsung dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus. Rapat pemilihan
pimpinan BPD untuk perttama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh
anggota termuda.
C. Hak dan Kewajiban Badan Permusyawaratan Desa
BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahandesa. Jadi,
34
dalam menyelenggarakan pemerintahan desa terdapat dua lembaga: pemerintah
desa dan BPD. Pemerintah berfungsi menyelenggarakan kebijakan pemerintah
atasnya dan kebijakan desa, sedangkan BPD berfungsi menetapkan peraturan desa
bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.18
Atas
fungsi tersebut BPD memili hak atas wewenang yang harus dilaksanakan.
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2008
tentang pemerintahan desa pasal 10 dan 11 menjelaskan BPD memiliki Hak yaitu:
1. Meminta keterangan kepada pemerintah desa dan
2. Menyatakan pendapat.
Sedangkan Anggota BPD memiliki hak yaitu :
1. Mengajukan rancangan peraturan desa
2. Mengajukan pertanyaan
3. Menyampaikan usul dan pendapat
4. Memilih dan dipilih dan
5. Memperoleh tunjangan.
Dalam pasal 12 menjelaskan Anggota BPD mempunyai kewajiban :
1. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-
undangan;
2. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah desa;
3. Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia
18
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, h. 77.
35
4. Meyerap, menampung, menghimpun, dan meninjaklanjuti aspirasi
masyarakat;
5. Memproses pemilihan kepala desa;
6. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi,kelompok dan
golongan;
7. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat;
dan
8. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga
kemasyarakatan.
Pimpinan dan anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan
menjadi kepala desa dan perangkat desa. Pimpinan dan Anggota BPD dilarang:
1. Sebagai pelaksana kegiatan pembangunan desa;
2. Merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat dan
mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain;
3. Melakukan korupsi, nepotisme dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari
pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan
dilakukannya;
4. Melanggar sumpah/janji jabatan; dan
5. Menjadi pengurus partai politik.
D. Landasan Pembentukan Peraturan Desa
36
Peraturan desa adalah bentuk peraturan perundang-undangan yang dibuat
Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan
mengurus urusan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul dan adat
istiadatnya. Sesuai dengan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, desa atau
sebutan lain diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang
diakui.19
Dalam rangka pengaturan kepentingan masyarakat, Badan
Permusyawaratan Desa sebagai mitra Kepala Desa dalam membentuk peraturan
desa perlu memahami teknik penyusunan dan asas-asas dalam membentuk suatu
peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 12
tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa dalam
membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik yang meliputi:
1. Kejelasan tujuan
Yang dimaksud dengan "kejelasan tujuan" adalah bahwa setiap Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang
hendak dicapai;
2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
19
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, h.115
37
Yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat”
adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh
lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang.
Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi
hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang;
3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
Yang dimaksud dengan asas "kesesuaian antara jenis dan materi muatan"
adalah bahwa dalam Pembentakan Peraturan Perundang-undangan harus
benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan.
Perundang-undangannya;
4. Dapat dilaksanakan
Yang dimaksud dengan asas "dapat dilaksanakan" adalah bahwa setiap
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan
efektifitas Peraturan Perundang- undangan tersebut di dalam masyarakat, baik
secara filosofis, yuridis maupun sosiologis;
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
Yang dimaksud dengan asas "kedayagunaan dan kehasilgunaan" adalah
bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-
benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara;
6. Kejelasan rumusan
38
Yang dimaksud dengan asas "kejelasan rumusan" adalah bahwa setiap
Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis
penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau
terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga
tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya; dan
7. Keterbukaan
Yang dimaksud dengan asas "keterbukaan" adalah bahwa dalam proses
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan,
persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka.
Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang
seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan
Peraturan Perundang-undangan.
Peraturan desa, peraturan kepala desa, dan keputusan kepala desa harus
disusun secara benar sesuai kaidah-kaidah hukum, teknik penyusunan dan asas
yang terkandung dalam materi muatannya.20
Berdasarkan pasal 6 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 menjelaskan bahwa materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan mengandung asas :
1. Pengayoman;
20
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, h. 115.
39
Yang dimaksud dengan "asas pengayoman" adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan
perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
2. kemanusian;
Yang dimaksud dengan "asas kemanusiaan" adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan
dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap
warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
3. Kebangsaan;
Yang dimaksud dengan "asas kebangsaan" adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak
bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip
negara kesatuan Republik Indonesia.
4. Kekeluargaan;
Yang dimaksud dengan "asas kekeluargaan" adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah
untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
5. Kenusantaraan;
Yang dimaksud dengan "asas kenusantaraan" adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan
40
Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem
hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
6. bhinneka tunggal ika;
Yang dimaksud dengan "asas bhinneka tunggal ika" adalah bahwa Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya
khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan.
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7. keadilan;
Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
8. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
Yang dimaksud dengan "asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan
latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status
sosial.
9. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat
41
menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian
hukum.
10. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan"
adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan
individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
42
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG DESA TRIDAYASAKTI, KECAMATAN
TAMBUN SELATAN, KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT
A. Letak Geografis dan Profil Desa
Desa Tridayasakti merupakan salah satu desa di Kecamatan Tambun,
Selatan, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Dimana luas keseluruhan
wilayahnya mencapai 325 Ha, yang terdiri dari 6 Ha lahan pertanian tanaman
padi, 309 Ha perumahan atau pekaerangan, 10 Ha semak belukar.
Secara Administrasi Desa Tridayasakti dibagi menjadi 3 Dusun, 16 rukun
warga yang kemudian disebut (RW) dan 97 rumah tangga yang kemudian disebut
(RT). Kemudian teritorial pemerintahan desa Tridayasakti di batasi dengan batas-
batas sebagai berikut :
1. Sebelah Utara dibatasi dengan Desa Sumber Jaya
2. Sebelah Selatan dibatasi dengan Desa Mekarsari
3. Sebelah Barat dibatasi dengan Desa Mangun Jaya
4. Sebelah Timur dengan Kelurahan Wanasari
Dilihat dari iklim yang ada di Desa Tridayasakti mempunyai iklim tropis
yang terbagi menjadi dua bagian yaitu musim penghujan dan musim kemarau.
Dalam kondisi normal musim kemarau terjadi pada bulan Maret sampai dengan
bulan Agustus sedangkan untuk musim penghujan terjadi pada bulan September
sampai dengan Februari.
43
Dilihat dari perkembangan selama 6 tahun dimulai tahun 2006 sampai
dengan 2012, Penduduk Desa Tridayasakti mengalami peningkatan. Pada tahun
2006 jumlah penduduk di Desa Tridayasakti sebanyak 18.554 jiwa.
Penduduk laki-laki : 9.145 jiwa
Penduduk perempuan : 9,409 jiwa
Pada tahun 2007 kemudian meningkat kembali penduduk desa Tridayasakti
menjadi 27.972 jiwa.
Penduduk laki-laki : 13.999 jiwa
Penduduk perempuan : 13.973 jiwa
Pada tahun 2008 penduduk desa Tridayasakti menjadi 28.336 jiwa.
Penduduk laki-laki : 14.091 jiwa
Penduduk perempuan : 14.425 jiwa
Peningkatan penduduk setiap tahunnya terus berjalan pada tahun 2009
menjadi 28.559 jiwa, tahun 2010 mejadi 28.611 jiwa, pada tahun 2011 menjadi
28.688, pada tahun 2012 menjadi 28.700 jiwa dan pada tahun 2013 peningkatan
itu terus memadati perkampungan Tridayasakti menjadi 29.600 jiwa yang terdiri
dari :
1. Penduduk laki-laki : 14.930 jiwa
2. Penduduk perempuan : 14.670 jiwa
3. Usia 0 – 15 : 8.070 jiwa
4. Usia 16 – 65 : 15.710 jiwa
5. Usia 66 keatas : 6.819 jiwa
44
Sedangkan jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan masyarakat di Desa
Tridayasakti Tahun 2013 adalah sebagai berikut:
1. Lulusan Pendidikan Umum:
a. Taman kanak-kanak : 621 orang
b. Sekolah Dasar/ sederajat : 22.700 orang
c. SMP : 13.321 orang
d. SMA/SMU : 9.823 orang
e. Akademi/D1-D3 : 811 orang
f. Sarjana : 521 orang
g. Pascasarjana : S2 (45 orang) dan S3 (20 orang)
2. Lulusan pendidikan khusus
a. Pondok pesantren : 370 orang
b. Pendidikan keagamaan : 780 orang
c. Sekolah luar biasa : 5 orang
d. Kursus ketrampilan : 211 orang
3. Tidak lulus dan tidak sekolah
a. Tidak lulus : 36 orang
b. Tidak bersekolah : 120 orang
B. Struktur Pemerintahan Desa
Pemerintahan desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat
memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat desa/ kelurahan dan
keberhasilan pembangunan nasional. Struktur administrasi pemerintah desa di
45
bahas dalam pasal 1dan 2 dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
72 Tahun 2005 tentang Desa bahwa Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan
Perangkat Desa yang terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya.
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa tidak hanya dilaksanakan oleh
jabatan-jabatan fungsional yang disebut di atas namun dalam prakteknya
kebutuhan Desa dalam membangun desanya tidak hanya dibebankan kepada dua
jabatan tersebut namun memiliki bagian-bagian urusan selaku pelaksana
pemerintahan desa fungsional demi membangun desanya yang kemudian disebut
jabatan minimal yaitu Kepala Urusan dan Kepala Dusun. Dalam hal Desa terdiri
atas beberapa kampung Dusun/ Lingkungan, maka diadakan jabatan Kepala-
Kepala Dusun Lingkungan. Disamping jabatan-jabatan struktural itu
dimungkinkan adanya jabatan-jabatan fungsional, yaitu jabatan teknis di dalam
lingkungan masing-masing jabatan struktural, seperti telah dikemukakan diatas.
Keterangan:
------: Garis Koordinasi : Garis Instruksi
46
Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Desa
untuk mempunyai wewenang :
1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama BPD
2. Mengajukan rancangan peraturan desa
3. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD
4. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APBDesa
untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD
5. Membina kehidupan masyarakat desa
6. Membina perekonomian desa
7. Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif
8. Mewakili desanya didalam dan diluar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
9. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sesuai dengan prinsip Demokrasi, Kepala Desa mempunyai kewajiban
untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada
Bupati/Walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada
BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa
kepada masyarakat. Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa disampaikan
kepada Bupati/Wali kota melalui Camat 1 (satu) kali dalam satu tahun.
47
Sekretaris Desa diangkat oleh sekretaris daerah kabupaten /kota atas nama
Bupati/Wali kota. Adapun perangkat desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari
penduduk desa yang bersangkutan. Pengangkatan Perangkat Desa ditetapkan
dengan keputusan Kepala Desa. Untuk bisa diangkat sebagai perangkat desa calon
harus berusia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi 60 tahun yang diatur dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pemerintahan
Desa.
C. Alat Kelengkapan Pemerintahan Desa
Dalam menjalankannya Pemerintahan Desa memiliki teamwork dalam
membangun desanya yang kemudian disebut personalia,1 yang dimaksud
personalia ialah tenaga-tenaga yang mengisi jabatan-jabatan yang tersedia di
dalam organisasi pemerintahan desa. Komposisinya yaitu :
1. Kepala Desa/ Kelurahan
2. Sekretaris Desa/ Kelurahan
3. Pelaksana, yang terdiri atas beberapa tenaga teknis fungsional dan Kepala
Dusun/ Lingkungan.
Di Desa Tridayasakti kecamatan Tambun Selatan kabupaten Bekasi
provinsi Jawa Barat memiliki empat belas (14) orang yang mengisi struktur
administrasi pemerintahan desa, yang diantaranya :
1 Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1991),
h. 4
48
1. Kepala Desa
Suwardi Wada, lahir di Bekasi 13-04-1974, berstatus pendidikan lulusan
Sarjana (S1)
2. Sekretaris Desa
Siti Amaliyah, lahir di Bekasi pada 14-12-1971, berstatus pendidikan lulusan
Sarjana(S1)
3. Kepala Urusan Pemerintah
Darmo Diharjo, lahir di Bekasi pada 03-06-1973, berstatus pendidikan lulusan
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
4. Kepala Urusan Pembangunan
Yayan Sopian, lahir di Bekasi pada 17-12-1876, berstatus pendidikan lulusan
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas(SLTA)
5. Kepala Urusan Umum
Jumidi, lahir di Bekasi pada 06-04-1976, berstatus pendidikan lulusan Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas(SLTA)
6. Kepala Urusan Ekonomi
Supandi, lahir di bekasi pada 07-04-1977, berstatus Pendidikan lulusan
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
7. Kepala Urusan Tranib
Haryono Said, lahir di Bekasi pada 15-06-1976, berstatus pendidikan lulusan
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
49
8. Kepala Urusan Keuangan
Salam Herdiyanto, lahir di Bekasi pada 04-04-1873, berstatus pendidikan
lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
9. Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat
Ridwan, lahir di Bekasi pada 06-07-1979, berstatus pendidikan lulusan
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
10. Kepala Dusun Kalibaru
Saadih Saadirja,lahir di Bekasi pada 04-04-1953, berstatus pendidikan lulusan
Sekolah Tinggi Lanjutan Tingkat Atas(SLTA)
11. Kepala Dusun Sasaktiga
Hasan Bastian, lahir di Bekasi pada 18-08-1964, berstatus pendidikan lulusan
Sekolah lanjut Tingkat Akhir (SLTA)
12. Kepala Dusun Buwek Jaya
Endang Sunarya, lahir di Bekasi pada 03-07-1972, berstatus pendidikan
lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas(SLTA)
13. Staff
Subandi, lahir di Bekasi pada 02-03-1971, berstatus pendidikan lulusan SLTA
Suherman, lahir di Bekasi pada 09-03-1976, berstatus pendidikan lulusan
SLTA
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2008 tentang
pemerintahan desa pasal 7 bahwa pimpinan BPD terdiri dari 1 (satu) orang ketua,
50
1 (satu) orang wakil ketua dan 1 (satu) orang sekretaris. Sesuai luas wilayah,
jumlah penduduk dan kemampuan uang desa Tridayasakti yang relatif tinggi,
kebutuhan anggota BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di terapkan
secara maksimal yaitu 11 (sebelas) orang anggota BPD dari berbagai macam
profesi, jenis agama, ideologi dan lain-lain. Struktur keanggotaan BPD Desa
Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi periode 2012-2018
diatur dalam Struktur Pemerintahan Desa Tridayasakti yaitu:
1. Ketua BPD
Drs. H. Didi Supendi berlatar belakang pendidikan sarjana dengan profesi
wiraswasta
2. Wakil ketua BPD
Sumitra berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi karyawan
3. Sekretaris BPD
Romli Efendi berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi wiraswasta
4. Anggota BPD :
Abdurrahman S. Ag., berlatar belakang pendidikan sarjana dengan profesi
Pegawai Negeri sipil.
Muhammad Agam S.Ip., berlatar belakang pendidikan sarjana dengan
profesi Pegawai Negeri Sipil.
Sardin berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi Karyawan
Suwanto berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi Wiraswasta.
51
Sanudin berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi Karyawan
Jayadi Said berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi Karyawan
Sukarna berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi Karyawan
Dedi Suhendi berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi
Karyawan
52
BAB IV
ANALISA TERHADAP PERAN BPD DALAM PEMBENTUKAN PERDES DI
DESA TRIDAYASAKTI
A. Fungsi dan Peran Badan Permusyawaratan Desa
Pemerintah desa desa berfungsi menyelenggarakan kebijakan-kebijakan
yang dibuat kepala desa bersama BPD. Sesuai dengan prinsip demokrasi, BPD
bersama Kepala desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota.1 Sesuai pasal 8
Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi No.2 Tahun 2008 tentagn pemerintahan desa
menjelaskan bahwa BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala
Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Dalam menjalankan
perannya sebagai perpanjangtangan aspirasi masyarakat BPD memiliki tugas
dalam menggali, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat sesuai yang
diatur dalam pasal 20 PerDa Kabupaten Bekasi No. 2 Tahun 2008 bahwa Anggota
BPD dalam menggali, menampung, dan menyalurkan aspirasi masyarakat
dilakukan dengan :
1. Melakukan kunjungan ke masyarakat dalam wilayah desa;
2. Menampung aspirasi dari maasyarakat dengan cara tatap muka baik secara
perseorangan maupun bersama-sama;
3. Menerima usulan baik secara lisan maupun tertulis selama usulan tersebut
1 Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, h. 76.
53
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
maupun secara adat istiadat
4. Aspirasi masyarakat sebagai sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan
huruf c wajib dimusyawarahkan oleh anggota untuk menjadi masukan dalam
pembangunan masyarakat desa.
Sesuai fungsinya BPD memiliki wewenang :
1. Membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa
2. Melakssanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan
peraturan Kepala Desa
3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa
4. Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa
5. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan, dan menyalurkan
aspirasi masyarakat dan
6. Menyusun tata tertib BPD
Dalam penyelenggaraan pemerintah terkecil sekalipun perlu memiliki
lembaga yang mampu menciptakan Check and Balance dalam pembangunan
masyarakat desa yaitu lembaga yang memiliki hak pengawasan atas
penyelanggaraan pemerintah desa oleh kepala desa adalah BPD seperti yang
tertera dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam pasal 55
ayat (c) yaitu melakukan pengawasan kinerja kepala desa. Pengawasan yang
dilakukan BPD bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan kinerja kepala
54
desa sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak, dan untuk
mengetahui kesulitan-kesulitan apa saja yang dijumpai oleh para pelaksana agar
kemudian diambil langkah-langkah perbaikan.2
Dengan adanya pengawasan maka tugas pelaksana atau kepala desa
dapatlah diperingan oleh karena para pelaksana tidak mungkin dapat melihat
kemungkinan-kemungkinan kesalahan yang diperbuatnya dalam kesibukan
sehari- hari. Pengawasan bukanlah untuk mencari kesalahan akan tetapi untuk
memperbaiki kesalahan,3 maka pemerintahan yang bersih dan efektif akan
terlaksana dalam penyelenggaraannya.
B. Pembentukan Peraturan Desa
Dalam rangka mengatur urusan masyarakat setempat tersebut desa dapat
membuat peraturan desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan daerah. Peraturan desa adalah bentuk regulasi yang
dikeluarkan pemerintah desa sebagaimana kabupaten membuat peraturan daerah.
Peraturan desa ditetapkan oleh kepala desa bersama bersama BPD. Peraturan desa
dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang merupakan
penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat.4
2 Y.W. Sunindhia, S.H, Praktek Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1996), h. 103. 3 Drs. Riwu Kaho, MPA, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,
(Jakarta: Bima Aksara, 1982), h. 194 4 Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa,h. 113.
55
Isi peraturan desa tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum
dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, serta norma kesusilaan
masyarakat. Peraturan desa dibentuk beradasarkan asas pembentukan peraturan
perundang-undangan. Peraturan desa harus dibentuk berdasarkan asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang meliputi :
1. Kejelasan tujuan;
2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
4. Dapat dilaksanakan;
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
6. Kejelasan rumusan; dan
7. Keterbukaan.
Dalam penyususnan peraturan perundang-undangan harus sesuai Pasal 1
ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan telah menetapkan bahwa pembentukan peraturan
perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan,
teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, perundangan, dan
penyebarluasan. Dalam penyusunan peraturan desa, rancangan peraturan desa
dapat diprakarsai oleh pemerintah desa dan dapat berasal dari usul inisiatif BPD.
Jika berasal dari pemerintah desa maka kepala desa yang menyiapkan rancangan
PerDes tersebut sedangkan jika berasal dari BPD maka BPD-lah yang
menyiapkan rancangan PerDes tersebut. Terhadap rancangan PerDes baik dari
56
pemerintah desa maupun dari BPD, masyarakat berhak memberikan masukan
baik secara tertulis maupun lisan. Selanjutnya rancangan peraturan desa dibahas
secara bersama oleh pemerintah desa dan BPD. Rancangan peraturan desa yang
berasal dari pemerintah desa dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama
BPD.
Untuk rancangan peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja
desa, pungutan, dan penataan ruang yang telah disetujui bersama dengan BPD,
sebelum ditetapkan oleh kepala desa paling lama 3(tiga) hari disampaikan oleh
kepala desa kepada bupati/walikota untuk dievaluasi. Hasil evaluasi disampaikan
oleh bupati/walikota kepada kepala desa paling lama 20 (dua puluh) hari sejak
rancangan peraturan desa tersebut diterima. Apabila bupati/walikota belum
memberikan hasil evaluasi rancangan anggaran pendapatan dan belanja desa
tersebut kepala desa dapat menetapkan rancangan peraturan desa tentang
anggaran pendapatan dan belanja desa menjadi peraturan desa. Evaluasi
rancangan peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa
sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 dapat didelegasikan kepada camat.
Rancangan peraturan desa yang telah disetujui bersama oleh kepala desa
dan BPD disampaikan oleh pimpinan BPD kepada kepala desa untuk ditetapkan
bmenjadi peraturan desa. Penyampaian rancangan peraturan desa dilakukan dalam
jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan
bersama dengan tujuan peraturan desa yang ditetapkan secara musyawarah
mufakat dan harus mencerminkan kebutuhan masyarakat desa yang bersangkutan
57
serta tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah dan
peraturan perundang-undangan lainnya sesuai yang tertulis dalam pasal 114
Peraturan Daerah Kabupan Bekasi nomor 2 tahun 2008 tentang pemerintahan
desa.
Peraturan desa disampaikan oleh kepala desa kepada bupati/wali kota
melalui camat sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 15 (tujuh)
hari setelah ditetapkan. Peraturan desa dan peraturan pelaksanaannya wajib
disebarluaskan kepada masyarakat oleh pemerintah desa sesuai yang diatur dalam
pasal 109 ayat 1 Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 tahun 2008
tentang Pemerintahan Daerah bahwa Peraturan Desa yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 108 ayat (1), paling lambat 15(lima belas)
hari disampaikan kepada Bupati melalui Camat.
C. Proses BPD Desa Tridayasakti Dalam Pembentukan dan Penetapan
Peraturan Desa
Dalam negara demokrasi pembentukan peraturan perundang-undangan
memiliki unsur yang sangat penting dalam pembentukannya.5 Dalam
Merumuskan dan menetapkan peraturan desa, BPD berpedoman pada Peraturan
Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Desa.
Dimana Perda tersebut dalam pembuatannya berpedoman pada perundang-
undangan di atasnya yaitu UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. Fungsi BPD dalam bidang legislasi adalah
5 Hans Antlov, Negara dalam Desa, (Yogyakarta: LAPPERA, 2002), h. 25.
58
merumuskan dan menetapkan peraturan desa bersam-sama dengan pemerintah
desa. Fungsi legislasi ini nampak pelaksanaannya oleh BPD dalam beberapa hal
sebagai berikut:
1. Merumuskan Peraturan Desa bersama-sama dengan pemerintah desa.
Proses yang dilakukan oleh BPD dan Kepala Desa di dalam
merumuskan peraturan desa antara lain sebagi berikut.
a. Pemerintah Desa (Kepala Desa dan Perangkat Desa) mengundang anggota
BPD untuk menyampaikan maksudnya membentuk peraturan desa dengan
menyampaikan pokok-pokok peraturan desa yang diajukan.
b. BPD terlebih dahulu mengajukan rancangan peraturan desa,
demikian halnya dengan pemerintah desa yang juga mengajukan
rancangan peraturan desa.
c. BPD memberikan masukan atau usul untuk melengkapi atau
menyempurnakan rancangan peraturan desa.
d. Ketua BPD menyampaikan usulan tersebut kepada pemerintah desa untuk
diagendakan.
e. BPD mengadakan rapat dengan pemerintah desa kurang lebih satu sampai
dua kali untuk memperoleh kesepakatan bersama.
2. Menetapkan Peraturan Desa bersama-sama dengan Pemerintah Desa
Setelah BPD dan Kepala Desa mengajukan rancangan Peraturan Desa
kemudian dibahas bersama-sama di dalam rapat BPD dan setelah mengalami
penambahan dan perubahan, kemudian rancangan Peraturan Desa tersebut
59
disahkan dan disetujui serta ditetapkan sebagai Peraturan Desa.
Dalam menetapkan peraturan desa, antara BPD dan kepala desa sama-
sama memiliki peran yang sangat penting antara lain sebagai berikut:
a. BPD menyetujui dikeluarkannya Peraturan Desa;
b. Kepala Desa menandatangani Peraturan Desa tersebut;
c. BPD membuat berita acara tentang Peraturan Desa yang baru ditetapkan;
dan
d. BPD mensosialisasikan Peraturan Desa yang telah disetujui pada
masyarakat melalui Ketua Rukun Tetangga (RT) untuk diketahui dan
dipatuhi serta ditentukan pula tanggal mulai pelaksanaannya.
Namun dalam proses pembentukan peraturan desa setiap anggota BPD
Tridayasakti perlu mengetahui persoalan yang terjadi di dalam masyarakat
yang mana peraturan dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dalam hal ini cara Anggota BPD dalam menggali, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat ke dalam Peraturan Desa yang akan
dibentuk sesuai pasal 20 Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 tahun
2008 tentang Pemerintahan Desa. Setiap anggota BPD Tridayasakti
seyogyanya melakukan dengan cara :
a. Melakukan kunjungan kemasyarakat
b. Menampugn aspirasi dari masyarakat dengan cara tatap muka baik secara
perorangan maupun bersama-sama.
c. Menerima usulan baik secara lisan maupun tertulis selama usulan tersebut
60
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
atau secara adat istiadat.
d. Aspirasi masyarakat yang telah terkumpul perlu dimusyawarahkan oleh
anggota untuk menjadi masukan dalam pembangunan masyarakat desa.
Namun dalam pelaksanaan di lapangan yang penyusun teliti dari
wawancara dengan anggota BPD di Desa Tridayasakti bahwa hanya Ketua
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang menjalankan perannya yaitu
melakukan kunjungan kepada masyarakat untuk menampung aspirasi itupun
hanya dengan tatap muka jadi dapat disimpulkan bahwa penampungan
aspirasi masyarakat tidak komprehensif dan matang sehingga penyaluran
aspirasi masyarakat yang akan dituangkan dalam peraturan desa tidak
sepenuhnya menjadi reprsentasi kebutuhan masyarakat menyeluruh.
Sedangkan di dalam pasal 9 ayat (e) Peraturan daerah Kabupaten Bekasi
nomor 2 tahun 2008 tentang pemerintahan desa menjelaskan bahwa Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki wewenang menggali, menampung,
menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Di dalam pemerintahan desa, BPD berkedudukan sejajar dan menjadi
mitra kerja pemerintah desa. Pengertian sejajar disini adalah bahwa kedudukan
BPD tidak lebih rendah dan tidak lebih tinggi dan bukan merupakan bagian
pemerintah desa. Dari hasil penelitian yang penyusun lakukan dalam fungsi
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Tridayasakti, dari data atau hasil
wawancara diatas bahwa, menerangkan fungsi BPD belum positif dengan jabatan
61
yang diduduki atau pemberi solusi yang dapat dijalankan suatu kebijakan oleh
Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dengan demikian yang disampaikan oleh
informan, memang jelas untuk saat ini bahwa fungsi BPD juga, selain kedudukan
atau jabatan dengan kapasitas bisa menjadi faktor pendorong suatu keuntungan
untuk kelancarannya suatu kebijakan atau keputusan yang diambil oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 tahun 2008 tentang Pemerintahan
Desa, yang menjelaskan bahwa BPD berfungsi menetapkan peraturan desa
bersama Pemerintah Desa.
Seperti yang penyusun teliti di Desa Tridayasakti dalam melaksanakan
perannya dalam fungsi legislasi bahwa, dalam pembentukan Peraturan desa
tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa(APBDes) dan Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) merupakan bagian dalam
tugas pelaksana Pemerintah Desa dalam hal ini Kepala Desa dan Angota Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menyelenggarakan pembangunan Desa.
Dari hasil wawancara yang penyusun lakukan dengan Ibu Siti Amaliah
selaku sekretaris Desa Tridayasakti mengatakan bahwa berkaitan dengan BPD
sebagai mitra kerja pemerintah desa adalah dalam melaksanakan tugasnya, BPD
dan pemerintah desa wajib saling menghormati, bantu membantu, saling mengisi
guna tercapainya penyelenggaraan pemerintah desa yang efisien, efektif serta
tercapainya kemakmuran desa, walaupun sampai saat ini tidak ada peraturan desa
yang dibuat selain Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa(APBDes) serta
62
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa(RPJMDes).6
Namun dari hasil wawancara tersebut Penulis melihat kesadaran dan
wawasan Pejabat Desa dalam pelaksanaan tugas Pemerintahan Desa. Dalam
pelaksanaan setahun jabatan Kepala Desa, Kepala Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) harus mengimplementasikan perannya sebagai
Badan Legislasi Desa. Seperti yang Penulis teliti dari data dan wawancara bahwa
dalam dalam pelaksanaan pemerintahan tahun 2013 yang dijalankan oleh Kepala
Desa yang pada tahun 2012 juga menjabat sebagai Kepala Desa. Sehubungan
dengan peraturan desa yang telah dibuat bahwa optimalnya peran BPD sebagai
fungsi kontrol kinerja Kepala Desa dan legislasi belum memberikan kinerja yang
baik pasalnya hanya ada 2(dua) peraturan desa yang menjadi acuan Kepala Desa
dalam melaksanakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa tahun 2012 dan
periode setelahnya, pada dasaranya seperti yang dijelaskan dalam pasal 123
Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 tahun 2008 tentang Pemerintahan
Desa bahwa pemerintahan desa yang dipimpin oleh Kepala desa yang
melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggungjawab kepada Bupati melalui
Camat dan menyampaikan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD serta
menginformasikan kepada masyarakat.
Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang
Perencanaan Pembangunan Desa (Permendagri No.66 Tahun 2007), telah
ditetapkan prosedur standar dan mekanisme perencanaan pembangunan desa serta
materi muatan yang menjadi acuan dalam program pembangunan desa yang
6Wawancara pribadi dengan Siti Amaliyah, Bekasi. 25 Desember 2013
63
disusun dalam periode 5 (lima) tahun yang merupakan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa) yang memuat arah kebijakan keuangan
desa, strategi pembangunan desa, dan program kerja desa (Pasal 2) yang
ditetapkan dengan peraturan desa (Pasal 4 ayat (1)) dan penyusunannya dilakukan
dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan desa (MUSREMBANG-
Desa) sesuai Pasal 8 ayat (2) jo. Pasal 1 ayat (10) yang terdiri dari (Pasal 8 ayat
(3):
a. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPM-Desa) membantu
pemerintah desa dalam menyusun RPJM-Desa dan RKP-Desa;
b. Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama sebagai nara sumber;
c. Rukun Warga/Rukun Tetangga, Kepala Dusun, Kepala Kampung, dan lain-
lain sebagai anggota; dan
d. Warga masyarakat sebagai anggota.
Penulis melihat terdapat kejanggalan dalam pelaksanaan Pemerintahan
Desa oleh Kepala Desa juga peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di desa
Tridayasakti yang kurang optimal dalam menjalankan fungsinya yaitu tidak
membuat Keputusan Pertanggung jawaban Kepala Desa dan Rencana Kerja
Pembangunan (RKP-Desa), dengan demikian fungsi Badan Permusyawaratan
Desa(BPD) di Desa Tridayasakti dalam pembentukan Peraturan Desa(PerDes)
bersama Pemerintah Desa tidak mengacu pada peraturan perundang-undangan
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Dalam Peraturan Desa yang seharusnya melibatkan masyarakat desa
64
dalam merancang peraturan desa seperti yang dijelaskan dalam pasal 115 ayat 1
Peraturan Daerah Bekasi Nomor 2 tahun 2008 tentang Pemerintahan Desa
menjelaskan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau
tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan peraturan desa.
Padahal, sudah selayaknya masalah yang ada di Desa dituangkan dalam
pembentukan peraturan desa yang nantinya dibahas oleh BPD bersama
Pemerintah Desa untuk melaksanakan Penyelenggaraan Good Governance di
Pemerintahan terendah dalam ketatanegaraan Indonesia dalam hal ini Desa
Tridayasakti.7
Berdasarkan hasil penelitian di Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun
Selatan Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat, kedudukan BPD sebagai mitra
kerja pemerintah desa sudah terwujud dalam pelaksanaan tugas BPD dalam
rangka menjalankan fungsi legislasi, yaitu merumuskan dan menetapkan
Peraturan Desa bersama-sama dengan pemerintah desa namun belum mencapai
tahap memuaskan sebagai lembaga penyalur aspirasi masyarakat dan pengayom
masyarakat pasalnya peraturan yang telah dibuat yaitu Anggaran Pembelian Dan
Belanja Desa (APBDes) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJMDes) tidak mencerminkan kebutuhan masyarakat seutuhnya yaitu tatanan
sosial yang baik dan kesejahteraan menyeluruh.
Sesuai pasal 114 Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun
2008 bahwa peraturan desa ditetapkan secara musyawarah mufakat dan harus
mencerminkan kebutuhan masyarakat desa yang bersangkutan serta tidak boleh
7 AAGN Ai Dwipayana, Membangun Good Governance di Desa. (Yogyakarta: IRE Press, 2003), h.52.
65
bertentangan dengan Kepentingan Umum, peraturan daerah dan peraturan
perundang-undangan lainnya, Penulis menganalisa bahwa tidak adanya peraturan
desa yang terbentuk kecuali APBDes dan RPJMDes merupakan wujud peran
badan Permusyawaratan Desa yang kurang bersinergi dengan kepentingan
masyarakat desa, kemampuan Badan Permusyawaratan Desa dalam menciptakan
Peraturan Desa belum maksimal untuk memperjuangkan masalah yang ada di
Desa, dalam hal ini menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang
kemudian dituangkan dalam Peraturan Desa.
Menurut Bapak Drs. H. Didi Supendi selaku Ketua BPD Desa
Tridayasakti menyatakan bahwa BPD selalu bersama-sama dengan pemerintah
desa dalam membuat dan menetapkan Peraturan Desa.8
Walaupun tidak dapat dipungkiri hasil penelitian yang penyusun lakukan
bahwa dalam tahap pembentukan Peraturan Desa juga belum terlalu baik dalam
pelaksanaannya yang tidak terlepas dari peran Badan Permusyawaratan Desa
sebagai mitra Kepala Desa. dengan demikian Penulis menyimpulkan bahwa hal
ini memiliki kendala-kendala yang dilami Badan Permusyawaratan desa(BPD) di
Desa Tridayasakti dalam prosesnya.
D. Kendala-Kendala yang terjadi dalam Proses Pembentukan dan
Penetapan Peraturan Desa (PerDes)
Dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun BPD Desa Tridayasakti sudah
8 Wawancara pribadi dengan Drs. H. Didi Supendi, Bekasi. 25 Desaember 2013
66
hanya 2(dua) kali mengajukan rancangan Peraturan Desa yang pada akhirnya
rancangan Peraturan Desa tersebut dijadikan Peraturan Desa yang terlebih dahulu
ditetapkan BPD bersama-sama dengan pemerintah desa dalam hal ini adalah
Kepala Desa. Salah satu rancangan Peraturan Desa yang pada akhirnya menjadi
Peraturan Desa adalah rancangan Peraturan Desa mengenai Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa (APBDes).
Alasan BPD Desa Tridayasakti mengajukan rancangan Peraturan Desa
mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dikarenakan untuk
kelancaran jalannya pemerintahan desa dan pembangunan desa, serta dijadikan
pedoman dalam mengatur pemasukan dan pengeluaran keuangan desa.
Hasil kerja BPD dalam pelaksanaan fungsi legislasi adalah beberapa
peraturan desa yang telah ditetapkan Desa Tridayasakti tahun 2012 ada 1 (empat)
peraturan desa yang telah ditetapkan yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa. Pada tahun berikutnya 2013 BPD Tridayasakti Periode 2012-2018 hanya
menetapkan 2(dua) peraturan desa yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa(APBDes) dan Pembangunan Jangka Menengah Desa(PJMDes). Dalam 2
tahun terahir setiap tahunnya BPD Tridayasakti menetapkan Peraturan Desa
minimal 2 peraturan desa pertahunnya dan sangan minimal 1(satu) peraturan yaitu
APBDes.9 Mengacu data tersebut menunjukan Anggota Badan Permusyawaratan
Desa periode 2012-2018 dalam 2 tahun terahir tidak maksimal menjalankan
9 Data yang diambil dari kantor desa Tridayasakti kecamatan Tambun Selatan Kabupaten
Bekasi
67
perannya sebagai penampung dan penyalur aspirasi masyarakat serta pengayom
masyarakat desa.
Proses pembuatan Peraturan Desa mulai dari merumuskan Peraturan Desa
sampai pada menetapkan Peraturan Desa yang dilakukan bersama-sama dengan
pemerintah desa, tidak ada kendala atau hambatan yang dihadapi. Seperti yang
dikatakan oleh Bapak Drs. H. Didi Supendi selaku ketua BPD Desa Tridayasakti
bahwa dalam proses pembuatan Peraturan Desa yang kami lakukan bersama-sama
dengan pemerintah desa walaupun ada sedikit hambatan baik dari dalam yaitu
persoalan intelektual anggota BPD yang lain dalam membentuk PerDes serta
memahami perannya sebagai Anggota BPD, mengenai perbedaan pendapat dalam
menetapkan Peraturan Desa tersebut itu sudah hal yang biasa.10
Dalam penelitian ini Penulis meninjau dari empat variable yang menjadi
kendala Badan Permusyawaratan Desa Tridayasakti dalam mengimplementasikan
fungsinya. Empat variable tersebut adalah komunikasi, sumber daya, disposisi
dan struktur birokrasi.
1. Komunikasi
Menurut ketua BPD desa Tridayasakti Bapak Drs. H. Didi Supendi
menyatakan bahwa kami dalam internal BPD sendiri sudah dikomunikasikan
antara satu dengan yang lainnya, mengenai pembentukan peraturan desa untuk
lebih jauhnya belum dilaksanakan dengan baik. demikian halnya BPD dengan
Pemerintah Desa untuk pertemuan yang lebih intens membicarakan terkait
10
Wawancara pribadi dengan Drs. H. Didi Supendi,Bekasi. 25 Desember 2013
68
dengan pembentukan peraturan desa juga komunikasi yang terbangun belum
terlalu baik.11
2. Sumber daya
Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa ada dua sumber daya yang
perlu diperhatikan yaitu :
a. Finansial yang merupakan faktor pendukung dalam menjalankan program
atau suksesnya program yang telah diprogramkan. Seperti dalam pasal 14
Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi nomor 2 tahun 2008 bahwa : satu,
untuk kegiatan BPD disediakan biaya operasional sesuai kemampuan
keuangan desa yang dikelola oleh Sekretaris BPD, kedua, biaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan setiap tahun dalam APB
Desa.
b. Sumber daya manusia yang merupakan faktor pendukung dalam
merancang program yang akan dilaksanakan yaitu kecukupan baik
kualitas maupun kuantitas implementor.
Menurut Wakil Ketua BPD Tridayasakti Bapak Sumitra juga
menyatakan bahwa jujur saja untuk anggaran belum memadai bahkan belum
terlalu intens dalam membicarakan gimana sesuai dengan porsi anggarannya ?
apalagi untuk pembentukan peraturan desa. Sedangkan terkait dengan sumber
daya manusia yang di BPD sendiri sangat kurang dalam kualitas maupun
kapasitas sebagai legislator.12
11
Wawancara pribadi dengan Drs. H. Didi Supendi, Bekasi. 25 Desember 2013. 12
Wawancara pribadi dengan Sumitra, Bekasi. 15 Januari 2014.
69
Dari hasil wawancara tersebut maka penulis mengetahui bahwa dalam
hal peran BPD sebagai penampung dan penyalur aspirasi masyarakat belum
mencapai kesadaran yang maksimal, dari kapasitas dan kemampuan BPD
dalam memahami fungsi mereka dan kapsitasnya sebagai kepanjangan tangan
aspirasi masyarakat desa terlebih lagi dengan faktor anggaran yang menjadi
kendala anggota BPD enggan melaksanakan tugas dan perannya dalam asumsi
mereka yang setiap rapat atau musyawarah harus menghasilkan pundi-pundi
rupiah, seperti yang dinyatakan salah satu anggota BPD Tridayasakti yaitu
Bapak Suwanto menyatakan bahwa Bagaimana rapat dan pembentukan
peraturan desa mau berjalan efektif, anggaran konsumsi rapat saja tidak ada
sedangkan kita mengadakan rapat menyia-nyiakan waktu kerja kami yang
seharusnya kami pulang kerumah membawa hasil untuk keluarga.13
3. Disposisi
Disposisi juga merupakan salah satu kendala dalam anggota BPD
Tridayasakti dalam pembentukan Peraturan Desa yaitu komitmen yang rendah
dalam BPD itu sendiri sehingga tidak bisa bertahan lama dalam menjalankan
program-program ketika ada hambatan yang ditemui.
Program atau kepentingan desa misalnya membicarakan porsi-porsi
anggaran lebih intens, aspirasi masyarakat dan termasuk merumuskan
peraturan desa lainnya. Hal senada yang disampaikan oleh anggota BPD
Tridayasakti lainnya yaitu Bapak Abdurrahman S.Ag menyampaikan bahwa
13
Wawancara pribadi dengan Suwanto, Bekasi. 15 januari 2014.
70
BPD selalu duduk dan membicarakan segala program atau kepentingan desa,
bahkan sudah pada tingkatan pembicaraan terkait dengan pembentukan
peraturan desa. Untuk sejauh ini belum dilaksanakan dengan baik dan
komprehensif.14
Dalam persoalan ini Penulis melihat faktor kendala yang
memungkinkan terjadinya yaitu kurangnya komitmen dan tanggungjawab
yang membuat anggota BPD inkonsisten dalam melaksanakan proses
pembentukan peraturan desa maupun menjalankan fungsi lainnya.
4. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi juga menjadi salah satu yang menjadi kendala BPD
Tridayasakti dalam implementasi kebijakan yaitu proses mekanismenya tidak
ada yang dicantumkan dalam kerangka kerja program BPD. Hal ini juga
terjadi karena tingkat pemahaman dan wawasan BPD yang masih minim
sehingga semua tidak tersusun secara sistematis, padahal ini merupakan acuan
setiap anggota BPD dalam melaksanakan program-program BPD. Sedangkan
terkait dengan struktur pelaksana tidak memberikan memberikan jaminan
atas terlaksananya program dalam hal ini peran BPD Tridayasakti dalam
pembentukan peraturan desa baik dalam merumuskan dan merancang
peraturan desa serta lemahnya sumber daya manusia aparatur Pemerintahan
Desa yang menguasai peraturan perundang-undangan dan teknik legal
drafting. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu anggota BPD Tridayasakti
14
Wawancara pribadi dengan Abdurrahman S.ag., Bekasi. 23 Januari 2014.
71
oleh Bapak Romli Efendi selaku sekretaris BPD Tridasakti menyatakan kalau
untuk mekanisme dan struktur pelaksana dalam menjalankan fungsi kami
sebagai BPD tidak mempunyai suatu panduan dalam kerangka kerja,
sedangkan untuk pembentukan peraturan desa mengukur dari pemahaman dan
wawasan setiap anggota dalam internal BPD yang masih rendah atau
katakanlah belum terlalu optimal. Inilah kendala kami di BPD.15
Bukan hanya persoalan sumber daya manusia yang kurang kompeten,
Penulis melihat bahwa lembaga atau badan dari penyelenggaraan pemerintah
desa tidak memiliki acuan dalam menjalankan program maupun teknis
kerjanya sehingga peraturan desa yang diciptakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa di desa Tridayasakti tidak mencerminkan kebutuhan
masyarakat dan kurang optimalnya peran BPD dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa. Berdasarkan pasal 9 ayat (f) PerDa Kabupaten Bekasi No.
2 Tahun 2008 bahwa wewenang BPD adalah menyusun tata tertib BPD,
faktanya yang Penulis dapat dari wawancara tersebut menyatakan bahwa
Badan Permusyawaratan Desa di desa Tridayasakti tidak memiliki acuan
dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai mitra Kepala Desa.
E. Perspektif Islam Terhadap Kedudukan Badan Permusyawaratan Desa
Dalam ajaran Islam telah banyak dijelaskan tentang pentingnya masalah
Pemerintahan baik yang menyangkut urusan duniawi maupun urusan ukhrawi, hal
15
Wawancara pribadi dengan Romli Effendi, Bekasi. 26 Januari 2014.
72
ini dikarenakan adanya pendapat bahwa Islam adalah agama yang komprehensif,
didalamnya terdapat sistem ketatanegaraan, sistem ekonomi, sistem sosial dan
sebgainya. Namun dalam skripsi ini lebih menerangkan tentang implementasi
peran Badan Permusyawaran Desa (BPD) dalam melaksanakan amanat yang telah
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam Al-Quran telah dijelaskan tentang prinsip kepemimpinan yaitu
dalam Surat Ali Imran ayat 118 yang berbunyi:
)
Artinya:
Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil
menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu, karena
mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemudharatan bagimu. Mereka
menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dimulut mereka
adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat
(Kami) jika kamu memahaminya”.(Q.S. Ali Imran [3]: 118)
Dengan demikian jelaslah pentingnya Pemerintahan baik Pusat maupun
Daerah, maka dengan adanya tugas pembantuan yang diemban oleh Pemerintah
Desa diharapkan warga masyarakat dapat langsung menyalurkan aspirasinya
melalui orang-orang yang dipercayainya ditingkat Pemerintahan Desa, karena
dalam Al-Quran pun pada saat surat Ali Imran ayat 118, Allah memerintahkan
ummatNya untuk mengambil dan menjadikan orang-orang yang dipercaya dalam
menjalankan roda pemerintahan Pusat maupun Desa yaitu orang-orang derasal
73
dari golongannya, karena dianggap lebih dapat dipercaya dan lebih mengetahui
asal usul dan adat kebiasaan masyarakat setempat. Dengan dipilihnya Kepala
pemerintahan dari golongan sendiri maka lembaga imamah (Pemerintah)
mempunyai tugas dan tujuan umum sebagaimana telah dikemukakan Imam-
Almawardi yaitu:
Pertama, mempertahankan dan memelihara agama dan prinsip-prinsipnya
yang ditetapkan dan apa yang menjadi ijma’ oleh salaf (generasi pertama umat
Islam). Kedua, melaksanakan kepastian hukum diantara pihak-pihak yang
bersengketa atau berperkara dan berlakunya keadilan yang universal antara
penganiaya dan yang dianiaya. Ketiga, melindungi wilayah Islam dan memelihara
kehormatan rakyat agar mereka bebas, aman dan baik jiwanya maupun harta.
Keempat, memelihara hak-hak rakyat dan hukum-hukum Tuhan. Kelima.
Membentuk kekuatan untuk menghadapi musuh. Keenam, jihad terhadap orang-
orang yang menentang Islam setelah adanya dakwah agar mereka mengakui
eksistensi Islam. Ketujuh, memungut pajak dan sedekah menurut yang diwajibkan
syara’, nash dan ijtihad. Kedelapan, mengatur penggunaan harta baitul mal
secara efektif. Kesembilan, meminta nasehat dan pandangan dari orang-orang
terpercaya. Kesepuluh, dalam mengatur ummat dan memelihara agama,
pemerintah dan kepala Negara harus langsung menanganinya dan meneliti
keadaan yang sebenarnya.16
16
J. Suyuti Pulungan, Fiqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (PT. Rajawali Pers,
Jakarta),h. 260.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan oleh penyususn dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Bahwasanya Proses Badan Permusyawaratan Desa dalam pembentukan dan
Penetapan Peraturan Desa di Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan
Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat tidak sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
walaupun ada sebagian prosedur yang terlaksana dalam proses
pembentukannya, berdasarkan pasal 1 ayat (1) bahwa Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-
undangan yang pada dasamya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik
penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan
penyebarluasan. Sedangkan Proses yang BPD lakukan dalam penyusunan dan
pembentukan peraturan desa di Desa Tridayasakti yaitu dengan melakukan
rapat bersama pemerintah desa untuk merancang peraturan desa tanpa
melaksanakan kunjungan kemasyarakat, bertatap muka baik secara
perseorangan maupun bersama-sama beserta perangkat desa untuk
menampung aspirasi yang diberikan oleh masyarakat desa Tridayasakti, dalam
pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah desa yang baik. Adapun
75
fungsi Badan Permusyawwaratan Desa di Desa Tridayasakti sudah sesuai
dengan Peraturah Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 tahun 2008 tentang
pemerintah desa yang berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala
Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, namun peran BPD
Tridayasakti belum cukup optimal sebagai perpanjang tangan masyarakat desa
karena peraturan desa yang telah dibentuk dalam dua tahun terakhir tidak
mencerminkan kebutuhan masyarakat dan harapan masyarakat dalam
membangun kesejahteraan yang merata.
2. Kendala yang memperngaruhi fungsi legislasi BPD adapun faktor-faktor yang
menjadi kendala dalam penyusunan dan penetapan perdes ialah:
a. Kesadaran masyarakat terhadap peraturan desa
b. Kualitas kinerja aparatur Desa dan BPD yang kurang baik
c. Kurangnya anggaran desa dalam setiap menjalankan proses legislasi
d. Kualitas internal Badan Permusyawaratan desa itu sendi yang mencakup :
pertama, komunikasi yang terjalin antar anggota BPD kurang baik.
Kedua, sumber daya manusia yang cukup secara kuantitas namun tidak
secara kualitas maupun kapasitas sebagai legislator. Ketiga, komitmen dan
profesionalitas setiap anggota BPD dalam melaksanakan perannya.
Keempat, struktur BPD yang yang tidak mempunyai acuan dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.
76
B. Saran-saran
Berangkat dari skripsi ini penyusun menyarankan beberapa hal hal sebagai
berikut:
1. Pentyusun menyarankan perlu adanaya perhatian khusus dari pemerintahan
daerah dan diadakannya pelatihan cara menyusun dan merancang peraturan
desa bagi pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan desa, agar bisa
menjadi suatu produk hukum tersebut berguna sebagaimana kebutuhan
masyarakat ditinjau baik secara yuridir, politis, maupun sosiologis.
2. Penyusun menyarankan bahwa dalam pembahasan, penyusunan dan
penetapan Peraturan Desa agar aspirasi benar-benar diperhatikan dan
partisipasi masyarakat dilibatkan dalam pembahasan, sehingga kelak
peraturan desa yang dibuat benar-benar berguna bagi masyarakat desa
Tridayasakti.
3. Penyusun menyarankan bahwasanya masyarakat perlu ikut serta dalam
mengawasi kinerja BPD dan kepala desa mengingat BPD adalah unsur
pemerintahan paling bawah yang mendasari untuk penyelengaraan
pemerintahan yang baik sehingga pelayanan pada masyarakat dapat
ditingkatkan.
4. Penyusun menyarankan penyelesaian alternatif yaitu problematika teoritik
peraturan perundang-undangan, selalu ada kesenjangan dalam hukum antara
teori dan fakta, yaitu tidak adanya hukum yang mengatur atau hukum tidak
77
lengkap mengatur (insuficiency gab), sesama undang-undang tidak sejalan
(inconsistency gab), aturan kabur atau tidak jelas (Inderterminacy Gab), dan
secara moral tidak dapat diterima (axiological gab).
5. Penyusun menyarankan alternatif penyelesaian yaitu legislatif drafting
Peraturan Desa, dalam pembentukan Peraturan Desa, ada tiga hal yang perlu
diperhatikan, yaitu; masalah prosedur, teknik penyusunan, dan perumusan.
6. Penyusun menyarankan alternatif penyelesaian kendala yaitu rivalitas Kepala
Desa dan BPD dalam memandang suatu rancangan peraturan desa,
keberhasilan pembangunan tidak lepas dari peran pemerintahan desa.
Perselisihan aparat desa dengan anggota BPD jelas akan menghambat
pembangunan.
7. Penyusun menyarankan yaitu konstruksi produk hukum yang inkonsisten
menimbulkan adanya supervisi dan evaluasi terhadap peraturan desa, perlu
ada badan serta tata cara mengawasinya, yaitu: pengujian oleh badan
peradilan (judicial review), pengujian oleh badan yang sifatnya politik
(political review), dan pengujian oleh pejabat atau badan administrasi Negara
(administrative review). Dari hal-hal tersebut, maka perlu diadakan perubahan
terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa, dengan mengembalikan mekanisme pemilihan anggota BPD
dalam suatu sistem pemilihan yang melibatkan partisipasi rakyat. Sehingga
78
BPD dapat menjalankan fungsinya dengan legitimasi rakyat serta pengawasan
atas kinerja BPD yang kurang optimal melihat kasus BPD Tridayasakti yang
dalam menjalankan perannya masih terkendala dengan masalah-masalah
internal keanggotaan BPD tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdullah, Rozali. Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah
Secara Langsung. Jakarta: Rajawali Press, 2007.
Dwipayana, AAGN Ari. Membangun Good Governance Di Desa. Yogyakarta: IRE
Press, 2003.
Kaho, Riwu, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Jakarta:
Bima Aksara, 1982.
Kushandjani, Otonomi Desa Berbasis Modal Sosial Dalam Perspektif Socio-Legal.
Semarang: Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisip UNDIP, 2008.
Kusnardi, Moh dan Saragih, Bintan R, Ilmu Negara. Jakarta: Penerbit Gaya Media
Pratama, 2005.
Malik, M.R. Khairul, Menggugat Partisipasi Publik Dalam Pemerintahan Daerah
(Sebuah Kajian Dengan Pendekatan Berpikir Sistem). Malang: Bayu
Media Publishing, 2007.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum. Jakarta: Predana Media Group, 2008.
Misdiyanti, Fungsi Pemerintahan Daerah Dalam Pembuatan Peraturan Daerah.
Jakarta: Bumi Aksara. 1993
Moleong, J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya, 2000.
Ndraha, Taliziduhu. Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa. Jakarta : PT Bumi
Aksara, 1991.
Nurcholis, Hanif. Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta:
Erlangga, 2011.
Pulungan, J. Suyuti. Fiqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: PT.
Rajawali Pers, 1995
Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2002.
Solehkan, Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Jakarta: Setara Pres, 2012.
Syafi’ie, Inu Kencana. Ilmu Pemerintahan Dalam Al-Quran. Jakarta: Bumi Aksara,
2004
Wasistiono, Sadu dan Tahir, M. Irawan. Prospek Pengembangan Desa. Bandung: CV
Fokus Media, 2007.
Widjaja, HAW. Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli, Bulat Dan Utuh.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
, HAW. Pemerintahan Desa dan Administrasai Desa Menurut Undang-
Undang Nomor 5 tahun 1979. Jakarta: Rajawali Press, 1993.
Y.W. Sunindhia. Praktek Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah. Jakarta: Rineka
Cipta, 1996.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penataan
Lembaga Kemasyarakatan
Peraturan Daerah kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pemerintahan
Desa.
ARTIKEL, JURNAL, SKRIPSI
Nuralif, Ahmad. “Kajian Hukum Islam Tentang Peranan Pemerintah Desa dan BPD
Dalam Pelaksanaan Pembangunan dan Kesejahteraan Umum(studi kasus
Desa Permagsari Kecamatan Parung Kabupaten Bogor).” Skripsi S1
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2010.