oralswelling om kel 6 2010 fkg ugm
DESCRIPTION
Oral Sweelling Oral MedicineTRANSCRIPT
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Saat ini perkembangan ilmu di dunia kedokteran gigi sangatlah pesat.
Seorang dokter gigi dituntut untuk mampu menangani keluhan pasien dan
memeriksa kesehatan umum pasien secara holistik, tidak terbatas pada rongga
mulut saja. Dokter gigi harus mampu melakukan pemeriksaan ekstraoral dan
intraoral saat menghadapi kasus pasien. Agar dapat melakukan pemeriksaan
tersebut dengan baik, penting bagi dokter gigi untuk mengetahui dan mengenali
kelainan-kelainan serta mengevaluasinya.
Suatu kelainan atau penyakit dapat menyerang rongga mulut bagian
jaringan keras (yaitu gigi) dan jaringan lunak. Diferensiasi kelainan atau penyakit
pada jaringan lunak rongga mulut diklasifikasikan menjadi 3 kategori yang terdiri
dari hilangnya integritas permukaan mukosa (vesikobuloas dan ulseratif),
perubahan warna, dan massa atau massa.
Pembengkakan dapat terjadi di mana saja di mukosa mulut dan cenderung
bersifat jinak, lesi inflamasi atau reaktif, yaitu lesi yang terbentuk karena luka.
Pembengkakan mungkin timbul dari daerah mukosa, di atas epitel atau di dasar
jaringan ikat beserta komponennya, atau daerah yang berhubungan dengan gigi,
tulang, atau kelenjar ludah. Pembengkakan dari jaringan orofacial bisa
disebabkan karena trauma, infeksi, reaksi imun, atau neoplasia. Pembengkakan
bisa terjadi di ekstraoral, intraoral, dan dimanapun. Pembengkakan yang bersifat
kronis di sekitar mulut biasanya terasa sakit. Sebagian besar massa memiliki
karakteristik masing-masing. Kombinasi tekstur permukaan, sensitivitas saat
palpasi, adanya penyebab atau perjalanan klinis yang tampak nyata sangat
penting dalam kategorisasi awal. Proses penyakit primer penyebab
pembengkakan atau massa dalam bentuk massa atau tumor dalam rongga mulut
meliputi kista, retensi, dan mukus ekstravasasi kelenjar saliva, fokus peradangan,
dan jaringan granulasi, abses dan proliferasi jaringan ikat berkapsul. Diagnosis
banding pemesaran jaringan lunak mulut antara lain massa papilari permukaan
-
epithelium, massa inflamasi akut, hiperplasia reaktif, kista submukosal benigna
dan neoplasma, dan neoplasma maligna.
Banyaknya prevalensi dan insidensi kasus massa atau pembengkakan pada
jaringan lunak rongga mulut menjadikan penting untuk dipelajari. Dalam
makalah ini, penulis menguraikan beberapa macam contoh penyakit dengan
tampakan klinis berupa massa atau pembengkakan jaringan lunak rongga mulut
yang terlihat secara ekstraoral maupun intraoral.
B. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian berbagai lesi atau penyakit pada sistem
stomatognatik dengan karakteristik adanya massa dn neoplasma mulut
2. Menjelaskan etiologi, patogenesis, perangai klinis, histopathologi, dan
diagnosis banding berbagai lesi atau penyakit sistem stomatognatik dengan
karakteristik adanya massa atau pembengkakan berdasarkan kausanya
3. Menjelaskan etiologi, patogenesis, perangai klinis, histopathologi, dan
diagnosis banding berbagai lesi dengan karakteristik adanya massa atau
pembengkakan akibat kelainan atau penyakit tulang baik odontogenik
maupun non odontogenik
4. Memahami dan mengetahui konsep dasar perawatan simptomatik berbagai
lesi dengan karakteristik adanya massa atau pembengkakan berdasarkan
kausanya
5. Memahami dan mengetahui konsep rujukan pada pasien dengan kelainan
sistem stomatognatik dengan karakteristik adanya massa atau pembengkakan
sesuai ndikasinya
6. Menjelaskan tanda dan gejala perkembangan ke arah keganasan suatu
kelainan atau penyakit pada sistem stomatognasi
7. Memahami dan menjelaskan arti penting peran kelenjar limfe sebagai
penanda adanya kelainan atau penyakit pada sistem stomatognasi
C. Manfaat Penulisan
Manfaat penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Mampu menjelaskan pengertian berbagai lesi atau penyakit pada sistem
stomatognatik dengan karakteristik adanya massa dn neoplasma mulut
-
2. Mampu menjelaskan etiologi, patogenesis, perangai klinis, histopathologi, dan
diagnosis banding berbagai lesi atau penyakit sistem stomatognatik dengan
karakteristik adanya massa atau pembengkakan berdasarkan kausanya
3. Mampu menjelaskan etiologi, patogenesis, perangai klinis, histopathologi, dan
diagnosis banding berbagai lesi dengan karakteristik adanya massa atau
pembengkakan akibat kelainan atau penyakit tulang baik odontogenik maupun
non odontogenik
4. Mampu memahami dan mengetahui konsep dasar perawatan simptomatik
berbagai lesi dengan karakteristik adanya massa atau pembengkakan
berdasarkan kausanya
5. Mampu memahami dan mengetahui konsep rujukan pada pasien dengan
kelainan sistem stomatognatik dengan karakteristik adanya massa atau
pembengkakan sesuai ndikasinya
6. Mampu menjelaskan tanda dan gejala perkembangan ke arah keganasan suatu
kelainan atau penyakit pada sistem stomatognasi
7. Mampu memahami dan menjelaskan arti penting peran kelenjar limfe sebagai
penanda adanya kelainan atau penyakit pada sistem stomatognasi
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pendahuluan
Proses penyakit primer yang muncul sebagai pembengkakan dan tumor di
rongga mulut termasuk kista, ekstravasasi mukus dan retensi pada glandula
saliva minor, sekelompok jaringan granulasi dan inflamasi, abses dan
proliferasi jaringan ikat yang memiliki tepi yang tegas atau kapsul, dan
infiltratif sarkoma (Silverman et al., 2001).
(Silverman et al., 2001).
DIAGNOSIS
Hal penting yang harus diperhatikan dalam menentukan diagnosis yang
menyebabkan terjadinya pembengkakan:
-
Posisi
Posisi anatomis harus diperiksa dan keterlibatan struktur lain
Lesi pada midline biasanya berasal dari gangguan perkembangan
(contohnya, torus palatinus.
Lesi bilateral biasanya tergolong benigna (contohnya, sialosis
pembengkakan glandula saliva akibat alkoholisme, diabetes atau kondisi
lainnya).
Kebanyakan neoplasma adalah lesi unilateral
Perubahan struktur yang relevan atau mirip dengan lesi yang terdapat pada
rongga mulut harus diperhatikan.
(Scully, 2003)
Ukuran
Ukuran harus selalu diukur dan dicatat. Sebuah diagram dan fotografi
mungkin dapat membantu (Scully, 2003)
Bentuk
Beberapa pembengkakan memiliki karakter bentuk yang dapat mengacu
kepada diagnosis: contohnya pembengkakan parotid biasanya mengisi ruangan
antara batas posterior mandibula dan prosessus mastoid (Scully, 2003).
Warna
Pigmentasi coklat atau hitam dapat disebabkan oleh bermacam-macam kausa
contohnya tatoo, naevus atau melanoma. Ungu atau merah dapat mengacu
kepada haemangioma, Kaposis sarcoma atau lesi giant-cell (Scully, 2003).
Secara umum, penampakan lesi kuning dapat disebabkan oleh jaringan limfoid
atau jaringan adiposa, pembekakan merah berasal dari vaskuler,
pembengkakan biru bersifat musin atau berasal dari vena, pembengkakan
coklat mengandung melanin atau pigmen darah. Lesi yang berwarna seperti
mukosa normal umumnya terdiri dari jaringan fibrous atau beberapa jaringan
lain jauh dibawah jaringan ikat (Silverman et al., 2001).
Temperatur
Kulit yang sedang mengalami lesi inflamasi akut, contohnya abses atau
haemangioma biasanya akan terasa hangat (Scully, 2003).
Tenderness
Pembengkakan yang disebabkan oleh inflamasi contohnya abses biasanya
memiliki karakter tender, walaupun palpasi secara jelas harus dilakukan secara
-
halus untuk menghindari ketidaknyamanan berlebih pada pasien (Scully,
2003).
Pengeluaran/Discharge
Periksa apapun jenis pengeluaran lesi (contohnya, cairan bening, pus, atau
darah), orifice atau sinus (Scully, 2003).
Pergerakan
Pembengkakan harus di uji untuk menentukan bahwa lesi ini melekat pada
struktur terdekatnya atau dibawah kulit/mukosa, hal ini menunjukkan adanya
neoplasma (Scully, 2003).
Konsistensi
Palpasi menunjukkan konsistensi keras (indurasi) dapat disebabkan oleh
karsinoma. Palpasi menunjukkan adanya pelepasan cairan (contohnya, pus
dari abses) atau menyebabkan lesi menjadi memutih (vaskuler) atau biasanya
menyebabkan munculnya lepuhan (Nikolsky sign) atau menyebar.
Terkadang palpasi menyebabkan pasien merasakan sakit atau nyeri
(mengindikasikan lesi inflamasi). Pembengkakan dibawah kista tulang dapat
terasa bunyi retakan (seperti kulit telur) ketika dipalpasi atau fluktuasi dapat
diketahui dengan mendeteksi adanya pergerakan cairan ketika pembengkakan
di tekan. Palpasi dapat memperlihatkan struktur dibawahnya (contohnya
mahkota gigi pada kista erupsi gigi) atau menunjukkan pembengkakan
sebenarnya pada struktur yang dalam (contohnya kalkulus submandibula)
(Scully, 2003). Masa keras dan dapat digerakkan biasanya merupakan
neoplasma atau granuloma, masa lunak biasanya berasal dari lemak atau tumor
myxoid; masa fluktuan merupakan kista, mucocele atau retensu duktus-
mukosa dan abses; masa keras dan cekat kemungkinan adalah maligna dan
dapat menunjukkan sebuah karsinoma, salivary adenocarcinoma, lymphoma,
dan sarcoma (Silverman et al., 2001).
Tekstur permukaan
Karakter permukaan harus diperhatikan: papilloma memiliki ciri-ciri
seperti-anemone; karsinoma dan lesi maligna lain dan deep fungal dan infeksi
kronis lain biasanya memiliki permukaan yang nodular dan mungking dapat
ulserasi. Pembuluh darah yang abnormal menunjukkan neoplasma (Scully,
2003).
Ulserasi
-
Beberapa pembengkakan dapat berkembang menjadi ulserasi superfisial
seperti contohnya squamous cell carcinoma. Karakter tepi ulkus dan
penampilan dari base ulkus harus diperhatikan (Scully, 2003).
Tepi/margin
Tepi atau margin biasanya berkaitan dengan adanya malignansi, sedangkan
batas yang jelas mengarah pada lesi benigna (Scully, 2003).
Jumlah pembengkakan
Lesi multiple mengacu pada infeksi atau gangguan perkembangan.
Beberapa kondisi yang terkait dengan lesi pembengkakan multiple adalah
neurofibromatosis (Scully, 2003).
Frekuensi
Mayoritas masa yang terdapat pada mukosa rongga mulut merupakan
proliferasi reaktif, seperti contohnya fibrous hyperplasia, pyogenic granuloma,
dan reaksi ekstravasasi mukosa. Mesenkimal dan neoplasma glandula saliva
jarang terjadi, lumphoma dan sarcoma juga jarang menimbulkan
pembengkakan pada rongga mulut. Namun jelas bahwa kemungkinan masa
pada mukosa merupakan proses reaktif atau hiperplastik daripada proses
neoplasma (Silverman et al., 2001).
2. Tonsilektomi
Tonsilektomi merupakan tindakan operasi menghilangkan satu atau dua
tonsila palatina (Bailey, et al., 2001).
Indikasi
Infeksi kronis: terjadi 7 kali dalam 1 tahun, 5 kali berturut-urut selama 2
tahun atau 3 kali berturut-urut selama 3 tahun.
Cor pulmonale
Sleep apnea syndrome
Abses peritonsilar
Kecurigaan malignansi
Pertimbangan khusus
Hemoglobin kurang dari 10 g/100 ml
Hematokrit kurang dari 30
Kelainan perdarahan dan koagulasi darah
-
Infeksi saluran pernapasan atas atau asthma
Komplikasi
Odinofagi berat yang akan mengarah pada dehidrasi
Perdarahan postoperatif
Inkompetensi velopharyngeal
Pertumbuhan ulang jaringan limfoid
(Bailey, et al., 2001)
3. Sistem limfatik
Sistem limfatik memiliki fungsi:
Drainase cairan interstisial
Transpor diet lipid dari saluran pencernaan ke darah
Melindungi serangan invasi melalui respon imun
(Tortora and Derrickson, 2009)
Pengetahuan tentang jalur drainase limfatik dari rongga mulut dan leher
penting untuk mengetahui penyebaran infeksi dan kanker. Sistem limfatik
menyediakan mekanisme redirect cairan jaringan kembali ke sirkulasi,
melewati beberapa limfonodi penyaring sepanjang jalur fungsi imun tubuh
(Bruch and Treister, 2010).
Limfonodi servikalis superfisial terdapat sepanjang eksternal dan anterior
vena jugularis, di superfisial muskulus sternocleidomastoid, menerima
drainase dari kulit scalp, wajah, leher dan telinga. Drainase limfonodi
submental berasal dari daerah dagu, bagian dalam bibir bawah, insisivus
bawah dan gingiva, dan ujung lidah. Limfonodi submental berdrainase ke
limfonodi submandibula, yang juga menerima drainase dari kulit anterior
wajah, rongga hidung bagian anterior, dua-pertiga anterior lidah dan sebagian
besar gigi-geligi, gingiva dan palatum keras (Bruch and Treister, 2010).
Rantai limfonodi servikalis dalam terletak sepanjang lapisan luar carotid
sekitar vena jugularis interna yang memanjang dari basis cranium sampai
akhiran leher. Nodus ini sangatlah penting, karena biasanya merupakan
drainase dari seluruh drainase limfatik dari regio kepala dan leher. Limfonodi
jugulodigastrik mendrainase oropharynx termasuk dasar lidah, palatum lunak,
dan tonsila dan dapat di palpasi dibelakang angulus mandibula (Bruch and
Treister, 2010).
-
Drainase dari jaringan umumnya ke nodus bagian ipsilateral, namun dapat
berpindah ke bagian kontralateral, biasanya dengan struktur midline. Hal ini
merupakan sesuatu yang harus diperhatikan pada kasus lidah, karena memiliki
banyak sekali suplai limfatik. Perkembangan penyakit, seperti inflamasi,
infeksi, atau kanker, melewati rantai limfonosi servikalis kadang-kadang
merupakan kejadian yang mudah di prediksi. Namun, hal ini tidak selalu
terjadi pada semua kasus, dapat di lihat pada pasien dengan kanker mulut yang
telah menyebar ke bagian leher dan berpindah ke beberapa kelompok
limfonodi (Bruch and Treister, 2010).
(Bruch and Treister, 2010)
4. Glandula salivarius
Glandula salivarius mayor
Terdiri dari glandula parotid, glandula submandibular dan sublingual
GLANDULA PAROTID
Berasal dari kata parasekitar dan otictelinga. Berbentuk seperti piramid
terbalik yang datar.
Merupakan glandula saliva yang paling besar beratnya masing-masing sekitar
15 gram.
Terletak diantara prosesus mastoid dan ramus mandibula vertikal. Muara
glandula parotid terletak pada fossa retromandibula.
-
Dibagi menjadi bagian superfisial dan lobus dalam oleh nervus fasialis dan
cabang-cabangnya.
Membentuk lobulasi yang ireguler yaitu masa kekuningan, terdapat dibawah
meatus acusticus eksterna, antara mandibula dan sternocleidomastoid.
Sebagian kecil dari glandula parotid, sedikit atau lebih melekat diantara arcus
zygomaticus bagian superior dan duktus parotid lebih ke inferior disebut
bagian aksesoris dari glandula.
Duktus Stensen
Duktus glandula parotid disebut dengan duktus Stensen, panjangnya sekitar
5 cm dan memiliki dinding yang tebal.
Berawal dari substansi glandula parotid kemudian berjalan ke anterior
sampai batas muskulus masseter sekitar sepertiga atas dan tengah.
Ketika melewati muskulus masseter, duktus berbelok tajam ke arah medial,
terkadang tertanam di dalam groove menonjol ke bantalan lemak pipi.
Pada perjalanan medialnya, duktus mencapai permukaan luar muskulus
buccinator, ketika perforasi ke arah oblique anterior dan medial.
Selanjutnya pada jarak yang singkat secara oblique ke depan, diantara
buccinator dan membran mukosa rongga mulut dan membuka pada
permukaan pipi, di molar kedua rahang atas.
Suplai darahglandula parotid disuplai dari arteri karotid eksterna dan
cabang-cabangnya didekat glandula.
Drainase limfatikdrainase pertama kali ke limfonodi parotid dan dari sini
mengarah ke bagian atas lebih dalam dari limfonodi servikalis.
Suplai sarafdisuplai dari nervus aurikulotemporalis, plexus disekitar arteri
karotid eksterna dan nervus aurikularis mayor.
GLANDULA SUBMANDIBULA
Merupakan glandula saliva yang bulat bikonveks terletak pada bagian anterior
digastric triangle.
Bentuknya iregular dan kira-kira sebesar kacang kenari.
Ditutupi oleh dua lapisan fascia servikalis internus.
Bagian dalam glandula submandibula berkontak dengan muskulus stylohyoid,
digastrikus, dan styloglossus, ke posterior dan dengan muskulus hyoglossus
batas posterior muskulus mylohyoid ke anterior.
-
Duktus Wharton
Duktus submandibula yang disebut duktus Wharton memiliki panjang
sekitar 5 cm dan dinding nya lebih tipis dari duktus parotid.
Berawal dari pertengahan permukaan dalam bagian superfisial glandula.
Berjalan ke depan, didalam bagian dalam glandula, diantara musulus
mylohyoid dan hyoglossus.
Selanjutnya menuju ke depan diantara permukaan medial glandula
sublingual dan muskulus genioglossus dan berakhir pada muaranya yaitu
puncak papilla sublingual yaitu pada dasar mulut di sisi frenulum.
Beberapa milimeter dari duktus biasanya sedikit ada pelebaran.
Suplai arterisuplai arteri glandula submandibula didapatkan dari cabang
lingual dan facial arteri karotid eksterna.
Drainase venadrainase ke vena fasial dan lingual.
Suplai sarafsuplai saraf didapatkan dari cabang ganglion submandibula
yang menerima serabut dari chorda tympani.
Drainase limfatikmelewati limfonodi submandibula.
GLANDULA SUBLINGUAL
Terletak diatas mylohyoid dan mukosa dasar mulut.
Medial sampai fossa mandibula, pada sisi symphsis menti dan lateral dari
muskulus genioglossus.
Memiliki 15 duktus yang bermuara langsungg ke dasar mulut.
Duktus Bartholin
Duktus glandula sublingual disebut juga duktus bartholin.
Jumlahnya 8 sampai 20.
Beberapa duktus sublingual yang kecil membuka pada lipatan sublingual,
di dasar mulut, dan pada sisi frenulum.
Beberapa bermuara pada duktus mandibula dan berkumpul menjadi
pinciple sublingual duct yang membuka pada dasar mulut.
Suplai darahmemiliki suplai dari arteri sublingual dan submental.
Suplai sarafnervus lingualis dan chorda tympani.
Drainase limfatikmelewati limfonodi submandibula.
(Ghom, 2007)
-
Pemeriksaan pada glandula salivarius mayor
Glandula Parotid
Pembengkakan pada glandula saliva biasanya terkait dengan ekstensi kearah
lateral lobus telinga dan kesulitan membuka rahang dengan lebar.
Glandula Submandibula
Pembengkakan pada glandula submandibula biasanya memiliki karakter yang
terletak pada ekstensi medial dan inferior, yang akhirnya menghasilkan
diskontinuitas apabila kontur jaringan terletak pada batas inferior mandibula.
Glandula Sublingual
Terletak pada dasar mulut regio sepertiga tengah lidah, dan biasanya melekat
pada muskulus di bagian medialnya.
(Ghom, 2007)
(Tortora and Derrickson, 2009)
5. Perawatan Saluran Akar
Respon jaringan periradikular akibat prosedur intrakanal dapat berupa nyeri
post-operative dan/atau penyakit persistensi. Nyeri post-operative biasanya
merupakan hasil dari inflamasi akut pada jaringan, sedangkan penyakit post-
perawatan biasanya dikarakterisasikan dengan adanya persistensi inflamasi
kronis. Intensitas inflamasi akut langsung menyerang pada daerah yang
-
terkena trauma sedangkan inflamasi kronis biasanya merupakan hasil dari
persisten trauma ringan (Siqueira Jr, 2005).
Memahami proses penyakit yang terjadi akan mempengaruhi kesuksesan
dalam merawat penyakit tersebut, maka sangatlah penting untuk mengetahui
faktor biologis yang terkait dengan kegagalan perawatan endodontik gigi.
(Yan, 2006)
Terdapat 5 faktor utama yang dapat menyebabkan persistensi radiolusen
periapikal pada gigi yang dirawat endodontik (Yan, 2006):
Infeksi intra-radikular
Infeksi ekstraradikular
Reaksi benda asing
Kista
Luka jaringan fibrosa
(Yan, 2006)
Diantara faktor-faktor tersebut, persistensi mikroorganisme pada saluran
akar harus dilakukan perawatan ulang. Namun, lesi yang terkait dengan
bakteri ekstraradikular, kista dan benda asing dapat di rawat dengan operasi
periapikal. Lesi periapikal akibat luka jaringan fibrosa tidak membutuhkan
perawatan apapun (Yan, 2006)
6. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan darah rutin adalah beberapa macam pemeriksaan hematologi
yang di anggap dasar atau atau awal dari pemeriksaan selanjutnya yang belum
dapat di pakai untuk menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan darah rutin meliputi 6 jenis pemeriksaan; yaitu
Hemoglobin / Haemoglobin (Hb)
Hematokrit (Ht)
Leukosit: hitung leukosit (leukocyte count) dan hitung jenis (differential
count)
Hitung trombosit / platelet count
Laju endap darah (LED) / erythrocyte sedimentation rate (ESR)
Hitung eritrosit
HEMOGLOBIN (Hb)
-
Nilai normal dewasa pria 13.5-18.0 gram/dL, wanita 12-16 gram/dL, wanita
hamil 10-15 gram/dL
Nilai normal anak 11-16 gram/dL, batita 9-15 gram/dL, bayi 10-17 gram/dL,
neonatus 14-27 gram/dL
Hb rendah (18 gram/dL) berkaitan dengan luka bakar, gagal jantung, COPD
(bronkitis kronik dengan cor pulmonale), dehidrasi / diare, eritrositosis,
polisitemia vera, dan pada penduduk pegunungan tinggi yang normal. Dari
obat-obatan: metildopa dan gentamisin.
HEMATOKRIT
Nilai normal dewasa pria 40-54%, wanita 37-47%, wanita hamil 30-46%
Nilai normal anak 31-45%, batita 35-44%, bayi 29-54%, neonatus 40-68%
Hematokrit merupakan persentase konsentrasi eritrosit dalam plasma darah.
Secara kasar, hematokrit biasanya sama dengan tiga kali hemoglobin.
Ht tinggi (> 55 %) dapat ditemukan pada berbagai kasus yang menyebabkan
kenaikan Hb; antara lain penyakit Addison, luka bakar, dehidrasi / diare,
diabetes melitus, dan polisitemia. Ambang bahaya adalah Ht >60%.
Ht rendah (< 30 %) dapat ditemukan pada anemia, sirosis hati, gagal jantung,
perlemakan hati, hemolisis, pneumonia, dan overhidrasi. Ambang bahaya
adalah Ht
-
Stres emosional dan fisik (termasuk trauma dan habis berolahraga)
Keracunan berbagai macam zat
Obat: allopurinol, atropin sulfat, barbiturat, eritromisin, streptomisin, dan
sulfonamid.
Leukosit rendah (disebut juga leukopenia) dapat disebabkan oleh
agranulositosis, anemia aplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus
(misalnya dengue), keracunan kimiawi, dan postkemoterapi. Penyebab dari
segi obat antara lain antiepilepsi, sulfonamid, kina, kloramfenikol, diuretik,
arsenik (terapi leishmaniasis), dan beberapa antibiotik lainnya.
LEUKOSIT (hitung jenis)
Nilai normal hitung jenis
Basofil 0-1% (absolut 20-100 sel/mm3)
Eosinofil 1-3% (absolut 50-300 sel/mm3)
Netrofil batang 3-5% (absolut 150-500 sel/mm3)
Netrofil segmen 50-70% (absolut 2500-7000 sel/mm3)
Limfosit 25-35% (absolut 1750-3500 sel/mm3)
Monosit 4-6% (absolut 200-600 sel/mm3)
Penilaian hitung jenis tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali
untuk penyakit alergi di mana eosinofil sering ditemukan meningkat.
Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun segmen) relatif dibanding
limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the left. Infeksi yang
disertai shift to the left biasanya merupakan infeksi bakteri dan malaria.
Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the left antara lain asma
dan penyakit-penyakit alergi lainnya, luka bakar, anemia perniciosa,
keracunan merkuri (raksa), dan polisitemia vera.
Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit relatif dibanding netrofil
disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the rightbiasanya
merupakan infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to
the right antara lain keracunan timbal, fenitoin, dan aspirin.
TROMBOSIT
Nilai normal dewasa 150.000-400.000 sel/mm3, anak 150.000-450.000
sel/mm3.
-
Penurunan trombosit (trombositopenia) dapat ditemukan pada demam
berdarah dengue, anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang
bahaya pada 1.000.000 sel/mm3.
LAJU ENAP DARAH
Nilai normal dewasa pria
-
HITUNG ERITROSIT
Nilai normal dewasa wanita 4.0-5.5 juta sel/mm3, pria 4.5-6.2 juta sel/mm
3.
Nilai normal bayi 3.8-6.1 juta sel/mm3, anak 3.6-4.8 juta sel/mm3.
Peningkatan jumlah eritrosit ditemukan pada dehidrasi berat, diare, luka bakar,
perdarahan berat, setelah beraktivitas berat, polisitemia, anemia sickle cell.
Penurunan jumlah eritrosit ditemukan pada berbagai jenis anemia, kehamilan,
penurunan fungsi sumsum tulang, malaria, mieloma multipel, lupus, konsumsi
obat (kloramfenikol, parasetamol, metildopa, tetrasiklin, INH, asam
mefenamat)
7. Lesi Mulut dengan Karakteristik Pembengkakan Termasuk Neoplasma
Mulut
A. LYMPHOMA
Terdapat kelompok penyakit limfoproliferatif yang dapat berasal dari
kelenjar getah bening dan komponen limfoid dari berbagai organ.
Definisi
Merupakan proses neoplastik proliferatif dari bagian lymphopoietic pada
sistem retikuloendotelial yang melibatkan sel baik yang limfositik maupun
histiositik, dengan variasi tingkat diferensiasi dan muncul sebagai populasi
homogen dari tipe sel yang single.
Tipe
Limfoma Hodgkin
Limfoma Non-Hodgkin
(Ghom, 2007)
LIMFOMA HODGKIN
Pertama kali di jelaskan oleh patologis Inggris bernama Thomas Hodgkin
pada tahun 1832. Limfoma hodgkin memiliki karakter pembesaran yang tidak
sakit pada jaringan limfoid pada seluruh tubuh.
Etiologi
Virusbiasanya oleh virus herpes dan oncorna ditemukan sebagai agen
etiologi dari penyakit ini.
-
Idiopatikterkadang, dapat muncul tanpa memiliki suatu faktor.
Ciri-ciri Klinis
Umur dan jenis kelaminpenyakit ini memiliki insidensi umur yang bimodal,
pertama pada orang dewasa muda dan kedua pada dekade kelima dalam hidup
seseorang dengan distribusi jenis kelamin yang sama.
Onsetonset penyakit ini tersembunyi, biasanya ditandai dengan adanya
pembesaran pada beberapa kelompok limfonodi superfisial. Limfonodi
servikal biasanya merupakan lokasi pertama yang terlibat tetapi penyakit dapat
mulai pada kelenjar getah bening bagian mediastinal, axiallary, abdominal,
pelvis, atau selangkangan.
Gejala
Limfonodi yang terlibat tidak sakit.
Secara umum pasien menjadi lemah, kehilangan berat badan, batuk,
dyspnea dan anorexia.
Sakit pada daerah punggung dan perut karena terjadi pembesaran limpa,
dan terdapat tekanan yang ditimbulkan oleh pembesaran limfonodi atau
terlibatnya vertebrae.
Tanda
Limfonodi memiliki konsistensi diskrit dan rubbery dengan lapisan kulit
diatasnya bebas bergerak.
Splenomegaly biasanya terlihat pada tahap yang sudah lanjut. Beberapa
pasien memiliki manifestasi pruritis.
Ciri-ciri lain yang ada pada pasien adalah memiliki demam Pel-Ebstein,
yaitu sebuah siklus demam tinggi yang ekstrim dan pruritis berat
menyeluruh dengan etiologi yang tidak diketahui.
Efek pada struktur disekitarnyatekanan yang diberikan karena pembesaran
limfonodi pada struktur disekitarnya dapat menyebabkan dyspnea, dysphagia,
obstruksi vena, jaundice, dan paraplegia.
Tahapan klinis
Stage Iketerlibatan satu regio limfonodi atau dengan ekstra-limfatik.
Stage IIketerlibatan dua atau lebih regio limfonodi atau dengan ekstra-
limfatik dan regio limfonodi yang terletak pada regio yang sama pada
diafragma.
-
Stage IIIketerlibatan regio limfonodi pada kedua sisi atau tanpa terlibatnya
ektra-limfatik dan limpa atau keduanya.
Stage IVketerlibatan difus satu lagi jaringan ekstra-limfatik yang lain
contohnya liver atau sumsum tulang.
Tahapan-tahapan ini memiliki subdivisi menjadi kategori A dan B tergantung
apakah pasien memiliki gejala sistemik seperti penurunan berat badan, demam
dan berkeringat ketika malam hari.
Manifestasi rongga mulut
Insidenslesi primer rahang biasanya jarang
Efek sekunderefek sekunder dapat dilihat pada rongga mulut yang tampak
terinfeksi karena terjadi penurunan sistem pertahanan tubuh.
Penampakanpada rongga mulut dapat berupa ulkus atau pembengkakan
atau lesi intra-bony yang muncul sebagai pembengkakan yang keras.
Histopatologi
Penyakit ini memiliki ciri-ciri sebagai pergantian dari struktur limfonodi
normal menjadi campuran sel limfoid maligna dan sel inflamasi non-
neoplastik.
Sel-Reed-Sternbergterdapat beberapa sel limfoid yang memiliki ruang
tervakuola terdiri dati sel dengan ciri-ciri bi-nukleasi mononuklear.
Terdapat sel raksasa multinukleasi
Tipe histologis
Predominan limfositbanyaknya jumlah limfosit yang berlebihan, dan sedikit
sel plasma, beberapa sel Reed-Sternberg, keterlibatan pada satu sisi diafragma
dan memiliki prognosis yang baik.
Campuran selularlimfosit, sel plasma, eosinofil, dengan mudah
teridentifikasi sel Reed-Sternberg.
Sklerotik nodularlimfosit yangg tersebar, sel stromal, fibrosis dan beberapa
sel Reed-Sternberg, memiliki prognosis yang buruk.
Deplesi atau sedikitnya sel limfositlimfosit, sel plasma, eosinofil dengan
keterlibatan lokal.
Penampakan radiografis
Lokasijarang terlihat di rahang. Regio yang sering adalah posterior maksila
dan mandibula.
-
Penampakanlimfoma maligna muncul pada rongga mulut tersebar sampai
ke tulang dan menyebabkan area lesi irregular bone loss. Terdapat area
radiolusen terpisah satu sama lain dengan tulang normal yang nantinya akan
bertemu atau bergabung, kecuali telah dilakukan perawatan.
Tepibiasanya, lesi radiolusen memiliki ciri-ciri difus dengan batas yang
tidak jelas karena infiltrasi pada tulang.
Tipe osteoblastipe osteoblas jarang terjadi pada rahang, tetapi terlihat pada
vertebrae dan pelvis. Didalam nya terdapat sklerosis yang jelas mengisi ruang
marrow dengan tulang. Terlihat berwarna keabuan atau keputihan yang
abnormal. Tepi nya berbatas tegas dan tajam atau irregular dan berturut-urut
tulang normal menghilang.
Pemeriksaan laboratorium
Full blood countanemia yang normositik dan normokromik biasanya sering
ditemukan. Total penghitungan WBC normal tetapi terdapat sedikit meningkat
pada eosinofil. Pada tahap akhir penyakit ini mungkin pasien memiliki
leukopenia dan trombositopenia.
ESRmeningkat.
Fungsi liverabnormal yang dapat dikarenakan infiltrasi pada liver.
LDHmeningkat.
Radiografi dadauntuk melihat tahapan penyakit.
Perawatan
Radioterapiperawatan iradiasi 3500-4000 rads/week, keterlibatan regio
ditambah lokasi lain digolongkan dalam tahap I dan II. Hal ini juga diberikan
setelah kemoterapi, lokasi yang terdapat banyaknya penyakit berasal.
Kemoterapidiberikan pada tahap III dan IV. Biasanya dapat diberikan
kombinasi. Kombinasi pertama adalah MOOPP yaitu mustine HCl (6 mg/m2
IV pada hari pertama dan hari ke delapan), oncovin yaitu biasa disebut dengan
vincristine (1,4 mg/m2 peroral pada hari pertama dan ke delapan),
procarbazine (100 mg/m2 peroral dari hari pertama sampai hari ke 14).
Kombinasi MOPP diberikan pada 6 macam tindakan tanpa pemberian obat
pada hari ke 15 dan 28. Kombinasi kedua adalah aturan ABVD yaitu,
adriamycin (25 mg/m2 IV bolus pada hari ke 1,8 dan 14) bleomycin (10
mg/m2 bolus pada hari 1 dan 14), vinblastine (6 mg/m2 IV bolus pada hari 1
-
dan 14) dan decarbazine (375 mg/m2 IV bolus pada hari 1 dan 14). Siklus ini
harus diulang setiap 20 hari.
Kombinasisebuah kombinasi radioterapi dan kemoterapi dapat
meningkatkan respon dan keberhasilan dalam jangka waktu panjang tetapi hal
ini terkait dengan komplikasi komplikasi lain contohnya leukemia, gonadal
atrophy dan nekrosis avaskular tulang.
Splenectomysplenectomy dapat dilakukan pada pasien dengan tahap apapun
kecuali tahap ke IV.
(Ghom, 2007)
LIMFOMA NON-HODGKIN
Dapat disebut juga dengan limfosarkoma. Pada kelompok ini, terdapat
proloferasi neoplasma dari sel limfoid, biasanya memberi pengaruh terhadap
limfosit-B. Tidak seperti limfoma Hodgkin, penyakit ini biasanya tersebar
pada waktu mendiagnosis, jarang melibatkan hanya limfonosi saja namun juga
pada sumsum tulang, limpa dan jaringan lain. Keterlibatan awal sumsum
tulang merupakan ciri-ciri dari limfoma jenis ini.
Tipe
Nodular
Difus
Etiologi
Virusetiologi virus nya masih belum jelas, tetapi sering dikaitkan dengan
virus herpes.
Imunologisdapat di induksi dari efek imunologis yang menyebabkan sel
maligna berproliferasi
Penampakan klinis
Umur dan jenis kelamindapat menyerang pada semua umur dari bayi
sampai dewasa. Tetapi lebih sering pada pertengahan umur hidup. Laki-laki
lebih sering terkena penyakit ini daripada wanita.
Lokasipada rongga mulut sering terdapat pada tonsila, lokasi lain yang
terlibat adalah glandula saliva atau rahang.
Onsetonset gelaja dapat tersembunyi. Limfonodi yang membesar pada regio
abdominal dan mediastinal dirasakan tidak sakit. Sangat sering yang terserang
pertama kali adalah limfonodi servikalis, axillary atau inguinal.
Gejala
-
Pasien mengeluh kelelahan, turunnya berat badan, demam dan berkeringat.
Nyeri merupakan gejala utama pada keterlibatan tulang karena dapat
menyebabkan fraktur patologis.
Pasien mungkin mengeluhkan nyeri abdomen, nausea, muntah, diare atau
obstruksi intestinal yang dapat muncul apabila terdapat keterlibatan saluran
pencernaan.
Tekanan yang dihasilkan limfoma dapat menyebabkan disfagia, sesak
nafas, muntah, obstruksi intestinal atau acsites dan paraplegia.
Tandaapabila liver dan limpa terlibat maka dapat terjadi
hepatosplenomegaly. Pertumbuhannya lunak dan cenderung mengarah ke
ulserasi.
Manifestasi rongga mulut
Lokasikemunculan limfoma maligna pada rongga mulut sangatlah jarang
terjadi, ketika sudah terjadi maka lebih sering muncul pada tonsila, walaupun
jaringan rongga mulut lain juga dapat terlibat.
Penampakanlesi palatal telah dikategorikan sebagai pertumbuhan yang
lambat, tidak sakit, masa kebiruan pada jaringan lunak yang dapat
membingungkan dengan tumor glandula saliva lain.
Gejalaparastesia nervus mentalis sering terjadi. Kadang-kadang terdapat
rasa nyeri dan neuralgia pada regio 2 dan 3 divisi 5 nervus kranialis.
Tandapada kaus yang jarang proliferasi nekrotik pada palatum dapat juga
terlihat. Pembengkakan dapat menjadi ulkus dan perubahan warna pada
bebrapa kasus.
Penampakan radiografi
Penampakan
Selama penyakit berkembang terdapat foci kecil radiolusen tersebar pada
area yang dapat terlihat.
Radiografi selanjutnya akan melihat persebaran lesi dapat ditunjukan
dengan adanya bentukan foci kecil telah menyatu menjadi kumpulan
multiokular radiolusen yang besar dengan tepi yang tidak jelas.
Tepilesi bercampur tanpa diketahui dengan tulang normal didekatnya pada
kebanyakan kasus.
-
Efek pada struktur sekitarlesi dapat menyebabkan persebaran pada tulang.
Erosi dan perforasi korteks juga dapat terlibat.
Keterlibatan sinus maksilaapabila lesi melibatkan sinus maksila,
kemungkinan opasifikasi masa sampai dinding kortikal dan terkait dengan
para sentral atau intrasentral.
Gigikortikal dari benih gigi yang belum erupsi dan lamina dura dari gigi
yang berdekatan akan hilang. Gigi mungkin akan resorpsi.
Histopatologi
Nodularpada tipe nodular, sel neoplastik akan mengalami agregasi terlihat
membentuk kluster besar dari beberapa sel.
Difuspada tipe difus memiliki karakter distribusi monoton sel tidak
terdapatnya nodularitas atau pola geminasi senter.
Pemeriksaan laboratoris
Blood count biasanya menunjukkan tingkat normal tetapi apabila terkait
dengan hipersplenisme atau anemia hemotilik maka terdapat penurunan
jumlah hitung WBC dan RBC bersama dengan penurunan jumlah hemoglobin
dan retikulositosis.
Pada beberapa kasus terdapat sedikit peningkatan limfosit dan
trombositopenia.
Anemia tingkat sedang juga akan terlihat ketika terdapat keterlibatan sumsum
tulang.
Beberapa limfoma non- Hodgkin sangat agresif terkait dengan peningkatan
jumlah urin dan dapat menyebabkan gagal ginjal.
Perawatan
Tidak ada perawatan yang harus dilakukan apabila penyakit tidak parah.
Kemoterapiapabila diagnosis pada tahap lanjut, kemoterapi merupakan
pilihan untuk perawatan ini. Sebagian besar kasus satu agen kemoterapi
(chlorambucil) biasanya diberikan. Kombinasi dengan prednisolon juga dapat
bermanfaat. Kombinasi cyclophosphamide, doxorubicin, vincristine,
bleomycin dengan prednisolon biasanya juga digunakan.
Radioterapiradioterapi digunakan pada penyakit yang lokal dan pasien
biasanya diberikan dosis total 150 rads menyebar selama periode 5 minggu.
Transplantasitransplantasi autologus stem sel sedang dalam penelitian.
(Ghom, 2007)
-
B. BRANCHIAL CYST
Branchial (cleft) cysts, atau nama lainnya cervical lymphoepithelial cysts,
memiliki ciri-ciri klinis: pembengkakan asimptomatic tidak berinflamasi di
lateral leher, lembut atau fluctuant. Penderitanya biasanya anak-anak dan
awal-awal dewasa, Jarang terjadi, termasuk lesi yang bisa terus berkembang,
biasanya berlokasi di bagian lateral dari leher, anterior ke musculus
sternomastoid seperti gambar di bawah ini.
Tapi, lesi ini juga bisa terlihat di daerah submandibular, berdekatan ke
glandula parotid, atau sekitar dari musculus sternomastoid. Lymphoepithelial
cyst pada area berlawanannya juga memiliki penampakan di daerah intraoral,
seperti gambar dibawah ini. Lantai/dasar dari mulut menjadi tempat yang
paling sering ditunjukkannya lesi ini, di ikuti dengan daerah lateral posterior
lidah.
-
(Regezi, 2003)
Lesi ini diketahui juga mudah bergerak, nodule yang berbatas jelas, dan
saat di palpasi dan elevasi diketahui berbatas tegas dengan memiliki warna
kekuningan atau keputihan. Memiliki ukuran sekitar 0,5 cm sampai 2 cm pada
diameternya (Laskaris, 2006).
Etiologi dan Patogenesis
Diperkirakan branchial cyst terjadi karena obliterasi yang belum selesai
dari branchial clefts dengan sisa epitel yang terus mengalami perubahan
cystic. Teori terakhir mengatakan jaringan epithel yang terjebak di cervical
lymph nodes terjadi saat embryogenesis. Sehingga, sisa-sisa ephitel terus
berkembang dan mengalami proliferasi.
Histopatologi
Branchial cyst adalah jaringan lymphoid yang dikelilingi dengan lapisan
epithel stratificatum squamosum, ephitelium pseudostratified columnar atau
keduanya. Epithelium ini didukung oleh jaringan penghubung yang
mengandung aggregate dari lymphoid.
Treatment
Pembedahan untuk mengeksisi (pemotongan) jaringan.
(Regezi, 2003)
-
C. LYMPHADENITIS
Lymphadenitis
Limfonodi akan mengalami perubahan reaktif sebagai respon terhadap
berbagai stimulus, termasuk infeksi microbial, obat, polutan lingkungan, luka
jaringan, immune-complexes, dan neoplasia. Bagaimanapun, penyebab
pembesaran limfonodi yang paling umum adalah inflamatori dan reaksi imun,
di samping neoplasma maligna primer dan deposit metastasis tumor. Kondisi
yang menyangkut pada reaksi inflamatori disebut dengan limfadenitis,
sedangkan kondisi yang berhubungan dengan reaksi imun disebut
limfadenopati (Mohan, 2005)
Limfadenitis reaktif adalah respon non spesifik dan dikategorikan menjadi
tipe akut dan kronis.
Limfadenitis non-spesifik akut
Segala macam inflamasi akut dapat menyebabkan limfadenitis nonspesifik
pada limfonodi di dekat area yang inflamasi. Penyebab yang paling umum
adalah infeksi mikrobiologi atau produk dari microbial, atau benda asing di
dalam luka atau di dalam sirkulasi. Limfonodi yang sering terlibat yaitu :
cervical (infeksi area rongga mulut), axillary (infeksi di area lengan), inguinal
(infeksi pada ekstremitas inferior) dan mesenteric (apendisitis akut dan
enteritis akut). (Mohan, 2005)
Limfadenitis akut pada umumnya bersifat ringan dan sekejap, namun suatu
saat dapat menjadi lebih parah. Tampakan klinis limfadenitis akut yaitu
membesar, tenderm dan apabila melibatkan area yang lebih luas maka dapat
berfluktuasi. Setelah kontrol infeksi, pada umumnya sembuh tanpa
-
meninggalkan luka. Apabila inflamasi tidak ditangani, limfadenitis akut dapat
menjadi limfadenitis kronis. (Mohan, 2005)
Limfadenitis non-spesifik kronis
Limfadenitis nonspesifik kronis, umum disebut limfoid reaktif hyperplasia,
yaitu bentuk reaksi inflamasi yang terjadi sebagai respon terhadap stimulus
antigen seperti serangan berulang dari limfadenitis akut dan tumor maligna.
(Mohan, 2005)
Riwayat yang perlu diperhatikan untuk penegakan diagnosis limfadenitis
yaitu sebagai berikut.
Onset gejala
Durasi
Tingkat pembesaran
Paparan binatang
Faktor resiko HIV
Penggunaan antibiotik
Berpergian keluar negeri
Kehilangan berat badan
Demam
(Baren, 2008)
Bakterial Limfadenitis
Bakterial limfadenitis merupakan penyebab umum dari onset yang cepat
pembesaran limfonodi. Bakteri yang umum menyebabkan limfadenitis adalah
streptococcus sp. Dan staphylococcus sp, selain itu Neisseria sp, Bacteriodes,
Fusobacterium, dan bakteri anaerob lainnya. Pada umumnya melibatkan
polimickrobial, dan 38% dari limfadenitis bacterial pada anak usia 2-16 tahun
melibatkan bakteri anaerob. Secara patofisiologi, limfadenitis bacterial secara
umum ditandai dengan infeksi faringeal, yang menyebabkan pembengkakan
pada limfonodi cervicalis. (Baren, 2008)
Secara klinis, pasien dengan limfadenitis bacterial di area fairingeal akan
tampak limfonodi tender, hangat, eritematus, dan limfonodi submandibula
membengkak. 25% dari kasus limfadenitis bacterial, progress kemunculan
-
fluktuasi umumnya terjadi pada infeksi staphylococcus. Secara umum,
pernanahan akan terjadi setelah 2 minggu terjadi pembesaran limfonodi.
(Baren, 2008)
Pemeriksaan tambahan dibutuhkan untuk memeriksa limfadenitis bacterial
seperti pemeriksaan darah lengkap, CT Scan untuk melihat apakah terdapat
abses atau diperlukan pembedahan untuk drainase.(Baren, 2008)
Metode diagnosa untuk bacterial limfadenitis yaitu dengan kultur bakteri
untuk mengidentifikasi etiologi spesifik dengan pengecatan gram. (Loachim,
2009)
Penanganan untuk limfadenitis bacterial yaitu antibiotik baik oral atau
intravena, kompres hangat, dan analgesik apabila dibutuhkan. Salah satu
pillihan untuk terapi oral yaitu amoxicillin, clindamycin, dan cephalosporin.
(Baren, 2008)
D. METASTATIK KARSINOMA NODUL LIMFATIK
Pembesaran limfonodi leher secara terus menerus pada orang dewasa,
sebagian jika tidak menimbulkan rasa nyeri, dapat diketahui sebagai kanker
dan harus selalu dievaluasi. Dengan pengecualian dari limfoma, yang
merupakan kanker primer dari limfonodi, kanker yang ditemukan di limfonodi
hampir selalu berawal dari tempat lain di tubuh dan dapat merupakan tanda
pertama dari kanker baru (Ko, 2008)
Bila ditemukan limfonodi yang keras atau gambaran penting lainnya,
mengingatkan akan kanker metastasis (multiplikasi, fiksasi, matting, faktor
resiko) sublokalisasi dari kemungkinan tersering dari tempat tumor primer,
dapat dikesankan oleh terlibatnya rantai limfonodus servikalis. Oleh karena
itu, limfonodus servikalis posterior yang terletak tinggi, terutama yang
bilateral, mengesankan sebuah nasofaring. Nodus submemtalis dan
submandibularis timbul bersama kanker hidung, bibir, lidah anterior, dan
paling sering dasar anterior mulut (Williams, 2003)
Kanker metastasis sel skuamosa dapat juga ditemukan di limfonodi leher.
Selain itu, kanker tiroid juga dapat bermetastasis di limfonodi leher. Kadang-
kadang biopsi limfonodi akan memperlihatkan jenis lain dari kanker seperti
adenokarsinoma. Daerah utamanya mungkin berada di sekitar kepala dan
leher. Pada pembesaran nodus yang mengandung karsinoma skuamosa di
-
setengah bagian bawah dari leher, daerah utama mungkin termasuk kepala dan
leher tetapi juga mungkin di esofagus, paru-paru, atau saluran genitourinari.
Kebanyakan karsinoma sel skuamosa ditemukan di limfonodi pada setengah
bagian atas dari leher merupahan hasil dari penyebaran dari kanker primer
kepala dan leher (Ko, 2008)
E. SJORGENS SYNDROME
Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah
penyakit autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjar eksokrin dan
biasanya memberikan gejala kekeringan persisten dari mulut dan mata akibat
gangguan fungsional kelenjar saliva dan lakrimalis.
Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat
peranan faktor genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren.
Dilaporkan adanya kaitan antara Sindrom Sjogren dengan HLA DR dan DQ.
Kaitan antara HLA dan Sindrom Sjogren didapatkan hanya pada pasien yang
meliputi antibodi anti SS-A dan atau anti SS-B. Diperkirakan terdapat
peranan infeksi virus (Epstein-Barr, Coxsackle, HIV dan HCV ) pada
patogenesis Sindrom Sjogren.
Hubungan Sindrom Sjogren dengan Hepatitis Virus C dulu masih
diperdebatkan, baru tahun 1922 Haddad di Spanyol mendapatkan gambaran
histologi Sindrom Sjogren pada 16 pasien dari 28 pasien Hepatitis virus C,
sejak saat itu lebih dari 250 kasus Sindrom Sjogren yang berhubungan dengan
Hepatiti virus C dilaporkan.
Reaksi imunologi yang mendasari patofisiologi Sindrom Sjogren tidak
hanya sistim imun selular tetapi juga sistim imun humoral. Bukti keterlibatan
sistim humoral ini dapat dilihat adanya hipergammaglobulin dan terbentuknya
autoantibodi yang berada dalam sirkulasi. Adanya infiltrasi limfosit yang
menganti sel epitel kelenjar eksokrin, menyebabkan penurunan fungsi kelenjar
yang menimbulkan gejala klinik. Pada kelenjar saliva dan mata menimbulkan
keluhan mulut dan mata kering. Peradangan pada kelenjar eksokrin pada
pemeriksaan klinik sering dijumpai pembesaran kelenjar. Faktor genetik,
infeksi, hormonal serta psikologis diduga berperan terhadap patogenesis, yang
merangsang sistim imun teraktivasi.
-
Gambaran klinik Sindrom Sjogren sangat luas berupa suatu eksokrinopati
yang disertai gejala sistemik dan ektraglandular. Xerostomia dan xerotrakea
merupakan gambaran eksokrinopati pada mulut .Gambaran eksokrinopati
pada mata berupa mata kering atau keratokonjungtivitis sicca akibat mata
kering. Manifestasi ektraglandular dapat mengenai paru-paru, ginjal,
pembuluh darah maupun otot. Gejala sistemik yang dijumpai pada Sindrom
Sjogren sama seperti penyakit autoimun lainnya dapat berupa kelelahan,
demam, nyeri otot, artritis. Poliartritis non erosif merupakan bentuk artritis
yang khas pada Sindrom Sjogren. Raynauds phenomena merupakan gangguan
vaskuler yang sering ditemukan, biasanya tanpa disertai teleektasis ataupun
ulserasi pada jari.
Manifestasi ektraglandular lainnya tergantung penyakit sistemik yang
terkait misalnya AR, SLE dan skerosis sistemik. Meskipun Sindrom Sjogren
tergolong penyakit autoimun yang jinak, sindrom ini bisa berkembang menjadi
suatu malignansi. Hai ini diduga adanya transformasi sel B kearahan
keganasan.
PEMBESARAN KELENJAR PARATIROID
Sekitar 20-30 % pasien Sindrom Sjogren Primer mengalami pembesaran
kelenjar parotis atau submandibula yang tidak nyeri. Pembesaran kelenjar ini
bisa mengalami tranformasi menjadi limfoma. Suatu penelitian mendapatkan
98 orang dari 2311 pasien Sindrom Sjogren (4%) berkembang menjadi
limfoma, sementara Ioannidis mendapatkan 38 pasien berkembang menjadi
limfoma pada 4384 pasien Sindrom Sjogren.
Banyak gejala Sindrom Sjogren yang non spesifik sehingga seringkali
menyulitkan dalam mendiagnosis. Ketepatan membuat diagnosis diperlukan
waktu pengamatan yang panjang. Oleh karena manifestasi yang luas dan tidak
spesifik akhirnya American European membuat suatu konsensus untuk
menegakkan diagnosis Sindrom Sjogren, kriteria ini mempunyai sensitivitas
spesifisitas sebesar 95 %.
Adapun kriteria tersebut :
Gejala mulut kering
Gejala mata kering
Tanda mata kering dibuktikan dengan tes schimer atau tes Rose bengal
-
Tes fungsi kelenjar saliva, abnormal flow rate dengan skintigrafi /sialogram
Biopsi kelenjar ludah minor
Autoantibodi (SS-A, SS-B)
SS bila memenuhi 4 kriteria, satu diantaranya terbukti pada biopsi kelenjar
eksokrin minor atau positif antibodi. Suatu penelitian melaporkan dari 3000
pasien Sindrom Sjogren rata-rata waktu mulai timbul keluhan sampai
diagnosis adalah 6,5 tahun.
Gambaran histopatologi pada kelenjar lakrimalis dan saliva adalah
periductal focal lymphocytic infiltration. Limfosit yang paling awal
mengilfiltrasi kelenjar saliva adalah sel T terutama CD45RO dan sel B
CD20+. Pada Sindrom Sjogren ini juga didapatkan peningkatan B cell
Activating Factor (BAFF), yang merangsang pematangan sel B. Kadar plasma
BAFF pada pasien Sindrom Sjogren berkorelasi dengan autoantibodi
disirkulasi dan pada jangka panjang mungkin berperanan pada terjadinya
limfoma.
Pada sebagian besar pasien Sindrom Sjogren terjadi peningkatan
imunoglobulin dan autoantibodi. Autoantibodi ini ada yang nonspesifik seperti
Faktor Reumatik, ANA dan yang spesifik Sindrom Sjogren seperti anti Ro
(SS-A) dan anti LA (SS-B). Peran anti Ro dan antiLa pada patogenesis
Sindrom Sjogren masih belum jelas.
OBAT YANG DIGUNAKAN UNTUK TERAPI SINDROM SJOGREN
Muskarinik agonis (Pilokarpin dan Cevimelin) digunakan untuk terapi sicca
symptoms karena merangsang reseptor M1 dan M3 pada kelenjar ludah
sehingga meningkatkan fungsi sekresi.
Pilokarpin dapat meningkatkan produksi kelenjar saliva dan mata. Efek
samping pilokarpin berupa keringat yang berlebih, diare, rasa panas dikulit
terutama disekitar wajah dan leher, nyeri otot, ingusan dan gangguan
penglihatan.
Agen Biologik
Suatu penelitian oleh steinfeld pada 16 pasien sindrom sjogren primer yang
diterapi dengan infus Infliximab 3mg/kg pada minggu 0, minggu2, minggu6
terdapat perbaikan keluhan.
-
Penggunaan Rituximab infus 375 mg/m2 dengan prednison 25 mg i.v pada
8 pasien sindrom sjogren primer selama 12 minggu dapat mengurangi keluhan
mata dan mulut kering.
Terapi lain
Penelitian Miyawaki 20 pasien Sindrom Sjogren diterapi dengan
prednisolon secara siknifikan menurunkan serum IgG, anti-
Ro/SS.Hidroksiklorokuin yang digunakan untuk terapi malaria juga digunakan
untuk penyakit autoimun dan dari penelitian pada 14 pasien Sindrom sjogren
primer dapat meningkatkan produksi kelenjar ludah setelah diterapi selama 6
bulan. Sedangkan penelitian lain yang mengunakan Hidroksiklorokuin dengan
dosis 400 mg /hari selama 12 bulan pada 19 pasien Sindrom Sjogren tidak
terdapat perbaikan keluhan.
F. CAROTID BODY TUMOR (CAROTID BODY PARAGANGLIOMA
ATAU CHEMODECTOMA)
Carotid body ialah massa jaringan berukuran kecil yang berada di
adventitia setiap bifurkasi carotid, mengandung kemoreseptor, yang
memonitor kandungan gas arterial dan direspon oleh aliran simpatetik
sehingga mampu mengubah detak jantung, tekanan darah, dan laju respirasi
(Tinkham, 2010). Kemoreseptor yang ditemukan di adventitia permukaan
postero-medial pada bifurkasi arteri carotid dan dilekati oleh Mayers ligament
yang membawa suplai darah dari arteri carotid external (Rekha, 2008). Carotid
Body Tumor (CBT) ialah kasus yang jarang berupa neoplasma vaskular,
tumor regio leher (Martinelli et al., 2009), terjadi di sel paraganglionik pada
bifurkasi carotid (Sajid et al., 2007). Teori lain menyebutkan bahwa
Paraganglioma adalah tumor neuroendokrin yang ditemukan 0,6% pada
seluruh kanker regio kepala & leher (Albsoul et al., 2009). CBT merupakan
Disfungsi atau kelainan fungsi kerja pada proses penelanan yang berkaitan
dengan kelumpuhan (paralisis) pita suara dan pasien mengeluhkan adanya
nyeri glossopharyngeal (Ghom, 2005).
Tergolong kasus penyakit yang jarang ditemukan, namun dapat berbahaya
jika tidak diwaspadai. Terjadi pada satu area yang sering mengalami
pembesaran nodus limfatikus pada regio jugulodigastric dan dapat salah
terdiagnosa sebagai simple cervical lymphadenopathy (Skinner et al., 1997).
-
Baru sebatas diketahui bahwa faktor resiko terjadi CBT ialah stimulasi
hipoksia kronik dan predisposisi genetik (herediter) (Davidson, 2005).
Carotid Body Tumor diklasifikan dalam bentuk sporadic (85%), familial
(10-15%, usia muda), dan hiperplastik (pasien dengan hipoksia kronis) (Sajid,
2007).
Familial sifat herediter. Terjadi gangguan pada 4 gen. 3 gen mengkode
sub-unit enzim suksianat dehidrogenase kompleks bagian dari siklus Krebs.
Defectif succinate dehidrogenase menyebabkan peningkatan konsentrasi
intraseluler mediator hipoksia molekuler dan VEGF menghasilkan terjadi
hiperplasia, angiogenesia, dan neoplasia (Sevilla, 2007)
Secara makroskopis, CBT tampak berbatas jelas, kenyal (rubbery) dan
berwarna coklat kemerahan. Secara mikroskopis, CBT ditandai dengan sel
sarang (Zellballen) yang terdiri dari sel utama (tipe I) dikelilingi lapisan tipis
dari sel sustentacular (tipe II) (Wieneke, 2009).
Dapat terjadi pada anak-anak, namun CBT dianggap sebagai tumor yang
menyerang usia dewasa tengah (rata-rata usia 45 tahun) (Kotelis, 2009).
Penderita umumnya wanita. Lesi bilateral dengan insidensi sekitar 10%.
Sebagian besar kasus CBT lesinya masih bersifat benigna, namun kadang
berupa lesi maligna. 7-9% kasus bersifat herediter (Ridge, 1993).
Biasanya ditandai dengan tumbuhnya massa cervical asimptomatik bulat di
leher secara perlahan, terletak di anterior m.sternocleidomastoid dekat angulus
mandibula, setinggi os hyoid. Massa tumornya dapat digerakkan (mobile),
karena berada di dalam selubung karotid. N. Craniales yang melintasi
selubung carotid (n. Vagus, n. Glossopharingeal, n. Accesory, n. Hypoglossus)
dapat terganggu, berkaitan dengan kejadian disfungsional. Massa tumor
mampu mensintesa dan mensekresikan cathecolamin, meskipun jumlahnya
lebih sedikit dari adrenal paraganglioma (Davidovic, 2005).
Massa cervical non tenderness, asimptomatik. Gejala yang dialami pasien
biasanya disfagia (akibat n.hypoglossus tertekan), odinofagia, dan suara serak.
Akibat produksi cathecolamine, pasien mengalami hipertensi fluktuan, kulit
memerah, obstructive sleep apneau, dan palpitasi.
Termasuk Klasifikasi tumor Shamblin tipe II dan tipe III.
Pada CBT terjadi aliran suplai darah dan konsumsi oksigen yang tinggi
mencapai 0,2 L/g/menit (Atefi, 2006).
-
Pemeriksaan penunjang CBT bisa menggunakan duplex ultrasonography,
selective carotid angiography, CT scan, atau MRI (Davidovic, 2005).
Penanganan untuk CBT ialah dengan eksisi bedah (surgical excision),
walaupun nantinya harus terkena radiasi terapi yang tidak ideal bagi pasien.
Untuk jenis tumor CBT yang berdekatan dengan arteri carotid,
direkomendasikan untuk dilakukan bedah vaskular (Davidovic, 2005).
G. EPIDERMAL CYST
Definisi
Kista epidermal atau juga disebut dengan kista sebasea adalah kumpulan
material seperti keratin, biasanya putih, licin, mudah digerakkan,
dan cheesy di dalam dinding kista. Jenis kista ini merupakan yang paling
umum. Kista epidermal dapat terjadi di bagian kulit mana saja, akan tetapi
-
lebih banyak ditemui di bagian wajah, scalp, telinga, dada, dan punggung.
Tulang, payudara, genital, dan intracranial jarang ditemukan pada kista
epidermal. Mukosa okuler dan oral juga bisa terkena serta di konjungtiva
palpebra, bibir, mukosa mulut, lidah, skrotum, dan uvula.
Kista epidermal merupakan tumor jinak yang tidak perlu dihilangkan
kecuali mengganggu secara kosmetik atau terinfeksi. Kista epidermal yang
terinfeksi berwarna merah, bengkak, dan terasa nyeri. Bila hal ini terjadi, harus
diterapi dengan antibiotik dan dieksisi bila sudah tidak mengalami inflamasi.
Kunci dari penghilangan kista epidermal adalah menghilangkan seluruh
dinding kista.
Etiologi
Penyumbatan folikel rambut oleh sel kulit. Ketika cedera pada kulit terjadi,
sel-sel dari permukaan dapat menghalangi folikel rambut yang terletak
lebih dalam kulit.
Kerusakan pada folikel rambut karena Jerawat
Penyumbatan atau cacat dari kelenjar sebaceous. Kelenjar ini dekat dengan
folikel rambut. Kelenjar ini mengeluarkan bahan berminyak yang
digunakan untuk melumasi kulit dan rambut.
Kista epidermoid biasanya berasal dari implantasi epidermis ke dermis,
seperti pada trauma atau operasi.
Mereka juga dapat disebabkan oleh pori-pori diblokir seperti pada body
piercing.
Mereka juga terlihat pada sindrom Gardner pada kepala dan leher.
Mereka dapat terinfeksi oleh bakteri dan membentuk bentuk seperti
jerawat.
Patogenesis
Kista epidermal terjadi akibat proliferasi sel epidermal dalam ruang yang
sirkumskrip pada dermis. Pada analisis kista epidermal, struktur dan pola
lipidnya sama seperti pada sel epidermis. Kista epidermis mengekspresikan
sitokeratin 1 dan 10. Sumber dari epidermis ini hamper selalu dari
infundibulum dari folikel rambut.
Inflamasi dimediasi oleh bagian berkeratin pada kista epdiermal. Pada
penelitian, ekstrak keratin ini bersifat kemotaktif untuk PMN.
-
Penilitian menyebutkan HPV (Human Papilloma Virus) dan paparan sinar
UV berperan dalam pembentukan kista epidermal.
Cara perubahan kista epidermal menjadi bersifat kanker belum diketahui
secara pasti (walaupun jarang sekali kista epidermal berkembang menjadi
tumor ganas). Pada kista epidermis dengan karsinoma, hasil imunohistokimia
untuk HPV negatif, yang dapat disimpulkan HPV tidak mempengaruhi
perubahan menjadi Karsinoma sel skuamosa. Iritasi kronik dan trauma
berulang pada batas epitel dari kista epidermis berperan dalam transformasi
keganasan, akan tetapi bagaimana hubungannya masih belum diketahui.
Tampakan klinis
Secara klinis, kista epidermal muncul sebagai nodul bulat, keras berwarna
daging. Kista epidermal umumnya memiliki lubang kecil yang berhubungan
dengan kulit namun tidak selalu tampak jelas.
Penegakan diagnosis dan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan, namun bila terjadi infeksi
berulang atau tidak ada respon antibiotik, pengkulturan dapat dilakukan.
Bila kista epidermal ditemukan pada daerah yang tidak biasa terkena,
seperti payudara, tulang, atau lokasi intracranial dapat dilakukan pencitraan
dengan Ultrasonografi, Radiografi, CT Scan atau MRI.
Fine-needle aspiration juga dapat dilakukan untuk mendiagnosis kista
epidermal di payudara. Pemeriksaan smears material yang diaspirasi dan
diwarnai dengan Wright-Giemsa menunjukkan keratinosit berinti dan material
keratin bergelombang.
Histopatologis
Pada pemeriksaan histopatologi, kista epidermal dibatasi dengan epitel
skuamosa berlapis yang mengandung lapisan granuler. Keratin terlaminisasi
ditemukan dalam kista. Respon inflamasi dapat ditemukan pada kista yang
rupture. Kista yang sudah tua dapat terkalsifikasi.
Treatment
Pada umumnya kista epidermal tidak memerlukan pengobatan apapun. Bila
menimbulkan gangguan dapat dieksisi, atau diseksi seluruh dinding kista
dengan insisi. Bila bagian dinding tertinggal, kista dapat kambuh. Destruksi
kista dengan kuret, cairan kimiawi, atau elektrodesikasi memberikan hasil
kurang memuaskan.
-
Bila terjadi inflamasi, dapat dilakukan injeksi intralesi dengan
triamcinolone (amcort, aristocort) yang dapat mensupresi migrasi PMN dan
membuat sempit celah kapiler pembuluh darah. Antibiotik oral juga diberi bila
perlu.
H. LYMPHANGIOMA
Lymphangioma merupakan tumor jinak yang disebabkan dari malformasi
kongenital sistem limfatik. Tumor ini biasanya terjadi di kepala, leher, dan
ketiak, namun kadang terjadi pada mediastinum, retroperitoneum, dan paha.
Sering juga terjadi pada skrotum dan perineum. Kejadian malformasi limfatik
tidak diketahui, tetapi diyakini melebihi 6,3% dari semua malformasi.
Limfangioma berasal dari sakus primitive masa embrio, sebagian jaringan
limfatik yang terlepas kehilangan hubungan dengan system limfatik normal,
tapi masih memiliki potensi pertumbuhan cepat semula. Secara patologik dapa
dibagi menjadi : Limfangioma sederhana, limfangioma spongiosa,
limfangioma kistik.
Epidemiologi
Limfangioma sering ditemukan pada bayi baru lahir, jarang pada dewasa,
kejadian pada pria dan wanita, tidak berbeda mencolok. Usianya berkisar dari
lahir sampai 12 tahun, namun sebagian besar (73%) adalah usia 4 tahun atau
lebih muda. Kanker ini berjumlah 6% dari seluruh kanker di dunia tahun 2002
atau merupakan kanker terbanyak kelima dan diperkirakan 45.000 kasus
didiagnosis pada 2004.
Etiologi
Penyebab terjadinya limfangioma dikarenakan oleh malformasi congenital
dari system limfatik. Faktor genetik, paparan tembakau, konsumsi alkohol,
virus dan defisiensi makanan juga dapat menjadi penyebab terjadinya
limfangioma.
Patogenesis
Pola mutasi spesifik di dalam gen memberikan informasi tentang etiologi
kanker.Gen p53 dapat diinaktivasi oleh berbagai mutasi dan sering diinaktivasi
pada kanker manusia. Kanker adalah penyakit genetikal kompleks yang
berasal dari akumulasi berbagai perubahan genetikal. Ynag termasuk
perubahan genetikal ini adalah aktivasi proto-onkogen dan inaktivasi tumor
-
suppressor gen. Inaktivasi tumor suppressor gen membutuhkan inaktivasi
semua parental allel, umumnya dengan mutasi titik (point mutation) dan delesi
kromosom. Model molecular seperti ini merupakan paradigm untuk progresi
berbagai solid tumor. Limfangioma berasal dari malformasi congenital dari
system limfatik. Malformasi limfatik adalah beragam kelompok dari anomali
vascular. Kelainan ini merupakan cacat bawaan dari system limfatik. Hal ini
merupakan hasil dari penyerapan jaringan dari kantung embrio limfatik yang
pada gilirannya gagal untuk membuat hubungan dengan sistem aliran limfatik
normal pada 6-7 minggu dari kehidupan janin yang menghasilkan endothelium
melebar dan kista formasi yang berisi cairan limfe.
Gambaran Mikroskopik
Pada sediaan, tampak spasium limfatik yang dilapisi oleh endotel yang
menyerupai endotel limfatik normal yang diisi oleh cairan protein yang
mengandung limfosit.
Pada sediaan, tampak spasium limfatik kecil memiliki lapisan adventitial
yang tidak mencolok.
Pada sediaan, tampak spasium limfatik besar memiliki kumpulan otot polos
yang berkembang dengan buruk.
Pada sediaan, tampak jaringan kolagen yang saling bertautan, dan diselingi
oleh agregat limfoid kecil.
Gambaran Makroskopik
Tumor tampak sebagai benjolan tak beraturan
Lesi yang agak menonjol dari permukaan tubuh
Pedunculated, Diameter 2 cm
Konsistensi lunak & kistik & Berbatas baik
Tanda & Gejala
Terjadi pembengkakan leher, ketiak, mediastinum, dan skrotum
Timbul lesi pada leher, ketiak, mediastinum, dan skrotum
Sering terasa nyeri
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Anamnesis dilakukan dengan baik dan inspeksi, serta palpasi dilakukan
secara teliti dapat dipakai sebagai dasar untuk penilaian yang baik mengenai
-
pembengkakan di leher. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang mendalam
mengenai anatomi normal, patologi dan pola metastasis limfogen tumor-tumor
maligna di daerah kepala dan leher.
Pemeriksaan Penunjang
Fasilitas imaging yang sering diperlukan adalah x-ray, computed
tomography (CT) scan, magnetic resonance imaging (MRI), USG, dan
positron emission tomography (PET). Foto toraks membantu adanya
metastasis jauh (diperkirakan 15% pasien) atau adanya tumor primer kedua
(second primary, 5-10%). Foto panoramic membantu adany keterlibatan
mandibula. CT-scan atau MRI dari dasar tengkorak sampai ke klavikula akan
memberikan informasi detail tentang ekstensi keterlibatan jaringan lunak atau
tulang oleh tumor dan adanya metastasis regional.
Biopsi dapat dilakukan scalpel atau biopsy punch untuk tumor primer dan
fine needle aspiration (FNAB) pada kelenjar getah bening yang dicurigai.
Apabila ditemukan epidermoid carcinoma pada kelenjar getah bening leher
dianjurkan untuk dilakukan blind biopsy pada waldeyers ring.
Visualisasi rongga mulut, rongga hidung, nasopharing, orofaring,
hipofaring, laring, servikal esophagus dan proksimal trakea adalah penting
untuk memantapkan adanya tumor dan ekstensinya. Panendoskopi
intraoperatif dilakukan untuk mendapatkan jaringan yang adekuat untuk
diagnosis, hemostasis yang lebih baik, dan evaluasi ekstensi tumor.
Penatalaksanaan
Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah pembedahan. Karena batas
limfangioma dan jaringan normal tidak jelas betul, operasi tidak dapat
memaksakan eksisi radikal, operasi dapat dilakukan bertahap. Umumnya
dianggap tidak sesuai diterapi dengan injeksi zat sklerotik. Belakangan ini di
China dilaporkan injeksi pingyangmisin (bleomisin A5) intratumor membawa
hasil tertentu pada limfangioma servikal. Radio terapi mungkin berefek
tertentu, tapi tidak sesuai untuk pasien usia muda, sebab mudah timbul
deformasi pertumbuhan tulang setempat dan mencetuskan karsinoma tiroid.
Prognosis
Prognosis mempunyai korelasi yang kuat dengan stadium saat didiagnosis.
Secara umum prognosis ditentukan oleh ukuran tumor, adanya metastasis
kelenjar getah bening regional dan metastasis jauh, makin besar masa tumor
-
prognosis makin buruk. Adanya metastasis kekelenjar getah bening regional
menurunkan survival hingga 50% dan meningkatkan resiko metastasis jauh.
Berkisar 15% dari kanker kepala dan leher akan berkembang menjadi
metastasis jauh.
I. SIALADENITIS
Definisi
Sialadenitis adalah infeksi bakteri dari glandula salivatorius, biasanya
disebabkan oleh batu yang menghalangi atau hyposecretion kelenjar. Proses
inflamasi yang melibatkan kelenjar ludah disebabkan oleh banyak faktor
etiologi. Proses ini dapat bersifat akut dan dapat menyebabkan pembentukan
abses terutama sebagai akibat infeksi bakteri. Keterlibatannya dapat bersifat
unilateral atau bilateral seperti pada infeksi virus. Sedangkan Sialadenitis
kronis nonspesifik merupakan akibat dari obstruksi duktus karena sialolithiasis
atau radiasi eksternal atau mungkin spesifik,yang disebabkan dari berbagai
agen menular dan gangguan imunologi.
Etiologi
Sialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi hyposecretion atau saluran
tetapi dapat berkembang tanpa penyebab yang jelas. Terdapat tiga kelenjar
utama pada rongga mulut,diantaranya adalah kelenjar parotis, submandibular,
dan sublingual. Sialadenitis paling sering terjadi pada kelenjar parotis dan
biasanya terjadi pada pasien dengan umur 50-an sampai 60-an, pada pasien
sakit kronis dengan xerostomia, pasien dengan sindrom Sjgren, dan pada
mereka yang melakukan terapi radiasi pada rongga mulut. Remaja dan dewasa
muda dengan anoreksia juga rentan terhadap gangguan ini. organisme yang
merupakan penyebab paling umum pada penyakit ini adalah Staphylococcus
aureus; organisme lain meliputi Streptococcus, koli, dan berbagai bakteri
anaerob.
Tampakan klinis dan gejala
Meliputi gumpalan lembut yang nyeri di pipi atau di bawah dagu, terdapat
pembuangan pus dari glandula ke bawah mulut dan dalam kasus yang parah,
demam, menggigil dan malaise (bentuk umum rasa sakit).
Sialadenitis akut supuratif
-
Acute suppurative sialadenitis pertama kali dilaporkan pada tahun 1828.
Penyakit ini mendapat perhatian pada tahun 1881, ketika Presiden Garfield
meninggal dari parotitis akut setelah operasi perut. Sebagian besar kasus
melibatkan kelenjar parotis, tetapi beberapa juga terjadi pada kelenjar
submandibular. Kerentanan parotis meningkat karena aktivitas bakteriostatik
berkurang dari saliva parotis bila dibandingkan dengan saliva submandibular.
kandungan tinggi berat molekul Glikoprotein dan asam sialic dalam saliva
mucinous memiliki kemampuan agregasi bakteri yang lebih besar daripada
saliva serosa.Selain itu, saliva mukoid memiliki konsentrasi lysozymes dan
IgA yang lebih tinggi.
Presentasi klasik sialadenitis supuratif akut adalah mendadak terdapat
pembesaran yang menyebar dari kelenjar yang terlibat terkait indurasi dan
kelembutan. Air liur dapat Bernanah bias dilihat di orifice duktus, terutama
dengan pijat pada glandula. air liur harus di culture untuk bakteri aerobik dan
anaerobik dan spesimen untuk pewarnaan Gram. Organisme yang biasanya
terlibat mencakup-positif Staphylococcus aureus koagulase, dengan organisme
aerobik lain yang kadang-kadang terlibat, terutama Streptococcus pneumonia,
Escherichia coli, dan Haemophilus influenzae. organisme anaerobik yang
paling umum adalah Bacteroides melaninogenicus dan Streptococcus micros
.Dua puluh persen adalah bilateral.
Pemeriksaan histologis
Menunjukkan kerusakan kelenjar dengan pembentukan abses. Ada erosi
dari saluran-saluran dengan penetrasi eksudat ke parenkim tersebut.
SUMBER SISTEMIK dan eksogen dari Disfungsi saliva
Penyakit Alzheimer Dehidrasi
Cystic fibrosis Terapi radiasi
Diabetes Berbagai obat
HIV / AIDS Kemoterapi
SLE
Penyakit Parkinson
RA
Sarkoidosis
Scleroderma
-
Sindrom Sjgren
HIV/AIDS, human immunodeficiency virus/acquired
immunodeficiency syndrome; SLE, systemic lupus
erythematosus;RA, rheumatoid arthritis
Perawatan
Perawatan awal harus mencakup hidrasi yang memadai, kebersihan mulut
baik, pijat berulang pada kelenjar, dan antibiotik intravena. Administrasi
Empiris dari suatu penisilinase- antibiotik resistant antistaphylococcal- harus
dimulai sambil menunggu hasil kultur. Angka kematian Dikutip mendekati
20%.
Evaluasi USG atau computed tomography (CT) akan menunjukkan apakah
pembentukan abses telah terjadi. Sialography merupakan kontraindikasi.
Insisi dan drainase paling baik dilakukan dengan mengangkat penutup
parotidectomy standar dan kemudian menggunakan hemostat untuk membuat
beberapa bukaan ke dalam kelenjar, tersebar di arah umum dari syaraf wajah.
Sebuah saluran kemudian ditempatkan di atas kelenjar dan luka tertutup.
Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk melakukan aspirasi jarum yang
dipandu CT atau USG-pada abses parotis, yang dapat membantu menghindari
prosedur operasi terbuka. Hal ini juga untuk diingat bahwa fluktuasi kelenjar
parotis tidak terjadi sampai fase sangat terlambat karena beberapa investasi
fasia dalam kelenjar. Jadi, adalah mustahil untuk menentukan adanya
pembentukan abses awal berdasarkan pemeriksaan fisik saja.
Sialadenitis kronis
Histologi dari sialadenitis kronis adalah ada berbagai tingkat atrofi
asinar,infiltrasi limfoid dengan atau tanpa germinal center, serta fibrosis.
Saluran dilatasi terbuka dan hiperplasia dari lapisan epitel dengan berbagai
metaplasias. Perluasan dilatasi akan menghasilkan pembentukan kista.
Metaplasia sel goblet menghasilkan musin yang berlimpah . Arsitektur lobular
biasanya dipelihara. Contoh Ekstrim perubahan obstruktif dengan ditandai
oleh atropy asinar ditemui di glandula submandibular dan dikenal sebagai
chronic sclerosing sialadenitis atau tumor Kttner
Fitur Sitologi Sialadenitis kronis
-
Karena proses radang kronis menyebabkan kelenjar ludah nodular dan
keras, sering dilakukan biopsi untuk menyingkirkan kecurigaan terhadap tanda
klinis neoplasma.
Aspirasi paucicellular biasanya terdiri dari unsur asinar walaupun sedikit
fragmen jaringan yang besar dari jaringan asinar dengan arsitektur lobular
utuh terlihat. asinus mungkin hadir secara individual dan biasanya utuh.
Tergantung pada tingkat fibrosis, aspirasinya bisa menunjukkan beberapa
fragmen besar jaringan ikat. Sel-sel inflamasi kronis berbeda dalam angka,
biasanya pada tipe lymphoplasmacytic. Juga terdapat fragmen dari epitel
duktus kadang-kadang dengan berbagai jenis metaplasias, seperti skuamosa,
kolumnar , sel goblet dan oncocytic. Metaplasia sel goblet menyebabkan
peningkatan sekresi lender. Sialadenitis kronis sekunder karena obstruksi
saluran oleh calculi sering dikaitkan dengan pelebaran duktus dan
pembentukan kista. Ini mensimulasikan kista non-neoplastik atau bahkan
tumor Warthin. Latar belakang menunjukkan angka yang bervariasi dari sel-
sel inflamasi kronik biasanya pada tipe lymphoplasmacytic. Penyakit ini
mungkin hadir dalam jumlah besar, menembus jaringan asinar dan
mengaburkan rincian sitologi. Berat infiltrate limfoid mungkin menyerupai
gangguan lymphoproliferative. Fragmen dari jaringan adiposa mungkin ada.
Aspirasi juga menunjukkan puing kalsifikasi dari calculi,Kristal non-tirosin
dan badan psammoma. Kristal Non-tirosin dianggap mewakili a-amilase yang
bisa diidentifikasi dalam aspirasi dari sialadenitis kronis.bentuknya non-
birefringent, persegi panjang, kadang-kadang dengan ujung runcing, variabel
dalam ukuran antara 20 sampai 300 mikron panjang dengan lebar 10 sampai
100 mikron berbentuk noda oranye terang dengan Papanicolaou dan noda biru
yang dalam dengan Romanowsky. Epitel saluran dapat mengalami hiperplasia
dan menghasilkan fragmen jaringan epitel yang dapat menyebabkan kesulitan
diagnostik sehingga menghasilkan diagnosis false positif. Presentasi sitologi
dari sialadenitis kronis biasanya sangat tidak spesifik (lihat Tabel 1 ).
Fitur Chronic Sialadenitis Kronis Sialadenitis
Variabel cellularity tetapi biasanya kurang
Acinar hadir tetapi dalam jumlah yang dikurangi; mungkin akan
terserap dan tertutup oleh sel inflamasi; struktur asinar utuh tetapi
-
dapat hadir secara individual
Infiltrasi sel Lymphoplasmacytic dengan atau tanpa sel pusat
germinal dan histiosit tubuh tingible
Fragmen-collagenous stroma fibrosa dan jaringan adiposa; mungkin
mengandung sel-sel inflamasi
Fragmen Jaringan epitel duktus: kuboid kecil sampai kolumnar,
skuamosa, oncocytic dengan atau tanpa hiperplasia, biasanya
menyajikan sebuah arsitektur sarang lebah
pengaturan syncytial dalam hiperplasia; atypia nuklir + / -
Non-tyrosine crystals +/-
Psammoma bodies +/-
Mucin +/-
Kronis sclerosing sialadenitis
Kronik sclerosing sialadenitis yang juga disebut sebagai tumor Kttner
adalah penyakit peradangan kronis akibat penyumbatan saluran disebabkan
oleh sialolithiasis dan terjadi hampir secara eksklusif di kelenjar
submandibular. Para pasien mengalami rasa sakit dan bengkak berulang sering
dikaitkan dengan konsumsi makanan.
Histologi, menunjukkan infiltrasi kelenjar dengan pembentukan folikel dan
perluasan periductal fibrosis.Terdapat atrofi asinar ditandai dengan dilatasi
duktus.. Arsitektur lobular biasanya dipertahankan. Saluran dapat
menunjukkan piala metaplasia skuamosa dan sel goblet. Pertambahan fibrosis
membuat kelenjar keras dan nodular,sehingga meningkatkan kecurigaan klinis
dari neoplasma ganas.
Sitologi, dari aspirasi biasanya paucicellular, dengan beberapa bagian
jaringan stroma dan nomor variabel fragmen jaringan epitel duktal baik-tipe
kolumnar cuboidal atau dengan metaplasia skuamosa. Diagnostik potensial
terjadi ketika aspirasinya berisi fragmen jaringan epitel duktal hiperplastik
yang mensimulasikan pola sitologi dari adenocarcinoma. (Tabel 2 ).
Fitur Cytopathologic dari tumor Kttner
Variabel cellularity tapi biasanya sangat kurang
sel Inflamatory: tipe lymphoplasmacytic, sel-sel pusat germinal,
histiosit tubuh tingible dan makrofag
-
struktur duktus kecil muncul sebagai inti dikemas ketat dalam
fragmen jaringan atau sebagai tubulus memanjang dibatasi oleh
kolagen, mensimulasikan struktur pseudoacinar karsinoma adenoid
kistik
inti sel epitel kecil dengan kromatin kompak untuk granula yang
halus, nukleolus granular tidak jelas
background latar belakang Irregular fragmen stroma fibrosa
Asinar elemen absen
Sialadenitis kronis juga disebabkan oleh agen infeksius tertentu, seperti
TBC atau Actinomyces. Sitologi, dari aspirasi menunjukkan puing-puing
seluler, sel-sel epithelioid dan tipe sel-sel multinuklear asing raksasa tubuh
bersama dengan sel inflamasi kronis. cultur jaringan dan noda khusus
diperlukan untuk diagnosis yang tepat.
Individu imunologis comprimised seperti pasien dengan infeksi HIV.
CMV infeksi kelenjar ludah dilaporkan menjadi sering terjadi pada individu
ini. Epitel Duct atypia pada infeksi CMV telah dilaporkan sebagai perangkap
diagnostik untuk diagnosis ganas.
tampakan histologis sialadenitis kronis
tampakan klinis sialadenitis kronis
submandibular sialadenitis
-
J. PLEOMORPHIC ADENOMA
Berbagai macam neoplasma yang berbeda dapat mempengaruhi kelenjar
ludah.
Tumor pada kelenjar ludah utama sebagian besar:
Hadir sebagai pembengkakan sepihak parotid
Apakah jinak;
Apakah adenoma pleomorfik, tumor yang paling umum berikutnya adalah
karsinoma yang, dalam beberapa kasus, muncul dalam lama pleomorfik
adenoma saliva. 'Aturan sembilan' merupakan pendekatan yang menyatakan
bahwa sembilan dari 10 tumor mempengaruhi parotid, sembilan dari 10 jinak
dan sembilan dari 10 pleomorphic adenoma saliva (ILM).
The pleomorfik adenoma saliva (PSA, campuran tumor kelenjar ludah) adalah:
Yang paling umum kelenjar ludah neoplasma;
Biasanya lambat tumbuh
Sebuah lobulated, pembengkakan karet dengan kulit di atasnya normal atau
mukosa tapi penampilan kebiruan jika intraoral
Biasanya jinak;
buruk dikemas dan dalam hubungan intim dengan saraf wajah.
Perubahan ganas jarang namun disarankan klinis oleh:
Pertumbuhan yang cepat;
Nyeri;
Fiksasi untuk jaringan dalam;
cerebral Facial
(Scully, 1999)
MIXED TUMOR (adenoma pleomorfik)
Definisi
Adenoma pleomorfik adalah tumor jinak yang paling umum dari kelenjar
ludah, dan berasal elemen fromductal dan mioepitel.
Etiologi tidak diketahui
Penampakan klinis
-
Adenoma pleomorfik dalam kelenjar ludah minor menyajikan sebagai
asimtomatik, tumbuh lambat, pembengkakan tegas, 2-3 cm. Tumor ini
biasanya tertutup oleh epitel normal. Hal ini menyumbang 40-45% atau lebih
tumor kelenjar liur minor. Posterior langit-langit adalah situs intraoral yang
paling umum, diikuti oleh bibir atas dan mukosa bukal. Campuran tumor, atau
adenoma pleomorfik, adalah tumor yang paling umum dari kelenjar ludah
besar dan kecil. Parotid rekening kelenjar sekitar 85% dari tumor ini,
sedangkan kelenjar submandibular dan intraoral minor ludah akun kelenjar
selama 8% dan 7%, masing-masing. Campuran tumor terjadi pada semua usia,
laki-laki sedikit lebih mendukung daripada perempuan, dan yang paling umum
di keempat melalui dekade keenam dari kehidupan. Mereka merupakan sekitar
50% dari semua tumor kelenjar liur minor intraoral. Umumnya, mereka yang
mobile kecuali ketika mereka terjadi pada langit-langit keras. Mereka tampil
sebagai perusahaan, pembengkakan tanpa rasa sakit dan, dalam sebagian besar
kasus, tidak menyebabkan ulserasi dari mukosa diatasnya
Langit-langit adalah situs intraoral yang paling umum, diikuti oleh bibir
atas dan mukosa bukal. Ketika mereka muncul dalam kelenjar parotis, tumor
campuran umumnya menyakitkan dan lambat tumbuh. Mereka biasanya
terletak di bawah telinga dan posterior mandibula. Beberapa tumor dapat
beralur oleh luasnya posterior ramus mandibula, dengan lesi lama mampu
menghasilkan tekanan atrofi pada tulang ini. Ketika mereka berada dalam
kutub inferior atau ekor parotis, tumor dapat hadir di bawah sudut mandibula
dan anterior ke otot sternokleidomastoid. Tumor campuran berbagai ukuran
dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dengan diameter dan
mampu mencapai proporsi raksasa dalam kelenjar ludah besar, terutama
parotid. Tumor biasanya lobulated dan dikurung di dalam pseudocapsule
jaringan ikat yang bervariasi dalam ketebalan. Di daerah di mana kapsul
kekurangan, jaringan neoplastik mungkin terletak pada kontak langsung
dengan jaringan saliva yang berdekatan dan dapat menyebabkan kambuh. Pola
pleomorfik dan rasio variabel duktal sel-sel mioepitel bertanggung jawab atas
sinonim adenoma pleomorfik. Sekitar sepertiga dari tumor campuran
menunjukkan rasio hampir sama elemen epitel dan mesenchymal (diyakini
berasal dari sel dibedakan mioepitel). Komponen epitel mungkin muncul
sebagai saluran, tubulus, pita, dan lembaran padat, dan komponen
-
mesenchymal mungkin muncul sebagai myxoid, jaringan ikat hyalinized.
Jarang, lemak, tulang rawan, dan / atau tulang dapat dilihat. Sel Myoepkhelial
mungkin muncul sebagai sel plasmacytoid atau sel spindled. Sel-sel
plasmacytoid, jika dilihat, sangat karakteristik tumor campuran dan hampir
tidak pernah ditemukan pada tumor kelenjar ludah lainnya. The pseudocapsule
sekitar tumor campuran mungkin menunjukkan pulau jaringan di dalamnya
atau memperpanjang melalui itu. Pulau-pulau ini merupakan outgrowths atau
pseudopods terus menerus dengan massa tumor utama dan mungkin
berkontribusi terhadap kambuh, terutama di parotid.
Histopathologis
Mikroskopis, tumor campuran menunjukkan spektrum yang luas dari fitur
histologis. Histogenesis tumor campuran, atau adenoma pleomorfik,
berhubungan dengan proliferasi sel ganda dengan fitur duktal atau mioepitel,
memisahkannya dari monomorfik adenoma terdiri dari hanya satu jenis sel.
The mioepitel-differendated sel mengasumsikan peran penting dalam
menentukan komposisi keseluruhan dan munculnya tumor campuran.
Berbagai jenis sel dan pola mikroskopis terlihat dalam campuran tumor yang
terdiri hampir seluruhnya dari sel epitel di salah satu ujung spektrum dan
mereka terdiri hampir seluruhnya dari sel mioepitel di ujung lain. Antara
kedua ekstrem, kurang berkembang dengan baik sel dengan fitur dari kedua
elemen mioepitel dan duktal dapat dilihat. Atau, telah berteori bahwa daripada
proliferasi simultan sel epitel dan mioepitel neoplastik, satu sel dengan potensi
untuk membedakan arah baik sel-sel epitel atau mioepitel mungkin
bertanggung jawab untuk tumor ini.
Tes Laboratorium
Pemeriksaan histopatologi.
Diagnosis Diferensial
Tumor jinak dan ganas kelenjar ludah, necrotizing sialadenometaplasia,
lipoma
Treatment dan Prognosis
Pengobatan pilihan adalah eksisi bedah. Enukleasi tumor campuran parotis
tidak dianjurkan karena risiko kekambuhan akibat perluasan tumor melalui
cacat kapsuler. Penghapusan tumor campuran yang timbul dalam kelenjar
-
parotis rumit oleh kehadiran saraf wajah. Setiap pendekatan bedah, oleh
karena itu, harus mencakup pelestarian saraf wajah tidak terlibat. Dalam
kebanyakan kasus parotidectomy dangkal (lobektomi lateral) dengan
pelestarian saraf wajah adalah manajemen yang paling tepat bagi mereka
tumor yang timbul dalam parotid. Reseksi kelenjar submandibular adalah
pengobatan pilihan untuk tumor campuran di lokasi ini. Lesi dari langit-langit
atau gusi sering melibatkan atau berbatasan, periosteum atau tulang, sehingga
penghapusan lengkap sulit kecuali beberapa tulang dihapus. Tumor jinak
campuran mulut lainnya dapat lebih mudah dipotong, sebaiknya termasuk
jaringan luar pseudocapsule tersebut. Penghapusan awal memadai tumor
campuran dalam kelenjar utama dapat menyebabkan kekambuhan, seringkali
dengan beberapa, fokus tumor diskrit. Lesi berulang dapat didistribusikan
secara luas dalam wilayah operasi sebelumnya dan mungkin terjadi dalam
hubungan dengan bekas luka bedah. Dalam kebanyakan kasus tumor berulang
mempertahan