osteoporosis.docx

27
Osteoporosis pada Wanita Usia Lanjut Maya Saputri (102014152) Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Telephone: (021) 5694-2061, fax: (021) 563-1731 Email : [email protected] Abstrak Manusia pada dasarnya dapat bergerak karena adanya tulang dan otot. Tulang merupakan alat gerak pasif sedangkan otot adalah alat gerak aktif. Berbeda dengan otot yang dapat dibesarkan melalui aktivitas olahraga seperti fitness, tulang terbentuk dengan proses metabolisme, mulai dari penyerapan hingga kalsifikasinya. Keduanya dapat mengalami penyusutan, namun tulang dapat berakibat fatal bila kekuatannya sangat lemah. Osteoporosis mungkin sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat. Penyakit global dengan penyebab rapuhnya densitas tulang dapat membuat penderita rentan mengalami fraktur atau patah tulang. Hal ini umumnya menyerang kalangan lansia dikarenakan proses degeneratif. Osteoporosis sendiri sejatinya dapat dicegah, namun biasanya osteoporosis disadari ketika telah menyebabkan kelainan sekunder seperti fraktur pada sang penderita. Kata kunci: Fraktur, Tulang, Osteoporosis Abstract

Upload: maya-saputri

Post on 10-Jul-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Osteoporosis.docx

Osteoporosis pada Wanita Usia Lanjut

Maya Saputri (102014152)

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Telephone: (021) 5694-2061, fax: (021) 563-1731

Email : [email protected]

Abstrak

Manusia pada dasarnya dapat bergerak karena adanya tulang dan otot. Tulang

merupakan alat gerak pasif sedangkan otot adalah alat gerak aktif. Berbeda dengan otot yang

dapat dibesarkan melalui aktivitas olahraga seperti fitness, tulang terbentuk dengan proses

metabolisme, mulai dari penyerapan hingga kalsifikasinya. Keduanya dapat mengalami

penyusutan, namun tulang dapat berakibat fatal bila kekuatannya sangat lemah. Osteoporosis

mungkin sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat. Penyakit global dengan penyebab

rapuhnya densitas tulang dapat membuat penderita rentan mengalami fraktur atau patah

tulang. Hal ini umumnya menyerang kalangan lansia dikarenakan proses degeneratif.

Osteoporosis sendiri sejatinya dapat dicegah, namun biasanya osteoporosis disadari ketika

telah menyebabkan kelainan sekunder seperti fraktur pada sang penderita.

Kata kunci: Fraktur, Tulang, Osteoporosis

Abstract

People are able to move because of the bones and muscles. Bone is passive

locomotor whereas muscle is active locomotor. The muscle that can be raised through sports

activities such as fitness, bone is formed by metabolic processes, from absorption to

calcification. Both can be shrinking, but can be fatal if the bone strength is weak.

Osteoporosis may already be familiar in community. This global disease causes fragility of

bone density that can make patients easily to fractures. It usually strikes the elderly due to the

degenerative process. Osteoporosis itself actually can be prevented, but usually osteoporosis

realized when it has led to secondary abnormalities such as fractures of the patient.

Key words: Fracture, Bone, Osteoporosis

Page 2: Osteoporosis.docx

Pendahuluan

Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti bergerak. Gerakan yang dilakukan pastinya

gerakan yang diperlukan, mengambil piring, berjalan, melompat, dll. Namun terkadang dapat

terjadi kegagalan dalam mengkoordinasikan gerakan tubuh kita sehingga tubuh kita terjatuh.

Jatuh ini dapat menyebabkan banyak hal, tergantung dari bagian tubuh manakah yang jatuh

menyentuh permukaan terlebih dahulu, seberapa tinggi dan kecepatan ketika terjatuh,

bagaimana permukaan di tempat ketika kita terjatuh. Peristiwa jatuh ini sering dijadikan

metode bunuh diri dengan melompat dari atap gedung dari ketinggian tertentu. Metode

tersebut merupakan contoh ekstrim dari kasus jatuh, apabila melihat kasus sehari-hari maka

resiko terburuk dari jatuh adalah patah tulang, baik terbuka maupun tertutup. Salah satu

faktor resiko yang memudahkan terjadinya patah tulang akibat jatuh adalah lemahnya

kekuatan tulang tubuh kita, dalam hal ini osteoporosis dimana densitas tulang rendah atau

bisa dibilang tulang penderita keropos. Karena lemahnya tahanan tulang, maka begitu jatuh

dengan kondisi yang ringan sekalipun dapat menyebabkan patah tulang yang dapat berakibat

fatal.1

Kita dapat mengetahui bahwa tulang terbentuk melalui proses metabolisme yang

terjadi terus menerus dan akan mangalami penurunan dengan sendirinya akibat proses

penuaan atau degeneratif, hal ini yang menyebabkan osteoporosis cenderung menyerang

kaum lansia.1 Selain itu proses metabolisme tulang juga dipengaruhi oleh hormon, maka dari

itu wanita lansia yang telah mengalami menopause akan lebih rentan terserang osteoporosis.

Selain itu kekurangan vitamin D juga dapat menyebabkan rapuhnya tulang kita, maka dari itu

cukup banyak hal-hal yang dapat kita tanyakan ketika melakukan anamnesis untuk

menegakkan diagnosis osteoporosis.1

Pembahasan Skenario

Skenario 12

Seorang perempuan 57 tahun datang ke RS UKRIDA dengan keluhannyeri pada panggul kanan sejak 2 hari yang lalu setelah jatuh terduduk di kamar mandi karena terpeleset.

Anamnesis

Dari hasil anamnesis di dapatkan perempuan tersebut :

1. Riwat menopause 5 tahun yang lalu2. Jarang olahraga3. Tidak minum susu

Page 3: Osteoporosis.docx

Pemeriksaan Fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik pasien :

1. Sebelum menopause tinggi badan pasien 165 cm2. Punggung terlihat bungkuk3. Berat badan 45 kg4. Tinggi badan setelah menopause 158 cm

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dasar yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah. Umumnya pada penderita osteoporosis akan didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Radiologis

Deteksi osteoporosis pada film polos setidaknya membutuhkan penurunan masa tulang sebesar 30%. Osteoporosis menyebabkan hilangnya densitas tulang, suatu penurunan jumlah tulang trabekula dan lapisan-lapisan yang kasar. Keadaan ini paling menonjol terlihat di tulang belakang. Badan vertebra tampak lusen dengan garis-garis vertikal yang tipis, sering disertai penampakan bikonkaf, penjepitan dan kolaps vertebra; hal ini berlanjut dengan kifosis. Fraktur pada tulang perifer, termasuk fraktur leher femoris, sering terjadi walaupun setelah trauma minor.2

2. Pemeriksaan Densitas Massa Tulang (Densitometri)Untuk mengetahui densitas tulang, dapat dilakukan dengan melakukan dua pemeriksaan,

yaitu :

1. Dual energy x-ray absorptiometry (DEXA/DXA)

Pemeriksaan ini merupakan suatu gold standart untuk melakukan pemeriksaan bone mass

density (BMD) yang digunakan untuk mendiagnosis osteoporosis. Pemeriksaan ini aman dan

tidak menimbulkan nyeri, bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit. Semua wanita berusia 65

tahun ke atas, pasca-menopause, kekurangan estrogen, yang pernah patah tulang, atau yang

banyak mengkonsumsi steroid perlu melakukan pemeriksaan BMD ini.3

2. Quantitative computed tomography (QCT)

Adalah suatu model dari CT-scan yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah

satu model dari QTC disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur kepadatan tulang

anggota badan seperti pergelangan tangan. Pada umumnya pengukuran dengan QCT jarang

Page 4: Osteoporosis.docx

dianjurkan karena sangat mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi, dan kurang akurat

dibandingkan dengan DEXA, PDEXA,atau DPA.3

3. Peripheral dual-energy X-ray absorptiometry (P-DEXA)

Merupakan hasil modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang anggota

badan seperti pergelangan tangan, tetapi tidak dapat mengukur kepadatan tulang yang

berisiko patah tulang seperti tulang belakang atau pangkal paha. Jika kepadatan tulang

belakang dan pangkal paha sudah diukur maka pengukuran dengan P-DEXA tidak

diperlukan. Mesin P-DEXA mudah dibawa, menggunakan radiasi sinar-X dengan dosis yang

sangat kecil, dan hasilnya lebih cepat dan konvensional dibandingkan DEXA.3

4. Dual photon absorptiometry (DPA)

Menggunakan zat radioaktif untuk menghasilkan radiasi. Dapat mengukur kepadatan mineral

tulang belakang dan pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar dengan dosis yang sangat

rendah tetapi memerlukan waktu yang cukup lama.3

Metode DEXA dan QCT memiliki tingkat kesalahan hanya 0,5 – 2 persen dan dianjurkan

untuk dipakai sebagai alat diagnosis. Walaupun pemeriksaan CT lebih sensitif tetapi lebih

banyak terjadi radiasi sehingga para ahli lebih memilih pemeriksaan Dxa. Pemeriksaan

densitas tulang dianjurkan dilakukan pada wanita perimenopause yang akan memulai

pengobatan dengan hormon, pasien yang lama memakai glukokortikoid, hiperparatiroid dan

sebagai alat untuk memantau mereka yang diberikan pengobatan untuk osteoporosis.3

T-score dan Z-score

T-score adalah istilah yang dipakai untuk hasil pemeriksaan BMD. Yang dimaksud

dengan T-score adalah jumlah standar deviasi (SD) dimana BMD turun atau naik

dibandingkan dengan control. Yang menjadi kontrol adalah orang muda dengan tulang yang

sehat. Formula penghitungan T-score adalah :

T-score = (BMD pasien- BMD rata-rata orang muda normal)

standar deviasi rata-rata orang muda normal

Page 5: Osteoporosis.docx

Untuk lebih jelas dan mudahnya adalah, T-score adalah BMD dibandingkan score rata-rata

orang usia 25-35 tahun dengan ras dan jenis kelamin yang sama. Perbedaan ini dinamakan

standar deviasi (SD).3

T-score dengan hasil -1,0 sampai dengan -2,5 berarti menunjukkan hasil osteopenia, yaitu

tulang yang mulai kehilangan kepadatan tulang, tetapi belum osteoporosis. T-score -2,5 atau

<-2,5 berarti tulang sudah mengalami osteoporosis. Bila T-score dibawah -2,5 dan disertai

dengan fraktur karena osteoporosis, dikategorikan dalam osteoporosis yang berat ( severe

osteoporosis ), dan hasil T-score dikatakan normal bila hasilnya di atas -1,0 ( >-1,0 ).3

Z-score. Berbeda dengan, Z-score membandingkan BMD seseorang dengan BMD rata-rata orang dengan jenis kelamin, usia, tinggi badan, dan berat badan yang sama. Hasil yang negative berarti tulang anda keropos, sedangkan hasil yang positif, menyatakan tulang anda lebih kecil memiliki resiko patah tulang dibandingkan dengan rata-rata orang lain.3

3. Pemeriksaan BiokimiaPemeriksaan yang termasuk dalam pertanda formasi tulang (formation bone maker) adalah :

1. Alkali phosphatase

Serum alkaline phosphatase (ALP) terdiri dari beberapa isoensim yang terdapat pada

banyak organ seperti hati, tulang, ginjal, usus dan placenta. ALP hati dan tulang

kadarnya tinggi dalam serum sehingga banyak dipakai untuk menilai proses

metabolisme tulang khususnya menilai dan memantau aktivitas osteoblas dan untuk

menilai kelainan pada hepatobilier. Nilai normal: pria 90–239 µ/L dan wanita di

bawah 45 tahun 76–196 µ/L dan wanita >45 tahun 87–250 µ/L.3

2. P1NP (Procollagen type 1 amino-terminal propeptide)

Lebih dari 90% matriks organik tulang berisi type 1 collagen yang akan dibentuk

menjadi tulang. Type 1 collagen berasal dari type 1 procollagen yang dihasilkan

fibroblast dan osteoblas. Type 1 procollagen mengandung N-amino dan C carboxy

terminal propeptida yang akan diuraikan oleh ensim protease selama terjadi

perubahan procollagen menjadi collagen dan kemudian dibentuk matriks tulang.4

Pertanda tulang P1NP merupakan indicator spesifik dan alat prediktor untuk menilai

pembentukan tulang. P1NP dilepas selama pembentukan type 1 collagen dan akan

masuk ke dalam aliran darah. Pasien yang diobati dengan pengobatan anabolik akan

meningkat kadarnya (Gambar 3). Braso (23) memakai pertanda tulang ini dalam

pengobatan karsinoma prostat. Nilai normal P1NP: 5–1200 µg/L atau ng/ml.4

Page 6: Osteoporosis.docx

3. N-mid Osteocalcin (Osteocalsin)

Osteocalcin merupakan protein non-kolagen yang terdapat paling banyak dalam

tulang dan diproduksi sel osteoblas. Osteocalcin berperan penting dalam proses

mineralisasi dan proses homeostasis ion kalsium. Maka pemeriksaan osteocalcin

merupakan parameter yang baik untuk menentukan gangguan metabolisme tulang

pada saat pembentukan tulang dan penggantian tulang (bone turn over). Pemeriksaan

osteocalcin sering dipakai sebagai biomarker awal pada pengobatan obat pembentuk

tulang dan untuk menilai efektivitas hasil pengobatan.Hasil pemeriksaan osteocalcin

cukup akurat dan stabil dalam menilai proses pembentukan tulang. Metode

pemeriksaan osteocalcin adalah enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Nilai

normalnya adalah: 10,1 ± 9,4 ng/ml.5

Pemeriksaan yang termasuk dalam pertanda resorpsi tulang (resorption bone marker) adalah :

1. Hidroksiprolin urine

Hidroksiprolin urin dibentuk dari asam amino prolin dari jaringan kolagen, 90%

hidroksiprolin yang dilepaskan tulang di metabolisme di hati, dan 10% diekskresi

melalui urine. Hidroksiprolin urine mewakili kurang lebih 10% dari total katabolisme

kolagen tulang. Pemeriksaan dengan menggunakan hidroksiprolin urine bersifat

kurang spesifik.6

2. Kalsium urine

Bila terjadi peningkatan resorpsi kalsium tulang, akan menyebabkan kadar kalsium

darah meningkat. Tubuh berusaha mempertahankan agar kadar kalsium di darah tetap

normal, melalui peningkatan ekskresi kalsium melalui urine.6

3. Beta cross laps

Saat ini telah dikembangkan pemeriksan ß-CrossLaps yang dapat digunakan sebagai

marker resorpsi tulang yang sensitif dan spesifik. Sensitivitas mencapai >70% dan

spesifisitas 80%. ß-CrossLaps adalah hasil pemecahan protein kolagen tipe 1 yang

spesifik tulang dan merupakan produk metabolisme atau pembongkaran tulang secara

langsung. Perombakan tulang yang dilakukan oleh osteoklas akan menghancurkan

kolagen tipe 1 dan terbentuk bentuk α dan ß. Bentuk ß ini disebut ß-CrossLaps dan

kadarnya dapat diukur dari serum, plasma atau urin. Kadar ß-CrossLaps dipengaruhi

Page 7: Osteoporosis.docx

usia, jenis kelamin dan siklus sirkadian dengan puncak tengah malam dan kadar

terendah sore hari.6

Diduga pada saat puncak kadarnya 66% lebih tinggi dibandingkan dengan kadar rata-

rata. Pemeriksaan ß-CrossLaps dapat dipakai sebagai alat pemantau terapi terutama pada

pengobatan dengan anti-resorptif seperti bisphosphonate. Dalam waktu 3 minggu seharusnya

terjadi penurunan kadar ß-CrossLaps dalam darah atau urin sehingga dokter yang memberi

pengobatan dapat memprediksi hasil pengobatan. Pemeriksaan kadar ß-CrossLaps lebih

sensitive dalam menilai perbaikan metabolisme tulang dibandingkan dengan pemeriksaan

BMD.6

Working Diagnosis

Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit tulang metabolic yang ditandai oleh penurunan densitas

tulang yang parah sehingga mudah terjadi fraktur tulang. Osteoporosis terjadi apabila

kecepatan resorpsi tulang sangat melebihi kecepatan pembentukan tulang (formasi tulang).

Tulang yang dibentuk normal; akan tetapi, karena jumlah tulang terlalu sedikit, tulang

menjadi lemah. Semua tulang dapat mengalami osteoporosis, walaupun osteoporosis

biasanya terjadi di tulang pangkal paha, panggul, pergelangan tangan, dan collumna

vertebralis.7

Osteoporosis tipe 1 (post menopause)

Merupakan tipe yang paling sering ditemukan, yang ditandai dengan meningkatkan

aktivitas remodeling tulang. Peningkatan remodeling tulang ini, menyebabkan hilangnya

kepadatan tulang-tulang trabekular. Onset dari tipe 1 ini berkaitan dengan kehilangan

hormone estrogen, jadi secara tidak langsung, penyakit tipe 1 ini lebih banyak di derita oleh

wanita dibandingkan dengan pria (6:1). Efek langsung dari hilangnya kepadatan tulang

trabekular adalah dapat menyebabkan tulang menjadi lebih mudah fraktur. Fraktur tulang

vertebra, pergelangan tangan dan ankle adalah jenis fraktur yang paling sering terjadi. Fraktur

pada vertebra biasanya menyebabkan deformitas dan sakit. Pasien biasanya akan semakin

mengecil karena kehilangan sekitar 25% dari tinggi vertebra mereka.7

Differential Diagnosis

Osteoporosis tipe 2 (senile osteoporosis)

Page 8: Osteoporosis.docx

osteoporosis ini terjadi karena kaitannya dengan usia dan bisa menyerang baik wanita

maupun pria yang berusia di atas 70 tahun, walaupun dalam kenyataannya, wanita lebih

beresiko 2 kali lebih banyak terkena osteoporosis tipe 2 ini dibandingkan dengan pria.

Osteoporosis tipe 2 ini, hilangnya kepadatan tulang terjadi secara perlahan (pelan), dimulai

sejak umur 40 tahun dan terus berlanjut selama beberapa dekade kemudian. Tidak seperti tipe

1 yang hanya kehilangan tulang trabekular, tipe 2 mengalami kehilangan tulang trabekular

dan kortikal dalam jumlah yang sama. Dalam prosesnya, osteoklas dalam tulang melakukan

resorpsi dalam batas yang normal, tetapi karena aktivitas dari osteoblas terganggu, sehingga

aktivitasnya di bawah normal sehingga produksi matriks tulang menurun, maka sebagai

hasilnya, tulang trabekular secara perlahan menjadi lebih tipis dan tebal dari korteks tulang

kortikal menurun.7

Osteoporsis Sekunder

Osteoporosis sekunder terjadi karena adanya penyakit tertentu yang mempengaruhi

kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang tidak sehat, misalnya penyakit endokrin :

hyperparatiroid, penyakit saluran pencernaan yang menyebabkan absorbsi zat gizi (kalsium,

fosfor, vitamin D) jadi terganggu, penyakit keganasan (kanker).7

Etiologi

Osteoporosis bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti gaya hidup yang kurang baik,

mengkonsumsi obat-obatan tertentu hingga masalah genetik.

1. Hormonal

Masalah hormonal merupakan penyebab paling umum dari osteoporosis. Hormon

estrogen pada wanita dan hormone testosterone pada pria merupakan penyebab utama.

Hilangnya kepadatan tulang pada wanita menjadi sangat cepat ketika sudah mencapai masa

menopause karena hormone estrogen yang diproduksi semakin menurun. Hormon paratiroid

dan growth hormone juga berperan dalam osteoporosis. Bila terlalu banyak hormone

paratiroid yang diproduksi (hyperparathyroidism), menyebabkan banyak kalsium yang

terbuang melalui urine, sehingga kalsium yang dibutuhkan oleh tulang tidak cukup dan

membuat tulang menjadi lemah, dan dengan usia yang semakin menua, produksi growth

hormone juga berkurang, kekuatan tulang berkurang.7

2. Kekurangan Kalsium

Page 9: Osteoporosis.docx

Tulang merupakan reservoir untuk dua mineral di dalam tubuh, yaitu kalsium dan fosfor.

Selain tulang, beberapa organ di dalam tubuh juga memerlukan kalsium, seperti hati, otot,

saraf, karena itu, tubuh harus memiliki kebutuhan kalsium yang mencukupi. Ketika produksi

kalsium ditubuh menurun, organ-organ tersebut akan mengambil kalsium dari tulang,

sehingga lama-kelamaan akan membuat tulang menjadi keropos.7

3. Kekurangan Vitamin D

Kekurangan vitamin D akan membuat tulang menjadi keropos dan meningkatkan resiko

hancurnya tulang, vitamin D yang aktif (calcitriol), merupakan vitamin yang membantu

tubuh untuk melakukan absorpsi kalsium.8

4. Kurangnya aktivitas sehari-hari

Tulang-tulang dalam tubuh akan semakin lemah jika tidak digunakan. Bagi orang-orang

yang jarang melakukan aktivitas, akan memiliki kondisi yang sama seperti otot, yaitu atrofi

otot sehingga tulang lebih mudah hancur (keropos).8

5. Merokok

Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan

terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain

penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh

berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses

pelapukan.

Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit

jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka

proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik

secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang

tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati

umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur

tersebut sudah berhenti.7,8

6. Obat-obatan

Page 10: Osteoporosis.docx

Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma

dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam

jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses

osteoblas. Selain itu, obat heparin dan antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis.

Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak

merugikan tulang.8

7. Faktor Genetik

Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah.

Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan

perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur

genetik tulang yang sama.8

8. Minuman beralkohol

Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos,

rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari

creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan

antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang.

Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan

kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat

toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).8

Epidemiologi

Dari penelitian populasi yang luas di Amerika Utara dan Eropa, tampak jelas bahwa

fraktur yang berkaitan dengan osteoporosis sering ditemukan pada kedua jenis kelamin di

seluruh Negara yang maju. Analisis terhadap catatan pasien yang pulang dari rumah sakit

memperlihatkan bahwa saat ini terdapat lebih dari 150.000 kasus fraktur yang berakitan

dengan osteoporosis setiap tahunnya di Inggris (UK) dan di antara jumlah tersebut,

ditemukan 60.000 kasus fraktur panggul (hip fracture). Di AS, dilaporkan lebih dari 1,2 juta

kasus fraktur yang berkaitan dengan osteoporosis setiap tahunnya.9

Resiko osteoporosis meningkat dengan semakin menuanya usia. Osteoporosis senilis

merupakan osteoporosis yang paling sering mengenai manusia yang berumur 70 tahun atau

Page 11: Osteoporosis.docx

lebih. Sedangkan untuk osteoporosis post menopause, paling tinggi menyerang wanita

berusia 50-70 tahun.10

Resiko osteoporosis juga meningkat sesuai dengan faktor sex (kelamin). Wanita lebih

memiliki resiko osteoporosis dibandingkan dengan pria. Menurut badan penelitian di

Amerika, 80% wanita dari 10 juta manusia yang mengamali osteoporosis adalah wanita.10

Patofisiologi

Tulang terdiri atas sel dan matriks. Terdapat dua sel yang penting pada pembentukan

tulang yaitu osteoklas dan osteoblas. Osteoblas berperan pada pembentukan tulang dan

sebaliknya osteoklas pada proses resorpsi tulang. Matriks ekstra seluler terdiri atas dua

komponen, yaitu anorganik sekitar 30-40% dan matrik inorganik yaitu garam mineral sekitar

60-70 %. Matrik inorganik yang terpenting adalah kolagen tipe 1 ( 90%), sedangkan

komponen anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfat, disamping magnesium, sitrat,

khlorid dan karbonat.10

Osteoblas adalah sel pembentuk tulang. Mereka membentuk dan mesekresikan

kolagen (kebanyakan tipe I) dan nonkolagen organik—komponen pada fase matrik tulang.

Mereka mempunyai peranan penting pada mineralisasi matrik organik. Protein nonkolagen

produksi osteoblas meliputi osteokalsin (komponen nonkolagen tulang terbesar), 20% dari

total massa tulang; osteonectin; protein sialyted dan phosphorylated; dan thrombospondin.

Peranan protein nonkolagen tersebut tidak diketahui tapi sintesisnya diatur oleh hormon

paratiroid (PTH) dan 1,25 dihidroksivitamin D. Mereka juga berperan pada kemotaksis dan

adhesi sel. Pada proses pembentukan matrik tulang organik, ostoblas terperangkap diantara

formasi jaringan baru, kehilangan kemampuan sintesis dan menjadi osteosit.10

Osteoklas adalah sel terpenting pada resorpsi tulang. Mereka digambarkan dengan

ukurannya yang besar dan penampakan yang multinucleated. Sel ini bergabung menjadi

tulang melalui permukaan reseptor. Penggabungan pada permukaan osteoklas tulang

membentuk komparment yang dikenal sebagai “sealing zone”. Reorpsi tulang terjadi oleh

kerja proteinase asam pada pusat ruang isolasi subosteoklas yang dikenal sebagai lakuna

Howship. Membran plasma dari sel ini diinvaginasi membentuk ruffled border. Osteoklas

mungkin berasal dari sel induk sum-sum tulang, yang juga menghasilkan makrofag-monosit.

Page 12: Osteoporosis.docx

Perkembangan dan fungsi mereka dimodulasi oleh sitokin seperti interleukin-1 (IL-1),

interleukin-6 (IL-6) dan interulekin-11 ( IL-11).10

Dalam pembentukan massa tulang tersebut tulang akan mengalami perubahan selama

kehidupan melalui tiga fase: Fase pertumbuhan, fase konsolodasi dan fase involusi. Pada fase

pertumbuhan sebanyak 90% dari massa tulang dan akan berakhir pada saat eepifisi tertutup.

Sedangkan pada tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun. Pada saat ini massa tulang

bertambah dan mencapai puncak ( peak bone mass ) pada pertengahan umur tiga puluhan.

Serta terdapat dugaan bahwa pada fase involusi massa tulang berkrang ( bone Loss )

sebanyak 35-50 tahun Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari Adanya

massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang.

Massa puncak tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan faktor genetic, sedangkan

faktor yang menyebabkan penurunan massa tulang adalah proses ketuaan, menopause, faktor

lain seperi obat obatan atau aktifitas fisik yang kurang serta faktor genetik. Akibat massa

puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang menyebabkan Densitas

tulang menurun yang merupakan faktor resiko terjadinya fraktur. Kejadian osteoporosis dapat

terjadi pada setiap umur kehidupan. Penyebabnya adalah akibat terjadinya penurunan bone

turn over yang terjadi sepanjang kehidupan. Satu dari dua wanita akan mengalami

osteoporosis, sedangkan pada laki-laki hanya 1 kasus osteoporsis dari lebih 50 orang laki-

laki. Dengan demikian insidensi osteoporosis pada wanita jauh lebih banyak daripada laki-

laki. Hal ini di duga berhubungan dengan adanya fase masa menopause dan proses

kehilangan pada wanita jauh lebih banyak.10

Remodelling Tulang

Di dalam Tulang yang mengalami osteoporosis akan ditemukan struktur padat dan

rongga tulang berkurang. Penipisan dinding luar tulang lebih nyata dan keadaan ini

meningkatkan resiko fraktur. Hilangnya massa tulang juga tampak pada tulang berongga.

Aktivitas remodeling tulang ini melibatkan faktor sistemik dan faktor lokal. Faktor sistemik

adalah Hormonal hormonal yang berkainan dengan metabolisme Calsium, seperti Parat

hormone, Vitamin D, Calcitonin, estrogen, androgen, growth hormon, dan hormon tiroid.

Sedangkan faktor lokal adalah Sitokin dan faktor pertumbuhan lain. Dalam proses

remodeling tulang atau bone turnover, intinya adalah terjadinya pergerakan ion kalsium. Ion

kalsium yang berada dalam osteoklas akan dilepaskan kemudian oleh osteoblas akan

digunakan sebagai bahan baku tulang di dalam osteocyte dan pada akhirnya berperan dalam

Page 13: Osteoporosis.docx

pembentukan tulang baru. Artinya metabolisme kalsium inilah yang mempunyai peranan

dominan dalam proses pembentukan tulang.11

Seperti diketahui, asupan kalsium yang normal berkisar 1000 – 1500 mg / hari, dan

akan diekskresikan juga tidak jauh berbeda dengan asupan tersebut, melalui faeces ( 800 mg )

dan urine (200 mg). Dalam perjalanannya Kasium akan mempunyai peran penting dalam

remodeling tulang, yaitu sebanyak 300 – 500 mg kalsium ekstra seluler sebanyak 900 mg.

Artinya dalam proses remodeling tulang Kalsium tersebut diperlukan kadar antara 300- 500

mg. Jumlah inilah yang akan ditambahkan dalam asupan kalsium dari luar, jadi berkisar 1000

– 1500 mg, sehingga kalsium serum berada dalam keadaan homeostatis ( seimbang ). Dalam

mempertahankan keseimbangan kalsium serum ini, dua hormon secara langsung

berhubungan dengan metabolisme Kalsium, yaitu hormon paratiroid dan calsitonin. Adanya

peningkatan asupan kalsium / kalsium darah maka akan merangsang calsitonin, upaya ini

untuk menekan proses resorpsi tulang, dan sebaliknya. Sedangkan dengan adanya kalsium

yang rendah maka hormon paratiroid akan meningkat seimbang.

Apabila kalsium plasma meningkat maka akan meningkatkan formasi tulang dan

meningkatkan Calsitonin dari sel parafolikuler kelenjar thyroid. Dengan adanya calsitonin,

maka proses resopsi tulang ditekan. Dan sebaliknya keadaan kalsium darah yang rendah akan

meningkatkan sekresi hormon paratiroid dan akan meningkatkan proses resopsi tulang serta

peningkatan absorpsi kalsium di intestinal. Mekanisme ini adalah upaya kalsium didalam

darah tetap dalam keadaan stabil. Jadi hormon paratiroid berperan dalam meningkatkan

resorpsi kalsium, menurunkan resorpsi fosfat di intestinal, dan meningkatkan sintesis vitamin

D di ginjal. Selain itu hormon ini juga dapat meningkatkan aktifitas osteoclast yang

menyebabkan proses resorpsi tulang meningkat.11

Peran vitamin D dalam mekanisme burn turn-over tulang melalui peningkatan

absorpsi kalsium dan fosfat di intestinal. Melalui mekanisme ini maka vitamin D berperan

dalam menyediakan cadangan kadar kalsium dan fosfat untuk proses mineralisasi tulang

sehingga mempertinggi resorpsi tulang. Secara pathofisiologi, vitamin D mempunyai peran

penting pada kelainan tulang. Dalam mempertahankan intergritas mekanisme dan struktur

tulang diperlukan proses remodelling tulang yang konstan, yaitu respon terhadap keadaan

baik fisiologis maupun patologis yang terjadi selama kehidupan. Adanya kebutuhan asupan

kalsium dan vitamin D yang meningkat terutama dengan bertambahnya umur, dengan

sendirinya akan meningkatkan proses remodeling.11

Page 14: Osteoporosis.docx

Manifestasi Klinis

Nyeri. Gejala awal tersering adalah nyeri pinggang tanpa tanda-tanda sebelumnya,

biasanya nyeri ini timbul sesudah mengangkat barang berat. Sifat nyeri tersebut tajam

atau seperti terbakar, yang bertambah hebat bila bergerak membungkuk, mengangkat

beban lebih berat, melompat, atau tanpa trauma sedikit pun.

a) Deformitas. Osteoporosis tidak menyebabkan deformitas pada ekstremitas, kecuali

bila ada fraktur. Deformitas collumna vertebralis akan terjadi sesudah fraktur

kompresi yang berulang-ulang. Terkadang deformitas muncul tanpa ada nyeri

pinggang yang nyata. Deformitas tersebut meliputi :

1. Penurunan tinggi badan : adanya fraktur kompresi ini menyebabkan tinggi

badan dapat berkurang beberapa sentimeter apabila proses tersebut mengenai

beberapa corpus vertebra.

2. Kifosis : kelainan ini muncul sebagai gejala khas adanya proses osteoporosis.

b) Fraktur. Fraktur patologis pada ekstremitas dapat menyebabkan deformitas. Tempat

yang paling sering terkena fraktur akibat dari osteoporosis adalah collum femoris dan

radius distalis yang terjadi karena jatuh.11

Penatalaksanaan

Saat ini, tidak ada penanganan yang dapat mengembalikan secara komplit akan

osteoporosis. Pencegahan awal dapat dilakukan untuk mencegah osteoporosis pada sebagian

besar orang. Pada pasien dengan osteoporosis, intervensi medis dapat menghambat

progresinya. Pada osteoporosis sekunder, penanganan pada kelainan primer seharusnya

diberikan. Terapi dilakukan secara individualis berdasarkan skenario klinis pasien, dengan

resiko dan keuntungannya yang telah didiskusikan antara petugas medis dan pasien.12,13

Pasien diidentifikasikan akan resiko osteoporosis(termasuk anak-anak dan dewasa

muda) seharusnya diukur termasuk asupan kalsium, vitamin d, dan latihan fisik. hal lainnya

direkomendasikan adalah menghindari rokok dan konsumsi alkohol berlebih. Pencegahan

lainnya harus diberikan pada pasien yang mengkonsumsi glukokortikoid untuk medikasi yang

lain. Hal ini termasuk penggunaan dosis minimum yang efektif, pemutusan obat secepat

mungkin, dan pemberian suplemen kalsium dan vitamin D.13

Page 15: Osteoporosis.docx

National Osteoporosis Foundation (NOF) merekomendasi bahwa farmakoterapi harus

dipikirkan untuk pasien posmenopausal dan laki-laki 50 tahun atau lebih dengan gejala

berikut:12

Fraktur panggul atau vertebra

Nilai T-score -2.5 atau kurang

Massa tulang rendah (T-score antara -1.0 dan -2.5)

American College of Physicians telah meringkas dan menyimpulkan penanganan

farmakoterapi untuk osteoporosis. Agen yang dapat digunakan sementara waktu adalah

bisphosphonates, selective estrogen-receptor modulator (SERM) raloxifene, calcitonin,

denosumab, dan agen anabolik, teriparatide. Seluruh terapi harus diberikan dengan kalsium

dan suplemen vitamin D. Petunjuk dari American Association of Clinical Endocrinologists

(AACE), yang dipublikasikan pada tahun 2010, hal berikut termasuk dalam rekomendasi

dalam pemilihan obat untuk menangani osteoporosis:

Lini pertama: alendronate, risedronate, zoledronic acid, denosumab

Lini kedua: ibandronate

Lini kedua atau ketiga: raloxifene

Lini terakhir: calcitonin

Penanganan untuk pasien dengan resiko fraktur tinggi bila gagal dengan

biphosphonate: teriparatide

Tidak ada studi yang menunjukkan bahwa kombinasi 2 atau lebih terapi memiliki efek

yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian satu agen terapi. Petunjuk AACE

menyarankan untuk tidak memberikan terapi kombinasi hingga efeknya benar-benar

diketahui dengan pasti.12

Bisphosphonates adalah agen yang paling dipakai untuk osteoporosis. Biphosphonate

telah dipakai baik untuk penanganan dan pencegahan. Tersedia dalam bentuk oral dan

intravena.12

Alendronate disetujui untuk penanganan osteoporosis pada laki-laki, perempuan

posmenopausal, dan pada pasien dengan osteoporosis akibat pemakaian glukokortikoid. Hal

ini telah menunjukkan peningkatan densitas spinalis dan panggul pada perempuan

posmenopausal. Pemakaian dengan kontrol klinis yang tepat dapat menurunkan fraktur

spinalis, panggul, dan pergelangan tangan hingga 50% dengan osteoporosis. Dosis pemakaian

dari alendronate adalah 70mg/minggu, dan harus dimakan 30 menit sebelum makan di pagi

hari dengan diiringi minum air dalam jumlah segelas besar. Alendronate dapat diberikan

Page 16: Osteoporosis.docx

bersama dengan kolekalsiferol(Vitamin D3). Kombinasi ini diindikasikan pada laki-laki

osteoporosis untuk meningkatkan massa tulang.13

Ibandronate (Boniva) adalah bifosfonat yang dapat diberikan sekali dalam sebulan secara

oral. Bifosfonat intravena adalah pilihan yang tepat pada pasien yang intoleransi pada

bifosfonat oral. Ibandronate juga tersedia dalam bentuk intravena yang diberikan setiap 3

bulan.14

Pencegahan

Pencegahan primer dimulai saat masih kecil, dengan mengkonsumsi makanan yang

memiliki kalsium yang cukup, vitamin D yang cukup dan latihan atau berolahraga yang rutin.

Selain itu, pencegahan osteoporosis dapat dilakukan melalui perubahan gaya hidup, seperti

tidak lagi minum alkohol dan merokok, serta pencegahan dengan obat-obatan, seperti

mengkonsumsi suplemen kalsium dan penggunaan raloksifen dan bifosfonat karena kedua

obat tersebut merupakan first-line agents untuk pencegahan osteoporosis dengan dosis

5mg/hari.14

Komplikasi

Fraktur pangkal paha, pergelangan tangan, collumna vertebralis, dan panggul.

Hospitalisasi, penempatan di nursing home, dan penurunan kemampuan untuk melakukan

aktifitas hidup sehari-hari dapat terjadi setelah fraktur osteoporosis.15

Prognosis

Prognosis untuk osteoporosis baik jika tulang yang keropos terdeteksi dalam tahap dini dan

intervensi dilakukan dengan tepat. Pasien dapat meningkatkan BMD dan risiko penurunan

patah tulang dengan obat anti-osteoporosis yang tepat. Selain itu, pasien dapat mengurangi

risiko jatuh dengan berpartisipasi dalam pendekatan multifaset yang mencakup rehabilitasi

dan modifikasi lingkungan.

Kesimpulan

Pada skenario ini seorang perempuan usia 57 tahun mengalami osteoporosis tipe 1 et causa

post-menopause. Osteoporosis ini disebabkan beberapa hal, seperti masalah terhadap hormon

Page 17: Osteoporosis.docx

estrogen karena sudah berhenti haid sejak usia 52 tahun, juga karna jarang berlahraga dan

tidak minum susu sehingga tulang kekurangan vitamin D.

Daftar Pustaka

1. Bartl R, Frisch B. Osteoporosis: diagnosis, prevention, therapy. Berlin: Springer;

2006 h. 1-5

2. Patel PR. Radiologi. Jakarta: Erlangga, 2006.h.207-9.

3. Blake GM, Fogelman I. Application of bone densitometry for osteoporosis.

Endocrineol Metabolism Clinics North America. 2008; 27: 267-88.

4. Jeannettee SP. Evaluation and assessment of osteoporosis. American Family

Physician 2003; 63: 897-904.

5. Panteghini M, Pagani F. Biological variation in bone-derived biochemical markers in

serum. Clinical Laboratory Investigation 2004; 55: 609–16

6. Harr RR. Pemeriksaan laboratorium klinis. Jakarta: EGC, 2005.h.145-8

7. Stabler H, Catherine A. Osteoporosis : from pathophysiology to treatment. America:

American Association for Clinical Chemisty, Inc., 2004.p.22-8.

8. Hoffmann M. Causes of osteoporosis. April 27, 2007 (cited 2013 March 24).

Available from URL: http://www.webmd.com

9. Gibney MJ, Margetts BM, Kearney J, et al. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC,

2008.h.440-2.

10. Kosmin DJ. Osteoporosis. December 10, 2012 (cited 2013 March 24). Available from

URL : http://emedicine.medscape.com

11. Adler RA. Osteoporosis: pathophysiology and clinical management. New York:

Humana Press; 2010. h.25-40; 88-102

12. Available in URL: http://emedicine.medscape.com/article330598-overview

13. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Jakarta: EGC; 2006. h. 176-8

14. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2009.h.340-2, 346-8.

15. Pujiastuti SS. Fisioterapi pada osteoporosis. Jakarta: EGC, 2003.h.83-9