p3261073.pdf

9
16 Jurnal Litbang Pertanian, 26(1), 2007 S agu (Metroxylon sagu Rottb.) me- rupakan tanaman asli Asia Tenggara. Penyebarannya meliputi Melanesia Barat sampai India Timur dan dari Mindanao Utara sampai Pulau Jawa dan Nusa Teng- gara bagian selatan. Tanaman sagu tumbuh secara alami terutama di daerah dataran atau rawa de- ngan sumber air yang melimpah. Menurut Oates dan Hicks (2002), tanaman sagu masih dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1.250 m dpl dengan curah hujan 4.500 mm/tahun. Sekitar 50% tanaman sagu dunia atau 1.128 juta ha tumbuh di Indonesia (Flach 1983), dan 90% dari jumlah tersebut atau 1.015 juta ha berkembang di Provinsi Papua dan Maluku (Lakuy dan Limbongan 2003). Menurut statistik perkebunan tahun 2000, potensi produksi tepung sagu yang dapat dihasilkan dari luasan tersebut adalah 6,50 juta ton. Sekitar 40% dari jumlah tegakan sagu di Papua (seluas 300.000 ha) merupakan tanaman produktif yang siap panen sehingga potensi ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber cadangan pangan pada masa yang akan datang (Tenda 2004). Areal sagu tersebut tersebar di Merauke, Timika, Fakfak, Manokwari, Biak Numfor, Sorong, Yapen, Waropen, dan Jayapura. Dari jumlah tersebut baru dimanfaatkan sekitar 0,34% (Kertopermono 1996). Konsumsi sagu di Papua tahun 2004 mencapai 50,18 kg/kapita/tahun, lebih rendah dibanding bahan pangan lainnya yaitu padi dan ubi-ubian masing-masing 130 kg dan 75,30 kg/kapita/tahun (Badan Pusat Statistik Provinsi Papua 2004). Produksi sagu pada tahun 2004 sekitar 7.140 t/tahun, dengan harga tepung sagu mencapai Rp13.500/kg atau hampir dua kali lipat harga tepung ubi atau beras. Potensi produksi sagu yang besar dengan harga yang cukup tinggi dapat menjadi- kan sagu sebagai komoditas andalan di masa yang akan datang. Tanaman sagu di Papua memiliki keragaman genetik yang sangat tinggi (Barahima et al. 2001). Kesimpulan ini diperkuat oleh Mangindaan dan Tampake (2005) yang menyatakan bahwa Papua merupakan sentra keragaman genetik sagu terbesar di dunia sehingga tanaman sagu di daerah ini perlu diamankan dari erosi genetik serta pelarian genetik ke luar negeri. Widjono et al. (2000) telah meng- MORFOLOGI BEBERAPA JENIS SAGU POTENSIAL DI PAPUA Jermia Limbongan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua, Jalan Yahim Sentani, Jayapura, Kotak Pos 256 Sentani 993542 ABSTRAK Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) merupakan tanaman penghasil pati yang sangat potensial di masa yang akan datang. Tanaman sagu banyak tumbuh secara alami di Papua dan Maluku dan dimanfaatkan oleh sebagian besar penduduk sebagai makanan sehari-hari. Makalah ini memberikan informasi tentang morfologi beberapa jenis sagu lokal di Papua. Sagu Papua memiliki banyak aksesi dengan ciri yang berbeda-beda pada morfologi batang dan daun, kandungan gizi dan mineral, produktivitas, dan warna tepung. Sagu Yepha, Rondo, Para, dan Ruruna dapat dikenali dari karakteristik yang berbeda, dan karakteristik ini dapat digunakan untuk mengetahui potensi produksi dan kegunaannya. Pati sagu, selain sebagai bahan pangan juga banyak digunakan sebagai bahan baku pada industri kosmetik, makanan, kertas, dan plastik. Untuk menjaga kelestarian sagu Papua, upaya perbaikan budi daya serta pengelolaan plasma nutfah perlu dilakukan. Kata kunci: Metroxylon sagu, aksesi, morfologi, pati sagu, Papua ABSTRACT Morphological characteristics of some sago palms from Papua Sago palm (Metroxylon sagu Rottb.) is a potential starch source in the future. Most of the plants grow naturally in Papua and Maluku and many people consume it as a daily food. The paper described morphology of sago palms in Papua. There are many accessions of sago palms in Papua with specific morphological characteristics in stems, leaves, nutrient and mineral contents, yield, and starch color. Sago palms such as Yepha, Rondo, Para, and Ruruna have different characteristics and these characteristics reflect their yield potential and usage. Sago starch is commonly used as food resources, also as raw materials in cosmetics, food, paper, and plastic industries. Therefore, improvement of sago palm cultivation and conservation of sago germplasm are needed. Keywords: Metroxylon sagu, accession, morphology, sago starch, Papua

Upload: andrew-tejahusada

Post on 29-Nov-2015

199 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hdgsdfasd

TRANSCRIPT

Page 1: p3261073.pdf

16 Jurnal Litbang Pertanian, 26(1), 2007

Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) me-rupakan tanaman asli Asia Tenggara.

Penyebarannya meliputi Melanesia Baratsampai India Timur dan dari MindanaoUtara sampai Pulau Jawa dan Nusa Teng-gara bagian selatan.

Tanaman sagu tumbuh secara alamiterutama di daerah dataran atau rawa de-ngan sumber air yang melimpah. MenurutOates dan Hicks (2002), tanaman sagumasih dapat tumbuh dengan baik padaketinggian 1.250 m dpl dengan curah hujan4.500 mm/tahun.

Sekitar 50% tanaman sagu dunia atau1.128 juta ha tumbuh di Indonesia (Flach1983), dan 90% dari jumlah tersebut atau1.015 juta ha berkembang di Provinsi Papuadan Maluku (Lakuy dan Limbongan 2003).Menurut statistik perkebunan tahun 2000,

potensi produksi tepung sagu yang dapatdihasilkan dari luasan tersebut adalah 6,50juta ton.

Sekitar 40% dari jumlah tegakan sagudi Papua (seluas 300.000 ha) merupakantanaman produktif yang siap panensehingga potensi ini dapat dimanfaatkansebagai sumber cadangan pangan padamasa yang akan datang (Tenda 2004).Areal sagu tersebut tersebar di Merauke,Timika, Fakfak, Manokwari, Biak Numfor,Sorong, Yapen, Waropen, dan Jayapura.Dari jumlah tersebut baru dimanfaatkansekitar 0,34% (Kertopermono 1996).

Konsumsi sagu di Papua tahun 2004mencapai 50,18 kg/kapita/tahun, lebihrendah dibanding bahan pangan lainnyayaitu padi dan ubi-ubian masing-masing130 kg dan 75,30 kg/kapita/tahun (Badan

Pusat Statistik Provinsi Papua 2004).Produksi sagu pada tahun 2004 sekitar7.140 t/tahun, dengan harga tepung sagumencapai Rp13.500/kg atau hampir duakali lipat harga tepung ubi atau beras.Potensi produksi sagu yang besar denganharga yang cukup tinggi dapat menjadi-kan sagu sebagai komoditas andalan dimasa yang akan datang.

Tanaman sagu di Papua memilikikeragaman genetik yang sangat tinggi(Barahima et al. 2001). Kesimpulan inidiperkuat oleh Mangindaan dan Tampake(2005) yang menyatakan bahwa Papuamerupakan sentra keragaman genetiksagu terbesar di dunia sehingga tanamansagu di daerah ini perlu diamankan darierosi genetik serta pelarian genetik ke luarnegeri. Widjono et al. (2000) telah meng-

MORFOLOGI BEBERAPA JENIS SAGU POTENSIALDI PAPUA

Jermia Limbongan

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua, Jalan Yahim Sentani, Jayapura, Kotak Pos 256 Sentani 993542

ABSTRAK

Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) merupakan tanaman penghasil pati yang sangat potensial di masa yang akan datang.Tanaman sagu banyak tumbuh secara alami di Papua dan Maluku dan dimanfaatkan oleh sebagian besar penduduksebagai makanan sehari-hari. Makalah ini memberikan informasi tentang morfologi beberapa jenis sagu lokal diPapua. Sagu Papua memiliki banyak aksesi dengan ciri yang berbeda-beda pada morfologi batang dan daun, kandungangizi dan mineral, produktivitas, dan warna tepung. Sagu Yepha, Rondo, Para, dan Ruruna dapat dikenali darikarakteristik yang berbeda, dan karakteristik ini dapat digunakan untuk mengetahui potensi produksi dankegunaannya. Pati sagu, selain sebagai bahan pangan juga banyak digunakan sebagai bahan baku pada industrikosmetik, makanan, kertas, dan plastik. Untuk menjaga kelestarian sagu Papua, upaya perbaikan budi daya sertapengelolaan plasma nutfah perlu dilakukan.

Kata kunci: Metroxylon sagu, aksesi, morfologi, pati sagu, Papua

ABSTRACT

Morphological characteristics of some sago palms from Papua

Sago palm (Metroxylon sagu Rottb.) is a potential starch source in the future. Most of the plants grow naturally inPapua and Maluku and many people consume it as a daily food. The paper described morphology of sago palms inPapua. There are many accessions of sago palms in Papua with specific morphological characteristics in stems,leaves, nutrient and mineral contents, yield, and starch color. Sago palms such as Yepha, Rondo, Para, and Rurunahave different characteristics and these characteristics reflect their yield potential and usage. Sago starch iscommonly used as food resources, also as raw materials in cosmetics, food, paper, and plastic industries. Therefore,improvement of sago palm cultivation and conservation of sago germplasm are needed.

Keywords: Metroxylon sagu, accession, morphology, sago starch, Papua

Page 2: p3261073.pdf

Jurnal Litbang Pertanian, 26(1), 2007 17

identifikasi 60 jenis sagu Papua yangtumbuh di daerah Jayapura, Manokwari,Merauke, dan Sorong. Selanjutnya, hasilpenelitian Universitas Papua (2001) me-nemukan 22 jenis sagu di Biak danSupriori, sedangkan Miftahorrachman danNovarianto (2003) menemukan 20 aksesisagu di Sentani. Makin beragamnya pe-manfaatan sagu dan makin meningkatnyapermintaan tepung sagu menyebabkanterjadinya eksploitasi tanaman secarabesar-besaran tanpa ada upaya untukmerehabilitasinya (Mangindaan danTampake 2005). Kondisi seperti itu telahterjadi di Papua dan dapat menyebabkanpunahnya beberapa aksesi sagu yangmemiliki potensi produksi tinggi (Limbo-ngan et al. 2005).

Aksesi-aksesi sagu yang ditemukandi Papua memiliki keragaman dalam pe-nampilan morfologi, misalnya keberadaanduri, tinggi tanaman, lingkar batang, danwarna tepung. Selain itu ada beberapa jenissagu yang dapat tumbuh di lahan kering.Produktivitasnya pun bervariasi dari 5hingga 11 t/ha/tahun, tetapi ada pula yanghanya digunakan sebagai media pe-meliharaan ulat sagu (Oates dan Hicks2002).

Makalah ini membahas ciri morfologibeberapa jenis sagu potensial yang tum-buh di Papua, misalnya duri pada batang,tinggi tanaman, lingkar batang, bobotbatang, jumlah daun, jumlah petiole,panjang rachis, warna tepung, kandungankimia tepung, kandungan mineral tepung,dan produksi tepung sagu. Dengan me-ngenal ciri morfologi tersebut dapatdiketahui jenis-jenis sagu yang potensialsebagai penghasil tepung serta upayapelestariannya untuk mencegah kepunah-an jenis-jenis sagu tertentu.

TIPE SAGU PAPUA

Pangkali (1994) telah mengidentifikasi 20jenis sagu asal Jayapura dan mengelom-pokkannya ke dalam dua tipe yaitu saguberduri atau Metroxylon rumphii Mart.dan sagu tidak berduri atau Metroxylonsagu Rottb. Yang termasuk sagu berduriadalah Para Huphon, Para Hongsay,Rondo, Munggin, Puy, Manno, Epesum,Ruruna, dan Yakhalope, dan untuk sagutidak berduri adalah Yepha Hongsay,Yepha Hongleu, Yepha Ebung, Osokulu,Folio, Panne, Wani, Ninggih, Yukulam,Hapholo, Yakhe, Hili, Fikhela, dan Hanumbo.Selanjutnya Widjono et al. (2000) meng-

identifikasi 60 jenis sagu di Papua yangtersebar di Jayapura, Manokwari, Merau-ke, dan Sorong (Tabel Lampiran 1).

Jenis-jenis sagu tersebut berbedadalam hal warna pucuk, yaitu hijau, kuningsampai merah, ukuran duri, kerapatan duri,kekerasan duri, dan letak duri. Warnapelepah daun pun berbeda-beda yaituhijau muda, hijau tua, hijau keputihan, hijaukekuningan, dan hijau bertitik-titik.Diameter batang juga bervariasi, yaitudiameter batang bagian bawah lebih kecildari bagian atas, diameter batang samamulai dari bawah sampai ke atas, dan adajuga yang diameter batang bagian tengahlebih besar dari bagian ujung dan pangkal.Warna tepungnya ada yang putih,kemerahan, merah muda, dan putih ke-kuningan.

CIRI MORFOLOGI SAGUPAPUA

Ciri morfologi merupakan petunjuk praktisuntuk mengenal berbagai jenis sagu dilapangan. Ciri morfologi yang dapat di-amati antara lain adalah tinggi batang,lingkar batang, jumlah daun, jumlahpetiole, panjang rachis, dan jumlah lembardaun. Ciri morfologi 10 jenis sagu ungguldi Sentani disajikan pada Tabel 1.

Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwatinggi batang memiliki keragaman yangtinggi (CV > 20%), sedangkan karaktervegetatif lainnya seperti lingkar batang,jumlah daun, jumlah petiole, panjang daun,dan panjang rachis memiliki keragamanyang rendah (CV < 20%). Oleh karena itu,menurut Tenda (2004), karakter tinggi

batang dapat digunakan sebagai kriteriaseleksi untuk mempertahankan sifatunggul pada generasi berikutnya.

Sagu jenis Rondo memiliki tinggitanaman 10,20 m, lebih pendek daripadasagu jenis Yepha, Para, dan Ruruna yangtingginya bisa mencapai 20 m bahkanlebih. Batang sagu jenis Rondo umumnyapendek, yaitu Rondo Hongleu 4,50 m danRondo Hongsay 4,20 m, sedangkan jenislainnya seperti Yepha Hongsay, Para, danRuruna memiliki batang lebih dari 10 m.Karena batangnya pendek, sagu Rondobiasa digunakan sebagai konsumsi ke-luarga di Sentani.

Miyazaki (2004) telah melakukanpengamatan beberapa parameter pertum-buhan empat jenis sagu di Sentani denganhasil dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel ter-sebut memperlihatkan bahwa pada umurhampir sama, tinggi tanaman sagu Rondosangat berbeda dengan tiga jenis lainnya,yaitu Yepha Hongsay, Para, dan Ruruna.Demikian pula panjang batang, diameterbatang, dan bobot batang sagu Rondojauh lebih kecil dibanding jenis lainnya.Rondo relatif lebih kecil dan berduri padaumur 6 tahun. Di Sentani, sagu Rondomulai berproduksi setelah berumur lebihdari 10 tahun. Durinya kecil, pendek, danmudah patah. Sagunya manis dan biasadikonsumsi langsung tanpa diparut ataudiperas terlebih dahulu.

Hasil pengamatan Miyazaki (2004)terhadap 21 jenis sagu di Papua disajikanpada Tabel 3. Dari 21 jenis sagu tersebut,10 jenis termasuk sagu berduri, yaituManno, Mongging, Para Hongleu, ParaHongsay, Para Waliha, Puy, Rondo,Ruruna, Yakhalobe, dan Ebefum. Sisanya

Tabel 1. Ciri morfologi 10 jenis sagu unggul di Sentani, Papua.

Tinggi Lingkar Jumlah JumlahJumlah

Panjang JumlahJenis sagu batang batang daun daun

petiolerachis lembar

(m) (cm) kering hijau (cm) daun

Hapholo Hongleu 15,20 143 8 15 225 462,50 72Hapholo Hongsay 13,80 145 8 16 245 467 76Yepha Hongleu 15,20 143 8 15 240 474 82Yepha Hongsay 14,30 148 7 13 270 478,50 84Rondo Hongleu 4,50 149 10 12 225 461,50 77Rondo Hongsay 4,20 144 9 12 205 658 74Osokulu Hongleu 11,20 190 8 17 270 677 89Panne 15,40 155 7 14 214 554 81Folio Hongleu 9,40 171 8 19 264 665 82Para 11 108 9 13 218 679 79SD 4,20 21,50 0,90 2,20 23,90 69,70 5,10CV (%) 37,20 14 3,70 15,50 10,10 10,60 6,40

Sumber: Tenda et al. (2005).

Page 3: p3261073.pdf

18 Jurnal Litbang Pertanian, 26(1), 2007

termasuk sagu tidak berduri yaitu Folio,Hobolo, Osokulu Hongleu, OsokuluHongsay, Panne, Yakhe, Yakhu Walo,Yepha Hongleu, Yepha Hongsay,Wananbo, dan Wani. Sagu jenis Manno,Para Hongleu, dan Para Hongsay memilikiduri yang panjang, sedangkan Rondo,Ruruna, dan Yakhalobe berduri pendek(Gambar 1). Jenis Puy berduri sangatpendek dan jumlahnya sangat jarang,bahkan umum-nya hanya berupa bekasdudukan duri saja.

POTENSI PRODUKSITEPUNG SAGU

Produksi tepung sagu dipengaruhi olehkondisi tanah dan iklim. Hasil pengamatan

Oates dan Hicks (2002) di berbagai negaramenunjukkan bahwa hasil tepung saguIndonesia (Papua dan Bengkalis) daritanaman berumur lebih dari 10 tahunberkisar 5−11 t/ha/tahun, sedangkan didaerah lain seperti di Serawak hanya 3,20−7,70 t/ha/tahun.

Produksi tepung dan kandungankimia tepung 10 jenis sagu Papua diSentani dapat dilihat pada Tabel 4. Dari 10jenis sagu tersebut, 4 jenis menghasilkantepung lebih dari 8 t/ha/tahun, yaituOsokulu Hongleu 9,80 t, Hapholo Hongsay8,40 t, Para 8,30 t, dan Hapholo Hongleu 8t/ha/tahun. Sagu Rondo Hongsay danRondo Hongleu masing-masing meng-hasilkan tepung hanya 3,40 dan 3,60 t/ha/tahun, tetapi jenis sagu tersebut memilikikelebihan yaitu batangnya pendek danmudah diproses. Kandungan proteintertinggi (0,18−0,25%) diperoleh dari sagu

Yepha dan Rondo. Kandungan karbo-hidrat terendah terdapat pada Panne yaitu55,78% dan tertinggi pada RondoHongsay (86,68%). Kandungan lemak,pati, amilosa, dan amilopektin hampir samapada setiap jenis sagu.

Kandungan mineral serat sagu diSentani disajikan pada Tabel 5. Dari ke-empat jenis sagu yaitu Yepha Hongsay,Para, Rondo, dan Ruruna umur 12−18tahun, kandungan N, P, K, Ca, dan Mgpada serat sagu hampir sama.

Miyazaki (2004) melaporkan bahwabeberapa aksesi sagu yang sebenarnyasama, di beberapa daerah memiliki namayang berbeda. Di daerah Sentani,misalnya, Yakhalope disebut Yakhe didaerah tengah dan disebut Mongging didaerah timur. Selanjutnya Rurunabiasanya disebut Epesum. Beberapa jenissagu yang sering dieksploitasi oleh petanisetempat karena hasil yang tinggi adalahPara, Yepha, Ruruna, dan Rondo.

Para: Hasil tepungnya paling tinggidi Sentani. Ada dua jenis sagu Para yaituPara Hongsay dengan serat berwarnamerah dan Para Hapbow atau Hongleu de-ngan serat berwarna putih. Para Hongsayumumnya dikonsumsi dalam keadaandingin, karena bila dikonsumsi dalamkeadaan panas dapat menyebabkan sakitperut. Sagu Para dikenali dari beberapa ciriseperti daun mahkota terbuka agak lebardan beberapa daun agak lentur. Tulangdaun sagu Para lebih keras dan umumnyadalam garis yang tidak beraturan. Padatanaman muda, tulang daun terlihat jelasseperti pada Ruruna. Sebagai bahan atapatau anyaman, daun sagu Para paling baikdibanding jenis sagu lainnya. Ukurandaunnya luas, keras, dan tahan lebih dari15 tahun. Diameter batang umumnyabesar, biasanya 60 cm, dengan tinggi 10−15 m. Di tempat yang terlindung, diameterbatang lebih kecil walaupun tanamannyatinggi. Di beberapa lokasi, Para disebutpula Yamaha.

Yepha: Merupakan jenis sagu tidakberduri. Batang berukuran medium tetapitinggi. Sagu jenis ini menghasilkan tepungpaling banyak setelah Para, umumnyaditanam dan dikonsumsi oleh masyarakatlokal. Menurut bahasa lokal, Yepha artinyatumbuh ke langit karena tanaman mamputumbuh hingga 25 m. Kanopi sagu Yephaberbentuk V dengan batang lurus. Daunberukuran medium dan lurus. Dua jenisYepha yang ditemukan yaitu YephaHongsay dengan serat berwarna pink danYepha Hongleu dengan serat putih.

Tabel 2. Beberapa parameter pertumbuhan sagu di Sentani, Papua.

Umur Tinggi tanaman Diameter batang Bobot batangJenis sagu(tahun) (m) (cm) (kg)

Yepha Hongsay 16−18 21,90 45,60 1.563Para 14−15 20,80 54,90 1.971,90Rondo 12 10,20 31,50 286,30Ruruna 17 22 58,30 1.993,60

Sumber: Miyazaki (2004).

Tabel 3. Ukuran duri dan kerapatan duri 21 jenis sagu di Papua.

Jenis sagu Duri Ukuran duri Kerapatan duri

Manno Ada Panjang JarangMongging Ada Panjang JarangPara Hongleu Ada Panjang RapatPara Hongsay Ada Panjang RapatPara Waliha Ada Panjang JarangPuy Ada Sangat pendek Sangat jarangRondo Ada Pendek RapatRuruna Ada Pendek RapatYakhalobe Ada Pendek RapatEbefum Ada Panjang JarangFolio TidakHobolo TidakOsokulu Hongleu TidakOsokulu Hongsay TidakPanne TidakYakhe TidakYakhu Walo TidakYepha Hongleu TidakYepha Hongsay TidakWananbo TidakWani Tidak

Sumber: Miyazaki (2004 disempurnakan).

Page 4: p3261073.pdf

Jurnal Litbang Pertanian, 26(1), 2007 19

Ruruna: Merupakan jenis sagu ber-duri. Produksi tepungnya tinggi dengantepung berwarna putih sehingga jenis inibanyak dieksploitasi untuk diambiltepungnya. Diameter dan tinggi batangbergantung pada lingkungan tumbuhnya.Pada daerah yang tidak ternaungi, dia-

meter batang bisa mencapai 70 cm,sedangkan pada daerah dengan populasipadat dan ternaungi diameternya lebihkecil.

Rondo: Tanamannya relatif kecil danbiasanya siap panen pada umur 6 tahun.Sagu ini lebih cepat dipanen dibanding

jenis lainnya di sekitar Sentani yang di-panen pada umur 10 tahun atau lebih. Saguini rasanya manis, dan bisa dikonsumsilangsung tanpa diperas terlebih dahuluseperti jenis sagu lainnya.

WARNA DAN KUALITASPATI SAGU

Sifat atau kualitas pati sagu dipengaruhioleh faktor genetik serta proses ekstraksi-nya, seperti peralatan dan air yang di-gunakan, cara penyimpanan potonganbatang sagu, dan penyaringan (Flach1997). Warna dan kualitas pati sagu disaji-kan pada Tabel 6.

Pati sagu umumnya berwarna putih,namun ada pula yang secara genetik ber-warna kemerahan seperti Yepha, Fikhela,dan Ruruna karena mengandung senyawafenol. Menurut Purwani et al. (2006),derajat putih pati sagu bervariasi dandapat berubah menjadi kecoklatan atau ke-merahan selama penyimpanan. Perubahanwarna tersebut disebabkan adanya aktivi-tas enzim Latent Polyphenol Oxidase(LPPO). Enzim ini mengkatalisis reaksi oksi-dasi senyawa polifenol menjadi kuinonyang selanjutnya membentuk polimer danmenghasilkan warna coklat (Onsa et al.2000). Menurut Haryadi (2002), sagu yangberwarna putih dapat diperoleh dengancara menyemprotkan air pada saat pe-marutan. Cara tersebut dapat mengurangireaksi enzim oksidasi yang menyebabkantepung berwarna kecoklatan.

PENGOLAHAN SAGU

Pada daerah-daerah yang terisolasi dansulit dijangkau seperti Papua, pengolahansagu masih dilakukan secara tradisional.Menurut Oates dan Hicks (2002), carapengolahan secara tradisional sejak be-berapa ratus tahun lalu hanya sedikitmengalami perubahan.

Ada empat level teknologi pengolah-an sagu yang dilakukan masyarakat, yaitumicro-scale technology, small-scaletechnology, semi-mechanized technology,dan fully-mechanized technology. DiPapua, cara pengolahan skala mikro di-lakukan di sekitar tempat sagu ditebangdengan menggunakan sumber air darisungai atau danau.

Pengolahan secara small-scaletechnology diperkirakan telah dilakukanpada 350−400 daerah pengolahan sagu

Tabel 4. Produksi tepung dan kandungan kimia tepung sagu di Sentani,Papua.

Hasil tepung Protein LemakKarbo-

Pati AmilosaAmilo-

Jenis sagu(t/ha/tahun) (%) (%)

hidrat(%) (%)

pektin(%) (%)

Hapholo Hongleu 8 0,06 0,11 81,19 81,42 28,63 52,79Hapholo Hongsay 8,40 0,12 0,07 86,12 82,35 29,52 52,83Yepha Hongleu 7,90 0,19 0,08 80,01 84,12 27,55 56,54Yepha Hongsay 7,60 0,25 0,12 83,31 83,27 27,34 55,43Rondo Hongleu 3,60 0,18 0,08 69,35 81,45 28,59 52,56Rondo Hongsay 3,40 0,18 0,09 86,68 83,42 28,67 54,75Osokulu Hongleu 9,80 0,06 0,11 84,43 81,75 27,05 54,70Panne 5,60 0,12 0,12 55,78 82,75 31,14 51,61Folio Hongleu 5,10 0,12 0,19 65,90 83,02 29,08 53,94Para 8,30 0,06 0,10 75,14 84,35 29,75 54,60SD 2,06 0,06 0,02 10,14 1,04 1,23 1,51

Sumber: Tenda et al. (2005).

Tabel 5. Kandungan mineral serat sagu di Sentani, Jayapura.

Jenis sagu Umur Kandungan mineral (g/kg)

(tahun) N P K Ca Mg

Yepha Hongsay 16−18 1,14 0,36 6,05 2,42 0,68Para 14−15 0,96 0,36 4,10 1,61 0,65Rondo 12 0,80 1,08 5,29 1,18 0,83Ruruna 17 1,39 0,46 5,30 2,33 0,86

Sumber: Miyazaki (2004).

Gambar 1. Beberapa jenis sagu di Papua, yaitu (a) sagu Para, (b) sagu berduri, dan(c) sagu tidak berduri.

Page 5: p3261073.pdf

20 Jurnal Litbang Pertanian, 26(1), 2007

termasuk Papua dengan menggunakanmesin pemarut dan pemeras. Lokasi peng-olahan menetap dan dekat dengan sumberair seperti sungai dan danau. Tenaga kerjayang digunakan lebih sedikit dibandingpengolahan skala mikro, tetapi biayapengolahannya lebih besar. Satu lokasidapat menggunakan empat mesin pemarutdan pemeras yang dioperasikan oleh 5orang. Setiap ton sagu kering dapat diper-oleh dari pengoperasian mesin pemarutdan pemeras selama 30 jam. Total investasiyang digunakan sekitar Rp10 juta termasukpembelian mesin, bangunan semipermanen5 m x 14 m, dan fasilitas pengeringan.

KEGUNAAN SAGU

Masyarakat Papua mengonsumsi sagudalam bentuk papeda basah, papedakering, dan bentuk lempengan. Ada pulasebagian masyarakat pendatang yangtelah membuatnya menjadi berbagai kuedengan bentuk dan rasa yang beragam.Beberapa contoh kue sagu disajikan padaGambar 2.

Pati teroksidasi digunakan padaindustri kertas, tekstil, dan berbagaiindustri pangan (Radley 1976). Dalamindustri kertas, pati teroksidasi digunakansebagai bahan pelapis, dan dalam industritekstil sebagai bahan sizing. Dalam indus-tri pangan, pati teroksidasi digunakansebagai pengental, pengemulsi, pengikat,dan pencegah sinerisis untuk memper-tahankan mutu pangan.

Menurut Rindengan dan Karaouw(2003), dengan perkembangan teknologi,pati sagu dapat menjadi bahan baku pem-buatan plastik yang mudah terurai dilingkungan. Plastik jenis ini digunakansebagai kemasan produk farmasi, kosme-tik, dan pangan. Kebutuhan plastik mudahterurai diprediksi akan berkembang danakan menjadi industri besar di masa yangakan datang.

Selain sebagai sumber pati, bagian-bagian tanaman sagu seperti batang dandaun dapat digunakan untuk bahan pem-

buatan rumah, jembatan, dan alat rumahtangga. Selain itu, masyarakat telah me-manfaatkan limbah pohon sagu untukmemelihara ulat sagu sebagai makananberprotein tinggi (Limbongan et al. 2005).

Di samping sebagai sumber pen-dapatan dan pangan, tanaman sagu dapatmenjadi pengikat kebersamaan masya-rakat adat di Papua. Para pemuka adatpemilik areal sagu biasanya menghibahkansebagian pohon sagu kepada warga yangtidak memiliki tanaman sagu.

KESIMPULAN

Papua merupakan daerah sagu yangsangat potensial, karena di sampingmemiliki banyak jenis sagu, produktivitasbeberapa jenis sagu tersebut cukup tinggi,yaitu lebih dari 8 t/ha/tahun seperti Para,Yepha, Rondo, dan Ruruna. Ciri morfologisagu Papua seperti tinggi tanaman, lingkarbatang, berduri atau tidak berduri dapatdigunakan untuk membedakan jenis-jenissagu. Demikian pula warna serat, warnatepung, dan kandungan kimia dapatdigunakan untuk menentukan jenis saguyang dapat dikonsumsi.

Penggunaan pati sagu pada masamendatang cukup potensial. Selain se-bagai bahan pangan, pati sagu dapatdigunakan sebagai bahan baku padaindustri kosmetik, makanan, dan plastikmudah terurai.

Tabel 6. Warna dan kualitas pati beberapa jenis sagu di Sentani, Papua.

Tipe sagu Warna pati Kualitas pati

Yepha Merah kecoklatan Sukar teroksidasiOsokulu Putih kekuningan Mudah teroksidasi menjadi coklatWani Putih kekuningan Sukar teroksidasiHapholo Putih kekuningan Sukar teroksidasiFolio Putih keabuan Sukar teroksidasiHilli Abu-abu kecoklatan Sukar teroksidasiYoghuleng Putih Mudah teroksidasi menjadi kuningFikhela Putih kemerahan Mudah teroksidasi menjadi coklat kekuninganYakhali Putih kekuningan Mudah teroksidasi menjadi merahEbesung Putih keabuan Mudah teroksidasi menjadi coklat kekuninganRuruna Putih kemerahan Tidak teroksidasiYakhalope Putih keabuan Mudah teroksidasi menjadi coklat kemerahanRondo Putih kekuningan Sukar teroksidasiPuy Putih Mudah teroksidasi menjadi kuning coklatManna Putih Tidak teroksidasi

Sumber: Miftahorrachman dan Novarianto (2003).

Gambar 2. Beberapa jenis kue kering dari tepung sagu.

Page 6: p3261073.pdf

Jurnal Litbang Pertanian, 26(1), 2007 21

6 Oktober 2003. Balai Penelitian TanamanKelapa dan Palma Lain, Manado.

Limbongan, J., A. Hanafiah, dan M. Ngobe. 2005.Pengembangan Sagu Papua. Balai PengkajianTeknologi Pertanian Papua. 25 hlm.

Mangindaan, H.F. dan H. Tampake. 2005. StatusPlasma Nutfah Tanaman Sagu (Metroxylonsp.). Buku Pedoman Pengelolaan PlasmaNutfah Perkebunan. Pusat Penelitian danPengembangan Perkebunan, Bogor. hlm.319−329.

Miftahorrachman dan H. Novarianto. 2003.Jenis-jenis sagu potensial di Sentani IrianJaya. Prosiding Seminar Nasional Sagu,Manado, 6 Oktober 2003. Balai PenelitianTanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado.

Miyazaki, A. 2004. Studies on Differences inPhotosynthetic Abilities Among Varieties andRelated Characters in Sago Palm (Metroxylonsagu Rottb.) in Indonesia. Paper, Unpublish,Faculty of Agriculture, Kochi University. 50pp.

Oates, C. and A. Hicks. 2002. Sago StarchProduction in Asia and the Pacific- Problemsand Prospects. New Frontiers of Sago PalmStudies. Universal Academic Press, Inc.,Tokyo, Japan. p. 27−36.

Onsa, G.H., N. Saari, J. Selamat, and J. Bakar.2000. Latent polyphenol oxidases from sagolog (Metroxylon sagu); partial purification,activation, and some properties. J. Agric.Food Chem. 48: 5.041−5.045.

Pangkali, L.B. 1994. Taksiran KandunganTepung Jenis Sagu Yepha (Metroxylon saguRottb.) berdasarkan Tempat Tumbuh diSentani, Kabupaten Jayapura. Skripsi FakultasPertanian Universitas Cenderawasih.

Purwani, E.Y., Widaningrum, H. Setiyanto, E.Savitri, dan R. Thahir. 2006. TeknologiPengolahan Mi Sagu. Balai Besar Penelitiandan Pengembangan Pascapanen Pertanian,Bogor. 44 hlm.

Radley, J.A. 1976. Starch Production Technology.Applied Science Pub. Ltd., London.

Rindengan, B. dan S. Karaouw. 2003. Potensipati sagu sebagai bahan baku plastik. hlm.105−110. Sagu untuk Ketahanan Pangan.Prosiding Seminar Nasional Sagu, Manado,6 Oktober 2003. Balai Penelitian TanamanKelapa dan Palma Lain, Manado.

Tenda, E.T. 2004. Pemanfaatan keragamangenetik untuk pengembangan sagu. hlm.313−320. Prosiding Simposium IV HasilPenelitian Tanaman Perkebunan, Bogor, 28−30 September, Buku II. Pusat Penelitian danPengembangan Perkebunan, Bogor.

Tenda, E.T., H. Novarianto, and J. Limbongan.2005. Diversity of sago palm in Indonesiaand conservation strategy. Paper presentedin the Eight International Sago Symposium,Jayapura, Papua, 4−6 August 2005.

Widjono, A., Y. Mokay, Amisnaipa, H. Lakuy,A. Rouw, dan P. Wihyawari. 2000. Jenis-jenis Sagu Beberapa Daerah Papua. PusatPenelitian dan Pengembangan Sosial EkonomiPertanian, Bogor.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Provinsi Papua. 2004.Papua dalam Angka Tahun 2004/2005.Badan Pusat Statistik Provinsi Papua,Jayapura. 510 hlm.

Barahima, J. Renwarin, L.N. Mawikere, andSudarsono. 2001. Diversity of sago palmfrom Irian Jaya based on morphologicalcharacters and RAPD markers. Sago Palm,Abstracts of the International Symposiumon Sago 9(2): 48−49.

Flach, M. 1983. Sago Palm Domestication,Explantation, and Production. FAG PlantProduction and Protection Paper. 85 pp.

Flach, M. 1997. Sago Palm. International PlantGenetic Resources Institute (IPGRI) Promotingthe Conservation and Use of Underutilizedand Neglected Crops, 13. IPGRI Italy andIPK Germany.

Haryadi. 2002. The Current Status and FutureProspects of Sago Palm in Java. NewFrontiers of Sago Palm Studies. UniversalAcademic Press, Inc., Tokyo Japan. p. 37−41.

Kertopermono, A.P. 1996. Inventory and evalua-tion of sago palm (Metroxylon spp.)distribution. p. 53−62. In C. Jose and R.Rasyad (Eds.). Sago: The Future Source ofFood and Feed. Proc. 6th Intl. Sago Symp.Universal Academy Press, Inc.

Lakuy, H. dan J. Limbongan. 2003. Beberapahasil kajian dan teknologi yang diperlukanuntuk pengembangan sagu di Provinsi Papua.Prosiding Seminar Nasional Sagu, Manado,

Page 7: p3261073.pdf

22 Jurnal Litbang Pertanian, 26(1), 2007

Tabel Lampiran 1. Sifat morfologi dan produksi pati 60 aksesi sagu di Papua.

Aksesi Warna Duri pucuk Pelepah Bentuk batangWarna Produksitepung tepung

Ana Apor Kemerahan Lunak Besar, hijau pucat dan Diameter rata Putih Rendahpanjang

Ana Uwabu Merah Keras, tersebar Hijau kekuningan, Diameter bagian Putih Tinggitidak beraturan dilapisi plot-plot putih bawah biasanya lebihdi seluruh kecil, bagian tengahpunggung sampai ke atas samapelepah dan besarjarang

Anangga Suanau Merah Hanya pada Hijau kekuningan Diameter rata dari Putih Tinggikecoklatan anakan sampai hijau tua, bawah sampai atas

berplot-plot putih

Ananggemo Merah Kecil Hijau di bagian Diameter rata dari Putih Tinggipunggung luar bawah sampai atas

Anaraumar Era Hijau Sedang, Hijau, besar dan Tinggi Putih Sedangkecoklatan cenderung panjang

mengarah kebawah

Anatuba Sianggono Merah Pendek Hijau kekuningan Diameter rata dari Merah Rendahbawah sampai atas

Apaigo Hijau Hanya pada Hijau kekuningan, Diameter rata Putih Tinggikekuningan anakan sedikit berplot putih

Bibewo Hijau Panjang Hijau tua Diameter bagian Merah muda Tinggikemerahan (sampai 21 cm) tengah lebih besar

daripada bagianbawah dan atas

Bibutu Mewi Merah Pendek, keras Hijau tua Diameter rata Putih Tinggi

Bosairo Kemerahan Kecil Hijau muda Diameter rata Putih Tinggikemerahan

Do Mboh Merah Tiga baris Kemerahan (pelepah Tinggi Kemerahan Sedanghanya waktu Yakhali kuning-coklat)anakan

Edidao Hijau Keras dan Hijau muda Diameter bagian Merah Sedangkemerahan panjang pangkal lebih kecil

(sampai 24 cm)

Epesum Merah Kasar, besar Hijau Diameter rata Merah muda Sedang

Epung Yepha Hijau tua Tidak berduri Hijau tua Diameter rata Putih Rendah

Fikta Merah Tidak berduri Hijau tua Tinggi Putih Rendah

Folio Hongleu Hijau Tidak berduri Besar, keputih-putihan Berbelang Putih Tinggi

Folio Hongsay Kemerahan Tidak berduri Hijau Diameter rata Merah Sedang

Hanumbo Hijau Tidak berduri Hijau tua Diameter rata Merah muda Sedangkemerahan

Hiyakhe Kuning Pada anakan Hijau tua Diameter rata Merah muda Tinggikemerahan

Hopholo Hongleu Hijau tua Tidak berduri Hijau Diameter rata Putih Sedang

Hopholo Hongsay Hijau Tidak berduri Hijau tua Diameter rata Merah Sedangkemerahan

Igoto Kemerahan Hanya pada Sisi kiri dan kanan Diameter rata Merah Tinggianakan berplot pola batik

Igoto Ogabarasu Kemerahan Hanya pada Sisi kiri dan kanan Diameter besar Merah Tinggianakan pelepah berpola batik

Kambea Hijau Keras Hijau tua Diameter rata Merah Tinggikemerahan muda

Page 8: p3261073.pdf

Jurnal Litbang Pertanian, 26(1), 2007 23

Kao Hijau Hanya pada Hijau Diameter rata Merah Tinggikemerahan anakan

Manno Hongleu Kuning Panjang Hijau kekuningan Diameter rata Putih Sangat rendahkemerahan

Manno Hongsay Merah Panjang Hijau kekuningan Diameter rata Merah Sangat rendah

Marido Hijau muda Hanya pada Hijau kekuningan Diameter rata Putih Tinggianakan

Merepo Hijau Lunak Hijau tua Diameter rata Kemerahan Tinggikemerahan

Mongging Hijau Panjang Hijau keputih-putihan Diameter rata Putih Tinggikemerahan

Okhu Hijau Panjang Hijau muda Diameter rata Putih Tidak adakekuningan

Osukulu Hongleu Hijau Tidak berduri Hijau Diameter rata Merah muda Tinggikemerahan

Osukulu Hongsay Merah Tidak berduri Hijau tua Diameter rata Merah Tinggi

Panne Kuning Tidak berduri Besar, lunak dan mulus Diameter rata Putih Sangat tinggikemerahan

Para Hongleu Hijau Panjang Hijau keputih-putihan Diameter rata Putih Sangat tinggikekuningan

Para Hongsay Merah tua Panjang Hijau keputih-putihan Diameter bagian Merah Tinggibawah lebih kecilbagian atas

Puy Hijau Sedikit, pendek, Hijau Diameter bagian Kemerahan Sedangkemerahan keras bawah lebih kecil

bagian atas

Rondo Hongleu Kehijauan Agak lebat, Hijau Diameter rata Putih Tinggipendek, halus,mudah patah

Rondo Hongsay Merah Lebat, halus, Hijau tua Diameter rata Merah Sedangpendek, mudahpatah

Ruruna Hongleu Hijau Padat Hijau Diameter rata Putih Sedangkemerahan

Ruruna Hongsay Merah Padat Hijau tua Diameter rata Kemerahan Sedang

Segago Hijau Sangat kecil Hijau Diameter rata Putih Tinggikemerahan kemerahan

To Merah Tidak berduri Mempunyai tiga Diameter rata Putih Sedangalur/bis coklat

Walisa Hongleu Hijau Durinya Hijau Diameter rata Putih Sedangkemerahan mengarah

ke atas, pendekdan padat

Walisa Hongsay Merah Mengarah ke Hijau tua Diameter rata Merah Rendahatas, pendekdan padat

Wanny Hongleu Hijau Tidak berduri Pangkal bekas Diameter rata Putih Tinggikemerahan pelepah tua kuat

Wanny Hongsay Merah Tidak berduri Berserat padat Diameter rata Merah Sedang

Wikuarawi Hijau Jarang, Hijau tua Diameter rata Putih Tinggikemerahan cenderung

mengarahke bawah

Tabel Lampiran 1. (Lanjutan).

Aksesi Warna Duri pucuk Pelepah Bentuk batangWarna Produksitepung tepung

Page 9: p3261073.pdf

24 Jurnal Litbang Pertanian, 26(1), 2007

Wimir Kemerahan Panjang, lunak Hijau tua Bagian tengah lebih Merah Tinggibesar

Wimor Merah Panjang dan Hijau kekuningan dan Diameter rata Merah Tinggilunak panjang

Witarsomoy Hijau Keras Hijau kekuningan Besar dan tinggi Putih Tinggikemerahan

Witime Uwai Hijau Jarang dan Hijau berlilin Diameter bagian Putih Tinggikekuningan lunak bawah lebih kecil

daripada bagian atas

Wokowurui Kemerahan Padat, panjang Hijau muda Diameter rata Putih Tinggi(21 cm)

Yakhati Merah Hanya pada Hijau tua Diameter rata Merah Sedanganakan muda

Yakhalope Hongleu Hijau Tersusun dalam Hijau keputih-putihan Diameter rata Umumnya Sedangkemerahan baris-baris putih

Yakhalope Hongsay Merah Bentuknya Hijau tua Diameter rata Merah muda Rendahsama denganManno

Yakhe Merah Tidak berduri Hijau tua Diameter rata Putih Rendahkekuningan

Yepha Hili Hijau Tidak berduri Hijau Diameter rata Putih Sedangkemerahan

Yepha Hongleu Hijau Tidak berduri Hijau dengan plot-plot Diameter rata Putih Tinggikemerahan putih

Yepha Hongsay Hijau Tidak berduri Hijau Diameter rata Merah muda Tinggikemerahan

Sumber: Widjono et al. (2000)

Tabel Lampiran 1. (Lanjutan).

Aksesi Warna Duri pucuk Pelepah Bentuk batangWarna Produksitepung tepung