pa rizal

14
Patofisiologi Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak ditemukan adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa focus metastase yang biasanya tenang (Hill, 2005) Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun 1951. Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak, selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik walaupun jarang. Bila penyebaran hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi tersebut adalah trauma kepala (Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2005).

Upload: muh-rizal-akhyar

Post on 22-Dec-2015

238 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

pin bb 7699ce38 bagi yang ingin membutuhkan beberapa laporan penting tentang refrat kedokteran. silahkan...

TRANSCRIPT

Page 1: PA rizal

Patofisiologi

Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran

tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat

juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak ditemukan

adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke sirkulasi darah

melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi

berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa focus metastase

yang biasanya tenang (Hill, 2005)

Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun 1951.

Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak,

selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama

masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik walaupun

jarang. Bila penyebaran hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka akan langsung

menyebabkan penyakit tuberkulosis primer seperti TB milier dan meningitis

tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi dari fokus

tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi tersebut adalah

trauma kepala (Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2005).

Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel.

Tumpahan protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang

reaksi hipersensitivitas yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi radang

yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis yang menyeluruh

akan berkembang.

Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberculosis:

1. Araknoiditis proliferatif Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa

pembentukan massa fibrotik yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian

menembus pembuluh darah. Reaksi radang akut di leptomening ini ditandai

dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di basis otak.

Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan

nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami

Page 2: PA rizal

organisasi dan mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf

kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling sering

terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul

gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka kiasma

optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa

buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII

akan menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya permanen (Rahajoe,

2005).

2. Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal

yang melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini

menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri.

Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat.

Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis

interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan

terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang terkena,

ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika

adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan

tuberkel dan nekrosis perkijuan.

Pada tunika media tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan

kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi

subendotel, proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering

terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta cabang-cabangnya, dan

arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat mengalami flebitis dengan

derajat yang bervariasi dan menyebabkan trombosis serta oklusi sebagian atau

total. Mekanisme terjadinya flebitis tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe

lambat menyebabkan infiltrasi sel mononuklear dan perubahan fibrin

(Rahajoe, dkk., 2005).

3. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang

akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis (Rahajoe,

Page 3: PA rizal

2005). Adapun perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medulla

spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia (Gerdinas 2005).

Komplikasi

Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah gejala

sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang,

paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan

saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan spastisitas.

Komplikasi pada mata dapat berupa atrofi optik dan kebutaan. Gangguan

pendengaran dan keseimbangan disebabkan oleh obat streptomisin atau oleh

penyakitnya sendiri. Gangguan intelektual terjadi pada kira-kira 2/3 pasien yang

hidup. Pada pasien ini biasanya mempunyai kelainan EEG yang berhubungan dengan

kelainan neurologis menetap seperti kejang dan mental subnormal. Kalsifikasi

intrakranial terjadi pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh. Seperlima pasien yang

sembuh mempunyai kelainan kelenjar pituitari dan hipotalamus, dan akan terjadi

prekoks seksual, hiperprolaktinemia, dan defisiensi ADH, hormon pertumbuhan,

kortikotropin dan gonadotropin (Hill, 2008).

Page 4: PA rizal

Penatalaksanaan

lama

penatalaksanaan meningitis TB berdasarkan tiga komponen berbeda:

administrasi obat anti TB, modulasi respon imun dan manajemen atau

penatalaksanaan tekanan intracranial yang meningkat. Berikut adalah guideline dan

dosis pemberian obat anti TB untuk infant dan anak-anak baik lini pertama dan lini ke

dua : (Nicola, 2012)

Table guideline pemberian obat anti TB untuk infant dan anak anak

Page 5: PA rizal

Tabel Table guideline pemberian obat anti TB untuk infant dan anak anak lini ke dua

Page 6: PA rizal

Penatalaksanaan baru

Sebuah studi oleh Thaweaites dkk. Dilakukan secara acak pada 61 pasien

dewasa (usia>14 tahun) meningitis tuberculosis. Pasien mendapat terapi

antituberkulosis standar saja atau kombinasi terapi antituberkulosis dengan

ciprofloxacin 750 mg tiap 12 jam (n=16), levofloxacin 500 mg tiap 12 jam (n=15)

atau gatifloxacin 400 mg tiap 24 jam (n=15) selama 60 hari pertama. Penetrasi

levofloxacin dalam cairan serebrospinal lebih besar dibandingkan gatifloxacin dan

ciprofloxacin dengan nilai p< 0,001.

Simpulan studi ini adalah pasien meningitis tuberculosis besar kemungkinan

mendapatkan manfaat dari terapi fluoroquinolone yang terlihat dari kaitan pajanan –

respons yang berkaitan dengan perbaikan outcome. Fluoroquinolone menambah

aktivitas antituberkulosis pada terapi standar, tetapi harus di mulai sesegera mungkin

sebelum terjadi koma untuk mendapatkan outcome lebih baik. Meningitis tuberkulosa

merupakan penyakit tuberculosis ekstrapulmoner yang sifatnya fatal dan harus segera

didiagnosis dan diterapi. Kemungkinan besar pasien meningitis tuberkulosa

mendapatkan manfaat dari terapi fluoroquinolone. (Thwaites, 2011)

Sedangkan World Health Organization (WHO) untuk lini pertama obat TB

adalah sebagai berikut: (EMA, 2012)

Page 7: PA rizal

Table rekomendasi dosis obat TB lini pertama dari WHO

Fixed-dose drug combination (FDC) adalah obat yang mengandung dua atau

lebih jenis obat di dalam satu tablet atau kapsul. Keuntungan dari penggunan FDC

adalah menurunkan risiko pembentukan resistensi terhadap obat dan medication

errors yang lebih sedikit sebab hanya sedikit obat yang perlu diresepkan. Anak –

anak di atas usia 8 tahun dengan berat badan lebih dari 30 Kg dapat diberikan

standard four drug FDC atau FDC yang memiliki kandungan 4 jenis obat TB standar

yang digunakan pada pasien dewasa selama fase intensif (dua bulan) terapi. (Moore,

2009)

Page 8: PA rizal

Table FDC untuk TB pada usia >8 tahun dan berat badan > 30 kg

Ethambutol susah masuk ke dalam cairan serebrospinalis sehingga untuk

regimen meningitis TB biasanya diganti dengan ethionamide atau streptomycin.

Isoniazid 15 – 20 mg/kg/day (dosis harian maksimum 400 mg). Rifampicin 15 – 20

mg/kg/day (dosis harian maksimum 600 mg). ethionamide 15 – 20 mg/kg/day (dosis

harian aksimum 1 gr). Pyrazinamide 30-40 mg/kg/day (dosis harian maksimum 2 gr).

Meningitis TB juga merupakan indikasi peggunaan kortikosteroid, biasanya yang

digunakan adalah prednisolone oral yang diberikan dosis 2 mg/kg/day (maksimum 60

mg per hari) selama empat minggu sebagai tambahan obat TB dan dilakukan tapering

off setelah dua minggu (total penggunaan kortikosteroid 6 minggu). (Moore, 2009)

Page 9: PA rizal

Daftar pustaka

Hill, Mark. 2008. Mycobacterium tuberculosis.

http://embryology.med.unsw.edu.au /Defect/images/Mycobacterium-

tuberculosis.jpg. April 7 th, 2008.

Japardi, Iskandar. 2002. Cairan Serebrospinal. http://72.14.235.104/search?q=

cache:xphPjYDb40J:library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar %2520

japardi5.pdf+sarang+laba-laba%2Bmeningitis&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl

=id&client=firefox-a. April 13 th, 2008.

Gerdunas TBC. 2005. Penemuan Penderita TBC Pada Anak.

http://update.tbcindonesia.or.id/module/article.php?articleid=11&print

=1&pathid=. April 13 th, 2008.

Rahajoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB, 2005, Pedoman Nasional

Tuberkulosis Anak, , Jakarta : Unit Kerja Pulmonologi PP IDAI

Niccola Principi, susanna Esposito. Diagnosis and therapy of tuberculous meningitis

in children. Department of maternal and Pediatric Sciences, Universita

degli Studi di Milano, Fondazione IRCCS Ca’ Granda Ospedale Maggiore

Policlinico. Via Commenda 9, 2013 Milan, Italy. Tuberculosis 2012 :

92:377-383

Thwaites GE, Bhavnani SM, Chau TTH, Hammel JP, Torok ME, Wart SAV, et. Al.

A randomized Pharmaco-kinetik and pharmacodynamics comparison of

fluo-roquinolones for tuberculous meningitis, Antimicrob Agent

Chemoter 2011; doi:10.1128/AAC.00064-11

Page 10: PA rizal

Eropan Medicines Agency. Anti-Tuberculosis medicinal products containing

isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, ethambutol, rifabutin : posology in

children. 2012;EmA/227191/2012

Guidelines for TB control in New Zealand 2010 Chapter 3: treatment of tuberculosis

Disease. 2010; Wellington: Ministry of Health.

DP Moore, HS Schaaf, J Nuttal, BJ Marais. Childhood tuberculosis guidelines of the

southern African Society for Paediatric Infectious Disease. South Afr J

Epidemil infect. 2009;24