pancasila sebagai paradigma reformasi
DESCRIPTION
bebrbagi ilmuTRANSCRIPT
Pancasila Sebagai Paradigma ReformasiDisusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Pendidikan Pancasila”
Disusun oleh : kelompok 4
1. Asep saepudin
2. Linda irwani
3. Muhammad iqbal
4. Nisrina syarah
5. Oghy subagdja
6. Trya aprinadya
Program studi S1 akutansi
Universitas pembangunan nasional veteran jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia terdiri dari berbagai pulau dari Sabang sampai Merauke, sejak merdeka tahun
1945 sampai dengan saat ini telah mengalami beberapa perubahan baik ekonomi, politik,
pendidikan, dan kebudayaan. Pada masa Soekarno semangat nasionalisme masih sangat
menjadi kriteria diri,dimasa itu kemerdekaan adalah mutlak yang tentunya setiap warga
negara indonesia tanpa pamrih siapa mempertaruhkan nyawa untuk kemerdekaan
mempertahankan Indonesia. Berlanjut pada era Soeharto dengan kabinet orde baru yang
mengedepankan swasembada pangan,dan pembangunan. Pada saat ini Indonesia tengah
berada pada era reformasi yang telah diperjuangkan sejak tahun 1998. Ketika gerakan
reformasi melanda Indonesia maka seluruh tatanan kehidupan dan praktik politik pada era
Orde Baru banyak mengalami keruntuhan. Pada era reformasi ini, bangsa Indonesia ingin
menata kembali (reform) tatanan kehidupan yang berdaulat, aman, adil, dan sejahtera.
Tatanan kehidupan yang berjalan pada era orde baru dianggap tidak mampu memberi
kedaulatan dan keadilan pada rakyat.
Pancasila adalah filsafat Negara Indonesia yang memiliki 5 sila yang merupakan acuan
dan pegangan hidup bangsa Indonesia. Reformasi memiliki makna, yaitu suatu gerakan
untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang
untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang
dicita-citakan rakyat. Apabila gerakan reformasi ingin menata kembali tatanan kehidupan
yang lebih baik, tiada jalan lain adalah mendasarkan kembali pada nilai-nilai dasar
kehidupan yang dimiliki bangsa Indonesia. Nilai-nilai dasar kehidupan yang baik itu sudah
terkristalisasi dalam pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulisan merumuskan
masalah yaitu:
1. Apakah yang dimaksud paradigma?
2. Jelaskan mengapa pancasila sebagai paradigma reformasi?
3. Kenapa Pancasila sebagai paradigma Reformasi?
4. Siapakah yang berhak menjalankan sebuah Reformasi?
5. Bagaimanakah Reformasi yang terjadi pada bangsa Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini sebagai berikut:
1. Agar dapat meyakini, memahami, dan mampu menjalankan Reformasi yang berdasarkan
nilai-nilai Pancasila.
2. Agar penulisan dapat berguna atau bermanfaat bagi pihak lain.
3. Serta untuk memenuhi tugas Pendidikan Pancasila.
D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan latar belakang yang telah terurai di atas timbul adanya manfaat:
1. Agar pembaca mengetahui bagaimana definisi pancasila sebagai paradigma reformasi.
2. Memberikan gambaran tentang reformasi di Indonesia.
3. Dapat memahami tentang terjadinya pancasila sebagai paradigma reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PARADIGMA
Pengertian Paradigma yaitu sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas
serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu
bidang tertentu termasuk dalam bidang reformasi.
B. PENGERTIAN REFORMASI
Reformasi berasal dari kata reformation dengan kata dasar reform yang memiliki arti
perbaikan, pembaruan, memperbaiki dan menjadi lebih baik (Kamus Inggris-Indonesia, An
English-Indonesian Dictionary, oleh John M. Echols dan Hassan Shadily 2003 dalam Setijo,
2009). Secara umum reformasi di Indonesia dapat diartikan sebagai melakukan perubahan
ke arah yang lebih baik dengan cara menata ulang hal-hal yang telah menyimpang dan tidak
sesuai lagi dengan kondisi dan struktur ketatanegaraan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Tujuan reformasi dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara;
2. Menata kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk perundangan dan konstitusi yang
menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita seluruh masyarakat bangsa;
3. Melakukan perbaikan di segenap bidang kehidupan baik politik, ekonomi, sosial budaya,
maupun pertahanan keamanan;
4. Menghapus dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam masyarakat bangsa
yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti KKN, kekuasaan sewenang-wenang
atau otoriter, penyimpangan, dan penyelewengan yang lain.
D. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI
Pada saat gerakan reformasi terjadi pada Indonesia, banyak politik yang
menjalakan tugasnya secara menyimpang dan tidak bertanggung jawab dengan
menggunakan hasil masyarakat Indonesia atau dengan kata lain melakukan tindakan korupsi
(KKN). Indonesia berusaha dan ingin mengadakan suatu gerakan perubahan, yakni dengan
menghayati, meyakini, dan mengamalkan kembali kehidupan berbangsa dan bernegara agar
terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera, masyarakat bermartabat
kemanusiaan dan cinta tanah air yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang
demokratis bermoral religius dan beradab.
Kenyataan yang terjadi, gerakan reformasi dimanfaatkan oleh para elit politik
demi memperoleh kekuasaannya, sehingga tidak mengherankan bila banyak terjadi
perbenturan kepentingan pribadi politik tersebut. Gerakan reformasi ini membuat bangsa
Indonesia, semakin sengsara dan berdampak pada social, politik, ekonomi terutama
kemanusiaan. Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang
banyak menelan korban jiwa penerus bangsa sebagai rakyat kecil yang tidak berdosa dan
mendambakan perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.
Kondisi ekonomi semakin menyedihkan, banyak perusahaan atau perbankan
mengalami kebangkrutan yang tidak lain akan menyebabkan PHK dan pengangguran secara
besar-besaran terjadi. Rakyat benar-benar merintih dan menjerit yang kehidupan
kesehariannya sangat memprihatinkan karena kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan
sehari-hari. Namun dalam hal ini kalangan elit politik serta pelaku politik seakan menutup
kedua telinga mereka tanpa mempedulikan kesengsaraan mereka.
Namun bangsa Indonesia masih memiliki sebuah keyakinan akan nilai-nilai yang berakar
dari pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri, yaitu nilai-nilai pancasila. Reformasi adalah
menata kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara di bawah nilai-nilai
Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia.
Reformasi yang dilakukan bangsa Indonesia tidak akan menghancurkan nilai-nilai Pancasila
itu sendiri. Bahkan pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan
ke arah yang sumber nilai yang merupakan sebuah panggung kehidupan bersama bangsa
Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada
masa orde lama maupun masa orde baru.
Menurut landasan historisnya, sumber nilai serta sumber norma yang fundamental dari
negara Indonesia yaitu Pancasila, yang mempunyai nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan serta ada secara objektif dan melekat pada bangsa
Indonesia sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Maka dalam kehidupan politik yang
sedang melakukan reformasi bukan berarti akan mengubah cita-cita, dasar nilai, serta
pandangan hidup bangsa melainkan menata kembali dalam suatu platform yang bersumber
pada nilai-nilai Pancasila dalam berbagai segala bidang reformasi, antara lain dalam bidang
hukum, politik, ekonomi, serta bidang-bidang lainya. Sebuah reformasi harus memiliki
tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila
itulah yang merupakan paradigma Reformasi.
1. Gerakan Reformasi
Pada pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini, bangsa Indonesia
menghadapi krisis ekonomi yang hebat, sehingga menyebabkan stabilitas ekonomi makin
ambruk dan menyebar luasnya tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme pada hampir semua
instansi pemerintahan serta penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang para petinggi
negara yang membuat rakyat semakin menderita.
Pancasila yang pada dasarnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik bagi negara dan
aparat pelaksana negara digunakan sebagai alat legitimasi politik, semua tindakan dan
kebijakan mengatasnamakan Pancasila, kenyataannya tindakan dan kebijakan tersebut
sangat bertentangan dengan Pancasila.
Klimaks dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, sehingga
muncullah gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan
masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya Reformasi di segala bidang
terutama bidang hukum, politik, ekonomi, dan pembangunan.
Awal dari gerakan Reformasi bangsa Indonesia, yakni dengan mundurnya Presiden
Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian digantikan oleh Prof. Dr. B.J Habibie.
Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Dalam
pemerintahan Habibie, melakukan reformasi secara menyeluruh terutama pengubahan
pada 5 paket UU. Politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang
menyangkut perlindungan hukum sehingga perlu diwujudkan UU Anti Monopoli, UU
Persaingan Sehat, UU Kepailitan, UU Usaha Kecil, UU Bank Sentral, UU Perlindungan
Konsumen, UU Perlindungan Buruh, dan lain sebagainya (Nopirin dalam Kaelan, 1998:1).
Dan dengan demikian, reformasi harus juga diikuti reformasi hukum bersama aparat
penegaknya serta reformasi pada pemerintahan.
Susunan DPR dan MPR harus mengalami reformasi yang dilakukan melalui Pemilu.
Reformasi terhadap UU Politik harus dapat menjadikan para elit politik dan pelaku politik
bersifat demokratis, yang mau mendengar penderitaan masyarakat dan mampu
menjalankan tugasnya dengan benar.
a. Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia telah salah mengartikan makna dari sebuah
kata Reformasi, yang saat ini menimbulkan gerakan yang mengatas namakan Reformasi,
padahal gerakan tersebut tidak sesuai dengan pengertian dari Reformasi. Contohnya, saat
masyarakat hanya bisa menuntut dan melakukan aksi-aksi anarkis yang pada akhirnya
terjadilah pengerusakan fasilitas umum, sehingga menimbulkan korban yang tak bersalah.
Oleh karena itu dalam melakukan gerakan reformasi, masyarakat harus tahu dan paham
akan pengertian dari reformasi itu sendiri, agar proses menjalankan reformasi sesuai dengan
tujuan reformasi tersebut.
Secara harfiah reformasi memiliki makna yaitu suatu gerakan untuk memformat ulang,
menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada
format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat
(Riswanda dalam Kaelan, 1998).
Oleh karena itu, gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sesuai berikut:
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya penyimpangan-penyimpangan. Pada
Masa pemerintahan Orde Baru banyak terjadi penyimpangan, misalnya Korupsi yang tidak
sesuai dengan makna UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan
ideologis) tertentu, dan dalam hal ini Pancasila merupakan ideologi bangsa dan negara
Indonesia. Tanpa adanya ideologis yang jelas, gerakan reformasi hanya akan menimbulkan
suatu gerakan yang anarkis saja.
3. Suatu gerakan reformasi dilakukan berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu dalam
UUD sebagai kerangka acuan reformasi. Reformasi harus mengembalikan dan melakukan
perubahan ke arah sistem negara hukum, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi
manusia, peradilan yang bebas dari campur tangan penguasa,serta legalitas dalam arti
hukum. Dan sebuah reformasi harus dilakukan secara terbuka dalam penyelenggaraan
negara karena rakyatlah yang melakukan segala aspek kegiatan negara.
4. Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan ke arah kondisi serta keadaan yang lebih baik
lagi. Dengan kata lain, reformasi dilakukan untuk meningkatkan harkat dan martabat rakyat
Indonesia.
5. Reforasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang Berketuhanan
Yang Maha Esa serta terjaminnya persatuan dan kesatuan.
b. Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Pancasila merupakan dasar filsafat negara Indonesia, sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia, namun ternyata Pancasila tidak diletakkan pada kedudukan dan fungsinya. Pada
masa orde lama pelaksanaan negara mengalami penyimpangan dan bahkan bertentangan
dengan Pancasila. Presiden seumur hidup yang bersifat diktator. Pada masa orde baru,
Pancasila hanya sebagai alat politik oleh penguasa. Setiap warga yang tidak mendukung
kebijakan penguasa dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Oleh karena itu, gerakan reformasi harus dimasukkan dalam kerangka Pancasila,
sebagai landasan cita-cita dan ideologi negara Indonesia, agar tidak terjadi anarkisme yan
menyebabkan hancurnya bangsa dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam perspektif
Pancasila harus berdasarkan nilai-nilai Pancasila, sebagai berikut:
1. Reformasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang artinya bahwa dalam melakukan
perubahan harus menjadi lebih baik bagi kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan. Dan
reformasi harus berlandaskan pada moral religius yang mampu meningkatkan kehidupan
keagamaan.
2. Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang artinya bahwa dalam
melakukan reformasi harus dilakukan sesuai dengan nilai martabat manusia yang beradab.
Reformasi dilandasi dengan nilai-nilai kemanusiaan dan menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia, menghargai hak asasi manusia dan menentang adanya penindasan.
3. Reformasi harus berlandaskan pada nilai persatuan, sehingga bangsa dan negara Indonesia
tetap utuh berdiri tegak. Reformasi harus menghindarkan diri dari praktek yang bertujuan
untuk mendiskriminasi ras, suku maupun agama.
4. Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan. Karena rakyat
merupakan segala aspek kegiatan yang diselenggarakan oleh negara dan rakyatlah
pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara. Dan reformasi menolak segala macam bentuk
diktator agar tidak mengarah pada anarkisme.
5. Tujuan reformasi adalah terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh
karena itu, gerakan reformasi bukan hanya demi perubahan diri sendiri, namun perubahan
dan penataan kehidupan bersama yang berkeadilan.
Sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka dan dinamis, Pancasila mampu
mengantisipasi perkembangan zaman. Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat bangsa dan
negara Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sumber nilai yang memiliki sifat
reformatif yang artinya memiliki aspek pelaksanaan yang mampu menyesuaikan dinamika
kehidupan dan mengantisipasi perkembangan zaman serta menata kembali kebijakan-
kebijakan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat, dan nilai-nilai yang bersifat Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.
2. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Dalam era reformasi akhir-akhir ini seruan dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan
hukum sudah merupakan suatu keharusan karena proses reformasi yang melakukan
penataan kembali tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan perubahan-perubahan
terhadap peraturan perundang-undangan. Kerusakan subsistem hukum yang terjadi pada
masa orde baru yang sangat menentukan dalam berbagai bidang misalnya politik, ekonomi,
dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata
kembali kerusakan subsistem yang mengalami kerusakan tersebut.
a. Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum
Pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka berpikir, sumber nilai serta sumber arah
penyusunan dan perubahan hukum positif di Indonesia. Pancasila berfungsi sebagai
paradigma hukum terutama dalam kaitannya berbagai macam upaya perubahan hukum,
atau Pancasila harus merupakan paradigma dalam suatu pembaharuan hukum. Agar hukum
berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat maka hukum harus senantiasa
diperbaharui agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang
dilayaninya dan dalam pembaharuan hukum yang terus menerus tersebut Pancasila harus
tetap sebagai kerangka berpikir, sumber norma dan sumber nilai-nilainya.
Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi
regulatifnya Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna
bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum
akan kehilangan arti dan maknanya itu sendiri.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian. Pertama, sumber formal hukum, yaitu
sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum. Kedua, sumber
material hukum, yaitu suatu sumber hukum yang menentukan materi atau suatu isi suatu
norma hukum. Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan perundang-undangan
Indonesia yang tersusun secara hierarkis. Selain sumber yang terkandung dalam Pancasila
reformasi dan pembaharuan hukum juga harus bersumber pada kenyataan empiris yang ada
dalam masyarakat terutama dalam wujud aspirasi-aspirasi yang dikehendakinya. Oleh
karena itu, dalam reformasi hukum dewasa ini selain Pancasila sebagai paradigma
pembaharuan hukum yang merupakan sumber norma dan sumber nilai, terdapat unsur
pokook yang justru tidak kalah pentingnya yaitu kenyataan empiris yang ada dalam
masyarakat.
b. Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Reformasi hukum harus konsepsional dan konstitusional, sehingga reformasi hukum
memiliki landasan dan tujuan yang jelas. Dalam upaya reformasi hukum dewasa ini telah
banyak dilontarkan beerbagai macam pendapat tentang aspek apa saja yang dapat
dilakukan dalam perubahan hukum di Indonesia, bahkan telah banyak usulan untuk
perlunya amandemen atau kalau perlu perubahan secara menyeluruh terhadap pasal-pasal
UUD 1945. Berdasarkan banyaknya aspirasi yang berkembang cenderung ke arah adanya
amandemen terhadap pasal-pasal UUD 1945 bukannya perubahan secara menyeluruh
namun hendaklah dipahami secara obyektif bahwa bilamana terjadi perubahan seluruh UUD
1945 maka hal itu tidak menyangkut perubahan terhadap pembukaan UUD 1945, karena
pembukaan UUD 1945 berkedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental. Oleh
karena itu, apabila merubah pembukaan dari UUD 1945 maka sama halnya membubarkan
negara Indonesia. Seluruh perubahan maupun produk hukum di Indonesia haruslah
didasarkan pada pokok-pokok pikiran yang yang tertuang dalam Pancasila yang hakikatnya
merupakan cita-cita hukum dan merupakan esensi dari sila-sila Pancasila.
Dasar yuridis Pancasila sebagai reformasi hukum adalah Tap No.XX/MPRS/1966, yang
menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang
berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa
bersumber pada nila-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
c. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam suatu negara apapun baiknya suatu peraturan perundang-undangan namun tidak
disertai dengan jaminan pelaksanaan hukum yang baik, niscahya reformasi hukum akan
menjadi sia-sia. Reformasi pada dasarnya untuk mengembalikan hakikat dan fungsi negara
pada tujuan semula yaitu melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah.
Pelaksanaan perundang-undangan harus mendasarkan pada terwujudnya atas jaminan
bahwa dalam suatu negara kekuasaan adalah ditangan rakyat. Pelaksanaan hukum pada
masa reformasi ini harus benar-benar dapat mewujudkan negara demokratis dengan suatu
supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas
terwujudnya keadilan. Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara yang
meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komutatif, serta keadilan
legal. Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak
kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari praktek
KKN.
3. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi
bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya tidak
dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila. Nilai demokrasi tersebut
secara normatif terjabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 yaitu pasal 1 ayat (2) menyatakan:
“Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan rakyat”.
Pasal 2 ayat (2)menyatakan:
“Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan,
menurut aturan yang telah ditetapkan dengan undang-undang”.
Pasal 5 ayat (1) menyatakan:
“Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat”.
Pasal 6 ayat (2) menyatakan:
“Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan rakyat dengan
suara terbanyak”.
Prinsip-prinsip demokrasi yang terkandung dalam UUD 1945 bilamana kita
kembalikan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi
negara adalah ditangan rakyat. Rakyat merupakan asal mula kekuatan negara. Oleh karena
itu paradigma ini harus menjadi dasar pijak dalam reformasi politik.
Untuk melakukan reformasi atas sistem politik harus melalui pada reformasi undang-
undang yang mengatur sistem politik tersebut, dengan tetap mendasarkan pada paradigma
nilai-nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
Susunan keanggotaan MPR sebagaimana termuat dalam undang-undang politik
No.2/1985 tersebut jelas tidak demokratis dan tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila
bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagai tertuang dalam semangat UUD 1945.
Berdasarkan kenyataan susunan keanggotaan MPR, DPR dam DPRD maka rakyat bertekad
menyusun melakukan reformasi dengan mengubah sistem politik tersebut melalui sidang
istimewa MPR tahun 1998 Undang-undang no.4 Tahun 1999 yang mengatur tentang
susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Perubahan yang telah dilakukan antara lain Pasal 2 ayat (2) yang menyatakan bahwa
jumlah anggota MPR sebanyak 700 orang. Anggota DPR hasil pemilu sebanyak 500 orang.
Utusan daerah sebanyak 135 orang, yaitu 5 orang dari setiap Daerah Tingkat 1. Utusan
golongan sebanyak 65 orang. Kemudian perubahan yang mendasar berikutnya adalah pada
pasal 2 ayat (3) yaitu utusan daerah dipillih oleh DPR, dan sebagaimana diketahui bahwa
DPR adalah merupakan hasil pemilu jadi bersifat demokratis.
Susunan Keanggotaan DPR:
Perubahan atas isi keanggotaan DPR tertuang dalam Undang-undang No.4 Pasal 11
sebagai berikut:
Pasal 4 ayat (2) menyatakan keanggotaan DPR terdiri atas:
a. Anggota partai politik hasil pemilu
b. Anggota ABRI yang diangkat
Pasal 11 ayat (3) menyatakan keanggotaan DPR terdiri atas:
a. Anggota partai politik hasil pemilu sebanyak 462 orang
b. Anggota ABRI yang diangkat sebanyak 38 orang.
Susunan Keanggotaan DPRD Tingkat I:
Reformasi atas Undang–undang politik yang mengatur Susunan Keanggotaan DPRD
Tingkat I, tertuang dalam undang-undang politik No.4 Tahun 1999, sebagai berikut:
Pasal 18 ayat (1) bahwa pengisian anggota DPRD dilakukan melalui pemilu dan pengankatan
Pasal 18 ayat (2) menyatakan bahwa DPRD I terdiri atas:
a. Anggota partai politik hasil pemilihan umum
b. Anggota ABRI yang diangkat
Pasal 18 ayat (3) menyatakan bahwa sejumlah anggota DPRD I ditetapkan sekurang-
kurangnya 45 orang dan sebanyak-banyaknya 100 orang termasuk 10% anggota ABRI yang
diangkat.
Susunan Keanggotaan DPRD II:
Reformasi atas susunan keanggotaan DPRD II tertuang dalam Undang-undang Poitik
No.4 Tahun 1999, sebagai berikut:
Pasal 25 ayat (1) menyatakan pengisian anggota DPRD II dilakukan berdasarkan hasil
Pemilihan Umum dan pengangkatan.
Pasal 25 ayat (2) menyatakan DPRD II terdiri atas:
a. Anggota partai politik hasil pemilihan umum
b. Anggota ABRI yang diangkat
Pasal 25 ayat (3) menyatakan bahwa sejumlah anggota DPRD II ditetapkan sekurang-
kurangnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya 45 orang termasuk 10% anggota ABRI yang
diangkat.
Demi terwujudnya supra struktur yang benar-benar demokratis dan spiratif maka
sangat penting untuk dilakukan penataan kembali infra struktur politik, terutama tentang
partai politik. Dalam undang-undang ditentukan bahwa partai politik dan golomgan karya
hanya meliputi tiga macam yaitu, Partai Paersatuan Penbangunan (PPP), Golongan Karya
(Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pada masa orde baru keberadaan infra
struktur tersebut masih diseragamkan dengan asa tunggal Pancasila, sehingga secara politis
kehidupan yang demikian ini akan mematikan proses demokratisasi dalam kehidupan
negara.
Adapun ketentuan yang mengatur tentang partai politik diatur dalam Undang-undang
No.2 Tahun 1999 tentang partai politik yang lebih demokratis dan memberikan kebebasan
serta keleluasaan untuk menyalurkan aspirasinya. Berdasarkan ketentuan UU tersebut
warga negara diberi kebebasan untuk membentuk partai politik untuk menyalurkan aspirasi
politiknya. Atas ketentuan UU tersebut maka bermunculanlah partai politik di era reformasi
ini yang mencapai 114 partai politik.
Pelaksanaan pemilu juga dilakukan perubahan dan diatur dalam Undang-undang No.3
Tahun 1999 tentang pemilihan umum. Ketentuan Undang-undang No.3 Tahun 1999, Bab III
Pasal 8, dijelaskan bahwa penyelenggara pemilihan umum dilakukan oleh Komisi Pemilihan
Umum (KPU) yang bebas dan mandiri, yang terdiri atas unsur partai-partai politik
pesertapemilihan umum dan unsur pemerintah yang bertanggung jawab kepada Presiden.
Pancasila dan UUD 1945 beserta pembukaan UUD 1945 ditetapkan kehidupan
demokrasi dan kemakmuran dijadikan sebagai kerangka dasar dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Dalam praktek plaksanaannya ternyata berbeda dengan nilai Pancasila serta
semangat dalam UUD 1945. Kondisi yang demikian ini tidak menumbuhkan kehidupan
politik yang demokratis karena penguasa senantiasa memperkokoh kekuasaaannya dengan
berlindung dibalik ideologi Pancasila.
Oleh karena itu reformasi kehidupan politik agar benar-benar demokratis dilakukan
dengan jalan revitalisasi ideologi Pancasila, yaitu dengan mengembalikan pancasila pada
kedudukan serta fungsi yang sebenarnya sebagaimana dikehendaki oleh para pendiri negara
yang tertuang dalam UUD 1945. Reformasi kehidupan pilitik juga dilakukan dengan
meletakkan cita-cita kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam satu kesatuan waktu
yaitu nilai masa lalu, masa kini dan kehidupan masa yang akan datang.
4. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan
dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya
hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Tidak
terwujudnya pelembagaan proses politik yang demokratis, mengakibatkan hubungan
pribadi merupakan mekanisme utama dalam hubungan sosial, politik, dan ekonomi dalam
suatu negara. Kelemahan atas sistem hubungan kelembagaan demokratis tersebut
memberikan peluang bagi tumbuh berkembangnya hubungan antara penguasa politik
dengan pengusaha, bahkan antara birokrat dengan pengusaha (Sanit, 1999: 85). Terlebih
lagi karena lemahnya sistem kontrol kelembagaan berkembang pula penguasa sekaligus
sebagai pengusaha, yang didasarkan atas birokrasi dan wibawa keluarga pengusaha.
Kondisi yang demikian ini jelas tidak mendasarkan atas nilai-nilai pancasila yang
meletakkan kemakmuran pada paradigma demi kesejahteraan seluruh bangsa. Bangsa
sebagai unsur pokok serta subyek dalam Negara yang merupakan penjelmaan sifat kodrat
manusia individu makhluk sosial, adalah adalah sebagai satu keluarga bangsa. Oleh karena
itu perubahan dan pengembangan ekonomi harus diletakkan pada peningkatan harkat
martabat serta kesejahteraan seluruh bangsa sebagai satu keluarga. Sistem ekonomi yang
berbasis pada kesejahteraan rakyat menurut Moh. Hatta, adalah merupakan pilar (soko
guru) ekonomi Indonesia.
Sistem ekonomi Indonesia pada masa orde baru bersifat “birokratik otoritarian” yang
ditandai dengan pemusatan kekuasaan dan partisipasi dalam membuat keputusan-
keputusan nasional hampir sepenuhnya berada ditangan penguasa bekerja sama dengan
kelompok militer dan kaum teknokrat. Adapun kelompok pengusaha oligopostik didukung
oleh pemerintah bekerja sama dengan masyarakat bisnis internasional, dan terlebih lagi
kuatnya pengaruh otoritas kekuasaan keluarga pejabat Negara termasuk presiden (William
Liddle, 1995: 74).
Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan yanga hanya mendasarkan pada
pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan barsama seluruh bangsa, dalam
kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan pengusaha.
Pada era ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu bertahan. krisis
ekomoni yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia
terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh
rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis
dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat.
Oleh karena itu, rekapitalisasi pengusaha pada masa krisi dewasa ini sama halnya dengan
rakyat banyak membantu pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis
pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai pancasila yang mengutamakan
kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut:
a. Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan “social safety
net” yang dipopulerkan dengan program jaringan pengaman sosial (JPS). Sementara untuk
mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah harus secara
konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum pemerintah masa orde baru
yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan memberikan kepercayaan dan usaha.
b. Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan
kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkannya perlindungan hukum serta undang-
undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor
perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan jantung perekonomian.
c. Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan
sistem untuk mendorong percepatan perubahan struktural (structural transformation).
Transformasi struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi
modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi sistem ke ekonomi
pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi
ekspor (Nopirin, 1999:4) dengan sendirinya interviensi birokrat pemerintahan yang ikut
dalam proses ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri.
Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan
seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat,
sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.
Tidak hanya itu, agar terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka pemerintah juga
memberikan kebijakan ekonomi seperti:
a. Kebijakan ekonomi makro
Kebijaksanaan ekonomi makro yang telah dilaksanakan pemerintah dalam upaya
menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing adalah
melalui kebijaksanaan moneter yang ketat disertai anggaran berimbang, dengan membatasi
devisa anggaran sampai pada tingkat yang dapat diimbangi dengan tambahan dana dari luar
negeri. Kebijaksanaan moneter yang ketat dengan tingkat bunga yang tinggi selain
dimaksudkan untuk menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta
asing, dengan menahan naiknya permintaan anggaran, juga untuk mendorong masyarakat
meningkatkan tabungan di sektor perbankan. Meskipun demikian pemerintah menyadari
sepenuhnya bahwa tingkat bunga tinggi dapat menjadi salah satu faktor terpenting yang
akan berdampak negatif terhadap kegiatan ekonomi atau bersifat kontraktif terhadap
perkembangan PDB. Oleh karena itu tingkat bunga yang tinggi tidak akan selamanya
dipertahankan, tetapi secara bertahap akan diturunkan pada tingkat yang wajar seiring
dengan menurunnya laju inflasi.
b. Kebijakan ekonomi mikro
Kebijaksanaan ekonomi mikro yang ditempuh pemerintah, ditujukan, antara lain:
1. Untuk mengurangi dampak negatif dari krisis ekonomi terhadap kelompok penduduk
berpendapatan rendah dikembangkannya jaring pengaman sosial yang meliputi program
penyediaan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, mempertahankan tingkat
pelayanan pendidikan dan kesehatan pada tingkat sebelum krisis serta penanganan
pengangguran dalam upaya mempertahankan daya beli kelompok masyarakat
berpendapatan rendah.
2. Menyehatkan sistem perbankan dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap
keberadaan lembaga perbankan.
3. Merestrukturisasi hutang luar negeri. mereformasi struktural di sektor riil, agar
perekonomian, terutama sektor riil dapat berkembang lebih efisien, pemerintah
melancarkan berbagai program reformasi struktural. Reformasi struktural di sektor riil
mencakup:
a. Penghapusan berbagai praktek monopoli,
b. Deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang, termasuk bidang perdagangan dalam dan
luar negeri dan bidang investasi,
c. Privatisasi BUMN. Meskipun perekonomian nasional sebelum krisis ekonomi mengalami
pertumbuhan yang cukup tinggi, tetapi ternyata terdapat kelemahan-kelemahan, antara
lain, adanya praktek-praktek monopoli di berbagai bidang usaha. Dengan praktek-praktek
monopoli telah terjadi konsentrasi kekuatan pasar hanya pada satu atau beberapa pelaku
usaha, sehingga kegiatan produksi, distribusi menjadi tidak efisien dan secara lebih luas
daya saing perekonomian nasional menjadi lemah.
d. Mendorong ekspor. permintaan dalam negeri yang menurun, maka wahana untuk
memulihkan kembali perekonomian Indonesia adalah melalui promosi ekspor. Tambahan
pula dengan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi tinggi dewasa ini, Indonesia makin
memiliki daya saing dalam barang ekspor yang padat karya dan padat kekayaan alam.
Namun peningkatan ekspor dewasa ini dihadapkan kepada beberapa kendala, yakni
keengganan pihak luar negeri membeli barang Indonesia, ketiadaan bahan baku, serta hal-
hal yang berhubungan dengan pelaksanaan ekspor, seperti misalnya operasi pelabuhan,
kecepatan kerja, bea dan cukai, dan administrasi perpajakan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pancasila adalah filsafat Negara Indonesia yang memiliki 5 sila yang merupakan
acuan dan pegangan hidup bangsa Indonesia. Reformasi memiliki makna, yaitu suatu
gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang
menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai
ideal yang dicita-citakan rakyat.
Reformasi yang dilakukan bangsa Indonesia tidak akan menghancurkan nilai-nilai
Pancasila itu sendiri. Bahkan pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan
kenegaraan ke arah yang sumber nilai yang merupakan sebuah panggung kehidupan
bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok
orang, baik pada masa orde lama maupun masa orde baru.
B. Saran
Pendidikan Pancasila penting diberikan kepada siswa, karena siswa dapat memahami
dan menginternalisasi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan menerapkannya untuk
mewujudkan persatuan bangsa dan negara. Siswa dapat menganalisis keterkaitan Pancasila
sebagai paradigma reformasi.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Jogyakarta: Paradigma, Edisi Reformasi.
Komalasari, Kokom. 2007. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Lentera Cendekia.
“Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi” http://exalute.wordpress.com/2008/07/24/pancasila-
sebagai-paradigma-pembangunan/. 20 Maret 2012. 07:08.
Syarbani, Syahrial. 2004. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia Indonesia