pandu an mini project 2012
TRANSCRIPT
PANDUAN MINI PROJECT 2012
RESPON FISIOLOGI TANAMAN CABAI RAWIT
(Capsicum frutescens L) TERHADAP STRES GARAM
Oleh : 1. Sugiyono
2. Triani Hardiyati 3. Rochmatino
4. Lucky Paryoga 5. Khamsinah
6. Iman Budisantoso
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO 2012
[Panduan Mini Project Fistumb I 2012] Page 1
I. PENDAHULUAN
Dewasa ini, produktivitas lahan terutama di daerah pesisir terus mengalami
penurunan akibat meningkatnya salinitas. Peningkatan salinitas tersebut diduga
berkaitan erat dengan tingginya intrusi air laut, sebagai konsekuensi dari
penggunaan air tanah yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan
air yang semakin meningkat. Kurang lebih sepertiga dari seluruh luasan tanah
pertanian yang teririgasi telah mengalami peningkatan salinitas, terutama di daerah-
daerah kering dimana stres garam biasanya dibarengi dengan stres akibat suhu
tinggi (Lu dan Zhang, 1998) sehingga semakin banyak lahan pertanian yang hilang
akibat salinitas (Asch et al., 1995).
Tanah dengan kadar garam tinggi akan menghambat beberapa aktivitas yang
sangat esensial untuk respirasi dan fotosintesis serta terdapat beberapa pengaturan
kembali beberapa proses metabolisme guna mengkompensasi perubahan-perubahan
osmosis dan konsentrasi ion (Chen et al., 1998; Garcia et al., 1997). Dibawah kondisi
kadar garam tinggi, pertumbuhan tumbuhan dibatasi baik oleh stres air (stres
osmotik) maupun toksisitas garam (Asch et al., 1995; Greenway dan Munns, 1980;
Lutts et al., 1996; Pardossi et al., 1998).
Cabai rawit (Capsicum frutescens L) merupakan salah satu jenis tanaman yang
tidak tahan salinitas tinggi (glycophyta). Ketahanan terhadap salinitas adalah
kemampuan untuk mempertahankan pertumbuhan dan metabolisme pada
lingkungan yang kaya akan NaCl (Munns et al., 1995). Ketahanan tersebut
ditentukan oleh oleh beberapa faktor struktural dan fisiologis yang berbeda namun
sangat berkaitan membentuk sebuah pengaruh yang sangat kompleks (Robinson et
al., 1997, sementara, tumbuhan tingkat tinggi tidak memiliki metabolisme yang tahan
garam, meskipun tumbuhan tersebut terbenam dalam air laut (Yeo, 1998).
Dampak yang paling nyata dari adanya stres garam pada tumbuhan adalah
penurunan pertumbuhan menuju ke kematian tumbuhan tersebut. Penurunan
pertumbuhan tersebut ditandai dengan penurunan panjang dan tebal daun,
meningkatnya kerapatan mesofil dan penurunan kandungan klorofil daun.
Penurunan pertumbuhan terutama disebabkan oleh penurunan laju fotosintesis
[Panduan Mini Project Fistumb I 2012] Page 2
daun akibat turunnya konduktansi terhadap difusi CO2 , baik pada stomata maupun
daun
Cabai rawit (Capsicum frutescens L) merupakan tanaman Tanaman budidaya,
kadang-kadang ditanam di pekarangan sebagai tanaman sayur atau tumbuh liar di
tegalan dan tanah kosong yang terlantar. Tumbuhan ini berasal dari Amerika tropik,
menyukai daerah kering, dan ditemukan pada ketinggian 0,5-1.250 m dpl. Cabai
rawit terdiri dari tiga varietas, yaitu cengek leutik yang buahnya kecil, berwarna
hijau, dan berdiri tegak pada tangkainya; cengek domba (cengek bodas) yang
buahnya lebih besar dari cengek leutik, buah muda berwarna putih, setelah tua
menjadi jingga; dan ceplik yang buahnya besar, selagi muda berwarna hijau dan
setelah tua menjadi merah. Buahnya digunakan sebagai sayuran, bumbu masak,
acar, dan asinan. Daun muda dapat dikukus untuk lalap.Cabal rawit dapat
diperbanyak dengan biji. (http://www.iptek.net.id/ind/ pd_tanobat/
view.php?mnu=2&id=213, diakses pada tanggal 13 Oktober 2010)
[Panduan Mini Project Fistumb I 2012] Page 3
II. TUJUAN PRAKTIKUM DAN KOMPETENSI
Setelah menyelesaikan acara praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat :
1. Memahami bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal (lingkungan).
2. Memahani bahwa kondisi lingkungan yang ekstrim (cekaman) merupakan
kondisi yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.
3. Menentukan besarnya kandungan garam dalam media tanam dimana tanaman
masih toleran untuk tumbuh.
4. Menjelaskan dampak cekaman garam tinggi terhadap perubahan-perubahan
fisiologi tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L),
[Panduan Mini Project Fistumb I 2012] Page 4
III. DASAR TEORI
Dampak Stres Garam pada Tumbuhan
Stress atau cekaman merupakan suatu kondisi / keadaan lingkungan yang
tidak menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Konsentrasi garam hara yang
tinggi pada suatu lahan tempat tumbuh tanaman maka tanaman tersebut akan
menyebabkan tanaman mengalami stress. Stress lingkungan pada tanaman
dikelompakan menjadi stress biotik dan abiotik, bentuk stress abiotik diantaranya
stress suhu, stres air, stres radiasi, stres bahan kimia dan stres angin. Stres garam
termasuk stres bahan kimia yang meliputi garam, ion-ion, gas, herbisida, dan
insektisida (Harjadi dan Yahya,1988).
Stress garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-
garam terlarut yang berlebihan. Stres garam ini umumnya terjadi dalam tanaman
pada tanah dengan kondisi air salin. Stres garam meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi garam hingga tingkat konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan
kematian tanaman. Garam-garam yang menimbulkan stres tanaman antara lain ialah
NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang terlarut dalam air.
Berdasarkan kemampuan tumbuhan untuk tumbuh pada kondisi stres garam,
tumbuhan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu halophyta dan glycophyta.
Halophyta adalah tumbuhan yang mampu bertahan dan menyelesaikan siklus
hidupnya pada kondisi salinitas tinggi (300 mM). Tumbuhan jenis ini memiliki
kemampuan yang unik untuk mengakumulasi garam dalam daun sampai pada taraf
yang sama atau bahkan melebihi kadar garam air laut, dengan tanpa mengalami
masalah. Sementara itu, glycophyta adalah tumbuhan yang memiliki kisaran
toleransi jauh dibawah tumbuhan halophyta (Flowers et al., 1977; Greenway dan
Munns, 1980).
Selama stres garam, konsentrasi Na+ dan Cl- secara nyata meningkat (Chen et
al., 1998). Akumulasi sodium dalam daun terjadi 20 hari setelah perlakuan dan
secara progresif terus meningkat. Akumulasi Sodium selalu disertai dengan
penurunan penyerapan Ca2+ dan Mg2+ yang masing-masing akan berdampak pada
penurunan permeabilitas membran dan menghambat biosintesis klorofil (Delfine et
al., 1998; Lu dan Zhang, 1998). Pertumbuhan tumbuhan sangat dihambat oleh
[Panduan Mini Project Fistumb I 2012] Page 5
peningkatan konsentrasi garam. Laju pemanjangan harian daun menjadi dua kali
lebih lambat pada tumbuhan yang diperlakukan dengan 100 mM NaCl 14 hari
setelah stres diberikan (Lu dan Zhang, 1998).
Peningkatan pemeliharaan (maintenance) proses respirasi diyakinin
merupakan penyebab utama terjadinya penurunan pertumbuhan selama stres
garam. Pengorbanan jaringan dan pigmen fotosintesis dalam daun selama proses
adaptasi terhadap garam mungkin merupakan sebuah mekanisme untuk
menghemat energi, yang kemudian dapat diarahkan kembali untuk memelihara
pertumbuhan tunas (Chen et al., 1998).
Pada tahap pertama dari stres garam, garam diluar akar akan mengurangi
ketersediaan air bagi tumbuhan. Kemudian, garam akan terserap dan terakumulasi
samnpai dengan taraf yang meracuni dalam daun-daun yang lebih tua. Dampak
selanjutnya, daun-daun tersebut akan mengalami penuaan dini (premature
senescence), sehingga akan mengurangi suplai asimilat ke daerah-daerah
pertumbuhan (Munns dan Termaat, 1986).
Pada taraf salinitas sedang, hambatan stoma merupakan mekanisme yang
paling dominan, sementara mekanisme penghambatan non stomata terjadi pada
taraf slinitas yang tinggi. Pada taraf salinitas sedang atau tinggi, laju fotosintesis
daun terhambat (Shabala et al., 1998).
Beberapa stres lingkungan seperti kekeringan dan garam, dan penuaan daun
akan mengurangi konduktansi difusi CO2 kedalam stoma dan mesofil (Delfine et al.,
1998; Delfine et al., 1999). Stres garam dan air nampaknya bekerja melalui
mekanisme yang sama. Telah diketahui bahwa dalam kondisi stres air, fotosintesis
seringkali dibatasi oleh rendahnya konduktansi difusi CO2 (Delfine et al., 1998).
Reduksi konduktansi stoma dan mesofil akan berakibat pada penurunan konsentrasi
CO2, seperti yang terjadi pada tumbuhan bayam (Delfine et al., 1999). Penurunan
konduktansi terhadap difusi CO2 yang disebabkan oleh penutupan stomata
merupakan penyebab utama terjadinya reduksi fotosintesis selama stres air (Cornic
et al., 1992) dan stres garam yang moderat (Brugnoli dan Bjorkman, 1992).
Terjadinya reduksi konduktansi mesofil seringkali dikaitkan dengan
perubahan-perubahan anatomi daun, yang nampaknya merupakan efek yang
permanen, terutama ketika terjadi perubahan ketebalan daun (Delfine et al., 1999).
[Panduan Mini Project Fistumb I 2012] Page 6
Perubahan-perubahan anatomi mesofil merupakan perubahan yang umum terjadi
selama stres garam, dan daun yang terkena stres tersebut biasanya lebih tebal.
Penebalan ini kemungkinan akan menurunkan konduktansi difusi CO2 dalam
mesofil (Longstreth dan Nobel, 1979). Terjadinya reduksi konduktivitas mesofil juga
diduga merupakan penyebab terjadinya penurunan fotosintesis, seperti yang terjadi
pada tumbuhan kapas yang ditumbuhkan pada daerah yang terkena stres salinitas
(Brugnoli dan Bjorkman, 1992).
Epidermis atas, palisade parenkim dan ketebalan total daun bayam secara
nyata tereduksi ketika tumbuhan tersebut dikenai stres garam. Lebih lanjut, sel-sel
jaringan spon menjadi lebih rapat dan dibarengi pula oleh penurunan ruangan antar
sel sebesar 25 %. Susunan sel spon yang rapat ini paling tidak menjelaskan sebagian
penyebab terjadinya reduksi konduktansi terhadap difusi CO2 pada 20 hari setelah
stres (Longstreth dan Nobel, 1979; Delfine et al., 1998).
Terjadinya penurunan pertumbuhan pada tumbuhan-tumbuhan yang terkena
salinitas yang berlebihan seringkali dikaitkan dengan penurunan kapasistas
fotosintesis, khususnya pada PSII. Kerusakan akibat fotoinhibisi pada PSII sangat
menonjol pada tumbuhan yang terkena stres garam (Lu et al., 1998; Lu dan Zhang,
1998), terutama akibat stres osmotik (Lu et al., 1998).
Dalam jangka panjang, terjadinya penghambatan pertumbuhan tumbuhan oleh
salinitas biasanya terkait dengan terjadinya klorosis dan nekrosis pada daun
(Shabala et al., 1998). Kandungan klorofil daun sangat menurun pada tumbuhan
yang terkena stres garam dalam jangka panjang, yang disebabkan oleh terjadinya
penghambatan biosintesis klorofil pada tahap sebelum protochlorophyll. Hilangnya
klorofil seringkali digunakan sebagai indikasi adanya toleransi atau stres garam.
Hilangnya pigmen-pigmen mungkin merupakan penampilan adaptif untuk
mencegah kerusakan fotosintesis dengan cara mengurangi kemungkinan terjadinya
kerusakan fotooksidatif (Chen et al., 1998).
Rasio antara karotenoid/klorofil diketahui juga meningkat pada tumbuhan
yang terkena stres garam. Peningkatan rasio karotenoid/klorofil juga menunjukkan
bahwa karotenoid kurang sensitif terhadap garam, dan rasio tersbut juga merupakan
indikator yang baik terjadinya stres garam (Chen et al., 1998).
[Panduan Mini Project Fistumb I 2012] Page 7
Salah satu respon terhadap kondisi stres osmotik adalah akumulasi zat
penghambat tumbuh ABA. Pemaparan akar tumbuhan pada NaCl juga akan
berakibat pada peningkatan ABA pada cairan xylem, yang mungkin dipacu oleh
turunnya potensial air pada bagian bawah batang. ABA ditransport ke daun,
dimana pada tempat ini ABA akan memacu penutupan stomata. Pada taraf
kelembaban udara tertentu, ketahanan stomata sangat berkaitan dengan konsentrasi
ABA dalam cairan xylem, yang diinduksi oleh stres salinitas (Asch et al., 1995).
Laju transpirasi biasanya cenderung mengalami penurunan seiring dengan
meningkatnya salinitas pada daerah perakaran. Gejala tersebut mungkin disebabkan
oleh turunnya potensial air dalam akar. Namun, pada salinitas yang lebih tinggi hal
tersebut kemungkinan disebabkan oleh terhambatnya fotosintesis oleh adanya
akumulasi garam dalam mesofil yang berakibat pada reduksi celah stoma (Robinson
et al., 1997). Satu mekanisme lain dari NaCl pada proses transpirasi adalah
penghambatan secara langsung pembukaan stomata oleh konsentrasi Na+ apoplas.
Sel-sel penutup stomata rusak dan tidak dapat diperbaiki, jika sel-sel tersebut
mengakumulasi ion sodium secara berlebihan (Greenway dan Munns, 1980;
Robinson et al., 1997).
Terdapat beberapa mekanisme bagaimana tumbuhan glycophyta mengatasi
kelebihan ion dan defisit air akibat stres garam. Mekansime-mekanisme tersebut
meliputi: kompartemantasi ion, pelepasanion (ion exclusion) dan akumulasi compatible
solutes (Flowers et al., 1977; Greenway dan Munns, 1980; Levitt, 1980). Secara umum
diketahui bahwa kompartementasi garam dalam vakuola sel selalu diikuti dengan
sintesis osmotika organik dalam sitosol, sehingga mempertahankan kesetimbangan
potensial air (Robinson et al., 1997). Respon dasar tumbuhan glycophyta terhadap
salinitas adalah melalui pelepasan ion baik di akar, batang, maupun daun (Flowers et
al., 1977).
Sementara itu, tingginya konsentrasi organic solutes dalam sitoplasma sangat
berperan pada kesetimbangan osmotik ketika elektrolit dalam sitoplasma lebih
rendah dari vacuola., dan juga memiliki efek protektif bagi enzim yang ada dalam
sitoplasma. Beberapa senyawa tersebut adalah glycinebetaine, proline dan sucrose,
dimana pada konsentrasi sampai dengan 500 mM ternyata tidak menghambat
aktivitas enzim secara in vitro (Flowers et al., 1977; Greenway dan Munns, 1980).
[Panduan Mini Project Fistumb I 2012] Page 8
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tanaman cabai rawit
(Capsicum frutescens L), NaCl, ethanol PA, xilol, ethanol 96 %, parafin, asam asetat
glasial, formalin, safranin.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: magnetic stirrer,
timbangan analitis, oven, mikroskop stereo, kamera, gelas ukur, gelas Beaker, gelas
Erlenmeyer, microtom, karet gelang, dan kertas label.
4.2. Lokasi dan Waktu
Mini project ini akan dilakukan di Fakultas Biologi Unsoed selama 8 minggu.
4.3. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan dasar Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan berupa konsentrasi garam NaCl (K) yang
diberikan yaitu: K0 (kontrol), K1 (10 mM NaCl), K2 (20 mM NaCl), K3 (30 mM NaCl),
K4 (40 mM NaCl), dan K5 (50 mM NaCl). Masing-masing perlakuan diulang paling
seikit 3 kali.
4.4. Variabel dan Parameter
Variable yang diamati adalah pertumbuhan Cabai rawit (Capsicum frutescens L),
dengan parameter yang diukur: tinggi tanaman, berat basah dan berat kering
tanaman, luas daun, kandungan klorofil daun, dan titik eksklusi garam.
[Panduan Mini Project Fistumb I 2012] Page 9
4.5. Cara Kerja 4.5.1. Prosedur umum
Benih yang digunakan dipilih, disemai dan kemudian ditanam dalam
polybag ukuran 5 kg, sebanyak 3 tanaman/polybag. Pemupukan dan
pemeliharaan tanaman dilakukan sesuai standar.
4.5.2. Pemaparan NaCl
• Pembuatan larutan garam. Untuk mini project ini digunakan garam
dapur. Garam dapur (NaCl) yang dibutuhkan ditimbang dengan
menggunakan rumus :
M = Mr
Gx
V
1000
Dimana:
M = molaritas garam yang diinginkan G = berat garam yang harus ditimbang Mr = berat molekul NaCl V = volume larutan garam yang diinginkan
• Ditimbang NaCl sebanyak ........ gr kemudian dilarutkan dengan air
sampai dengan volume ....... ml dan diaduk hingga homogen.
• Perlakuan NaCl diberikan ketika tanaman berumur 14 hari, sampai
dengan tanaman berumur 8 minggu, dengan dosis 1 liter/polibag.
Pemberian NaCl dilakukan setiap satu minggu sekali, sementara
penyiraman dilakukan setiap dua hari sekali.
4.5.3. Pengamatan paremeter fisiologi
1) Pengukuran luas daun.
• Pengukuran dilakukan oleh mahasiswa, alat ukur, dan cara
pengukuran yang sama, dan dilakukan setiap 2 minggu.
• Data luas daun diperoleh dengan cara mengukur luas daun ke 2
(fully expanded leaf), dan dinyatakan dalam cm2.
• Pengukuran luas daun dilakukan dengan metode gravimetri.
[Panduan Mini Project Fistumb I 2012] Page 10
a) Dengan menggunakan kertas HVS 70 gram, dibuat kotak
bujursangkar berukuran 10 x 10 cm; dengan demikian luas
kertas tersebut adalah 100 cm2 (A).
b) Kertas bujursangkar (a) ditimbang dengan timbangan
analitik, misalnya terukur X gram (B).
c) Dibuat pola daun ke-2 tanaman sampel. Kertas bujursangkar
dipotong sesuai pola yang dibuat, untuk kemudian
ditimbang dengan timbangan analitik, misalnya terukur Y
gram (C)
• Luas daun ke-2 dihitung dengan rumus :
AC
Luas daun = - cm2 B
Dimana : A = Luas kertas bujursangkar (cm2) B = Berat kertas bujursangkar (gram) C = Berat pola sampel daun (gram).
2) Pengukuran tinggi tanaman.
• Pengukuran dilakukan oleh mahasiswa, alat ukur, dan cara
pengukuran yang sama dan dilakukan setiap minggu.
• Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur
tinggi tanaman mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh
apikal tanaman.
• Pertambahan tinggi tanaman dihitung dengan rumus: (∆h=ht-ht-1)
3) Pengukuran berat basah dan berat kering.
• Data berat basah dan berat kering tanaman diperoleh dengan
menimbang berat basah dan berat kering tanaman di akhir
penelitian, dan dinyatakan dalam gram.
• Pengukuran berat basah dan berat kering dilakukan dengan cara
memisahkan akar dan batang. Pengukuran ini dilakukan sebagai
berikut :
[Panduan Mini Project Fistumb I 2012] Page 11
o Memisahkan media dari akar tanaman, dilakukan dengan
cara menyobek polibag, membuang media tanaman dengan
air, diusahakan akar tidak ikut terbuang.
o Memotong/memisahkan bagian akar, batang, dan daun
tanaman.
o Menimbang masing-masing bagian tanaman (berat basah).
o Mengkeringan masing-masing bagian tanaman dengan cara
mengoven sampai dengan diperoleh berat yang konstan
(berat kering).
o Menghitung ratio berat basah dan berat kering masingan-
masing akar dan batang.
4) Pengukuran kandungan khlorofil dan karotenoids dengan
menggunakan spektrofometer (Lichtenthaler & Welburn (1983); Porra
(2002)), dilakukan dengan cara :
• Pengukuran kandungan klorofil dilakukan setiap 2 minggu.
• Memotong daun segar dengan ukuran 1 x 1 cm (1 cm2) dan
dilumatkan dalam mortal dengan pelarut aceton 80 % sampai
semua pigment terlarut.
• Dengan menggunakan spektrofometer, baca absorbansi filtrat
pada panjang gelombang 470 nm, 646 nm, dan 663 nm.
• Kandungan klorofil dapat ditentukan dengan menggunakan
formulasi:
• Chlorophyll a (µg/ml) = 12.21 (A663) - 2.81 (A646)
• Chlorophyll b (µg/ml) = 20.13 (A646) - 5.03 (A663)
• Total chlorophyll (µg/ml) = 17.3 (A646) – 7.18 (A663)
• Carotenoids (µg/ml) = (1000A470 - 3.27[chl a] - 104[chl
b])/227
Dimana : A470, A646, dan A663 adalah absorbansi pada panjang
gelombang 470, 646, dan 663 nm.
[Panduan Mini Project Fistumb I 2012] Page 12
5) Penentuan titik eksklusi garam dilakukan dengan mengamati
kemunculan kristal garam pada permukaan daun dengan
menggunakan mikroskop stereo,
6) Pengamatan dilakukan setiap minggu dan dinyatakan dalam hari
setelah paparan.
4.6. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dengan uji F,
dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan taraf kepercayaaan 95
dan 99 %
[Panduan Mini Project Fistumb I 2012] Page 13
DAFTAR REFERENSI
Abedinia, M., Henry, R. J., Blakeney, A. B., Lewin, L., 1997. An efficient
transformation system for the Australian rice cultivar Jarrah. Australian Journal of Plant Physiology 24: 133 – 141.
Asch, F., Dorffling, K., Dingkuhn, M., 1995. Response of rice varieties to soil salinity
dan air humidity: a possible involvement of root-borne ABA. Plant dan Soil 177: 11 – 19.
Brugnoli, E., dan Bjorkman, O., 1992. Growth of cotton under continuous salinity
stress: influence on allocation pattern, stomatal dan non-stomatal components of photosynthesis dan dissipation of excess light energy. Planta 187: 335 – 347.
Chen, D.M., Keiper, F.J., Filippis, L., F. De., 1998. Physiological changes
accompanying the induction of salt tolerance in Eucalyptus microcorys shoots in tissue culture. Journal of Plant Physiology 152: 555 – 563.
Cornic, G., Ghashghaie, J., Genty, B., Briantais, J.M., 1992. Leaf photosynthesis is
resistant to a mild drought stress. Photosynthetica 27 : 295 – 309. Delfine, S., Alvino, A., Villani, M.C., Loreto, F., 1999. Restrictions to carbon dioxide
conductance dan photosynthesis in spinach leaves recovering from salt stress. Plant Physiology 119 (3):1101 - 1106.
Delfine, S., Alvino, A., Zacchini, M., Loreto, F., 1998. Consequences of salt stress on
conductance to CO2 diffusion, rubisco characteristic dan anatomy of spinach leaves. Australian Journal of Plant Physiology 25: 395 – 402.
Flowers, T.J., Troke, P.F., Yeo. A.R., 1977. The mechanism of salt tolerance in
halophytes. Annual Review of Plant Physiology 28: 89 – 121. Garcia, A.B., Engler, J. d. A., Iyer, S., Gerats, T., Montagu, M. V., Caplan, A. B., 1997.
Effects of osmoprotectants upon NaCl stress in rice. Plant Physiology 115: 159 – 169.
Greenway, H., dan Munns, R., 1980. Mechanisms of salt tolerance in non-halophytes.
Annual Review of Plant Physiology 31: 149 – 190. Harjadi , dan Yahya, 1988. Fisiologi Stres Tanaman. Bogor: PAU IPB. Khush, G. S., 1997. Origin, dispersal, cultivation of rice. Plant Molecular Biology 35: 25
– 34. Levitt, J., 1980. Responses of plants to environmental stresses. Academic Press: 365 –
453.
[Panduan Mini Project Fistumb I 2012] Page 14
Liu, C. N., Li, X. Q., Gelvin, S.B., 1992. Multiple copies of virG enhance the transient transformation of celery, carrot and rice tissues by Agrobacterium tumefaciens. Plant Molecular Biology 20: 1071-1087.
Longstreth, D.J., dan Nobel, P.S., 1979. Salinity effects on leaf anatomy. Plant
Physiology 63: 700 – 703. Lu, C. dan Zhang, J., 1998. Effects of water stress on photosynthesis, chlorophyll
fluorescence dan photoinhibition in wheat plants. Australian Journal of Plant Physiology 25: 883 – 892.
Lu, C., Zhang, J., Vonshak, A., 1998. Inhibition of quantum yield of PS II electron
transport in Spirulina platensis by osmotic stress may be explained mainly by an increase in proportion of the QB-non-reducing PS II reaction centres. Australian Journal of Plant Physiology 25: 689 – 694.
Lutts, S., Kinet, J.M., Bouharmont, J., 1996. Effects of various salts dan of mannitol on
ion dan proline accumulation in relation to osmotic adjustment in Rice (Oryza sativa L.) callus cultures. Journal of Plant Physiology 149: 186 – 195.
Munns, R., 1993. Physiological processes limiting plant growth in saline soils: some
dogmas dan hypotheses. Plant Cell dan Environment 16: 15 – 24. Munns, R., dan Termaat, A., 1986. Whole-plant responses to salinity. Australian
Journal of Plant Physiology 13: 143 – 160. Munns, R., Schachtman, D.P., Condon, A.G., 1995. The significance of a two-phase
growth response to salinity in wheat dan barley. Australian Journal of Plant Physiology 22: 561 – 569.
Pardossi, A., Malorgio, F., Oriolo, D., Gucci, R., Serra., G., Tognoni, F., 1998. Water
relations dan osmotic adjustment in Apium graveolens during long-term NaCl stress dan subsequent relief. Physiologia Plantarum 102: 369 – 376.
Robinson, M.F., Very, A., Sanders, D., Mansfield, T.A., 1997. How can stomata
contribute to salt tolerance. Annals of Botany 80: 387 – 393. Sass, J.E. 1951. Botanical Microtechnique. Third edition. Iowa : The Iowa State
College Press. Shabala, S.N., Shabala, S.I., Martynenko, A.I., Babourina, O., Newman. I.A., 1998.
Salinity effect on bioelectric activity, growth, Na+ accumulation dan chlorophyll fluorescence of maize leaves: a comparative survey dan prospects for screening. Australian Journal of Plant Physiology 25: 609 – 616.
[Panduan Mini Project Fistumb I 2012] Page 15
Sugiyono, 2001. Approaches to enhancement of rice stress resistance via gene manipulation and in vitro selection. A thesis submitted to the University of Sheffield for the degree of Doctor of Phylosophy.
Sugiyono, Hardiyati T., Misman R., Santosa, R., Horton P, 2001. A Simple and
Efficient Method for Agrobacterium-mediated Transformation of New Plant Type (NPT) Rice. A paper presented in The Second Indonesian Biotechnology Conference, Yogyakarta 23-26 October 2001.
Sugiyono, Horton P., 1999. New-plant-type (NPT) rice calli growth curve
measurement and the effect of media and cytokinin on their subsequent regeneration. Biologia Plantarum 42 (suppl.): 122 p.
Sugiyono, Horton, P., McCormac, A., Mishra, M.K., Elliott, M.C., 2000.
Agrobacterium-mediated transformation of new plant type rice. An abstract and poster presented in the International Rice Research Conference. IRRI, Manila: p128.
Thomas, J.C., McElwain, E.F., Bohnert, H.J., 1992. Convergent induction of osmotic
stress-response: ABA, cytokinin dan the effects of NaCl. Plant Physiology 100: 416 – 423.
Tran, D.V., 2001. Closing the rice yield gap for food security. In. Peng, S., Hardy, B.,
(Eds) 2001. Rice research for food security and poverty alleviation. Proceeding of the International Rice Research Conference, 31 March – 3 April 2000, Los Banos, Philippines. Los Banos (Philippines): International Rice Research Institute. 692 p.
Yeo, A., 1998. Molecular biology of salt tolerance in the context of whole-Plant
Physiology. Journal of Experimental Botany 49 (323): 915 – 929. Zhang, J., Xu, R. J., Blackley, D., Elliott, M.C., Chen, D. F., 1997. Agrobacterium-
mediated transformation of elite indica and japonica rice cultivars. Molecular Biotechnology 8(3): 223-231.
Zhang, J., Xu, R. J., Elliott, M.C., Chen, D.F., 1996. Agrobacterium-mediated
production of transgenic plants from mature embryos of commercial rice varieties. In: Khush, G.S. (ed.), 1996. Rice Genetics III. IRRI, Manila: 697 – 702.
Zhang, W., Wu, R., 1988. Efficient regeneration of transgenic plants from rice
protoplast and correctly regulated expression of the foreign gene in plants. Theoretical and Applied Genetic 76: 835 – 840.
Zhu, Y., Ouyang, W., Li, Y., Chen, Z., 1996. The effects of 2ip and 2,4-D on rice calli
differentiation. Plant Growth Regulation 19: 19 – 24.