panduan keterampilan klinis - perdoski

108
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS BAGI DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN DI INDONESIA

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)

PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS BAGI DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN DI INDONESIA

Page 2: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tim Penyusun dan Editor Dr. dr. Sandra Widaty, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV Prof. Dr. dr. Hardyanto Soebono, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV dr. Hanny Nilasari, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV Dr. dr. M. Yulianto Listiawan, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV dr. Agnes Sri Siswati, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV dr. Danang Triwahyudi, Sp.KK, FINSDV, FAADV Dr. dr. Cita Rosita, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV Dr. dr. Reti Hindritiani, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV Dr. dr. Satya Wydya Yenny Sp.KK(K), FINSDV, FAADV Dr. dr. Sri Linuwih Menaldi, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

Sekretaris

dr. Irene Darmawan

Kontributor

Kelompok Studi Dermatologi Laser Indonesia Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia Kelompok Studi Tumor dan Bedah Kulit Indonesia

Kelompok Studi Dermatopatologi Indonesia Para Pakar Dermatologi dan Venereologi

Panduan Keterampilan Klinis

Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin

di Indonesia

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) Tahun 2017

Page 3: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski
Page 4: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

ii

Hak Cipta dipegang oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia

(PERDOSKI)

Dilarang mengutip, menyalin, mencetak dan memperbanyak isi buku dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta

ISBN : 978-602-50061-0-4

DISCLAIMER

- Panduan Keterampilan Klinis (PKK) PERDOSKI disusun berdasarkan asupan dari para pakar Dermatologi dan Venereologi serta Kelompok Studi terkait.

- Buku PKK ini dimaksudkan sebagai panduan melakukan tindakan medik dalam dermatologi sehingga tidak berisi informasi lengkap tentang penyakit atau kondisi kesehatan tertentu.

- Hasil apapun dalam penatalaksanaan pasien di luar tanggung jawab tim penyusun PKK.

Page 5: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

iii

Kata Sambutan Ketua Pengurus Pusat PERDOSKI

Buku Panduan Keterampilan Klinis merupakan buku pendamping Panduan Praktik Klinis (PPK)

PERDOSKI. Hal ini dibuat untuk kebutuhan para praktisi yang melakukan kegiatan intervensi

bedah kulit dan kosmetik di lapangan.

Dengan diterbitkannya buku ini diharapkan dapat menjadi acuan seluruh anggota PERDOSKI

di seluruh tingkat fasilitas kesehatan dalam melakukan praktik sesuai dengan sarana dan

prasarana yang ada berdasarkan kewenangan klinisnya.

Penghargaan setingginya disampaikan kepada Ketua dan tim penyusun serta seluruh

kontributor dari kelompok studi sehingga kedua buku ini dapat diterbitkan bersamaan dengan

kegiatan ilmiah KONAS XV PERDOSKI di Semarang.

Agustus 2017

Ketua Umum PP PERDOSKI

Dr. Syarief Hidayat, Sp.KK, FINSDV, FAADV

Page 6: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

iv

Kata Pengantar Saat ini bidang ilmu dermatologi dan venereologi telah mencakup pula topik keterampilan melakukan berbagai tindakan medik yang dikenal sebagai dermatologi intervensi. Beragam tindakan medik dalam dermatologi intervensi telah masuk dalam program pendidikan dokter spesialis kulit dan kelamin serta menjadi kompetensi yang harus dikuasai oleh setiap dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia.

Melihat kebutuhan dan perkembangan jenis tidakan dermatologi intervensi yang saat ini telah dilakukan dalam layanan spesialis kulit dan kelamin, maka dipandang perlu dibuat panduan melakukan tindakan medik yang mengacu pada berbagai panduan yang digunakan di berbagai negara. Panduan ini selanjutnya disebut sebagai Panduan Keterampilan Klinis (PKK) PERDOSKI 2017.

PKK PERDOSKI 2017 dibuat dengan memperhatikan modul tindakan medik yang dikeluarkan oleh Kolegium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Indonesia 2017 serta mengacu pada informasi yang berbasis bukti dengan mencantuman tindakan medik dengan level of evidence (LOE) dan grade of recommendation (GOR) yang disepakati oleh para pakar dibidangnya.

Masih terdapat beberapa topik yang belum tersusun dengan lengkap dan sempurna, namun diharapkan berbagai acuan dalam PKK PERDOSKI 2017 ini dapat menjadi panduan awal dalam melakukan tindakan medik sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing dokter dan sarana maupun prasarana yang tersedia di layang kesehatan yang digunakan.

Panduan ini beserta Panduan Praktik Klinis (PPK) PERDOSKI 2017 dan Standar Kewenangan PERDOSKI merupakan salah satu panduan dalam memberikan layanan kesehatan terbaik bagi pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kebutuhan pasien. Ketersediaan dan legalitas alat maupun bahan medik yang digunakan juga perlu menjadi perhatian. Kebijakan seorang dokter dalam memilih tindakan medik yang tepat bagi pasien merupakan prioritas seorang dokter.

Terimakasih dan rasa bangga disampaikan kepada tim penyusun dan editor serta para kontributor dari Kelompok Studi PERDOSKI yang telah bekerja keras menyelesaikan panduan ini tepat waktu. Saran, koreksi dan asupan sangat diharapkan bagi perbaikan PKK PERDOSKI 2017 ini agar panduan ini menjadi panduan yang sahih dan andal serta tepat untuk digunakan oleh Anggota PERDOSKI di Indonesia.

Tim Penyusun Ketua Dr. dr. Sandra Widaty, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

Page 7: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

v

Daftar Isi

Halaman Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat PERDOSKI ............................................... iii Kata Pengantar Tim Penyusun .................................................................................... iv Daftar Isi ....................................................................................................................... v Panduan Penyusunan Rekomendasi ........................................................................ vi A. Dermatologi Laser A. 1. Laser dan IPL untuk kelainan pigmen ................................................................ 2 A. 2. Laser dan IPL penghilang rambut ....................................................................... 7 A. 3. Laser untuk kelainan tumor jinak kulit ................................................................. 11 A. 4. Laser untuk kelainan vaskular ............................................................................ 15 A. 5. Laser untuk menghilangkan tato ......................................................................... 19 A. 6. Laser untuk resurfacing ....................................................................................... 23 A. 7. Laser untuk skar akne ......................................................................................... 27

B. Tindakan Bedah Dalam Dermatologi

B. 1. Bedah beku ......................................................................................................... 31 B. 2. Bedah eksisi/flap/graft ......................................................................................... 33 B. 3. Bedah kimia (chemical peeling) .......................................................................... 34 B. 4. Bedah kuku .......................................................................................................... 37 B. 5. Bedah kulit untuk vitiligo ...................................................................................... 39 B. 6. Bedah listrik ......................................................................................................... 40 B. 7. Bedah Mohs ...................................................................................................... 43 B. 8. Bedah sedot lemak .............................................................................................. 45 B. 9. Bedah subsisi ...................................................................................................... 47 B.10. Biopsi kulit .......................................................................................................... 49 B.11. Blefaroplasti ........................................................................................................ 57 B.12. Dermabrasi dan mikrodermabrasi...................................................................... 58 B.13. Face lift menggunakan benang .......................................................................... 60 B.14. Face lift: minimum incision face lift .................................................................... 62 B.15. Face lift: non-surgical face lift ............................................................................ 63 B.16. Injeksi bahan pengisi (filler)................................................................................ 65

B.17. Injeksi toksin botulinum ...................................................................................... 67 B.18. Skin needling ...................................................................................................... 70 B.19. Skleroterapi ........................................................................................................ 72 B.20. Transplantasi rambut.......................................................................................... 73 C. Uji Kulit C. 1. Autologous serum skin test (ASST) ................................................................... 75 C. 2. Uji Intradermal .................................................................................................... 78 C. 3. Uji Provokasi Obat ............................................................................................. 81 C. 4. Uji Tempel .......................................................................................................... 89 C. 5. Uji Tusuk ............................................................................................................ 93 Daftar kontributor ......................................................................................................... 96 Himbauan ..................................................................................................................... 98

Page 8: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

vi

Panduan Penyusunan Rekomendasi Rekomendasi yang dicantumkan dalam panduan keterampilan klinis ini menggunakan kriteria level of evidence yang keluarkan oleh Oxford Centre for Evidence-based Medicine tahun 2009 dengan modifikasi. Kriteria level of evidence telah disajikan dalam tabel 1 dan 2. Tabel 1. Kriteria level of evidence untuk terapi Level of Evidence (LOE)

Kriteria

I Systematic review of RCT (randomized controlled trial) Individual RCT with narrow confidence interval

2 Systematic review of cohort studies Individual cohort study “Outcomes” research, ecological studies

3 Systematic review of case-control studies Individual case-control study

4 Case-series (and poor quality cohort and case-control studies) 5 Expert opinion without explicit critical appraisal, or based on physiology, bench

research or “first principles”

Tabel 2. Kriteria level of evidence untuk diagnostik Level of Evidence (LOE)

Kriteria

I Systematic review of level 1 diagnostic studies Validating‟ cohort study with good reference standards Absolute SpPins and SnNouts‟‟

2 Systematic review of level >2 diagnostic studies Exploratory‟‟‟ cohort study with good reference standards‟‟‟‟

3 Systematic review of level 3 and better studies Non consecutive study or without consistently applied reference standards

4 Case control study, poor or non-independent reference standard 5 Expert opinion without explicit critical appraisal, or based on physiology, bench

research or “first principles”

„Validating studies test the quality of a specific diagnostic test, based on prior evidence. „‟An absolute SpPin is a diagnostic finding whose specificity is so high that a positive result rules-in the diagnosis. An absolute SnNout is a diagnostic finding whose sensitivity is so high that a negative result rules-out the diagnosis. „‟‟Exploratory studies collect information and trawls the data (e.g. using a regression analysis) to find which factors are significant „‟‟‟Good referance standards are independent of the test, and applied blindly or objectively to applied to

Page 9: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

vii

Sementara grade of recommendation yang digunakan mengacu pada Oxford Centre for Evidence-based Medicine tahun 2009 dan European Society for Clinical Microbiology and Infectious Disease tahun 2016 yang telah dimodifikasi. Kriteria grade of recommendation dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Kriteria grade of recommendation

Grade of recommendation (GOR)

Oxford Centre for Evidence-based Medicine

European Society for Clinical Microbiology and Infectious Disease

A Consistent level 1 studies Strongly supports a recommendation for use

B Consistent level 2 or 3 studies or extrapolations from level 1 studies

Moderately supports a recommendation for use

C Level 4 studies or exrapolation from level 2 or 3 studies

Marginally supports a recommendation for use

D Level 5 evidence or troublingly inconsistent or inconclusive studies of any level

Supports a recommendation against use

Khusus untuk panduan keterampilan klinis biopsi kulit menggunakan kriteria rekomendasi berdasarkan Strength of Recommendation Taxonomy (SORT) tahun 2004 yang dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Kriteria grade of recommendation biopsi kulit Grade of recommendation (GOR)

Kriteria

A Consistent, good-quality patient oriented evidence B Inconsistent or limited-quality patient-oriented evidence C Consensus, disease-oriented evidence, usual practice, expert

opinion, or case series for studies of diagnosis, treatment, prevention or screening

Keterangan Tambahan 1. Pemberian tanda * pada rekomendasi D,5 menunjukkan bahwa kepustakaan

diambil dari guideline atau panduan baik yang digunakan di Indonesia ataupun internasional.

2. Pemberian tanda ** dibelakang nama terapi menunjukkan bahwa terapi tersebut belum tersedia di Indonesia atau belum disetujui oleh BPOM.

Page 10: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

1

DERMATOLOGI LASER

A.1 Laser dan IPL untuk kelainan pigmen

A.2 Laser dan IPL penghilang rambut

A.3 Laser untuk kelainan tumor jinak kulit

A.4 Laser untuk kelainan vaskular

A.5 Laser untuk menghilangkan tato

A.6 Laser untuk resurfacing

A.7 Laser untuk skar

Page 11: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

2

A.1 Laser dan IPL Untuk Kelainan Pigmen

I. Definisi2-4 Tindakan untuk menghilangkan kelainan pigmentasi dengan deposit di epidermis, epidermis dan dermis, dan dermis di kulit dengan menggunakan laser yang bersifat selektif dan non selektif terhadap pigmen. Pemilihan panjang gelombang laser harus disesuaikan dengan tipe kulit Fitzpatrick pasien.

II. Indikasi3,4,5,21 1. Kelainan pigmentasi epidermal: lentigenes, lentigo simpleks, Cafe-au-lait

Macule‟s (CALMs), efelides, nevus spilus, junctional nevus, keratosis seboroik, labial melanotic macules.

2. Kelainan pigmentasi epidermal-dermal: melasma, Becker‟s nevus, hiperpigmentasi pasca inflamasi, drug-induced hyperpigmentation, dan nevus kongenital.

3. Kelainan pigmentasi dermal: nevi of Ota/Ito, nevus Hori, acquired nevus, blue nevus, congenital dermal melanocytosis, dan argyria.

III. Kontraindikasi3,4,5,21 1. Obat imunosupresif 2. Penurunan struktur adneksa kulit termasuk terapi radiasi, skar luka bakar,

medium and deep chemical peeling yang dalam dengan mengggunakan fenol. 3. Penyakit infeksi termasuk AIDS, herpes simpleks yang aktif. 4. Koebnerizing disease termasuk labile psoriasis, vitiligo, dermatitis yang berat. 5. Kondisi medis termasuk diabetes, masalah hipertensi, penyakit paru dan

kardiovaskular yang signifikan. 6. Riwayat vitiligo dan psoriasis (berhubungan dengan kobnerisasi). 7. Infeksi kulit yang aktif. 8. Dermatitis yang aktif. 9. Riwayat keloid/skar hipertrofik. 10. Setelah menjalani prosedur resurfacing ablative. 11. Setelah peeling medium atau dalam 12. Setelah tindakan pembedahan pada daerah yang akan dilakukan prosedur. 13. Riwayat photoinduced dermatitis (lupus, polymorphous light eruption). 14. Systemic gold therapy 15. Kehamilan

IV. Efek Samping6 Punctuate bleeding, tissue splatter, edema, pruritus, vesiculation, textural changes, terbentuk krusta di kulit, hipo-hiperpigmentasi rekuren, hipo-hiperpigmentasi permanen, skar, lesi rekuren.

Page 12: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

3

V. Persiapan Persiapan Dokter2-5 1. Pemberian keterangan tentang tindakan laser yang diberikan, resiko/komplikasi

dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan penerima informasi.

2. Persiapan berupa cuci tangan, dilanjutkan menggunakan sarung tangan, dan masker.

3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.

4. Tindakan laser dengan menggunakan parameter yang ada pada alat disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien.

5. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan. Persiapan Pasien2-5 1. Sebelum dilaksanakan prosedur dilakukan skin conditioning minimal selama 3

siklus kulit (4,5 bulan) terutama pada tipe kulit Fitzpatrick tipe 4-6. 2. Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik. 3. Dokumentasi foto, lakukan pengambilan foto berwarna pasien, yaitu sebelum

dan sesudah dilakukan tindakan laser (posisi tampak depan, 450 kanan, 450 kiri), lokasi anatomi lainnya menyesuaikan.

4. Daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dengan alkohol swab. 5. Bila diperlukan, pada area tidak luas pasien diberikan anestesi topikal selama

45-60 menit. 6. Penggunaan sedatif dan analgesik bila diperlukan. 7. Setelah anestesi, daerah yang akan dilaser dibersihkan dari krim anestesi

topikal menggunakan kasa. 8. Mata pasien ditutup dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.

Alat7-20 1. Laser yang bekerja terhadap pigmen secara non selektif: carbon dioxide

(10.600 nm) (Ultrapulse®), erbium 29400 nm (ConBio CB®), erbium (1540 nm) (Aramis®), yttrium scandium gallium garnet (YSGG, 2790 nm), fraksional CO2(Active Fx®).

2. Laser yang bekerja secara selektif terhadap pigmen: QS ruby 694 nm (RUBY®), QS alexandrite (755 nm) (Cynosure®), QS Nd: YAG (Medlite®) dan KTP (1064 dan 532 nm) (Laserscupe®).

3. Picosecond Nd: YAG 1064(Pico W®) dan Picosecond Alexandrite 755 (Picosure®).

VI. Prosedur Tindakan3-5

1. Dokter mempersiapkan alat laser dan light dengan menentukan parameter dan sebaiknya dilakukan spot test.

2. Menembakkan sinar laser pada lesi kulit sampai terjadi perubahan klinis (end point). End point berupa perubahan klinis whitish, eritema, bintik perdarahan (pin point bleeding) atau sampai lesi berwarna keabuan (greyish lesion).

3. Setelah end point tercapai lesi yang menjadi area laser dikompres dingin. 4. Area pasca laser dikompres dengan NaCl 0,9% dan dioleskan krim antibiotik

topikal.

Page 13: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

4

5. Bila terjadi perlukaan di epidermis, lakukan perawatan luka tertutup sesuai dengan prosedur.

VII. Level of Evidence

No Diagnosis Alat GOR/LOE

1 Lentigo QS Alexandrite 755 nm C,37

QS Nd: YAG 1064 nm B,18

Er: YAG 2940 nm B,18

2 Café au Lait QS Nd:YAG 1064 nm B,29

QS Alexandrite 755 nm B,210

3 Nevus spilus QS Nd:YAG 1064 nm B,211

4 Post inflammatory Hiperpigmentation

QS Nd: YAG 1064 nm D,312

5 Nevus Becker IPL B,213

Er:YAG 2940 nm B,213

QS Nd:YAG 1064 nm B,213

QS Ruby laser 694 nm B,213

QS Alexandrite laser 755 nm B,213

6 Nevus melanositik PDL+QS ruby laser 694 nm B,214

Carbondioxide+ QS Nd:YAG 1064 nm

B,215

Er: YAG 2940 nm Long pulsed Alexandrite laser 755 nm

B,216

B,217

7 Nevus Ota QS Nd: YAG 1064 nm B,118

QS Alexandrite 755 nm B,118

QS Ruby 694 nm B,118

8 Melasma QS Ruby 694 nm C,419

CO2 + QS Alexandrite 755 nm C,419

QS Alexandrite 755 nm C,419

Er: YAG 2940 nm D,319

9 Freckles QS Nd:YAG 532 nm B,220

Keterangan: Level of evidence (LOE) dan grade of recommendation (GOR) berdasarkan kepustakaan dengan alat laser yang digunakan dalam penelitian tersebut, mohon untuk melihat masing-masing kepustakaan, tidak semua jenis laser yang sama mempunyai efek yang sama. Hasil sangat tergantung pada keterampilan operator, diperlukan latihan yang terus-menerus.

VIII. Pasca Prosedur Tindakan2-4,21 1. Perawatan paska laser tergantung pada ada tidaknya luka serta luas perlukaan

pada lapisan epidermis. 2. Edukasi setelah tindakan laser, pasien dapat menggunakan ice pack atau

kompres dingin, yang ditempelkan pada area yang dilakukan laser tersebut selama 10-15 menit.

3. Antibiotik dan antiinflamasi topikal jika diperlukan. Steroid topikal dapat diberikan sesaat segera tindakan dan diberikan dalam waktu singkat.

4. Pasien sebaiknya mengurangi paparan sinar matahari, dengan menggunakan sunblock SPF 30 atau pelindung yang lain. Pasien sebaiknya mengurangi paparan sinar matahari selama 2 minggu.

5. Pasien sebaiknya mengurangi kegiatan yang menyebabkan peningkatan panas tubuh (24 jam pertama).

Page 14: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

5

6. Jangan menggaruk atau menggores area setelah laser. 7. Hindari penggunaan bahan dan kegiatan yang dapat mengiritasi kulit. (misalnya

scrubing dan kosmetik). 8. Sabun yang bersifat tidak mengiritasi dapat digunakan sehari dua kali. 9. Lakukan penanganan pertama dengan topikal steroid, jika nyeri berkelanjutan

atau terdapat blister segera hubungi dokter. 10. Perawatan ini dapat dipertahankan hingga 2-7 hari.

IX. Kepustakaan 1. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s diseases of the skin clinical dermatology. Edisi

ke-11. Saunder: Elsevier; 2011. 2. Landthaler M, Baumler W, Honenlaeutrer V. Lasers and flashlamps in Dermatology. Dalam:

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. editor. Fitzpatrick dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: Mc.Graw Hill; 2012.h.5371-406.

3. Mariwala K, Hruza G. Laser treatment of pigmented lesions. Dalam: Hruza G, Avram M, Dover J, Alam M. editors. Laser and Lights. Edisi ke-3. China: Elseiver; 2013.h.21-35.

4. Ibrahimi O, Kilmer S. Laser treatment of benign pigmented lesions. Dalam: Goldman M, Fitzpatrick, Ross VE, Kilmer S, Weiss R. Laser and Energy Devices for The Skin. Edisi ke-2. New York: CRC Press; 2013.h.31- 41.

5. Mokos M, Lipozenčić J, Čeović R, Štulhofer D, Kostović K. Laser Therapy of Pigmented Lesions: Pro and Contra. Acta Dermatovenerol Croat. 2010;18(3):185-189.

6. AlNomair N, Nazarian M, Marmur E. Complications in Lasers, Lights, and Radiofrequency Devices. Facial Plast Surg. 2012;28:340-6.

7. Pretel M, Irarrazaval I, Aguado L. Partial unilateral lentiginosis with alexandrite Q-switched laser: Case report and review of the literature. Journal of Cosmetics and Laser Therapy. 2013;15:207-9.

8. Jun J, Kim S, Choi W. A Split face, evaluator-blind randomized study on the early effectsof Q- switched Nd: YAG laser versus Er: YAG micropeel in light solar lentigines in Asians. Journal of Cosmetics and Laser therapy. 2014;16:83-9.

9. Kim H, Min J, Soo M, Joon S. A low-fluence 1064 nm Q-Switchedneodymium-doped ytrrium aluminium garnet laser for the treatment of café-au lait macules. J Am Acad Dermatol. 2015; 73;477-83.

10. Wang Y, Hui Q, Zhong L. Treatment of café au lait macules in chinese patients with a Q-Switched 755-nm alexandrite laser. Journal of Dermatological treatment. 2012:23:431-36.

11. Karth, Gupta L.Treatmentt of nevus spilus with Q-switched Nd: YAG laser. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2013;79:243-51.

12. Kim S, Hun CK.Treatment of procedure-related post inflammatory hyperpigmentation using 1064 Qs Nd: YAG laser with low fluence in Asian patient: report of five cases. JCD 2010: (9):4:302-6.

13. Momen S,Mallipeddi R, Niami F. The use of lasers in Becker’s naevus: An evidence based review.Journal of cosmethic and laser therapy. 2016;18(4):188-92.

14. Funayama E,Sasaki S, Furukawa H, Hayashi T. Effectiveness of combined pulsed dye and Q-switched ruby laser treatment for large to giant congenitalmelanocytic naevi. BJD. 2012: 167:1085-91.

15. Hadithy N,Nakib K, Quaba A. Outcomes of 52 patients with congenital melanocytic naevi treated with ultrapulse carbondioxide and frequency double Q-switched Nd-YAg laser. Journal of plastic, reconstructive & aesthetic surgery. 2012:65:1019-28.

16. Bray F,Shah V, Nouri K. Laser treatment of congenital melanocytic naevi: a review of the literature. Laser Med Sci. 2015;10:1-4.

17. Lee SU, Choi Y, Hong KT, Lee R. Treatment of Acquired and small congenital melanocytic nevi with combined Er: YAG laser and long pulsed alexandrite laser in Asian skin. Dermatol surg. 2015:41:473-80.

18. Yu P, Yu . Dian W, Yang X, Feng Q. Comparison of clinical efficacy and complications between Q-switched alexandrite laser and Q-switched Nd: yAG laser on nevus of Ota: a systematic review and meta-analysis. Lasers Med Sci. 2016:31:581-91.

19. Shankar K, Godse K, Aurangabadha S, Lahir K, Mysone V. Evidence- based treatment for melisma : expert opinion & a review. Dermatol Thar (Heideln). 2014;4:165-86.

Page 15: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

6

20. Tehranchimin z, Rahimi M, Moradloo M. Comparison between peeling with focal trichloroacetic

acid and quasi continuous frequency double Nd:YAG 532 nm laser in the treatment of freckles. Iranian Journal Of Dermatology. 2010;13(3):81-6.

21. Railan D, Kilmer S. Treatment of Benign Pigmented Cutaneous Lasions. Dalam: Goldman MP,editor. Cutaneous and Cosmetic Laser Surgery. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006.h.93-108.

Page 16: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

7

A.2 Laser dan IPL Penghilang Rambut

I. Definisi1-3 Hair removal menggunakan laser adalah salah satu pilihan tindakan untuk menghilangkan rambut yang diakibatkan oleh suatu penyakit atau rambut yang tidak dikehendaki (unwanted hair). Pemilihan panjang gelombang laser harus disesuaikan dengan tipe kulit Fitzpatrick pasien.

II. Indikasi1-3 1. Hirsutisme, 2. Hipertrichosis, atau estetika (unwanted hair)

III. Kontraindikasi3-5 Kontraindikasi Kontraindikasi laser non ablatif (selektif fototermolisis): 1. Riwayat skar keloid 2. Riwayat vitiligo dan psoriasis (berhubungan dengan kobnerisasi) 3. Vaskulitis 4. Infeksi kulit yang aktif 5. Tanning (pasca pajanan matahari langsung) 6. Kehamilan.

IV. Efek samping1,5 1. Intense pruritus dan urtikaria 2. Intense swelling dan edema 3. Folikulitis 4. Acne flare 5. Gangguan pigmen 6. Rasa terbakar 7 .Krusta, blister, scarring 8. Post inflammatory hyperpigmentation or hypopigmentation 9. Herpes simplex outbreaks 10. Paradoxical Hypertrichosis 11. Temporary or permanent leukotrichia. 12. Livedo retikularis

V. Persiapan

Persiapan Dokter1-4 1. Pemberian keterangan tentang tindakan laser dan light, resiko/komplikasi

tindakan, yang diberikan dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan penerima informasi..

2. Persiapan berupa cuci tangan, dilanjutkan menggunakan sarung tangan, dan masker.

3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan

Page 17: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

8

kacamata khusus pelindung sinar laser. 4. Tindakan laser dengan menggunakan parameter yang ada pada alat

disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien. 5. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan.

Persiapan Pasien1-4 1. Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik. 2. Dokumentasi foto. Untuk wajah, lakukan pengambilan foto berwarna pasien,

yaitu sebelum dan sesudah dilakukan tindakan laser (posisi tampak depan, 450 kanan, 450 kiri), lokasi anatomi lainnya menyesuaikan.

3. Mencukur dilakukan oleh perawat sesaat sebelum prosedur. 4. Daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dengan alkohol swab. 5. Bila diperlukan, pada area tidak luas pasien diberikan anestesi topikal selama

45-60 menit. 6. Setelah anestesi, daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dari krim

anestesi topikal menggunakan kasa. 7. Mata pasien ditutup dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.

Alat6-8 1. Long pulsed Ruby 694 nm (RUBY®) 2. Long pulsed Alexandritte 755 nm (CYNOSURE®) 3. Pulsed Diode 800 nm (Lumenis®) 4. Long pulsed Nd: YAG 1064 nm (Candela®) 5. Intense Pulsed light (IPL) (PALOMAR®) 6. IPL dikombinasikan dengan radiofrequency ( E-Light IPL RF®) 7. QS Nd: YAG 1064 nm (temporary hair removal) (Candela®)

VI. Level of Evidence No Alat GOR/LOE

1. Long pulsed Ruby 694 nm B,26

2. Long pulsed Alexandritte 755 nm B,26

3. Pulsed Diode 800 nm B,26

4. 5.

Long Pulsed Nd:YAG 1064 nm QS Nd: YAG 1064 nm

B,26

B,26

6. Intense Pulsed light (IPL) B,17

7. IPL dikombinasikan dengan radiofrequency B,28

Keterangan: Level of evidence (LOE) dan grade of recommendation (GOR) berdasarkan

kepustakaan dengan alat laser yang digunakan dalam penelitian tersebut, mohon untuk melihat masing-masing kepustakaan, tidak semua jenis laser yang sama mempunyai efek

yang sama terus-menerus.

VII. Prosedur Tindakan1-4

1. Beritahu pasien bahwa tindakan laser atau light untuk hair removal akan segera dimulai.

2. Dokter mempersiapkan alat laser atau light dengan menentukan parameter. 3. Hand piece dipasang dan dipilih sesuai panjang gelombang dan spot size

parameter yang akan digunakan. Handpiece digerakkan pada area tindakan, bersamaan dengan kaki menekan (foot switch) atau jari tangan menekan (hand

Page 18: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

9

switch). 4. Menembakkan sinar LASER pada lesi kulit sampai terjadi perubahan klinis (end

point). End point berupa perifollicular erythema dan reaksi edema tanpa adanya tanda-tanda perlukaan epidermis akut.

5. Setelah end point tercapai lesi yang menjadi area laser dikompres dingin. 6. Efek samping foto paska tindakan. 7. Area paska laser dibersihkan dengan NaCl 0,9% dan dioleskan salep antibiotik

topikal.

VIII. Pasca Prosedur Tindakan1-4

1. Edukasi setelah tindakan laser dan light, pasien dapat menggunakan ice pack atau kompres dingin, yang ditempelkan pada area yang dilakukan laser tersebut selama 10-15 menit.

2. Steroid topikal dapat diberikan sesaat segera tindakan dan diberikan dalam waktu singkat.

3. Tidak menggunakan pakaian ketat. 4. Pasien wajib cuci dua kali sehari dengan sabun yang tidak iritatif dan

selanjutntya pengolesan antibiotik topikal dua kali/hari pada area paska tindakan.

5. Pasien sebaiknya mengurangi paparan sinar matahari selama 2 minggu. 6. Pasien sebaiknya mengurangi kegiatan yang menyebabkan peningkatan panas

tubuh (24 jam pertama). 7. Jangan menggaruk atau menggores area setelah laser. 8. Hindari penggunaan bahan dan kegiatan yang dapat mengiritasi kulit (misalnya

scrubing, pemakaian deodoran dan kosmetik). 9. Lakukan penanganan pertama dengan topikal steroid, jika nyeri berkelanjutan

atau terdapat blister segera hubungi dokter. 10. Pastikan pasien tidak mencabut rambut, waxing, threading, serta menjalani

elektrolisis sebelum tindakan. Mencukur pendek serta menggunakan krim perontok rambut masih diperbolehkan.

11. Perawatan ini dapat dipertahankan hingga 2-7 hari. 12. Waktu pengulangan tindakan dilakukan dengan interval 6-8 minggu

disesuaikan dengan siklus perumbuhan rambut yang berbeda-beda sesuai lokasi anatomi tubuh.

Page 19: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

10

IX. Kepustakaan 1. Ibrahim O, Kilmer A. Hair removal. Dalam: Goldman M, Fitzpatrick, Ross VE, Kilmer S, Weiss

R. editor. Laser and energy devices for the skin. Edisi ke-2. New York: CRC Press; 2013.h.94-104.

2. Landthaler M, Baumler W, Honenlaeutrer V. Lasers and flashlamps in Dermatology. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. editor. Fitzpatrick dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: Mc.Graw Hil; 2012.h.5371-406.

3. Dierickx CC. Hair Removal by Laser other Light Sources. Dalam: Goldman MP. editor. Cutaneous and Cosmetic Laser Surgery. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006.h.135-153.

4. Goldberg DJ.Current Trends in Intense Pulsed Light. Clinical Aesthetic J. 2012;6(6):45– 53. 5. AlNomair N, Nazarian M, Marmur E. Complications in Lasers, Lights, and Radiofrequency

Devices. Facial Plast Surg. 2012;28:340-6. 6. Haedersal M, Wulf HC. Evidence-based review of hair removal using lasers and light sources.

JEADV. 2006;9-20. 7. Petersen T, Bjerring P, Dierickx C, Nash JF. A Systematic review of light-based home use

devices for hair removal and consideration of human safety. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2012; 26(5):545-53.

8. Garden J, Zelickson B, Gold M, Friedman D, Kutscher T. Home hair removal in all skin types with a combined radiofrequency andoptical energy source device. Dermatol Surg. 2014;40: 142-51.

Page 20: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

11

A.3 Laser Untuk Kelainan Tumor Jinak Kulit

I. Definisi1,2 Penatalaksanaan tumor jinak kulit dengan menggunakan laser CO2 dan laser ablatif lainnya.

II. Indikasi1-10 1. Keratosis seboroik 2. Veruka vulgaris 3. Skin tags 4. Hiperplasia glandula sebaseus 5. Kutil (warts) 6. Xanthelasma 7. Syringoma 8. Keratosis aktinik difus

III. Efek Samping4 1. Eritema

2. Skar hipertrofik

3. Reaktivasi virus herpes simpleks

4. Infeksi bakteri

5. Infeksi jamur

6. Hiperpigmentasi pasca inflamasi

7. Hipopigmentasi

IV. Kontraindikasi1,11,12 1. Kemungkinan penyembuhan luka yang tidak normal dikarenakan konsumsi

isotretinoin 1-2 tahun, keloid/skar hipertrofik, skleroderma/kelainan kolagen vaskular, obat imunosupresif.

2. Penurunan struktur adneksa kulit termasuk terapi radiasi, skar luka bakar, peeling yang dalam dengan mengggunakan fenol.

3. Penyakit infeksi termasuk HIV/AIDS, hepatitis C, herpes simpleks yang aktif, riwayat infeksi yang rekuren/anergi.

4. Koebnerizing disease termasuk labile psoriasis, vitiligo, dermatitis yang berat 5. Kondisi medis termasuk diabetes, masalah hipertensi, penyakit paru dan

kardiovaskular yang signifikan.

V. Persiapan

Persiapan Dokter1,11,12 1. Pemberian keterangan tentang tindakan laser, risiko/komplikasi yang diberikan

dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan penerima informasi.

2. Persiapan berupa cuci tangan dilanjutkan menggunakan sarung tangan, dan masker.

Page 21: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

12

3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.

4. Tindakan laser dengan menggunakan parameter yang ada pada alat disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien.

5. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan. Persiapan Pasien1,11,12

1. Sebelum dilaksanakan prosedur dilakukan skin conditioning minimal selama 3 siklus kulit (4,5 bulan) terutama pada tipe kulit Fitzpatrick tipe 4-6.

2. Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik. 3. Dokumentasi foto, lakukan pengambilan foto berwarna pasien, yaitu sebelum

dan sesudah dilakukan tindakan laser (posisi tampak depan, 450 kanan, 450 kiri), lokasi anatomi lainnya menyesuaikan.

4. Daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dengan alkohol swab. 5. Bila diperlukan, pada area tidak luas pasien diberikan anestesi topikal selama

45-60 menit. 6. Penggunaan sedatif dan analgesik bila diperlukan. 7. Setelah anestesi, daerah yang akan dilaser dibersihkan dari krim anestesi

topikal menggunakan kasa. 8. Mata pasien ditutup dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.

Alat1-12 1. Carbodioxide (CO2) 10.600 nm (Ultrapulse®,Fraxel®)

2. Carbodioxide (CO2) 10.600 nm fraksional (Mosaic e CO2®)

3. PDL 585-595 nm (V-beam®)

4. Long pulsed Nd: YAG 1064 nm (Versapulse®)

5. Er: YAG 2940 nm (Sciton®)

VI. Prosedur Tindakan1,11,12

1. Dokter mempersiapkan alat laser dan light dengan menentukan parameter dan sebaiknya dilakukan spot test.

2. Menembakkan sinar laser pada lesi kulit sampai terjadi perubahan klinis (end point) berupa karbonisasi.

3. Lesi dikompres dengan kasa dan NaCl 0,9% dan dioleskan selama 10-20 menit.

4. Lesi diberi antibiotik topikal.

5. Bila terjadi perlukaan di epidermis, lakukan perawatan luka tertutup sesuai dengan prosedur.

Page 22: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

13

VII. Level of Evidence

No Diagnosis Alat GOR/LOE

1 Seboroik keratosis CO2 10.600 nm B,2 5

Er: YAG 2940 nm B,26

2 Cutaneus Warts CO2 C,27

Long pulsed Nd: YAG 1064 nm PDL 585-595 nm Er: YAG 2940 nm

C,27

C,27

C,27

3 Actinic keratosis CO2 10.600 nm B,28

4 Syringoma CO2 10.600 nm B,29

5 Xanthelasma Er:YAG 2940 nm B,210

Keterangan: Level of evidence (LOE) dan grade of recommendation (GOR) berdasarkan kepustakaan dengan alat LASER yang digunakan dalam penelitian tersebut, mohon untuk melihat masing-masing kepustakaan, tidak semua jenis LASER yang sama mempunyai efek yang sama. Hasil sangat tergantung pada keterampilan operator, diperlukan latihan yang terus menerus.

VIII. Pasca Prosedur Tindakan1,11,12

1. Perawatan paska laser tergantung pada ada tidaknya luka serta luas perlukaan pada lapisan epidermis.

2. Edukasi setelah tindakan laser, pasien dapat menggunakan ice pack atau kompres dingin, yang ditempelkan pada area yang dilakukan laser tersebut selama 10-15 menit.

3. Antibiotik dan antiinflamasi topikal jika diperlukan. Steroid topikal dapat diberikan sesaat segera tindakan dan diberikan dalam waktu singkat.

4. Pasien sebaiknya mengurangi paparan sinar matahari, dengan menggunakan sun block SPF 30 atau pelindung yang lain. Pasien sebaiknya mengurangi paparan sinar matahari selama 2 minggu.

5. Pasien sebaiknya mengurangi kegiatan yang menyebabkan peningkatan panas tubuh (24 jam pertama).

6. Jangan menggaruk atau menggores area setelah laser. 7. Hindari penggunaan bahan dan kegiatan yang dapat mengiritasi kulit (misalnya

scrubing dan kosmetik). 8. Sabun yang bersifat tidak mengiritasi dapat digunakan sehari dua kali. 9. Lakukan penanganan pertama dengan topikal steroid, jika nyeri berkelanjutan

atau terdapat blister segera hubungi dokter. 10. Perawatan ini dapat dipertahankan hingga 7-10 hari

Page 23: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

14

IX. Kepustakaan 1. Landthaler M, Baumler W, Honenlaeutrer V. Lasers and flashlamps in Dermatology. Dalam:

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. editor. Fitzpatrick dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: Mc. Graw Hill; 2012.h.5371-406..

2. Glaser DA, Semchyshyn NL, Carnio PJ. Carbon dioxide laser resurfacing, Fractional resurfacing and YSGG resurfacing. Dalam: Carniol PJ, Saddick NS. Clinical procedures in Laser Skin Rejuvenation. Edisi ke-1. Chennai: Replika Press; 2007.h.30-56.

3. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s diseases of the skin clinical dermatology. Edisi ke-11. Saunder: Elsevier; 2011.

4. AlNomair N, Nazarian M, Marmur E. Complications in Lasers, Lights, and Radiofrequency Devices. Facial Plast Surg 2012;28:340-6.

5. Ali BMM, El-Tatawy RA, Ismael MA. Electrocautery versus ablative Co2 laser in the treatment of seborrheic keratoses: a clinical and histopathological study. J Egypt W Derm. 2014;136-141.

6. Aral BB, Gurel MS. Effectiveness of erbium:YAG laser and cryosurgery in seborrheic keratoses: Randomized, prospective intraindividual comparison study. J Derm T. 2015:26;45-54.

7. Sterling JC, Gibbs S, Husain SSH, Mustapa MFM, Hanfield-jones SE. British association of dermatologist’ guidelines for the management of cutaneous warts 2014. BJD. 2014; 696-712.

8. Zane C, Facchinetti E, Rossi MT, Specchia C, Ortel B, Pinton CP. Cryotherapy is preferable to ablative CO2 laser for the treatment of isolated actinic keratoses of the face and scalp: a randomized clinical trial. British Journal of Dermatology. 2014;170:1114–21.

9. Cho BS, Kim JH, Noh S, Lee SJ, Kim, Lee JH. Treatment of Syringoma Using an Ablative 10,600-nm Carbon Dioxide Fractional Laser: A Prospective Analysis of 35 Patients. Dermatol Surg. 2011;37:433–38.

10. Abdelkaber M, Alashry SE. Argon laser versus erbium:YAG laser in the treatment of xanthelasma palpebrarum. Saudi Journal of Ophtalmology 2015;29:116-20.

11. David, Jeremy M. Complication and legal consideration of laser and light treatments. Dalam: Hruza G, Avram M, Dover J, Alam M. Laser and lights. Edisi ke-3. China: Elseiver; 2013.h.10-20.

12. Ross EV, Winstley. Laser treatment of vascular lesions. Dalam: Goldman M, Fitzpatrick, Ross VE, Kilmer S, Weiss R. editors. Laser and energy devices for the skin. Edisi ke-2. New York. CRC Press; 2013.h.162.

Page 24: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

15

A.4 Laser Untuk Kelainan Vaskular

I. Definisi1,3,4 Laser dan Light vaskular adalah laser dan light yang digunakan untuk penanganan lesi vaskular dengan target chromopore utama oxyhemoglobin.

II. Indikasi2-4 1. Malformasi kapiler (Port wine stain) 2. Hemangioma 3. Cherry angioma 4. Telangiektasia 5. Venous lake 6. Anomali vaskuler lain 7. Granuloma Piogenikum 8. Venous malformation small and descrete 9. Rosasea 10. Cherry angioma 11. Poikiloderma of civatte 12. Leg vein 13. Angiokeratoma 14. Striae rubra 15. Ekimosis

III. Kontraindikasi3,4,17 Kontraindikasi absolut: 1. Infeksi di area target 2. Fotosensitivitas 3. Kehamilan

Kontraindikasi relatif: 1. Vitiligo aktif 2. Dalam masa terapi isotretinoin 3. Pasien tidak kooperatif atau memiliki harapan tidak realistis 4. Keloid/skar hipertrofik, skleroderma/kelainan kolagen vaskular, obat-obatan

imunosupresif 5. Penurunan struktur adneksa kulit termasuk terapi radiasi, skar luka bakar,

peeling yang dalam dengan mengggunakan fenol 6. Penyakit infeksi termasuk HIV/AIDS, hepatitis C, herpes simpleks yang aktif,

riwayat infeksi yang rekuren/anergi 7. Koebnerizing disease termasuk labile psoriasis, vitiligo, dermattis yang berat.

Kondisi medis termasuk diabetes, masalah hipertensi, penyakit paru dan kardiovaskular yang signifikan.

Page 25: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

16

IV. Efek Samping6,17 Terbentuk krusta di kulit diatas pembuluh darah yang dilakukan laser, perubahan pigmen sementara, fibrosis ringan, depresi pada kulit, hipopigmentasi. Purpura transien, eritema, edema, terbentuk vesikel, trombosis superfisial, atrofik skar, transient hyperpigmentation dan dyspigmentation.

V. Persiapan Persiapan Dokter3,4,17

1. Pemberian keterangan tentang tindakan laser dan light yang diberikan, resiko/komplikasi dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan penerima informasi.

2. Persiapan berupa cuci tangan, dilanjutkan menggunakan sarung tangan, dan masker.

3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.

4. Tindakan laser dan light dengan menggunakan parameter yang ada pada alat disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien.

5. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan.

Persiapan Pasien3,4,17

1. Sebelum dilaksanakan prosedur dilakukan skin conditioning minimal selama 3 siklus kulit terutama pada tipe Fitzpatrick skin type 4-6.

2. Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik. 3. Dokumentasi foto, lakukan pengambilan foto berwarna pasien, yaitu sebelum

dan sesudah dilakukan tindakan laser (posisi tampak depan, 450 kanan, 450 kiri), lokasi anatomi lainnya menyesuaikan.

4. Daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dengan alkohol swab. 5. Bila diperlukan, pada area tidak luas pasien diberikan anestesi topikal selama

45-60 menit. 6. Anestesi topikal diberikan bila diperlukan misalnya pada kasus PWS. 7. Anestesi berupa cooling device bila diperlukan. 8. Penggunaan sedatif dan analgesik bila diperlukan. 9. Setelah anestesi, daerah yang akan dilaser dibersihkan dari krim anestesi

topikal menggunakan kasa. 10. Mata pasien ditutup dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.

Alat7-16

1. Frequency-Doubled Nd: YAG (Potassium-Tytanyl-Phosphate (KTP) 532 nm dan 1064 nm (Cynergy®)

2. Pulsed dye laser (PDL) 585-595 nm (V-beam®) 3. Long Pulsed Neodymium: Yttrium-Aluminium-Garnet(Nd: YAG) 1064 nm

(Versapulse®) 4. Intense Pulsed Laser (IPL) (Vasculight®) 5. Carbondioxide (CO2) 10.600 nm (Reliant®) 6. Er: YAG 29.400 nm (Sciton®) 7. Long pulsed Diode 980 nm (Medilas®) 8. Long pulsed Alexandrite 755 nm (Sandela®)

Page 26: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

17

IV. Prosedur Tindakan3,4,17

1. Dokter mempersiapkan alat laser dan light dengan menentukan parameter dan sebaiknya dilakukan spot test.

2. Menembakkan sinar laser pada lesi kulit sampai terjadi perubahan klinis (end point) berupa eritema, pupura atau blanching (lesi memucat).

3. Lesi dikompres dengan kasa dan NaCl 0,9% dan dioleskan selama 10-20 menit.

4. Lesi diberi antibiotik topikal.

5. Bila terjadi perlukaan di epidermis, lakukan perawatan luka tertutup sesuai dengan prosedur.

V. Level of Evidence No Kelainan Vaskular Alat GOR/LOE

1 Malformasi Kapiler (PWS)

PDL 585-595 nm A,17

Long pulsed Nd: YAG 1064 nm B,17

IPL B,17

Long pulsed KTP 532 nm B,27

2 Hemangioma PDL 585-595 nm B,18

Fraksional CO2 D,39

3 Cherry Angioma PDL 585-595 nm B,110

4 Telangiektasia PDL 585-595 nm C,211

Long pulsed Alexandrite 755 nm D,412

Long pulsed Nd: YAG 1064 nm D,412

5 Venous Lake Long pulsed Diode 980 nm D,313

6 Anomali vaskular lain (malformasi vena)

Long pulsed Nd: YAG 1064 nm

D,414

7 Granuloma

Piogenikum CO2 10.600 nm Er: YAG 29.400 nm

C,215

D,316

Keterangan: Level of evidence (LOE) dan grade of recommendation (GOR) berdasarkan kepustakaan dengan alat laser dan light yang digunakan dalam penelitian tersebut, mohon untuk melihat masing-masing kepustakaan, tidak semua jenis laser dan light yang sama mempunyai efek yang sama. Hasil juga sangat tergantung pada keterampilan operator, diperlukan latihan yang terus-menerus.

VI. Pasca Prosedur Tindakan3,4,5,17

1. Perawatan paska laser tergantung pada ada tidaknya luka serta luas perlukaan pada lapisan epidermis.

2. Edukasi setelah tindakan laser, pasien dapat menggunakan ice pack atau kompres dingin, yang ditempelkan pada area yang dilakukan laser dan light tersebut selama 10-15 menit.

3. Antibiotik dan antiinflamasi topikal jika diperlukan. Steroid topikal dapat diberikan sesaat segera tindakan dan diberikan dalam waktu singkat.

4. Pasien sebaiknya mengurangi paparan sinar matahari, dengan menggunakan sun block SPF 30 atau pelindung yang lain. Pasien sebaiknya mengurangi paparan sinar matahari selama 2 minggu.

5. Pasien sebaiknya mengurangi kegiatan yang menyebabkan peningkatan panas tubuh (24 jam pertama).

6. Jangan menggaruk atau menggores area setelah laser.

Page 27: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

18

7. Hindari penggunaan bahan dan kegiatan yang dapat mengiritasi kulit (misalnya scrubing dan kosmetik).

8. Sabun yang bersifat tidak mengiritasi dapat digunakan sehari dua kali. 9. Lakukan penanganan pertama dengan topikal steroid, jika nyeri berkelanjutan

atau terdapat blister segera hubungi dokter. 10. Bila perlu menggunakan analgesik. 11. Penggunaan steroid topikal jika diperlukan pada leg vein dengan long pulsed

Nd: YAG. 12. Penggunaan cooling device setelah prosedur. 13. Perawatan ini dapat dipertahankan hingga 7-10 hari.

VII. Kepustakaan 1. Goldman MP. Laser treatment of cutaneous vascular lesions. Dalam: Goldman MP. editors.

Cutaneous and Cosmetic Laser Surgery. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006.h.31-92. 2. Landthaler M, Baumler W, Honenlaeutrer V. Lasers and flashlamps in Dermatology. Dalam:

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. editor. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc. Graw Hill; 2012.h.5371-406.

3. Rubin KI, Kelly M. Laser treatment of vascular lesions. Dalam: Hruza G, Avram M, Dover J, Alam M. Laser and lights. Edisi ke-3. China: Elseiver; 2013.h.10- 20.

4. Ross EV, Krakowski AC. Laser treatment of vascular lesions. Dalam: Goldman M, Fitzpatrick, Ross VE, Kilmer S, Weiss R. editor. Laser and energy devices for the skin. Edisi ke-2. New York: CRC Press; 2013.h.31- 41.

5. Hochman M, Carniol PJ. Management of vascular lesion. Dalam: Carniol PJ, Sadick NS. Editors. Clinical prosedures in laser skin rejuvenation. Chennai: Replika Press; 2007.h.125- 45.

6. AlNomair N, Nazarian M, Marmur E. Complications in Lasers, Lights, and Radiofrequency Devices. Facial Plast Surg. 2012;28:340-6.

7. Faurschou A, Olesen AB, Leonardi B, Haeder. Laser of light sources for treating port wine stains (Review). Cohcrane Database Systematic Review. 2011.

8. Bee L, Batta K, Brien C. Interventions for infantile hemangiomas (strawberry birthmarks) of the skin (review). Evid-Based Child Health: Cochrane review journal. 2011(7):2:578-626.

9. Brightman, Braurer. Ablatif fractional resurfacing for involuted hemangioma residuum. Arch Dermatol. 2012:148(11):1294-98.

10. Collyer J, Boone SL, White L. Comparison of treatment of cherry angiomata with pulsed- dye laser, potassium titanyl phosphate laser and electrodesiccation. Arch Dermatol 2010; 146(1): 33-7.

11. Tanghetti EA. Split-face randomized treatment of facial telangiectasia comparing pulsed dye laser and an intense pulsed light handpiece. Laser Surg Med. 2012;44:97-102.

12. Lauren M, Craig B, Tina S. Vascular skin lesions in children: A review of laser surgical and medical treatments. Dermatol surg. 2013:1-10.

13. Kovaceusk, Tomov, Voynov. Nonsurgical treatment of lip venous lake using a 980 nm Diode laser: Report of series of 10 cases. IJSR. 2015(4):2:140-5.

14. Moser CM, Hamsah C. Succesful treatment of cutaneous venous malformations in a patient with blue rubber bleb nevus syndrome by: Nd: YAG laser. Br J Dermatol. 2012;166:1143-5.

15. Zonungsangan. Pyogenic granuloma treated with continuous wave CO2 laser followed by ultrapulsed CO2 laser ablation. Our Dermatol Online. 2014;6(2):160-2.

16. Feurazad, Khoei, Hanieh. Pyogenic granuloma: Surgical treatment with Er: YAG laser. J laser Med Sci. 2014: 5(4): 199-205.Tanghetti EA. Split-face randomized treatment of facial telangiectasia comparing pulsed dye laser and an intense pulsed light handpiece. Laser Surg Med. 2012;44:97-102.

Page 28: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

19

A.5 Laser Untuk Menghilangkan Tato

I. Definisi1,2 Tindakan untuk menghilangkan tato dengan menggunakan laser. Tato merupakan suatu kondisi masuknya pigmen eksogen ke dalam lapisan dermis yang dihasilkan dengan kesengajaan atau karena tindakan yang tidak sengaja, dan trauma.

II. Indikasi3-5 1. Tato amatir 2. Tato kosmetik 3. Tato traumatik 4. Tato medis di kulit

III. Kontraindikasi3-5 Kontraindikasi laser non ablatif: 1. Riwayat skar keloid diwajah 2. Riwayat vitiligo dan psoriasis (berhubungan dengan kobnerisasi) 3. Peradangan kulit pada lokasi tato 4. Kehamilan.

IV. Efek Samping6 1. Vesiculation textural changes, scarring, skar hipertrofik, dan keloid. 2. Hipopigmentasi, hiperpigmentasi, dan depigmentasi. 3. Reaksi alergi lokal dan sistemik. 4. Paradoxical tattoo ink darkening of red, flesh, brown and white tattoos (karena

terbentuk insoluble black pigmen akibat oksidasi ferric oxide menjadi ferrous oxide).

V. Persiapan

Persiapan Dokter1,2,12-14 1. Pemberian keterangan tentang tindakan laser yang diberikan, risiko/komplikasi

dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan penerima informasi.

2. Persiapan berupa cuci tangan, dilanjutkan menggunakan sarung tangan, dan masker.

3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.

4. Tindakan laser dengan menggunakan parameter yang ada pada alat disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien.

5. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan.

Page 29: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

20

Persiapan Pasien1,2,12-14 1. Sebelum dilaksanakan prosedur dilakukan skin conditioning minimal selama 3

siklus kulit terutama pada tipe Fitzpatrick skin type 4-6. 2. Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik. 3. Dokumentasi foto, lakukan pengambilan foto berwarna pasien, yaitu sebelum

dan sesudah dilakukan tindakan laser (posisi tampak depan, 450 kanan, 450 kiri), lokasi anatomi lainnya menyesuaikan.

4. Daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dengan alkohol swab. 5. Bila diperlukan, pada area tidak luas pasien diberikan anestesi topikal selama

45-60 menit. 6. Penggunaan sedatif dan analgesik bila diperlukan. 7. Setelah anestesi, daerah yang akan dilaser dibersihkan dari krim anestesi

topikal menggunakan kasa. 8. Mata pasien ditutup dengan kacamata khusus pelindung sinar laser. 9. Hati-hati pada penggunaan laser dengan panjang gelombang 532 nm pada tipe

kulit gelap Karena dapat menyebabkan hipo- dan hiperpigmentasi, serta pada tato warna merah dapat menyebabkan reaksi alergi dan reaksi granulomatosa.

Alat7-11

1. QS Ruby 694 nm(RUBY®) 2. QS Nd: YAG 1064 nm (Medlite®) 3. Frequency double QS Nd: YAG 532 nm (Versapulse®) 4. Picosecond Alexandrite 755 nm(Picosure®) 5. Picosecond Nd:YAG 1064 nm(PicoW®) 6. Frequency double Nd: YAG 1064 nm (Versapulse®)

VI. Prosedur Tindakan1,3-5

1. Dokter mempersiapkan alat laser dengan menentukan parameter dan sebaiknya dilakukan spot test.

2. Menembakkan sinar laser pada lesi kulit sampai terjadi perubahan klinis (end point). End point berupa perubahan klinis whitish, snapping sound, bintik perdarahan (pin point bleeding).

3. Setelah end point tercapai lesi yang menjadi area laser dikompres dingin. 4. Area pasca laser dikompres dengan NaCl 0,9% dan dioleskan krim antibiotik

topikal. 5. Bila terjadi perlukaan di epidermis, lakukan perawatan luka tertutup sesuai

dengan prosedur.

Page 30: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

21

VII. Level of Evidence

No Alat GOR/LOE

1 QS Ruby 694 nm C,27

2 QS Nd: YAG 1064 nm C,28

3 Frequency double QS Nd: YAG 532 nm C,29

4 Picosecond Alexandrite 755 nm B,110

5 6

Picosecond Nd: YAG 1064 nm Frequency double QS Nd: YAG 532nm

C,211 C,211

Keterangan: Level of evidence (LOE) dan grade of recommendation (GOR) berdasarkan kepustakaan dengan alat laser yang digunakan dalam penelitian tersebut, mohon untuk melihat masing-masing kepustakaan, tidak semua jenis laser yang sama mempunyai efek yang sama. Hasil juga sangat tergantung pada keterampilan operator, diperlukan latihan yang terus-menerus.

VIII. Pasca Prosedur Tindakan1,3,12,14 1. Perawatan paska laser tergantung pada ada tidaknya luka serta luas perlukaan

pada lapisan epidermis. 2. Edukasi tentang reaksi tindakan yang mungkin terjadi: whitish, edema, pruritus,

punctuate bleeding, terbentuk krusta di kulit. 3. Edukasi setelah tindakan laser, pasien dapat menggunakan ice pack atau

kompres dingin, yang ditempelkan pada area yang dilakukan laser tersebut selama 10-15 menit.

4. Antibiotik dan antiinflamasi topikal jika diperlukan. Steroid topikal dapat diberikan sesaat segera tindakan dan diberikan dalam waktu singkat.

5. Pasien sebaiknya mengurangi paparan sinar matahari, dengan menggunakan sun block SPF 30 atau pelindung yang lain. Pasien sebaiknya mengurangi paparan sinar matahari selama 2 minggu.

6. Pasien sebaiknya mengurangi kegiatan yang menyebabkan peningkatan panas tubuh (24 jam pertama).

7. Jangan menggaruk atau menggores area setelah laser. 8. Hindari penggunaan bahan dan kegiatan yang dapat mengiritasi kulit (misalnya

scrubing dan kosmetik). 9. Sabun yang bersifat tidak mengiritasi dapat digunakan sehari dua kali. 10. Lakukan penanganan pertama dengan steroid topikal, jika nyeri berkelanjutan

atau terdapat blister segera hubungi dokter. 11. Penggunaan QS laser untuk menghilangkan red tatoo sebaiknya diberikan

kortikosteroid dan antihistamin sistemik. 12. Perawatan ini dapat dipertahankan hingga 2-7 hari. 13. Waktu pengulangan tindakan dilakukan dengan interval 6-8 minggu. Perkiraan

jumlah sesi tindakan dapat diperkirakan dari perhitungan menggunakan Kirby-Desai Tattoo Removal Scale.

Page 31: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

22

IX. Kepustakaan 1. Goldman MP, Ehrlich M, Kilmer SL. Treatment of Tattoos. Dalam: Goldman MP, editor.

Cutaneous and Cosmetic Laser Surgery. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006.h.109-134. 2. Landthaler M, Baumler W, Honenlaeutrer V. Lasers and flashlamps in Dermatology. Dalam:

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. editors. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc. Graw Hill; 2012.h.5371-406.

3. Ho SG, Goh CL. Laser tattoo removal: A clinical update. J Cutan Aesthet Surg. 2015;8:9-15. 4. Kathryn M.K , Emmy M. G. Laser tattoo removal: a review. Dermatol Surg. 2012;38:1-13. 5. Oliver CGB, Cohar S, Alves V. Laser assisted tattoo removal: a literature review. Surg Cosmet

Dermatol. 2013;5(4):289-96. 6. AlNomair N, Nazarian M, Marmur E. Complications in Lasers, Lights, and Radiofrequency

Devices. Facial Plast Surg. 2012;28:340-6. 7. Theresia A, Grunewold S, Wagner J, Simon JC, Paasch V. Fractional CO2 laser is as effective

as Qs ruby laser for the initial treatment of a traumatic tattoo. J Cosmet Laser Ther. 2014:16(6):303-5.

8. Munyniran A, MAnuskiatti W, Hattahanirum P, Outtarawichran, Sookruen, Buatusy, et al. Laser tattoo removal in thai students. Medical Laser Application C. 2011;26:126-32.

9. Ali M, Mahmood A. Removal of tattoo by 1064 and 532 nm Qswitched Nd: Yag laser. Iraqi J Md Sci; 2009;9(3):66-81.

10. Reiter O, Armong L, Ackerman L. Picosecond lasers for tattoo removal: a systematic review. Laser Med Sci. 2016;6:456-61.

11. Bernstein E, Schomacluer K, Basila VL, Plugis J, Bhawalkar J. A novel dual wavelength Nd: YAG, Picosecond domain laser safety and effectively removed multicolor tattoos. Laser in Surgery and Medicine 2014:47:542-48.

12. Mariwala K, Hruza G. Laser treatment of pigmented lesions and Tattoos. Dalam: Hruza G, Avram M, Dover J, Alam M. editors. Laser and Lights. Edisi ke-3. New York: Elseiver; 2013.h.21-32.

13. Kirby WT. Tattoo removal. Dalam: Goldman M, Fitzpatrick, Ross VE, Kilmer S, Weiss R. Laser and Energy Devices for The Skin. Edisi ke-2. New York: CRC Press; 2013.h.74-93.

14. Goldman MP, Ehrlich M, Kilmer SL, editor. Treatment of Tattoos. Dalam: Goldman MP. Cutaneous and Cosmetic Laser Surgery. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006.h.109-134.

Page 32: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

23

A.6 Laser Untuk Resurfacing

I. Definisi1,8,9 Menggunakan laser sebagai usaha untuk memperbaiki fungsi kulit yang terganggu yang merupakan bagian dari proses menghambat penuaan kulit dengan cara merangsang perbaikan fungsi jaringan ikat kolagen. Resurfacing dapat menggunakan laser ablatif, non ablatif, dan fraksional.

II. Indikasi1,8,9 1. Superficial dyschromia 2. Rhytides yang superfisial dan dalam 3. Anomali tekstur seperti laxity 4. Bekas luka (skar) 5. Peubahan ukuran pori kelenjar pilosebaseus 6. Perubahan pigmen termasuk hiperpigmentasi, perubahan pigmen kulit,

penuaan, lentigines, diskromia, setelah peeling atau setelah tindakan ablatif: garis demarkasi

7. Rejuvenation

III. Kontraindikasi1,8,9

Kontraindikasi laser ablatif:

1. Kemungkinan penyembuhan luka yang tidak normal dikarenakan konsumsi isotretinoin 1-2 tahun, keloid/skar hipertrofik, skleroderma/kelainan kolagen vaskular, obat imunosupresif

2. Penurunan struktur adneksa kulit termasuk terapi radiasi, skar luka bakar, peeling yang dalam dengan mengggunakan fenol

3. Penyakit infeksi termasuk HIV/AIDS, hepatitis C, herpes simpleks yang aktif, riwayat infeksi yang rekuren/anergi

4. Koebnerizing disease termasuk labile psoriasis, vitiligo, dermatitis yang berat 5. Kondisi medis termasuk diabetes, masalah hipertensi, penyakit paru dan

kardiovaskular yang signifikan.

Kontraindikasi laser non ablatif: 1. Riwayat skar keloid di wajah 2. Riwayat vitiligo dan psoriasis (berhubungan dengan kobnerisasi) 3. Vaskulitis 4. Infeksi kulit yang aktif.

Kontraindikasi laser fraksional ablatif: 1. Dermatitis yang aktif (akne, penyakit autoimun) 2. Infeksi yang aktif (herpes, impetigo) 3. Riwayat keloid/skar hipertrofik 4. Riwayat dermatitis koebnerisasi (vitiligo, psoriasis) 5. Riwayat penggunaan oral retinoid 6-24 bulan 6. Setelah menjalani prosedur resurfasing ablatif 7. Setelah peeling medium atau dalam

Page 33: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

24

8. Setelah tindakan pembedahan pada daerah wajah 9. Riwayat photoinduced dermatitis (lupus, polymorphous light eruption).

IV. Efek Samping,6,8

Aktivasi herpes simplex virus (HSV), infeksi bakteri, infeksi candida, gangguan penyembuhan luka, eritema yang memanjang, hiperpigmentasi, hipopigmentasi, terbentuk akne, pembentukan milia, dermatitis kontak, pembentukan skar.

V. Persiapan

Persiapan Dokter1,8,9

1. Pemberian keterangan tentang tindakan laser yang diberikan, resiko/komplikasi dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan penerima informasi.

2. Persiapan berupa cuci tangan, dilanjutkan menggunakan sarung tangan, dan masker.

3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.

4. Tindakan laser dengan menggunakan parameter yang ada pada alat disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien.

5. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan. Persiapan Pasien1,8,9

1. Sebelum dilaksanakan prosedur dilakukan skin conditioning minimal selama 3 siklus kulit (4,5 bulan) terutama pada tipe kulit Fitzpatrick tipe 4-6.

2. Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik. 3. Dokumentasi foto, lakukan pengambilan foto berwarna pasien, yaitu sebelum

dan sesudah dilakukan tindakan laser (posisi tampak depan, 450 kanan, 450 kiri), lokasi anatomi lainnya menyesuaikan.

4. Daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dengan alkohol swab. 5. Bila diperlukan, pada area tidak luas pasien diberikan anestesi topikal selama

45-60 menit. 6. Penggunaan sedatif dan analgesik bila diperlukan. 7. Setelah anestesi, daerah yang akan dilaser dibersihkan dari krim anestesi

topikal menggunakan kasa. 8. Mata pasien ditutup dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.

Alat2-5,7

1. Laser ablatif:

CO2 (pulsed) 10.600 nm (UltraPulse®)

Er:YAG (pulsed) 2940 nm (Sciton laser®) 2. Laser non ablatif:

KTP 532 nm (Cynergy®)

Pulsed dye laser 585-595 nm (V-beam®, Vasculight®)

Nd: YAG QS 1064 nm (Medlite®)

Nd: YAG LP 1064 nm (Versapulse®)

Nd: YAG 1320 nm (Cooltouch II®)

IPL 515-1200 nm

Page 34: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

25

3. Fraksional:

Ablatif CO2 (10.600 nm) (Active Fx, Lumenis, Inc®)

VI. Level of Evidence

No Kelainan Laser GOR/LOE

1 Kerutan Fractional ablative CO2 dan Er: YAG 2940 nm

B,12

Long pulsed Nd: YAG 1064 nm

A,23

2 Keloid Pulsed dye laser 585 nm

A,14

3 Laxity Long pulsed Nd: YAG 1064 nm

B,23

Er: Glass 1540 nm B,25

4 Skar(bekas luka) dan hiperpigmentasi

Nd: YAG 1064 nm B,27

Keterangan: Level of evidence (LOE) dan grade of recommendation (GOR) berdasarkan kepustakaan dengan alat laser yang digunakan dalam penelitian tersebut, mohon untuk melihat masing-masing kepustakaan, tidak semua jenis laser yang sama mempunyai efek yang sama terus-menerus.

VII. Prosedur Tindakan1,8,9

1. Dokter mempersiapkan alat laser dan light dengan menentukan parameter dan sebaiknya dilakukan spot test.

2. Menembakkan sinar laser pada lesi kulit sampai terjadi perubahan klinis (end point).

3. End point berupa perubahan klinis whitish, eritema. 4. Setelah end point tercapai lesi yang menjadi area laser dikompres dingin. 5. Area pasca laser dikompres dengan NaCl 0,9% dan dioleskan krim antibiotik

topikal. 6. Bila terjadi perlukaan di epidermis, lakukan perawatan luka tertutup sesuai

dengan prosedur.

VIII. Pasca Prosedur Tindakan1,8,9

1. Perawatan paska laser tergantung pada ada tidaknya luka serta luas perlukaan pada lapisan epidermis.

2. Edukasi setelah tindakan laser, pasien dapat menggunakan ice pack atau kompres dingin, yang ditempelkan pada area yang dilakukan laser dan light tersebut selama 10-15 menit.

3. Antibiotik dan antiinflamasi topikal jika diperlukan. Steroid topikal dapat diberikan sesaat segera tindakan dan diberikan dalam waktu singkat.

4. Pasien sebaiknya mengurangi paparan sinar matahari, dengan menggunakan sun block SPF 30 atau pelindung yang lain. Pasien sebaiknya mengurangi paparan sinar matahari selama 2 minggu.

5. Pasien sebaiknya mengurangi kegiatan yang menyebabkan peningkatan panas tubuh (24 jam pertama).

Page 35: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

26

6. Jangan menggaruk atau menggores area setelah laser. 7. Hindari penggunaan bahan dan kegiatan yang dapat mengiritasi kulit (misalnya

scrubing dan kosmetik). 8. Sabun yang bersifat tidak mengiritasi dapat digunakan sehari dua kali. 9. Lakukan penanganan pertama dengan steroid topikal, jika nyeri berkelanjutan

atau terdapat blister segera hubungi dokter. 10. Bila perlu menggunakan analgesik. 11. Perawatan ini dapat dipertahankan hingga 7-10 hari.

IX. Kepustakaan 1. Landthaler M, Baumler W, Honenlaeutrer V. Lasers and flashlamps in Dermatology. Dalam:

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. editors. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc. Graw Hill; 2012.h.5371-406.

2. Karsai S, Czarnecka A, Junger M, Christian R. Ablative fractional laser (CO2 dan Er: YAG): a randomized controlled double blind split face trial of the treatment of periorbital rytides. Laser Surgery Med. 2009;42:160-7

3. Hong JS, Park SY, Seo KK, Goo BL, Hwang EJ, Park GY, et al. Long pulsed 1064 nm Nd: YAG laser treatment to wrinkle reduction and skin laxity: evaluation of new parameter. Int Soc dermatol. 2014;1-6.

4. Liu G, Wang F, Yan L, Wang S, Xie J, Pan N. Efficacy evaluation of 585 nm pulsed dye laser in pathologic scars. Int J Clin Exp Med. 2016; 9(2):3363-8.

5. Jason P, Kristy H, Ramsey M. Current Laser Resurfacing Technologies: A Review that Delves Beneath the Surface. Semin Plast Surg. 2012;26:109-16.

6. Adrian R. Complication to lasers and light sources. Dalam: Carniol J, Saddick N, editor. Clinical procedures in laser skin rejuvenation. Chennai: Replika press;2007.h.45-56.

7. Karn, Amatya, Razouria, Timalsina. Q-Switched Neodymium-Doped Yttrium Aluminum Garnet Laser Therapy for Pigmented Skin Lesions: Efficacy and Safety. Kathmandu Univ Med J. 2012;38(2):46-50.

8. Ibrahimi O, Fitzpatrick R, Goldman M, Kilmer S. Skin resurfacing ablative laser. Dalam: Goldman M, Fitzpatrick, Ross VE, Kilmer S, Weiss R. editor. Laser and energy devices for the skin. Edisi ke-2. New York: CRC Press; 2013.h.110.

9. Pozner NJ, Di Bernardo BE, Bass LE. Laser Resurfacing. Dalam: Hruza G, Avram M, Dover J, Alam M. Laser and lights. Edisi ke-3. China: Elseiver; 2013.h.72-80.

Page 36: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

27

A.7 Laser Untuk Skar Akne

I. Definisi Penatalaksaaan skar akne dengan menggunakan laser dan sinar.1,2

II. Indikasi1,2 1. Skar atrofik 2. Skar hipertrofik 3. Skar keloid

III. Kontraindikasi1-4 Kontraindikasi absolut 1. Infeksi area target 2. Fotosensitivitas 3. Kehamilan

Kontraindikasi relatif: 1. Vitiligo aktif 2. Dalam masa terapi isotretinoin 3. Pasien tidak kooperatif atau memiliki harapan tidak realistis 4. Keloid/skar hipertrofik, skleroderma/kelainan kolagen vaskular, obat-obatan

imunosupresif 5. Penurunan struktur adneksa kulit termasuk terapi radiasi, skar luka bakar,

peeling yang dalam dengan mengggunakan fenol 6. Penyakit infeksi termasuk HIV/AIDS, hepatitis C, herpes simpleks yang aktif,

riwayat infeksi yang rekuren/anergi 7. Koebnerizing disease termasuk labile psoriasis, vitiligo, dermatitis yang berat 8. Kondisi medis termasuk diabetes, masalah hipertensi, penyakit paru dan

kardiovaskular yang signifikan.

IV. Efek samping4 Edema, nyeri, pruritus, hiperpigmentasi pasca inflamasi, erupsi akneiformis, dermatitis kontak, reaktivasi infeksi HSV,infeksi bakteri, infeksi jamur.

V. Persiapan1-4 Persiapan Dokter

1. Pemberian keterangan tentang tindakan laser yang diberikan, resiko/komplikasi dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan penerima informasi.

2. Persiapan berupa cuci tangan, dilanjutkan menggunakan sarung tangan, dan masker.

3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.

4. Tindakan laser dengan menggunakan parameter yang ada pada alat

Page 37: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

28

disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien. 5. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan.

Persiapan Pasien

1. Sebelum dilaksanakan prosedur dilakukan skin conditioning minimal selama 3 siklus kulit terutama pada tipe Fitzpatrick skin type 4-6.

2. Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik. 3. Dokumentasi foto, lakukan pengambilan foto berwarna pasien, yaitu sebelum

dan sesudah dilakukan tindakan laser (posisi tampak depan, 450 kanan, 450 kiri), lokasi anatomi lainnya menyesuaikan.

4. Daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dengan alkohol swab. 5. Bila diperlukan, pada area tidak luas pasien diberikan anestesi topikal selama

45-60 menit. 6. Penggunaan sedatif dan analgesik bila diperlukan. 7. Setelah anestesi, daerah yang akan dilaser dibersihkan dari krim anestesi

topikal menggunakan kasa. 8. Mata pasien ditutup dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.

Alat1-4 Skar atrofik: 1. CO2 10.600 nm (Ultrapulse, Lumenis®) 2. Er: YAG 2940 nm (Alma Pixel®, Palomar®) 3. Diode 1450 nm (SmoothBeam, Candela®) 4. Nd:YAG 1064 nm (CoolGlide Vantage®, Cutera, Cynosure) 5. Er: Glass 1540 nm (Lux 1540®) Skar hipertrofik dan skar keloid: PDL 585 nm (V-Beam®)

VI. Prosedur Tindakan2-4,7 1. Dokter mempersiapkan alat laser dengan menentukan parameter dan

sebaiknya dilakukan spot test. 2. Menembakkan sinar laser pada lesi kulit sampai terjadi perubahan klinis (end

point). 3. Lesi dikompres dengan kasa dan NaCl 0,9% dan dioleskan selama 10-20 menit. 4. Lesi diberi antibiotik topikal. 5. Bila terjadi perlukaan di epidermis, lakukan perawatan luka tertutup sesuai

dengan prosedur.

VII. Level of Evidence No Laser GOR/LOE

1 CO2 (10.600 nm) A,15

2 Er: Glass (1540 nm) A,15

3 Nd: YAG (1064 nm) A,15

4 Er: YAG (2940 nm) A,15

5 PDL (585 nm) A,16

Keterangan: Level of evidence (LOE) dan grade of recommendation (GOR) berdasarkan kepustakaan dengan alat LASER dan Light yang digunakan dalam penelitian tersebut, mohon untuk melihat masing-masing kepustakaan, tidak semua jenis LASER dan Light yang sama mempunyai efek yang sama. Hasil juga sangat tergantung pada keterampilan operator dan diperlukan latihan.

Page 38: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Dermatologi Laser

29

VIII. Pasca Prosedur Tindakan2-4,7 1. Perawatan paska laser tergantung pada ada tidaknya luka serta luas perlukaan

pada lapisan epidermis. 2. Edukasi setelah tindakan laser, pasien dapat menggunakan ice pack atau

kompres dingin, yang ditempelkan pada area yang dilakukan laser dan light tersebut selama 10-15 menit.

3. Antibiotik dan antiinflamasi topikal jika diperlukan. Steroid topikal dapat diberikan sesaat segera tindakan dan diberikan dalam waktu singkat.

4. Pasien sebaiknya mengurangi paparan sinar matahari, dengan menggunakan sun block SPF 30 atau pelindung yang lain. Pasien sebaiknya mengurangi paparan sinar matahari selama 2 minggu.

5. Pasien sebaiknya mengurangi kegiatan yang menyebabkan peningkatan panas tubuh (24 jam pertama).

6. Jangan menggaruk atau menggores area setelah laser. 7. Hindari penggunaan bahan dan kegiatan yang dapat mengiritasi kulit (misalnya

scrubing dan kosmetik). 8. Sabun yang bersifat tidak mengiritasi dapat digunakan sehari dua kali. 9. Lakukan penanganan pertama dengan topikal steroid, jika nyeri berkelanjutan

atau terdapat blister segera hubungi dokter. 10. Bila perlu menggunakan analgesik. 11. Perawatan ini dapat dipertahankan hingga 7-10 hari.

IX. Kepustakaan 1. Fitzpatrick ER. Treatment of scars. Dalam: Goldman , Fitzpatrick ER, Ross VR, Kilmer S.

editors. Laser energy devices for the skin. Edisi ke-2. Chennai: CRC Press; 2013.h.193-208. 2. Alam M, Goodmann G. Treatment of acne scarring. Dalam: Carniol P, Saddick N. In Laser Skin

Rejuvenation. Chennai: Replika Press; 2007.h.89-98. 3. Oliaei S, Nelson JS. Fitzpatrick R, Wong BJF. Laser Treatment of Scars. Facial Plast Surg

2012;28:518–24. 4. Alster T, Zaulyanov-scanlon M. Laser Scar Revision: A Review. Dermatol Surg. 2007;33:131–

40. 5. Abdel Hay R, Shalaby K, Zaher H, Hafez V, Chi CC, Dimitri S, Nabhan AF, Layton AM.

Interventions for acne scars (Review). Cochrane Database of Systematic Reviews. 2016;4:1-183.

6. Jacqueline M, Arunee S. Pulsed dye laser for the treatment of keloid and hypertrophic scars: a systematic review. Expert Review of Medical J. 2012.9;6:641-50.

7. Stephanides S, August PJ, Ferguson JE, Madan V. Treatment of Refractory Keloids with Pulsed Dye Laser alone and with rotational pulsed dye laser and intralesiona; corticosteroids : a retrospective case series. Laser Therapy. 2011;4:279-86.

Page 39: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 30

TINDAKAN DALAM DERMATOLOGI

B.1 Bedah beku

B.2 Bedah eksisi/flap/graft

B.3 Bedah kimia (chemical peeling)

B.4 Bedah kuku

B.5 Bedah kulit untuk vitiligo

B.6 Bedah listrik

B.7 Bedah Mohs

B.8 Bedah sedot lemak

B.8 Bedah subsisi

B.10 Biopsi kulit

B.11 Blefaroplasti

B.12 Dermabrasi dan mikrodermabrasi

B.13 Face Lift menggunakan benang

B.14 Face lift: minimum incision face lift

B.15 Face llift: non-surgical face lift

B.16 Injeksi bahan pengisi (filler)

B.17 Injeksi toksin botulinum

B.18 Skin Needling

B.19 Skleroterapi

B.20 Transplantasi rambut

Page 40: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 31

B.1 Bedah Beku

I. Definisi Tindakan bedah menggunakan bahan kriogen/pembeku dengan tujuan menghancurkan sel dari jaringan patologis.

II. Indikasi

Tabel 1. Indikasi tindakan bedah beku pada berbagai penyakit kulit.

No Jenis penyakit GOR LOE Keterangan

Kelainan jinak 1. Veruka3 B 1 Bila rekuren dengaan terapi

topikal 2 Kondiloma4 B 1 - 3 Molluskum kontangiosum5 B 1 - 4 Keratosis seboroik1,2 B 5 - 5 Lentigo solaris1,2 B 5 - 6 Keloid/ skar hipertrofi C 2 Kombinasi dengan modalitas

lain untuk keloid 7 Dermatofibroma1,2 C 5 - 8 Hiperplasia sebasea1 C 5 - 9 Skin tag/ fibroma mole6 B 5 - 10 Granuloma piogenik6 C 5 -

Kelainan prakanker

1 Keratosis aktinik7 B 1 Lesi jumlah sedikit dan localized9

2 Penyakit Bowen8 B 1 Efek samping lebih sering pada tungkai9

Kelainan ganas

1 Karsinoma sel basal10 B 1 Bila pasien tidak dapat dibedah pisau

2 Karsinoma sel skuamosa11 B 4 KI bila biopsi tampak invasi di subkutan9

3 Lentigo maligna12 C 4 Bila pasien tidak dapat dibedah pisau

4 Terapi paliatif2 C 5 Terapi untuk mengurangi massa atau perdarahan pada pasien yang tidak dapat menjalani terapi lainnya.

Keterangan: KI= kontraindikasi, GOR= grade of recommendation, LOE= level of evidence

III. Persiapan 1. Persiapan pasien: pada beberapa kondisi diperlukan terapi pratindakan. Buat

persetujuan tindakan medis dengan pasien. Persiapan petugas: cuci tangan petugas medis yang terlibat.

2. Persiapan alat: sarung tangan, larutan antiseptik, anestesi lokal (bila diperlukan), tabung spray bedah beku/kapas lidi, nitrogen cair, kassa basah, pisau atau silet (bila diperlukan) wadah kecil berisi air hangat.

Page 41: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 32

IV. Prosedur Tindakan 1. Lakukan anestesi (umumnya anestesi topikal) bila diperlukan. Gunakan sarung

tangan. 2. Kompres lesi kulit terutama yang hiperkeratotik selama 5 menit dengan kassa

basah. Lalu bersihkan lapangan tindakan dengan larutan antiseptik. 3. Lama pengerjaan sesuai waktu karakteristik lesi kulit yang dikerjakan. Lesi jinak

biasanya 1 siklus, sedangkan lesi prakanker dan kanker kulit memerlukan 2 siklus freeze–thaw. Terapi paliatif memerlukan beberapa sesi pengerjaan. Terdapat 2 jenis teknik bedah beku dengan nitrogen cair:

Teknik spray: semprotkan tabung bedah beku

Teknik kapas lidi: tutul kapas lidi yang telah jenuh direndam larutan nitrogen cair.

4. Perdarahan yang terjadi dihentikan, lapangan tindakan dibersihkan darah dan larutan antiseptik. Lesi kulit yang masih intak tidak perlu ditutup kassa. Bila terdapat erosi hingga ulkus dapat diberikan vaselin album atau salap antibiotik (bila terdapat infeksi) dan ditutup kassa.

5. Ajarkan pasien untuk:

Tetap membersihkan lesi kulit atau luka dengan air dan sabun 2 kali sehari dilanjutkan perawatan luka sesuai kondisi yang terjadi hingga luka sembuh. Hal ini untuk mencegah infeksi sekunder pasca tindakan

Bila terdapat nyeri dapat diberi analgetik pada 2 hari pertama

Konsultasi ulang sesuai anjuran atau bila terdapat efek samping yang berat.

V. Kepustakaan 1. Vujevich JJ, Goldberg LH. Cryosurgery and electrosurgery. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest

BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K, editor. Dalam: Fitzpatrick’s dematology in general medicine, edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill, 2012.h.2968-72.

2. Pasquali P. Cryosurgery. Dalam: Nouri K, editor. Dermatologic surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013. p. 51-57.

3. Gibbs S, Harvey I, Sterling JC, Stark R. Local treatments for cutaneous warts. Cochrane Database Syst Rev. 2003;(3).

4. Noah S. Genital warts. Dermatology Online Journal [internet]. 2006 [cited 2016 Oct 17];12(3). Available from: http://escholarship.org/uc/item/7v57p744

1. He H, Lu JY, Fang J. Observation on effect of four kinds of therapy for molluscum contagiosum. Chinese Journal of Dermatovenereology 2001;15(5):308-9.

2. Zimmerman E, Crawford P. Cutaneous cryosurgery. American Family Physician. 2012;86(12):1118-1124.

3. Pierre P, Weil E, Chen S. Cryotheraphy versus topical 5-fluouracil therapy of actinic keratosis: a systematic review. Allergologie. 2001;24:204-5.

4. Morton CA, Whitehurst C, Moseley H, McColl JH, Moore JV, MacKie RM. Comparison of photodynamic therapy with cryotherapy in the treatment of Bowen’s disease. Br J Dermatol. 1996;135:766-71.

5. Williams H, Bigby M, Diepgen T, Herxheimer A, Naldi L, Rzany B. Evidence-based dermatology. Edisi ke-2. Singapore: Blackwell Publishing; 2008.h.294-314.

6. Thissen MR, Nieman FH, Ideler AH, Berretty PJ, Neumann HA. Cosmetic results of cryosurgery versus surgeical excision for primary uncomplicated basal cell carcinomas of the head and neck. Dermatol Surg. 2000;26:759-64.

7. Zacarian SA. Cryosurgery of cutaneous carcinomas. An 18-year study of 3022 patients with 4228 carcinomas. J Am Acad Dermatol. 1983;9:947-56.

8. Samaniego E, Redondo P. Lentigo Maligna. Actas Dermo-Sifiliográficas (English Ed. AEDV. 2011;147(10):1211–3.

Page 42: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 33

B.2 Bedah Eksisi/Flap/Graft

I. Definisi Pemindahan jaringan kulit yang masih tersambung pada tempat asalnya atau pengambilan tandur kulit untuk menutupi defek pada bedah kulit.

II. Indikasi Adanya defek kulit yang perlu ditutup akibat pembedahan tumor jinak: lipoma, kista, nevus, tumor ganas: karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa, melanoma maligna dan kelainan kulit lain: revisi skar, dll.

III. Prosedur Tindakan 1. Pemberian informasi dan persetujuan tindakan medis. 2. Persiapan pasien, alat, tenaga medis. 3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan. 4. Anestesi lokal atau anestesi umum bila diperlukan. 5. Tindakan: eksisi lesi, jaringan dibebaskan, kemudian dirapatkan kembali

dengan jahitan kulit. Untuk luka dengan tegangan yang tinggi diperlukan jahitan subkutan.

6. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca tindakan.

IV. Kepustakaan 1. Nguyen TH, McGinness JL. Skin flaps. Dalam: Nouri K (ed). Dermatologic surgery step

by step. West Sussex: Wiley-Blackwell, 2013:77-95. 2. Sheehan J, Kingsley M, Rohrer TE. Excisional surgery and repair, flaps, and grafts.

Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz AI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ [Ed]. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine, edisi ke-8. New York: McGraw-Hill, 2012: 2921-2949.

3. Rohrer TE, Cook JL, Nguyen TH, Mellette JR Jr. Flaps and grafts in dermatologic surgery. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007.

Page 43: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 34

B.3 Bedah Kimia (Pengelupasan Kimiawi/Chemical Peeling)

I. Definisi Bedah kimia merupakan suatu tindakan aplikasi bahan kimia pada kulit agar terjadi pengelupasan kulit terkontrol, yang akan diikuti dengan regenerasi lapisan epidermis dan dermis.1-3

II. Indikasi3 (D,5) 1. Kerusakan struktur kulit: aging, skar, pigmentasi. 2. Tumor kulit superfisial: keratosis seboroik, lentigenes, keratosis aktinik.. 3. Inflamasi kronik: akne.

Jenis tindakan2

1. Sangat superfisial: bila kedalaman pengelupasan mencapai lapisan stratum corneum.

2. Superfisial: bila kedalaman pengelupasan mencapai sampai lapisan stratum basale.

3. Medium: bila kedalaman pengelupasan mencapai sampai stratum dermis pars papilare.

4. Dalam: bila kedalaman pengelupasan mencapai sampai stratum medium dan dalam.

III. Kontraindikasi Kontraindikasi relatif: 1. Iradiasi radio terapi pada area tindakan 2. Pekerjaan pasien di luar ruangan yang terpajan sinar matahari 3. Kehamilan dan menyusui (A,1) 4. Imunokompromais/memiliki kelainan sistemik (A,1) 5. Herpes labialis aktif, veruka, infeksi jamur, infeksi bakteri dan dermatitis pada

wajah (A,1) 6. Tindakan bedah kepala atau leher beberapa waktu sebelumnya 7. Hair removal fasial beberapa waktu sebelumnya 8. Penggunaan isotretinoin 6 bulan terakhir (A,1) 9. Memiliki kecenderungan keloid (A,1).

Kontraindikasi absolut: 1. Alergi terhadap bahan bedah kimia (A,1) 2. Pasien yang memiliki harapan tidak realistis (A,1).

IV. Efek Samping1-3 (A,1) 1. Dapat terjadi dermatitis kontak iritan dan hiperpigmentasi pasca inflamasi 2. Rasa terbakar 3. Munculnya jaringan parut terutama pada chemical peeling yang dalam 4. Reaksi alergi/hipersensitivitas

Page 44: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 35

5. Milia 6. Erupsi akneiformis 7. Persisten eritem

V. Persiapan2 (D,5) Bahan yang digunakan: 1. Asam retinoat (RA) 2. Alpha hydroxyl acid (AHA), BHA, PHA 3. Asam Azelaik (AA) 4. TCA10-50% 5. Fenol 88% 6. Kombinasi berbagai zat kimia dalam formula yang disusun oleh: Jessner, Unna,

Mc Keedan Karp, Brown, Sperber, Baker, Ayres, Aronsohn dan lainnya.

VI. Prosedur Tindakan1 (D,5) 1. Sebaiknya kulit wajah pasien telah dilakukan priming terlebih dahulu selama 2

minggu. 2. Persetujuan tindakan medik (informed consent). 3. Pasien berbaring, dengan posisi kepala elevasi sekitar 30-450. 4. Membersihkan wajah pasien. 5. Mengoleskan vaseline atau petrolatum pada ujung mata, hidung dan bibir

pasien. 6. Kipas angin dinyalakan di depan wajah pasien. 7. Bahan kimiawi kemudian dioleskan dengan kuas atau kasa secara rata dan

cepat ke seluruh wajah. 8. Bila perlu dilakukan netralisasi, misalnya ada peeling AHA. 9. Dioleskan krim pelembab dan tabir surya sesudahnya.

VII. Pasca Prosedur Tindakan1 (D,5)

1. Hindari sinar matahari (A,1) 2. Hindari menggosok wajah sampai kulit selesai mengelupas 3. Gunakan tabir surya minimal dengan SPF 30 (A,1) 4. Mencuci wajah dengan sabun lembut tanpa menggosok, hanya mengusap

Page 45: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 36

VIII. Kepustakaan 1. Hexsel DM, Fernandes JD, Hexsel CL. Chemical peeling. Dalam: Nouri K (ed). Dermatologic

surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell, 2013:217-222. 2. Rubin MG. Chemical peels. In: Procedures in cosmetic dermatology. Elsevier,2006. 3. Tanzi EL, Alster TS. Ablative lasers, chemical peels, and dermabrasion. Dalam: Goldsmith LA,

Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K (eds). Fitzpatrick’s dematology in general medicine,edisike-8. New York: McGraw-Hill;2012.

4. Kalla G, Garg A, Kachhawa D. Chemical peeling – glycolic acid versus trichloroacetic acid in melasma. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2001;67(2):82–84.

5. Dogra A, Gupta S, Gupta S. Comparative efficacy of 20% trichloroacetic acid and 50% glycolic acid peels in treatment of recalcitrant melasma. Journ of pakistan Associ of Derm. 2006;16:79-85.

6. Levesque A, Hamzavi I, Seite S, Rougier A, Bissonnette R. Randomized trial comparing a chemical peel containing a lipophilic hydroxy acid derivative of salicylic acid with a salicylic acid peel in subjects with comedonal acne. J Cosmet Dermatol. 2011;10(3):174-8.

7. Safoury OS, Zaki NM, El Nabarawy EA, Farag EA. A study comparing chemical peeling using modified Jessner's solution and 15% trichloroacetic Acid versus 15% trichloroacetic acid in the treatment of melasma. Indian J Dermatol. 2009;54(1):41–5.

8. Sarkar R, Gark V, Bansal S, Sethi S, Gupta C. Comperative evaluation of efficacy and tolerability of glycolic acid, salicilic mendelic, and phytic acid combination peels in melasma. Dermatol Surg. 2016;42:384-391.

Page 46: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 37

B.4 Bedah Kuku

I. Definisi Tindakan bedah untuk kelainan pada kuku, yang bertujuan untuk menegakkan diagnosa dengan biopsi, untuk menyembuhkan infeksi, untuk mengurangi nyeri, menghilangkan tumor, dan untuk memastikan hasil kosmetik terbaik pada kelainan kuku yang kongenital ataupun didapat.

II. Indikasi 1. Kelainan kongenital 2. Infeksi 3. Proses peradangan 4. Tumor 5. Trauma kuku 6. Medikasi

III. Persiapan 1. Persetujuan tindak medik 2. Persiapan pasien, alat, petugas 3. Alat yang dibutuhkan sama seperti peralatan bedah kulit lainnya, namun

ditambah nail elevator, single-or-double pronged skin hooks, double-action nail splinter, clippers, splitting scissor, English nail splitter, pointed scissors, curved iris scissors, small nosed hemostat, disposable biopsy punches, penrose drains, Luer-lok syringe, jarum 30G.

IV. Prosedur Tindakan 1. Pencegahan infeksi sebelum tindakan 2. Drapping (menutup tangan yang akan dilakukan tindakan dengan handscoen

steril, yang ujung handscoen telah digunting pada jari yang akan dilakukan tindakan, sedangkan pada kaki, hanya ditutup kain steril yang difiksasi dengan clamps).

3. Anastesi local:

Proximal digital block

Distal digital block

Transthecal block

Wrist block 4. Pemasangan Tourniquet 5. Tindakan bedah kuku:

Nail avulsion

Biopsi matriks kuku

Matricectomy 6. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca tindakan.

Page 47: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 38

V. Kepustakaan 1. Baran R. Nail surgery. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz AI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel

DJ [Ed]. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, edisi ke-8. New York, McGraw-Hill; 2012.h.2956-67

2. MacRarlane DF, Scher RK. Nail surgery. Dalam: Nouri K, Leal-Khouri S. Techniques in Dermatology Surgery. Edinburgh, Mosby; 2003.h.195-201

Page 48: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 39

B.5 Bedah Kulit Untuk Vitiligo

I. Definisi Tindakan bedah untuk vitiligo yang telah stabil lebih dari 1 tahun dan usia di atas 12 tahun, lesi < 3% luas tubuh.

II. Indikasi Vitiligo

III. Persiapan 1. Persetujuan tindak medik 2. Persiapan pasien, alat, petugas 3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan

IV. Prosedur Tindakan 1. Anastesi lokal 2. Tindakan: autologous skin graft dengan menggunakan biopsi plong, split

thickness graft, epidermal blister graft, cultured melanocyte graft, single hair graft

3. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca tindakan

V. Kepustakaan

1. Sheth R, Kamat A, Doshi A, Lodaya B. Cosmetic dermatologic surgery in ethnic skin. Dalam: Nouri K, editor. Dermatologic surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.293-298

2. Avram MR, Tsao S, Tannous Z, Avram MM. Color atlas of cosmetic dermatology. New York: McGraw-Hill; 2007.

3. Savant SS. Miniature punch grafting. Dalam: Savant SS, Shah R, Gore D, editor. Textbook and atlas of dermatosurgery and cosmetology. Mumbai: ASCAD; 2004.h.998:235-9.

4. Jin SIK BURM, Rhee SC, Kim YW. Superficial dermabrasion and suction bilister epidermal grafting for postburn dyspigmentation. Dalam: Asian Skin Dermatologic Surgery; 2007.h.33:326-32

5. Oiso N, Suzuki T, Kaneda MW, Tanemura A, Tanioka M, Fujimoto T. Guidelines for the diagnosis and treatment of vitiligo in Japan. Journal of Dermatology. 2013;40:344-354.

6. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Vitiligo. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, et al. Dalam Fitzpattrick’s dermatology in general medicine. 8th ed. New York: Mc Grawhill; 2012.h.792-803.

Page 49: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 40

B.6 Bedah Listrik

I. Definisi Penggunaan arus listrik frekuensi tinggi pada jaringan biologi dengan tujuan memotong, melakukan koagulasi, desikasi, dan fulgurasi jaringan. Sebutan tindakan bedah listrik di bidang dermatologi mencakup modalitas: elektrofulgurasi, elektrodesikasi, elektrokoagulasi, elektroseksi, elektrokauter, dan, elektrolisis.

II. Indikasi 1. Elektrofulgurasi: penggunaan elektroda mono terminal yang mampu

menghasilkan bunga api tanpa menyentuh jaringan. Indikasi: veruka, skin tag, atau keratosis seboroik yang berada pada lapisan epidermis (superfisial).

2. Elektrodesikasi: pada prinsipnya sama dengan elektrofulgurasi kecuali elektrodanya kontak dengan jaringan dan tidak menghasilkan bunga api. Walaupun kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih jika dibandingkan elektrofulgurasi, namun tetap pada lapisan epidermis (superfisial). Indikasi: keratosis, veruka.

3. Elektrokagulasi: penggunaan elektroda bi-terminal, dimana kerusakan jaringan yang terjadi lebih dalam dibandingkan elektrofulgurasi/elektrodesikasi. Teknik ini bertujuan menghasilkan panas pada jaringan, sehingga tercapai koagulasi jaringan. Indikasi: hemostasis.

4. Elektroseksi: untuk memotong jaringan dengan perdarahan yang minimal (efek koagulasi).

5. Elektrokauterisasi: penggunaan filamen pemanas pada ujung elektroda dengan tujuan untuk transfer panas dari filamen ke jaringan target, sehingga terjadi denaturasi protein dan koagulasi jaringan. Tidak terjadi transfer listrik pada target jaringan, sehingga aman untuk pasien dengan pace-maker, ataupun pada jaringan dengan konduktifitas listrik rendah (tulang rawan, tulang, atau kuku).

6. Elektrolisis: penggunaan arus elektroda negatif ke positif dengan tujuan untuk lisis dan koagulasi jaringan. Indikasi: hair removal.

III. Kontraindikasi Tidak terdapat kontraindikasi absolut. Penting diperhatikan pada pasien dengan IECD (implantable electronic cardiac device) yang mendapatkan tindakan bedah listrik sebaiknaya diawasi oleh supervisor dan ahli anestesi. Hasil EKG paling tidak 1 lead dimana spike dan atau kompleks QRS dapat terlihat dan teridentifikasi.

IV. Efek Samping 1. Burns. Risiko terbakar dapat terjadi jika lempeng elektroda tidak berkontak

dengan baik. 2. Percikan api dapat terjadi akibat pemakaian desinfektan berupa alkohol.

Hindari pengoperasian alat di dekat kanula hidung, masker, oksigen endotrakeal, ataupun duk operasi berbahan kertas.

Page 50: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 41

3. Channeling yang merupakan nyeri atau kerusakan jaringan pada jaringan tissue jauh akibat arus listrik yang berjalan mengikuti saraf.

4. Infeksi dan mutagenisitas. Asap hasil pembakaran yang terhirup dapat membawa partikel bakteri atau virus.

V. Persiapan 1. Persetujuan tindakan medis. 2. Pemasangan monitor rekam jantung pada pasien dengan riwayat pemakaian

alat picu jantung ataupun defibrilator jantung tanam. 3. Persiapan pasien, alat, dan petugas. 4. Pasien diminta untuk melepas perhiasan ataupun logam/metal yang ada pada

badan. 5. Pasien dalam posisi supinasi atau pronasi pada bed tindakan. 6. Pemasangan lempeng elektroda pada pasien. 7. Pencegahan infeksi sebelum tindakan (hindari pemakaian alkohol sebagai

disinfektan). 8. Anastesi lokal menggunakan pehakain dengan epinefrin.

VI. Prosedur Tindakan 1. Lesi patologis dihancurkan atau dipotong dengan menyentuhkan jarum

elektroda pada jaringan dengan menggunakan power rendah. 2. Lesi patologis tampak keabu-abuan dengan adanya lapisan terbakar pada

keseluruhan lesi. 3. Jaringan terbakar dibuang dengan menggosok menggunakan kasa steril atau

kuret. 4. Tindakan diulang hingga keseluruhan lapisan lesi bersih. 5. Perdarahan dihentikan dengan penekanan, elektrofulgurasi, atau

elektrokoagulasi bipolar. 6. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca tindakan.

VII. Pasca Prosedur Tindakan 1. Edukasi mengenai tindakan dan komplikasi yang dapat terjadi 2. Bebat kasa dapat diganti setelah 24-48 jam 3. Lokasi tindakan dibersihkan dengan cairan normal salin 4. Pengolesan antibiotik topikal atau petroleum jelly setiap hari disertai

penggantian bebat kasa hingga sembuh.

Page 51: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 42

VIII. Kepustakaan 1. Choudry S, Mcleod MP, Leal-Khouri S. Electrosurgery. Dalam: Nouri K. Dermatologic surgery

step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell, 2013:77-95.

2. Vujevich JJ, Goldberg LH: Cryosurgery and electrosurgery. Dalam: Wolff K,Goldsmith LA, Katz AI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, edisi ke-8. New York: McGraw-Hill, 2012:2968-76.

3. Leal-Khouri S, Lodha R, Nouri K. Electrosurgery.Dalam: Nouri K, Leal-Khouri S. Techniques in Dermatology Surgery. Edinburgh; Mosby, 2003:81-3

4. Bisaccia E, Scarborough D.A. The Columbian Manual of Dermatologic Cosmetic Surgery. New York: McGraw-Hill; 2002.

5. Bracamonte B.G, Rodriguez J, Casado R, Vanaclocha F. Electrosurgery in patients with implantable electronic cardiac devices (pacemakers and defibrillators). Acta Dermo Syph. 2012: 128-32.

6. Pollack SV. Electrosurgery. Dalam: Gallen JP, Horn TD, Mancini AJ, dkk. Dermatology, edisi ke-2. Spanyol: Mosby Elsevier, 2008:2139-45.

Page 52: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 43

B.7 Bedah Mohs Peringatan Memerlukan surat keterangan kompetensi tambahan dari Kolegium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

I. Definisi Suatu teknik eksisi tumor kulit dengan pemeriksaan histopatologi (horizontal frozen section) yang terintegrasi. Bedah Mohs merupakan prosedur yang paling teliti dalam mengevaluasi batas lesi bebas tumor, sehingga dapat sesedikit mungkin mengangkat jaringan sehat sekitar tumor.

II. Indikasi 1. Karsinoma sel basal 2. Karsinoma sel skuamosa 3. Melanoma 4. Lentigo maligna melanoma 5. Extramammary Paget’s disease 6. Dermatofibrosarkoma

III. Persiapan 1. Pemberian informasi dan persetujuan tindakan medik 2. Persiapan pasien, alat, tenaga medis

IV. Prosedur Tindakan 1. Pencegahan infeksi sebelum tindakan. 2. Anestesi lokal atau anestesi umum bila diperlukan. 3. Tindakah bedah Mohs:

Verifikasi lesi

Eksisi lesi

Orientasi jaringan

Pemrosesan jaringan

Evaluasi histologi. 4. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca tindakan. 5. Perencanaan penutupan defek, dapat menggunakan teknik flap kulit, tandur

kulit, atau penyembuhan sekunder.

Page 53: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 44

V. Kepustakaan 1. Alcalay J, Alkalay R. Mohs micrographic surgery. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,

Paller AS, Leffel DJ, Wolff K [Ed]. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, edisi ke-8. New York:McGraw-Hill; 2012:2950-6

2. Nouri K, Leal-Khouri, Lodha L. Mohs micrographic surgery . Dalam: Nouri K, Leal-Khouri S. Techniques in Dermatology Surgery. Edinburgh;Mosby;2003:103-16

3. Wheeland RG, Ratz JL, Bailin PL, Mohs micrographic surgery technique. Dalam: Roenigk RK, Roenigk HH. Roenigk & Roenigk’s Dermatologic Surgery Principle and Practice, edisi ke-2. New York;Marcell Dekker:738-44

4. Arnon O, Pagkalos VA, Xanthinaki AA, Silberstein E. Double- Bladed Scalpel in Mohs micrographic surgery. ISRN Dermatology; 2012: 1-4

5. Foroozan M, Sei JF, Amini M, Beauchet A, Saiag P. Efficacy of Mohs micrographic surgery for the treatment of derrmatofibrosarcoma protuberans: systematic review. Arch Dermatol. 2012 Sep;148(9):1055-63.

Page 54: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 45

B.8 Bedah Sedot Lemak Peringatan Pengambilan lemak lebih dari 100 ml (yaitu jumlah yang sesuai untuk kebutuhan tandur kulit dan mesenchymal stem cells), memerlukan surat keterangan kualifikasi tambahan dari Kolegium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

I. Definisi Tindakan pengambilan kumpulan jaringan lemak subkutis untuk keperluan tandur dan donor mesenchymal stem cells dan untuk menghilangkan lemak yang tidak dikehendaki.

II. Indikasi Tandur lemak untuk rekonstruksi maupun mendapatkan dan memperbaiki contour tubuh, lipoma, lipodistrofi, hiperhidrosis aksilaris, rekonstruksi.

III. Kontraindikasi 1. Pasien dengan psikologi tak stabil. 2. Pasien dengan obat anticoagulant dan herbal dg efek anticoagulant; perhatian

khusus pada pasien dengan obat obat yang berinteraksi dengan lidokain.

IV. Efek Samping 1. Infeksi 2. Perdarahan 3. Contour tidak rata 4. Seroma 5. Bekas luka insersi ada skar 6. Sensibilitas berkurang

V. Persiapan Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan darah lengkap, hitung platelet, prothrombin time, partial thromboplastin time, fungsi hati.

VI. Prosedur Tindakan 1. Persetujuan tindak medik 2. Persiapan pasien, alat, petugas 3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan 4. Anastesi lokal pada lemak subkutis dengan tumesen (1000 cc NaCl 0,9%, 1 cc

adrenalin/epinefrin 1:1000, 10 cc natrium bikarbonat 8,4%, 50 cc lidokain 1%) Tunggu 15-20 menit. Atau modifikasi konsentrasi lidocaine, dengan dosis 45-50 mg/kgBB

Page 55: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 46

5. Tindakan: lemak disedot dengan kanula diameter 2-5 mm, tumpul (atraumatik) dengan menggunakan spuit untuk harvest lemak atau alat spuit atau suction untuk keperluan body contouring

6. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca tindakan 7. Pasca tindakan: daerah yang disedot harus diberikan pembalut elastis/korset

selama 7-10 hari untuk mencegah hematoma

VII. Pasca Prosedur Tindakan Pasca tindakan: daerah yang disedot harus diberikan pembalut elastis/korset selama 7-10 hari untuk mencegah hematoma dan kulit dapat.

VIII. Kepustakaan 1. Stebbins WG, Leonard AL, Hanke CW. Liposuction. Dalam Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest

BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K (eds). Fitzpatrick’s dematology in general medicine, edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill; 2012.

2. Narins RS. Safe liposuction and fat transfer. New York: Marcel Dekker, Inc; 2003. 3. Kaminer MS, Dover JS, Arndt KA. Atlas of cosmetic surgery. Philadelphia: WB Saunders

Company; 2002. 4. Sattler G, Sonja G, Ferris KM, Al Qubaisy Y. Liposuction. Dalam: Nouri K, editor. Dermatologic

surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blcakwell; 2013:223-227. 5. Lawrence Naomi, Nemeth SA and Leonhardth Janie. Liposuction. Dalam: Robinson JK, Hanke

CW, Siegel DM et al. Surgery of the skin. Edinburg. Mosby Elsivier; 2010.

Page 56: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 47

B.9 Bedah Subsisi

I. Definisi Tindakan subsisi untuk memperbaiki skar akne adalah prosedur operatif dengan menggunakan jarum untuk merusak jaringan ikat di bawah skar akne atrofi yang dalam.1-2

II. Indikasi 1. Skar hipotrofik yang tertarik ke dermis1,2 (D,5) 2. Skar akne tipe rolling menunjukkan respons paling baik 3. Skar akne tipe boxcar yang dalam tidak menunjukkan respons yang baik

III. Kontraindikasi3-6 1. Infeksi aktif, seperti infeksi herpes simpleks, veruka vulgaris, dll. 2. Akne vulgaris aktif (A,1) 3. Kulit terbakar matahari 4. Penggunaan agen topikal seperti glycolic acids, alphahydroxy acids, and Retin-

A 5. Setelah prosedur peeling kimiawi 6. Diabetes tidak terkontrol 7. Eczema, dermatitis 8. Kanker kulit 9. Lesi vaskular 10. Penggunaan obat pengencer darah (A,1) 11. Gangguan pembekuan darah (A,1) 12. Penggunaan obat oral isotretinoin dalam satu tahun terakhir 13. Rosacea 14. Kehamilan 15. Riwayat skar hipertrofik atau keloid

IV. Efek Samping4-6 1. Edema (A,1) 2. Nyeri (A,1) 3. Perdarahan 4. Pembentukan nodul subdermal akibat fibroplasia eksesif 5. Memar yang dapat hilang dalam 1 minggu

V. Persiapan7 (D,5) 1. Persetujuan tindak medik 2. Persiapan pasien, alat, petugas 3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan

Page 57: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 48

VI. Prosedur Tindakan7 (D,5) 1. Anastesi lokal dengan suntikan. 2. Tindakan: aseptik kulit, jarum (18G 1,5 inch Nokor Admix ) ditusukkan 900 atau

secara horizontal sejajar permukaan kulit. Kemudian dilakukan gerakan memotong seperti kipas atau maju-mundur guna membebaskan permukaan kulit dari subkutis.

3. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca tindakan.

VII. Pasca Prosedur Tindakan7 (B,2) Oleskan antibiotik topikal di daerah subsisi.

VIII. Kepustakaan 1. Alsufyani MA. Subcision: a further modification, an ever continuing process. Dermatology

Research and Practice; 2012. 2. Sanchez FH. Treatment of acne scars. Dalam: Nouri K, editor. Dermatologic surgery step by

step. West Sussex: Wiley-Blackwell, 2013:197-206. 3. Kucuktas M, Engin B, Kutlubay Z, Serdaroglu S. Subcision treatment of acne scars. Journal of

the Turkish Academy of Dermatology, 2013;7(3):1-5. 4. AbouKhedrs NAE, Hussein TM, El-Fatah AMEA. Comparing the role of subcission suction

method with and without the injection of platelet-rich plasma in the treatment of depressed scars. 2016;1-10.

5. Robati RM, Abdollahimajd, Robati AM. Evaluation of subcision for the correction of the prominent nasolabial folds. Dermatology research and practice, 2015:1-7

6. Alam M, Omura N, Kaminer MS. Subcision for acne scarring: technique and outcomes in 40 patients. 2005;31:310-317.

7. Kucuktas M, Engin B, Kutlubay Z, Serdaroglu S. Subcision treatment of acne scars. J Turk Acad Dermatol. 2013;7(3):1373-1378.

Page 58: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 49

B.10 Biopsi Kulit

I. Definisi1-5 Pengambilan jaringan kulit untuk pemeriksaan histologi, imunofluoresensi, imunohistokimia, polymerase chain reaction (PCR), dan kultur jaringan.

II. Indikasi1-5 Membantu menegakkan diagnosis, menyingkirkan diagnosis banding, dan mengikuti perjalanan (evaluasi) berbagai penyakit kulit, tumor jinak, dan tumor ganas di kulit.

III. Efek Samping1-5 Hipersensitivitas terhadap agen anestesi lokal, perdarahan, infeksi, terbentuk skar (hipertrofik skar atau keloid).

IV. Kontraindikasi6 1. Biopsi tidak boleh diambil dari area terinfeksi. 2. Pasien memiliki gangguan pembekuan darah. 3. Pasien dalam terapi aspirin dan NSAID. Aspirin dihentikan 7 hari sebelum

tindakan dan NSAID dihentikan 3 hari sebelum tindakan. Pasien dengan riwayat serangan jantung, angina, transient ischemic attack, atau stroke diperbolehkan melanjutkan terapi aspirin, NSAID, atau warfarin selama waktu perdarahan dalam batas normal.7

V. Persiapan1-5

Persiapan Dokter 1. Memeriksa bleeding time, clotting time, PT, dan APTT pasien, bila ada indikasi. 2. Mempersiapkan alat dan bahan untuk tindakan biopsi. 3. Pemberian keterangan tentang tindakan biopsi yang diberikan dalam formulir

khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan penerima informasi. 4. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan). 5. Dokumentasi lesi awal sebelum tindakan biopsi. 6. Dokter cuci tangan, memakai masker, topi, baju, dan sarung tangan. 7. Tindakan biopsi disesuaikan dengan diagnosis penyakit, waktu pengambilan,

lokasi, dan metode biopsi. 8. Cuci tangan dan perawatan paska-tindakan. Persiapan Pasien

1. Persetujuan tindakan medik. 2. Pencegahan infeksi, hingga perawatan luka pasca-tindakan biopsi, dilakukan

sesuai dengan standar operasional tindakan bedah kulit lainnya. Alat dan Bahan 1. Botol + formalin 10% (buffered formalin jika ada)

2. Triklosan 2% (Physohex)

Page 59: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 50

3. Gentian violet dan tusuk gigi/surgical pen 4. Povidon iodin 10% 5. Alkohol 70% 6. Duk steril + duk berlubang steril (biopsi eksisi cukup duk lubang saja) 7. Disposable spuit (disposable syringe) 1cc 8. Pehakain (lidokain HCl 2% + adrenalin 1:80.000) 9. Kasa steril 10. Blade no. 15 dan blade holder no. 3 untuk wajah dan leher 11. Blade no. 10 untuk kulit kepala, badan, dan anggota gerak 12. Klem arteri atau mosquito 13. Pinset chirurgis 14. Gunting undermine (jika perlu)/iris scissor 15. Hook jika perlu

16. Benang non-absorbable polypropylene (Prolene, Surgilene) 6.0 dengan jarum 3/8 (kulit) circle 11 mm atau 12 mm

17. Needle holder 18. Sarung tangan steril 19. Gunting benang 20. NaCl 0,9% 21. Salep antibiotik 22. Plester penutup luka (hipafix)

VI. Prosedur Tindakan

Khusus untuk tujuan diagnostik, diperlukan beberapa pertimbangan dalam pengambilan jaringan dan teknik bedah yang akan dilakukan, yaitu dijelaskan sebagai berikut: Tabel 1. Rekomendasi metode dan lokasi biopsi

Penyakit Waktu Pengambilan

Lokasi Metode Biopsi Evidence rating

Acrodermatitis chronica atrophicans

Stadium lanjut Tengah lesi dan jaringan kulit normal sekitarnya

Dua punch. Alternatif: biopsi insisi meliputi kulit normal dan bagian atrofik

C

Alopesia areata

Stadium aktif Tepi lesi Dua buah punch 4 mm, dengan potongan mikrotom horizontal dan vertikal

C

Alopesia anagen atau telogen effluvium

Stadium aktif Paling tidak berambut

C

Alopecia, scarring (DLE, LP, folliculitis decalvans, central centrifugal, cicatrizing, etc.)

Lesi aktif Eritematosa, sumbatan folikel, folikel terinflamasi

C

Alopesia paraneoplastik

Papula Tengah Punch C

Dermatitis atopik

atau kontak

Stadium akut Vesikel kulit eritematosa

Punch C

Page 60: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 51

Penyakit Waktu Pengambilan

Lokasi Metode Biopsi Evidence rating

Dermatitis atopik

atau kontak

Stadium kronik Area likenifikasi Punch C

Atrophoderma Passini-Pierini

Stadium lanjut Regio tengah atrofik dan kulit normal sekitarnya

Dua punch. Alternatif: biopsi insisi meliputi kulit normal dan bagian atrofik

C

Chondrodermatitis nodularis, chronica helicis

Aktif

Lesi

Shave dalam

C

Eksantem

Aktif Lesi

Punch C

Erythema annulare centrifugum atau eritema reaktif

Lesi berkembang sempurna (full blown)

Tepi aktif

Punch

C

Eritema multiforme Lesi target

Satu dari daerah tengah yang gelap/kehitaman; satu dari tepi eritematosa

Punch

C

Eritema nodosum dan semua panikulitis

Lesi aktif, minggu pertama

Tengah

Insisi dalam meluas ke subkutis, dengan kultur jaringan

C

Fasciitis

Aktif

Tengah

Insisi diperluas hingga fascia

C

Granuloma anulare Lesi aktif

Tepi meninggi Punch C

Larva migrans

Eritema migrans

Kulit normal 2mm di luar batas tepi eritematosa

Punch C

Liken planus

Tiap saat Papul violaseus/ keunguan

Punch C

Liken Sklerosus et Atrofikus

Lesi aktif

Tepi

Punch C

Liken Sklerosus et Atrofikus

Stadium lanjut

Porcelain atrophic center

Punch C

Lupus eritematosus, discoid

Lesi aktif Plak berskuama eritematosa dengan sumbatan folikular

Punch C

Lupus tumidus

Lesi aktif Dimana saja C

Page 61: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 52

Penyakit Waktu Pengambilan

Lokasi Metode Biopsi Evidence Rating

Lupus eritematosus, kulit subakut

Lesi aktif Dimana saja C

Lupus eritematosus sistemik

Lesi aktif Dimana saja C

Lupus profundus

Depresi bagian tengah dan daerah sekitarnya

Tengah Insisi atau eksisi

C

Mikosis fungoides

Stadium patch/bercak, lesi belum diterapi

Tengah Dua atau lebih punch, Shave lebar

C

Stadium plak, non-ulseratif

Bagian yang paling terinfiltrasi

Satu atau lebih punch, shave lebar

C

Stadium tumor, non-ulseratif

Area berindurasi Punch, shave lebar C

Primary cutaneous B-cell lymphoma

Setiap saat Area indurasi Insisi dalam C

Morfea

Awal

Lanjut

Lilac ring Punch

Punch

C

Necrobiosis

lipoidica

Setiap saat Bagian tengah atrofi berwarna lebih putih, hindari area bertulang

Punch C

Nephrogenic fibrosing dermopathy

Plak sklerotik Area berindurasi atau plak sklerotik dan kulit tampak normal

Dua punch 5mm. Lesi punch dibagi dua. Satu untuk pemeriksaan patologis dan satu dengan kulit normal untuk identifikasi gandolinium (bila tersedia)

C

Parapsoriasis, large plaque

Semua stadium Lesi belum diterapi Dua atau lebih punch

C

Parapsoriasis, small plaque

Semua stadium Tengah Beberapa punch

C

Pitiriasis likenoides kronik

2-3 minggu Papula papuloskuamosa

Punch C

PLEVA 2-3 minggu Papul nekrotik Punch C Psoriasis:

Gutata

Plak

Pustular

Stadium lanjut

Plak

Pustul awal

Lesi

Dimana saja

Dimana saja

Punch 4mm

C

Page 62: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 53

Penyakit Waktu Pengambilan

Lokasi Metode Biopsi Evidence Rating

Pioderma gangrenosum dan penyakit ulseratif

Lesi kecil, awal non-ulseratif

Seluruh lesi Eksisi dengan kultur jaringan

C

Relapsing polychondritis

Lesi ulseratif

Ulkus dengan tepi

Punch 5mm dengan kultur

C

Lesi aktif

Telinga

Punch sampai pinna, diikuti dengan penjahitan kulit pada kedua sisi lebih dipilih dibandingkan wedge biopsy

Nasofaring

Biopsi oleh divisi telinga hidung tenggorokan

Skabies

Area tidak infeksi

Tepi proksimal terowongan

Punch C

Skleromiksedema Kulit sklerotik Papul berbintik-bintik

Punch C

Tinea korporis Belum diterapi, bila memungkinkan

Tepi eritematosa meninggi

Punch C

Tinea pedis Belum diterapi, bila memungkinkan

Tepi vesikular atau plak

Punch C

Urtikaria dan urticarial vasculitis

Aktif tiga hari Lesi Punch C

Vakulitis, pembuluh darah kecil

Minggu pertama Purpura yang menimbul/ teraba (palpable)

Punch dalam, insisi atau eksisi

C

Vaskulitis, vena atau arteri sedang/besar

Minggu pertama Tengah lesi Insisi dalam C

Vaskulitis, livedo

Kapan saja Tengah (cincin non-livid atau eritematosa)

Punch dalam atau insisi

C

Penyakit

Vesikobulosa (BP,

PV, DH, linear IgA, PCT, EBA, dll.)

Lesi awal (bila mungkin <12jam)

Vesikel kecil intak

Perilesi < 1 cm dari tepi vesikel/bula (imunofluoresensi)

Eksisi C

Page 63: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 54

Tabel 2. Rekomendasi metode biopsi Penyakit Metode Biopsi Evidence

rating

Melanoma maligna Eksisi biasa, bila memungkinkan punch dari area paling infiltratif

B

Lentigo maligna Shave

B

Nevus junctional Seluruh lesi dengan punch/eksisi

B

Nevus intradermal/ compound

Shave, punch, eksisi C

Karsinoma sel basal, superfisial

Shave C

Karsinoma sel basal, nodular, mikronodular, infiltrating, atau morfea

Punch dalam C

Karsinoma sel skuamosa, in situ (Bowen‟s disease), infiltrating, dan keganasan lainnya

Punch dalam sampai dasar lesi C

Keterangan: 1. Biopsi punch/plong: adalah pengambilan jaringan kulit menggunakan alat

berbentuk silinder (punch/plong), berukuran diameter 2-8 mm. 2. Biopsi shave: adalah pengambilan jaringan kulit menggunakan pisau scalpel/

silet khusus shave biopsy hingga kedalaman dermis superfisial/tengah. 3. Biopsi insisi: adalah pengambilan jaringan kulit menggunakan pisau scalpel,

tanpa mengambil keseluruhan lesi kulit. 4. Biopsi eksisi: adalah pengambilan jaringan kulit menggunakan pisau scalpel,

dengan mengangkat seluruh lesi kulit.

SSJ/TEN/SSSS Lesi awal Vesikel/kulit deskuamasi

Eksisi C

Page 64: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 55

VII. Level of Evidence8 Rekomendasi klinis Evidence rating Keterangan

Biopsi eksisi untuk tujuan diagnostik, sedapat mungkin dilakukan dengan margin yang sempit.

C Consensus guidelines

Biopsi plong atau biopsi shave hanya dapat

dilakukan pada keadaan klinis tertentu (contoh: lesi yang besar, kecurigaan terhadap melanoma rendah) mengingat efek terhadap penentuan derajat dan prognosis.

C Consensus guidelines

Lesi yang dicurigai melanoma harus dieksisi dengan batas 1- 3 mm.

C Consensus guidelines

Tipe biopsi tidak mempengaruhi angka harapan hidup pada pasien melanoma

B Merupakan hasil dari 7 uji kasus kontrol yang melibatkan 5240 pasien

A= Konsisten, bukti berorientasi pada pasien dengan kualitas baik serta konsisten, B= Bukti berorientasi pada pasien dengan kualitas terbatas atau tidak konsisten C= Konsensus, bukti berorientasi pada penyakit, praktek sehari-hari, pendapat ahli,

atau kasus serial.

VIII. Pasca Prosedur Tindakan1-5

1. Menghentikan perdarahan dari lesi yang di biopsi. 2. Lesi diberikan antibiotik topikal, kemudian ditutup kassa steril. 3. Lesi dipertahankan tetap kering dan bersih. 4. Edukasi ke pasien, perawatan terhadap lesi, setiap hari (membersihkan,

pemberian antibiotik topikal, dan mengganti kassa steril (untuk luka tanpa penjahitan).

5. Kontrol 1 minggu kemudian untuk melihat penyembuhan luka bekas biopsi. 6. Bila dilakukan penjahitan, kontrol 3 hari setelahnya untuk melihat

penyembuhan luka. 7. Pengangkatan benang jahitan dilakukan setelah terjadi penyembuhan luka.

Page 65: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 56

IX. Kepustakaan 1. Sina B, Kao GF, Deng AC, Gaspari AA. Skin biopsy for inflammatory and common neoplastic

skin diseases: optimum time, best location and preferred techniques. A critical review. J Cutan Pathol 2009:36:505–510.

2. Elston DM, Stratman EJ, Miller DJ, Skin biopsy. Biopsy issues in specific diseases. J Am Acad Dermatol. 2016:74:1.

3. Nischal U, Nischal KC, Khopkar U. Techniques of Skin Biopsy and Practical Considerations. J Cutan Aesthet Surg. 2008 Jul-Dec;1(2):107–111.

4. Werner B. Skin biopsy and its histopathologic analysis. Why? What for? How? Part I. An Bras Dermatol. 2009;84(5):507-13.

5. Werner B. Skin biopsy and its histopathologic analysis. Why? What for? How? Part II. An Bras Dermatol. 2009;84(5):507-13.

6. Alguire PC, Mathes BM. Skin biopsy techniques for the internist. J Gen Intern Med. 1998 Jan;13(1):46-54

7. Otley CC. Continuation of medically necessary aspirin and warfarin during cutaneous surgery. Mayo clin proc. 2003;78:1392-96

8. Pickett H. Shave and punch biopsy for Skin Lesions. Am Fam Physician. 2011;84(9):995-1002.

Page 66: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 57

B.11 Blefaroplasti Peringatan Pengambilan kulit bagian dermis, memerlukan surat keterangan kualifikasi tambahan dari Kolegium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

I. Definisi

Tindakan pembedahan kulit kelopak mata

II. Indikasi Dermatochalasis, Xanthelasma, oriental upper eyelids, eyebag/baggy lower eyelid.

III. Persiapan 1. Persetujuan tindak medik 2. Mempersiapkan pasien, alat, petugas, pastikan pasien tidak sedang minum

antikoagulan/pengencer darah 3. Design operasi dan disetujui pasien

IV. Prosedur Tindakan 1. Pencegahan infeksi sebelum tindakan, membersihkan kelopak mata dengan

disinfektan yang tidak iritasi mata. 2. Dekontaminasi operator dan asisten, pakaian perlengkapan operasi minor. 3. Anastesi lokal dengan lidokain yang mengandung epinefrin 1/100.000, bisa

dengan atau tanpa sedasi, tetapi jangan menidurkan pasien, karena perlu kooperasi pasien untuk membuka mata.

4. Tindakan: kulit di buka (sesuai design) dengan skalpel/ bedah listrik/ laser CO2. Bila perlu dilakukan eksisi sebagian m. orbicularis occuli dan ekstirpasi lemak secukupnya (diperlukan kualifikasi tambahan). Dilakukan hemostasis yang cermat. Kulit dirapatkan kembali dengan jahitan halus, atau tidak perlu penjahitan (pada kelopak mata bawah, bila teknik transkonjungtiva).

5. Perawatan pascaoperasi

V. Kepustakaan 1. Lee WW, Samimi DH. Upper eyelid blepharoplasty. fillers. Dalam: Nouri K (ed). Dermatologic

surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.229-232.

2. Kaminer MS, Dover JS, Arndt KA. Atlas of Cosmetic Surgery. Philadelphia: WB Saunders Company; 2002.

3. Butani A. Blepharoplasty. Dalam: Alam M.(eds). Evidence based procedural dermatology. New York: Springer; 2012:403-415.

4. Moody BR, Weber PJ. Blepharoplasty and browlift. Dalam: Robinson JK, Hanke CW, Sengelmann RD, Siegel DM. Surgery of the skin. Philadelphia: Elsevier Mosby. 2005;673-690.

Page 67: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 58

B.12 Dermabrasi dan Mikrodermabrasi

I. Definisi Dermabrasi adalah tindakan pengikisan kulit (abrasi) lapis demi lapis untuk mencapai kedalaman target yang diinginkan. Dermabrasi bisa dilakukan dengan cara fisik dan manual misalnya dengan amplas atau bubuk kasar, dengan zat kimia misalnya dengan garam dapur atau asam kuat, atau bantuan alat listrik elektromotor yang menggerakkan hand piece parut dari kawat baja, silinder bergerigi atau bubuk intan. Mikrodermabrasi adalah tindakan dermabrasi yang sangat superfisial dengan menggunakan hand piece yang tidak tajam yaitu bubuk mikrogranul silica yang dilontarkan ke permukaan kulit sehingga hanya stratum korneum yang mengelupas.1

II. Indikasi 1,3 (D,5) 1. Berbagai kelainan superfisial kulit; pigmentasi, superfisial: melasma, freckles,

lentigen, kulit yang suram. 2. Berbagai tumor kulit jinak superfisial yang tidak berisiko keganasan misalnya

keratosis seborhoik, siringoma, trikoepitelioma, rhinofima. 3. Berbagai kerusakan kulit superfisial dan menengah akibat penuaan; kerut

kendor, atau gelambir. 4. Berbagai kelainan kulit setempat akibat degenerasi misalnya dermatosis

likenoid superfisial. 5. Tatoo amatir, tattoo profesional yang letak pigmen warnanya tidak dalam.

III. Kontraindikasi4 (D,5) 1. Lesi akne yang aktif 2. Riwayat sensitive terhadap kristal aluminium 3. Riwayat fotosensitifitas 4. Riwayat kemungkinan keloid 5. Adanya herpes labialis sebelumnya 6. Kelainan pembekuan darah5 (A,1) 7. Emosi pasien labil

IV. Efek Samping4 (D,5) 1. Eritema 2. Abrasi 3. Hiperpigmentasi6 (A,1) 4. Hipopigmentasi 5. Milia

V. Persiapan5 (A,1) 1. Persetujuan tindak medik dan penjelasan rinci. 2. Persiapan pasien (lab untuk cek kesehatan), alat- alat, petugas

Page 68: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 59

3. Hentikan obat obat yang memperpanjang waktu perdarahan dan mengganggu pembeku: vitamin E, antikoagulan, pengencer darah.

4. Bersihkan wajah dengan sabun dan air 5. Evaluasi skin phototype 6. Evaluasi kondisi lokal kulit

VI. Prosedur Tindakan1 (D,5) 1. Tindakan: aseptik dan antiseptik 2. Anastesi lokal/umum. Pada mikrodermabrasi tidak diperlukan. 3. Mapping 4. Foto sebelum tindakan 5. Test spot 6. Tindakan dermabrasi/mikrodermabrasi 7. End point: eritema pada pasien melasma dan facial rejuvenation, pin point

bleeding pada pasien skar7 (A,1) 8. Foto setelah tindakan

VII. Pasca Prosedur Tindakan8 (A,1) 1. Sebuah handuk dingin ditempatkan di atas wajah pasien untuk mengurangi

eritema atau sensasi rasa terbakar. 2. Pengolesan moisturizer pada daerah tindakan.

VIII. Kepustakaan 1. Allemann IB, Hafber J. Dermabrasion. Dalam: Nouri K, editor. Dermatologic surgery step by

step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.207-211. 2. Kaminer MS, Dover JS, Arndt KA. Atlas of cosmetic surgery. Philadelphia: WB Saunders

Company; 2009. 3. Tanzi EL, Alster TS. Ablative lasers, chemical peels, and dermabrasion. Dalam: Goldsmith LA,

Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K (eds). Fitzpatrick’s dematology in general medicine,edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2012.

4. Arora S. A study of efficacy of microdermabration in treatment of facial acne scar-original research. International Journal of Dental and Medical Specialty. 2014;11-19.

5. Kleinerman R, Armstrong AW, Ibrahimi OA, King TH, Eisen DB. Electrobrasion vs. manual dermabrasion: a randomized,double-blind, comparative effectiveness trial. British Journal of Dermatology. 2014;171:124-129.

6. Fernandes M, Pinheiro NM, Crema VO, Mendonca AC. Effects of microdermabrasion on skin rejuvenation. Jornal of Cosmetic and Laser Therapy. 2014;16:26-31.

7. Bhalla M, Thami GP. Microdermabrasion: reappraisal and brief review of literature. Dermatologic Surgery. 2006:809-814.

8. Karimipour DJ, Karimipour G, Orringer JS. Microdermabrasion: an evidence-based review. Plast. Reconstr Surg, 2010;125:372-377.

Page 69: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 60

B.13 Face Lift Menggunakan Benang

I. Definisi TIndakan bedah kulit untuk penanganan pengenduran jaringan lunak kulit atau ptosis wajah akibat gravitasi menggunakan benang Aptos.1,2

II. Indikasi1-5 (D,5) Ptosis lemak malar, ptosis kulit mandibula, ptosis alis

III. Kontraindikasi1-5 (D,5) 1. Pasien dengan riwayat konsumsi obat 2. Pasien dengan riwayat perokok

IV. Efek Samping1-5 (A,1) 1. Hematoma 2. Infeksi 3. Trauma pada saraf 4. Edema dan ekimosis 5. Skar 6. Alopesia 7. Nekrosis flap 8. Komplikasi sistemik: Deep vein Trombosis (DVT)

V. Persiapan5 (D,5) 1. Persetujuan tindak medik 2. Persiapan pasien, alat, petugas 3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan

VI. Prosedur Tindakan5 (D,5) 1. Marking 2. Anesthesia tumesen 3. Insersi benang 4. Tarik kulit kearah kaudal 5. Pemotongan kelebihan benang 6. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan paska tindakan

VII. Pasca Prosedur Tindakan5 (A,1) 1. Segera setelah operasi :

a. Bed rest dalam 24 jam pertama pasca operasi b. Luka operasi tidak boleh terbuka dalam 24 jam pertama c. Kepala elevasi dalam 1 minggu pasca operasi d. Tidur dalam posisi supine dalam 2 minggu pertama pasca operasi

2. Awasi perdarahan, bengkak

Page 70: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 61

3. Nyeri dapat diberikan acetaminophen 4. Diet adekuat 5. Perawatan luka 6. Antibiotik

VIII. Kepustakaan 1. Langdon RC, Sattler G, Hanke CW. Minimum incision face lift. Dalam: Robinson JK, Hanke

CW, Sengelmann RD, Siegel DM. Surgery of the skin. Philadelphia: Elsevier Mosby, 2005.h.657-672

2. Sulaimanidze MA, Fournier PF, Sulaimanidze GM. Removal of facial soft tissue ptosis with special threads. Dermatol Surg 2000;28:367-371.

3. Sandhofer M, Sandhofer-Novak R, Blugerman G, Sattler G. Aptos-lifting: Eine minimal invasive method zur gesichtsrejuvenation. Aesthet Dermatol 2003;1:10-17.

4. Lycka B, Bazan C, Poletti E, Treen B. The emerging technique of the antiptosis subdermal suspension thread. Dermatol Surg 2004;30:41-44.

5. Fereydoun Pourdanesh, Mohammad Esmeelinejad, Seyed Mehrshad Jafari and Zahra nematollahi. Facelift : Current Concepts, techniques, and Principles: 2016,653-679.

Page 71: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 62

B.14 Face Lift: Minimum Incision Face Lift Perhatian: Memerlukan surat keterangan kualifikasi tambahan dari Kolegium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

I. Definisi Mengurangi atau menghilangkan kerutan wajah dan leher dengan pembedahan kulit.

II. Indikasi Ptosis kulit akibat faktor gravitasi berupa kulit yang kendur pada sisi mandibula dan bawah dagu.

III. Persiapan 1. Persetujuan tindak medik 2. Persiapan pasien, alat, petugas 3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan

IV. Prosedur Tindakan 1. Tindakah bedah

a. Marking b. Anestesia tumesen c. Insisi d. Undermining e. Plikasi SMAS f. Pemotongan kelebihan kulit g. Penjahitan luka

2. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca tindakan

V. Kepustakaan

1. Langdon RC, Sattler G, Hanke CW. Minimum incision face lift. Dalam: Robinson JK, Hanke CW, Sengelmann RD, Siegel DM. Surgery of the skin. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2005.h.657-672

2. Chipps LK, Moy RM. Facelifts. Dalam: Nouri K , editor. Dermatologic surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.233-239.

Page 72: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 63

B.15 Face Lift: Non Surgical Face Lift

I. Definisi Mengurangi atau menghilangkan kerutan wajah dan leher tanpa pembedahan.1

II. Indikasi2 (D,5) Mengencangkan dan menarik kulit muka sehingga kerutan berkurang, serta menghilangkan kulit yang kendur pada sisi mandibula dan bawah dagu.

III. Kontraindikasi7,8 (A,1) 1. Vitiligo 2. Laktasi 3. Kehamilan 4. Gagal jantung 5. Trombosis 6. Diabetes 7. Trombosis 8. Infeksi lokal dan sistemik aktif 9. Penggunaan jangka panjang imunosupresif dan antikoagulan

IV. Efek Samping7,8 (A,1) 1. Kulit kemerahan 2. Sedikit kesemutan 3. Pembengkakan ringan (hematoma) pada jaringan yang bertahan selama 2-6

jam

V. Persiapan7,8 (A,1) 1. Persetujuan tindak medik 2. Persiapan pasien, alat, petugas 3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan 4. Semua make up dibersihkan terlebih dahulu 5. Dua minggu sebelum tindakan, menggunakan krim tretinoin 0,025% setiap

malam, sunscreen setiap pagi

VI. Prosedur Tindakan7 (D,5) 1. Tindakan non surgical face lift

a. Laser untuk pengencangan kulit b. Radiofrekuensi non ablatif c. High Intensity Focused Ultrasound

2. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca tindakan

Page 73: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 64

VII. Pasca Prosedur Tindakan (B,2) 1. Tidak berjemur (sunbathing) setelah tindakan. 2. Pasien tidak boleh menggunakan make up minimal 1 jam setelah tindakan. 3. Obat topikal boleh digunakan kembali setelah 3-4 minggu tindakan dan

dilanjutkan hingga 3 bulan untuk hidrokuinon dan 6 bulan untuk tretinoin dan sunscreen. 8

VIII. Kepustakaan 1. Weiss RA, Weiss MA, Munavalli G. Monopolar radiofrequency facial tightening: a retrospective

analysis of efficacy and safety inover 600 treatments. J Drug Dermatol. 2006 Sep;5(8):707-712. 2. Alster TS, Tanzi E. Improvement of neck and cheek laxity with a nonablative radiofrequency

device: a lifting experience. Dermatol Surg. 2004;30(4 pt 1):503-507. 3. Lauback HJ. Intensed focused ultrasound: evaluation of a new treatment modality for precise

microcoagulation within the skin. Dermatol Surg. 2008;34:727-734. 4. Key DJ. Single treatment skin tightening by radiofrequency and longpulsed 1064 nm Nd:Yag

laser compared. Lasers Surg Med. 2007;39:169-175. 5. Chan HHL. Lasers for skin tightening. Dalam: Nouri K, editor. Dermatologic surgery step by

step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.391-395 6. Mayoral FA. Radiofrequency for skin tightening. Dalam: Nouri K, editor. Dermatologic surgery

step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.396-399. 7. Steven H. Dayan, MD; A. John Vartanian, MD; Gregg Menaker, MD. Nonablative Laser

Resurfacing Using the Long-pulse (1064-nm) Nd:YAG Laser. Arch Facial Plast Surg. 2003;5(4):310-315.

8. Richard E. Fitzpatrick, MD, Mitchel P. Goldman,MD; Nancy M. Satur, MD; Whitney D. Tope, MPhil, MD. Pulsed Carbon Dioxide Laser Resurfacing of Photoaged Facial Skin. Arch Dermatol. 1996;132:395-402.

Page 74: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 65

B.16 Injeksi Bahan Pengisi (Filler)

I. Definisi Penggunaan bahan pengisi untuk perbaikan contour/defek kulit.1,2

II. Indikasi 1,2 1. Defek kulit akibat penuaan: kerut, kempot, peot. (A,1) 2. Parut hipotrofik pasca akne, pasca varisela, pasca trauma operasi atau

kecelakaan. (D,5) 3. Memperbaiki kontur kulit yang kurang estetis: bibir, dagu, pipi. (D,5)

Bahan pengisi (filler): (D,5) 1. Ideal: mudah didapat, murah, mudah disimpan, mudah aplikasi, tidak nyeri saat

aplikasi, tahan lama, tidak efek samping 2. Golongan: semipermanen,permanen 3. Jenis: (A,1)

Implan kolagen Hyaluronic acid PTFE Autologous fat

III. Kontraindikasi1,2 1. Rasa nyeri selama injeksi (D,5) 2. Kemerahan dan pembengkakan (D,5) 3. Hematoma (D,5) 4. Papul akneiformis (D,5) 5. Hipersensitifitas terhadap HA, riwayat penyakit autoimun (seperti skleroderma),

transplantasi organ, penyakit kulit aktif atau kronis (infeksi, dermatitis, dll), kelainan genetik yang melibatkan fibroblast atau kolagen seperti epidermolisis bulosa, kecendrungan keloid atau skar hipertrofi. (A,1)

IV. Efek Samping6 Reaksi pada daerah yang disuntikkan, memar, nyeri, hipersensitif, overcorrection, reaksi anafilaksis, dan gatal. Reaksi-reaksi tersebut akan hilang dalam beberapa minggu. (A,1)

V. Persiapan 1. Pemeriksaan darah: darah lengkap, trombosit, protrombin time, parsial

tromboplastine time, dan gula darah. (A,1) 2. Perempuan usia produktif: dilakukan tes kehamilan. (A,1)

VI. Prosedur Tindakan (D,5) 1. Persetujuan tindak medik 2. Persiapan pasien, alat, petugas

Page 75: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 66

3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan 4. Injeksi bahan pengisi sesuai teknik masing-masing bahan (linear threading,

fanning, cross-hatching, serial puncture dan volumizing) 5. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca tindakan

VII. Pasca Prosedur Tindakan7 (A,1) 1. Setelah injeksi, daerah penyuntikan segera di massage untuk memperbaiki

cotour jaringan sekitarnya. 2. Dioleskan antibiotik topikal pada lokasi penyuntikan.

VIII. Kepustakaan 1. Donofrio LM. Soft tissue augmentation. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,

Paller AS, Leffel DJ [Ed]. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, edisi ke-8. New York, McGraw-Hill, 2012:3044-3052.

2. Vujevick J, Baumann L. Permanent fillers. Dalam: Nouri K, Leal-Khouri S. Techniques in Dermatology Surgery. Edinburgh: Mosby;2003:259-80.

3. Bisaccia E, Scarborough DA. The Columbia Manual of Dermatologic Cosmetic Surgery. New York:McGraw-Hill; 2002.

4. Mariwalla K. Temporary fillers. Dalam: Nouri K (ed). Dermatologic surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013:259-285.

5. Sattler G, Gout U. Illustrated guide to injectable fillers. UK: Quintessence Publishing Group . 2016;118-120.

6. Hanke CW, Rochrich RJ, Busso M, Carruthers A, Carruthers J, Fagien S, et al. Facial Soft-Tissue Fillers conference: Assessing the State of the Science. J Am Acad Dermatol 2011;64:S66-85.

7. Hu X, Xue Z, Qi H, Shen B. Comparative study of aulogous fat vs hyaluronic acid in correction of the nasolabial folds. J Cosmet Dermatol. 2017;1-8.

8. Roy D, Sadick N, Mangat D. Clinical trial of a novel filler material for soft tissue augmentation of the face containing synthetic calcium hydroxylapatite microspheres. Dermatol Surgery. 2006;32(9):1134-1139.

Page 76: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 67

B.17 Injeksi Toksin Botulinum

I. Definisi Penyuntikan toksin botulinum (TB) untuk melumpuhkan sementara otot lurik penyebab berbagai kelainan pada otot mata,kulit dan kelenjar kulit.1,2

II. Indikasi5,7,8,11,14 (A,1) Indikasi kosmetik: 1. Fasial

Regio flabellar: kerutan dahi Regio frontal: garis horizontal dahi, ptosis Regio periorbital: kerutan lateral mata (crow‟s feet) Regio perioral: kerutan sekitar mulut, lipatan pada nasolabial Dagu: meniruskan pipi dan dagu, dimple chin

2. Ekstra fasial: peremajaan kulit leher dan dada bagian atas, platysma, hiperhidrosis, bromhidrosis

3. Bidang lain: strabismus, blefarospasme

III. Kontraindikasi5 (A,1) 1. Penyakit neuromuskular, seperti miastenia gravis, sindrom Lambert-Eaton-

Rooke. 2. Alergi terhadap bahan aktif atau bahan penambah 3. Infeksi kulit pada area yang akan disuntik 4. Koagulopati 5. Pengobatan dengan antikoagulan 6. Obat-obatan seperti antibiotik aminoglikosida (gentamisin, spektinomisin,

amikasin, tobramisin, netilmisin) 7. Penggunaan eritromisin dan suplemen zinc oral (karena meningkatkan respon

terapi injeksi toksin botulinum) 8. Kehamilan dan menyusui 9. Pasien dengan harapan yang tidak realistis 10. Reaksi hipersensitifitas 11. Individu yang non responsif

IV. Efek Samping10 (A,1) 1. Frekuensi dan luasnya komplikasi tergantung pada lokasi, dosis, volume injeksi

dan tipe produk yang digunakan 2. Kelemahan dari otot lain di sekitar tempat injeksi 3. Nyeri lokal pada tempat injeksi intramuskular atau subkutan

V. Preparat dan antidotum botullinum toxin9,10,13 (A,1) Preparat botulinum neurotoxin type A yaitu : 1. OnabotulinumtoxinA (OnaA): Botox/Botox® Cosmetic/Allergan Inc/Vistabel®/

Vistabex® 2. AbobotulinumtoxinA (AboA): Dysport®/Azzalure®

Page 77: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 68

3. Botulinum toxin A Prosigne® 4. IncobotulinumtoxinA (IncoA): Xeomin®/Bocouture® 5. Botulinum toxin A Neuronox®, Meditoxin® dan Botulift®

Antidotum yang disetujui oleh FDA : 1. Bivalent botulinum equine antitoxin (BTX/A dan BTX/B) 2. Human botulism immune globulin (Baby-BIG)

VI. Persiapan (Modul) (D,5) Alat 1. Syringe 3 cc 2. Sarung tangan 3. Syringe insulin/tuberkulin, atau syringe dengan jarum ukuran 30-gauge/31-

gauge/32-gauge 4. Pensil penanda

Persiapan bahan 1. Toksin Botulinum-A dalam vial 2. Larutan NaCl 0,9%

Pengenceran TB 1. Toksin botulinum dilarutkan dengan NaCl 0,9% sebanyak 2,5 ml. 2. Vial dimiringkan 45°, kemudian jarum dengan syringe yang berisi cairan NaCl

0,9% sebanyak 2,5 ml ditusukkan ke dalam vial, dengan arah jarum ke bagian dinding vial.

3. Pada saat memasukkan NaCl ke dalam vial tahan alat penghisap agar cairan dari syringe tidak masuk terlalu cepat kedalam vial.

4. Campurkan sediaan dengan memutar vial secara perlahan pada suatu bidang datar.

5. Konsentrasi TB setelah pengenceran adalah 4 unit/0,1 ml. Jumlah TB yang dibutuhkan yaitu 20-30 unit TB untuk 5 titik injeksi.

VII. Prosedur Tindakan6 (A,1) 1. Anamnesis dan edukasi terhadap pasien mengenai BTX 2. Persetujuan tindakan medik (inform consent) 3. Pemotretan pada wajah untuk dokumentasi 4. Tentukan dosis dan lokasi tempat injeksi sesuai indikasi 5. Wajah pasien dibersihkan 6. Dilakukan marking pada wajah pasien 7. Dilakukan aseptik dan antiseptik 8. Menyiapkan bahan toksin botulinum yang akan disuntikan 9. Injeksi toksin pada otot yang akan didenervasi 10. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca tindakan

Page 78: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 69

VIII. Pasca Prosedur Tindakan (D,5) 1. Penjelasan mengenai hal-hal yang mungkin timbul pasca injeksi TB pada

kerutan glabelar, antara lain:

Ptosis

Nyeri kepala

Eritema, edema, memar dan nyeri pada tempat injeksi TB

Flu-like syndrome 2. Jelaskan hal-hal yang harus diperhatikan pasca injeksi TB pada kerutan

glabelar:

Pasien harus tetap dalam posisi tegak selama 2-3 jam

Pasien tidak boleh telungkup, berbaring, atau melakukan aktivitas yang berat selama empat jam.

Pasien tidak boleh menggosok, menekan, atau memijat tempat injeksi TB

Pasien diminta untuk mengernyikan alis mata sesering mungkin selama dua jam

Pada pasien dapat dilakukan koreksi ulang dua minggu pasca tindakan apabila diperlukan

3. Tanyakan sekali lagi kepada pasien apakah semua penjelasan sudah dimengerti dan apakah ada yang ingin ditanyakan.

4. Sampaikan bahwa apabila terjadi keadaan yang tidak diinginkan, misalnya sulit membuka mata, pasien dianjurkan untuk segera kembali menemui dokter.

IX. Kepustakaan 1. Glogau RG. Botulinum toxin. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,

Leffel DJ [Ed]. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, edisi ke-8. New York, McGraw-Hill, 2012:3053-3061.

2. Carruthers J, Carruthers A. Botulinum toxin: procedures in dermatology. Chicago: Saunders, 2013.

3. Hexsel DM, Soreifmann M, Hexsel CM. Botulinum toxin. Dalam: Nouri K (ed). Dermatologic surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell, 2013:253-258.

4. Kane M, Sattler G. Illustrated Guide to Aesthetic Botulinum Toxin Injections. UK: Quintessence Publishing. 2013:5-8.

5. Almeida.A.R.T, Silva Y.K. Botulinum toxins. Daily Routine in Cosmetic Dermatology. Brazil. 2016:1-10.

6. Hexsel DM, Soreifmann M, Hexsel CM. Botulinum toxin. Dalam: Nouri K (ed). Dermatologic surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell, 2013:253-258.

7. D.W.Kim et al. Botulinum toxin a for the treatment of lateral periorbital rhytids. Facial Plastic and Reconstructive Surgery.San Francisco. 2003:445-451.

8. Small Rebecca. Botulinum toxin injection for facial wrinkles. American Academy of Family Physicians. California, 2014:168-175.

9. Nauman M, Jankovic J. Safety of botulinum toxin tipe A. Current Medical Research and Oppinion. USA. 2004:981-990.

10. Jia Z.et al. Adverse events of botulinum toxin type A in facial rejuvenation. Aesthetic Plastic Surgery. China, 2016.

11. Zhu J.et al. The efficacy of intradermal injection of type A botulinum toxin for facial rejuvenation. Dermatology Therapy. China, 2016:1-4.

12. Fino P.et al. Patient satisfaction as an excellent track record in nonsurgical rejuvenation procedures. European Review for Medical and Pharmacological Sciences. Italy. 2016:1911-1917.

13. Sundaram H. et al. Botulinum toxin type A. Global Aesthetics Consensus. UK, 2015 : 518e-529e.

14. Chang B.et al. Patient perceived benefit in facial aesthetic procedures: FACE-Q as a tool to study botulinum toxin injection outcomes. Aesthetic Surgery Journal. Philadelphia. 2016:810-820.

Page 79: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 70

B.18 Skin Needling

I. Definisi Skin needling adalah tindakan dengan tusukan multipel pada kulit dengan jarum kecil untuk menginduksi pertumbuhan kolagen.

II. Indikasi 1. Skar atrofi/akne hipertrofik7 (A,1) 2. Wrinkle1 (D,5) 3. Stretchmarks1 (D,5) 4. Skin laxity1 (D,5) 5. Melasma sedang-berat7 (A,1)

III. Kontraindikasi (B,3) 1. Gangguan perdarahan dan koagulasi6 2. Kulit yang berpotensi keloid6 3. Adanya kanker kulit, kutil, solar keratosis6 4. Sedang menjalani kemoterapi, radioterapi, kortikosteroid dosis tinggi6 5. Active acne8 6. Herpes labialis8

IV. Efek Samping 1. Transient erythema dan edema7 (A,1) 2. Folikulitis7 (A,1) 3. Hiperpigmentasi pasca inflamasi9 (A,1) 4. Perdarahan/crusting post inflamasi7,9 (A,1) 5. Tram track scarring7,9 (A,1)

V. Persiapan (D,5) 1. Persetujuan tindak medik 2. Persiapan pasien, alat, petugas 3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan

VI. Prosedur Tindakan 1. Beritahu pasien bahwa tindakan skin needling akan dilakukan. 2. Oleskan desinfektan (povidon iodine) pada daerah yang akan dilakukan

tindakan dan hapus dengan kasa steril. 3. Gerakkan dermaroller pada lesi dengan gerakan maju mundur pada empat

arah yaitu vertikal, horizontal, diagonal kiri dan diagonal kanan selama kurang lebih 25 menit. Dermaroller tidak boleh ditekan.

4. Rolling dilakukan hingga terlihat bintik-bintik perdarahan. Lakukan penekanan dengan kasa steril apabila banyak terdapat bintik-bintik perdarahan.

Page 80: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 71

5. Bersihkan bintik perdarahan dengan kasa steril yang telah dibasahi NaCl 0.9% dan kemudian kompres wajah dengan kasa steril NaCl yag baru selama 10-15 menit.

6. Oleskan antibiotik topikal pada daerah yang telah dilakukan skin needling.

VII. Pasca Prosedur Tindakan

1. Penjelasan bahwa obat-obat perawatan sebelumnya (seperti krim hidrokuinon, tretinoin) dihentikan hingga keropeng (krusta) yang muncul telah terkelupas semuanya.

2. Pengolesan krim antibiotik dua kali sehari hingga keropeng (krusta) yang muncul telah terkelupas semuanya.

3. Pengolesan tabir surya diulang setiap 2 jam, pada pagi hingga sore hari. Digunakan setelah mengoleskan pelembap.

4. Jelaskan hal-hal yang harus diperhatikan selama masa penyembuhan, meliputi:

Menghindari pajanan sinar matahari dan ekspresi wajah berlebih, serta tidak boleh menggosok-gosok wajah

Menghindari olahraga atau aktivitas yang mengeluarkan keringat berlebih

Menghindari posisi telungkup saat tidur

Tidak boleh mengelupaskan kulit secara sengaja saat timbul keropeng pada wajah.

VIII. Kepustakaan

1. Orentreich DS, Orentreich N. Subcutanous incisonless (subcision) surgery for the correction of depressed scars and wrinkles. Dermatol Surg. 1995;21(6):543-9.

2. Fernandes D. Upper lip treatment. Paper presented at the ISAPS Conference. Taipei, Taiwan, October 1996.

3. Falabell AF, Falanga V. Wound healing. Dalam: Fremkel FK, Woodley DT, editor. The biology of the skin. New York: Parthenon Publ Group; 2001.

4. Kim SE, Koe DS, Lee AY, Moon HS. Medical conference presentation. Medical science Lab of the Dept of Dermatology at Eulji University School of Medicine and the Dept. Of Dermatology, School of Medicine at Dongguk University Dongguk University, 2005.

5. Schwartz et al. Reflections about collagen induction therapy (CIT). A hypothesis for the machanism of action of collagen induction therapy (CIT) using microneedles. Edisi ke-1. 2006.

6. Deepali B. Collagen Induction Therapy With Dermaroller. CBMJ. 2012 Jan;1(1):35-37. 7. Hou Et Al. Microneedling:A Comprehensive Review. Dermatological Surgery. 2017;43:321-339 8. Singh A, Yadaf S. Microneedling: Advanced and Widening horizons.Indian Dermatology Online

Journal. July-Agustus 2016;7(4). 9. Cohen B.F.Elbuluk N. Microneedling in skin of color: A Review of uses and efficacy Newyork. J

AM dermatol. 2015. 10. Arora S. Gupta BP. Automated microneedling device – a new tool in dermatologist’skit - a

review. Journal of Pakistan Assosiation of Dermatologist. 2012;22(4):354-357.

Page 81: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 72

B.19 Skleroterapi

I. Definisi Penyuntikan bahan sklerosan untuk pengobatan telangiektasia dan venulektasia superfisial pada ekstremitas inferior, termasuk penyuntikan sejumlah bahan iritan tertentu pada dilatasi vena kulit yang tidak normal dilanjutkan dengan pembebatan..

II. Indikasi 1. Telangiektasia 2. Vena retikular 3. Varises

III. Persiapan 1. Persetujuan tindak medik 2. Persiapan pasien, alat, petugas

IV. Prosedur Tindakan 1. Pencegahan infeksi sebelum tindakan 2. Injeksi bahan sklerosan intravena 3. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan paska tindakan 4. Dilakukan dipoliklinik

V. Kepustakaan 1. Weiss RA, Weiss MA. Treatment for varicose and telangiectatic leg veins. Dalam: Goldsmith

LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, edisi ke-8. New York: McGraw-Hill;2012:2997-3008.

2. Perez MI. Sclerotherapy. Dalam: Nouri K, Leal-Khouri S. Techniques in Dermatology Surgery. Edinburgh:Mosby; 2003:259-80.

3. Bisaccia E, Scarborough DA. The Columbian Manual of Dermatologic Cosmetic Surgery. New York: McGraw-Hill; 2002.

4. Goldman MP. Sclerotherapy. Dalam: Roenigk RK, Roenigk HH. Roenigk & Roenigk’s Dermatologic Surgery. Principle and Practice, edisi ke-2. New York; Marcell Dekker.h.1169-84

5. Gloviczki P, Comerota AJ, Dalsing MC, Eklof BG, Gillespie DL, Glovicski ML, etc. The care of patients with varicose veins and associated chronic venous diseases: Clinical practice guidelines of the Society for Vascular Surgery and the American Venous Forum. Journal of Vascular Surgery. 2011;53(5):2s-48s.

6. Gopal B, Keshava SN, Moses V, Surendrababu NSR, Stephan E, Agarwal S, etc. Role of percutaneous sclerotherapy in venous malformations of the trunk and extremities: A clinical experience. Biomed Imaging Interv J. 2013;9(3):e18:1-6.

7. Parnis J, Cannataci C, Umana E, Cassar K. Foam sclerotherapy: the Maltase experience. Malta Medical Journal. 2013;25(1):50-4.

Page 82: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Tindakan Dalam Dermatologi 73

B.20 Transplantasi Rambut I. Definisi

Tindakan tandur alih rambut.

II. Indikasi Kebotakan androgenetik (male/female pattern), trauma/luka bakar, luka operasi, kebotakan genetik lainnya.

III. Persiapan 1. Persetujuan tindak medik 2. Persiapan pasien, alat, petugas

IV. Prosedur Tindakan 1. Pencegahan infeksi sebelum tindakan. 2. Anastesi lokal tumesen dan anestesi blok supraorbital. 3. Tindakan: pengambilan donor dengan eksisi dipotong kecil-kecil menjadi

graft berdiameter 1-2 mm; atau graft diambil dengan pisau plong (punch) dengan diameter 1-2 mm. Penanaman graft pada daerah resipien dengan terlebih dahulu membuat lubang dengan pisau plong/laser CO2 atau celah dengan mikroskalpel. Selama tindakan, graft yang terdiri dari rambut + akarnya (folikel) harus di tangani dengan hati-hati, tetap dibasahi larutan NaCl 0,9% supaya tetap hidup.

4. Dekontaminasi, cuci tangan dan perawatan pasca tindakan.

V. Kepustakaan 1. Withworth JM, Seager DJ. Hair restoration Dalam: Nouri K, Leal-Khouri S. Techniques in

Dermatology Surgery. Edinburgh, Mosby; 2003.h.217-32. 2. Unaeze J, Ciocon DH. Hair transplantation. Dalam: Alam M (eds). Evidence based procedural

dermatology. New York: Springer; 2012:377-389. 3. Unger WP, Unger RH, Unger MA. Hair transplantation and alopecia reduction. Goldsmith LA,

Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, et al. Dalam: Fitzpattrick’s dermatology in general medicine. 8th ed. New York:McGrawhill; 2013:3061-3076.

4. Unger WP and Shapiro R. Textbook of Hair Transplantation. Edisi ke-4. Marcel Decker Inc; 2004.

Page 83: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 74

UJI KULIT

C.1 Autologous Serum Skin Test

C.2 Uji Intradermal

C.3 Uji Provokasi Obat

C.4 Uji Tempel

C.5 Uji Tusuk

Page 84: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 75

C.1 Autologous Serum Skin Test (ASST)

I. Definisi The autologous serum skin test merupakan tes in vivo sederhana untuk mendiagnosis urtikaria kronik idiopatik dengan cara menilai autoreaktivitas melalui injeksi serum autologous intradermal.1,2

II. Indikasi Urtikaria kronik.1-4 Pemeriksaan ASST memiliki sensitivitas 70 % dan spesifisitas 80%.5

III. Kontraindikasi 1. Sedang dalam terapi antihistamin1,2

Antihistamin short acting sebaiknya dihentikan pemberiannya minimal 3 hari sebelum dilakukan uji tusuk dan antihistamin long acting dihentikan minimal 7 hari sebelum dilakukan uji tusuk.1

2. Sedang dalam terapi kortikosteroid dosis tinggi (lebih dari 10 mg/hari).1 3. Sedang menggunakan kortikosteroid topikal1

IV. Efek Samping 1. Belum pernah dilaporkan adanya efek samping ASST. 2. Ada kemungkinan terjadi infeksi mikrobial akibat teknik aseptik yang tidak

sempurna.1,2

V. Persiapan Ada berbagai rekomendasi metode ASST. Metode yang paling banyak digunakan adalah metode yang direkomendasikan oleh European Academy of Allergy and Clinical Immunology (EAACI), The Global Allergy and Asthma European Network (GA2LEN).2

Persiapan alat dan bahan Siapkan dan cek kembali alat-alat dan bahan yang akan digunakan, yaitu: 1. Syringe 2. Sarung tangan 3. Alkohol 70% 4. Spidol 5. Penggaris 6. Tabung gelas steril tanpa clotting accelerator atau anticoagulant 7. Histamin (10 µg/mL), dan normal salin (0,9%) 8. Sentrifuge 9. Kit emergensi

Persiapan pasien 1. Informed concent 2. Penentuan lokasi yaitu lengan bawah bagian fleksor

Page 85: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 76

3. Lakukan tindakan antiseptik mengunakan kapas yang dibasahi larutan alkohol 70% dengan olesan ringan, tanpa menggosok

4. Tandai jarak antara suntikan yaitu 3-5 cm

Persiapan operator 1. Cuci tangan 2. Memakai sarung tangan steril

VI. Prosedur Tindakan Pelaksanaan ASST1,2,6 (C,3) 1. Atur posisi pasien agar merasa nyaman. 2. Pengambilan dari vena antecubiti pasien. 3. Bersihkan lokasi pengambilan darah dibersihkan dengan alkohol 70%.

4. Darah dari vena yang telah diambil 7 cc kemudian ditampung dalam tabung gelas steril tanpa clotting accelerator atau anticoagulant.

5. Diamkan selama 30 menit pada suhu ruangan agar darah menggumpal sehingga plasma terpisah.

6. Serum diperoleh dari sentrifugasi spesimen dengan kecepatan 450-500 g selama 10 menit atau dikonversi dalam rotasi per menit/RPM 2450-2500/menit selama 10 menit. Proses sentifugasi ini bertujuan untuk mendapatkan serum yang bebas faktor pembekuan.

7. Sampel serum autolog, histamin (10 µg/mL), dan normal salin (0,9%), masing-masing 50 µL, disuntikkan intradermal dengan jarak 3-5 cm pada bagian volar lengan bawah yang bebas lesi urtika minimal 24 jam. Urutan suntikan dari proksimal ke distal.

8. Pembacaan hasil: pada menit ke 30 setelah ASST dilakukan. Bila terdapat reaksi yang positif, maka diameter urtikaria diukur.

VII. Pasca Prosedur Tindakan 1. Interpretasi Hasil

2-4 (C,3)

2. Autoreaktivitas ditandai dengan wheal dan flare yang terasa gatal, sebagai respons dari berbagai faktor dalam serum autologous melalui pelepasan berbagai mediator dari sel mastosit atau pengaruhnya secara langsung pada pembuluh darah kecil di kulit.

3. Pemeriksaan ASST positif membuktikan adanya histamine releasing factor dalam serum.

4. ASST disebut positif bila selisih diameter urtika serum autolog dengan salin ≥ 1,5 mm.

Page 86: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 77

Pembacaan dan Interpretasi hasil

Sumber: Kostantinou.

2

Kriteria Kepositifan ASST yaitu bila selisih diameter urtika serum autolog dengan salin lebih atau sama dengan 1,5 cm. (D,5)

VIII. Kepustakaan

1. Kulthanan K, Jiamton S, Gorvanich T, Pikaew S. Autologous Serum Skin Test in Chronic Idiopathic Urticaria: Prevalence, Corelation and Clinical Implications. Asian Pacific Journal of Allergy and Imunology. 2006;24:201-6.

2. Kostantinou G, Asero R, Maurer M, Sabroe RS, Schmid-Grendelmeier P, Grattan C. EAACI/GA

2LEN task force consesus report: the autologous serum skin test in urticaria. Allergy.

2009;64:1256-1268. 3. Powell RJ, Leech SC, Till S, Huber PAJ, Nasser SM, Clark AT. BSACI guideline for the

management of chronic urticaria and angioedema. Clin. Exp. Allergy. 2015;45:547-65. 4. Sabroe RA, Greaves MW. The Pathogenesis of chronic idiopathic urticaria. Arch Dermatol

1997;133:1003-8. 5. Sabroe RA, Seed PT, Francis DM, Barr RM, Black AK, Greaves MW. Chronic idiopathic

urticaria: comparison of the clinical features of patients with and without anti-Fc epsilon RI or anti-IgE autoantibodies. J Am Acad Dermatol. 1999;40:443-50.

6. Swaroop MR, Sathyanarayana BD, Gupta A, Aneesa, Kumari P, Raghavendra J. Autologous Serum Skin Test in Chronic Urticaria. IJCED. 2015;1(1):25-7.

Page 87: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 78

C.2 Uji Intradermal

I. Definisi Uji intradermal adalah pemeriksaan untuk mengetahui reaksi hipersensitivitas yang dimediasi oleh IgE terhadap bahan yang diujikan.1,2 Uji ini juga dapat digunakan untuk mengetahui reaksi hipersentivitas tipe lambat

tetapi dalam hal ini dibatasi uji intradermal untuk mengetahui reaksi hipersensitivitas tipe cepat.3

II. Indikasi Keperluan untuk menyuntikkan obat sistemik, contoh: penisilin.4,5

III. Kontraindikasi5 Sudah diketahui terdapat reaksi hipersensitivitas terhadap bahan/obat yang diujikan.

IV. Efek Samping6 1. Reaksi anafilaksis 2. Urtikaria 3. Reaksi iritasi 4. Nyeri saat penyuntikan

V. Persiapan Persiapan alat dan bahan4,5,7 (C,3) 1. Tentukan obat yang akan diujikan 2. Phenolated saline (0,5% fenol dalam larutan Nacl 0,9%) atau larutan NaCl

0,9%

3. Kontrol positif (larutan histamin 0,01 g/ml) (Digunakan untuk memastikan pada keadaan anergi)

4. Kontrol negatif (larutan NaCl 0,9%) 5. Spuit 1 cc (untuk uji intradermal) 6. Perlengkapan kedaruratan medik:

Tempat tidur

Oksigen

Set infus

Cairan NaCl 0,9% 500cc

Spuit 1 cc dan 3 cc

Adrenalin/epinefrin injeksi

Kortison/kortikosteroid parenteral lain.

Persiapan pasien 1. Pemeriksaan dilakukan bila telah diketahui hasil uji tusuk obat sebelumnya

negatif.3,4

Page 88: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 79

2. Hentikan obat yang dapat memengaruhi hasil sesuai waktu paruh obat (pada umumnya 3-5 hari sebelumnya). Obat yang dapat memberi hasil positif palsu:

morfin, kodein, aspirin, blocker, tetrasiklin. Obat yang memberi hasil negatif palsu: antihistamin, epinefrin, efedrin, aminofilin, kortikosteroid lebih dari 10 mg prednison per hari.3

3. Awasi tanda-tanda vital pasien3 Persiapan dokter Tidak ada persiapan khusus

VI. Prosedur Tindakan Pengenceran bahan uji intradermal4,5 (C,3) 1. Pengenceran bahan dilakukan tidak melebihi 2 jam sebelum uji kulit intradermal

dilakukan. 2. Cara pengenceran obat: solusio steril dari obat yang dicurigai diencerkan

menggunakan phenolated saline (0,5% fenol dalam larutan NaCl 0,9%) atau dalam larutan NaCl 0,9% sehingga diperoleh konsentrasi obat 10-1.

Penyuntikan bahan uji intradermal4,5.(C,3) 1. Phenolated saline atau larutan NaCl 0,9% digunakan sebagai kontrol negatif.

2. Sejumlah 0,01 ml larutan histamin 0,01 g/ml disuntikkan pada volar lengan bawah sampai terbentuk indurasi dengan diameter 4-6 mm.

3. Uji intradermal dimulai dengan penyuntikan larutan obat dengan konsentrasi 10-1.

4. Sejumlah 0,01 ml larutan obat disuntikkan pada kulit ekstensor lengan hingga terbentuk indurasi dengan diameter 4-6 mm.

Pembacaan hasil uji intradermal 1. Pembacaan hasil: pada menit ke 15-30 setelah uji intradermal dilakukan.4,5,7

(C,3) 2. Uji intradermal disebut positif (+) bila dalam 30 menit setelah penyuntikan

bahan obat terjadi urtika dengan diameter lebih dari 10 mm dan eritem di sekitar urtika4,5,7 (C,3) atau bila selisih diameter urtika bahan uji dan kontrol

negatif 1,5 mm atau terjadi perluasan diameter urtika 1,5 mm dibanding diameter urtika awal penyuntikan.

VII. Pasca Prosedur Tindakan

Pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya efek samping.

Page 89: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 80

VIII. Kepustakaan 1. Li JT. Allergy testing. 2002. [cited 2016 December, 25]. Available from URL: www.aafp.org/afp 2. Schwindt C, Hutchenson PS, Leu SY, Dykewicsz MS. Role of intradermal skin test in the

evaluation of clinically relevant respiratory allergy assesed using patient history and nasal challenges. Ann Allergy Asthma Immunol. 2005;94:627-33.

3. Chiriac AM, Bousquet J, Demoly P. In vivo methods for the study and diagnosis of allergy. Dalam: Adkinson NF, Bochner BS, Burks AW, Busse WW. Holgate ST, Lemanske RF, dkk (penyunting). Middleton’s allergy principles and practice. Edisi ke-8. Philadelphia: Saunders; 2014.h.1119-32

4. Barbaud A, Goncalo M, Bruynzeel D, Bircher A. Guidelines for performing skin test with drugs in the investigation of cutaneous adverse drug reactions. Cont Derm. 2001;45:321-328.

5. Barbaud A, Penetrat SR, Trechot P, Petit MA. The use of skin testing in the inverstigation of cutaneous adverse drug reactions. Br J Dermatol. 1998;139:49-58.

6. Brockow K, Romano A, Blanca M, Ring J. General conciderations for skin test procedures in the diagnosis of drug hipersensitivity. Allergy. 2002;57:45-51.

7. European Academy of Allergy and Clinical Immunology. Allergy Spesific Test Intradermal Test. 2009. [diakses tanggal 24 Februari 2017]. Tersedia di: http://www.eaaci.org/patients/diagnosis-and-treatment/allergy-spesific-test/intradermal-test.html.

Page 90: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 81

C.3 Uji Provokasi Obat

I. Definisi Uji Provokasi Obat (UPO)/Oral Challenge adalah metode pemberian obat terkontrol untuk menegakkan diagnosis reaksi hipersensitivitas terhadap obat pada pasien dengan riwayat dugaan alergi obat.1-4

II. Indikasi 1. Untuk menyingkirkan diagnosis hipersensitivitas pada pasien dengan riwayat

yang kurang mendukung atau dengan gejala yang tidak spesifik.2,4,5 2. Untuk menilai toleransi obat-obat yang secara farmakologis aman atau obat-

obat yang secara struktural tidak berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas yang telah ditegakan dan dapat dilakukan untuk membantu individu yang sangat cemas, yang menolak semua obat tanpa bukti toleransi obat.2,4

3. Untuk menyingkirkan kemungkinan reaksi silang terhadap obat yang memiliki hubungan dengan obat yang terbukti menyebabkan reaksi.2,4

4. Untuk menegakkan diagnosis hipersensitivitas obat pada seseorang dengan riwayat positif dengan hasil tes alergi negatif, tidak dapat disimpulkan, atau tidak tersedia.2,4

III. Kontraindikasi 1. Ibu hamil, dengan pengecualian pada obat yang sangat dibutuhkan selama

kehamilan atau pada saat persalinan.2,6

2. Faktor komorbiditas seperti alergi dan infeksi akut, asma yang tidak terkontrol, penyakit jantung, gangguan ginjal, hepar, dan ginjal.7

3. Riwayat reaksi obat jenis yang berat dan mengancam kehidupan yaitu, Generalized Bullous Fixed Drug Eruption; Acute Generalized Exanthematous Pustulosis; Toxic Epidermal Necrolysis; Steven Johnson Syndrom; DRESS; Systemic Vasculitis; Systemic Organ Manifestations (blood citopenia,hepatitis, nephritis, pneumonitis); Severed Anaphylaxis; Drug Induced Autoimmune Disease(systemic lupus erythematosus, pemphigus vulgaris, and bullous pemphigoid).4,6

IV. Efek Samping Syok anafilaktik atau bronkospasme2

V. Persiapan Persiapan alat dan bahan3,5 1. Jenis obat yang diberikan biasanya merupakan preparat komersil. Khusus

untuk obat kombinasi, preparat penyusun obat juga harus diujikan dalam UPO yang terpisah. oleh karena kandungan dan bahan aditif obat dapat pula memicu reaksi.2

2. Ketersediaan fasilitas resusitasi untuk kegawatan, termasuk diantaranya prosedur intubasi, disarankan tergantung pada berat ringannya reaksi obat sebelumnya, dan jenis obat yang diujikan.2,8

Page 91: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 82

3. Obat-obat kegawatan seperti kortikosteroid, antihistamin, adrenalin, teofilin, dan inhalan beta-mimetik harus sudah dipersiapkan sebelum prosedur UPO.2

Persiapan pasien 1. Pasien harus dalam keadaan sehat, pada saat tes dilakukan, tidak ada tanda-

tanda alergi, atau infeksi virus.2,9 2. Tidak ada lesi kulit selama minimal 4-6 minggu sebelum tes dilakukan.4,7 3. Obat-obat selain yang diujikan tidak boleh dikonsumsi selama UPO.2 4. Washout obat-obat yang dikhawatirkan mempengaruhi atau mengganggu hasil

tes termasuk diantaranya antihistamin, antidepresan, glukokortikoid, beta-bloker, dan ACE-inhibitor (tabel 1).2,4,6,8

5. Dokumentasi pasien dan pencatatan data pasien secara lengkap, riwayat medis, dan riwayat terapi obat sebelum UPO, tahap paparan dosis obat, dan hasil pemeriksaan fisik awal sebelum UPO.2

6. Pemeriksaan fungsi paru harus dilakukan pada pasien dengan riwayat bronkospasme.2

7. Pemasangan kateter intravena selama prosedur UPO harus dilakukan pada pasien dengan riwayat syok anafilaksis sebelumnya.2

VI. Prosedur Tindakan Pemberian obat untuk UPO dapat dilakukan secara oral, parenteral (iv, im, sc) dan topikal (nasal), bronkhial, konjuntiva, dan perkutan. Secara umum untuk cutaneus adverse drug reactions jalur pemberian obat uji peroral lebih banyak dipilih dibandingkan parenteral karena absorbsinya lebih lambat sehingga bila muncul reaksi dapat segera diterapi.1 Salah satu guideline UPO yang sering dijadikan acuan adalah protokol dari European Network for Drug Allergy ( ENDA) 2003. Protokol UPO yang lain berasal dari berbagai penelitian kohort dalam skala kecil terhadap beberapa jenis obat, diantaranya aspirin, cyclooxigenase-2 inhibitor, beta-laktams.7,8,10,12 (D,5) 1. Protokol European Network for Drug Allergy (ENDA): pasien dengan riwayat

reaksi obat berat dirawatinapkan, sedangkan prosedur pada pasien dengan riwayat delayed type reaction atau pada pasien dengan reaksi yang tidak membahayakan dapat dilakukan dengan rawat jalan. 2,7

2. Dosis obat untuk UPO tergantung jenis obat, dan derajat keparahan reaksi sebelumnya, rute pemberian, hingga waktu laten setelah aplikasi hingga reaksi, dan status kesehatan pasien. Secara umum dosis dimulai dari dosis rendah, kemudian dinaikkan secara hati-hati, dan dihentikan segera setelah reaksi muncul. Jika tidak ada gejala yang muncul, dapat diberikan dosis maksimal tunggal atau diberikan dosis harian tertentu (lampiran 2).2

3. ENDA menetapkan dosis awal UPO dengan reaksi tipe immediate (riwayat reaksi obat kurang dari 1 jam setelah pemberian obat berupa urtikaria, angioedema, rhinitis, bronkospame, atau syok anafilatik) dapat dimulai antara 1/10.000 hingga 1/10 dosis terapi tergantung berat ringannya riwayat reaksi. Dosis obat dinaikkan setiap minimal 30 menit hingga dosis terapi tercapai atau hingga gejala reaksi obat muncul.8,10

4. Pada reaksi non immediate (riwayat reaksi obat lebih dari 1 jam setelah pemberian obat berupa erupsi makulopapular, urticaria atau angioedema tipe

Page 92: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 83

delayed) ENDA menetapkan dosis awal obat tidak boleh lebih dari 1/100 dari dosis terapi, dengan pengecualian pada fixed drug eruption.10

5. UPO harus dilakukan dengan kontrol plasebo (pil laktosa atau salin 0,9% untuk prosedur parenteral), buta tunggal atau bila diperlukan buta ganda. Pemberian plasebo paling sering dilakukan pada hari pertama provokasi tes dengan satu, dua, atau 3 dosis plasebo dalam interval waktu bervariasi disesuaikan dengan interval obat yang diujikan, rata-rata 1 hingga 4 jam. Plasebo dapat pula diberikan setelah UPO terhadap obat uji selesai dilakukan untuk kofirmasi hasil yang meragukan dalam periode waktu yang berbeda.2,4

6. Pada adverse drug reaction dengan kemungkinan obat penyebab yang multipel, UPO pertama dilakukan terhadap obat yang memiliki kemungkinan paling kecil untuk menimbulkan reaksi alergi dan obat yang paling dicurigai sebagai penyebab reaksi hipersensitifitas diberikan paling akhir. Provokasi selanjutnya dapat dilakukan dalam beberapa hari hingga beberapa bulan ke depan tergantung pada jenis obat dan reaksi UPO sebelumnya.2,7,8

7. Lama pengawasan UPO, tergantung pada riwayat reaksi obat sebelumnya dan obat yang diujikan, dapat dilakukan hingga 5 kali waktu paruh obat uji untuk menjamin eliminasi seluruhnya.12 ENDA menetapkan waktu untuk pengawasan ketat minimal 2 jam setelah stabilisasi, tetapi untuk pertimbangan keamanan menyarankan pengawasan hingga 24 jam.2 Pada UPO dengan reaksi yang berat seperti syok anafilaksis pasien dapat diminta untuk rawat inap, karena adanya kemungkinan episode bifasik yang dapat mengancam jiwa jika tidak dikenali dan diterapi lebih awal.12 Pasien dapat dibekali dengan obat-obat pertolongan pertama, termasuk antihistamin, betamimetik, kortikosteroid, untuk gejala lanjutan yang mungkin masih bisa terjadi.2

Protokol Lammintausta et al, (2005), sebagai modifikasi protokol UPO dari ENDA: 1. UPO terbukti aman dilakukan dengan rawat jalan setelah pasien dengan

riwayat reaksi yang berat disingkirkan terlebih dahulu. 2. Pengawasan ketat di rumah sakit hanya pada hari pertama UPO dengan

pemantauan pada reaksi kulit, tekanan darah, denyut jantung, dan suhu tubuh. 3. Pasien diijinkan untuk pulang ke rumah 3 hingga 4 jam setelah dosis terapi

obat tercapai dan bisa dilanjutkan dengan dosis harian regular selama 3-7 hari di rumah. Jika reaksi tidak muncul pasien diminta menghubungi dan reaksi jika dirasakan muncul diminta segera menghubungi, menghentikan obat, dan segera memeriksakan diri kembali.7

Blanca-Lopez et al, dalam uji provokasi obat terhadap golongan aminopenicilin dengan riwayat reaksi nonimmediate. 1. Menetapkan setelah dosis terapi harian tercapai dilakukan pengawasan selama

6 jam di rumahsakit.

2. Pasien selanjutnya dapat melakukan UPO di rumah dengan dosis harian selama 5 hari dengan pemantauan dokter.

3. Penderita diminta segera menghubungi dan mendatangi rumah sakit bila reaksi muncul.8,12

Page 93: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 84

VII. Pasca Prosedur Tindakan Penilaian Hasil UPO (D,5) 1. UPO dinyatakan positif bila didapatkan adanya gejala atau tanda reaksi obat

yang sesuai dengan reaksi hipersensitivitas pada riwayat sebelumnya. Untuk tipe immediate reaksi (urtikaria, angioedema, rhinitis, bronkospasme, and syok anafilaktik) muncul dalam waktu kurang dari 1 jam setelah dosis obat terakhir diberikan (3 jam untuk obat golongan aspirin dan NSAID).

2. UPO dinyatakan negatif bila setelah dosis harian regular diberikan 2 hingga 4 kali tidak ditemukan adanya gejala dan atau tanda-tanda reaksi hipersensitivitas.12

3. UPO ulangan dengan dosis terakhir sangat disarankan pada pasien dengan riwayat reaksi obat dengan gejala subjektif, dengan hasil UPO yang serupa dan tidak khas, setelah dikonfirmasi dengan placebo challenge hasilnya negatif.2

4. Spesifitas dan sensitivitas UPO memiliki keterbatasan karena uji ini tidak dapat dilakukan pada pasien dengan hasil uji kulit positif atas pertimbangan etik. Nilai prediksi UPO sangat tergantung pada mekanisme reaksi dan obat yang terlibat. Keterbatasan lain dari tes ini yang harus dipertimbangkan pemeriksa adalah kemungkinan positif palsu dan negatif palsu, sehingga UPO dengan hasil negatif bukan merupakan jaminan toleransi terhadap obat dimasa yang akan datang.2

Penatalaksanaan reaksi obat oleh karena UPO2: 1. Pada setiap prosedur UPO penilaian perlu tidaknya pemberian terapi terhadap

reaksi obat sangat bervariasi tergantung berat ringan dan tipe reaksi. 2. Tahap pertama adalah penghentian pemberian obat uji segera diikuti prosedur

umum maupun spesifik setelah reaksi muncul. 3. Pemberian terapi supresif atau remittive dapat mulai diberikan bila gejala cukup

khas sehingga dapat diambil kesimpulan dari hasil uji. 4. Prosedur penatalaksanaan reaksi harus disesuaikan dengan kondisi pasien

dan secara umum mengikuti kaidah umum terapi kegawatdaruratan. 5. Pada tipe immediate dapat dipersiapkan prednisolon 40-60 mg dan

antihistamin selama 2 hari . 6. Pada kasus berat seperti reaksi anafilaksis terapi dapat ditambah dengan

injeksi intramuskular epinefrin 0,25 μg.4,8

Prosedur UPO dengan segala keterbatasannya terbukti cukup aman dan efektif bila dilakukan secara hati-hati dan dilakukan dalam pengawasan ahli dan terbukti aman dilakukan dengan rawat jalan pada pasien dengan riwayat reaksi yang tidak berat.

Page 94: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 85

VIII. Kepustakaan 1. Chiriac AM, Demoly P. Drug provocation tests: up-date and novel approaches. Allergy Asthma

Clin Immunol. 2013;9(1):12. 2. Aberer W, Bircher A, Romano A, et al. Drug provocation testing in the diagnosis of drug

hypersensitivity reactions: General considerations. Allergy.. 2003;58:854-63. 3. Rerkpattanapipat T, Chiriac AM, Demoly P. Drug provocation tests in hypersensitivity drug

reactions. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2011 Aug;11(4):299-304. 4. Bousquet PJ. Provocation Tests in Diagnosing Drug Hypersensitivity. Current Pharmaceutical

Design, 2008;14:2792-2802. 5. Brockow K, Romano A, Blanca M, et al. Rostrum: General considerations for skin test

procedures in the diagnosis of drug hypersensitivity. Allergy. 2002;57:43-51. 6. Mirakian R, Ewan PW, Durham SR, et al. BSACI guideline for the management of drug allergy.

Clin Exp Allergy 2008;39:43-61. 7. Lammintausta K, Kortekangas-Savolainen O. The usefulness of skin test to prove drug

hypersensitivity. Br J Dermatol. 2005;152:968-74. 8. Messad D, Sahla H. Benahmed S, et al. Drug provocation test in patiens with history

suggesting an immediate drug hypersensitivity reaction. Annals Internal Med 2004;140:1001-6. 9. Aberer W, Kranke B. Clinical manifestations and mechanisms of skin reactions after systemic

drug administration. Drug Discovery Today: Disease Mechanisms 2008;5:237-47. 10. Blanca M, Romano A, Torres MJ, et al. Update on the evaluation of hypersensitivity reaction to

betalactams. Allergy 2009;64:183-93. 11. Lammintausta K, Kortekangas-Savalainen O. Oral challenge in patien with suspected cutaneus

adverse drug reactions: Finding in 784 patients during a 25-year-period. Acta Derm Venereol 2005;85:491-6.

12. Blanca-Lopez N, Zapatero L, Alonso E, et al. Skin testing and drug provocation in the diagnosis of nonimmediate reactions to aminopenicillins in children. Allergy. 2009;64:229-33.

Page 95: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 86

Tabel 1. Obat yang perlu dihindari sebelum melakukan uji provokasi obat2,4,6,8

Golongan Reaksi intermediet

Reaksi non intermediet

Interval bebas obat

Konsekuensi

Anti-histamin H1 + - 3-7 hari Menutupi reaksi Antidepresan (imipramin dan fenotiazin)

+ - 5 hari

Agonis β-2

Kerja cepat (short acting)

Kerja lambat (long acting)

+ +

- -

6-8 jam 1-2 hari

Menutupi reaksi

Β-blocker

Per OS

Tetes mata

+ +/-

+ -

1-2 hari 1-2 hari

Memperberat reaksi

Kortikosteroid

Jangka pendek, dosis rendah (<50 mg)

Jangka pendek, dosis tinggi (>50 mg)

Jangka panjang

+/- +/- +/-

- + +

3-5 hari 1 minggu 3 minggu

Menutupi reaksi

Ipratropium bromida

+ - 6-8 jam Menutupi reaksi

Leukotriene modifier

+ - >1 minggu Menutupi reaksi

Teofilin kerja lambat

+ - 1-2 hari Menutupi reaksi

ACE inhibitor + + 1 hari Memperberat reaksi

Page 96: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 87

Tabel 2. Sekuens peningkatan dosis β-laktam saat uji provokasi obat (diadaptasi dari Messad et al.)

Obat Golongan Dosis’ Rute Dosis harian untuk dewasa”

Amoksisilin Penisilin 1,5,25,100,500,1000 Oral 1000-2000 mg Ampisilin Penisilin 1,5,25,100,500,1000 Oral 2000 mg Kloksasilin Penisilin 1,5,25,100,500,1000 Oral 2000 mg Cefaclor Cephalosporin 1,5,25,125,500 Oral 750 mg Cefadroxil Cephalosporin 1,5,25,100,500,1000 Oral 2000 mg Cefatrizine Cephalosporin 1,5,25,50,250,700 Oral 1000 mg Cefazolin Cephalosporin 1,5,25,100,500,2000 Intravena 1500-3000 mg Cefuroxime Cephalosporin 1,5,20,80,400 Oral 500 mg Ceftazidime Cephalosporin 1,5,25,100,500,2000 Intravena 3000 mg Cefixime Cephalosporin 1,5,25,100,225 Oral 400 mg Ceftriaxone Cephalosporin 1,5,25,100,500,1000 Intravena 1000-2000 mg

‘ Sepuluh kali lebih rendah dibandingkan dosis awal pada syok anafilasis, satuan yang sama dengan kolom 5 “ Berdasarkan rekomendasi French Agency on Drug Safety (www.AFSSAPS.sante.fr)

Tabel 3. Sekuens peningkatan dosis antibiotik non β-laktam saat uji provokasi obat (diadaptasi dari Aberer et al.)

Obat Golongan Dosis’ Rute Dosis harian untuk dewasa”

Azitromisin Makrolida 1,5,25,75,125,250 Oral 500 mg Klaritromisin Makrolida 1,5,25,100,500,1000 Oral 1500-2000 mg Eritromisin Makrolida 1,5,25,100,500,1500 Oral 2000-3000 mg Josamycin Makrolida 1,5,25,100,500,1000 Oral 1000-2000 mg Roxithromycin Makrolida 1,5,25,100,150 Oral 300 mg Spiramisin Makrolida 15 000, 75 000, 325

000,750 000, 1 500 000, 4 500 000

Oral 6-9 mIU

Siprofloksasin Kuinolon 1,5,25,100,500 Oral 500-1500 mg Ofloksasin Kuinolon 2,10,50,100,200 Oral 400 mg Pefloksasin Kuinolon 4,20,100,200,400 Oral 800 mg

‘ Sepuluh kali lebih rendah dibandingkan dosis awal pada syok anafilasis, satuan yang sama dengan kolom 5 “ Berdasarkan rekomendasi French Agency on Drug Safety (www.AFSSAPS.sante.fr)

Page 97: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 88

Tabel 4. Sekuens peningkatan dosis NSAID saat uji provokasi obat (diadaptasi dari Messad et al.)

Obat Dosis’ Rute Dosis harian untuk dewasa”

Diklofenak 1,5,20,80 Oral 100-150 mg Ibuprofen 1,5,20,80,150,300 Oral 200-1200 mg Ketoprofen 1,5,20,80 Oral 100-200 mg Asam Tiaprofenik 1,5,20,80,200 Oral 300-400 mg Meloxicam 1,3,7.5 Oral 7.5-15 mg Piroxicam 1,3,6,10 Oral 20 mg Asam niflumik 1,5,25,125,625 Oral 750-1000 mg Aspirin 1,5,20,50,100,200,500 Oral 500-3000 mg Parasetamol 1,510,50,250,500,1000 Oral 500-4000 mg

‘ Sepuluh kali lebih rendah dibandingkan dosis awal pada syok anafilasis, satuan yang sama dengan kolom 4 “ Berdasarkan rekomendasi French Agency on Drug Safety (www.AFSSAPS.sante.fr)

Tabel 5. Sekuens peningkatan dosis obat saat uji provokasi obat (diadaptasi dari Messad et al.)

Obat Golongan Dosis’ Rute Dosis harian untuk dewasa”

Betamethasone Steroid 0.2,1,2,4 Oral 3-12 mg Metilprednisolone Steroid 1.6,8,16,32 Oral 16-64 mg Prednisolone Steroid 2,10,20,40 Oral 20-80 mg Omeprazole Proton-pump

inhibitor 1,5,10,20 Oral 20-40 mg

Pristinamycin Synergistin 1,5,25,100,500,1500 Oral 2000-3000 mg

Tetrazepam Benzodiazepin 1,2.5,25,50 Oral 50-100 mg Vaksin apa saja Vaksin 0.1,0.4,0.5 Subkutan 0.5(1.0) ml Lidokain/ Artikain Anestesi lokal 0.1,1,2 Subkutan 1-3 ml

‘ Sepuluh kali lebih rendah dibandingkan dosis awal pada syok anafilasis, satuan yang sama dengan kolom 5 “ Berdasarkan rekomendasi French Agency on Drug Safety (www.AFSSAPS.sante.fr)

Page 98: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 89

C.4 Uji Tempel

I. Definisi

Pemeriksaan in vivo untuk mengetahui reaksi hipersensitivitas tipe lambat, dan bertujuan untuk mengidentifikasi alergen penyebab.1-5

II. Indikasi 1. DKA1,2 2. Dermatitis kontak iritan (DKI) dengan diagnosis banding DKA1,2 3. Dermatitis kronis dengan penyebab belum diketahui1,2 4. Erupsi obat alergi6

III. Kontraindikasi 1. Dermatitis yang diderita masih dalam fase akut2 (D,5*) 2. Kehamilan (medikolegal)2 (D,5*) 3. Menggunakan obat-obat yang dapat mempengaruhi reaksi kulit, misalnya

setara prednison ≥20 mg/hari dan imunomodulator 2,7 (A,1)

IV. Efek Samping2,8

1. Sensitisasi 2. Reaksi iritan 3. Kambuhnya dermatitis yang diderita sebelumnya 4. Fenomena Koebner 5. Reaksi positif yang persisten 6. Reaksi anafilaktoid 7. Lesi hiperpigmentasi atau hipopigmentasi pada lokasi dengan reaksi positif 8. Efek karena tekanan 9. Infeksi bakteri dan virus 10. Nekrosis, terbentuknya skar dan keloid

V. Persiapan Persiapan alat dan bahan9 1. Alergen kontaktan:

Standar/komersial (Eropa, Jepang, Internasional)

Non-standar/tidak komersial/own material dalam vehikulum vaselin atau cairan

Obat tersangka dalam vehikulum vaselin atau cairan 2. Unit uji tempel: Finn Chamber, Gama chamber, Plastic square chamber

(vanderBend, IQ square) 3. Plester hipoalergenik 4. Perlengkapan kedaruratan medik

Tempat tidur

Oksigen

Set infus

Reviewer: dr. Reti

Page 99: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 90

Cairan NaCl 0,9% 500 cc

Spuit 1 cc dan 3 cc

Kortison/kortikosteroid parenteral lain

Persiapan pasien 1. Lesi kulit dalam keadaan tenang.1,2

2. Uji dilakukan minimum 1 minggu setelah pasien menghentikan penggunaan kortikosteroid topikal pada lokasi uji, kortikosteroid sistemik (prednison >20 mg/hari),7 (A,1) dan imunomodulator.9

3. Tidak mengonsumsi imunosupresan atau kortikosteroid sistemik.1,2 4. Untuk alergen nonstandar tertentu perlu pengenceran 1/1.000, 1/100, 1/10.1,2 5. Uji dilakukan minimum 2 minggu setelah lesi tenang. Pada erupsi obat alergik

uji dilakukan 6 minggu-6 bulan setelah lesi tenang.2 6. Uji dilakukan minimum 4 minggu setelah pajanan berat sinar

matahari/fototerapi UVB.2

VI. Prosedur Tindakan1-3,10,11 (C,4) Uji tempel dengan Finn chamber merupakan uji tempel yang paling sering digunakan.

1. Tentukan lokasi uji yaitu punggung atas atau interskapula. Bila tidak memungkinkan, dapat dilakukan di lengan atas sisi lateral.

2. Bahan alergen yang akan diujikan diisikan pada unit uji tempel dan diberi tanda. Isikan alergen sebanyak 20 mg atau sepanjang 8 mm pada unit chamber atau bila berupa alergen cair, diteteskan 20 µL atau 1 tetes di atas kertas filter yang diletakkan pada unit chamber.

3. Posisi pasien duduk atau telungkup. 4. Kulit dibersihkan dengan kapas alkohol. 5. Unit uji tempel ditempelkan di kulit dan diberi perekat/plester hipoalergenik. 6. Pada uji tempel obat, pasien diminta menunggu di tempat selama 30 menit

untuk mendeteksi efek samping reaksi tipe cepat yang mungkin terjadi. 7. Pasien diijinkan pulang dengan pesan agar lokasi uji tidak basah kena air dan

tidak melakukan aktivitas yang menimbulkan keringat berlebihan. 8. Apabila timbul perih/nyeri (reaksi iritan) harus menghubungi dokter. 9. Unit uji tempel bisa dilepas lebih awal jika timbul keluhan sangat gatal atau rasa

terbakar pada lokasi uji tempel). 10. Pembacaan pada umumnya dilakukan pada jam ke 48, 72 dan 96. Untuk

alergen tertentu pembacaan dapat ditambah lebih dari 96 jam. 11. Hasil tes tempel yang positif bermakna dinilai relevansinya dengan anamnesis

dan gambaran klinis. Hasil relevansi positif dianggap sebagai penyebab. 12. Pasien diberi catatan tentang hasil uji tempel yang positif bermakna.

VII. Pasca Prosedur Tindakan Pembacaan dan interpretasi hasil uji tempel:1-6 (C,3) 1. Setelah 48 jam unit dibuka, diberi tanda dengan larutan gentian violet/skin

marker 2. Pembacaan dilakukan 15-30 menit setelah plester di lepaskan

Page 100: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 91

3. Hasil uji tempel dibaca sesuai metode ICDRG yaitu: ? eritema + eritema, infiltrat, papul ++ eritema, infiltrat, papul, vesikel +++ eritema, infiltrat, papul, vesikel berkonfluesi atau bula - negatif IR reaksi iritan NT tidak dilakukan uji

4. Pasien diizinkan pulang namun lokasi uji tetap dianjurkan untuk tidak basah/ terkena air

5. Pada hari ke-3 (72 jam) dan hari ke-4 (96 jam) dilakukan pembacaan ulang dengan cara yang sama

6. Dari hasil pembacaan disimpulkan reaksi yang timbul bersifat alergik atau iritan 7. Hasil uji tempel yang positif bermakna (minimal +) dinilai relevansinya melalui

anamnesis dan gambaran klinis. Hasil dengan relevansi positif ditetapkan sebagai penyebab kelainan kulit saat ini. Jika ditemukan relevansi dari reaksi positif, maka seharusnya dihindari bahan-bahan sebagai penyebab.

Bila hasil uji tempel meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan pada penderita dengan menggunakan Repeated Open Application Test (ROAT).1,2 (C,4) Reaksi positif palsu Beberapa keadaan yang memberikan reaksi positif palsu antara lain:1-4

1. Angry back (excited skin syndrome) 2. Konsentrasi bahan terlalu tinggi 3. Terlalu cepat dilakukan evaluasi 4. Dermatitis karena plester. Reaksi negatif palsu Reaksi negatif palsu dapat timbul pada keadaan:1-4 (C,4) 1. Konsentrasi bahan untuk dilakukan tes terlalu rendah. 2. Terlalu cepat melepaskan tes tempel dan melakukan interprestasi 3. Vehikulum yang tidak sesuai 4. Kondisi yang memudahkan timbulnya dermatitis (keringat, gesekan, tekanan,

ulserasi) 5. Bila alergen bersifat fotosensitizer 6. Penggunaan kortikosteroid.

Page 101: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 92

VIII. Kepustakaan 1. Devos SA, Pieter VDV. Epicutaneous Patch Testing: a review. Eur J Dermatol. 2002;12(5):

506-13. 2. Lachapelle JM, Malbach HI. Patch testing methodology. Dalam: Lachapell JM, Maibach HI,

penyunting. Patch testing and prick testing, a practical guide. Edisi kedua. Jerman;Springer; 2009.h.33-67

3. Castanedo-Tardan MP, Zug KA. Allergic Contact Dermatitis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi kedelapan. New York: Mc Graw Hill; 2003.h.152-64.

4. Lachapelle JM, Maibach HI. The standart and additional series of the patch test. Dalam: Lachapell JM, Maibach HI, editor. Patch testing and prick testing, a practical guide. Edisi kedua. Jerman;Springer; 2009.h.70-94.

5. Fortina AB, Cooper SM, Spiewak R, Fontana E, Schnuch A, Uter W. Patch test results in children and adolescents across Europe. Analysis of the ESSCA Network 2002–2010. Pediatr Allergy Immunol. 2015;26(5):446-55.

6. Barbaud A. Skin testing and patch testing in non-IgE-mediated drug allergy. Curr Allergy Asthma Rep. 2014:14:442.

7. Anveden I, Lindberg M, Andersen KE, Bruze M, Isaksson M, Liden C, et al. Oral prednisone suppresses allergic but not irritant patch test reactions in individuals hypersensitive to nickel. Contact Dermatitis. 2004;50(5):298-303.

8. Hillen U, Frosch PJ, John SM, Pirker C, Wundenberg J, Goos M. Patch test sensitization caused by para-tertiary-butylcatechol. Results of a prospective study with a dilution series. Contact Dermatitis 2001:45:193-196.

9. Johansen JD, Korte KA, Agner T, Andersen KE, Bicher A, et al. European society of contact dermatitis guideline for diagnostic patch testing-recommendations on best practice. Contact Dermatitis. 2015:1-27.

10. Manuskiatti W, Maibach H I. 1- versus 2- and 3-day diagnostic patch testing. Contact Dermatitis. 1996:35:197-200.

11. Brasch J, Geier J, Henseler T. Evaluation of patch test results by use of the reaction index. An analysis of data recorded by the Information Network of Departments of Dermatology (IVDK). Contact Dermatitis 1995:33:375-380.

Page 102: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 93

C.5 Uji Tusuk

I. Definisi Pemeriksaan in vivo untuk mengetahui reaksi hipersensitivitas tipe cepat, dan bertujuan untuk mengidentifikasi alergen penyebab.1,2

II. Indikasi3,4 Identifikasi sensitisasi terhadap alergen tertentu pada penyakit-penyakit dengan dasar reaksi hipersensitivitas tipe 1:

Urtikaria

Dermatitis atopik

Erupsi obat alergik

Asma bronkial

Rinitis alergika

Konjungtivitis alergik.

III. Kontraindikasi2,3,5 1. Kehamilan 2. Penyakit dalam keadaan aktif 3. Terdapat lesi kulit yang dapat mengganggu pembacaan pada lokasi uji 4. Pasien yang tidak kooperatif atau takut jarum 5. Riwayat anafilaksis

IV. Efek Samping2 1. Syok anafilaksis 2. Syok neurogenik 3. Bronkospasme 4. Urtikaria

V. Persiapan Persiapan alat dan bahan5,6,7(C,3) 1. Alergen yang telah distandarisasi (makanan, hirup, dan obat tersangka dalam

vehikulum cairan) 2. Jarum 25–27G/lancet sesuai jumlah alergen 3. Kontrol positif (histamin klorhidrat 10 mg/ml) 4. Kontrol negatif (Larutan NaCl 0,9% atau vehikulum yang digunakan pada

alergen) 5. Perlengkapan kedaruratan medik:

Tempat tidur

Oksigen

Set infus

Cairan NaCl 0.9% 500 cc

Spuit 1 cc dan 3 cc

Adrenalin/epinefrin injeksi

Page 103: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 94

Kortison/kortikosteroid parenteral lain Persiapan pasien Hentikan obat-obat antihistamin, seperti setirizin, loratadin, feksofenadin, ebastin, mizolastin, desloratadin, dan levosetirizin selama 3 hari. Ketotifen dihentikan selama 15 hari. Obat yang dapat memberi hasil positif palsu: morfin, kodein, aspirin, β blocker, tetrasiklin. Obat yang dapat memberi hasil negatif palsu: epinefrin, efedrin, aminofilin, kortikosteroid lebih dari 10 mg prednison perhari.6

VI. Prosedur Tindakan2,3,5,7-9 (C,3) 1. Lokasi: lengan bagian volar atau punggung bagian atas. Pemeriksaan dilakukan

di lengan bagian volar, dengan jarak 3 cm dari siku dan 5 cm dari pergelangan tangan.

2. Bersihkan lokasi uji dengan kapas alcohol. 3. Lokasi penusukan ditandai dengan jarak kurang lebih 2 cm. 4. Sebelum melakukan pemeriksaan dengan alergen, terlebih dahulu dilakukan

pemeriksaan dengan kontrol positif dan kontrol negatif. 5. Kontrol positif harus menghasilkan urtika dengan diameter minimal 3 mm, dan

kontrol negatif memberikan hasil negatif. 6. Teteskan alergen pada area yang telah ditandai dan menusuk area tersebut

dengan lancet atau jarum dengan sudut 30-400 untuk menghindari pendarahan. 7. Lancet/jarum diganti di setiap tusukan alergen yang berbeda. 8. Pasien dianjurkan untuk tidak menggaruk walaupun terdapat rasa gatal.

VII. Pasca Prosedur Tindakan Pembacaan Hasil Uji Tusuk dan Relevansi:2,3,4,10 (C,3) 1. Setelah 15-20 menit alergen dan kontrol dikeringkan dengan tisu 2. Ukur diameter setiap urtika 3. Diameter urtika kontrol positif harus minimum 3 mm lebih besar daripada

kontrol negatif 4. Hasil positif bila alergen dengan diameter urtika >50% dari jumlah diameter

kontrol positif dan kontrol negatif. 5. Penilaian relevansi dilakukan terhadap hasil uji yang positif dihubungkan

dengan anamnesis dan gejala klinis.

Page 104: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

Uji Kulit 95

VIII. Kepustakaan 1. Caffarelli C, Dondi A, Dascola CP, Ricci G. Skin prick test to foods in childhood aopic eczema:

pros and cons. Ital J Pediatr. 2013;31;1-5. 2. Heinzerling L, Mari A, Bergman KC, Bresciani M, Burbach G, Darsow U, dkk. The skin prick

test-European standards. Clin Trans Allerg. 2013;3:1-10. 3. Coetzee O, Green RJ, Masekela R. A guide to performing skin prick testing in practice: tips and

tricks of the trade. S AfrFamPract. 2013;55:415-9. 4. Bousquet J, Heinzerling L, Bachert C, Papadopoulos NG, Bousquet PJ, Burney PG, et al.

Practical guide to skin prick tests in allergy to aeroallergens. Allergy. 2012;67:18-24.

5. Morris A. Allsa position statemen: allergen skin-prick testing. Curr Allerg Clin Immunol. 2006;19:1-4.

6. Lachapelle JM, Malbach HI. The methodology of open (non-prick) testing, prick testing, and its variants. Dalam: Lachapell JM, Maibach HI, penyunting. Patch testing and prick testing. Edisikedua. Jerman;Springer:2009. Hlm.141-52.

7. Nelson HS, Knoetzer J, Bucher B. Effect of distance between sites and region of the body on results of skin prick tests. J Allergy Clin Immunol. 1996;97(2):596-601.

8. Demoly P, Bousquet J, Manderscheid JC, Dreborg S, Dhivert H, Michel FB. Precision of skin prick and puncture tests with nine methods.J Allergy Clin Immunol. 1991;88(5):758-62.

9. Konstantinou GN, Bousquet PJ, Zuberbier T, Papadopoulos NG.The longest wheal diameter is the optimal measurement for the evaluation of skin prick tests.Int Arch Allergy Immunol. 2010;151(4):343-5.

10. Sampson HA, Albergo R. Comparison of results of skin tests, RAST, and double-blind, placebo-controlled food challenges in children with atopic dermatitis.J Allergy Clin Immunol. 1984;74(1):26-33.

Page 105: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

96

Daftar Kontributor

Kelompok Studi Dermatologi Laser Indonesia

Dr. dr. M. Yulianto Listiawan, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV dr. Ni Putu Susari Widianingsih, Sp.KK, FINSDV, FAADV dr. Aryani Sudharmono, SpKK(K), FISNDV, FAADV dr. Amaranila Lalito Drijono, Sp.KK, FINSDV, FAADV dr. M. Akbar Wedyadhana, Sp.KK dr. Puspita Ningrum, Sp.KK Kelompok Studi Dermatopatologi Indonesia

dr. Sondang Pandjaitan Sirait, Sp.KK(K), M.Pd.Ked., FINSDV, FAADV dr. Selviyanti Padma, Sp.KK dr. Hendra Gunawan, Sp.KK(K), Ph.D., FINSDV dr. Rahadi Rihatmadja, Sp.KK, FINSDV Kelompok Studi Tumor dan Bedah Kulit dr. Susanti Budiamal, Sp.KK, FINSDV, FAADV Dr. dr. Aida S. Dachlan, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV dr. Sri Lestari K.S., Sp.KK (K), FINSDV, FAADV dr. Roro Inge Ade Krisanti, Sp.KK, FINSDV, FAADV dr. Larisa Paramitha Wibawa, Sp.KK dr. Adhimukti T. Sampurna, Sp.KK dr. Yuli Kurniawati, Sp.KK, FINSDV dr. I.G.N. Darmaputra, Sp.KK dr. Irmadita Citrashanty, Sp.KK dr. Kartika Ruchiatan, Sp.KK, M.Kes. dr. Daulat Sinambela, Sp.KK dr. Wiwi Widjaya Chandra, Sp.KK dr. Ineke, Sp.KK dr. Agnes Kartini, Sp.KK, FINSDV dr. Deasy Thio, Sp.KK dr. Nugrohoaji Dharmawan, Sp.KK.,M.Kes., FINSDV dr. Qaira Anum, Sp.KK, FINSDV, FAADV dr. Erna Harijati, Sp.KK Dr. dr. Ago Harlim, Sp.KK, MARS dr. Henry Tanojo, Sp.KK dr. Gunawan Budisantoso, Sp.KK, FINSDV, FAADV dr. David Sudarto Oeria, Sp.KK, FINSDV, FAADV dr. Muslimin, Sp.KK Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia dr. Sjarif M. Wasitaatmadja, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV Kelompok Studi Imunodermatologi Prof. Dr. dr. Endang Sutedja, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV dr. Hartati Purbo Dharmadji, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV Dr. dr. Oki Suwarsa, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV Dr. dr. Faridha S. Ilyas, Sp.KK(K), FINSDV Dr. dr. Cita Rosita SP, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV dr. Erdina H.D. Pusponegoro, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV dr. Hj. Isramiharti, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV dr. Evita H.F. Effendi, Sp.KK(K), FINSDV

Page 106: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

97

Dr. dr. Niken Indrastuti, Sp.KK(K), FINSDV Dr. dr. Reiva Farah D, Sp.KK. M.Kes, FINSDV dr. Sri Awalia Febriana, Sp.KK, M.Kes., Ph.D., FINSDV dr. Retno Indar Widayati, Sp.KK, M.Si dr. Endi Novianto, Sp.KK, FINSDV dr. Nopriyati, Sp.KK, FINSDV dr. Pati Aji Achdiat, Sp.KK dr. Nuriah, Sp.KK dr. Miranti Pangastuti, Sp.KK

Page 107: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

98

HIMBAUAN

Kepada Yth. Sejawat anggota PERDOSKI Di Tempat Buku Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter Spesialis Dermatologi dan Venereologi ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik, saran dan usulan Sejawat untuk perbaikan/penyempurnaan buku ini. Kritik dan saran dikirim melalui: PP PERDOSKI Grand Ruko Salemba Jl. Salemba Raya 1 no. 22, Unit no. 11 Telp/Fax. 021.3904517 Email: [email protected] Hormat kami, Penyusun

DILARANG MENGKOPI ATAU MEMPERBANYAK SEBAGIAN ATAU SELURUH BUKU INI TANPA SEIJIN PEMEGANG HAK CIPTA YANG BERADA DI TANGAN

PERDOSKI MENURUT UU HAK CIPTA NO. 44 TAHUN 1987.

Page 108: PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS - Perdoski

99