paper b3 (karbon aktif)
TRANSCRIPT
TUGAS PAPER B3
(Studi Kasus: Adsorpsi Karbon Aktif pada Limbah B3 Laboratorium)
DISUSUN OLEH:
DIANDRA M. NIM. 0809035025
NURI IRIANTI NIM. 1009035009
RETNO PURNAMA R. NIM. 1009035026
SUSANTI APRILIA NIM. 1009035034
INDAR DEWI NIM. 1009035040
SEPTIAN HADI NIM. 1009035049
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2012
BAB IPENDAHULUAN
Definisi limbah adalah produk buangan yang telah dipakai. Produk limbah laboratorium
secara umum adalah limbah bahan kimia. Definisi limbah bahan kimia sendiri adalah
buangan bahan kimia yang telah dipakai, campuran bahan kimia atau bahan kimia yang
belum dipakai namun sudah rusak. Sedang teori hukum alam yaitu suatu zat tidak ada
yang lenyap (nothing vanishes) artinya bahan kimia apapun apabila dibuang tidak akan
lenyap dari lingkungan kita. Ada kemungkinan mengubah material dari satu bentuk ke
bentuk yang lain. Akan tetapi material asli dan material yang telah diubah tetap berada
di lingkungan kita. Itulah problematika besar bagi kita. Dengan demikian apabila kita
menerapkan manajemen limbah yang baik akan mengurangi efek buruk dari material
terhadap lingkungan di masa mendatang.
Laboratorium merupakan salah satu sumber penghasil limbah cair, padat dan gas yang
berbahaya bila tidak ditangani secara benar.Sumber limbah tersebut antara lain dari :
- Bahan baku kadaluarsa
- Bahan habis pakai (misal eluan dan medium biakan yang tidak terpakai)
- Produk proses di laboratorium (misal sisa spesimen)
Salah satu sumber polutan logam berat adalah limbah cair laboratorium, misalnya
limbah cair dari residu analisis parameter Chemical Oxygen Demand (COD).
Limbah cair ini memiliki nilai pH ekstrem rendah aktif teknis bentuk granular dan
bubuk powder dan kadar logam berat terlarut sangat tinggi (konsentrasi Hg: 77,6-392
mg/L). Limbah cair ini hingga saat ini belum mendapat perhatian yang memadai.
Dari sisi jumlah, limbah cair yang dihasilkan oleh suatu laboratorium
umumnya memang relatif sedikit, akan tetapi limbah cair ini tercemar berat oleh
berbagai jenis bahan kimia toksik. Secara kolektif dan dalam kurun waktu yang
lama dapat berdampak nyata pada lingkungan apabila tidak dikelola secara
memadai.
Berkaitan dengan pembuangan limbah ini, bukan hanya ketentuan hukum saja yang
mengatur dan menjerat, akan tetapi termasuk juga pengertian tanggung jawab pribadi
terhadap lingkungan. Sehingga sudah semestinyalah harus ditekankan untuk
mengumpulkan dan secara profesional membuang residu bahan kimia.
BAB IIDASAR TEORI
2.1 Adsorbsi
2.1.1 Pengertian AdsorbsiSalah satu sifat penting dari permukaan zat adalah adsorpsi. Adsorpsi adalah suatu
proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas) terikat pada suatu padatan
dan akhirnya membentuk suatu film (lapisan tipis) pada permukaan padatan tersebut.
Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang
ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan
kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya. Berbeda dengan absorpsi dimana
fluida terserap oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.
Adsorpsi adalah penggumpalan dari adsorbat diatas permukaan adsorben, sedang
absorpsi adalah penyerapan dari adsorbat kedalam adsorben dimana disebut dengan
fenomena sorption. Materi atau partikel yang diadsorpsi disebut adsorbat, sedang bahan
yang berfungsi sebagai pengadsorpsi disebut adsorben. Adsorpsi dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu adsorpsi fisika (disebabkan oleh gaya Van Der Waals (penyebab terjadinya
kondensasi gas untuk membentuk cairan) yang ada pada permukaan adsorbens) dan
adsorpsi kimia (terjadi reaksi antara zat yang diserap dengan adsorben, banyaknya zat
yang teradsorbsi tergantung pada sifat khas zat padatnya yang merupakan fungsi
tekanan dan suhu).
1. Adsorpsi fisika
Berhubungan dengan gaya Van der Waals. Apabila daya tarik menarik antara zat
terlarut dengan adsorben lebih besar dari daya tarik menarik antara zat terlarut dengan
pelarutnya, maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada permukaan adsorben. Adsorpsi
ini mirip dengan proses kondensasi dan biasanya terjadi pada temperatur rendah pada
proses ini gaya yang menahan molekul fluida pada permukaan solid relatif lemah, dan
besarnya sama dengan gaya kohesi molekul pada fase cair (gaya van der waals)
mempunyai derajat yang sama dengan panas kondensasi dari gas menjadi cair, yaitu
sekitar 2.19-21.9 kg/mol. Keseimbangan antara permukaan solid dengan molekul fluida
biasanya cepat tercapai dan bersifat reversibel.
2. Adsorpsi Kimia
Yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dengan zat terlarut yang teradsorpsi. Adsorpsi
ini bersifat spesifik dan melibatkan gaya yang jauh lebih besar daripada Adsorpsi fisika.
Panas yang dilibatkan adalah sama dengan panas reaksi kimia. Menurut Langmuir,
molekul teradsorpsi ditahan pada permukaan oleh gaya valensi yang tipenya sama
dengan yang terjadi antara atom-atom dalam molekul. Karena adanya ikatan kimia
maka pada permukaan adsorbent akan terbentuk suatu lapisan atau layer, dimana
terbentuknya lapisan tersebut akan menghambat proses penyerapan selanjutnya oleh
batuan adsorbent sehingga efektifitasnya berkurang (Nasrudin, dkk. 2010).
2.1.2 Prinsip Kerja Adsorbsi
Kinetika adsorpsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorben dalam
fungsi waktu. Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom
atau molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada permukaan zat padat
atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain
yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair,
mempunyai gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi zat yang
diserap masuk ke dalam absorbens sedangkan pada adsorpsi zat yang diserap hanya
terdapat pada permukaannya.
Suatu adsorbens dengan bahan dan jenis tertentu, banyaknya gas yang dapat diserap,
makin besar bila temperatur kritis semakin tinggi atau gas tersebut mudah dicairkan.
Semakin luas permukaan dari suatu adsorben yang digunakan, maka semakin banyak
gas yang dapat diserap. Luas permukaan sukar ditentukan, hingga biasanya daya serap
dihitung tiap satuan massa adsorben. Daya serap zat padat terhadap gas tergantung dari
jenis adsorben, jenis gas, luas permukaan adsorben, temperatur dan tekanan gas (Brady,
James. 1999).
Peristiwa adsorpsi terjadi jika berada pada permukaan dua fasa yang bersih
ditambahkan komponen ketiga, maka komponen ketiga ini akan sangat mempengaruhi
sifat permukaan. Komponen yang ditambahkan adalah molekul yang teradsorpsi pada
permukaan (dan karenanya dinamakan surface aktif). Jumlah zat yang terserap setiap
berat adsorbens, tergantung konsentrasi dari zat terlarut. Namun demikian, bila
adsorbens sudah jenuh, konsentrasi tidak lagi berpengaruh. Adsorpsi dan desorpsi
(pelepasan) merupakan kesetimbangan.
Kecepatan atau besar kecilnya adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya :
Macam adsorben
Macam zat yang diadsorpsi (adsorbate)
Luas permukaan adsorben
Konsentrasi zat yang diadsorpsi (adsorbate)
Temperatur
2.1.3 Bahan Adsorpsi
Adsorben ialah zat yang melakukan penyerapan terhadap zat lain (baik cairan maupun
gas) pada proses adsorpsi. Umumnya adsorben bersifat spesifik, hanya menyerap zat
tertentu. Dalam memilih jenis adsorben pada proses adsorpsi, disesuaikan dengan sifat
dan keadaan zat yang akan diadsorpsi.
Beberapa jenis adsorben yang biasa digunakan yaitu :
a. Karbon aktif/ arang aktif/ norit
Karbon aktif adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran bahan
yang mengandung karbon. Karbon aktif merupakan suatu bentuk arang yang telah
melalui aktifasi dengan menggunakan gas CO2, uap air atau bahan-bahan kimia
sehingga pori-porinya terbuka dan dengan demikian daya absorpsinya menjadi lebih
tinggi terhadap zat warna dan bau. Karbon aktif mengandung 5 sampai 15 persen air, 2
sampai 3 persen abu dan sisanya terdiri dari karbon. Karbon yang sekarang banyak
digunakan berbentuk butiran (granular) dan berbentuk bubuk (tepung). Karbon yang
berbentuk bubuk memerlukan waktu kontak lebih sebentar dibandingkan karbon
berbentuk butiran, tetapi karbon berbentuk bubuk lebih sukar ditangani. Karbon
berbentuk butiran dapat diaktifkan kembali untuk digunakan selanjutnya, yaitu dengan
cara memanaskan.
Karbon aktif memiliki ruang pori sangat banyak dengan ukuran tertentu. Pori-pori ini
dapat menangkap partikel-partikel sangat halus (molekul) terutama logam berat dan
menjebaknya disana. Penyerapan menggunakan karbon aktif adalah efektif untuk
menghilangkan logam berat. Ion logam berat ditarik oleh karbon aktif dan melekat pada
permukaannya dengan kombinasi dari daya fisik kompleks dan reaksi kimia. Karbon
aktif memiliki jaringan porous (berlubang) yang sangat luas yang berubah-ubah
bentuknya untuk menerima molekul pengotor baik besar maupun kecil
Karbon aktif dapat mengeluarkan bahan organik terlarut pada konsentrasi yang rendah
pada air. Keduanya, baik itu karbon aktif granular (Granular Activated Carbon/GAC)
maupun Powdered Activated Carbon (PAC) diterapkan sebagai perkembangan dalam
pengolahan limbah cair. Luas permukaan karbon aktif yang besar akan mengasimilasi
bahan organik sedangkan mikroba mendegradasi untuk membuka kembali pori pada
granular. Karenanya,bahan beracun pada limbah cair dapat dikurangi kapasitasnya.
Beberapa bahan yang dengan cepat dibiodegradasi sulit mengadsorp karbon,
membuatnya sulit untuk memprediksi effluent dari limbah (Suprihatin, dkk. 2010).
a. Gel Silika
Merupakan bahan yang terbuat dari add treatment dari larutan sodium silikat yang
dikeringkan. Luas permukaanya 600-800 m2/g dengan diameter pori antara 20-50Á. Gel
silika cocok digunakan untuk mengadsorpsi gas dehidrat dan untuk memisahkan
hidrokarbon.
b. Alumina Aktif
Alumina aktif cocok digunakan untuk mengadsorpsi gas kering dan Liquid. Luas
permukaannya 200-500 m2/g dan diameter porinya 20-140Á (Brady, James. 1999).
2.2 Aplikasi Adsorpsi Karbon Aktif pada Limbah B3 (Logam Berat)
Laboratorium
Penelitian adsorpsi dilakukan setelah proses presipitasi dengan menggunakan karbon aktif
teknis bentuk granular dan bubuk secara curah (batch). Sejumlah tertentu karbon aktif
dicampurkan ke dalam 100 mL limbah cair dalam erlenmeyer 250 mL sehingga diperoleh 9
taraf dosis karbon aktif antara 0 hingga 160 g/L. Penelitian adsorpsi dilakukan dengan
menggunakan contoh filtrat hasil presipitasi pada suhu 32-33 oC dan pH 10. Untuk menjamin
adsorpsi telah mencapai kesetimbangan, adsorpsi dilakukan dalam kurun waktu yang berlebih,
yaitu selama 12 jam. Selama proses adsorpsi dilakukan pengadukan (pengocokan) dengan
shaker. Setelah itu, contoh limbah cair difiltrasi untuk memisahkan partikel karbon aktif, dan
selanjutkanya konsentrasi logam dalam filtrat dianalisis menggunakan AAS sesuai metode
APHA untuk menentukan konsentrasi logam berat Hg, Ag, dan Cr.
Limbah cair laboratorium mengandung berbagai jenis logam berat terlarut dan masing-masing
logam tersebut saling berkompetisi untuk meraih tempat pada adsorben. Masing-masing logam
memiliki perilaku adsorpsi berbeda pada suatu jenis adsorben. Dalam kasus sistem
multikomponen, sering digunakan parameter agregat untuk mendeskripsikan perilaku adsorpsi
(Suprihatin, dkk. 2010).
Kebutuhan karbon aktif per satuan volume limbah cair sangat ditentukan oleh konsentrasi
logam awal dan konsentrasi logam dalam limbah cair hasil pengolahan yang diharapkan.
Semakin rendah konsentrasi logam dalam hasil olahan yang diharapkan dan semikin tinggi
konsentrasi logam dalam limbah cair yang diolah, semakin tinggi jumlah karbon aktif yang
diperlukan per satuan volume limbah cair. Minimisasi kebutuhan karbon aktif dapat dilakukan
dengan cara pra perlakukan limbah cair, misalnya dengan cara presipitasi.
Logam Hg dan Cr relatif lebih mudah teradsorpsi dibandingkan dengan logam Ag. Dosis karbon
aktif menentukan kuantitas logam yang teradsorpsi. Semakin banyak karbon aktif yang
ditambahkan per satuan volume limbah cair akan meningkatkan massa logam berat terlarut yang
teradsorpsi, akan tetapi massa logam yang teradsorpsi per satuan berat karbon aktif menurun.
Tingkat efisiensi penurunan konsentrasi dan konsentrasi minimum yang dapat dicapai
tergantung pada jenis logam dan dosis karbon aktif. Limbah cair laboratorium dapat diolah
dengan metode presipitasi dan dilanjutkan dengan adsorpsi. Metode presipitasi dan adsorpsi
dapat digunakan untuk mengolah limbah cair laboratorium (misalnya sisa analisis parameter
COD) skala kecil di tingkat laboratorium penghasil limbah tersebut, sehingga pencemaran
lingkungan akibat dari logam berat limbah cair laboratorium dapat dihindari. Optimasi lebih
lanjut unit operasi adsorpsi dapat dilakukan, misalnya dengan mengevaluasi pengaruh parameter
nilai pH, lama waktu kontak, dan temperatur. Untuk limbah cair yang dihasilkan secara kontinu
dalam jumlah besar, kajian secara sinambung dapat dilakukan untuk optimasi proses
(Suprihatin, dkk. 2010).
Perlu dicatat bahwa metode adsorpsi tidak menghilangkan logam berat, tetapi hanya mengubah
logam berat terlarut menjadi bentuk padat. Sebagai akibat dari penyisihan logam berat terlarut
dihasilkan residu berupa endapan arang aktif bekas, yang mengandung logam berat dalam kadar
tinggi. Residu ini bersifat toksik dan memerlukan penanganan secara khusus (misalnya dengan
cara pengeringan dan solidifikasi). Meskipun demikian, paling tidak, adsorpsi logam berat
terlarut mengurangi persoalan pengelolaan limbah cair laboratorium, yang berimplikasi pada
reduksi biaya pengelolaan karena jumlah limbah yang harus dikelola jauh lebih sedikit.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Adsorpsi adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam
larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia
fisika antara substansi dengan penyerapnya.
b. Kecepatan atau besar kecilnya adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya :
Macam adsorben, diantaranya ada karbon aktif, gel silika, dan alumina aktif
Macam zat yang diadsorpsi (adsorbate)
Luas permukaan adsorben
Konsentrasi zat yang diadsorpsi (adsorbate)
Temperatur
c. Limbah cair laboratorium (misalnya sisa analisis parameter chemical oxygen demand/COD)
mengandung logam berat terlarut (merkuri (Hg), perak (Ag), dan krom (Cr)) dalam
konsentrasi tinggi dan berpotensi mencemari lingkungan. Limbah cair laboratorium
umumnya dihasilkan dalam jumlah relatif sedikit tetapi limbah ini bersifat sangat toksik.
Untuk mencegah timbulnya masalah akibat limbah tersebut diperlukan suatu metode
pengolahan yang sesuai dengan karakteristik limbah tersebut. Dalam penelitian ini metode
presipitasi dan adsorpsi diteliti untuk penyisihan logam Hg, Ag, dan Cr terlarut untuk
menentukan kondisi optimum proses, tingkat penyisihan dan kualitas hasil pengolahan yang
dapat dicapai. Meskipun presipitasi dapat menurunkan konsentrasi logam berat terlarut
cukup signifikan, tetapi konsentrasi logam Hg, Ag, dan Cr terlarut dalam filtrat presipitasi
masih relatif tinggi dan membutuhkan penanganan lebih lanjut. Metode adsorpsi dengan
karbon aktif untuk mengolah lebih lanjut filtrat dapat menurunkan konsentrasi logam berat
terlarut tersebut, tergantung pada jenis logam serta jenis dan dosis arang aktif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brady, James. 1999. Kimia Untuk Universitas. Erlangga: Jakarta.
2. Nasrudin, dkk. 2010. Prosiding Tugas Akhir: Studi Adsorpsi Berbagai Karbon Aktif
Terhadap Larutan. ITS: Surabaya.
3. Suprihatin, dkk. 2010. Jurnal: Penyisihan Logam Berat dari Limbah Cair Laboratorium
dengan Metode Presipitasi dan Adsorpsi. IPB: Bogor.