paper indo

19
DIAGNOSTIK GANGGUAN MEKANIS TRANSFORMATOR DAYA MENGGUNAKAN TEKNIK FRA (FREQUENCY RESPONSE ANALYSIS) Ahmad Irfan 18010053, Prof. Dr. Ir. Suwarno, MT [email protected] School of Electrical Engineering and Informatics Bandung Institute of Technology, Bandung, Indonesia ABSTRAK Penelitian ini akan membahas diagnostic gangguan mekanis suatu transformator daya menggunakan teknik pengukuran FRA (Frequency Response Analysis). Metoda FRA yang akan digunakan adalah sweep frequency. Pengukuran FRA dilakukan dalam keadaan off-line dengan memberikan sinyal sinusoidal yang besarnya tetap dengan selang frekuensi tertentu.Respon frekuensi yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan data respon frekuensi transformator kondisi normal.Pemodelan transformator juga dilakukan untuk mengetahui nilai fisik parameter R (impedansi), L (induktansi) dan C (Kapasistansi) suatu transformator daya.Pemodelan frekuensi rendah juga dilakukan untuk mengetahui interpretasi langsung kondisi transformator.Dari Eksperimen yang dilakukan didapatkan perbandingan hasil analisis menggunakan software dan pemodelan. Dari hasil pemodelan didapatkan deformasi inti terjadi pada transformator mobile GI Cigereleng, magnetisasi sisa terjadi pada trafo 2 GI rancaekek, dan short circuit pada fasa S trafo 1 GI Cikande. Hasil ini kemuian di cross check dengan hasil pengujian lainya. Kata kunci : FRA, gangguan mekanis, pemodelan transformator, perbandingan analisis. I. INTRODUCTION Transformator adalah suatu peralatan tenaga listrik yang berfungsi untuk mengubah energi listrik AC dari suatu nilai tegangan ke nilai tegangan lainya melalui aksi medan magnet [1]. Transformator terpasang seri dengan jaringan transmisi ataupun distribusi.Gangguan pada transformator dapat menghambat penyaluran daya kepada konsumen dan mengakibatkan kerugian baik dipihak konsumen maupun produsen tenaga listrik.Karena transformator merupakan alat yang sangat mahal, penggantian transformator dengan jenis yang baru untuk meningkatkan keandalan system secara ekonomis bukan pilihan yang tepat.Oleh karena itu, perawatan dan pendeteksian kerusakan transformator perlu dilakukan secara rutin agar transformator

Upload: rima-nuzla-fitri

Post on 01-Feb-2016

259 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Indo

DIAGNOSTIK GANGGUAN MEKANIS TRANSFORMATOR DAYA MENGGUNAKAN TEKNIK FRA (FREQUENCY RESPONSE

ANALYSIS)

Ahmad Irfan 18010053, Prof. Dr. Ir. Suwarno, [email protected]

School of Electrical Engineering and InformaticsBandung Institute of Technology, Bandung, Indonesia

ABSTRAK

Penelitian ini akan membahas diagnostic gangguan mekanis suatu transformator daya menggunakan teknik pengukuran FRA (Frequency Response Analysis). Metoda FRA yang akan digunakan adalah sweep frequency. Pengukuran FRA dilakukan dalam keadaan off-line dengan memberikan sinyal sinusoidal yang besarnya tetap dengan selang frekuensi tertentu.Respon frekuensi yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan data respon frekuensi transformator kondisi normal.Pemodelan transformator juga dilakukan untuk mengetahui nilai fisik parameter R (impedansi), L (induktansi) dan C (Kapasistansi) suatu transformator daya.Pemodelan frekuensi rendah juga dilakukan untuk mengetahui interpretasi langsung kondisi transformator.Dari Eksperimen yang dilakukan didapatkan perbandingan hasil analisis menggunakan software dan pemodelan. Dari hasil pemodelan didapatkan deformasi inti terjadi pada transformator mobile GI Cigereleng, magnetisasi sisa terjadi pada trafo 2 GI rancaekek, dan short circuit pada fasa S trafo 1 GI Cikande. Hasil ini kemuian di cross check dengan hasil pengujian lainya.

Kata kunci : FRA, gangguan mekanis, pemodelan transformator, perbandingan analisis.

I. INTRODUCTION

Transformator adalah suatu peralatan tenaga listrik yang berfungsi untuk mengubah energi listrik AC dari suatu nilai tegangan ke nilai tegangan lainya melalui aksi medan magnet [1]. Transformator terpasang seri dengan jaringan transmisi ataupun distribusi.Gangguan pada transformator dapat menghambat penyaluran daya kepada konsumen dan mengakibatkan kerugian baik dipihak

konsumen maupun produsen tenaga listrik.Karena transformator merupakan alat yang sangat mahal, penggantian transformator dengan jenis yang baru untuk meningkatkan keandalan system secara ekonomis bukan pilihan yang tepat.Oleh karena itu, perawatan dan pendeteksian kerusakan transformator perlu dilakukan secara rutin agar transformator bisa bekerja sesuai dengan masa pemakaian maksimumnya [2].

Selama bertahun-tahun, sejumlah metoda diagnostik telah diperkenalkan dan digunakan pada transformator daya untuk mendeteksi gangguan pada transformator, seperti Dissolved Gas Analysis, Thermal Monitoring, pengukuran Partial Discharge dan Frequency Response Analysis (SFRA). Di antara semua metoda tersebut, SFRA cukup mampu untuk memberikan hasil yang akurat tentang gangguan mekanis suatu transformator yang sulit dideteksi menggunakan metoda konvensional.

SFRA adalah metoda yang berkembang saat ini untuk mengetahui kondisi mekanis transformator dengan menggunakan respon frekuensi antara sinyal output dan input [3]. Beberapa gangguan yang dapat dideteksi menggunakan metoda ini diantaranya kerusakan belitan (winding deformation), pergeseran belitan (winding displacement), rusak atau longgarnya struktur belitan atau penjepit (clamping structure), kerusakan sebagian (partial collapse) belitan, penekukan belitan (hoop buckling), belitan yang short atau open circuit dll [2] [3] [4] [5] [6].

Di Indonesia diagnosis gangguan mekanis pada transformator daya menggunakan teknik FRA baru digunakan PT PLN semenjak tahun 2004 [5]. Oleh karena itu perlu diadakanya kajian-kajian dan eksperimen-eksperimen lebih dalam mengenai

Page 2: Paper Indo

teknik ini agar dapat lebih sempurna dan dapat diterapkan secara massal di Indonesia.

II. TEKNIK ANALISIS RESPON FREKUENSI

Frequency Response Analysis (FRA) adalah sebuah teknik diagnostic yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi gangguan mekanis dalam transformator daya. Komponen-komponen transformator seperti belitan, inti, dan isolasi bisa direpresentasikan dengan sirkuit ekuivalen yang terdiri atas resistor, induktor dan kapasitor yang niainya akan berubah karena adanya gangguan mekanis dalam transformator. Sehingga respon frekuensi dari sirkuit ekuivalen yang relevan juga akan berubah. Perubahan dalam geometri transformator, atau perubahan dalam sifat dielektrik bahan isolasi karena penuaan atau peningkatan kadar air juga mempengaruhi bentuk respon frekuensi terutama frekuensi resonansi dan redamanya [4].

SFRA adalah sebuah teknik diagnostic off-line dengan menginjeksikan sebuah sinyal tegangan rendah AC pada satu terminal belitan dan responya diukur pada terminal yang lain pada belitan yang sama dengan referensi ground ke pentanahan tank transformator. FRA analyzer mengukur respon frekuensi, impedansi atau admitansi dari belitan, biasamya dalam range frekuensi 10 Hz-2 MHz. Walaupun pengukuran SFRA bisa dikoneksikan ke transformator dengan berbagai cara, hubungan end-to-end pada gambar dibawah dipilih untuk mendeteksi tipe gangguan mekanis utama transformator [4].

Gambar 1 Konfigurasi pengukuran SFRA end-to-end [4]

Hasil pengukuran SFRA dianggap sebagai sebuah tanda dari transformator yang dapat dibandingkan dengan hasil pengkuran sebelumnya untuk

mendeteksi adanya deformasi mekanik yang muncul antara dua hasil pengukuran tersebut. SFRA juga telah digunakan akhir-akhir ini untuk mengidentifikasi deformasi belitan pada mesin-mesin elektrik.Karena prosedur pengukuran SFRA yang cukup mudah, skill dan pengalaman personal dibutuhkan untuk dapat menginterpretasikan hasil pengukuran SFRA dan dapat mengidentifikasi dengan benar tipe dan lokasi gangguan.Walaupun banyak penelitian telah dilakukan tentang SFRA, standar kode interpretasi hasil pengukuran SFRA yang dapat diandalkan belum dipublikasikan [4].

Menurut [4] pembagian range frekuensi SFRA adalah sebagai berikut :

a. Range frekuensi rendah (<20 kHz), dimana komponen induktif mendominasi respon belitan transformator.

b. Range frekuensi menengah (20-400 kHz), dimana resonansi ganda muncul karena kombinasi komponen induktif dan kapasitif.

c. Range frekuensi tinggi (>400 kHz), dimana komponen kapasitif mendominasi hasil pengukuran SFRA.

Range ini dan hubunganya dengan tipe gangguan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Hubungan frekuensi dengan sensitivitas gangguan [4]

No Frekuensi Sensitivitas Gangguan

1 < 20 kHz

Deformasi inti, open circuit, lilitan shorted dan magnetisasi sisa, pergeseran belitan, gangguan struktur klem

2 20 – 400 kHzDeformasi belitan utama dan tap

3 > 400 kHzPergeseran belitan utama dan tap, perbedaan impedansi ground

Page 3: Paper Indo

III. PEMODELAN TRANSFORMATOR

Dalam pemodelan transformator pada penelitian ini, model diperoleh dengan menggunakan data dari kurva hasil pengukuran SFRA yang pada dasarnya terdiri dari beberapa nilai R, L, dan C yang terhubung secara paralel. Rangkaian R, L dan C ini disebut sel.

Gambar 2 Model trafo dengan sel-sel dasar [5]

Masing-masing sel diimplementasikan dengan 3 elemen dasar, yang merepresentasikan 3 efek elektromagnetik yang ada di dalam komponen magnetis. Elemen L mewakili komponen penyimpan energomedan magnet, elemen R mewakili rugi-rugi daya, dan elemen C mewakili komponen penyimpan energy medan listrik [5].

Gambar 3 Model ekuivalen transformator

Model ekivalen elektrik pada gambar 3.13 dapat dengan akurat memuat nilai impedansi terukur, yang mempunyai bentuk tipikal jejak magnitude direpresentasikan pada gambar 3.14, dimana besarnya impedansi terhadap frekuensi adalah pengulangan pola yang sama.

Gambar 4 Tipikal hasil respon pengukuran open circuit

Perilaku ini ditentukan oleh induktansi (1), resistifitas (2) dan kapasitansi (3), dari besaran impedansi.Seperti yang dapat dilihat, masing-masing berbanding lurus, independen dan berbanding terbalik dengan frekuensi.

|ZL|=ω . L (3.2)

|ZR|=R (3.3)

|ZC|=1

ω. C (3.4)

Sebuah pola respon bisa direpresentasikan oleh sebuah sel RLC yang menggambarkan impedansi dalam bandwith frekuensi tertentu.Dalam hal ini sel-sel lain berprilaku short circuit dan tidak mempengaruhi impedansi lengkap.

Gambar 5 Model ekuivalen transformator pada bandwidth tertentu

Dari [10] diketahui, kemiringan positif pada frekuensi terendah didominasi oleh perilaku induktif dan kemiringan negative pada frekuensi tertinggi didominasi oleh perilaku kapasiif. Pada frekuensi resonansi, dimana impedansi induktif sama dengan impedansi kapasitif, hanya parameter resistif yang mendominasi.

Berikut reperesentasi sel-sel beserta daerah frekuensinya :

a. Set sel 1 (biasanya pada frekuensi dibawah 2 kHz) :

Set sel 1 adalah sel dengan orde terendah yang mewakili efek deformasi inti, magnetisasi sisa, open circuit ataupun short circuit pada belitan. Pengaruh-pengaruh ini sangat berpengaruh pada frekuensi rendah sehingga pengaruh pada sel lainya dapat diabaikan pada frekuensi ini.

Page 4: Paper Indo

b. Set sel 2 (biasanya pada frekuensi 2 – 20 kHz)

Set sel 2 mewakili efek mayor kumparan (pergeseran besar belitan, clamping structure). Pengaruh-pengaruh ini sangat berpengaruh pada frekuensi rendah sehingga pengaruh pada sel lainya dapat diabaikan pada frekuensi ini.

c. Set sel 3 (biasanya pada frekuensi diatas 20 kHz)

Set sel 3 adalah sel dengan orde tertinggi yang mewakili efek minor kumparan seperti deformasi pada belitan utama atau tap. Pengaruh-pengaruh ini sangat berpengaruh pada frekuensi rendah sehingga pengaruh pada sel lainya dapat diabaikan pada frekuensi ini.

Akhirnya persamaan yang diturunkan dari persamaan di atas digunakan untuk mendapatkan nilai R, L, dan C yang direpresentasikan sebagai berikut [5]:

R= n

∑i=1

n

GR(ωi)

(3.9)

L¿∑i=1

n

ωi2 .∑

i=1

n1

ωi2 −n2

n .∑i=1

n

ωi BR (ωi)−∑i=1

n BR(ωi)ωi

.∑i=1

n

ωi2

(3.10)

C=∑i=1

n

ωi BR (ωi ) .∑i=1

n1

ωi2−n .∑

i=1

n BR(ωi)ωi

∑i=1

n

ωi2 .∑

i=1

n1

ωi2 −n2

(3.11)

IV. PENGARUH INTI MAGNETIK PADA PENGUKURAN FRA FREKUENSI RENDAH

Pada umumnya, belitan transformator 3 fasa dibangun dalam inti magnetik 3 kaki. Beberapa fitur signifikan yang harus diperhitungkan ketika

hanya fasa sirkuit magnetik yang dieksitasikan dengan arus dalam keadaan normal adalah sebagai berikut :

Panjang sirkuit magnetik sama untuk dua tahap lateral dan disusun oleh dua jalur magnetik tidak simetris

Panjang sirkuit magnetik sentral terdiri dari dua jalur magnetik simetris

Panjang fase lateral lebih besar dari sentral. Akibatnya, induktansi fase lateral lebih rendah dari sentral.

Gambar 6 Fasa lateral dan sentral

Fitur-fitur ini direfleksikan pada respon frekuesni transformator bandwith rendah yang diperoleh melalui belitan independen dan coil lain open circuit :

Jalur magnetik unsimetris terdiri dari dua titik resonansi pada kurva impedansi tetapi hanya terdiri dari satu titik saat pengukuran fasa tengah.

Reluktansi fasa lateral yang lebih tinggi menghasilkan impedansi yang lebih rendah dibandingkan sentral.

Gambar 7 Respon frekuensi impedansi fase sentral dan lateral

Page 5: Paper Indo

Perilaku impedansi pada frekuensi rendah tersebut dapat dimodelkan dalam pemodelan dua sel seperti gambar berikut :

Gambar 8 Tipikal respon frekuensi fase lateral dan model ekuivalenya

Pada frekuensi terendah, impedansi kapasitif sangat besar dan tidak berefek pada model lengkap karena berperilaku seperti open circuit.Kemiringan positif dimodelkan menjadi hubungan seri induktansi L1 dan L2. Sebaliknya, pada frekuensi tertinggi, nilai impedansi induktif yang meningkat dan menjadi open circuit jika dibandingkan dengan impedansi kapasitif. Akibatnya hanya hubungan seri C1 dan C2 yang dimodelkan untuk repon frekuensi. Hubungan ini dapat dituliskan dalam persamaan matematis sebagai berikut :

Lm=L1+L2 (3.12)

1Cm

= 1C1

+ 1C2

(3.13)

Dimana Lm adalah induktansi yang disebabkan karena jalur magnetik inti yang berkorespondensi dengan dua jalur tidak simetris dan Cm

berkorespondensi dengan kapasitansi shunt belitan yang diukur ditambah efek kapasitansi shunt dari fasa lain karena kopling inti magnetik transformator.

Untuk menjelaskan bagaimana kopling magnetik mempengaruhi fasa transformator 3 fasa, digunakan model sirkuit magnetik ekivalen seperti gambar berikut :

Gambar 9 Sirkuit magnetik ekuivalen inti transformator

Didapatkan hubungan matematis magnetomotive forces 2 loop sebagai berikut :

loop1 :−f mR+ f mS+ f RR−f R S=0 (3.14)

loop2 :−f mS+f mT +f RS−f RT=0 (3.15)

ϕ R+ϕS+ϕT=0 (3.16)

Hubungan diatas dapat dinyatakan dalam bentuk elektrikal arus dan tegangan sebagai berikut :

Sambungan1:−imR+imS+iLR−iLS=0(3.17)

Sambungan1:−imS+imT+iLS−i¿=0(3.18)

V R+V S+V T=0 (3.19)

Dengan menerpkan prinsip dualitas sirkuit magnetik pada gambar 6 dan hubungan induktansi LR, LS, dan LT, didapatkan sirkuit elektrik sebagai berikut :

Gambar 10 Sirkuit elektrik ekuivalen inti tranformator

Page 6: Paper Indo

Dari gambar diatas dapat dilihat impedansi terukur LmR pada frekuensi rendah ditentukan oleh kombinasi dari nilai-nilai LR, LS, dan LT. Untuk menentukan perhitungan nilai parameter fisik inti, penyederhanaan model dilakukan sebagai berikut :

Gambar 11 Penyederhanaan sirkuit elektrik ekuivalen inti transformator pada frekuensi rendah

Bentuk sederhana sirkuit elektrik ekuivalen inti transformator pada gambar 3.21 dapat dituliskan dalam persamaan matematis berikut :

LmR=LR .( LS+LT )LR+LS+LT

;LmS=LV .(LU +LW )LU+ LV +LW

;

LmT=LW .(LU +LV )LU +LV +LW

(3.20)

Dengan konsep kesetimbangan didapatkan :

LmR . ( LR+LS+ LT )−LR . ( LS+LT )=0

LmS . ( LR+LS+ LT )−LS . ( LR+LT )=0

(3.21)

LmT . ( R+LS+LT )−LT . ( LR+LS )=0

Sehingga nilai induktansi masing-masing fasa dapat dihitung menggunakan persamaan :

LR=LmR

2+LmS2+LmT

2−2(LmR LmS+LmR LmT+LmS LmT )2(LmR−LmS−LmT )

LS=LmR

2+LmS2+LmT

2−2(LmR LmS+LmR LmT +LmS LmT )2(LmS−LmR−LmT )

(3.22)

LT=LmR

2+LmS2+LmT

2−2(LmR LmS+ LmR LmT+ LmS LmT)2(LmT−LmR−LmS)

Persamaan diatas digunakan untuk menentukan efek magnetisasi pada setiap kaki inti magnetik secara terpisah. Hal yang sama dilakukan untuk penentuan perhitungan model pada frekuensi tinggi.

Gambar 12 Penyederhanaan sirkuit elektrik ekuivalen inti transformator pada frekuensi tinggi

Bentuk sederhana sirkuit elektrik ekuivalen inti transformator pada gambar 3.21 dapat dituliskan dalam persamaan matematis berikut :

DmR=DR .(DS+DT )DR+DS+DT

;

DmS=D S . ( DR+DT )DR+D S+DT

; (3.23)

DmT=DT .(DR+ DS)DR+DS+ DT

Dimana :

DmR=1

CmR; DmS=

1CmS

; DmT=1

CmT(3.24)

DR=1

CR; DS=

1CS

; DT=1

CT(3.25)

Dengan prinsip yang sama efek kapasitansi shunt masing-masing fasa dapat dihitung menggunakan persamaan :

DR=DmR

2+DmS2+DmT

2−2(DmR DmS+DmR DmT+DmS DmT )2(DmR−DmS−DmT )

DS=DmR

2+ DmS2+DmT

2−2 (DmR DmS+DmR DmT+DmS DmT )2(DmS−DmR−DmT )

(3.26)

Page 7: Paper Indo

DT=DmR

2+ DmS2+ DmT

2−2( DmR DmS+ DmR DmT+DmS DmT )2 (DmT−DmR−DmS)

V. EKSPERIMEN

Data yang didapatkan dari analyzer berupa kurva respon frekuensi fungsi transfer tegangan yaitu frekuensi (Hz), magnitude (dB) dan fasa (‘). Data ini kemudian di import ke dalam bentuk csv excel dan diakukan perhitungan nilai parameter RLC untuk masing-masing hasil pengukuran.

Pemodelan dimulai dengan mengubah data respon frekuensi fungsi transfer tegangan yang diperoleh dari analyzer ke data respon frekuensi impedansi. Pengubahan ini dilakukan karena rumus perhitungan parameter R, L, dan C menggunakan data respon frekuensi admittansi yang merupakan kebalikan dari respon frekuensi impedansi.

Berdsarkan persamaan (2.1), fungsi transfer tegangan dirumuskan :

H ( jω )= vout( jω)vin( jω)

= 5050+Z (s)

(4.1)

Fungsi kompleks fungsi transfer tegangan H(jω) didapatkan dari data magnitude respon frekuensi dalam decibel (dB) dan data sudut fasa (Ɵ).

H ( jω )=10dB20 ∠Ɵ

(4.2)

Sehingga, respon frekuensi impedansi dalam bentuk kompleks dirumuskan :

Z ( jω )= 50

10dB20 ∠Ɵ

−50 (4.3)

Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai parameter tiap sel. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan software Mathcad.Data yang digunakan adalah 5 titik di sekitar titik resonansi.

.A. Pengukuran SFRA Time Based

Sel 1 Sel 2 Sel 3

Fasa R

R (Ω)

9.80E+05 2.69E+05 3.80E+03

L (H)

8.427 0.606 2.28E-05

C (F)

4.19E-09 1.32E-09 4.97E-10

Fasa S

R (Ω)

2.31E+06 2.65E+05 4.30E+03

L (H)

21 0.58 3.03E-03

C (F)

2.63E-09 1.34E-09 3.82E-10

Fasa T

R (Ω)

1.43E+06 2.96E+05 3.40E+03

L (H)

11.68 0.64 6.45E-05

C (F)

2.61E-09 1.17E-09 2.19E-10

Sel 1 Sel 2 Sel 3

Fasa R 2.03E+06 2.78E+05 3.82E+03

Page 8: Paper Indo

R

(Ω)

L (H)

24.81 0.62 2.30E-05

C (F)

2.86E-09 1.33E-09 4.86E-10

Fasa S

R (Ω)

3.24E+06 2.74E+05 4.33E+03

L (H)

43.187 0.6 3.04E-03

C (F)

2.70E-09 1.36E-09 3.88E-10

Fasa T

R (Ω)

1.65E+06 2.98E+05 3.50E+03

L (H)

19.813 0.65 6.65E-05

C (F)

3.06E-09 1.19E-09 2.16E-10

B. Pengukuran SFRA Type Based

Sel 1 Sel 2 Sel 3

Fasa R

R (Ω)

7.86e05 3.544e04 5.15e04

L (H)

41.441 0.096 0.012

C (F)

3.63e-091.761e-

095.28e-10

Fasa S

R (Ω)

1.354e06 3.423e04 4.52e04

L (H)

76.627 0.095 9.82e-03

C (F)

3.286e-09

1.759e-09

6.03e-10

Fasa T

R (Ω)

6.939e05 3.302e04 4.723e04

L (H)

38.541 0.0919.948e-

03

C (F)

4.041e-09

1.971e-09

6.27e-10

Sel 1 Sel 2 Sel 3

Fasa R

R (Ω)

5.728e05 3.515e04 4.794e04

L (H)

19.067 0.094 0.012

C (F)

3.87e-091.621e-

095.09e-10

Fasa S

R (Ω)

1.071e06 3.619e04 4.94e04

L (H)

36.445 0.098 0.01

C (F)

3.267e-09

1.552e-09

5.11e-10

Fasa T

R (Ω)

5.127e05 3.573e04 5.59e04

L (H)

17.014 0.095 0.012

C (F)

4.886e-09

1.751e-09

4.67e-10

C. Pengukuran SFRA Construction Based

Page 9: Paper Indo

f/Hz5.000e+001 1.000e+002 5.000e+002 1.000e+003 5.000e+003 1.000e+004 5.000e+004 1.000e+005 5.000e+005Z/Ω100500100050001000050000100000H0 H1 OPEN H0 H2 OPEN H0 H3 OPEN f/Hz5.000e+001 1.000e+002 5.000e+002 1.000e+003 5.000e+003 1.000e+004 5.000e+004 1.000e+005 5.000e+005°-150-100-50

Sel 1 Sel 2 Sel 3

Fasa R

R (Ω) 5.66e08 8.02e07 4.72e07

L (H) 2.61e04 1.98e03 0.089

C (F)3.96e-

065.75e-

062.18e-

06

Fasa S

R (Ω) 1.85e07 5.08e074.62e+0

7

L (H) 2.59 1.05e039.90e-

02

C (F)1.93e-

056.65e-

062.28e-

06

Fasa T

R (Ω) 5.65e08 7.19e07 4.82e07

L (H) 2.61e04 1.85e03 0.099

C (F)4.26e-

066.21e-

061.95e-

06

VI. HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

Tabel 4.41 Perbandingan nilai parameter RLC (primer)

Sel 1 Sel 2 Sel 3

R (Ω)107.14

%3.35% 0.53%

L (H)194.41

%2.31% 0.88%

C (F)-

31.74%0.76% -2.21%

Fasa S

R (Ω) 40.26% 3.40% 0.70%

L (H) 105.65 3.45% 0.33%

%

Nilai-nilai perbandingan parameter R, L, dan C berkisar antara -31.74% sampai dengan 194.41%.Perubahan terbesar terjadi pada data induktansi sel 1 fasa R.

Pada sel satu, perubahan nilai yang signifikan terjadi pada nilai resistansi fasa R, induktansi fasa R dan induktansi fasa S. Perbedaan yang terjadi melebihi angka 100%.Perubahan nilai parameter pada sel satu mengindikasikan terjadinya deformasi inti, magnetisasi sisa, short circuit ataupun open circuit [4] [30]. Berdasarkan penelitian simulasi gangguan yang pernah dilakukan Donald Fransisco [2] diketahui untuk gangguan magnetisasi sisa menyebabkan pengurangan nilai resistansi dan induktansi sel 1 hingga 40% sedangkan untuk gangguan short circuit menyebabkan pengurangan nilai resistansi dan induktansi sel 1 mencapai 90 an % dan nilai kapasitansi bertambah mencapai 300%. Untuk gangguan open ciruit akan menyebabkan hasil keluaran SFRA berbentuk garis lurus. Dengan demikian diprediksi gangguan yang terjadi adalah deformasi inti pada fasa R S dan T.

Pada sel dua, perubahan nilai yang terjadi sangat kecil.Perubahan nilai yang terjadi tidak melebihi angka 5%.Perubahan nilai parameter pada sel dua mengindikasikan terjadinya pergeseran belitan dan clamping structure [4] [30].Gangguan ini kemudian tidak diperhitungkan.

Pada sel tiga, perubahan nilai yang juga terjadi sangat kecil.Perubahan nilai yang terjadi tidak melebihi angka 5%. Perubahan nilai parameter pada sel 3 mengindikasikan pergeseran belitan utama dan tap serta perbedaan impedansi ground [4] [30]. Gangguan ini kemudian tidak diperhitungkan.

Untuk memperhitungkan pengaruh inti magnetik pada hasil pengukuran SFRA, dibandingkan nilai parameter fisik yang didapatkan pada hasil

Page 10: Paper Indo

perhitungan [9].Nilai Ls transformator mobile sebelum dibawa ke GI Cilacap yang didapatkan lebih besar daripada nilai LR dan LT nya.Hasil yang didapatkan sesuai dengan teori.Nilai Ls yang lebih besar disebabkan karena pengaruh dari reluktansi yang kecil.Namun nilai Ls yang didapatkan hanya mendekati dua kali nilai LT. Menurut [9] untuk transformator yang sehat nilai Ls mencapai tiga kali nilai LR atau LT . Nilai induktansi LR dan LT yang didapatkan berbeda 18.29%. Menurut [8] seharusnya nilai LR dan LT hampir sama besar untuk transformator dalam keadaan sehat karena inti magnetik yang simetris. Diprediksi terjadi gangguan pada fasa R, S dan T.

Nilai kapasitansi shunt yang didapatkan untuk masing-masing pengukuran pun ditinjau. Nilai yang didapatkan berdekatan.Hal ini sesuai dengan eksperimen [8] dan masuk ke dalam kategori normal.

Dari hasil pemodelan diprediksi HV winding transformator mobile mengalami deformasi inti pada fasa R S dan T selama berada di GI Cigereleng.

Hasil prediksi gangguan dari hasil pengujian SFRA kemudian di cross check dengan hasil pengujian lainya. Berdasarkan data PT. PLN GI Cigereleng, hasil pengujian lain : pengujian tan delta, pengujian ratio, pengujian R DC dan pengujian tahanan isolasi memberikan hasil normal. Hanya saja suhu transformator mengalami sedikit kenaikan dari data awal saat tiba di GI Cigereleng.Kenaikan suhu ini diprediksi adalah efek dari deformasi inti yang menyebabkan rugi-rugi pada inti transformator sehingga menimbulkan panas.Hal ini memperkuat prediksi gangguan yang terjadi, karena deformasi inti tidak terdeteksi oleh pengujian konvensional.

B.

Tabel 4.53 Perbandingan nilai parameter RLC (primer)

Sel 1 Sel 2 Sel 3

Fasa R R (Ω)

-27.12

%-0.82% -6.91%

L (H) - -2.08% 0.00%

53.99%

C (F) 6.61% -7.95% -3.60%

Fasa S

R (Ω)-

20.90%

5.73%9.29%

L (H)-

52.44%

3.16%1.83%

C (F) -0.58%-

11.77%

-15.26

%

Fasa T

R (Ω)-

26.11%

8.21%18.36

%

L (H)-

55.85%

4.40%20.63

%

C (F)20.91

%

-11.16

%

-25.52

%

Nilai-nilai perbandingan parameter R, L, dan C berkisar antara -55.85% sampai dengan 20.91%.Perubahan terbesar terjadi pada data induktansi sel 1 fasa T.

Pada sel satu, perubahan nilai yang terjadi tidak terlalu signifikan. Tetapi perubahan nilai yang terjadi terlihat mempunyai pola yang sama untuk fasa R, S dan T. Dimana nilai resistansi berkurang hingga 20 persenan, nilai induktansi berkurang dibawah 50%, dan nilai kapasitansi bervariasi. Perubahan nilai parameter pada sel satu mengindikasikan terjadinya deformasi inti, magnetisasi sisa, short circuit ataupun open circuit [4] [30]. Berdasarkan penelitian simulasi gangguan yang pernah dilakukan Donald Fransisco [2] diketahui untuk gangguan magnetisasi sisa menyebabkan pengurangan nilai resistansi dan induktansi sel 1 hingga 40% sedangkan untuk gangguan short circuit menyebabkan pengurangan nilai resistansi dan induktansi sel 1 mencapai 90 an % dan nilai kapasitansi bertambah mencapai 300%. Untuk gangguan open ciruit akan menyebabkan

Page 11: Paper Indo

hasil keluaran SFRA berbentuk garis lurus. Hasil yang didapatkan mendekati hasil simulasi gangguan magnetisasi sisa yang dilakukan [2].Dengan demikian diprediksi gangguan yang terjadi adalah magnetisasi sisa pada fasa R S dan T.

Pada sel dua, perubahan nilai yang terjadi pun tidak terlalu signifikan.Perubahan nilai berkisar di angka 0-10 % Perubahan nilai parameter pada sel dua menurut [2] mengindikasikan terjadinya pergeseran belitan dan clamping structure.Gangguan pergeseran belitan menurut [4] [21] [34] [40] menyebabkan titik resonansi bergeser ke arah kanan.Pergeseran axial tidak menimbulkan efek pada frekuensi rendah. Semakin besar pergeseran maka titik resonansi juga akan semakin bergeser ke arah kanan. Dari hasil yang didapatkan titik resonansi frekueni rendah mengalami pergeseran ke arah kanan tetapi tidak diikuti dengan fasa lainya.Sehingga disimpulkan tidak terjadi pergeseran belitan. Gangguan clamping structure menurut [4] ditandai dengan titik frekuensi resonansi yang tidak berubah tetapi magnitude titik frekuensi resonansi berkurang. Hasil yang didapatkan titik frekuensi resonansi tidak bergeser pada sel 2 dan tidak mengalami penurunan magnitude.Sehingga gangguan ini tidak diperhitungkan.Perbedaan nilai yang terjadi diprediksi diakibatkan oleh efek magnetisasi sisa sel 1.Hal ini sesuai dengan hasil eksperimen [2].

Pada sel tiga perubahan nilai yang terjadi pun tidak terlalu signifikan.Perubahan nilai berkisar di angka -25.52 – 9.29 %. Perubahan nilai parameter pada sel 3 mengindikasikan terjadinya pergeseran ujung belitan utama atau tap [4] [30]. Perubahan nilai yang menarik perhatian terjadi pada fasa T. Titik resonansi sel 3 bergeser ke arah kiri.Diprediksi terjadi pergeseran ujung belitan pada fasa T.

Untuk memperhitungkan pengaruh inti magnetik pada hasil pengukuran SFRA, dibandingkan nilai parameter fisik yang didapatkan pada hasil perhitungan. Nilai Ls transfomator 2 GI Rancaekek yang didapatkan hampir sama dengan nilai LR dan LT nya. Menurut [8] seharusnya nilai LS lebih tinggi daripada nilai LR dan LT nya, bahkan mencapai tiga kali lipat nilai LR dan LT. Diprediksi terjadi gangguan pada fasa S.

Nilai kapasitansi shunt yang didapatkan untuk masing-masing pengukuran pun ditinjau. Nilai Cs yang didapatkan berbeda dengan CR dan CT nya.

Hal ini mengindikasikan adanya gangguan pada fasa S [8][9].

Dari hail pemodelan HV winding trafo 2 GI rancaekek mengalami magnetisasi sisa dan pergeseran ujung belitan pada fasa T.

Hasil prediksi gangguan dari hasil pengujian SFRA kemudian di cross check dengan hasil pengujian lainya. Diprediksi magnetisasi yang muncul pada hasil pengukuran SFRA disebabkan oleh injeksi arus dari pengujian lain. Setelah investigasi lanjutan diketahui pengujian SFRA dilakukan setelah pengujian R DC.Setelah diberikan arus DC yang besar pada belitan menyebabkan induktansi inti (sel 1) berkurang hampir setengahnya. Ketika medan magnet DC diberikan ke inti transformator, nilai impedansi akan berkurang perlahan sesuai dengan lamanya waktu magnetisasi yang bergantung suseptibilitas pada titik operasi baru kurva magnetisasi inti tersebut.

C.

Nilai-nilai perbandingan parameter R, L, dan C yang didapatkan berkisar antara -99.99% sampai dengan 194.41%.Perubahan terbesar terjadi pada data kapasitansi sel 1 fasa R vs fasa S.

Pada sel satu, perubahan nilai yang signifikan terjadi pada semua nilai parameter.Perbedaan yang terjadi melebihi angka 100%.Perubahan nilai parameter pada sel satu mengindikasikan terjadinya deformasi inti, magnetisasi sisa, short circuit ataupun open circuit [4] [30].

Tabel 4.59 Perbandingan nilai parameter RLC (primer)

Sel 1 Sel 2 Sel 3

Fasa R vs Fasa S

R (Ω)

-96.74%

-36.66%

-2.12%

L (H)

-99.99%

-47.18%

11.24%

C (F)

388.25%

15.63%

4.59%

Fasa R vs Fasa

R (Ω)

-0.28% -10.31

2.14%

Page 12: Paper Indo

T % L (H)

0.20% -6.70% 11.24%

Page 13: Paper Indo

C (F)

7.50% 8.01%-10.50%

Berdasarkan penelitian simulasi gangguan yang pernah dilakukan Donald Fransisco [2] diketahui untuk gangguan magnetisasi sisa menyebabkan pengurangan nilai resistansi dan induktansi sel 1 hingga 40% sedangkan untuk gangguan short circuit menyebabkan pengurangan nilai resistansi dan induktansi sel 1 mencapai 90 an % dan nilai kapasitansi bertambah mencapai 300%. Untuk gangguan open ciruit akan menyebabkan hasil keluaran SFRA berbentuk garis lurus. Hasil yang didapatkan sberdekatan dengan hasil simulasi gangguan short circuit Donald Fransisco [2].Dengan demikian diprediksi gangguan yang terjadi adalah short circuit pada fasa S.

Pada sel dua, perubahan nilai terjadi pada rentang -47.18% - 15.63 %.Perubahan nilai parameter pada sel dua menurut [2] mengindikasikan terjadinya pergeseran belitan dan clamping structure.Gangguan pergeseran belitan menurut [4] [21] [34] [40] menyebabkan titik resonansi bergeser ke arah kanan.Pergeseran axial tidak menimbulkan efek pada frekuensi rendah. Semakin besar pergeseran maka titik resonansi juga akan semakin bergeser ke arah kanan. Dari hasil yang didapatkan titik resonansi frekueni rendah mengalami pergeseran ke arah kanan tetapi tidak diikuti dengan titik lainya.Sehingga disimpulkan tidak terjadi pergeseran belitan. Gangguan clamping structure menurut [4] ditandai dengan titik frekuensi resonansi yang tidak berubah tetapi magnitude titik frekuensi resonansi berkurang. Hasil yang didapatkan titik frekuensi resonansi tidak bergeser pada sel 2 dan tidak mengalami penurunan magnitude.Sehingga gangguan ini tidak diperhitungkan.Perbedaan nilai yang terjadi diprediksi diakibatkan oleh efek short circuit sel 1.Hal ini sesuai dengan hasil eksperimen [2].

Pada sel tiga, perubahan nilai yang juga terjadi sangat kecil.Perubahan nilai yang terjadi tidak melebihi angka 5%. Perubahan nilai parameter pada sel 3 mengindikasikan pergeseran belitan utama dan tap serta perbedaan impedansi ground [4] [30]. Gangguan ini kemudian tidak diperhitungkan.

Untuk fasa R vs fasa T nilai-nilai perbandingan parameter R, L, dan C hanya berkisar antara -10.50% sampai dengan 11.24%. Diprediksi fasa T masih dalam kondisi baik.

Untuk memperhitungkan pengaruh inti magnetik pada hasil pengukuran SFRA, dibandingkan nilai parameter fisik yang didapatkan pada hasil perhitungan [9].Nilai Ls transformator 1 GI Cikande yang didapatkan jauh lebih kecil daripada nilai LR dan LT nya. Seharusnya menurut [8][9] nilai Ls mempunyai nilai 3x lipat LR dan LT pada kondisi normal. Nilai induktansi LR dan LT yang didapatkan hampir sama besar. Hal ini sesuai dengan teori.Diprediksi terjadi gangguan pada fasa S.

Nilai kapasitansi shunt yang didapatkan untuk masing-masing pengukuran pun ditinjau. Nilai yang didapatkan berdekatan.Hal ini sesuai dengan eksperimen [8] tidak ada perilaku mencurigakan.

Dari hasil pemodelan diprediksi HV winding transformator mobile mengalami short circuit pada fasa S. Hal ini diperkuat pula oleh respons start fasa S mendekati 0.0 dB.

Hasil prediksi gangguan dari hasil pengujian SFRA kemudian di cross check dengan hasil pengujian lainya. Berdasarkan data PT. PLN GI Cigereleng, dari pengujian rasio % difference fasa S menunjukan angka yang cukup tinggi dibandingkan fasa lain. Selain itu hasil analysis DGA menunjukan bahwa terjadi discharge dengan energy tinggi pada minyak trafo. Hal ini kemudian menguatkan bahwa gangguan yang terjadi pada adala short circuit antar belitan fasa S.

VII KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Teknik SFRA dapat digunakan untuk deteksi awal gangguan internal yang terjadi pada transformator daya terutama pada bagian inti dan belitan. Bagaimanapun juga hasil yang didapatkan berupa prediksi dan dibutuhkan investigasi lanjutan seperti tes R DC, meger, tan delta dan lain-lain untuk memastikan gangguan yang terjadi pada tranformator.

2. Pemodelan rangkian ekuivalen transformator daya dapat digunakan 3 sel yang masing-

Page 14: Paper Indo

masing sel memiliki representasi berbeda ntuk jenis gangguan dan kerusakan yang terjadi.

3. Hasil analisis Network analyzer menggunakan algoritma DL/T911-2004 dinilai lebih akurat dibandingkan algoritma NCEPRI dalam analisis gangguan yang terjadi pada belitan transformator.

4. Kombinasi metoda analisis menggunakan DL/T911-204 dan pemodelan dinilai lebih efektif dalam menentukan jenis gangguan dan kerusakan yang terjadi pada trasformator daya.

5. Analisis hasil SFRA transformator menggunakan data hasil SFRA transformator yang sama keadaan normal (time based) dan antar fasa (contstruction based) dinilai lebih akurat dibandingkan dengan penggunaan data sister unit sebagai perbandingan..

V. DAFTAR PUSTAKA

[1] Siada-Abu, A, dkk.”Understanding Power Transformer Frequency Response Analysis Signatures”.in proc IEEE Electrical Insulation Megazine, Vol. 29, No. 3, pp. 48-56. 2013.

[2] Fransisco, Donald. “TEKNIK FRA (FREQUENCY RESPONSE ANALYSIS

UNTUK DIAGNOSTIK PERGESERAN BELITAN TRANSFORMATOR DAYA”,Tugas Akhir. Institut Teknologi Bandung, Indonesia 2008.

[3] Sumantoro, Z. “PENGGUNAAN METODA SWEEP FREQUENCY RESPONSE ANALYSIS (SFRA) UNTUK DETEKSI AWAL GANGGUAN MEKANIS PADA TRANSFORMATOR DAYA”. Tugas Akhir. Institut Teknologi Bandung 2008.

[4] Chapman, J, Stephen, “Electric Machinery Fundamentals Fourth Edition”. New York, America 2005.

[5] Syamsuddin, Y, Eniman. Ida Aciek, “Buku Pegangan Kuliah Sistem Kendali” Institut Teknologi Bandung, Indonesia 1999.

[6] A. P. Purnomoadi, D. Fransisco. “Modeling an Diagnostic Transformer Condition Using Sweep Frequency Response Analysis”. In proc IEEE International Conference on Properties and Applications of Dielectric Materials, pp 1059-1063. China 2009.

[7] Omicron. “FRAnalyzer Reliable Core and Winding Diagnostic forPower Transformers”.In FRAnalyzer-Brochure-ENUomicron. 2012.