paradigma baru kebijakan penanaman modal asing pt...
TRANSCRIPT
PARADIGMA BARU KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING
PT FREEPORT INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Program Sarjana
Hukum (S.H) pada Program Sarjana Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Oleh :
T R I N I D I Y A N I
NIM: 11150450000075
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
2019 M / 1440 H
iv
ABSTRAK
Trini Diyani, NIM. 11150450000075, “PARADIGMA BARU
KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING PT FREEPORT
INDONESIA”, Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan
Hukum Uiniversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440
H/2019 M. ix ± 75 halaman. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui perubahan
paradigma tentang kebijakan Penanaman Modal Asing PT. Freeport Indonesia,
serta keterkaitannya dengan kedaulatan negara sesuai dengan Pasal 33 UUD
1945. Mengetahui kebijakan Penanaman Modal Asing di Indonesia dan
mengetahui penerapan kebijakan divestasi dalam pembatasan Penanaman Modal
Asing pada PT Freeport Indonesia. Latar belakang penelitian ini adalah
pengaturan mengenai adanya UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing dan UU Nomor 11 Tahun 1967 Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan kemudian diperkuat dengan PP 20 Tahun 1994 tentang
Kepemilikan Saham Asing di Indonesia. Dalam penelitian ini ditemukan upaya
pemerintah dalam menjaga kedaulatan negara dengan dirubahnya UU 11 Tahun
1967 menjadi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara. Tujuan tersebut selaras dengan pedoman perekonomian bangsa yang
termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian normatif dengan pendekatan
undang-undang (statute aproach), teori, dokumen-dokumen. Penelitian ini
menggunakan dua bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, dan sekunder.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penanaman modal asing bagi
negara berkembang seperti Indonesia mutlak dibutuhkan. Karena sifatnya yang
tidak dapat dihindarkan penanaman modal asing pun bertujuan menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional. Penanaman modal asing di Indonesia
menjadi suatu hal yang baik namun juga perlu suatu kehati-hatian dalam
mengelola penanaman modal asing. Bukan berarti dengan dibukanya pintu-pintu
penanaman modal asing justru mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam
yang dimiliki Indonesia yang berujung pada perenggutan kedaulatan negara.
Kata Kunci : Penanaman Modal Asing, PT.Freeport, Kedaulatan Negara
Pembimbing : Fathudin, S.H.I, S.H, M.H, M.A.Hum
Daftar Pustaka : Dari tahun 1963 sampai 2019
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb...
Segala puji dan syukur tak hentinya terucap kepada Allah SWT, berkat
nikmat, anugerah, dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “PARADIGMA BARU KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL
ASING PT FREEPORT INDONESIA”
Shalawat serta salam penulis limpah curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, yang telah memimpin umat Islam menuju jalan yang diridhoi Allah SWT.
Dalam meneyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, arahan
dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang amat besar kepada:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Para Wakil Dekan.
2. Dr. Maskufa, M.Ag Ketua Program Studi Hukum Tata Negara dan juga
kepada Sri Hidayati, M.Ag Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara
UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.
3. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, M.Ag selaku Dosen
penasihat akademik penulis, yang selalu menjadi inspirator bagi penulis
agar terus lebih baik lagi serta bermanfaat bagi dunia.
4. Fathuddin, Lc, S.H.I, S.H, M.H, M.A.Hum, Dosen pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran
dalam membimbing, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian
skripsi ini dengan tepat waktu.
5. Keluarga Besar Laboratorium Fakultas Syariah dan Hukum, Kepala Lab
Ibu Dr. Hj. Mesraini, S.H, M.Ag terima kasih telah mengizinkan peneliti
vi
mengerjakan skripsi di ruang lab, Bapak Fathuddin, Lc, S.H, S.H.I, M.H,
M.A.Hum selaku dosen pembimbing yang penulis anggap seperti kakak
sendiri, Bapak Izhar Helmi, S.H, M.H, kak Erwin Hikmatiar, S.Sy, S.H,
M.H, kak Muhammad Ikhwan, S.Sy, dan kak Diana Mutia Habibaty,
S.H., M.H.
6. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta khususnya dosen Program Studi Hukum Tata Negara yang telah
memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus dan ikhlas, semoga Allah
SWT senantiasa membalas jasa-jasa beliau serta menjadikan semua
kebaikan ini sebagai amal jariyah untuk beliau semua.
7. Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan
Utama FSH UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, juga Pimpinan dan segenap
staf Perpustakaan Universitas Indonesia yang telah menyediakan fasilitas
yang memadai untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan
skripsi ini.
8. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Washadi, dan Mamah Roisyah, yang
selalu tulus memberikan semangat, doa serta dorongan moriil mulai dari
pendidikan di taman kanak-kanak, sekolah dasar sampai Perguruan
Tinggi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.
Juga Kaka dan adikku tersayang, mas Trisno Hartono, Mba Sutrismi, dan
Kurniawan yang memberikan peneliti hiburan dalam mengerjakan skripsi
ini.
9. Muhammad Syafi’i Ma’arif, S.Ag selaku sahabat, kaka, sekaligus life
partner penulis yang telah memberikan dorongan semangat sedari awal
penulis berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah hingga lulus starta satu.
10. Keluarga besar Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Ibu Anhar selaku ibu kosan dan Member Kosan One Heart mba Ami,
mba Yuli, dan Indar yang telah memberikan hiburan kepada penulis.
11. Keluarga Besar Kementrian Luar Negeri Direktorat Protokol dan
vii
Konsuler Sub Dit Jasa Konsuler Warga Negara Asing. Kepada pak Eko,
Mba Ayu, Pak Boy, dan Mas Hardi yang selalu memberikan semangat
dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
12. Ka Aprian Subhan Dahraini selaku guru kepenulisan karya ilmiah
semenjak penulis duduk di bangku Aliyah hingga lulus strata satu ini.
Terima kasih telah menjadi tempat berkeluh kesah seputar karya ilmiah
dan memberikan dorangan semangat motivasi kepada penulis.
13. Team Works yaitu Tarmizi Kabalmay, Azka Febriawan, dan Rizqi
Pratama Maihaqi, selaku teman sekelas, teman berkeluh kesah, dan
teman magang penulis selama berada di Kementrian Luar Negeri
Republik Indonesia, persahabatan kita tidak sekedar di kampus saja.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
peneliti dan umumnya bagi pembaca. Sekian terima kasih.
Wassalamualaikum
Jakarta, Mei 2019
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 8
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu .................................................. 9
E. Teknik Pengolahan dan Metode Penelitian ........................................ 10
F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 14
BAB II KERANGKA KONSEP DAN KAJIAN TEORITIS
A. Kerangka Konsep ............................................................................... 16
1. Paradigma ..................................................................................... 16
2. Kebijakan ..................................................................................... 17
3. Penanaman Modal Asing ............................................................. 19
4. PT. Freeport Indonesia ................................................................. 20
B. Kerangka Teoritik .............................................................................. 21
1. Kedaulatan Negara ....................................................................... 21
2. Kedaulatan Hukum....................................................................... 24
3. Kedaulatan Ekonomi .................................................................... 26
ix
BAB III DINAMIKA KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING
(PMA) DI INDONESIA
A. Perspektif Konstitusi tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam ........ 29
B. Perangkat Regulasi Penanaman Modal Asing di Indonesia ............... 33
C. Latar Kehadiran PT Freeport di Indonesia ......................................... 39
D. Problem Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia................................ 44
BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN DIVESTASI SAHAM PT. FREEPORT
INDONESIA
A. Perubahan Status Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia ke Izin Usaha
Pertambangan Khusus ....................................................................... 450
B. Penegasan Eksistensi Kedaulatan Negara ......................................... 59
C. Konsistensi Pengamalan Pasal 33 UUD NRI 1945 ........................... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 68
B. Saran ................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 70
CURRICULUM VITAE .............................................................................. 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perekonomian dunia saat ini sedang mengalami globalisasi, hal tersebut
dapat dilihat dari semakin maraknya penanaman modal asing pada suatu
perusahaan. Penanaman modal asing yang pesat meniadakan batasan hubungan
ekonomi internasional. Efek yang di timbulkan dari globalisasi ekonomi ini
salah satunya adalah arus teknologi informasi yang begitu cepat kemasyarakat
semakin terlihat dengan berkembangnya perekonomian suatu negara.
Perkembangan teknologi, komunikasi dan informasi di berbagai belahan dunia
mendorong banyak perusahaan-perusahaan di negara pengekspor modal
melakukan efisiensi perekonomiannya agar stabilitas dan peningkatan
produktivitasnya dapat terjamin.1
Di Indonesia, penanaman modal asing menjadi sesuatu yang sifatnya tidak
dapat dihindarkan inevitable, bahkan mempunyai peranan yang sangat penting
dan strategis dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini
disebabkan pembangunan nasional Indonesia memerlukan pendanaan yang
sangat besar untuk dapat menunjang tingkat pertumbuhan ekonomi yang di
harapkan. Kebutuhan pendanaan tersebut tidak hanya diperoleh dari sumber-
sumber pendanaan dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Hal itu yang
menyebabkan penanaman modal asing menjadi salah satu sumber pendanaan
luar negeri yang strategis dalam menunjang pembangunan nasional, khususnya
dalam pengembangan sektor riil2 yang pada gilirannya diharapkan akan
berdampak pada pembukaan lapangan pekerjaan secara luas.
1 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), h. 32
2Dalam Marzuki yang di sampaikan Pada Acara Pembekalan Nasional : Menata Strategi
Kebijakan Menuju Iklim Investasi yang Kondunsif Lembaga Pengkajian Kebijakan Strategis dan
Pemberdayaan (LPKSP). Pada prinsipnya, investas sektori riil terdiri dari : Investasi yang
dilakukan untuk melakukan ekploitasi terhadap suber daya alam, meliputi pertambangan, agro
industri, perikanan, peternakan dan pariwisata alam.
2
Upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung pembangunan nasional
tersebut adalah dengan mengawal jalannya pembangunan serta investasi di
Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah Indonesia dapat
menjamin kepastian hukum serta menyederhanakan proses atau prosedur
investasi. Oleh karenanya penanaman modal atau investasi merupakan pilar
penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara yang hendak tumbuh
berkelanjutan yang tentunya memerlukan modal. Namun, bukan berarti
penanaman modal asing di Indonesia menjadi bebas tak terkendali. Dengan
dibukanya keran-keran penanaman modal asing di Indonesia menjadi suatu hal
yang baik namun juga perlu suatu kehati-hatian dalam mengelola penanaman
modal asing. Dibuatnya sebuah regulasi pembatasan penanaman modal asing hal
tersebut berupaya menjaga kedaulatan bangsa agar tidak di eksploitasi oleh
pihak asing.
Awal pertama dilakukannya penananam modal asing di Indonesia tak
terlepas dari kontribusi pemerintah sebagai motor penggerak pembangunan
nasional. Sejak awal Orde Baru hingga era presiden Joko Widodo, berbagai
aturan investasi dibuat, hal tersebut dilakukan untuk merealisasi porsi
kepemilikan penanaman modal asing di Indonesia. Perusahaan Asing pertama
yang menduduki kursi Penanaman Modal Asing (PMA) adalah PT Freeport
Indonesia. Anakan usaha dari perusahan tambang Amerika Serikat FCX ini
mengawali perjalanan usaha di Indonesia dengan bermodalkan perjanjian
Kontrak Karya3 pada 7 April 1967. Sesuai dengan aturan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing yang baru terbit pada
10 Januari 1967.
Kontrak karya I tahun 1967 ini memberikan hak kepada Freeport untuk
bertindak sebagai kontraktor tunggal dalam mengeksploitasi, eksplorasi serta
memasarkan tembaga lainnya selama 30 tahun di luas lahan 10 ribu hektar di
3 Kontrak Karya adalah kontrak antara Pemerintah RI dengan Perusahaan Penanaman
Modal Asing (PMA) yang memuat persyaratan teknis finansial dan persyaratan lain untuk
melakukan kegiatan usaha pertambangan bahan galian Indonesia, kecuali minyak dan gas bumi,
batubara dan uranium dalam Abrar Saleng, Hukum Pertambangan ,(Yogyakarta: UII Press,
2004), h. 146
3
Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Kontrak karya jilid pertama baru akan habis
masa berlakunya pada tahun 1997. Namun, karena ada temuan cadangan emas
terbesar di gunung tambang Grasberg, maka pada 1991 sebelum berakhirnya
kontrak tersebut, Freeport memperbarui kontrak karya. Kontrak karya jilid II
ditandatangani pada tahun 1991. Pada KK kedua disepakati masa berlaku
kontrak karya 30 tahun dengan periode produksi berakhir pada 2021, serta
kemungkinan perpanjangan dua kali 10 tahun atau baru akan berakhir pada
2041.4 Selama hampir setengah abad keberadaan Freeport di Indonesia, tentunya
menimbulkan berbagai masalah dalam eksploitasi tambang, terutama
menyangkut jatah kepemilikan saham pemerintah Indonesia karena di nilai
kurang optimal.
Pasca kontrak karya 1991, pemerintah hanya memiliki 9,36 persen saham
di PTFI dengan royalti sebesar 1-3, 5 persen dari penjualan bersih. Kontrak
karya jilid kedua ini juga mengharuskan Freeport-McMoRan untuk
mendivestasikan atau menjual 51 persen sahamnya kepada pemerintah secara
bertahap dalam kurun waktu 20 tahun sejak kontrak karya ditandatangani atau
paling lambat pada 2011, sesuai Pasal 24 Kontrak Karya 1991 antara Freeport-
McMoRan dengan Pemerintah.
Periode divestasi tahap pertama berlangsung pada 1991-2001, di mana
Freeport-McMoRan wajib menjual 10 persen saham di PTFI. Periode
selanjutnya 2001-2011, Freeport-McMoRan harus melepas 41 persen lagi
kepemilikan sahamnya di PTFI kepada pihak Indonesia dengan ketentuan saham
sebesar 2 persen setiap tahunnya sampai kepemilikan nasional menjadi 51
persen. Namun, Freeport-McMoRan merasa tidak memiliki kewajiban untuk
melakukan divestasi sebagaimana tercantum dalam kontrak karya 1991. Sebab,
pada 1994, Pemerintah RI menerbitkan PP Nomor 20 Tahun 1994 yang
mengizinkan kepemilikan saham 100 persen dapat dimiliki oleh asing dan
kewajiban divestasi dilakukan setelah 15 tahun berproduksi. Selain itu, PP ini
juga menyatakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) tidak wajib
4Jalan Panjang Bawa Freeport ke RI, dari Soeharto hingga RI pada
m.detik.com/finance/energi/d4113404 diunduh pada tanggal 4 Januari 2019 pukul 7.51 WIB
4
mendivestasikan sahamnya kepada pihak Indonesia. PP ini pun menjadi payung
teduh bagi Freeport, hadirnya PP ini dijadikan sebuah tameng berkelit bagi FCX
untuk segera mendivestasikan 51 persen saham PTFI kepada pemerintah
Indonesia. Akibatnya Freeport beroperasi seperti biasa, namun proses divestasi
tak berjalan karena adanya aturan tersebut.
Oleh karenanya guna tetap dapat menjalankan divestasi saham, tahun 2010
pemerintahan di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
menerbitkan PP Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 97 PP ini menyebutkan pemodal
asing pemegang (Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan
Khusus (IUPK) setelah lima tahun sejak produksi wajib melakukan divestasi
saham, sehingga sahamnya paling sedikit 20 persen dimiliki oleh peserta
Indonesia. PP ini kemudian diubah dan dikuatkan lagi menjadi PP Nomor 24
Tahun 2012 dan PP Nomor 77 Tahun 2014, yang mengatur rincian divestasi
antara lain: pada tahun keenam divestasi saham sebesar 20 persen, tahun ketujuh
divestasi saham sebesar 30 persen, tahun kedelapan 37 persen, tahun kesembilan
44 persen, dan tahun kesepuluh 51 persen dari jumlah seluruh saham.
Setelah melalui sekelumit peristiwa, FCX akhirnya mengajukan
penawaran resmi divestasi saham kepada Pemerintah RI yaitu tepatnya pada 14
Januari 2016, yang merupakan batas akhir bagi Freeport Indonesia untuk
mengajukan penawaran divestasi saham. Itu sesuai dengan PP Nomor 77 Tahun
2014 yang mengatur tentang penawaran saham kepada pihak Indonesia, satu
tahun setelah PP Nomor 77 Tahun 2014 terbit ditambah penambahan waktu
selama 90 hari. Akhirnya Freeport menyerahkan harga penawaran divestasi
10,64 persen saham senilai $1,7 miliar kepada pemerintah RI namun pemerintah
menawar lebih dari separuh yakni US$ 630 juta dengan alasan sesuai dengan
Permen ESDM Nomor 27 tahun 2013.5
5Jalan Panjang RI ambil Alih Tambang Grassberg dari Freeport pada
cnbcinonesia.com/news diunduh pada tanggal 4 Januari 2019 pukul 7.53 WIB
5
Pada tahun 2017 pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 1 tahun 2017,
ini merupakan perubahan keempat dai PP Nomor 23 tahun 2010 tentang
pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara, yaitu yang
memuat perubahan ketentuan tentang divestasi saham sampai dengan 51 persen
secara bertahap dan kewajiban pemegang KK untuk merubah izinnya menjadi
IUPK. Akhirnya Freeport bersedia mengubah izinnya tersebut yang semula
adalah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)
dengan jaminan Investasi jangka panjang terkait dengan perpajakan. Akhirnya
tepat di pertengahan tahun 2018 Presiden Joko Widodo menyatakan Freeport
menyetujui divestasi saham sebesar 51 persen. Pemerintah Indonesia telah
menyepakati nilai akuisisi 51 persen saham milik PT Freeport Indonesia (PTFI)
sebesar US$ 3.85 miliar atau Rp 53,9 triliun (kurs Rp 14. 000). Kesepakatan
tersebut ditandai dengan penandatanganan Head of Agreement (HoA) antara PT
Inalum (Persero) dengan Freeport McMoran selaku induk dari PTFI.6
Sewajarnya setiap hal tentunya memiliki sebuah resiko yang dapat di
timbulkan, tak terkecuali dalam hal penanaman modal asing, dampak negatif
dari investasi asing yang dapat terjadi. Walaupun begitu, peluang
berkembangnya dampak negatif atau kerugian sudah dipertimbangkan dengan
matang oleh pemerintah. Hal ini dilaksanakan melalui peraturan ketat yang
diterapkan pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman
modal. Beberapa dampak negatif yang mungkin terjadi adalah eksploitasi bahan
baku atau sumber daya alam, diskriminasi upah antara tenaga kerja asing dan
Indonesia, serta hilangnya industri kecil dan menengah yang tidak kuat bersaing
dengan perusahaan asing. Berkaitan dengan latar belakang yang telah dipaparkan
penulis, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian terhadap perubahan,
dampak, maupun solusi bagi Indonesia. Oleh karena itu penulis bermaksud
mengadakan penelitian dengan judul penelitian “PARADIGMA BARU
KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING PT FREEPORT
INDONESIA”
6Harga Beli Saham Freeport Kemahalan ? Ini Penjelasan Dirut Inalum dalam
m.detik.com/finance/energy di unduh pada tanggal 4 Februari 2019 Pukul 11.14 WIB
6
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Penanaman modal asing mempunyai korelasi yang erat dengan
masalah law enforcement, di mana hal tersebut direalisasikan dalam bentuk
kepastian hukum atas ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, bukan saja
atas peraturan yang mengatur masalah penanaman modal secara khusus
tetapi juga peraturan-peraturan lainnya baik yang sifatnya sektoral maupun
lintas sektoral. Dengan adanya kepastian hukum maka akan menciptakan
suatu iklim investasi yang kondusif, mengingat para investor asing tidak
akan melakukan investasi di tempat yang tidak memiliki kepastian hukum
(legal certainty) yang dapat menimbulkan suatu resiko (regulatory risk)
yang sangat tinggi. Dari uraian yang ada pada latar belakang masalah
tersebut di atas, maka dapat disebutkan identifikasi masalah dibawah ini
yang akan di jelaskan lebih lanjut, yaitu:
a. Penanaman Modal Asing pada suatu negara memerlukan beberapa
faktor penunjang untuk mengatur kegiatan Investasi tersebut. Salah
satunya adalah produk hukum, dengan adanya kepastian hukum bagi
para investor, pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dapat
dijalankan dengan baik.
b. Penanaman modak asing memiliki peranan penting sebagai motor
penggerak pembangunan nasional. Dengan dukungan dan keterlibatan
yang positif dari pemerintah, masyarakat, serta pelaku industri dalam
negeri, investasi asing bisa dikelola menjadi sesuatu yang
menguntungkan bagi negara.
c. Penanaman Modal Asing yang berlebihan dan tidak pada tempatnya
dapat pula membahayakan devisa negara dan kondisi perekonomian
dalam jangka panjang. Salah satu dampak yang terjadi adalah
eksploitasi bahan baku atau sumber daya alam, diskriminasi upah
antara tenaga kerja asing dan Indonesia, serta hilangnya industri kecil
dan menengah yang tidak kuat bersaing dengan perusahaan asing, hal
tersebut tentunya dapat mengganggu kedaulatan negara.
7
d. Penanaman Modal Asing memerlukan payung hukum yang kuat
sebagai upaya menjaga kedaulatan bangsa.
e. Perusahaan asing pertama yang menanamkan modalnya ke Indonesia
adalah PT Freeport Indonesia. Perusahaan ini adalah anakan usaha
dari Amerika Serikat Freeport McMoran yang bergerak di bidang
pertambangan.
f. Lika-liku perjalanan pemerintah Indonesia dalam membuat suatu
kebijakan Pembatasan Penanaman Modal Asing bagi perusahaan-
perusahaan asing yang berminat menanamkan modalnya di Indonesia,
salah satunya bagi anakan usaha FCX yaitu PT Freeport Indonesia.
Awalnya kepemilikan saham freeport untuk Indonesia tidak ada sama
sekali, hingga akhirnya bisa melewati sekelumit peristiwa akuisisi
saham freeport sebesar 51,3% untuk Indonesia.
2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis
membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas
dan terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis, maka perlu kiranya
penulis memberikan batasan agar tidak melebar dan terarah. Maka
penelitian ini difokuskan pembahasannya hanya menyangkut masalah
Penanaman Modal Asing di Indonesia dengan studi kasus PT Freeport
Indonesia. Dalam penelitian ini di khususkan mengkaji perubahan
paradigma penanaman modal asing di karenakan di pengaruhi oleh sebuah
regulasi di mana rezim yang berkuasa.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka secara
terperinci masalah yang akan diteliti adalah “Paradigma Baru Kebijakan
Penanaman Modal Asing PT Freeport Indonesia”. Dari masalah di atas
maka dapat diperoleh rumusan penelitian sebagai berikut:
8
a. Bagaimana perubahan paradigma lama ke paradigma baru mengenai
kebijakan penanaman modal asing PT Freeport Indonesia ?
b. Bagaimana implikasi paradigma baru kebijakan penanaman modal
asing PT Freeport Indonesia ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Tujuan penelitian yang dilakukan mengenai judul skripsi “Paradigma
Baru Kebijakan Penanaman Modal Asing di Indonesia, Studi Kasus PT
Freeeport Indonesia” adalah:
a. Mengetahui perubahan paradigm lama ke paradigm baru mengenai
kebijakan penanaman modal asing PT Freeport Indonesia.
b. Mengetahui implikasi paradigma baru kebijakan penanaman modal
asing PT Freeport Indonesia ?
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dilakukan mengenai Paradigma Baru
Kebijakan Penanaman Modal Asing PT Freeport Indonesia adalah sebagai
berikut:
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut
guna untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang Paradigma
Baru Kebijakan Penanaman Modal Asing di Indonesia.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis
yang sebesar-besarnya, yakni dapat menjadi solusi, sumbangsih atau
menjadi masukanbagi ilmu pengetahuan penanaman modal asing
dan/atau sektor regulasi investasi di Indonesia pada umumnya,
Sektor regulasi investasi di sini adalah sebuah aturan yang
kemudian menjadi solusi yang pengembangan ekonomi lewat
9
penanaman modal namun tetap beerupaya menjaga kedaulatan
bangsa lewat sebuah regulasi yang di ciptakan. Juga untuk
mengetahui seberapa pentingnya investasi asing di Indonesia.
D. Tinjauan (Review) KajianTerdahulu
Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian di bidang penanaman modal
asing berkaitan dengan beberapa judul penelitian ini:
1. “Nasionalisasi Perusahaan Modal Asing Studi Prospek Nasionalisasi
Perusahaan Modal Asing di Indonesia”, oleh Agus Salim Feriyaldi,
S.Sy, Mahasiswa Hukum Bisnis pada Program Pascasarjana Fakultas
Hukum Universitas Islam Indonesia pada tahun 2014. Tesis ini
membahas tentang nasionalisasi Pada sumber daya manusia di Indonesia,
di karenakan keadaan sistem teknologi, informasi dan komunikasi yang
terbilang jauh dari negara lainnya. Untuk itu dibutuhkan suatu kebijakan
terkait investasi dan perusahaan modal asing yang mengakomodasi hal
tersebut.
2. “Tinjauan Negatif Investasi Usaha Perikanan Tangkap Indonesia
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Daftar
Bidang Usaha Tertutup dan Daftar Bidang Usaha Terbuka dengan
Persyaratan di Bidang Penanaman Modal”, oleh Bela Awaliyah
Agustina, Mahasiswa Hukum Bisnis Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah pada tahun 2017. Skripsi ini mengkaji tentang
kedudukan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 dengan peraturan
perundang-undangan lainnya dan keterkaitannya dengan kedaulatan dan
kemandirian ekonomi bangsa. Serta mengetahui manfaat pengaturan
negatif investasi asing usaha perikanan tangkap di Indonesia.
3. “Hukum Penanaman Modal di Indonesia”, Buku karangan Prof. Dr.
Aminuddin Ilmar, S.H., M.H pada tahun 2010. Buku ini menyajikan
kerangka hukum yang membingkai praktik penanaman modal Indonesia,
berkaitan dengan apa yang harus diketahui baik bagi mereka yang ingin
10
melakukan penanaman modal, maupun yang sedang mencari penanaman
modal bagi usaha mereka.
4. “Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia”,Buku karangan
David Kairupan, S.H., L.L.M pada tahun 2013. Buku ini membahas
tentang penanaman modal asing di Indonesia dari perspektif hukum,
utamanya berkaitan dengan modal yang bersifat ekuitas dalam kacamata
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.
5. “Hukum Investasi di Indonesia”, Buku karangan Salim HS., S.H., M.S
dan Budi Sutrisno,S.H., M.Hum pada tahun 2008. Buku ini merupakan
salah satu buku yang bersifat integral karena dalam buku ini, tidak hanya
dikaji investasi dari kacamata hukum semata, tetapi juga dikaji pengaruh
investasi, khususnya investasi asing terhadap pengembangan masyarakat
lokal.
6. “Freeport, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara”, Buku karangan
Ferdy Hasiman pada tahun 2019. Buku ini mengupas secara rinci setiap
aspek legal,sejarah, implikasinya terhadap perekonomian nasional, dan
daya tarik-menarik kepentingan di seputar pengelolaan pertambangan
PT. Freeport Indonesia. Tentunya buku itu mengulas Freeport, baik dari
sudut pandang sejarah, analisis finansial (Kinerja), hubungan Freeport-
Negara, Freeport Papua, dan rantai bisnis pengusaha-pengusaha yang
selama ini dekat dengan akses kekuasaan.
E. Teknik Pengolahan dan Metode Penelitian
Untuk membantu memudahkan dalam penyusunan skripsi ini, maka
disusun metode7 penelitan sebagai jalan petunjuk yang akan mengarahkan
jalannya penelitian ini, atau dengan kata lain sebagai jalan atau cara dalam
7Metode adalah suatu cara atau jalan sehubungan dengan usaha ilmiah, metode
menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan dalam Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,
(Jakarta: UI Press, 2015), h. 5
11
rangka usaha mencari data yang akan digunakan untuk memecahkan suatu
masalah yang ada dalam skripsi ini8, yaitu sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif
yaitu penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek,
yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi,
lingkup materi, dan konsistensi.9 Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui untuk menjawab pelaksanaan kebijakan Penanaman Modal
Asing yang diterapkan di Indonesia.
2. Pendekatan
Berdasarkan jenis penelitian hukum normatif (normative law
research), yaitu suatu pendekatan yang mengkaji assas-asas hukum
terhadap kebijakan publik dan ketertkaitan asas-asas doktrinal dengan
hukum-hukum positif, konsep, maupun hukum yang berlaku di
Penanaman Modal Asing. Penelitian ini juga berfokus pada problem
identifikasi yaitu penelitian yang bertujuan untuk menginventarisir dan
kemudian mengklarifikasi permasalahan untuk dicarikan jalan keluar.10
3. Sifat Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk memperoleh pemaparan (deskripsi)
secara lengkap, rinci, jelas, dan sistematis tentang Paradigma Baru
Kebijakan Penanaman Modal Asing PT Freeport Indonesia.
8 Arianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), h. 61
9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), h. 10
10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum…, h. 15
12
4. Sumber Data
Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang
merupakan data yang diperoleh melalui pihak lain maupaun data primer
yang didapat langsung dari pihak pertama. Untuk data sekunder dalam
penelitian ini berupa data-data media cetak maupun elektronik, buku,
Jurnal, data lembaga surveyor, situs internet. Untuk data primer itu sendiri
melalui BAPEPAM, UU dan dari BKPM serta sumber-sumber lain yang
sesuai dengan tujuan penelitian.
a. Sumber Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mencakup
ketentuan- ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku
dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dalam penelitian
ini peneliti menggunakan beberapa sumber hukum utama yaitu
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 Tentang Penanaman Modal
Asing di Indonesia yang kemudian dicabut dan diganti oleh UU No.
25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Asing. Kemudian UU
No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan yang kemudian dicabut dan digantikan dengan UU
No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara.
Peraturan Pemerintan Nomor 17 tahun 1992 Tentang Persyaratan
Pemilikan Saham dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing.
Diizinkannya perusahaan penanaman modal asing mendirikan
perusahaan lengan modal saham yang seluruhnya dimiliki oleh
peserta asing, dan peraturan ini dicabut digantikan dengan PP
Nomor 50 tahun 1993 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah
Nomor 17 tahun 1992 Tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam
Perusahaan Penanaman Modal Asing. PP Nomor 20 tahun 1994
Tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang didirikan dalam
rangka penanaman modal asing. Peraturan Presiden Nomor 44
Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan
13
Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal sebagai sumber data primer.
b. Sumber Hukum Sekunder
Dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan sumber data
sekunder. Bahan hukum sekunder adalah yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya hasil
penelitian, buku-buku hukum, skripsi, tesis, disertasi hukum, jurnal,
dan lain-lain. Seperti buku-buku Tentang Hukum Investasi, Hukum
Penanaman Modal Asing di Indonesia, Penanaman Modal Asing,
dan karya tulis yang berkaitan dengan judul penelitian ini.
Dalam literatur lain disebutkan bahwa, bahan hukum
sekunder adalah bahan hukum yag terdiri atas buku-buku teks
(textbooks) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de
herseende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-
kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir
yang berkaitan dengan topik penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam pegumpulan
data adalah metode dokumentasi, yaitu dengan mencatat dan mengcopy
data-data tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian baik dari
sumber dokumen/buku-buku, koran, majalah, internet dan lain lain.
a. Penelitian Kepustakaaan
Kerja mencari bahan di perpustakaan merupakan hal yang tidak
dapat di hindarkan oleh seorang peneliti. Tujuan dan kegunaan studi
kepustakaan pada dasarnya adalah menunjukkan jalan pemecahan
permasalahan penelitian. Teknik ini dilakukan dengan cara
mempelajari buku atau bahan bacaan lainnya yang berhubungan atau
terkait dengan judul penelitian ini guna mendapatkan petunjuk untuk
mendukung penelitian ini.
14
6. Metode Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian diklasifikasikan menurut
pokok bahasan masing-masing, maka selanjutnya dilakukan analisis data.
Analisis data bertujuan untuk menginterprestasikan data yang sudah
disusun secara sistematis yaitu dengan memberikanpenjelasan. Analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, yaitu
menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur,
runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan
interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.
F. Sistematika Penulisan
Untuk dapat mengatahui isi penelitian ini, maka secara singkat akan
disusun dalam 5 bab, yang terdiri dari:
Bab I Pendahuluan. Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang
penelitian, identifikasi, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kerangka pemikiran, review studi terdahulu, sistematika
pembahasan, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II yaitu berisi tentang Kerangka Konsep dan Kajian Teoritis. Dimana
didalamnya terdapat konsep mengenai paradigm, kebijakan, PT Freeport
Indonesia dan penanaman modal asing. Kemudian didalam Kajiann teoritis
memuat teori kedaulatan negara, kedaulatann hukum dan kedaulatan ekonomi
mengenai adanya penanaman modal asing di Indonesia.
Bab III yaitu menjelaskan dinamika kebijakan penanaman modal asing di
Indonesia mengenai Perspektif Konstitusi tentang Pengelolaan Sumber Daya
Alam, Perangkat Regulasi Penanaman Modal Asing di Indonesia, Latar
Kehadiran PT Freeport di Indonesia, Problem Kontrak Karya PT. Freeport
Indonesia
Bab IV yaitu gambaran umum, hasil penelitian dan pembahasan
menguraikan gambaran umum Perubahan Status Kontrak Karya PT. Freeport
Indonesia ke Izin Usaha Pertambangan Khusus, Penegasan Eksistensi
Kedaulatan Negara, Konsistensi Pengamalan Pasal 33 UUD NRI 1945.
16
BAB II
KERANGKA KONSEP DAN KAJIAN TEORITIS
A. Kerangka Konsep
1. Paradigma
Paradigma identik sebagai sebuah bentuk atau model untuk
menjelaskan suatu proses ide secara jelas.1 Paradigma sebagai seperangkat
asumsi-asumsi teoritis umum dan hukum-hukum serta teknik-teknik aplikasi
yang dianut secara bersama oleh para anggota suatu komunitas ilmiah.
Penerimaan sebuah paradigma baru sering membutuhkan sebuah redefinisi
dari ilmu yang sesuai (corresponding).2 Paradigma baru akan tetap bersifat
relatif sejauh bedasarkan keyakinan dan selera intelektual masing-masing
kelompok ilmuan.
Paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat keyakinan atau
kepercayaan yang mendasari seseorang dalam melakukan segala tindakan.
Menurut Capra dalam bukunya Tao of Physics menyatakan bahwa paradigma
adalah asumsi dasar yang membutuhkan bukti pendukung untuk asumsi-
asumsi yang ditegakkannya, dalam menggambarkan dan mewarnai
interpretasinya terhadap realita sejarah sains.3 Menurut pemikiran yang lain
yaitu oleh Bhaskar paradigma dapat diartikan seperangkat asumsi yang
dianggap benar apabila melakukan suatu pengamatan supaya dapat dipahami
dan dipercaya dan asumsi tersebut dapat diterima.4 Dengan kata lain bahwa
1“Pengertian Paradigma: Menurut Ahli dan Jenisnya” dalam
https://rocketmanajemen.com/definisi-paradigma/ diunduh pada tanggal 7 Mei 2019 Pukul
5.26 WIB
2“Pengertian Paradigma: Menurut Ahli dan Jenisnya” dalam
https://rocketmanajemen.com/definisi-paradigma/ diunduh pada tanggal 7 Mei 2019 Pukul
5.27 WIB
3 F. Capra, Tao of Physics, (London: Flamingo, 1991), h. 10
4 R. Bhaskar, The Possibility of Naturalisme, (New York: Harvester Wheatsheaf, 1989),
h. 78
17
paradigma adalah sebuah bingkai yang hanya perlu diamati tanpa dibuktikan
karena masyarakat para pendukungnya telah mempercayainya. Hanya tinggal
kita saja yang perlu untuk mencermati dari berbagai macam paradigma yang
ada. Sedangkan menurut Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific
Revolution menyatakan bahwa paradigma adalah gabungan hasil kajian yang
terdiri dari seperangkat konsep, nilai, teknik yang digunakan secara bersama
dalam suatu komunitas untuk menentukan keabsahan suatu masalah berserta
solusinya.5
Paradigma yang muncul setelah paradigma sebelumnya sebagai
paradigma yang selalu berusaha memperbaiki kekurangan-kekurang yang ada
pada paradigma sebelumnya. Pergeseran paradigma akan selalu muncul untuk
mendapatkan realitas yang sebenarnya sesuai dengan masa atau waktu yang
selalu berganti sesuai dengan jaman dan peradaban yang ada di muka bumi
ini.
2. Kebijakan
Kebijakan secara epistimologi berasal dari bahasa Inggris yaitu policy.
Istilah lain menyebutkan kebijaksanaan berasal dari kata wisdom.6 Pengertian
dari kebijakan dikemukakan oleh Anderson dalam buku Wahab “Analisis
Kebijakan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara”, menurutnya
paradigma merupakan sebuah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh
seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau
persoalan tertentu yang dihadapi.7 Kebijakan adalah prinsip atau cara
bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Menurut
5 T.S Kuhn, The Structure of Scientific Revolution. Peran Paradigma Dalam Revolusi
Sains. Edisi Terjemahan, (Bandung: Rosda Karya, 1962), h. 23
6 Hikmat atau hikmah (bahasa Inggris: Wisdom adalah suatu pengertian dan
pemahaman yang dalam mengenai orang, barang, kejadian atau situasi, yang menghasilkan
kemampuan untuk menerapkan persepsi, penilaian dan perbuatan sesuai pengertian tersebut.
7Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan: dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakan Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 3
18
Ealau dan Kenneth Prewitt yang dikutip Charles O. Jones, kebijakan adalah
sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten
dan berulang, baik oleh yang membuatnya maupun oleh mereka yang
mentaatinya.8
Kemudian ada definisi lain yang disampaikan Carl Friedrich yang
penting juga didiskusikan. Menurutnya kebijakan adalah suatu tindakan yang
mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya
hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai
tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.9 Kebijakan dalam makna
seperti ini mengkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman
bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-
aktivitas tertentu atau suatu rencana.
Pengertian lainnya dikemukakan oleh Harold Laswell dan Abraham
Kaplan dalam buku Nugroho yang mendefinisikan kebijakan sebagai suatu
program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai
tertentu, dan prakti praktik tertentu (a projected program of goals, values,
and practices).10 Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk
memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka
mencapai tujuan tertentu.
Lebih lanjut Richard Rose dalam buku Budi Winarno menyarankan
bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang
sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi
8 Charles O Jones, An Introduction to the Study of Public Policy, (Belmont, CA :
Wadswort, 1970), h. 25
9 Carl J Friedrich, Man and His Government, (New York: McGraw-Hill, 1963), h. 71
10 Nugroho Dwidjowijoto, Manajemen Pemberdayaan. Sebuah Pengantar dan
Panduan Untuk Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008), h. 53
19
mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri.11
Berdasarkan definisi ini Rose menegaskan bahwa kebijakan dipahami sebagai
arah atau pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untuk melakukan
sesuatu.
3. Penanaman Modal Asing
Penanaman modal atau lebih sering disebut investasi menurut Todaro
bahwa sumber daya yang akan digunakan untuk meningkatkan pendapatan
dan konsumsi di masa yang akan datang disebut sebagai investasi. Istilah
Penanaman Modal Asing merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu
foreign investment. Pengertian Penanaman Modal Asing ditemukan dalam
pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing. Penanaman Modal Asing adalah hanya meliputi modal asing secara
langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan
undang-undang dan digunakan untuk menjalankan usaha di Indonesia.12
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, menyebutkan Penanaman Modal Asing adalah kegiatan
menanamkan modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh Penanaman Modal Asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanaman modal dalam negeri.
Unsur-unsur Penanaman Modal Asing dalam definisi di atas dapat
meliputi:
1. Dilakukan secara langsung, artinya investor secara langsung
menangggung semua resiko yang akan dialami dari penanaman modal
tersebut.
2. Menurut Undang-undang, artinya bahwa modal asing yang di
investasikan di Indonesia oleh investor asing harus didasarkan pada
11 Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Media Pressindo,
2002), h. 20
12 Dilihat dalam UU RI Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing
20
subtansi, prosedur, dan syarat-syarat yang telh ditentukan dalam
peraaturan Perundang-undangan yang berlaku dan ditetapkan oleh
pemerintahan Indonesia.
3. Digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, artinya modal
yang ditanamkan oleh investor asing digunakan untuk menjalankan
perusahaan di Indonesia harus berstatus sebagai Badan Hukum.
4. PT. Freeport Indonesia
Freeport-McMoRan (FCX) merupakan suatu perusahaan tambang
internasional terkemuka dengan kantor pusat di Phoenix, Arizona, Amerika
Serikat. FCX mengoperasikan aset yang besar, dengan cadangan tembaga,
emas dan molybdenum yang signifikan. Portofolio aset FCX meliputi
kawasan mineral Grasberg di Papua, Indonesia, hingga gurun-gurun di Barat
Daya Amerika Serikat,dan operasi penambangan yang signifikan di Amerika
Utara dan Amerika Selatan, termasuk kawasan mineral Morenci yang
berskala besar di Arizona dan operasi Cerro Verde di Peru. FCX merupakan
perusahaan publik penghasil tembaga terbesar di dunia. Saham FCX
diperdagangkan di New York Stock Exchange dengan symbol “FCX”.13
PT Freeport Indonesia sendiri merupakan perusahaan tambang mineral
afiliasi dari Freeport-McMoRan (FCX) dan saat ini bekerjasama dengan PT
Indonesia Asahan Aluminium (Persero) (Inalum). PTFI menambang dan
memproses bijih menghasilkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas
dan perak. PTFI memasarkan konsentrat ke seluruh penjuru dunia dan
terutama ke smelter14 tembaga dalam negeri, PT Smelting. PTFI ini
13 “Profil PT. Freeport Indonesia” https://ptfi.co.id diunduh pada tanggal 20 April 2019
pukul 23.00 WIB
14 Smelter itu sendiri adalah sebuah fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi
meningkatkan kandungan logam seperti timah, nikel, tembaga, emas, dan perak hingga
mencapai tingkat yang memenuhi standar sebagai bahan baku produk akhir. Proses tersebut
telah meliputi pembersihan mineral logam dari pengotor dan pemurnian. Pembangunan
Smelter di wajibkan bagi seluruh perusahaan tambang di indonesia. Baik perusahaan besar
maupun kecil. Setidaknya sudah ada 66 perusahan yang sedang melakukan pembangunan
smelter saat tulisan ini dibuat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik
mengatakan 66 perusahaan tersebut bagian dari 253 perusahaan pemegang izin usaha
21
beroperasi di dataran tinggi terpencil di Pengunungan Sudirman, Kabupaten
Mimika, Provinsi Papua, Indonesia.15
Tambang di kawasan mineral Grasberg, Papua - Indonesia merupakan
salah satu deposit tembaga dan emas terbesar di dunia. PTFI saat ini
menambang pada fase akhir tambang terbuka Grasberg. PTFI tengah
mengerjakan beberapa proyek pada kawasan mineral Grasberg sehubungan
dengan pengembangan beberapa tambang bawah tanah berkadar tinggi yang
berskala besar dan berumur panjang. Secara total, semua tambang bawah
tanah ini diharapkan menghasilkan tembaga dan emas skala besar sehubungan
dengan peralihan dari tambang terbuka Grasberg.
B. Kerangka Teoritik
1. Kedaulatan Negara
Kedaulatan berasal dari bahasa Arab “daulah” yang artinya kekuasaan
tertinggi. Dalam bahasa latin sendiri disebut suprenus, sedangkan dalam
bahasa Inggris disebut sovereignty, dalam bahasa Perancis disebut
“soiuverainete”, bahasa Belanda disebut dengan istilah “souvereyn”, bahasa
Italia disebut dengan istilah “sperenus” yang berarti tertinggi.16 Kedaulatan
dari berbagai bahasa itu dapat diartikan sebagai wewenang satu kesatuan
politik.
Pengertian kedaulatan dengan makna kekuasaan yang tertingi di dalam
suatu organisasi atau negara, sudah dikenal oleh Aristoteles dan sarjana-
sarjana hukum Romawi. Sarjana-sarjana dari Abad menengah lazim
menggunakan pengertian-pengertian yang serupa maknanya dengan istilah
pertambangan (IUP) yang menandatangani pakta integritas sejak Peraturan Menteri No.7/2012
diterbitkan. Dalam http://www.indoshe.com/arti-fungsi-dan-pengertian-smelter-pertambangan/
diunduh pada tanggal 12 Mei 2019 pukul 22.30 WIB
15 “Profil PT. Freeport Indonesia” https://ptfi.co.id diunduh pada tanggal 20 April 2019
pukul 18.49 WIB
16 Jimly Asshidiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia: Pasca Reformasi,
(Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, 2008), h. 158.
22
“superanus” itu summa potestas atau plenitudo potestatis, yang berarti
wewenang tertinggi dari sesuatu kesatuan politik.17 Dengan demikian,
kedaulatan bisa ditafsirkan sebagai suatu kuasa mutlak yang ada pada sesuatu,
baik pada orang pemimipin ataupun pada suatu pemerintahan negara, rakyat
dan sebagainya.18
Suatu negara dapat saja lahir dan hidup tetapi itu belum berarti bahwa
negara tersebut mempunyai kedaulatan, karena kedaulatan merupakan
kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu Negara untuk secara bebas
melakukan berbagai kegiatan sesuai kepentingannya asal saja kegiatan
tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional. Sesuai konsep
hukum internasional kedaulatan memiliki tiga aspek utama yaitu:19
1. Aspek ekstern kedaulatan adalah hak bagi setiap Negara untuk secara
bebas menentukan hubungannya dengan berbagai Negara atau
kelompok-kelompok lain tampa tekanan atau pengawasan dari Negara
lain.
2. Aspek intern kedaulatan ialah hak atau wewenang eksklusif suatu
Negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja
lembaga-lembaganya tersebut dan hak untuk membuat undang-undang
yang diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi.
3. Aspek territorial kedaulatan berarti kekuasaan penuh dan eksklusif yang
dimiliki oleh Negara atas individu-individu dan benda-benda yang
terdapat di wilayah tersebut.
Kedaulatan adalah konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam negara.
Mahmud Yunus selain memberikan makna dasar dari kata duwal ini, seperti
17 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Kostitusionalitas Indonesia, Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, (Jakarta: , 2006),h. 119
18 Hasanuddin Yusuf Adam, Elemen-Elemen Politik Islam, cet ke-I, (Yogyakarta: AK
Group Bekerjasama dengan Ar-Raniry Press, Darussalam Banda Aceh, 2006), h. 61.
19 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, (Jakarta: PT. Alumni, 2008 ), h. 24
23
berganti atau perubahan juga memberi arti kerajaan, negara atau kekuasaan.20
Kedaulatan menurut Jack H. Nagel sebagaimana dikutip Jimly Asshiddiqie
mempunyai dua arti penting meliputi lingkup kekuasaan dan jangkauan
kekuasaan. Lingkup kedaulatan mencakup aktivitas atau kegiatan dalam
fungsi kedaulatan, sedangkan jangkauan kedaulatan berkaitan dengan siapa
yang menjadi subjek dan pemegang kedaulatan.21 Konsep kedaulatan dalam
alam pikiran modern pertama kali dikemukakan oleh Jean Bodin.
Selanjutnya, konsep ini terus berkembang dan tercatat beberapa nama penting
disinggung setiap kali berbicara tentang kedaulatan, yaitu Thomas Hobbes,
George Jellinek, John Locke dan Jean Jacques Rousseau.22 Konsep tersebut
dikembangkan sebagai reaksi atas kekuasaan yang terlalu besar dari kaum
penguasa negara dan gereja, khusus pada abad pertengahan di Eropa.23
Menurut Richard Foley sendiri suatu negara mendapatkan kedaulatan
dalam suatu wilayah karena ia mampu menciptakan dan mempertahankan
tertib sosial, dan meningkatkan kesejahteraan hidup penduduk yang tinggal di
area kekuasaan negara bersangkutan.24 Cara berfikir ini disebut juga teori
negara utilitarian.25 Klaim utilitarian bisa dengan mudah diterima sebab
20 M. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemahan Al-Qur’an, 1989), h. 132
21 Jimly Asshidiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia: Pasca Reformasi,.....,
h. 76
22 Menurut Bodin, setiap entitas politik yang berdaulat mempunyai otoritas yang
absolute, indivisible, and permanent, lihat Scott Gordon, Controlling the state:
constitutionalism from ancient Athens to today, (Harvard University Press, paperback edition,
2002), h. 22
23 Sebuah upaya perbaikan dan kembali kepada ajaran gereja yang lurus pada zaman
renaisance, gerakan revolusi ini berupa sikap kritis terhadap penyimpangan-penyimpangan
yang dilakukan oleh pihak gereja Katolik pada waktu itu terutama adanya penjualan surat
pengampunan dosa, revolusi gereja ini di prakasai oleh seorang tokoh bernama Martin Luther.
24 Richard Foley, Plato‟s undividable line contradiction and method in Republic VI.
Journal of the History of Philosophy Gillette, h. 21-23
25Utilitarianisme adalah suatu teori dari segi etika normatif yang menyatakan bahwa
suatu tindakan yang patut adalah yang memaksimalkan penggunaan (utility), biasanya
didefinisikan sebagai memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan.
24
dalam dunia modern, negara menjadi satu satunya institusi terorganisir yang
mampu menegakan tatanan masyarakat.
Lee D dan N. Smith dalam karangan bukunya Small State Discourses in
the International Political Economy, berpendapat bahwa bentuk negara kecil
(small state) lebih efektif daripada negara besar, dan karena itu negara harus
dibagi menjadi unit-unit yang lebih kecil dalam konteks struktur maupun
teritori, sehingga kontrol sosial lebih mudah diterapkan.26 Namun di sisi lain,
penganut gagasan empire state menolak asumsi teori small state. Menurut
teori empire state27, negara-negara yang terpisah-pisah sebaiknya
dipersatukan oleh satu negara kuat dan besar, dianeksasi, supaya tercipta
sistem bernegara yang lebih kokoh dan stabil.28 Maka Indonesia sebagai
negara yang memiliki beragam macam wilayah mestinya dapat memaksa
siapa pun dalam wilayah teritorialnya untuk tunduk dan patuh terhadap
kebijakan yang dijalankannya.
2. Kedaulatan Hukum
Kedaulatan hukum atau dalam bahasa Belanda disebut (Rechts-
souvereiniteit) adalah sebuah teori yang kekuasan tertinggi yang terdapat
dalam sebuah negara adalah hukum. Hukum yang berdaulat berarti bahwa
hukum itu tidak mengakui suatu kesatuan yang lebih tinggi dari pada
"Utilitarianisme" berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah,
atau menguntungkan. Dalam Mangunhardjana A, Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z.
(Jogjakarta: Kanisius, 1997), h. 228-231.
26 Lee D. & Smith N, Small State Discourses in the International Political Economy,
Third World Quarterly, 2010, 37(1) h. 1091-1105
27 Pemikiran David Harvey, Alex Callnicos, hingga Peter Gowan, menjelaskan bahwa
Empire State sendiri bermakna memerintah (imperare) yang lazim di beri hak disebut
imperium yaitu raja, jadi empire state adalah sebuah kebijakan di mana sebuah negara besar
dapat memegang atau mengendalikan sebuah pemerintahan. Pada zaman dahulu kebesaran
seorang raja di ukur menurut luas daerahnya, maka apabila raja suatu daerah ingin memperluas
daerah kerajaan bisa dilakukan dengan cara menaklukan negara-negara lain. Dalam Rizky Alif
Alvian, Teori Imperialisme Baru dan Debat Marxisme-Realisme dalam Ilmu Hubungan
Internasional, Jurnal Politik Internasional Vol. 18 No. 1 h. 1-17
28 McCormick J, The European Superpower, (New York: Palgrave Macmillan, 2007),
h. 67
25
kekuasaannya sendiri dengan perkataan lain dengan adanya hukum, negara
memiliki hak monopoli dari pada kekuasaan. Walaupun demikian kekuasaan
tertinggi ini mempunyai batas batasnya. Ruang berlaku kekuasaan tertinggi
ini dibatasi oleh batas-batas wilayah Negara itu artinya suatu Negara hanya
memiliki kekuasaan tertinggi di dalam batas-batas wilayahnya.29
Menurut Immanuel Kant dalam bukunya Methaphysiche
Ansfangsgrunde der Rechtslehre, teori kedaulatan hukum menunjukkan
bahwa kekuasaan yang tertinggi bukan terletak di tangan raja dan bukan juga
berada di tangan negara, melainkan berada ditangan hukum.30 Negara hanya
sebagai organisasi sosial yang tunduk kepada hukum. Kekuasaan negara
harus berpijak dan berlandaskan hukum. Hukum harus dipandang sebagai
sumber dari segala sumber kekuasaan dalam negara maksudnya kekuasaan
yang dimiliki oleh pemerintah itu didapat atau diatur oleh hukum yang
berlaku di negara itu, sehingga kekuasaan itu sah berdasarkan hukum yang
berlaku. Sejalan dengan teori Immanuel Kant menurut Hugo de Groot hukum
harus dijunjung tinggi oleh segenap warga negara dan pemerintah, maka
semuanya harus menghormati dan mematuhi hukum yang berlaku. Barang
siapa yang melanggar hukum harus dikenakan sanksi, tanpa kecuali.31
Kedaulatan hukum di Indonesia secara tegas dinyatakan pada Pasal 1
Ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi "Negara Indonesia adalah negara hukum."
Dalam maksud pasal diatas mengamanatkan bahwa Indonesia merupakan
negara hukum. Oleh karena itu semua masyarakat termasuk pemimpin negara
harus tunduk kepada hukum dan semua orang memiliki kedudukan yang
sama didepan hukum.
29 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan (Kumpulan
Karya Tulis), (Bandung: Alumni, 1996), h. 16-17
30 Immanuel Kant dalam bukunya Methaphysiche Ansfangsgrunde der Rechtslehre,
dilihat pada M. Tahir Azhary, Negara Hukum, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 73-74
31 ‘Aliran Hukum Alam’ https://e-dokumen .kemenag .go.id /files/ WE8qk JdK134
6383974.pdf diunduh pada tanggal 12 Mei 2019 pukul 15.8 WIB
26
3. Kedaulatan Ekonomi
Secara umum Hukum Internasional mengakui bahwa setiap Negara
memiliki kedaulatan untuk mengatur perekonomiannya sendiri tanpa ada
campur tangan dan intervensi dari pihak Negara lain. Kedaulatan merupakan
bentuk eksistensi dari suatu Negara. Karena itu dalam Hukum Internasional
Negara adalah subjek hukum yang par exellence dibandingkan dengan
subjek-subjek Hukum Internasional lainnya.32 Negara memilki kebebasan
untuk menentukan dan membuat peraturan sendiri tentang segala sesuatu
yang berada dalam wilayahnya. Baik itu peraturan hukum, sosial, budaya,
termasuk ekonomi. Artinya Negara memiliki kekuasaan tertinggi untuk
mengatur dan menetapkan sendiri kebijakan ekonominya baik dalam wilayah
yurisdiksinya maupun dalam wilayah dunia Internasional. Kedaulatan Negara
dalam menentukan kebijakan ekonominya diakui oleh Hukum Internasional
dan tak ada satupun yang menyangkal esksistensi kedaulatan Negara terkait
pengaturan ekonominya.33
Secara umum kedaulatan Negara terkait ekonominya terbagi menjadi
dua bagian, yaitu, kedaulatan ekonomi internal dan kedaulatan ekonomi
eksternal.34 Secara umum, yang dimaksud dengan kedaulatan internal atau
biasa disebut dengan kedaulatan yang dimiliki oleh Negara adalah
melaksanakan kekuasaan monopoli dalam wilayah yurisdiksinya. Aspek
paling penting dalam hal ini adalah hak suatu Negara atas pembangunan, dan
hak ini merupakan prinsip yang diakui dalam Hukum Internasional.35
Indonesia sebagai Negara pun tentu memiliki kedaulatan ini. Maka dari itu
Pemerintah harus memainkan perannya dalam kegiatan dan kehidupan
32 Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali
Press, 1997), h. 243
33 Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar,... h. 245
34 Ronald A. Brand, External Sovereignty And Internasional Law, dalam Huala Adolf,
Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, h. 247.
35 Asif H. Qureshi dan Andreas R. Zileger, International Economic Law, Sweet &
Maxwell, london, 2007
27
perekonomian bangsa. Karena ada keterikatan yang sangat kuat antara
Pemerintah dengan pilihan sistem ekonomi suatu Negara. Apakah suatu
Negara itu akan menganut sistem ekonomi liberal (Free Entreprise System),
sistem ekonomi terpimpin (Guided Economic Sytem), sistem ekonomi
campuran (Mixed System).36
Sebagai Negara merdeka Indonesia memiliki sistem ekonomi tersendiri,
yang didasarkan pada demokrasi dan Pancasila. Sistem ekonomi ini adalah
sistem demokrasi ekonomi yang telah dirumuskan oleh Mohammad Hatta
kedalam UUD 1945, yaitu Pasal 33. Demokrasi ekonomi ini dapat dilihat
pada penjelasan UUD 1945 Pasal 33. Sebagaimana dikutip oleh Sri-Edi
Swasono: 37
“Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran
bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi
Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai
oleh Negara. Kalau tidak tampuk produksi jatuh ketangan orang-seorang
yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya”
Dari penjelasan di atas dapat diketahui dengan baik, bahwa
perekonomian Indonesia seharusnya berdasarkan demokrasi, yang berusaha
mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpat terkecuali.
Karena itu sangat penting bagi Pemerintah untuk memperhatikan kembali
sistem ekonomi yang sedang diterapkan saat ini, dan kembali kepada
semangat ekonomi UUD 1945.
Secara sadar sejak Indonesia merdeka dan menetapkan UUD 1945 telah
dengan tegas di gariskan kebijaksanaan nasional untuk melakukan
“transformasi ekonomi” dan “transformasi sosial”. Dalam kehidupan
36 Abdul Rachman Panetto, Peranan Pemerintah Dalam Kegiatan Dan Kehidupan
Ekonomi, dalam Abdul Madjid dan sri-Edi Swasono, Wawasan Ekonomi Pancasila, (Jakarta,
Penerbit UI, 1981), h. 30
37Sri-Edi Swasono, Ekonomi Demokrasi Keterkaitan Usaha Partisifatif Vs Konsentrasi
Ekonomi, makalah disampaikan pada seminar Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai
Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Jakarta, 24-26 Oktober 1989
28
ekonomi makna transformasi ekonomi berhakikat “merubah sistem ekonomi
kolonial yang subordinatif menjadi sistem ekonomi nasional yang
demokratis”. Para pendiri Republik dengan sangat bijaksana dan hati-hati
menghindari kemungkinan terjadinya chaos dalam pelaksanaan transformasi
ekonomi itu.
29
BAB III
DINAMIKA KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DI
INDONESIA
A. Perspektif Konstitusi tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam
Konstitusi adalah cerminan dan jabaran dari nilai-nilai yang terkandung
dalam dasar negara Pancasila sebagai cita hukum negara Indonesia atau sebagai
sumber dari segala hukum dari NKRI. Karena itu, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 memberi amanat untuk melindungi segenap
bangsa dan seluruh wilayah Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
serta memajukan kesejahteraan rakyat dengan mengelola sumber daya alam
Indonesia.1 Berlandaskan teori kedaulatan negara oleh Richard Foley, suatu
negara mendapatkan kedaulatan dalam suatu wilayah karena ia mampu
menciptakan dan mempertahankan tertib sosial, dan meningkatkan kesejahteraan
hidup penduduk yang tinggal di area kekuasaan negara bersangkutan.2 Sebuah
negara dalam hal ini pemerintah memiliki wewenang untuk menentukan dan
mengatur segala sesuatu yang masuk dan keluar dari wilayahnya.
Teori kedaulatan negara menurut Jean Bodin bahwa kekuasaan penuh dan
eksklusif yang dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang
terdapat di wilayah tersebut. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi menegaskan bahwa pembangunan nasional harus
diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat dengan melakukan reformasi
di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945, sehingga sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan,
peraturan terhadap pertambangan minyak dan gas bumi diharapkan dapat
1 Dwi Kherisna Payadnya dan I Wayan Suarbha, Kewenangan Pemerintah Daerah
dalam mengelola Sumber Daya Alam, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana, h. 5
2 Richard Foley, Plato‟s undividable line contradiction and method in Republic VI.
Journal of the History of Philosophy Gillette,… h. 21
30
menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal,
transparan, berdaya saing, efisien, berwawasan pelestarian lingkungan, dan
mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional serta memberikan
landasan hukum bagi langkah-langkah pembaharuan dan penataan atas
penyelenggaraan pengusahaan minyak dan gas.3
Terkait dengan tujuan negara sebagaimana sejalan dengan tersebut di atas,
maka dalam Batang Tubuh UUD 1945, yaitu pada Pasal 33 ayat (3), ditentukan
bahwa bumi dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Istilah hak
menguasai negara atas tanah yang semula berasal dari Pasal 33 UUD Dasar 1945,
yang kemudian dijabarkan dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA menunjukan arti bahwa
negara bertindak sebagai pemilik tanah.
Sejalan dengan tujuan negara, Nkambo Mugerwa dalam bukunya Subject of
International Law mengatakan bahwa salah satu aspek yang berkaitan dengan
teori kedaulatan negara ialah aspek territorial dimana kedaulatan berarti
kekuasaan penuh dan eksklusif yang dimiliki oleh negara atas individu-individu
dan benda-benda yang terdapat di wilayah tersebut. Hak menguasai negara atas
tanah bersumber dari hak bangsa Indonesia, pada hakikatnya merupakan
penugasan pelaksanaan kewenangan bangsa yang mengandung unsur hukum
publik. Tugas mengelola seluruh tanah tidak mungkin dilakukan secara bersama
oleh bangsa Indonesia, maka dalam penyelenggaraannya, bangsa Indonesia
sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut menguasakan kepada
negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.4
Keseluruhan UU tersebut menunjukkan bahwa hak menguasai negara pada
prinsipnya memberi wewenang kepada negara untuk mengatur atau mengurus
3 Lihat pada UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2001/22TAHUN2001UU.htm diunduh pada tanggal 13
Mei 2019 pukul 6.22 WIB
4 Nkambo Mugerwa, Subjects of international Law, Edited by Max Sorensen, (New
York: Mac Millan, 1968), h. 253 dapat dilihat di Boer Mauna, Hukum Internasional
Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, (Jakarta: PT. Alumni, 2008 ),
h.24
31
penguasaan dan penggunaan SDA tersebut. Kewenangan tersebut merupakan
kewenangan yang berkarakter publik, artinya penguasaan oleh negara tersebut
hanya memberi wewenang kepada negara untuk mengatur dan mengurus
penguasaan dan peruntukan SDA tersebut. Kewenangan yang berkarakter publik
tersebut ditegaskan oleh Pasal 2 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa kewenangan
dari hak menguasai negara meliputi:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang-angkasa tersebut;5
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; 6
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.7
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumber daya alamnya, baik
sumber daya alam hayati maupun sumber daya alam non-hayati. Kekayaan
sumber daya alam yang melimpah merupakan suatu anugerah dari Tuhan yang
Maha Kuasa yang harus dijaga bagi kelangsungan hidup rakyat Indonesia saat ini
dan untuk generasi yang akan datang.
Sebagai negara dengan sumber daya alam melimpah, Indonesia memiliki
mekanisme pengelolaan sumber daya alam sendiri. Oleh karenanya pada tahun
1967 telah diterbitkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pertambangan, yang kemudian digantikan dengan Undang-
undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU
No. 4 Tahun 2009). Dalam konsideran UU No. 4 Tahun 2009, disebutkan bahwa
5 Kewenangan negara sebagaimana dimaksud pada huruf ‘a’ tersebut dijabarkan lebih
lanjut dalam beberapa pasal pada Bab I UUPA, khususnya Pasal 14.
6 Penjabaran wewenang negara pada huruf ‘b’ lebih lanjut diatur dalam Pasal 4, 6-11
dan ketentuan dalam Bab II UUPA.
7 Sedangkan wewenang negara pada huruf ‘c’ merujuk pada ketentuan Pasal 12, 13, 26
dan 49 UUPA.
32
mineral dan batu bara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan
Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang
Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang
banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh negara untuk memberi
nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.
Sejumlah pasal dalam UU Minerba yang tidak hanya mengandung salah
satu prinsip pengelolaan sumber daya alam, tetapi mencakup sejumlah aspek yang
terdapat dalam lebih dari satu prinsip, hal ini dapat dicermati dari Pasal 2 (tentang
asas dan tujuan).8 Pasal tersebut di atas mengandung makna bahwa pengelolaan
sumber daya tambang mineral dan batubara mengharuskan terpenuhinya prinsip-
prinsip keadilan, demokrasi dan kelestarian. Prinsip demokrasi dalam pengelolaan
sumber daya dalam UU Minerba terkait dengan desentralisasi kewenangan dan
tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Undang-Undang No. 4 Tahun
2009 tentang Mineral Tambang dan Batubara Tanah dan lautan Indonesia
mengandung sejumlah besar sumber daya mineral dan batubara. Indonesia adalah
produsen nomor dua di dunia dalam timah dan nikel, dan produsen terbesar
keempat dalam tembaga. Indonesia juga merupakan penghasil emas, bauksit, bijih
besi dan mineral lainnya.9
Selain itu Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi yang mengindikasi kegiatan usaha minyak dan gas bumi tidak hanya
berasaskan ekonomi kerakyatan, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat banyak,
tetapi pada akhirnya wawasan lingkungan menjadi tujuan akhir dari segala bentuk
upaya negara dalam kegiatan usaha dan mengelola sumber daya minyak dan gas
bumi. Pasal 2 menyatakan: Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas
Bumi yang diatur dalam Undang-undang ini berasaskan ekonomi kerakyatan,
keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran
8“Pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berasaskan (a) manfaat, keadilan,
dan keseimbangan; (b) keberpihakan kepada kepentingan bangsa; (c) partisipatif, transparansi,
dan akuntabilitas; (d) berkelanjutan dan berwawasan lingkungan”.
9 Syahrir Ika, Kebijakan Hilirisasi Mineral: Reformasi Kebijakan untuk Meningkatkan
Penerimaan Negara, (Kajian Ekonomi KeuanganVol.1No.1(2017), h. 46
33
bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian
hukum serta berwawasan lingkungan.
Prinsip Demokrasi dalam pengelolaan minyak dan gas bumi diatur dalam
Pasal 4 ayat (3) yang menyatakan bahwa Pemerintah sebagai pemegang Kuasa
Pertambangan. Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang diberikan Negara
kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan Eksplorasi dan
Eksploitasi.10 Selain itu terdapat pula prinsip Pelestarian, dimana UU Minerba
menetapkan sejumlah rambu yang berfokus kepada aspek konservasi. Dalam
kaitan ini, Pasal 8 ayat (1); Pasal 10; dan Pasal 27 mengamanatkan untuk
memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dalam usaha pertambangan.
Demikian pula, Pasal 95 sampai Pasal 99 secara jelas mengatur kewajiban pelaku
usaha pertambangan untuk menerapkan kaidah-kaidah konservasi lingkungan
dalam pelaksanaan usaha pertambangan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa UU Minerba secara umum telah
mengakomodasi prinsip-prinsip kedaulatan negara dan prinsip pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (3)
UUD NRI Tahun 1945, karena Pasal-pasal dalam UU dimaksud telah memenuhi
asas keadilan, demokrasi, dan keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya
alam. Amanah konstitusi inilah yang seyogyanya menjadi panduan dasar dari
apapun yang akan dikerjakan berkait dengan pengolahan kekayaan alam
Indonesia. Termasuk di sini dengan keberadaan PTFI di Papua, Indonesia.
B. Perangkat Regulasi Penanaman Modal Asing di Indonesia
Indonesia memiliki perangkat peraturan perundang-undangan dibuat khusus
terkait penanaman modal asing yang ada di Indonesia. Undang-Undang ini
mengalami pasang surut, sesuai kebutuhan dan kondisi perekonomian politik
Indonesia. Penanaman Modal Asing di Indonesia diatur pertama kali dalam
Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958, kemudian dirubah dan diganti dengan
10 Dilihat pada UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Gas dan Bumi
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2001/22TAHUN2001UU.htm diunduh pada tanggal 13
Mei 2019 pukul 6.29 WIB
34
Undang-Undang Nomor 15 Prp. Tahun 1960, yang kemudian dicabut dan diganti
kembali dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1965. Setelah Undang-Undang
ini, Pemerintah duat tahun kemudian lahirlah Undang-Undang Nomor 1 tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing atau dapat disingkat dengan UUPMA.
Sebagai pasangan dari UUPMA ini, pada tahun 1968 Pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 6 tentang penanaman modal dalam negeri, atau yang
biasa disebut dengan PMDN. 11
Selanjutnya dilakukan perubahan dan penambahan kembali atas Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1967 dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1970.
Adapun Undang-Undang Nomor 6 tahun 1958 diubah dan ditambah kembali
dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1970. Kemudian pada pada tahun 2007
kedua Undang-Undang, UUPMA dan UUPMDN, disatukan dalam satu undang-
undang saja, yaitu Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal.12
Penanaman modal asing di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal) yang
merupakan pengganti dari Undang-Undang Penanaman Modal yang lama, yaitu
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
(UUPMA) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri (UUPMDN). Berbeda dengan dengan UUPMA dan UUPMDN
yang melakukan pembedaan pengaturan antara penanaman modal asing dan
penanaman modal dalam negeri, maka dalam UU Penanaman Modal yang berlaku
sekarang, masalah penanaman modal asing maupun dalam negeri diatur dalam
satu kesatuan. Pembedaan Penanaman Modal asing dan Penanaman Modal dalam
Negeri masih dilakukan dalam konteks mengidentifikasi asalnya modal tersebut,
apakah berasal dari sumber dalam negeri atau dari luar negeri, atau berdasrkan
pihak yang melakukan penanaman modal tersebut, apakah investor lokal/domestik
atau investor asing.
11 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia, (Jakarta:
Kencana Prenada Media, 2014), h. 11
12 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia,…..., h. 11
35
UU Penanaman Modal tidak mencakup pengaturan penanman modal di
bidang perbankan, asuransi, usaha sekuritas (perusahaan efek), dan lembaga
pembiayaan. Bidang usaha perbankan diatur secara khusus dalam Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 (UU Perbankan), Undang-Undang 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah dan Berada di bawah otoritas Bank Indonesia.
UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing di Indonesia
mengatakan bahwa penggunaan modal asing perlu dimanfaatkan secara maksimal
untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia serta digunakan dalam
bidang-bidang dan sektor-sektor.13 Namun kekurangan pada UU ini terletak pada
kelonggaran-kelonggaran yang diberikan pemerintah kepada korporasi, sehingga
hal tersebut mengancam kedaulatan negara sebagai pemilik SDA. Untuk itu
dilakukan perubahan sebuah regulasi untuk menyempurnakan regulasi yang sudah
pernah ada. Ditegaskan dalam UU Nomor 25 Tahun 2007 perubahan UU Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, pemerintah memperketat
penanaman modal asing di Indonesia melalui perubahan KK menjadi IUPK. Hal
tersebut dilakukan untuk melindungi kedaulatan negara semata.
Adapun bidang usaha asuransi diatur secara khusus berdasarkan Undang-
Undang No. 1992 tentang Usaha Perasuransian (UU Asuransi) dan bidang usaha
sekuritas diatur berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal (UU Pasar Modal),14 di mana keduanya berada di bawah pembinaan dan
pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lemabaga Keuangan
(BAPEPAM-LK) yang merupakan badan di bawah Kementrian Keuangan.
Bidang usaha pembiayaan atau multifinance yang mencakup sewa guna usaha
(leasing), anjak piutang (factoring), usaha kartu kredit (credit card) dan/atau
pembiayaan konsumen (consumer finance) tidak diatur dalam suatu undang-
13 Lihat dalam UU Nomor 1 Tahun 1967 pada konsideran huruf F
14Dalam UU Pasar Modal, bidang usaha sekuritas dikenal dengan istilah perusahaan
efek yang didefinisikan sebagai pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi
efek (underwriting), perantara pedagang efek (brokerage) dan/atau manajer investasi (fund
management). Lihat Pasal 1 angka (21) UU Pasar Modal.
36
undang khusus, tetapi diatur dalam Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 tentang
Lembaga Pembiayaan yang menggantikan Keputusan Presiden No. 61 Tahun
1998 tentang Lembaga Pembiayaan, di mana pelaksanaannya diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan
Pembiayaan.15
Sedangkan bidang usaha modal ventura (Venture Capital) diatur
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.010/2012 tentang
Perusahaan Modal Ventura Pembinaan dan pengawasan perusahaan pembiayaan
dilakukan oleh Kementrian Keuangan dan selain itu perusahaan pembiayaaan juga
diwajibkan menyampaikan tembusan laporan rutinnya kepada Bank Indonesia.16
Pengaturan penanaman modal asing berdasarkan UU Penanaman Modal
selanjutnya diatur dalam berbagai instrumen peraturan perundang-undangan yang
sifatnya cukup kompleks, karena mencakup pengaturan yang sifatnya
multidimensi. Berikut adalah beberapa peraturan pelaksana dari UU Penanaman
Modal yang perlu diperhatikan dalam pemahaman awal mengenai kedudukan dan
pengaturan penanaman modal asing di Indonesia:
1. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian
Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah;
2. Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan
Penyususnan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang
Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal;
3. Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu
Pintu di Bidang Penamanan Modal;
15 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia,…..., h. 13
16 Berdasarkan pasal 5 juncto Pasal 48 Peraturan Menteri Keuangan No.
84/PMK.012/2006 perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha kartu kredit,
sepanjang berkaitan dengan system pembayaran wajib mengikuti ketentuan Bank Indonesia.
37
4. Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal;17
5. Peraturan Kepala BKPM No. 6 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pelaksanaan, Pembinann, dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di
Bidang Penanaman Modal;18
6. Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata
Cara Permohonan Penanaman Modal;
7. Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata
Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal sebagaiamana diubah
dengan Peraturan Keapala BKPM No. 7 Tahun 2010;
8. Peraturan Kepala BKPM No. 14 Tahun 2009 tentang Sistem Pelayanan
Informasi dan Perizinan Investasi seacara Elektronik;
9. Peraturan Kepala BKPM No. 89/SK/2007 tentang Pedoman dan Tata Cara
Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan bagi Perusahaan Penanaman
Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah
Tertentu;\
10. Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2011 tentang Pedoman dan Tata
Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan
Pajak Penghasilan Badan.
11. Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2016 tentang daftar bidang usaha yang
tertutup dan daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di
bidang penanaman modal
Pengaturan prosedur penanaman modal asing di Indonesia berkembang
sangat dinamis sejak terjadinya reformasi pada sekitar tahun 1999, terlebih sejak
17 Peraturan ini di dalam praktik sering disebut sebagai Negative List karena merupakan
acuan dalam mengidentifikasi bidang-bidang usaha manakah yang terbuka untuk penanaman
modal atau yang terbuka dengan persyaratan tertentu. Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010
menggantikan Negative List sebelumnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 77
Tahun 2007 juncto Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007
18 Peraturan ini menggantikan Peraturan Kepala BKPM No. 11 Tahun 2009 tentang hal
yang sama.
38
di berlakukannya otonomi daerah. Hal ini dikarenakan urusan pemerintah di
bidang penanaman modal yang semula ada di tangan pemerintah lalu dialihkan
kepada pemerintah daerah baik itu pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten atau pemerintah daerah kota.19
Selain peraturan perundang-undangan yang mengatur secara langsung
masalah penanaman modal sebagaimana disebutkan di atas, peraturan perundang-
undangan di bidang lainnya juga perlu diperhatikan, seperti peraturan yang
mengatur masalah kewenangan pemberian izin sehubungan dengan penanaman
modal, lingkungan hidup, ketenagakerjaan, perpajakan, keapabeanan, pertanahan,
alih teknologi (transfer of techology), persaingan usaha yang sehat, perlindungan
konsumen, hak atas kekayaan intelektual, peraturan-peraturan yang bersifat
sektoral seperti telekomunkasi, perhubungan, industri, perdagangan,
pertambangan, perkebunan, kehutanan, atau bahkan peraturan-peraturan yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah.20 Dalam konteks aspek internasional,
perangkat peraturan yang meratifikasi konvensi-konvensi atau perjanjian-
perjanjian internasional yang terkait dengan masalah penanaman modal juga perlu
kiranya diperhatikan antara lain:
1. Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) yang di dalamnya mencakup kesepakatan-
kesepakatan mengenai Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights
(TRIPS), dan the General Afreement on Trade in Service (GATS);
2. Keputusan Presiden No. 31 Tahun 1986 tentang Pengesahan Convention
Establishing the Multilateral Investment Guarantee Agency;
3. Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1981 tentang Pengesahan Convention on
the Recognition and Enforcement of Foreign Arbital Awards;
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 1968 tentang Persetujuan atas Konvensi
tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing
19 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia,…..., h. 14
20 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia,…. h. 17
39
mengenai Penanaman Modal (Convention on the Settlement of Investmen
Disputes between States and Nationals of Other States)
5. Perjanjian-perjanjian internasional yang berhubungan dengan kerja sama
internasional lainnya yang bersifat bilateral (Bilateral Invesment Treaty)
maupun multilateral (Asia Pacific Economic Cooperation, Asean Free
Trade Agreement, Asean China Free Trade Agreement)
Selain itu terdapat pula peraturan perundang-undangan yang melengkapi
peraturan perundang-undangan Penanaman Modal Modal Asing. Berikut adalah
beberapa peraturan tentang Pertambangan Mineral yang perlu diperhatikan dalam
pemahaman awal mengenai Peraturan Pertambangan Mineral:
1. UU Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 4 Tahun 2009
Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
2. Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2014 perubahan ketiga atas Peraturan
Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara.
3. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2017 perubahan keempat atas Peraturan
Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara.
C. Latar Kehadiran PT. Freeport Indonesia
Sejarah Freeport di Indonesia adalah sejarah eksploitasi kekayaan alam di
Indonesia yang dianggap tidak adil dan merugikan rakyat, bahkan ada yang
menganggapnya sebagai perampokan yang dilegalkan terhadap kekayaan sumber
daya alam Indonesia.21 Kekayaan bumi Papua telah mengundang perhatian orang-
orang di belahan dunia Eropa. Pada tahun 1760-an eksplorasi dilakukan, meski
sebatas temuan benda-benda aneh dan langka. Seseorang yang bernama Rumphius
21 Oleh Moh. Mahfud MD Guru Besar Hukum Tata Negara/Ketua Mahkamah
Konstitusi 2008-2013 dalam Fredy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,
(Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2019), h. vi
40
menjangkau bagian barat di dekat kawasan perniagaan dari daerah Ambon.22
Jelang akhir abada ke-19, sekitar Perang Dunia II eksplorasi serius mulai
dilakukan. Burung Cenderawasih, menjadi salah satu daya tarik kuat keindahan
alam Papua.
Jauh sebelumnya pada tahun 1623, Jan Cartensz telah berlayar di sepanjang
pesisir tenggara kepulauan Papua. Jan Cartensz menjadi orang pertama yang
melihat puncak tertinggi yang menutupi salju. Nama Cartensz, kemudian
diabadikan untuk nama gunung itu, yang kini dikenal orang Papua dalam Bahasa
Amungkal, Nemangkawi.23 Kemudian pada tahun 1936 sebuah kelompok
ekspedisi melakukan perjalanan ke pegunungan Cartensz dan berhasil mencapai
puncaknya.24 Selanjutnya pada April 1960 Forbes Wilson datang ke Timika
melakukan ekspedisi ke Grasberg.25 Tujuh tahun sesudah Forbes Wilson
menemukan kandungan emas di Nemangkawi, atau beberapa minggu setelah
Soeharto dilantik sebagai Presiden pada 7 April 1967, eksploitasi dimulai.
Soeharto memberikan lisensi ke perusahaan tambang Amerika Serikat,
Freeport Sulphur, sekarang Freeport McMoran, untuk menambang di Pegunungan
Hetzberg di Kabupaten Fakfak, Irian Barat. Kini sebagian besar masuk area
konsesi Freeport di Mimika. Masuknya Freeport ke Papua didukung dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing,
22 Sri Surani Kertikasari Dkk, Ekologi Papua: Seri Ekologi Indonesia Jilid VI, (Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan Conservation International, 2012), h. 18
23 Sri Surani Kertikasari Dkk, Ekologi Papua: Seri Ekologi Indonesia Jilid VI,…h. 23
24 Kelompok ekspedisi tersebut terdiri dari Anton Hendrik Colijn, First Julius Wissel,
dan Jean Jacques Dozy. Ekspedisi tersebut dikenal dengan ekspedisi Colinjn, yang kemudian
menjadi catatan penting bagi kelompok lain yang mengkeksplorasi sumber kekayaan di bumi
Papua.
25 Forbes Wilson ditemani tokoh suku Amungme, Moses Kilangin, yang dikenal
sebagai perintis gereja di Timika. Forbes Wilson dan Moses Kilangin menempuh perjalanan
melalui rute sungai Mawati, menyeberangi sungai Tsinga.Dari lembah Tsinga menuju arah
barat lembah Waa, kemudian mereka mengikuti rute tim ekspedisi Colijn. Dalam Yopi
Kilangin, Yafet Kambay, Kris Ansaka (Ed.), Moses Kilangin Uru Me Ki, (Timika: Penerbit
Tabura, 2009), h. 139
41
yang disahkan pada 10 Januari 1967.26 Sedangkan pada saat itu, Indonesia secara
defakto masih dipimpin Soekarno. Diketahui perusahaan konsultan Amerika Van
Sickle Associates, yang berkantor pusat di Denver, membantu para pejabat Orde
Baru untuk menyusun materi Undang-Undang PMA sejak September 1966.
Freeport dan investor asing memandang Soekarno sebagai orang yang anti
kapitalis dan anti kolonialisme, sehingga Freeport dan investor asing kurang
menyukai kepemimpinan Soekarno di Indonesia. Ketika soekarno dipaksa
menyerahkan kekuasannya kepada Soeharto pada 12 Maret 1967 hal tersebut
merupakan sebuah momentum besar yang ditunggu-tunggu oleh Freeport dan
investor asing. Satu bulan kemudian tepatnya pada tanggal 7 April 1967 UU PMA
disahkan, Pemerintah dan Freeport kemudian menandatangani KK pertama. Hal
ini ada kaitannya dengan lobi-lobi Elsworkth Bunker yang mengusulkan New
York Agreement 1962 dan Rome Agreement 1969.27
Ketika di telaah lebih dalam, pasal-pasal dalam Kontrak Karya
merefleksikan relasi kekuasaan Orde Baru dalam mencari legitimasi politik atas
sengketa status politik Papua Barat dan Pemerintah Indonesia. Soeharto
membutuhkan dukungan AS, yang diam-diam berencana melangkahi Perjanjian
New York yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa. Khususnya pasal 22 (1)
yang menjamin hak atas pilihan bebas dan pasal 18 (D) yang mensyaratkan
seluruh orang dewasa Papua harus diperbolehkan mengikuti Pepera untuk
memilih Merdeka atau bergabung dengan Indonesia.28
26 UU Penanaman Modal Asing (PMA) telah di desain sejak awal melibatkan pihak
asing untuk merumuskan UU tersebut. Ketika pecahnya peristiwa G30S dan melemahnya
posisi soekarno pada April 1966, Freeport memberitahu Departemen Luar Negeri AS bahwa
mereka membutuhkan suatu legitimasi untuk iklim investasi yang layak, oleh karenanya
hadirlah UU PMA tersebut. Dalam AS Bradley R. Shimpson, Ekonomi dengan Guns: Amerika
Serikat, CIA dan Munculnya Pembangunan Rezim Orde Baru yang Otoriter, (Jakarta:
Gramedia, 2011), h. 311-314
27 Lihat pada https://westpapua.net/docs/books/boo1/part3 diunduh pada tanggal 20
April 2019 pukul 22.59 WIB
28 Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) adalah referendum yang diadakan pada tahun
1969 di Papua Barat untuk menentukan status daerah bagian Barat Pulau Papua, antara milik
Belanda atau Indonesia. Terdapat pada New York Agreement pasal 18 yang mengatakan
bahwa akan membuat pengaturan, dengan bantuan dan partisipasi PBB perwakilan dan
42
Soeharto berharap masuknya Freeport ke Papua Barat sebelum proses
Pepera pada 1969 bisa memperkuat posisi Indonesia merebut wilayah Papua
Barat. Sementara bagi Freeport dan Amerika Serikat, mendukung Papua Barat
masuk ke Indonesia lebih menguntungkan untuk memperoleh kepastian
mengeksploitasi sumber daya alam.29
Kontrak Karya adalah dasar hukum bagi Freeport Indonesia untuk memulai
operasi tambang di Erstberg, Papua. Ironisnya, Kontrak Karya itu disusun oleh
Freeport Indonesia atas perintah pemerintahan era Soeharto. Kontrak Karya
disusun dengan alasan bahwa investasi di Erstberg pada tahun-tahun itu akan
menelan biaya besar. Fakta bahwa Kontrak Karya adalah buah pikiran dari
Freeport.30
Sebenarnya Izin pertambangan di Indonesia dalah jenis konsensi yang
syarat-syarat perjanjiannya sangat menguntungkan kepentingan dalam negeri, di
antaranya:
a. Freeport akan menyerahkan seluruh peralatan yang dibawa ke Indonesia
kepada Pemerintah RI
b. Pendapatan, terutama yang berkaitan dengan valuta asing, akan di awasi
oleh Pemerintah Indonesia
c. Manajemen proyek akan dilaksanakan pemerintah dengan keterlibatan
terbatas Freeport dalam hal arahan teknis
d. Saat Freeport sudah balik modal, pemerintah akan mengambil alih proyek
Namun bentuk perjanjian konsensi seperti di atas tidak disukai Freeport.
Sehingga sebagai gantinya, Freeport menyusun sendiri perjanjian yang
menguntungkan pihaknya dan menempatkan perusahaan asing sebagai mitra yang
stafnya, untuk memberikan orang-orang di wilayah, kesempatan untuk melaksanakan
kebebasan memilih.
29 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia,…, h. 23
30 Diperkuat oleh informasi yang disampaikan oleh George S. Mealey (seorang geolog
yang bekerja untuk Freeport) dalam bukunya Grasberg. Dilihat pada Ferdy Hasiman, Bisnis
Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,…h. 71
43
sejajar dengan pemerintah. Hal yang paling mengejutkan adalah ketika seluruh
rancangan Kontrak Karya yang dibuat Freeport diterima oleh Pemerintah
Indonesia.31 Alasannya, kontrak bagi hasil di sektor minyak dan gas yang
dirancang Soekarno tidak menarik minat investor, seperti Freeport Indonesia yang
harus mengeluarkan dana investasi awal senilai US300 juta.
Pengoperasian Tambang Freeport di Papua dengan nama PT Freeport
Indonesia dimulai dari tambang terbuka Erstberg yang secara resmi dibuka
Presiden Soeharto pada Maret 1973. Kawasan itu selesai ditambang pada 1980-an
dan mewariskan lubang sedalam 360 meter. Tahun 1988, PT Freeport mengeruk
cadangan raksasa lainnya di Grasberg. Eksploitasi itu mengeruk sekitar 7.3 juta
ton tembaga dan 727.7 ton emas. Pada Juni 2005, lubang tambang Grasberg
mencapai diameter 2.4 km di kawasan seluas 449 hektare, kedalaman 800 meter.32
Kedepan Freeport Indonesia berencana akan menutup tambang emas
terbuka Grasberg dan menggantinya operasi tambang bawah tanah pada 2016.
Tambang bawah tanah Grasberg ini akan memproduksi 200.000 ton material per
hari. Hingga akhir 2010 lalu. Freeport Indonesia memproduksi 235.000 ton bijih
emas per hari dengan proyeksi emas 1.7 juta ons.33 Rencana itu diumumkan
sesudah runtuhnya terowongan Big Gossan pada 14 Mei 2013, yang memakan
korban 28 karyawan dan 10 orang luka-luka. Menurut CEO Freeport McMoran
Copper Gold Inc, Richard C. Adkerson bahwa Freeport telah mempunyai rekam
jejak yang bagus tentang pengoperasiaan tambang bawah tanah, terutama soal
31 Markus Haluk, Menggugat Freeport Suatu Jalan Penyelesaian Konflik, (Jayapura:
Penerbit Deiyai, 2014), h. 4
32 Siti Maimunah, Freeport: Bagaimana Pertambangan Emas dan Tembaga Raksasa
Menjajah Indonesia, (Jakarta: JATAM dan WALHI, 2006), h. 11
33 Freeport Pastikan Tutup Tambang Terbuka Terbesar di Dunia, dalam
https://ekonomi.kompas.com/read/2013/05/23/17513927/freeport.pastikan.tutup.tambang.terbu
ka.terbesar.di.dunia di unduh pada tanggal 21 April 2019 pukul 9.53 WIB
44
keselamatan kerja. Diperkirakan ada 18 juta ton cadangan tembaga dan 1.430 ton
cadangan emas hingga tahun 2041.34
D. Problem Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia
Pertambangan Grasberg dan Ersberg yang dilaksanakan Freeport,
merupakan pertambangan mineral pertama di Indonesia, yaitu pengusahaan
terhadap mineral berupa logam mulia yang meliputi tembaga, emas, perak, platina
dan palladium. Pertambangan ini dilakukan melalui kerja sama antara Pemerintah
Indonesia dengan PT Freeport Indonesia. Diketahui bahwa perundingan yang
terjadi antara Pemerintah dengan PT Freeport berlangsung dengan tidak adil,
karena pihak Pemerintah Indonesia saat itu hanya diwakili oleh seorang pengacara
dari PT Freeport Indonesia. Hal ini terjadi karena pengetahuan dari pihak
Pemerintah sangat minim terkait penanaman modal asing dan pertambangan.
Masuknya Freeport ke Indonesia ketika kondisi negara ini sedang tidak siap
dan kacau. Demokrasi tidak berjalan dan politik tidak stabil. Negara tidak paham
ke mana arah perekonomian berjalan. Dalam ketidakberdayaan seperti itu,
Freeport Indonesia masuk bak penyelamat yang bisa mendatangkan investasi
besar bagi negara. Negara tidak berpikir panjang dan beranggapan investasi
tambang Ersberg hanya berlaku satu atau dua tahun saja. Negara tidak
membayangkan bahwa ekonomi itu soal masa depan, seperti dikatakan ekonom
Paul Krugmen.35
Seandainya saja sedikit berpikir lebih bijak saat Kontrak Karya
ditandatangani, pemerintah pasti akan berpikir bahwa suatu saat nanti, tambang
ini akan sangat potensial dan sangat menguntungkan. Pemerintah seharusnya
mengevaluasi data cadangan tembaga dan emas di Ersberg atau membaca hasil
penelitian para geolog yang selama beberapa tahun melakukan penelitian di
34 Freeport Pastikan Tutup Tambang Terbuka Terbesar di Dunia, dalam
https://ekonomi.kompas.com/read/2013/05/23/17513927/freeport.pastikan.tutup.tambang.terbu
ka.terbesar.di.dunia di unduh pada tanggal 21 April 2019 pukul 9.57 WIB
35 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara, … h. 37
45
gunung Ersberg, dari hasil evaluasi itulah pemerintah mendesain kontrak yang
luwes, lentur, dan fleksibel agar tidak merugikan kepentingan rakyat Indonesia.36
Setelah Indonesia merdeka tidak ada perkembangan yang signifikan dalam
sektor pengelolaan sumber daya alam yang ada. Sehingga pada tahun 1967 pada
masa pemerintahan Soeharto, pemerintah Indonesia merumuskan kontrak karya.
Kontrak karya pertama diberikan kepada PT. Freeport Sulphure (sekarang PT.
Freeport Indonesia).37
Pada awal negosiasi dengan PT. Freeport, pemerintah menawarkan sekema
Bagi Hasil seperti halnya yang diterapkan dalam pertambangan migas. Namun
PT. Freeport menyatakan bahwa model Kontrak Bagi Hasil tidak sesuai jika
diterapkan pada pertambangan tembaga. Setelah tidak memiliki argumentasi lain,
pemerintah justru menawarkan PT. Freeport untuk membuat kerangka kontrak
sendiri. Alhasil PT. Freeport membuat kontraknya sendiri yang selanjutnya
disebut Kontrak Karya.38
Di dalam Kontrak Karya tersebut, semua urusan manajemen dan operasional
diserahkan kepada perusahaan yang melakukan eksplorasi. Negara selaku pihak
yang menguasai sumber-sumber pertambangan justru tidak punya wewenang dan
kedaulatan untuk melakukan kontrol atas bekerjanya perusahaan itu. Negara
hanya mendapatkan royalti yang telah ditetapkan dalam kontrak sesuai dengan
kesepakatan. Syarat-syarat di dalam Kontrak Karya sangat menguntungkan
Freeport daripada Pemerintah Indonesia sendiri.39
Kontrak karya yang ditandatangani pada awal masa pemerintahan Presiden
Soeharto diberikan kepada Freeport sebagai kontraktor eksklusif tambang
36 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,… h. 121
37 Markus Haluk, Menggugat Freeport Suatu Jalan Penyelesaian Konflik,… h. 4
38 Markus Haluk, Menggugat Freeport Suatu Jalan Penyelesaian Konflik,…h. 4
39 “Akuisisi Saham Freeport Tak Serta Merta Untungkan Masyarakat Papua",
https://tirto.id/akuisisi-saham-freeport-tak-serta-merta-untungkan- masyarakat- papua- dctu. di
unduh pada tanggal 13 Mei 2019 pukul 10.53 WIB
46
Ertsberg di atas wilayah 10 Km persegi. Pada 1989, pemerintah Indonesia kembali
mengeluarkan izin eksplorasi tambahan untuk 61.000 hektar. Berdasarkan
Kontrak Karya II yang ditandatangani tahun 1991, masa berlaku kontrak Freeport
akan berakhir pada tahun 2021. Kontrak Karya ini ditandatangani pada tahun
1967 berdasarkan UU Nomor 11 tahun 1967 untuk masa 30 tahun terakhir.
Kemudian pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, setelah diundangkannya
UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No. 11 Tahun
1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, Freeport resmi
beroperasi di Indonesia. Sebelumnya pada masa pemerintahan Soekarno, Freeport
Sulphur Co Incorporated (sekarang Freeport-McMoran Copper & Gold, Inc) tidak
dapat melakukan usaha eksplorasi pertambangan di Kabupaten Mimika. Sebab,
Presiden Soekarno pada waktu itu tidak menginginkan kekayaan alam Indonesia
dikelola pihak asing.
Kontrak Karya I Freeport ditandatangani pada tanggal 5 April 1967 dan
berlaku dalam kurun waktu 30 tahun Pada tanggal 30 Desember 1991,
ditandatangani Kontrak Karya II yang mengakhiri Kontrak Karya I. Di dalam
Kontrak Karya II perusahaan Freeport Sulphur Co, Incorporated berganti menjadi
PT Freeport Indonesia (PTFI). Kontrak Karya kedua ini berlaku 30 tahun dengan
periode produksi akan berakhir di tahun 2021.40
Besaran royalti yang dibayarkan PTFI selama ini lebih rendah dari yang
diwajibkan dalam Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2003 tentang Tarif atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral. Sejak diberlakukan PP No.45/2003, PTFI seharusnya
membayar 3,75% royalti untuk emas, 4% untuk tembaga, dan 3,25 % untuk perak,
dari harga jual per kilogram (kg). Namun pada kenyataannya, PTFI masih
membayarkan tarif royalti kepada Indonesia sesuai dengan Kontrak Karya tahun
40 Pada PT Freeport Indonesia https://ptfi.co.id/ diunduh pada tanggal 9 Mei 2019
pukul 15.11 WIB
47
1991, yakni sebesar 1,5% untuk tembaga, dan 1% untuk emas dan perak, dari
harga jual per kg.41
Pada tahun 1991 luas wilayah ekplorasi Freeport adalah 2,6 Juta Ha,
sedangkan pada tahun 2012 seluas 212.950 Ha. PTFI menyatakan bahwa luas
wilayah Kontrak Karya Freeport blok B tersebut hanya tinggal 7,78% dari total
luas wilayah eksplorasi di tahun 1991. PTFI saat ini memiliki saham 90,64% yang
terdiri dari Freeport McMoRan Copper& Gold Inc sebesar 81,28% dan anak
perusahaan yaitu PT. Indocopper Investama sebesar 9,36%. Selebihnya adalah
milik Pemerintah Indonesia yaitu 9,36%.42
Bukan hanya itu, payung hukum Kontrak Karya sangat bertentangan dengan
Konstitusi UUD 1945. Kontrak Karya meletakkan negara sejajar dengan
korporasi. Korporasi diletakkan pada posisi yang sejajar dengan pemerintah.
Karena “disejajarkan”, negara kemudian tidak bisa memerintah korporasi. Posisi
negara , menjadi inferior sebatas penjaga kontrak.
Posisi kontrak yang seperti ini, sampai sekarang, masih ngotot
dipertahankan Freeport Indonesia, meskipun sudah ada peubahan rezim di sector
pertambangan mineral pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 (UU Minerba). Dengan adanya UU baru, rezim tambang harus beralih dari
Kontrak Karya menjadi IUP. Itulah sebabnya dalam UU Minerba, ada perintah
kepeda pemerintah untuk melakukan Renegosiasi Kontrak satu tahun setelah UU
itu berlaku atau terhitung sejak tahun 2010.43
Kontrak Karya itu diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP), karena
dianggap tidak menguntungkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Dalam
Kontrak Karya, hubungan antara korporasi dan pemerintah bersifat simetris.
41‘Dalam Kajian KPK 2014’ https: //www. kpk. go. id/images /pdf/ laptah /Laporan
%20Tahuna n%20KPK%202014.pdf diunduh pada tanggal 9 Mei 2014 pukul 15.13 WIB
42‘Dalam PT Freeport Indonesia’ https://ptfi.co.id/ diunduh pada tanggal 9 Mei 2019
pukul 15.14 WIB
43 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,….h. 34
48
Pemerintah menjadi pihak yang kalah karena korporasi berada di atas negara tentu
jelas, karena negara membutuhkan investasi yang akhirnya diinjak-injak
korporasi. Resikonya, negara menjadi tidak berdaulat atas sumber daya alam
(SDA). Konstitusi UUD NRI 1945 yang menegaskan bahwa tugas negara adalah
mengendalikan kekayaan pertambangan untuk kesejahterahan rakyat.44
Kepemilikan saham minoritas oleh Pemerintah Indonesia ini tidak dapat
ditambahkan, karena terjebak aturan divestasi saham yang dibuat oleh Pemerintah
masa lalu. Freeport tidak terkena aturan kewajiban divestasi saham karena adanya
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 yang mengizinkan investasi asing
secara penuh. Namun bukan berarti pemerintah kehilangan akal untuk mencari
solusi perebutan hak kedaulatan negara tersebut. Menilik kekeliruan penerapan
kebijakan dimasa lalu kemudian pemerintah menyiapkan suatu regulasi yang bisa
menjadi tombak untuk merebut hak kedaulatan negara. Diubahnya UU Nomor 11
Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan ke UU Nomor 4
Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menjadi angin segar
bagi negara sendiri.
Derasnya investasi asing seperti PTFI ke Indonesia memang menjadi sebuah
problematika. Dikaitkan dengan Pasal 33 UUD 1945, UU Nomor 4 Tahun 2009
tentang Mineral dan Batu bara tak sekadar mewajibkan para investor asing dalam
pertambangan mineral merenegosiasi kontrak kerja, tetapi juga wajib
melaksanakan perintah Undang-Undang. Pada perjalanannya ketentuan Kontrak
Karya menjadi hal yang harus ditinjau secara bersama pasca terbitnya Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
(selanjutnya disebut UU Minerba) menjadi momentum perubahan mendasar
penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.
44Ditegaskan dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 dan ”Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” Sebagaimana pada teori kedaulatan
negara menurut Richard Foley, bahwa kedaulatan suatu negara ditujukan untuk
mensejahterahkan rakyatnya, dalam Richard Foley, Plato‟s undividable line contradiction
and method in Republic VI. Journal of the History of Philosophy Gillette,… h. 21
49
Modal asing layaknya Freeport Indonesia sebenarnya memang diperlukan
agar menumbuhkan etos pasar. Namun, pemerintah tidak bisa mengharapkan
modal asing yang memiliki karakter yang tidak sesuai dengan pasal 33 UUD
1945. Masuknya modal asing harus disertai kapasitas negara sebagai
pegawas/penjaga. Persoalannya, pemerintah rapuh berhadapan dengan modal
asing. Apparat negara, aparat kemanan, dan petugas bea cukai telah berkongsi
dengan korporasi tambang demi mengamankan tambang Freeport hanya dengan
alasan menjaga asset. Tugas negara yang paling utama adalah mengatur roda
bisnis dan pelaku usaha agar tidak serakah, tidak membuat rakyat miskin, dan
merusak keutuhan alam. Negara harus hadir dalam merancang regulasi agar
korporasi tidak serampangan dalam mengeksploitasi alam, atau sesuka hati
mencari untung dan mengabaikan warga negara yang miskin.
50
BAB IV
KEBIJAKAN DIVESTASI SAHAM PT. FREEPORT INDONESIA
A. Perubahan Status Kontrak Karya ke Izin Usaha Pertambangan Khusus
Kontrak Karya (KK) adalah sesuatu yang menguntungkan bagi Freeport
Indonesia. Kontrak Karya menjadi alat hukum bagi Freeport Indonesia untuk
mendulang banyak uang dari tembaga dan emas di Erstberg, Grasberg, dan
tambang underground (Tambang Bawah Tanah ) di Papua. Dengan KK Freeport
dapat lebih leluasa melakukan ekspansi bisnis dan mengeksplorasi tembaga dan
emas di Papua. Setelah menambang habis emas dan tembaga di Erstberg (1971-
1988), Freeport Indonesia meninggalkan lubang menganga tanpa reklamasi
pascatambang. Setelah itu, perusahaan tambang ini berpindah mengeksplorasi
pegunungan emas dan tembaga di Grasberg (1988-sekarang). Kita masih
menunggu apakah nasib Grasberg nantinya akan sama seperti Erstberg: tanpa
reklamasi pasca tambang dan kerusakan ekosistem alam dibiarkan begitu saja.
Mulai tahun 2018, Freeport Indonesia menambang di pertambangan underground.
Kita juga akan menunggu setelah tahun 2041 nanti, seperti apa kondisi tambang-
tambang underground itu.1
Terkait subtansi Kontrak Karya yang menjadi fokus utama dalam hal
kepemilikan saham oleh host country dimana dalam hal ini Indonesia,
menginginkan sejumlah saham sebagaimana kesepakatan dalam Kontrak Karya.
Sebagaimana posisi pemerintah selaku regulator menjadi satu kekuatan ketika
suatu hal berimplikasi langsung pada kepentingan negara dan untuk kesejahteraan
rakyat, maka secara tegas negara harus hadir dan melakukan upaya-upaya
mengembalikan kepentingan negara sebagaimana amanah pasal 33 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yaitu ayat (2) menyatakan,
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
1 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara, (Jakarta:PT. Kompas
Media Nusantara, 2019), h. 130
51
hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Sedangkan ayat (3) menyatakan bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2
Indonesia sebelumnya memakai konsep kontrak karya/perjanjian karya
dalam bidang pertambangan, dimana negara diposisikan sebagai pelaku bisnis hal
ini sebagaimana yang diatur dalam ketentuan UU No. 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, dalam Pasal 10 istilah yang
digunakan adalah perjanjian karya, dimana dalam pasal tersebut diatur sebagai
berikut:
1. Menteri dapat menunjukan pihak lain sebagai kontraktor apabila
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau
tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Instansi Pemerintah atau Perusahaan
negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan.
2. Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti yang
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini Instansi Pemerintah atau Perusahaan
negara harus berpegang pada pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk, dan
syarat-syarat yang diberikan oleh Menteri.
3. Perjanjian karya tersebut dalam ayat (2) pasal ini mulai berlaku sesudah
disahkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan
Rakyat apabila menyangkut eksploitasi golongan a sepanjang mengenai
bahan-bahan galian yang ditentukan dalam pasal 13 Undang-undang ini
dan/atau yang perjanjian karyanya berbentuk penanaman modal asing.
Seiring berkembangnya dunia pertambangan di Indonesia kemudian DPR
RI merubah UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan dan
menggantinya dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara. Setelah terbit UU tersebut kontrak karya yang dibuat pada zaman Orde
Baru harus berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). UU
Minerba memerintahkan dengan tegas bahwa Kontrak Karya harus berakhir,
2 Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi
Era Global, (Malang : Bayumedia Publishing, 2003), h. 8.
52
karena dianggap tidak adil bagi negara dan rakyat Papua. Namun sepertinya
pemerintah tidak menghapuskan secara total mengenai ketentuan aturan kontrak
yang telah ada sebelumnya, hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 169 a UU
Minerba bahwa dalam UU tersebut secara jelas masih mengakui adanya kontrak
karya yang menyebutkan bahwa:
“Kontrak Karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan
batubara yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap
diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian”
Ketentuan tersebut tentu menimbulkan ketidakjelasan posisi pemerintah
dalam hal pengelolaan pertambangan. Walaupun dalam hal ini pemerintah
kedudukanya lebih tinggi sebagai governmnent bukan sebagai pelaku business
namun pengakuan terhadap adanya Kontrak Karya merupakan ketidaktegasan
pemerintah dalam perubahan rezim perizinan pengelolaan sumber daya alam di
Indonesia.3 Pada tahun 2017 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 5
Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan
Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. Pasal 17 Permen ESDM
No. 5 Tahun 2017 menyebutkan, pemegang Kontrak Karya dapat melakukan
penjualan hasil pengolahan ke luar negeri dalam jumlah tertentu paling lama lima
tahun dengan ketentuan melakukan perubahan bentuk pengusahaan
pertambangannya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi
dan membayar bea keluar serta memenuhi batasan minimum pengolahan.4
Konversi KK menjadi IUPK ini tentu sesuatu yang tidak menyenangkan
bagi Freeport Indonesia. Sejak UU Minerba terbit tahun 2009, Freeport Indonesia
3 Arman Nefi, Irawan Malebra, dan Dyah Puspitasari Ayuningtyas, Implikasi
Keberlakuan Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia Pasca UU No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No. 1 (2018), h.
140
4 Lihat pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 5 Tahun 2017
tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian
Mineral di Dalam Negeri https: //www. esdm.g o.id/assets /media /content /PERMEN _05_
TAHUN _2017.pdf diunduh pada tanggal 13 Mei 2019 pukul 11.06 WIB
53
terus berkelit bahwa bisnis tambang perusahaan itu masih berpedoman pada
Kontrak Karya. Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono yang mencoba
melakukan renegosiasi Kontrak juga berkali-kali menemukan jalan buntu karena
Freeport Indonesia selalu bersembunyi di balik Kontrak Karya.5
Betapa tidak, dengan konversi Kontrak Karya menjadi IUPK, Freeport
Indonesia wajib mendivestasikan 51% saham ke pihak nasional, membangun
pabrik smelter, dan menaikkan pajak. Konsekuensi-konsekuensi seperti ini tentu
bukan sesuatu yang mudah bagi Freeport Indonesia. Selama ini, Freeport
McMoran mengontrol 91% saham Freeport Indonesia dan 9% sisanya dimiliki
pemerintah melalui BUMN.
Oleh karena itu, Freeport Indonesia melakukan berbagai cara agar Kontrak
Karya tetap menjadi basis bagi ekspansi bisnisnya. Freeport Indonesia berkali-kali
mengancam akan menggugat Pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional.
Budiono juga melakukan tekanan akan melakukan pemutusan hubungan kerja
(PHK) jika ekspor tidak diberikan. Di sisi lain, pemerintah sendiri seakan sangat
takut karena jika prosuksi turun, penerimaan negara juga akan mengalami
penurunan sehingga neraca perdagangan bisa mengalami kerugian. Pada waktu
itu, SBY sangat menjaga kestabilan postur makroekonomi Indonesia agar tidak
diserang lawan politik dan dianggap sebagai rezim yang gagal. Padahal langkah
SBY-Boediono tersebut merupakan boomerang. Ketakutan diserang oleh lawan
politik justru membuat konversi KK menjadi IUPK sesuai perintah UU Minerba
gagal di eksekusi. Resikonya, negara menjadi tidak berdaulat atas sumber daya
alam (SDA). Konstitusi UUD 1945 menegaskan bahwa tugas negara adalah
mengendalikan kekayaan pertambangan untuk kesejahteraan rakyat.6
Divestasi saham adalah amanat UU No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batu bara sebagaiamana yang diperintahakan
konstitusi UUD 1945, pertambangan strategis harus dikelola oleh negara untuk
5 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,….., h. 133
6 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,….., h. 130
54
kesejahteraan rakyat. Komposisi saham negara harus lebih besar dari perusahaan
asing. Itulah sebabnya dalam pembelian saham Freeport Indonesia, negara harus
memiliki 51% saham. Selama bertahun-tahun Freeport Mcmoran mengontrol
91.64% saham Freeport Indonesia yang menambang di Grasberg, Papua, sisanya
9.36% (inalum). Karena negara sudah memiliki 9.36% saham Freeport Indonesia,
maka Freeport Indonesia harus mendivestasikan 41.64% saham ke pihak
nasional.7
Dengan itu, Inalum sebagai wakil negara mengontrol 51% saham Freeport
Indonesia. Dari 51% saham Freeport Indonesia ini nanti, 10%saham akan
diserahkan ke Pemerintah Daerah Papua, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
daerah Mimika sebagai basis operasi tambang Freeport Indonesia. Mekanisme
seperti ini sudah dilakukan zaman Joko Widodo-Jusuf Kala. Jika PT Freeport
Indonesia ingin melakukan penjualan hasil pengolahan ke luar negeri maka harus
mengajukan perubahan status dari kontrak karya menjadi Izin Usaha
Pertambangan Khusus. Berdasarkan siaran pers Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral Nomor 00115.Prs/04/SJI/2017, tanggal 29 Agustus 2017 tentang
Kesepakatan Final Perundingan Antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia
dihasilkan hal-hal sebagai berikut:8
1. Landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan PT
Freeport Indonesia akan berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK),
bukan berupa Kontrak Karya (KK).
2. Divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51% untuk kepemilikan
Nasional Indonesia. Hal-hal teknis terkait tahapan divestasi dan waktu
pelaksanaan akan dibahas oleh tim dari Pemerintah dan PT Freeport
Indonesia.
7 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,….., h. 181
8https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/kesepakatan-final perundingan
antara –pemerinta h-dan-pt-freeport-indonesia, “Kesepakatan Final Perundingan Antara
Pemerintah dan PT Freeport Indonesia” diunduh pada tanggal 22 April 2019 pukul 22.22 WIB
55
3. PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian
atau smelter selama 5 tahun, atau selambat-lambatnya sudah harus selesai
pada 2022, kecuali terdapat kondisi force majeur.
4. Stabilitas penerimaan negara. Penerimaan negara secara agregat lebih
besar dibanding penerimaan melalui Kontrak Karya selama ini, yang
didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk
PT Freeport Indonesia.
Setelah PT Freeport Indonesia menyepakati 4 poin di atas, sebagaimana
diatur dalam IUPK maka PT Freeport Indonesia akan mendapatkan perpanjangan
masa operasi maksimal 2x10 tahun hingga tahun 2041.9 Status Freeport yang
semula berupa Kontrak Karya (KK) dan memiliki kedudukan sama dengan
pemerintah pun kini telah berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus
(IUPK) dimana negara sebagai pemberi izin memiliki posisi lebih tinggi terhadap
perusahaan pemegang izin. "Landasan hukum yang mengatur hubungan antara
Pemerintah dan Freeport akan berupa IUPK, bukan berupa KK. Ke depan tidak
ada lagi KK, tapi IUPK. Ada stabilitas penerimaan negara yang besarannya akan
lebih baik dari pada KK", berdasarkan ungkapan dari Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral, Ignasius Jonan.10
Mekanisme divestasi saham sebenarnya sudah ada dalam PP No. 24/2012
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambanagan Mineral dan Batu bara.
9 Pasal 31-32 Kontrak Karya berbunyi : “ Subject to the provisions here in contained
this agreement shall have in initial term of 30 years from the date of the signing of this
agreement, provided that the company shall be entitled to apply for two successive ten year
extensions of such term, subject to government approval. The government will not
unreasonably wthold or delay such approval. Such application by the company may be made
at any time during the term of this agreement, including any prior extension.” Freeport
menginterpretasikan bahwa Kontrak Karya yang berakhir di tahun 2021 masih berhak
diperpanjang untuk 20 tahun lamanya, sampai 2041. Pemerintah Indonesia tidak akan
menahan atau menunda persetujuan tersebut secara tidak wajar, tanpa ada penjelasan atau
definisi lebih lanjut apa yang masuk dalam kategori tidak wajar. Jika pemerintah tidak
memperpanjang kontrak sampai 2041, perbedaan interpretasi tersebut akan dibaawa Freeport
ke arbitrase internasional. Dalam Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan
Negara,…. h. 30
10 “Jonan Sebut Freeport Akhirnya Setuju KK Berubah jadi IUPK” dalam
https://suara.com>bisnis diunduh pada tanggal 23 April 2019 pukul 5.47 WIB
56
Melalui PP ini pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK) asing wajib mendivestasikan saham 51% saham
secara bertahap. Perubahan status dari KK ke IUPK Divestasi saham yang
dilakukan PT Freeport Indonesia merupakan kewajiban yang diatur dalam
Undang-undang No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,
kemudian aturan pelaksananya PP No. 1 tahun 2017 menekankan kembali bahwa
secara bertahap dengan detail divestasi sahamnya, pada pasal 97 ayat (1) para
Pemegang IUP dan IUPK dalam rangka penanaman modal asing, setelah 5 (lima)
tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi sahamnya secara bertahap,
sehingga pada tahun kesepuluh sahamnya paling sedikit 51% (lima puluh satu
persen) dimiliki peserta Indonesia. Kepemilikan saham peserta Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam setiap tahun setelah akhir tahun
kelima sejak produksi tidak boleh kurang dari persentase sebagaimana ketentuan
pasal 97 ayat (2) yaitu :11
a. tahun keenam 20% (dua puluh persen);
b. tahun ketujuh 30% (tiga puluh persen);
c. tahun kedelapan 37% (tiga puluh tujuh persen);
d. tahun kesembilan 44% (empat puluh empat persen);
e. tahun kesepuluh 51% (lima puluh satu persen), dari jumlah seluruh saham.
Pemerintah mewajibkan divestasi sebesar 51% atau lebih besar dari minimal
30% sebagaimana diamanatkan PP No. 1 Tahun 2017, setelah 50 tahun lebih
perusahaan raksasa tersebut mengeruk kekayaan tambang Pulau Papua, Indonesia.
Akhirnya tepat pada 12 Juli 2018, pemerintah Indonesia, Freeport McmoRan dan
Rio Tinto sepakat untuk menandatangani HoA. Inalum setuju mengeluarkan dana
sebesar US$3,85 miliar untuk membeli 40% PI Rio Tinto di PTFI dan 100%
11 “Divestasi saham PT Freeport Indonesia” http://esdm.go.id/index.php/
publikasi/list_publikasi/1004 diunduh pada tanggal 23 April 2019 pukul 5.48 WIB
57
saham Freeport di PT Indocopper Investama 9,36% saham di PTFI. Genaplah
sudah Indonesia mengusai mayoritas 51% saham Freeport.12
Selain hal di atas, dengan adanya jaminan fiskal dan hukum, penerimaan
devisa negara yang diterima akan lebih besar bila dibandingkan dengan KK.
Penguasaan 51% saham Freeport akan memberikan beberapa manfaat ekonomi,
yakni peningkatan pendapatan dari deviden, pendapatan pajak dan royalti yang
akan ditentukan dari besaran pendapatan tahun berjalan PTFI. Berdasarkan
laporan keuangan 2017 yang telah diaudit, PTFI membukukan pendapatan sebesar
US$4,44 miliar, naik dari US$3,29 miliar di 2016. PTFI juga membukukan laba
bersih sebesar US$1,28 miliar pada 2017, naik dari US$579 juta pada 2016.13
Selain itu, pendapatan kekayaan deposit emas dengan nilai cadangan
diperkirakan sebesar US$42 miliar, cadangan tembaga US$116 miliar, dan
cadangan perak US$2,5 miliar. Total cadangan terbukti (proven) mencapai
US$160 miliar atau setara Rp2.290 triliun. Cadangan itu diperkirakan dapat
dieksplorasi dan eksploitasi hingga 2060. Demikian juga dengan pembangunan
smelter, selain memberikan nilai tambah dari pengolahan konsentrat menjadi
emas, perak, dan tembaga, juga membuka lapangan pekerjaan untuk dipekerjakan
di sejumlah smelter yang akan dibangun.14
Perubahan KK menjadi IUPK berimplikasi langsung pada penguatan peran
negara. Negara menjadi berdaulat sehingga bisa menuntut korporasi menaikkan
penerimaan negara dan kewajiban pembangunan smelter agar industri dalam
negeri mekar. Berbeda dengan KK yang meletakkan pemerintah sejajar dengan
korporasi. KK membuat negara tidak berdaulat atas SDA. Implikasinya, potensi
12 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,….., h. 182
13 Kontrak Karya dan IUPK Jadi Akar Masalah Freeport, Apa Bedanya? https: //finance .detik
.com/energi/d-3428820/kontrak-karya-dan-iupk-jadi-akar-masalah-freeport-apa-bedanya di unduh pada
tanggal 22 April 2019 pukul 17.29 WIB
14 Kontrak Karya dan IUPK Jadi Akar Masalah Freeport, Apa Bedanya? https: //finance .detik
.com/energi/d-3428820/kontrak-karya-dan-iupk-jadi-akar-masalah-freeport-apa-bedanya di unduh pada
tanggal 22 April 2019 pukul 17.30 WIB
58
kekayaan pertambangan yang begitu besar gagal mengangkat kesejahterahan
rakyat. Lingkungan tidak terurus dan pembagian keuntungan tidak adil. Tidak
berlebihan jika dikatakan, korporasi tidak ada bedanya seperti kangker yang hanya
peduli pada pertumbuhannya sendiri dan lupa bahwa ia hidup dalam komunitas
social. Melalui IUPK, peran negara menguat seperti yang diperintahkan konstitusi
UUD 1945 yang mengamanatkan pertambangan strategis harus dikendalikan
negara untuk kesejahteraan rakyat.
Dengan berubah menjadi IUPK, Freeport wajib membangun smelter dan
mendivestasikan 51% sahamnya kepada pihak nasional. Karena pemerintah
Indonesia telah mengantongi 9.34% saham, maka saham Freeport yang akan
dilepas menjadi sebesar 41.64%. berdasarkan aturan itu pemerintah pusat
memiliki first right untuk mengakuisisi saham Freeport.15 Ini membuktikan bahwa
penyelesaian perundingan secara baik bersama PT Freeport menunjukan
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah adalah pemerintah untuk menjaga
kedaulatan sumber daya mineral Indonesia. Perundingan antara Pemerintah
Indonesia dengan PT Freeport Indonesia (FI) telah memasuki babak akhir.
Semenjak diberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) No. 1/2017 tentang Perubahan
Keempat PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara dan aturan turunannya, menandai awal pengembalian
Freeport ke pangkuan ibu pertiwi, tetapi juga mengembalikan kedaulatan SDA
kepada NKRI dalam pengelolaan tambang di bumi Papua.16
B. Penegasan Eksistensi Kedaulatan Negara
Secara umum kegiatan penanaman modal asing di suatu negara dibatasi oleh
peraturan-peraturan dari negara asal investor asing tersebut governance by the
home nation, negara tuan rumah di mana investor asing menanamkan modalnya
15 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,….., h. 73
16 “Mengembalikan Kedaulatan di Tanah Papu a” https ://media indonesia .com/read
/detail/ 178536-mengembalikan-kedaulatan-di-tanah-papua diunduh pada tanggal 13 Mei 2019
pukul 05.03 WIB
59
dan juga hukum internasional yang terkait governance by multi nation
organizations and international law.17 Pengaturan termasuk pembatasan-
pembatasan di bidang penanaman modal asing oleh negara tuan rumah pada
dasarnya merupakan kewenangan negara tersebut yang berasal dari kedaulatannya
sovereignty.18 Namun demikian kedaulatan negara tuan rumah tersebut juga
dibatasi oleh hukum internasional termasuk konvensi-konvensi internasional di
mana negara tersebut menjadi pesertanya, seperti kesepakatan World Trade
Organization di bidang Trade Related Investment Measure.
Dalam kaitannya di atas pada kasus antara PT. Freeport Indonesia dengan
negara Indonesia adalah posisi negara dalam kapasitas sebagai pemilik bahan
tambang (principal), dan pihak lain sebagai mitra kontraknya sebagai pelaksana
pengusahaan bahan. Peran negara sebagai aktor utama dalam pengusahaan dan
penguasaan bidang pertambangan sangatlah besar. Penanaman Modal Asing pada
sektor tambang ini negara melakukan kerja sama dengan kontraktor dalam hal
pengusahaan bahan tambang dengan Pemerintah Indonesia. Padahal seharusnya
sebuah negara tidak di belakangi oleh sebuah perusahaan. Karena sebuah negara
posisinya lebih tinggi daripada perusahaan, dengan begitu perusahaan
membelakangi sebuah negara.
Kerjasama dilakukan melalui hubungan bilateral negara dengan negara
bukan negara dengan perusahaan, dapat dikatakan bahwa pemerintah Indonesia
sebagai suatu negara yang berdaulat, telah meninggalkan immunitasnya (waiver
immunity) dan masuk ke dalam suatu tindakan komersial (jure gestiones).
Semestinya sebagai pemilik bahan tambang, pemerintah Indonesia memiliki
bargaining position19 yang lebih tinggi dibandingkan dengan para kontraktor,
17 Ralph H. Folsom, Michael W. Gordon and John A. Spanogle, Jr., Principles of
International Bussines Transactions, Trade, and Economic Relations, (Thomson West: 2005),
h. 557-556
18 M. Sornajarah, The International Law Foreign Invesment, 2nd (Cambridge: 2004), h.
97
19 Bargaining sendiri adalah penawaran atau perjanjian tukar menukar barang atau jasa.
Bargaining berhubungan dengan perdagangan dimana ada pelaksanaan perjanjian antara kedua
belah pihak untuk melakukan pertukaran barang atau jasa.dengan perjanjian tersebut maka
kedua belah pihak bisa dengan leluasa untuk melakukan tawar menawar harga. Dalam
60
namun karena faktor kurangnya pengetahuan mengenai potensi sumber daya alam
Indonesia, mengakibatkan faktanya kedudukannya menjadi tidak seimbang.
Segala aktivitas eksplorasi, eksploitasi atau bentuk pengusahaan lainnya atas
sumber-sumber kemakmuran dan sumber daya alam di sebuah negara serta
penanaman modal asing yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan
pengusahaan tersebut harus sejalan dengan aturan dan prasyarat-prasyarat yang
dirasakan perlu oleh negara dan orang-orang yang ada di dalamnya. Hal ini
memberikan kewenangan kepada negara untuk memberikan otorisasi,
pembatasan, atau bahkan larangan atas dilakukannya aktivitas pengusahaan
tersebut.
Berhadapan dengan korporasi sekelas Freeport, pemerintah akan diuji.
Kedaulatan negara dan ketegasan pemerintah benar-benar dipertaruhkan. Maka,
pemerintah yang kuat sangat dibutuhkan berhadapan dengan korporasi raksasa
seperti ini, yakni korporasi yang membuat kita bergantung kepadanya, baik secara
fiskal, nasib pekerja, maupun pembangunan daerah. Pemerintah yang kuat
mencerminkan Trisakti Bung Karno: kedaulatan politik terkait dengan penguasaan
dan manfaat atas SDA berhadapan korporasi. Kemandirian ekonomi terkait
dengan kedaulatan dan daya tahan energy untuk kesejahterahan rakyat. Sementara
itu, dari aspek budaya, Indonesia harus beralih dari budaya liberalisasi-yang
cenderung tunduk pada aturan lembaga multilateral-menuju bangsa yang
berkepribadian.20
Tanda-tanda kedaulatan negara itu sudah kelihatan pada era pemerintahan
Presiden Joko Widodo, yakni ketika pemerintah berjuang mengubah Kontrak
Karya Freeport Indonesia menjadi IUPK. “Orang-orang kuat” yang banyak
mengais untung dari Freeport Indonesia selama ini dibuat hampir tak berdaya.
perdagangan dikenal dengan perdaganagn positif atau posisi tawar menawar. Tawar menawar
atau bargaining ini hamper selalu terjadi pada saat jual beli atau pertukaran barang atau jasa
berlangsung. Bargaining akan dilakukan oleh penjual dan pembeli dimana jika salah satu pihak
memiliki bargaining positif maka dia berhak untuk mengambil keputusan terhadap pihak lain
yang memiliki posisi bargaianing yang lebih rendah.
20 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara, h. 17
61
Kekuatan magis “orang-orang kuat untuk membantu Freeport Indonesia sudah
usang. Freeport tidak bisa lagi mendekat ke Istana melalui “orang-orang kuat”.
Cara seperti ini bisa dipastikan tidak ampuh. Berbeda dengan era pemerintahan
sebelumnya, Presiden Joko Widodo sudah mengambil jarak dengan korporasi. Ia
sudah memberikan mandat kepada menteri-menterinya untuk segera mengubah
Kontrak Karya menjadi IUPK.21
Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo, Freeport Indonesia tidak bisa
lagi mencari sandaran-sandaran. Lobi-lobi yang dilakukan negara asal Freeport
misalnya melalui kedatangan Wakil Presiden Amerika Serikat ke Indonesia tidak
mempan. Lobi-lobi kaum globalis tak laku. Freeport Indonesia harus tunduk
kepada negara. Dengan demikian negara berangsur-angsur akan berdaulat atas
korporasi. Presiden Joko Widodo berdaulat penuh atas keputusannya sendiri.
Proses konversi Kontrak Karya menjadi IUPK memang memerlukan waktu yang
panjang dan jalan berliku. Akan tetapi, negara harus tangguh berhadapan dengan
orang kuat. Ketangguhan Presiden Joko Widodo membuat orang-orang kuat tidak
memiliki peran sama sekali dalam gelanggang negosiasi Kontrak Karya dengan
Feeport Indonesia. Meskipun lobi-lobi bisnis dari luar datang silih berganti, hal itu
tidak bisa mempengaruhi keputusan pemerintah. Kontrak Karya, dengan begitu,
segera mengubah status Izin Usaha Pertambangan Khusus.22
Perubahan itu harus dilakukan menyusul penetapan PP No. 1 Tahun 2007
sebagai perubahan keempat atas PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara, Peraturan Menteri No. 5
Tahun 2017, dan Peraturan Menteri No. 6/2017. Dengan berubah menjadi IUPK,
Freeport wajib membangun pabrik smelter dalam lima tahun kedepan, pengenaan
bea keluar paling banyak 10%, dan divestasi saham ke pihak nasional sebesar
51%. Tanpa mengubah status KK menjadi IUPK, Freeport tidak diizinkan
mengekspor konsetrat tembaga.
21 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara, h. 43
22 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,…, h. 230
62
Divestasi 51% saham PT. Freeport Indonesia adalah ujian terberat bagi
kedaulatan negara atas korporasi tambang yang merampas kekayaan alam
Indonesia. Pemenrintah telah menginstruksikan Freeport Indonesia agar
mengkonversi Kontrak Karya menjadi IUPK dengan kewajiban divestasi 51%
saham ke pihak nasional; pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN/BUMD
dan swasta nasional. Divestasi 51% saham Freeport tetap menjadi opsi yang
paling sulit. Sulit karena divestasi Freeport melibatkan kepentingan pengusaha
global-lokal.23
Rezim yang berani mengubah Kontrak Karya menjadi IUPK dalah
pemerintah yang tegas dan berdaulat. Selama ini belum ada satupun rezim yang
berani mengubah Kontrak Karya menjadi IUPK, karena hegemoni pengusaha
lokal dan global yang banyak mendapat untung dari Freeport. Selain itu, Freeport
berani menekan pemerintah dengan cara merumahkan para pekerja yang
berakibatkan masalah social-politik di Papua dan penerimaan negara. Hanya
rezim yang kuat yang berani mengubah Kontrak Karya Freeport. Hal tersebut
perlu kita apresiasi langkah berani yang ditempuh kepemimpinan era Presiden
Joko Widodo yang telah menyelesaikan divestasi saham Freeport Indonesia.
C. Konsistensi Pengamalan Pasal 33 UUD 1945 NRI 1945
Sebagai wujud nyata penerapan Pasal 33 UUD 1945 dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia, pertama kali dituangkan dalam Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
(UUPA), yang pada Pasal 2 ayat (1), ditegaskan bahwa bumi, air dan ruang
angkasa termasuk kekayaan alam di dalamnya pada tingkat yang tertinggi
dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Ketentuan yang
terdapat dalam 33 ayat 3 UUD 1945 dan Pasal 2 ayat (1) UUPA, memberikan
kewenangan kepada negara untuk mengatur pengelolaan aspek-aspek dalam
23 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,…., h. 310
63
bidang agraria, yang lazim dikenal dengan istilah asas hak mengusai negara, dan
melalui hak menguasai negara, maka negara selaku badan penguasa harus
senantiasa mengendalikan atau mengarahkan pengelolaan fungsi bumi, air dan
ruang angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sesuai dengan
peraturan dan kebijakan yang ada, yaitu dalam lingkup penguasaan secara yuridis
yang beraspek publik.24
Pasal 33 UUD 1945 merupakan landasan konstitusional bagi
penyelenggaraan sistem perekonomian yang berorientasi pada kesejahteraan (ayat
1) yang dilakukan dengan melakukan “penguasaan negara” atas cabang-cabang
produksi (ayat 2) dan sumber daya agraria (ayat 3). Merujuk pada rumusan ini,
semua bentuk kegiatan usaha berbasis lahan, termasuk di dalamnya kegiatan
usaha pertambangan, harus dilakukan dalam kerangka “penguasaan negara” untuk
menjamin sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, demikian pun dengan aktivitas
pertambangan Freeport di Papua. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Pasal
33 ayat (3) menyatakan bahwa:
“bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adanya penegasan dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”
Hal tersebut mencerminkan pentingnya setiap pengelolaan dan
pendayagunaan hanya dapat dilakukan dengan adanya izin dari negara dan
diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu, negara diberi wewenang
untuk mengatur dan mengawasi tata cara pengelolaan bahan tambang dalam
bentuk peraturan perundang-undangan.25 Berdasarkan ketentuan Pasal 33 UUD
1945 tersebut, maka pada prinsipnya negara diberi tugas untuk mengatur dan
24 Rachmat Trijono, Hak Menguasai Negara di Bidang Pertanahan, (Jakarta: Badan
Pembinaan Hukum Nasional, 2015), h. 23
25 Salah satu regulasi yang mengatur tata cara pengelolaan bahan tambang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambanagan Mineral dan Batubara
(minerba)
64
mengelola sumber daya alam yang ada di wilayah kekuasaan negara Indonesia
untuk kesejahteraan rakyat. Tugas pengaturan dan pengelolaan ini merupakan
amanat konstitusi kepada negara.
Mengacu pada teori kedaulatan negara menurut Richard Foley, bahwa suatu
negara memiliki kekuasaan untuk mengatur segala-galanya dan negara
berdasarkan kedudukannya memiliki kewenangan untuk peraturan hukum.26 Hal
tersebut dituju untuk menciptakan sebauh masyarakat yang tertib, adil, dan
sejahtera. Teori lain yang mendukung teori kekuasaan ini seperti yang
disampaikan oleh J.J. Rousseau menyebutkan bahwa kekuasaan negara sebagai
suatu badan atau organisasi rakyat bersumber dari hasil perjanjian masyarakat
(contract soscial) yang esensinya merupakan suatu bentuk kesatuan yang
membela dan melindungi kekuasaan bersama, kekuasaan pribadi dan milik setiap
individu.27 Dalam hal ini pada hakikatnya kekuasaan bukan kedaulatan, namun
kekuasaan negara itu juga bukanlah kekuasaan tanpa batas, sebab ada beberapa
ketentuan hukum yang mengikat dirinya seperti hukum alam dan hukum Tuhan
serta hukum yang umum pada semua bangsa yang dinamakan leges imperii.
Sejalan dengan kedua teori di atas, maka kekuasaan negara atas sumber
daya alam bersumber dari rakyat yang dikenal dengan hak bangsa. Negara dalam
hal ini, dipandang sebagai yang memiliki karakter sebagai suatu lembaga
masyarakat umum, sehingga kepadanya diberikan wewenang atau kekuasaan
untuk mengatur, mengurus dan memelihara (mengawasi) pemanfaatan seluruh
potensi sumber daya alam yang ada dalam wilayahnya secara intensif. Keterkaitan
26 Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria, (Jakarta: Bina Aksara,
1984), h. 99.
27 R. Wiratno, dkk, Ahli-Ahli Pikir Besar tentang Negara dan Hukum (Jakarta: PT.
Pembangunan, 1958), h. 176
65
dengan hak penguasaan negara dengan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat akan
mewujudkan kewajiban negara sebagai berikut:28
a. Segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air) serta hasil yang didapat
(kekayaan alam), harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat. Melindungi dan menjamin segala hak-hak
rakyat yang terdapat di dalam atau di atas bumi, air dan berbagai kekayaan
alam tertentu yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati
langsung oleh rakyat.
b. Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan
rakyat tidak mempunyai kesempatan atau akan kehilangan haknya dalam
menikmati kekayaan alam.
c. Ketiga kewajiban di atas menjelaskan segala jaminan bagi tujuan hak
penguasaan negara atas sumber daya alam yang sekaligus memberikan
pemahaman bahwa dalam hak penguasaan itu, negara hanya melakukan
pengurusan (bestuursdaad), pengolahan (beheersdaad), dan mengawasi
(toezichthoudensdaad) cabang cabang produksi yang penting bagi negara.
Penguasaan untuk mengatur artinya negara harus mengatur peruntukan
pengelolaan serta pengusahaan atas pertambangan. Disamping itu juga negara
harus hadir dalam rangka mengurus dan pengelolaan cabang-cabang produksi
sumber daya alam termasuk didalamnya pertambangan. Setelah dilakukan langkah
tersebut negara wajib hadir dalam rangka mengelola dan mengawasi cabang
cabang public service tersebut supaya hasilnya dapat dipergunakan untuk sebesar
besarnya kemakmuran rakyat.29
28 Ibr Supancana, Hak Penguasaan Negara Terhadap Sumber Daya Alam UU Nomor 22
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, (Jakarta: Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia, 2008), h. 18
29Nanik Trihastutik, Tanah Tambang dan Masyarakat Hukum Adat, (Bandar Lampung:
Idept Publishing, 2014), h. x
66
Pada saat Kontrak Karya ditandatangani, masih belum diketahui berapa nilai
mineral yang terkandung di dalam area kontrak. Di lain sisi, jangka waktu antara
penandatanganan kontrak sampai ditemukannya cadangan mineral mencapai 12
tahun. Berkaitan dengan hal ini, terdapat masalah yang muncul ketika cadangan
mineral yang ditemukan di area kontrak sangat besar sedangkan tuntutan
kewajiban yang ringan bagi kontraktor. Hal ini sangat merugikan pihak Indonesia,
sebab di dalam Kontrak Karya tidak ada klausul yang mengatur kemungkinan
ditemukannya cadangan mineral yang sangat banyak.30 Dengan adanya kontrak
karya tersebut, Indonesia hanya sebagai ladang pencarian keuntungan pemilik
modal asing yang mengekploitasi kekayaan nasional. Lantas bagaimana
perwujudan dari Pasal 33 UUD 1945 dalam pengelolaan kekayaan nasional untuk
menjamin kesejahteraan rakyat.
Padahal peran Negara sebagai aktor utama dalam pengusahaan dan
penguasaan bidang pertambangan ini sangatlah besar. Dalam bidang
pertambangan umum seperti pertambangan emas, tembaga, dan perak, sistem
kontrak yang digunakan adalah Kontrak Karya (KK) yang mulai dikenal pada
tahun 1967 dengan diundangkannya UU No. 1 Tahun 1967 tentang PMA dan UU
No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan
menyatakan bahwa: Sistem KK pertama kali diterapkan pada saat
ditandatanganinya 17 perusahaan pertambangan.31
30Nanik Trihastuti, Hukum Kontrak Karya: Pola Kerja Sama Pengusaha Pertambangan
di Indonesia, (Malang: Setara Press, 2013), h. 5-6
31 17 perusahaan pertambangan itu adalah: PT Adaro Indonesia (Generasi I), PT
Kendilo Coal Indonesia (Generasi I), PT Batubara Duaribu Abadi (Generasi III), PT Firman
Ketaun Perkasa (Generasi III), PT Perkasa Inakakerta (Generasi III), PT Teguh Sinar Abadi
(Generasi III), PT Wahana Baratama Mining (Generasi III), PT Insani Bara Perkasa (Generasi
III),PT Interex Sacra Raya (Generasi III), PT Lanna Harita Indonesia (Generasi III), PT
Singlurus Pratama (Generasi III), PT Mantimin Coal Mining (Generasi III), PT Multi
Tambang Jaya Utama (Generasi III), PT Santan Batubara (Generasi III), PT Sarwa Sembada
Karya Bumi (Generasi III), PT Tambang Damai (Generasi III), PT Pendopo Energi Batubara
(Generasi III) PT Kalimantan Energi Lestari (Generasi III), dalam Marulak Pardede, Implikasi
Hukum Kontrak Karya Pertambangan terhadap Kedaulatan Negara, Jurnal Penelitian Hukum,
(Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum, 2018), h. 6
67
Hak penguasaan negara dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945,
membenarkan negara untuk mengusahakan sumber daya alam yang berkaitan
dengan public utilities dan public sevices. Atas dasar pertimbangan filosofis
(semangat dasar dari perekonomian ialah usaha bersama dan kekeluargaan),
strategis (kepentingan umum), politik (mencegah monopoli dan oligopoli). Negara
dalam hal ini adalah pemerintah memberikan panduan berupa kebijakan dalam
rangka pengelolaan dan penguasaan pertambangan. Termasuk juga didalamnya
mengelola pengusahaan pertambangan secara mandiri maupun dengan melakukan
kerjasama dengan pihak ketiga.32
Tujuan penguasaan oleh negara (pemerintah) adalah agar kekayaan nasional
tersebut dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran seluruh rakyat
Indonesia. Dalam bidang pertambangan, penguasaan negara dalam lingkup
pengusahaan (hak pengusahaan) tidak hanya menjadi monopoli pemerintah saja,
tetapi juga diberikan hak kepada orang dan/atau badan hukum untuk
mengusahakan bahan galian dalam wilayah hukum pertambangan di Indonesia.
Namun yang perlu ditegaskan bahwa dalam hal pengalihan dan hak penguasaan,
negara dapat menggunakan Pertambangan sebagai salah satu industri yang masuk
ke dalam kelompok sumber daya alam, berpotensi menjadi instrumen penting
dalam mencapai kemakmuran rakyat.33
Pemerintah Indonesia tetap harus konsisten memegang amanat penggunaan
sebesar-sebesarnya kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat sebagaimana diatur
dalam Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945, UU Minerba, dan peraturan
pelaksanaannya, serta ketentuan yang diberlakukan harus mengacu atau sejalan
dengan nafas Pasal 33 UUD 1945 tersebut. DPR dalam hal ini memiliki peran
penting melalui pelaksanaan fungsi pengawasan dengan terus memberikan
dukungan kepada pemerintah untuk memperjuangkan kepentingan negara.
32 Dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara, dalam
https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2009/4TAHUN2009UU.HTM diunduh pada tanggal 12
Mei 2019 pukul 11.38
33 Marulak Pardede, Implikasi Hukum Kontrak Karya Pertambangan terhadap
Kedaulatan Negara,….h. 7
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis mengambil
kesimpulan bahwa:
1. Dalam kebijakan penanaman modal sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang perubahan UU 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing di Indonesia ditetapkan kebijakan
penanaman modal di Indonesia sebagai dasar atau landasan bagi pemerintah
untuk mengatur dan mengarahkan, serta mengembangkan penanaman modal
di Indonesia dalam hal ini PT Freeport Indonesia. Adanya pembaruan
kebijakan penanaman modal tersebut memberi batasan dan arahan terhadap
suatu tindakan atau perbuatan pemerintah untuk melakukan suatu hal yang
berkenaan dengan kepentingan negara. Berkenaan dengan kebijakan
penanaman modal asing di Indonesia, berimplikasi pada pengembalian
martabat konstitusi UUD 1945 yang selama ini memaksa kedaulatan negara
untuk tunduk terhadap korporasi asing.
2. Kebijakan pemerintah merubah KK menjadi IUPK menunjukan langkah
strategis pemerintah untuk menjaga kedaulatan negara dari para tangan
asing. Sesuai dengan teori kedaulatan negara menurut Richard Foley, wujud
nyata perubahan KK menjadi IUPK berimplikasi langsung pada penguatan
peran negara. Ditegaskan dalam UU Nomor 4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batu Bara eksistensi negara sebagai pemilik
wilayah menjadi berdaulat sehingga bisa menuntut korporasi menaikkan
penerimaan negara dan kewajiban pembangunan smelter agar industri dalam
negeri mekar. Melalui IUPK, peran negara menguat seperti yang
diperintahkan konstitusi UUD 1945 yang mengamanatkan pertambangan
strategis harus dikendalikan negara untuk kesejahteraan rakyat.
69
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, bahwa terkait paradigm baru kebijakan
penanaman modal asing PT Freeport Indonesia:
1. Penulis memberikan saran kepada pemerintah Indonesia untuk terus
mengawal jalannya pengusahaan pertambangan dalam hal ini Freeport
Indonesia.
2. Mengenai UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batu bara yang saat ini sedang di revisi. Pemerintah lebih memperhatikan isi
dari UU tersebut agar disetiap isinya lebih mendetail dari UU minerba
sebelumnya, mulai dari masuknya Holding Minerba, tata cara penetapan
wilyah pertambangan, hingga perubahan kewenangan dari pemerintah
kota/kabupaten ke pemerintah provinsi yang menggunakan istilah umum
sebagai pemerintah daerah.
70
DAFTAR PUSTAKA
A, Mangunhardjana. 1997. Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z. Kanisius.
Jogjakarta.
Adam, Hasanuddin Yusuf. 2006. Elemen-Elemen Politik Islam, cet ke-I. AK
Group Bekerjasama dengan Ar-Raniry Press, Darussalam Banda Aceh.
Yogyakarta.
Adi, Arianto. 2004. Metode Penelitian Sosial dan Hukum. Granit. Jakarta.
Adolf, Huala. 1997. Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar. Rajawali
Press. Jakarta.
Asshidiqie, Jimly. 2008. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia: Pasca
Reformasi. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.
2006. Konstitusi dan Kostitusionalitas Indonesia, Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. Jakarta.
Azhary, M. Tahir. 1992. Negara Hukum. Bulan Bintang. Jakarta.
Bodin, Jean. 2002. Scott Gordon, Controlling the state: constitutionalism from
ancient Athens to today. Harvard University Press. Paperback Edition.
Cambridge USA.
Chapra, F. 1989. The Possibility of Naturalisme. Harvester Wheatsheaf. New
York.
D, Lee dan Smith N. 2010. Small State Discourses in the International Political
Economy. Third World Quarterly.
Dwidjowijoto, Nugroho. 2008. Manajemen Pemberdayaan. Sebuah Pengantar
dan Panduan Untuk Pemberdayaan Masyarakat. Elex Media Komputindo.
Jakarta.
Folsom, Ralph H, Michael W. Gordon and John A. Spanogle, Jr. 2005. Principles
of International Bussines Transactions, Trade, and Economic Relations.
Thomson West.
Friedrich, Carl J. 1963. Man and His Government. McGraw-Hill. New York.
Haluk, Markus. 2014. Menggugat Freeport Suatu Jalan Penyelesaian Konflik.
71
Penerbit Deiyai. Jayapura.
Hasiman, Ferdy. 2019. Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara. PT. Kompas
Media Nusantara. Jakarta.
Hatta, Mohammad. 1977. Penjabaran Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Mutiara. Jakarta.
Hayati, Tri, dkk. 2005. Konsep Penguasaan Negara di Sektor Sumber Daya Alam
berdasarkan Pasal 33 UUD 1945. Sekretariat Jenderal MKRI dan CLGS
FHUI. Jakarta.
Ika, Syahrir. 2017. Kebijakan Hilirisasi Mineral: Reformasi Kebijakan untuk
Meningkatkan Penerimaan Negara. Kajian Ekonomi Keuangan Negara.
J, McCormick J. 2007. The European Superpower. Palgrave Macmillan. New
York.
Jones, Charles O. 1970. An Introduction to the Study of Public Policy. Wadswort.
Belmont.
Kairupan, David. 2014. Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia.
Kencana Prenada Media. Jakarta.
Kertikasari, Sri Surani Dkk. 2012. Ekologi Papua: Seri Ekologi Indonesia Jilid
VI. Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan Conservation International.
Jakarta.
Kuhn, T.S. 1962. The Structure of Scientific Revolution. Peran Paradigma Dalam
Revolusi Sains. Edisi Terjemahan. Rosda Karya. Bandung.
Kusumaatmadja, Mochtar. 1996 Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan
(Kumpulan Karya Tulis). Alumni. Bandung.
Maimunah, Siti. 2006. Freeport: Bagaimana Pertambangan Emas dan Tembaga
Raksasa Menjajah Indonesia. JATAM dan WALHI. Jakarta.
Manan, Bagir. 1995. Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara.
Mandar Maju. Bandung.
Mauna, Boer. 2008. Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam
Era Dinamika Global. PT. Alumni. Jakarta.
Mugerwa, Nkambo. 1968. Subjects of international Law, Edited by Max
72
Sorensen. Mac Millan. New York.
Notonagoro. 1984. Politik Hukum dan Pembangunan Agraria. Bina Aksara.
Jakarta.
Panetto, Abdul Rachman. 1981. Peranan Pemerintah Dalam Kegiatan Dan
Kehidupan Ekonomi, dalam Abdul Madjid dan sri-Edi Swasono, Wawasan
Ekonomi Pancasila. Penerbit UI. Jakarta.
Qureshi, Asif H. dan Andreas R. Zileger. 2007. International Economic Law,
Sweet & Maxwell. London.
Rakhmawati, Rosyidah. 2003. Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam
Menghadapi Era Global. Bayumedia Publishing. Malang.
Saleng, Abrar. 2004. Hukum Pertambangan .UII Press. Yogyakarta.
Shimpson, AS Bradley R. 2011. Ekonomi dengan Guns: Amerika Serikat, CIA
dan Munculnya Pembangunan Rezim Orde Baru yang Otoriter. Gramedia.
Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 2015. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta.
Sornajarah, M. 2004. The International Law Foreign Investment 2nd, Cambridge.
Supancana, Ibr. 2008. Hak Penguasaan Negara Terhadap Sumber Daya Alam UU
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Jakarta. Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia
Trihastutik, Nanik. 2014. Tanah Tambang dan Masyarakat Hukum Adat. Idept
Publishing. Bandar Lampung .
Untung, Hendrik Budi. 2010. Hukum Investasi Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta.
Wahab, Solichin Abdul. 2005. Analisis Kebijakan: dari Formulasi ke
Implementasi Kebijakan Negara Bumi Aksara. Jakarta.
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Pressindo.
Yogyakarta.
Wiratno, R, dkk. 1958. Ahli-Ahli Pikir Besar tentang Negara dan Hukum. PT.
Pembangunan. Jakarta.
Yamin, Muhammad. 1954. Proklamasi dan Konstitusi. Djembatan. Jakarta.
Yunus, M. Mahmud. 1989. Kamus Arab-Indonesia. Yayasan Penyelenggara
73
Penterjemahan Al-Qur’an. Jakarta.
JURNAL
Alvian, Rizky Alif. Teori Imperialisme Baru dan Debat Marxisme-Realisme
dalam Ilmu Hubungan Internasional, Jurnal Politik Internasional Vol. 18
No. 1
Foley, Richard. Plato‟s undividable line contradiction and method in
Republic VI. Journal of the History of Philosophy Gillette.
Pardede, Marulak. 2018. , Implikasi Hukum Kontrak Karya Pertambangan
terhadap Kedaulatan Negara, Jurnal Penelitian Hukum. Jakarta. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hukum.
Payadna, Dwi Kherisna dan I Wayan Suarbha. Kewenangan Pemerintah
Daerah dalam mengelola Sumber Daya Alam. Jurnal Fakultas Hukum
Universitas Udayana. Bali.
Nefi, Arman, Irawan Malebra, dan Dyah Puspita Ayuningtyas. 2018.
Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia Pasca UU
No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Jurnal
Hukum & Pembangunan 48 No. 1
WEBSITE
http://www.indoshe.com/arti-fungsi-dan-pengertian-smelter-pertambangan/
http://esdm.go.id/index.php/ publikasi/list_publikasi/1004
https: //finance .detik .com/energi/d-3428820/kontrak-karya-dan-iupk-jadi-akar-
masalah-freeport-apa-bedanya
https: //www. kpk. go. id/images /pdf/ laptah /Laporan %20Tahuna
n%20KPK%202014.pdf
74
https://cnbcinonesia.com/news
https://e-dokumen.kemenag.go.id/files/WE8qkJdK1346383974.pdf
https://ekonomi.kompas.com/read/2013/05/23/17513927/freeport.pastikan.tutup
.tambang.terbuka.terbesar.di.dunia
https://m.detik.com/finance/energi/d4113404
https://mediaindonesia.com/read/detail/178536-mengembalikan-kedaulatan-di-
tanah-papua
https://ptfi.co.id
https://rocketmanajemen.com/definisi-paradigma/
https://suara.com>bisnis
https://westpapua.net/docs/books/boo1/part3
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/kesepakatan-final
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
UU RI Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing
UU Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan
Undang- Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambanagan Mineral dan
Batubara (minerba)
Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2017 perubahan keempat atas Peraturan
Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara
75
CURRICULUM VITAE
TRINI DIYANI lahir 28 Februari 1997 di Brebes Jawa
Tengah. Alumnus SDN 09 Pagi Pejaten Timur Jakarta
Selatan (2003-2009). Penulis melanjutkan pendidikan
sekolah menegah pertama di SMPN 273 Jakarta (2009-
2012), kemudian penulis menyelesaikan pendidikan
madrasah aliyah di MAN 13 Jakarta (2012-2015).
Sewaktu di SMP penulis menjuarai beberapa
perlombaan tarik suara se-DKI Jakarta yang
diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Di Aliyah Penulis menjuarai Karya Tulis Ilmiah Nasional dan
Internasional. Penulis pernah membuat Essay Tax National yang diselenggarakan
oleh Universitas Indonesia (2013), kemudian membuat Karya Tulis Ilmiah Al-
Qur’an yang diselenggarakan Universitas Brawijaya Malang (2014). Saat ini
penulis tengah menyelesaikan pendidikan jenjang Strata Satu pada program studi
Hukum Tata Negara (2015-2019). Di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta penulis pernah membuat beberapa jurnal salah satunya
tentang “Implementasi Whistleblowing System Sebagai Upaya Menumbuhkan
Kepercayaan Politik Terhadap Lembaga DPR RI (2017)”.