pathway asma
TRANSCRIPT
KEGAWATDARURATAN SISTEM PERNAPASAN
Posted on 26 Agustus 2009 by b11nk
PENDAHULUAN
Istilah pernafasan yang lazim digunakan mencakup 2 proses : pernafasan luar
(eksterna) yaitu penyerapan oksigen dan pengeluaran karbondioksida dari tubuh
secara keseluruhan serta pernafasan dalam (interna), yaitu penggunaan oksigen
dan pembentukan karbondioksida oleh sel-sel serta pertukaran gas antara sel-sel
tubuh dengan media cair sekitarnya. Sistem pernafasan terdiri dari organ
pertukaran gas (paru-paru) dan sebuah pompa ventilasi paru. Pompa ventilasi
terdiri dari dinding dada, otot-otot pernafasan, pusat pernafasan diotak yang
mengendalikan otot pernafasan.
B. FUNGSI PARU
Pada keadaan istirahat, frekuensi pernafasan manusia normal berkisar antara 12 –
15 kali permenit. Satu kali pernafasan , 500 ml udara, atau 6 – 8 L udara per menit
dimasukan dan dikeluarkan dari paru-paru. Udara ini akan bercampur dengan gas
yang terdapat dalam alveoli, dan selanjutnya oksigen masuk ke dalam darah di
kapiler paru, sedangkan karbondioksida masuk ke dalam alveoli, melalui proses
difusi sederhana. Dengan cara ini, 250 mL oksigen per m,enit masuk ke dalam
tubuh dan 200 mL karbondioksida akan dikeluarkan.
C. KEGAWATDARURATAN SISTEM PERNAFASAN
ASMA BRONCHIALE
Pengertian
Penurunan fungsi paru dan hiperresponsivitas jalan napas terhadap berbagai
rangsang. Karakteristik penyakit meliputi bronkhospasme, hipersekresi mukosa
dan perubahan inflamasi pada jalan napas.(Campbell. Haggerety,1990; orsi 1991).
Banyak orang mengabaikan keseriusan penyakit ini. Perawatan di RS sering kali
karena akibat dari pengabaian tanda penting ancaman serangan asma dan tidak
mematuhi regimen terapeutik. Status asmatikus mengacu pada kasus asma yang
berat yang tak berespon terhadap tindakan konvensional. Ini merupakan situasi
yang mengancam kehidupan dan memerlukan tindakan segera.
A. Patofisiologi.
Alergen masuk kedalam tubuh, kemudian allergen ini akan merangsang sel B
untuk menghasilkan sat anti. Karena terjadi penyimpangan dalam system
pertahanan tubuh maka terbentuklah imoglobulin E (Ig. E).Pada penderita alergi
sangat mudah memprouksi Ig. E. dan selai beredar didalam daerah juga akan
menempel pada permukaan basofil dan mastosit.Mastosit ini amat penting dalam
peranannya dalam reaksi alergi terutama terhadap jaringan saluan nafas, saluran
cerna dan kulit.
Bila suatu saat penderita berhubungan dengan allergen lagi, maka allergen akan
berikatan dengan Ig.E yang menempel pada mastosit, dan selanjutnya sel ini
mengeluarkan sat kimia yang di sebut mediator ke jaringan sekitarnya. Mediator
yang dilepas di sekitar rongga hidung akan menyebabkan bersin – bersin dan
pilek. Sedangkan mediator yang dilepas pada saluran nafas akan menyebabkan
saluran nafas mnengkerut, produksi lendir meningkat, selaput lendir saluran nafas
membengkak dan sel – sel peradangan berkumpul di sekitar saluran nafas.
Komponen – komponen itu menyebabkan penyimpitan saluran nafas.
B. Faktor pencetus.
Alergen
Infeksi saluran nafas
Ketegangan jiwa Alrgen
Infeksi saluran nafas
Ketegangan jiwa
Kegiatan jasmani
Obat – obatan
Polusi udara
Lingkungan kerja
Lain – lain
C. Etiologi.
Dua tipe dasar imunologik dan non imunologik .Asma alergik ( disebut
ekstrinsik ) terjadi pada saat kanak – kanak terjadi karena kontak dengan elergan
dengan penderita yang sensitive.
Asma non imunologik atau non alergik ( di sebut instrinsik ), biasanya terjadi
pada usia diatas 35 tahun. Serangan dicetuskan oleh infeksi pada sinus atau
cabang pada bronchial.
Asma campuran yang serangannya diawali oleh infeksi virus atau bacterial atau
oleh allergen. Pada saat lain serangan dicetuskan oleh factor yang berbeda atau
juga dapat di cetuskan oleh perubahan suhu dan kelembaban, uap yang
mengiritasi, asap, bau – bauan yang kuat, latihan fisik dan stress emosional.
D. Pemeriksaan penunjang.
Test fungsi paru ( Spirometer )
Foto thorax
Pemeriksaan darah (DL, BGA)
Test kulit
Test Provokasi bronkhial
monitor elektronik
E. Manifestasi klinik
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajad hiperaktifitas
bronkus.Obstruksi jalan nafas dapat revesible secara spontan maupun dengan
pengobatan.
Gejala asma antara lain :
a. Bising mengi ( weezing ) yang terdengar atau tanpa stetoskop
b. Batuk produktif, sering pada malam hari
c. Sesak nafas
d. Dada seperti tertekan atau terikat
e. Pernafasan cuping hidung
F. Terapi
1. Oksigen 4 – 6 liter / menit
2. Agonis B2 ( salbutamol 5 mg atau feneterol 2,5 mg atau terbulatin 10 mg )
intalasi nebulasi dan pemberiannya dapa diulang setiap 20 menit sampai 1 jam.
Pemberian agonis B2 dapat secara subcutan atau iv dengan dosis salbutamol 0,25
mg atau terbulatin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5 % dan diberikan perlahan.
3. Aminofilin bolus iv 5 – 6 mg / kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam
12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100 – 200 mg iv jika tak ada respon segera atau
pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
G. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
1. Pengkajian
a. Keluhan :
- Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus
- Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang
- Batuk dengan sekret lengket
- Berkeringat dingin
- Terdengar suara mengi / wheezing keras
- Terjadi berulang, setiap ada pencetus
- Sering ada faktor genetik/familier
b. Airway
- Inspeksi jalan nafas : sumbatan lendir, lidah, benda asing
- Auskultasi : suara sumbatan jalan nafas, whesing, mengi.
c. Breathing
- Saat serangan anak tampak gelisah, sesak nafas tak ada perubahan dg merubah
posisi
- Respirasi rate sedikit meningkat dengan ekspirasi diperpanjang
d. Cirkulasi
- Kadang disertai sianosis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Pola nafas tidak efektif
c. Kecemasan berhubungan dengan ancaman kematian (sesaka nafas akibat
serangan ashma)
http://b11nk.wordpress.com/2009/08/26/kegawatdaruratan-sistem-pernapasan/
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan
oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas).
(Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer
Suzanne : 2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit
gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai
dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan
psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-
otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya
kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga
terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh
berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan
ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi
darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu
yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit
atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma.
Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya
faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan
fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing.
Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang
sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan
tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan
menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang
kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak
letih, takikardi.
Klasifikasi Asma
Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh
alergi seperti debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien
dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan
riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik
dengan alergen.
Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi
dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus
terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan
sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emfisema, selain alergi juga dapat
terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.
Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas
b. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan
maupun penjelasan penyakit.
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a. Pengobatan dengan obat-obatan
Seperti :
1) Beta agonist (beta adrenergik agent)
2) Methylxanlines (enphy bronkodilator)
3) Anti kolinergik (bronkodilator)
4) Kortikosteroid
5) Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1) Oksigen 4-6 liter/menit.
2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg)
inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam.
Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5%
diberikan perlahan.
3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12
jam.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau
klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
c.Pemeriksaan Penunjang :
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a. Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3) Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi
dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam
tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks,
atelektasis, gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga.
Asuhan Keperawatan pada Klien Asma
Pengkajian
a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2) riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3) Status mental : lemas, takut, gelisah
4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan fisik
Dada
1) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
3) Keabnormalan struktur Thorax
4) Contour dada simetris
5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
6) RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
1) Temperatur kulit
2) Premitus : fibrasi dada
3) Pengembangan dada
4) Krepitasi
5) Massa
6) Edema
Auskultasi
1) Vesikuler
2) Broncho vesikuler
3) Hyper ventilasi
4) Rochi
5) Wheezing
6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi :
a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c) Tes provokasi bronkial
Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila
tidak dilakukan test spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi
histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin
dan inhalasi dengan aqua destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam
tubuh.
4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8) Pemeriksaan sputum.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 :
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing
berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas.
Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas
(asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat
dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk
pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan
untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia,
sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.
Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal,
batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan
pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan
ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan
- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan
kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik,
klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit,
berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien
dalam asuhan keperawatan.
3. Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya
nutrisi.
4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
6. Kolaborasi
- Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
- Berikan obat sesuai indikasi.
- Vitamin B squrb 2×1.
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
- Antiemetik rantis 2×1
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.
Diagnosa 4 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri,
kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.
2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan
meja atau bantal.
4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
Diagnosa 5 :
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
Kriteria hasil :
Mencari tentang proses penyakit :
- Klien mengerti tentang definisi asma
- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma
- Klien mengerti komplikasi dari asma
Intervensi :
1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan
harapan kesembuhan.
Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas
dan masalah berlebihan.
2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk
mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.
3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk
kambuh dari penyakitnya.
4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan
kesehatan.
Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah
meminimalkan komplikasi.
5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan,
misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada
patogen.
Evaluasi
a. Jalan nafas kembali efektif.
b. Pola nafas kembali efektif.
c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-asma/