patogenesis terjadinya penyakit periapikal meliputi respon inflamasi dan imun (periodontitis...

14
PATOGENESIS TERJADINYA PENYAKIT PERIAPIKAL MELIPUTI RESPON INFLAMASI DAN IMUN (PERIODONTITIS APIKALIS, ABSES APIKALIS, GRANULOMA, DAN KISTA RADIKULAR) Inflamasi adalah respon fisiologis tubuh terhadap suatu peradangan dan gangguan oleh faktor eksternal. Inflamasi terbagi menjadi dua yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut adalah proses peradangan yang berlansung relatif singkat, dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan perubahan vaskular, eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi suatu inflamasi kronis jika agen penyebab peradangan masih tetap ada. Inflamasi kronis adalah respon proliferatif dimana terjadi proliferasi fibroblas, endotelium vaskuler, dan infiltrasi sel mononuklear (limfosit, sel plasma dan makrofag). Respon peradangan meliputi suatu perangkat kompleks yang mempengaruhi perubahan vaskular dan selular. Bakteri dapat masuk ke dalam pulpa dengan tiga cara: Pertama, invasi langsung melalui dentin, seperti karies, fraktur mahkota atau akar, terbukanya pulpa pada waktu preparasi kavitas, atrisi, abrasi, erosi atau retak pada mahkota. Kedua, invasi melalui pembuluh darah atau limfatik terbuka yang ada hubungannya dengan penyakit periodontal, suatu kanal aksesori pada daerah furkasi, infeksi gusi, atau scaling gigi-gigi. Ketiga, invasi melalui darah, misalnya selama penyakit infeksius atau bakteremia transient. Bakteri dapat menembus dentin pada waktu preparasi kavitas karena kontaminasi lapisan smear karena bakteri pada tubuli dentin terbuka disebabkan oleh proses karies dan masuknya bakteri karena tindakan operatif yang tidak bersih. Oleh sebab itu, tubuh menanggulangi dengan adanya sistem pertahanan diri yang mampu mengeliminir dan menetralkan antigen serta zat-zat yang dihasilkannya. Imunologis adalah cabang ilmu biomedis yang berkaitan dengan respon organisme terhadap penolakan antigen, pengenalan diri sendiri ( self ) dan bukan dirinya (nonself) , serta semua efek biologis, serologis, dan kimia fisika fenomena imun. Pada penyakit periapikal, respon imun spesifik yang berperan adalah humoral dan seluler, sementara respon imun nonspesifik pada sistem imun humoral adalah reaksi antigen dan antibodi yang membentuk komplemen.

Upload: resty-wahyu-veriani

Post on 30-Dec-2015

1.040 views

Category:

Documents


38 download

DESCRIPTION

added on March 6th, 2014

TRANSCRIPT

PATOGENESIS TERJADINYA PENYAKIT PERIAPIKAL MELIPUTI RESPON

INFLAMASI DAN IMUN (PERIODONTITIS APIKALIS, ABSES APIKALIS,

GRANULOMA, DAN KISTA RADIKULAR)

Inflamasi adalah respon fisiologis tubuh terhadap suatu peradangan dan gangguan oleh faktor

eksternal. Inflamasi terbagi menjadi dua yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi

akut adalah proses peradangan yang berlansung relatif singkat, dari beberapa menit sampai

beberapa hari, dan ditandai dengan perubahan vaskular, eksudasi cairan dan protein plasma

serta akumulasi neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi suatu

inflamasi kronis jika agen penyebab peradangan masih tetap ada. Inflamasi kronis adalah

respon proliferatif dimana terjadi proliferasi fibroblas, endotelium vaskuler, dan infiltrasi sel

mononuklear (limfosit, sel plasma dan makrofag). Respon peradangan meliputi suatu

perangkat kompleks yang mempengaruhi perubahan vaskular dan selular.

Bakteri dapat masuk ke dalam pulpa dengan tiga cara: Pertama, invasi langsung melalui

dentin, seperti karies, fraktur mahkota atau akar, terbukanya pulpa pada waktu preparasi

kavitas, atrisi, abrasi, erosi atau retak pada mahkota. Kedua, invasi melalui pembuluh darah

atau limfatik terbuka yang ada hubungannya dengan penyakit periodontal, suatu kanal

aksesori pada daerah furkasi, infeksi gusi, atau scaling gigi-gigi. Ketiga, invasi melalui

darah, misalnya selama penyakit infeksius atau bakteremia transient. Bakteri dapat

menembus dentin pada waktu preparasi kavitas karena kontaminasi lapisan smear karena

bakteri pada tubuli dentin terbuka disebabkan oleh proses karies dan masuknya bakteri karena

tindakan operatif yang tidak bersih. Oleh sebab itu, tubuh menanggulangi dengan adanya

sistem pertahanan diri yang mampu mengeliminir dan menetralkan antigen serta zat-zat yang

dihasilkannya.

Imunologis adalah cabang ilmu biomedis yang berkaitan dengan respon organisme terhadap

penolakan antigen, pengenalan diri sendiri (self) dan bukan dirinya (nonself) , serta semua

efek biologis, serologis, dan kimia fisika fenomena imun. Pada penyakit periapikal, respon

imun spesifik yang berperan adalah humoral dan seluler, sementara respon imun nonspesifik

pada sistem imun humoral adalah reaksi antigen dan antibodi yang membentuk komplemen.

RESPON INFLAMASI PADA PERIAPIKAL

Inflamasi pada jaringan periapikal sama seperti pada jaringan konektif lainnya,

dimana inflamasi ini melibatkan faktor vaskular dan selular. Perubahan vaskular

mengakibatkan peningkatan aliran darah (vasodilatasi) dan perubahan struktural yang

memungkinkan protein plasma untuk meninggalkan sirkulasi (peningkatan permeabilitas

vaskular). Leukosit yang pada mulanya didominasi oleh neutrofil, melekat pada endotel

melalui molekul adhesi, kemudian meninggalkan mikrovaskular dan bermigrasi ke tempat

cedera di bawah pengaruh agen kemotaktik. yang kemudian diikuti dengan fagositosis.

Perubahan pada vaskular dan selular yang terjadi dapat disebabkan oleh efek langsung dari

iritan, namun sebagian besar karena adanya bermacam-macam zat yang disebut mediator

kimia. Mediator reaksi inflamasi meliputi neuropeptid, peptid fibrinolitik, kinin, fragmen

komplemen, amin vasoaktif, enzim lisosom, metabolit asam arakidonat dan sitokin.

Inflamasi periapikal disebabkan karena toksin bakteri dari pulpa nekrotik, zat-zat

kimia seperti bahan irigan, restorasi yang hiperoklusi, instrumentasi yang berlebihan, dan

keluarnya material obturasi ke jaringan periapeks. Respon jaringan periapikal terhadap

inflamasi terbatas pada ligamen periodonsium dan tulang spongiosa. Hal ini diawali oleh

respon neuro-vaskular. Neuropeptid berperan penting dalam patogenesis patosis periradikuler

yaitu dengan menghubungkan aksi saraf sensoris dan pembuluh darah. Ada dua jenis serabut

saraf yaitu A-delta dan C yang menginervasi jaringan periradikular. Ketika mengalami

stimulasi, bagian terminal dari sel saraf ini akan melepaskan beberapa neuropeptid yaitu

substansi P (SP), calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan neurokinin A (NKA).

Selajutnya sel-sel radang tertarik ke daerah radang karena adanya kerusakan jaringan, produk

bakteri berupa lipopolisakarida (LPS) dan faktor komplemen (C5a).

Pada tahapan ini, substansi P (SP) menstimulasi sel mast untuk menghasilkan

histamin. Histamin berfungsi dalam memberikan reaksi anafilaksis, sehingga pembuluh darah

mengalami vasodilatasi. Vasodilatasi tersebut menyebabkan permeabilitas vaskular

meningkat, sehingga darah yang tersuplai di daerah invasi bakteri meningkat.

Ketika infeksi terlibat, neutrofil melawan mikoorganisme secara fagosit. Neutrofil

secara efektif membunuh ekstraseluler mikroba. Selain itu, neutrofil juga melepaskan

leukotrien dan prostaglandin. Prostaglandin dihasilkan melalui aktivasi jalur siklooksigenase

metabolisme asam arakidonat. Prostaglandin yang paling berperan dalam suatu proses

inflamasi adalah PGE2, PGD2, dan PGI2. (prostasiklin). PGE2 dan PGI2 menyebabkan

peningkatan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular, selain itu juga aktivator yang poten bagi

osteoclast. PGE2 juga terlibat dalam hyperalgesia dan demam. Menurut penelitian, jumlah

PGE2 akan meningkat pada kasus-kasus simptomatik.

Aktivasi jalur lipooksigenase metabolisme asam arakidonat menghasilkan leukotrien.

Polimorfonuklear leukosit (PMN) dan sel mast adalah sel utama penghasil leukotrien.

Leukotrien B4 (LTB4) potensial untuk kemotaktik PMN dan menyebabkan adhesi PMN ke

dinding endotel. Leukotrien lainnya seperti LTC4, LTD4 dan LTE4 adalah faktor kemotaksis

untuk eosinofil dan makrofag, meningkatkan permeabilitas vaskular, dan menstimulasi

pelepasan lisozim dari PMN dan makrofag. LTB4 dan LTC4 ditemukan pada lesi

periradikuler dengan konsentrasi tinggi pada kasus-kasus simptomatik.

Neutrofil dan makrofag yang mati pada daerah radang, mengeluarkan enzim lisosom

dari granul sitoplasma yang menyebabkan kerusakan matriks ekstraselular dan sel. Kerusakan

jaringan tersebut mencegah perluasan infeksi ke bagian tubuh lainnya. Enzim ini juga

mengakibatkan permeabilitas vaskular menjadi meningkat, membebaskan bradikinin, dan

mengubah C5 menjadi C5a yang merupakan agen kemotaktik yang poten. Selama fase akut,

makrofag juga terlihat pada daerah periapeks. Makrofag yang teraktivasi menghasilkan

berbagai mediator seperti pro-inflamatori (IL-1, IL-6 dan TNF), sitokin kemotaktik (IL-8),

PGE2, PGI2, dan leukotrien B4, C4, D4, dan E4. Sitokin meningkatkan respon vaskular,

resorpsi tulang, dan degradasi matriks ekstraselular. Periodontitis apikalis akut memiliki

beberapa outcome, diantaranya penyembuhan secara spontan, kerusakan lebih lanjut pada

tulang (abses aloveolar), fistula atau pembentukan sinus tract, atau menjadi kronis.

Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka

imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme

pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem

imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen.

Sentral respons imun terletak pada peran dan fungsi limposit T, terutama sel T CDE4

(Th) setelah diproses oleh APC (Antigen Presenting Cells) seperti makrofag, sel langerhans

dan sel dendritik, antigen akan di sajikan pada sel Th oleh APC. Akibatnya sel Th akan

teraktivasi, dan ini merupakan picu bangkitnya respons imun yang lebih kompleks, baik

seluler maupun humoral untuk mengaktifasi sel Th dibutuhkan sedikitnya dua sinyal. Sinyal

pertama untuk mengikat reseptor antigen sel T pada komplek antigen MHC kelas dua (HLA)

yang berada pada permukaan APC dan sinyal kedua berasal dari interleukin (IL-1), suatu

protein terlarut yang dihasilkan oleh APC. Sel Th yang sudah tersensitisasi antigen akan,

mengaktifkan sel Tcyang berfungsi menghancurkan selasing. Sel T memori yang mempunyai

daya ingat, dan sel B sebagai mediator imunitas humoral. Sel Tc yang sudah teraktifasi akan

melepaskan sitotoksin yang berfungsi menghasilkan sel target.

Bersamaan dengan rangsangan antigen terhadap sel Th, sel B juga akan tersentisisasi

antigen. Aktivasi lengpkap sel B memerlukan sinyal tambahan dari sel Th berupa mediator

limfokin, yaitu Cell growth factor (BCGF) yang akan merangsang proliferasi sel B dan Cell

differentiation factor (BCDF) yang berfungsi menginduksi differensiasi sel B menjadi sel

plasma. Sebagai sel B yang ber proliferasi tidak mengalami diferensiasi, berubah menjadii sel

B memori. Sel plasma hasil diferensiasi sel B akan bertindak sebagai penghasil antibodi. Bila

kebutuhan anti bodi sudah terpenuhi produksinya oleh sel plasma akan di tekan oleh sel Ts

dengan demikian, terlihat bahwa produksi antibody oleh sel plasma diatul oleh salah sel T

regulator. Pada subjek yang mengalami flare up dan apikal abses akut, kadar IgE di dalam

serum meningkat yang diikuti kenaikan kadar histamin. Akibatnya permeabilitas kapiler

meningkat sehingga terjadinya udema dan pembengkakn pada daerah ini. Peningkatan kadar

IgE di dalam serum juga terjadi pada periapikal abses kronis, sehingga pada mulanya

kelainan ini dianggap aplikasi sistemik. Namun, ada yang menunjukkan hasil sebaliknya

dengan perkiraan bahwa lesi periapikal kronis terjadi secara lokal tanpa adanya kadar IgE di

dalam sirkulasi.

Interaksi antigen dengan antibodi, akan membantu kompleks imun yang akan

mengaktifkan system komplemen secara lengkap. Aktivasi system komplemen ini dapat

melalui jalur klasik atau jalur alternative tergantung lokasi dan jenis antigennya selain itu,

makrofag dan PMN neutrofil juga di tarik kearah konflek imun tersebut. Proses selanjutnya

adalah lisisnya sel target atau antigen karena aktivitas system komplemen, makrofag, dan

PMN.

Reaksi tipe I merupakan respon anafilaksis, yaitu antigen dan antibodi akan

mengaktivasi sel mast mengekskresikan histamin. Histamin tersebut berperan dalam proses

vasodilatasi. Sehingga, tipe I ini merupakan reaksi alergen yang cepat.

Pada reaksi tipe II (sitotoksik) terdapat interaksi antigen dengan antibodi, akan

membentuk kompleks imun yang akan mengaktifkan sistem komplemen secara lengkap.

Aktivasi system komplemen ini dapat melalui jalur klasik atau jalur alternatif tergantung

lokasi dan jenis antigennya. Selain itu, makrofag dan PMN neutrofil juga di tarik kearah

kompleks imun tersebut. Proses selanjutnya adalah lisisnya sel target atau antigen karena

aktivitas system komplemen, makrofag dan PMN.

Pada reaksi alergi tipe III, kompleks imun akan mengaktifkan sistem komplemen

yang menyebabkan penarikan leukosit PMN dan trombosit di dalam pembuluh darah

sehingga terbentuk abses dan kerusakan membran sel periapikal. Kerusakan membran sel

jaringan periapikal. Bila membran sel rusak akan terjadi pembentukan prostaglandin (PG)

yang dapat mengakibatkan resorpsi tulang dan amplifikasi sistem kinin. Kinin akan

menyebabkan rasa sakit. Dengan adanya PG, rasa sakit akan menjadi bertambah berat. PG

juga merupakan bahan pirogen yang dapat menimbulkan demam.

Bila jaringan periapikal penjamu mengalami kesulitan dalam mengeliminasi antigen

respons CMI kronis akan diakibatkan untuk melokalisasi antigen tadi. Respons CMI ini akan

menarik banyak makrofag pada daerah tersebut. Oleh karena itu, di dalam jaringan

granuloma banyak ditemukan makrofag. Kenudian, makrofag akan melepaskan IL-1 yang

dapat merangsang pelepasan OAF, FAF (fibroblast-activating-factors) dan P. Ketiga mediator

ini sangat berperan dalam patogenesis lesi periapikal, karena dapat mengakibatkan

pembentukan granuloma dan kista. Dengan ditemukannya sel Langerhans dan makrofag di

dalam epitellium kista gigi, menunjukkan bahwa pada kelainan periapikal kronis, respons

CMI dalam bentuk reaksi alergi Tipe-IV cukup besar peranannya.

Proses selanjutnya yang terjadi adalah proses reabsorbsi tulang yang diinduksi dari

mediator inflamatori yang disekresikan oleh sel-sel seperti neutrofil, fibroblas, dan makrofag.

Prostaglandin, TNF-α, growth factor akan mengaktivasi osteoklas sehingga mengekspresikan

reseptor RANK. Akan tetapi, osteoklas ini belum dapat berfungsi, sebab belum adanya

maturasi. Inflamator mediator seperti IL-1, TNF-β, dan paratiroid hormon akan mengaktivasi

odontoblas untuk mengekspresikan reseptor RANK-ligand (RANKL). Reseptor RANKL ini

yang akan berikatan dengan reseptor RANK pada osteoklas dan menyebabkan maturasi

osteoklas. Osteoklas ini selanjutnya akan menempel pada jaringan tulang melalui reseptor

vitropectin dan menghasilkan enzim prolitik lisozom dan carbonik anhidrase yang berfungsi

mendegradasi dan mengurai mineral tulang.

Jaringan tulang tidak hanya tersusun dari jaringan anorganik namun juga terdiri dari

jaringan organik. Osteoklas berfungsi dalam meresorbsi jaringan anorganik. Sementara, peran

sebagai peresorpsi jaringan organik adalah fibroblast. Fibroblast diaktivasi melalui fibroblas

growth factor (FGF). Kemudian, fibroblas tersebut mengekskresikan matriks

metalloproteinase yang berfungsi untuk mendegradasi dan mengurai kolagen yang

merupakan jaringan organik tulang. Akhirnya, tulang teresorbsi sempurna.

Penyakit Periradikuler

Suatu reaksi inflamatori terjadi pada ligamen periodontal apical. Pada PAA terlihat leukosit

PMN dan makrofag di area terbatas pada periapeks. Kadang-kadang terdapat area kecil

nekrosis liquifaksi (abses). Pembuluh darah membesar, dijumpai leukosit PMN dan suatu

akumulasi eksudat terus memperbesar ligament periodontal dan agak memanjangkan gigi.

Bila iritasi berat dan berlanjut, osteoklas dapat menjadi aktif dan dapat terbentuk kerusakan

tulang periapikal, selanjutnya tingkat perkembangannya berupa periodontitis apikalis akut.

1. Periodontitis Apikalis Akut

Periodontitis Apikalis akut (PAA) ini merupakan penyebaran pertama dari

inflamasi pulpa ke jaringan periradikuler. Iritannya meliputi mediator inflamasi dari

pulpa yang terinflamasi ireversibel atau toksin bakteri dari pulpa nekrotik, zat-zat

kimia (seperti irigan atau disinfektan), restorasi yang hiperoklusi, instumentasi yang

berlebihan, dan keluarnya material obturasi ke jaringan periapeks. Pulpanya bisa

pulpa yang terinflamasi ireversibel atau nekrotik. Gambaran radiografi PAA adalah

penebalan ruang ligamen periodontium. Walaupun demikian, biasanya terdapat ruang

ligamen periodontium yang normal dan lamina dura yang utuh.

Gambaran histologi dari PAA adalah terlihat leukosit PMN dan makrofag di

area terbatas pada periapeks. Kadang-kadang terdapat area kecil nekrosis likuifaksi

(abses). Resorpsi tulang dan akar mungkin ada secara histologik; walaupun begitu,

resorpsi biasanya terlihat secara radiografis.

Mekanisme penyakit ini diawali ketika infeksi terjadi, neutrofil tidak hanya

menyerang dan mematikan mikroorganisme tetapi juga menghasilkan leukotrienes

dan prostaglandins. LTB4(The former) menarik lebih banyak neutrofil dan makrofag

ke area dan akhirnya mengaktifkan osteoklas. Beberapa hari kemudian tulang yang

berada di sekitar apeks akan tereabsorpsi dan dapat dideteksi area radiolusen pada

bagian periapeks. Resopsi tulang awal ini dapat dicegah dengan indomethacin yang

menghambat cyclooxygenase, yang menekan sintesis prostaglandin. Banyak neutrofil

yang mati pada daerah inflamasi dan mengeluarkan enzim dari “suicidal bags”

menyebabkan kehancuran sel dan matriks ekstraseluler. Penghancuran diri dari

jaringan pada “zona pertempuran” berguna untuk mencegah penyebaran infeksi ke

bagian tubuh lain dan juga menyediakan ruang untuk penyebaran dari bantuan yang

datang dalam bentuk sel pertahanan yang lebih terspesialisasi sebagai ........

Selama tahapan lanjut dari respon akut, makrofag mulai muncul di periapeks.

Makrofag yang aktif memproduksi berbagai macam mediator, diantaranya adalah

proinflamatori (contoh IL-1, IL-6, TNF-a) dan kemotakti sitokin (Contoh IL-8) yang

cukup penting. Sitokin tersebut meningkatkan respon dari pembuluh darah lokal,

resorpsi tulang osteoklas, degradasi yang dimediasi efektor dari matriks ekstraseluler,

dan sitokin-sitokin tersebut dapat menyebabkan tubuh menjadi peka terhadap aksi

endokrin yang meningkatkan pengeluaran dari protein fase akut dan beberapa faktor

serum dari hepatosit. Sitokin juga berperan dengan IL-6 untuk meningkatkan regulasi

produksi dari hematopoitik CSF, yang mengendalikan neutrofil dan promakrogag dari

sumsum tulang. Respon akut dapat di tingkatkan dengan formasi dari kompleks

antigen dan antibodi. Lesi akut yang awal dapat menyebabkan beberapa akibat seperti

penyembuhan secara spontan, intensifikasi lebih jauh, dan penyebaran ke tulang

(contoh abses alveolar), “point” dan pembukaan ke ekstrior (contohnya fistulasi atau

pembentukan saluran sinus) atau lesi tersebut dapat menjadi kronis.

Gambar 1. Gambaran radiografis periodontitis apikalis.

(Sumber: www.endospot.com)

2. Abses Apikalis

Abses apikalis akut adalah suatu lesi likuifaksi setempat atau difus yang

menghancurkan jaringan periradikuler. Ini adalah respons inflamasi yang parah

terhadap iritan mikroba dan nonbakteri dari pulpa nekrotik. Terkadang disertai

manifestari proses infeksi seperti meningkatnya suhu tubuh, malaise, dan leukositosis.

Gambaran histologi pada abses apikalis biasanya menunjukkan adanya lesi

destruktif setempat dari nekrosis likuifaksi yang mengandung banyak leukosit PMN

yang rusak, debris dan sisa sel serta akumulasi eksudat purulen. Di sekitar abses

terdapat jaringan granulomatosa. Secara signifikan, abses sering tidak berhubungan

langsung dengan foramen apikalis, sehingga drainasenya sering tidak bisa dilakukan

melalui akses pada gigi.

Abses periapikal umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa. Jaringan yang

terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang

berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan

pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan

setelah memfagosit bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati

inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan

nanah ini maka jaringan sekitarnya akan terdorong dan menjadi dinding pembatas

abses. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran

infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam maka infeksi bisa menyebar

tergantung kepada lokasi abses. Sel-sel darah putih yang mati seharusnya bisa

dihancurkan oleh makrofag, namun makrofag tidak sanggup menghancurkan semua

sel darah putih yang mati tersebut karena jumlahnya yang sudah terlalu banyak dan

tidak menemukan jalan keluar.Timbunan pus tersebut kemudian akan menekan sel

syaraf dan menimbulkan rangsangan nyeri. Sehingga, abses ini tergolong

symptomatik dan disebut sebagai abses apikalis akut.

Apabila pus dalam jaringan tulang tersebut dapat menembus kosrteks tulang

dan menuju jaringan lunak, maka akan membentuk penyebaran abses baru. Sehingga,

abses apikalis berkembang menjadi abses apikalis kronik.

Gambar 2. Periapikal abses. Pendarahan jaringan lunak bilateral dari palatum.

(Sumber: Oral & Maxillofacial Pathology, 2nd ed.)

Gambar 3. Periapikal abses (pasien yang sama dengan gambar 1). Terlihat adanya

overlapping radiolusen pada bagian palatum. Pada keempat insisif terlihat adanya

nekrosis pulpa.

(Sumber: Oral & Maxillofacial Pathology, 2nd ed.)

3. Granuloma

Granuloma adalah suatu pertumbuhan jaringan granulomatus yang

bersambung dengan ligament periodontal yang disebabkan oleh matinya pulpa dan

difusi bakteri dan toksin bakteri dari saluran akar ke dalam jaringan periradikular di

sekitar melalui foramen apical dan lateral. Hipergamaglobulinemia ditemukan di

dalam ekstrak granuloma demikian pula dengan sel plasma IgG,IgA, IgM.

Patogenesis yang mendasari granuloma adalah respon sistem imun untuk

mempertahankan jaringan periapikal terhadap berbagai iritan yang timbul melalui

pulpa, yang telah menjalar menuju jaringan periapikal. Terdapat berbagai macam

iritan yang dapat menyebabkan peradangan pada pulpa, yang tersering adalah karena

bakteri.

Mekanisme penyakit tersebut dimulai dengan limfosit yang teraktivasi oleh

makrofag, menyajikan fragmen antigen “terproses” pada permukaan /MHC-II

(sebagai APC), sehingga akan mengeluarkan sebagai mediator, termasuk IFN-γ, suatu

sitokin sebagai perangsanguntuk menarik monosit ke jaringan (menjadi makrofag)

dan mengaktivasi makrofag, selain memfagositosis antigen, juga mengeluarkan

mediator (IL-1dan TNF) untuk mengaktifkan limfosit, dengan demikian akan

membentuk suatu timbal balik antara makrofag dan limfosit. Makrofag kemudian

memfagosit bakteri yang menginvasi jaringan periapikal. Setelah itu, tubuh mulai

meregenerasi sel epitel. Kejadian berulang kembali dengan bakteri yang menginvasi

jaringan periapikal, lalu difagosit bakteri, dan akhirnya tubuh melakukan respon

regenerasi sel. Kejadian tersebut terus berulang sehingga memunculkan suatu jaringan

granulasi yang berbentuk seperti anggur.

Gambar 4. Granuloma periapikal. Jaringan granulasi bercampur dengan protein

inflamatori, terdiri dari limfosit, plasma sel, dan histiosit.

(Sumber: Oral & Maxillofacial Pathology, 2nd ed.)

Gambar 5. Granuloma periapikal. Besar, dengan batas radiolusen jelas dan

berhubungan dengan akar mesial dan distal dari gigi 46.

(Sumber: Oral & Maxillofacial Pathology, 2nd ed.)

4. Kista radikular

Kista adalah suatu kavitas tertutup atau kantung yang bagian dalam dilapisi

oleh epithelium dan pusatnya terisi cairan atau bahan semisolid. Pada penyakit kista

radikular, ditemukan sel kompeten imunologis yang ada pada lapisan epithelial dan

immunoglobulin yang ada pada cairan kista. Gambaran radiografis berupa adanya

radiolusen dengan ukuran tertentu. Bagian lamina dura sudah menghilang disepanjang

akar dan ada gambarat bulat radiolusen melingkari apeks gigi. Dapat terjadi resorpsi

akar.

Secara histologi, terdapat 3 tipe dari inflamatori yang serupa. Inflamatori

tersebut berada pada garis epitel berlapis skuamosa, yang mendemonstrasikan

terjadinya eksositosis, spongiosis, atau hiperplasia. Bagian lumen berisi dengan cairan

dan debris seluler. Inflamatori yang ada berupa limfosit, neutrofil, sel plasma, histosit,

dan sering kali ditemukan sel mast serta eosinofil.

Terdapat 3 tahapan dalam mekanisme terjadinya kista periradikuler. Selama

fase awal (pertama) terjadi poliferasi sel dorman dari sel malassez, dibawah pengaruh

growth factors yang dihasilkan oleh sel-sel yang bervariasi di lesi. Terdapat ekspresi

dari sitokin proinflamatory (IL-1, IL-6, IL-8, dan, TNF-a), mediator inflamatori

(PGs), kemokin, dan faktor pertumbuhan (EKG, KGF, TGF-a, FGF, HGF) pada kista

radikuler, dihasilkan dari sel host. Tingkatan yang tinggi dari molekul tersebut

memungkinkan adanya stimulasi lesi dari toksin bakteri yang didapatkan dari saluran

akar yang terinfeksi. Molekul-molekul tersebut bersinergis dan menstimulasi sel

dorman dari malassez untuk kemudian ikut dalam siklus sel dan berproliferase.

Pada fase kedua, muncul kavitas epithelium-lined. Terdapat dua hipotesa

dalam pembentukan kavitas kista. Teori pertama merupakan teori defisiensi

nutrisional. Teori ini berdasarkan asumsi bahwa sel sentral dari epithelial strands

dihilangkan dari sumber nutrisinya dan mengalami nekrosis dan degenerasi liqueaktif.

Teori kedua merupakan abses teori. Teori ini berdasarkan poliferasi epithelium. Fase

ketiga merupakan fase perbesaran kista tersebut.

Perbesaran kista radikuler diawali dengan meningkatnya permeabilitas

vaskular pada jaringan sekitarnya yang dapat diakibatkan oleh respon inflamasi

seluler, salah satunya adalah melalui pelepasan histamin oleh sel mast. Peningkatan

permeabilitas vaskular mengakibatkan meningkatnya tekanan osmotik di dalam kista,

dikarenakan banyaknya jumlah eksudat inflamasi yang terdapat dalam kista. Untuk

menyeimbangkan tekanan osmotik di dalam dan di luar kista, maka cairan dari luar

akan masuk ke dalam lumen mengakibatkan terjadinya ekpansi atau pembesaran

kista.

Kista radikular sangat erat hubungannya dengan resorpsi dari tulang alveolar.

Proses resopsi tulang alveolar terjadi karena kerja dari osteoklast yang mendegradasi

komponen organik dari tulang. Osteoklast terbentuk dari maturasi sel prekusor

oskteoklast yang distimulasi oleh interaksi antara Receptor Activator of Nuclear

Factor κ B(RANK) dan Receptor Activator for Nuclear Factor κ B Ligand(RANKL).

Interaksi antara RANK dan RANKL dapat dihalangi oleh osteoprotegerin (OPG) yang

berfungsi sebagai inhibitor agar sel prekrusor osteoklast tidak terdiferensiasi menjadi

osteoklast. Sel prekusor osteoklast yang kemudian akan terdiferensiasi menjadi

osteoklast dan mengakibatkan resorpsi tulang dihasilkan dari sel induk hematopoietik.

Diferensiasi sel induk hematopoietik distimulasi oleh macrophage colony stimulating

factor (M-CSF) yang pelepasannya distimulasi oleh sitokin dari sel host.

Gambar 6. Kista periradikular.

(Sumber: Oral & Maxillofacial Pathology, 2nd ed.)

Gambar 7. Kista periradikuler. Gambaran radiolusen berhubungan langsung dengan

insisivus sentral maksila, dengan sudah adanya resorpsi akar.

(Sumber: Oral & Maxillofacial Pathology, 2nd ed.)

Daftar Pustaka

Walton, Richard E dan Mahmou Torabinejad. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia

Edisi 3. Jakarta : EGC.

Widodo, Trijoedani. Humora Immune Response On Pulpitis. Dental Journal. 2005 : Vol (38)

: 49-51

C Yu, PV Abbott . An overview of the dental pulp: its functions and responses to

injury.Australian Dental Journal Supplement.2007;Vol(52):4-16

Chin-Lo Hahn, MS, PhD, DDS, and Frederick R. Liewehr, DDS, MS. Innate Immune

Responses of the Dental Pulp to Caries. JOE . 2007:Volume 33: 643-651

Tarigan, Rasinta. 2006. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), edisi 2. Jakarta: Penerbit EGC

Neville, B. W., Damm, D. D., Allen, C. M., Bouquot, J. E. 2002. Oral & Maxillofacial

Pathology, 2nd ed. USA: W. B. Saunders Company

Afirin, B. K. 2000. Ilmu Kesehatan Anak, vol.1, ed. 15. Jakarta: Penerbit EGC.

Kenneth, M. H., Cohen, S. 2011. Cohen’s Pathway of The Pulp, 9th ed. St. Louis: Mosby

Ingle, J.I., Baklang, L. K., Baumgartner, J. C. 2008. Ingle’s Endodontic, 6th ed.

Ontorio: BC Decker

ORAL BIOLOGI III

PATOGENESIS TERJADINYA PENYAKIT PERIAPIKAL MELIPUTI RESPON

INFLAMASI DAN IMUN (PERIODONTITIS APIKALIS, ABSES APIKALIS,

GRANULOMA, DAN KISTA RADIKULAR)

Kelompok 5

1. Priskila (04121004046)

2. Ishlah Amanda (04121004047)

3. Gusnia Ira H. (04121004048)

4. Margaret Yunita A. (04121004049)

5. Dea Meigina Kamal (04121004050)

Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M. Si.

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2014