pbl 1 kelompok 3
DESCRIPTION
pblTRANSCRIPT
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
BLOK SISTEM RESPIRASI
“FARINGITIS AKUT”
Disusun oleh :
Kelompok 3
Dev Anand Pramakrisna G1A012021
Agustin Nurul Fahmawati G1A012022
Pradnya Paramitha D. P. G1A012023
Fu'ad Anharuddin G1A012024
Muhammad Andika Er G1A012025
Isnaini Nurul Fatmawati G1A012026
Agung Maulana Rahman G1A012027
Leonnora Vern S.N G1A012028
Bela Amalia G1A012029
Supardi G1A012030
Nurul Apriliani G 1A010084
Tutor :
dr. Arini Nur Famila (PBL 1.1)
dr. Fibi Niken (PBL 1.2)
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
2014
I. PENDAHULUAN
A. Informasi 1
Seorang anak laki-laki (MR, 13 tahun) datang diantar keluarganya ke tempat praktik dokter dengan keluhan utam
demam sejak 2 hari sebelumnya. Keluhan juga disertai sakit tenggorokan dan sakit untuk menelan.
B. Informasi 2
Awalnya anak MR mengeluh badan ‘meriang’ di sekolah, oleh gurunya diantar pulang ketika diraba badannya
panas sekali. Pasien minum penurun panas yang dibeli di warung, demam turun namun segera naik lagi.
Adanya bersin, pilek, dan batuk disangkal. Anak juga tidak mengeluhkan adanya bercak kemerahan di kulit, sakit
perut, dan diare.
Pasien merupakan pelajar SMP kelas VII di sebuah SMP favorit di Purwokerto. Pasien rutin berolahraga, tidak
mempunyai kebiasaan merokok dan minum alkohol. Sekitar satu minggu ini pasien sering pulang sore karena ada
tambahan kelas dalam rangka olimpiade matematika.
Penderita belum pernah menderita penyakit serupa.
Riwayat penyakit keluarga:
- Ayah memiliki riwayat alergi udang (gatal-gatal bila makan udang).
- Ibu memiliki riwayat menderita asma.
- Kakak memiliki penyakit dengan keluhan sama.
Riwayat imunisasi dasar lengkap.
C. Informasi 3
Pemeriksaan Fisik
KU = Tampak sakit sedang, compos mentis
BB = 30 kg
Vital sign = Tekanan darah 120/70 mmHg;
Nadi 96x/menit; Respirasi 20x/menit; Suhu 39.0 ˚C
Pemeriksaan hidung: Concha hiperemis (-), secrert (-)
Pemeriksaan faring: Hiperemis (+), Eksudat (+), Eritema (-), Tonsil T1/T1,
hiperemis -/-
Pemeriksaan Leher: Limfonodi cervical teraba 2 mm, nyeri +/+
Pemeriksaan Thorax:
Paru : Inspeksi : Simetris; retraksi (-)
Palpasi : Sonor
Auskultasi : Ronchi (-)
Jantung : DBN
Abdomen : Supel, Peristaltik (+) N, Nyeri tekan (-), Hepar/Lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral dingin (-), Bercak kemerahan (-)
D. Informasi 4
Hasil pemeriksaan darah:
Hb 14 gr%, hematokrit 36%, eritrosit 4,8jt, leukosit 12.000, trombosit 250.000.
Hitung jenis 0/2/9/65/25/5
E. Informasi 5
Diagnosa : Faringitis Akut
Dengan Kriteria Mc Isaac 4, Sehingga kemungkinan besar etiologinya adalah streptococcus group A ß-hemolyticus
Tatalaksana
- Antipiretik Paracetamol 3-4 x 300 mg
- Antibiotik Amoksisilin 3 x 500 mg
- Edukasi : Kumur air hangat, istirahat.
II. PEMBAHASAN
A. Klarifikasi Istilah
1. Demam
a. Merupakan peningkatan suhu tubuh sebagai akibat dari infeksi atau peradangan, sebagai respon terhadap infeksi
mikroba (Sherwood, 2011).
b. Demam ialah suatu peningkatan suhu dalam tubuh akibat adanya gangguan dalam mekanisme pengatur panas yang
di sebabkan oleh infeksi kerusakan jaringan program dan latihan yang berlebihan (Nelson, 2006).
Klasifikasi demam (Widoyono, 2005):
a. Hipotermia : < 35,7oC
b. Normotermia : 36,5 oC sampai 37,5 oC
c. Subfebris : > 37.5 oC sampai < 38.0 oC
d. Febris : ≥ 38.0 oC
e. Hiperpireksia : ≥41,2 oC
Demam atau febris adalah kenaikan suhu tubuh yang ditengahi oleh kenaikan titik ambang regulasi panas
hipotalamus (Behrman et al, 2000). Ada beberapa tipe demam yang biasa dijumpai, yaitu (Nelwan, 2007):
a. Demam Septik
Suhu badan berangsur naik ke atas normal yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat
di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam tinggi turun ke
tingkat yang normal dinamakan demam hektik.
b. Demam Remitten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal. Perbedaan suhu yang
mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
c. Demam Intermitten
Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti terjadi
seperti itu terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan
demam disebut kuartana.
d. Demam Kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus
tinggi sekali disebut hiperpireksia.
e. Demam Siklik
Kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari
yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
2. Odinofagia
Nyeri tenggorokkan merupakan gejala yang sering dikeluhkan akibat adanya kelainan atau peradangan di
daerah nasofaring, orofaring, atau hipofaring (Rusmarjono, 2010).
3. Disfagia
Kesulitan pada saat menelan (Dorland, 2011).
B. Identifikasi Masalah
Anamnesis :
1. Identitas
Nama : An. MR
Usia : 13 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
2. Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Keluhan Utama : Demam
Onset : Sejak 2 hari yang lalu
Kualitas : -
Kuantitas : -
Kronologi : Meriang, badan panas, minum penurun panas, demam turun sebentar tapi segera naik lagi, satu
minggu pulang sore persiapan olimpiade matematika.
Faktor memperberat : -
Faktor memperingan : -
Keluhan penyerta : Sakit tenggorokkan (odinofagia), sakit untuk menelan (disfagia).
3. Riwayat penyakit dahulu (RPD) : Belum pernah sakit serupa, riwayat imunisasi dasar lengkap
4. Riwayat penyakit keluarga (RPK) :
a. Ayah memiliki riwayat alergi udang (gatal-gatal bila makan udang)
b. Ibu memiliki riwayat menderita asma
c. Kakak memiliki penyakit dengan keluhan sama
5. Riwayat sosial-ekonomi (RSE): Pelajar SMP
6. Gaya hidup : Rutin berolahraga, tidak merokok, tidak meminum alkohol.
C. Analisis Masalah
1. Jelaskan anatomi sistem pernapasan bagian atas (terutama bagian faring)!
2. Jelaskan histologi sistem pernapasan bagian atas (terutama bagian faring)!
3. Jelaskan fisiologi sistem pernapasan bagian atas (terutama bagian faring)!
4. Jelaskan patomekanisme demam dan sakit menelan!
5. Sebutkan diagnosis banding dari informasi-informasi di atas!
6. Informasi yang dibutuhkan selanjutnya.
D. Menyusun Berbagai Penjelasan Mengenai Permasalahan
1. Anatomi Faring
Faring merupakan bagian tubuh yang merupakan suatu traktus aerodigestivus dengan struktur tubular iregular
mulai dari dasar tengkorak sampai setinggi vertebra servikal VI, berlanjut menjadi esophagus dan sebelah anteriornya
laring berlanjut menjadi trakea (Martini et al., 2011).
Batas-batas faring, yaitu (Martini et al., 2011):
a. Superior : Oksipital dan sinus sphenoid.
b. Inferior : Berhubungan dengan esophagus setinggi m. Krikofaringeus.
c. Anterior : Kavum nasi, kavum oris, dan laring.
d. Posterior : Kolumna vertebra servikal melalui jaringan areolar yang
longgar.
Gambar 1.1 Anatomi Faring (Martini et al., 2011).
Faring dibagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring (Martini et al., 2011).
a. Nasofaring (lanjutan cavum nasi)
Batas-batas nasofaring :
1) Superior : Basis Cranii
2) Inferior : Bidang datar yang melalui palatum molle
3) Anterior : Berhubungan dengan cavun nasi melalui choana
4) Posterior : Vertebra Servikalis
5) Lateral : Otot-otot konstriktor faring
Ruang nasofaring mempunyai beberapa struktur penting, yaitu :
1) Adenoid/ tonsila faringea/ tonsil nasofaringeal.
2) Torus tubarius/ tuba faringotimpanik à tonjolan seperti koma di dinding lateral nasofaring 1 cm di belakang
tepi posterior konka inferior.
3) Resesus faringeus terletak posterosuperior torus tubarius, dikenal sebagai fossa Rosenmuler, predileksi Ca
Nasofaring.
4) Muara tuba eustachius atau orifisium tube, terletak di dinding lateral nasofaring, dan inferior torus tubarius,
setinggi palatum molle
5) Koana atau nares posterior
b. Orofaring
kelanjutan dari nasofaring pada tepi bebas dari palatum molle, batas-batasnya yaitu :
1) Superior : Palatum molle
2) Inferior : Bidang datar yang melalui tepi atas epiglotis
3) Anterior : Berhubungan dengan kavum oris melalui istmus
4) Posterior : VC 2-3 bersama dengan otot-otot prevertebra
Istmus faucius dibatasi oleh arkus faringeus kanan dan kiri. Arkus faringeus dibentuk oleh pilar tonsilaris
yang pada bagian anterior terdapat m. Palatoglosus dan bagian posterior terdapat m. Palatofaringeus. Diantara
kedua pilar tersebut terdapat fossa/ruang tonsilaris, berisi jaringan limfoid yang disebut tonsila palatina. Jaringan
limfoid yang berkembang pada faring dengan baik dikenal dengan nama cincin Waldeyer yang terdiri dari :
1) Tonsila palatina (faucial/ amandel)
2) Tonsila faringeal (adenoid)
3) Tonsila lingualis
4) Tonsila submandibula
5) Nodul-nodul soliter di belakang faring
c. Laringofaring
Struktru-struktur yang dapat diamati, yaitu:
1) aditus laryngis
2) plica pharyngoepiglotica
3) plica nervi larryngei
4) recessus piriformis
5) Otot pharynx : m constrictor superoir, medius dan inferior.
Otot otot tersebut di inervasi oleh n X (pharyngeal plexus)
2. Histologi Faring
a. Nasofaring, bagian-bagian yang dapat diamati yaitu (Martini et al., 2011):
1) Epitelnya peralihan columner pseudokompleks bersilia & epitel berlapis gepeng (epitel saluran napas – epitel
saluran cerna).
2) Lamina proprianya mengandung jaringan elastis , kelenjar serous & mukous.
3) Jaringan limfoid
4) Tuba Eeustachii
b. Orofaring
c. Laringofaring
3. Fisiologi Faring (Guyton, 2007).
a. Tuba eustachii (di nasofaring), sebagai kontrol keseimbangan udara dalam tubuh dengan udara atmosfer, yang
tersambung dengan telinga bagian media. Oleh karena itu, pada saat berada di ketinggian, disarankan untuk
melakukan gerakan mengunyah untuk menjaga keseimbangan udara.
b. Orofaring, sebagai lanjutan dari cavum oris berperan dalam proses fisiologi pernapasan dan menelan. Fisiologi
melalui 3 proses yaitu ventilasi (inspirasi dan ekspirasi), dalam hal ini berkaitan dengan gradien tekanan udara di
dalam paru dan di atmosfer, setelah itu terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada alveolus dengan kapiler di sekitarnya.
Selanjutnya proses transportasi sistemik di jaringan dan sel untuk proses metabolisme.
Menelan melalui 3 fase, yaitu fase oral (saat makanan dikunyah dan dilumatkan di cavum oris dengan bantuan gigi,
lidah, dan saliva), fase faringeal (dengan bantuan otot-otot konstriktor faringeal, bolus makanan dihantarkan secara
involunter), dan fase esofagal (gerakan peristaltik).
c. Laringofaring, berperan dalam proses fisiologi yaitu resonansi suara dan vokalisasi (proses bicara), hal ini berkaitan
dengan struktur corda dan plica vocalis. Pada saat ada udara pernapasan masuk, corda vocalis membuka sedangkan
epiglotis menutup, tetapi pada saat berbicara, corda vocalis menutup sehingga menggetarkan plica vocalis, dan
terciptalah bunyi pada saat bicara. Oleh karena itu manusia tidak dapat berbicara sekaligus bernapas, tetapi
bergantian prosesnya.
Infeksi Inflamasi
PMN (Neutrofil)
Pirogen Endogen E2
Prostaglandin
Set point di Hipotalamus
Mengawali “respons dingin”
Produksi panasPengurangan panas
4. Patomekanisme Demam dan sakit menelan
Sitokin (IL-1, IL-6, TNF-α, Interferon
Ada juga sirogen, tp > dominan pirogen
Enzim siklooksigenase
Menggigil
Bagan 1. Patomekanisme demam
Bagan 2. Patomekanisme sakit menelan
5. Diagnosis Banding
1. Tiroiditis Granulomatosa
Subakut
2. Difteri 3. Faringitis
A(x) Demam tidak terlalu tinggi (37,2-38,3 ˚C atau subfebris), nyeri tenggorokan, dan nyeri telan
A(x)Nyeri tenggorokan, nyeri telan, demam subfebris, takikardi, mual, muntah
A(x)Virus: Batuk, conjunctivitis, diare, subfebris, rinore.Bakteri: Odinofagia, disfagia, febris (>38 ˚C), tidan batuk
PF -
PFPseudomembran lidah (pith abu-abu), bullneck
PFVirus:Faring hiperemis, eksudatBakteri:Eksudat, pembesaran limfenodi cervical
P(x) penunjang -
P(x) penunjang Kultur u/ temukan C. Difteriae
P(x) penunjang
Infeksi à Inflamasi à Edem pada mukosa à Sakit menelan
4. Tonsilitis 5. Epiglotitis 6. LaringitisA(x)Nyeri telan, nyeri tenggorokan
A(x)Demam febris/tinggi, odinofagia, disfagia, hipersalivasi, batuk, tampak sakit keras dan gelisah
A(x)o/ bakteri streptococcus grup A, maupun jamur candida dan mikoplasma, dan berlebihan menggunakan suara.Odinofagi, demam, avolia (hilang suara), batuk pada malam hari
PFPembesaran LN submandibula. T0 = tonsilektomi/ rudimenterT1 = NormalT2 = Pembesaran < garis tengahT3 = Pembesaran pas garis tengahT4 = Pembesaran > garis tengah
PFNapas stridor, tripod sign (jalan membungkuk akibat sumbatan yang membuat sulit napas), sianosis
PFNapas stridor
P(x) penunjang-
P(x) penunjang-
P(x) penunjang-
Interpretasi Informasi 21. Pasien mengalami demam, tetapi menyatakan tidak mengalami batuk, pilek, bersin, bercak kemerahan di kulit, sakit
perut, dan diare. Hal ini dapat menjadi pertimbangan pada beberapa diagnosis banding seperti laringitis, epiglotitis, dan faringitis akibat virus yang salah satu gejalanya yaitu batuk, rinore, dan diare.
Interpretasi Informasi 3
Pemeriksaan Fisik
1. KU = Tampak sakit sedang, compos mentis2. BB = 30 kg3. Vital sign = Tekanan darah 120/70 mmHg à Normal; Nadi 96x/menit à Normal; Respirasi 20x/menit à Normal;
Suhu 39.0 ˚C à Febris/demam4. Pemeriksaan hidung: Concha hiperemis (-), secrert (-) à Normal
5. Pemeriksaan faring: Hiperemis (+), Eksudat (+), Eritema (-), Tonsil T1/T1,
hiperemis -/- à Faring ada tanda-tanda infeksi, tonsil normal
6. Pemeriksaan Leher: Limfonodi cervical teraba 2 mm, nyeri +/+ à Tanda-tanda infeksi
7. Pemeriksaan Thorax: à Normal
Paru : Inspeksi : Simetris; retraksi (-)
Palpasi : Sonor
Auskultasi : Ronchi (-)
Jantung : DBN
8. Abdomen : Supel, Peristaltik (+) N, Nyeri tekan (-), Hepar/Lien tidak teraba à Normal
9. Ekstremitas : Akral dingin (-), Bercak kemerahan (-) à Normal
Dari informasi 3 ini, dapat menjadi pertimbangan pada 5 diagnosis selain faringitis, selanjutnya pada informasi 4
kita menentukan apakah penyebab laringitis akibat virus atau bakteri.
Interpretasi Informasi 4
Hb 14 gr%, hematokrit 36%, eritrosit 4,8jt, leukosit 12.000, trombosit 250.000. Hitung jenis 0/2/9/65/25/5
Tabel 1. Nilai normal pada pemeriksaan darah rutin (Sutedjo, 2009).
No. Jenis
Pemeriksaan
Satuan Laki
Dewasa
Wanita
Dewasa
Normal
Laki-laki/
Wanita
Dewasa
Bayi Anak
1. Hb Gr/dl 14-18 12-16 12-24 10-16
2. Hematokrit % 40-58 37-43 32-28
3. Eritrosit Jt/mm3 4,6-6,2 4,2-5,4
4. Leukosit Ribu/Mm3 4-10 9-30 9-12
5. Trombosit Ribu/mcl 200-400
Tabel 2. Nilai normal pada hitung jenis leukosit dalam % dan mm3 (Sutedjo, 2009).
No. Jenis lekosit Dewasa
(%)
Dewasa
(mm3)
Anak/bayi/BBL
1. Neitrofil (total) 50-70 2500-7000 BBL=61%
Umur 1th: 2%
Segmen 50-65 2500-6500 Sama dewasa
b. Pita 0-5 0-500 Sama dewasa
2. Eosinofil 1-3 100-300 Sama dewasa
3. Basofil 0,4-1,0 40-100 Sama dewasa
4. Monosit 4-6 200-600 4-9%
5. Limfosit 25-35 1700-3500 BBL: 34%
1 th: 60%
6 th: 42%
12 th: 38%
Sehingga interpretasinya yaitu :
Hb 14 gr% à Normal
Hematokrit 36% à Normal
Eritrosit 4,8 jt à Normal
Leukosit 12.000 à Meningkat à Virus >> Neutrofil, Bakteri >> Eosinofil
Trombosit 250 ribu à Normal
Hitung jenis à Bergeser ke kanan.
Diagnosis kami: Faringitis Akut et causa Bakteri
6. Informasi yang kami perlukan sudah dijelaskan di atas, meliputi kelengkapan anamnesis, PF, dan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan hematologi.
E. Merumuskan Tujuan Belajar
1. Definisi Faringitis
2. Etiologi
3. Epidemiologi
4. Faktor Predisposisi
5. Patomekanisme (Patogenesis dan Patofisiologis)
6. Manifestasi Klinis
7. Penegakan Diagnosis
8. Tata Laksana
9. Peresepan
10. Komplikasi
11. Prognosis
F. Belajar Mandiri
Sudah dilaksanakan
G. Menarik atau Mengambil Informasi yang Dibutuhkan
1. Definisi Faringitis Akut
Peradangan akut membran mukosa faring atau dinding faring dan struktur lain di sekitarnya (Yani, 2006).
2. Etiologi
a. Infeksi
1) Virus: Adenovirus, Rhinovirus, virus Influenza,virus parainfluenza, Coronavirus, HSV tipe 1 dan 2, EBV,
CMV, Coxackie virus, dan HIV.
2) Bakteri: Streptococcus grup A ß-haemoliticus, Streptococcus pyogens, C. Pneumoniae, dll.
b. Non-infeksi
1) Sleep apneu
2) GERD
3) Merokok
4) Alergi
5) Polutan
6) Trauma
7) Toksik
3. Epidemiologi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%),
alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. Infeksi grup A streptokokus β hemolotikus merupakan penyebab faringitis akut
pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Bakteri grup A streptokokus β hemolotikus banyak menyerang anak
usia sekolah, orang dewasa, dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun (Rusmarjono, 2010)
4. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi antara lain usia, merokok, kontak langsung dengan penderita faringitis, atau adaya
riwayat penyakit lainnya.
Tabel 3. Faktor predisposisi faringitis (Mulder, 1999)Faktor Predisposisi Umum Eksogen musim, cuaca, temperatur, polusi, debu, pemakaian
AC Endogen anemia, kurang zat besi, avitaminosis
A,agranulositosis, alergi, hipotiroid, imunodefisiensi, sarkoidosis, diabetes
Faktor Predisposisi Lokal Bahan iritan, pernafasan melalui mulut, refluks esofagus, paparan rokok, voice abuse Penyebab Virus Adenovirus, Para-influenza, Influenza, Ebstein-
Barr, Eksantema Bakteri Streptokokus grup A,B,C,G, Streptokokus
pneumonia, C.difteri,
H.influenzae, M.tuberkulosis, T.pallidum, Actinomyses sp. Peptococcus, mikoplasma, klamidia, rickettsia
Non infeksi Bahan kimia, luka bakar, benda asing
5. Patomekanisme (Patogenesis dan Patofisiologis)
Infeksi à Sel-sel leukosit (makrofag) à limfenodi regional (leher) à replikasi (pengenalan antigen - antibodi)
Infeksi bakteri à invasi mukosa tenggorokan àtoksin ekstraseluler dan enzim protease à induksi 5 tanda kardinal
inflamasi à hiperemis, edeme, hipersekresi mukus à sakit tenggorokan dan sakit menelan, demam.
6. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal, terdapat hiperemia (seperti pada gambar 1), kemudian edema dan sekresi yang meningkat.
Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal atau berbentuk mukus, dan kemudian cenderung menjadi kering dan
dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemia, pembuluh darah dinding faring menjadi melebar. Bentuk
sumbatan yang berwarna putih, kuning, abu-abu terdapat pada folikel atau jaringan limfoid (George L. Adams, 1997).
a. Faringitis viral
Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokkan, sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan
tonsil hiperemis. Virus influenza, coxsachievirus dan cytomegalovirus dapat menimbulkan lesi vesikuler di
orofaring dan lesi kulit berupa macopopular rash.
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada
anak. Epstein Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak.
Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.
Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual, dan demam.
Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah
(Rusmarjono, 2010).
b. Faringitis Bakterial
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai
batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di
permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak ptechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher
anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan (Rusmarjono, 2010).
7. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Faringitis streptokokus grup A : nyeri tenggorok, disfagia, eksudat tonsil/faring, demam (diatas 38 oC ), pembesaran
kelenjar leher anterior, tidak ada batuk.
Faringitis karena virus : rhinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis. Pada beberapa kasus disertai diare, ulkus di
palatum mole dan dinding faring serta eksudat di palatum dan tonsil yang sulit dibedakan dengasn eksudat karena
faringitis streptokokus.
b. Pemeriksaan Penunjang
Baku emas: pemeriksaan kultur apusan tenggorok Pemeriksaan kultur ulang setelah terapi tidak rutin
direkomendasikan Rapid antigen detection test untuk mendeteksi antigen Streptokokus grup A mempunyai
spesifisitas tinggi, sensitifitas rendah.
Tes antibodi terhadap streptococcus (ASTO) : Tidak mempunyai nilai dalam penegakan diagnosis maupun
penanganan faringitis streptokokus.
DIAGNOSIS
Modifikasi Skor Centor dan Pedoman Pemeriksaan kultur
( Mc Isaac WJ, 2004 ) ( I A) Kriteria
Point
Temperatur > 38°C 1 Tidak ada batuk 1 Pembesaran kelenjar leher anterior 1 Pembengkakan/eksudat tonsil 1 Usia: 3-14 tahun 15 – 44 th ≥ 45 tahun
1 1 -1
Skor Resiko infeksi streptokokus
Tatalaksana
≤ 0 1 - 2,5 % Kultur tidak dilakukan, Antibiotik (-)
1 5 – 10% Kultur tidak dilakukan, Antibiotik (-)
2 11 - 17 % Kultur dilakukan, Antibiotik jika kultur (+)
3 28 – 35% Kultur dilakukan, Antibiotik jika kultur (+)
≥ 4 51- 53 % Kultur dilakukan, Antibiotik empiris/ sesuai kultu
8. Tata Laksana
a. Medika Mentosa
1) Pemberian antipiretik, dianjurkan parasetamol atau ibuprofen.
2) Terapi antibiotik
Pemberian antibiotik harus berdasarkan gejala klinis dugaan faringitis
streptokokus dan diharapkan didukung hasil Rapid antigen detection test
dan/atau kultur positif dari usap tenggorok.
Tujuan : untuk menangani fase akut dan mencegah gejala sisa.
Antibiotik empiris dapat diberikan pada anak dengan klinis mengarah ke
faringitis streptokokus, tampak toksik dan tidak ada fasilitas pemeriksaan
laboratorium.
Golongan penisilin (pilihan utk faringitis streptokokus). penisilin V oral
15-30 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis selama 10 hari atau Amoksisilin
50mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6 hari. Bila alergi penisilin dapat
diberikan Eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari atau Eritromisin
estolat 20-40 mg/kgBB/hari dengan pemberian 2,3 atau 4 kali perhari
selama 10 hari. Makrolid baru misalnya azitromisin dosis tunggal 10
mg/kgBB/hari selama 3 hari. Tidak dianjurkan pemberian antibiotik
golongan sefalosporin generasi I dan II karena resiko resistensi lebih besar
(Yani, 2006).
b. Non- Medika Mentosa (Yani, 2006)
1) Istirahat cukup
2) Pemberian nutrisi dan cairan yang cukup
3) Minum air hangat
4) Pemberian obat kumur dan obat hisap pada anak yang lebih besar untuk
mengurangi nyeri tenggorok.
9. Peresepan
R/ Amoxycylin tab mg 500 No. IX
ʃ 3. d. d. tab I p.c.
R/ Paracetamol syr 250 gr/5 ml No. I
ʃ 3. d. d. 1½ cth p.c. prn. Demam
R/ Ibu Profen tab mg 200 No. IX
ʃ 3. d. d. tab I p.c.
10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul yaitu (Kazzi, 2006):
a. Demam reumatik akut (3-5 minggu setelah infeksi)
b. Komplikasi umum faringitis karena bakteri yaitu sinusitis, otitis media,
mastoiditis, epiglotitis, dan pneumonia.
c. Komplikasi infeksi mononukleus yaitu ruptur lien, hepatitis, GBS,
enchepalitis, anemia haemolitik.
11. Prognosis
Sebagian besar faringitis dapat sembuh spontan dalam waktu 10 hari, tetapi perlu
mewaspadai terjadinya komplikasi (Kazzi, 2006).
III. KESIMPULAN
Faringitis merupakan peradangan pada mukosa faring dan kadang juga mengenai
organ disekitarnya. Penyakit ini banyak terjadi pada anak-anak dan sering diperberat oleh
musim. Faringitis dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Pada kasus ini diagnosisnya
Faringitis Akut et causa Streptococcus grup A ß-haemolitikus.
Tata laksana secara umum adalah istirahat, banyak minum, berkumur dengan air
hangat, dan untuk tata laksana medika mentosa dengan menggunakan antibiotik pada infeksi
antibiotik.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L. 1997. “Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring” dalam Boies: Buku
Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC.
Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Bellig L.L. 2005. Fever. http://www.eMedicine.com.Inc/fever/topic359.htm (Diakes 9 Maret
2014).
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Krucik, George. 2012. Pharyngitis. Available at http://www.healthline.com/health/pharyngitis
(Diakses tanggal 9 Maret 2014).
Nelwan. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.
Rusmarjono, dan A. S. Efiaty. 2010. “Faringitits, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid” dalam
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta:
FKUI.
Rusmarjono, dan Hermani B. 2010. “Odinofagia dalam Telinga” dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: FKUI.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Shulman ST, Bisno AL, Clegg HW, et al. Clinical practice guideline for the diagnosis and
management of group A streptococcal pharyngitis: 2012 update by the Infectious
Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 2012;55(10):e86-e102.
Sutedjo. 2009. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Laboratorium. Yogyakarta:
Penerbit Asmara Books.
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis. Semarang: Erlangga Medical Series.
Yani, Finny Fitry. 2006. Faringitis Akut. Medan: Universitas Andalas.