pbl 21 kelompokd8 skenario3 dm tipe 2
DESCRIPTION
PBL blok 21TRANSCRIPT
Pleno Blok 21 : Metabolik Endokrin 2
Diabetes Melitus Tipe 2
Kelompok PBL D8
Gabby A. 102010322
Frisca 102011037
Elisabeth 102011082
Jesica The 102011159
Richard Kevin 102011190
Fera Susanti 102011310
Krisantus Desiderius Jebada 102011338
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merujuk kepada kelompok kelainan metabolik yang memiliki
gejala klinis dasar yaitu hiperglikemik. Beberapa pembagian umum dari tipe-tipe DM
dibedakan oleh interaksi penyebab kelainan genetik dan juga penyebab dari lingkungan.
Penyebab-penyebab tersebut berkontribusi terhadap hiperglikemik pada DM, termasuk
di dalamnya juga adalah penurunan sekresi insulin, penurunan penggunaan glukosa dan
peningkatan produksi glukosa. Kelainan regulasi metabolik ini juga dapat menyebabkan
berbagai kelainan pada beberapa organ dalam tubuh manusia. Contohnya kelainan
ginjal, amputasi ekstremitas, dan kebutaan pada dewasa. Dapat juga DM menjadi
predisposisi pada penyakit kardiovaskular.Dengan insiden yang terus meningkat hampir
di seluruh dunia, DM mungkin akan menjadi penyakit dengan angka morbiditas dan
mortalitas paling tinggi untuk kedepannya.1,2
SKENARIO III
‘Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang berobat ke dokter untuk berkonsultasi karena
ia merasa semakin lemas sejak 2 minggu yang lalu. Pasien memiliki riwayat diabetes
sejak 5 tahun yang lalu dan minum metformin dan glibenklamid secara teratur’
PF : Keadaan umum baik. Tampak ada hipopigmentasi pada lipatan leher dan ketiak.
PP :TD: 120/80 mmHg, RR: 16 kali/menit, Nadi: 88 kali/menit, IMT: 22,5 m/kg2, GDS:
252 mg/dL, HbA1c: 10%, HOMA-IR: 8.
RUMUSAN MASALAH
Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang dengan keluhan semakin lemas sejak 2
minggu lalu. Pasien memiliki riwayat diabetes sejak 5 tahun lalu dan minum metformin
dan gibenklamid secara teratur.
HIPOTESIS
Laki-laki tersebut menderita penyakit diabetes melitus tipe 2.
ANAMNESA
IdentitasPasien : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat.
Keluhan Utama
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 2
Ditanyakan keluhan utama yang mendorong pasien data berobat ke dokter. Misalnya
dalam skenario keluhan utamanya adalah pasien merasa badannya terasa makin
lemas sejak 2 minggu yang lalu.
Keluhan Penyerta
Dalam hal ini kita menanyakan mengenai keluhan lain yang menyertai keluhan
utama di atas.Setiap keluhan penyerta yang didapatkan juga harus digali
informasinya secara rinci ( sejak kapan, bagaimana, hilang-timbul dan sebagainya).
Riwayat Penyakit Sekarang.
Diceritakan secara jelas dan terperinci mengenai riwayat keluhan utama dan keluhan
penyerta yang diderita pasien sejak pertama kali dirasakannya. Selain itu ditanyakan
juga keluhan atau penyakit lain yang mungkin diderita pasien. Ditanyakan pula
apakah pasien sedang dalam masa pengobatan atau ada minum obat-obat tertentu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Ditanyakan riwayat kesehatan pasien dahulu. Apakah pernah menderita penyakit
tertentu? Apakah sudah diobati dengan baik atau tidak.
Riwayat Makanan
Ditanyakan pola makan pasien. Kebiasaan makan sehari-hari secara lengkap.
Makanan kesukaan dan sebagainya.
Riwayat Keluarga
Ditanyakan riwayat kesehatan keluarga pasien. Apakah ada penyakit keturunan
dalam keluarga. Ditanyakan pula kesehatan keluarga dekat pasien.
Riwayat Sosial Ekonomi
Ditanyakan suasana, kebersihan tempat tinggal pasien. Ditanyakan pula pekerjaan
dan kesibukan pasien sehari-hari. Perlu ditanyakan pula hobi dan kebiasaan pasien.
Anamnesis untuk Diabetes Melitus
Ditanyakan keluhan utama pasien seperti yang di atas.
Menanyakan banyak makan, minum dan banyak kencing.
Menanyakan adanya keluarga yang terkena DM.
Menanyakan apakah pernah dirawat dengan penurunan kesadaran karena
lupa makan setelah minum obat.
Menanyakan apakah pernah dirawat dengan penurunan kesadaran karena
diare berlebihan.
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 3
Menanyakan apakah pernah dirawat dengan penurunan kesadaran karena
sesuatu keadaan stres misalnya infeksi atau MCI.
Menanyakan apakah adanya buram, katarak, buta, retinopati, glaucoma.
Menanyakan apakah ada kesemutan, sakit maag dan impotensi.
Menanyakan adanya bengkak pada kaki, urin yang berkurang dan lemas.
Menanyakan adanya riwayat sakit jantung (nyeri dada kiri).
Menanyakan adanya hipertensi.
Menanyakan adanya luka yang sukar sembuh, jaringan parut pada kulit dan
luka yang bau.
Menanyakan apakah ada batuk >3 minggu.
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : compos mentis, apatis, somnolen.
Keadaan umum : Dapat diperoleh kesan keadaan sakit dan keadaan gawat
darurat yang memerlukan pertolongan segera. Kesan keadaan sakit tidak identik
dengan serius tidaknya penyakit.
Tanda Vital : Tekanan darah, Nadi, Frekuensi Napas, Suhu Kulit.
Antropometri : Panjang badan, Lingkar kepala, Berat badan.
Inspeksi: ada tidaknya atrofi kulit, atrofi otot, lesi kulit (ulkus, gangrene,dll),
terdapat bau keton, takipneu, napas kussmaul.
Palpasi: pemeriksaan suhu kulit, pemeriksaan pulsasi arteri dorsalis pedis, serta
pemeriksaan monofilament untuk pemeriksaan neurologis terutama dibagian
distal tubuh seperti pada kaki.
Pemeriksaan mata dan ketajaman penglihatan.1,2,3
DIAGNOSIS AWAL
Diagnosis awal yang kami ambil untuk kasus ini adalah Diabetes Melitus Tipe 2.
Alasannya adalah :1,2
1. Keluhan utama pasien yang merasa semakin lemas sejak dua Minggu terakhir.
2. Riwayat diabetes pada pasien dengan meminum OHO (metformin dan
glibenklamid). Tidak adanya indikasi dependen insulin.
3. GDS : 252 mg/dL (Cut off : ≥ 200 mg/dL)
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 4
4. HbA1c : 10% (Cut off : ≥ 6,5% )
5. HOMA : 8 ( Cut for : ≥ 2,77)
6. Adanya hiperpigmentasi pada lipatan leher dan ketiak (AcanthosisNigricans)
yang merupakan salah satu ciri khas dari resisten insulin.
Diagnosis Diferensialnya adalah
1. LADA
2. Diabetes Melitus Tipe 1
3. MODY
KLASIFIKASI
DM diklasifikasikan berdasarkan proses patogenesis yang menyebabkan hiperglikemik,
dulunya pernah dikriteriakan berdasarkan onset atau tipe terapi yang diberikan. Dua
kategori utama dari DM adalah tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 merupakan hasil dari
komplit atau ‘near-total’ insulin defisiensi. Sedangkan DM tipe 2 merupakan campuran
kelainan yang heterogen seperti derajat resistensi insulin, kelainan sekresi insulin dan
peningkatan produksi glukosa.1
GAMBAR 1 ■ Spektrum dari homeostasis glukosa dan diabetes melitus. Sumber :
Longo DL etal. 2011.Harrison’sprinciples of internal medicine. 18th Ed. Vol II.
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 5
GAMBAR 2 ■ Klasifikasi DM berdasarkan AMA, 2011.
Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrison’sprinciples of internal medicine. 18th Ed.Vol II.
Etiologi lain dari DM termasuk efek genetik spesifik dalam sekresi insulin atau aksinya,
abnormalitas metabolik yang mempengaruhi sekresi insulin, kelainan mitokondrial dan
kondisi host yang mempengaruhi toleransi glukosa. Maturity-onset diabetes of theyoung
(MODY) adalah salah satu subtipe dari DM yang ditandai oleh kelainan genetik
autosomaldominan, onset dari hiperglikemik biasanya kurang dari usia 25 tahun dan ada
Kelainan sekresi insulin. MODY akan dibahas di bagian diferensial diagnosis.1,2
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi DM di dunia meningkat secara dramatis dalam dua dekade terakhir,
diperkirakan dari 30 juta kejadian pada tahun 1985 menjadi 285 juta kasus pada tahun
2010. Berdasarkan pada trendnya, International Diabetes Federation memperkirakan
bahwa pada tahun 2030 akan ada 438 juta individu yang terkena diabetes.1,2,3
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 6
DM tipe 2 prevalensinya meningkat lebih cepat daripada tipe 1. Mungkin disebabkan
oleh peningkatan obesitas, pengurangan aktivitas fisik dan usia harapan hidup yang
meningkat.1
GAMBAR 3 ■ Prevalensi diabetes mellitus berdasarkan IDF, 2009.
Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrison’sprinciples of internal medicine. 18th Ed.Vol II.
DIAGNOSIS
Toleransi glukosa dapat ditaksir menggunakan glukosa darah puasa/fasting plasma
glucose(FPG), TTGO atau hemoglobin A1C. FPG <5.6 mmol/L (100 mg/dL), glukosa
plasma<140 mg/dL (11.1 mmol/L) pada TTGO, dan A1C <5.6% adalah nilai-nilai yang
menggambarkan toleransi glukosa normal. Berdasarkan American Diabetes Association
menyimpulkan kriteria untuk diagnosis DM adalah FPG 7.0 mmol/L (126 mg/dL),
glukosa >11.1 mmol/L (200 mg/dL) 2 jamTTGO, atau A1C 6.5% memastikan diagnosis
DM. Gula darah sewaktu 11.1 mmol/L (200 mg/dL) diikuti dengan gejala klasik DM
(polyuria, polydipsia, weightloss) juga bisa didiagnosis sebagai DM.1,2,3
GAMBAR 4 ■ Kriteria diagnosis diabetes melitus.
Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrison’sprinciples of internal medicine. 18th Ed.Vol II.
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 7
Impaired glukosa homeostasis didefinisikan sebagai :1
1. FPG = 5.6–6.9 mmol/L (100–125 mg/dL), dimana didefinisikan sebagai IFG
(World Health Organizationmemakai FPG of 6.1–6.9 mmol/L (110–125
mg/dL);
2. Glukosa plasma 7.8 and 11 mmol/L (140 and 199 mg/dL) setelah TTGO,
dimana diistilahkan sebagaiimpairedglucosetolerance (IGT); atau
3. A1C of 5.7–6.4%.
Hasil A1C antara 5.7–6.4%, IFG, dan IGT tidak sama untuk semua individu, tetapi
individu pada ketiga grup ini mempunyai resiko yang besar untuk berkembang menjadi
DM tipe 2 dan penyakit kardiovaskularnya. Beberapa menggunakan istilah
"prediabetes," "increasedrisk of diabetes" (ADA), atau "intermediatehyperglycemia"
(WHO) untuk kategori ini – impaired glukosa homeostasis.1,2,3
Selain pemeriksaan diatas, dapat juga dilakukan pemeriksaan : 2
1. Glukosa Urin
Adanya glukosuria tidak dapat dijadikan sebagai dasar diagnosis karena kurang
akurat. Akan tetapi, hiperglikemik yang disertai glukosuria dapat dijadikan untuk
menegakkan diagnosis termasuk ketoasidosis. Biasanya pemeriksaan glukosa darah
harus bersamaan dengan glukosa urin.
2. Benda Keton, sedimen, dan protein dalam urin : Pemeriksaan keton dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya gangguan metabolic.
3. Resisten Insulin : dengan pemeriksaan HOMA dan Quicky.
4. Profil Lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)
5. Mikroalbumin
6. Kadar Kreatinin Serum
7. Pemeriksaan funduskopi : Pemeriksaan funduskopi untuk melihat ada tidaknya
kelainan mata yang sering terjadi pada penderita DM seperti katarak.
8. Foto rontgen thoraks : Foto rontgen thoraks dilakukan untuk melihat ada tidaknya
infeksi TBC karena pada penderita DM sangat rentan akan infeksi. 1,2
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 8
GAMBAR 5 ■ Faktor resiko diabetes melitus tipe 2.
Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrison’sprinciples of internal medicine. 18th Ed.Vol II.
PATOFISIOLOGI
Insulin resistensi dan kelainan sekresi insulin berperan utama pada perkembangan DM
tipe 2. Meskipun efek utama masih menjadi kontroversi, kebanyakan studi mendukung
pandangan bahwa resistensi insulin mendahului defek insulin sekresi tetapi diabetes
mulai terjadi hanya ketika sekresi insulin menjadi inadekuat.1,2
DM tipe 2 dicirikan dengan kelainan insulin sekresi, resistensi insulin, produksi glukosa
oleh hati yang berlebihan dan kelainan metabolisme lemak. Kegemukan, terutama
visceral atau sentral sangat sering menderita DM tipe 2. Pada kelainan tahap awal,
toleransi glukosa cukup normal, meskipun terjadi resistensi karena cell beta pankreas
mengkompensasi dengan meningkatkan pengeluaran insulin. Ketika insulin resistensi
dan kompensasi hiperinsulinemia terus terjadi, sel beta pankreas pada beberapa individu
tidak dapat menopang keadaan hiperinsulinemia. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
IGT, ditandai dengan meningkatnya glukosa postprandial. Pada keadaan yang lebih
lanjut, penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa oleh hati
menyebabkan diabetes yang jelas dengan hiperglukosa pada saat keadaan puasa. Yang
paling terakhir adalah terjadi kerusakan cell beta.1,2
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 9
Gambar 6. Patofisiologi DM tipe 2. 2
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klasik DM yakni : 1,2
1. Polidipsi (banyak minum)
2. Poliphagia (banyak makan) Trias DM (3P)
3. Poliuria (sering buang air kecil)
4. Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 10
Gejala penyerta : 1,2
1. Lemas, cepat lelah, dan mengantuk
2. Kesemutan
3. Hiperpigmentasi (laki-laki : penis, selangkangan, axilla. Wanita : vulva) tidak
hilang dengan dicuci atau obat kulit.
4. Penglihatan kabur
5. Disfungsi ereksi atau impoten (pada pria)
6. Frigiditas (pada wanita) : tidak ada hasrat seks pada wanita atau sakit saat koitus
akibat mukosa vaginal kering.
7. Pruritus ( didaerah vulva pada wanita )
8. Penyembuhan luka yang lambat
PERTIMBANGAN GENETIK
DM tipe 2 juga sangat dipengaruhi oleh genetik. Peluang terjadinya DM tipe 2 pada
kembar identik adalah 70-90%. Individu dengan salah satu orangtuanya menderita DM
tipe 2, memiliki resiko juga untuk terkena DM, jika kedua orang tua terkena DM, resiko
keturunannya menderita DM dapat mencapai 40%. Gene yang menyebabkan
predisposisi untuk DM tipe 2 belum sepenuhnya teridentifikasi. 1,2
RESISTENSI INSULIN SINDROM
Kondisi resistensi insulin terdiri dari berbagai kelainan dengan hiperglikemik
merupakan salah satu gejala paling utama untuk mendiagnosisnya. Metabolik sindrom,
insulin resistensi sindrom, sindrom X merupakan istilah-istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kumpulan kelainan metabolik seperti insulin resistensi, hipertensi,
dislipidemia (penurunan HDL dan peningkatan trigliserida), obesitas visceral atau
sentral, DM tipe 2 atau IGT/FGT dan mempercepat kelainan kardiovaskular.1,2
Mutasi dari reseptor insulin yang mengganggu pengikatan atau transduksi signal adalah
penyebab yang cukup jarang terjadinya insulin resistensi. Acanthosis migran dan gejala
hiperandrogen (hisutisme, jerawat, dan oligomenorea pada wanita) juga merupakan
gejala umum dari sindrom ini. Disfungsi jaringan adiposa dapat menyebabkan resistensi
insulin sistemik.1,2
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 11
HOMA-IR
Homeostatic Model Assessment(HOMA) adalah sebuah metode yang digunakan untuk
mengukur resistensi insulin (HOMA-IR), sensitivitas insulin (%S) dan fungsi beta sel
(%B). HOMA2 merupakan modifikasi dari HOMA dengan menggunakan model
komputerisasi untuk menggambarkan lebih baik fisiologi manusia dan merekalibrasinya
sesuai assays modern insulin. Dalam revisi terbaru itu, kita dapat menentukan
sensitivitas insulin, fungsi beta sel dari glukosa darah puasa dan konsentrasi insulin,
spesifik insulin, atau C-peptida. 3
GAMBAR 7 ■ Persamaan untuk menghitung nilai HOMA.
Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrison’sprinciples of internal medicine. 18th Ed.Vol II.
Nilai cut-off HOMA berbeda-beda untuk setiap tempat, tergantung ras, suku bangsa dan
berbagai faktor lainnya. Contohnya untuk di timur tengah – Iran cut for HOMA yang
dipakai adalah untuk orang normal adalah 1.775 sedangkan nilai optimal HOMA untuk
penderita diabetes adalah 3,875. Di Indonesia penyusun tidak menemukan jurnal/hasil
studi untuk menentukan nilai cut off HOMA ini. 3
Jika hasil pemeriksaan HOMA B tinggi, maka produksi insulin bagus sehingga hasil
gula puasa juga bagus (turun), artinya HOMA B dikatakan baik jika hasilnya lebih besar
dari nilai normal. Jika HOMA IR dibawah nilai normal, berarti kualitas insulin bagus,
maka otomatis HbA1C turun sehingga gula darah 2 jamPP pasti turun. Artinya HOMA
IR dikatakan baik jika hasilnya kurang dari nilai normal.3
Bila dalam beberapa kali pengobatan HOMA IR selalu tinggi, maka harus diwaspadai
terjadinya Insulin Resistensi, segera deteksi dengan parameter ADIPONECTIN.
Apabila hasilnya rendah artinya terjadi Insulin Resistensi.3
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 12
ACANTHOSIS NIGRICANS
Acanthosis nigricans ialah dermatosis yang terdiri atas hiperpigmentasi dan hipertrofi
papular yang berlokalisasi simetrik. Acanthosis nigricans merupakan kelainan pada
kulit yang sering ditemukan pada penderita terutama yang resisten insulin dan obesitas.
Acanthosisnigricans sering ditemukan leher, aksila, groin dan lipatan abdominal.4
Adanya Acanthosisnigricans bisa dipergunakan sebagai pertanda untuk prognosis DM
tip 2. Insulin jelas memiliki pengaruh utama pada munculnya Acanthosisnigricans.
Pada keadaan resistensi insulin, Acanthosisnigricans merupakan akibat dari kadar
insulin yang berlebihan dan berikatan dengan IGF-1R (insulin-likegrowthfactor1
reseptor) pada keratinosit dan fibroblast yang menyebabkan proliferasi epidermal yang
abnormal. Proliferasi yang abnormal itulah yang menyebabkan munculnya fenotip
acanthosisnigricans. IGF-1R terdapat pada asal keratinosit dan regulasinya meningkat
pada keadaan proliferasi keratinosit ataupun fibroblast.4
DIAGNOSIS BANDING
1. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes tipe 1 yang merupakan tipe immune-mediated lebih dari 95% (tipe 1a) dan
tipe idiopatik< 5% (tipe 1b). Tingkat/kecepatan kerusakan Beta sel pankreas
bervariasi, bisa terjadi cepat ataupun lambat di individu-individu tertentu. DM tipe 1
sering diasosiasikan dengan terjadinya ketosis bila tidak diobati. Dapat terjadi pada
berbagai usia namun terbanyak onsetnya pada saat anak-anak dan dewasa muda –
dominan pada usia sebelum sekolah dan pada masa pubertas. Kelainan
katabolikdimana terjadinya absen dari sirkulasi insulin, glukagon plasma meningkat
dan cell Beta pankreas gagal merespons semua stimulus kekurangan insulin
tersebut. Pemberian insulin dari luar sangat dibutuhkan untuk mengembalikan
keadaan katabolik tersebut, mencegah ketosis, mengurangi hiperglukagon dan
menurunkan glukosa darah. Pengaruh lingkungan dalam DM tipe 1 kurang
diketahui. Beberapa hipotesis mengatakan bahwa infeksi virus seperti mumps,
rubbella atau Coxsackie B4 juga dapat meningkatkan resiko DM tipe 1.1,2,3
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 13
GAMBAR 8 ■ Spesifitas dan sensitivitas markerautoimun untuk DM tipe 1.
Sumber : Papadakis MA, Mcphee SJ. 2013.Currentmedical diagnosis &treatment 2013.
2. MODY
Maturity-onset diabetes of The Yong (MODY) adalah kelainan genetik dan klinik
yang heterogen dan merupakan salah satu tipe dari DM yang ditandai dengan onset
yang cepat, kelainan genetik autosomal dominan dan defek utama pada sekresi
insulin - Geneticdefects of beta cellfunction. Mutasi pada pada enam gen merupakan
penyebab MODY terbanyak. MODY seperti DM tipe 2 yang disebabkan oleh
kelainan gen autosomal dominan dan terjadi pada usia muda dengan riwayat DM
dalam keluarga. MODY merupakan kelainan genetik diwariskan melalui keturunan.
MODY sering dibandingkan dengan DM tipe 2 dan memiliki beberapa kesamaan
gejala. Tetapi bagaimanapun, MODY tidak ada hubungannya dengan obesitas,
penderitanya biasanya muda dan tidak ada kaitannya dengan kelebihan berat badan.
Diperkirakan sekitar 1-2% orang yang teken DM sebenarnya merupakan tipe
MODY. Onset terjadi sebelum usia 25 tahun. Dapat terjadi dari satu generasi ke
generasi berikutnya dalam keluarga. MODY tidak selalu membutuhkan pengobatan
insulin. Manifestasi klinis yang digunakan untuk menegakkan diagnosis MODY :5,6
Hiperglikemik ringan sampai sedang (tpically 130–250 mg/ dl, atau 7–14
mmol/ l) dan ditemukan sebelum usia 30 tahun. Tetapi bagaimanapun, MODY
masih dapat berkembang sampai dibawah usia 50 tahun.
Gejala awal sama seperti gejala DM pada umumnya.
Tidak ada autoantibodi atau kelainan autoimun lainnya.
Kadar insulin yang Persita rendah.
Tidak ada obesitas atau kelainan lainnya yang berhubungan dengan DM tipe 2.
Resistensi insulin jarang terjadi.
Adanya kista pada ginjal pasien juga sering ditemukan.
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 14
Non-transientneonatal DM.
Liver adenoma dan hepatocellular karsinoma sering ditemukan bersama MODY
tipe 3.
3. LADA
Latentautoimmune diabetes of adults (LADA) adalah sebuah konsep yang
diperkenalkan pada tahun 1993 untuk menggambarkan slow-onsetautoimun DM
tipe 1 pada dewasa. Biasanya individu dewasa yang menderita LADA sering salah
didiagnosa menderita DM tipe 2 karena mungkin pengaruh dari umur tetapi bukan
etiologi. Pasien dengan LADA memiliki gejala lebih sedikit dibanding DM tipe 2.
Ciri khas lainnya adalah pada pasien LADA ada kesulitan untuk mengontrol kadar
glukosa darah menggunakan obat standar hipoglikemi oral. Pasien LADA memiliki
markerautoimmun dalam darahnya seperti marker pada DM tipe 1 tetapi bisanya
pada awal diagnosis, pasien LADA tidak membutuhkan terapi insulin – bukan
insulin dependen. Tetapi ketika kelainan metaboliknya terus berlanjut, maka pasien
dengan LADA akan membutuh terapi insulin (insulin dependen) seperti pada DM
tipe 1. Gejala ketoasidosis juga mulai timbul pada keadaan lanjut pasien dengan
LADA yang tidak terkontrol. Berdasarkan The UK Prospective Diabetes Study
menemukan bahwa antibodi spesifik LADA dapat ditemukan pada 6% - 10% pasien
yang didiagnosis menderita DM tipe 2. Diagnosis LADA ditegakkan ketika
ditemukan peningkatan kadar markerautoantibodi dalam darah pasien seperti pada
DM tipe 1. Pada tahap awal, pasien dengan LADA mungkin berespons terhadap
terapi OHO. Tetapi kerusakan sel Beta pankreas terus berlanjut dan pada akhirnya
pasien harus membutuhkan insulin – insulin dependend. 1,5,6
Karakteristik LADA yang mungkin dapat digunakan pada diferensial diagnosis : 1,5,6
Onset biasanya umur 25 tahun atau lebih tua.
Bergejala awal seperti DM tipe 2 pada orang yang bukan obese. (pasien LADA
biasanya memiliki berat badan yang ideal.
Sering tetapi tidak selalu, pasien LADA jarang memiliki riwayat DM tipe 2
dalam keluarganya.
Individu dengan LADA kelihatannya seperti resisten insulin.
HLA gen berhubungan dengan DM tipe 1 bukan DM tipe 2.
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 15
Biasanya sekitar 12 tahun setelah salah didiagnosa sebagai DM tipe 2, pasien
LADA akan dependen insulin.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan DM disebut sebagai 4 pilar yang terdiri atas edukasi (pasien, keluarga),
terapi gizi medis (food planning), latihan jasmani atau aktivitas fisik, dan intervensi
farmakologis untuk menurunkan kadar glukosa darah (obat hipoglikemik oral / OHO
maupun insulin). Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani dalam jangka waktu antara 2-4 minggu. Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral
(OHO) atau dengan suntikan insulin. OHO dapat diberikan tunggal atau dengan
kombinasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolic berat seperti ketoasidosis, stress
berat, berat badan yang menurun cepat, adanya ketonuria, dapat menjadi indikasi
pemberian insulin segera. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia, dan cara mengatasinya harus diberitahukan kepada pasien. Untuk
pencegahan hipoglikemia, dapat dilakukan dengan jadwal makan yang teratur, hindari
konsumsi alcohol, hindari olahraga berlebihan, dan makan snack sekitar 1 jam sebelum
berolahraga. 1,2,3
1. Edukasi
Promosi perilaku sehat seperti pola makan sehat dan teratur, melakukan aktivitas
fisik dan latihan jasmani secara rutin, menggunakan obat diabetes atau insulin secara
teratur sesuai dosis yang diberikan, melakukan pemantauan glukosa darah mandiri
secara teratur, melakukan perawatan kaki secara berkala, serta mengerti keadaan
hipoglikemik. Edukasi pada pasien yang perlu disampaikan seperti pengertian
tentang perjalanan penyakit DM, makan pentingnya pengendalian dan pemantauan
DM, penyulit DM dan risikonya, intervensi farmakologis dan non farmakologis
serta target perawatan, interaksi asupan makanan dengan aktivitas fisik dan OHO
serta insulin, cara pemantauan glukosa mandiri, mengatasi keadaan gawat darurat
seperti rasa sakit atau hipoglikemik, pentingnya latihan jasmani teratur, pentingnya
perawatan kaki, dan cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan. 1,2,3
2. Terapi Gizi Medis (TGM)
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 16
Setiap penderita diabetes harus menyesuaikan TGM dengan kebutuhannya dengan
komposisi makronutrisi (KH, lemak, protein) dan mikronutrisi (vitamin dan
mineral) yang cukup dan seimbang serta dengan jadwal makan yang teratur.
Karbohidrat dianjurkan sebesar 45-65 % total asupan energy. Jenis KH yang
diberikan termasuk karbohidrat kompleks dan berserat tinggi. Jadwal makan
penderita DM dibagi menjadi 6 kali setiap 3 jam, dengan 3 kali makan besar dan 3
kali makan kecil seperti buah-buahan dengan interval setiap 3 jam. Lemak
dianjurkan sekitar 20-25 % dari total kebutuhan kalori dengan lemak tidak jenuh <
10% dan lemak jenuh < 7%. Protein diberikan 10-20% dari total asupan energy
dengan sumber protein yang baik seperti ikan, daging tanpa lemak, ayam tanpa
kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Sayuran yang
dianjurkan buncis dan hindari nangka muda. Untuk buah dianjurkan papaya,
kedondong, salak, pisang ambon, tomat, dan semangka. Buah yang harus dihinari
seperti sawo, nanas, rambutan, durian, nangka, dan anggur. 1,2,3
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani dilakukan secara teratur 3-4 kali seminggu selama rentang waktu
30-60 menit disertai dengan aktivitas fisik sehari-hari. Latihan jasmani bermanfaat
untuk menurunkan atau menjaga berat badan, meningkatkan kebugaran,
memperbaiki sensitivitas insulin sehingga glukosa darah dapat terkontrol. Latihan
jasmani yang dianjurkan yang berintensitas ringan-sedang seperti jalan kaki,
bersepeda, jogging, senam atau berenang hingga didapat maximal heart rate 60-
70%. Maximal heart rate (MHR) didapat dari (220-umur) karena intensitas harus
disesuaikan dengan usia dan kemampuan tubuh. 1,2,3
4. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis dilakukan bila sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
ketiga pilar diatas. Intervensi farmakologis diberikan dari mulai dosis terendah
hingga memberikan efek pada pasien atau disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Intervensi farmakologis untuk DM tipe 2 diawali dengan pemberian obat
hipoglikemik oral (OHO) dan apabila tidak responsive, maka diberikan insulin.
Intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO)yang biasa digunakan
adalah : 1,2,3
Cara Kerja Utama Efek Samping Penurunan A1C
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 17
Utama
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik
Hipoglikemik
1,5-2%
Glinid Meningkatkan sekresi insulin BB naik
Hipoglikemik
???
Metformin Menekan produksi glukosa dan
menambah sensitivitas terhadap insulin
Diare
Dyspepsia
Asidosis laktat
1,5-2%
Penghambat
Glukonidase Alfa
Menghambat absorbsi glukosa Flatulens
Tinja lembek
0,5-1,0%
Tiazolidindion Menambah sensitivitas terhadap insulin Edema 1,3%
Insulin Menekan produksi glukosa hati,
stimulasi pemanfaatan glukosa
Hipoglikemik
BB naik
Potensial sampai
normal
Cara pemberian OHO yang benar yakni : 1,2,3
- OHO dimulai dengn dosis kecil dan ditingkatkan bertahap sesuai respons kadar
glukosa darah, hingga dosis maksimal.
- Sulfonylurea I dan II diberikan 15-30 menit sebelum makan.
- Glinid diberikan sebelum makan.
- Metformin bisa diberikan sebelum/saat/sesudah makan.
- Acarbose dapat diberikan bersama makanan suapan pertama.
- Tiazolidindion tidak bergantung pada jadwal makan
Insulin diperlukan pada keadaan penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia
berat dsiertai ketosis, ketoasidosis diabetic, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik,
hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO atau dengan
dosis maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke),
kehamilan dengan DM/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan
makan, gangguan fungsi ginjal atau hati yang berta, serta kontraindikasi atau alergi
terhadap OHO. Cara kerja insulin adalah dengan menekan produksi glukosa hati dan
menstimulasi pemanfaatan glukosa. Efek samping dari terapi glukosa seperti dapat
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 18
terjadinya hipoglikemia serta timbulnya reaksi imunologi berupa alergi terhadap
insulin atau resistensi insulin. 1,2,3
Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit DM tipe 2 dapat terjaid komplikasi atau penyulit akut dan
menahun. Komplikasi akut berlangsung cepat dan meningkatkan tingkat mortalitas :1,2,3
1. Ketoasidosis diabetik : hiperglikemik, asidosis, ketosis.
Ketoasidosis diabetic ditandai dengan gejala DM tidak terkontrol, rasa lemah,
anoreksia, mual, muntah, sakit perut, hipotermia, hiperpneu (pernapasan kussmaul),
napas berbau aseton, dehidrasi, hiporefleks, inkoordinasi otot mata, serta dilatasi
pupil. Pada pemeriksaan lab, didapatkan hiperglikemia, ketonemia, kadar bikarbonat
menurun, pH darah menurun, kadar BUN dan ureum darah meningkat, jumlah sel
darah dan Ht meningkat.
2. Hiperosmolar non-ketosis : hiperglikemik berat, dehidrasi berat, tanpa ketosis, dan
asidosis, yang ditandai dengan gejala klinis poliuria, polidipsi, dan letargi. Pada
pemeriksaan lab, didapatkan kadar glukosa darah sangat tinggi, kadar bikarbonat
plasma normal, dan pH darah normal.
3. Hipoglikemia : Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <
60 mg/dl. Biasanya hipoglemia ditandai dengan penurunan kesadaran pada
penderita DM. Hipoglikemik biasa ditandai pada penggunaan sulfonylurea dan
insulin. Hipoglikemia akibat sulfonylurea dapat berlangsung lama sehingga harus
diawasi secara terus-menerus hingga waktu kerja obat habis ( sekitar 24-72 jam).
Gejala hipoglikemik seperti adanya gejala adrenergic (berdebar, banyak keringat,
gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran
menurun sampai koma). Hipoglikemik harus segera mendapat pengelolaan memadai
dengan diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau glukosa 15-20 gram
intravena.
Komplikasi kronik atau penyulit menahun berlangsung lambat tapi bila tidak dicegah,
dapat menyebabkan mortalitas : 1,2,3
1. Makroangipati : komplikasi yang terjadi pada pembuluh darah besar seperti pada
pembuluh darah jantung dan pembuluh darah tepi. Komplikasi menyebabkan lebih
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 19
cepat terjadinya aterosklerosis yang akhirnya mengakibatkan peningkatan risiko
timbulnya infark miokard, stroke, dan gangrene pada ekstremitas bawah. Penyakit
arteri perifer sering terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio atau dapat
pula tanpa gejala. Ulkus iskemik pada kaki merupakan kelainan yang umum muncul
dan biasa terjadi pertama kali. mikroangiopati dapat juga terjadi pada pembuluh
darah otak.
2. Mikroangiopati : Mikroangiopati merupakan komplikasi yang terjadi pada
pembuluh darah kapiler yang umumnya terjadi paling berat pada retina, ginjal, dan
saraf yang akhirnya menyebabkan retinopati diabetika, nefropati diabetika, dan
neuropati diabetika.
PROGNOSIS
Sepanjang dapat dikontrol dengan baik, prognosis DM dapat memuaskan. Selain itu
juga ketaatan pasien sangat menentukan juga prognosis kelainan ini. Kadar glukosa
darah harus dijaga agar selalu optimal; tidak berlebihan ataupun
kekurangan.Pencegahan atau penanganan komplikasi yang cepat juga dapat
menurunkan angka mortalitas dari penyakit ini. Berikut parameter yang digunakan
untuk menilai prognosis perbaikan DM tipe 2 : 1,2,3
Parameter Baik Sedang Buruk
GDP (mg/dl) 80-109 110-125 ≥ 126
GD2PP (mg/dl) 80-144 145-179 ≥ 180
A1C (%) < 6,5 6,5-8,0 ≥ 8,0
K-Total (mg/dl) < 200 200-239 ≥ 240
K-LDL (mg/dl) < 100 100-129 ≥ 130
K-HDL (mg/dl) >45
TG (mg/dl) < 150 150-199 ≥ 200
IMT (kg/m2) 18,5-22,9 23-25 ≥ 25
TD (mmHg) <130/80 130-140/80-90 ≥ 140/90
KESIMPULAN
Penyakit diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronik akibat hiperglikemia yang
dapat disebabkan oleh resistensi insulin ataupun akibat adanya defek pada sel beta
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 20
pancreas sebagai penghasil insulin. Penyakit DM tipe 2 biasanya muncul pada usia
dewasa. Penatalaksanaan untuk penyakit diabetes mellitus tipe 2 terlebih dahulu
diberikan obat hipoglikemik oral (OHO). OHO dapat diberikan baik dengan OHO yang
sama cara kerjanya ataupun dengan insulin. Insulin diberikan bila OHO tidak efektif.
Kombinasi beberapa obat OHO seperti pada kasus seperti metformin dengan
gibenklamid dapat menyebabkan hipoglikemik bila digunakan dalam jangka panjang.
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa laki-laki tersebut menderita diabetes melitus
tipe 2 karena masih tidak membutuhkan insulin dan muncul pada usia dewasa.
Referensi
1. Powers CA. Diabetes mellitus. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL,
Jameson JL, Loscalzo J [editor].Harrison’sprinciples of internal medicine. 18 th Ed.
Vol. II Philadelphia: The McGraw-HillCompanies, 2011: 2968-3002.
2. Soegondo S, Rudianto A, Manaf A, Subekti I, BPranoto A, Arsana PM, dkk.
Consensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia.
Jakarta : PB. Perkeni; 2008 .h. 1-33.
3. Masharani U. Diabetes mellitus&hypoglycemia. In: Papadakis MA, Mcphee SJ
[editor].Current Medical diagnosis &treatment 2013. Philadelphia: The McGraw-
HillCompanies, 2013: 1992-1244.
4. Kalus AA, Chien AJ, Olerud JE. Diabetes mellitus and other endocrine diseases. In:
Wold K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ
[editor].Fitzpatrick’s dermatolog in general medicine. 7th Ed. Philadelphia: The
McGraw-HillCompanies, 2008: 1461-83.
5. Velho G, Robert JJ. Maturity-onset diabetes of the Yong (MODY): genetis and
clinical characteristics. HormRes 2002; 57(suppl 1): 29-33.
6. Gardner DS, Tai ES. Clinical features and treatment of maturity onset diabetes of
the young (MODY). Dovepress 2012; 5: 101-108.
PBL Blok 21–Metabolik Endokrin 2Diabetes Melitus Tipe 2 21