pbl blok 18-ppok

21
5/20/2018 PblBlok18-Ppok-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-18-ppok-5619345647266 1/21 1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik Krisna Lalwani 102011301/E3 6 Juli 2013 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 [email protected] Pendahuluan Pernapasan atau respirasi adalah serangkaian aktivitas pengambilan dan pengeluaran udara yang dilakukan oleh alat-alat pernapasan. Pengambilan udara pernapasan dikenal sebagai inspirasi dan pengeluaran udara pernapasan disebut dengan ekspirasi. Kita sebagai manusia normal tentu pernah mengalami batuk berdahak dan sesak nafas. Hal ini bisa terjadi karena beberapa hal salah satunya adalah pengaruh kualitas udara atau oksigen yang kita hirup. Jika kita menghirup udara yang tercemar seperti udara yang mengandung debu, asap, maka besar kemungkinan kita akan mengalami batuk dan sesak nafas. Selain itu, kita juga sering tanpa disengaja menghirup udara tercemar yang berasal dari rokok. Udara hasil pembakaran rokok mengandung banyak sekali racun yang dapat menyebabkan si penghirup dapat merasakan sesak dan batuk. Dari beberapa faktor  predisposisi tersebut maka dapat terjadi timbulnya penyakit pada suatu individu, salah satu nya adalah PPOK. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas  bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel. Klasifikasi luas dari gangguan tersebut mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Keterbatasan aliran udara biasanya progresif dan berhubungan dengan respon peradangan yang abnormal dari paru terhadap partikel atau udara yang  berbahaya. Terkait dengan hal tersebut, makalah ini akan membahas dan memberikan  pengertian tentang sejumlah bahan maupun bagian yang perlu diperhatikan lebih dalam dari kasus yang diberikan yaitu Penyakit Paru Obstruktif Kronik. 

Upload: theresia-sugiarto

Post on 10-Oct-2015

185 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

respirasi 2

TRANSCRIPT

Penyakit Paru Obstruktif Kronik Krisna Lalwani 102011301/E3 6 Juli 2013Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 [email protected]

PendahuluanPernapasan atau respirasi adalah serangkaian aktivitas pengambilan dan pengeluaran udara yang dilakukan oleh alat-alat pernapasan. Pengambilan udara pernapasan dikenal sebagai inspirasi dan pengeluaran udara pernapasan disebut dengan ekspirasi. Kita sebagai manusia normal tentu pernah mengalami batuk berdahak dan sesak nafas. Hal ini bisa terjadi karena beberapa hal salah satunya adalah pengaruh kualitas udara atau oksigen yang kita hirup. Jika kita menghirup udara yang tercemar seperti udara yang mengandung debu, asap, maka besar kemungkinan kita akan mengalami batuk dan sesak nafas. Selain itu, kita juga sering tanpa disengaja menghirup udara tercemar yang berasal dari rokok. Udara hasil pembakaran rokok mengandung banyak sekali racun yang dapat menyebabkan si penghirup dapat merasakan sesak dan batuk. Dari beberapa faktor predisposisi tersebut maka dapat terjadi timbulnya penyakit pada suatu individu, salah satu nya adalah PPOK. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel. Klasifikasi luas dari gangguan tersebut mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Keterbatasan aliran udara biasanya progresif dan berhubungan dengan respon peradangan yang abnormal dari paru terhadap partikel atau udara yang berbahaya. Terkait dengan hal tersebut, makalah ini akan membahas dan memberikan pengertian tentang sejumlah bahan maupun bagian yang perlu diperhatikan lebih dalam dari kasus yang diberikan yaitu Penyakit Paru Obstruktif Kronik.PembahasanAnamnesisAnamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas, riwayat penyakit, dan riwayat perjalanan penyakit. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai. Pasien adalah Tn.Z, 57 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang memberat dan terus menerus sejak 5 jam yang lalu. Sejak 3 hari yang lalu mengeluh batuk berdahak berwarna putih. Pasien mengatakan dirinya tidak demam. Pasien memiliki riwayat merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2 bungkus/hari. Keluhan seperti ini sudah beberapa kali timbul, sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafas terasa berat terutama jika beraktifitas berat dan terutama bila dirinya sedang demam dan batuk. Penanganan dari pasien ini harus dimulai dengan riwayat secara menyeluruh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk melakukan diagnosis. Berdasarkan skenario tersebut. keluhan utama pasien adalah sesak nafas yang memberat sejak 5 jam yang lalu.Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:1. Identitas pasien2. Riwayat penyakit sekarang3. Riwayat penyakit dahulu4. Riwayat kesehatan keluarga5. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budayaIdentitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status perkawinan, pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data tersebut sering berkaitan dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ tertentu.Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya diteluskan secara singkat beserta lamanya, seperti menuliskan judul berita utama surat kabar.

Riwayat Penyakit SekarangSesak1. Apakah pasien sesak saat istirahat, beraktivitas, atau berbaring mendatar (ortopnea) ?2. Apakah keadaan tersebut kronis atau muncul secara tiba-tiba ? 3. Apakah disertai mengi atau stridor ?Batuk 1. Apakah batuk kering atau produktif ? Jika produktif, apa warna sputum ? apakah hijau dan purulen ?2. Apakah batuk berdarah (hemoptisis) ? Apakah berkarat (pneumonia) atau merah muda dan berbusa (edema paru) ?3. Apakah terjadi pada musim atau merupakan gejala yang baru timbul ?Nyeri DadaKapan dimulainya ? Seperti apa nyerinya ? Di mana dan menjalar ke mana ? Apakah diperberat/berkurang dengan bernapas, perubahan posisi, pergerakan ? Adakah nyeri dada setempat ?Adakah demam, menggigil, penurunan berat badan, malaise, keringat malam, limfadenopati, atau ruam kulit ?Riwayat Penyakit Dahulu1. Apakah pasien sebelumnya memiliki kelainan pernapasan ? Asma ? penyakit paru Obstruktif Kronis (PPOK) ? TB atau terpajan TB ?2. Bagaimana pernapasan pasien mengenai keadaannya dan kepatuhan pada terapi ?3. Apakah pasien pernah masuk rumah sakit karena sesak napas ?4. Apakah pasien pernah memerlukan ventilasi ?5. Adakah kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan foto rontgen toraks ?Obat-obatanObat apa yang sedang dikonsumsi pasien ? apakah baru-baru ini ada perubahan penggunaan obat? adakah respons terhadap terapi terdahulu ? Apakah pasien mengkonsumsi tablet, inhaler, nebuliser, atau oksigen ?Alergi Adakah alergi obat atau antigen lingkungan ?MerokokApakah pasien saat ini merokok ? Apakah pasien pernah merokok ? Jika ya, berapa banyak ?Riwayat Keluarga dan SosialPernahkah pasien terpajan abses, debu, atau toksin lain ? Apa pekerjaan pasien ? Adakah riwayat masalah pernapasan dalam keluarga ? Apakah pasien memelihara hewan ?Setelah dilakukan anamnesis, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Sebelum melaksanakan pemeriksaan fisik, hendaknya didahului oleh penjelasan singkat mengenai pemeriksaan fisik yang akan dilakukan, bagaimana bentuk pemeriksaannya, apa yang nanti harus dilakukan oleh pasien saat pemeriksaan fisik berlangsung, dan bertujuan untuk apakah pemeriksaan tersebut, serta meminta informed consent atau permintaan izin kepada pasien yang menunjukan bahwa pasien tersebut setuju atau tidak untu melakukan pemeriksaan fisik. Jika pasien setuju, jangan lupa untuk mencuci tangan sebelum dan sudah pemeriksaan.

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis penyakit tersebut berdasarkan anamnesis adalah tanda-tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelainan bentuk dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernafasan. Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis (fokal fremitus). Perkusi berdasarkan patogenesisnya, bunyi ketokan yang terdengar dapat bermacam-macam yaitu sonor, hipersonor, pekak, redup, dan timpani. Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara melalui sistem trakeobronkial. Dalam keadaan normal suara napas vesikular yang berasal dari alveoli dapat didengar pada hampir seluruh lapangan paru. Sebaliknya suara napas bronkial tidak akan terdengar karena getaran suara yang berasal dari bronkus tersebut tidak dapat dihantarkan ke dinding dada karena dihambat oleh udara yang terdapat dalam alveoli. Dalam keadaan abnormal misalnya pneumonia di mana alveoli terisi infiltrat maka udara di dalamnya akan berkurang atau menghilang. Infiltrat yang merupakan penghantar getaran suara yang baik akan menghantarkan suara bronkial sampai ke dinding dada sehinggadapat terdengar sebagai suara napas bronkovesikular (bila hanya sebagian alveoli yang terisi infiltrat) atau bronkial (bila seluruh alveoli terisi infiltrat). Penderita PPOK biasanya mengalami dyspnea ketika melakukan aktivitas berat seperti berolahraga yang melibatkan kerja lebih oleh paru-paru. Keluhan ini juga dirasakan semakin memburuk dari waktu ke waktu sehingga rasa sesak napas dapat terjadi pada aktivitas yang tidak terlalu berat sekalipun, bahkan dyspnea dapat menetap tanpa melakukan aktivitas. Gejala lain yang dapat timbul adalah sesak dada, rasa lelah, takipnea, perpanjangan ekspirasi, bentuk dada yang membesar, otot pada leher ikut membantu pernapasan secara aktif, pernapasan pursed lips, dan barrel chest. Pada fase awal umumnya pasien tampak normal dan terkadang ada ekspirasi memanjang pada saat ekshalasi paksa. Pada fase lanjut terjadi hiperinflasi paru, wheezing menetap, ekspirasi memanjang, suara ronkhi, dan suara jantung jauh. Pada fase akhir pasien kesulitan bernapas sehingga menggunakan seluruh otot-otot pernapasan secara full-use, tipe pernapasan pursed lips, sianosis, astereksis, hepatomegali, dan distensi vena pada leher akibat gagal jantung kanan.Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah tes faal paru dengan spirometri, COPD Assessment Test (CAT), pemeriksaan radiologis, dan pemeriksaan darah.Pemeriksaan spirometri dilakukan dengan menghitung Forced Expiratory Volume (FEV1) dan Forced Vital Capacity (FVC). FEV1 adalah volume ekspirasi maksimal yang dapat dihembuskan dalam detik pertama. FVC adalah tarikan napas maksimal yang dapat dihirup dalam satu kali tarikan napas yang dalam. Perhitungan normalnya adalah 70% FVC keluar pada detik pertama sehingga rasio FEV1/FVC minimal mencapai angka 70%. Pada pasien PPOK rasio akan menurun dibawah 70%. CAT dilakukan dengan meminta pasien mengisi daftar pertanyaan yang berhubungan dengan PPOK seperti sifat batuk, sputum, dyspnea, sesak dada, dll. Jawaban pasien dinilai berdasarkan skor yang telah ditentukan (0-40) dan semakin tinggi skor maka tingkat keparahan penyakit akan semakin tinggi.Pemeriksaan radiologis dapat dilakukan dengan x-ray. Penampakan yang paling umum terjadi adalah hiperinflasi paru, peningkatan udara retrosternal, dan adanya bulla. Selain menunjang diagnosis, pemeriksaan ini juga dapat menghilangkan diagnosis banding terhadap penyakit-penyakit paru lainnya. Pemeriksaan darah dapat dilakukan dengan darah arteri untuk memeriksa kadar gas darah (arterial blood gas), hemoglobin dan hematokrit untuk melihat hipoksemia dan tingginya kadar karbondioksida. Darah perifer juga dapat dipakai untuk melihat polisitemia (produksi sel darah merah ditingkatkan untuk kompensasi oksigen jaringan) akibat hipoksemia yang berlangsung lama dan tanda-tanda infeksi.

Anatomi dan FisiologiUntuk terjadinya sebuah proses respirasi, terjadi 4 proses yang berperan sebagai fungsi mayor yaitu ventilasi pulmonal (Pulmonary Ventilation), difusi antara oksigen dan karbondioksida antara alveoli dengan darah, transpor oksigen dan karbondioksida di darah dan cairan tubuh serta dari sel jaringan tubuh, dan pengaturan ventilasi serta aspek respirasi lainnya.1Pernapasan dimulai dari masuknya udara dari luar ke dalam hidung hingga terjadi pertukaran udara di dalam paru-paru. Bagian yang berperan dalam sistem pernapasan manusia dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian konduksi, yang berperan dalam menyalurkan udara, dan bagian respirasi, yang berperan dalam pertukaran gas. Bagian konduksi meliputi kavum nasi, nasofaring, laring, trachea, bronkus, dan bronkiolus terminalis. Sedangkan bagian respirasi meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveolus.1Setelah melewati laring, udara akan menuju trachea yang merupakan pipa udara kaku, terbentuk dari tulang rawan hialin dan selaput fibromuscular, yang panjangnya sekitar 10-11cm membentang mulai dari segmen C6 hingga tepi superior T5. Trachea terletak di belakang oesofagus dan memiliki cincin-cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh jaringan penyambung padat dibroelastis dan retikulin disebut ligamen anulare untuk mencegah agar lumen trachea jangan meregang berlebihan. Cincin-cincin trachea berjumlah 16-20 buah dan membatasi 2/3 bagian anterior. Trachea akan terpecah menjadi 2 pada percabangan yang disebut bifucartio tracheae setinggi tepi superior T5 pada batas caudal mediastinum superius.2Saluran udara yang berada pada percabangan bifucartio tracheae adalah bronkus ekstrapulmonal, kemudian bronkus lobaris, dan bronkus segmentum. Bronkus kanan memiliki 10 segmen bronkopulmonal sedangkan bronkus kiri memiliki 8 segmen bronkopulmonal. (Lihat Gambar 1)Bagian yang termasuk segmen percabangan bronkopulmonal adalah sebagai berikut:1. Pada pulmo dextra:a. Superior: apicalis, posterior, anteriorb. Medius: lateralis, medialisc. Inferior: superior, mediobasalis, anterobasalis, laterobasalis, posterobasalis2. Pada pulmo sinistra:a. Superior: apicoposterior, anterior, lingula superior, lingula inferiorb. Gambar 1. Cabang Trachea dan Bronchus2Inferior: superior, anteromediabasal, laterobasal, posterobasal

Bronkiolus memiliki diameter kira-kira 1mm dan akan semakin kecil pada percabangannya. Pada bagian ini sudah tidak ada tulang rawan lagi. Bronkiolus dilapisi oleh epitel selapis torak bersilia dan bersel goblet pada beberapa bagiannya. Percabangan bronkiolus adalah bronkiolus terminalis dan bronkiolus respiratoris. Pada bagian bronkiolus respiratoris sudah terjadi pertukaran gas ke dalam alveoli. Terdapat otot polos yang dipersarafi oleh saraf otonom yang peka oleh zat kimia dan hormon tertentu sehingga dapat mengakibatkan bronkokonstriksi atau bronkodilatasi. Kegunaannya adalah untuk mengatur jumlah udara yang masuk.2Alveoli merupakan kantong udara berdinding tipis yang dilapisi sel alveol tipe 1 berbentuk gepeng yang menyusun dinding alveoli. Diantara sel tipe 1 terdapat sel alveol tipe 2 yang mensekresi surfaktan (surface-active subcstances) yaitu kompleks fosfolipoprotein yang membantu pengembangan jaringan paru. Di dalam lumen alveoli terdapat sel makrofag, limfosit, mast cell (heparin), lipid, dan histamin. Di dinding antara 2 alveoli yang bersebelahan terdapat pori-pori yang disebut minute pores of Kohn. Pori-pori ini dapat menjadi tempat pertukaran udara juga. Pertukaran udara antar satu alveoli dengan yang lain disebut ventilasi kolateral. Tiap alveoli dikelilingi jalinan kapiler paru dimana membran endotel kapiler paru dengan membran alveol akan membentuk membran respirasi yang merupakan tempat terjadinya difusi oksigen atau karbondioksida antar udara alveol dan darah kapiler paru.Peredaran darah pada paru terdapat 2 sirkulasi yaitu sirkulasi pulmonal dan sirkulasi bronkial. Pada sirkulasi pulmonal darah akan membawa gas hasil pertukaran darah kapiler dan udara alveoli. Fungsi lainnya adalah sebagai saringan udara. Sirkulasi bronkial adalah peredaran darah dimana darah akan menyediakan nutrisi bagi jaringan paru. Pada manusia normal, terdapat sepasang paru-paru yaitu kanan dan kiri. Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu superior, medius, inferior. Sedangkan paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus yaitu superior dan inferior. Selaput pembungkus paru-paru disebut pleura. Diantara pleura terdapat kavum pleura yang normal berisi cairan serosa. Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa dengan serat elastin dan kolagen dan sel fibroblas. Terdapat 2 jenis selaput yang melapisi paru-paru yaitu pleura viseral dan pleura parietal. Pada paru-paru terdapat A. Bronchialis yang menyediakan nutrisi bagi paru-paru. Arteri ini berasal dari aorta thoracalis atau A. Intercostalis posterior superior.Paru-paru terletak di dalam cavum thorax yang berbentuk seperti kerucut yang terpancung horizontal. Cavum thorax memiliki 2 pintu yaitu pintu atas yang dibentuk oleh apertura thoracis superior dan pintu bawah yang dibentuk oleh apertura thoracis inferior. Rongga thorax terbagi 3 kompartmen yaitu rongga pleura kanan, rongga pleura kiri, dan mediastinum. Dinding thorax dibentuk oleh rangka dan otot. Batas dorsalnya adalah 12 vertebra thoracal dan discus invertebra, sedangkan batas lateralnya adalah 12 os costae dan mm. Intercostales, dan batas anteriornya adalah os sternum.Otot-otot dinding thorax terdiri dari otot-otot lengan atas ( mm. Pectoralis, mm. Latissimus dorsi, m. Serratus anterior, m. Subclavius), otot-otot leher, otot-otot dinding thorax murni (mm. Intercostales, m. subcostalis, mm. serratus posterior superior et inferior, diaphragma, m. transversus thoracis, m. levatores costarum).Otot-otot yang berperan penting dalam pernapasan adalah mm. Intercostales. Terdiri atas m. Intercostales externus, m. Intercostales internus, m. Intercostales intimi. M. Intercostales externus memiliki arah serabut dari tepi inferior atas ke tepi superior iga di bawahnya dan otot ini paling aktif bekerja pada inspirasi (penarikan napas), sedangkan m. Intercostales internus memiliki arah serabut yang berlawanan dari m. Intercostales externus dan bekerja paling aktif pada ekspirasi (penghembusan napas). Ada pula pada inspirasi kuat terdapat otot-otot inspirasi tambahan yang ikut berperan yaitu m. Sternocleidomastoideus dan m. Pectoral mayor.Perdarahan pada dinding thorax adalah oleh aa. Intercostales yang berasal dari aorta thoracalis, a. Intercostales suprema, dan a. thoracica interna cabang a. Subclavia. Pembuluh balik pada dinding thorax ke arah posterior v. Intercostales yang bermuara ke dalam v. Azygos (sisi tubuh kanan) dan bermuara ke dalam v. Hemiazygos (sisi tubuh kiri). Sedangkan pembuluh balik ke arah anterior v. Intercostales bermuara ke dalam v. Thoracica interna selanjutnya bermuara ke dalam vv. Brachiocephalica. Gambar 2. Pertukaran Gas Oksigen dan Karbondioksida3

Untuk melakukan perpindahan udara dari luar ke dalam paru-paru secara fisik, hal ini ditentukan oleh faktor tekanan. Terdapat 3 jenis tekanan yang penting dalam respirasi yaitu tekanan atmosfer, tekanan intra pulmonaris, dan tekanan intra alveolaris. Gas akan bergerak dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah (Lihat Gambar 2).Tekanan atmosfer atau tekanan barometrik adalah tekanan yang ada di lingkungan dan besarnya ditentukan oleh ketinggian suatu tempat dari permukaan laut. Tekanan ini terjadi akibat adanya berat objek di udara pada lingkungan atmosfer bumi. Pada ketinggian setinggi permukaan laut, tekanan atmosfer adalah 760mmHg. Tekanan akan semakin kecil pada ketinggian yang lebih tinggi dan akan semakin besar pada ketinggian yang lebih rendah.3Tekanan intra alveolaris adalah tekanan di dalam alveoli. Oleh karena alveoli mengalami kontak langsung dengan udara luar, maka tekanan intrapulmonaris akan mengakibatkan perpindahan udara dari luar ke dalam alveoli pada saat inspirasi. Pada saat ekspirasi, tekanan akan berubah dan udara akan keluar menjauhi alveoli.4Tekanan intrapleura adalah tekanan yang terjadi di antara rongga paru dan kavum thorax. Tekanan ini pada kondisi fisiologis merupakan tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan tekanan atmosfer, atau disebut juga subatmosferik. Tekanan intrapleura yang subatmosferik digambarkan dengan tekanan negatif. Tekanan intrapleura ini tidak menyeimbangkan tekanannya dengan tekanan luar ataupun tekanan intra alveolaris karena tidak ada kontak langsung antara rongga pleura dengan atmosfer ataupun paru.Pada saat melakukan inspirasi otot-otot inspirasi akan berkontraksi. Otot inspirasi utama adalah diaphragma dan m. Intercostales externus (25%). Kontraksi otot-otot ini akan mengubah bentuk dan luas rongga dada. Otot diaphragma akan bergerak ke arah bawah dan memperluas rongga dada sehingga tekanan rongga dada menjadi subatmosferik (lebih kecil daripada tekanan udara luar). Udara yang bergerak dari tekanan yang lebih tinggi menuju tekanan yang lebih rendah akan mengakibatkan masuknya udara dari luar ke dalam paru-paru.Setelah selesai melakukan inspirasi, otot-otot akan kembali berelaksasi dan tekanan dalam rongga paru meningkat sehingga udara terhembus ke luar. Proses ini adalah ekspirasi. Setelah selesai melakukan ekspirasi adalah fase istirahat. Pada saat ekspirasi tenang, jaringan paru kembali ke kedudukan semula setelah teregang. Daya paru-paru untuk kembali ke bentuk asal disebut gaya recoil.4Dalam keadaan yang normal: Orangdewasa 16-18 x/menit, Anak-anak kira-kira 24x/menit, Bayi kira-kira 30x/menit, Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya. Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan napas dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal dari luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pernapasan. Contoh lain adalah bersin yaitu pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari hidung dan mulut.

Diagnosis BandingMenegakkan diagnosis terhadap suatu penyakit merupakan hal yang tidak mudah, mengingat gejala dan tanda-tanda klinis yang tidak khas. Diagnosis ditegakkan atas dasar riwayat penyakit, gambaran klinik dan laboratorium. Pada kasus ini telah didapatkan working diagnosis yaitu bronkitis kronik, tetapi untuk menetapkan working diagnosis ini harus dilakukan diagnosis banding terlebih dahulu. Mengingat penyakit paru obstruktif kronik diklasifikasikan menjadi 4 penyakit, maka pertama akan dilakukan diagnosis banding antara bronkitis kronis, emfisema, bronkiektasis dan asma.Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas karena bronkitis kronik atau emfisema. Obstruktif tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel. Bronkitis kronik ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) diperkirakan mempengaruhi 32 juta orang di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama keempat kematian di negara ini. Pasien biasanya memiliki gejala bronkitis kronis dan emfisema, tetapi triad klasik juga termasuk asma.Working DiagnosisBronkitis KronisBronkitis kronik didefinisikan sebagai riwayat klinis batuk produktif selama 3 bulan setahun untuk 2 tahun berturut-turut. Dispnea dan obstruksi saluran napas, seiring dengan elemen reversibilitas, terjadi secara intermiten atau terus-menerus. Merokok sejauh ini adalah kausa utama, meskipun iritan inhalan lain mungkin dapat menimbulkan proses yang sama, proses patologis yang predominan adalah proses peradangan saluran napas, disertai penebalan mukosa dan hipersekresi mukus sehinggan terjadi obstruksi difus. Pada bronkitis kronik, terdapat sejumlah kelainan patologis saluran napas, meskipun tidak ada yang benar-benar khas untuk penyakit ini. Gambaran klinis bronkitis kronik dapat dikaitkan dengan cedera dan penyempitan kronik saluran napas. Gambaran patologis utama adalah perdangan saluran napas, terutama saluran napas yang halus, dan hipertrofi kelenjar mukosa saluran napas besar disertai peningkatan sekresi mukus dan obstruksi saluran napas oleh mukus tersebut. Mukosa saluran napas biasanya disebuki oleh sel radang, termasuk leukosit polimorfonukleus dan limfosit. Peradangan mukosa dapat secara substansial mempersempit lumen bronkus. Akibat peradangan kronik, lapisan normal epitel kolumnar berlapis semua bersilia sering diganti oleh bercak-bercak metaplasia skuamosa. Tanpa adanya epitel bronkus bersilia normal, fungsi pembersihan oleh mukosilia sangat berkurang atau bahkan lenyap sama sekali. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar submukosa merupakan gambaran yang mencolok dengan kelenjar yang sering membentuk lebih dari 50% ketebalan dinding bronkus. Hipersekresi mukus menyertai hiperplasia kelenjar mukosa, yang semakin mempersempit lumen. Hipertrofi otot polos bronkus sering dijumpai, dan hiperresponsivitas dapat dijumpai terhadap rangsang bronkokonstriktor non-spesifik (termasuk histamin dan metakolin). Bronkiolus sering disebuki oleh sel radang dan mengalami distorsi, disertai oleh fibrosis peribronkus. Penyumbatan oleh mukus dan obstruksi lumen saluran napas halus sering ditemukan. Tanpa adanya proses lain yang menimpa, misalnya pneumonia, parenkim paru untuk pertukaran gas, yang terdiri atas unit-unit respiratorik terminal, umumnya tidak mengalami kerusakan. Hasil kombinasi proses-proses diatas adalah obstruksi saluran napas kronik dan gangguan pembersihan sekresi saluran napas.Obstruksi yang tidak seragam di saluran napas pada bronkitis kronik berpengaruh besar pada ventilasi dan pertukaran gas. Obstruksi dengan waktu ekspirasi memanjang menimbulkan hiperinflasi. Perubahan hubungan ventilasi-perfusi mengenai daerah-daerah dengan rasio V/Q yang tinggi dan rendah. Yang terakhir ini terutama bertanggung jawab menyebabkan hipoxemia istirahat yang lebih jelas dijumpai pada bronkitis kronik dibandingkan pada emfisema.Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai batuk darah. Sesak napas bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas. Adakalanya terdengar suara mengi. Pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-krok terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran napas. Ronkhi kasar inspirasi dan ekspirasi, takikardia (sering terjadi pada hipoxemia) dan polisitemia (oleh karena hipoxemia kronik).

Secara klinis bronkitis kronis dibagi menjadi 3:1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak dan keluhan lain yang ringan.2. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat dan suara mengi.

Sebagian besar penderita bronkitis kronik tidak mengalami obstruksi aliran pernapasan, namun 10-15% perokok merupakan golongan yang mengalami penurunan aliran napas. Penderita batuk produktif kronis yang mempunyai aliran napas normal disebut penderita bronkitis kronik simpleks, sedangkan yang disertai dengan penurunan aliran napas yang progresif disebut penderita bronkitis kronik obstruktif. Pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk bronkitis kronik yang ringan sampai sedang, tetapi pada penderita yang megalami obstruksi napas, gejalanya telah tampak pada saat inspeksi, yaitu digunakannya otot pernafasan tambahan.

Differential DiagnosisEmfisemaBerbeda dari bronkitis kronik, emfisema adalah penyakit yang bukan terutama mengenai saluran napas tetapi parenkim paru disekitarnya. Konsekuensi fisiologisnya adalah hasil dari kerusakan unit-unit respiratorik terminal dan hilangnya jaringan kapiler alveolus serta yang sangat penting struktur-struktur penunjang paru, termasuk jaringan ikat elastis. Hilangnya jaringan ikat elastis menyebabkan paru kehilangan daya recoil elastis dan mengalami peningkatan compliance. Tanpa recoil elastis yang normal, saluran napas yang tidak mengandung tulang rawan tidak lagi mendapat topangan. Saluran napas mengalami kolaps prematur saat ekspirasi, disertai gejala obstruktif dan temuan fisiologis yang khas. Gejala umum yang tampak adalah sesak napas dan dyspnea sepanjang hari bahkan saat beristirahat. Pada pemeriksaan fisik didapati pergerakan napas menurun, bentuk thorax barrel chest, suara napas menurun, dan hipersonor pada perkusi. Pemeriksaan penunjang yang paling baik adalah dengan rontgen foto thorax dan biasa didapati tampilan hiperinflasi paru. Selain itu bisa juga digunakan tes fungsi paru dengan spirometri. Hasil pemeriksaan dapat berupa penurunan FEV, kapasitas vital, dan peningkatan volume residual.Gambaran radiologik emfisema secara umum adalah penambahan ukuran paru anterior-posterior yang menyebabkan bentuk thorax kifosis, dan penambahan ukuran paru vertikal menyebabkan diafragma terletak lebih rendah dengan bentuk diafragma yang datar dan peranjakandiafragma berkurang pada pengamatan dengan fluoroskopi. Dengan aerasi paru yang bertambah pada seluruh paru atau lobaris ataupun segmental, akan menghasilkan bayangan lebih radiolusen sehingga corakan jaringan paru tampak lebih jelas selain gambaran fibrosisnya dan vaskular paru yang relatif jarang.BronkiektasisBronkiektasis adalah keadaan terjadinya dilatasi dinding bronkus yang ireversibel akibat rusaknya otot dan jaringan sekitar. Bronkiektasis dapat terjadi secara kongenital dan didapat. Pada bronkiektasis yang didapat biasanya terlokalisasi di lapangan bawah paru, unilateral (lobus kanan lebih sering), dan lebih sering terjadi dibandingkan kejadian kongenital. Umumnya bronkiektasis terjadi akibat proses inflamasi kronik yang disebabkan oleh infeksi terutama tuberculosis. Selain itu obstruksi saluran napas juga dapat mengakibatkan bronkiektasis seperti adanya sumbatan mukus dalam lumen, perbesaran kelenjar, dan tumor. Gejala klinis yang tampak adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Terkadang disertai hemoptisis, demam, dan sesak napas. Pada pemeriksaan radiologi tampak honey comb appearance. Terapi farmakologisnya dapat diberikan obat-obatan ekspektoran, mukolitik, dan antibiotik apabila perlu. Pasien juga diedukasikan untuk menghindari faktor pencetus seperti asap rokok, polutan, dan pencegahan terhadap infeksi, serta banyak minum air putih. Fisioterapi berupa postural drainage juga dapat dilakukan.

AsmaAsma bronkial adalah inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas pada saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang yang ditandai dengan sesak napas, bunyi wheezing, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari. Pada penderita asma gejala yang timbul pada serangan akut adalah bronkokonstriksi, wheezing saat ekspirasi, dyspnea, perpanjangan ekspirasi, takikardi, dan takipnea. Pada keadaan yang berat bunyi wheezing dapat terdengar saat inspirasi ekspirasi dan ditemukan pulsus paradoksus. Apabila bronkospasme tidak kembali maka keadaan ini dapat berlanjut dan mengakibatkan bertambah parahnya hipoksemia dan aliran ekspirasi semakin menurun. Keadaan ini dinamakan status asmatikus dan dapat mengakibatkan asidosis respiratorik oleh karena P CO2 yang semakin meningkat dan dapat berakibat fatal.

EtiologiSecara umum penyebab PPOK dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti merokok, pajanan lingkungan pekerjaan, polusi udara, hiperresponsivitas bronkial, faktor genetik, penyakit autoimun, dan eksaserbasi akut. Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai beberapa alat tubuh, yaitu penyakit jantung menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah terjadi. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, merupakan sumberbakteri yang dapat menyerang dinding bronchus. Dilatasi bronchus (bronchiectasis) menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendirtersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.EpidemiologiPPOK tersebar di seluruh negara dan mengenai kurang lebih sebanyak 329 juta jiwa di seluruh duniadan secara global merupakan penyebab kematian utama ke-6 pada tahun 1990 dan diprediksikan akan mencapai penyebab kematian utama ke-4 pada tahun 2030 akibat kebiasaan merokok yang semakin meningkat dan perubahan demografis pada berbagai negara. Penyebab keempat kematian di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa lebih dari 16 juta orang di Amerika Serikat dan 20% orang di negara-negara industri menderita PPOK sistomatik.5PatofisiologiPPOK yang diakibatkan oleh asap rokok terjadi karena di dalam paru-paru yang terpapar terjadi oxidative stress karena tingginya konsentrasi radikal bebas dalam asap rokok. Partikel iritan dalam asap rokok juga mengakibatkan pelepasan sitokin yang menimbulkan proses inflamasi dalam paru. Radikal bebas dalam asap rokok juga mengakibatkan kerusakan enzim antiprotease seperti alfa-1-antitripsin sehingga mempercepat kerusakan paru akibat enzim protease dari proses inflamasi. Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel squamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini akan merangsang dan mempertahankan inflamasi dimana CD8 dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos.

Gambar 3. Patofisiologi PPOK5Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidak seimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi 1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok. Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah leucotrien B, chemotacticfactors seperti CXC chemokines, interlukin 8 dan growth related oncogene , TNF , IL-1 dan TGF. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease, adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofag serta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear factor sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada. Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan berlanjut kepada abnormalitas perbandingan ventilasi perfusi yang pada tahap lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada hipertensi pulmonal dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri pulmonalis (hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi Pulmonary capillary bad menjadi faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal.

Gejala klinikPasien dengan PPOK memiliki gejala sesuai penyakit yang diderita. Secara umum pasien akan merasakan sesak napas, batuk produktif, dan terkadang hemoptisis. Gejala respirasi yang timbul adalah batuk kronik produktif dengan sputum mukoid terutama pada pagi hari dan dyspnea disertai wheezing. Gejala akut pada saat eksaserbasi adalah meningkatnya batuk produktif, sputum purulen, demam, sesak, dan wheezing. Pada pemeriksaan spirometri, FEV1 dibawah predicted.6

KomplikasiKomplikasi pada PPOK dapat terjadi di luar sistem pulmonal seperti penurunan berat badan, hipertensi pulmonal, dan payah jantung kanan. Terkadang dapat pula terjadi komplikasi seperti osteoporosis, penyakit jantung, atrofi otot, dan kelainan psikologis (depresi).

PenatalaksanaanPengobatan farmakologis untuk mengurangi gejala PPOK adalah bronkodilator, anti kolinergik, golongan metilxantin, dan kortikosteroid. Pengobatan non-farmakologi adalah dengan memberi edukasi tertang bahaya merokok, terapi oksigen, memberi nutrisi dan dukungan psikologis.Bronkodilator merupakan pilihan lini pertama terutama dalam sediaan inhalasi karena kapasitas eksersisenya tinggi menurunkan gejala sesak napas dengan cepat. Bronkodilator golongan simpatomimetik bekerja sebagai beta-adregenik selektif yang menyebabkan relaksasi otot polos bronkus dan bronkodilatasi dengan cara merangsang enzim adenil siklase untuk membentuk cAMP (AMP siklik). Obat ini juga memperbaiki mukosilia yang dapat diberikan secara inhalasi dengan Metered Dose Inhaler (MDI).Preparat bronkodilator terbagi menjadi short acting (kerja singkat) dan long acting (kerja lama). Obat-obatan yang tergolong short acting antara lain adalah albuterol, levabuterol, bitolterol, dan terbutalin. Obat ini bekerja selektifitas beta lebih besar dan lama kerja lebih panjang daripada preparat short acting lain seperti isoproterenol, metaproterenol, dan isoetarin. Lama kerjanya sekitar 4-6 jam dan hanya digunakan untuk serangan akut. Preparat long acting terdiri dari formoterol dan salmeterol. Lama kerjanya 12 jam dan tidak boleh diberikan untuk mengatasi gejala akut. Efek sampingnya antara lain adalah jantung berdebar, takikardi, insomnia, dan hipertensi. Obat ini juga tidak boleh diberikan pada penderita Benign Prostatic Hypertrophy (BPH). Obat golongan anti kolinergik juga dapat digunakan karena obat ini bekerja menghambat kompetitif reseptor kolinergik pada otot polos bronkus yang akan menghambat asetilkolin sehingga terjadi penurunan cGMP (GMP siklik) sehingga terjadi bronkodilatasi. Sediaannya diberikan dalam bentuk inhalasi. Preparat anti kolinergik yaitu ipratropium bromida dan tiotropium bromida. Ipratropium bromida memiliki efek bronkodilator yang panjang tetapi mulai kerjanya lebih lambat dibandingkan dengan beta agonis yang short acting. Efek samping berupa mulut kering, nausea, rasa metalik, penglihatan kabur, retensi urin, dan takikardi.Kombinasi antikolinergik dan simpatomimetik yang dapat digunakan untuk terapi penunjang adalah kombinasi albuterol dan ipratropium. Obat golongan metilxantin adalah teofilin dan aminofilin. Cara kerja obat ini adalah menghambat fosfodiesterase yang mengakibatkan peningkatan cAMP dan menghambat masuknya kalsium ke dalam otot polos. Selain itu obat ini juga bekerja sebagai antagonis prostaglandin, menstimulasi katekolamin endogen, antagonis reseptor adenosin, dan menghambat lepasnya mediator dari sel mast dan leukosit. Penggunaan jangka panjang teofilin pada PPOK dapat memberikan efek perbaikan fungsi paru (kapasitas vital dan FEV1) sehingga mengurangi dyspnea, meningkatkan toleransi eksersise, dan memperbaiki pernapasan. Efek sampingnya berupa dispepsia, nausea, muntah, diare, sakit kepala, pusing, dan takikardi.Kortikosteroid digunakan akrena efek antiinflamasinya. Obat ini akan menurunkan permeabilitas kapiler sehingga produksi mukus menurun dan menimbulkan hambatan pelepasan enzim proteolitik dari leukosit dan menghambat prostaglandin. Penggunaan kronis tidak dianjurkan, indikasi kortikosteroid digunakan hanya pada eksaserbasi akut untuk terapi jangka pendek. Sediaan yang digunakan adalah dalam bentuk inhalasi. Efek samping berupa suara serak, nyeri telan, kandidiasis oral dan skin bruising. Pada keadaan yang parah dapat juga terjadi supresi adrenal, osteoporosis, dan katarak apabila inhalasi diberikan dalam jangka panjang dan dosis tinggi.Pengobatan secara simptomatik juga perlu dilakukan terutama apabila eksaserbasi terjadi akibat infeksi bakteri atau virus. Antibiotik dapat diberikan apabila pasien mengalami dyspnea dan peningkatan volume sputum yang purulen. Obat yang dapat digunakan adalah preparat markolid, azitromisin, klaritromisin, sefalosporin generasi 2 atau 3, dan doksisiklin. Apabila kuman penyebab adalah penghasil beta-laktamase maka digunakan amoksisilin ditambah asam klavulanat, juga dapat diberikan fluorokuinolon (levofloxasin, gatifloxasin, moxifloxasin, dll).

PencegahanPencegahan PPOK yang paling utama adalah penghentian kebiasaan merokok dalam upaya memperlambat progresivitas penyakit. Selain itu perlu juga diperhatikan kesehatan bekerja terutama pada lingkungan pekerjaan yang berpolutan. Tindakannya berupa pengaturan ventilasi yang baik, penggunaan respirator, dan upaya mengurangi debu yang beterbangan terutama pada lingkungan pertambangan. PrognosisPrognosis pada PPOK kurang baik karena bersifat progresif dan akan terus memburuk hingga mengakibatkan kematian. Beberapa faktor yang dapat memperburuk prognosis adalah obstruksi aliran udara yang berat (FEV1 sangat rendah), kapasitas beraktivitas yang rendah, pendeknya napas, berat badan terlalu rendah ataupun tinggi, komplikasi seperti gagal paru atau cor pulmonale, kebiasaan merokok yang belum dihentikan, dan eksaserbasi akut yang sering terjadi. KesimpulanPPOK (penyakit paru obstruktif kronik) adalah kelompok penyakit paru dengan terutama terjadi obstruksi menahun. Pada skenario ini diagnosis kerja bronkitis kronik dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Kelompok penyakit yang termasuk PPOK adalah bronkitis kronik, emfisema, asma bronkial, dan bronkiektasis. Faktor predisposisi terutama pada perokok dan gejala umum yang tampak adalah sesak napas dan batuk persisten. Pengobatannya terutama bertujuan untuk mengurangi progresivitas penyakit dan menghindari komplikasi yang berat seperti cor pulmonale. Prognosis kurang baik dan diperberat oleh tingkat keparahan penyakit, eksaserbasi yang sering, dan kebiasaan merokok yang belum dihentikan.

Daftar Pustaka

1. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. California: Elsevier Saunders; 2006. p.471.2. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.52.3. Plowman SA, Smith DL. Exercise physiology for health, fitness, and performance. 2nd ed. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.p.275.4. Slonane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2004.h.266-74.5. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi, pemeriksaan & manajemen. Jakarta: EGC; 2008.h.84-6.6. Darmanto R. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC; 2009.h.121-2.

16