pdam kabupaten bangli_penelitian.pdf
DESCRIPTION
PDAM Kabupaten Bangli_PenelitianTRANSCRIPT
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BUMN merupakan wujud nyata dari investasi negara dalam dunia usaha.
Tujuannya adalah untuk mendorong dan mengembangkan aktivitas perekonomian
nasional, demikian yang disampaikan oleh Usman (1997). Sementara menurut
Soeharto (1996) tujuan BUMN adalah: (1) menunjang perkembangan ekonomi, (2)
mencapai pemerataan secara horizontal dan vertikal melalui perintisan usaha dan
pembinaan pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi, (3) menjaga stabilitas
dengan menyediakan persediaan barang yang cukup terutama menyangkut hajat hidup
orang banyak, (4) mencapai efisiensi teknik agar dapat menjual dengan harga yang
terjangkau tanpa mengurangi mutu dan kemampuan memupuk dana dari keuntungan,
(5) menunjang terselenggaranya rencana pembangunan. BUMD dalam hal ini,
tidaklah jauh berbeda dengan tujuan BUMN, hanya perbedaannya terletak pada
kepemilikan yaitu dalam konteks negara dan daerah. Salah satu BUMD yang
mengemban amanat dan peran strategis di daerah adalah PDAM, yang berfungsi
melayani kebutuhan hajat hidup orang banyak dan sekaligus menggali dana
masyarakat melalui perolehan keuntungan dari usahanya untuk digunakan kembali
dalam membangun sarana dan prasarana yang diperlukan oleh masyarakat.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) berbeda dengan perusahaan swasta
murni yang selalu berorientasi pada keuntungan (profit oriented). Salah satu tujuan
PDAM adalah turut serta dalam melaksanakan pembangunan daerah khususnya, dan
pembangunan ekonomi nasional pada umumnya, dengan cara menyediakan air
2
minum yang bersih, sehat, dan memenuhi persyaratan kesehatan bagi masyarakat di
suatu daerah, yang sekaligus merupakan wujud pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah terhadap masyarakat.
Apabila merujuk pada Keputusan Menteri Dalam Negeri No: 690-069 tahun
1992, tentang Pola Petunjuk Teknis Pengelolaan PDAM, di sana ditegaskan bahwa
PDAM mempunyai tugas pokok pelayanan umum kepada masyarakat, di mana dalam
menjalankan fungsinya PDAM diharapkan mampu membiayai dirinya sendiri (self
financing) dan harus berusaha mengembangkan tingkat pelayanannya, di samping itu
PDAM juga diharapkan mampu memberikan sumbangan pembangunan kepada
Pemda. Selanjutnya dalam keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999,
tentang Pedoman Penilaian Kinerja PDAM dinyatakan bahwa tujuan pendirian
PDAM adalah untuk memenuhi pelayanan dan kebutuhan akan air bersih bagi
masyarakat serta sebagai salah satu sumber PAD. Untuk mencapai tujuan di atas,
maka penyelenggaraan, pengelolaan, dan pembinaan terhadap PDAM harus
berdasarkan kepada prinsip-prinsip dan azas ekonomi perusahaan yang sehat.
Dari ketentuan yang mengatur tentang keberadaan PDAM sangat jelas bahwa
dalam menjalankan fungsinya sebagai penyedia air bersih dan dalam upaya
peningkatan pelayanan publik tidak terlepas dari dimensi ekonomi yaitu memperoleh
keuntungan yang memadai. Adanya kepentingan pelayanan publik menyebabkan
PDAM tidak akan mampu menjalankan fungsinya secara optimal, sehingga keadaan
ini akan mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Untuk mewujudkan
kedua tujuan dimaksud pengelolaan PDAM masih dihadapkan pada inefisiensi
bahkan cenderung mengedepankan fungsi pelayanan (public service oriented),
3
sehingga berdampak keberadaannya membebani keuangan daerah. Berkaitan dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan (profit oriented) pengelolaan operasi PDAM
diharapkan mampu membiayai biaya operasionalnya sendiri (self financing) dan
diharapkan dapat menopang pembiayaan dalam meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam jangka pendek serta mampu memberikan kontribusi pada
penerimaan daerah untuk jangka panjangnya.
Untuk itu dalam perspektif ke depan manajemen pengelolaan Badan Usaha
Milik Daerah termasuk di dalamnya adalah PDAM diharapkan mampu mengadopsi
prinsip-prinsip manajemen professional (reiventing government) dalam
penyelenggaraannya. Dengan menerapkan prinsip dimaksud, maka dalam
menyediakan pelayanan kepada masyarakat harus tetap mempertimbangkan cost and
benefit sehingga biaya pungutan atas pelayanan yang diberikan (cost of service) dapat
benar-benar membantu pemerintah daerah meningkatkan kualitas pelayanan di bidang
penyediaan air bersih pada khususnya dan pelayanan pemerintah pada umumnya di
masa yang akan datang.
Mengingat keberadaan PDAM dibiayai oleh pemerintah daerah yang
bersumber dari uang masyarakat (public fund) maka dalam pengelolaanya harus
memperhatikan aspek transparansi dan akuntabilitas, baik dalam aspek pengelolaan
keuangan, aspek operasional dan aspek administrasinya, karena ketiga aspek
dimaksud sangat menetukan kinerja pengelolaan perusahaan termasuk di dalamnya
adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
4
Sehubungan dengan hal tersebut di atas dalam pengelolaan PDAM Kabupaten
Bangli yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bangli No 18
Tahun 1991 Tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Daerah Kabupaten
Bangli juga tetap memperhatikan aspek keuangan, aspek operasional dan aspek
administrasi. PDAM Kabupaten Bangli sampai dengan tahun 2008 baru mampu
melayani hanya 26,98 persen dan itu berarti 73,02 persen belum mampu dilayani oleh
PDAM Kabupaten Bangli hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Jumlah Rumah Tangga Terlayani dan Cakupan Pelayanan
PDAM Kabupaten Bangli, 2004-2008
Tahun Jumlah Rumah Tangga
Jumlah Rumah Tangga
Terlayani
Cakupan Pelayanan
(%)
2004 44.959 10.894 24,23
2005 45.812 11.534 25,18
2006 46.859 11.896 25,39
2007 48.654 12.430 25,55
2008 49.303 13.301 26,98
Sumber: PDAM Kabupaten Bangli, 2004-2008.
Dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 157 disebutkan bahwa salah satu Sumber Pendapatan Asli Daerah adalah hasil
perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Peranan perusahaan daerah diwujudkan dalam bentuk pembagian laba yang
disetorkan kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan dan dimasukkan dalam
5
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai sumber pembiayaan bagi kegiatan
pembangunan di daerah.
Namun demikian PDAM Kabupaten Bangli sebagai salah satu komponen
PAD belum memperlihatkan pengaruh yang berarti terhadap Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah. Bahkan ada indikasi bahwa perusahaan daerah selama ini
hanya membebani pemerintah daerah dengan berbagai subsidi terselubung dan biaya
semu, sehingga perusahaan daerah tidak mempunyai kemandirian dalam
menjalankan usahanya. Devas, et.al, (1989) menyatakan bahwa ada beberapa
indikasi yang menunjukkan mengapa kebanyakan BUMD tidak kompetitif, sehingga
kurang memberikan kontribusi yang berarti terhadap Pendapatan Asli Daerah sebagai
berikut.
1. Kegiatan itu sendiri sifatnya tidak dapat dikelola sebagai usaha niaga atas pasar
setempat karena terlalu kecil
2. Susunan perusahaan daerah itu mungkin menyebabkan satuan-satuan biaya
makin tinggi, dibandingkan dengan biaya menyediakan layanan itu dari dalam
bagian tubuh pemda, ini mungkin akibat syarat harus ada organisasi terpisah,
dengan pengurus yang dibayar tinggi dan sebagainya.
3. Tenaga pelaksana yang kurang cakap mungkin karena tidak berpengalaman
dibidang pelayanan tersebut, dan mereka tahu pemerintah akan selalu menutup
kerugian-kerugian yang diderita oleh perusahaan yang bersangkutan.
4. Kesenjangan antara tujuan-tujuan yang harus dicapai perusahaan (misalnya
antara mengejar laba atau memberikan layanan semurah-murahnya) dan akhirnya
6
ada masalah campur tangan politik dalam kegiatan sehari-hari perusahaan daerah,
termasuk seringnya terjadi perubahan pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
Penelitian Alhabsji dkk (1987) mengungkapkan bahwa belum berperannya
perusahaan daerah sebagaimana yang diharapkan disebabkan oleh tiga masalah
pokok, yaitu masalah keuangan, personalia dan pengawasan. Faktor keuangan
merupakan alat manajemen yang paling sensitif bagi sebuah perusahaan untuk dapat
beroperasi dengan baik serta menjadi indikator utama kemampuan perusahaan,
namun hal ini tidak terlepas dari personil yang akan mengoperasikan perusahaan
serta sistem pengawasan yang merupakan bagian dari manajemen perusahaan.
Permasalahan tersebut di atas juga dialami oleh Perusahaan Daerah Air
Minum Kabupaten Bangli di mana sebagai perusahaan milik pemerintah daerah
diperlukan kemandirian dalam pengelolaannya agar dapat meningkatkan kinerja dan
penghasilannya. Kinerja PDAM adalah tingkat keberhasilan pengelolaan PDAM
dalam satu tahun buku tertentu, di mana penilaiannya sangat diperlukan untuk
menggambarkan tingkat prestasi yang telah dicapai oleh PDAM dalam suatu periode
tertentu. Oleh karena itu tingkat keberhasilan PDAM dapat dicapai melalui
peningkatan kinerja baik di bidang keuangan, operasional maupun administrasi.
Bagi Kabupaten Bangli permasalahan tentang PDAM penting untuk diteliti
karena merupakan salah satu bagian dari rencana strategis Kabupaten Bangli dalam
rangka pengembangan kapasitas daerah di mana sumbangan laba perusahaan daerah
terhadap PAD khususnya PDAM belum memberikan kontribusi yang berarti jika
dibandingkan dengan komponen sumber-sumber pendapatan asli daerah lainnya.
7
Selama kurun waktu lima tahun terakhir PDAM Kabupaten Bangli selalu mengalami
kerugian seperti terlihat pada Tabel 1.2
Tabel 1.2 Pendapatan, Biaya dan Kerugian PDAM Kabupaten Bangli, 2004 – 2008
Tahun Pendapatan ( Rp )
Biaya ( Rp )
Kerugian ( Rp )
2004 1.435.561.595,- 2.395.386.340,- 959.824.745,-
2005 2.038.809.820,- 3.492.432.996,- 1.453.623.176,-
2006 3.202.195.868,- 4.272.562.558,- 1.070.366.690,-
2007 4.324.034.683,- 4.774.425.630,- 450.390.947,-
2008 4.640.248.560,- 5.815.129.890,- 1.174.881.330,-
Sumber: PDAM Kabupaten Bangli, Laporan Laba Rugi, 2004 - 2008.
Dari Tabel 1.2 di atas dapat diketahui bahwa Perusahaan Daerah Air Minum
Kabupaten Bangli dari tahun ke-tahun mengalami kerugian yang cukup besar
sehingga tidak memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Walaupun
mengalami kerugian namun karena peran dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat
maka PDAM harus tetap berjalan untuk melayani masyarakat dalam penyediaan air
bersih. Oleh karena itu perlu diteliti secara mendetail kinerja PDAM Kabupaten
Bangli agar dapat memberikan informasi terhadap upaya pengembangan PDAM
selanjutnya. Berangkat dari hal tersebut, penelitian ini mencoba untuk memberikan
evaluasi terhadap kinerja PDAM Kabupaten Bangli selama periode tahun 2004
sampai dengan 2008 berdasarkan Kepmendagri Nomor 47 Tahun 1999 dan strategi
pengembangan pengelolaan usaha yang sebaiknya dilakukan oleh PDAM Kabupaten
8
Bangli dengan menggunakan Analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan
identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan
dengan memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknes) dan ancaman (Threats).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi,
tujuan, strategi perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner)
harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman).
1.2 Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang
dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1) bagaimana kinerja PDAM Kabupaten Bangli selama periode tahun 2004-
2008?;
2) bagaimana strategi pengembangan pengelolaan usaha yang dilakukan oleh
PDAM Kabupaten Bangli?
1.3 Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan latar belakang dan permasalahan, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk:
1) untuk mengetahui kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten
Bangli, berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 tahun 1999
tentang Pedoman Penilaian Kinerja PDAM;
9
2) menentukan strategi pengembangan PDAM Kabupaten Bangli sehingga
diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan untuk
mengembangkan dan meningkatkan nilai perusahaan daerah.
1.4 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan faedah atau manfaat sebagai
berikut:
1) sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bangli untuk
menilai kinerja perusahaan dan perkembangan tingkat kesehatan PDAM
Kabupaten Bangli.
2) sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Bangli untuk mengambil
langkah kebijakan dan strategi dalam mengembangkan PDAM Kabupaten
Bangli.
3) sebagai literatur dan acuan bagi penelitian lebih lanjut.
BAB II
10
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep BUMN/BUMD
Tujuan BUMN selalu terdiri dari tujuan sosial dan tujuan komersial.
Sebaiknya tujuan sosial dibedakan dari tujuan komersial, untuk tujuan sosial
pemerintah memberi subsidi sedang tujuan komersial dibayar oleh konsumen. Turut
campur tangan pemerintah dalam perekonomian dalam bentuk BUMN/BUMD,
secara ekonomis merupakan tindakan untuk mengatasi kegagalan mekanisme pasar
dalam distribusi sumber daya secara optimal, yang berarti pula mengatasi adanya
kegagalan mekanisme pasar dalam mencapai nilai ekonomis yang optimal atas
sumber daya.
BUMN merupakan organisasi yang mempunyai 2 (dua) dimensi. Sebagai
badan usaha harus menghasilkan keuntungan, tumbuh dan selalu menjaga
kelangsungan usahanya. Sebagai alat kebijakan pemerintah ia mempunyai tujuan
yang berorientasi kepentingan masyarakat. Dua kepentingan berbeda dan mungkin
berlawanan itu harus dipadukan secara berimbang, walaupun sulit untuk
dilaksanakan.
BUMD dalam hal ini, tidaklah jauh berbeda dengan tujuan BUMN, yang
bertujuan menunjang perkembangan ekonomi, mencapai pemerataan secara
horizontal dan vertikal bagi masyarakat, menyediakan persediaan barang yang cukup
bagi hajat hidup orang banyak, mampu untuk memupuk keuntungan dan menunjang
terselenggaranya rencana pembangunan. Hanya perbedaannya terletak pada
kepemilikan yaitu dalam konteks negara dan daerah. Salah satu BUMD yang
11
mengemban amanat dan peran strategis di daerah adalah PDAM, yang berfungsi
melayani kebutuhan hajat hidup orang banyak dan sekaligus menggali dana
masyarakat melalui perolehan keuntungan dari usahanya untuk digunakan kembali
dalam membangun sarana dan prasarana yang diperlukan oleh masyarakat.
Dengan demikian PDAM dalam usahanya sebagai badan usaha milik
pemerintah daerah, yang melaksanakan fungsi pelayanan menghasilkan kebutuhan
air minum/air bersih bagi masyarakat, diharapkan dapat memberikan pelayanan akan
air bersih yang merata kepada seluruh lapisan masyarakat, membantu perkembangan
bagi dunia usaha dan menetapkan struktur tarif yang disesuaikan dengan tingkat
kemampuan masyarakat. Dalam hal ini keberadaan PDAM sebagai BUMD dapat
membantu memenuhi kebutuhan masyarakat, menunjang bagi perkembangan
kelangsungan dunia usaha dan perkembangan ekonomi di daerah, percepatan
pembangunan di daerah, karena produk air bersih yang dihasilkan oleh PDAM
merupakan barang yang essential yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Di sisi lain dengan menjual air bersih ini PDAM diharapkan juga memiliki
efisiensi sehingga memiliki kemampuan dalam memupuk dana dan menghasilkan
keuntungan, yang juga merupakan kontribusi bagi PAD. Dana dari PAD ini yang
kemudian diharapkan mampu menunjang terselenggaranya rencana pembangunan di
daerah, dan hasil pembangunan itu pada akhirnya dapat dinikmati kembali oleh
masyarakat. Maka sejalan dengan itu agar PDAM berjalan dengan tujuan dan
fungsinya, memerlukan pengelolaan yang baik dan benar dengan memperhatikan
segala kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimilikinya, dalam
upayanya makin mensejahterakan masyarakat di era otonomi ini.
12
2.2 Konsep Perusahaan Daerah Air Minum
Perusahaan Daerah Air Minum merupakan salah satu Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) yang bergerak di bidang penyediaan air bersih untuk kebutuhan
masyarakat. Keberadaan PDAM sebagai unsur pelayanan publik, harus
mengutamakan aspek sosial. Hal ini tercermin di dalam penetapan harga produk
lebih mempertimbangkan kemampuan masyarakat, namun di balik fungsinya sebagai
unsur pelayanan publik juga tidak terlepas dari dimensi ekonomi, yaitu mencari
keuntungan.
Secara umum, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) berbeda dengan
Perusahaan swasta murni yang selalu berorientasi pada keuntungan (profit oriented).
Salah satu tujuan PDAM adalah turut serta dalam melaksanakan pembangunan daerah
khususnya, dan pembangunan ekonomi nasional umumnya, dengan cara menyediakan
air minum yang bersih, sehat, dan memenuhi persyaratan kesehatan bagi masyarakat
di suatu daerah.
Devas dkk, (1989) mengemukakan bahwa Pemerintah Daerah mendirikan
perusahaan daerah atas dasar pertimbangan: menjalankan ideologi yang dianutnya
bahwa sarana produksi milik masyarakat; melindungi konsumen dalam hal ada
monopoli alami; dalam rangka mengambil alih perusahaan asing; menciptakan
lapangan kerja atau mendorong pembangunan ekonomi daerah; dianggap cara yang
efisien untuk menyediakan layanan masyarakat, dan/atau menebus biaya, serta
menghasilkan penerimaan untuk Pemerintah Daerah.
Apabila merujuk pada Keputusan Menteri Dalam Negeri No:690-069 tahun
1992, tentang Pola Petunjuk Teknis Pengelolaan PDAM, di sana ditegaskan bahwa
13
PDAM mempunyai tugas pokok pelayanan umum kepada masyarakat, di mana dalam
menjalankan fungsinya PDAM harus mampu membiayai dirinya sendiri dan harus
berusaha mengembangkan tingkat pelayanannya. Di samping itu PDAM juga
diharapkan mampu memberikan sumbangan pembangunan kepada Pemerintah.
Selanjutnya dalam keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 690.900-327
tahun 1994, tentang Pedoman Penilaian Kinerja Keuangan PDAM dinyatakan bahwa
tujuan pendirian PDAM adalah untuk memenuhi pelayanan dan kebutuhan akan air
bersih bagi masyarakat, serta sebagai salah satu sumber PAD. Untuk mencapai tujuan
di atas, maka penyelenggaraan, pengelolaan, dan pembinaan terhadap PDAM harus
berdasarkan kepada prinsip-prinsip dan azas ekonomi perusahaan sehat.
Dari ketentuan yang mengatur tentang keberadaan PDAM sangat jelas bahwa
dalam menjalankan fungsinya sebagai penyedia air bersih dan dalam upaya
peningkatan pelayanan publik tidak terlepas dari dimensi ekonomi yaitu memperoleh
keuntungan yang memadai. Adanya kepentingan pelayanan publik menyebabkan
PDAM tidak akan mampu menjalankan fungsinya secara optimal, sehingga keadaan
ini akan mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan.
2.3 Kinerja perusahaan
Alhabsji dkk, (1987) mengemukakan bahwa berperannya perusahaan daerah
sebagaimana yang diharapkan disebabkan oleh tiga masalah pokok, yaitu masalah
keuangan, personalia, dan pengawasan. Masalah keuangan yang dihadapi oleh
perusahaan daerah adalah kekurangan modal untuk investasi, sedangkan masalah
penunjang yang cukup berpengaruh terhadap kinerja perusahaan daerah adalah
14
profesionalisme sumber daya manusia yang masih rendah, dan tingkat pengawasan
yang masih rendah.
Helfert (1991) mengungkapkan bahwa kinerja perusahaan adalah hasil dari
semua keputusan yang dilakukan secara terus menerus. Oleh karena itu untuk menilai
kinerja perusahaan perlu menaikkannya dengan kinerja keuangan komulatif dan
ekonomi dari keputusan tersebut. Analisis kinerja keuangan didasarkan pada data
keuangan yang dipublikasikan, seperti tercermin di dalam laporan keuangan yang
dapat dibuat sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim. Kinerja keuangan
perusahaan harus diukur untuk melihat apakah kinerja keuangan perusahaan
mengalami pertumbuhan atau tidak. Ukuran ini diperlukan untuk menyediakan
informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan yang dapat dipergunakan sebagai
dasar pengambilan keputusan manajemen di masa yang akan datang.
Pendapat tersebut menegaskan bahwa hasil dari pelaksanaan semua keputusan
manajemen merupakan perwujudan dari kinerja perusahaan. Pembuatan keputusan
manajemen bukan hanya didasarkan pada pertimbangan internal perusahaan, tetapi
juga menyangkut aspek-aspek eksternal seperti pemilik perusahaan, kreditor,
pemerintah, masyarakat serta calon investor. Oleh karena itu, kelompok eksternal
tersebut juga berkepentingan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan.
Penilaian kinerja perusahaan berbeda dengan penilaian kinerja yang dilakukan
pada instansi pemerintah, di mana kegiatan dari perusahaan berorientasi mencari
keuntungan, sedangkan instansi pemerintah berorientasi sosial, sehingga harus
mengutamakan kepuasan masyarakat secara adil dan merata. Konsekuensinya dari
orientasi perusahaan tersebut, maka penilaian kinerjanya lebih dominan diukur dari
15
aspek keuangan.
Munawir (2000) mengungkapkan bahwa alat untuk menilai dan mengetahui
kinerja keuangan perusahaan dinamakan analisis rasio keuangan, yang meliputi:
1. analisis perbandingan laporan keuangan;
2. analisis deret berkala (trend analisis);
3. laporan keuangan persentase per komponen (common size statement);
4. analisis sumber dan penggunaan modal kerja;
5. analisis sumber dan penggunaan kas;
6. analisis rasio (ratio analisis);
7. analisis perubahan laba kotor;
8. analisis titik pulang pokok (break even point).
Rayanto, (1998) meneliti manajemen strategis Badan Usaha Milik Daerah
Propinsi DIY tahun 1992/1993-1995/1996. Kesimpulan yang diperoleh adalah
eksistensi perusahaan daerah sampai saat ini sesungguhnya bukan karena perusahaan
mempunyai kinerja yang baik, melainkan lebih disebabkan oleh adanya pemberian
monopoli pada produk-produk tertentu melalui regulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah daerah. Berdasarkan analisis SWOT, memperlihatkan bahwa secara
strategis ada cukup banyak masalah yang harus dipecahkan oleh BUMD. Dapat
diidentifikasikan bahwa BUMD harus mempunyai kemampuan untuk meningkatkan
SDM, melakukan restrukturisasi organisasi, meningkatkan kualitas produk dan
pelayanan, hingga ke persoalan kemitraan, divestasi maupun pengembangan
teknologi baru.
16
Penilaian terhadap kemampuan PDAM secara intern format telah diatur
dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pedoman
Penilaian Kinerja Perusahaan Air Minum. Menurut keputusan tersebut indikator
penilaian kinerja PDAM dapat dilihat dalam tiga aspek, yaitu aspek keuangan, aspek
operasional dan aspek administrasi. Indikator masing-masing aspek terdiri atas;
a. Aspek Keuangan :
1) Rasio Laba terhadap Aktiva Produktif;
2) Rasio Laba terhadap Penjualan;
3) Rasio Aktiva Lancar terhadap Utang Lancar;
4) Rasio Utang Jangka Panjang terhadap Ekuitas;
5) Rasio Total Aktiva terhadap Total Utang;
6) Rasio Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi;
7) Rasio Laba Operasi sebelum Biaya Penyusutan terhadap Angsuran Pokok dan
Bunga Jatuh Tempo;
8) Rasio Aktiva Produktif terhadap Penjualan Air;
9) Jangka Waktu Penagihan Piutang;
10) Efektivitas Penagihan.
b. Aspek Operasional :
1) Cakupan Pelayanan;
2) Kualitas Air Distribusi;
3) Kontinuitas Air;
4) Produktivitas Pemanfaatan Instalasi Produksi;
5) Tingkat Kehilangan Air;
17
6) Peneraan Meter air;
7) Kecepatan Penyambungan Air;
8) Kemampuan Penanganan Pengaduan Rata-rata per bulan;
9) Kemudahan Pelayanan;
10) Rasio Karyawan per 1000 pelanggan.
c. Aspek Administrasi :
1) Rencana Jangka Panjang;
2) Rencana Organisasi dan Uraian Tugas;
3) Prosedur Operasi Standar;
4) Gambar Nyata Laksana;
5) Pedoman Penilaia Kerja Karyawan;
6) Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;
7) Tertib Laporan Internal;
8) Tertib Laporan Eksternal;
9) Opini Auditor Independen;
10) Tindak lanjut hasil pemeriksaan tahun terakhir.
2.4 Konsep manajemen strategis
Managemen strategis menurut Suwarsono (1994) dapat diartikan sebagai
usaha manajerial menumbuhkembangkan kekuatan perusahaan untuk
mengeksploitasi peluang bisnis yang muncul guna mencapai tujuan perusahaan yang
telah ditetapkan sesuai dengan misi yang telah ditentukan. Komponen pokok dari
manajemen strategis adalah:
1) analisis lingkungan yang diperlukan untuk mendeteksi peluang dan ancaman;
18
2) analisis profil perusahaan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan;
3) strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan misi.
Dengan berkembangnya organisasi menjadi sangat kompleks, di mana
pengelolaan sumber daya organisasi menjadi semakin rumit. Keadaan ini
menyebabkan semakin pentingnya suatu manajemen strategi agar organisasi
berkembang secara sehat dan mampu mempertahankan eksistensinya. Membahas
konsep manajemen strategis berarti membicarakan hubungan antara organisasi
dengan lingkungannya, lingkungan internal dan eksternal.
Hax dan Majluf (1991) dalam Salusu (1996) menawarkan rumusan yang
komprehensif tentang strategi sebagai berikut :
1. strategi adalah suatu pola keputusan yang konsisten, menyatu dan integral;
2. menentukan dan menampilkan tujuan organisasi dalam artian sasaran jangka
panjang, program bertindak, dan prioritas alokasi sumber daya;
3. menyeleksi bidang yang akan digeluti atau akan digeluti organisasi;
4. mencoba mendapatkan keuntungan yang mampu bertahan lama, dengan
memberikan respon yang tepat terhadap peluang dan ancaman dari lingkungan
eksternal organisasi, dan kekuatan serta kelemahannya;
5. melibatkan semua tingkat hierarki dari organisasi.
Manajemen strategis di lingkungan pemerintahan akan banyak berkaitan
dengan pengalokasian kekuasaan dan sumber daya, pendelegasian wewenang
mengambil keputusan, penggalian sumber-sumber keuangan pemanfaatan dana yang
diperoleh dari rakyat berupa pajak dengan cara yang paling efisien dan paling efektif.
Manajemen strategis tidak terlepas dari strategi itu sendiri. Strategi secara luas dapat
19
dipandang sebagai pola tujuan, kebijakan, program, tindakan, keputusan atau alokasi
sumber daya yang mendefinisikan bagaimana organisasi itu, apa yang dikerjakan
organisasi, dan mengapa organisasi itu melakukannya (Bryson, 1988).
Menurut Salusu (1996) strategi ialah suatu seni menggunakan kecakapan dan
sumber daya suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalui hubungannya yang
efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan. Oleh karena
itu strategi dapat dikatakan sebagai perluasan misi guna menjembatani organisasi dan
lingkungannya dalam pencapaian tujuan. Strategi dikembangkan untuk mengatasi isu
strategis, strategi menjelaskan tentang respon organisasi terhadap pilihan kebijakan
pokok.
Manfaat dari penggunaan manajemen strategik menurut Yoo dan Digman
(1987) dalam Salusu (1996):
1) manajemen strategik mampu memberikan petunjuk bagaimana mengantisipasi
masalah-masalah dan peluang di masa yang akan datang;
2) memungkinkan para karyawan memahami tujuan dan sasaran organisasi;
3) meningkatkan kepuasan dan motivasi karyawan;
4) menyediakan informasi kepada para pengambil keputusan tepat pada waktunya;
5) mempercepat pengambilan keputusan yang bermutu dan bisa menghemat biaya.
Dengan konsep manajemen strategis inilah pada akhirnya akan dihasilkan sejumlah
alternatif strategi dalam pengelolaan PDAM Kabupaten Bangli.
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN
20
3.1 Kerangka Berpikir
BUMN/BUMD merupakan wujud nyata dari investasi negara dalam dunia
usaha, tujuannya adalah untuk mendorong dan mengembangkan aktivitas
perekonomian nasional. Tujuan BUMN selalu terdiri dari tujuan sosial dan tujuan
komersial. Sebaiknya tujuan sosial dibedakan dari tujuan komersial, untuk tujuan
sosial pemerintah memberi subsidi sedang tujuan komersial dibayar oleh
konsumen.Turut campur tangan pemerintah dalam perekonomian dalam bentuk
BUMN/BUMD, secara ekonomis merupakan tindakan untuk mengatasi kegagalan
mekanisme pasar dalam distribusi sumber daya secara optimal, yang berarti pula
mengatasi adanya kegagalan mekanisme pasar dalam mencapai nilai ekonomis yang
optimal atas sumber daya.
BUMD dalam hal ini, tidaklah jauh berbeda dengan tujuan BUMN, yang
bertujuan menunjang perkembangan ekonomi, mencapai pemerataan secara
horizontal dan vertikal bagi masyarakat, menyediakan persediaan barang yang cukup
bagi hajat hidup orang banyak, mampu untuk memupuk keuntungan dan menunjang
terselenggaranya rencana pembangunan. Hanya perbedaannya terletak pada
kepemilikan yaitu dalam konteks negara dan daerah.
Salah satu BUMD yang mengemban amanat dan peran strategis di daerah
adalah PDAM, yang berfungsi melayani kebutuhan hajat hidup orang banyak dan
sekaligus menggali dana masyarakat melalui perolehan keuntungan dari usahanya
untuk digunakan kembali dalam membangun sarana dan prasarana yang diperlukan
oleh masyarakat. Dengan demikian PDAM dalam usahanya sebagai badan usaha
milik pemerintah daerah, yang melaksanakan fungsi pelayanan menghasilkan
21
kebutuhan air minum/air bersih bagi masyarakat, diharapkan dapat memberikan
pelayanan akan air bersih yang merata kepada seluruh lapisan masyarakat,
membantu perkembangan bagi dunia usaha dan menetapkan struktur tarif yang
disesuaikan dengan tingkat kemampuan masyarakat. Dalam hal ini keberadaan
PDAM sebagai BUMD dapat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat,
menunjang bagi perkembangan kelangsungan dunia usaha dan perkembangan
ekonomi di daerah, percepatan pembangunan di daerah, karena produk air bersih
yang dihasilkan oleh PDAM merupakan barang yang essential yang menyangkut
hajat hidup orang banyak.
Di sisi lain dengan menjual air bersih ini PDAM diharapkan juga memiliki
efisiensi sehingga memiliki kemampuan dalam memupuk dana dan menghasilkan
keuntungan, yang juga merupakan kontribusi bagi PAD. Dana dari PAD ini yang
kemudian diharapkan mampu menunjang terselenggaranya rencana pembangunan di
daerah, dan hasil pembangunan itu pada akhirnya dapat dinikmati kembali oleh
masyarakat. Maka sejalan dengan itu agar PDAM berjalan dengan tujuan dan
fungsinya, memerlukan pengelolaan yang baik dan benar dengan memperhatikan
segala kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimilikinya, dalam
upayanya makin mensejahterakan masyarakat di era otonomi ini yang dapat
dijelaskan pada Gambar 3.1.
BUMN/BUMD
PAD
Kinerja: - Aspek
Keuangan - Aspek
Operasional - Aspek
Administrasi
22
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
3.2 Kerangka Konsep Penelitian
Dalam menjawab dan memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan
dalam penelitian ini, maka diperlukan suatu kerangka konsep atau model penelitian.
Secara kualitatif penelitian ini diawali dengan PDAM Kabupaten Bangli sebagai
Badan Usaha Milik Daerah yang memiliki kontribusi sebagai sumber PAD
Kabupaten Bangli. Mengingat keberadaan PDAM dibiayai oleh pemerintah daerah
yang bersumber dari uang masyarakat (public fund) maka dalam pengelolaanya harus
memperhatikan aspek transparansi dan akuntabilitas, baik dalam aspek pengelolaan
keuangan, aspek operasional dan aspek administrasinya, karena ketiga aspek
PDAM
PAD
PEMBANGUNAN DAERAH
23
dimaksud sangat menetukan kinerja pengelolaan perusahaan termasuk di dalamnya
adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Sebagai Perusahan PDAM Kabupaten Bangli perlu manajemen strategis agar
Perusahaan berkembang secara sehat dan mampu mempertahankan eksistensinya
Dengan berkembangnya organisasi menjadi sangat kompleks, di mana pengelolaan
sumber daya organisasi menjadi semakin rumit. Membahas konsep manajemen
strategis berarti membicarakan hubungan antara organisasi dengan lingkungannya,
lingkungan internal dan eksternal.
Lingkungan internal dalam matriks IFAS (Internal Factors Analysis
Summary) dan lingkungan eksternal dalam matriks EFAS (External Factors Analysis
Summary). Dari kedua matriks IFAS dan EFAS digabungkan akan menghasilkan
strategi umum (grand strategy) yang kemudian dipadukan dalam bentuk matriks
SWOT. Matriks SWOT dapat menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif
strategi pengembangan sesuai dengan potensi PDAM Kabupaten Bangli serta kondisi
lingkungan internal dan eksternal yang dimiliki PDAM Kabupaten Bangli. Dari
setiap strategi dapat dijabarkan berbagai macam program pengembangan serta
kebijakan-kebijakan yang mendukung pengembangan PDAM Kabupaten Bangli
sebagai Perusahaan Daerah yang memiliki kontribusi terhadap PAD.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat digambarkan kerangka
konsep atau model penelitian mengenai Kinerja dan strategi Pengembangan PDAM
Kabupaten Bangli kondisi lingkungan internal dan eksternal yang tampak pada
Gambar 3.2
Kinerja PDAM
Kabupaten Bangli
24
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian
BAB IV
METODE PENELITIAN
Management Strategis PDAM Kabupaten Bangli
Lingkungan Internal PDAM Bangli Kekuatan (Strength) Kelemahan (Weakness)
Lingkungan Eksternal PDAM Bangli Peluang (Opportunity) Ancaman (Threats)
Matriks EFAS Matriks IFAS
Matriks Internal –Eksternal (grand strategy)
Matriks SWOT
Strategi Alternatif Pengembangan PDAM Kabupaten Bangli
25
4.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan gabungan antara kualitatif dan kuantitatif yang
dilakukan dengan teknik pengumpulan data pengamatan langsung (observasi),
wawancara mendalam (depth interview), penyebaran angket (questioner) dan
dokumen. Penyajian analisis dilakukan secara formal (dalam bentuk tabel) maupun
informal (naratif). Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis adalah
matriks SWOT.
Penelitian ini bersifat eksploratif dan merumuskan kebijakan dan program-
program berdasarkan kondisi internal, berupa kekuatan (strengths) dan kelemahan
(weakneses) yang dimiliki serta situasi eksternal, berupa peluang (opportunities) dan
ancaman (threats)
4.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Kabupaten Bangli karena adanya permasalahan yang menarik untuk dianalisis
mengenai kinerja yang dinilai melalui aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek
administrasi serta program pengembangan PDAM Kabupaten Bangli sebagai Badan
Usaha Milik Daerah, yang mampu membiayai dirinya sendiri dan harus berusaha
mengembangkan tingkat pelayanannya, serta mampu memberikan sumbangan
pembangunan kepada Pemerintah Kabupaten.
4. 3 Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini variabel-variabel yang digunakan adalah variabel-
variabel keuangan dan nonkeuangan perusahaan yaitu sebagaimana terdapat dalam
26
neraca dan laporan laba rugi yang telah diaudit pada tahun 2004, 2005, 2006, 2007
dan 2008. Variabel keuangan digunakan untuk menghitung rasio-rasio dalam analisis
rasio keuangan, dan variabel nonkeuangan digunakan untuk menghitung tingkat
kinerja aspek operasional dan aspek administrasi berdasarkan Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan
Daerah Air Minum sehingga dapat diketahui tingkat kesehatan dan kinerja
perusahaan.
4.4 Definisi Operasional Variabel
Untuk memperjelas variabel yang digunakan dalam penelitian, akan
diberikan definisi operasional variabel yang digunakan.
1) Untuk Kinerja PDAM definisi operasional variabel yang digunakan yaitu:
a. Variabel aspek keuangan adalah neraca PDAM pada akhir tahun buku dan
daftar perhitungan laba-rugi sebagaimana yang tercantum dalam pedoman
Sistem Akuntansi PDAM (Kepmendagri No 47 Tahun 1999) dengan sepuluh
indikator yaitu:
1) Rasio Laba terhadap Aktiva Produktif adalah persentase pendapatan operasi
dikurangi biaya non operasi dibagi aktiva produktif dalam;
2) Rasio Laba terhadap Penjualan adalah tingkat laba sebelum pajak
dibandingkan dengan volume penjualan;
3) Rasio Aktiva Lancar terhadap Utang Lancar adalah kemampuan perusahaan
dalam membayar utang lancar dengan aktiva lancar yang tersedia;
27
4) Rasio Utang Jangka Panjang terhadap Ekuitas adalah perbandingan antara
utang jangka panjang dengan modal sendiri;
5) Rasio Total Aktiva terhadap Total Utang adalah pengukuran jumlah hutang
yang dibiayai oleh modal sendiri;
6) Rasio Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi adalah perbandingan
biaya operasi dengan pendapatan operasi;
7) Rasio Laba Operasi sebelum Biaya Penyusutan terhadap Angsuran
Pokok dan Bunga Jatuh Tempo adalah kemampuan perusahaan untuk
membayar beban angsuran pokok dan bunga jatuh tempo dengan laba
operasi yang diperoleh;
8) Rasio Aktiva Produktif terhadap Penjualan Air adalah mengukur berapa kali
penjualan air menghasilkan aktiva produktif perusahaan.
9) Jangka Waktu Penagihan Piutang adalah kemampuan untuk menagih
piutang perusahaan;
10)Efektivitas Penagihan adalah kemampuan untuk memperoleh penerimaaan
dari penjualan air yang telah dilakukan.
b. Variabel aspek administrasi adalah gambaran secara umum sistem administrasi
yang dipedomani oleh PDAM dalam satu tahun (Kepmendagri No 47 Tahun
1999) yang terdiri dari sepuluh indikator yaitu:
1) Rencana Jangka Panjang adalah rencana strategis yang mencakup rumusan
mengenai tujuan dan sasaran yang hendak dicapai perusahaan dalam jangka
waktu 5 tahun mendatang;
28
2) Rencana Organisasi dan Uraian Tugas adalah struktur organisasi dan tata
kerja organisasi yang dimiliki oleh PDAM dan disahkan oleh Kepala
Daerah;
3) Prosedur Operasi Standar adalah panduan (manual) yang mencakup
prosedur penanganan operasi perusahaan;
4) Gambar Nyata Laksana adalah sejauh mana Gambar nyata laksana
dilaksanakan dan dipedomani sebagai alat manajemen;
5) Pedoman Penilaian Kerja Karyawan adalah alat atau media untuk menilai
prestasi kerja karyawan perusahaan;
6) Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan adalah penjabaran dari rencana
Jangka Panjang secara tahunan yang mencakup rencana kerja dan anggaran
Perusahaan;
7) Tertib Laporan Internal adalah dilaksankannya pelaporan di bidang
keuangan, operasi dan administrasi secara berkala dari pelaksana kepada
pengambil keputusan;
8) Tertib Laporan Eksternal adalah penyampaian laporan-laporan untuk pihak
ekstern secara periodik;.
9) Opini Auditor Independen adalah opini pemeriksa independen mengenai
kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen;
10) Tindak lanjut hasil pemeriksaan tahun terakhir adalah hasil pencapaian
upaya tindak lanjut temuan atau rekomendasi oleh instansi pemeriksa.
29
c. Variabel aspek operasional adalah gambaran secara umum sistem operasional
pelayanan PDAM pada tiap tahun buku yang terdiri dari sepuluh indikator
yaitu:
1) Cakupan Pelayanan adalah jumlah Rumah Tangga yang sudah mendapatkan
pelayanan air bersih di wilayah administratif daerah kabupaten pemilik
PDAM dibagi Jumlah Rumah Tangga Keseluruhan
2) Kualitas Air Distribusi adalah pemenuhan syarat yang ditetapkan instansi
berwenang mengenai kualitas air yang dikonsumsi masyarakat;
3) Kontinuitas Air adalah aliran air yang didapat pelanggan secara penuh atau
tidak;
4) Produktivitas Pemanfaatan Instalasi Produksi adalah kapasitas yang
dioperasikan dalam menghasilkan produksi air dibagi dengan kapasitas
design (design capacity);
5) Tingkat Kehilangan Air adalah jumlah m3 air yang terjual dibagi dengan
jumlah m3 air yang didistribusikan;
6) Peneraan Meter air adalah seberapa banyak PDAM melakukan peneraan
meter air pelanggannya tidak termasuk meter air yang baru dalam setahun;
7) Kecepatan Penyambungan Air adalah kecepatan memberikan pelayanan
kepada pelanggan dalam proses pemasangan sambungan baru. Dimulai dari
ditandatanganinya kontrak sambungan baru antara PDAM dengan pemohon;
8) Kemampuan Penanganan Pengaduan Rata-rata per bulan adalah
kemampuan PDAM menyelessaikan pengaduan pelanggan;
30
9) Kemudahan Pelayanan adalah tersedianya sarana penunjang dalam rangka
memberikan kemudahan pelayanan, baik untuk melakukan pembayaran
maupun pengaduan;
10)Rasio Karyawan per 1000 pelanggan adalah Jumlah karyawan yang aktif
pada akhir tahun buku dibagi dengan jumlah pelanggan.
2) Untuk menentukan strategi pengembangan perusahaan variabel yang digunakan
yaitu:
a. Variabel Internal adalah faktor-faktor dari dalam PDAM berupa Kekuatan
dan Kelemahan PDAM Kabupaten Bangli;
b. Variabel Eksternal adalah faktor-faktor dari luar berupa peluang-peluang
(opportunities) dan ancaman-ancaman (threats) PDAM Bangli. Variabel-
variabel tersebut digunakan untuk menentukan posisi strategis perusahaan
berkaitan dengan penentuan alternatif strategi yang harus dilakukan untuk
mengembangkan perusahaan.
4.5 Jenis dan Sumber Data
4.5.1 Jenis Data
Adapun jenis data yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Data Kualitatif
31
Data kualitatif dalam penelitian ini mencakup gambaran umum Perusahaan
Daerah Air Minum Kabupaten Bangli, analisis lingkungan internal dan eksternal,
analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam PDAM Kabupaten
Bangli.
2) Data Kuantitatif
Data Kuantitatif dalam Penelitian ini berupa laporan keuangan PDAM
Kabupaten Bangli Tahun 2004-2008 yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi,
laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas PDAM Kabupaten Bangli Tahun
2004-2008, dan rata-rata pembobotan, perangkingan responden terhadap
pengembangan PDAM Kabupaten Bangli.
4.5.2 Sumber Data
1) Sumber Data Primer dalam penelitian ini bersumber dari hasil observasi
langsung peneliti ke PDAM Kabupaten Bangli dan hasil wawancara dengan
stake holder terkait dengan penelitian (Direktur PDAM, Kepala Bagian
Administrasi dan Keuangan serta Kepala Bagian Teknik, sedangkan dari pihak
Badan Pengawas adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Bangli sebagai Ketua
Badan Pengawas, Kepala Bagian Perekonomian sebagai Sekretaris Badan
Pengawas dan 2 orang berasal dari DPRD Kabupaten Bangli)
2) Sumber Data Skunder bersumber dari PDAM Kabupaten Bangli berupa laporan
keuangan yang terdiri dari neraca dan laporan laba rugi dan dokumen dokumen
lain yang berhubungan dengan penelitian.
32
4.6 Teknik Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan metode
purposive sampling yaitu penentuan sampel dilakukan dengan sengaja berdasarkan
tujuan dan maksud tertentu, agar keterangan yang diberikan dapat lebih
dipertanggung jawabkan (Marzuki, 1977). Adapun sampel dalam penelitian ini harus
memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut :
1. Pelanggan PDAM Kabupatn Bangli yang aktif.
2. Memiliki pengetahuan mendalam tentang data dan kondisi Perusahan Daerah
Air Minum Kabupaten Bangli,
3. Memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan umum lokasi/daerah
penelitian,
4. Memiliki pengetahuan mendalam tentang Perusahaan Daerah Air Minum
Kabupaten Bangli serta terlibat langsung didalamnya.
4.7 Teknik Pengumpulan Data
Data yang didapatkan dari penelitian ini dikumpulkan dengan metode :
1. Observasi, yaitu pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung
ke lokasi penelitian untuk memperoleh gambaran yang jelas PDAM Kabupaten
Bangli.
2. Wawancara mendalam, yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan
mewawancarai narasumber secara langsung dengan pertanyaan terbuka.
Wawancara dilakukan terhadap narasumber yang memiliki informasi dan
33
pengetahuan yang luas dan mendalam berkaitan dengan penelitian (Marzuki,
1977).
3. Angket/ Questioner, yaitu pengumpulan data dengan melakukan penyebaran
angket kepada pihak yang berkompeten yang mengetahui pengembangan PDAM
Kabupaten Bangli yaitu pengambil kebijakan (Bupati Bangli, Sekretaris Daerah
Kabupaten Bangli sebagai Ketua Badan Pengawas, Kepala Bagian
Perekonomian sebagai Sekretaris Badan Pengawas, Direktur PDAM, Kepala
Bagian Administrasi dan Keuangan serta Kepala Bagian Teknik, Anggota
DPRD, Tokoh Masyarakat) dan masyarakat sebagai pihak yang mendapat
pelayanan.
4. Studi kepustakaan, yaitu dengan cara membaca dan mempelajari sumber-
sumber tertulis, baik berupa buku-buku, laporan hasil penelitian, tulisan ilmiah,
jurnal, dokumen yang diperoleh dari perusahaan yang diteliti berupa laporan
keuangan yang terdiri dari neraca dan laporan laba rugi dan dokumen-dokumen
lain yang berkaitan dengan topik dan obyek penelitian.
4.8 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1) Analisis Kinerja PDAM, mengetahui kinerja PDAM dari aspek aspek keuangan,
aspek operasional, maupun aspek admintrasi adalah berdasarkan Keputusan
Menteri Dalam Negeri RI Nomor 47 Tahun 1999, tentang Pedoman Penilaian
Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum.
34
2) Analisis SWOT dengan menggunakan diagram dan matriks SWOT akan
menghasilkan strategi alternatif. Adapun masing-masing metode analisis tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut.
4.8.1 Analisis Kinerja PDAM
Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui kinerja PDAM Kabupaten
Bangli baik dari aspek keuangan, aspek operasional, maupun aspek admintrasi
adalah berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 47 Tahun 1999,
tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum.
a) Aspek keuangan melihat pada sepuluh inidikator yaitu:
1) Rasio Laba terhadap Aktiva Produktif;
2) Rasio Laba terhadap Penjualan;
3) Rasio Aktiva Lancar terhadap Utang Lancar;
4) Rasio Utang Jangka Panjang terhadap Ekuitas;
5) Rasio Total Aktiva terhadap Total Utang;
6) Rasio Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi;
7) Rasio Laba Operasi sebelum Biaya Penyusutan terhadap Angsuran Pokok dan
Bunga Jatuh Tempo;
8) Rasio Aktiva Produktif terhadap Penjualan Air;
9) Jangka Waktu Penagihan Piutang;
10) Efektivitas Penagihan.
35
b) Aspek operasional melihat pada sepuluh indikator yaitu
1) Cakupan Pelayanan;
2) Kualitas Air Distribusi;
3) Kontinuitas Air;
4) Produktivitas Pemanfaatan Instalasi Produksi;
5) Tingkat Kehilangan Air;
6) Peneraan Meter air;
7) Kecepatan Penyambungan Air;
8) Kemampuan Penanganan Pengaduan Rata-rata per bulan;
9) Kemudahan Pelayanan;
10) Rasio Karyawan per 1000 pelanggan.
c) Aspek administrasi melihat pada sepuluh indikator yaitu
1) Rencana Jangka Panjang;
2) Rencana Organisasi dan Uraian Tugas;
3) Prosedur Operasi Standar;
4) Gambar Nyata Laksana;
5) Pedoman Penilaia Kerja Karyawan;
6) Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;
7) Tertib Laporan Internal;
8) Tertib Laporan Eksternal;
9) Opini Auditor Independen;
10) Tindak lanjut hasil pemeriksaan tahun terakhir.
36
Untuk menentukan penilaian kinerja masing-masing aspek digunakan
formula sebagai berikut.
4.1 ...............................Bobot xNilaiMaksimumdiperolehyangnilaiJumlah
Keuangan Aspek
4.2..............................BobotxNilaiMaksimumdiperolehyangnilaiJumlah
lOperasionaAspek
4.3..............................BobotxNilaiMaksimumdiperolehyangnilaiJumlah
siAdministraAspek
Dimana besarnya bobot dan maksimum nilai dari masing-masing aspek adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Penilaian Kinerja
Aspek Jumlah Maksimum
Nilai Bobot Indikator
Kuangan 45 10 60
Operasional 40 10 47
Administrasi 15 10 36
Jumlah 100 30 143 Sumber: Departemen Dalam Negeri Tahun 1999
Hasil perhitungan penilaian kinerja dari ketiga aspek di atas dapat ditentukan
tingkat kinerja dari ketiga aspek di atas, dapat ditentukan tingkat kinerja PDAM
dengan formula sebagai berikut :
37
TKPDAM = PKAK + PKAO + PKAA ……………......…………... 4.4
di mana :
TKPDAM = adalah tingkat kinerja keberhasilan pengelolaan PDAM dalam satu tahun buku tertentu.
PKAK = adalah penilaian kinerja aspek keuangan PDAM dalam satu
tahun buku tertentu.
PKAO = adalah penilaian kinerja aspek operasional PDAM dalam satu
tahun buku tertentu.
PKAA = adalah penilaian kinerja aspek administrasi PDAM dalam
satu tahun buku tertentu.
Hasil penilaian atas prestasi kinerja PDAM dari masing-masing aspek
sebagaimana tampak pada persamaan ( 4.4 ) dijadikan dasar dalam menentukan
penggolongan/klasifikasi tingkat kinerja keberhasilan PDAM. Adapun pedoman
klasifikasi tingkat kinerja dimaksud adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2 Klasifikasi Kinerja
No Kinerja Nilai Kinerja
1 Baik sekali 75
2 Baik 60-74
3 Cukup 40-59
4 Kurang 30-39
5 Tidak Baik ≤ 30
Sumber : Departemen Dalam Negeri Tahun 1999
38
4.8.2 Analisis SWOT
Dalam rangka penentuan strategi pengembangan perusahaan yang penting
untuk diperhatikan adalah bagaimana kondisi sebuah perusahaan dengan melihat
perkembangannya selama kurun waktu tertentu, meliputi kondisi historis, kondisi
saat ini dan visi ke depan sebuah perusahaan. Untuk saling melengkapi dan
mendukung informasi-informasi akuntansi, diperlukan evaluasi faktor internal dan
faktor ekternal yang melingkupi suatu perusahaan.
Analisis situasi merupakan awal proses perumusan strategi (Wheelen dan
Hunger, 2000). Selanjutnya dinyatakan bahwa analisis situasi mengharuskan manajer
strategis untuk menemukan kesesuaian strategis antara peluang-peluang eksternal
dan kekuatan-kekuatan internal, di samping memperhatikan ancaman- ancaman
eksternal dan kelemahan-kelemahan internal.
Analisis SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats) merupakan
identifikasi secara sistematik terhadap faktor-faktor yang menentukan kondisi suatu
kegiatan serta penentuan alternatif strategi pengembangan yang sesuai dengan
kondisi tersebut. Analisis ini didasarkan pada logika bahwa suatu strategi yang
efektif akan memaksimumkan kekuatan dan peluang (S,O) dan pada saat yang
bersamaan akan meminimumkan kelemahan dan ancaman (W,T).
Satu cara untuk menyimpulkan faktor-faktor strategis (strategic factors
analysis summary) sebuah perusahaan adalah mengkombinasikan faktor strategis
eksternal (external factor analysis summary/EFAS) dengan faktor strategis internal
(internal factors analysis summary/IFAS) ke dalam sebuah ringkasan analisis faktor-
39
faktor strategi. Penggunaan bentuk ringkasan analisis faktor-faktor strategi meliputi
langkah-langkah sebagai berikut.
1. Membuat daftar semua bagian faktor-faktor strategis yang dikembangkan
dalam tabel IFAS dan EFAS;
2. Memberikan bobot setiap faktor dari 1,0 untuk menunjukkan faktor yang
sangat penting dan 0,0 untuk menunjukkan faktor yang tidak penting
berdasarkan kemungkinan dampak faktor-faktor tersebut terhadap posisi
strategis perusahaan. Total bobot harus berjumlah 1,00;
3. Memeringkatkan setiap faktor dari nilai 4 untuk kategori sangat baik sampai
dengan 1 untuk katagori sangat buruk, berdasarkan respon perusahaan
terhadap faktor-faktor strategis tersebut;
4. Mengalikan setiap bobot faktor dengan peringkat untuk mendapatkan nilai
bobot faktor (Wheelen dan Hunger, 2000).
Dari analisis SWOT tersebut, para manajer strategis dalam perusahaan
selanjutnya dapat mengkonsolidasikan faktor-faktor strategis eksternal (peluang dan
ancaman) serta faktor-faktor strategis internal (kekuatan dan kelemahan) untuk
menentukan posisi strategis perusahaan. Dengan mengetahui posisi strategis
perusahaan berdasarkan analisis tersebut, perusahaan dapat mempertimbangkan
ketepatan beberapa strategi alternatif perusahaan dengan mengkombinasikan faktor-
faktor eksternal dan faktor-faktor internal ke dalam matrik internal-eksternal 9 sel.
40
Gambar 4.1 Matriks Internal-Eksternal
TOTAL NILAI IFE
Kuat Rata-rata Lemah 4,0 3,0 2,0 1,0 T O Kuat T A L
3,0 N I Sedang L A I 2,0 E Lemah F E 1,0
Sumber : Wheleen dan Hunger(2000)
Keterangan :
IFE : Internal Factors Evaluation EFE : External Factors Evaluation
Setelah perusahaan mampu menilai situasinya dan meninjau strategi-strategi
perusahaan yang tersedia, maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi cara-
cara alternatif sehingga organisasi dapat menggunakan kekuatan-kekuatan khususnya
untuk menggunakan kesempatan atas peluang-peluang atau untuk menghindari
ancaman dan mengatasi kelemahannya. Matrik SWOT menggambarkan bagaimana
manajemen dapat mencocokan peluang-peluang dan ancaman-ancaman eksternal
yang dihadapi suatu perusahaan tertentu dengan kekuatan dan kelemahan internalnya,
1 Pertumbuhan konsentrasi via integrasi vertikal)
2 Pertumbuhan (konsentrasi via integrasi horisontal)
3 Pertumbuhan (berputar)
4 Stabilitas (berhenti sejenak atau Proses dengan hati-hati)
5 Pertumbuhan Konsentrasi via integrasi horisontal Stabilitas Strategi tidak berubah atau strategi laba
6 Pengurangan (Jual habis/Melepaskan Investasi)
7 Pertumbuhan (diversifikasi konsentrasi)
8 Pertumbuhan (diversifikasi konglomerat)
9 Pengurangan Kebangkrutan atau Likuidasi
41
untuk menghasilkan empat rangkaian alternatif strategi. Menurut Wheelen dan
Hunger (2000), metode ini mengarah pada brainstorming untuk menciptakan
strategi-strategi alternatif yang mungkin tidak terpikirkan oleh manajemen. Hal ini
mendorong manajer strategi untuk menciptakan baik strategi pertumbuhan maupun
pengurangan.
Menurut Rangkuti (2002) kinerja perusahaan ataupun organisasi dapat
ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus
dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Analisis SWOT membandingkan antara
faktor-faktor eksternal yang merupakan peluang (opportunities) dan ancaman
(threats) dengan faktor-faktor internal yang merupakan kekuatan (strengths) dan
kelemahan (weakneses). Kombinasi faktor internal dengan faktor eksternal yaitu :
a. Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang
sebesar-besarnya.
b. Strategi ST
Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan untuk
mengatasi ancaman.
c. Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada.
42
d. Strategi WT
Strategi ini didasarkan kepada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha
menghindari ancaman.
Tabel 4.3 Matriks SWOT
Internal Eksternal
KEKUATAN (S)
Mendaftarkan 5-10 kekuatan Internal
KELEMAHAN (W)
Mendaftarkan 5-10 kelemahan
PELUANG (O)
Mendaftarkan 5-10 peluang
STRATEGI (S-O)
Membuat strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI (W-O)
Membuat strategi yang memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan
ANCAMAN (T)
Mendaftarkan 5-10 ancaman
STRATEGI (S-T)
Membuat strategi yang menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
STRATEGI (W-T)
Membuat strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber: Wheelen dan Hunger (2000)
Penyajian hasil analisis data dilakukan secara formal (dalam bentuk tabel)
maupun informal (dalam bentuk naratif). Analisis yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah 1). Analisis matriks IFAS dan EFAS akan menghasilkan strategi
umum (grand strategy); 2). Analisis SWOT dengan menggunakan diagram dan
matriks SWOT akan menghasilkan strategi alternatif.
43
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum PDAM Kabupaten Bangli
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bangli merupakan
Badan Usaha Milik Daerah yang bergerak dalam penyediaan air minum yang sehat
dan bersih untuk mencukupi kebutuhan air minum penduduk Kabupaten Bangli.
PDAM Kabupaten Bangli didirikan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bangli
Nomor 5 Tahun 1986 dan diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bangli
Nomor 09 Tahun 1987 seri C No. 1. Perda tersebut telah mengalami dua kali
perubahan yaitu dengan Perda Kabupaten Bangli Nomor 18 Tahun 1991 dan Perda
Kabupaten Bangli Nomor 21 Tahun 2001. Dalam Perda Tersebut dinyatakan bahwa
modal dasar Perusahaan terdiri dari kekayaan daerah yang dipisahkan, sedangkan
neraca permulaan perusahaan diperoleh dari semua aktiva dan pasiva Badan
Pengelola Air Minum Kabupaten Bangli yang kemudian dilebur menjadi PDAM
Kabupaten Bangli. Modal PDAM Kabupaten Bangli berasal dari penyertaan
pemerintah yang belum ditetapkan statusnya, Penyertaan dari Pemerintah Kabupaten
Bangli dan Modal Donasi. Tujuan pendirian perusahaan adalah turut serta
melaksanakan pembangunan daerah Kabupaten Bangli serta pembangunan ekonomi
nasional pada umumnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan memenuhi
kebutuhan air minum pendudk Kabupaten Bangli menuju masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila.
44
Struktur organisasi PDAM Kabupaten Bangli dibentuk berdasarkan Perda
Nomor 21 Tahun 2001 terdiri atas Badan Pengawas, Direktur, Bagian Administrasi
dan Keuangan serta Bagian Teknik, Sub-sub Bagian dan Unit-unit dapat dilihat pada
Gambar 5.1
Sumber: Pemerintah Kabupaten Bangli Tahun 2001
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bangli Nomor 690/16A/2005 tentang
Pengangkatan Direktur PDAM Kabupaten Bangli ditetapkan Made Sumawa, S.Sos
menjadi Plt. Direktur PDAM Kabupaten Bangli. Surat Keputusan Bupati Bangli
Nomor 690/17/2007 tanggal 1 Maret 2007 tentang Pengangkatan Anggota Badan
Pengawas PDAM Kabupaten Bangli periode 1 Maret 2007 sampai dengan 29
Pebruari 2010 terjadi pergantian Badan Pengawas dengan susunan sebagai berikut:
DIREKTUR Badan Pengawas
Kabag. Adm. & Keuangan Kabag Teknik
Kasubbag Hub. Langganan Kasubbag Produksi
Kasubbag Dist./ Penyambungan
Kasubbag Keuangan Kasubbag Perenc. Teknik
Kasubag Umum & Person
Kasubag Perenc. Anggaran
Unit Selat Unit Susut Unit Malet Unit Abuan Unit Kedui Unit Demulih
Kasubbag Perawatan
Unit Tamanbali
Gambar 5.1 Struktur Organisasi PDAM Kabupaten Bangli
Unit Kubu
Unit Tembuku
Unit Kintamani
Unit Tambahan
Unit Undisan
Unit Peninjoan
45
- Ketua merangkap anggota : Sekretaris Daerah Kabupaten Bangli
- Anggota : Ir. I Gusti Lanang Jelantik
- Anggota : I Dewa Nyoman Rai Padang
5.1.1 Data Keuangan PDAM Kabupaten Bangli
Data keuangan PDAM Kabupaten Bangli menggambarkan kekayaan, hutang
dan ekuiti perusahaan serta hasil usaha selama 5 (lima) tahun terakhir. Laporan ini
berisikan informasi untuk mengetahui kekayaan dan modal, tetapi laporan ini tidak
memuat informasi mengenai penyebab dan besarnya perubahan ke dua variabel
tersebut sehingga analisis perbandingan untuk periode waktu yang berbeda
diperlukan dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1
Perkembangan Kekayaan, Hutang dan Ekuiti PDAM Kabupaten Bangli, 2004-2008
NO 2004 2005 2006 2007 2008
1 DATA NERACAAktiva Lancar 958.575.357 1.089.329.188 1.417.248.370 2.342.118.385 2.256.820.536 Aktiva Tetap 5.556.033.466 5.814.250.180 4.969.280.767 4.703.413.310 4.892.518.727 Aktiva Lain 777.902.467 772.480.205 818.551.227 653.021.135 749.621.159
Jumlah Aktiva 7.292.511.290 7.676.059.573 7.205.080.364 7.698.552.830 7.898.960.422 Hutang Lancar 3.121.828.097 4.935.869.203 4.791.308.227 5.668.690.295 6.926.857.482 Hutang Jk Panjang 2.387.893.199 2.148.893.881 1.791.813.603 1.434.733.325 1.077.653.047 Kewajiban Lain 381.540.700 552.512.200 821.804.700 1.092.700.924 1.371.589.925 Ekuitas 1.401.249.294 38.784.289 -199.846.166 -497.571.687 -1.477.140.032
Jumlah Passiva 7.292.511.290 7.676.059.573 7.205.080.364 7.698.552.857 7.898.960.422
2 DATA LABA/RUGIPendapatan Usaha 1.435.561.595 2.038.809.820 3.202.195.868 4.324.034.638 4.640.248.560 Beban Usaha 1.368.344.851 1.899.327.735 2.383.777.178 2.495.599.530 3.091.413.000 Laba Kotor 67.216.744 139.482.085 818.418.691 1.828.435.108 1.548.835.560 Beban Umum & Adm 1.027.041.489 1.593.105.261 1.888.785.381 2.278.826.100 2.723.716.890 Laba Usaha -959.824.745 -1.453.623.176 -1.070.366.690 -450.390.992 -1.174.881.330
URAIAN
Sumber: BPKP Perw. Kab. Bangli, Laporan Keuangan PDAM Kabupaten Bangli 2004-2008 (data diolah)
46
Dari Tabel 5.1 di atas, dapat dilihat bahwa perusahaan mengalami kerugian
dari tahun 2004 sebesar Rp. 959.824745,- , tahun 2005 sebesar Rp 1.453.623.176,- ,
Tahun 2006 sebesar Rp 1.070.366.690,- , Tahun 2007 sebesar Rp 450.390.992,- dan
pada Tahun 2008 sebesar Rp 1.174.881.330,-.
5.1.2 Data non keuangan
Meliputi perkembangan kapasitas produksi, penjualan dan data cakupan
disajikan dalam Tabel 5.2 berikut ini :
Tabel 5.2 Perkembangan Kapasitas Produksi, Penjualan dan
Cakupan Pelayanan PDAM Kabupaten Bangli, 2004-2008
NO 2004 2005 2006 2007 2008
1 Kapasitas terpasang(l/det) 473 520 532 550 573
2 Kapasitas produksi(l/det) 300 330 365 420 450
3 Produksi air (m³) 2.195.907 2.351.940 2.502.887 2.574.720 2.491.508 4 Distribusi air (m³) 1.862.931 1.826.526 2.085.149 1.991.272 2.140.800 5 Penjualan Air (m³) 1.355.006 1.364.640 1.411.736 1.391.511 1.607.911 6 Kebocoran Air (m³) 332.976 525.414 417.738 583.448 350.708 7 Kebocoran Air (%) 20,13 22,34 16,69 22,66 14,088 Rumah Tangga
Pelayanan (jiwa) 179.834 183.249 187.435 194.614 197.210 9 Rumah Tangga
Terlayani (jiwa) 43.576 46.134 47.858 49.718 53.202 10 Rumah Tangga Terlayani
(%) 24,23 25,18 25,53 25,55 26,98
URAIAN
Sumber: PDAM Kabupaten Bangli, 2004-2008.
Kapasitas terpasang dalam kurun waktu tahun 2004 sampai dengan 2008,
mengalami sedikit perubahan karena sedikitnya investasi baru dalam instalasi sumber
air. Sementara itu, kapasitas produksi yang terus meningkat pada gilirannya akan
47
terjadi kapasitas produksi penuh. Trend peningkatan kapasitas produksi pada tahun
2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 adalah cenderung statis. Dengan kondisi kapasitas
produksi tahun 2008 sebesar 450 liter/detik atau 78,53% dari kapasitas terpasang,
maka dalam dua sampai tiga tahun mendatang ada kecenderungan akan terjadi
kelebihan kapasitas terpasang atau produksi penuh yaitu produksi air pada tahap
sebesar kapasitas terpasangnya, itu terjadi jika tidak ada penambahan kapasitas
terpasangnya dan/atau perusahaan tidak dapat menekan kebocoran air pada tingkat
yang lebih rendah.
Dari data produksi terlihat bahwa kenaikan produksi sebesar 156.033 meter
kubik (m3) dari tahun 2004 ke tahun 2005, kemudian tahun 2005 ke tahun 2006
sebesar 150.947 m3 dan meningkat lagi pada tahun 2006 ke tahun 2007 sebesar
71.833 m3, kemudian terjadi penurunan produksi pada tahun 2007 ke 2008 sebesar
83.212 m3 disebabkan oleh kerusakan pompa air sehingga menurunkan debit air.
Trend penjualan air dalam kurun waktu lima tahun menunjukkan peningkatan dari
tahun ke tahun, yaitu masing-masing untuk tahun 2004, sebesar 1.355.006 m3 tahun
2005 sebesar 1.364.640 m3 tahun 2006 sebesar 1.441.736 m3 dan tahun 2007 sebesar
1.391.511 m3 dan pada tahun 2008 sebesar 1.607.991 m3 . Langkah PDAM dalam
menekan tingkat kebocoran air dari tahun ke tahun terus dilakukan antara lain
dengan memperbaiki jaringan yang sudah tua, menindaklanjuti pengaduan
masyarakat tentang instalasi yang bocor dan pencegahan pencurian air. Tingkat
kebocoran pada tahun 2008 adalah 14,08% disebabkan kebocoran pada jaringan yang
sudah tua dan kegiatan penggalian pihak ketiga (pembangunan sarana jalan) yang
melintas pada jaringan pipa transmisi dan distribusi. Untuk peningkatan pelayanan
48
dilakukan melalui penambahan sambungan baru, pada saat ini masyarakat Kabupaten
Bangli yang baru terlayani hanyalah 26,98% dan itu berarti 73,02% belum mampu
dilayani sehingga kedepan diharapkan persentase penduduk yang terlayani oleh
Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Bangli mencapai 100%, sementara ini
sudah mulai menunjukkan kecenderungan meningkat.
5.2 Analisis kinerja PDAM
Hasil Analisis Kinerja Aspek Keuangan PDAM Kabupaten Bangli
ditampilkan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Nilai Kinerja Aspek Keuangan PDAM Kabupaten Bangli,
2004-2008
Rata-No Uraian rata
Rasio Nilai Rasio Nilai Rasio Nilai Rasio Nilai Rasio Nilai (%)A ASPEK KEUANGAN1 Rasio Laba Thd Aktiva Produktif (%) -14,51 5 -20,58 1 -16,36 3 -4,49 5 -13,30 1 -13,85
2 Rasio Laba Thd Penjualan (%) -66,42 2 70,24 1 -33,03 6 -7,44 6 -21 1 -39,63
3 Rasio Aktiva Lancar Thd Utang 0,33 1 0,22 1 0,3 1 0,41 1 0,33 1 0,32
Lancar4 Rasio Utang Jangka Panjang Thd 1,70 1 55,41 1 -8,97 - -2,88 - -0,73 - 8,91
Ekuitas5 Rasio Total Aktiva Thd Total Utang 1,32 3 1,08 2 1,09 1 1,08 2 0,99 1 1,11
6 Rasio Biaya Operasi Thd Penda- 1,67 1 1,71 1 1,33 1 1,1 1 1,25 1 1,41
patan Operasi7 Rasio Laba Operasi Sblm Biaya 0,14 1 -0,2 1 -0,08 1 0,05 1 -0,04 1 -0,03
Penyusutan Thd Angsuran Pokokdan Bunga Jatuh Tempo
8 Rasio Aktiva Produktif Thd 5 4 3,85 4 2,27 4 1,87 5 1,81 5 2,96
Penjualan Air9 Jangka Waktu Penagihan Piutang 95,52 3 75,62 4 70,32 4 57,51 5 47,92 5 69,38
10 Efektivitas Penagihan (%) 100,92 5 87,39 2 68,63 1 70,15 1 76,61 2 90,29
Jumlah 26 18 22 27 18
Nilai Kinerja 19,50 13,50 16,50 20,25 13,50
Tahun2004 2005 2006 2007 2008
Sumber: Hasil analisis data pada lampiran 4
Dari Tabel 5.3 dapat dijelaskan sebagai berikut:.
1. Rasio laba terhadap aktiva produktif (rasio 1), yang menggambarkan
kemampuan aktiva produktif untuk menghasilkan laba selama periode
49
pengamatan adalah untuk masing-masing tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan
2008 adalah -14,51%, -20,58%, -16,36%, -4,49% dan -13,30% dengan rata-
rata per tahunnya adalah sebesar -13,85%. Rasio terendah pada tahun 2005
karena pada tahun ini laba mengalami penurunan drastis yang disebabkan
oleh penurunan pendapatan usaha sedangkan beban sumber air, beban
pengolahan, dan beban umum dan administrasi meningkat;
2. Rasio laba terhadap penjualan (rasio 2), yang mengukur tingkat laba sebelum
pajak dibandingkan dengan volume penjualan. Rasio ini selama kurun waktu
pengamatan adalah tahun 2004 sebesar -66,42%, tahun 2005 sebesar
-70,24%, tahun 2006 sebesar -33,03%, tahun 2007 sebesar -7,44% dan tahun
2008 sebesar -21,00% dengan rata-rata per tahun adalah sebesar -39,63%
yang artinya laba rata-rata selama satu tahun adalah setiap rupiah penjualan
menyebabkan kerugian sebesar Rp 3.963,00. Rasio terendah terjadi pada
tahun 2005 yang disebabkan kecilnya pendapatan;
3. Rasio aktiva lancar terhadap utang lancar (rasio 3), yaitu menghitung berapa
kemampuan perusahaan dalam membayar utang lancar dengan aktiva lancar
yang tersedia, rasio ini selama kurun waktu pengamatan adalah tahun 2004
sebesar 0,33 tahun 2005 sebesar 0,22 tahun 2006 sebesar 0,3 tahun 2007
sebesar 0,41 dan tahun 2008 sebesar 0,33. Rata-rata kemampuan perusahaan
dalam membayar utang lancar dengan aktiva lancar yang tersedia selama 5
tahun adalah sebesar 0,32 artinya setiap Rp 1,00 utang lancar dijamin oleh Rp
0,32 aktiva lancar;
50
4. Rasio utang jangka panjang terhadap ekuitas (rasio 4), yaitu menghitung
perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Rasio ini
selama kurun waktu pengamatan adalah tahun 2004 sebesar 1,70 tahun 2005
sebesar 55,41 tahun 2006 sebesar -8,97 tahun 2007 sebesar -2,88 dan tahun
2008 sebesar 0,73. Rata-rata rasio ini selama kurun waktu pengamatan adalah
sebesar 8,91 artinya perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal
sendiri adalah 8,91 : 1;
5. Rasio total aktiva terhadap total utang (rasio 5), yang menunjukkan
pengukuran jumlah hutang yang dibiayai oleh modal sendiri. Rasio ini selama
kurun waktu pengamatan adalah tahun 2004 sebesar 1,32 tahun 2005 sebesar
1,08 tahun 2006 sebesar 1,09 tahun 2007 sebesar 1,08 dan tahun 2008 sebesar
0,99. Rata-rata rasio ini menunjukkan 1,11 artinya Rp 1,11 hutang dibiayai
oleh Rp 1 modal sendiri;
6. Rasio biaya operasi terhadap pendapatan operasi (rasio 6) yaitu perbandingan
biaya operasi dengan pendapatan operasi. Rasio ini selama kurun waktu
pengamatan adalah tahun 2004 sebesar 1,67 tahun 2005 sebesar 1,71 tahun
2006 sebesar 1,33 tahun 2007 sebesar 1,1 dan tahun 2008 sebesar 1,25. Rata-
rata rasio ini adalah sebesar 1,41 artinya 141% pendapatan operasi digunakan
untuk biaya operasi. Rasio paling besar terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar
1,71 karena pada tahun ini pendapatan operasi kecil sedangkan biaya
operasionalnya sangat tinggi;
51
7. Rasio laba operasi sebelum biaya penyusutan terhadap angsuran pokok dan
bunga jatuh tempo (rasio 7), yaitu mengukur kemampuan perusahaan untuk
membayar beban angsuran pokok dan bunga jatuh tempo dengan laba operasi
yang diperoleh. Rasio ini selama kurun waktu pengamatan adalah tahun 2004
sebesar 0,14 tahun 2005 sebesar -0,2 tahun 2006 sebesar -0,08 tahun 2007
sebesar 0,05 dan tahun 2008 sebesar -0,04. Rata-rata kemampuan perusahaan
selama periode pengamatan adalah sebesar -0,03 artinya perusahaan mampu
membayar beban angsuran pokok dan bunga jatuh tempo sebesar 0,03 kali
dengan menggunakan laba operasi yang diperoleh;
8. Rasio aktiva produktif terhadap penjualan air (rasio 8), mengukur berapa kali
penjualan air menghasilkan aktiva produktif perusahaan. Rasio ini selama
kurun waktu pengamatan adalah 5,0 untuk tahun 2004, 3,85 untuk tahun 2005,
2,27 untuk tahun 2006, 1,87 untuk tahun 2007 dan 1,81 untuk tahun 2008
dengan rata-rata rasio ini adalah sebesar 2,96 kali artinya bahwa 2,96 kali
penjualan air yang dapat dihasilkan dari aktiva produktif;
9. Rasio jangka waktu penagihan piutang (rasio 9), yang menunjukkan
kemampuan untuk menagih piutang perusahaan. Rasio ini selama kurun
waktu pengamatan adalah tahun 2004 sebesar 95,52 tahun 2005 sebesar
75,62 tahun 2006 sebesar 70,32 tahun 2007 sebesar 57,51 dan tahun 2008
sebesar 47,92. Rata-rata rasio ini adalah sebesar 90,29 hari;
10. Rasio efektivitas penagihan (rasio 10), yaitu kemampuan untuk memperoleh
penerimaaan dari penjualan air yang telah dilakukan. Efektivitas penagihan
52
untuk masing-masing tahun sejak tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008
adalah 100,92%, 87,39%, 68,63%, 70,15% dan 76,61% dengan rata-rata
efektivitas penagihan adalah sebesar 90,29%. Artinya bahwa kemampuan
untuk memperoleh penerimaaan dari penjualan air yang telah dilakukan
adalah sebesar 90,29.
Hasil Analisis Kinerja Aspek Operasional PDAM Kabupaten Bangli
ditampilkan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Nilai Kinerja Aspek Operasional PDAM Kabupaten Bangli, 2004-2008
No UraianRasio Nilai Rasio Nilai Rasio Nilai Rasio Nilai Rasio Nilai
B ASPEK OPERASIONAL1 Cakupan Pelayanan (%) 24,34 2 25,18 3 25,53 3 25,55 3 26,98 3
2 Kualitas Air Distribusi 3 3 3 3 3
3 Kontinuitas Air 1 1 1 1 1
4 Produktivitas Pemanfaatan Instalasi 1 1 1 2 2
Produksi5 Tingkat Kehilangan Air (%) 15,16 4 22,34 3 16,69 7 22,66 3 14,08 6
6 Peneraan Meter Air 1 1 1 1 1
7 Kecepatan Sambungan Baru 1 1 1 1 1
8 Kecepatan Penanganan Pengaduan 2 2 2 2 2
Rata-rata per Bulan9 Kemudahan Pelayanan 2 2 2 2 2
10 Rasio Karyawan per 1000 pelanggan 16,85 2 14,91 3 14,12 3 14,03 3 12,09 3
Jumlah 19 20 24 21 24
Nilai Kinerja 16,17 17,02 20,43 17,87 20,43
Tahun2004 2005 2006 2007 2008
Sumber: Hasil analisis data pada lampiran 4
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Cakupan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan merupakan
ukuran keberhasilan perusahaan dalam mengembangkan usahanya. Cakupan
pelayanan air bersih PDAM Kabupaten Bangli pada tahun 2008 adalah sebesar
26,98% atau baru sebagian kecil masyarakat Kabupaten Bangli dapat menikmati
53
pelayanan air bersih. Seperti yang diutarakan oleh I Nyoman Budi Utama (Ketua
Komisi III DPRD Bangli) :
“ Cakupan Pelayanan air bersih sampai saat ini masih sangat kecil.Masih banyak warga Bangli yang belum mendapatkan pelayanan air bersih. Dengan kecilnya jumlah cakupan pelayanan ini maka harus mendapat perhatian yang serius bagi manajemen perusahaan karena pangsa pasar untuk masyarakat Kabupaten Bangli belum mencapai titik jenuh. Untuk itu perlu dilakukan investasi yang lebih besar agar dapat melayani kebutuhan masyarakat akan air bersih.”
2. Kualitas air distribusi dinyatakan bahwa memenuhi persyaratan sebagai air minum.
Dari hasil penyebaran Kuisioner yang telah dilakukan oleh peneliti dapat
diketahui bahwa kualitas air bersih yang didistribusikan oleh PDAM adalah baik
dengan nilai rata-rata jawaban responden 3,01.
3. Kontinuitas air, dengan kapasitas terpasang sebesar 573 liter/detik maka
perusahaan belum mampu memenuhi kepentingan pelanggan selama 24 jam,
sesuai dengan hasil penyebaran kuisioner dengan nilai rata-rata 2,54 yang artinya
tidak semua pelanggan mendapat aliran air 24 jam.
4. Produktivitas Pemanfaatan Instalasi Produksi, dengan kapasitas produksi sebesar
450 liter/detik atau 78,53% dari kapasitas produksi, maka diperlukan adanya
investasi baru untuk menghindari kapasitas terpasang sama dengan kapasitas
produksi sehingga tidak mampu lagi menambah jumlah pelanggan baru.
5. Tingkat kehilangan air, pada tahun 2008 lebih dari 10% disebabkan kebocoran
pada jaringan yang sudah tua dan kegiatan penggalian pihak ketiga (kabel dan
pembangunan sarana jalan) yang melintas pada jaringan pipa transmisi dan
distribusi.
6. Peneraan meter air, belum pernah dilakukan.
54
7. Kecepatan penyambungan baru, selama periode pengamatan umumnya dikerjakan
lebih dari 6 hari kerja. Dari hasil penyebaran Kuisioner yang telah dilakukan oleh
peneliti dapat diketahui bahwa kecepatan penyambungan baru yang dilakukan
oleh PDAM adalah buruk dengan nilai rata-rata jawaban responden 2,72, hal ini
terjadi karena posisi pelangan berada jauh dari saluran distribusi dan kondisi
pelanggan berada pada pemukiman yang relatif padat.
8. Kemampuan penanganan pengaduan rata-rata per bulan, selama kurun waktu
pengamatan kemampuan penanganan pengaduan seluruhnya dapat diselesaikan.
Dari kuisioner yang disebar kepada responden dapat diketahui bahwa kemampuan
penanganan pengaduan PDAM Bangli adalah baik dengan nilai rata-rata 3,03.
9. Kemudahan pelayanan yaitu tersedianya sarana penunjang dalam rangka
memberikan kemudahan pelayanan, baik untuk melakukan pembayaran maupun
pengaduan. Dari kuisioner yang disebar kepada responden dapat diketahui bahwa
mekanisme pembayaran yang diberlakukan oleh PDAM Bangli adalah baik
dengan nilai rata-rata 3,05. Untuk pembayaran disediakan loket secara khusus dan
dapat dilakukan pembayaran melalui bank. Untuk memperoleh informasi rekening
tagihan bulan berjalan dan 2 bulan yang lalu.
10. Rasio Karyawan per 1000 pelanggan, pada tahun 2004 rasio karyawan tersebut
cukup besar yaitu 16,85, tahun 2005 sebesar 14,91 tahun 2006 sebesar 14,12
tahun 2007 sebesar 13,03 dan 2008 adalah sebesar 12,09 artinya 1000 orang
pelanggan dilayani oleh 12 orang karyawan dari jumlah ideal 1000:6 sesuai
dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 690.900.327 tahun 2004. Artinya
55
perusahaan dari tahun 2004-2008 berusaha untuk mengurangi jumlah pegawai
sehingga beban umum dan administrasi dapat ditekan.
Hasil Analisis Kinerja Aspek Administrasi PDAM Kabupaten Bangli
ditampilkan pada Tabel 5.5
Tabel 5.5
Nilai Kinerja Aspek Administrasi PDAM Kabupaten Bangli, 2004-2008
No Uraian
C ASPEK ADMINISTRASI1 Rencana Jangka Panjang2 Rencana Organisasi dan Uraian Tugas3 Prosedur Operasi Standar4 Gambar Nyata Laksana5 Pedoman Penilaian Kinerja Karyawan6 Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan7 Tertib Laporan Internal8 Tertib Laporan Eksternal9 Opini Auditor Independen10 Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
Tahun LaluJumlah Nilai Kinerja
Tahun2004 2005 2006 2007 2008
Nilai
1 3 2
Nilai Nilai Nilai Nilai
3 2
3 2
3
1 1 1
2 2
3
1 3 2 3
3
1
3
3
1 1 1 1
3 3 3 2 2
20 20
1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 3 3
3 3 3
3 3
2 2
8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 20 20 20
Sumber: Hasil analisis data pada lampiran 4
Berdasarkan Tabel 5.5 tersebut dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut.
1. Rencana jangka panjang (corporate plan) yaitu untuk melihat sampai sejauh mana
perencanaan jangka panjang PDAM dipedomani. PDAM Kabupaten Bangli
belum pernah membuat Corporate Plan, sehingga tidak ada Rencana Jangka
Panjang yang dapat dipedomani.
2. Rencana organisasi dan uraian tugas didasarkan kepada Bupati Bangli Nomor 21
Tahun 2001 tentang Perusahaan Air Minum Kabupaten Bangli, dan telah
dipedomani secara sebagian.
56
3. Prosedur operasi standar sudah dimiliki namun dipedomani sebagian.
4. Gambar nyata laksana telah dimiliki dan dipedomani sebagian.
5. Pedoman penilaian kinerja karyawan telah dimiliki dan dipedomani sebagian.
6. Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) telah disusun sejak mulai
perencanaan, pengumpulan data dan pembahasannya dan sampai dengan
pengesahan oleh Badan Pengawas telah sesuai dengan ketentuan dalam
Kepmendagri Nomor 16 Tahun 1991 Bab V mengenai Anggaran.
7. Pelaksanaan laporan internal dan eksternal telah dibuat tetapi tidak tepat waktu.
8. Opini auditor independen selama periode pengamatan adalah wajar dengan
pengecualian.
9. Tindak lanjut hasil pemeriksaan tahun terakhir, pada tahun 2004 terdapat hasil
pemeriksaaan yang belum ditindaklanjuti yaitu masalah pemutakhiran jaminan
langganan, tahun 2005 terdapat 5 buah, tahun 2006 terdapat 3 buah, sedangkan
tahun 2007 terdapat 5 buah permasalahan yang semuanya telah ditindaklajuti oleh
pihak manajemen perusahaan.
Tabel 5.6 Rekapitulasi Nilai Kinerja PDAM Kabupaten Bangli,
2004-2008
2004 2005 2006 2007 20081 KEUANGAN 19,50 13,50 16,50 20,25 13,50 2 OPERASIONAL 16,17 17,02 20,43 17,87 20,43 3 ADMINISTRASI 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33
JUMLAH 44,00 38,85 45,26 46,45 42,26 KATEGORI Cukup Kurang Cukup Cukup Cukup
TahunAspekNo
Sumber: Hasil analisis data pada lampiran 4
57
Dari penilaian ke tiga aspek tersebut selama periode pengamatan dapat
dilihat bahwa nilai Kinerja Aspek Keuangan PDAM Kabupaten Bangli pada tahun
2004 sebesar 19,50, tahun 2005 menurun menjadi 13,50 hal ini disebabkan karena
rendahnya kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva produktif yang
dimiliki serta likuiditas PDAM Kabupaten Bangli yang menurun, hal ini ditunjukkan
dengan nilai aktiva lancar yang tidak mampu menutupi kewajiban lancar yang
ditanggung, kemudian nilai kinerja Aspek Keuangan pada tahun 2006 naik sebesar
16,50, tahun 2007 sebesar 20,25, dan pada Tahun 2008 menurun kembali sebesar
13,50.
Nilai Kinerja Aspek Operasional pada tahun 2004 sebesar 16,17, tahun 2005
meningkat menjadi 17,20, tahun 2006 meningkat kembali menjadi 20,43, tahun 2007
sebesar 17,87,dan tahun 2008 sebesar 20,43. Untuk Nilai Kinerja Aspek
Administrasi tahun 2004, 2005, 2006, 2007, 2008 sebesar 8,33.
Rekapitulasi nilai kinerja PDAM Kabupaten Bangli pada tahun 2004 dalam
kategori cukup, tahun 2005 kurang, dan tahun 2006 sampai dengan 2008 cukup. Dari
tabel 5.6 tersebut terlihat bahwa tingkat kinerja paling baik adalah pada tahun 2007
dengan nilai 46,45, sedangkan tingkat kinerja yang paling buruk terjadi pada tahun
2005 yaitu sebesar 38,85.
5.3 Analisis SWOT
Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Bangli yang didukung oleh
wawancara pada jajaran direksi, badan pengawas dan stakeholder yang lainnya yaitu
Bupati Bangli dan anggota DPRD serta informasi-informasi yang diperoleh dari
58
dokumen- dokumen mengenai pengelolaan PDAM Kabupaten Bangli pada saat ini
serta berdasarkan alat analisis kinerja berdasarkan Kepmendagri Nomor 47 Tahun
1999 seperti yang telah diuraian terdahulu, kemudian selanjutnya melalui alat
analisis SWOT akan digambarkan analisis kondisi lingkungan internal dan eksternal
yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan PDAM Kabupaten
Bangli sehingga dapat diketahui posisi perusahaan saat ini. Posisi perusahaan
tersebut akan menentukan arah pengembangan PDAM di masa-masa yang akan
datang.
5.3.1 Analisis kondisi internal,
Analisis terhadap kondisi internal PDAM dimaksudkan untuk mengetahui
kelemahan internal yang menjadi kendala bagi PDAM dalam upaya mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dan kekuatan internal yang dimiliki perusahaan yang menjadi
asset bagi PDAM dalam mengurangi maupun menghilangkan kelemahan yang ada
dan sekaligus menjadi pendorong tercapainya tujuan perusahaan.
1. Kekuatan
a. Pendapatan cenderung mengalami peningkatan yang cukup pesat dibandingkan
dengan tahun sebelumnya untuk masing-masing tahun 2005 meningkat sebesar
Rp 603.248.225 atau 42% Tahun 2006 sebesar Rp 1.163.386.048 atau 57% tahun
2007 meningkat sebesar Rp 1.121.838.815 atau 35% dan pada tahun 2008
meningkat kembali sebesar Rp 316.213.877 atau 7% sehingga kenaikan rata-rata
pendapatan perusahaan untuk kurun waktu tersebut sebesar Rp 801.171.741 per
tahun. Kenaikan pendapatan terbesar terjadi pada tahun 2006.
59
b. Trend penjualan air yang senantiasa meningkat, yaitu dalam kurun waktu lima
tahun menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu masing-masing untuk
tahun 2005 sebesar 9.634 m3 atau 4%, tahun 2006 sebesar 47.096 m3 atau 19%,
tahun 2007 menurun sebesar 20.225 m3 atau -8% ini disebabkan karena adanya
kerusakan pada pipa-pipa transmisi dan distribusi, sementara tahun 2008
meningkat kembali sebesar 216.400 m3 atau 86% dengan rata-rata kenaikan
selama kurun waktu tersebut adalah sebesar 63.226 m3
c. Jumlah pelanggan yang mengalami peningkatan di mana peningkatan dari lima
tahun masing-masing untuk tahun 2005 sebesar 460 pelanggan atau 26%, tahun
2006 sebesar 309 pelanggan atau 17%, tahun 2007 sebesar 326 pelanggan atau
18% dan pada tahun 2008 sebesar 678 pelanggan atau 38%, dengan rata-rata
kenaikan sebesar 443 atau 25% ini merupakan salah satu faktor yang akan
menjadi pendukung perusahaan untuk maju.
d. Memiliki struktur organisasi yang lengkap berdasarkan Keputusan Bupati Bangli
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Bangli.
e. Tingkat Produksi air cenderung meningkat di mana pada tahun 2005 sebesar
156.033 m3 atau 53%, tahun 2006 sebesar 150.947 m3 atau 51%, tahun 2007
sebesar 71.833 m3 atau 24% sementara pada tahun 2008 mengalami penurunan
sebesar 83.212 m3 atau 28% disebabkan oleh adanya kerusakan mesin pompa di
daerah Kecamatan Kintamani.
f. Saat ini sedang berupaya menyusun Rencana Jangka Panjang (corporate plan)
periode 2008-20013. Agar pengelolaan PDAM dapat dilaksanakan secara lebih
60
efisien, manajemen PDAM perlu memiliki Rencana Jangka Menengah atau
Program Pengembangan Lima Tahun (Propelita) PDAM secara menyeluruh
dengan mengembangkan dan mempertimbangkan kondisi internal maupun
eksternal. Apabila program pengembangan ini telah benar- benar disusun atau
dimiliki oleh PDAM, program ini dapat dijadikan pedoman bagi manajemen
untuk menyelenggarakan kegiatan pelaksanaan kerja PDAM sekaligus merupakan
alat pengendali perusahaan yang efektif.
2. Kelemahan
a. Penentuan tarif dasar yang masih ditentukan oleh pemerintah daerah merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi ketidakmampuan perusahaan untuk
meningkatkan laba, potensi penjualan volume air bersih yang semakin kecil
sehubungan dengan produksi air mendekati kapasitas terpasang 78,53%.
Kendalanya adalah penyesuaian tarif setiap tahun akan menimbulkan masalah
sosial dan kurang populer di mata masyarakat. Sesuai dengan hasil kuisioner yang
disebar oleh peneliti dengan nilai rata - rata 2,48 yang berarti sebagian besar
masyarakat menolak rencana kenaikan tarif yang akan dilakukan oleh PDAM.
Dengan dasar pemikiran inilah penentuan tarif harga air dan beban tetap
ditentukan oleh pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD.
b. Mempunyai sumber daya karyawan yang relatif masih rendah, hal ini dapat dilihat
dalam Tabel 5.7 berikut ini :
61
Tabel 5.7 Profil Pegawai PDAM Kabupaten Bangli Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Orang %1 SD 16 142 SLTP 12 113 SLTA 81 714 D3 - -5 S1 5 46 S2 - -
Jumlah 114 100
JUMLAHPENDIDIKANNO
Sumber: Bagian Kepegawaian PDAM Kabupaten Bangli, 2009
Dari data di atas dapat dilihat bahwa karyawan yang berpendidikan SLTA
sebesar 71%, 14% lulusan SD, 11% lulusan SLTP dan 4% lulusan sarjana.
Karyawan yang berpendidikan SLTA yang paling banyak dan ini tidak didukung
oleh keahlian tekhnik yang memadai, sehingga pegawai belum mampu
merencanakan dan melaksanakan pembangunan jaringan instalasi sehingga
sampai sekarang proyek PDAM masih dilaksanakan Dinas Pekerjaan Umum (PU)
yang mengakibatkan banyaknya permasalahan teknis yang dihadapi seperti
kebocoran pipa air, kerusakan pompa dan pemasangan instalasi baru
c. Penurunan debit air di beberapa sumber air. Hal ini disebabkan karena terjadinya
penurunan daya resap air di sekitar area sumber mata air tersebut. Karena air
hujan yang diresap oleh tanah berkurang, maka berdampak pada menurunnya
debit air di sumber mata air.
d. Pemerintah daerah yang kurang mendukung permodalan perusahaan. Hal ini dapat
dilihat dari permodalan PDAM dari kekayaan Pemda yang dipisahkan pada tahun
62
2008 sebesar Rp 5.323.888.707 dan di samping itu mekanisme pembayaran
bagian laba Pemda terikat oleh Pemerintah daerah yang ditetapkan oleh Pemda
dan DPRD tanpa memperhatikan kondisi keuangan PDAM dalam suatu periode.
e. Tingkat kebocoran air yang cukup besar, pada tahun 2007 lebih dari 20% dan pada
tahun 2008 sebesar 14,08% disebabkan kebocoran pada jaringan yang sudah tua
dan kegiatan pembangunan sarana jalan yang melintas pada jaringan pipa
transmisi dan distribusi. Tingkat kebocoran air yang terus meningkat baik dari
segi jumlah maupun dari persentase produksi air dalam tiga tahun terakhir perlu
diwaspadai tentang kemungkinan pencurian air oleh pihak ketiga.
f. Cakupan pelayanan yang masih rendah dimana rata-rata per tahun sebesar 0,25,
artinya bahwa dari seluruh Rumah Tangga di Kabupaten Bangli hanya 25% yang
mendapat pelayanan sedangkan 75% masih belum mendapat pelayanan. Hal ini
terjadi karena jalur instalasi yang terpasang masih sedikit, karena adanya kendala
modal serta tingginya biaya operasional dan administrasi yang menyebabkan
kerugian serta kesulitan untuk membangun atau mengembangkan jaringan
instalasi baru.
Hasil penghitungan skor total faktor-faktor strategis internal sebagaimana
tampak pada Tabel 5.8 sebagai berikut:
63
Tabel 5.8 Perhitungan Bobot dan Rating Faktor Strategis Internal
NO FAKTOR STRATEGIS INTERNAL BOBOT RATING SCOREA KEKUATAN1 Pendapatan Cenderung mengalami peningkatan 0,12 3 0,362 Trend penjualan air yang senantiasa meningkat 0,09 3 0,273 Jumlah pelanggan yang mengalami peningkatan 0,09 3 0,274 Struktur organisasi yang lengkap 0,07 2 0,145 Produksi Air Cenderung meningkat 0,08 3 0,246 Sedang berupaya menyusun Rencana 0,05 2 0,1
Jangka Panjang (corporate plan)
B KELEMAHAN
2 Kualitas sumber daya karyawan PDAM masih rendah 0,09 3 0,273 Penurunan debit air di beberapa sumber air 0,07 2 0,14
5 Tingkat kebocoran air yang cukup besar 0,07 2 0,146 Cakupan Pelayanan yang masih rendah 0,10 2 0,2
1,0 2,49Total
0,08 2 0,16
0,10 2 0,2
4
1 Penentuan tarif dasar air yang masih diintervensi danditentukan oleh pemerintah daerah dan DPRD
Pemerintah daerah yang kurang mendukung permodalanperusahaan
Sumber: Hasil analisis data pada lampiran 5 dan 6
5.3.2 Analisis kondisi eksternal
Analisis kondisi eksternal yaitu menggali lingkungan di luar organisasi untuk
mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi.
1. Peluang
a. Kemampuan masyarakat untuk membayar yang cukup tinggi, masyarakat
Kabupaten Bangli mampu membayar pemakaian air bersih, yang
ditunjukkan dengan tingginya efisiensi penagihan rekening yaitu sebesar
90%.
64
b. Potensi pasar yang cukup baik dan potensial, setiap orang selalu
membutuhkan air bersih dan air minum sehingga kondisi ini dapat ditangkap
sebagai potensi pasar yang baik bagi PDAM,
c. Pelaksanaan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah yang mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan
profesionalitas pengelolaan PDAM sebagai salah satu BUMD.
d. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya menggunakan air bersih sudah
mulai baik dan ini merupakan salah satu peluang untuk kemajuan
Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Bangli.
e. Tersedianya beberapa sumber air, letak geografis Kabupaten Bangli
menyebabkan banyaknya mata air yang dapat digunakan sebagai sumber air
bagi PDAM Kabupaten Bangli.
f. Letak geografis pada dataran tinggi dan mempunyai banyak sumber air yang
memungkinkan gravitasi dalam penyaluran air ke pelanggan.
2. Ancaman
a. Terjadinya kerusakan saluran transmisi dan distribusi sebagai akibat
penggalian yang dilakukan pihak ketiga maupun bencana alam. Salah satu
penyebab tingginya tingkat kebocoran adalah penggalian yang dilakukan
oleh pihak ketiga seperti PT Telkom, PT. PLN, dan bencana alam tanah
longsor.
b. Mudahnya mendapatkan ijin pengambilan air dari pemerintah daerah dan ini
menyebabkan banyak masyarakat yang memanfaatkan pengambilan air pada
mata air untuk usaha penjualan air.
65
c. Tidak terjaganya kelestarian alam karena akibat pengambilan sumber-sumber
air pada mata air dan ini sangat rawan akan terjadinya kerusakan lingkungan.
d. Jaringan transmisi dan distribusi yang relatif sudah tua. Banyaknya jaringan
yang dibangun sejak adanya PDAM Kabupaten Bangli ini dan belum adanya
pembaharuan sangat rawan terjadinya kebocoran-kebocoran.
e. Era reformasi di mana tekanan masyarakat sangat kuat dan ini sangat
berpengaruh terhadap masyarakat, tuntutan yang diminta atas pembagian
keuntungan oleh masyarakat di sekitar sumber air yang dipergunakan oleh
PDAM terkadang sampai membuat tindakan ararki.
f. Kenaikkan Tarif Dasar Listrik dan Bahan Bakar Minyak yang menyebabkan
semakin naik dan membesarnya biaya operasional karena Tekhnologi dalam
pendistribusian air sebagian masih menggunakan system pompa yang boros
akan penggunaan listrik dan Bahan Bakar.
Hasil penghitungan skor total faktor-faktor strategis eksternal sebagaimana
tampak pada Tabel 5.9 sebagai berikut:
66
Tabel 5.9
Perhitungan Bobot dan Rating Faktor Strategis Eksternal
NO FAKTOR STRATEGIS EKSTERNAL BOBOT RATING SCORE
C PELUANG
1 Kemampuan masyarakat untuk membayar yang cukup tinggi 0,12 3 0,36
2 Potensi pasar yang cukup baik dan potensial 0,09 3 0,27 3 Pelaksanaan UU No 32 Tahun 2004 0,08 3 0,24
4 Kesadaran masyarakat tentang pentingnya menggunakan air bersih
0,07 3 0,21
5 Tersedianya beberapa sumber air 0,09 3 0,27
D ANCAMAN
1 Terjadinya kerusakan saluran distribusi sbg akibat penggalian yg dilakukan pihak ketiga 0,10 1 0,10
2 Mudahnya mendapatkan ijin pengambilan air 0,07 2 0,14 3 Tidak terjaganya kelestarian alam 0,07 2 0,14 4 Jaringan transmisi dan distribusi yang relatif sudah tua 0,10 2 0,20 5 Era reformasi dimana tekanan masyarakat sangat kuat 0,08 2 0,16 6 Kenaikan harga BBM 0,09 3 0,27
1,0 2,46
0,10 Letak geografis yang mempunyai sumber air yang cukupbanyak
0,05 6 2
Total Sumber: Hasil analisis data pada lampiran 7 dan 8
Dari hasil perhitungan skor faktor-faktor strategis internal dan faktor-faktor
strategis eksternal dapat ditentukan posisi PDAM Kabupaten Bangli berada pada Sel
5 yaitu Strategi Pertumbuhan dan Stabilitas ditampilkan pada Gambar 5.2
67
Gambar 5.2
Matrik Internal- Eksternal PDAM Kabupaten Bangli
TOTAL NILAI IFE Kuat Rata-rata Lemah 4,0 3,0 2,49 2,0 1,0 T O Kuat T A L
3,0 N I Sedang L A 2,46 I 2,0 E Lemah F E 1,0
Berdasarkan faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal PDAM
Kabupaten Bangli, maka dilakukan analisis SWOT (Strengths, Weaknesess,
Opportunities, Threats) yang merupakan strategi alternatif pengembangan PDAM
Kabupaten Bangli. Matriks SWOT dapat menghasilkan empat sel kemungkinan
alternatif strategi pengembangan sesuai dengan potensi serta kondisi lingkungan
internal dan eksternal yang dimiliki PDAM Kabupaten Bangli. Dari setiap strategi
dapat dijabarkan atau diturunkan berbagai macam program pengembangan yang
mendukung pengembangan PDAM Kabupaten Bangli. Adapun matriks analisis
SWOT PDAM Kabupaten Bangli tampak pada Tabel 5.10.
1 Pertumbuhan konsentrasi via integrasi vertikal)
2 Pertumbuhan (konsentrasi via integrasi horisontal)
3 Pertumbuhan (berputar)
4 Stabilitas (berhenti sejenak atau Proses dengan hati-hati)
5 Pertumbuhan Konsentrasi via integrasi horisontal Stabilitas Strategi tidak berubah atau strategi laba
6 Pengurangan (Jual habis/Melepaskan Investasi)
7 Pertumbuhan (diversifikasi konsentrasi)
8 Pertumbuhan (diversifikasi konglomerat)
9 Pengurangan Kebangkrutan atau Likuidasi
Sumber : Hasil Analisis Data dari Tabel 5.8 dan 5.9
68
Tabel 5.10 Matrik SWOT PDAM Kabupaten Bangli
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
KEKUATAN (S)
1. Pendapatan cenderung mengalami peningkatan
2. Trend penjualan air yang senantiasa meningkat
3. Jumlah pelanggan yang mengalami peningkatan
4. Struktur organisasi yang lengkap berdasarkan Keputusan Bupati Bangli Nomor 21 Tahun 2001
5. Produksi air cenderung meningkat
6. Sedang berupaya menyusun Corporate Plan agar pengelolaan lebih terencana
KELEMAHAN (W)
1. Penentuan tarif dasar yang ditentukan Pemda dan DPRD
2. Kualitas SDM karyawan PDAM yang masih rendah
3. Penurunan debit air di bebrapa sumber air
4. Pemda yang kurang men-dukung permodalan
5. Tingkat kebocoran yang cukup tinggi
6. Cakupan Pelayanan yang masih rendah karena belum mencakup seluruh masyarakat Bangli
PELUANG (O)
1. Kemampuan membayar masyarakat yang cukup tinggi
2. Potensi pasar yang cukup baik
3. Pelaksanaan UU no 32 Tahun 2004 yang mendorong Pemkab. Untuk mengelola PDAM lebih Profesional
4. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya air bersih
5. Tersedianya beberapa sumber air
6. Letak geografis yang mempunyai sumber air yang cukup banyak
STRATEGI SO
1. Investasi untuk penambahan Jaringan transmisi dan distribusi air
2. Penyusunan Rencana Jangka Panjang (corporate plan)
STRATEGI WO
1. Perubahan Perda mengenai pendirian PDAM yang berhubungan dengan per-tambahan modal PDAM dari Pemkab Bangli
2. Penyesuaian tarif air minum dan beban tetap sesuai dengan ketentuan yang ada
3. Peningkatan kualitas pegawai baik melalui pendidikan maupun pelatihan
ANCAMAN (T) 1. Terjadinya kerusakan saluran
transmisi dan distribusi sebagai akibat pihak ketiga dan bencana alam
2. Mudahnya mendapat ijin pengambilan air dari Pemda yang menyebabkan masyarakat memanfaatkan sumber air untuk usaha penjualan air
3. Tidak terjaganya kelestarian
STRATEGI ST 1. Pengendalian atas kelestarian
alam 2. Memberi kesadaran kepada
masyarakat agar mendukung program PDAM
3. Meningkatkan dan menggunakan Tekhnologi PDAM yang lebih maju dan irit bahan bakar
STRATEGI WT 1. Melakukan upaya
pembayaran hutang atau penjadwalan kembali hutang
2. Memperbaiki dan meng-optimalkan jaringan yang sudah ada, menindaklanjuti pengaduan dan pencurian air
69
alam akibat pengambilan air pada sumber mata air tanpa prosedur pelestarian lingkungan
4. Jaringan transmisi yang relatif sudah tua
5. Era reformasi dimana tekanan masyarakat sangat kuat
6. Kenaikan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik akan menaikkan biaya operasional karena Teknologi yang digunakan masih konvensional
Sumber: Hasil analisis data Tabel 5.8 dan 5.9
Berdasarkan pada matrik strategi di atas, maka alternatif strategi operasional
yang dapat dilakukan bagi pengembangan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten
Bangli adalah sebagai berikut.
1. Investasi untuk penambahan Jaringan Transmisi dan distribusi air.
2. Penyusunan Rencana Jangka Panjang (corporate plan).
3. Perubahan Perda mengenai pendirian PDAM berhubungan dengan pertambahan
modal PDAM dari Pemda Kabupaten Bangli.
4. Penyesuaian tarif air minum dan beban tetap sesuai dengan ketentuan yang ada.
5. Peningkatan kualitas pegawai baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
6. Pengendalian atas kelestarian alam.
7. Memberi kesadaran kepada masyarakat agar mendukung program PDAM.
8. Meningkatkan dan menggunakan Tekhnologi PDAM yang lebih maju dan irit
bahan bakar.
9. Melakukan upaya pembayaran utang atau penjadwalan kembali utang.
10. Memperbaiki dan mengoptimalkan jaringan yang sudah ada, menindaklanjuti
pengaduan dan penurunan pencurian air.
70
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Kinerja PDAM Kabupaten Bangli
Berdasarkan hasil analisis Penilaian kinerja PDAM Kabupaten Bangli
berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999, yaitu untuk
tahun 2004, 2006, 2007, dan 2008 adalah cukup sedangkan tahun 2005 adalah
kurang. Jika tingkat kinerja tersebut dibandingkan selama periode pengamatan maka
diperoleh bahwa tingkat kinerja paling baik adalah pada tahun 2007 dengan nilai
pencapaian kinerja sebesar 46,45. Tingkat kinerja paling buruk adalah tahun 2005
dengan pencapaian kinerja sebesar 38,85.
Tingkat kinerja Aspek Keuangan yang paling baik terjadi pada tahun 2007
yaitu sebesar 20,25, sedangkan paling buruk terjadi pada tahun 2005 dan 2008 yaitu
sebesar 13,50. Rendahnya nilai yang dicapai disebabkan terutama karena harga jual
air lebih rendah dari full cost recovery sehingga perusahaan menderita rugi. Kerugian
tersebut sangat mempengaruhi rendahnya rasio laba terhadap penjualan dan rasio-
rasio lainnya. Hal ini menunjukkan masih perlu peningkatan kinerja aspek keuangan
yang terutama adalah rasio laba sebelum pajak terhadap aktiva produktif, rasio laba
sebelum pajak terhadap penjualan, rasio aktiva lancar terhadap hutang lancar, rasio
utang jangka panjang terhadap ekuitas, rasio biaya operasi terhadap pendapatan
operasi, dan rasio laba operasional sebelum penyusutan terhadap angsuran pokok
ditambah bunga jatuh tempo. PDAM Kabupaten Bangli telah menyusun rencana
kenaikan tarif seiring dengan rencana perusahaan untuk mengikuti program
restrukturisasi hutang sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 120/
71
PMK.05/2008 tanggal 19 Agustus Tahun 2008, tentang Penyelesaian Piutang Negara
yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi dan
Rekening Pembangunan Daerah pada PDAM, sehingga diharapkan dapat
mengurangi denda atas tunggakan pokok maupun bunga.
Tingkat kinerja Aspek Operasional yang paling baik terjadi pada tahun 2006
dan tahun 2008 yaitu sebesar 20,43, sedangkan tingkat kinerja aspek operasonal yang
paling buruk terjad pada Tahun 2004. Hal ini menunjukkan masih perlu peningkatan
operasional dan pelayanan kepada pelanggan dalam upaya mendukung peningkatan
pendapatan perusahaan. Rendahnya nilai aspek operasional PDAM Kabupaten
Bangli terutama dipengaruhi oleh masih rendahnya cakupan pelayanan, belum semua
pelanggan mendapat air selama 24 jam, rendahnya produktifitas pemanfaatan
instalasi produksi karena penurunan debit air di beberapa sumber dan kapasitas yang
terpasang sudah berumur tua, peneraan meter air pelanggan tidak pernah dilakukan,
penyambungan baru yang relatif masih melebihi dari 6 hari kerja serta rasio jumlah
karyawan per 1.000 (seribu) pelanggan mencapai rata-rata 14,40 yang artinya bahwa
kelebihan pegawai. Aspek operasional yang perlu ditingkatkan adalah upaya
menekan tingkat kehilangan air, kecepatan penyelesaian sambungan baru yang
memerlukan waktu lebih dari 6 hari kerja, rasio karyawan yang melebihi jumlah
ideal dan kegiatan peneraan meter air.
Tingkat kinerja Aspek Administrasi hanya mencapai nilai 8,33 dari target
nilai bobot 15 dengan nilai maksimal 36. Masih belum tercapainya tingkat nilai
maksimal terutama disebabkan PDAM Kabupaten Bangli belum memiliki rencana
jangka panjang (corporate plan), sedangkan Bussines Plan sebagai dokumen yang
72
memuat tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi baik dari aspek teknis
maupun manajemen dan rencana tindak perbaikan yang akan dilakukan saat ini
masih dalam proses penyusunan, PDAM Kabupaten Bangli juga belum memiliki
gambar nyata laksana, belum memiliki ketentuan pedoman penilaian kinerja
karyawan sebagai media penilaian prestasi untuk dijadikan acuan dasar penentuan
karier, gaji, kompensasi lainnya serta temuan hasil audit tahun sebelumnya belum
seluruhnya ditindaklanjuti. Usaha perbaikan yang dapat dilaksanakan dengan cara
menyusun rencana kerja jangka panjang (corporate plan), prosedur operasi standar,
pedoman penilaian kinerja karyawan yang dikaitkan dengan jenjang karier akan
dapat menghindari rasa tidak puas diantara para karyawan dalam penentuan jabatan
pada PDAM Kabupaten Bangli.
Rendahnya harga jual air terhadap harga pokok produksi menjadi penyebab
PDAM Kabupaten Bangli mengalami kerugian. Harga produksi air sangat tinggi
dibandingkan harga jual air terutama terjadi di Unit Kintamani karena untuk menarik
air dari sumber menggunakan 5 pompa dan genset yang dioperasikan menggunakan
solar dan oli dalam jumlah yang cukup banyak sehingga meningkatkan biaya
operasional. Selain hal tersebut terdapat penyebab lain yang menyebabkan PDAM
Bangli mengalami kerugian antara lain kelebihan pegawai yang menyebabkan biaya
tidak langsung menjadi meningkat, terdapat kelemahan pengawasan kepada debitur
yang menunggak pembayaran sehingga menyebabkan penerimaan pendapatan
rekening air menjadi tertunda dan tentunya apabila diabiarkan terus menerus akan
mengakibatkan merugikan PDAM Bangli, disamping itu terdapat Water Meter
73
pelanggan yang tidak berfungsi yang menyebabkan pencatatan baca meter tidak
mencerminkan kondisi pemakaian air pelanggan yang sebenarnya.
Denda atas ketidaktepatan waktu pembayaran pokok dan bunga juga menjadi
penyebab kerugian PDAM. Harga Jual lebih rendah dari harga produksi merupakan
penyebab utama PDAM Kabupaten Bangli dari tahun ke tahun mengalami kesulitan
likuiditas. Kondisi ini berdampak PDAM Kabupaten Bangli sulit memenuhi
kewajiban pembayaran pokok dan bunga atas pinjaman kepada Pemerintah Pusat
sulit dipenuhi. Pada tahun 2006, konsekuensi ketidakmampuan pembayaran pokok
dan bunga PDAM Kabupaten Bangli harus menaggung biaya denda atas tunggakan
sebesar Rp. 838.646.435,99.
6.2 Strategi Pengembangan PDAM Kabupaten Bangli
Berdasarkan analisis terhadap faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal
PDAM Kabupaten Bangli, maka faktor-faktor strategis yang dapat diidentifikasi
adalah faktor strategis internal yang terdiri dari 6 butir faktor kekuatan dan 6 butir
faktor kelemahan yang dimiliki perusahaan serta faktor strategis eksternal yang
terdiri dari 6 butir faktor peluang dan 6 butir faktor ancaman yang dihadapi
perusahaan. Hasil perhitungan pembobotan menunjukan total skor faktor strategis
internal adalah sebesar 2,49 dan total skor faktor strategis eksternal adalah sebesar
2,46. Matriks IFAS dan EFAS digabungkan akan menghasilkan strategi umum
(grand strategy) pengembangan PDAM Kabupaten Bangli yang akan diplotting ke
dalam matriks Internal-Eksternal berupa diagram sembilan sel yang menunjukan
posisi PDAM Kabupaten Bangli pada Matrik Internal-Eksternal berada pada Sel 5
74
yaitu Strategi Pertumbuhan dan Stabilitas atau Konsentrasi Melalui Integrasi
Horisontal dan strategi tidak berubah atau strategi laba. Pertumbuhan perusahaan
yang dilakukan dengan berkonsentrasi pada industri sekarang, dapat dicapai melalui
integrasi horisontal, yaitu dengan cara memperluas kegiatan-kegiatan perusahaan ke
dalam lokasi geografi yang berbeda dan atau menambah rentang produk dan jasa
yang ditawarkan kepada pasar. Meskipun pada sel 5 (konsolidasi) tujuan lebih
defensive yaitu menghindari kehilangan penjualan dan kehilangan profit Perusahaan
dalam posisi seperti ini dapat mencoba memperkokoh dan memperkuat kehadirannya
di dalam industri yang ada dengan menopang kelemahan-kelemahannya. Perusahaan
yang berada pada sel ini dapat mencaplok pangsa pasar, fasilitas produksi, outlet
distribusi atau teknologi khusus secara internal melalui penelitian pengembangan dan
secara eksternal melalui akuisisi atau usaha patungan dengan perusahaan lain.
Strategi yang dilakukan, yaitu dengan melanjutkan kegiatannya saat ini dan
hanya melakukan penyesuaian kecil bagi inflasi dalam penjualan atau melakukan
penetrasi pasar dan pengembangan produk (Rangkuti, 2002). Ini berarti tidak banyak
perubahan strategi yang harus diterapkan oleh PDAM Kabupaten Bangli. PDAM
Kabupaten Bangli hanya melanjutkan strategi yang telah dilakukan selama ini.
Namun untuk kemajuan pengembangan PDAM Kabupaten Bangli diperlukan
penetrasi pasar dan pengembangan atau diversifikasi produk.
Berdasarkan faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal objek eko-
spiritual Bukit Bangli, maka dilakukan analisis SWOT (Strengths Weaknesses
Opportunities Threats) yang merupakan strategi alternatif pengembangan PDAM
Kabupaten Bangli. Matriks SWOT dapat menghasilkan empat sel kemungkinan
75
alternatif strategi pengembangan sesuai dengan potensi serta kondisi lingkungan
internal dan eksternal yang dimiliki PDAM Kabupaten Bangli. Dari setiap strategi
dapat dijabarkan atau diturunkan berbagai macam program pengembangan yang
mendukung pengembangan Bukit Bangli sebagai wisata eko-spiritual.
Dari setiap strategi diturunkan berbagai macam program pengembangan yang
mendukung masing-masing strategi tersebut, meliputi :
1) Strategi SO
Merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang,
dengan program antara lain :
1. Investasi untuk penambahan Jaringan Transmisi dan distribusi air.
2. Penyusunan Rencana Jangka Panjang (corporate plan).
2) Strategi ST
Merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman,
dengan program antara lain :
1. Pengendalian atas kelestarian alam.
2. Memberi kesadaran kepada masyarakat agar mendukung program PDAM.
3. Meningkatkan dan menggunakan Tekhnologi PDAM yang lebih maju dan irit
bahan bakar.
3) Strategi WO
Merupakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan
peluang, dengan program antara lain :
76
1. Perubahan Perda mengenai pendirian PDAM berhubungan dengan
pertambahan modal PDAM dari Pemda Kabupaten Bangli.
2. Penyesuaian tarif air minum dan beban tetap sesuai dengan ketentuan yang
ada.
3. Peningkatan kualitas pegawai baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
4) Strategi WT
Merupakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman,
dengan program antara lain:
1. Melakukan upaya pembayaran utang atau penjadwalan kembali utang.
2. Memperbaiki dan mengoptimalkan jaringan yang sudah ada, menindaklanjuti
pengaduan dan penurunan pencurian air.
77
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut.
1. Kinerja PDAM Kabupaten Bangli berdasarkan Keputusan Menteri Dalam
Negeri Nomor 47 Tahun 1999 selama periode 2004 sampai dengan 2008 adalah
dalam kategori cukup. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 tingkat
kinerja paling baik adalah pada tahun 2007 dengan nilai pencapaian kinerja
sebesar 46,45 namun masih dalam kategori cukup sedangkan tingkat kinerja
paling buruk adalah tahun 2005 dengan nilai pencapaian kinerja sebesar 38,85
dalam kategori kurang.
2. Strategi umum yang harus diimplementasikan dalam mengembangkan PDAM
Kabupaten Bangli adalah strategi pertahankan dan pelihara atau strategi tidak
berubah. Strategi yang dilakukan, yaitu dengan melanjutkan kegiatannya saat
ini dan hanya melakukan penyesuaian kecil bagi inflasi dalam penjualan atau
melakukan penetrasi pasar dan pengembangan produk. Strategi alternatif
pengembangan PDAM Kabupaten Bangli meliputi: investasi untuk
penambahan Jaringan Transmisi dan distribusi air, penyusunan Rencana
Jangka Panjang (corporate plan), perubahan Perda mengenai pendirian PDAM
berhubungan dengan pertambahan modal PDAM dari Pemda Kabupaten
Bangli, penyesuaian tarif air minum dan beban tetap sesuai dengan ketentuan
78
yang ada, peningkatan kualitas pegawai baik melalui pendidikan maupun
pelatihan, pengendalian atas kelestarian alam, memberi kesadaran kepada
masyarakat agar mendukung program PDAM, meningkatkan dan
menggunakan Tekhnologi PDAM yang lebih maju dan irit bahan bakar,
melakukan upaya pembayaran utang atau penjadwalan kembali utang,
memperbaiki dan mengoptimalkan jaringan yang sudah ada, serta
menindaklanjuti pengaduan dan pencurian air.
7.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut.
1. Koordinasi inter dan antara instansi terkait baik itu Badan Pengawas,
Pemerintah Kabupaten, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Direksi maupun
Karyawan (Management) perlu diperbaiki dan ditingkatkan demi kemajuan
PDAM itu sendiri.
2. PDAM Kabupaten Bangli perlu menyusun rencana kenaikan tarif seiring
dengan rencana perusahaan untuk mengikuti program restrukturisasi hutang,
sehingga diharapkan dapat mengurangi denda atas tunggakan pokok maupun
bunga.
3. PDAM Kabupaten Bangli perlu peningkatan operasional dan pelayanan kepada
pelanggan dalam upaya mendukung peningkatan pendapatan perusahaan.
4. PDAM Kabupaten Bangli perlu menyusun rencana kerja jangka panjang
(corporate plan), prosedur operasi standar, pedoman penilaian kinerja
karyawan yang dikaitkan dengan jenjang karier akan dapat menghindari rasa
79
tidak puas diantara para karyawan dalam penentuan jabatan pada PDAM
Kabupaten Bangli
5. PDAM Kabupaten Bangli perlu melakukan investasi untuk penambahan
Jaringan Transmisi dan distribusi air, melakukan perubahan Perda mengenai
pendirian PDAM berhubungan dengan pertambahan modal PDAM dari Pemda
Kabupaten Bangli, meningkatan kualitas pegawai baik melalui pendidikan
maupun pelatihan, pengendalian atas kelestarian alam, memberi kesadaran
kepada masyarakat agar mendukung program PDAM, meningkatkan dan
menggunakan Tekhnologi PDAM yang lebih maju dan irit bahan bakar,
melakukan upaya pembayaran utang atau penjadwalan kembali utang,
memperbaiki dan mengoptimalkan jaringan yang sudah ada, dan perlu
menindaklanjuti pengaduan dan pencurian air.
80
DAFTAR PUSTAKA
Alhabsji, Syamsudin dan Soedjoto, 1987. “Kedudukan dan Peranan Perusahaan Daerah dalam Pelaksanaan yang Nyata dan Bertanggung jawab”. Laporan Penelitian, Kerjasama BAPPEDA Propinsi Dati I Jawa Timur dengan Universitas Brawijaya.
Bryson, John, 1988. “Strategic Planning for Public and Nonprofit Organizations”, Jossey Bass Publishers, San Francisco.
Budisatrio, Tjahjanto, 2002. Divestasi atau Revitalisasi Badan Usaha Milik Daerah, Manajemen Usahawan Indonesia , No. 02/Th. XXXI Pebruari, 14-19
Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, 1999. “Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum”, Jakarta
Devas, Nick., dkk., 1999. “Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia” , terjemahan oleh Masri Maris, UI-Press.
Hayes, Kathy, 2000. “Publik Sector Performance : Move or Monitor ?”, Southern Ekonomic Journal , 66 (4), 820-828.
Helfert, E.A, 1991. “Teknik Analisa Keuangan” , Erlangga, Jakarta.
Koswara, E, 2000. “Menyongsong Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999”, Analisis CSIS , XXIX, 50-74
Kusuma, W.I, 1999. “Financial Performance and Charecteristik: Comparisions of U.S.Multinational and Domistik Firms”, Gadjah Mada International Journal of Business, Volume 1, No.1, 11-28.
Mardiasmo, 2000. ”Desentralisasi Sistem dan Desentralisasi Fiskal”, Makalah Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (tidak dipublikasikan).
Marzuki, 1977. Metodologi Riset. Yogyakarta : BPFE-UII
Mendagri R.I, 1999. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999, tentang “ Pedoman Penilaian Kinerja PDAM”, Depdagri, Jakarta.
Mulyadi, Agus, 2000. ” Evaluasi Kinerja Dan Strategi Pengembangan BUMD (Studi Pada Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Dharma Kota Cirebon)”,Tesis S2 UGM (tidak dipublikasikan).
81
Munawir, Slamet, 2000, Analisis Laporan Keuangan , Liberty, Yogyakarta
Rachmawati, Noer, 2001,”Kinerja PDAM Delta Tirta dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya (studi kasus) di Kabupaten Sidoarjo”, Tesis S2 UGM (tidak dipublikasikan).
Rangkuti, F. 2002. Analisis SWOT Teknik Membelah Kasus Bisnis, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rayanto, 1998, ”Manajemen Strategi Badan Usaha Milik Daerah”, JKAP, Volume 2, Nomor 1, 92-107.
Republik Indonesia. 1999. “Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah” Jakarta.
Republik Indonesia. 1999. “Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah” . Jakarta.
Riyanto, Bambang. 1999, “Dasar-Dasar Pembelanjaaan Perusahaan”,. BPFE. Yogyakarta.
Salusu, J. 1996, “Pengambilan Keputusan Strategik Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non-profit” , PT. Gra media. Jakarta.
Santoso, Bagus, 1995, “Retribusi Pasar Sebagai Pendapatan Asli Daerah” : Studi Kasus Pasar Kabupaten di Sleman , Prisma , No. 4, 19 – 28.
Soeharto, Sri Maemunah. 1996, “Disertasi Pengelompokan BUMN Dalam Rangka Penyusunan Tolok Ukur Pada Evaluasi Kinerja di Indonesia .” Program Pasca Sarjana Unair. Surabaya
Sudibyo, Bambang. 1997. “Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Balance Scorecard; Bentuk Mekanisme dan Prospek Aplikasinya pada BUMN,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Volume 12, Nomor 2, 35-49
Usman, Marzuki, 1997, Manajemen SDM BUMN Dalam Menghadapi Era Pasar Bebas : Visi, Misi dan Strategi Implementasi pada PT. PUSRI, “Jurnal Keuangan dan Moneter” Vol. 4, No. 1, 1-24
Wheelen, T.L dan J. David Hunger, 2000, “Strategic Management and Business Policy” Seventh Edition, Prentice Hall, New Jersey
Whittington, Geofrey and Mark Tippet, 1999, “The Components of Accounting Ratios as Co-integrated Variables”, Journal of Business finance & Accounting, Volume 26, Nomor 9&10, Cowley Road, Oxford Ox4 IJF, UK, 1243-1273.