pdf proposal hubungan antara kualitas fisik lahan dengan produksi kakao (theobroma cocoa l.) di...

38
Laporan Magang HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR Oleh : Azhar 13101041000005 POLITEKNIK INDONESIA VENEZUELA PRODI PENGELOLAAN PERKEBUNAN COT SURUY, ACEH BESAR 2016

Upload: firmanahyuda

Post on 18-Jan-2017

103 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

Laporan Magang

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI

KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

Oleh :

Azhar13101041000005

POLITEKNIK INDONESIA VENEZUELAPRODI PENGELOLAAN PERKEBUNAN

COT SURUY, ACEH BESAR2016

Page 2: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Kakao (Theobroma cacao L.) adalah salah satu produk pertanian yang

memiliki peranan yang cukup penting dan dapat diandalkan dalam mewujudkan

program pembangunan pertanian. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, areal kakao

rakyat terus mengalami pertumbuhan, sehingga produksi kakao nasional juga

terus meningkat seiring dengan meningkatnya luasan areal. Kakao merupakan

komoditas penghasil devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan setelah kelapa

sawit dan karet. Menurut data International Cocoa Organization, permintaan

kakao dunia tumbuh sekitar 2-4 % per tahun (ICCO 2009).

Aceh secara topografi berpotensi besar dalam pengembangan kakao, pada

tahun 2012 produksi kakao di Provinsi aceh mencapai 36.661 ton/tahun dengan

total luas lahan seluas 99.428 ha. berdasarkan data BPS Aceh tahun 2012 ada

sebanyak 23 Wilayah potensi pengembangan kakao di Aceh sebagain besar

didominasi oleh perkebunan rakyat (Tabel 1).Tabel 1. Wilayah potensi

pengembangan komoditi kakao di provinsi Aceh.

No. Kabupaten-Kota Luas (Ha) Produksi (Ton)1. Simeulue 1.806 2002. Aceh Singkil 636 1473. Aceh Selatan 1.332 1534. Aceh Tenggara 19.454 8.8435. Aceh Timur 12.416 6.5366. Aceh Tengah 2.322 5467. Aceh Barat 722 2358. Aceh Besar 3.129 4269. Pidie 9.599 4.49910. Bireuen 6.023 3.80111. Aceh Utara 8.603 2.73012. Aceh Barat Daya 4.356 874

Page 3: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

13. Gayo Lues 4.443 88814. Aceh Tamiang 2.215 94115. Nagan Raya 5.372 1.33516. Aceh Jaya 1.267 20617. Bener Meriah 1.190 18518. Pidie Jaya 12.654 3.61919. Banda Aceh - -20. Sabang 637 17221. Langsa 303 13222. Lhokseumawe 135 6423. Subulussalam 816 130

Total 99.428 36.661Sumber: Dinas Perkebunan Aceh, Data BPS Aceh, 2012.

Dari data tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah luasan kebun kakao di

seluruh Aceh pada tahun 2012 mendekati 100.000 hektar. Ditargetkan pada tahun

2016 saat ini sudah lebih dari 120.000 hektar, yang mana disesuaikan dengan

standar pertumbuhan luasan 5 persen tiap tahunnya.

Dari seluruh kebun rakyat yang beroperasi di Aceh, Aceh Besar

merupakan salah satu daerah penghasilan kakao yang pada saat ini masih

tergolong rendah dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya seperti

kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Timur, Pidie, dan Pidie Jaya. Pada saat ini Aceh

Besar dengan luasan lahan 3.129 hektar, mampu memproduksi kakao sebanyak

426 ton/thn. Akan tetapi, tingkat produksi per satuan hektar masih sebesar 136

kilogram, jauh di bawah standar internasional yaitu 2 ton per hektar.

Rendahnya produktivitas tanaman kakao tersebut erat kaiatannya dengan

sumber daya manusia (SDM) petani dan minimnya tenaga penyuluh lapangan.

Secara umum tanaman kakao di Aceh Besar dibudidayakan pada ketinggian

tempat di atas permukaan laut berkisar antara 0-1300 m dpl. Daerah ini apabila

dilihat dari aspek kemiringan lereng dapat dibagi atas empat yaitu 0-8%, 8-15%,

Page 4: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

15-25%, 25-40% yang menyebar di seluruh wilayah, hal inilah yang

menyebabkan adanya perbedaan produksi dan menurunnya kualitas kakao.

Adanya perbedaan produksi dan kualitas kakao tersebut dapat dipicu oleh kondisi

fisik tanah pada berbagai kelerengan.

Petani Aceh Besar masih melakukan pembukaan lahan kakao secara

ekspoitatif tanpa mengetahui bahwa tiap-tiap areal memiliki kualitas fisik lahan

yang berbeda-beda untuk jenis tanaman kakao, dalam hal ini kualitas fisik lahan

merupakan suatu kajian terhadap suatu wilayah untuk meningkatkan daya dukung

lahan terhadap komoditi tanaman kakao.

Berdasarkan uraian diatas luas lahan yang diusahakan dan produksi yang

dihasilkan di Aceh Besar secara umum masih jauh di bawah rata-rata potensi yang

diharapkan. Selain itu, produktivitas kakao juga masih sangat beragam antar

wilayah. Oleh sebab itu pada kabupaten Aceh Besar perlu dilakukan sebuah

penelitian yang menyangkut dengan hubungan kualitas fisik lahan dengan

produksi kakao dengan mengambil 12 lokasi sentra kakao yaitu kecamatan

Lembah Seulawah, Sare Aceh, dan Lamtamot. Setiap Kecamatan akan di ambil

sampel 4 titik lokasi pengamatan yang berbeda sehingga ditemukan kelas kualitas

fisik lahan yang tepat untuk tanaman kakao.

1.2 Perumusan Masalah

Pada saat ini petani kakao atau penanam kakao di Kabupaten Aceh Besar

banyak dilakukan pada lahan-lahan bekas penanaman papaya, jagung dan lahan-

lahan baru yang dibuka tanpa ada informasi tentang kecocokan kesesuaian lahan

Page 5: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

atau kualitas sifat fisik lahan untuk mendukung tingkat pertumbuhan dan produksi

kakao.

Lingkup yang menjadi batasan dalam mewujutkan penelitian ini adalah:

1. Factor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktifitas kakao atas kualitas

fisik lahan pada masing-masing titik pengambilan data atau semple.

2. Bagaimana hubungan antara karakteristik lahan atau kualiatas fisik lahan

dengan produktifitas dan kualitas biji kakao di Kabupaten Aceh Besar.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan

antara sifat-sifat lahan dan produksi buah kakao, untuk menentukan satu atau

lebih faktor penentu tinggi rendahnya produksi kakao di Kabupaten

Aceh Besar.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang

bermanfaat bagi petani kakao di Aceh Besar, maupun pihak-pihak yang

memerlukan untuk meningkatkan pruduktifitas tanah dan tanaman

kakao. Sebagai bahan penulisan dan merupakan salah satu syarat

memperoleh Amd di Universitas Politeknik Indonesia Venezuela,

Aceh.

Page 6: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

II. TINJAUN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kakao

Tanaman kakao merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh pada

kelembaban 90% dan temperatur agak tinggi, serta dapat tumbuh baik diantara 20

0C LS dan 20 0C LU. Secara garis besar, tanaman kakao membutuhkan temperatur

rata-rata tahunan 25 0C, temperatur harian terendah rata-rata tidak kurang dari 15

0C. Temperaturan rendah menyebabkan proses pembungaan terhambat (Ketaren,

1986). Menurut Syamsul (1996), kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan

bunga dari batang atau cabang (kelompok tanaman Caulifloris). Bunga kakao bisa

mencapai 5.000 hingga 12.000 bunga/pohon/tahun, namun hanya sekitar 1 persen

saja yang mampuh jadi buah.

Tanaman kakao (theobroma cacao L.) termasuk famili Sterculiceae dan

merupakan tanaman tahunan. Tanaman kakao terdiri dari dua tipe yang berbeda

berdasarkan warna bijinya. Biji kakao tidak berwarna atau putih termasuk jenis

Crioll, sedangkan biji berwarna ungu termasuk jenis Forastero (ketaren, 1986).

Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan kualitas ekspor di

Provinsi Aceh, pertanaman kakao relatif sesuai untuk perkebunan rakyat. Namun,

mutu biji kakao di Aceh masih rendah yang tercermin pada tingginya kandungan

biji tidak berfermentasi dan kandungan non kakao (kotoran). Selain itu juga

dikarenakan proses pengeringan masih dilakukan secara tradisional dengan cara

menjemur di panas matahari (Fitria, 2010).

Page 7: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

Tanaman kakao di Provinsi Aceh terbesar hampir di seluruh kabupaten/kota

dan 76,54% dari area tersebut merupakan perkebunan rakyat atau 87.481 ha

dengan produksi kakao mencapai 37.250 ton/tahun (BPS, 2012). Luas tanaman

dan produksi kakao perkebunan rakyat menurut kabupaten/kota dapat dilihat pada

tabel1.

Tabel1. Luas tanaman dan produksi kakao perkebunan rakyat menurut kabupaten/kota di Provinsi Aceh tahun 2008

Kabupaten/kotaLuas Tanaman (ha) Produksi

(Ton)TBM TM TRM Jumlah/Total

  (1) (2) (3) (4) (5) (6)1 Simeulue 842 518 530 1.890 1582 Aceh Singkil 354 219 12 585 1073 Aceh Selataan 624 294 37 955 1064 Aceh Tenggara 5.588 6.352 31 11.970 7.6225 Aceh Timur 2.150 8.503 1.455 12.108 6.8816 Aceh Tengah 1.043 1.242 15 2.300 4557 Aceh Barat 314 331 71 716 3508 Aceh Besar 2.560 277 64 2.901 2779 Pidie 2.332 6.685 447 9.464 4.67410 Bireuen 1.475 3.901 60 5.436 4.03911 Aceh Utara 2.914 5.081 608 8.603 3.056

12 Aceh Barat Daya 689 3.622 5 4.316 2.746

13 Gayo Lues 3.465 826 20 4.311 66014 Aceh Tamiang 977 1.281 352 2.610 1.12715 Nagan Raya 1.877 2.594 582 5.053 1.33116 Aceh Jaya 506 275 489 1.270 21017 Pidie Jaya 728 205 - 933 18518 Bener Meriah 5.477 4.551 405 10.433 2.79519 Banda Aceh - - - - -20 Sabang 28 191 418 637 17221 Langsa 58 226 3 287 13222 Lhaokseumaweh 67 68 - 135 5923 Subulusalam 250 258 20 528 108

Jumlah/Total

2011 34.318 47.500 5.624 87.441 37.2502010 36.624 37.216 5.035 78.875 43.417

Page 8: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

2009 33.240 36.150 5.740 75.130 87.2502008 21.445 23.325 5.013 49.783 19.086

Data perkebunan kakao provinsi Aceh (BPS. 2012)

2.2 Buah dan Biji Kakao

buah kakao memiliki daging yang sangat lunak dengan kulit buah yang

mempunyai ketebalan 1-2 cm. Pada waktu muda, biji menempel pada bagian

dalam kulit buah, dan bilah telah matang biji akan terlepas dari kulit buah (Siregar

et al., 2005). Menurut Beckett (1999), ketika buah matang sebagian besar

mengalami perubahan warna, biasanya dari ungu atau merah menjadi kuning atau

jingga.

Beberapa faktor yang menyebabkan beragamnya mutu biji kakao yang

dihasilkan adalah mininya sarana pengelolahan pasca panen, lemahnya

pengawasan mutu serta penerapan teknologi pada seluruh tahapan proses

pengolahan biji kakao oleh rakyat. Pengolahan biji kakao dilakukan secara

tradisional dan umumnya tidak beriorentasi pada mutu (Mulato et al., 2005).

Biji kakao Indonesia yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan

Standar Nasional Indonesia (SNI) biji kakao. Standar ini meliputi definisi,

klarifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, syarat penandaan, cara

pengemasan, dan rekomendasi. Biji kakao didefinisikan sebagai biji tanaman

kakao yang telah di fermentasi, dibersihkan, dan di keringkan. (BSN, 2008).

Biji kakao yang diekspor di klarifikasi berdasarkan jenis tanaman, jenis

mutu dan ukuran berat biji. Berdasarkan jenis tanaman kakao di bedakan atas dua

klasifikasi, yaitu jenis mulia (fine flavor cacao) dan jenis lindak (bulk cacao).

Page 9: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

Sementara berdasarkan jenis mutunya tterdapat tiga golongan, yaitu Mutu I, Mutu

II, dan Mutu III.

Menurut ukuran biji yang dinyatakan dalam jumlah biji per 100 gram, biji

kakao dikelompokkan menjadi lima golongan (tabel 2). Persyaratan umum dan

khusus mutu biji kakao dapat dilihat pada tabel 3 dan 4.

Tabel 2. Penggolongan ukuran biji kakao berdasarkan mutu

Mutu Ukuran Jumlah Biji/100 gram

IAA Maks. 85A Maks. 100

IIB Maks. 110C Maks. 120

III S (Substandar) >120Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2008)

TabeL 3. Persyaratan umum biji kakao

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Serangga Hidup - tidak ada2 Kadar Air %Fraksi Massa maks 7,53 Biji Berbau Asap dan/Hammy - tidak ada

atau Berbau Asing - tidak ada4 Kadar Benda Asing - tidak ada

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2008)

Tabel 3. Persyaratan khusus mutu biji kakao

Jenis Mutu Persyaratan

Kakao Kakao Kadar Kadar Kadar Biji Kadar Kadar

BijiMulia (Fine

Cacao)

Lindak (Bulk

Cacao)

Biji Berjamur (biji/biji)

Biji Staty (biji/biji)

Berserangga

(biji/biji)

Kotoran (waste)

(biji/biji)

Berkecambah

(biji/biji)I-F I-B Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 1,5 Maks. 2II-F II-B Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 2,0 Maks. 3III-F III-B Maks. 4 Maks. 20 Maks. 2 Maks. 3,0 Maks. 3

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2008)

Page 10: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

2.3 Sifat dan Karakteristik Lahan Kakao

Dalam mempelajari sifat dan karakteristik tanaman kakao pada suatu

hamparan harus memperhatikan fakto-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-

faktor yang mempengaruhi sifat dan karakteristik tanaman kakao pada suatu

bentang lahan diantaranya adalah iklim dan tanah.

2.3.1 Iklim

Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh

terhadap pertumbuhan tanaman kakao. Menurut Baon et al. (2003), tanaman

kakao dapat tumbuh pada garis lintang 200 LS – 200 LU dan pada ketinggian 0 –

600 m dpl. Faktor iklim yang turut mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao

antara lain suhu udara, jurah hujan, kelembaban udara, angin, dan intensitas

cahaya.

1. Suhu Udara

Suhu merupakan faktor lingkungan yang cukup mempengaruhi fisiologis

tanaman kakao. Untuk pertumbuhan yang optimal, kakao membutuhkan suhu

dengan batasan tertentu, yakni suhu minimum 18 – 21 0C dan maksimum 30 – 32

0C. Tanaman kakao sangat peka terhadap penyimpangan suhu yang terlalu ekstrim

(terlalu rendah atau terlalu tinggi). Suhu yang terlalu rendah bisa mengahambat

pertumbuhan dan perkembangan kakao. Pada suhu di bawah 25,5 0C pembentukan

bunga akan terhambat dan pertumbuhan tanaman menurun. Suhu yang tinggi

menyebabkan terjadinya proses respirasi dan absobsi air yang tinggi sehingga

Page 11: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

terjadi proses – proses perombakan protein dan terhambatnya kinerja enzim

(denaturasi). Terganggunya pembentukan sel generatif yang terjadi karena

rusaknya pembelahan secara mitosis sehingga biji akan mandul atau kosong.

Tanaman kekurangan unsur hara, karena suhu tinggi dapat mengganggu

perombakan-perombakan senyawa-senyawa penting bagi tanaman (Baon, et al.,

2003)

2. Curah Hujan

Curah hujan adalah faktor iklim yang terpenting untuk pertumbuhan

tanaman kakao. Menurut Sihotang (2010), Curah hujan yang ideal untuk tanaman

kakao adalah 1100 – 3000 mm/tahun. Curah hujan berkaitan masa pembentukan

tunas mudan dan produksi. Untuk daerah yang jurah hujannya lebih rendah dari

1200 mm/tahun masih dapat ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi.

3. Kelembaban Udara

Tanaman kakao menghendaki lingkungan yang dengan kelembaban yang

tinggi dan konstan, yakni di atas 80%. Nilai kelembaban ini merupakan

mikrolimat hutan tropis yang dapat menjaga stabilitas tanaman. Kelembaban

tinggi bisa mengimbangi proses evapotranspirasi tanaman dan mengkompensasi

curah hujan yang rendah. Namun, kelembaban tinggi yang terjadi secara terus

menerus bisa menyebabkan jamur penyebab penyakit (Depperin, 2007).

4. Angin

Menurut Baon et al. (2003), tanaman kakao tergolong jenis tanaman yang

rentan terhadap dorongan angin kencang. Secara langsung, angin dapat merusak

daun, terutama daun-daun muda dan secara tidak langsung menyebabkan tanaman

Page 12: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

kehilangan air akibat meningkatnya proses transpirasi sehingga daun menjadi

gugur. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melindungi tanaman kakao dari

angin yang kencang adalah membuat jalan pematah angin (wind breaker).

5. Intensitas Cahaya

Kakao termasuk tanaman yang mampu berfotosintesis pada suhu daun

rendah. Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk

sebesar 20% dari percahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam fotosintesis

setiap daun kakao dapat membuka sempurna berada pada kisaran 3-30%, cahaya

matahari optimal pada 15% cahaya matahari. Hal ini berkaitan pula dengan

pembentukan stomata yang menjadi lebih besar bila cahaya yang terima lebih

banyak (Depperin, 2007).

2.3.2 Tanah

Tanaman kakao merupakan tanaman yang tidak memiliki jenis tanah

tertentu sebagai habitat tumbuhnya, sejauh tanah tersebut memiliki sifat-sifat dan

kimia tanah yang baik.

1. Sifat-Sifat Tanah

Tanah dikatakan memiliki sifat fisik yang baik apabila mampu menahan air

dengan baik, dalam hal ini memiliki aerasi dan drainase tanah yang baik. Untuk

menunjang pertumbuhannya, tanaman kakao menghendaki tanah yang subur

dengan solum tanah minimal 90 cm. Walaupun ketebalan solum tidak selalu

mendukung pertumbuhan, tetapi solum tanah setebal itu dapat dijadikan pedoman

umum untuk mendukung pertumbuhan kakao. Hal ini penting karena akar

Page 13: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

tunggang tanaman membutuhkan tempat yang leluasa untuk ditembusnya

(Sihotang, 2010).

Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir

dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir, dan 10-20% debu. Susunan

demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah.

Struktur tanah yang remah dengan agregrat yang mantap menciptakan gerakan air

dan udara didalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Tanah tipe Latosol

dengan fraksi liat yang tinggi ternyata sangat kurang menguntungkan tanaman

kakao, sedangkan tanah Regosol dengan tekstur lempung berliat walaupun

mengandung kerikil masih baik bagi tanaman kakao (Baon et al., 2003).s

2. Sifat Kimia Tanah

Berdasarkan sifat kimianya, tanaman kakao membutuhkan tanah yang kaya

akan bahan-bahan organik dan memiliki pH sekitar netral. Bahan organik sangat

bermanfaat, terutama untuk memperbaiki struktur tanah, menahan air dan sumber

hara. Bahan organik yang dibutuhkan minimal 3%. Bahan organik yang tersedia

di tanah akan berkorelasi positif terhadap pertumbuhan tanaman. Tanaman kakao

akan meningkat produksinya seiring dengan peningkatan kandungan bahan

organik dari 3-6% (Sihotang, 2010).

Sementara pH tanah bisah dijadikan sebagai indikator tersedianya unsur

hara di dalam tanah. Tanaman kakao masih dapat tumbuh pada kisaran pH 4-0,

tetapi akan lebih baik tumbuh pada kisaran pH 6,0-7,0. Bila pH terlalu alkalis

(lebih dari 8), tanaman kakao akan mengalami defisiensi terhadap unsur-unsur

seperti Fe, Mn, Zn dan Cu sehingga tanaman akan mengalami klorosis (keadaan

Page 14: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

jaringan tumbuhan, khususnya pada daun, yang kekurangan klorofil, sehingga

tidak berwarna hijau, melainkan kuning atau pucat hampir putih). Sebaliknya, bila

ph tanah terlalu asam (Kurang dari 4), tanaman kakao akan kelebihan unsur-unsur

Fe, Mn, Zn, dan Cu sehingga tanaman kakao akan mengalami keracunan unsur

hara (Baon et al., 2003).

2.3.3 Konsep Dasar Evaluasi Lahan

Lahan merupakan bagian dari bentang alam yang mencangkup pengertian

lingkungan fisik termasuk iklim, topografi, hidrologi bahkan keadaan vegetasi

alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan

lahan. Lahan dalam arti yang lebih luas termasuk yang telah diolah oleh aktifitas

manusia baik masa lalu baik masa kini (Arsyad, 1989)

Menurut Vink (1975), evaluasi lahan merupakan proses membandingkan

dan menginterpretasikan serangkaian data tentang tanah, vegetasi dan iklim,

dengan persyaratan pengunaan tertentu. Evaluasi lahan dalah proses penilaian,

penampilan atau keragaan (performance) lahan untuk tujuan tertentu, meliputi

pelaksanaan dan interpretasi survei dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim

dan aspek lahan lainnya agar dapat mengidentifikasikan dan mengadakan

perbandingan berbagai pengunaan lahan yang mungkin dikembangkan (FAO,

1976).

Evaluasi lahan dapat dilakukan dangan cara kualitatif dan kuantitatif.

Evaluasi lahan kualitatif adalah cara menilai lahan dalam mencari pilihan

penggunaan secara spesifik yang dijelaskan dengan cara kualitatif. Hasilnya hanya

berupa kelas kesesuaian lahan secara fisik seperti kesesuaian lahan tinggi, sedang,

Page 15: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

dan tidak sesuai. Sedangkan evaluasi lahan kuantitatif adalah penetapan

kesesuaian lahan secara kuantitatif dan produksi atau keuntungan yang diharapkan

dari penggunaan lahan tersebut seperti produksi tanaman, ternak, kayu dan

kapasitas rekreasi (Dent dan Young, 1981).

2.4 Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan (land suitability) adalah sistem klasifikasi kecocokan

suatu lahan untuk pengunaan tertentu (FAO, 1976). Menurut Rispa (1990),

kesesuaian lahan adalah suatu gambaran tingkat kecocokan dari suatu tipe lahan

tertentu bagi pengunaan yang direncanakan. Lahan dapat dinilai pada keadaan

sekarang atau setelah perbaikan. Proses klasifikasi kesesuaian lahan merupakan

penilaian dan pengelompokan lahan dengan menentukan kesesuaiannya bagi

pengunaan tertentu.

Tebel 5: Susunan Klasifikasi Kesesuain Lahan (FAO, 1976)

Order Kelas Sub-kelas Unit

S Sesuai S1 (Sangat sesuai) S2m S2e1S2 (Cukup sesuai) S2e S2e2

S2me dll.Dll

S3 (kurang sesuai)N Tidak sesuai N1 (tidak sesuai saat ini) N2e

N2eN1 (tidak sesuai selamanya) Dll

Keterangan: S = sesuai

N = tidak sesuai

m = curah hujan

e = erosi

l = kelerengan

t = topografi

Page 16: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

2.5 Karakteristik dan Kualitas Lahan

karakteristik lahan merupakan data dasar dalam pelaksanaan evaluasi lahan.

Data karakteristik dan kualitas lahan dapat dinilai dari potensi dan kemampuan

lahan untuk pengunaan tertentu. Karakteristik lahan adalah atribut lahan yang

dapat diukur dan diduga secara langsung seperti berhubungan dengan pengunaan

lahan seperti lereng, jurah hujan, tekstur tanah, dan tersediaan air (FAO, 1976).

Sys dan Debaveye (1991) menambahkan bahwa karakteristik lahan dapat

tersedia setelah survei tanah dan dapat digunakan sebagai unsur penilaian lahan,

meliputi: (1) iklim, (2) topografi, (3) kelembaban tanah, yaitu drainase dan

pengenangan, (4) sifat fisika tanah terdiri dari tekstur, batuan, kedalaman efektif,

kelembaban, dan lapisan sulfat masam, (5) karakteristik kesuburan tanah yang

tidak dapat dikoreksi seperti: kapasitas tukar kation, fraksi liat sebagai gambaran

tingkat pelapukan, kejenuhan basah, dan bahan organik, (6) salinitas dan

alkalinitas.

Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat

kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyanyi keragaan

(performance) yang berpengaruh kesesuaianya bagi penggunaan tertentu dan

biasanya terdiri atas sutu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics).

Kualitas lahan yang da bisa diestimasi atau diukur secara langsung dilapangan

tetapi pada umumnya diterapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO, 1976).

Page 17: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

Menurut Beek (1978), ada dua kelompok ciri tanah: (1) karakteristik tannah

yang dapat diamati secara langsung atau sifat-sifat tanah yang dapat diuji

dilaboratorium (2) kualitas tanah yang dapat diamati dari karakteristik tanah yang

didapat dari hasil percobaan lapang, termasuk pengalaman petani dalam

mengusahakan tanahnya.

Tabel 6: Rincian Kualitas dan Karakteristik Lahan (CSR/FAO, 1983)

No Kualitas Lahan Karakteristik Lahan

1 t rejim suhu a. rata-rata suhu tahunana. bulan-bulan kering (<75 mm/bulan)

2 w ketersediaan air b. rata-rata curah hujan tahunan (mm)a. kelas drainase

3 r kondisi perakaran b. tekstur tanah (lapisan permukaan)c. kedalaman efektif tanah

4 f daya pegang unsure hara a. kapasitas tukar kationb. reaksi (pH) tanah (lapisan permukaan)

5 n ketersediaan unsure hara a. N-totalb. P-total

6 x keracunan a. K-tukarb. salinitas (lapisan bawah)

7 s keadaan daerah a. lerengb. persentase batuan di permukaanc. batuan tersingkap

Page 18: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

III. METODELOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada kebun rakyat yang berlokasi di

Kecamatan Lembah Selawah Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Kemudian

analisis tanah akan dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian Syiah Kuala

Banda Aceh. Penelitian ini akan dilakukan selama 3 bulan yang direncanakan

akan dimulai pada bulan September 2016 sampai dengan selesai.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berupa

Sampel tanah dan buah kakao.

3.2.2 Alat-alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: buku Munsell Soil

Color Chart, pengukur pH tanah, GPS (Global Positioning System), Cangkul,

sekop, bor tanah, pisau, meteran, abney level, kamera digital, buku isian data

lapangan, kantong plastik, karet gelang, spidol, lebel peta administrasi, peta

lereng, peta penggunaan lahan dan peta jenis tanah.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini mengunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lahan langsung kelapangan pada

Page 19: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

titik satuan pengamatan. Survei ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran

kondisi daerah penelitian secara detil dan wawancara dengan petani. Titik

pengamatan dilakukan pada setiap satuan lahan homogen. Sedangkan

pengumpulan data sekunder diperoleh instansi-instansi terkait (Dinas pertanian,

Badan Pertahanan Nasional, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Badan Pusat

Statistik, Badan Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Aceh Besar). Studi

kepustakaan, laporan, jurnal dan media elektronik.

3.4. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan melakukan survei dan

pengambilan contoh tanah di lapangan pada 12 titik lokasi yang dipilih secara

purpositif berdasarkan tapak site. Pengambilan contoh tanah mengacu tingkat

kelerengan dan diambil pada titik pewakil.

3.5 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan survei lapangan dilaksanakan berdasarkan tapak site dengan

harapan hasil yang diperoleh lebih objektif. Penelitian ini berlangsung selama tiga

bulan melalui empat tahapan di antaranya: Persiapan, Survei dan Analisis

Laboratorium, Analisis Data dan Pembuatan Laporan.

3.5.1 Tahap Persiapan

Tahap ini dilakukan kegiatan pengurusan izin penelitian dari pihak kampus,

pengumpulan peta-peta tematik, data-data sekunder, dan analisis spasial serta

pendahuluan. Data-data sekunder berupa data iklim diperoleh dari Stasiun

Klimatologi terdekat dengan daerah penelitian atau data yang dikeluarkan oleh

Badan Meteorologi dan Giofisika yang terletak di Indrapuri Kabupaten Aceh

Page 20: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

Besar. Analisis spasial digunakan untuk memperoleh SPL atau peta karja lapang

melalui tumpang susun peta-peta tematik. Survei pendahuluan dilakukan

berdasarkan peta kerja untuk mencocokkan kondisi lapangan dan kondisi kakao

pada SPL. Selanjutnya akhir dari kegiatan ini akan diperoleh peta kerja permanen

yang akan digunakan pada saat kegiatan survei. Hasil tahap persiapan sistem

survei tanah terbentuk dianggap dapat mewakili keseluruhan lokasi penelitian.

3.5.2 Tahap Survei dan Analisis Laboratorium

Tahap survei dilakukan dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap

pelaksanaan. Tahap pendahuluan dilakukan dengan mencocokkan peta kerja untuk

mencocok kondisi sebenarnya. Tahap pelaksanaan dilakukan dengan pengamatan

lapangan, pengambilan sampel tanah dan tanaman kakao. Pengamatan lapangan

dilakukan untuk mengetahui karakteristik morfologi, kemiringan lereng, bahan

induk dan tingkat pelapukan diberikan skooring dan penilaian untuk dimasukkan

dalam analisis dan dihubungkan dengan produksi tanaman.

Pengambilan sampel tanah dilakukan secara terstruktur yaitu berjarak 2

hingga 4 meter dari pohon kakao yang teramati produksinya secara acak. Tanah

yang diambil adalah tanah topsoil dan tanah supsoil. Sampel tanah diambil

bersamaan dengan pengamatan tanaman yang terpilih pada kedalaman 20-40 cm.

Jumlah tanaman yang terpilih untuk menjadi sampel adalah 10 pohon dan

selanjutnya dikombinasikan kemudian dilakukan pengamatan langsung beberapa

parameter tanah yang dapat diamati dilapangan dan dilakukan analisis sifit fisik

dan kimia tanah di laboratorium.

Page 21: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

Sifat fisik dan kimia tanah yang dapat diamati langsung dilapangan meliputi

stektur tanah, kedalaman efektif, potensi erosi dan longsor. Analisis laboratorium

meliputi tekstur, berat volume, kadar air, permeabilitas, pH tanah, N total, P-

tersedia, K-dd, Ca-dd, Mg-dd, AL-dd, Kejenuhan basa, Kejenuhan Al, KTK,

Kadar vahan organik (syaf, 2010 dan 2011).

Analisis laboratorium akan dilakukan di Fakultas Pertanian Unsyiah.

Sedangkan untuk mendapatkan data produksi pada setiap titik pengamatan yang

ada tanaman kakao dilakukan wawancara langsung dengan petani. Data yang

diperoleh dari petani adalah produksi kakao per batang atau perhektar, teknis

budidaya, pengelolaan kakao, dan penanganan pasca panen.

3.5.3 Tahap Analisis Data

Data yang diperoleh dari lapangan dan hasil analisis laboratorium selajutnya

dilakukan analisis hubungan dan pengaruh kualitas lahan dan produksi. Analisis

data yang digunakan merupakan analisis regresi berganda untuk mengetahui

pengaruh tanah dan tanaman dalam membedakan tingkat produksi tanaman kakao.

Untuk melihat besarnya hubungan pengaruh tanah terhadap produksi tanaman

kakao, maka dilakukan uji statistik dengan regresi linier berganda.

Model ini dipilih untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kualitas lahan

dan tanah, fisik dan kimia tanah serta pertumbuhan terhadap produksi tanaman

kakao, secara bersama. Analisis regresi linier berganda merupakan teknik statistik

yang sering digunakan untuk menganalisis hubungan lebih dari variabel bebas.

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung dari

varibel karakteristik tanah terhadap produksi yang diperoleh dari analisis regresi

Page 22: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

berganda dilakukan dengan analisis jalur (parth analysis). Untuk mengetahui

seberapa besar pengaruh dari masing-masing indikator (manifest) sifat fisik dan

kimia tanah terhadap produksi menggunakan analisis SEM (structural equation

models) (Ghozali, 2006).

3.5.4 Tahap Pembuatan Laporan

Hasil akhir dari seluruh pertahapan kegiatan adalah pembuatan laporan.

Hasil akhir akan disusun sesuai dengan tujuan pelaksanaan penelitian.

Page 23: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB. Bogor

Baon. J.B., Pujianto dan R. Erwiyono. 2003. Evaluasi Dampak Kekeringan 2002 Terhadap Produksi Kopi dan Kakao Tahun 2003 di PTPerkebunan Nusantara XII. Laporan Penelitian Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

Basri, Z., 2008. Upaya Rehabilitas Tanaman Kakao Melalui Teknik Sambung Samping. Media Litbang Sulawesi Tengah, 1(1): 11-18.

Beckett, T.S. 1999. Industri Chocolate Manufacture and Use .Third Edition.Nestle R dan D Centre. York. United Kingdom. hal 28-32.

Beek, K.J. 1978. Land Evaluation For Agricultural Development. Internasional Institute for Land Reclamation and Improvemen/II.RI, Wageningen, The Netherland.

BPS Aceh, 2012. Aceh Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Aceh. Banda Aceh

BPS. 2010. Aceh Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Aceh. Banda Aceh.

BPS. 2011. Aceh Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Aceh. Aceh Timur. Idi

BPS. 2012. Aceh Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Aceh. Banda Aceh.

BSN. 2008. Persyaratan Mutu Biji Kakao. SNI 01-2323-2008. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Depperin 2007. Gambaran Industri Kakao. Departemen Perindustrian,. Jakarta.

Dent F.J. 1977 Diagonostic Criteria for Land Evaluation. Proc. Conf. Classification and Management of Tropical Soil. Kuala Lumpur.

Dent, F,J. and A. Young. 1981. Soil Survey and Land Evaluation. George Allen and Unwin, London.

Dirjen Perkebunan 2011. Luas Areal Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia MenurutPengusahaan.Diunduhpadahttp://ditjenbun.deptan.go.id/cigrap/index.php/viewstat/komoditiutama/4-kakao.

Page 24: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

Ditjenbun. 2008. Kebijakan Nasional Pengembangan Komoditi Kakao. Direktorat Jenderal Pekebunan dan Pusat Penelitian Kopi dan kakao Jumber, Jakarta. Di unduh dari http://[email protected]. (25 Februari 2013).

Ditjenbun. 2009. Serba-serbi Pemangkasan Kakao Dilapangan. Di unduh dari http://perkebunan.litbang.deptan.go.id

Eraku., S. 2012. Konservasi Lahan Pertanian Secara Spesial Ekologis di DAS Alo Fakultas Giografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

FAO. 1976. A Framework For Land Evaluation. FAO Soil Bull. No. 32, Rome.

FAO. 1983. Guiedlines Land Evaluation for Rainfed Agriculture, Soil Resources Management and Coservation Services. Working Document FAO-ITC-WAU.

Fitria, E. 2010. Potensi Pengembangan dan Pemasaran Kakao di Provinsi Aceh, seminar bulanan BPTP Aceh. Di unduh dari http://nad.litbang.deptan.go.id (20 Januari 2013)

Hardjowigeno, S. 1982. Survei Tanah dan Evaluasi Lahan. Juruasn Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

ICCO. 2009. Annual Report 2007/2008. The Internasional Cocoa Organization, United Kingdom. 38 hal.

Karim, G. 1999. Evaluasi Kesesuaian Kopi Arabika yang Dikelola Secara Organik Pada Tanah Andisol di Aceh Tengah. Tesis Program Pasca Sarjana. Institute Pertanian Bogor.

Kateran, S. 1986. Land Qualities in Land Evaluation. Soil Dept. ITC-Enschede, The Netherlands.

Mulato, Sri, Sukrisno Widyotomo, Misnawi, Edy Suharyanto., 2005. Pengelolaan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia , Jumber.

Prawanto, A., A. Sholeh, A. dan F.O. Reny. 2008. Panduan Lengkap Kakao Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya, Jakarta.

Priyono, C.N.S. dan S.A. Cahyono. 2002. Status dan Strategi Pengembangan Pengelolaan DAS di Masa Depan di Indonesia. Alami 8(1) hal 1-5.

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1993. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan. Pusat PenelitianTanah dan Agroklimat. Kerjasama dengan Proyek Pembangunan Penelitian PertanianNasional. Badan Penelitian Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 145 hal.

Raharjo, P. 1986. Penggunaan Polyethylene Glycol (PEG) sebagai Medium Penyimpanan Benih Kakao (Theobroma Cocoa, L). Pelita Perkebunan.

Page 25: PDF PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

RISPA. 1990. Karakteristik Lahan Sebagai Alat Penilaian Lahan,. Buletin Perkebunan. Balai Penelitian Perkebunan, Medan. hal 15-19.

Ritung. S, Wahyunto, Agus dan H. Hidayat. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan Dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre. ICRAF. Bogor. 39 hal.

Sunanto, H. 1992. Cokelat : Budidaya, Pengolahan Hasil, dan Aspek Ekonomisnya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sihotang, B. 2010. Kakao-Syarat Tumbuh Tanaman Kakao. Di unduh dari http://www.ideelok.com/budidaya-tanaman/kakao (23 Februari 2013).

Siregar, T.H.S., S. Riyadi, dan L. Nuraeni. 2015. Budidaya , Pengelahan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Syamsul Bahri, M. S. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sys, C. E. V. R. and J. Debaveye. 1991. Land Evaluasi Part II Agricultural Publication No. 7. General Administration for Devolopment Cooperation. Brussels-Belgium.

Vink, A. P. A. 1975. Land Use In Advacing Agriculture. Springer-Verlaag , Berlin, Heidelberg, New York.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah; Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava Media. Yogyakarta.