pdf proposal hubungan antara kualitas fisik lahan dengan produksi kakao (theobroma cocoa l.) di...

of 38 /38
Laporan Magang HUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR Oleh : Azhar 13101041000005 POLITEKNIK INDONESIA VENEZUELA PRODI PENGELOLAAN PERKEBUNAN COT SURUY, ACEH BESAR 2016

Author: firmanahyuda

Post on 18-Jan-2017

102 views

Category:

Education


1 download

Embed Size (px)

TRANSCRIPT

Laporan MagangHUBUNGAN ANTARA KUALITAS FISIK LAHAN DENGAN PRODUKSI KAKAO (Theobroma Cocoa L.) DI KABUPATEN ACEH BESAR

Oleh :Azhar13101041000005

POLITEKNIK INDONESIA VENEZUELAPRODI PENGELOLAAN PERKEBUNAN COT SURUY, ACEH BESAR2016

I. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKakao (Theobroma cacao L.) adalah salah satu produk pertanian yang memiliki peranan yang cukup penting dan dapat diandalkan dalam mewujudkan program pembangunan pertanian. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, areal kakao rakyat terus mengalami pertumbuhan, sehingga produksi kakao nasional juga terus meningkat seiring dengan meningkatnya luasan areal. Kakao merupakan komoditas penghasil devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit dan karet. Menurut data International Cocoa Organization, permintaan kakao dunia tumbuh sekitar 2-4 % per tahun (ICCO 2009).Aceh secara topografi berpotensi besar dalam pengembangan kakao, pada tahun 2012 produksi kakao di Provinsi aceh mencapai 36.661 ton/tahun dengan total luas lahan seluas 99.428 ha. berdasarkan data BPS Aceh tahun 2012 ada sebanyak 23 Wilayah potensi pengembangan kakao di Aceh sebagain besar didominasi oleh perkebunan rakyat (Tabel 1).Tabel 1. Wilayah potensi pengembangan komoditi kakao di provinsi Aceh. No.Kabupaten-KotaLuas (Ha)Produksi (Ton)

1.Simeulue1.806200

2.Aceh Singkil636147

3.Aceh Selatan1.332153

4.Aceh Tenggara19.4548.843

5.Aceh Timur12.4166.536

6.Aceh Tengah2.322546

7.Aceh Barat722235

8.Aceh Besar3.129426

9.Pidie9.5994.499

10.Bireuen6.0233.801

11.Aceh Utara8.6032.730

12.Aceh Barat Daya4.356874

13.Gayo Lues4.443888

14.Aceh Tamiang2.215941

15.Nagan Raya5.3721.335

16.Aceh Jaya1.267206

17.Bener Meriah1.190185

18.Pidie Jaya12.6543.619

19.Banda Aceh--

20.Sabang637172

21.Langsa303132

22.Lhokseumawe13564

23.Subulussalam816130

Total99.42836.661

Sumber: Dinas Perkebunan Aceh, Data BPS Aceh, 2012.Dari data tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah luasan kebun kakao di seluruh Aceh pada tahun 2012 mendekati 100.000 hektar. Ditargetkan pada tahun 2016 saat ini sudah lebih dari 120.000 hektar, yang mana disesuaikan dengan standar pertumbuhan luasan 5 persen tiap tahunnya. Dari seluruh kebun rakyat yang beroperasi di Aceh, Aceh Besar merupakan salah satu daerah penghasilan kakao yang pada saat ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya seperti kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Timur, Pidie, dan Pidie Jaya. Pada saat ini Aceh Besar dengan luasan lahan 3.129 hektar, mampu memproduksi kakao sebanyak 426 ton/thn. Akan tetapi, tingkat produksi per satuan hektar masih sebesar 136 kilogram, jauh di bawah standar internasional yaitu 2 ton per hektar.Rendahnya produktivitas tanaman kakao tersebut erat kaiatannya dengan sumber daya manusia (SDM) petani dan minimnya tenaga penyuluh lapangan. Secara umum tanaman kakao di Aceh Besar dibudidayakan pada ketinggian tempat di atas permukaan laut berkisar antara 0-1300 m dpl. Daerah ini apabila dilihat dari aspek kemiringan lereng dapat dibagi atas empat yaitu 0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-40% yang menyebar di seluruh wilayah, hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan produksi dan menurunnya kualitas kakao. Adanya perbedaan produksi dan kualitas kakao tersebut dapat dipicu oleh kondisi fisik tanah pada berbagai kelerengan. Petani Aceh Besar masih melakukan pembukaan lahan kakao secara ekspoitatif tanpa mengetahui bahwa tiap-tiap areal memiliki kualitas fisik lahan yang berbeda-beda untuk jenis tanaman kakao, dalam hal ini kualitas fisik lahan merupakan suatu kajian terhadap suatu wilayah untuk meningkatkan daya dukung lahan terhadap komoditi tanaman kakao.Berdasarkan uraian diatas luas lahan yang diusahakan dan produksi yang dihasilkan di Aceh Besar secara umum masih jauh di bawah rata-rata potensi yang diharapkan. Selain itu, produktivitas kakao juga masih sangat beragam antar wilayah. Oleh sebab itu pada kabupaten Aceh Besar perlu dilakukan sebuah penelitian yang menyangkut dengan hubungan kualitas fisik lahan dengan produksi kakao dengan mengambil 12 lokasi sentra kakao yaitu kecamatan Lembah Seulawah, Sare Aceh, dan Lamtamot. Setiap Kecamatan akan di ambil sampel 4 titik lokasi pengamatan yang berbeda sehingga ditemukan kelas kualitas fisik lahan yang tepat untuk tanaman kakao.1.2 Perumusan MasalahPada saat ini petani kakao atau penanam kakao di Kabupaten Aceh Besar banyak dilakukan pada lahan-lahan bekas penanaman papaya, jagung dan lahan-lahan baru yang dibuka tanpa ada informasi tentang kecocokan kesesuaian lahan atau kualitas sifat fisik lahan untuk mendukung tingkat pertumbuhan dan produksi kakao. Lingkup yang menjadi batasan dalam mewujutkan penelitian ini adalah:1. Factor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktifitas kakao atas kualitas fisik lahan pada masing-masing titik pengambilan data atau semple.2. Bagaimana hubungan antara karakteristik lahan atau kualiatas fisik lahan dengan produktifitas dan kualitas biji kakao di Kabupaten Aceh Besar.1.3 Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara sifat-sifat lahan dan produksi buah kakao, untuk menentukan satu atau lebih faktor penentu tinggi rendahnya produksi kakao di Kabupaten Aceh Besar.1.4 Manfaat Penelitian1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi petani kakao di Aceh Besar, maupun pihak-pihak yang memerlukan untuk meningkatkan pruduktifitas tanah dan tanaman kakao. Sebagai bahan penulisan dan merupakan salah satu syarat memperoleh Amd di Universitas Politeknik Indonesia Venezuela, Aceh.

II. TINJAUN PUSTAKA2.1 Tanaman KakaoTanaman kakao merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh pada kelembaban 90% dan temperatur agak tinggi, serta dapat tumbuh baik diantara 20 0C LS dan 20 0C LU. Secara garis besar, tanaman kakao membutuhkan temperatur rata-rata tahunan 25 0C, temperatur harian terendah rata-rata tidak kurang dari 15 0C. Temperaturan rendah menyebabkan proses pembungaan terhambat (Ketaren, 1986). Menurut Syamsul (1996), kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang (kelompok tanaman Caulifloris). Bunga kakao bisa mencapai 5.000 hingga 12.000 bunga/pohon/tahun, namun hanya sekitar 1 persen saja yang mampuh jadi buah. Tanaman kakao (theobroma cacao L.) termasuk famili Sterculiceae dan merupakan tanaman tahunan. Tanaman kakao terdiri dari dua tipe yang berbeda berdasarkan warna bijinya. Biji kakao tidak berwarna atau putih termasuk jenis Crioll, sedangkan biji berwarna ungu termasuk jenis Forastero (ketaren, 1986).Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan kualitas ekspor di Provinsi Aceh, pertanaman kakao relatif sesuai untuk perkebunan rakyat. Namun, mutu biji kakao di Aceh masih rendah yang tercermin pada tingginya kandungan biji tidak berfermentasi dan kandungan non kakao (kotoran). Selain itu juga dikarenakan proses pengeringan masih dilakukan secara tradisional dengan cara menjemur di panas matahari (Fitria, 2010).Tanaman kakao di Provinsi Aceh terbesar hampir di seluruh kabupaten/kota dan 76,54% dari area tersebut merupakan perkebunan rakyat atau 87.481 ha dengan produksi kakao mencapai 37.250 ton/tahun (BPS, 2012). Luas tanaman dan produksi kakao perkebunan rakyat menurut kabupaten/kota dapat dilihat pada tabel1.Tabel1.Luas tanaman dan produksi kakao perkebunan rakyat menurut kabupaten/kota di Provinsi Aceh tahun 2008Kabupaten/kotaLuas Tanaman (ha)Produksi (Ton)

TBMTM TRMJumlah/Total

(1)(2)(3)(4)(5)(6)

1Simeulue8425185301.890158

2Aceh Singkil35421912585107

3Aceh Selataan62429437955106

4Aceh Tenggara5.5886.3523111.9707.622

5Aceh Timur2.1508.5031.45512.1086.881

6Aceh Tengah1.0431.242152.300455

7Aceh Barat31433171716350

8Aceh Besar2.560277642.901277

9Pidie2.3326.6854479.4644.674

10Bireuen1.4753.901605.4364.039

11Aceh Utara2.9145.0816088.6033.056

12Aceh Barat Daya6893.62254.3162.746

13Gayo Lues 3.465826204.311660

14Aceh Tamiang9771.2813522.6101.127

15Nagan Raya1.8772.5945825.0531.331

16Aceh Jaya 5062754891.270210

17Pidie Jaya 728205-933185

18Bener Meriah5.4774.55140510.4332.795

19Banda Aceh-----

20Sabang28191418637172

21Langsa582263287132

22Lhaokseumaweh6768-13559

23Subulusalam25025820528108

Jumlah/Total201134.31847.5005.62487.44137.250

201036.62437.2165.03578.87543.417

200933.24036.1505.74075.13087.250

200821.44523.3255.01349.78319.086

Data perkebunan kakao provinsi Aceh (BPS. 2012)2.2Buah dan Biji Kakao buah kakao memiliki daging yang sangat lunak dengan kulit buah yang mempunyai ketebalan 1-2 cm. Pada waktu muda, biji menempel pada bagian dalam kulit buah, dan bilah telah matang biji akan terlepas dari kulit buah (Siregar et al., 2005). Menurut Beckett (1999), ketika buah matang sebagian besar mengalami perubahan warna, biasanya dari ungu atau merah menjadi kuning atau jingga.Beberapa faktor yang menyebabkan beragamnya mutu biji kakao yang dihasilkan adalah mininya sarana pengelolahan pasca panen, lemahnya pengawasan mutu serta penerapan teknologi pada seluruh tahapan proses pengolahan biji kakao oleh rakyat. Pengolahan biji kakao dilakukan secara tradisional dan umumnya tidak beriorentasi pada mutu (Mulato et al., 2005).Biji kakao Indonesia yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) biji kakao. Standar ini meliputi definisi, klarifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, syarat penandaan, cara pengemasan, dan rekomendasi. Biji kakao didefinisikan sebagai biji tanaman kakao yang telah di fermentasi, dibersihkan, dan di keringkan. (BSN, 2008).Biji kakao yang diekspor di klarifikasi berdasarkan jenis tanaman, jenis mutu dan ukuran berat biji. Berdasarkan jenis tanaman kakao di bedakan atas dua klasifikasi, yaitu jenis mulia (fine flavor cacao) dan jenis lindak (bulk cacao). Sementara berdasarkan jenis mutunya tterdapat tiga golongan, yaitu Mutu I, Mutu II, dan Mutu III.Menurut ukuran biji yang dinyatakan dalam jumlah biji per 100 gram, biji kakao dikelompokkan menjadi lima golongan (tabel 2). Persyaratan umum dan khusus mutu biji kakao dapat dilihat pada tabel 3 dan 4.Tabel 2. Penggolongan ukuran biji kakao berdasarkan mutuMutuUkuran Jumlah Biji/100 gram

IAAMaks. 85

AMaks. 100

IIBMaks. 110

CMaks. 120

IIIS (Substandar)>120

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2008)

TabeL 3. Persyaratan umum biji kakaoNoJenis UjiSatuanPersyaratan

1Serangga Hidup-tidak ada

2Kadar Air%Fraksi Massamaks 7,5

3Biji Berbau Asap dan/Hammy -tidak ada

atau Berbau Asing-tidak ada

4Kadar Benda Asing-tidak ada

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2008)

Tabel 3. Persyaratan khusus mutu biji kakaoJenis MutuPersyaratan

KakaoKakaoKadarKadarKadar BijiKadarKadar Biji

Mulia (Fine Cacao)Lindak (Bulk Cacao) Biji Berjamur (biji/biji)Biji Staty (biji/biji)Berserangga (biji/biji)Kotoran (waste) (biji/biji)Berkecambah (biji/biji)

I-FI-BMaks. 2Maks. 3Maks. 1Maks. 1,5Maks. 2

II-FII-BMaks. 4Maks. 8Maks. 2Maks. 2,0Maks. 3

III-FIII-BMaks. 4Maks. 20Maks. 2Maks. 3,0Maks. 3

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2008)

2.3 Sifat dan Karakteristik Lahan KakaoDalam mempelajari sifat dan karakteristik tanaman kakao pada suatu hamparan harus memperhatikan fakto-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat dan karakteristik tanaman kakao pada suatu bentang lahan diantaranya adalah iklim dan tanah.2.3.1 Iklim Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kakao. Menurut Baon et al. (2003), tanaman kakao dapat tumbuh pada garis lintang 200 LS 200 LU dan pada ketinggian 0 600 m dpl. Faktor iklim yang turut mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao antara lain suhu udara, jurah hujan, kelembaban udara, angin, dan intensitas cahaya.1. Suhu UdaraSuhu merupakan faktor lingkungan yang cukup mempengaruhi fisiologis tanaman kakao. Untuk pertumbuhan yang optimal, kakao membutuhkan suhu dengan batasan tertentu, yakni suhu minimum 18 21 0C dan maksimum 30 32 0C. Tanaman kakao sangat peka terhadap penyimpangan suhu yang terlalu ekstrim (terlalu rendah atau terlalu tinggi). Suhu yang terlalu rendah bisa mengahambat pertumbuhan dan perkembangan kakao. Pada suhu di bawah 25,5 0C pembentukan bunga akan terhambat dan pertumbuhan tanaman menurun. Suhu yang tinggi menyebabkan terjadinya proses respirasi dan absobsi air yang tinggi sehingga terjadi proses proses perombakan protein dan terhambatnya kinerja enzim (denaturasi). Terganggunya pembentukan sel generatif yang terjadi karena rusaknya pembelahan secara mitosis sehingga biji akan mandul atau kosong. Tanaman kekurangan unsur hara, karena suhu tinggi dapat mengganggu perombakan-perombakan senyawa-senyawa penting bagi tanaman (Baon, et al., 2003) 2. Curah Hujan Curah hujan adalah faktor iklim yang terpenting untuk pertumbuhan tanaman kakao. Menurut Sihotang (2010), Curah hujan yang ideal untuk tanaman kakao adalah 1100 3000 mm/tahun. Curah hujan berkaitan masa pembentukan tunas mudan dan produksi. Untuk daerah yang jurah hujannya lebih rendah dari 1200 mm/tahun masih dapat ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi.3. Kelembaban Udara Tanaman kakao menghendaki lingkungan yang dengan kelembaban yang tinggi dan konstan, yakni di atas 80%. Nilai kelembaban ini merupakan mikrolimat hutan tropis yang dapat menjaga stabilitas tanaman. Kelembaban tinggi bisa mengimbangi proses evapotranspirasi tanaman dan mengkompensasi curah hujan yang rendah. Namun, kelembaban tinggi yang terjadi secara terus menerus bisa menyebabkan jamur penyebab penyakit (Depperin, 2007).4. Angin Menurut Baon et al. (2003), tanaman kakao tergolong jenis tanaman yang rentan terhadap dorongan angin kencang. Secara langsung, angin dapat merusak daun, terutama daun-daun muda dan secara tidak langsung menyebabkan tanaman kehilangan air akibat meningkatnya proses transpirasi sehingga daun menjadi gugur. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melindungi tanaman kakao dari angin yang kencang adalah membuat jalan pematah angin (wind breaker).5. Intensitas CahayaKakao termasuk tanaman yang mampu berfotosintesis pada suhu daun rendah. Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20% dari percahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam fotosintesis setiap daun kakao dapat membuka sempurna berada pada kisaran 3-30%, cahaya matahari optimal pada 15% cahaya matahari. Hal ini berkaitan pula dengan pembentukan stomata yang menjadi lebih besar bila cahaya yang terima lebih banyak (Depperin, 2007).2.3.2 TanahTanaman kakao merupakan tanaman yang tidak memiliki jenis tanah tertentu sebagai habitat tumbuhnya, sejauh tanah tersebut memiliki sifat-sifat dan kimia tanah yang baik.1. Sifat-Sifat Tanah Tanah dikatakan memiliki sifat fisik yang baik apabila mampu menahan air dengan baik, dalam hal ini memiliki aerasi dan drainase tanah yang baik. Untuk menunjang pertumbuhannya, tanaman kakao menghendaki tanah yang subur dengan solum tanah minimal 90 cm. Walaupun ketebalan solum tidak selalu mendukung pertumbuhan, tetapi solum tanah setebal itu dapat dijadikan pedoman umum untuk mendukung pertumbuhan kakao. Hal ini penting karena akar tunggang tanaman membutuhkan tempat yang leluasa untuk ditembusnya (Sihotang, 2010).Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir, dan 10-20% debu. Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah. Struktur tanah yang remah dengan agregrat yang mantap menciptakan gerakan air dan udara didalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Tanah tipe Latosol dengan fraksi liat yang tinggi ternyata sangat kurang menguntungkan tanaman kakao, sedangkan tanah Regosol dengan tekstur lempung berliat walaupun mengandung kerikil masih baik bagi tanaman kakao (Baon et al., 2003).s2. Sifat Kimia Tanah Berdasarkan sifat kimianya, tanaman kakao membutuhkan tanah yang kaya akan bahan-bahan organik dan memiliki pH sekitar netral. Bahan organik sangat bermanfaat, terutama untuk memperbaiki struktur tanah, menahan air dan sumber hara. Bahan organik yang dibutuhkan minimal 3%. Bahan organik yang tersedia di tanah akan berkorelasi positif terhadap pertumbuhan tanaman. Tanaman kakao akan meningkat produksinya seiring dengan peningkatan kandungan bahan organik dari 3-6% (Sihotang, 2010).Sementara pH tanah bisah dijadikan sebagai indikator tersedianya unsur hara di dalam tanah. Tanaman kakao masih dapat tumbuh pada kisaran pH 4-0, tetapi akan lebih baik tumbuh pada kisaran pH 6,0-7,0. Bila pH terlalu alkalis (lebih dari 8), tanaman kakao akan mengalami defisiensi terhadap unsur-unsur seperti Fe, Mn, Zn dan Cu sehingga tanaman akan mengalami klorosis (keadaan jaringan tumbuhan, khususnya pada daun, yang kekurangan klorofil, sehingga tidak berwarna hijau, melainkan kuning atau pucat hampir putih). Sebaliknya, bila ph tanah terlalu asam (Kurang dari 4), tanaman kakao akan kelebihan unsur-unsur Fe, Mn, Zn, dan Cu sehingga tanaman kakao akan mengalami keracunan unsur hara (Baon et al., 2003).2.3.3 Konsep Dasar Evaluasi Lahan Lahan merupakan bagian dari bentang alam yang mencangkup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi, hidrologi bahkan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lahan dalam arti yang lebih luas termasuk yang telah diolah oleh aktifitas manusia baik masa lalu baik masa kini (Arsyad, 1989)Menurut Vink (1975), evaluasi lahan merupakan proses membandingkan dan menginterpretasikan serangkaian data tentang tanah, vegetasi dan iklim, dengan persyaratan pengunaan tertentu. Evaluasi lahan dalah proses penilaian, penampilan atau keragaan (performance) lahan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek lahan lainnya agar dapat mengidentifikasikan dan mengadakan perbandingan berbagai pengunaan lahan yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976).Evaluasi lahan dapat dilakukan dangan cara kualitatif dan kuantitatif. Evaluasi lahan kualitatif adalah cara menilai lahan dalam mencari pilihan penggunaan secara spesifik yang dijelaskan dengan cara kualitatif. Hasilnya hanya berupa kelas kesesuaian lahan secara fisik seperti kesesuaian lahan tinggi, sedang, dan tidak sesuai. Sedangkan evaluasi lahan kuantitatif adalah penetapan kesesuaian lahan secara kuantitatif dan produksi atau keuntungan yang diharapkan dari penggunaan lahan tersebut seperti produksi tanaman, ternak, kayu dan kapasitas rekreasi (Dent dan Young, 1981).2.4 Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan (land suitability) adalah sistem klasifikasi kecocokan suatu lahan untuk pengunaan tertentu (FAO, 1976). Menurut Rispa (1990), kesesuaian lahan adalah suatu gambaran tingkat kecocokan dari suatu tipe lahan tertentu bagi pengunaan yang direncanakan. Lahan dapat dinilai pada keadaan sekarang atau setelah perbaikan. Proses klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian dan pengelompokan lahan dengan menentukan kesesuaiannya bagi pengunaan tertentu.Tebel 5: Susunan Klasifikasi Kesesuain Lahan (FAO, 1976)OrderKelasSub-kelasUnit

S SesuaiS1 (Sangat sesuai)S2mS2e1

S2 (Cukup sesuai)S2eS2e2

S2medll.

Dll

S3 (kurang sesuai)

N Tidak sesuaiN1 (tidak sesuai saat ini)N2e

N2e

N1 (tidak sesuai selamanya)Dll

Keterangan: S= sesuaiN= tidak sesuaim= curah hujane = erosil= kelerengant= topografi

2.5 Karakteristik dan Kualitas Lahan karakteristik lahan merupakan data dasar dalam pelaksanaan evaluasi lahan. Data karakteristik dan kualitas lahan dapat dinilai dari potensi dan kemampuan lahan untuk pengunaan tertentu. Karakteristik lahan adalah atribut lahan yang dapat diukur dan diduga secara langsung seperti berhubungan dengan pengunaan lahan seperti lereng, jurah hujan, tekstur tanah, dan tersediaan air (FAO, 1976).Sys dan Debaveye (1991) menambahkan bahwa karakteristik lahan dapat tersedia setelah survei tanah dan dapat digunakan sebagai unsur penilaian lahan, meliputi: (1) iklim, (2) topografi, (3) kelembaban tanah, yaitu drainase dan pengenangan, (4) sifat fisika tanah terdiri dari tekstur, batuan, kedalaman efektif, kelembaban, dan lapisan sulfat masam, (5) karakteristik kesuburan tanah yang tidak dapat dikoreksi seperti: kapasitas tukar kation, fraksi liat sebagai gambaran tingkat pelapukan, kejenuhan basah, dan bahan organik, (6) salinitas dan alkalinitas.Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyanyi keragaan (performance) yang berpengaruh kesesuaianya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas sutu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Kualitas lahan yang da bisa diestimasi atau diukur secara langsung dilapangan tetapi pada umumnya diterapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO, 1976).Menurut Beek (1978), ada dua kelompok ciri tanah: (1) karakteristik tannah yang dapat diamati secara langsung atau sifat-sifat tanah yang dapat diuji dilaboratorium (2) kualitas tanah yang dapat diamati dari karakteristik tanah yang didapat dari hasil percobaan lapang, termasuk pengalaman petani dalam mengusahakan tanahnya.Tabel 6: Rincian Kualitas dan Karakteristik Lahan (CSR/FAO, 1983)NoKualitas LahanKarakteristik Lahan

1t rejim suhua. rata-rata suhu tahunana. bulan-bulan kering (