pengaruh pembelajaran kooperatif tipe …digilib.unila.ac.id/21944/20/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORE TERHADAPKEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 9Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016)
(Skripsi)
Oleh
AGATA INTAN PUTRI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2016
ABSTRAK
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORE TERHADAPKEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 9Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016)
Oleh:
AGATA INTAN PUTRI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif tipe
CORE terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Populasi penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP N 9 Bandarlampung tahun pelajaran
2015/2016 sebanyak 261 siswa yang terdistribusi dalam tujuh kelas. Sampel
adalah siswa kelas VII-A dan VII-B yang dipilih dengan menggunakan teknik
purposive random sampling. Penelitian ini mengggunakan prettest-posttest
control group design. Berdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh kesimpulan
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe CORE berpengaruh terhadap
kemampuan komunikasi matematis siswa.
Kata kunci: pembelajaran kooperatif tipe CORE, komunikasi matematis
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORE TERHADAPKEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 9Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016)
Oleh:
Agata Intan Putri
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan MatematikaJurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Bandar Lampung, pada tanggal 25 Agustus 1994.
Penulis adalah anak petama dari dua bersaudara pasangan dari Bapak Siswantoro
dan Ibu Wirdayani, dan memiliki seorang adik bernama Lidwina Ratih Tri
Wulandari.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Xaverius Metro
pada tahun 2000, pendidikan dasar di SD Xaverius Metro pada tahun 2006,
pendidikan menengah pertama di SMP Xaverius Metro pada tahun 2009, dan
pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Metro pada tahun 2012.
Melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2012, penulis diterima di
Universitas Lampung sebagai mahasiswa Program Studi Matematika, Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pekon
Gunung Ratu, Kecamatan Bandar Negeri Suoh, Kabupaten Lampung Barat pada
tahun 2015. Selain itu, penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan
(PPL) di SMP Negeri 3 Bandar Negeri Suoh, Kabupaten Lampung Barat yang
terintegrasi dengan program KKN tersebut.
Selama menjadi mahasiswa, aktif dalam unit Kegiatan Mahasiswa tingkat
Universitas yaitu English Society Unila (ESo Unila) pada periode 2013-2014
sebagai PIC of Storytelling Division dan sebagai Staff of Public Relation periode
2014-2015.
Persembahan
Puji Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atasberkat dan karunia-Nya yang tak ada hentinya tercurahkan
kepada kita
Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasihsayangku kepada:
Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Sis dan Ibu Wirdayaniyang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan doa .
Adikku, Lidwina Ratih Tri Wulandari yang telahmemberikan semangat
Seluruh keluarga besar Pendidikan Matematika 2012,yang terus memberikan do’anya, terima kasih.
Para pendidik yang telah mengajar dengan penuhkesabaran
Semua sahabat yang begitu tulus menyayangiku dengansegala kekuranganku
Almamater Universitas Lampung tercinta
MOTTO
Your future is created by what you do today,not tomorrow.
SANWACANA
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Pembelajaran Kooperatif tipe CORE terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 9
Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016)”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang tulus ikhlas kepada:
1. Kedua Orang tuaku, dan adikku, serta seluruh keluarga besarku yang selalu
mendoakan, memberikan motivasi, dukungan, dan semangat kepadaku.
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik, Dosen
Pembimbing I, dan Ketua Jurusan PMIPA yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi, semangat, serta
kritik dan saran yang membangun kepada penulis selama penulis menempuh
pendidikan di perguruan tinggi dan dalam penyusunan skripsi sehingga
skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik.
3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan
sumbangan pemikiran, perhatian, motivasi, semangat, serta kritik dan saran
iii
yang membangun kepada penulis selama penyusunan skripsi sehingga skripsi
ini selesai dan menjadi lebih baik.
4. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Dosen Pembahas yang telah
memberikan masukan, kritik, dan saran yang membangun kepada penulis
sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik.
5. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran yang
membangun kepada penulis sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih
baik.
7. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
8. Ibu Dra. Hj. Agustina selaku Kepala SMP Negeri 9 Bandarlampung beserta
Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan kemudahan selama
penelitian.
9. Ibu Sulistioningrum, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak membantu
dalam penelitian.
10. Siswa/siswi kelas VII A dan VII B SMP Negeri 9 Bandar Lampung Tahun
Pelajaran 2015/2016, atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin.
11. Sepupu, dan sahabat sejak kecil Yudith Selly K yang selalu ada untuk
memberikan dukungan, dan untuk berbagi kesedihan maupun kegembiraan.
iv
12. Teman sekamar kost Cindel (Cindy Felixia) yang selalu menjadi pendengar
curhat dan teman ngemil setia.
13. Sahabat-sahabatku tercinta: Eja (Reza Selvia), Depong (Depi Puspita Arum),
Unyil (Lelly Diana), Chochobi (Nadya Mahanani), Resteh (Resti Ayu
Wardhani), dan Utanay (Utary Fathu Rahmi) yang selama ini memberiku
semangat dan selalu menemani saat suka dan duka.
14. My Beloved ESoers : Elok Waspadany, Andika Sofyan, Hartati, Rohmadhani
Tanjung, Fajar Kurniasih, Puspita Wening, Grita Tumpi, Taufik Qurrahman,
Atika Purwandani, Teika Ameiratrini, Ananto, Inggit Borisha, Novy yang
telah memberikanku semangat dan banyak pengalaman berharga yang tak
terlupakan.
15. Teman-teman karib tersayang : Arum Dahlia, Ranggi Aditya, Ferdianto, Ayu
Nirmala, Titi Andara, Thalita Nabilah, Nur Annisa, Nidya Zahra, Della
Anggraini, Reysti Betharia, Zachra DM, Tika Rahayu, Aulia Eka, Rini
Haswin, Rian Ayatulah, Muhammad Sang Aji, Mila Alifia, Ni Wayan, Ni
Kadek atas kebersamaannya selama ini dan semua bantuan yang telah
diberikan. Semoga kebersamaan kita selalu menjadi kenangan yang terindah.
16. Kakak-kakakku angkatan 2009, 2010, 2011 serta adik-adikku angkatan 2013,
2014, 2015 terima kasih atas kebersamaanya.
17. Sahabat-sahabat KKN di Pekon Gunung Ratu, Kecamatan Bandar Negeri
Suoh, Kabupaten Lampung Barat dan PPL di SMP Negeri 3 BN Suoh: Rini
Larassati, Asep Sumantri, Ferdy Jasak, Agung Ardiansyah, Irma Ria
Ferdianti, Okta Darma Yuda, Widia Astuti, Debby Silviana, Hayat Tunur atas
v
kebersamaan selama kurang lebih dua bulan yang penuh makna dan
kenangan.
18. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.
19. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan kepada
penulis mendapat balasan pahala dari Tuhan Yang Maha Esa dan semoga skripsi
ini bermanfaat.
Bandarlampung, April 2016Penulis
Agata Intan Putri
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 8
E. Ruang Lingkup ........................................................................................ 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR .................................. 10
A. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 10
1. Kemampuan Komunikasi Matematis ...................................................... 10
2. Pembelajaran Kooperatif tipe CORE ...................................................... 12
B. Kerangka Pikir......................................................................................... 17
C. Anggapan Dasar ...................................................................................... 20
D. Hipotesis................................................................................. ................. 20
III. METODE PENELITIAN .............................................................................. 21
A. Populasi dan Sampel ............................................................................... 21
B. Desain Penelitian ..................................................................................... 21
C. ProsedurPenelitian ................................................................................... 22
vii
D. Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ...................................... 23
E. Instrumen Penelitian ................................................................................ 24
F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ....................................... 29
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................ 35
A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 35
1. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ...................... 35
2. Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis ............ 38
3. Hasil Uji Hipotesis ........................................................................... 39
B. Pembahasan ............................................................................................. 40
V. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 45
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Peringkat Mutu Pendidikan di Dunia ........................................................... 2
Tabel 3.1 Desain Penelitian .......................................................................................... 22
Tabel 3.2 Kriteria reliabilitas........................................................................................ 26
Tabel 3.3 Interpretasi Daya Pembeda........................................................................... 27
Tabel 3.4 Interpretasi Tingkat Kesukaran .................................................................... 28
Tabel 3.5 Hasil Uji Normalitas Data Gain Kemampuan
Komunikasi Matematis ................................................................................ 31
Tabel 3.6 Hasil Uji Homogenitas Varias Gain............................................................. 32
Tabel 4.1 Data Skor Awal Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa...................... 35
Tabel 4.2 Data Skor Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ..................... 36
Tabel 4.3 Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ............................... 37
Tabel 4.4 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Kemampuan
Komunikasi Matematis ................................................................................ 38
Tabel 4.5 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis ........................ 39
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A.1 Silabus Pembelajaran................................................................. 50
Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)Kelas Eksperimen...................................................................... 53
Lampiran A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Kelas Kontrol ............................................................................ 77
Lampiran A.4 Lembar Kerja Kelompok (LKK)............................................... 100
Lampiran B.1 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan KomunikasiMatematis.................................................................................. 134
Lampiran B.2 Soal Pretest-Posttest Kemampuan KomunikasiMatematis.................................................................................. 136
Lampiran B.3 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan KomunikasiMatematis.................................................................................. 140
Lampiran B.4 Kunci Jawaban Soal Tes Kemampuan KomunikasiMatematis.................................................................................. 137
Lampiran B.5 Form Penilaian Validitas........................................................... 141
Lampiran C.1 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswapada Kelas Uji Coba.................................................................. 144
Lampiran C.2 Analisis Reliabilitas Hasil Tes KemampuanKomunikasi Matematis Siswa pada Kelas Uji Coba................. 145
Lampiran C.3 Analisis Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran HasilTes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa padaKelas Uji Coba .......................................................................... 146
x
Lampiran C.4 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematis SiswaKelas Eksperimen...................................................................... 148
Lampiran C.5 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi MatematisKelas Kontrol ............................................................................ 150
Lampiran C.6 Skor Gain Kemampuan Komunikasi Matematis SiswaKelas Eksperimen...................................................................... 152
Lampiran C.7 Skor Gain Kemampuan Komunikasi Matematis SiswaKelas Kontrol ............................................................................ 153
Lampiran C.8 Uji Normalitas Data Gain KemampuanKomunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen .................... 154
Lampiran C.9 Uji Normalitas Data Gain KemampuanKomunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol ........................... 158
Lampiran C.10 Uji Homogenitas Varians Gain antara KelasEksperimen dan Kelas Kontrol ................................................. 162
Lampiran C.11 Uji Kesamaan Dua Rata-rata Skor PeningkatanKemampuan Komunikasi Matematis Siswa ............................. 164
Lampiran C.12 Analisis Indikator Tes Kemampuan KomunikasiMatematis Siswa Kelas Eksperimen ......................................... 167
Lampiran C.13 Analisis Indikator Tes Kemampuan KomunikasiMatematis Siswa Kelas Kontrol................................................ 168
Lampiran D.1 Surat Izin Penelitian .................................................................. 170
Lampiran D.2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian......................... 171
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi saat ini, persaingan antar negara semakin ketat. Untuk
menghadapi persaingan tersebut, negara-negara harus mempersiapkan dirinya di
berbagai sektor, salah satunya di sektor pendidikan. Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, mengungkapkan pengertian
pendidikan sebagai berikut:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasanabelajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktifmengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritualkeagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dannegara.
Sesuai dengan definisi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003, agar terciptanya suasana belajar dan proses
pembelajaran yang diinginkan, guru harus mampu memberikan pembelajaran
yang baik dan benar kepada siswa. Sehingga siswa dapat mengembangkan potensi
di dalam dirinya. Secara tidak langsung, pembelajaran di sekolah mempunyai
peran yang penting dalam perkembangan kulitas sumber daya manusia di
Indonesia.
2
Namun pada kenyataannya, kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong
rendah. Hal ini termuat dalam penelitian yang dilakukan oleh The Learning
Curve Pearson yaitu sebuah lembaga pemeringkatan pendidikan dunia pada bulan
Mei 2014 merilis data mengenai peringkat mutu pendidikan di seluruh dunia, pada
Tabel 1.1
Tabel 1.1 Peringkat Mutu Pendidikan di Dunia
Negara Indeks Keseluruhan Kemampuan Kognitif Pencapaian PendidikanPeringkat Skor Peringkat Skor Peringkat Skor
Romania 31 -0,44 31 -0,62 28 -0,08
Chile 32 -0,79 34 -1,06 32 -0,26
Greece 33 -0,86 33 -0,83 35 -0,93
Turki 34 -0,94 32 -0,68 38 -1,46
Thailand 35 -1,16 35 -1,09 37 -1,30
Kolombia 36 -1,25 36 -1,56 34 -0,64
Argentina 37 -1,49 40 -2,14 31 -0,20
Brazil
M
38 -1,73 39 -2,06 36 -1,08
Mexico 39 -1,76 38 -1,78 39 -1,73
Indonesia 40 -1,84 37 -1,71 40 -2,11
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa Indonesia berada di posisi terakhir
dari 40 negara yang terdata. Indonesia menempati posisi ke-40 dengan indeks
rangking dan penilaian secara keseluruhan -1.84. Untuk nilai pencapaian
pendidikan, Indonesia mendapatkan nilai -2.11, yang menjadikan Indonesia
sebagai negara terburuk dalam hal kualitas pendidikan. Hal ini cukup
memprihatinkan. Oleh karena itu, pendidikan menjadi hal yang penting untuk
diperhatikan.
Kualitas pendidikan sangat bergantung dari proses pembelajaran itu sendiri. Di
dalam proses pembelajaran tentunya peran guru sangat penting di dalamnya. Guru
bertugas sebagai mediator dalam kegiatan transfer ilmu pengetahuan dan
penguasaan teknologi. Menurut Suherman (2003: 68), seseorang guru harus
3
mampu memilih strategi pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga kegiatan
pembelajaran di kelas dapat berjalan dengan baik serta menciptakan interaksi
yang baik bagi siswa. Pembelajaran yang diberikan guru seharusnya mampu
membelajarkan siswa sehingga siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
ingin dicapainya.
Tujuan pembelajaran matematika menurut Depdiknas (2003) adalah agar siswa
memiliki kemampuan: (1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik
kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen,
menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi; (2)
mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu,
membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba; (3) mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah; (4) Mengembangkan kemampuan
menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan secara matematis
antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam
menjelaskan gagasan.
Kemampuan komunikasi matematis perlu dikembangkan. Hal ini sejalan dengan
yang diungkapkan oleh Baroody dalam Ansari (2009) bahwa sedikitnya ada dua
alasan penting mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu
ditumbuhkembangkan di sekolah. Pertama adalah matematika tidak hanya
sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah
atau mengambil keputusan tetapi matematika juga sebagai alat untuk
mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat dan ringkas. Kedua adalah
4
sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika di sekolah, matematika
juga sebagai wahana interaksi antar siswa dan juga sebagai sarana komunikasi
guru dan siswa.
Programme for International Student Assesment (PISA) telah melakukan survei
terhadap siswa di 65 negara pada tahun 2012 diperoleh bahwa Indonesia berada di
peringkat 64 dalam matematika, peringkat ke 60 bersama Argentina dalam
membaca, dan peringkat 64 dalam sains (OECD, 2013: 5). Khusus pada bidang
matematika, survei yang dilakukan oleh PISA bertujuan untuk menilai
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, bernalar, dan berkomunikasi.
Dilihat dari hasil survei pada bidang matematika, tergambar bahwa tiga
kemampuan siswa di Indonesia belum dapat dikatakan memuaskan. Berdasarkan
survei tersebut, dapat dikatakan bahwa rata-rata siswa di Indonesia masih
memiliki kemampuan komunikasi matematis yang rendah.
SMP Negeri 9 Bandarlampung adalah salah satu sekolah yang mempunyai
karakteristik yang sama seperti sekolah di Indonesia pada umumnya. Hal ini
diketahui dari hasil pengamatan bahwa kondisi dan situasi sekolah, dan proses
pembelajaran sama dengan sekolah setara pada umumnya. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara dengan guru mitra, pembelajaran di SMP Negeri 9
masih menggunakan pembelajaran konvensional, yairu pembelajaran yang lebih
banyak didominasi oleh guru sebagai pemberi ilmu, sementara siswa lebih pasif
sebagai penerima ilmu. Hasil pengamatan di kelas siswa belum berperan aktif
dalam mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Hal ini terlihat saat guru selesai
menerangkan, tidak ada siswa yang bertanya mengenai materi tersebut. Sehingga
5
siswa kurang dapat mengungkapkan ide yang merka punya. Pada kenyataannya
guru lebih berperan dominan dibandingkan siswa, termasuk pada saat
mengkoneksikan pengetahuan baru siswa dengan materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Hal ini terlihat saat guru memulai pelajaran, guru tidak meminta
siswa untuk mengungkapkan ide yang mereka punya terlebih dahulu untuk
melatih kemampuan komunikasi matematis, melaikan guru langsung menjelaskan
materi pelajaran. Dengan begitu, siswa belum mendapat kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Beberapa penelitian juga mengungkapkan beberapa masalah dalam
mengembangkan komunikasi matematis, di antaranya, menurut hasil penelitian
Osterholm (2006: 292-294) siswa tampaknya kesulitan mengartikulasikan alasan
dalam memahami suatu bacaan. Ketika siswa diminta mengemukakan alasan logis
tentang pemahamannya, siswa kadang-kadang hanya tertuju pada bagian kecil
dari teks dan menyatakan bahwa bagian ini (permasalahan yang memuat simbol-
simbol) tidak mengerti, tetapi tidak memberikan alasan atas pernyataannya
tersebut. Selain itu, menurut hasil penelitian Ahmad, Siti, dan Roziati dalam
Maryani (2011: 24) menunjukkan bahwa mayoritas dari siswa tidak menuliskan
solusi masalah dengan menggunakan bahasa matematis yang benar. Masih
banyaknya siswa yang tidak menuliskan solusi tersebut menjadikan komunikasi
intrapersonal (pemrosesan simbol pesan-pesan) dan interpersonal (proses
penyampaian pesan) penting dalam menginterpretasikan istilah untuk
memecahkan masalah matematika. Pemilihan model pembelajaran yang tepat
juga sangat berpengaruh dalam pengembangan kemampuan komunikasi tersebut.
6
Berdasarkan fenomena yang telah disebutkan, pemilihan model pembelajaran
dapat disimpulkan bahwa, pemilihan model, metode yang kutang tepat dapat
menjadi salah satu penyebab kurang berkembangnya kemampuan komunikasi
matematis siswa.
Romberg dan Chair dalam Sumarmo (2000: 4) berpendapat mengenai
komunikasi matematis, salah satunya adalah kemampuan dalam membaca dengan
pemahaman suatu presentasi matematika tertulis, membuat konjektur, menyusun
argumen, merumuskan definisi dan generalisasi. Untuk itu, diperlukan suatu
model pembelajaran yang memberikan siswa banyak kesempatan untuk membuat
konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi serta saling
berdiskusi satu sama lain sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan
komunikasi matematis mereka. Model pembelajaran yang memenuhi kriteria yang
telah disebutkan adalah model pembelajaran kooperatif.
Terdapat banyak tipe dalam model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
kooperatif yang dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis
adalah model pembelajaran yang pada tahapan-tahapannya dapat menuntun siswa
untuk dapat membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan
generalisasi serta melibatkan siswa dalam kegiatan diskusi. Model pembelajaran
koooperatif tipe connecting, organizing, reflecting, dan extending (CORE) adalah
model pembelajaran kooperatif yang langkah-langkahnya memenuhi kriteria
yang telah disebutkan. Model pembelajaran kooperatif ini berawal dari
mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok untuk berdiskusi. Salah satu
tahap pembelajaran pada model pembelajaran CORE adalah tahap organizing,
7
pada tahap ini siswa diajak untuk menyusun strategi untuk menemukan konsep
baru. Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran kooperatif tipe CORE
diduga dapat berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CORE
terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa (Studi pada Siswa Kelas VII
SMPN 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini sebagai berikut: ”Apakah model pembelajaran kooperatif tipe
CORE berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe CORE terhadap
kemampuan komunikasi matematis siswa.
8
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam
pendidikan matematika yang berkaitan dengan model pembelajaraan
kooperatif tipe CORE serta hubungannya dengan kemampuan komunikasi
matematis siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi guru dan calon guru
Sebagai bahan sumbangan pemikiran khususnya bagi guru kelas VII SMP
Negeri 9 Bandarlampung mengenai pembelajaran alternatif yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
b. Manfaat bagi sekolah
Sebagai masukan dalam upaya pembinaan para guru SMP Negeri 9
Bandarlampung untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
c. Manfaat bagi peneliti
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi peneliti lain terkait dengan
penelitian yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe CORE.
E. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Pembelajaran kooperatif tipe CORE dikatakan berpengaruh terhadap
kemampuan komunikasi matematis siswa jika peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe
9
CORE lebih tinggi dari peningkatan kemampuan komunkasi matematis siswa
yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.
2. Kemampuan komunikasi matematis yang diteliti dalam penelitian ini adalah
kemampuan dalam menggambar (drawing), menulis (written texts), dan
ekspresi matematika (mathematical expression) dengan indikator sebagai
berikut: (a) Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah
menggunakan gambar; (b) Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika
secara tulisan; (c) Menggunakan bahasa matematika secara tepat
3. Tahap – tahap pembelajaran dalam pembelajaran kooperatif tipe CORE
adalah connecting (menghubungkan informasi lama dengan informasi baru
atau antar konsep), organizing (mengorganisasikan informasi-informasi yang
diperoleh), reflecting (memikirkan kembali informasi yang sudah didapat),
extending (memperluas pengetahuan).
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Kemampuan Komunikasi Matematis
Menurut Hirschfeld (2008:4) komunikasi adalah bagian penting dari matematika
dan pendidikan matematika. Ziebarth dalam Hulukati (2005: 15) mengemukakan
bahwa komunikasi matematika adalah kemampuan siswa dalam hal menjelaskan
suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa
mengkonstruksi dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafik, kata-
kata/kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa
memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri. Sedangkan, kemampuan
komunikasi matematis dalam pemecahan masalah menurut National Council of
Teachers of Mathematics (NCTM) (2000:348) dapat dilihat ketika siswa
menganalisis dan menilai pemikiran dan strategi matematis orang lain dan
menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide matematika dengan tepat.
Greenes dan Schulman dalam Ansari (2009: 10) juga mengatakan bahwa
kemampuan komunikasi matematis dapat terjadi ketika siswa (1) menyatakan ide
matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara
visual dalam tipe yang berbeda; (2) memahami, menafsirkan, dan menilai ide
yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual; (3) mengkonstruk,
11
menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan
hubungannya.
Ansari (2003:61) mengungkapkan komunikasi matematis dalam bentuk tertulis
(writing) adalah kemampuan dan keterampilan siswa menggunakan kosa kata
(vocabulary), notasi, dan struktur matematik untuk menyatakan hubungan dan
gagasan serta memahaminya dalam memecahkan masalah.
Romberg dan Chair dalam Sumarmo (2000: 4) berpendapat mengenai
komunikasi matematis yaitu: (a) menghubungkan benda nyata, gambar, dan
diagram ke dalam ide matematika; (b) menjelaskan ide, situasi dan relasi
matematis secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan
aljabar; (c) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol
matematika; (d) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (e)
membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis, membuat
konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi; (f)
menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
Salah satu model komunikasi matematis yang dikembangkan adalah komunikasi
matematis model Cai, Lane, dan Jacobsin dalam Fachrurazi (2011: 81) yang
meliputi:
1) Menulis matematis (written text)
Pada kemampuan ini siswa dituntut untuk dapat menuliskan penjelasan dari
jawaban permasalahannya secara matematis, masuk akal, jelas serta tersusun
secara logis dan sistematis.
2) Menggambar secara matematis (drawing)
12
Pada kemampuan ini, siswa dituntut untuk dapat melukiskan gambar, diagram,
dan tabel secara lengkap dan benar
3) Ekspresi matematis (mathematical expression)
Pada kemampuan ini, siswa diharapkan mampu untuk memodelkan
permasalahan matematis secara benar, kemudian melakukan perhitungan atau
mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan
komunikasi matematis adalah kemampuan siswa mengkonstruksi dan
menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafik, kata-kata/kalimat,
persamaan, serta tabel.
2. Pembelajaran kooperatif tipe CORE
CORE merupakan singkatan dari empat kata yang memiliki kesatuan fungsi
dalam proses pembelajaran, yaitu connecting, organizing, relflecting, dan
extending. Menurut Harmsem dalam Santi (2013: 3), elemen-elemen tersebut
digunakan untuk menghubungkan informasi lama dengan informasi baru,
mengorganisasikan sejumlah materi yang bervariasi, merefleksikan segala sesuatu
yang peserta didik pelajari, dan mengembangkan lingkungan belajar. Calfee,
Calfee, Robert C, dan Roxane Greitz M (2004: 222) mengungkapkan bahwa
model CORE adalah model pembelajaran menggunakan metode diskusi yang
dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan dan berpikir reflektif dengan
melibatkan siswa yang memiliki empat tahapan pengajaran yaitu connecting,
organizing, reflecting, dan extending.
13
Menurut Jacob dalam Yuwana (2013:6), model CORE adalah model
pembelajaran yang berlandaskan konstruktivisme. Dengan kata lain, model
CORE merupakan model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaktifkan
peserta didik dalam membangun pengetahuannya sendiri.
a) Connecting
Connect secara bahasa berarti menyambungkan, menghubungkan, dan
bersambung. Menurut Suyatno (2009), connecting merupakan kegiatan
menghubungkan informasi lama dengan informasi baru atau antar konsep.
Informasi lama dan baru yang akan dihubungkan pada kegiatan ini adalah konsep
lama dan baru. Pada tahap ini siswa diajak untuk menghubungkan konsep baru
yang akan dipelajari dengan konsep lama yang telah dimilikinya, dengan cara
memberikan siswa pertanyaan-pertanyaan, kemudian siswa diminta untuk menulis
hal-hal yang berhubungan dari pertanyaan tersebut.
Katz dan Nirula (2013) menyatakan bahwa dengan connecting, sebuah konsep
dapat dihubungkan dengan konsep lain dalam sebuah diskusi kelas, dimana
konsep yang akan diajarkan dihubungkan dengan apa yang telah diketahui siswa.
Agar dapat berperan dalam diskusi, siswa harus mengingat dan menggunakan
konsep yang dimilikinya untuk menghubungkan dan menyusun ide-idenya.
Connecting erat kaitannya dengan belajar bermakna. Menurut Ausabel dalam
Ratna (1989:112), belajar bermakna merupakan proses mengaitkan informasi atau
materi baru dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif
seseorang. Sruktur kognitif dimaknai oleh Ausabel sebagai fakta-fakta, konsep-
konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh peserta
14
belajar. Dengan belajar bermakna, ingatan siswa menjadi kuat dan transfer belajar
mudah dicapai.
Koneksi (connection) dalam kaitannya dengan matematika dapat diartikan sebagai
keterkaitan secara internal dan eksternal. Keterkaitan secara internal adalah
keterkaitan antara konsep-konsep matematika yaitu berhubungan dengan
matematika itu sendiri dan keterkaitan secara eksternal yaitu keterkaitan antara
konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. Menurut NCTM, apabila para
siswa dapat menghubungkan gagasan-gagasan matematis, maka pemahaman
mereka akan lebih mendalam dan bertahan lama. Bruner juga mengemukakan
bahwa agar siswa dalam belajar matematika lebih berhasil, siswa harus lebih
banyak diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan, baik antara dalil dan dalil,
teori dan teori, topik dan topik, konsep dan konsep, maupun antar cabang
matematika.
Dengan demikian, untuk mempelajari suatu konsep matematika yang baru, selain
dipengaruhi oleh konsep lama yang telah diketahui siswa, pengalaman belajar
yang lalu dari siswa itu juga akan mempengaruhi terjadinya proses belajar konsep
matematika tersebut. Sebab, seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu
apabila belajar itu didasari oleh apa yang telah diketahui orang tersebut.
b) Organizing
Echols dan Shadily (1996: 408) mendefinisikan organize secara bahasa berarti
mengatur, mengorganisasikan, mengorganisir, dan mengadakan. Organizing
merupakan kegiatan mengorganisasikan informasi-informasi yang diperoleh. Pada
tahap ini siswa mengorganisasikan informasi-informasi yang diperolehnya seperti
15
konsep apa yang diketahui, konsep apa yang dicari, dan keterkaitan antar konsep
apa saja yang ditemukan pada tahap connecting untuk dapat membangun
pengetahuannya (konsep baru) sendiri.
Menurut Jacob dalam Yuwana (2013: 6) kontruksi pengetahuan bukan merupakan
hal sederhana yang terbentuk dari fakta-fakta khusus yang terkumpul dan
mengembangkan informasi baru, tetapi juga meliputi mengorganisasikan
informasi lama ke bentuk-bentuk baru. Menurut Novak (2006: 2) “Concept maps
are tools for organizing and representing knowledge” artinya peta konsep adalah
alat untuk mengorganisir (mengatur) dan mewakili pengetahuan. Grawith, Bruce,
dan Sia dalam Rohana (2013:94) juga berpendapat bahwa manfaat peta konsep
diantaranya untuk membuat struktur pemahaman dari fakta-fakta yang
dihubungkan dengan pengetahuan berikutnya, untuk belajar bagaimana
mengorganisasi sesuatu mulai dari informasi, fakta, dan konsep ke dalam suatu
konteks pemahaman, sehingga terbentuk pemahaman yang baik.
Untuk dapat mengorganisasikan informasi-informasi yang diperolehnya, setiap
siswa dapat bertukar pendapat dalam kelompoknya dengan membuat peta konsep
sehingga membentuk pengetahuan baru (konsep baru) dan memperoleh
pemahaman yang baik.
c) Reflecting
Echols dan Shadily (1996: 473) mendefinisikan reflect secara bahasa berarti meng
gambarkan, membayangkan, mencerminkan, dan memantulkan. Sagala (2007: 91)
mengungkapkan refleksi adalah cara berpikir ke belakang tentang apa yang sudah
dilakukan dalam hal belajar di masa lalu. Menurut Suyatno (2009: 63) reflecting
16
merupakan kegiatan memikirkan kembali informasi yang sudah didapat. Pada
tahap ini siswa memikirkan kembali informasi yang sudah didapat dan
dipahaminya pada tahap Organizing. Dalam kegiatan diskusi, siswa diberi
kesempatan untuk memikirkan kembali apakah hasil diskusi/hasil kerja
kelompoknya pada tahap organizing sudah benar atau masih terdapat kesalahan
yang perlu diperbaiki.
d) Extending
Echols dan Shadily (1996: 226) mendefinisikan extend secara bahasa berarti
memperpanjang, menyampaikan, mengulurkan, memberikan, dan memperluas.
Menurut Suyatno (2009 : 64) extending merupakan tahap dimana siswa dapat
memperluas pengetahuan mereka tentang apa yang sudah diperoleh selama proses
belajar mengajar berlangsung. Perluasan pengetahuan harus disesuaikan dengan
kondisi dan kemampuan yang dimiliki siswa. Perluasan pengetahuan dapat
dilakukan dengan cara menggunakan konsep yang telah didapatkan ke dalam
situasi baru atau konteks yang berbeda sebagai aplikasi konsep yang dipelajari,
baik dari suatu konsep ke konsep lain, bidang ilmu lain, maupun ke dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan diskusi, siswa diharapkan dapat
memperluas pengetahuan dengan cara mengerjakan soal-soal yang berhubungan
dengan konsep yang dipelajari tetapi dalam situasi baru atau konteks yang
berbeda secara berkelompok.
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperarif tipe CORE adalah pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 4 tahap
yaitu connecting (mengkoneksikan), organizing (mengorganisasikan), reflecting
(merefleksikan), dan extending (memperluas).
17
B. Kerangka Pikir
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe CORE terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Dalam
penelitian ini model pembelajaran kooperatif tipe CORE diterapkan pada kelas
eksperimen dan pembelajaran konvensional diterapkan pada kelas kontrol
dijadikan variabel bebas. Kemampuan komunikasi matematis siswa sebagai
variabel terikat.
Terdapat empat langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe CORE yaitu
connecting (menghubungkan), organizing (mengorganisasikan), reflecting
(membayangkan), extending (memperluas). Pada tahap connecting siswa diajak
untuk menghubungkan konsep baru yang akan dipelajari dengan konsep lama
yang telah dimilikinya, dengan cara memberikan siswa beberapa pertanyaan yang
berkaitan dengan materi yang akan dipelajari, kemudian siswa menuliskan hal-hal
yang berhubungan dari pertanyaan tersebut. Pada tahap ini, siswa mulai belajar
mengkomunikasikan hal-hal terkait dengan materi dengan menuliskan jawaban
dari pertanyaan guru. Dengan demikian, siswa belajar menuliskan jawaban
pertanyaan dari guru secara jelas, logis, dan sistematis. Hal ini mendorong siswa
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya dalam menuliskan
jawaban secara sistematis dan masuk akal yang sering disebut dengan written text.
Pada tahap yang kedua yaitu organizing, siswa mengorganisasikan informasi-
informasi yang diperolehnya mengenai konsep apa yang diketahui, konsep apa
yang dicari, dan keterkaitan antar konsep apa saja yang ditemukan pada tahap
connecting untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri. Untuk dapat
18
mengorganisasikan informasi – informasi yang diperolehnya, setiap siswa siswa
dapat bertukar pendapat dalam kelompoknya dengan membuat peta konsep,
gambar, atau diagram yang dapat memudahkan siswa dalam mengorganisasikan
informasi tersebut. Hal ini mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematisnya dalam melukiskan gambar, tabel, atau diagram dengan
benar yang sering disebut dengan drawing.
Pada tahap yang ketiga yaitu reflecting, siswa diajak untuk memikirkan kembali
informasi yang sudah didapat dan dipahaminya pada tahap organizing. Pada
tahap ini, siswa menyimpulkan hasil diskusi pada kelompoknya masing-masing.
Pada tahap yang terakhir yaitu tahap extending siswa diajak untuk memperluas
pengetahuan yang mereka dapat dari tahap-tahap sebelumnya. Perluasan
pengetahuan dapat dilakukan dengan cara menggunakan konsep yang telah
didapatkan ke dalam situasi baru atau konteks yang berbeda sebagai aplikasi
konsep yang dipelajari. Siswa dapat diminta memecahkan masalah sehari – hari
yang berkaitan dengan konsep, sehingga pada tahap ini, siswa belajar
memodelkan masalah tersebut secara sistematis, juga belajar memberikan jawaban
yang jelas , matematis, dan logis terhadap permasalahan yang diberikan. Dengan
demikian, hal ini mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematisnya dalam menuliskan jawabannya secara logis dan masuk akal, serta
memodelkan masalah matematis dan mendapatkan solusi nya dengan benar.
Kedua hal tersebut sering disebut dengan written text dan mathematical
expression.
19
Jadi, melalui tahapan dalam pembelajaran kooperatif tipe CORE ini, siswa akan
mendapat kesempatan lebih untuk mengembangkan kemampuan komunikasi
matematisnya. Dengan melakukan pembelajaran kooperatif tipe CORE secara
berulang, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa.
Tahapan pembelajaran yang telah diuraikan di atas, tidak terjadi pada
pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran konvensional, siswa hanya
sebagai pendengar dan penerima materi yang disampaikan oleh guru tersebut.
Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide atau gagasan yang
ia punya secara logis, dan matematis belum berkembang dengan baik. Berbeda
dengan pembelajaran kooperatif tipe CORE, pada pembelajaran ini, siswa diajak
untuk lebih berperan aktif melalui tahap – tahap yang ada ada pembelajaran
kooperatif ini. Sehingga siswa lebih banyak berinteraksi dengan teman sebaya
maupun dengan guru. Melalui pembelajaran ini, siswa dapat lebih leluasa
mengungkapkan ide atau gagasan yang mereka punya secara logis dan sistematis.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe CORE diduga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa, sedangkan pembelajaran konvensional cenderung menghasilkan
kemampuan komunikasi matematis yang lebih rendah atau dengan kata lain
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran kooperatif tipe CORE akan lebih tinggi daripada peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional.
20
C. Anggapan Dasar
Penelitian ini mempunyai anggapan dasar yaitu:
Semua siswa kelas VII semester ganjil SMPN 9 Bandarlampung tahun pelajaran
2015-2016 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum tingkat
satuan pendidikan.
D. Hipotesis
Berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya,
maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Hipotesis umum
Penerapan model pembelajaran koorperatif tipe CORE berpengaruh terhadap
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.
2. Hipotesis Khusus
Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti model
pembelajaran koorperatif tipe CORE lebih tinggi daripada siswa yang
mengikuti pembelajaran konvensional.
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 9
Bandar Lampung yang terdiri dari sembilan kelas mulai dari VII/A hingga VII/G.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive random
sampling dengan pertimbangan bahwa sampel yang dipilih diajar oleh guru yang
sama yaitu kelas yang diajar oleh Ibu Sulistioningrum, S.Pd, dengan asumsi,
sebelum penelitian siswa memperoleh perlakuan yang sama dari guru. Satu kelas
sebagai kelas eksperimen yaitu kelas dengan pembelajaran kooperatif tipe CORE,
dan kelas lain sebagai kelas kontrol yaitu kelas dengan pembelajaran
konvensional.
Berdasarkan teknik pemilihan sampel, maka terpilihlah siswa kelas VII A yang
terdiri dari 26 siswa sebagai kelas eksperimen, dan kelas VII C sebagai kelas
kontrol yang terdiri dari 26 siswa.
B. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan
menggunakan desain pretest–postest control group design. Pretest dilakukan
untuk mengetahui kemampuan awal siswa, sedangkan postest dilakukan untuk
22
memperoleh data penelitian. Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen
adalah model pembelajaran kooperatif tipe CORE dan pada kelas kontrol adalah
pembelajaran konvensional. Garis besar pelaksanaan penelitian digambarkan
dalam Tabel 3.1
Tabel 3.1 Desain Penelitian
KelompokPerlakuan
Pretest Pembelajaran PosttestTreatment group O1 Kooperatif tipe CORE O2
Control group O1 Konvensional O2
Diadaptasi dari Fraenkel dan Wallen (1993:268)
Keterangan:
O1 : Skor pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrolO2 : Skor postest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
C. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Adapun persiapan yang direncanakan sebelum penelitian ini dilaksanakan, yaitu:
a. Melakukan observasi untuk melihat karakteristik populasi yang ada.
b. Menentukan sampel penelitian.
c. Menetapkan materi yang akan digunakan dalam penelitian.
d. Menyusun proposal penelitian.
e. Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen tes ataupun non tes yang
akan digunakan dalam penelitian.
f. Melakukan uji coba dan merevisi instrumen penelitian.
23
2. Tahap Pelaksanaan
a. Memberikan pretest komunikasi matematis pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol
b. Melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe CORE pada kelas eksperimen dan
pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
c. Memberikan posttest komunikasi matematis setelah perlakuan.
3. Tahap Akhir
a. Mengumpulkan data hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa
b. Mengolah dan menganalisis data yang diperoleh.
c. Membuat laporan penelitian.
D. Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
1. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang diperoleh dari tes
komunikasi matematis siswa yang diperoleh pada sebelum dan sesudah mengikuti
pembelajaran kooperatif tipe CORE di kelas eksperimen dan pembelajaran
konvensional di kelas control.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes.
Terdapat dua macam tes dalam penelitian ini, yaitu pretest dan posttest. Pretest
digunakan untuk mengetahui skor awal kemampuan komunikasi matematis siswa
sebelum mengikuti pembelajaran. Sedangkan posttest digunakan untuk
24
mengumpulkan data skor kemampuan komunikasi matematis siswa setelah
mengikuti pembelajaran kooperatif tipe CORE pada kelas eksperimen dan
pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
E. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen tes untuk mengukur kemampuan
komunikasi matematis siswa. Tes yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
empat butir soal uraian. Instrumen tes digunakan untuk memperoleh data
kemampuan komunikasi matematis siswa disusun berdasarkan indikator
komunikasi matematis. Tes yang digunakan untuk memperoleh data yang akurat
haruslah tes yang bai. Artinya, kriteria tes yang digunakan harus valid, reliabel,
serta memilikitingkat kesukaran dan daya pembeda yang baik. Penyusunan
instrumen tes dimulai dengan menentukan kompetensi dasar dan indikator
pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan menentukan indikator
komunikasi matematis yang akan diukur. Selanjutnya menyusun kisi-kisi tes
berdasarkan kompetensi dasar dan indikator yang telah dipilih, kemudian
menyusun instrumen tes berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
Sebelum penelitian ini dilakukan, instrumen diuji cobakan. Adapun langkah-
langkah uji coba instrumen sebagai berikut.
1. Instrumen dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dosen pembimbing dan
guru matematika yang bersangkutan di sekolah tempat penelitian.
2. Setelah mengalami perbaikan, instrumen diujicobakan terhadap kelas yang
telah mempelajari materi yang akan diujikan.
25
3. Kemudian mengukur validitas, reabilitas, tingkat kesukaran, dan daya
pembeda dari instrumen tersebut.
a. Validitas Instrumen
Validitas pada penelitian ini didasarkan pada validitas isi. Validitas isi dari tes
komunikasi matematis dapat diketahui dengan cara menilai kesesuaian isi yang
terkandung dalam tes komunikasi matematis dengan indikator pembelajaran yang
telah ditentukan.
Selanjutnya, soal tes dikonsultasikan dengan guru mitra. Jika penilaian guru mitra
telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator kemampuan komunikasi
matematis, maka tes tersebut dinyatakan valid. Penilaian terhadap kesesuaian isi
tes dengan kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam
tes dengan kemampuan bahasa siswa dilakukan dengan menggunakan daftar
ceklis (√) oleh guru.
Hasil penilaian terhadap tes menunjukkan bahwa tes yang digunakan telah
memenuhi validitas isi (Lampiran B.5 dan B.6). Langkah selanjutnya dilakukan
uji coba soal yang dilakukan di luar sampel penelitian yatu uji coba dilakukan
pada kelas VIII semester ganjil TP 2015/2016. Data yang diperoleh dari hasil uji
coba kemudian diolah dengan menggunakan bantuan Software Microsoft Excel
2007 untuk mengetahui reliabilitas tes, daya pembeda, dan tingkat kesukaran.
26
b. Reliabilitas Tes
Bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe uraian.
Menurut Suherman (2013) untuk mencari koefisien reliabilitas (r11) soal tipe
uraian menggunakan rumus Alpha yang dirumuskan sebagai berikut:
r11 = 1 − ∑Keterangan:
r 11 = Koefisien reliabilitas yang dicari= Banyaknya butir soal∑ = Jumlah varians skor tiap soal= Varians skor total
Menurut Guilford (Suherman, 2003: 177), koefisien reliabilitas diinterpretasikan
seperti yang disajikan pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Kriteria Reliabilitas
Koefisien relibilitas (r11) Kriteria0,00 ≤ r11 ≤ 0,20 Sangat Rendah0,20 < r11 ≤ 0,40 Rendah0,40 < r11 ≤ 0,60 Sedang0,60 < r11 ≤ 0,80 Tinggi0,80 < r11 ≤ 1,00 Sangat Tinggi
Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh bahwa nilai
koefisien reliabilitas tes adalah 0,81. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen tes
yang digunakan memiliki reliabilitas sangat tinggi. Hasil perhitungan reliabilitas
tes uji coba soal dapat dilihat pada Lampiran C.2.
27
c. Daya Pembeda
Untuk menghitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang
memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memeperoleh nilai terendah.
Kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok
atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah).
Sudijono (2008: 389) menungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan
dengan rumus:
= −Keterangan :
DP : indeks daya pembeda satu butir soal tertentuJA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolahJB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolahIA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)
Menurut Sudijono (2008: 388) kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan
daya pembeda berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Nilai Penilaian Butir−1,00 ≤ DP ≤ 0,19 Butir jelek, harus ditolak/diperbaiki dengan revisi0,20 ≤ DP ≤ 0,29 Butir sedang, biasanya membutuhkan perbaikan0,30 ≤ DP ≤ 0,39 Butir baik, tetapi bisa saja diperbaiki0,40 ≤ DP ≤ 1,00 Butir sangat baik
Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh bahwa nilai daya
pembeda tes adalah -0,08 sampai dengan 0,43. Hal ini menunjukkan bahwa daya
pembeda tes terdiri dari jelek, sedang, baik dan sangat baik. Kemudian, soal
28
dengan daya pembeda jelek dan sedang diperbaiki. Hasil perhitungan daya
pembeda dapat dilihat pada Lampiran C.3.
d. Indeks Kesukaran Butir Soal
Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir
soal. Sudijono (2001: 372) mengungkapkan bahwa untuk menghitung tingkat
kesukaran suatu butir soal digunakan rumus berikut.
=Keterangan:TK : indeks kesukaran suatu butir soalJT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada suatu butir soal.IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.
Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria
indeks kesukaran menurut Sudijono (2001: 372) seperti terlihat pada Tabel 3.4.
Kriteria tingkat butir soal yang digunakan bervariasi mulai dari soal sukar, sedang,
maupun mudah dan membuang sangat mudah atau sangat sukar.
Tabel 3.4 Interpretasi Tingkat Kesukaran
Nilai Interpretasi0,00 ≤ ≤ 0,15 Sangat Sukar0,16 ≤ ≤ 0,30 Sukar0,31 ≤ ≤ 0,70 Sedang0,71 ≤ ≤ 0,85 Mudah0,86 ≤ ≤ 1,00 Sangat Mudah
Berdasarkan haasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh bahwa nilai
tingkat kesukaran tes adalah 0,04 sampai dengan 0,79. Hal ini menunjukkan
bahwa instrumen tes yang diujicobakan memiliki tingkat kesukaran yang mudah,
29
sedang, sukar dan sangat sukar. Hasil perhitungan tingkat kesukaran uji coba soal
dapat dilihat pada Lampiran C.3.
Setelah dilakukan analisis reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal
tes kemampuan komunikasi matematis diperoleh rekapitulasi hasil tes uji coba
dan kesimpulan yang disajikan pada Tabel 3.6.
F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Analisis data bertujuan untuk menguji kebenaran suatu hipotesis. Data yang
diperoleh setelah memberi perlakuan pada sampel adalah data kuantitatif yang
terdiri dari nilai tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Dari tes kemampuan komunikasi matematis diperoleh nilai
pretest, dan nilai posttest. Selanjutnya akan dihitung skor peningkatan (gain)
kemampuan komunikasi matematis.
Menurut Hake (1999: 1) besarnya peningkatan dihitung dengan rumus gain
ternormalisasi (normalized gain) = g, yaitu:
g =Sebelum dilakukan uji statistik terhadap data gain kemampuan komunikasi
matematis siswa, maka dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji
homogenitas.
30
1. Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan untuk melihat apakah data berasal dari populasi
berdistribusi normal atau tidak normal.
a. Hipotesis
Ho : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
b. Taraf Signifikan
Taraf Signifikan : α = 0,05
c. Statistik Uji
Dalam penelitian ini, digunakan uji chi-kuadrat untuk mengji hipotesis. Uji chi-
kuadrat menurut Sudjana (2005: 273) sebagai berikut:
= ( − )( )( )
Keterangan:
= frekuensi harapan= frekuensi yang diharapkan= banyaknya pengamatan
d. Kriteria Uji
Kriteria pengujian adalah: Terima H0 jika ( , ) dengan α = 0,05
Rekapitulasi uji normalitas data gain kemampuan komunikasi matematis disajikan
pada Tabel 3.5.
31
Tabel 3.5 Hasil Uji Normalitas Data Gain Kemampuan KomunikasiMatematis
Pembelajaran Keputusan Uji KeteranganKooperatif tipe CORE 4,26 7,81 diterima Normal
Konvensional 6,08 7,81 diterima Normal
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua sampel berasal dari dua
populasi yang berdistribusi normal. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran C.8 dan C.9.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok
data yaitu data gain kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol memiliki variansi yang homogen atau tidak
homogen.
a. Hipotesis
H0: = (variansi kedua populasi sama)
H1: (variasi kedua populasi tidak sama)
b. Taraf Signifikan
Taraf Signifikan : α = 0,05
c. Statistik Uji
Menurut Sudjana (2005: 249), jika sampel dari populasi kesatu berukuran n1
dengan varians s12 dan sampel dari populasi kedua berukuran n2 dengan varians
s22 maka untuk menguji hipotesis di atas menggunakan rumus:
32
F =
Keterangan:s = varians terbesars = varians terkecil
d. Kriteria Uji
Kriteria pengujian adalah: tolak H0 jika ≥ dengan =( , ) dengan α = 0,05 dan derajat kebebasan masing-masing adalah 25
Rekapitulasi uji homogenitas data gain kemampuan komunikasi matematis
disajikan pada Tabel 3.6. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
C.10.
Tabel 3.6 Hasil Uji Homogenitas Varians Gain
Pembelajaran Varians KeputusanUji
Keterangan
Kooperatif tipe CORE 0,0151823,25135 1,96 ditolak
Varian tidaksamaKonvensional 0,049362
Berdasarkan Tabel 3.9 dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok data gain
memiliki varians yang tidak sama atau heterogen. Hal ini berarti sebaran data pada
sampel tidak sama dan memiliki karakteristik yang berbeda.
3. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji prasyarat, langkah selanjutnya yaitu melakukan uji hipotesis.
Uji hipotesis yang digunakan yaitu uji kesamaan dua rata-rata yaitu uji t’.
33
a. Hipotesis
H0: = , artinya peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
dengan model pembelajaran kooperatif tipe CORE sama dengan
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan
model pembelajaran konvensional.
H1: > , artinya peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
dengan model pembelajaran kooperatif tipe CORE lebih tinggi
daripada peningkatan kemampuan komunika matematis siswa
dengan model pembelajaran konvensional.
b. Taraf Signifikan
Taraf signifikan : α = 0,05
c. Statistik Uji
Statistik yang digunakan untuk uji-t’ menurut Sudjana adalah:
= ̅ − ̅+
Keterangan:̅ = rata-rata skor gain kelas eksperimenx = rata-rata skor gain kelas kontroln1 = banyaknya siswa kelas eksperimenn2 = banyaknya siswa kelas kontrols = varians pada kelas eksperimens = varians pada kelas kontrol
34
d. Kriteria Uji
Kriteria pengujian yang dikemukakan oleh Sudjana (2005:241) adalah tolak Ho
jika:
≥ ++Dimana:
2
22
21
21
1 ;n
SW
n
SW t = t( ),( ); t = t( ),( )
, didapat dari daftar distribusi student dan dk = m. Untuk harga t lainnya, H0
diterima.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran koorperatif tipe CORE berpengaruh terhadap peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII di SMP Negeri 9
Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016.
B. Saran
Berdasarkan hasil pada penelitian ini, saran-saran yang dapat dikemukan yaitu:
1. Bagi guru dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa, dapat menerapkan pembelajaran kooperatif tipe CORE sebagai salah
satu alternatif pada pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa.
2. Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang pembelajaran
kooperatif tipe CORE disarankan sebelum penelitian harus lebih
memperhatikan efisiensi waktu agar proses pembelajaran berjalan secara lebih
efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, B. 2001. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman danKomunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU)melaluistrategi Think Talk Write.Bandung: UPI
........... 2009. Komunikasi Matematika: Konsep dan Aplikasi, Banda Aceh:PENA.
Arikunto, S. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Badudu, J. S, Sutan Mohammad Z. 2001.Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.
Beladina, N.2013.Keefektifan Model Pembelajaran CORE Berbantuan LKPDterhadap Kreativitas Matematis Siswa.Semarang: UNNES.
Calfee, Robert C. & Roxane Greitz M. 2004.Making Thingking Visible. NationalScience Education Standards.Riverside:University of California.
Departemen Pendidikan dan kubudayaan/Pusat Bahasa. 2001. Kamus BesarBahasa Indonesia (Edisi ke-3). Jakarta: Balai Pustaka.
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar danMenengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2006. KurikulumTingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jendral Perguruan TinggiDepdiknas.
Depdiknas. 2003: UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta.
Echols, J dan Hassan S. 1996. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untukMeningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi MatematisSiswa Sekolah Dasar. Bandung: UPI
Hake, R.1999. Alyzing Change/Gain scores Dept of Physics : Indianan University[online] tersedia di : www.phsics.Indiana.edu/~sdi/Anlyzingchange-gain.pdf(diakses 25 November 2015)
Humaira, F Duherman,&Jazwinarti.2014.Penerapan Model Pembelajaran COREpada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas X SMAN 9 Padang. Padang :UNP
Hirschfeld, Kimberly & Cotton. 2008. Mathematical Communication, ConceptualUnderstanding and students’ attitudes toward mathematics.Nebraska:University of Nebraska
Hulukati, E. 2005. Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan PemecahanMasalah Matematik Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Generatif.Bandung: UPI
Humaira, F. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Core pada PembelajaranMatematika Siswa Kelas X SMAN 9 Padang.Padang: UNP
Katz, S & Nirula,L.2001. Portofolio Exchange. Tersedia :www.//tsclient/a/Potifolioexchange.htm (diakses 5 November 2015)
NCTM (National Council Teacher of Mathematics). 2000. Principles andStandards for School Mathematics. NCTM: Reston, Virginia.
Maryani, N. 2011. Pencapaian kemampuan komunikasi matematis siswa melaluipembelajaran dengan strategi SQ3R (studi eksperimen SMA Negerikabupaten garut): Bandung. Tesis. UPI
Purwanto, N. 2010. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.
Novak, J. D. & Cañas, A. J. (2006). The Theory Underlying Concept Maps andHow to Construct and Use Them [online] Tersedia:http://cmap.ihmc.us/Publications/ResearchPapers/TheoryCmaps/TheoryUnderlyingConceptMaps.htm> (diakses 7 November 2015)
Osterholm, M. 2006. Metakognition and reading-criteria for comprehension ofmathematics texts. In Novotna, J., Moraova, H., Kratka, M. & Stehlikova,N. (Eds.). Proceedings 30th Conference of the Internatinal Group for thePsychology of Mathematics Education, Vol. 4, pp. 289-296. Prague: PME.
OECD.2013.Posisi Indonesia pada PISA 2012 [online] tersedia:https://shahibul1628.wordpress.com/category/pisa/ (diakses 4 November2015)
Ratna, W. 1989.Teori-teori Belajar.Jakarta: Erlangga.
Rohana.Penggunaan Peta Konsep dalam Pembelajaran Statistika Dasar. JurnalFKIP PRODI PMT Universitas PGRI Palembang: Tidak diterbitkan
Ruseffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIPBandung Press.
Sagala,S. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta : Bandung
Santi, Y. 2013. Pengaruh Model CORE Berbasis Kontekstual TerhadapKemampuan Pemahaman Matematik Siswa. Bandung: STKIP SiliwangiBandung
Sheskin, D. 2003. Handbook Parametric and nonparametric statisticalprocedures third edition. New York: A CRCPress.Company
Sudijono,A. 2001.Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Suherman, E. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi PendidikanMatematika. Bandung: Wijayakusumah
........... 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI.
Sumarmo, U. 2000. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untukMeningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa SekolahDasar. Bandung: UPI
Suyatno.2009.Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia BuanaPustaka
The Learning Curve Pearson.2014.Indexs- Which Countries have the bestschools? tersedia : http://thelearningcurve.pearson.com/index/index-ranking[online] (diakses 4 November 2015)
Yulia. Pengaruh Model Pembelajaran Connecting Organizing ReflectingExtending (Core) Terhadap Kemampuan Berpikir Divergen Siswa Kelas IvMata Pelajaran Ips [online] Tersedia:http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/viewFile/878/749(diakses pada tanggal 3 November 2015)
Yuniarti, S. 2013. Pengaruh Model Berbasis Kontekstual Terhadap KemampuanPemahaman Matematik Siswa. Jurnal STKIP Siliwangi Bandung
Yuwana,S.2013. Keefektifan Pembelajaran CORE berbantuan Cabri terhadapmotivasi dan hasil.UNNES