pelaksanaan kerjasama usaha tahu jenglot dalam …digilib.unila.ac.id/54643/3/skripsi full.pdf ·...

69
PELAKSANAAN KERJASAMA USAHA TAHU JENGLOT DALAM KESESUAIANNYA DENGAN PERATURAN USAHA WARALABA (Studi Usaha Tahu Jenglot di Bandar Lampung) (Skripsi) Oleh Tiara Windy Eka Putri FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: others

Post on 01-Jan-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PELAKSANAAN KERJASAMA USAHA TAHU JENGLOT DALAM

KESESUAIANNYA DENGAN PERATURAN USAHA WARALABA

(Studi Usaha Tahu Jenglot di Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh

Tiara Windy Eka Putri

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

i

ABSTRAK

PELAKSANAAN KERJASAMA USAHA TAHU JENGLOT DALAM

KESESUAIANNYA DENGAN PERATURAN USAHA WARALABA

(Studi Usaha Tahu Jenglot di Bandar Lampung)

Oleh:

Tiara Windy Eka Putri

Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki orang perseorangan atau badan usaha

terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha yang terbukti berhasil untuk dapat

digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Kerjasama usaha

Tahu Jenglot memiliki kriteria dan ciri khas usaha yang memiliki kemiripan

dengan perjanjian kerjasama dengan sistem, konsep dan model waralaba.

Pelaksanaan usaha waralaba berpedoman pada perjanjian waralaba yang harus

dibuat secara tertulis antara pemberi waralaba dan penerima waralaba. Penelitian

ini akan mengkaji tentang kegiatan usaha Tahu Jenglot dapat disebut sebagai

kriteria waralaba sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007

tentang Waralaba dan kesesuaian perjanjian kerjasama Tahu Jenglot sebagai

perjanjian waralaba berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-

DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda

Pendaftaran Usaha Waralaba, dan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan

Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif terapan dengan

tipe penelitian deskriptif, pendekatan masalah yang digunakan adalah normatif

terapan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang terdiri

dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara. Pengolahan

data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, klasifikasi data, sistematika data,

dan di analisis secara kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Kegiatan usaha Tahu

Jenglot berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang

Waralaba harus memenuhi kriteria waralaba, yaitu memiliki ciri khas usaha,

terbukti sudah memberikan keuntungan, memiliki standar operasional tertulis,

mudah diajarkan dan diaplikasikan, adanya dukungan yang berkesinambungan,

dan Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar. Pada usaha Tahu Jenglot,

ii

kriteria waralaba yang belum terpenuhi adalah standar operasional yang dibuat

secara tertulis, dukungan yang berkesinambungan dan Hak Kekayaan Intelektual

yang telah terdaftar. Perjanjian kerjasama usaha Tahu Jenglot secara umum

memiliki kemiripan dengan perjanjian kerjasama dengan bentuk waralaba, namun

untuk dapat dikatakan sebagai usaha dengan sistem, model dan konsep waralaba,

harus memenuhi klausula perjanjian waralaba sesuai Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Penerbitan Surat Tanda Usaha Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan

Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Tahu jenglot

sebagai usaha kuliner tidak dapat dikatakan sebagai bentuk perjanjian kerjasama

dengan waralaba, karena tidak memenuhi kriteria dan unsur-unsur perjanjian

kerjasama dengan waralaba secara utuh dan penuh terutama di dalam pendaftaran

Hak Kekayaan Intelektual (merek belum terdaftar) dan pendaftaran sebagai usaha

dengan waralaba (tidak memiliki STPUW). Legalitas usaha Tahu Jenglot hanya

berupa Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Nomor 503/7765.D/436.6.11/2014 dan

Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Nomor 503/8991.A/436.6.11/2014. Bentuk

usaha yang digunakan hanya sebatas hubungan jual beli paket bisnis kuliner yang

memiliki kemiripan dengan sistem dan konsep waralaba yaitu kemitraan.

Kata Kunci: Perjanjian Waralaba, Usaha Waralaba, Tahu Jenglot.

iii

PELAKSANAAN KERJASAMA USAHA TAHU JENGLOT DALAM

KESESUAIANNYA DENGAN PERATURAN USAHA WARALABA

(Studi Usaha Tahu Jenglot di Bandar Lampung)

Oleh

Tiara Windy Eka Putri

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

I

Bagian

Fakultas

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa

Nomor Pokok Mahasiswa

Lindati Dwiatin, S.I{., M.II.NIP 19600421 1986A3 2 001

2. Ketua

AA]\I KERJASAMA USAHATAHU JE DALAMKESESU A DENGAN PERATURANUSAIIA ARALABA (STUI}I USAHA TAHUJENG DI BANDAR LAMPUNG)

: Tiara Wi Eka Putri

:14120114

Siti Nu s.H., M.II.NIP 197T02 1 199802 2 001

Keperdataan

Ilr. Sunaryo, S.NrP 19601228 t

M.Hum1 001

l. Tim Penguji

Ketua : Lindati Dwia s.H., M.H.

Selcretaris/ Anggota : Siti Nurh s.8., M.E.

Bagus Wirana s.H., M.rr.I I1001

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 18 Okrober ZPte

t)

Yeng bertanda tangandi bawah ini :

Fakultas

Program Studi

Dcngan ini menyatakan bahwa

Kcrjarama Ueaba Tahu Jenglot

Ihhs Waralaba (Studi Usaha Tahu

hr hasil karya sendiri bukan hasil

katuran Akademik Universitas

ND3l87/h26/&Jz}rc.

Nama

NPM

: Tiara Wi

:141201,t4

Hukum Perdata

saya yang berjudul sPelalsanaan

Kesesuaiannya Dengan Peraturan

glot di Bandar tampung)' adalah

sebagaimana diatur pada Pasal 27

dengan Surat Keputusan Rektor

Bandar Lampung 18 Oktober 2018

Penulis

fiara Windv Eka PutriNPM: 1,412011423

I

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Tiara Windy Eka Putri. Penulis

dilahirkan pada tanggal 21 Juni 1996 di Bandar Lampung.

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari

pasangan Bapak Budi Hartono dan Ibu Erwinsih.

Penulis mengawali pendidikan di TK Taman Indria Tamansiswa Bandar Lampung

yang diselesaikan pada tahun 2002, Sekolah Dasar Swasta Tamansiswa Bandar

Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama Negeri

3 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2011, dan menyelesaikan

pendidikan pada Sekolah Menengah Atas Swasta Tamansiswa Bandar Lampung

pada tahun 2014.

Penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan terdaftar sebagai

mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN pada

tahun 2014. Pada akhir semester 5, penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN)

selama 40 hari di Desa Surabaya, Kecamatan Padang Ratu, Kabupaten Lampung

Tengah.

Selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung, penulis

aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu terdaftar sebagai Anggota aktif

UKM-F pada tahun 2014-2015.

viii

MOTO

“Setinggi apapun pangat yang dimiliki, anda tetap seorang pegawai. Sekecil

apapun usaha yang anda punya, anda adalah bosnya”.

(Bob Sadino)

“Mimpi tidak terwujud melalui ilmu sihir, namun dibuktikan dengan keringat,

tekat dan kerja keras”.

(Anonim)

ix

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur atas ridho Allah SWT dan dengan

segala kerendahan hati

Kupersembahkan skripsi ini kepada:

Kedua orang tuaku tercinta Bapak Budi Hartono dan Ibu Erwinsih yang telah

membesarkanku dengan penuh kasih sayang serta selalu menyertaiku dalam doa

dan menantikan keberhasilanku, serta selalu mengajarkanku untuk selalu

beribadah, sabar, dan ikhlas dalam menjalani hidup agar lebih baik kedepannya.

x

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil‘alamin, segala puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat

Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena tanpa izin-Nya, saya tidak akan

mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Kerjasama Usaha

Tahu Jenglot Dalam Kesesuaiannya Dengan Peraturan Usaha Waralaba

(Studi Usaha Tahu Jenglot di Bandar Lampung)” sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

Saya sebagai penulis telah melakukan yang terbaik, namun saya sadar akan

kemungkinan adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini, maka dari itu saya

sangat mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun dari seluruh pihak

demi kepentingan pengembangan dan penyempurnaan skripsi ini.

Penyelesaian skripsi ini tidak dapat terlepas dari adanya kontribusi dari berbagai

pihak. Atas segala bentuk dukungan, bimbingan, dan saran sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik, saya sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. I Gede Arya Bagus Wiranata, S.H., M.H., selaku Wakil

Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama Fakultas Hukum Universitas

Lampung;

xi

2. Bapak Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3. Ibu Selvia Oktaviana, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama saya menempuh pen-

didikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

4. Ibu Lindati Dwiatin, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran dan

masukan, motivasi, dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan

dengan baik;

5. Ibu Siti Nurhasanah S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran dan

masukan, motivasi, dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan

dengan baik;

6. Ibu Rilda Murniati, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembahas I yang telah

memberikan kritik yang membangun, saran, dan pengarahan selama proses

penulisan skripsi ini;

7. Bapak M. Wendy Tri Jaya S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II yang telah

memberikan kritik yang membangun, saran, dan pengarahan selama proses

penulisan skripsi ini;

8. Seluruh dosen dan karyawan yang bertugas di Fakultas Hukum Universitas

Lampung, khususnya Dosen Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum

Universitas Lampung yang selama ini telah memberikan ilmu dan pengala-

man yang sangat berharga bagi saya untuk terus melangkah maju;

xii

9. Kedua Orang Tuaku yang sangat kucintai selalu mendampingiku dalam

keadaan suka maupun duka, serta selalu mendo’akan keberhasilan dan

kesuksesanku kemarin, hari ini, esok, dan seterusnya;

10. Adik-adikku tersayang Muhammad Arya Putra dan Carissa Windy Sevira

Putri atas dukungan dan semangat yang diberikan;

11. Akbar Irfan Arditya yang selalu ada selama ini mendengarkan keluh

kesahku, memberikan motivasi, semangat, kesabaran, dan kasih sayang

yang diberikan setiap harinya;

12. Kak Netty, Debby Clarissa, Sherly Azrina, Ristiza Bintari, Nurmalia Hasan,

Astri Ayu Andari, Rahma Yulia, dan Anisa Cahya terima kasih untuk

semangat, kebersamaan, kegembiraan dan persahabatan kita;

13. Teman-teman angkatan 2014 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, serta

untuk seluruh masyarakat Padang Ratu Desa Surabaya Lampung Tengah

dan teman-teman KKN; Bang Husen, Bang Amar, Ega Primatara, Anisa

Mawarni, Retno Heriyanti dan Ferlia Devanda. Terima kasih atas suka dan

duka dan kebersamaan selama 40 hari semoga kekeluargaan serta

silaturahmi kita akan tetap terjaga;

14. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Jurusan Keperdataan Fakultas

Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan saya pengalaman dan

pelajaran akan arti dari rasa kekeluargaan dan kebersamaan yang

sebenarnya;

15. Keluarga Besar UKM-F BEM dan Persikusi Fakultas Hukum Universitas

Lampung yang telah memberikan saya pengalaman dan pelajaran akan arti

dari rasa kekeluargaan dan kebersamaan yang sebenarnya;

xiii

16. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam

penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya.

Terima kasih atas semua do’a, motivasi, bantuan dan dukungannya;

17. Almamater Tercinta.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan atas segala jasa dan kebaikan

yang telah diberikan kepada kita. Pada akhirnya, saya menyadari walaupun skripsi

ini telah disusun dengan sebaik mungkin, tidak akan menutup kemungkinan

adanya kesalahan yang mengakibatkan skripsi ini belum sempurna, namun saya

sangat berharap skripsi ini akan membawa manfaat bagi siapapun yang

membacanya dan bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu

pengetahuan.

Bandar Lampung, 18 Oktober 2018

Penulis,

Tiara Windy Eka Putri

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v

PERNYATAAN ............................................................................................. vi

RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... vii

MOTO ............................................................................................................ viii

PERSEMBAHAN .......................................................................................... ix

SANWACANA .............................................................................................. x

DAFTAR ISI .................................................................................................. xiv

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah dan Pokok Bahasan ................................................. 6

C. Ruang Lingkup ...................................................................................... 6

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .......................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian..................................................................... 8

2. Syarat-syarat Sah Perjanjian.......................................................... 10

B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Waralaba

1. Sejarah Waralaba........................................................................... 13

2. Pengertian Waralaba ..................................................................... 15

3. Dasar Hukum, Kriteria dan Perjanjian Waralaba .......................... 18

4. Objek dan Subjek Perjanjian Waralaba ......................................... 21

5. Gambaran Umum Tahu Jenglot .................................................... 22

C. Kerangka Pikir ..................................................................................... 24

III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ................................................................................... 26

B. Tipe Penelitian .................................................................................... 26

C. Pendekatan Masalah ........................................................................... 26

D. Data dan Sumber Data ....................................................................... 27

E. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 28

xv

F. Metode Pengolahan Data .................................................................... 29

G. Analisis Data ....................................................................................... 30

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kesesuaian Kegiatan Usaha Tahu Jenglot Sebagai

Usaha Waralaba ....................................................................................... 31

B. Kesesuaian Perjanjian Kerjasama Tahu Jenglot Sebagai

Perjanjian Waralaba ................................................................................. 35

V. PENUTUP A. Kesimpulan.......................................................................................... 47

B. Saran.................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pikir ............................................................................................ 24

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam era globalisasi saat ini, perekonomian dunia dan kerjasama di bidang

perdagangan dan jasa sangat berkembang pesat. Persaingan usaha dalam laju

bisnis juga semakin erat. Hal ini berpengaruh terhadap perekonomian di

Indonesia, dengan adanya kerja sama dalam bidang perdagangan dan jasa dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Salah satu usaha yang

berkembang saat ini dalam bidang perdagangan dan jasa adalah usaha waralaba.

Konsep bisnis waralaba akhir-akhir ini telah menjadi salah satu pusat perhatian

sebagai bentuk terobosan pengembangan usaha. Mengingat usaha yang di

waralabakan adalah usaha-usaha yang telah teruji dan sukses dibidangnya,

sehingga dianggap dapat menjamin mendatangkan keuntungan. Melalui konsep

waralaba seseorang tidak perlu memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem

yang terpadu dalam waralaba, yang memungkinkan seorang penerima waralaba

menjalankan usaha dengan baik.

Waralaba berasal dari kata wara artinya lebih dan laba yang artinya untung.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, waralaba berarti kerjasama di bidang

2

usaha dengan bagi hasil atau hak kelola atau hak pemasaran.1 Legalitas

keberadaan waralaba baru dikenal di Indonesia sejak tahun 1997 dengan

dikeluarkannya Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997

tentang Waralaba. Peraturan ini kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan

Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan

Waralaba.

Pasal 1 Peraturan Pemerintah tentang Waralaba menyatakan bahwa, “Waralaba

adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha

terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang

dan/ atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/ atau

digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba”.

Berdasarkan pengertian di atas, diketahui bahwa waralaba merupakan salah satu

bentuk format bisnis dimana pihak pertama yang disebut pemberi waralaba

(franchisor) memberikana hak kepada pihak kedua yang disebut penerima

waralaba (franchisee) untuk mendistribusikan barang/ jasa dalam lingkup area

geografis dan periode tertentu dengan menggunakan merek, logo, dan sistem

operasi yang dimiliki dan berkembang oleh pemberi waralaba.

Hubungan hukum antara pemberi waralaba dan penerima waralaba diatur dalam

sebuah perjanjian atau kontrak yang berwujud hak dan kewajiban bagi para pihak.

Perjanjian waralaba tersebut merupakan salah satu aspek perlindungan hukum

1 http://kamusbahasaindonesia.org/waralaba, diakses pada tanggal 27 September 2018, pukul

20.00 WIB.

3

kepada para pihak dari perbuatan merugikan pihak yang lain. Hal ini dikarenakan

perjanjian dapat menjadi dasar hukum yang kuat untuk menegakkan perlindungan

hukum bagi para pihak. Perjanjian waralaba dibuat secara tertulis dimana para

pihak harus mematuhi isi dari perjanjian yang telah dibuat apabila dilanggar akan

menimbulkan akibat hukum sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian waralaba

seperti yang terdapat dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah

tentang Waralaba menyatakan bahwa, “Waralaba diselenggarakan berdasarkan

perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan

memperhatikan hukum Indonesia.”

Pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah tentang Waralaba menyatakan bahwa usaha

yang dapat digolongkan sebagai usaha waralaba harus memenuhi kriteria yaitu

memiliki ciri khas usaha, terbukti sudah memberikan keuntungan, memiliki

standart atas pelayanan dan barang dan/ atau jasa yang ditawarkan yang dibuat

secara tertulis, mudah diajarkan dan diaplikasikan, adanya dukungan yang

berkesinambungan, dan hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar. Pasal 3 ayat

(6) menyatakan bahwa kriteria waralaba adalah hak kekayaan intelektual yang

telah terdaftar. Hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar adalah hak kekayaan

intelektual yang terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta, paten, dan rahasia

dagang sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses

pendaftaran di instansi yang berwenang.2

Para pihak yang terlibat dalam waralaba dijelaskan pada Pasal 1 ayat (2) dan (3)

Peraturan Pemerintah tentang Waralaba yang terdiri dari pemberi waralaba dan

2 Rahmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi

Hukumnya di Indonesia, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 136.

4

penerima waralaba. Pemberi waralaba adalah orang perseorangan atau badan

usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan atau menggunakan waralaba

yang dimilikinya kepada penerima waralaba, sedangkan penerima waralaba

adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi

waralaba untuk memanfaatkan atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi

waralaba.3

Para pihak dalam perjanjian waralaba wajib memenuhi beberapa prosedur dalam

perjanjian waralaba yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang

Waralaba. Dalam peraturan ini diatur bahwa pihak pemberi waralaba harus

mendaftarkan prospektus penawaran waralaba dan penerima waralaba wajib

mendaftarkan perjanjian waralaba. Tujuan dari pengaturan ini adalah untuk

melindungi masyarakat sebagai konsumen dari perdagangan jasa waralaba dan

melindungi para pihak dalam perjanjian waralaba.

Jenis waralaba yang ada di Indonesia ada dua, yaitu waralaba asing dan waralaba

lokal. Waralaba asing adalah waralaba yang didirikan diluar wilayah negara

Republik Indonesia, sedangkan waralaba lokal adalah waralaba yang didirikan

berada di dalam wilayah negara Republik Indonesia. Pada saat ini, pertumbuhan

waralaba asing turut mempengaruhi pola konsumsi masyarakat Indonesia. Banyak

konsumen lebih memilih makanan asing daripada makanan tradisional Indonesia,

sehingga makanan tradisional semakin tersisih. Pertumbuhan waralaba asing yang

cukup pesat di Indonesia mengancam keberadaan waralaba lokal. Hal ini juga

3 Anki Novairi Dari dan Aditya Bayu Aji, Kaya Raya dengan Waralaba, Kata Hati, Jakarta,

2011, hlm.107.

5

dipengaruhi karena banyak waralaba lokal yang belum memenuhi syarat standar

dalam penerbitan STPUW (Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba).

Suatu kerjasama usaha dapat dikatakan sebagai waralaba apabila telah memenuhi

kriteria sebagai usaha waralaba yang terdapat dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah

tentang Waralaba. Jika semua kriteria telah dipenuhi, maka usaha tersebut dapat

dikatakan waralaba dan telah memenuhi syarat standar dalam penerbitan STPUW

(Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba) yang berfungsi untuk melindungi

konsumen dari perdagangan jasa waralaba dan melindungi para pihak dalam

perjanjian waralaba.

Saat ini, di Bandar Lampung berdiri berbagai kegiatan usaha dengan konsep

waralaba sebagaimana tertulis dalam perjanjian kerjasama usaha yang dibuat oleh

para pihak. Namun, suatu usaha agar disebut sebagai waralaba harus memenuhi

kriteria waralaba dan perjanjian waralaba sesuai dengan ketentuan peraturan usaha

waralaba yaitu memiliki ciri khas usaha, terbukti sudah memberikan keuntungan,

memiliki standar operasional tertulis, mudah diajarkan dan diaplikasikan, adanya

dukungan yang berkesinambungan, dan Hak Kekayaan Intelektual yang telah

terdaftar.

Untuk itu, salah satunya adalah usaha Tahu Jenglot membuat perjanjian kerjasama

yang diikat dalam Surat Perjanjian Kerjasama Tahu Jenglot antara Pemberi

Waralaba yaitu Bapak Widantoro dan Penerima Waralaba yaitu Bapak Hendardi

Adi Wilopo. Di Bandar Lampung, Bapak Hendardi Adi Wilopo disebut juga

sebagai Master Franchise yang dapat melakukan perjanjian lanjutan. Perjanjian

6

yang dilakukan oleh Bapak Widantoro dan Bapak Hendardi Adi Wilopo, termasuk

kegiatan usahanya harus memenuhi kriteria waralaba sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Penerbitan Surat Tanda Usaha Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan

Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Untuk itulah

penulis tertarik mengkaji, menganalisis dan menuangkan dalam penelitian skripsi

dengan judul: “Pelaksanaan Kerjasama Usaha Tahu Jenglot Dalam

Kesesuaiannya Dengan Peraturan Usaha Waralaba (Studi Usaha Tahu

Jenglot di Bandar Lampung)”.

B. Rumusan Masalah dan Pokok Bahasan

1. Rumusan masalah dan penelitian ini adalah :

Apakah kegiatan usaha Tahu Jenglot di Bandar Lampung dapat disebut sebagai

waralaba berdasarkan peraturan usaha waralaba?

2. Pokok bahasan yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

a. Kesesuaian kegiatan usaha Tahu Jenglot sebagai kriteria waralaba.

b. Kesesuaian perjanjian kerjasama Tahu Jenglot sebagai perjanjian waralaba.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini meliputi ruang lingkup pembahasan dan ruang

lingkup bidang ilmu. Ruang lingkup pembahasan adalah bentuk kerja sama usaha,

sedangkan ruang lingkup bidang ilmu adalah Hukum Keperdataan khususnya

Hukum Perusahaan tentang Waralaba.

7

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan pokok bahasan yang telah dikemukakan di

atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis usaha Tahu Jenglot

telah memenuhi kriteria waralaba dan perjanjian waralaba berdasarkan peraturan

usaha waralaba.

Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini baik secara teoritis

maupun secara praktis adalah sebagai berikut :

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan sumbangan

pemikiran untuk memperkaya konsep-konsep, teori-teori dan kriteria waralaba

serta penyelenggaraan waralaba.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Penulis

Penelitian yang diakukan oleh penulis ini diharapkan dapat menambah

wawasan pengetahuan penulis sendiri terkait perjanjian waralaba dan

penyelenggaraan waralaba.

b. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran

yang bermanfaat dalam perkembangan hukum secara umum dan khususnya

bagi pelaksanaan perjanjian kemitraan pada dunia bisnis dan usaha.

c. Bagi Masyarakat

Manfaat penelitian ini bagi masyarakat adalah diharapkan agar masyarakat

dapat lebih mengetahui mengenai perjanjian kemitraan dan waralaba.

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Suatu perjanjian dapat menimbulkan perikatan antara 2 (dua) orang yang

membuatnya, yang mana bentuk perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan

yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Definisi mengenai perjanjian (overeenkomst) dalam Pasal 1313 KUH Perdata

menyebutkan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu

orang/ lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/ lebih”. Perumusan

tersebut banyak mengundang kritik para sarjana, karena dianggap banyak

mengandung kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan yang terkandung dari

pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata antara lain adalah:

a. Hanya menyangkut pihak saja

Hal ini dapat di lihat dari persoalan satu orang/lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang/lebih lainnya. Kata kerja mengikatkan sifatnya hanya

datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua-belah pihak sehinggatidak terdapat

hak dan kewajiban dari masing-masing pihak secara timbal balik.

b. Kata perbuatan mencakup tanpa konsesus

Dalam pengertian perbuatan termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa

kuasa (zaakwaarneming) dan tindakan melawan hukum (onrechtmatigedaad)

9

yang tidak mengandung suatu konsesus, seharusnya dipakai kata persetujuan

serta kata perbuatan hukum sehingga para pihak betul-betul menghendakinya.

Kata perbuatan disini dapat pula berarti suatu perbuatan materi yaitu perbuatan

manusia biasa yang tidak mempunyai suatu akibat hukum.

c. Pengertian perjanjian terlalu luas

Pengertian perjanjian di dalam pasal tersebut terlalu luas karena, mencakup

janji kawin, janji yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Sebenarnya

yang dimaksud dalam pasal ini adalah hubungan debitur dan kreditur di dalam

lapangan hukum harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki dalam Buku

III KUH Perdata sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan

yang bersifat personal.

d. Tidak menyebutkan tujuan

Di dalam perumusan masalah Pasal 1313 KUH Perdata tidak disebutkan tujuan

mengadakan perjanjian sehingga pihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas

untuk apa.4

Menyikapi kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam Pasal 1313 KUH Perdata

yang tersebut di atas, maka muncul beberapa pendapat para sarjana mengenai

pengertian perjanjian menurut versi mereka masing-masing, dengan tetap

berpedoman pada Pasal 1313 KUH Perdata. Definisi tentang perjanjian menurut

para sarjana adalah sebagai berikut :

a. Perjanjian adalah sekelompok atau sekumpulan perikatan-perikatan yang

mengikat para pihak dalam perjanjian yang bersangkutan.

4 Ade Maman, Hukum Perikatan, PT. Alumni, Bandung, 2004, hlm. 78.

10

b. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji pada seseorang

lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

c. Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling

mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta

kekayaan.

d. Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan

antara dua pihak dimana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk

melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan

perjanjian itu.

e. Perjanjian/ kontrak merupakan hubungan hukum antara subjek hukum yang

satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana

subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga dengan subjek

hukum yang lain berkewajiban untk melaksankan prestasinya sesuai dengan

yang telah disepakati.5

Dari rumusan perjanjian di atas, dapat dikatakan bahwa perjanjian itu adalah suatu

perbuatan hukum yang lahir karena adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Dimana lazimnya suatu perjanjian itu bersifat timbal balik, maksudnya apa yang

menjadi hak bagi salah satu pihak, merupakan kewajiban bagi pihak lain atau

sebaliknya kewajiban bagi pihak yang satu, menjadi hak bagi pihak yang lainnya.

2. Syarat-Syarat Sah Perjanjian

Sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat menurut Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yaitu :

5 Salim H.S, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Sinar Grafika, Jakarta,

2005, hlm. 27.

11

a. Kesepakatan (toesteming/ izin) kedua belah pihak

Kesepakatan ini diatur dalam pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, yang dimaksud kesepakatan adalah persesuaian pernyataan

kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai

adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/ diketahui orang

lain.

b. Kecakapan Bertindak

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan

perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan

akibat hukum. Orang–orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang–

orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan

hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang–undang. Bekwaam (cakap)

merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah,

yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh sesuatu

peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.

c. Mengenai suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu adalah barang yang menjadi obyek dalam kontrak. Menurut

pasal 1333 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, barang yang menjadi obyek

suatu perjanjian harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya.

Demikian juga jumlahnya perlu ditentukan asal dapat ditentukan dan

diperhitungkan.

d. Suatu sebab yang halal (Geoorloofde oorzaak)

Halal merupakan syarat keempat sebagai sahnya suatu kontrak. Pasal 1335

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menegaskan “jika kontrak tanpa sebab,

12

atau kontrak karena sebab palsu atau terlarang maka tidak mempunyai

kekuatan.” 6

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai

orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua

syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena, mengenai

perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.7

Apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat

dibatalkan. Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada pengadilan

untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak

ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan

keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya bahwa

dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.8

Ada beberapa syarat untuk perjanjian yang berlaku umum tetapi di atur di luar

pasal 1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut :

a. Perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.

b. Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku.

c. Perjanjian harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan.

d. Perjanjian tidak boleh melanggar kepentingan umum.

Apabila kontrak dilakukan dengan melanggar salah satu dari empat prinsip

tersebut, maka konsekuensi yuridisnya adalah bahwa kontrak yang demikian tidak

sah dan batal demi hukum (null and void). Adapun pasal 1338 ayat (1) Kitab

6 Ibid., hlm. 69.

7 Subekti, Op. Cit, hlm. 17.

8 Salim HS, Op. Cit, hlm. 34 – 35.

13

Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara

sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Walaupun

dalam suatu perjanjian mengatur sistem terbuka/ bebas (open system) namun tetap

dibatasi oleh beberapa hal, misalnya:

a. Dibatasi undang-undang, adalah dilarang membuat perjanjian tanpa harga

perjanjian penetapan di bawah harga dan lain-lain karena menyangkut

persaingan ekonomi yang tidak sehat.

b. Dibatasi untuk ketertiban umum, misalnya perjanjian pemboikotan terhadap

produk, perjanjian tertutup.

c. Bertentangan dengan kesusilaan, misalnya perjanjian tentang perdagangan

wanita, perjanjian tentang bentuk pertaruhan dan lain-lain.

B. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Waralaba

1. Sejarah Waralaba

Di Indonesia waralaba dikenal sejak era 1970-an ketika masuknya Shakey Pisa,

KFC, Swensen, dan Burger King. Perkembangannya terlihat sangat pesat dimulai

sejak 1995. Setelah itu, usaha waralaba mengalami kemerosotan karena terjadi

krisis moneter. Para penerima waralaba asing terpaksa menutup usahanya karena

nilai rupiah yang terperosok sangat dalam. Hal itu disebabkan kondisi ekonomi

dan politik yang belum stabil ditandai dengan perseteruan para elite.9

Pemerintah mengizinkan kegiatan usaha waralaba ini dengan harapan untuk

meningkatkan kegiatan perekonomian di Indonesia. Sejalan dengan

berkembangnya usaha waralaba asing, maka beberapa pengusaha Indonesia juga

9 Iman Sjahputra Tunggal, Franchising : Konsep dan Kasus, Harvarindo, Jakarta, 2005, hlm.

5-8.

14

mulai mengembangkan usaha waralaba lokal, seperti Es Teler 77, Califonia Fried

Chicken, Kursus bahas Inggris Oxford, Kursus Komputer Widyaloka, Ny.Tansil

Fried Chicken and Steak, kurumaya, Laundrette (Laundry), Ristra Salon &

Centre, Rudi Hadisuwarno (Salon Kecantikan), SS Foto (cuci cetak film) dan

Toys City (toko mainan anak-anak). Kalangan bisnis Indonesia umumnya

memberikan nilai yang lebih tinggi pada identitas Internasional (waralaba asing)

dan yakin akan memperoleh keuntungan lebih banyak dengan mengoperasikan

bisnis waralaba asing tersebut. Padahal dengan mengoperasikan bisnis waralaba

lokal mereka akan memperoleh beberapa kemudahan, antara lain biayanya lebih

rendah, perbedaan waktu dan jarak tidak menghambat komunikasi, tidak ada

perbedaan bahasa dan budaya, serta lebih sedikit kesulitan yang dihadapi

disbanding dengan waralaba asing, disamping itu modal yang di pergunakan juga

tidak begitu besar.10

Pesatnya pertumbuhan waralaba di Indonesia ternyata mempunyai sejarah yang

cukup panjang dan berliku. Berawal dari sebuah pemikiran bahwa sistem

waralaba terbukti sukses memacu perekonomian di banyak negara maju seperti

Amerika dan beberapa negara maju lainnya. Tidak hanya itu waralaba juga

mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi cukup banyak tenaga kerja.

Waralaba di Indonesia berawal dari upaya pemerintah dalam hal ini Departemen

Perdagangan Republik Indonesia yang melihat sistem waralaba sebagai suatu

cara, usaha untuk menggiatkan perekonomian dan menciptakan lapangan

pekerjaan.

10

Ibid., hlm. 10.

15

Di Indonesia juga terdapat Organisasi Perusahaan Waralaba yakni disebut dengan

Asosiasi Franchise Indonesia (AFI). Organisai ini dibentuk pada tahun 1990 atas

dorongan dari pemerintah Indonesia dan ILO (Internasional Labour

Organisation) adapun latar belakang pendirian organisasi ini yaitu adanya

keinginan untuk mempersatukan diri dalam suatu wadah organisasi pada tingkat

nasional serta merupakan forum kerjasama demi meningkatkan dan

mengembangkan potensi dalam menjadikan dirinya sebagai mitra pemerintahan,

maupun sektor swasta lainnya. Pemberi waralaba yang menjadi pendirinya yaitu :

PT. Trims Mustika Citra, ES Teler 77, Widyaloka, Nila Sari, Homes 21. Maka

dimulailah sebuah usaha untuk mendata usaha waralaba yang ada di Indonesia

dengan menggandeng International Labour Organization (ILO). Tujuan Asosiasi

Franchise Indonesia (AFI) antara lain:

a. Menumbuhkan kode etik antar anggota.

b. Mempersatukan waralaba/ master waralaba di Indonesia.

c. Membina perkembangan dan kemajuan usaha waralaba secara propesional.

d. Mengusahakan adanya tertib dalam mendirikan usaha waralaba.11

2. Pengertian Waralaba (Franchise)

Istilah waralaba diperkenalkan pertama kali oleh lembaga pendidikan dan

pengembangan manajemen (LPPM). Waralaba berasal dari kata wara artinya lebih

atau istimewa dan laba artinya untung, sehingga waralaba berarti usaha yang

memberikan laba lebih atau istimewa.12

11

Pietra Saragosa, Kiat Praktis Membuka Usaha-Mewaralabakan Usaha Anda, PT Elex

Media Komputindo, Jakarta, 2004, hlm. 4. 12

Adrian Sutedi, Hukum Waralaba, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 7.

16

Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 menyatakan bahwa, waralaba adalah

suatu perikatan di mana pihak yang satu diberikan hak untuk memanfaatkan dan

atau menggunakan kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang

dimiliki oleh pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang

ditetapkan oleh pihak lain dalam rangka untuk mempersiapkan dan atau menjual

barang dan atau jasa.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang

Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Usaha Waralaba menyatakan

bahwa, waralaba (franchise) adalah perikatan antara pemberi waralaba dengan

penerima waralaba dimana penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan

usaha dengan memanfaatkan dan/ atau menggunakan hak kekayaan intelektual

atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu

imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan

sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang

berkesinambungan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang

Penyelenggaraan Waralaba menyatakan bahwa, waralaba adalah hak khusus yang

dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan

ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/ atau jasa yang telah

terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/ atau digunakan oleh pihak lain

berdasarkan perjanjian waralaba.

17

Waralaba berarti memberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu atau

mempunyai hak atau menggunakan sesuatu dalam tempat tertentu. Istilah

waralaba dipahami sebagai bentuk kegiatan pemasaran dan distribusi. Di

dalamnya sebuah perusahaan memberikan hak atau privilege untuk menjalankan

bisnis secara tertentu kepada individu atau perusahaan yang relatif lebih kecil.13

Waralaba adalah suatu sistem usaha dalam bidang perdagangan atau jasa,

mempunyai ciri khas bisnis tersendiri, baik mengenai jenis dan bentuk produk

yang diusahakan, identitas perusahaan (merek dagang, logo, desain bahkan

termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), rencana pemasaran dan

bantuan oprasional.14

Waralaba adalah suatu pengaturan bisnis dimana sebuah perusahaan pewaralaba

(franchisor) memberikan hak kepada pihak independen terwaralaba (franchisee)

untuk menjual produk atau jasa perusahaan tersebut dengan peraturan yang

ditetapkan franchisor.15

Waralaba dalam buku Black’s Law Dictionary, diartikan sebagai, “Hak istimewa

khusus yang diberikan atau dijual, seperti menggunakan nama atau menjual

produk atau layanan. Dalam istilah sederhana, waralaba adalah lisensi dari

pemilik merek dagang atau nama dagang yang memungkinkan orang lain untuk

menjual produk atau layanan dengan nama atau merek tersebut. Lebih luas

menyatakan, waralaba telah berkembang menjadi perjanjian yang rumit di mana

13

Ibid, hlm. 99. 14

Rooseno Harjowidigdo, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm.

56. 15

Hadi Setia Tunggal, Dasar-Dasar Perwaralabaan, Harvindo, Jakarta, 2006, hlm. 1.

18

waralaba melakukan untuk melakukan bisnis atau menjual produk atau jasa sesuai

dengan metode dan prosedur yang ditentukan oleh franchisor, dan franchisor

melakukan untuk membantu franchisee melalui iklan, promosi dan layanan

konsultasi lainnya." 16

Dilatarbelakangi dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa waralaba adalah

membeli paket bisnis orang lain di mana kita akan mendapat outlet untuk

berjualan, paket peralatan usaha lengkap, bahan baku bulan pertama, tata cara

manajemen dalam buku panduan, serta lisensi penggunaan merek dagang bisnis

tersebut. Sedangkan pemberi waralaba adalah pihak penjual waralaba, yang

bertugas memberikan outlet dan bahan baku serta menyediakan pelatihan

operasional bisnis kepada penerima waralaba.17

3. Dasar Hukum, Kriteria dan Perjanjian Waralaba

Adapun usaha waralaba diatur secara tersirat atau yang mempunyai hubungan

dengan peraturan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan usaha waralaba

adalah sebagai berikut:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba

Dalam penelitian ini, dianalisis Pasal 3 yaitu waralaba harus memenuhi kriteria

sebagai berikut :

1) Memiliki ciri khas usaha;

2) Terbukti sudah memberikan keuntungan;

16

Gunawan Widjaja, Lisensi atau Waralaba, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm.

7. 17

Eka Dharma Pranoto, Jurus Jitu Anti Rugi Bisnis Franchise, CV. Andi Offset, Yogyakarta,

2010, hlm. 4-5

19

3) Memiliki standart atas pelayanan dan barang/ atau jasa yang ditawarkan

yang dibuat secara tertulis;

4) Mudah diajarkan dan diaplikasikan;

5) Adanya dukungan yang berkesinambungan; dan

6) Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.

b. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang

Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba

Dalam penelitian ini, dianalisis Pasal 6 yaitu perjanjian waralaba memuat

paling sedikit :

1) Nama dan alamat para pihak;

2) Jenis hak atas kekayaan intelektual;

3) Hak dan kewajiban para pihak;

4) Wilayah usaha (zone) waralaba;

5) Jangka waktu perjanjian;

6) Perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian;

7) Cara penyelesaian perselisihan;

8) Tata cara pembayaran imbalan;

9) Pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada penerima waralaba;

10) Kepemilikan dan ahli waris;

20

c. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang

Penyelenggaraan Waralaba

Dalam penelitian ini, dianalisis Pasal 9 yaitu pemberi waralaba wajib memiliki

STPUW. Hal-hal yang harus dimuat dalam prospektus penawaran waralaba

paling sedikit sebagai berikut :

1) Data identitas pemberi waralaba, yaitu fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau

paspor pemilik usaha apabila perseorangan dan fotokopi Kartu Tanda

Penduduk atau paspor para pemegang saham, komisaris dan direksi apabila

berupa badan usaha.

2) Legalitas usaha waralaba, yaitu izin teknis seperti Surat Izin Usaha

Perdagangan (SIUP), Izin Tetap Usaha Pariwisata, Surat Izin Pendirian

Satuan Pendidikan atau izin usaha yang berlaku di negara pemberi

waralaba.

3) Sejarah kegiatan usahanya, yaitu uraian yang mencakup antara lain

mengenai pendirian usaha, kegiatan usaha, dan pengembangan usaha.

4) Struktur organisasi pemberi waralaba, yaitu struktur organisasi pemberi

waralaba mulai dari komisaris, pemegang saham, dan direksi sampai dengan

ke tingkat operasionalnya.

5) Laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir, yaitu laporan keuangan atau

neraca keuangan perusahaan pemberi waralaba 2 (dua) tahun berturut-turut

dihitung mundur dari waktu permohonan prospektus penawaran waralaba

dan telah diaudit oleh akuntan publik kecuali bagi usaha mikro dan usaha

kecil.

21

6) Jumlah tempat usaha, yaitu outlet/ gerai usaha waralaba sesuai dengan

kabupaten/ kota domisili untuk pemberi waralaba dalam negeri dan sesuai

dengan negara domisili outlet/ gerai untuk pemberi waralaba luar negeri.

7) Daftar penerima waralaba, yaitu daftar nama dan alamat perusahaan dan/

atau perseorangan sebagai penerima waralaba baik yang berdomisili di

Indonesia maupun di luar negeri.

4. Objek dan Subjek Perjanjian Waralaba

Objek dalam perjanjian waralaba adalah lisensi. Lisensi adalah izin yang

diberikan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba. Lisensi dibagi

menjadi tiga macam :

a. Licence exchange contract, yaitu perjanjian antara para pesaing yang bergerak

dalam kegiatan yang sama atau memiliki hubungan yang erat, sehingga

disebabkan masalah-masalah teknis, mereka tidak dapat melakukan kegiatan

tanpa adanya pelanggaran hak-hak termasuk hak milik perindustrian dari pihak

lain.

b. Return contract, artinya perjanjian ini tampak dari luarnya saja sebagai

perjanjian lisensi, namun sebenarnya bukan perjanjian lisensi dalam arti

sebenarnya. Perjanjian tersebut dibuat semata-mata untuk tujuan

penyelundupan pajak, dengan cara seolah-olah suatu cabang perusahaan di

suatu negara tertentu membayar royalti kepada perusahaan induknya di negara

lain.

22

c. Perjanjian lisensi dalam arti sebenarnya, tanpa camouflaging effects

sebagaimana diuraikan di atas.18

Subjek hukum dalam perjanjian waralaba, yaitu :

a. Pemberi Waralaba (Franchisor), yaitu wirausaha sukses pemilik produk, jasa,

atau sistem operasi yang khas dengan merek tertentu, yang biasanya telah

dipatenkan.

b. Penerima Waralaba (Franchisee), yaitu perorangan dan/ atau pengusaha lain

yang dipilih oleh franchisor atau yang disetujui permohonannya untuk menjadi

franchisee oleh pihak franchisor, untuk menjalankan usaha dengan

menggunakan nama dagang, merek, atau sistem usaha milik franchisor, dengan

syarat memberi imbalan kepada franchisor berupa uang dalam jumlah tertentu

pada awal kerja sama dijalin (uang pangkal) dan atau pada selang waktu

tertentu selama jangka waktu kerja sama (royalty).19

5. Gambaran Umum Tahu Jenglot

Tahu Jenglot adalah suatu merek dagang yang bergerak di bidang makanan

dengan bahan dasar tahu sumedang, dilengkapi dengan isian tahunya yang terdiri

dari tumisan kol, wortel dan rasa pedas dari cabai rawit, kemudian dilumuri

dengan tepung terigu yang membuat crispy. Ide pembuatan tahu pedas crispy ini

diawali dengan banyaknya masyarakat yang menggemari gorengan, karena orang

Indonesia identik dengan makanan pedas, maka terciptalah sebuah inovasi dari

18

Handri Raharjo, Op. Cit., hlm. 135. 19

Juajir Sumardi, Aspek-Aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 21.

23

sebuah makanan yang biasa saja menjadi sebuah makanan dengan merek dagang

yang unik.

Usaha Tahu Jenglot berawal di Surabaya, pihak pertama sebagai pemilik merek

dagang Tahu Jenglot atau yang disebut pemberi waralaba (franchisor) adalah

Bapak Widantoro, sedangkan pihak kedua sebagai orang yang akan membeli

waralaba atau perpanjangan tangan dari pemilik waralaba (master franchise)

adalah Bapak Hendardi Adi Wilopo.20

Kedua belah pihak sepakat mengikatkan diri dalam suatu perjanjian tertulis yaitu

kerjasama usaha Tahu Jenglot pada 24 Oktober 2014. Di Bandar Lampung, Bapak

Hendardi Adi Wilopo telah membuka gerai Tahu Jenglot yang berlokasi di Jalan

Cik Ditiro Kemiling, Jalan Imam Bonjol di depan Bukit Kemiling Permai (BKP)

sebelah Indomart, Pujasera Kampung Baru, depan STKIP Palapa, dan di depan

Pasar Kepayang BKP. Tahu Jenglot dijual dengan harga Rp 2.000,-/ buah. Rata-

rata penghasilan yang diperoleh adalah keuntungan bersih sebesar Rp 1.000.000,-/

bulan.21

20

Hasil Wawancara dengan Bapak Hendardi Adi Wilopo, sebagai Master Franchise, tanggal

18 Juli 2018. 21

Hasil Wawancara dengan Bapak Hendardi Adi Wilopo, sebagai Master Franchise, tanggal

18 Juli 2018.

24

C. Kerangka Pikir

Penjelasan :

Kerjasama usaha Tahu jenglot adalah kerjasama usaha dengan konsep waralaba

sebagaimana tertulis dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak yaitu pihak

pertama adalah Bapak Widantoro atas nama Perusahaan Widan Terus Jaya

sebagai pemilik atau pemberi waralaba (franchisor), pihak kedua yaitu Bapak

Hendardi Adi Wilopo sebagai penerima waralaba (franchisee). Di Bandar

Lampung, Bapak Hendardi Adi Wilopo disebut juga sebagai Master Franchise

yang dapat melakukan perjanjian lanjutan. Kedua belah pihak mengikatkan diri

Bapak Widantoro

Pemberi Waralaba

(Franchisor)

Kesesuaian Kegiatan Usaha

Tahu Jenglot Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 42

Tahun 2007 tentang Waralaba.

Kesesuaian Perjanjian Usaha

Tahu Jenglot Berdasarkan

Peraturan Menteri Perdagangan

Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006

tentang Ketentuan dan Tata Cara

Penerbitan Surat Tanda

Pendaftaran Usaha Waralaba dan

Peraturan Menteri Perdagangan

Nomor 53/M-DAG/PER/2012

tentang Penyelenggaraan

Waralaba.

Bapak Hendardi

Adi Wilopo

Penerima Waralaba

(Franchisee)

Kerjasama

Usaha

Tahu Jenglot

25

dalam suatu perjanjian kerjasama usaha dengan syarat yang telah disepakati oleh

masing-masing pihak yang membuat perjanjian dan diberi nama “Surat Perjanjian

Kerjasama Usaha Tahu Jenglot”. Perjanjian yang dilakukan oleh Bapak

Widantoro dan Bapak Hendardi Adi Wilopo, termasuk kegiatan usahanya harus

memenuhi kriteria waralaba sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun

2007 tentang Waralaba, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-

DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda

Usaha Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-

DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba.

Untuk itu, penelitian ini akan mengkaji dan menganalisis kerjasama usaha yang

disebut waralaba sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007

tentang Waralaba dan kesesuaian perjanjian kerjasama usaha Tahu Jenglot sesuai

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang

Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Usaha Waralaba dan Peraturan

Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan

Waralaba.

26

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif-terapan karena

meneliti dan mengkaji mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan

hukum normatif (kodifikasi, undang-undang) secara in-action pada setiap

peristiwa hukum tertentu dengan mempelajari asas-asas hukum, norma-norma

dalam peraturan perundang-undangan, pendapat ahli hukum (doktrin-doktrin), dan

bahan kepustakaan hukum dan non hukum yang berkaitan dengan pokok

permasalahan dalam penelitian ini.22

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif, tipe penelitian

hukum deskriptif bersifat pemaparan dan betujuan untuk memperoleh gambaran

(deskriptif) lengkap tentang keadaaan hukum yang berlaku ditempat tertentu dan

pada saat tertentu atau mengenai peristiwa yang terjadi masyarakat.23

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah

melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian.

22

Bambang Sugono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, 2003, hlm. 23. 23

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,

2004, hlm. 50.

27

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

secara normatif terapan yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara lebih

dahulu merumuskan masalah dan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan

data sekunder yang berasal dari buku-buku. Selain menggunakan data dari buku-

buku, penelitian ini mengimpun data dan informasi dari para pihak-pihak dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi sumber hukum menjadi dasar rumusan masalah ;

2. Mengidentifikasi sumber-sumber bacaan yang menjadi acuan untuk melakukan

penulisan penelitian hukum ini ;

3. Mengidentifikasi pokok bahasan dan subpokok bahasan yang bersumber dari

rumusan masalah ;

4. Mengkaji secara analisis data yang bersumber dari bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan

dalam penelitian ini.24

D. Data dan Sumber Data

Dalam penelitian hukum normatif, data yang dipergunakan berupa bahan hukum

primer, sekunder dan tersier.

1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum

tetap mengikat yaitu meliputi :

a. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.

b. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang

Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha

Waralaba.

24

Ibid., hlm. 151.

28

c. Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 53/M-Dag/ Per/8/2012 tentang

Penyelenggaraan Waralaba.

d. Surat Perjanjian Kerjasama Usaha Tahu Jenglot.

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan topik

yang akan diteliti dan dapat membantu menganalisis, memahami dan

menjelaskan bahan hukum primer seperti naskah akademik rancangan undang-

undang, hasil-hasil penelitian, artikel, makalah dan karya tulis dari kalangan

hukum.

3. Bahan Hukum Tersier, yaitu segala bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder atau disebut juga

sebagai bahan hukum penunjang dalam penelitian seperti kamus, ensiklopedia,

artikel pada majalah, surat kabar atau internet.

E. Metode Pengumpulan data

Berdasarkan pendekatan masalah dan sumber data yang diperlukan, maka

pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Studi Dokumen

Studi dokumen yaitu dilakukan dengan cara membaca, meneliti dan

mempelajari serta menelaah dokumen yang ada. Dalam hal ini penulis

mempelajari buku-buku dan dokumen-dokumen serta artikel yang

berhubungan dengan waralaba. Dalam mengumpulkan data terlebih dahulu

dikumpulkan materi tertulis yang berhubungan dengan materi penelitian.

29

Kemudian dipilih buku (literatur) yang berhubungan langsung dengan masalah

yang akan dibahas dalam penelitian ini.

2. Studi wawancara

Memperoleh data dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung antara

penulis dengan pihak terkait yaitu Bapak hendardi Adi Wilopo sebagai

penerima waralaba di Bandar Lampung. Teknik wawancara yang dilakukan

adalah dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan lisan untuk dijawab dan

pertanyaan secara tertulis dan dikembangkan saat wawancara berlangsung.

F. Metode Pengolahan Data

Setelah melakukan pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data

sehingga data yang diperoleh dapat dipergunakan untuk menganalisis

permasalahan yang diteliti. Pada penelitian ini, metode pengolahan data diperoleh

melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan data, yaitu mengoreksi data yang terkumpul sudah cukup

lengkap, sudah benar dan sudah sesuai dengan masalah.

2. Klasifikasi data, yaitu menempatkan data sesuai dengan kelompok-kelompok

yang telah ditentukan dalam bagian-bagian pada pokok bahasan yang akan

dibahas, sehingga diperoleh data yang objektif dan sistematis sesuai dengan

penelitian yang dilakukan.

3. Sistematika data, yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data yang telah

ditentukan dan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara sitematis

dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisis data.

30

G. Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif,

yaitu penggambaran secara kualitatif fakta, data atau objek material yang bukan

berupa rangkaian angka, melainkan berupa ungkapan bahasa atau wacana (apapun

itu bentuknya) melalui interpretasi yang tepat dan sistematis.25

25

Wahyu Wibowo, Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah, Kompas Media Nusantara, Jakarta,

2011, hlm. 43.

31

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kesesuaian Kegiatan Usaha Tahu Jenglot Sebagai Usaha Waralaba

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba,

Pasal 1 ayat (2) dan (3) menyatakan bahwa, pemberi waralaba adalah orang

perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/

atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba.

Penerima waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan

hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/ atau menggunakan waralaba

yang dimiliki pemberi waralaba. Dalam usaha Tahu Jenglot, pihak pemberi dan

penerima waralaba adalah orang perseorangan, yaitu Bapak Widantoro sebagai

pemberi waralaba dan Bapak Hendardi Adi Wilopo sebagai penerima waralaba

yang diberikan hak oleh Bapak Widantoro untuk mengembangkan dan menjual

tahu pedas dengan merek Tahu Jenglot.

Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba

menyatakan bahwa, suatu usaha dapat disebut sebagai waralaba maka usaha

tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Memiliki ciri khas usaha;

b. Terbukti sudah memberikan keuntungan;

32

c. Memiliki standart atas pelayanan dan barang/ atau jasa yang ditawarkan yang

dibuat secara tertulis;

d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan;

e. Adanya dukungan yang berkesinambungan; dan

f. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.

Penerapan kriteria waralaba dalam kegiatan usaha Tahu Jenglot yang dilakukan

antara Bapak Widantoro dan Bapak Hendardi Adi Wilopo, menurut Pasal 3

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, agar usaha Tahu

Jenglot dapat disebut sebagai waralaba maka akan dianalisis berdasarkan

ketentuan sebagai berikut :

a. Memiliki ciri khas usaha

Ciri khas dari kerjasama usaha ini adalah penggunaan merek dagang yaitu

Tahu Jenglot, dengan tujuan untuk memudahkan konsumen mengidentifikasi

produk dan merek yang ditawarkan. Selain itu yang menjadi ciri khas usaha ini

adalah pada nama, logo dan resep tahu pedas crispy yang ditawarkan Tahu

Jenglot ini membuat konsumen akan tertarik untuk membelinya.26

b. Terbukti sudah memberikan keuntungan

Tahu Jenglot terbukti sudah memberikan keuntungan, hal ini dapat dilihat dari

berkembangnya usaha sejak 4 tahun di Bandar Lampung dan telah dibuka

beberapa gerai yaitu di depan Alfamart Jalan Cik Ditiro Kemiling, Jalan Imam

Bonjol di depan Bukit Kemiling Permai (BKP) sebelah Indomart, Pujasera

Kampung Baru, depan STKIP Palapa, dan di depan Pasar Kepayang BKP.

26

Hasil Wawancara dengan Bapak Hendardi Adi Wilopo, sebagai Master Franchise, tanggal

18 Juli 2018.

33

Selain itu, usaha Tahu Jenglot juga terdapat di Provinsi Jakarta, Surabaya, dan

Bali. Usaha Tahu Jenglot di Bandar Lampung mendapatkan keuntungan bersih

per bulan sebesar ±Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) pendapatan ini diharapkan

akan terus bertambah.27

c. Memiliki standart atas pelayanan dan barang/ atau jasa yang ditawarkan yang

dibuat secara tertulis

Menggunakan metode dan prosedur usaha serta semua pengetahuan dan

informasi yang telah dikembangkan oleh Bapak Widantoro sebagai pemberi

waralaba. Tetapi, metode dan prosedur usaha Tahu Jenglot belum dibuat secara

tertulis dalam suatu standart operasional prosedur, Bapak Widantoro sebagai

pemberi waralaba hanya memberikan pengetahuan dan informasi secara lisan

kepada Bapak Hendardi Adi Wilopo sebagai penerima waralaba.28

d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan

Salah satu syarat usaha waralaba adalah mudah diajarkan artinya bahwa usaha

yang dijalankan mudah untuk dilaksanakan sehingga penerima waralaba yang

belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat

melaksanakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan

manajemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh pihak pertama. Usaha

ini dapat dijalankan oleh siapa saja baik orang atau perusahaan yang ingin

berinventasi belum memiliki pengetahuan atau pengalaman sama sekali

mengenai kerjasama usaha Tahu Jenglot. Bapak Widantoro sebagai pemberi

27

Hasil Wawancara dengan Bapak Hendardi Adi Wilopo, sebagai Master Franchise, tanggal

18 Juli 2018. 28

Hasil Wawancara dengan Bapak Hendardi Adi Wilopo, sebagai Master Franchise, tanggal

18 Juli 2018.

34

waralaba akan memberikan bimbingan operasional dan manajemen demi

berjalannya usaha.29

e. Adanya dukungan yang berkesinambungan

Dalam usaha Tahu Jenglot, dukungan yang berkesinambungan belum

dijalankan dengan baik. Bapak Widantoro sebagai pemberi waralaba hanya

memberikan pelatihan yang dilakukan selama seminggu pertama pembukaan

gerai baru. Dilakukan pelatihan dengan tujuan untuk lancarnya usaha Tahu

jenglot yang dijalankan oleh penerima waralaba maupun karyawannya.30

f. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar

Yang dimaksud Hak Kekayaan Intelektual yang terkait dengan usaha adalah

merek, hak cipta, paten, dan rahasia dagang, yang sudah didaftarkan dan

mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang

berwenang. Kriteria ini belum terpenuhi karena perjanjian kerjasama usaha

Tahu Jenglot antara Bapak Widantoro dan Bapak Hendardi Adi Wilopo tidak

memiliki sertifikat Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar atau sedang

dalam proses pendaftaran.

Kriteria di atas ditegaskan kembali pada Pasal 2 Peraturan Menteri Perdagangan

Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba, sehingga

dapat dikatakan kriteria tersebut merupakan hal mutlak yang harus terpenuhi agar

suatu usaha layak menjadi usaha waralaba dengan syarat memiliki ciri khas usaha,

terbukti sudah memberikan keuntungan, memiliki standart operasional prosedur

29

Hasil Wawancara dengan Bapak Hendardi Adi Wilopo, sebagai Master Franchise, tanggal

18 Juli 2018. 30

Hasil Wawancara dengan Bapak Hendardi Adi Wilopo, sebagai Master Franchise, tanggal

18 Juli 2018.

35

yang dibuat tertulis, mudah diajarkan dan diaplikasikan, adanya dukungan yang

berkesinambungan, dan Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.

Berdasarkan analisis di atas, kegiatan usaha Tahu Jenglot hanya memenuhi

kriteria yaitu memiliki ciri khas usaha, terbukti sudah memberikan keuntungan,

mudah diajarkan dan diaplikasikan. Sedangkan kriteria yang belum terpenuhi

adalah standar operasional prosedur yang dibuat secara tertulis, dukungan yang

berkesinambungan dan Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.

B. Kesesuaian Perjanjian Kerjasama Tahu Jenglot Sebagai Perjanjian

Waralaba

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba Pasal 4 ayat (1)

dan (2), menyatakan bahwa waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian

tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan

memperhatikan hukum Indonesia. Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditulis dalam bahasa asing, perjanjian tersebut harus diterjemahkan

ke dalam bahasa Indonesia. Perjanjian kerjasama Tahu Jenglot dilakukan secara

tertulis dan diberi nama “Surat Perjanjian Kerjasama Usaha”, yang dibuat antara

pihak pertama adalah Bapak Widantoro sebagai pemberi waralaba dan pihak

kedua adalah Bapak Hendardi Adi Wilopo sebagai penerima waralaba di Bandar

Lampung (master franchise).

Pemberi waralaba, Bapak Widantoro harus menyampaikan prospektus penawaran

waralaba kepada Bapak Hendardi Adi Wilopo pada saat melakukan penawaran

kerjasama usaha paling singkat 2 (dua) minggu sebelum penandatanganan

36

perjanjian waralaba. hal-hal yang harus dimuat dalam prospektus penawaran

waralaba paling sedikit sebagai berikut :

a. Data identitas pemberi waralaba, yaitu fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau

paspor pemilik usaha apabila perseorangan dan fotokopi Kartu Tanda

Penduduk atau paspor para pemegang saham, komisaris dan direksi apabila

berupa badan usaha.

Dalam usaha Tahu Jenglot telah memenuhi syarat ini yaitu, fotokopi Kartu

Tanda Penduduk pihak pemberi waralaba: Bapak Widantoro dengan nomor

KTP 357820090172001 dan Kartu Tanda Penduduk pihak penerima waralaba:

Bapak Hendardi Adi Wilopo dengan nomor KTP 1871132309730003.

b. Legalitas usaha waralaba, yaitu izin teknis seperti Surat Izin Usaha

Perdagangan (SIUP), Izin Tetap Usaha Pariwisata, Surat Izin Pendirian Satuan

Pendidikan atau izin usaha yang berlaku di negara pemberi waralaba.

Usaha Tahu Jenglot telah memiliki SIUP Nomor 503/8991.A/436.6.11/2014,

sehingga usaha Tahu Jenglot dapat dikatakan telah memenuhi syarat legalitas

usaha.

c. Sejarah kegiatan usahanya, yaitu uraian yang mencakup antara lain mengenai

pendirian usaha, kegiatan usaha, dan pengembangan usaha.

Sebelum memulai kerjasama usaha, Bapak Widantoro memberikan uraian

secara lisan kegiatan usaha Tahu Jenglot kepada Bapak Hendardi Adi Wilopo

tentang pendirian usaha, kegiatan usaha, dan pengembangan usaha Tahu

37

Jenglot. Sehingga pada saat menjalankan usaha dapat berjalan dengan baik

sesuai kesepakatan.31

d. Struktur organisasi pemberi waralaba, yaitu struktur organisasi pemberi

waralaba mulai dari komisaris, pemegang saham, dan direksi sampai dengan ke

tingkat operasionalnya.

Dalam usaha Tahu Jenglot tidak ada struktur organisasi yang dimaksud dalam

syarat ini. Pihak yang terkait hanya antara pemberi waralaba dan penerima

waralaba.

e. Laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir, yaitu laporan keuangan atau neraca

keuangan perusahaan pemberi waralaba 2 (dua) tahun berturut-turut dihitung

mundur dari waktu permohonan prospektus penawaran waralaba dan telah

diaudit oleh akuntan publik kecuali bagi usaha mikro dan usaha kecil.

Laporan keuangan usaha dua tahun terakhir telah dicatat dalam laporan

keuangan usaha Tahu Jenglot yaitu keuntungan bersih per bulan sebesar ±Rp

2.000.000,- (dua juta rupiah). Laporan keuangan ini tidak diaudit oleh akuntan

publik karena usaha Tahu Jenglot hanya usaha kecil.32

f. Jumlah tempat usaha, yaitu outlet/ gerai usaha waralaba sesuai dengan

kabupaten/ kota domisili untuk pemberi waralaba dalam negeri dan sesuai

dengan negara domisili outlet/ gerai untuk pemberi waralaba luar negeri.

Jumlah usaha Tahu Jenglot di Bandar Lampung adalah 5 (lima) gerai yang

berada di depan Alfamart Jalan Cik Ditiro Kemiling, Jalan Imam Bonjol di

31

Hasil Wawancara dengan Bapak Hendardi Adi Wilopo, sebagai Master Franchise, tanggal

18 Juli 2018. 32

Hasil Wawancara dengan Bapak Hendardi Adi Wilopo, sebagai Master Franchise, tanggal

18 Juli 2018.

38

depan Bukit Kemiling Permai (BKP) sebelah Indomart, Pujasera Kampung

Baru, depan STKIP Palapa, dan di depan Pasar Kepayang BKP.

g. Daftar penerima waralaba, yaitu daftar nama dan alamat perusahaan dan/ atau

perseorangan sebagai penerima waralaba baik yang berdomisili di Indonesia

maupun di luar negeri.

Pada usaha Tahu Jenglot, daftar penerima waralaba telah tercantum dalam

surat perjanjian kerjasama usaha yaitu nama pihak penerima waralaba adalah

Bapak Hendardi Adi Wilopo, beralamat di Jalan Merak Blok C.9 Nomor 12

Wanaasri, Kemiling, Bandar Lampung.

Persyaratan di atas agar suatu usaha dapat disebut sebagai waralaba, selain pada

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang

Penyelenggaraan Waralaba, prospektus penawaran waralaba juga ditegaskan pada

Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba

dan Pasal 6 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006

tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Usaha Waralaba yang

menyatakan, perjanjian waralaba harus memuat klausul paling sedikit :

a. Nama dan alamat para pihak;

b. Jenis hak atas kekayaan intelektual;

c. Hak dan kewajiban para pihak;

d. Wilayah usaha (zone) waralaba;

e. Jangka waktu perjanjian;

f. Perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian;

g. Cara penyelesaian perselisihan;

39

h. Tata cara pembayaran imbalan;

i. Pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada penerima waralaba;

j. Kepemilikan dan ahli waris;

Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-

Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda

Pendaftaran Usaha Waralaba, maka perjanjian kerjasama usaha Tahu Jenglot di

Bandar Lampung antara Bapak Widantoro dan Bapak Hendardi Adi Wilopo,

dapat dianalisis sebagai berikut :

a. Nama dan Alamat Para Pihak

1) Nama : Widantoro, sebagai pemberi waralaba (Pihak Pertama).

Alamat : Wisata Bukit Mas, Blok E.9 Nomor 3, RT.002 RW.007, Kelurahan

Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya.

2) Nama : Hendardi Adi Wilopo, sebagai penerima waralaba (Pihak Kedua).

Alamat : Jalan Merak Blok C.9 Nomor 12 Wanaasri, Kemiling, Bandar

Lampung.

b. Jenis Hak Kekayaan Intelektual

Jenis hak kekayaan intelektual dari usaha ini adalah merek, di mana Bapak

Hendardi Adi Wilopo mendapatkan izin dari Bapak Widantoro untuk

menggunakan merek dagang yang diberi nama Tahu Jenglot. Merek Dagang

adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh

seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk

membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

40

c. Hak dan Kewajiban Para Pihak

Suatu perjanjian pasti akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak

yang sepakat mengadakan perjanjian. Berdasarkan Surat Perjanjian Kerjasama

Usaha Tahu Jenglot, hak dan kewajiban pihak pertama adalah sebagai berikut :

1) Menerima uang modal usaha sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

2) Modal usaha ini diserahkan kepada pihak pertama sebelum perjanjian

ditandatangani yaitu pada Hari Jum’at, 24 Oktober 2014 (Pasal 2).

3) Pihak pertama berhak sewaktu-waktu dapat mengubah sistem kegiatan

usaha.

4) Pihak pertama berhak memeriksa usaha dan tempat usaha pihak kedua

setiap saat dan menerima surat kuasa khusus untuk hal tersebut.

5) Memberikan persetujuan terhadap penentuan lokasi baru pihak kedua.

6) Menerima laporan keuangan periodik tiap satu bulan sekali.

7) Memberikan lisensi penggunaan merek dagang.

8) Memberikan bantuan seleksi dan pemilihan lokasi usaha.

9) Bantuan petunjuk dan pembangunan tempat usaha termasuk perlengkapan

dan peralatan.

10) Bantuan program pelatihan secara berkesinambungan dan berkala

termasuk promosi dan pemasaran;

11) Menyediakan sistem pelaporan, pembukuan keuangan, sistem promosi,

penyediaan bahan baku, dan lain-lain.33

Sedangkan hak dan kewajiban pihak kedua adalah sebagai berikut :

33

Hasil Wawancara dengan Bapak Hendardi Adi Wilopo, sebagai Master Franchise, tanggal

18 Juli 2018.

41

1) Menggunakan merek dan sistem usaha dalam jangka waktu yang telah

disepakti terhitung sejak tanggal dimulainya operasional kegiatan usaha.

2) Mengikuti program pelatihan dan kerja praktek yang diselenggarakan oleh

pihak pertama.

3) Mengajukan permohonan perpanjangan perjanjian.

4) Memiliki tempat usaha strategis.

5) Bersedia mengikuti peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi

waralaba.

6) Melakukan pembayaran uang modal usaha sebesar Rp 10.000.000,-

(sepuluh juta rupiah).

7) Bertanggung jawab terhadap segala keuntungan yang diperoleh dan atau

kerugian yang diderita yang ditimbulkan akibat pelaksanaan perjanjian

kerjasama usaha.

8) Menggunakan dan menampilkan merek dagang dan semua tanda-tanda lain

dari kegiatan usaha serta menggunakannya sesuai dengan masa berlakunya

perjanjian.

9) Mengurus ijin-ijin atas pembukaan dan pengosongan gerai dengan biaya

sendiri.

10) Mengikuti program training dan kerja praktek yang diselenggarakan pihak

pertama.

11) Menyiapkan tenaga personil, pengadaan bahan baku sampai dengan

pelayanan kepada konsumen.

12) Mengadakan pencatatan-pencatatan administrasi, pembukuan, dan laporan

lainnya yang diperlukan.

42

13) Menyerahkan kepada pihak pertama laporan periodik tentang keuangan

secara keseluruhan dan lain sebagainya.

14) Mematuhi semua petunjuk atau arahan dari pihak pertama34

.

d. Wilayah Usaha (zone) Waralaba

Wilayah usaha ini penting dicantumkan dalam perjanjian kerjasama usaha

karena untuk lebih memudahkan bagi pihak kedua untuk menentukan tempat

usahanya dan memudahkan pihak pertama dalam mengawasi gerai yang

dimiliki pihak kedua. Dengan adanya wilayah usaha berati ada batasan tertentu

dari mana dan sampai mana pihak kedua boleh mendirikan gerainya. Dalam

surat perjanjian kerjasama usaha Tahu Jenglot Pasal 4, yang dimaksud wilayah

usaha adalah di Provinsi Lampung.

e. Jangka Waktu Perjanjian

Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-Dag/Per/3/2006

tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha

Waralaba menyatakan bahwa, Jangka waktu perjanjian waralaba antara

pemberi waralaba dengan penerima waralaba berlaku paling sedikit 10

(sepuluh) tahun. Sedangkan dalam perjanjian kerjasama Tahu Jenglot,

perjanjian dimulai sejak surat perjanjian ditanda tangani yaitu pada 24 Oktober

2014. Surat perjanjian kerjasama usaha Tahu Jenglot Pasal 8 ayat (1) dan (2)

menyatakan bahwa, jangka waktu izin usaha berlaku untuk selamanya, jika

dikemudian hari pihak kedua melakukan pelanggaran secara sengaja terhadap

perjanjian ini maka pihak pertama berhak mengambil alih izin usaha Tahu

34

Hasil Wawancara dengan Bapak Hendardi Adi Wilopo, sebagai Master Franchise, tanggal

18 Juli 2018.

43

Jenglot dari pihak kedua, dan modal yang sudah dibayarkan oleh pihak kedua

menjadi hak pihak pertama seutuhnya.

f. Perpanjangan, Pengakhiran, dan Pemutusan Perjanjian

Pada saat perpanjangan perjanjian usaha Tahu Jenglot, pihak kedua tidak

sedang dalam pelanggaran perjanjian dan atau kewajiban lain yang mungkin

dimiliki. Pengakhiran dan pemutusan perjanjian akan berlaku apabila terjadi

sengketa atau salah satu pihak tidak melakukan prestasi, atau bahkan akibat

adanya perbedaan penafsiran dalam perjanjian.

g. Cara Penyelesaian Sengketa

Pasal 11 ayat (1) dan (2) Surat Kerjasama Usaha Tahu Jenglot menyatakan

bahwa, apabila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak sehubungan

dengan kerjasama ini, kedua belah pihak sepakat menyelesaikannya secara

musyawarah, dan segala sesuatu yang merupakan hasil penyelesaian

perselisihan akan dituangkan dalam suatu berita acara.

Penyelesaian musyawarah mufakat disetujui oleh para pihak untuk

menghindari perselisihan yang panjang dan memakan biaya yang mahal.

Selain itu penyelesaian sengketa melalui musyawarah mufakat memberikan

efek yang baik antara para pihak yang berselisih dimana hasil musyawarah

adalah merupakan jalan yang terbaik dalam penyelesaian suatu sengketa.

h. Tata Cara Pembayaran Imbalan

Modal usaha yang dibayar oleh pihak kedua kepada pihak pertama adalah

sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Pihak kedua wajib

membayarkan 50% dari modal usaha kepada pihak pertama pada saat

44

penandatanganan akta perjanjian dan sisanya dibayarkan pada saat pembukaan

gerai Tahu Jenglot. Dalam surat perjanjian kerjasama usaha Tahu Jenglot Pasal

5 menyatakan bahwa, keuntungan usaha adalah keuntungan bersih berupa

keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha. Nisbah keuntungan usaha

untuk pihak pertama disepakati sebesar 55% (lima puluh lima persen) dan

pihak kedua sebesar 45% (empat puluh lima persen). Penyerahan hasil

keuntungan dilakukan selambat-lambatnya 7 hari setelah jatuh tempo

pembayaran setiap tanggal 5 tiap bulannya kepada kedua belah pihak.35

Dengan diaturnya tata cara pembayaran ini akan memudahkan bagi pihak

pertama dalam mengontrol masuknya uang dari pihak kedua. Bagi pihak

kedua, dengan adanya kejelasan tentang tata cara pembayaran ini akan

memperlancar usaha tanpa adanya kendala tentang pembayaran.

i. Pembinaan, Bimbingan dan Pelatihan Kepada Penerima Waralaba

Pembinaan, bimbingan dan pelatihan yang dilakukan Bapak Widantoro kepada

Bapak Hendardi Adi Wilopo adalah berupa pelatihan seminggu pertama

pembukaan gerai Tahu Jenglot dengan memberikan fasilitas berupa gerobak,

banner, perlengkapan dan peralatan masak, serta resep masakan.36

j. Kepemilikan dan Ahli Waris

Pada bagian ini tidak dijelaskan dalam surat perjanjian kerjasama usaha Tahu

Jenglot. Tetapi dalam prakteknya telah disepakati bahwa pihak kedua dilarang

menjual atau memindah tangankan kepemilikan gerai Tahu Jenglot baik

35

Hasil Wawancara dengan Bapak Hendardi Adi Wilopo, sebagai Master Franchise, tanggal

18 Juli 2018. 36

Hasil Wawancara dengan Bapak Hendardi Adi Wilopo, sebagai Master Franchise, tanggal

18 Juli 2018.

45

sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain. Apabila ada pihak lain yang

ingin mengembangkan usaha ini maka pihak kedua wajib memberitahukan

kepada pihak pertama.37

Isi perjanjian kerjasama usaha Tahu Jenglot diharapkan dapat melindungi masing-

masing pihak, baik pemberi waralaba maupun penerima waralaba. Oleh karena

itu, penting bagi pemberi waralaba maupun penerima waralaba untuk melakukan

review terhadap isi perjanjian kerjasama usaha Tahu Jenglot sebelum melakukan

penandatanganan. Berdasarkan analisis di atas tentang perjanjian kerjasama

waralaba menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-Dag/Per/3/2006

tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha

Waralaba, perjanjian kerjasama usaha Tahu Jenglot antara Bapak Widantoro

dengan Bapak Hendardi Adi Wilopo hanya memenuhi beberapa klausul yaitu

nama dan alamat para pihak, hak dan kewajiban para pihak, wilayah usaha, jangka

waktu perjanjian, perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian, cara

penyelesaian sengketa, tata cara pembayaran imbalan, serta pembinaan,

bimbingan dan pelatihan kepada penerima waralaba. Sedangkan klausul yang

tidak terpenuhi dalam perjanjian kerjasama usaha Tahu Jenglot adalah jenis Hak

Kekayaan Intelektual, dimana dalam perjanjian kerjasama ini Hak Kekayaan

Intelektual yang berupa merek dagang belum didaftarkan. Selain itu, kalusul

kepemilikan dan ahli waris juga tidak terpenuhi dalam perjanjian kerjasama usaha

Tahu Jenglot.

37

Hasil Wawancara dengan Bapak Hendardi Adi Wilopo, sebagai Master Franchise, tanggal

18 Juli 2018.

46

Selain harus memiliki sertifikat Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar,

suatu kerjasama usaha untuk dapat dikatakan sebagai waralaba juga harus

memiliki Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba (STPUW) sebagaimana

ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba

yang menyatakan bahwa, pemberi waralaba dan penerima waralaba wajib

memiliki STPUW. Kerjasama usaha Tahu jenglot belum memenuhi syarat ini

karna legalitas usaha yang berupa STPUW belum atau tidak sedang dalam proses

pendaftaran. Legalitas usaha Tahu Jenglot hanya berupa Tanda Daftar Perusahaan

(TDP) Nomor 503/7765.D/436.6.11/2014 dan Surat Izin Usaha Perdagangan

(SIUP) Nomor 503/8991.A/436.6.11/2014. Sehingga usaha Tahu Jenglot tidak

dapat dikatakan sebagai bentuk usaha dengan pola waralaba. Berdasarkan analisis,

bentuk usaha Tahu Jenglot hanya sebagai mitra usaha atau kemitraan. Kemitraan

usaha adalah kerjasama usaha yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam

jangka waktu tertentu yang bersifat sukarela, dilandasi prinsip saling

menguntungkan sesuai kesepakatan.

47

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kegiatan usaha Tahu Jenglot sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42

Tahun 2007 tentang Waralaba harus memenuhi kriteria, yaitu memiliki ciri

khas usaha, terbukti sudah memberikan keuntungan, memiliki standar

operasional tertulis, mudah diajarkan dan diaplikasikan, adanya dukungan

yang berkesinambungan, dan Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.

Sedangkan pada usaha Tahu Jenglot kriteria yang belum terpenuhi adalah

standar operasional yang dibuat secara tertulis, dukungan yang

berkesinambungan dan Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar. Untuk

itu, kegiatan usaha Tahu Jenglot tidah dapat dikatakan sebagai kegiatan usaha

waralaba melainkan kegiatan kemitraan usaha.

2. Perjanjian kerjasama usaha Tahu Jenglot secara umum memiliki kemiripan

dengan perjanjian kerjasama dengan bentuk waralaba, namun untuk dapat

dikatakan sebagai usaha dengan sistem, model dan konsep waralaba, harus

memenuhi klausula perjanjian waralaba berdasarkan Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata

48

Cara Penerbitan Surat Tanda Usaha Waralaba. Tahu jenglot sebagai usaha

kuliner tidak dapat dikatakan sebagai bentuk perjanjian kerjasama dengan

waralaba, karena tidak memenuhi kriteria dan unsur-unsur perjanjian

kerjasama dengan waralaba secara utuh dan penuh terutama di dalam

pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (merek belum terdaftar) dan

pendaftaran sebagai usaha dengan waralaba (tidak memiliki STPUW).

Legalitas usaha Tahu Jenglot hanya berupa Tanda Daftar Perusahaan (TDP)

Nomor 503/7765.D/436.6.11/2014 dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

Nomor 503/8991.A/436.6.11/2014. Bentuk usaha yang digunakan hanya

sebatas hubungan jual beli paket bisnis kuliner yang memiliki kemiripan

dengan sistem dan konsep waralaba yaitu perjanjian kemitraan.

B. Saran

Setelah penulis meneliti dan mengamati permasalahan sebagaimana di atas, maka

penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :

1. Kepada Pemerintah dan Kementrian Hukum dan HAM, terkait mekanisme

pendaftaran dan legalitas usaha sebaiknya diadakan sosialisasi mengenai

perlunya pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual dalam hal ini merek usaha.

Permasalahannya adalah banyak pelaku usaha tidak mengetahui pentingnya

pendaftaran merek usaha yang sedang mereka jalani karena kurangnya

informasi dan sosialisasi.

2. Kepada Pelaku Usaha, perlu kiranya kesadaran akan pentingnya pendaftaran

Hak Kekayaan Intelektual maupun STPUW sebagai legalitas usaha terkait

hal-hal yang nantinya akan menimbulkan akibat hukum dikemudian hari

49

terutama dalam pendaftaran merek usaha, serta proaktif di dalam memajukan

iklim bisnis yang sehat demi kemajuan ekonomi khususnya di bidang kuliner

yang ada di kota Bandar Lampung.

50

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Achmad, Ali. 2009. Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan. Jakarta.

Kencana Prenada Media Groups.

Bambang, Sugono. 2003. Metode Penelitian Hukum. Jakarta. Raja Grafindo

Persada.

Djamal. 2009. Hukum Acara Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia.

Bandung. Rieneka Cipta.

Dari, Novairi Anki. 2011. Kaya Raya dengan Waralaba. Jakarta. Kata Hati.

Hariyani, Iswi. 2011. Membangun Gurita Bisnis Franchise. Yogyakarta. Pustaka

Yustisia.

__________ 2007. Perspektif Pengaturan Perjanjian Franchise. Jakarta. BPHN.

Maman, Ade. 2004. Hukum Perikata. Bandung. PT Alumni.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. PT Citra

Aditya Bakti.

Pietra, Saragosa. 2004. Kiat Praktis Membuka Usaha-Mewaralabakan Usaha

Anda. Jakarta. PT Elex Media Komputindo.

Queen, Douglas. 2004. Pedoman Membeli dan Menjalankan Franchise. Jakarta.

Elek Media Komputindo.

Ronny, Hanitijo Soemitro. 2002. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri.

Jakarta. Ghalia Indonesia.

Raharho, Handri. 2009. Hukum Perjanjian di Indonesia. Yogyakarta. Pustaka

Yustisia.

Salim. 2003. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia. Jakarta.

Sinar Grafika.

51

Soekanto, Soerjono. 2005. Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan

Kontrak). Jakarta. Sinar Grafika.

Sumardi, Juajir. 2005. Aspek-Aspek Hukum Franchise dan Perusahaan

Transnasional. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Sutedi, Adrian. 2008. Hukum Waralaba. Jakarta. Ghalia Indonesia.

Tunggal, Setia Hadi. 2006. Dasar-Dasar Perwaralabaan. Jakarta. Harvindo.

Tunggal, Sjahputra Iman. 2005. Franchising: Konsep dan Kasus. Harvarindo.

Jakarta.

Usman, Rahmadi. 2003. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan

Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung. Alumni.

Wibowo, Wahyu. 2011. Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah. Jakarta. Kompas

Media Nusantara.

Widjaja, Gunawan. 2002. Lisensi atau Waralaba. Jakarta. PT Raja Grafindo

Persada.

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.

Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan

dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.

Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 53/M-Dag/Per/8/2012 tentang

Penyelenggaraan Waralaba.

Surat Perjanjian Kerjasama Usaha Tahu Jenglot.

52

C. Web Site

Anonim, Waralaba, http://kamusbahasaindonesia.org/, diakses pada tanggal 27

September 2018 pukul 20.00 WIB.