pelayanan pastoral bagi istri yang berduka dan

28
Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44 17 PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN SIGNIFIKANSINYA TERHADAP PROSES PENEMUAN MAKNA HIDUP JEMAAT GEREJA KRISTEN JAWA KISMOREJO KARANGANYAR Rini Wulandari PENDAHULUAN Mengalami kehilangan bukanlah hal yang mudah untuk dilalui bagi sebagian orang. Apalagi jika kehilangan itu terjadi untuk selama-lamanya. Ada bekas luka yang ditinggalkan dan memerlukan pemulihan. Pada beberapa orang pemulihan itu membutuhkan waktu sangat lama, namun tidak demikian pada sebagian orang. Dari semua kehilangan ternyata kematian menjadi penyebab terbesar karena membutuhkan waktu cukup lama bagi seseorang untuk sembuh dari kedukaan. Apalagi jika kematian itu terjadi secara tiba-tiba atau tidak disangka-sangka. Kematian karena kecelakaan atau kekerasan yang menyebabkan orang yang ditinggalkan tidak bisa melihat jasadnya lagi secara utuh tentu meninggalkan duka yang mendalam. Oleh sebab itu cara orang menanggapi kehilangan pun sangat bervariasi. Apabila seseorang terus larut dalam kedukaannya, maka lama- kelamaan hidupnya bisa menjadi runtuh. Seseorang bisa merasa tidak bermakna dan menjadi tidak berdaya lagi karena kepergian orang yang dicintai untuk selama-lamanya. Jika hal ini dibiarkan terus dan tidak ditangani secara dini, bisa menimbulkan gejala patologis yang memerlukan penanganan lebih serius. Oleh sebab itu, pelayanan atau pendampingan pastoral pasca pemakaman sangat diperlukan. Langkah ini penting karena orang-orang yang menderita kehilangan karena kematian memerlukan penopangan. Sejauh ini pelayanan pastoral yang dilakukan kepada jemaat yang berduka di gereja yang penulis teliti, hanya diberikan pada waktu sebelum dan saat upacara pemakaman atau bila ada kebaktian penghiburan saja. Beberapa hari sesudah pemakaman tidak ada kunjungan rutin atau percakapan pastoral dari pihak gereja untuk menghibur atau membantu jemaat yang berduka keluar dari perasaan problematis yang muncul. Sedangkan jemaat memerlukan

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

17

PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG

BERDUKA DAN SIGNIFIKANSINYA

TERHADAP PROSES PENEMUAN MAKNA HIDUP

JEMAAT GEREJA KRISTEN JAWA KISMOREJO

KARANGANYAR

Rini Wulandari

PENDAHULUAN

Mengalami kehilangan bukanlah hal yang mudah untuk dilalui bagi

sebagian orang. Apalagi jika kehilangan itu terjadi untuk selama-lamanya. Ada

bekas luka yang ditinggalkan dan memerlukan pemulihan. Pada beberapa

orang pemulihan itu membutuhkan waktu sangat lama, namun tidak demikian

pada sebagian orang.

Dari semua kehilangan ternyata kematian menjadi penyebab terbesar

karena membutuhkan waktu cukup lama bagi seseorang untuk sembuh dari

kedukaan. Apalagi jika kematian itu terjadi secara tiba-tiba atau tidak

disangka-sangka. Kematian karena kecelakaan atau kekerasan yang

menyebabkan orang yang ditinggalkan tidak bisa melihat jasadnya lagi secara

utuh tentu meninggalkan duka yang mendalam. Oleh sebab itu cara orang

menanggapi kehilangan pun sangat bervariasi.

Apabila seseorang terus larut dalam kedukaannya, maka lama-

kelamaan hidupnya bisa menjadi runtuh. Seseorang bisa merasa tidak

bermakna dan menjadi tidak berdaya lagi karena kepergian orang yang dicintai

untuk selama-lamanya. Jika hal ini dibiarkan terus dan tidak ditangani secara

dini, bisa menimbulkan gejala patologis yang memerlukan penanganan lebih

serius. Oleh sebab itu, pelayanan atau pendampingan pastoral pasca

pemakaman sangat diperlukan. Langkah ini penting karena orang-orang yang

menderita kehilangan karena kematian memerlukan penopangan.

Sejauh ini pelayanan pastoral yang dilakukan kepada jemaat yang

berduka di gereja yang penulis teliti, hanya diberikan pada waktu sebelum dan

saat upacara pemakaman atau bila ada kebaktian penghiburan saja. Beberapa

hari sesudah pemakaman tidak ada kunjungan rutin atau percakapan pastoral

dari pihak gereja untuk menghibur atau membantu jemaat yang berduka keluar

dari perasaan problematis yang muncul. Sedangkan jemaat memerlukan

Page 2: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

18

pendampingan tersebut meski dari beberapa informan yang diwawancarai

belum sampai menunjukkan gejala yang mengarah kepada patologis.

Bertolak dari hal di atas, maka penulis terdorong untuk mengkaji lebih

jauh tentang pelayanan pastoral bagi jemaat yang mengalami kedukaan karena

kematian orang yang dicintai, dalam hal ini para istri yang ditinggal mati

suaminya serta bagaimana pelayanan pastoral tersebut bisa menolong

seseorang menemukan makna dalam kehidupannya.

PEMBAHASAN

KEHILANGAN YANG MENYEBABKAN KEDUKAAN

Kehilangan merupakan peristiwa yang menyedihkan bagi kebanyakan

orang apalagi jika kehilangan itu terjadi untuk selama-lamanya. Peristiwa

kehilangan tersebutdapat menyebabkan seseorang mengalami kedukaan

bahkan juga stress yang akhirnya menyebabkan sakit secara fisik maupun

psikologis.

Any loss can bring about grief: divorce, retirement from one’s job,

amputations, death of a pet or plant, departure of a child to college or athletic

game, health failures, and even the loss of confidence or enthusiasm.1

Collins menyatakan bahwa kehilangan yang membawa kedukaan bisa

dikarenakan perceraian, pensiun dari pekerjaan, diamputasi salah satu anggota

badannya, kematian binatang atau tanaman piaraan, perpisahan karena anak

masuk perguruan tinggi atau mengikuti pertandingan olahraga, gangguan

kesehatan dan bahkan kehilangan rasa percaya diri dan gairah hidup. Namun

demikian, kehilangan yang paling menyedihkan adalah ketika orang yang

dicintai atau orang yang sangat berarti meninggal dunia.

Berikut ini daftar urutan kehilangan yang menyebabkan kedukaan

bahkan stress pada seseorang menurut Thomas H. Holmes dan R.H. Rahe:2

No Peristiwa Nilai

1 Kematian suami/istri 100

2 Perceraian 73

3 Kawin tetapi hidup terpisah dari suami/istri 65

4 Penahanan di penjara atau lembaga lainnya 63

5 Kematian seorang keluarga dekat 63

1 R. Collins, Gary, Christian Counseling: A Comprehensive Guide, (Texas: Word

Books, 1980), 411. 2 Howard Clinebell, Tipe-tipeDasarPendampingandanKonseling Pastoral,

(Yogyakarta:Kanisius, 2002), 245-247.

Page 3: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

19

6 Luka-luka atau penyakit pribadi yang berat 53

7 Perkawinan 50

8 Dipecat dari pekerjaan 47

9 Perdamaian dengan suami/istri dalam perkawinan 45

10 Pensiun dari pekerjaan 45

11 Perubahan besar dalam kesehatan anggota keluarga 44

12 Kehamilan 40

13 Kesulitan seksual 39

14 Mendapat anggota keluarga baru (kelahiran, anak angkat dan

orangtua yang menumpang)

39

15 Penyesuaian dalam bisnis (penggabungan, kebangkrutan) 39

16 Perubahan status financial 38

17 Kematian seorang sahabat dekat 37

18 Perubahan jurusan/macam pekerjaan 36

19 Perubahan jumlah percekcokan dengan suami/istri 35

20 Mengambil hipotek atau pinjaman uang 31

21 Penutupan hipotek atau pinjaman 30

22 Perubahan tanggung jawab dalam pekerjaan 29

23 Anak lelaki atau perempuan meninggalkan rumah (perkawinan,

masuk perguruan tinggi)

29

24 Masalah dengan pihak mertua suami/istri 29

25 Pencapaian pribadi yang luar biasa 28

26 Istri mulai atau berhenti bekerja di luar rumah 26

27 Mulai atau berhenti dari sekolah formal 26

28 Perubahan besar kondisi hidup (membangun rumah baru, membuat

model baru, lingkungan yang buruk)

25

29 Perbaikan kebiasaan pribadi (pakaian, tata krama) 23

30 Masalah dengan boss 24

31 Perubahan besar dalam jam dan kondisi pekerjaan 20

32 Perpindahan tempat tinggal 20

33 Perpindahan ke sekolah baru 20

34 Perubahan besar dalam kebiasaan rekreasi 19

35 Perubahan aktivitas gerejawi 19

36 Perubahan aktivitas social 18

37 Mengambil hipotek untuk suatu pembelian kecil (mobil, TV,kulkas) 17

38 Perubahan dalam kebiasaan tidur 16

39 Perubahan jumlah pertemuan keluarga 15

40 Perubahan kebiasaan makan 15

41 Liburan 13

Page 4: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

20

42 Hari Natal 12

43 Pelanggaran hukum (peraturan lalu lintas) 11

Menurut skala Holmes-Rahe di ataskematian menduduki peringkat

teratas penyebab stress maupun kedukaan. Kematian menjadi penyebab

terbesar karena membutuhkan waktu cukup lama bagi seseorang untuk sembuh

dari kedukaan. Apalagi jika kematian itu terjadi secara tiba-tiba,misalkan

karena kecelakaan atau kekerasan yang menyebabkan orang yang ditinggalkan

tidak bisa melihat jasadnya lagi secara utuh. Julianto menuliskan tentang

sakitnya kematian di dalam artikelnya bahwa kematian memang menyakitkan,

terutama bagi yang ditinggalkan. Apalagi selama hidup ada hubungan batin

atau kedekatan mendalam dengan yang dipanggil Tuhan. Sakit rasanya.3

Manusia memang tidak bisa menduga datangnya kematian. Kematian

yang tiba-tiba, tidak disangka-sangka, atau kematian karena kekerasan

biasanya diikuti oleh dukacita yang lebih panjang dan sulit, daripada kematian

secara perlahan-lahan. Howard mengatakan bahwa cara orang menanggapi

kehilangan sangat bervariasi dan bergantung kepada sumber daya batin,

kualitas dan lamanya hubungan, waktu terjadinya kehilangan, apakah kematian

itu sudah diduga dan sifat dari kematian itu sendiri. Makin bergantung dan

ambivalen (mendua) hubungan itu, makin rumit penyembuhannya.4

Seorang istri (EK) yang suaminya meninggal delapan bulan yang lalu

mengatakan kepada penulis bahwa dia tidak percaya kalau suaminya

dinyatakan sudah meninggal oleh dokter karena serangan jantung yang tidak

diketahui sebelumnya. Dia berharap bahwa itu hanyalah mimpi. Kematian itu

begitu cepat dan tidak disangka-sangka. Ketika dia menyadari bahwa kematian

itu bukanlah mimpi dia merasakan kehilangan yang hebat, sakit, perasaan

menyesal bahkan perasaan bersalah yang dalam kepada almarhum.5 Pasangan

ini sudah menikah selama hampir 8 tahun dan belum dikaruniai anak. Peristiwa

kematian suaminya semakin memukul dirinya karena dia merasa akan

sendirian. Apalagi dua tahun sebelumnya ibu EK juga meninggal. Ibu EK kini

harus berjuang sendiri untuk urusan-urusan rumah tangga yang belum selesai.

Saat EK harus berhadapan dengan tugas pekerjaan laki-laki dia merasa sedih

karena biasanya sang suami yang menangani tetapi sekarang dia harus

kerjakan sendiri.

Selain ibu EK, ibu (SH) yang suaminya meninggal dua tahun yang lalu

juga menceritakan kepada penulis tentang kedukaannya karena kematian sang

3 http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/04/08/sakitnya-kematian

4 Howard Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral,

(Yogyakarta:Kanisius, 2002), 291. 5 Klien EK yang ditinggal suaminya meninggal 8 bulan yang lalu.

Page 5: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

21

suami. Berbeda dengan EK yang suaminya meninggal secara tiba-tiba, suami

SH sudah bertahun-tahun sakit diabetes dan darah tinggi. SH sering

mendampingi sang suami ke Rumah Sakit atau dokter untuk memeriksakan

penyakitnya. Ketika kematian itu menjemput, SH juga merasakan kehilangan

dan kesedihan sekalipun dia menyadari bahwa suaminya sudah tidak bisa

ditolong lagi karena penyakitnya yang makin parah.6

Memang benar bahwa kematian seorang yang menderita sakit cukup

lama akan memberi dampak berbeda dengan kematian yang sifatnya tiba-tiba.

Beberapafaktorseperti kedekatan hubungan, waktu atau sifat kematian dan usia

dari orang yang mati tersebut masing-masing dapat mempengaruhi reaksi

seseorang terhadap kematian. Olehsebabituanggota keluarga yang ditinggalkan

mestinya mendapat pertolongan yang tepat supaya rasa duka yang dialami

dapat teratasi dengan baik.

Orang-orang yang menanggung kedukaan membutuhkan waktu untuk

dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru dan ini tidak bisa terjadi

begitu saja. Mengenai hal ini Abineno mengatakan bahwa ia harus aktif. Ia

harus melakukan sesuatu. Dalam arti ia harus berusaha untuk mencernakan

kehilangan itu. Ia harus turut bekerja dalam proses kedukaannya, sehingga ia

akhirnya dapat menerima situasi baru tanpa orang yang ia cintai.7 Pelayanan

atau pendampingan pastoral pasca pemakaman bisa menjadi salah satu cara

untuk menolong seseorang keluar dari kedukaannya. Langkah ini penting

karena orang-orang yang menderita kehilangan karena kematian memerlukan

penopangan.

Hakikat Pelayanan Pastoral

Pelayanan pastoral pada dasarnya merupakan pelayanan gereja yang

mencerminkan pemeliharaan Allah terhadap ciptaan-Nya, secara khusus

terhadap manusia. Pemeliharaan ini, di dalam Alkitab, digambarkan seperti

pemeliharaan yang dilakukan gembala terhadap domba-dombanya. Menurut

John Patton, istilah “pastoral” menunjuk pada sikap yang memelihara (care)

dan mempedulikan (concern).8

Istilah pastoral ini berasal dari kata “pastor” dalam Bahasa Latin atau

dalam Bahasa Yunani disebut “poimen”, yang artinya “gembala”.9 Dalam

kehidupan gerejawi, tugas pastoral ini biasanya diserahkan kepada pendeta

6 Klien SH yang suaminya meninggal 2 tahun yang lalu.

7 J.L.Ch. Abineno, Pelayanan Pastoral Kepada Orang Berduka, Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1991, hal.5 8 John Patton, From Ministry to Theology-Pastoral Action and Reflection

(Nashville:Abingdon Press), 1990, 65. 9 Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral, Jakarta:BPK Gumung Mulia, 2007, 10.

Page 6: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

22

yang menjadi gembala bagi jemaat. Van beek menjelaskan lebih lanjut bahwa

pengistilahan ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus dan karya-Nya

sebagai “Pastor Sejati” atau “Gembala Yang Baik” (Yoh. 10). Ungkapan ini

mengacu pada pelayanan Yesus yang tanpa pamrih, bersedia memberikan

pertolongan dan pengasuhan terhadap para pengikut-Nya, bahkan rela

mengorbankan nyawa-Nya.10

Berkaitan dengan pelayanan pastoral, Aart Van Beek lebih suka

menggunakan istilah pendampingan pastoral. Istilah pendampingan berasal

dari kata kerja “mendampingi”. Mendampingi merupakan suatu kegiatan

menolong orang lain yang karena suatu sebab perlu didampingi. Orang yang

melakukan kegiatan “mendampingi” disebut sebagai “pendamping”. Keduanya

bersifat sejajar dan memiliki relasi timbal balik. Dalam hubungan antara

pendamping dan yang didampingi memang tampaknya pendamping

mempunyai fasilitas yang lebih dari orang yang didampingi. Tentu saja

haruslah orang yang lebih sehat, memiliki ketrampilan atau skill dan lain

sebagainya.11

Dengan demikian istilah pendampingan di sini, memiliki arti kegiatan

kemitraan, bahu-membahu, menemani, membagi/ berbagi dengan tujuan saling

menumbuhkan dan mengukuhkan.12

Pendampingan ini haruslah dilakukan

secara holistik atau menyeluruh baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Bukan

hanya berfokus pada problem atau gejalanya saja sehingga orang yang

didampingi bisa ditolong secara utuh.

Dalam kaitannya dengan kata “counselling” masih terdapat banyak

pandangan yang berbeda-beda. Jika kata tersebut diterjemahkan ke dalam

Bahasa Indonesia sebagai kata “pendampingan” maka akan menimbulkan arti

sempit. Kata “counselling” diambil dari kata “counsellor” yang artinya

penasehat. Sehingga istilah “counselling” pada awalnya memiliki arti lebih

kepada “pemberian nasehat atau bimbingan”. Sedangkan kata “pendampingan

atau pelayanan” mempunyai aspek yang lebih luas yang bisa meliputi juga

pemberian nasehat dan bimbingan. Jadi konseling itu merupakan salah satu

bentuk dari pendampingan atau pelayanan pastoral.

Gintings dalam bukunya menjelaskan bahwa istilah konseling yang

artinya penasehat, sudah digunakan dalam Perjanjian Lama, misalnya dalam 1

Tawarikh 27:32 dengan istilah soferim yang diterjemahkan dalam Bahasa

Inggris counsellor artinya penasehat.13

Sedangkan dalam Perjanjian Baru

istilah counselor paling sering muncul dalam hubungan dengan Roh Kudus

10

Ibid. 11

Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral, Jakarta:BPK Gumung Mulia, 2007, 9-10. 12

Ibid, 9. 13

E.P. Gintings, Konseling Pastoral Terhadap Masalah Umum Kehidupan, Bandung:

Jurnal Info Media, 2009, 9.

Page 7: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

23

(Yunani =parakletos); dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai

penghibur, penasehat dan penolong.14

Berangkat dari istilah-istilah tersebut di atas, maka sikap pastoral

haruslah mewarnai semua sendi-sendi pelayanan orang percaya oleh karena

mereka sudah digembalakan lebih dulu oleh Allah. Seorang gembala yang baik

tentu akan merawat, memperhatikan, dan memelihara kawanan domba-

dombanya. Demikian pula di dalam pelayanan pastoral yang harus kita ingat

adalah menggembalakan domba-domba Allah (1 Petrus 5:2,3). Mengasuh dan

merawat domba-domba yang terluka dan tercabik-cabik kehidupannya oleh

karena krisis kehidupan yang mereka alami, menjadi tugas utama seorang

pendamping atau pelayan pastoral.

Dalam menghadapi penderitaan atau krisis kehidupannya tersebut dan

dalam menemukan jawaban tentang tujuan hidupnya, tiap orang memiliki

peluang untuk memilih yaitu memaknai penderitaan dalam hidupnya dari segi

positif atau tidak memaknainya dengan memilih kehidupan yang hampa.

Orang-orang yang menemukan arti hidup melalui penderitaan atau krisis yang

dihadapi akan mempengaruhi kedalaman tujuan hidupnya dan juga pemulihan

yang mengubah hidupnya.15

Karena itulah pelayanan pastoral diperlukan guna

menopang orang-orang yang sedang menderita.

Salah satu cara untuk menolong orang yang berduka adalah melalui

suatu terapi yang dikenal dengan istilah konseling kedukaan. Konseling

kedukaan bertujuan membantu seseorang mengatasi kedukaan dan kesedihan

yang diakibatkan oleh kematian orang yang dikasihi atau berkaitan dengan

masalah kehidupan yang menimbulkan perasaan duka seperti misalnya

perceraian.

Grief counseling is a form of psychotherapy that aims to help people cope

with grief and mourning following the death of loved ones, or with major life

changes that trigger feelings of grief (e.g., divorce)16

.

Melalui konseling ini seseorang difasilitasi untuk mampu

mengungkapkan emosi-emosi negatif dan pikiran-pikiran berkaitan dengan

kehilangan yang dialaminya. Emosi tersebut bisa berupa perasaan cemas,

marah, bersalah, sedih, kesepian, ingin menyendiri, bingung atau bahkan

hampa. Maka jelaslah, bahwa seorang yang berduka sangat membutuhkan

pendampingan, pemberdayaan, dan juga konseling bagi permasalahan mereka

sehari-hari.

14

E.P. Gintings, Gembala dan Konseling Pastoral, Yogyakarta: ANDI, 2001, 3. 15

Rumondang Panjaitan dalam Daniel Susanto, Sekilas tentang Pelayanan Pastoral di

Indonesia, Jakarta:Majelis Jemaat GKI Menteng, 2008,160. 16

http://www.griefcounseling.com, 3 Januari 2015 pukul 22.00 wib

Page 8: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

24

BentukPelayanan Pastoral Bagi Orang yang Berduka

Pelayanan pastoral dapat mengambil berbagai bentuk baik itu berupa

kunjungan rumah tangga, percakapan biasa, percakapan pastoral, atau

pelayanan lewat surat dan telepon. Berikut ini bentuk-bentuk pelayanan

pastoral yang biasa dilakukan oleh gereja-gereja.

a. Percakapan biasa

Percakapan biasamerupakan bentuk dasar pelayanan pastoral. Inisiatif

percakapan ini berada dalam tangan jemaat dan anggota-anggotanya.

Percakapan ini bisa menjadi awal pintu masuk untuk melakukan percakapan

pastoral. Dengan jalan ini jemaat tidak akan merasa takut atau tertekan.

b. Percakapan Pastoral

Percakapan pastoral ini memiliki banyak segi psikologis dan teologis.

Percakapan ini melibatkan tiga pihak yaitu pastor, anggota jemaat dan Firman

Tuhan. Seorang pastor harus bisa menciptakan relasi yang baik dengan

anggota jemaat sehingga dia akan merasa nyaman, aman dan tenang. Sikap

empati dan mau mendengarkan jemaat menjadi syarat penting dalam

percakapan pastoral.

c. Kunjungan Rumah Tangga / Visitasi

Kunjungan rumah tangga biasanya dilakukan oleh penatua-penatua dan

diaken dalam sebuah gereja. Oleh sebab itu sebenarnya penting sekali untuk

memperlengkapi dan membina para penatua dan diaken dengan pengetahuan

teologis dan psikologis. Di satu sisi mereka akan memiliki pengetahuan

tentang Alkitab secara benar dan di sisi lain mempunyai pemahaman tentang

manusia secara utuh.

d. Supporting Group Supporting Group (kelompok penopang) adalah kelompok yang terdiri

dari orang-orang yang mempunyai komitmen untuk bertemu secara teratur

dengan tujuan saling mempedulikan, saling mendengar dan saling berbagi

pengalaman.17

17

K. Hansen “Support Groups”, Dictionary of Pastoral Care and Couseling, eds.

Rodney J. Hunter et al. (Nashville: Abingdon Press, 1990), 1243.

Page 9: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

25

Fungsi Pelayanan Pastoral

Pelayanan pastoral kepadaistri yang berduka juga harus didasarkan

pada fungsi-fungsi pelayanan pastoral. Fungsi pelayanan pastoral merupakan

tujuan-tujuan operasional yang hendak dicapai dalam memberikan pertolongan

kepada orang lain. Menurut William A. Clebsch dan Charles R. Jaekle, ada

empat fungsi dasar pastoral yaitu: menyembuhkan (healing), menopang

(sustaining), membimbing (guiding), dan mendamaikan (reconciling). Howard

Clinebell menambahkan fungsi yang kelima yaitu memelihara (nurturing).18

Pertama, fungsi menyembuhkan (healing). Suatu fungsi pastoral yang

terarah untuk mengatasi kerusakan yang dialami orang dengan memperbaiki

orang itu menuju keutuhan dan membimbingnya ke arah kemajuan di luar

kondisinya terdahulu.19

Dalam proses penyembuhan ini kita harus melihat

bahwa manusia itu tidak hidup sendiri tetapi hidup dalam suatu kelompok

sosial dan keluarga tertentu. Oleh sebab itu manusia harus dipandang secara

menyeluruh atau holistik, baik fisik, sosial, psikis maupun spiritual.

Kedua, fungsi mendukung (sustaining). Fungsi ini diwujudkan dengan

menolong orang yang sakit (terluka) agar dapat bertahan dan mengatasi suatu

kejadian yang terjadi pada waktu yang lampau, dimana perbaikan atau

penyembuhan atas penyakitnya tidak mungkin lagi diusahakan atau

kemungkinannya sangat kecil sehingga tidak dapat diharapkan lagi.20

Menurut

Clebsch dan Jaekle fungsi menopang ini terdiri dari empat tugas, yaitu:

penjagaan (preservation), penghiburan (consolation), penguatan

(consolidation), dan pemulihan (redemption).21

Sebagaimana ditegaskan oleh Hiltner bahwa fungsi menopang ini

berkaitan dengan suatu situasi yang secara keseluruhan tidak dapat diubah atau

sekurang-kurangnya tidak dapat diubah pada saat ini.22

Sehingga seringkali

orang-orang yang ditopang dalam pelayanan pastoral mempertanyakan

penyebab dari penderitaan yang mereka alami. Hal ini dapat dilakukan atau

diterapkan kepada orang-orang yang sakit terminal, orang yang berduka karena

kematian, korban bencana alam, korban kekerasan dan lain sebagainya.

Mereka sangat membutuhkan pelayanan pastoral dalam bentuk penopangan.

Ketiga, fungsi membimbing (guiding). Fungsi membimbing digunakan

untuk membantu orang yang berada dalam kebingungan dalam mengambil

18

Clebsch & Jaekle dalam Daniel Susanto, Pelayanan Pastoral di Indonesia pada

Masa Transisi, Jakarta:STT Jakarta, 2006, 29. 19

Clebsch &Jaekle dalam Howard Clinebell, Op.Cit., 53 20

Clebsch &Jaekle dalam Howard Clinebell, Op.Cit., 53 21

Clebsch & Jaekle dalam Daniel Susanto, Pelayanan Pastoral di Indonesia…., 30 22

Seward Hiltner, Preface to Pastoral Theology (Nashville, Tennessee: Abingdon

Press, 1958), 116.

Page 10: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

26

pilihan yang pasti (meyakinkan di antara berbagai pikiran dan tindakan

alternatif/pilihan), pilihan yang dipandang mempengaruhi keadaan jiwa

mereka sekarang dan pada waktu yang akan datang.23

Keempat, fungsi memulihkan (Reconciling). Fungsi ini merupakan

usaha membangun kembali hubungan-hubungan yang rusak di antara manusia

dan sesama manusia dan di antara manusia dengan Allah.24

Dasar pelayanan

pendamaian sebenarnya terletak dalam karya pendamaian Kristus. Kristuslah

yang telah mendamaikan manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya

dan manusia dengan alam. Di dalam upaya pendamaian pengampunan

memainkan peranan yang sangat penting.25

Seorang istri yang berduka perlu

mendapatkan pendampingan guna mengatasi konflik-konflik yang mungkin

masih ada baik itu dengan almarhum atau kerabat dekat. Sebab bagaimana pun

tidak bisa dipungkiri bahwa sekarang ini banyak terjadi baik itu konflik sosial

maupun konflik antar pribadi.

Kelima, fungsi memelihara atau mengasuh (nurturing). Fungsi ini

memampukan orang untuk mengembangkan potensi-potensi yang diberikan

Allah kepada mereka,di sepanjang perjalanan hidup mereka dengan segala

lembah-lembah, puncak-puncak dan dataran-datarannya.26

Melalui pelayanan

pastoral yang bersifat memelihara ini diharapkan potensi-potensi yang belum

dikembangkan dalam diri individu dapat diupayakan secara maksimal.

Dasar Alkitabiah Pelayanan Pastoral

Pelayanan pastoral dengan Alkitab memiliki hubungan timbale balik.

Di satu sisi pelayanan pastoral menghidupkan kebenaran Alkitabiah dengan

membiarkan kebenaran tersebut dialami sendiri oleh klien, di sisi lain Alkitab

member penerangan atau memperjelas dalam praktik pelayanan pastoral.

Berkaitan dengan alasan-alasan di atas, kita melihat dalam Alkitab

bahwa tujuan kedatangan Yesus ialah supaya orang mempunyai hidup dan

mempunyainya dalam segala kelimpahan (Yohanes 10:10). Hidup dalam

segala kelimpahan adalah cara Alkitab untuk menyatakan kesehatan secara

holistik atau utuh yang berpusat pada Roh Kudus.

Allah telah menciptakan manusia dalam keserupaan dengan diri-Nya,

namun dosa telah merusaknya. Pribadi yang utuh dalam diri manusia telah

dikacaubalaukan oleh dosa. Tentu saja ini menghambat seseorang untuk

melihat bahkan mengembangkan hal-hal unik yang ada dalam dirinya.

23

Op.cit, 53 24

Ibid 25

Daniel Susanto, Pelayanan Pastoral di Indonesia pada Masa Transisi…, 32 26

Ibid, 53

Page 11: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

27

Disinilah peran pelayanan pastoral menjadi penting yaitu untuk

mengembangkan keunikan kepribadian menuju keserupaan dengan Allah.

Tuhan Yesus juga menasihatkan dalam Yohanes 13:34 supaya kita

saling mengasihi sama seperti Dia telah mengasihi kita. Kasih merupakan

dasar di dalam kita melakukan pendampingan dan konseling pastoral. Tanpa

kasih, sulit bagi kita untuk duduk diam mendengarkan keluhan atau

permasalahan orang yang kita dampingi.

Demikian juga sikap menggembalakan merupakan sikap yang

dituntut dari seorang pendamping atau konselor. Rasul Petrus di dalam

suratnya 1 Petrus 5:2,3 mengatakan demikian: “Gembalakanlah kawanan

domba Allah yang ada padamu jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela

sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan,

tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau

memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu

menjadi teladan bagi kawanan domba itu”.

Langkah-langkah Pelayanan Pastoral kepada Orang Berduka

Gary R. Collins menekankan tiga hal utama yang harus diperankan

oleh pendeta dan jemaat di dalam melakukan pelayanan pastoral bagi orang

yang berduka. Pertama, mereka harus menyampaikan penghiburan dari

Alkitab. Alkitab melukiskan kematian sebagai sebuah kemenangan yang besar

bagi orang percaya dan sesuatu yang harus disambut (Filipi 1:21). Melalui

kematian dan kebangkitan-Nya Kristus telah mengalahkan kematian

sehingga setiap orang percaya diyakinkan akan kehidupan kekal di dalam

Tuhan (Yoh. 3:16;14:1-3; 1Kor.15:54-57; 1Tes.4:13-18). Tuhan Yesus juga

menjanjikan penghiburan bagi mereka yang berdukacita (Mat. 5:4) dan Ia juga

menjelaskan bahwa Roh Kudus adalah Penghibur (Yoh.14:26) yang akan

selalu hadir di saat-saat berduka. Hanya Kristuslah yang memberikan damai

yang sejati dan kita seharusnya mengingatkan seorang akan yang lain tentang

hal ini di saat berdukacita.27

Kedua, pemimpin gereja dapat membantu di dalam persiapan

pemakaman. Pendeta atau pelayan gereja dapat membantu keluarga yang

berduka untuk membuat keputusan berkaitan dengan tipe dan harga peti,

tempat pemakaman dan hal-hal lainnya. Dia juga dapat memimpin di dalam

pujian yang menguatkan yang menyatakan penghiburan dari Kristus serta

menolong orang yang berduka untuk menerima kenyataan kematian tersebut.28

27

Gary R. Collins, Effective Counseling, (Illinois:Published by Creation House, 1972),

149. 28

Ibid, 150

Page 12: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

28

Ketiga, pemimpin gereja seharusnya melakukan pembimbingan atau

pendampingan selama masa penyesuaian kembali. Ketika pemakaman telah

berakhir, bunga-bunga pun menjadi layu dan banyak keluarga yang pulang ke

rumah mereka masing-masing, maka bulan-bulan selanjutnya sering diliputi

rasa sepi dan menyakitkan. Pada saat-saat seperti inilah orang-orang Kristen

harus mampu memberikan penghiburan dan perhatian kepada orang yang

berduka.29

Para gembala jemaat dan anggota jemaat bisa melakukan kunjungan

rutin kepada orang yang berduka agar mereka tidak merasa ditinggalkan atau

harus berjuang sendirian. Fakta yang seringkali terjadi adalah banyak anggota

jemaat maupun pemimpin gereja ikut mengundurkan diri bersama dengan

selesainya upacara penguburan. Sesudah itu mereka tidak lagi melakukan

kunjungan karena dianggap rasa duka itu sudah berlalu atau akan berlalu

setelah satu bulan kemudian.

Seorang yang berduka karena kehilangan orang yang dicintai

memerlukan kebutuhan-kebutuhan khusus agar luka yang dialami tidak lagi

menyakitkan. W.F. Rogers, seorang pendeta Rumah Sakit yang

berpengalaman, telah mendaftarkan kebutuhan-kebutuhan tersebut sebagai

berikut:30

1. Kebutuhan akan dukungan dari orang lain. Pada saat berdukacita,

penting sekali untuk memiliki orang-orang di sekitar kita misalnya

jemaat gereja yang bisa hadir dan mau mendengarkan atau berbagi.

2. Kebutuhan untuk bisa menerima kenyataan akan kehilangan tersebut.

Pengetahuan intelektual seseorang akan kenyataan bahwa orang yang

dicintainya telah mati berbeda dengan penerimaan emosionalnya.

Orang yang berduka harus melewati proses yang menyakitkan dalam

menerima kenyataan kehilangan itu. Proses ini bisa berlangsung

berbulan-bulan dan ini mestinya dipahami oleh orang-orang yang ada

disekitarnya.

3. Kebutuhan untuk menyatakan kesedihan. Pada waktu Tuhan Yesus tiba

di rumah Maria dan Marta menghadiri kematian Lazarus, Yesus

menangis bersama-sama mereka (Yoh. 11:35). Seorang gembala jemaat

hendaknya juga tidak melarang jika seorang yang berduka harus

mencurahkan perasaan-perasaannya. Hal ini merupakan bagian yang

29

Ibid 30

Id. at. 146-148

Page 13: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

29

penting dalam kedukaan baik bagi orang percaya maupun orang tidak

percaya.

4. Kebutuhan untuk mengungkapkan dengan kata-kata permusuhan dan

rasa bersalah. Kata-kata yang penuh kemarahan bisa saja ditujukan

kepada orang lain maupun Tuhan bahkan terkadang ada kemarahan

terhadap orang yang sudah meninggal tersebut. Hal ini nampaknya

tidak rasional namun sebenarnya reaksi tersebut merupakan ungkapan

frustasi mereka. Ketika orang yang berduka menyadari bahwa ia marah

dengan Tuhan maka seringkali muncul perasaan bersalah yang besar.

5. Kebutuhan untuk membangun hubungan yang baru. Orang yang

berduka harus menemukan relasi-relasi yang baru. Menjalin relasi baru

ini menjadi bagian yang penting guna menolong orang yang berduka

sembuh dari kedukaannya.

Bertolak dari penjelasan di atas, maka pelayanan kepada orang yang

berduka menjadi amat penting. Pelayanan ini tidak bisa jika hanya dilakukan

dengan ketrampilan saja namun harus dengan keikhlasan, kepekaan dan

kelembutan khusus, simpati dan empati. Billy Graham menambahkan bahwa

kita perlu bergantung pada pimpinan Roh Kudus. Terlalu gampang dan banyak

bicara, atau memberikan jawaban, adalah bertindak lancang. Ucapan-ucapan

kita harus tulus dan bermakna, peka dan tepat dengan situasi tersebut, sebab

hiburan sejati bagi orang yang berduka tergantung di mana sesungguhnya dia

berada dalam proses dukanya.31

Hakikat Kedukaan

Pada bagian ini, Penulis juga mengemukakan hal-hal yang

berhubungan dengan kedukaan, antara lain pengertian kedukaan, jenis-jenis

kedukaan, tahap-tahap kedukaan, serta akibat kedukaan.

Pengertian Kedukaan

Kedukaan seringkali diartikan sebagai penderitaan karena didalamnya

seseorang mengalami kerugian. Kerugian ini bisa disebabkan faktor

kehilangan sesuatu yang dicintai. Hal ini bukan hanya berkaitan dengan barang

atau materi tetapi juga orang-orang yang dicintai seperti suami, istri, anak-anak

31

Billy Graham, Buku Pegangan Pelayanan, (Penerbit: Persekutuan Pembaca

Alkitab), 55-59.

Page 14: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

30

atau orangtua. Guna memahami lebih jelas tentang kedukaan, maka terlebih

dulu perlu dipahami pengertian kedukaan secara umum dan pengertian

kedukaan menurut pandangan Alkitab.

a. Kedukaan Menurut Pandangan Umum

Istilah dukacita atau kedukaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

berarti kesedihan atau kesusahan. Kata ini berarti menunjuk kepada keadaan

dukacita yang dialami.32

Webster’s Dictionary mendefinisikan kata grief atau

kedukaan yaitu 1) deep and painful sorrow as that caused by someone’s death.

2) something that causes such sorrow.33

Jadi istilah grief (kedukaan) adalah

keadaan dukacita yang mendalam dan menyakitkan sebagai reaksi karena

kehilangan sesuatu yang penting dalam hidup seseorang. Kehilangan tersebut

bisa karena kematian orang yang dicintainya.

Menurut Abineno, kedukaan lebih dari penderitaan: kedukaan bukan

saja terbatas pada apa yang kita rasakan, kedukaan juga mencakup apa yang

kita pikirkan, apa yang kita ingini atau kehendaki, malahan juga apa yang kita

lakukan atau kerjakan.34

Lindemann menyebut proses untuk sembuh dari luka

kedukaan ini sebagai grief work (kerja kedukaan). Proses grief work ini

melibatkan tiga hal yaitu individu mencoba melepaskan ikatan dengan orang

yang meninggalkan dirinya, individu menyesuaikan diri dengan keadaan yang

baru tanpa orang yang dikasihi, dan individu mencoba membina hubungan

yang baru dengan sesamanya.35

Pengalaman kedukaan bisa berdampak negatif dalam hidup seseorang.

Kedukaan berdampak negatif bila orang yang mengalaminya menekan

kedukaan tersebut dan tidak berjuang untuk menyelesaikannya sehingga

menyerap habis energi dan kreativitasnya. Makin lama proses

penyembuhannya maka makin besarlah akibat luka yang akan dialami. Seluruh

dimensi kehidupannya baik fisik, emosi, pikiran, sosial maupun spiritual bisa

menjadi lumpuh.

Kedukaan juga menimbulkan reaksi yang berbeda-beda dalam diri tiap

orang. Secara khusus kedukaan akibat kematian dapat meninggalkan

pengalaman pahit yang menyakitkan. Reaksi seseorang terhadap kedukaan

karena kematian berbeda-beda: ada yang pasif (menyerah karena kematian

32

HasanAlwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Pendidikan Nasional,

2001, 278. 33

David B. Guralnik, Webster’s New World Dictionary. (California: California State

Department of Education, 1967), 310. 34

J.L. Ch.Abineno, Pelayanan Pastoral Kepada Orang Yang Berduka, (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1991), 1. 35

E.P. Gintings, Konseling Pastoral Terhadap Masalah Umum Kehidupan, (Bandung:

Jurnal Info Media, 2009), 135.

Page 15: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

31

atau kehilangan itu mereka lihat sebagai “kejadian yang dikehendaki oleh

Allah”), ada yang agresif (mengeluh, memberontak, memprotes, karena tidak

bisa menerima kematian atau kehilangan itu) dan ada pula yang depresif

(tertekan karena mereka tidak mampu menanggung beban penderitaan yang

disebabkan oleh kematian atau kehilangan itu).36

Oleh sebab itu, ketrampilan

yang konstruktif untuk menanggulangi dampak kehilangan sangat dibutuhkan

sehingga individu akan mengalami proses penyembuhan yang lebih cepat.

Satu hal yang perlu diketahui bahwa kedukaan merupakan suatu

proses. Hal ini berarti bahwa kedukaan itu membutuhkan waktu sehingga

seseorang bisa menyesuaikan diri dengan situasi yang baru. Dia harus berlatih

hidup tanpa orang yang dicintai. Kedukaan membutuhkan aktivitas yang

seringkali menyita tenaga atau energi. Namun demikian, pada titik tertentu

kedukaan ini akan berhenti. Ia tidak akan berlangsung selama-lamanya .

b. Kedukaan Menurut Pandangan Alkitab

Ada beberapa istilah yang dipakai untuk menggambarkan dukacita atau

kedukaan dalam Alkitab, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.

Berikut ini akan dijelaskan arti dari istilah-istilah kedukaan baik dalam Kitab

Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.

c. Kedukaan dalam Perjanjian Lama

Ada beberapa istilah dalam Perjanjian Lama yang dipakai untuk

menunjukkan keadaan dukacita, antara lain:

1. Kata marar. Kata ini menjelaskan mengenai kepedihan hati. Pengertian

kata ini dihubungkan dengan kesengsaraan bangsa Israel di Mesir (Kel.

1:14); marah oleh karena mengalami penderitaan dan Allah nampaknya

tidak adil dalam memelihara seseorang dari keadilan (Ayub 7:11; 23:2);

tangisan yang tidak dapat dikendalikan oleh kemandulan (1 Sam. 1:10);

kesedihan karena keadaan hidup tidak dapat diubah (Ayub 9:18);

kepedihan hati karena kematian anak yang dikasihi (Kej. 37:34; 1 Sam.

30:6; 2 Raj. 4:27; Zakh. 12:10).37

2. Kata yagon. Kata ini berbicara mengenai kedukaan karena menanggung

penderitaan dan kesesakan. Kata ini biasa digunakan dalam konteks

ratapan (Kej. 42:38; 44:31; Ayub 19:2; Maz. 31:10; 107:39; 116:3; Yer.

8:18; Rat. 1:4,5,12; 3:32,33; Yeh. 23:33).38

36

J.L. Ch.Abineno, Pelayanan Pastoral Kepada Orang Yang Berduka, (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1991), ix. 37

John E. Hartley, “marar”, Dictionary of Old Testament and Exegesis Vol. 2.

Michigan: Zondervan Publishing House, 1997, 1110. 38

Rosemary Nixon, “yagon” Dictionary of Old Testament….., 396

Page 16: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

32

3. Kata ke’ebh. Kata ini menjelaskan keadaan dukacita karena penderitaan

yang dialami oleh seseorang, secara pribadi (Yer. 15:18) maupun

kelompok (Yes. 65:14). Hal ini bisa berarti penderitaan secara fisik (Kej.

34:25) dan penderitaan batin (hati: Amsal 14:13; Yes. 65:14).39

Dengan demikan, dukacita atau kedukaan dalam Perjanjian Lama tidak

hanya mengarah kepada dukacita karena kematian seseorang, namun dukacita

juga bisa disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar yang

menyebabkan seseorang menjadi sedih, gelisah, sengsara, sakit hati dan

sebagainya.

d. Kedukaan dalam Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru ada beberapa istilah yang dipakai untuk

menunjukkan keadaan dukacita. Beberapa kata yang dipakai untuk

menunjukkan kedukaan itu antara lain:

1. Kata pentheo dalam Matius 5:4 diterjemahkan berdukacita, berkabung,

meratap. Penggunaan kata dukacita ini dihubungkan dengan kematian

seseorang yang dikasihi atau orang yang dekat.40

Kata pentheo dalam

Septuaginta sering digunakan, yang menunjuk kepada keadaan dukacita

yang diekspresikan dengan air mata, meratap dan berkabung di dalam

upacara pemakaman (meratap bagi yang meninggal: Kejadian 23:2; Mark.

16:10).41

2. Kata Lupe. Kata ini menunjuk kepada dukacita yang disebabkan oleh sakit

secara fisik dan emosional, perasaan cemas, gentar, takut dan

sebagainya.42

Yesus pernah mengalami ketakutan dan kegentaran sebelum

kematian-Nya (Mat. 26:37-38). Namun dalam kegentaran-Nya, Dia berdoa

dan berserah kepada Bapa-Nya.

Jenis-jenis Kedukaan

Perasaan duka dialami oleh seseorang ketika ia menyadari bahwa ada

sesuatu yang hilang dari dirinya. Kedukaan tidak hanya berkaitan dengan

39

Rosemary Nixon, “yagon” Dictionary of Old Testament….., 396 40

Thomas McComiskey, “pentheo”, Dictionary of New Testament Theology Vol. 2.

Michigan: Zondervan Publishing House, 1979,421. 41

H. Balz, Exegetical Dictionary of New Testament Vol. 3. Michigan: Wm. B.

Eerdmans Publishing Company. 1991, 69. 42

Hadi P. Sahardjo, Konseling Krisis dan Terapi Singkat, (Bandung: Pioner Jaya,

2006),13.

Page 17: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

33

kematian tetapi juga karena perceraian, kehilangan pekerjaan, kehilangan harta

benda atau putus cinta.

Dua macam dukacita atau kedukaan yang terjadi pada seseorang ada

yang normal (uncomplicated grief) dan tidak normal (pathological grief).

Kedukaan normal biasanya berlangsung pendek dan dapat diatasi dengan baik

oleh penderitanya. Kedukaan normal disebut juga sebagai “uncomplicated

grief.”43

Kedukaan jenis ini sering melibatkan kesedihan, perasaan sakit,

kesepian, marah, depresi, gangguan fisik dan perubahan dalam relasi dengan

orang lain. Sebagaimana dikatakan oleh Gary R. Collins sebagai berikut :

Normal grief often involves intense sorrow, pain, loneliness, anger,

depression, physical symptoms and changes in interpersonal relations, all of

which comprise a period of deprivation and transition that may last for as

long as three years or more.44

Sebaliknya, kedukaan yang patologis (kedukaan normal yang berubah

menjadi dukacita yang tak terselesaikan) biasanya berlangsung lama dan

berlarut-larut. Penderita yang mengalami dukacita patogenik tidak mampu

mengelola kedukaannya dengan baik sehingga kehidupannya terganggu.

Tanda-tanda umum pathological grief antara lain :45

1. Keyakinan yang semakin kuat bahwa dirinya tidak berharga, suatu

usaha yang menghukum diri sendiri.

2. Sikap tetap menghidupkan si orang yang sudah meninggal.

3. Tingkah laku anti sosial.

4. Kecenderungan menyengsarakan diri sendiri.

5. Sikap bermusuhan.

6. Rasa bersalah yang berlebihan.

7. Melarikan diri ke minuman keras dan obat-obatan yang berlarut-

larut.

8. Menolak sama sekali kontak dengan orang lain.

Tahap-tahap Kedukaan

Setiap individu memiliki cara yang unik dalam melewati masa-masa

duka. Elisabeth Kubler-Ross membagi tahapan kedukaan ke dalam lima

tanggapan emosi yang berbeda, yaitu:

43

G.L. Engel, “Is Grief a Disease? A Challenge for Medical Research in Christian

CounselingBook by Gary R. Collins, 414. 44

Gary R. Collins, Christian Counseling:A Comprehensive Guide, (Texas: Word

Books, 1982), 414. 45

E.P. Gintings, Konseling Pastoral TerhadapMasalahUmumKehidupan, (Bandung:

Jurnal Info Media, 2009), 137.

Page 18: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

34

1. Denial and Isolation (Penyangkalan dan pengasingan). Penyangkalan

merupakan satu indikasi adanya guncangan dalam diri seseorang. Kubler

menjelaskan fungsi denial (penyangkalan) sebagai sebuah penahan

terhadap berita yang mengguncangkan yang tidak diharapkan “Denial

functions as a buffer after unexpected shocking news, allows the patient to

collect himself and, with time, mobilize other, less radical defenses”. 46

2. Anger (Kemarahan): Pada tahap ini seseorang akan mengalami rasa

marah, geram, iri hati atau benci. Dia bisa marah terhadap orang-orang

disekelilingnya bahkan juga kepada Tuhan. Kubler menjelaskan di dalam

bukunya “When the first stage of denial cannot be maintained any longer,

it is replaced by feelings of anger, rage, envy and resentment”.47

3. Bargaining (tawar-menawar): Tawar-menawar merupakan usaha untuk

menunda peristiwa yang pasti terjadi. Biasanya seseorang akan

menyatakan janji-janjinya kepada Tuhan seandainya tawaran yang dia

ajukan itu dikabulkan. Kubler menyatakan hal ini sebagai berikut “The

bargaining is really an attempt to postpone; it has to include a prize

offered “for good behavior”, it also sets a self-imposed “deadline” (e.g.,

one more performance, the son’s wedding), and it includes an implicit

promise…”.48

4. Depression (depresi): Seseorang merasa tidak berhasil pada tahap pertama

yaitu penyangkalan, demikian pula tahap kemarahan dan tawar-menawar.

Akhirnya depresi mulai menyerangnya. Norman mencatat ada dua macam

depresi, yaitu depresi reaktif (memikirkan kenangan-kenangan masa lalu)

dan depresi persiapan (memikirkan kehilangan-kehilangan yang akan

datang). Ini adalah saat dimana seseorang mengungkapkan kesedihannya

yaitu dengan cara mengeluarkannya.49

5. Acceptence (penerimaan): Pada tahap ini seseorang mulai menerima

kenyataan yang tak terelakkan itu. Dia juga bisa mengalami suatu keadaan

kurang suka berbicara karena kehilangan minat terhadap hal-hal

disekitarnya. Komunikasi non-verbal lebih berarti daripada komunikasi

verbal pada tahap ini.

46

Elisabeth Kubler-Ross, On Death and Dying, (New York: Macmillan, 1969), 35 47

Elisabeth Kubler-Ross, On Death..., 44. 48

Elisabeth Kubler-Ross, On Death..., 73. 49

H. Norman Wright, Konseling Krisis: Membantu Orang Dalam Krisis dan Stress,

(Malang: Gandum Mas, 1996), 173.

Page 19: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

35

Akibat Kedukaan

Berikut ini akan dibedakan akibat umum dan akibat khusus yang

dimunculkan oleh kedukaan.

a. Akibat Umum

Beberapa akibat yang umumnya terjadi dalam diri orang yang berduka

adalah menangis. Menangis merupakan ungkapan perasaan kesedihan yang

mendalam (expresses deep feelings) dan untuk melepaskan ketegangan

(release tension).50

Pengaruh lain yang muncul adalah gangguan tidur dan

depresi. Selain itu juga diikuti oleh gangguan fisik seperti sakit kepala, lemas,

napas pendek-pendek, kehilangan selera makan atau justru bertambah selera

makannya.

Individu yang mengalami kedukaan juga dapat diserang kecemasan

(anxiety), perasaan kosong (inner emptiness), rasa bersalah (guilty), kemarahan

(anger), lekas marah (irritability), menarik diri dari orang lain (withdrawal

from others), kelalaian (forgetfulness), penurunan ketertarikan terhadap seks

(declining interest in sex), bermimpi tentang almarhum (dream about the

deceased), mimpi buruk (nightmares), salah dalam penilaian (errors in

judgement) dan perasaan kesunyian (feelings of loneliness).51

b. Akibat Khusus

Akibat khusus ini terjadi pada kedukaan yang bersifat patologis yaitu

ketika kedukaan normal disangkal, ditunda dan disimpangkan. Hal ini terjadi

pada kasus-kasus kematian mendadak atau tidak diharapkan, individu sangat

bergantung pada almarhum, terjadi hubungan yang mendua hati (antara benci

dan cinta), ada urusan-urusan yang belum terselesaikan antara yang berduka

dengan almarhum (pertengkaran yang belum diselesaikan, kesalahpahaman

atau kasih yang belum sempat dinyatakan). Penyebab lainnya bisa karena

kematian yang tragis seperti kecelakaan, pembunuhan, atau bunuh diri. 52

Gejala-gejala yang menyertai kedukaan patologis biasanya adalah

social withdrawal (menyendiri dan tidak mau bertemu orang lain), minum

minuman keras, cenderung menyengsarakan diri sendiri, sikap kasar dan

bermusuhan bahkan sampai mencoba bunuh diri.

50

Gary R. Collins, Christian Counseling: A Comprehensive Guide, (Texas: Word

Books, 1982),417. 51

Gary R. Collins, Christian Counseling..., 417-418 (disadur). 52

Garry R. Collins, Christian Counseling..., 418 (terjemahan ).

Page 20: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

36

Hakikat Makna Hidup

Pada pokok bahasan ini, Penulis akan mengemukakan tentang

pengertian makna hidup, sumber-sumber makna hidup, proses penemuan

makna hidup, serta makna hidup dalam terang Alkitab.

Pengertian Makna Hidup

Makna hidup (the meaning of life) adalah hal-hal yang dianggap sangat

penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga

layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life).53

Menurut Viktor

E. Frankl yang dikutip oleh Lusiana,54

setiap kehidupan mempunyai makna

dan kehidupan sendiri adalah suatu tugas yang harus dijalani. Dalam keadaan

dan situasi apapun juga, makna hidup dapat ditemukan. Dalam berbagai

keadaan bahkan keadaan yang sulit dan tidak menyenangkan sekalipun, makna

hidup tetap dapat ditemukan. Penderitaan dan kepedihan, tidak dapat

meniadakan makna hidup. Dalam peristiwa tragis pun, di situ makna hidup

dapat dicari dan ditemukan. Seperti dalam keadaan sakit, bersalah, kematian

dan bahkan perceraian sekalipun.

Viktor E. Frankl dalam bukunya mengutip kisah tentang Jerry Long

yang diceritakan dalam majalah Texarkana Gazette demikian, “Jerry Long

menderita kelumpuhan dari leher ke bawah (quadriplegic) akibat kecelakaan

saat menyelam tiga tahun lalu. Dia berumur 17 tahun ketika kecelakaan terjadi.

Sekarang dia menggunakan tongkat mulut untuk mengetik. Dia mengikuti dua

kursus di Sekolah Kejuruan melalui sambungan telepon khusus. Dia juga

mengisi waktunya dengan membaca, menonton televisi dan menulis. Jerry

menulis kata-kata dalam sebuah surat kepada Frankl bahwa dia memandang

hidupnya dengan penuh makna dan tujuan. Dia juga menuliskan “Leher saya

memang patah tetapi itu tidak akan mematahkan hidup saya”. 55

Long telah

melakukan upaya kreatif untuk mengubah situasi yang membuatnya menderita.

Setiap individu memiliki kemampuan untuk mengatasi suatu keadaan

atau peristiwa yang menimpa kehidupannya. Kalaupun seseorang sudah

berusaha namun tidak bisa mengatasinya dengan baik, maka sebenarnya ia

memiliki kemampuan untuk tetap dapat bersikap dengan tepat. Jadi sekalipun

seseorang tidak bisa mengubah suatu peristiwa atau keadaan yang

53

H.D. Bastaman, Logoterapi: Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup dan

Meraih Hidup Bermakna, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, 45. 54

Lusiana S. & Henny E.W., Penghayatan Makna Hidup Perempuan Bercerai,

Jakarta: Jurnal Ilmiah Psikologi “ARKHE”, 2001, th. 6, No. 2, 47. 55

Viktor E. Frankl, Optimisme Di Tengah Tragedi-Analisis Logoterapi,

Bandung:Nuansa, 2008, 224.

Page 21: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

37

menimpanya, namun ia bisa mengubah sikap dalam meresponi peristiwa yang

terjadi. Viktor E. Frankl mengatakan bahwa cara manusia menerima nasibnya

dan semua penderitaan yang terkait dengan nasib tersebut, cara dia memanggul

bebannya, memberi dia cukup kesempatan-bahkan dalam situasi yang paling

sulit sekalipun untuk memperdalam makna hidupnya.56

Seringkali situasi yang paling sulit dalam kehidupan seseorang justru

memberi kesempatan kepadanya untuk mengembangkan kehidupan

spiritualnya sehingga hidup jadi bermakna. Sebaliknya jika seseorang

mengabaikan dan membenci kehidupannya maka hidupnya menjadi tidak

bermakna.

Tentunya hidup bagi tiap orang memiliki makna yang berbeda-beda.

Namun jika kita memperhatikan kisah Henokh dalam Alkitab, maka kita akan

melihat bahwakehidupan Henokh tidak berakhir dalam kefanaan hidup atau

kesia-siaan.Henokh tahu benar untuk apa dia hadir di dunia ini, dan itulah yang

menentukan makna hidupnya yaitu hidup bergaul dengan Allah.57

Rick Warren

dalam bukunya Purpose Driven Life mengatakan bahwa tanpa Allah,

kehidupan tidak memiliki tujuan, dan tanpa tujuan, kehidupan tidak memiliki

makna. Tanpa makna, kehidupan tidak memiliki arti atau harapan.58

Kita akan menemukan makna hidup jika kita bergaul dengan Allah

Sang Pencipta. Dialah yang mengetahui untuk apa kita hidup, dengan siapa

kita hidup dan berapa lama kita hidup.

Proses Penemuan Makna Hidup

Proses menemukan makna hidup adalah urutan pengalaman dan tahap-

tahap kegiatan seseorang dalam mengubah penghayatan hidup tak bermakna

menjadi bermakna.59

Shellia mengutip pernyataan Bastaman tentang proses

menemukan makna hidup60

adalah sebagai berikut:

Dalam kondisi tak bermakna (the meaningless life) sehubungan dengan

peristiwa tragis tertentu yang dialami (tragic event), timbul kesadaran diri

(self-insight) untuk mengubah kondisi tidak bermakna menjadi lebih baik

lagi. Bersamaan dengan munculnya kesadaran diri, disadari pula adanya

56

Viktor E. Frankl, Optimisme Di Tengah Tragedi…,117. 57

Viktor E. Frankl, Optimisme Di Tengah Tragedi-Analisis Logoterapi, Bandung:

Nuansa, 2008, 6 58

Rick Warren, Purpose Driven Life, (Malang: Gandum Mas, 2005), 32. 59

Shellia Regina dan Widya Risnawaty, Gambaran Makna Hidup Perempuan Dewasa

Madya yang Bercerai Karena Perselingkuhan Suami, Jakarta: Jurnal Ilmiah Psikologi

“ARKHE”, 2007, vol. 6, No. 2,143 60

Ibid, 143

Page 22: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

38

nilai-nilai yang berharga atau hal-hal yang sangat penting dalam hidup (the

meaning of life) yang kemudian ditetapkan sebagai tujuan hidup (the

purpose in life). Hal-hal yang dianggap berharga dan penting ini, mungkin

saja berupa nilai-nilai kreatif, nilai-nilai penghayatan, atau nilai-nilai

bersikap. Atas dasar pemahaman diri dan pencarian makna hidup ini, timbul

perubahan sikap (changing attitude) dalam menyikapi masalah. Dari

kecenderungan berontak (fighting), melarikan diri (flighting), atau serba

bingung dan tak berdaya (freezing), berubah menjadi kesediaan untuk lebih

berani dan realistis dalam menghadapinya (facing). Kemudian pada

umumnya semangat hidup dan gairah kerja meningkat, lalu secara sadar

melakukan keikatan diri (self commitment) dalam melakukan berbagai

kegiatan nyata yang lebih terarah (directed activities) demi memenuhi

makna hidup yang ditemukan dan tujuan yang telah ditetapkan (fulfilling

meaning and purpose of life). Bila tahap ini bisa dilalui, maka akan

melahirkan perubahan kondisi hidup yang lebih baik dan mengembangkan

penghayatan hidup bermakna (the meaningful life) dengan kebahagiaan

(happiness) sebagai hasil sampingannya.

Namun pada kenyataannya, tiap orang berbeda satu dengan yang

lainnya dalam menjalani proses menemukan makna hidup karena situasi dan

kondisi yang tidak sama. Dengan demikian tahapan demi tahapan yang harus

dilalui pun tentu akan berlainan.

Makna Hidup dalam Terang Alkitab

Makna hidup merupakan suatu kebutuhan normal, suatu bagian yang

terkandung di dalam diri manusia sebagai makhluk pribadi, suatu kebutuhan

yang hanya dapat dipenuhi oleh Allah sendiri, dan suatu kebutuhan yang ingin

dipenuhi Allah.61

Dalam iman Kristen kita percaya bahwa Firman Tuhan berkuasa dan

sanggup untuk memberikan jalan keluar ketika kecemasan akibat peristiwa

tragis yang tidak dapat terelakkan hadir dalam hidup ini. Roma 8:28

mengajarkan kepada kita bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu yang

terjadi dalam kehidupan kita. Dari ayat ini kita tahu bahwa Allah turut bekerja

dalam segala sesuatu baik itu melalui pengalaman yang mengesankan atau

bahkan penderitaan.

Dalam detik-detik akhir hidup Paulus, ia berkata "Aku telah

mengakhiri pertandingan dengan baik, aku telah memelihara iman dan

sekarang aku akan menerima mahkota kehidupan". Sasaran akhir hidup yang

61

Larry Crabb, Konseling yang Efektif dan Alkitabiah, Bandung:Yayasan Kalam

Hidup,1995, 71

Page 23: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

39

ingin dicapai seperti apa, akan menjadi panduan bagaimana kita mengisi hidup

kita sekarang ini. Kita juga dapat melihat tujuan akhir dari Rasul Paulus dalam

Filipi 3:14 adalah memperoleh hadiah yaitu panggilan sorgawi dari Allah

dalam Kristus Yesus. Dengan berpedoman pada sasaran atau tujuan akhir

hidup yang ingin dicapai, pastilah kita akan mengisi hidup yang Tuhan berikan

ini dengan sesuatu yang bermakna. Hidup bukan datangnya yang penting,

tetapi perginya.62

Oleh sebab itulah, kita harus mengisi kehidupan ini dengan

sesuatu yang bermakna dan yang bernilai kekal.

Hal-hal tersebut dapat menjadi sumber makna hidup sejati apabila kita

tahu dengan benar dimana meletakkannya. Jika kita meletakkan makna hidup

kita pada apa yang tampak dan tidak pasti, maka makna hidup yang sejati akan

sulit ditemukan. Namun jika kita meletakkan makna hidup kita pada Allah

yang menjadi satu-satunya sumber kepastian dan tidak pernah berubah, maka

hidup kita akan bermakna sekalipun dalam penderitaan yang berat.

Paulus dalam Filipi 3:5-6 mengatakan “Tetapi apa yang dulu kuanggap

keuntungan bagiku sekarang kuanggap rugi karena pengenalan akan Yesus

Kristus, Tuhanku, lebih mulia dari semuanya itu. Oleh karena Dialah aku telah

melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah supaya aku

memperoleh Kristus.” Jadi apa yang dulu kita anggap bermakna bisa menjadi

tidak bermakna lagi karena kita sudah menemukan makna yang sesungguhnya

atau sejati di dalam Kristus. Ketika makna hidup yang sejati ini sudah

dipegang seseorang, maka dia akan sanggup untuk bertahan dalam penderitaan

atau kedukaan macam apapun. Inti dari semuanya adalah memiliki pengenalan

yang benar akan Yesus Kristus Tuhan kita. Inilah makna hidup yang

sesungguhnya

Pelayanan Pastoral danMaknaHidup

Tugas dalam pelayanan pastoral antara lain melayani manusia yang

berusaha untuk memperoleh makna dalam hidupnya. Pelayanan ini dilakukan

berdasarkan iman kepada Yesus Kristus dalam arti bahwa dari Yesus Kristus

kita tahu apa itu percaya. Dari Dia kita belajar apa itu harapan dan berharap.

Dan Ia sendiri memperlihatkan kepada kita dalam hidup-Nya apa itu kasih dan

mengasihi.63

Dengan demikian, doa, harapan, percaya, dan kasih menempati

tempat yang sentral dalam pelayanan pastoral. Ini adalah hal-hal yang kita

lakukan supaya kita dapat berfungsi sebagai manusia di dalam dunia.

Melalui pelayanan pastoral, anggota jemaat dapat dibantu untuk

mengungkapkan apa yang menjadi permasalahan hidupnya atau hal-hal yang

62

Buletin : Shinning Star, Tahun V/No. 50/Edisi Juli 2013, hal. 11-12 63

J.L. Ch. Abineno, Pedoman Praktis Pelayanan Pastoral,......101

Page 24: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

40

mengganggu kehidupannya sehingga tidak berjalan dengan stabil. Percakapan

pastoral bisa menjadi salah satu jembatan yang membantu jemaat untuk

mencerna perasaan atau emosi negatif yang muncul dalam dirinya. Setelah

dicerna dengan baik, anggota jemaat dibantu untuk menyadari kenyataan pahit

yang menimpanya dan berpikir realistis kemudian belajar untuk hidup dalam

situasi yang baru secara perlahan-lahan. Prinsip yang harus diingat adalah

tidak melakukan pelayanan pastoral ini dengan paksaan atau tekanan karena

dapat menimbulkan dampak yang makin kompleks dalam diri jemaat yang

dilayani.

Berhubung pelayanan pastoral ini merupakan suatu proses yang

memerlukan waktu dan aktivitas maka penemuan makna hidup dalam

kehidupan jemaat yang dilayani juga tidak bisa terjadi secara instan. Haruslah

diingat bahwa penemuan makna dan tujuan dalam diri tiap orang unik dan

berbeda. Seseorang memerlukan waktu hingga akhirnya dia bisa sampai pada

tahap menerima kenyataan yang terjadi kemudian memulai suatu kehidupan

baru yang penuh arti dan tujuan. Dalam hal ini, seorang pelayan Tuhan harus

membantu jemaat mengerti apa yang hendak dicapai dan ke mana arah

hidupnya ke depan. Seseorang yang mengalami peristiwa tragis dalam

kehidupannya seringkali sulit untuk berpikir jernih sehingga diperlukan

bantuan untuk itu. Disinilah peran pelayanan pastoral menjadi sangat penting

dan dibutuhkan sehingga jemaat bisa tertangani dengan baik dan menemukan

makna dari setiap peristiwa dalam kehidupannya.

KESIMPULAN

Pelayananpastoral merupakan pelayanan penggembalaan dan

pendampingan kepada jemaat yang didalamnya ada kegiatan kemitraan, bahu-

membahu, menemani, dan berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan,

menguatkan dan mendukung. Demikian halnya pelayanan pastoral kepada

orang yang berduka seharusnya berisikan kegiatan-kegiatan di atas. Melalui

kegiatan bahu-membahu, menemani atau berbagi tersebut, diharapkan jemaat

yang berduka dapat bertumbuh secara rohani. Dengan pertumbuhan rohani

yang baik, jemaat yang berduka diharapkan bisa menemukan arti hidup

melalui penderitaan atau krisis yang sedang dihadapinya.

Hal itu bisa dicapai bukan hanya melalui kunjungan pada saat ibadah

penghiburan saja, tetapi bisa melalui percakapan pastoral dan kunjungan yang

rutin. Percakapan pastoral meski singkat atau biasa namun bila dikerjakan

dalam kesungguhan dan ketulusan, akan membantu jemaat yang berduka untuk

mengungkapkan persoalan-persoalan yang muncul akibat kehilangan yang

dideritanya. Para pelayan Tuhan dapat melihat fakta-fakta yang dialami dan

Page 25: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

41

dihadapi jemaatnya yang berduka sehingga bisa memberikan pertolongan yang

tepat sasaran. Kunjungan rutin dapat menguatkan dan menghibur jemaat

sehingga tidak merasa sendiri. Selain itu dalam kunjungan rutin juga bisa

dilakukan percakapan pastoral yang mendalam.

Pola pelayanan pastoral dengan cara memberikan bantuan praktis

berkaitan dengan persiapan penguburan, pelayanan doa dan pemberitaan

Firman di kebaktian penghiburan dan pemakaman tidaklah salah hanya saja

kurang efektif. Pola pelayanan seperti ini kurang bisa menyentuh dan

menyelesaikan perasaan-perasaan problematis akibat kedukaan.

Berdasarkan penelitian Penulis, adanya ketidakefektifan pelayanan

pastoral dapat terjadi karena kurangnya pemahaman tentang hakekat pelayanan

pastoral di antara pelayan Tuhan. Berhubung kurangnya pemahaman tersebut

maka mereka tidak memprioritaskan waktu untuk melakukan bentuk pelayanan

pastoral yang lain (seperti kunjungan, telepon dan percakapan pastoral),

ditambah lagi dengan banyaknya kegiatan gerejawi yang menyita banyak

waktu. Bila kendala ini tidak dicarikan jalan keluarnya atau diselesaikan, maka

pelayanan pastoral akan sulit untuk menyentuh kehidupan pribadi jemaat.

Page 26: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

42

DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J.L. Ch.

1991 Pelayanan Pastoral Kepada Orang Yang Berduka, Jakarta:

BPK Gunung Mulia

1993 Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral, Jakarta: BPK

Gunung Mulia

Adnan, S. Ricardi

2006 Potret Suram Bangsaku-Gugatan dan Alternatif Desain

Pembangunan, Depok: FISIP-UI Press

Alwi, Hasan

2001 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Pendidikan

Nasional

Balz, H.

1991 Exegetical Dictionary of the New Testament, Vol.

3,Michigan: Wm. B. Eerdmans Publishing Company

Bastaman,H.D.

2007 Logoterapi: Psikologi Untuk Menemukan Makna

Hidup dan Meraih Hidup Bermakna, Jakarta: Raja

Grafindo Persada

Beek, Van Aart

2007 Pendampingan Pastoral, Jakarta: BPK Gumung Mulia

Clinebell, Howard J.

1984 Basic Types of Pastoral Care and Counselling-Resources

for the Ministry of Healing & Growth, London: SCM

Press Ltd.

2002 Tipe-tipe Pendampingan dan Konseling Pastoral,

Yogyakarta: Kanisius.

Collins, Gary R.

1972 Effective Counseling, Illinois: Published by Creation

House.

1982 Christian Counseling: A Comprehensive Guide, Texas:

Word Books

Page 27: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

43

Frankl, E. Viktor,

2008 Optimisme di Tengah Tragedi: Analisis Logoterapi,

Bandung: Penerbit Nuansa

Gintings, E.P.

2009 Konseling Pastoral Terhadap Masalah Umum

Kehidupan, Bandung: Jurnal Info Media

Graham, Billy

(ny) Buku Pegangan Pelayanan, Jakarta: Persekutuan Pembaca

Alkitab

Guralnik, David B.

1967 Webster’s New World Dictionary, California: California

State Department of Education

Hartley, John E.

1997 Dictionary of Old Testament, Vol. 2, Michigan:

Zondervan Publishing House

Henny & Lusiana,

2001 Penghayatan Makna Hidup Perempuan Bercerai, Jakarta:

Jurnal Ilmiah Psikologi “ARKHE”

Hurlock, Elizabeth B

1980 Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga

Kubler-Ross, Elisabeth

1969 On Death and Dying, New York: Macmillan

Lartey, Y. Emmanuel

2003 In Living Color-An Intercultural Approach to Pastoral

Care and Counseling, London: Jessica Kingsley

Publishers

McComiskey,Thomas

1979 Dictionary of New Testament Theology Vol. 2, Michigan:

Zondervan Publishing House

Page 28: PELAYANAN PASTORAL BAGI ISTRI YANG BERDUKA DAN

Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, 17-44

44

Moleong, J. Lexy

2006 Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:PT. Remaja

Rosdakarya

Nixon,Rosemary

1997 Dictionary of Old Testament and Exegesis Vol. 2,

Michigan: Zondervan Publishing House

Patton, John

1990 From Ministry to Theology-Pastoral Action andReflection

(Nashville:Abingdon Press)

RiantNugroho D. & Tri Hanurita S.

2005 Tantangan Indonesia Solusi Pembangunan Politik Negara

Berkembang, Jakarta: Penerbit PT. Elex Media

Komputindo

Sahardjo,Hadi P.

2006 Konseling Krisis dan Terapi Singkat, Bandung: Pioner Jaya

Susanto, Daniel

2006 Pelayanan Pastoral di Indonesia pada Masa Transisi,

Jakarta: STT Jakarta

2008 Sekilas tentang Pelayanan Pastoral di Indonesia Jakarta:

Majelis Jemaat GKI Menteng

Tumanan, Perdian K.M

2005 Menemukan Makna Di Dalam Siklus Kehidupan,

Disciples: Buletin BPC Perkantas Jatim Edisi Januari-

Februari

Warren, Rick

2005 Purpose Driven Life, Malang: Gandum Mas

Westberg, Granger

1962 Good Grief, Philadelphia: Fortress

Wiryasaputra, Totok S.

2003 Mengapa Berduka, Yogyakarta: Penerbit Kanisius