pemanfaatan kulit buah naga (hylocereus polyrhizus
TRANSCRIPT
Serambi Saintia
Jurnal Sains dan Aplikasi
Volume VIII, No.1, April 2020 pISSN 2337 – 9952
eISSN 2656 – 8446
1
Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) sebagai
Bahan Baku Pembuatan Teh Celup Herbal dengan Penambahan
Kayu Manis (Cinnamons lumbini L)
Ainal Nasir
Laila Sari
Fadlan Hidayat
Program Studi Teknik Industri Pertanian, Universitas Serambi Mekkah
Email: [email protected]
ABSTRAK
Tanaman buah naga termasuk tanaman tropis. Curah hujan yang ideal untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman ini sekitar 60 mm/bulan atau 720
mm/tahun. Bagian buah naga yang sering dimanfaatkan adalah bagian daging
buah yang berwarna merah, putih ataupun ungu sedangkan kulitnya yang
mempunyai berat 30 - 35% dari berat buah belum dimanfaatkan secara
maksimal dan hanya dibuang sebagai sampah, padahal kulit buah naga
mengandung zat bioaktif yang bermanfaat bagi tubuh diantaranya antioksidan
(dalam bentuk asam askorbat, betakaroten, dan antosianin), dan serat pangan
(dalam bentuk pektin). Kulit buah naga merah juga mengandung beberapa
mineral seperti kalsium, phosfor, zat besi dan beberapa vitamin seperti vitamin
A dan C. Selain itu, kulit buah naga merah juga memiliki kandungan lycopene
yang merupakan antioksidan alami dan berfungsi untuk melawan kanker,
penyakit jantung, dan menurunkan tekanan darah tinggi Salah satu metode yang
bisa dipakai untuk mengolah kulit buah naga adalah mengolah kulit buah naga
menjadi teh herbal.
Kata Kunci : buah naga, teh celup, kayu manis
PENDAHULUAN
Potensi kulit buah naga merah yang begitu besar namun belum termanfaatkan
dengan optimal, maka perlu pengolahan lebih lanjut agar kulit buah naga memiliki nilai
ekonomis yang tinggi.
Herbal tea atau teh herbal merupakan salah satu produk minuman campuran teh
dan tanaman herbal yang memiliki khasiat dalam membantu pengobatan suatu penyakit
atau sebagai penyegar (Hambali dkk., 2006). Teh sering disebut sebagai minuman yang
mengandung kafein yang biasanya diperoleh dengan menyeduh daun atau pucuk daun
camellia sinensis menggunakan air panas (Wikipedia, 2011). Proses pengolahan teh
meliputi proses pelayuan, fermentasi dan pengeringan. Ketiga proses ini akan mempengaruhi mutu teh yang dihasilkan terutama aromanya
Penelitian pembuatan teh telah dilakukan oleh Aiyuni dkk (2017) tentang
pembuatan teh herbal kulit buah naga dengan penambahan jahe. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa perlakuan terbaik didapatkan dari suhu pengeringan 50º C dan
konsentarasi jahe 14% dengan kadar air 10,89%, kadar abu 5,85%, aktivitas
Ainal Nasir, Laila Sari, Fadlan Hidayat
2
antioksidan 59,05% dan total fenol 6,07 mg GAE/g bahan. Penelitian lain juga
dilakukan oleh Purnomo dkk (2016) tentang pembuatan teh herbal dari kulit buah naga.
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa perlakuan terbaik didapatkan dari lama
pengeringan 18 jam, suhu pengeringan 50ºC dengan kadar air 14,03%, kadar abu
14,23%, aktivitas antioksidan 2,713 ppm, beraroma kulit buah naga segar, rasa sepat,
warna sangat merah dan keseluruhan panelis menyukai.
Dalam pembuatan teh herbal kulit buah naga diperlukan penambahan flavouring
agent untuk menutupi flavor langu pada kulit buah naga. Flavouring agent yang
ditambahkan adalah kayu manis. Pemilihan kayu manis sebagai bahan tambahan dalam
pembuatan teh herbal ini dikarenakan kayu manis mengandung senyawa seperti
eugenol, safrole, cinnamaldehyde, tannin, kalsium oksalat, damar, zat penyamak, dan
komponen lain yang banyak digunakan untuk memberi aroma dan citarasa dalam teh
herbal agar teh herbal yang dihasilkan nantinya lebih menarik.
Penelitian tentang penambahan kayu manis dalam teh herbal telah dilakukan
oleh Anjani dkk (2015). Dari hasil penelitiannya di peroleh perlakuan terbaik dengan
penambahan filtrat kayu manis 4% yang memiliki total fenol sebesar 166.02 ppm,
aktivitas antioksidan 76.62%, dan flavonoid (positif). Penelitian lain juga dilakukan
oleh Hastuti (2014) dalam pembuatan minuman fungsional dengan penambahan kayu
manis. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa minuman dengan penambahan kayu
manis 1,5% paling disukai panelis dengan penilaian sangat suka untuk parameter warna
dan suka untuk aroma dan rasa dengan nilai pH 6,39, tingkat kecerahan 37,10, aktivitas
antioksidan 38,43% dan kadar gula total 4,77%.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan pada Februari 2018 di Laboratorium
Pengolahan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Serambi Mekkah
Provinsi Aceh dan analisa akan di lakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Serambi Mekkah.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang
terdiri dari 3 level dengan 3 kali ulangan. Adapun faktor yang diteliti adalah Suhu
Pengeringan (S) dan Konsentrasi Bubuk Kayu Manis (K).
Dengan demikian terdapat 9 kombinasi perlakuan dengan 3 kali ulangan,
sehingga diperoleh 27 satuan percobaaan. Susunan kombinasi dari perlakuan dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Susunan Kombinasi Perlakuan
Suhu
Pengeringan (S)
Penambahan Bubuk Kayu Manis (K)
K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%
S1 = 40º C
S2 = 50º C
S3 = 60º C
S1K1
S2K1
S3K1
S1K2
S2K2
S3K2
S1K3
S2K3
S3K3
Data akan dianalisis menggunakan Analisis of Variance (ANNOVA). Model
rancangan faktorial yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + S1 + KJ + SKij + €ijk
Keterangan :
Serambi Saintia
Jurnal Sains dan Aplikasi
Volume VIII, No.1, April 2020 pISSN 2337 – 9952
eISSN 2656 – 8446
3
Yijk = Total pengamatan pada ulangan ke-S dari faktor suhu pengeringan (S)
ke-i dan faktor penambahan bubuk kayu manis (K) ke-j
µ = Nilai tengah atau pengaruh rata rata umum
Si = Pengaruh suhu pengeringan (S) pada taraf i
Kj = Pengaruh penambahan kayu manis (K) pada taraf j
SKij = Pengaruh interaksi faktor suhu pengeringan (S) ke-i dan faktor
penambahan bubuk kayu manis (K) ke-j
€ijk = Galat percobaan untuk faktor suhu pengeringan (S) ke-i dan faktor
penambahan bubuk kayu manis (K) ke-j
Penelitian yang akan dilakukan ini berpedoman kepada dua variabel perlakuan
yang akan dicobakan yaitu pada variabel tetap dan variabel berubah. Dengan kedua
variabel ini diharapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dapat terwujud.
Prosedur penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu Proses Pembuatan Bubuk
Kayu Manis (Pramitasari, 2010) Modifikasi; dimana dalam hal ini kayu manis
dipotong potong ukuran ± 1 cm dan dikeringkan dalam oven suhu 60°C selama 8 jam.
Setelah kering, kayu manis kemudian kemudian dilakukan pengecilan ukuran dengan di
blender sampai menjadi bubuk lalu diayak dengan ayakan 80 mesh hingga didapatkan
bubuk kayu manis, dan Proses Pembuatan Teh Bubuk Kulit Buah Naga (modifikasi
Adri dan Hersolistyorini, 2013); Kulit buah naga disortasi terlebih dahulu untuk
menghilangkan sisik dan tangkai, dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran. Kulit
buah naga dipotong dengan ukuran ± 2 cm. Kemudian kulit buah naga dikeringkan
dalam oven pada suhu (40°C, 50°C, 60°C) selama 18 jam. Setelah itu dilakukan
pengecilan ukuran dengan menggunakan blender kering.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Rendemen
Rendemen merupakan persentase teh kulit buah naga yang dihasilkan dari berat
bahan yang digunakan. Rendemen juga sering disebut sebagai suatu parameter yang
paling penting untuk mengontrol nilai ekonomis dan efektivitas dari suatu produk atau
bahan pangan yang digunakan untuk menentukan berapa bagian dari bahan baku yang
dapat digunakan sebagai makanan. Rata rata uji rendemen teh kulit buah naga dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata uji rendemen the kulit buah naga
Suhu
pengeringan
(S)
Penambahan bubuk kayu manis (K)
K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%
S1 = 40°C 11,61 12,42 12,51
S2 = 50°C 12,54 12,46 12,26
S3 = 60°C 12,94 12,98 13,22
Tabel ini menjelaskan bahwa nilai rendemen teh kulit buah naga berkisar antara
11,61% - 13,22% dengan rata rata rendemen yang dihasilkan 12,55%. Nilai tertinggi
didapat pada perlakuan suhu pengeringan 60°C dan penambahan bubuk kayu manis 6%
Ainal Nasir, Laila Sari, Fadlan Hidayat
4
(S3K3) yaitu 13,22% sedangkan nilai terendah didapat pada perlakuan suhu
pengeringan 40°C dan penambahan bubuk kayu manis 2% (S1K1) dengan nilai
11,61%.
Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan yang
digunakan maka rendemen teh kulit buah naga yang dihasilkan akan semakin
meningkat. Hal ini diduga karena semakin tinggi suhu yang digunakan maka dapat
meningkatkan kontak bahan pangan dengan panas semakin tinggi sehingga dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan suhu di permukaan bahan yang dipengaruhi oleh
adanya suplai energi panas dari pemanasan bahan selama proses pengeringan. Hal ini
didukung oleh pendapat Wahyunindiani dkk (2015) yang menyatakan bahwa semakin
tinggi suhu pengeringan maka semakin besar energi panas yang dibawa udara dan
diterima oleh bahan sehingga semakin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari
permukaan bahan yang dikeringkan yang akan menyebabkan nilai rendemen yang
dihasilkan menjadi semakin meningkat.
Peningkatan nilai rendemen teh kulit buah naga juga diduga disebabkan karena
kondisi potongan kulit buah naga yang secara keseluruhan belum kering dan memiliki
kadar air yang masih tinggi sehingga akan mengakibatkan panas yang diterima oleh
bahan pangan tidak sama. Ketebalan irisan akan menyebabkan proses pengeringan
bahan menjadi lambat sehingga akan terjadi proses case hardening yang merupakan
proses dimana bagian luar permukaan bahan pangan kering sementara bagian dalamnya
tidak kering.
Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga disebut sebagai salah satu karakteristik yang
sangat penting pada bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Pengujian terhadap kadar air pada penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui berapa persen air yang masih terkandung dalam teh
buah kulit buah naga setelah melalui proses pengeringan pada tiap-tiap kombinasi
perlakuan. Hasil analisis rata rata uji kadar air teh kulit buah naga dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Rata-rata Uji Kadar Air The Kulit Buah Naga
Suhu
pengeringan (S)
Penambahan bubuk kayu manis (K)
K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%
S1 = 40°C 9,51 9,37 8,59
S2 = 50°C 9,31 8,02 7,41
S3 = 60°C 7,47 8,22 6,74
Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai kadar air teh kulit buah naga
berkisar antara 6,74% sampai dengan 9,51% dengan rata rata kadar air yang
dihasilkan 8,29%. Nilai kadar air tertinggi didapat pada perlakuan suhu pengeringan
40°C dan penambahan bubuk kayu manis 2% (S1K1) dengan nilai 9,51% sedangkan
nilai kadar air terendah didapat pada perlakuan suhu pengeringan 60°C dan
penambahan bubuk kayu manis (S3K3) yaitu 6,74%.
Serambi Saintia
Jurnal Sains dan Aplikasi
Volume VIII, No.1, April 2020 pISSN 2337 – 9952
eISSN 2656 – 8446
5
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu pengeringan (S)
berpengaruh nyata (P < 0,05) sedangkan penambahan kayu manis (K) dan interaksi
antara suhu pengeringan dan penambahan bubuk kayu manis (SK) tidak berpengaruh (P
> 0,05) terhadap nilai kadar air teh buah kulit buah naga yang dihasilkan dari berbagai
kombinasi perlakuan yang diteliti. Pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar air teh
kulit buah naga dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 1. Pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar air teh kulit buah naga pada
BNT0,01= 2,68 dan KK = 5,78 (Nilai yang diikuti oleh notasi huruf yang
berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata)
Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka
kadar air teh kulit buah naga yang dihasilkan akan semakin menurun. Hal ini
disebabkan karena selama pengeringan terjadi penguapan air yang sangat besar pada
kondisi suhu yang tinggi sehingga akan mengakibatkan potongan kulit buah naga
menjadi kering. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Lubis (2010) yang menyatakan
bahwa suhu pengeringan akan berpengaruh terhadap kadar air karena kondisi
pengeringan yang lama akan mengakibatkan jumlah air yang teruapkan lebih banyak
sehingga kadar air yang dihasilkan menjadi semakin rendah. Hal ini didukung oleh
pernyataan Widjanarko (2012), bahwa laju penguapan disamping dipengaruhi oleh
tingkat kelembaban juga dipengaruhi oleh suhu di sekitar bahan yang dikeringkan.
Menurut Vallous (2011), peningkatan tekanan uap atau suhu pengeringan
menyebabkan terjadinya penurunan kadar air bahan. Penurunan kadar air bahan akan
sampai pada titit kesetimbangan dimana migrasi air dari permukaan bahan menuju
udara kering mengakibatkan konsentrasi air dalam bahan pangan semakin lama, akan
semakin berkurang, dan mengakibatkan turunnya tekanan uap. Karena perbedaan
tekanan uap semakin menurun maka penguapan air dalam permukaan bahan akan
berkurang.
Kadar air yang dihasilkan dari penelitian ini dipengaruhi oleh jenis buah dan
persentase kandungan air yang terdapat didalam kulit buah naga. Menurut SNI 03-
3836-2012, kadar air teh seduhan yang dibolehkan adalah dengan nilai maksimal 8%
sedangkan kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 6,74%-9,13%
dengan rata-rata 8,52%. Kadar air yang tinggi dalam penelitian ini diduga disebabkan
karena kulit buah naga yang digunakan adalah kulit yang masih basah dan mengandung
Ainal Nasir, Laila Sari, Fadlan Hidayat
6
kadar yang tinggi sehingga walaupun telah melalui proses pengeringan dengan suhu
tinggi kadar air buah kulit buah naga masih berada pada persentase yang tinggi. Selain
itu, kadar air yang tinggi dalam penelitian ini juga dipengaruhi oleh proses penerimaan
panas pada bahan selama pengeringan tidak merata pada saat pengeringan. Selain itu
pula oven pengering yang digunakan tidak dilengkapi dengan blower atau kipas
sehingga efektifitas bahan kering selama proses pengeringan juga rendah. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini tidak
memenuhi persyaratan kadar air teh yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Uji organoleptik
Menurut Citra (2014), warna dalam bahan dapat berasal dari pigmen alami
bahan pangan itu sendiri, reaksi karamelisasi, reaksi Maillard, reaksi senyawa organik
dengan udara dan penambahan zat warna baik alami maupun sintetik. Pengujian
organoleptik terhadap warna teh kulit buah naga bertujuan untuk melihat kondisi
bagaimana warna (visual) yang dihasilkan produk teh kulit buah naga pada tiap-tiap
kombinasi perlakuan yang diteliti. Hasil analisis rata-rata uji organoleptik warna teh
kulit buah naga dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Organoleptik
Suhu pengeringan
(S)
Penambahan bubuk kayu manis (K)
K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%
S1 = 40°C 4,12 4,05 4,18
S2 = 50°C 3,93 3,93 4,17
S3 = 60°C 3,82 4,10 4,07
Tabel diatas memperlihatkan bahwa rerata nilai uji organoleptik warna teh kulit
buah naga berkisar antara 3,82 (suka) – 4,18 (suka) dengan rata-rata 4,04 (suka). Nilai
organoleptik warna tertinggi didapat pada perlakuan suhu pengeringan 40°C dan
penambahan bubuk kayu manis 6% (S3L3) dengan nilai 4,18 (suka) sedangkan nilai
organoleptik warna terendah didapat pada perlakuan suhu pengeringan 60°C dan
penambahan bubuk kayu manis 2% (K1L1) dengan nilai 3,82 (biasa).
Hasil analisis sidik ragam (lampiran 5c) menunjukkan bahwa perlakuan suhu
pengeringan (S) berpengaruh sangat nyata (P > 0,01) sedangkan penambahan bubuk
kayu manis (K) berpengaruh nyata dan interaksi antara suhu pengeringan dan
penambahan bubuk kayu manis (SK) berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap
organoleptik warna teh kulit buah naga yang dihasilkan dari berbagai kombinasi
perlakuan yang diteliti. Pengaruh interaksi antara suhu pengeringan dan penambahan
bubuk kayu manis terhadap organoleptik warna teh kulit buah naga dapat dilihat pada
Gambar 2.
Serambi Saintia
Jurnal Sains dan Aplikasi
Volume VIII, No.1, April 2020 pISSN 2337 – 9952
eISSN 2656 – 8446
7
Gambar 2. Pengaruh interaksi antara suhu pengeringan dan penambahan bubuk kayu
manis terhadap organoleptik warna teh kulit buah nagat.
Dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan
yang digunakan maka nilai organoleptik warna yang dihasilkan akan semakin
meningkat. Hal ini berhubungan dengan perlakuan oksidasi enzimatis yang diterima
oleh bahan selama proses pengeringan. Reaksi oksidasi enzimatis ini pada saat
pengeringan pada suhu yang tinggi akan memberikan perubahan senyawa tanin yang
akan berakibat pada pembentukan rasa, aroma dan warna. Reaksi enzimatis ini juga
berperan untuk merubah kandungan senyawa tanin yang ada dalam teh menjadi
theaflavin dan thearubigin yang berperan dalam penentuan kecerahan warna seduhan
teh menjadi kuning kemerahan. Thearubigin merupakan senyawa yang sulit larut dalam
air dan berperan dalam menentukan kemantapan warna seduhan teh menjadi merah
kecoklatan dan agak gelap (Rohdiana, 2011). Dewa dkk (2019) yang menyatakan
bahwa pada pembuatan teh peony pada suhu pengeringan 600C menghasilkan teh yang
disukai panelis dengan skor 3,47 (suka).
`Warna teh kulit buah naga yang dihasilkan pada penelitian adalah merah
kecoklatan dan akan semakin bewarna hitam pekat dengan meningkatnya suhu
pengeringan yang digunakan. Hal ini diduga dipengaruhi oleh kerusakan pigmen yang
terjadi pada saat kulit buah naga dikeringkan. Hasil penelitian ini sesuai dengan
pernyataan Hermani dan Nurdjanah (2012) yang menyatakan bahwa proses
pengeringan menyebabkan warna hijau klorofil pada buah, kulit dan daun akan
teroksidasi menjadi coklat karena terjadi peristiwa pencoklatan.
Rasa merupakan penilaian organoleptik paling penting yang akan menentukan
diterima atau tidaknya suatu produk di tengah masyarakat. Namun rasa juga sangat
ditentukan oleh aroma, dan tekstur produk. Pada umumnya rasa yang telah disepakati
ada empat yaitu manis, pahit, asam dan asin. Kepekaan tehadap rasa terdapat pada
kuncup rasa pada lidah. Hubungan antara struktur kimia suatu senyawa lebih mudah
ditentukan dengan rasanya. Pengujian terhadap organoleptik rasa teh kulit buah naga
bertujuan untuk melihat bagaimana penerimaan panelis terhadap rasa teh yang
Ainal Nasir, Laila Sari, Fadlan Hidayat
8
dihasilkan pada tiap-tiap kombinasi perlakuan yang diteliti. Hasil analisis rata-rata uji
organoleptik rasa teh kulit buah naga dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil analisis rata-rata uji organoleptik rasa teh kulit buah naga
Suhu pengeringan
(S)
Penambahan bubuk kayu manis (K)
K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%
S1 = 40°C 3,95 4,08 3,90
S2 = 50°C 4,17 4,10 4,35
S3 = 60°C 4,25 4,30 4,18
Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata rata nilai organoleptik rasa teh kulit
buah naga berkisar antara 3,90 (suka) – 4,35 (suka) dengan rara rata 4,14 (suka). Nilai
organoleptik rasa tertinggi didapat pada perlakuan suhu pengeringan 50°C dan
penambahan bubuk kayu manis 6% (S2K3) dengan nilai 4,35 (suka) sedangkan nilai
organoleptik rasa terendah didapat pada perlakuan suhu pengeringan 40°C dan
penambahan bubuk kayu manis 6% (S1K3) yaitu 3,90 (suka).
Hasil analisis sidik ragam (lampiran 6c) menunjukkan bahwa penambahan bubuk
kayu manis (K) berpengaruh nyata (P > 0,05) sedangkan suhu pengeringan (S) dan
interaksi antara suhu pengeringan dan penambahan kayu manis (K) tidak berpengaruh
(P < 0,05) terhadap nilai organoleptik rasa teh kulit buah naga yang dihasilkan dari
berbagai kombinasi perlakuan yang di teliti. Pengaruh penambahan kayu manis
terhadap organoleptik rasa teh kulit buah naga dapat dilihat pada Gambar berikut:
Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi penambahan kayu manis
maka organoleptik rasa yang dihasilkan cenderung semakin meningkat. Hal ini diduga
karena adanya kandungan sinamaldehid dan eugenol pada kayu manis sehingga akan
menimbulkan aroma wangi dan juga menimbulkan rasa yang khas kayu manis sehingga
teh kulit buah naga yang dihasilkan semakin disukai panelis. Hal ini sesuai dengan
pendapat Yulianto (2013) yang menyatakan bahwa sinamaldehid selain bersifat
antioksidan juga berperan sebagai pemberi warna, aroma dan rasa pada produk pangan
Serambi Saintia
Jurnal Sains dan Aplikasi
Volume VIII, No.1, April 2020 pISSN 2337 – 9952
eISSN 2656 – 8446
9
khususnya produk minuman fungsional. Semakin banyak kadar kayu manis pada
minuman fungsional, minuman yang dihasilkan akan semakin gelap karena
sinamaldehid yang larut semakin banyak. Lee (2010) juga menambahkan bahwa
sinamaldehid merupakan senyawa fitokimia yang paling dominan pada kayu manis
yang dapat berperan sebagai antioksidan yang mampu menghambat aldose reduktase
yaitu enzim yang berperan pada jalur poliol sehingga pembentukan zat oksidatif dapat
terhambat dalam tubuh.
Uji Hedonik
Hedonik Warna
Uji mutu hedonik merupakan uji untuk menentukan kesan atau penilaian
terhadap suatu bahan (Setyaningsih 2010). Pada penelitian ini atribut mutu hedonik
yang diuji antara lain warna dari teh kulit buah naga, aroma yang terdiri dari aroma
kulit buah naga dan kayu manis, rasa pahit yang dihasilkan dan rasa tingkat kejernihan
pada air seduhan teh kulit buah naga dengan flavor kayu manis
Warna merupakan karakteristik yang menentukan penerimaan atau penolakan
suatu produk oleh konsumen. Kesan pertama yang didapat dari bahan pangan adalah
warna. Rata rata nilai hedonik warna teh kulit buah naga berkisar antara 3,82 (merah) –
4,45 (ungu) dengan rata rata 4,11 (merah). Nilai hedonik warna tertinggi didapat pada
perlakuan suhu pengeringan 60°C dan penambahan bubuk kayu manis 6% (S3K3)
dengan nilai 4,45 (ungu) sedangkan nilai hedonik warna terendah didapat pada
perlakuan suhu pengeringan 40°C dan penambahan bubuk kayu manis 2% (S1K1) yaitu
3,82 (merah). Hasil analisis rata rata uji hedonik warna teh kulit buah naga dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Analisis Uji Hedonik warna the kulit Naga
Suhu pengeringan
(S)
Penambahan bubuk kayu manis (K)
K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%
S1 = 40°C 3,82 3,92 3,87
S2 = 50°C 4,13 4,17 4,15
S3 = 60°C 4,20 4,27 4,45
Hasil analisis sidik ragam (lampiran 7c) menunjukkan bahwa perlakuan suhu
pengeringan (S) dan sedangkan penambahan bubuk kayu manis (K) berpengaruh sangat
nyata (P > 0,01) sedangkan interaksi antara suhu pengeringan dan penambahan bubuk
kayu manis (SK) berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap hedonik warna teh kulit buah
naga yang dihasilkan dari berbagai kombinasi perlakuan yang diteliti. Pengaruh
interaksi antara suhu pengeringan dan penambahan bubuk kayu manis terhadap hedonik
warna teh kulit buah naga dapat dilihat pada Gambar berikut
Ainal Nasir, Laila Sari, Fadlan Hidayat
10
Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa suhu pengeringan meningkatkan
pengaruh nyata pada tingkat kesukaan panelis dan metode deskriptif terhadap hedonik
warna teh kulit buah naga. Rata-rata panelis memberikan nilai tertinggi pada perlakuan
suhu pengeringan 40°C dengan penilaian warna sangat kuning keemasan. Hasil metode
deskriptif terhadap warna teh kulit buah naga, panelis memberikan kisaran nilai 3,82-
4,23 dengan nilai tertinggi pada perlakuan suhu pengeringan 60°C dan sedangkan
penambahan bubuk kayu manis 4% (S3K2) dengan kriteria warna kemerahan sesuai
dengan bahan dasar yang digunakan.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan minuman teh adalah
suhu air penyeduh dan waktu ekstraksi. Hal ini dikarenakan faktor-faktor tersebut akan
sangat mempengaruhi warna, rasa dan aroma minuman teh yang dihasilkan. Proses
ekstraksi teh adalah suatu pemisahan bahan berupa padatan dengan menggunakan
bahan cair (air) atau pelarut lainnya. Menurut Trisno (2010), idealnya waktu menyeduh
teh berlangsung selama lima menit dengan suhu air 80°C dan tiga menit dengan suhu
air 90°C. Hal ini disebabkan karena apabila ekstraksi terlalu lama akan melarutkan
banyak tanin, sehingga menimbulkan rasa agak sepat yang berlebihan pada seduhan
teh.
Menurut standar SNI 01-3143-1992 warna minuman teh yang baik adalah
normal yaitu cerah. Proses oksidasi enzimatis mengubah senyawa katekin menjadi
theaflavin dan selanjutnya terkondensasi menjadi thearubigin. Semakin lama proses
oksidadi enzimatis maka semakin banyak theaflavin yang terkondensasi menjadi
thearubigin sehingga cairan sel berwarna lebih gelap. Senyawa theaflavin memberikan
warna merah kekuningan, terang dan berpengaruh terhadap kejernihan seduhan.
Berdasarkan penelitian Adri dan Hersoelistyorini (2013), semakin lama pengeringan
warna teh daun sirsak yang dihasilkan semakin memudar.
Hedonik aroma
Aroma pada produk pangan dapat dipengaruhi oleh bahan bahan yang digunakan
dalam proses pengolahannya. Penggunaan suhu tinggi pada pengolahan pangan
menyebabkan senyawa-senyawa volatil hilang karena proses penguapan (Rahmi, 2004).
Serambi Saintia
Jurnal Sains dan Aplikasi
Volume VIII, No.1, April 2020 pISSN 2337 – 9952
eISSN 2656 – 8446
11
Pengujian terhadap organoleptik aroma teh kulit buah naga bertujuan untuk mengetahui
bagaimana aroma yang dihasilkan teh pada tiap-tiap kombinasi perlakuan yang diteliti.
Rata rata hasil hedonik aroma teh kulit buah naga dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata Hasil Hedonik Aroma Teh Kulit Buah Naga
Suhu pengeringan
(S)
Penambahan bubuk kayu manis (K)
K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%
S1 = 40°C 4,17 4,05 3,97
S2 = 50°C 3,93 3,58 3,60
S3 = 60°C 3,90 4,23 3,63
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai hedonik warna yang dihasilkan teh
berkisar antara 3,58 (tidak bau) sampai dengan 4,23 (tidak bau) dengan nilai rata rata
3,90 (tidak bau). Nilai hedonik warna tertinggi terdapat pada perlakuan suhu
pengeringan 60°C dan penambahan bubuk kayu manis 4% (S3K2) dengan nilai 4,23
(tidak bau) sedangkan nilai hedonik warna terendah terdapat pada suhu pengeringan
50°C dan penambahan bubuk kayu manis 4% (S2K2) dengan nilai 3,58 (tidak bau).
Rasa pahit
Rasa berhubungan dengan komponen bahan yang ditangkap oleh indrera perasa
(lidah). Rasa juga merupakan salah satu penentu dalam tingkat penerimaan panelis
(Hafezi dkk, 2006). Pengujian terhadap hedonik rasa pahit teh kulit buah naga
bertujuan untuk mengetahui bagaimana rasa pahit yang dihasilkan teh pada tiap-tiap
kombinasi perlakuan yang diteliti. Rata rata hasil hedonik rasa pahit teh kulit buah naga
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata rata hasil hedonik rasa pahit teh kulit buah naga
Suhu pengeringan
(S)
Penambahan bubuk kayu manis (K)
K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%
S1 = 40°C 4,22 4,08 4,25
S2 = 50°C 4,20 4,23 4,12
S3 = 60°C 3,95 4,00 4,05
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai hedonik rasa pahit yang dihasilkan
teh kulit buah naga berkisar antara 3,95 (agak pahit) sampai dengan 4,25 (tidak pahit)
dengan nilai rata rata 4,13 (tidak pahit). Nilai organoleptik warna tertinggi terdapat
pada perlakuan suhu pengeringan 40°C dan penambahan bubuk kayu manis 6% (S1K3)
dengan nilai 4,25 (tidak pahit) sedangkan nilai organoleptik warna terendah terdapat
pada suhu pengeringan 60°C dan penambahan bubuk kayu manis 2% (S1K1) dengan
nilai 3,95 (agak pahit).
Semakin tinggi persentase penambahan bubuk kayu manis maka rasa pahit yang
dihasilkan akan semakin menurun. Hal ini diduga karena rasa pahit yang dihasilkan
merupakan rasa pahit yang melekat dimulut sehingga menyebabkan tingkat kesukaan
Ainal Nasir, Laila Sari, Fadlan Hidayat
12
panelis juga semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratnaningrum (2018)
yang menyatakan bahwa penurunan rasa terhadap mutu teh disebabkan karena senyawa
yang berkontribusi untuk karakteristik rasa teh adalah senyawa polifenol (katekin),
asam amino, dan theine yang merupakan senyawa yang menggumpalkan protein
sehingga menghasilkan rasa sepat dilihat.
Kejernihan
Nilai kejernihan yang semakin rendah menunjukkan mutu kejernihan yang
semakin amat sangat keruh sedangkan nilai kejernihan yang semakin tinggi
menunjukan mutu kejernihan air seduhan teh amat sangat kuat (transparan). Rata rata
nilai kejerninhan teh kulit buah naga berkisar antara 3,80 (agak jernih) – 4,18 (jernih)
dengan rata rata 3,92 (agak jernih). Nilai kejernihan tertinggi didapat pada perlakuan
suhu pengeringan 60°C dan penambahan bubuk kayu manis 2% (S3K1) dengan nilai
4,18 (jernih) sedangkan nilai kejernihan terendah didapat pada perlakuan suhu
pengeringan 40°C dan penambahan bubuk kayu manis 6% (S1K3) yaitu 3,80 (agak
jernih). Rata rata hasil kejernihan teh kulit buah naga dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rata rata hasil kejernihan teh kulit buah naga
Suhu pengeringan
(S)
Penambahan bubuk kayu manis (K)
K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%
S1 = 40°C 3,84 3,91 3,80
S2 = 50°C 3,82 3,89 3,93
S3 = 60°C 4,18 3,96 3,91
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan kayu manis (K) dan
suhu pengeringan (S) serta interaksi antara suhu pengeringan dan penambahan bubuk
kayu manis (S) berpengaruh tidak nyata (P < 0,05) terhadap kejernihan teh kulit buah
naga yang dihasilkan dari berbagai kombinasi perlakuan yang di teliti. Pada uji mutu
hedonik, atribut kejernihan air seduhan teh kulit buah naga flavor kayu manis memiliki
kisaran nilai rataan antara 3,80 sampai dengan 4,18 dengan makna pada kisaran agak
lemah sampai agak kuat.
Suhu pengeringan yang semakin besar maka kejernihan teh semakin menurun.
Hal ini disebabkan oleh warna ungu pada kulit buah naga mengalami degradasi akibat
pemanasan dan membentuk warna coklat. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan
Hermani dan Nurdjanah (2004), yang menyatakan bahwa proses pengeringan
menyebabkan warna hijau klorofil pada daun teroksidasi menjadi coklat. Hal ini
dikarenakan terjadi peristiwa pencoklatan. Menurut Arpah (1993) senyawa teaflavin
memberikan warna merah kekuningan, terang dan berpengaruh terhadap kejernihan
seduhan.
PENUTUP
Simpulan
1. Penambahan bubuk kayu manis (K) berpengaruh sangat nyata terhadap kadar uji
organoleptik warna dan uji hedonik warna teh kulit buah naga.
Serambi Saintia
Jurnal Sains dan Aplikasi
Volume VIII, No.1, April 2020 pISSN 2337 – 9952
eISSN 2656 – 8446
13
2. Suhu pengeringan (S) berpengaruh nyata terhadap uji hedonik rasa pahit dan warna
uji organoleptik rasa dan warna teh kulit buah naga
3. Interaksi antara penambahan bubuk kayu manis dan suhu pengeringan berpengaruh
nyata terhadap organoleptik warna dan uji hedonik warna teh kulit buah naga
4. Perlakuan terbaik terdapat pada penambahan bubuk kayu manis 6% dan suhu
pengeringan 600C (K3S3) yang menghasilkan teh kulit buah naga mutu yang baik
dengan sifat kimia yaitu kadar air 6,74%, rendeman 13,22%, uji organoleptik rasa
4,18 (suka), aroma 3,83 (suka), tekstur 3,70 (suka) dan warna 4,07 (suka), uji
hedonik warna 4,45 (ungu), aroma 3,65 (tidak bau), kejerniha 3,91 (tidak jernih)
dan rasa pahit 4,05 (tidak pahit).
DAFTAR PUSTAKA
Aiyuni, R. Heru, P.W. Rohaya, S. 2017. Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Naga
(Hylocereus costaricensis) dalam Pembuatan Teh Herbal dengan Penambahan
Jahe. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah Volume 2, Nomor 3,
Agustus 2017
Adri, D. Hersolistyorini, W. 2013. Aktivitas Antioksidan dan Sifat. Organoleptik Teh
Daun Sirsak (Annona muricata Linn.) Berdasarkan. Variasi Lama
Pengeringan. Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 04 No. 07.
Ajisaka. 2012. Teh Dahsyat Khasiatnya. Surabaya; Penerbit Stomata.
Agromedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat, 431 Jenis Tanaman Penggempur.
Aneka Penyakit. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.
Anis, E, 2002. Identifikasi dan Uji Kualitas Pigmen Kulit Buah Naga Merah
(Hylocareus costaricensis) pada Beberapa Umur Simpan dengan Perbedaan Jenis
Pelarut. Jurnal Gamma, Universitas Muhamadiyah, Malang Vol 6.
Anjani, P,P. Shelly A. Tri Dewanti W. Pengaruh Penambahan Pandan Wangi dan Kayu
Manis pada Teh Herbal Kulit Salak Bagi Penderita Diabetes. Jurnal Pangan dan
Agroindustri Vol. 3 No 1 P.203-214, Januari 2015
Hambali, E. Abdu, S., E. Noor,. 2006. Kajian Proses Produksi Surfaktan. MES dari
Minyak Sawit dengan menggunakan Reaktan H2SO4. Kementerian Negara Riset
dan Teknologi RI Institut Pertanian Bogor. 80 hlm.
Hartoyo, Arif. 2003. Teh dan Khasiatnya Bagi Kesehatan : Sebuah Tinjauan Ilmiah.
Kanisius. Yogyakarta.
Hastuti, A, M. 2014. Pengaruh Penambahan Kayu Manis terhadap Aktivitas
Antioksidan dan Kadar Gula Total Minuman Fungsional Secang dan Daun Stevia
sebagai Alternatif Minuman bagi Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Artikel
Penelitian Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang.
Kanner, K., Harel, S., and Granit, R. 2001. Betalains – A new class of dietary
cationized antioxidants. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 49, 5178–
5185.
Kencana. E. D. 2015. Pengaruh Suhu Dan Lama Pengeringan Terhadap Karakteristik
Teh Herbal Daun Katuk (Sauropus Adrogynus L. Merr). Jurnal penelitian tugas
akhir Mahasiswa Teknologi Pangan Universitas Pasundan
Ainal Nasir, Laila Sari, Fadlan Hidayat
14
Nurliyana, R., Z. I. Syed., S. K. Mustapha., M. R. Aisyah, and R. K. Kamarul. 2010.
Antioxidant study of pulps and peels of dragon fruits. a comparative study. Food
Research Journal Malaysia. 17(2):367-375.
Pramitasari, D. 2010. Penambahan Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Rosc.) dalam
Pembuatan Susu Kedelai Bubuk Instan dengan Metode Spray Drying: Komposisi
Kimia, Sifat Sensoris dan Aktivitas Antioksidan (Skripsi S-1 Progdi Teknologi
Pertanian). Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Purnomo, B.E. 2016. Pemanfaatan Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)
sebagai Teh Herbal. Jom Faperta Vol. 3 No 2 Oktober 2017
Purnomowati. 2016. Manfaat Buah Naga. http://bio.unsoed.ac.id/sites (Akses 8.
November 2016).
Santoso. 2011. Pengaruh Penggunaan Edible Coating Terhadap Susut Bobot, Ph, dan
Karakteristik Organoleptik Buah. Potong Pada Penyajian Hidangan Dessert.
[Skripsi] Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta.
Satriadi, I. 2015. pengaruh suhu pengeringan dan ukuran potongan terhadap
karakteristik teh kulit lidah buaya (Aloe barbadensis milleer). Jurnal Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Udayana
Sinaga, C. (2014). Ekstraksi Pigmen Antosianin Dari Kulit Buah Naga Merah
(Hylocereus Polyrhizus), 3(2), 25– 29.
Taiwan Food Industry Develop & Research Authoritis. (2005) dalam Patwary, M.,
Rahman,. M., Barua., Sarkar., Alam, M. 2013. Study on the growth
and development of two dragon fruit (Hylocereus undatus) genotypes. The
Agriculturists 11(2): 52-57 (2013). ISSN 2304-7321 [Online] A Scientific Journal
of Krishi Foundation.
Thomas, J. and Duethi, P.P., (2001), Cinnamon Handbook of Herbs and Spices. CRC
Press, New York, pp.143-153
Verma, S. Aggarwal, K., 2014. Trend, Growth and Determinant of Indian. Retail
Sector in Post Liberal Period. Indian Journal of Management. Sciences, Vol.
IV, Issue 1, Januari: 88-92.
Zainoldin, K. H. Baba, A. S. 2012. The Effect of Hylocereus polyrhizus and Hylocereus
undatus on Physicochemical, Proteolysis, and Antioxidant Activity in Yogurt.
International Journal of Biological and Life Sciences 8:2, 93-98