pemanfaatan kulit buah naga (hylocereus polyrhizus

14
Serambi Saintia Jurnal Sains dan Aplikasi Volume VIII, No.1, April 2020 pISSN 2337 9952 eISSN 2656 8446 1 Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) sebagai Bahan Baku Pembuatan Teh Celup Herbal dengan Penambahan Kayu Manis (Cinnamons lumbini L) Ainal Nasir Laila Sari Fadlan Hidayat Program Studi Teknik Industri Pertanian, Universitas Serambi Mekkah Email: [email protected] ABSTRAK Tanaman buah naga termasuk tanaman tropis. Curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman ini sekitar 60 mm/bulan atau 720 mm/tahun. Bagian buah naga yang sering dimanfaatkan adalah bagian daging buah yang berwarna merah, putih ataupun ungu sedangkan kulitnya yang mempunyai berat 30 - 35% dari berat buah belum dimanfaatkan secara maksimal dan hanya dibuang sebagai sampah, padahal kulit buah naga mengandung zat bioaktif yang bermanfaat bagi tubuh diantaranya antioksidan (dalam bentuk asam askorbat, betakaroten, dan antosianin), dan serat pangan (dalam bentuk pektin). Kulit buah naga merah juga mengandung beberapa mineral seperti kalsium, phosfor, zat besi dan beberapa vitamin seperti vitamin A dan C. Selain itu, kulit buah naga merah juga memiliki kandungan lycopene yang merupakan antioksidan alami dan berfungsi untuk melawan kanker, penyakit jantung, dan menurunkan tekanan darah tinggi Salah satu metode yang bisa dipakai untuk mengolah kulit buah naga adalah mengolah kulit buah naga menjadi teh herbal. Kata Kunci : buah naga, teh celup, kayu manis PENDAHULUAN Potensi kulit buah naga merah yang begitu besar namun belum termanfaatkan dengan optimal, maka perlu pengolahan lebih lanjut agar kulit buah naga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Herbal tea atau teh herbal merupakan salah satu produk minuman campuran teh dan tanaman herbal yang memiliki khasiat dalam membantu pengobatan suatu penyakit atau sebagai penyegar (Hambali dkk., 2006). Teh sering disebut sebagai minuman yang mengandung kafein yang biasanya diperoleh dengan menyeduh daun atau pucuk daun camellia sinensis menggunakan air panas (Wikipedia, 2011). Proses pengolahan teh meliputi proses pelayuan, fermentasi dan pengeringan. Ketiga proses ini akan mempengaruhi mutu teh yang dihasilkan terutama aromanya Penelitian pembuatan teh telah dilakukan oleh Aiyuni dkk (2017) tentang pembuatan teh herbal kulit buah naga dengan penambahan jahe. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa perlakuan terbaik didapatkan dari suhu pengeringan 50º C dan konsentarasi jahe 14% dengan kadar air 10,89%, kadar abu 5,85%, aktivitas

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus

Serambi Saintia

Jurnal Sains dan Aplikasi

Volume VIII, No.1, April 2020 pISSN 2337 – 9952

eISSN 2656 – 8446

1

Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) sebagai

Bahan Baku Pembuatan Teh Celup Herbal dengan Penambahan

Kayu Manis (Cinnamons lumbini L)

Ainal Nasir

Laila Sari

Fadlan Hidayat

Program Studi Teknik Industri Pertanian, Universitas Serambi Mekkah

Email: [email protected]

ABSTRAK

Tanaman buah naga termasuk tanaman tropis. Curah hujan yang ideal untuk

pertumbuhan dan perkembangan tanaman ini sekitar 60 mm/bulan atau 720

mm/tahun. Bagian buah naga yang sering dimanfaatkan adalah bagian daging

buah yang berwarna merah, putih ataupun ungu sedangkan kulitnya yang

mempunyai berat 30 - 35% dari berat buah belum dimanfaatkan secara

maksimal dan hanya dibuang sebagai sampah, padahal kulit buah naga

mengandung zat bioaktif yang bermanfaat bagi tubuh diantaranya antioksidan

(dalam bentuk asam askorbat, betakaroten, dan antosianin), dan serat pangan

(dalam bentuk pektin). Kulit buah naga merah juga mengandung beberapa

mineral seperti kalsium, phosfor, zat besi dan beberapa vitamin seperti vitamin

A dan C. Selain itu, kulit buah naga merah juga memiliki kandungan lycopene

yang merupakan antioksidan alami dan berfungsi untuk melawan kanker,

penyakit jantung, dan menurunkan tekanan darah tinggi Salah satu metode yang

bisa dipakai untuk mengolah kulit buah naga adalah mengolah kulit buah naga

menjadi teh herbal.

Kata Kunci : buah naga, teh celup, kayu manis

PENDAHULUAN

Potensi kulit buah naga merah yang begitu besar namun belum termanfaatkan

dengan optimal, maka perlu pengolahan lebih lanjut agar kulit buah naga memiliki nilai

ekonomis yang tinggi.

Herbal tea atau teh herbal merupakan salah satu produk minuman campuran teh

dan tanaman herbal yang memiliki khasiat dalam membantu pengobatan suatu penyakit

atau sebagai penyegar (Hambali dkk., 2006). Teh sering disebut sebagai minuman yang

mengandung kafein yang biasanya diperoleh dengan menyeduh daun atau pucuk daun

camellia sinensis menggunakan air panas (Wikipedia, 2011). Proses pengolahan teh

meliputi proses pelayuan, fermentasi dan pengeringan. Ketiga proses ini akan mempengaruhi mutu teh yang dihasilkan terutama aromanya

Penelitian pembuatan teh telah dilakukan oleh Aiyuni dkk (2017) tentang

pembuatan teh herbal kulit buah naga dengan penambahan jahe. Hasil penelitiannya

menyatakan bahwa perlakuan terbaik didapatkan dari suhu pengeringan 50º C dan

konsentarasi jahe 14% dengan kadar air 10,89%, kadar abu 5,85%, aktivitas

Page 2: Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus

Ainal Nasir, Laila Sari, Fadlan Hidayat

2

antioksidan 59,05% dan total fenol 6,07 mg GAE/g bahan. Penelitian lain juga

dilakukan oleh Purnomo dkk (2016) tentang pembuatan teh herbal dari kulit buah naga.

Hasil penelitiannya menyatakan bahwa perlakuan terbaik didapatkan dari lama

pengeringan 18 jam, suhu pengeringan 50ºC dengan kadar air 14,03%, kadar abu

14,23%, aktivitas antioksidan 2,713 ppm, beraroma kulit buah naga segar, rasa sepat,

warna sangat merah dan keseluruhan panelis menyukai.

Dalam pembuatan teh herbal kulit buah naga diperlukan penambahan flavouring

agent untuk menutupi flavor langu pada kulit buah naga. Flavouring agent yang

ditambahkan adalah kayu manis. Pemilihan kayu manis sebagai bahan tambahan dalam

pembuatan teh herbal ini dikarenakan kayu manis mengandung senyawa seperti

eugenol, safrole, cinnamaldehyde, tannin, kalsium oksalat, damar, zat penyamak, dan

komponen lain yang banyak digunakan untuk memberi aroma dan citarasa dalam teh

herbal agar teh herbal yang dihasilkan nantinya lebih menarik.

Penelitian tentang penambahan kayu manis dalam teh herbal telah dilakukan

oleh Anjani dkk (2015). Dari hasil penelitiannya di peroleh perlakuan terbaik dengan

penambahan filtrat kayu manis 4% yang memiliki total fenol sebesar 166.02 ppm,

aktivitas antioksidan 76.62%, dan flavonoid (positif). Penelitian lain juga dilakukan

oleh Hastuti (2014) dalam pembuatan minuman fungsional dengan penambahan kayu

manis. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa minuman dengan penambahan kayu

manis 1,5% paling disukai panelis dengan penilaian sangat suka untuk parameter warna

dan suka untuk aroma dan rasa dengan nilai pH 6,39, tingkat kecerahan 37,10, aktivitas

antioksidan 38,43% dan kadar gula total 4,77%.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan pada Februari 2018 di Laboratorium

Pengolahan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Serambi Mekkah

Provinsi Aceh dan analisa akan di lakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Serambi Mekkah.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang

terdiri dari 3 level dengan 3 kali ulangan. Adapun faktor yang diteliti adalah Suhu

Pengeringan (S) dan Konsentrasi Bubuk Kayu Manis (K).

Dengan demikian terdapat 9 kombinasi perlakuan dengan 3 kali ulangan,

sehingga diperoleh 27 satuan percobaaan. Susunan kombinasi dari perlakuan dapat

dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Susunan Kombinasi Perlakuan

Suhu

Pengeringan (S)

Penambahan Bubuk Kayu Manis (K)

K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%

S1 = 40º C

S2 = 50º C

S3 = 60º C

S1K1

S2K1

S3K1

S1K2

S2K2

S3K2

S1K3

S2K3

S3K3

Data akan dianalisis menggunakan Analisis of Variance (ANNOVA). Model

rancangan faktorial yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + S1 + KJ + SKij + €ijk

Keterangan :

Page 3: Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus

Serambi Saintia

Jurnal Sains dan Aplikasi

Volume VIII, No.1, April 2020 pISSN 2337 – 9952

eISSN 2656 – 8446

3

Yijk = Total pengamatan pada ulangan ke-S dari faktor suhu pengeringan (S)

ke-i dan faktor penambahan bubuk kayu manis (K) ke-j

µ = Nilai tengah atau pengaruh rata rata umum

Si = Pengaruh suhu pengeringan (S) pada taraf i

Kj = Pengaruh penambahan kayu manis (K) pada taraf j

SKij = Pengaruh interaksi faktor suhu pengeringan (S) ke-i dan faktor

penambahan bubuk kayu manis (K) ke-j

€ijk = Galat percobaan untuk faktor suhu pengeringan (S) ke-i dan faktor

penambahan bubuk kayu manis (K) ke-j

Penelitian yang akan dilakukan ini berpedoman kepada dua variabel perlakuan

yang akan dicobakan yaitu pada variabel tetap dan variabel berubah. Dengan kedua

variabel ini diharapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dapat terwujud.

Prosedur penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu Proses Pembuatan Bubuk

Kayu Manis (Pramitasari, 2010) Modifikasi; dimana dalam hal ini kayu manis

dipotong potong ukuran ± 1 cm dan dikeringkan dalam oven suhu 60°C selama 8 jam.

Setelah kering, kayu manis kemudian kemudian dilakukan pengecilan ukuran dengan di

blender sampai menjadi bubuk lalu diayak dengan ayakan 80 mesh hingga didapatkan

bubuk kayu manis, dan Proses Pembuatan Teh Bubuk Kulit Buah Naga (modifikasi

Adri dan Hersolistyorini, 2013); Kulit buah naga disortasi terlebih dahulu untuk

menghilangkan sisik dan tangkai, dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran. Kulit

buah naga dipotong dengan ukuran ± 2 cm. Kemudian kulit buah naga dikeringkan

dalam oven pada suhu (40°C, 50°C, 60°C) selama 18 jam. Setelah itu dilakukan

pengecilan ukuran dengan menggunakan blender kering.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Rendemen

Rendemen merupakan persentase teh kulit buah naga yang dihasilkan dari berat

bahan yang digunakan. Rendemen juga sering disebut sebagai suatu parameter yang

paling penting untuk mengontrol nilai ekonomis dan efektivitas dari suatu produk atau

bahan pangan yang digunakan untuk menentukan berapa bagian dari bahan baku yang

dapat digunakan sebagai makanan. Rata rata uji rendemen teh kulit buah naga dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata uji rendemen the kulit buah naga

Suhu

pengeringan

(S)

Penambahan bubuk kayu manis (K)

K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%

S1 = 40°C 11,61 12,42 12,51

S2 = 50°C 12,54 12,46 12,26

S3 = 60°C 12,94 12,98 13,22

Tabel ini menjelaskan bahwa nilai rendemen teh kulit buah naga berkisar antara

11,61% - 13,22% dengan rata rata rendemen yang dihasilkan 12,55%. Nilai tertinggi

didapat pada perlakuan suhu pengeringan 60°C dan penambahan bubuk kayu manis 6%

Page 4: Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus

Ainal Nasir, Laila Sari, Fadlan Hidayat

4

(S3K3) yaitu 13,22% sedangkan nilai terendah didapat pada perlakuan suhu

pengeringan 40°C dan penambahan bubuk kayu manis 2% (S1K1) dengan nilai

11,61%.

Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan yang

digunakan maka rendemen teh kulit buah naga yang dihasilkan akan semakin

meningkat. Hal ini diduga karena semakin tinggi suhu yang digunakan maka dapat

meningkatkan kontak bahan pangan dengan panas semakin tinggi sehingga dapat

menyebabkan terjadinya peningkatan suhu di permukaan bahan yang dipengaruhi oleh

adanya suplai energi panas dari pemanasan bahan selama proses pengeringan. Hal ini

didukung oleh pendapat Wahyunindiani dkk (2015) yang menyatakan bahwa semakin

tinggi suhu pengeringan maka semakin besar energi panas yang dibawa udara dan

diterima oleh bahan sehingga semakin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari

permukaan bahan yang dikeringkan yang akan menyebabkan nilai rendemen yang

dihasilkan menjadi semakin meningkat.

Peningkatan nilai rendemen teh kulit buah naga juga diduga disebabkan karena

kondisi potongan kulit buah naga yang secara keseluruhan belum kering dan memiliki

kadar air yang masih tinggi sehingga akan mengakibatkan panas yang diterima oleh

bahan pangan tidak sama. Ketebalan irisan akan menyebabkan proses pengeringan

bahan menjadi lambat sehingga akan terjadi proses case hardening yang merupakan

proses dimana bagian luar permukaan bahan pangan kering sementara bagian dalamnya

tidak kering.

Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang

dinyatakan dalam persen. Kadar air juga disebut sebagai salah satu karakteristik yang

sangat penting pada bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan,

tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Pengujian terhadap kadar air pada penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui berapa persen air yang masih terkandung dalam teh

buah kulit buah naga setelah melalui proses pengeringan pada tiap-tiap kombinasi

perlakuan. Hasil analisis rata rata uji kadar air teh kulit buah naga dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Rata-rata Uji Kadar Air The Kulit Buah Naga

Suhu

pengeringan (S)

Penambahan bubuk kayu manis (K)

K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%

S1 = 40°C 9,51 9,37 8,59

S2 = 50°C 9,31 8,02 7,41

S3 = 60°C 7,47 8,22 6,74

Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai kadar air teh kulit buah naga

berkisar antara 6,74% sampai dengan 9,51% dengan rata rata kadar air yang

dihasilkan 8,29%. Nilai kadar air tertinggi didapat pada perlakuan suhu pengeringan

40°C dan penambahan bubuk kayu manis 2% (S1K1) dengan nilai 9,51% sedangkan

nilai kadar air terendah didapat pada perlakuan suhu pengeringan 60°C dan

penambahan bubuk kayu manis (S3K3) yaitu 6,74%.

Page 5: Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus

Serambi Saintia

Jurnal Sains dan Aplikasi

Volume VIII, No.1, April 2020 pISSN 2337 – 9952

eISSN 2656 – 8446

5

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu pengeringan (S)

berpengaruh nyata (P < 0,05) sedangkan penambahan kayu manis (K) dan interaksi

antara suhu pengeringan dan penambahan bubuk kayu manis (SK) tidak berpengaruh (P

> 0,05) terhadap nilai kadar air teh buah kulit buah naga yang dihasilkan dari berbagai

kombinasi perlakuan yang diteliti. Pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar air teh

kulit buah naga dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 1. Pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar air teh kulit buah naga pada

BNT0,01= 2,68 dan KK = 5,78 (Nilai yang diikuti oleh notasi huruf yang

berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata)

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka

kadar air teh kulit buah naga yang dihasilkan akan semakin menurun. Hal ini

disebabkan karena selama pengeringan terjadi penguapan air yang sangat besar pada

kondisi suhu yang tinggi sehingga akan mengakibatkan potongan kulit buah naga

menjadi kering. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Lubis (2010) yang menyatakan

bahwa suhu pengeringan akan berpengaruh terhadap kadar air karena kondisi

pengeringan yang lama akan mengakibatkan jumlah air yang teruapkan lebih banyak

sehingga kadar air yang dihasilkan menjadi semakin rendah. Hal ini didukung oleh

pernyataan Widjanarko (2012), bahwa laju penguapan disamping dipengaruhi oleh

tingkat kelembaban juga dipengaruhi oleh suhu di sekitar bahan yang dikeringkan.

Menurut Vallous (2011), peningkatan tekanan uap atau suhu pengeringan

menyebabkan terjadinya penurunan kadar air bahan. Penurunan kadar air bahan akan

sampai pada titit kesetimbangan dimana migrasi air dari permukaan bahan menuju

udara kering mengakibatkan konsentrasi air dalam bahan pangan semakin lama, akan

semakin berkurang, dan mengakibatkan turunnya tekanan uap. Karena perbedaan

tekanan uap semakin menurun maka penguapan air dalam permukaan bahan akan

berkurang.

Kadar air yang dihasilkan dari penelitian ini dipengaruhi oleh jenis buah dan

persentase kandungan air yang terdapat didalam kulit buah naga. Menurut SNI 03-

3836-2012, kadar air teh seduhan yang dibolehkan adalah dengan nilai maksimal 8%

sedangkan kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 6,74%-9,13%

dengan rata-rata 8,52%. Kadar air yang tinggi dalam penelitian ini diduga disebabkan

karena kulit buah naga yang digunakan adalah kulit yang masih basah dan mengandung

Page 6: Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus

Ainal Nasir, Laila Sari, Fadlan Hidayat

6

kadar yang tinggi sehingga walaupun telah melalui proses pengeringan dengan suhu

tinggi kadar air buah kulit buah naga masih berada pada persentase yang tinggi. Selain

itu, kadar air yang tinggi dalam penelitian ini juga dipengaruhi oleh proses penerimaan

panas pada bahan selama pengeringan tidak merata pada saat pengeringan. Selain itu

pula oven pengering yang digunakan tidak dilengkapi dengan blower atau kipas

sehingga efektifitas bahan kering selama proses pengeringan juga rendah. Dengan

demikian dapat dinyatakan bahwa kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini tidak

memenuhi persyaratan kadar air teh yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Uji organoleptik

Menurut Citra (2014), warna dalam bahan dapat berasal dari pigmen alami

bahan pangan itu sendiri, reaksi karamelisasi, reaksi Maillard, reaksi senyawa organik

dengan udara dan penambahan zat warna baik alami maupun sintetik. Pengujian

organoleptik terhadap warna teh kulit buah naga bertujuan untuk melihat kondisi

bagaimana warna (visual) yang dihasilkan produk teh kulit buah naga pada tiap-tiap

kombinasi perlakuan yang diteliti. Hasil analisis rata-rata uji organoleptik warna teh

kulit buah naga dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Organoleptik

Suhu pengeringan

(S)

Penambahan bubuk kayu manis (K)

K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%

S1 = 40°C 4,12 4,05 4,18

S2 = 50°C 3,93 3,93 4,17

S3 = 60°C 3,82 4,10 4,07

Tabel diatas memperlihatkan bahwa rerata nilai uji organoleptik warna teh kulit

buah naga berkisar antara 3,82 (suka) – 4,18 (suka) dengan rata-rata 4,04 (suka). Nilai

organoleptik warna tertinggi didapat pada perlakuan suhu pengeringan 40°C dan

penambahan bubuk kayu manis 6% (S3L3) dengan nilai 4,18 (suka) sedangkan nilai

organoleptik warna terendah didapat pada perlakuan suhu pengeringan 60°C dan

penambahan bubuk kayu manis 2% (K1L1) dengan nilai 3,82 (biasa).

Hasil analisis sidik ragam (lampiran 5c) menunjukkan bahwa perlakuan suhu

pengeringan (S) berpengaruh sangat nyata (P > 0,01) sedangkan penambahan bubuk

kayu manis (K) berpengaruh nyata dan interaksi antara suhu pengeringan dan

penambahan bubuk kayu manis (SK) berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap

organoleptik warna teh kulit buah naga yang dihasilkan dari berbagai kombinasi

perlakuan yang diteliti. Pengaruh interaksi antara suhu pengeringan dan penambahan

bubuk kayu manis terhadap organoleptik warna teh kulit buah naga dapat dilihat pada

Gambar 2.

Page 7: Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus

Serambi Saintia

Jurnal Sains dan Aplikasi

Volume VIII, No.1, April 2020 pISSN 2337 – 9952

eISSN 2656 – 8446

7

Gambar 2. Pengaruh interaksi antara suhu pengeringan dan penambahan bubuk kayu

manis terhadap organoleptik warna teh kulit buah nagat.

Dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan

yang digunakan maka nilai organoleptik warna yang dihasilkan akan semakin

meningkat. Hal ini berhubungan dengan perlakuan oksidasi enzimatis yang diterima

oleh bahan selama proses pengeringan. Reaksi oksidasi enzimatis ini pada saat

pengeringan pada suhu yang tinggi akan memberikan perubahan senyawa tanin yang

akan berakibat pada pembentukan rasa, aroma dan warna. Reaksi enzimatis ini juga

berperan untuk merubah kandungan senyawa tanin yang ada dalam teh menjadi

theaflavin dan thearubigin yang berperan dalam penentuan kecerahan warna seduhan

teh menjadi kuning kemerahan. Thearubigin merupakan senyawa yang sulit larut dalam

air dan berperan dalam menentukan kemantapan warna seduhan teh menjadi merah

kecoklatan dan agak gelap (Rohdiana, 2011). Dewa dkk (2019) yang menyatakan

bahwa pada pembuatan teh peony pada suhu pengeringan 600C menghasilkan teh yang

disukai panelis dengan skor 3,47 (suka).

`Warna teh kulit buah naga yang dihasilkan pada penelitian adalah merah

kecoklatan dan akan semakin bewarna hitam pekat dengan meningkatnya suhu

pengeringan yang digunakan. Hal ini diduga dipengaruhi oleh kerusakan pigmen yang

terjadi pada saat kulit buah naga dikeringkan. Hasil penelitian ini sesuai dengan

pernyataan Hermani dan Nurdjanah (2012) yang menyatakan bahwa proses

pengeringan menyebabkan warna hijau klorofil pada buah, kulit dan daun akan

teroksidasi menjadi coklat karena terjadi peristiwa pencoklatan.

Rasa merupakan penilaian organoleptik paling penting yang akan menentukan

diterima atau tidaknya suatu produk di tengah masyarakat. Namun rasa juga sangat

ditentukan oleh aroma, dan tekstur produk. Pada umumnya rasa yang telah disepakati

ada empat yaitu manis, pahit, asam dan asin. Kepekaan tehadap rasa terdapat pada

kuncup rasa pada lidah. Hubungan antara struktur kimia suatu senyawa lebih mudah

ditentukan dengan rasanya. Pengujian terhadap organoleptik rasa teh kulit buah naga

bertujuan untuk melihat bagaimana penerimaan panelis terhadap rasa teh yang

Page 8: Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus

Ainal Nasir, Laila Sari, Fadlan Hidayat

8

dihasilkan pada tiap-tiap kombinasi perlakuan yang diteliti. Hasil analisis rata-rata uji

organoleptik rasa teh kulit buah naga dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisis rata-rata uji organoleptik rasa teh kulit buah naga

Suhu pengeringan

(S)

Penambahan bubuk kayu manis (K)

K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%

S1 = 40°C 3,95 4,08 3,90

S2 = 50°C 4,17 4,10 4,35

S3 = 60°C 4,25 4,30 4,18

Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata rata nilai organoleptik rasa teh kulit

buah naga berkisar antara 3,90 (suka) – 4,35 (suka) dengan rara rata 4,14 (suka). Nilai

organoleptik rasa tertinggi didapat pada perlakuan suhu pengeringan 50°C dan

penambahan bubuk kayu manis 6% (S2K3) dengan nilai 4,35 (suka) sedangkan nilai

organoleptik rasa terendah didapat pada perlakuan suhu pengeringan 40°C dan

penambahan bubuk kayu manis 6% (S1K3) yaitu 3,90 (suka).

Hasil analisis sidik ragam (lampiran 6c) menunjukkan bahwa penambahan bubuk

kayu manis (K) berpengaruh nyata (P > 0,05) sedangkan suhu pengeringan (S) dan

interaksi antara suhu pengeringan dan penambahan kayu manis (K) tidak berpengaruh

(P < 0,05) terhadap nilai organoleptik rasa teh kulit buah naga yang dihasilkan dari

berbagai kombinasi perlakuan yang di teliti. Pengaruh penambahan kayu manis

terhadap organoleptik rasa teh kulit buah naga dapat dilihat pada Gambar berikut:

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi penambahan kayu manis

maka organoleptik rasa yang dihasilkan cenderung semakin meningkat. Hal ini diduga

karena adanya kandungan sinamaldehid dan eugenol pada kayu manis sehingga akan

menimbulkan aroma wangi dan juga menimbulkan rasa yang khas kayu manis sehingga

teh kulit buah naga yang dihasilkan semakin disukai panelis. Hal ini sesuai dengan

pendapat Yulianto (2013) yang menyatakan bahwa sinamaldehid selain bersifat

antioksidan juga berperan sebagai pemberi warna, aroma dan rasa pada produk pangan

Page 9: Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus

Serambi Saintia

Jurnal Sains dan Aplikasi

Volume VIII, No.1, April 2020 pISSN 2337 – 9952

eISSN 2656 – 8446

9

khususnya produk minuman fungsional. Semakin banyak kadar kayu manis pada

minuman fungsional, minuman yang dihasilkan akan semakin gelap karena

sinamaldehid yang larut semakin banyak. Lee (2010) juga menambahkan bahwa

sinamaldehid merupakan senyawa fitokimia yang paling dominan pada kayu manis

yang dapat berperan sebagai antioksidan yang mampu menghambat aldose reduktase

yaitu enzim yang berperan pada jalur poliol sehingga pembentukan zat oksidatif dapat

terhambat dalam tubuh.

Uji Hedonik

Hedonik Warna

Uji mutu hedonik merupakan uji untuk menentukan kesan atau penilaian

terhadap suatu bahan (Setyaningsih 2010). Pada penelitian ini atribut mutu hedonik

yang diuji antara lain warna dari teh kulit buah naga, aroma yang terdiri dari aroma

kulit buah naga dan kayu manis, rasa pahit yang dihasilkan dan rasa tingkat kejernihan

pada air seduhan teh kulit buah naga dengan flavor kayu manis

Warna merupakan karakteristik yang menentukan penerimaan atau penolakan

suatu produk oleh konsumen. Kesan pertama yang didapat dari bahan pangan adalah

warna. Rata rata nilai hedonik warna teh kulit buah naga berkisar antara 3,82 (merah) –

4,45 (ungu) dengan rata rata 4,11 (merah). Nilai hedonik warna tertinggi didapat pada

perlakuan suhu pengeringan 60°C dan penambahan bubuk kayu manis 6% (S3K3)

dengan nilai 4,45 (ungu) sedangkan nilai hedonik warna terendah didapat pada

perlakuan suhu pengeringan 40°C dan penambahan bubuk kayu manis 2% (S1K1) yaitu

3,82 (merah). Hasil analisis rata rata uji hedonik warna teh kulit buah naga dapat dilihat

pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Analisis Uji Hedonik warna the kulit Naga

Suhu pengeringan

(S)

Penambahan bubuk kayu manis (K)

K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%

S1 = 40°C 3,82 3,92 3,87

S2 = 50°C 4,13 4,17 4,15

S3 = 60°C 4,20 4,27 4,45

Hasil analisis sidik ragam (lampiran 7c) menunjukkan bahwa perlakuan suhu

pengeringan (S) dan sedangkan penambahan bubuk kayu manis (K) berpengaruh sangat

nyata (P > 0,01) sedangkan interaksi antara suhu pengeringan dan penambahan bubuk

kayu manis (SK) berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap hedonik warna teh kulit buah

naga yang dihasilkan dari berbagai kombinasi perlakuan yang diteliti. Pengaruh

interaksi antara suhu pengeringan dan penambahan bubuk kayu manis terhadap hedonik

warna teh kulit buah naga dapat dilihat pada Gambar berikut

Page 10: Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus

Ainal Nasir, Laila Sari, Fadlan Hidayat

10

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa suhu pengeringan meningkatkan

pengaruh nyata pada tingkat kesukaan panelis dan metode deskriptif terhadap hedonik

warna teh kulit buah naga. Rata-rata panelis memberikan nilai tertinggi pada perlakuan

suhu pengeringan 40°C dengan penilaian warna sangat kuning keemasan. Hasil metode

deskriptif terhadap warna teh kulit buah naga, panelis memberikan kisaran nilai 3,82-

4,23 dengan nilai tertinggi pada perlakuan suhu pengeringan 60°C dan sedangkan

penambahan bubuk kayu manis 4% (S3K2) dengan kriteria warna kemerahan sesuai

dengan bahan dasar yang digunakan.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan minuman teh adalah

suhu air penyeduh dan waktu ekstraksi. Hal ini dikarenakan faktor-faktor tersebut akan

sangat mempengaruhi warna, rasa dan aroma minuman teh yang dihasilkan. Proses

ekstraksi teh adalah suatu pemisahan bahan berupa padatan dengan menggunakan

bahan cair (air) atau pelarut lainnya. Menurut Trisno (2010), idealnya waktu menyeduh

teh berlangsung selama lima menit dengan suhu air 80°C dan tiga menit dengan suhu

air 90°C. Hal ini disebabkan karena apabila ekstraksi terlalu lama akan melarutkan

banyak tanin, sehingga menimbulkan rasa agak sepat yang berlebihan pada seduhan

teh.

Menurut standar SNI 01-3143-1992 warna minuman teh yang baik adalah

normal yaitu cerah. Proses oksidasi enzimatis mengubah senyawa katekin menjadi

theaflavin dan selanjutnya terkondensasi menjadi thearubigin. Semakin lama proses

oksidadi enzimatis maka semakin banyak theaflavin yang terkondensasi menjadi

thearubigin sehingga cairan sel berwarna lebih gelap. Senyawa theaflavin memberikan

warna merah kekuningan, terang dan berpengaruh terhadap kejernihan seduhan.

Berdasarkan penelitian Adri dan Hersoelistyorini (2013), semakin lama pengeringan

warna teh daun sirsak yang dihasilkan semakin memudar.

Hedonik aroma

Aroma pada produk pangan dapat dipengaruhi oleh bahan bahan yang digunakan

dalam proses pengolahannya. Penggunaan suhu tinggi pada pengolahan pangan

menyebabkan senyawa-senyawa volatil hilang karena proses penguapan (Rahmi, 2004).

Page 11: Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus

Serambi Saintia

Jurnal Sains dan Aplikasi

Volume VIII, No.1, April 2020 pISSN 2337 – 9952

eISSN 2656 – 8446

11

Pengujian terhadap organoleptik aroma teh kulit buah naga bertujuan untuk mengetahui

bagaimana aroma yang dihasilkan teh pada tiap-tiap kombinasi perlakuan yang diteliti.

Rata rata hasil hedonik aroma teh kulit buah naga dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata Hasil Hedonik Aroma Teh Kulit Buah Naga

Suhu pengeringan

(S)

Penambahan bubuk kayu manis (K)

K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%

S1 = 40°C 4,17 4,05 3,97

S2 = 50°C 3,93 3,58 3,60

S3 = 60°C 3,90 4,23 3,63

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai hedonik warna yang dihasilkan teh

berkisar antara 3,58 (tidak bau) sampai dengan 4,23 (tidak bau) dengan nilai rata rata

3,90 (tidak bau). Nilai hedonik warna tertinggi terdapat pada perlakuan suhu

pengeringan 60°C dan penambahan bubuk kayu manis 4% (S3K2) dengan nilai 4,23

(tidak bau) sedangkan nilai hedonik warna terendah terdapat pada suhu pengeringan

50°C dan penambahan bubuk kayu manis 4% (S2K2) dengan nilai 3,58 (tidak bau).

Rasa pahit

Rasa berhubungan dengan komponen bahan yang ditangkap oleh indrera perasa

(lidah). Rasa juga merupakan salah satu penentu dalam tingkat penerimaan panelis

(Hafezi dkk, 2006). Pengujian terhadap hedonik rasa pahit teh kulit buah naga

bertujuan untuk mengetahui bagaimana rasa pahit yang dihasilkan teh pada tiap-tiap

kombinasi perlakuan yang diteliti. Rata rata hasil hedonik rasa pahit teh kulit buah naga

dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata rata hasil hedonik rasa pahit teh kulit buah naga

Suhu pengeringan

(S)

Penambahan bubuk kayu manis (K)

K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%

S1 = 40°C 4,22 4,08 4,25

S2 = 50°C 4,20 4,23 4,12

S3 = 60°C 3,95 4,00 4,05

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai hedonik rasa pahit yang dihasilkan

teh kulit buah naga berkisar antara 3,95 (agak pahit) sampai dengan 4,25 (tidak pahit)

dengan nilai rata rata 4,13 (tidak pahit). Nilai organoleptik warna tertinggi terdapat

pada perlakuan suhu pengeringan 40°C dan penambahan bubuk kayu manis 6% (S1K3)

dengan nilai 4,25 (tidak pahit) sedangkan nilai organoleptik warna terendah terdapat

pada suhu pengeringan 60°C dan penambahan bubuk kayu manis 2% (S1K1) dengan

nilai 3,95 (agak pahit).

Semakin tinggi persentase penambahan bubuk kayu manis maka rasa pahit yang

dihasilkan akan semakin menurun. Hal ini diduga karena rasa pahit yang dihasilkan

merupakan rasa pahit yang melekat dimulut sehingga menyebabkan tingkat kesukaan

Page 12: Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus

Ainal Nasir, Laila Sari, Fadlan Hidayat

12

panelis juga semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratnaningrum (2018)

yang menyatakan bahwa penurunan rasa terhadap mutu teh disebabkan karena senyawa

yang berkontribusi untuk karakteristik rasa teh adalah senyawa polifenol (katekin),

asam amino, dan theine yang merupakan senyawa yang menggumpalkan protein

sehingga menghasilkan rasa sepat dilihat.

Kejernihan

Nilai kejernihan yang semakin rendah menunjukkan mutu kejernihan yang

semakin amat sangat keruh sedangkan nilai kejernihan yang semakin tinggi

menunjukan mutu kejernihan air seduhan teh amat sangat kuat (transparan). Rata rata

nilai kejerninhan teh kulit buah naga berkisar antara 3,80 (agak jernih) – 4,18 (jernih)

dengan rata rata 3,92 (agak jernih). Nilai kejernihan tertinggi didapat pada perlakuan

suhu pengeringan 60°C dan penambahan bubuk kayu manis 2% (S3K1) dengan nilai

4,18 (jernih) sedangkan nilai kejernihan terendah didapat pada perlakuan suhu

pengeringan 40°C dan penambahan bubuk kayu manis 6% (S1K3) yaitu 3,80 (agak

jernih). Rata rata hasil kejernihan teh kulit buah naga dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rata rata hasil kejernihan teh kulit buah naga

Suhu pengeringan

(S)

Penambahan bubuk kayu manis (K)

K1 = 2% K2 = 4% K3 = 6%

S1 = 40°C 3,84 3,91 3,80

S2 = 50°C 3,82 3,89 3,93

S3 = 60°C 4,18 3,96 3,91

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan kayu manis (K) dan

suhu pengeringan (S) serta interaksi antara suhu pengeringan dan penambahan bubuk

kayu manis (S) berpengaruh tidak nyata (P < 0,05) terhadap kejernihan teh kulit buah

naga yang dihasilkan dari berbagai kombinasi perlakuan yang di teliti. Pada uji mutu

hedonik, atribut kejernihan air seduhan teh kulit buah naga flavor kayu manis memiliki

kisaran nilai rataan antara 3,80 sampai dengan 4,18 dengan makna pada kisaran agak

lemah sampai agak kuat.

Suhu pengeringan yang semakin besar maka kejernihan teh semakin menurun.

Hal ini disebabkan oleh warna ungu pada kulit buah naga mengalami degradasi akibat

pemanasan dan membentuk warna coklat. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan

Hermani dan Nurdjanah (2004), yang menyatakan bahwa proses pengeringan

menyebabkan warna hijau klorofil pada daun teroksidasi menjadi coklat. Hal ini

dikarenakan terjadi peristiwa pencoklatan. Menurut Arpah (1993) senyawa teaflavin

memberikan warna merah kekuningan, terang dan berpengaruh terhadap kejernihan

seduhan.

PENUTUP

Simpulan

1. Penambahan bubuk kayu manis (K) berpengaruh sangat nyata terhadap kadar uji

organoleptik warna dan uji hedonik warna teh kulit buah naga.

Page 13: Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus

Serambi Saintia

Jurnal Sains dan Aplikasi

Volume VIII, No.1, April 2020 pISSN 2337 – 9952

eISSN 2656 – 8446

13

2. Suhu pengeringan (S) berpengaruh nyata terhadap uji hedonik rasa pahit dan warna

uji organoleptik rasa dan warna teh kulit buah naga

3. Interaksi antara penambahan bubuk kayu manis dan suhu pengeringan berpengaruh

nyata terhadap organoleptik warna dan uji hedonik warna teh kulit buah naga

4. Perlakuan terbaik terdapat pada penambahan bubuk kayu manis 6% dan suhu

pengeringan 600C (K3S3) yang menghasilkan teh kulit buah naga mutu yang baik

dengan sifat kimia yaitu kadar air 6,74%, rendeman 13,22%, uji organoleptik rasa

4,18 (suka), aroma 3,83 (suka), tekstur 3,70 (suka) dan warna 4,07 (suka), uji

hedonik warna 4,45 (ungu), aroma 3,65 (tidak bau), kejerniha 3,91 (tidak jernih)

dan rasa pahit 4,05 (tidak pahit).

DAFTAR PUSTAKA

Aiyuni, R. Heru, P.W. Rohaya, S. 2017. Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Naga

(Hylocereus costaricensis) dalam Pembuatan Teh Herbal dengan Penambahan

Jahe. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah Volume 2, Nomor 3,

Agustus 2017

Adri, D. Hersolistyorini, W. 2013. Aktivitas Antioksidan dan Sifat. Organoleptik Teh

Daun Sirsak (Annona muricata Linn.) Berdasarkan. Variasi Lama

Pengeringan. Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 04 No. 07.

Ajisaka. 2012. Teh Dahsyat Khasiatnya. Surabaya; Penerbit Stomata.

Agromedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat, 431 Jenis Tanaman Penggempur.

Aneka Penyakit. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

Anis, E, 2002. Identifikasi dan Uji Kualitas Pigmen Kulit Buah Naga Merah

(Hylocareus costaricensis) pada Beberapa Umur Simpan dengan Perbedaan Jenis

Pelarut. Jurnal Gamma, Universitas Muhamadiyah, Malang Vol 6.

Anjani, P,P. Shelly A. Tri Dewanti W. Pengaruh Penambahan Pandan Wangi dan Kayu

Manis pada Teh Herbal Kulit Salak Bagi Penderita Diabetes. Jurnal Pangan dan

Agroindustri Vol. 3 No 1 P.203-214, Januari 2015

Hambali, E. Abdu, S., E. Noor,. 2006. Kajian Proses Produksi Surfaktan. MES dari

Minyak Sawit dengan menggunakan Reaktan H2SO4. Kementerian Negara Riset

dan Teknologi RI Institut Pertanian Bogor. 80 hlm.

Hartoyo, Arif. 2003. Teh dan Khasiatnya Bagi Kesehatan : Sebuah Tinjauan Ilmiah.

Kanisius. Yogyakarta.

Hastuti, A, M. 2014. Pengaruh Penambahan Kayu Manis terhadap Aktivitas

Antioksidan dan Kadar Gula Total Minuman Fungsional Secang dan Daun Stevia

sebagai Alternatif Minuman bagi Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Artikel

Penelitian Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Semarang.

Kanner, K., Harel, S., and Granit, R. 2001. Betalains – A new class of dietary

cationized antioxidants. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 49, 5178–

5185.

Kencana. E. D. 2015. Pengaruh Suhu Dan Lama Pengeringan Terhadap Karakteristik

Teh Herbal Daun Katuk (Sauropus Adrogynus L. Merr). Jurnal penelitian tugas

akhir Mahasiswa Teknologi Pangan Universitas Pasundan

Page 14: Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus

Ainal Nasir, Laila Sari, Fadlan Hidayat

14

Nurliyana, R., Z. I. Syed., S. K. Mustapha., M. R. Aisyah, and R. K. Kamarul. 2010.

Antioxidant study of pulps and peels of dragon fruits. a comparative study. Food

Research Journal Malaysia. 17(2):367-375.

Pramitasari, D. 2010. Penambahan Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Rosc.) dalam

Pembuatan Susu Kedelai Bubuk Instan dengan Metode Spray Drying: Komposisi

Kimia, Sifat Sensoris dan Aktivitas Antioksidan (Skripsi S-1 Progdi Teknologi

Pertanian). Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Purnomo, B.E. 2016. Pemanfaatan Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)

sebagai Teh Herbal. Jom Faperta Vol. 3 No 2 Oktober 2017

Purnomowati. 2016. Manfaat Buah Naga. http://bio.unsoed.ac.id/sites (Akses 8.

November 2016).

Santoso. 2011. Pengaruh Penggunaan Edible Coating Terhadap Susut Bobot, Ph, dan

Karakteristik Organoleptik Buah. Potong Pada Penyajian Hidangan Dessert.

[Skripsi] Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta.

Satriadi, I. 2015. pengaruh suhu pengeringan dan ukuran potongan terhadap

karakteristik teh kulit lidah buaya (Aloe barbadensis milleer). Jurnal Fakultas

Teknologi Pertanian Universitas Udayana

Sinaga, C. (2014). Ekstraksi Pigmen Antosianin Dari Kulit Buah Naga Merah

(Hylocereus Polyrhizus), 3(2), 25– 29.

Taiwan Food Industry Develop & Research Authoritis. (2005) dalam Patwary, M.,

Rahman,. M., Barua., Sarkar., Alam, M. 2013. Study on the growth

and development of two dragon fruit (Hylocereus undatus) genotypes. The

Agriculturists 11(2): 52-57 (2013). ISSN 2304-7321 [Online] A Scientific Journal

of Krishi Foundation.

Thomas, J. and Duethi, P.P., (2001), Cinnamon Handbook of Herbs and Spices. CRC

Press, New York, pp.143-153

Verma, S. Aggarwal, K., 2014. Trend, Growth and Determinant of Indian. Retail

Sector in Post Liberal Period. Indian Journal of Management. Sciences, Vol.

IV, Issue 1, Januari: 88-92.

Zainoldin, K. H. Baba, A. S. 2012. The Effect of Hylocereus polyrhizus and Hylocereus

undatus on Physicochemical, Proteolysis, and Antioxidant Activity in Yogurt.

International Journal of Biological and Life Sciences 8:2, 93-98