pemanfaatan limbah kulit udang (pkm)

18
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA Pemanfaatan Ekstrak Limbah Kulit Udang ( Chitosan) sebagai Pengawet dan Peningkat Kadar Protein pada Tahu Bidang Kegiatan PKM-T Diusulkan Oleh : 1. Fitriani Fauzia.S (1103196/2010) 2. M. Oka (1103203/2010) 3. Umi Lestari (1103223/2010) POLITEKNIK POS INDONESIA BANDUNG 2012

Upload: umi-lestari

Post on 22-Jun-2015

5.415 views

Category:

Education


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

Pemanfaatan Ekstrak Limbah Kulit Udang ( Chitosan) sebagai

Pengawet dan Peningkat Kadar Protein pada Tahu

Bidang Kegiatan

PKM-T

Diusulkan Oleh :

1. Fitriani Fauzia.S (1103196/2010)

2. M. Oka (1103203/2010)

3. Umi Lestari (1103223/2010)

POLITEKNIK POS INDONESIA

BANDUNG

2012

Page 2: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

HALAMAN PENGESAHAN

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

Judul Kegiatan : Pemanfaatan Ekstrak Limbah Kulit Udang ( Chitosan ) sebagai

Pengawet dan Peningkat Kadar Protein pada Tahu

1. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-P ( ) PKM-K

(√ ) PKM-T ( )PKM-M

2. Bidang Ilmu : ( ) Kesehatan ( ) Pertanian

( ) MIPA (√ ) Teknologi dan Rekayasa

( ) Sosial Ekonomi ( ) Humaniora

( ) Pendidikan

3. Ketua Pelaksana Kegiatan

a. Nama : M. Oka Bahtari

b. NIM : 1103203

c. Jurusan : Teknik Informatika

d. Perguruan Tinggi : Politeknik Pos Indonesia

e. Alamat Rumah : Jl. Sariasih No. 54 Bandung

a. No. Telp/HP : 085.681.432.14

f. Alamat email : [email protected]

4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 3 orang

5. Dosen Pendamping

a. Nama Lengkap dan Gelar : Woro Isti Rahayu, S.T.,M.T

b. NIP : 10579081

c. Alamat Rumah : Graha Bukit Raya 3 Blok D4 No. 33 RT.003/025

Cilame Ngamprah Bandung

d. No. Telp/HP : 085724486206

6. Biaya Kegiatan Total

a. Sumber Dikti : Rp. 10.000.000.00

b. Sumber lain (......) : Rp. 0,00

7. Jangka Waktu Pelaksanaan : 3 bulan

Bandung, 27 Juni 2012

Menyetujui,

Ketua Jurusan Teknik Informatika, Ketua Pelaksana Kegiatan,

Santoso, S. Si, M. Kom. M. Oka Bahtari

NIP. 10264040 NIM. 1103203

Direktur Politeknik Pos Indonesia, Dosen Pendamping,

Saepudin Nirwan, S.Kom.,M.Kom. Woro Isti Rahayu, S.T., M.T

NIP. 10273041 NIP. 10579081

Page 3: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

A. Judul : Pemanfaatan Ekstrak Limbah Kulit Udang ( Chitosan )

sebagai Pengawet dan Peningkat Kadar Protein pada Tahu.

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Indonesia merupakan negara maritim dengan dua per tiga wilayahnya terdiri dari

perairan. Dengan luas seperti itu, Indonesia sebagai negara maritim sangat berpotensi

menghasilkan devisa. Salah satu devisa terbesar negara ini adalah udang dan hingga saat ini

devisa terbesar di Indonesia adalah udang. Udang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Udang

merupakan bahan makanan yang mengandung protein (21%), lemak (0,2%), vitamin A dan

B1, dan mengandung mineral seperti zat kapur dan fosfor. Udang dapat diolah dengan

beberapa cara seperti udang beku, udang kering, udang kaleng, dan lain-lain. Limbah kulit

udang dapat menjadi salah satu masalah yang harus dihadapi oleh pabrik pengolahan udang.

Limbah udang ini dapat mencemari lingkungan di sekitar pabrik sehingga perlu

dimanfaatkan. Selama ini kulit udang hanya dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kerupuk,

terasi, dan suplemen bahan makanan ternak. Padahal 20-30% limbah tersebut mengandung

senyawa chitin yang dapat diubah menjadi chitosan.

Pada prinsipnya untuk mengawetkan makanan membutuhkan chitosan dengan

konsentrasi 1,5 % (dalam 1 liter air dibutuhkan 15 gram chitosan) sedangkan

aplikasi chitosan sebagai bahan pengawet dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

pencampuran dan perendaman pada bahan pangan seperti tahu. Tahu merupakan suatu

produk berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycine sp)

dengan cara pengendapan proteinnya dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang

diijinkan. Tahu sebagai salah satu produk olahan patut dikembangkan untuk mengatasi

masalah kekurangan protein bagi masyarakat luas. Hal ini ditunjang oleh harga tahu itu

sendiri yang relatif murah dan terjangkau.

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang kami angkat adalah:

1. Apakah pemberian chitosan kulit udang memberikan pengaruh sebagai bahan

pengawet tanpa merusak kualitas produk tahu ?

Page 4: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

2. Apakah pemberian chitosan kulit udang memberikan pengaruh sebagai bahan

peningkat kadar protein tahu ?

3. Bagaimanakah mekanisme chitosan dalam proses pengawetan produk tahu?

4. Bagaimanakah aplikasi penambahan ekstrak kulit udang (Chitosan) sebagai

pengawet alami yang berbahan dasar kulit udang?

D. TUJUAN

Teknologi dilakukan bertujuan untuk:

1. Mengetahui pemberian chitosan kulit udang dalam memberikan pengaruh sebagai

bahan pengawet tanpa merusak kualitas produk tahu .

2. Mengetahui pemberian chitosan kulit udang dalam memberikan pengaruh sebagai

bahan peningkat kadar protein tahu.

3. Mengetahui mekanisme chitosan dalam proses pengawetan produk tahu.

4. Mengetahui aplikasi penambahan ekstrak kulit udang (chitosan) sebagai pengawet

alami yang berbahan dasar kulit udang.

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN

1. Menghasilkan produk dengan penambahan ekstrak kulit udang (chitosan) sebagai

pengawet alami pada tahu yang dapat meningkatkan kualitas produk tahu dari segi

gizi.

2. Menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonimis yang tinggi.

F. KEGUNAAN

Kegunaan yang diharapkan dari teknologi ini adalah:

Page 5: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

1. Memberikan solusi kepada masyarakat mengenai pengolahan limbah

khususnya limbah kulit udang dengan memanfaatkannya sebagai bahan

pengawet alami produk tahu.

2. Memberikan informasi tentang pemanfaatan kulit udang yang berguna sebagai

bahan pengawet yang sehat seperti untuk bahan pengawet tahu secara alami.

G. TINJAUAN PUSTAKA

G.1 Udang

Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai, laut, atau danau.

Udang dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang berukuran besar baik air

tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga

beberapa ribu meter di bawah permukaan. Udang biasa dijadikan makanan laut (seafood).

Banyak crustaceae yang dikenal dengan nama "udang". Misalnya mantis shrimp dan mysid

shrimp, keduanya berasal dari kelas Malacostraca sebagai udang sejati, tetapi berasal dari

ordo berbeda, yaitu Stomatopoda dan Mysidaceae. Triops longicaudatus dan Triops

cancriformis juga merupakan hewan populer di air tawar, dan sering disebut udang, walaupun

mereka berasal dari Notostraca, kelompok yang tidak berhubungan.

G.2 Kulit Udang

Kulit udang terdiri atas empat lapisan, yaitu : epikutikula, eksokutikula, endokutikula

dan epidermis. Tebal tipisnya kutikula bervariasi, bergantung pada lokasinya, di daerah

kepala tebalnya 75 mikron dan daerah lunak di bagian pangkal kaki hanya 5 mikron. Kutikula

terdiri dari 38,7% zat anorganik yang mengandung 98,5% kalsium. Pada waktu

moulting chitin dan protein dari kulit yang lama lebih dulu diserap dan bahan anorganiknya

tidak diserap. Sebelum moulting epikutikula dan eksokutikula terbentuk dan terpisah dengan

kutikula yang lama, kemudian segera setelah terjadi moulting kalsium perlahan-lahan

tertimbun ke dalam eksokutikula dan dalam waktu 5 jam penimbunan tersebut menjadi

sempurna. Pertukaran kalsium antara cairan tubuh dengan air laut berjalan melalui insang,

kira-kira 90% Ca diserap dan 79% dikeluarkan .

G.3 Chitin dan Chitosan

Kata ”kitin” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”chiton”, yang berarti baju rantai besi.

Kitin pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang

Page 6: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

dinamakan ”fugine”. Pada tahun 1823, Odier mengisolasi suatu zat dari kutikula serangga

jenis elytra dan mengusulkan nama ”chitin” (Firdaus dkk, 2009). Pada umumnya chitin di

alam tidak berada dalam keadaan bebas, akan tetapi berikatan dengan protein, mineral, dan

berbagai macam pigmen.

Walaupun chitin tersebar di alam, tetapi sumber utama yang digunakan untuk

pengembangan lebih lanjut adalah jenis udang-udangan (crustaceae) yang dipanen secara

komersial. Limbah udang sebenarnya bukan merupakan sumber yang kaya akan chitin,

namun limbah ini mudah didapat dan tersedia dalam jumlah besar sebagai limbah hasil dari

pembuatan udang .

Chitin (C8H13NO5)n merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa dan

mempunyai rumus kimia poli (2-asetamida-2-dioksi-β-D-Glukosa) dengan ikatan β-

glikosidik (1,4) yang menghubungkan antar unit ulangnya. Chitin tidak mudah larut dalam

air, sehingga penggunaannya terbatas. Namun dengan modifikasi struktur kimiawinya maka

akan diperoleh senyawa turunan chitin yang mempunyai sifat kimia yang lebih baik (Srijanto

dan Imam, 2009). Salah satu turunan chitin adalah chitosan (C6H11O4N)n suatu polisakarida

linier dengan komposisi glukosamin. Chitosan mempunyai rumus kimia poli (2-amino2-

dioksi-β-D-Glukosa) dan dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis chitin menggunakan basa

kuat (Srijanto dan Imam, 2009). Chitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau

dan tidak berasa. Kadar chitin dalam berat udang, berkisar antara 60-70 % dan bila diproses

menjadichitosan menghasilkan yield 15-20 % (Wardaniati, 2009).

Menurut Hardjito (2009) chitosan mempunyai bentuk mirip dengan selulosa, dan

bedanya terletak pada gugus rantai C-2 dimana gugus hidroksi (OH) pada C-2 digantikan

oleh gugus amina (NH2). Proses utama dalam pembuatan chitosan, meliputi penghilangan

protein dan kandungan mineral melalui proses kimiawi yang

disebut deproteinasi dan demineralisasi yang masing-masing dilakukan dengan

menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya, chitosan diperoleh melalui

proses deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa (Mudhzz, 2010).

Karakteristik fisiko-kimia chitosan berwarna putih dan berbentuk

kristal, chitosan mempunyai sifat biodegradabel yaitu mudah terurai secara hayati, tidak

beracun, dapat larut dalam larutan asam organik encer, tetapi tidak larut dalam air, larutan

alkali pada PH di atas 6,5 dan pelarut organik lainnya. Pelarut chitosan yang baik adalah

asam asetat (Mahmiah, 2005).

Page 7: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

Menurut Harini (2003) molekul chitosan bersifat lebih kompak dibandingkan dengan

polisakarida lainnya apabila berada dalam larutan asam encer dengan kekuatan ionik rendah.

Hal ini mungkin disebabkan oleh densitas muatan yang tinggi. Di dalam larutan berionik

tinggi atau bila ke dalam larutan ditambahkan urea, ikatan hidrogen dan gaya elektrostatik

pada molekul chitosan terganggu, konformasinya menjadi bentuk acak (random coil). Sifat

fleksibel molekul ini menjadikannya dapat membentuk baik konformasi kompak maupun

memanjang (polisakarida lain umumnya berbentuk memanjang).

Chitosan dapat diperoleh dengan mengkonversi chitin, sedangkan chitin sendiri dapat

diperoleh dari kulit udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam tiga tahap yaitu:

tahap demineralisasi, penghilangan mineral; tahap deproteinasi, penghilangan protein; dan

tahap depigmentasi, pemutihan. Sedangkan chitosan diperoleh dengan deasetilasi chitin yang

didapat dengan larutan basa konsentrasi tinggi. Deproteinasi menggunakan natrium

hidroksida lebih sering digunakan, karena lebih mudah dan efektif. Pada pemisahan protein

menggunakan natrium hidroksida, protein diekstraksi sebagai natrium proteinat yang larut.

Pembuatan chitosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil (-COCH3) pada

gugusan asetil amino chitin menjadi gugus amino bebas chitosan dengan menggunakan

larutan basa. Chitin mempunyai struktur kristal yang panjang dengan ikatan kuat antara ion

nitrogen dan gugus karboksil, sehingga pada proses deasetilasi digunakan larutan natrium

hidroksida konsentrasi 40-50% dan suhu yang tinggi (100-150oC) untuk

mendapatkan chitosan dari chitin.

Reaksi pembentukan chitosan dari chitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh

basa. Chitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi

adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi

gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu chitosan.

Spesifikasi chitin dan chitosan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Spesifikasi (standart mutu) chitin dan chitosan

Page 8: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

Spesifikasi Deskripsi

Air 2-10% pada kondisi normal laboratorium

Nitrogen 6-7% dalam chitin, 7-8,4% dalam chitosan

Derajat deasetilasi < 10% untuk chitin, >70% untuk chitosan

Abu < 1,0%

Sumber : Muzzarelli (1985) dalam Handayani (2004)

Menurut Hardjito (2009) chitosan memiliki beberapa manfaat sebagai berikut :

1. Penggunaan chitosan pada produk pangan dapat menghindarkan konsumen dari

kemungkinan terjangkit penyakit typhus, karenachitosan dapat menghambat

pertumbuhan berbagai mikroba patogen penyebab penyakit typhus seperti Salmonella

enterica, S. enterica var. Paratyphi-A dan S. enterica var. Paratyphi-B. Chitosan juga

dapat menghambat perbanyakan sel kanker lambung manusia dan meningkatkan daya

tahan tubuh. Chitosan telah mendapatkan persetujuan dari BPOM No.HK.00.05.52.6581

untuk digunakan dalam produk pangan. Di Amerika chitosan telah mendapat

pengesahan sebagai produk GRAS (Generally Recognised As Safe) oleh FDA.

2. Chitosan dapat menjerat lemak (fat absorber) dan mengeluarkannya bersama kotoran

karena chitosan sebagai serat tidak dapat dicerna oleh tubuh, sehingga

penggunaan chitosan akan mengurangi resiko terkena kolesterol tinggi

3. Berfungsi sebagai pelembab, antioksidan, tabir surya pada produk kosmetik.

G.4 Protein

Menurut Suhardjo dan Clara (1992) protein berasal dari bahasa Yunani (Greek).

“Primary, holding first place” yang berarti menduduki tempat yang terutama. Protein

terbentuk dari unsur-unsur organik yang hampir sama dengan karbohidrat dan lemak yatu

terdiri dari unsur karbon, hidrogen, oksigen dan mineral yaitu fosfor, sulfur dan zat besi.

Molekul protein tersusun dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino. Dalam molekul

protein, asam-asam amino ini saling berhubung-hubungan dengan suatu ikatan yang disebut

ikatan peptida (-CONH-). Satu molekul protein terdiri dari 12 sampai 18 macam asam amino

dan dapat mencapai ratusan asam amino.

Page 9: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

Kebutuhan badan manusia untuk mempertahankan dan memperbaiki tenunan yang

sudah tua terus berlangsung selama hidup. Protein dalam jaringan tubuh kita tidak statis, atau

tetap. Artinya, sel-sel jaringan tersebut dipecah dan diganti dengan protein baru yang

disintesis dari asam amino yang berasal dari makanan dan tenunan dalam tubuh. Apabila

seseorang baru saja menjadi donor darah, mengalami menstruasi yang berlebihan, pendarahan

yang hebat, kebakaran kulit, TBC kronis, dan sebagainya, maka keperluan proteinnya akan

sangat tinggi (Winarno, 1993).

Protein sendiri mempunyai banyak sekali fungsi di dalam tubuh kita. Pada dasarnya

protein menunjang keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh, sumber energi,

pembentukan dan perbaikan sel dan jaringan, sebagai sintesis hormon, enzim, antibodi,

pengatur keseimbangan kadar asam basa dalam sel. Menurut Budianto (2001) protein

berfungsi sebagai media perambatan impuls syaraf, alat pengangkut dan alat penyimpan,

pengatur pergerakan.

Semua enzim adalah protein yang bertindak sebagai katalis dalam pencernaan dan

metabolisme. Beberapa hormon, khususnya tiroksin, adrenalin, dan insulin yang diproduksi

oleh kelenjar-kelenjar hormon pada umumnya terdiri atas protein. Hormon tersebut berfungsi

mengatur dan mengkoordinasi keaktifan badan. Antibodi adalah senyawa yang membantu

kemampuan badan untuk melawan infeksi, yaitu masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh

(Winarno, 1993). Setiap orang dewasa harus sedikitnya mengkonsumsi 1 g protein per kg

berat tubuhnya. Kebutuhan akan protein bertambah pada perempuan yang mengandung dan

atlet-atlet. Sumber protein dapat diperoleh dari : daging, ikan, telur, susu, tumbuhan

berbiji, suku polong-polongan,kentang.

Menurut Anonymous (2009) kekurangan protein bisa berakibat fatal antara lain:

1. Kerontokan rambut (rambut terdiri dari 97-100% dari protein – keratin)

2. Kwasiorkor, penyakit kekurangan protein. Biasanya pada anak-anak kecil yang

menderitanya, dapat dilihat dari yang namanyabusung lapar, yang disebabkan oleh

filtrasi air di dalam pembuluh darah sehingga menimbulkan odem. Simptom yang lain

dapat dikenali adalah: hipotonus, gangguan pertumbuhan, hati lemak. Kekurangan

yang terus menerus menyebabkan marasmusdan berkibat kematian.

Kelebihan protein dianggap tidak membahayakan. Banyak orang mengkonsumsi lebih

dari 200 gr protein per hari tanpa mengalami sakit. Akan tetapi, beberapa hasil penelitian

Page 10: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

menyimpulkan bahwa konsumsi protein yang terlalu tinggi dapat berpengaruh tidak baik.

Kelebihan protein dalam makanan yang dikonsumsi dirusak dan sebagian besar nitrogennya

dikeluarkan dalam bentuk urea. Beban yang harus dikerjakan dalam menyaring dan

membuang hasil metabolisme oleh ginjal, meningkat bila konsumsi protein meningkat

(Winarno, 1993).

G.5 Tahu

Tahu merupakan suatu produk yang terbuat dari hasil penggumpalan protein kedelai.

Dalam perdagangan dikenal dua jenis tahu, yaitu tahu biasa dan tahu Cina. Pada pembuatan

tahu Cina, kedelai direbus terlebih dahulu sebelum direndam dan biasanya mempunyai

ukuran lebih besar (Koswara, 1992). Tahu dikenal masyarakat sebagai makanan sehari-hari

yang umumnya sangat digemari serta mempunyai daya cerna yang tinggi. Keuntungan lain

pada pembuatan tahu adalah berkurangnya senyawa anti tripsin (tripsin inhibitor) yang

terbuang bersama whey dan rusak selama pemanasan. Disamping itu adanya proses

pemanasan dapat menghilangkan bau langu kedelai (Koswara, 1992). Tahu sebagai salah

satu produk olahan patut dikembangkan untuk mengatasi masalah kekurangan protein bagi

masyarakat luas. Hal ini ditunjang oleh harga tahu itu sendiri yang relatif murah dan

terjangkau.Tahu mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi terutama kandungan proteinnya.

Komposisi nilai gizi pada 100 gr tahu segar dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini:

Tabel.2. Komposisi Nilai Gizi pada 100 gr Tahu Segar

Komposisi Jumlah

Energi 63 kal

Air 86,7 g

Protein 7,9 g

Lemak 4,1 g

Karbohidrat 0,4 g

Serat 0,1 g

Abu 0,9 g

Kalsium 150 mg

Besi 0,2 mg

Vitamin B1 0,04 mg

Page 11: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

Vitamin B2 0,02 mg

Niacin 0,4 mg

(Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam Suciati,

2003).

Tahu termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi. Besarnya kadar air

dipengaruhi oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat pembuatan tahu. Bahan

penggumpal asam menghasilkan tahu dengan kadar air lebih tinggi dibanding garam

kalsium. Bila dibandingkan dengan kandungan airnya, jumlah protein tahu tidak terlalu

tinggi, hal ini disebabkan oleh kadar airnya yang sangat tinggi. Makanan-makanan yang

berkadar air tinggi umumnya kandungan protein agak rendah. Selain air, protein juga

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang

menyebabkan bahan mempunyai daya awet rendah. Pengeringan dapat menaikkan daya

awet, tetapi menyebabkan bahan berubah sifat dan penggunaannya yaitu tidak dapat

digunakan sebagaimana dalam bentuk segar, tetapi dikonsumsi sebagai kripik tahu (Fazani,

2009).

Pada dasarnya proses pembuatan tahu terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan susu

kedelai dan penggumpalan proteinnya. Zat yang dapat digunakan sebagai penggumpal

(koogulan) adalah jeruk nipis, cuka, larutan asam laktat, larutan CaCI2 atau CaSO4.

Beberapa faktor yang mempengaruhi rendaman protein dan mutu tahu adalah : cara

penggilingan atau ekstraksi, pemilihan bahan baku, bahan penggumpal dan keadaan

sanitasi proses pengolahan pada umumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi

secara panas menghasilkan rendaman lebih banyak.

H. METODE PELAKSANAAN

Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan program ini terdiri atas:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini kami akan melakukan uji pendahuluan dengan menggunakan

pengawet alami Chitosan berbagai dosis untuk mendapatkan dosis terbaik dalam proses

pengawetan. Kemudian dilakukan pula uji kadar protein untuk mengetahui peningkatan

Page 12: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

kadar protein pada tahu yang sudah ditambahkan ekstrak Chitosan. Semua uji dilakukan di

Laboratorium.

2. Tahap Produksi Chitosan

Setelah memperoleh dosis terbaik serta pengaruh Chitosan pada protein tahu kami

melakukan salah satu pelaksanaan program yaitu tahap produksi yang dimulai dengan:

1. Mempersiapkan alat dan bahan

Alat – alat : 1. Statif

2. Klem

3. Magnetic stirer

4. Thermometer

5. Pemanas listrik

6. Oven

7. Timbangan analitik

8. Blender

9. Pisau

10. Alat-alat gelas

Bahan – bahan : 1. Aquades

2. NaOH

3. HCl

4. Asam asetat

5. Tahu

6. H2SO4

7. Br

8. Bahan untuk analisa kadar

protein

9. Kulit udang Vannamei.

Page 13: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

1. Proses pembuatan chitosan :

Chitosan berasal dari limbah udang atau cangkang udang yang biasanya digunakan

sebagai pakan ternak. Dahulu bahkan hingga saat ini masih ada yang memanfaatkan limbah

udang ini menjadi pakan ternak. Karena limbah ini jika dibuang begitu saja dapat

menimbulkan bau yang amat sangat tidak enak. Oleh karena itu, biasanya limbah udang

diolah menjadi pakan.

Chitosan merupakan turunan dari chitin yang dideasetilasi dapat larut dalam larutan

asam seperti asam asetat atau asam format. Isolasi secara tradisional chitin dari limbah udang

melewati tiga tahapan yaitu demineralisasi, deproteinase dan dekolorisasi. Tiga tahapan

tersebut merupakan standard prosedur oada pembuatan chitosan. Aplikasi chitosansudah

dilakukan di berbagai bidang, mulai dari manajemen limbah, pembuatan makanan, obat-

obatan dan bioteknologi. Dan chitosan juga dapat diaplikasikan pada industri farmasi dan

kosmetika karena sifat biodegradabilitas dan biocompabilitas serta kemampuan toksik atau

racun rendah

Proses pembuatan chitosan biasanya melalui beberapa tahapan yakni pengeringan

bahan baku mentah chitosan (ranjungan), pengilingan, penyaringan, deproteinasi, pencucian

dan penyaringan, deminarisasi (penghilangan mineral Ca), pencucian, deasilitilisasi,

pengeringan dan akhirnya terbentuklah produk akhir berupa chitosan.

Pada tahap persiapan, limbah kulit udang dicuci dengan air lalu dikeringkan di dalam

oven dengan temperatur 65oC selama 4 jam. Setelah kering, kulit udang dihancurkan di

dalam grinder dan diayak untuk mendapatkan bubuk dengan ukuran mesh 50. Kulit udang

yang ukurannya melebihi mesh 50 akan dimasukkan kembali ke dalam grinder.

Tahap Demineralisasi. Serbuk hasil gilingan kulit udang bersih yang diperoleh

diperlakukan dengan HCl 1 N; 1: 5 (w/v), lalu diaduk selama 3-4 jam pada suhu 65oC untuk

menghilangkan mineral-mineral. Kemudian dilakukan penyaringan dan pencucian sampai

netral lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 65oC.

Tahapan Deproteinasi. Selanjutnya dilakukan deproteinasi dengan 3,5 % NaOH; 1 : 10

(w/v) selama 4 – 5 jam pada suhu 65oC sambil diaduk. Lalu disaring dan dicuci dengan air

sampai netral.

Page 14: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

Tahapan Depigmentasi. Residu yang diperoleh diekstraksi dengan menggunakan

aseton untuk menghilangkan zat warna (pigmen). Kemudian dicuci kembali dengan air

sampai netral. Residu yang berupa kitin dikeringkan dalam oven pada suhu 65-70oC.

Tahapan Deasetilasi. Kitin yang diperoleh dari hasil isolasi tersebut direfluks

(deasetilasi) dengan 50 % NaOH; 1 : 10 (w/v) sambil diaduk pada suhu 100oC selama 4 jam.

Lalu didinginkan dan dicuci dengan air sampai netral. Residu adalah kitin yang terdeasetilasi

sebagian atau seluruhnya. Lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 65-70oC.

3. Tahap Pengaplikasian

Setelah pematangan koordinasi, persiapan telah tercapai dan tahap

pembuatan Chitosan telah dilakukan, kami akan mengaplikasikan penambahan ekstrak

limbah Chitosan pada tahu. Dalam proses pengaplikasian ini dilakukan pendampingan cara

pengunaan Chitosan.Adapun cara penggunaan seperti di bawah ini:

1. Melarutkan Chitosan kedalam larutan asam asetat encer (1 %)

2. Menuangkan larutan Chitosan tersebut ke dalam suatu wadah

3. Memasukkan tahu kedalam larutan Chitosan dan direndam selama 15 menit.

4. Tahap Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dilakukan setiap kali produksi yang bertujuan untuk melihat kualitas

tahu pada setiap pembelian yang meliputi daya minat konsumen terhadap tahu. Sedangkan

pada tahap evaluasi bertujuan untuk mengetahui hasil dari proses penambahan ekstrak

Chitosan yang dilakukan pada setiap minggunya. Dari hasil evaluasi nantinya dapat

diketahui apakah dengan proses ini sudah benar-benar berjalan sesuai dengan tujuan

program atau masih belum. Jika dari hasil evaluasi belum sesuai dengan tujuan maka kami

akan terus melakukan perbaikan proses penambahan Chitosan dapat teraplikasikan di

masyarakat.

Page 15: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

I. JADWAL KEGIATAN PENELITIAN

Jenis Kegiatan

Bulan I Bulan II Bulan III

Minggu Minggu Minggu

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Persiapan

1. Koordinasi

intern dan mitra

2. Uji Coba

Chitosan

x x

Pelaksanaan

Kegiatan

1. Pembuatan

Chitosan

2. Pengaplikasian

3. Organoleptik

4. Monitoring dan

Pendampingan

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

Evaluasi x x x X x X

Penyusunan Laporan x

Seminar Hasil x

Page 16: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

J. RANCANGAN BIAYA

1. Biaya bahan habis pakai

a. Kedelai @Rp 50.000 x 10 kg Rp. 500.000

b. Kulit Udang @Rp 100.000 x 2 kg Rp. 200.000

c. NaOH 1 kg Rp. 200.000

d. HCL 1 liter Rp. 250.000

e. CH3COOH 1 liter Rp. 150.000

2. Biaya alat habis pakai

a. Masker wajah 1 kotak Rp. 250.000

b. Sarung tangan 1 kotak Rp. 150.000

c. Kertas saring Whatman 1 pak Rp. 200.000

3. Peralatan penunjang PKM

a. Alat-alat pembuatan Chitosan Rp. 800.000

b. Kertas, alat tulis, printer Rp. 350.000

4. Transport @Rp. 100.000,- x 3

orang

Rp. 300.000

5. Organoleptik Rp. 600.000

6. Koordinasi dengan mitra Rp. 650.000

7. Monitoring/Pendampingan @Rp.

50.000 x 7 x 3 orang

Rp. 1.400.000

Page 17: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

8. Lain-lain

a.Dokumentasi

Rp. 450.000

b.Poster Rp. 350.000

c. Seminar Hasil Rp. 500.000

d. Evaluasi program Rp. 525.000

e. Sewa Laboratorium Rp. 800.000

f. Sewa Alat Laboratorium Rp. 400.000

g. Laporan akhir Rp. 200.000

Total Biaya Rp 9.225.000

K. DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kelautan dan Kelautan Jatim. 2005. Laporan Statistik Perikanan Jawa Timur

Tahun 2005. Surabaya : DKP.

Farida, M. 2002. Pengaruh Penggunaan Whey sebagai Media Perendaman terhadap

Daya Simpan Tahu yang Dikemas (Kajian Lama Penundaan Whey dan Lama

Pemanasan Tahu). Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Hasil

Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.

Firdaus U.A, Khoriyah, Wahyudi, Alziyah N.A.K. 2009. Pemanfaatan CaCO3 dalam

Kulit Udang sebagai Absorben Limbah Logam Berat pada Perairan. Makalah Jurusan

Kimia Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Malang.

Handayani, T. 2004. Pengaruh Habitat Hidup Udang dan Urutan Tahapan Proses

Ekstraksi Terhadap Kualitas Chitin dan Chitosan dari Kulit Udang serta

Pemanfaatannya sebagai Bahan Koogulasi Pada Sari buah Tomat. Skripsi program

Page 18: Pemanfaatan limbah kulit udang (PKM)

Hardjito, L. 2006. Chitosan Lebih Awet dan Aman (online), (http://www.mail-

archive.com/[email protected]/msg00980 html. Diakses 8 Oktober

2010).

Harini, N .2003. Proses Pembuatan Chitin-Chitosan (Kajian Berdasarkan Bagian-Bagian

Tubuh Kulit Udang (Penaeus vannamei) dan Perlakuan fisik). Laporan Grand

Research Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Malang, Malang.

Haryani, K dan Budiyati. 2007. Khitosan dari Kulit Udang untuk Mengadsorbsi Logam

Krom (Cr6+

) dan Tembaga (Cu) (online), Vol. 11 No.2

(http://eprints.undip.ac.id/2175/1/Artikel_Kristinah_UNDIP_7.pdf. Diakses 8

Oktober 2010).

Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Mahmiah. 2005. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Sebagai Bahan Dasar Isolasi Chitin

dan Chitosan. Jurnal Perikanan, No.2 Vol.1 Februari 2005 Hal.71-75

Mudzz. 2010. Chitosan (online), (http://mudhzz.wordpress.com/chitosan/. Diakses 6

Oktober 2010).

Murtini, J.T, Dwiyitno dan Yusma. 2008. Penurunan Kandungan Kolesterol pada

Cumi-cumi dengan Kitosan Larut Asam dan Pengepresan. Prosiding Seminar Nasional

Tahunan V Hasil Kelautan Tahun 2008. Jakarta.

Suciati, W. 2003. Analisis Nilai Tambah dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor

Produksi pada Agroindustri Tahu Skala Kecil dan Skala Rumah Tangga (Studi Kasus

pada Agroindustri Tahu di Desa Gedog Wetan Turen Kabupaten Malang). Skripsi

Jurusan Teknologi Industri, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya,

Malang.

Suhardjo dan Clara M.K. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta : Kanisius.

Wardaniati, R.A dan Sugiyani S. 2009. Pembuatan Chitosan dari Kulit Udang dan

Aplikasinya untuk Pengawetan Bakso. Makalah Penelitian, (online),

(http://eprints.undip.ac.id/1718/1/makalah_penelitian_fix.pdf , diakses, 8 Oktober 2010).