pemanfaatan objek ekowisata reduksi mangrove …lib.unnes.ac.id/35864/1/3201415049_optimized.pdf ·...
TRANSCRIPT
PEMANFAATAN OBJEK EKOWISATA REDUKSI
MANGROVE (RUMAH EDUKASI DAN SHILVOFISHERY)
SEBAGAI DESTINASI WISATA EDUKASI DI KECAMATAN
WEDUNG KABUPATEN DEMAK
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Sri Utami
NIM 3201415049
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
i
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Dzikir, Fikir, Amal Sholeh” (PMII AL-Ghozali Semarang)
“Dalam hidup, cuma satu yang kita punya yaitu keberanian, kalau tidak punya itu,
lantas apa yang akan kita tawarkan?” (Pramoedya Ananta Toer)
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah atas Ridho dan Rahmat Allah SWT, skripsi ini saya persembahkan
kepada:
1. Kedua orang tua saya Bapak Kasiran dan Ibu Munafiatun, serta kakak saya
Noer sholeh yang telah memberikan dukungan dalam wujud doa,
semangat dan dana yang begitu besar.
2. Teman-teman pendidikan geografi 2015, Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Semarang.
3. Masyarakat Indonesia sebagai donator beasiswa Bidikmisi, skripsi ini
adalah bentuk tanggung jawab atas akhir tugas sebagai mahasiswa dan
awal tugas mengabdi di masyarakat.
4. Teman saya Luthfiana Qonita, Luthfianah, Anida Aprilia yang
memberikan doa dan dukungan sampai saat ini.
v
SARI
Utami, Sri. 2019. Pemanfaatan Objek Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah
Edukasi dan Shilvofishery) sebagai Destinasi Wisata Edukasi di Kecamatan
Wedung Kabupaten Demak. Skripsi. Jurusan Geografi. Fakultas Ilmu Sosial.
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs. Apik Budi Santoso, M.Si. 109
halaman.
Kata kunci: Pemanfaatan, Ekowisata Reduksi Mangrove, Wisata Edukasi
Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi dan Shilvofishery)
merupakan salah satu objek wisata berkonsep pendidikan di Indonesia yang
berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai destinasi wisata edukasi. Namun, peluang
tersebut belum secara optimal terealisasikan sebab ketidaktahuan masyarakat
khususnya di Kecamatan Wedung ataupun minimnya potensi yang dimiliki objek
wisata. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengetahui kondisi Ekowisata Reduksi
Mangrove (Rumah Edukasi dan Shilvofishery) sebagai potensi wisata edukasi, 2)
Menganalisis pemanfaatan Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi dan
Shilvofishery) sebagai destinasi wisata edukasi di Kecamatan Wedung Kabupaten
Demak.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif
kuantitatif dengan populasi dan sampel yaitu pengelola dan wisatawan yang
berkunjung ke Ekowisata Reduksi Mangrove. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian menggunakan purposive sampling untuk pengelola wisata dan
incidental sampling untuk wisatawan yang berkunjung dengan jumlah 92
wisatawan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi,
wawancara, dokumentasi, dan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan
teknik analisis scoring untuk kondisi objek wisata sebagai potensi wisata edukasi
dan teknik deskriptif persentase untuk menganalisis pemanfaatan objek wisata
sebagai destinasi wisata edukasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kondisi Objek Wisata Ekowisata
Reduksi Mangrove berada pada kriteria baik (skor 40) untuk potensinya sebagai
wisata edukasi dilihat dari potensi alami dan buatan yang dimiliki objek wisata,
kondisi lingkungan, unsur supply objek wisata dan terpenuhinya syarat dan
tatanan ruang wisata edukasi, (2) Tingkat pemanfaatan atas potensi objek wisata
sebagai penentu pilihan destinasi wisata edukasi yaitu pemanfaatan sebagai
sumber belajar mangrove dengan persentase 67% (kriteria baik) dan pemanfaatan
sebagai wahana pendidikan lingkungan hidup dengan persentase 65% (kriteria
baik).
Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan Ekowisata
Reduksi Mangrove sebagai wisata edukasi masuk pada kriteria baik dengan saran
dan rekomendasi antara lain pengembangan wisata berupa atraksi wisata yang
lebih bervariatif dan mendukung untuk kegiatan edukasi, peningkatan sarana
prasarana yang lebih memadai, dan pendanaan yang stabil baik dengan jalan
meningkatkan pendapatan wisata ataupun menjalin kerjasama dengan pemerintah
daerah atau pihak yang kompeten untuk mendukung pelaksanaan wisata edukasi.
vi
ABSTRACT
Utami, Sri. 2019. Utilization of Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi
and Shilvofishery) object as an educational tourism destination in Wedung district
of Demak Regency. Skripsi. Geography Departement. Social Sciences Faculty.
Semarang State University. Student adviser Drs. Apik Budi Santoso, M.Si. 109
page.
Keywords:Utilization, Ekowisata Reduksi Mangrove, Educational Tourism
Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi and Shilvofishery) is one
of the indonesian education concept tourism objects that are likely to be used as
an educational tourism destination. However, the opportunity has not been
optimally realized because of ignorance of society, especially in Wedung District
or lack of potential tourism objects. The purpose of this research is: 1) Knowing
the condition of Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi and
Shilvofishery) as the potential of educational tourism, 2) analyzing the utilization
of Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi and Shilvofishery) as an
educational tourism destination in Wedung District of Demak Regency.
The method of this research used is a quantitative descriptive research
method with the population and a sample is tourism managers and tourists visiting
to the Ekowisata Reduksi Mangrove. The sampling techniques in this research use
purposive sampling for tourism‟s management and incidental sampling techniques
for tourists visiting with a total of 92 tourists. Data collection techniques used are
observations, interviews, documentation, and questionnaires. Data analysis
techniques use scoring analysis techniques for the conditions of tourism objects as
potential educational tourism and descriptive techniques of percentages to analyse
the utilization of tourism objects as an educational tourism destination.
The results showed that (1) the condition of Ekowisata Reduksi Mangrove
tourism object is in the good criteria (score 40) for its potential as an educational
tourism seen from the natural and artificial potential owned by the tourism object,
environmental conditions, elements supply from tourism objects and fulfill the
terms and order of educational tourism space, (2) utilization of potential tourism
objects as a deciding option of educational tourism destination is the utilization as
a source of learning mangrove with a percentage of 67% (good criteria) and
utilization as an environmental education vehicle with a percentage of 65% (good
criteria).
Research conclusion shows the utilization of Ekowisata Reduksi
Mangrove as tourism education tourism is good criteria with suggestions and
recommendations consist of development tourist attractions are more varied and
supportive for activities education, Improvement for infrastructure facilities and
stable funding either by increasing tourism revenue or competent parties to
support the implementation of educational tourism.
vii
PRAKATA
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala nikmat,
rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Pemanfaatan Objek Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi
dan Shilvofishery) sebagai Destinasi Wisata Edukasi di Kecamatan Wedung
Kabupaten Demak”. Tujuan penulisan skripsi ini untuk memenuhi sebagian syarat
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd).
Terselesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak.
Penghargaan dan terimakasih penulis berikan kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang,
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
studi di Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Moh. Solehatul Mustofa, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang, yang telah membantu membuatkan surat
perijinan penelitian dan persyaratan administrasi ujian skripsi.
3. Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto, M.Si., Ketua Jurusan Geografi, Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, yang telah membantu
persyaratan administrasi dalam penyusunan skripsi.
4. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si., Dosen pembimbing yang telah
mengarahkan dan memberikan masukan dalam penyusunan skripsi.
5. Dr. Heri Tjahjono, M.Si., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan
penilaian dan masukan dalam perbaikan penyusunan skripsi.
viii
ix
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... i
PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... ii
PERNYATAAN ............................................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv
SARI ................................................................................................................. v
ABSTRACT ..................................................................................................... vi
PRAKATA ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6
1.5 Batasan Istilah ............................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR ................. 10
2.1 Deskripsi Teoretis ...................................................................................... 10
2.1.1 Ekosistem Hutan Mangrove ................................................................. 10
2.1.2 Destinasi Wisata ................................................................................... 13
2.1.3 Wisata Edukasi (Eduwisata) ................................................................. 15
2.1.4 Kriteria dan Syarat Daerah Tujuan Wisata Edukasi ............................. 17
2.1.5 Kondisi Lingkungan Mangrove sebagai Potensi Wisata Edukasi ........ 19
2.1.6 Pemanfaatan Objek Wisata Mangrove sebagai Sumber Belajar
Mangrove ............................................................................................. 24
2.1.7 Pemanfaatan Objek Wisata Mangrove sebagai Wahana Pendidikan
Lingkungan Hidup ................................................................................ 26
2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan ............................................... 28
2.3 Kerangka Berpikir ...................................................................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 35
3.1 Populasi Penelitian ..................................................................................... 35
3.2 Sampel dan Teknik Sampling .................................................................... 35
3.3 Variabel Penelitian ..................................................................................... 37
3.4 Alat dan Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 39
3.5 Validitas dan Reliabitas Alat ...................................................................... 41
3.6 Teknik Analisis Data .................................................................................. 43
x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 56
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 56
4.1.1 Lokasi Penelitian .................................................................................. 56
4.1.2 Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi dan Shilvofishery) .... 59
4.1.3 Profil Responden .................................................................................. 60
4.2 Hasil Penelitian ......................................................................................... 63
4.2.1 Kondisi Objek Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi dan
Shilvofishery) sebagai Potensi Wisata Edukasi .................................... 63
4.2.2 Pemanfaatan Objek Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi
dan Shilvofishery) sebagai Destinasi Wisata Edukasi .......................... 71
4.3 Pembahasan ............................................................................................... 82
4.3.1 Kondisi Objek Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi dan
Shilvofishery) sebagai Potensi Wisata Edukasi .................................... 82
4.3.2 Pemanfaatan Objek Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi
dan Shilvofishery) sebagai Destinasi Wisata Edukasi .......................... 97
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 105
5.1 Simpulan .................................................................................................... 105
5.2 Saran ........................................................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 107
LAMPIRAN ..................................................................................................... 110
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan ............................................ 31
Tabel 3.1 Kriteria Skor Potensi (Alami dan Buatan) Objek Wisata .............. 46
Tabel 3.2 Kriteria Skor Unsur-unsur Pengadaan (Supply) Objek Wisata ...... 48
Tabel 3.3 Kriteria Skor Kondisi Objek Wisata sebagai Syarat dan Tatanan
Ruang Wisata Edukasi .................................................................. 50
Tabel 3.4 Kriteria Skor Total Kondisi Objek wisata ..................................... 51
Tabel 3. 5 Kriteria Persentase Skor Variabel Pemanfaatan Ekowisata
Reduksi Mangrove sebagai Destinasi Wisata Edukasi ................. 53
Tabel 3.6 Kriteria Persentase Skor Pemanfaatan Ekowisata Reduksi
Mangrove sebagai Sumber Belajar Mangrove .............................. 54
Tabel 3.7 Kriteria Persentase Skor Pemanfaatan Ekowisata Reduksi
Mangrove sebagai Wahana/Aktivitas PLH .................................. 55
Tabel 4.1 Profil Responden Pengelola Wisata ............................................... 60
Tabel 4.2 Kelompok Umur Responden Wisatawan ....................................... 61
Tabel 4.3 Latar Belakang Pendidikan Responden Wisatawan ....................... 61
Tabel 4.4 Tempat Tinggal Responden Wisatawan ........................................ 62
Tabel 4.5 Potensi Ekowisata Reduksi Mangrove .......................................... 64
Tabel 4.6 Unsur-Unsur Pengadaan (Supply) objek wisata Ekowisata
Reduksi Mangrove ........................................................................ 65
Tabel 4.7 Kondisi Ekowisata Reduksi Mangrove sebagai Syarat dan
Tatanan Ruang Wisata Edukasi..................................................... 67
Tabel 4.8 Kondisi Ekowisata Reduksi Mangrove sebagai Potensi Wisata
Edukasi .......................................................................................... 68
Tabel 4.9 Hasil Persentase Skor Pemanfaatan Ekowisata Reduksi Mangrove
sebagai Sumber Belajar Mangrove ............................................... 72
Tebel 4.10 Indikator Daya Tarik Wisata ......................................................... 73
Tabel 4.11 Indikator Kesesuaian Kondisi Mangrove sebagai Sumber
Belajar Mangrove .......................................................................... 74
Tabel 4.12 Hasil Persentase Skor Pemanfaatan Ekowisata Reduksi Mangrove
sebagai Wahana Pendidikan Lingkungan Hidup .......................... 76
Tebel 4.13 Indikator Kondisi Lingkungan Mangrove ...................................... 77
Tebel 4.14 Indikator Wahana Wisata ............................................................... 79
Tebel 4.15 Indikator Kesesuaian Mangrove sebagai Wahana Pendidikan
Lingkungan Hidup......................................................................... 81
Tabel.4.16 Jenis Mangrove di Ekowisata Reduksi Mangrove ......................... 83
Tabel 4.17 Jenis Biota di Ekowisata Reduksi Mangrove ................................. 85
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ..................................................... 34
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kecamatan Wedung Kabupaten Demak
Tahun 2019 ................................................................................. 58
Gambar 4. 2 Peta Citra Desa Kedungmutih Kecamatan Wedung Kabupaten
Demak Tahun 2019 ..................................................................... 70
Gambar 4.3 Persentase Indikator Daya Tarik ................................................ 73
Gambar 4.4 Persentase Indikator Kesesuaian Kondisi Mangrove sebagai
Sumber Belajar Mangrove .......................................................... 76
Gambar 4.5 Persentase Indikator Kondisi Lingkungan Mangrove ................ 78
Gambar 4.6 Persentase Indikator Wahana Wisata ......................................... 80
Gambar 4.7 Persentase Indikator Kesesuaian Mangrove sebagai Wahana
Pendidikan Lingkungan Hidup .................................................. 82
Gambar 4.8 Jenis Mangrove di Ekowisata Reduksi Mangrove ..................... 84
Gambar 4.9 Papan Informasi Jenis Biota di Ekowisata Reduksi Mangrove.. 85
Gambar 4.10 Kondisi Rumah Pintar (Ruang baca) ......................................... 87
Gambar 4.11 Aktivitas Tatap Muka dan Praktek Penanaman Mangrove ....... 88
Gambar 4.12 Aktivitas Edukasi Pertolongan Pertama (PP) ............................. 89
Gambar 4.13 Aktivitas Shilvofishery Kepiting Bakau ..................................... 90
Gambar 4.14 Aktivitas Susur Mangrove dan Kondisi Pulau Tirangan ............ 91
Gambar 4.15 Jalan Setapak Mangrove dan Denah Lokasi di Ekowisata
Reduksi Mangrove ..................................................................... 95
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Teknik Pengambilan Data .......................................................... 111
Lampiran 2. Pedoman Instrumen Observasi ................................................... 112
Lampiran 3. Rubrik Observasi Penelitian ....................................................... 114
Lampiran 4. Hasil Observasi Penelitian .......................................................... 117
Lampiran 5. Pedoman Instrumen Wawancara Pengelola ............................... 119
Lampiran 6. Transkrip Hasil Wawancara ....................................................... 123
Lampiran 7. Kisi-kisi Instrumen Kuesioner .................................................... 130
Lampiran 8. Instrumen Kuesioner Penelitian.................................................. 131
Lampiran 9. Rubrik Penilaian Kuesioner ........................................................ 137
Lampiran 10. Validitas dan Reabilitas Instrumen Kuesioner .......................... 144
Lampiran 11. Data Responden Wisatawan Ekowisata Reduksi Mangrove ..... 150
Lampiran 12.Tabel Perhitungan Pemanfaatan Ekowisata Reduksi Mangrove
(Rumah Edukasi dan Shilvofishery) sebagai Sumber Belajar
Mangrove .................................................................................... 153
Lampiran 13.Tabel Perhitungan Pemanfaatan Ekowisata Reduksi Mangrove
(Rumah Edukasi dan Shilvofishery) sebagai Wahana
Pendidikan Lingkungan Hidup ................................................... 156
Lampiran 14. Surat Ijin Penelitian ................................................................... 159
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hutan Mangrove dijadikan sebagai objek wisata alam dengan konsep
ekoeduwisata kini sedikit banyak tersebar di Indonesia, seperti objek wisata
mangrove di Kalimantan Timur dengan nama Kawasan Konservasi Mangrove dan
Bekantan (KKMB) Tarakan, objek wisata Ekowisata Mangrove Wonorejo di
Surabaya, dan objek wisata Maroon Mangrove Edupark di Kota Semarang.
Perkembangan objek wisata yang cukup pesat dalam hal ini objek wisata alam
mangrove, sesuai dengan konsep back to nature yaitu pola hidup kembali ke alam,
sehingga mendorong wisatawan lebih mencari daerah tujuan wisata yang bersifat
alami, terbuka dan memiliki keanekaragaman hayati.
Pergeseran minat wisatawan dari old tourism yaitu berwisata tanpa ada
unsur pendidikan dan konservasi menjadi new tourism yaitu berwisata dilengkapi
dengan unsur pendidikan dan konservasi juga menjadi sorotan dalam
perkembangan pariwisata. Makna dari new tourism memberikan arti bahwa hutan
mangrove sebagai salah satu objek wisata selain merupakan tempat untuk
berlibur, rekreasi atau spot foto juga berpeluang untuk kegiatan edukasi. Namun
peluang untuk kegiatan edukasi tersebut masih kurang dimanfaatkan oleh
masyarakat desa dan sekolah-sekolah yang ada di desa, seperti di Kecamatan
Wedung. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya objek wisata edukasi
mangrove di Kecamatan Wedung hingga tahun 2017.
2
Kecamatan Wedung merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Demak yang berlokasi dekat dengan pantai utara dan masuk kawasan pesisir.
Berdasarkan penelitian Faturrahmah (2017:56-60) menggambarkan bahwa
Kecamatan Wedung memiliki distribusi sumber daya hutan mangrove terluas di
Kabupaten Demak dengan persebaran wilayahnya mencakup Desa Babalan
dengan luas 81,75 ha, Desa Berahan Kulon dengan luas 646,60 ha, Desa Berahan
Wetan dengan luas 223,64 ha, Desa Wedung dengan 11,02 ha, dan Desa
Kedungmutih dengan luas 0,36 ha. Namun demikian, sebagian besar Kabupaten
Demak berada pada kondisi rusak, dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan
menjadi sekitar 13,86%. Salah satu daerah yang mengalami kerusakan adalah
Kecamatan Wedung. Kerusakan kawasan mangrove salah satunya diakibatkan
oleh erosi pantai dan gelombang pasang air laut, sehingga berpengaruh pada
rusaknya keanekaragaman hayati serta mengancam kehidupan masyarakat pesisir.
Permasalahan yang muncul adalah distribusi mangrove yang luas di
Kecamatan Wedung yang mulai rusak belum diimbangi dengan upaya rehabilitasi
mangrove. Partisipasi masyarakat masih rendah baik warga desa, kelompok
pelajar maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk berkontribusi menjaga
wilayah pesisir terutama perlindungan hutan mangrove. Inovasi untuk upaya
rehabilitasi mangrove muncul pada tahun 2018 melalui kelompok SIBAT (Siaga
Bencana Berbasis Masyarakat) bersama dengan Amcross (American Red Cross)
dan PMI Kabupaten Demak menyelenggarakan program mitigasi bencana pesisir
laut yang diwujudkan dengan kegiatan rehabilitasi kawasan mangrove di Desa
Kedungmutih. Kegiatan rehabilitasi yang dilaksanakan berupa sosialiasai kepada
3
masyarakat petani tambak dan penanaman mangrove di area pesisir Desa
Kedungmutih. Hasil dari program mitigasi bencana tersebut luas mangrove
kurang dari 1,2 ha di Desa Kedungmutih oleh pemuda dan masyarakat
diinovasikan menjadi objek wisata edukasi yang disebut dengan Ekowisata
Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi dan Shilvofishery)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Mukhalim, ketua pengelola
objek wisata pada tanggal 30 Februari 2019, bahwa objek wisata yang didirikan di
Desa Kedungmutih dengan nama Ekowisata Reduksi Mangrove menjadi satu-
satunya objek wisata mangrove edukasi setelah diresmikan pada tanggal 26
Januari 2018. Adapun tujuan dari objek wisata tersebut sebagai wisata edukasi
mangrove bagi wisatawan baik kelompok pelajar maupun masyarakat umum
tentang ekosistem hutan mangrove dan manfaatnya bagi kehidupan alam dan
manusia. Ekowisata Reduksi Mangrove dengan konsep edukasi ini juga sebagai
wujud kepedulian masyarakat setempat terhadap kawasan tambak dari dampak
abrasi di Desa Kedungmutih.
Kondisi fisik maupun non fisik di Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah
Edukasi dan Shilvofishery) cukup potensial jika dimanfaatkan sebagai wisata
edukasi karena sudah mempunyai unsur-unsur pengadaan (supply) objek wisata
menurut Pearce dalam Santoso (2011: 39) yang meliputi: (1)atraksi,
(2)transportasi, (3)akomodasi, (4)pengadaan fasilitas pelayanan, dan (5)prasarana
atau infrastruktur. Ketersediaan unsur pengadaan tersebut, tidak secara maksimal
terpenuhi namun cukup tersedia untuk menjadi objek wisata. Selain itu, sebagai
objek wisata berkonsep edukasi juga cukup potensial karena terdapat panorama
4
alam berupa flora fauna mangrove, serta aktivitas edukasi seperti edukasi tentang
penanaman mangrove, edukasi mitigasi bencana dan pertolongan pertama serta
edukasi tentang shilvofishery. Wisatawan juga dapat bersampan menyusuri
mangrove dari Desa Kedungmutih hingga Desa Babalan dan berlabuh di Pulau
Onggojoyo atau masyarakat sekitar menyebutnya Pulau Tirangan. Pulau
Onggojoyo tersebut menjadi lokasi penanaman mangrove serta lokasi kegiatan
tradisi kupatan warga desa Babalan setiap tahunnya.
Sejak dibukanya sebagai wisata edukasi seharusnya Ekowisata Reduksi
Mangrove (Rumah Edukasi dan Shilvofishery) dapat dimanfaatkan masyarakat
secara optimal sebagai wisata edukasi, karena memiliki potensi alam dan aktivitas
edukasi yang mendukung. Namun dilihat dari kenyataan dilokasi penelitian masih
banyak wisatawan sekadar menjadi tempat rekreasi, hiburan dan spot foto, jarang
sekali untuk kegiatan edukasi seperti sumber belajar outdoor study, kegiatan
pecinta alam, wahana pendidikan lingkungan maupun kegiatan edukasi lainnya.
Meskipun sesekali sekolah, perguruan tinggi maupun beberapa LSM sudah
memanfaatkan sebagai destinasi wisata edukasi. Hal tersebut dibuktikan melalui
daftar kunjungan kegiatan pembelajaran/edukasi yang berasal dari berbagai
tingkat satuan pendidikan di Kecamatn wedung yang masih rendah. Jumlah
sekolah dari SD sampai dengan SMA yaitu 76 sekolah ( PDSPK Kemdikbud,
2018) yang pernah melakukan kegiatan edukasi hanya 20% dari jumlah
keseluruhan sekolah, seperti dari sekolah SMA N 1 Guntur Demak, SD N
Kedungmutih, IAIN Kudus dan MA Ribhul Ulum Kedungmutih.
5
Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi dan Shilvofishery) dilihat
dari segi lokasi merupakan satu-satunya obyek wisata edukasi yang berada di
Kecamatan Wedung dan berbatasan dengan Kabupaten Jepara. Lokasi tersebut
nampak strategis untuk dikunjungi baik pengunjung dari Kecamatan Wedung
sendiri maupun masyarakat Kabupaten Jepara. Selain lokasi, dilihat dari aktivitas
edukasi juga cukup kreatif dan berbeda dengan wisata mangrove lainnya,
khusunya di Kabupaten Demak.
Berdasarkan uraian latar belakang terkait kondisi dan permasalahan yang
ada di objek wisata mangrove tersebut, penulis terdorong untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pemanfaatan Objek Ekowisata Reduksi Mangrove
(Rumah Edukasi dan Shilvofishery) sebagai Destinasi Wisata Edukasi di
Kecamatan Wedung Kabupaten Demak”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kondisi objek Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi
dan Shilvofishery) sebagai potensi wisata edukasi di Kecamatan Wedung
Kabupaten Demak?
2. Bagaimana pemanfaatan objek Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah
Edukasi dan Shilvofishery) sebagai destinasi wisata edukasi di Kecamatan
Wedung Kabupaten Demak?
1.3 Tujuan Penelitian
6
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kondisi objek Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi
dan Shilvofishery) sebagai potensi wisata edukasi di Kecamatan Wedung
Kabupaten Demak
2. Menganalisis pemanfaatan objek Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah
Edukasi dan Shilvofishery) sebagai destinasi wisata edukasi di Kecamatan
Wedung Kabupaten Demak
1.4 Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai
pihak antara lain:
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
sumber informasi dan bahan kajian dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Selain itu, hasil dari penelitian ini dapat memperkuat dan
mengembangkan teori yang sudah ada, serta dapat dijadikan referensi pada
penelitian selanjutnya dengan fokus pembahasan maupun objek penelitian yang
sama.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi informasi dan referensi terkait objek
wisata edukasi bagi masyarakat, pelajar maupun LSM untuk destinasi
kegiatan wisata alam, study tour atau outdoor study.
7
b. Menjadi bahan kajian dan evaluasi bagi pengelola untuk mengetahui
kondisi objek wisata yang telah berjalan, serta bahan pertimbangan untuk
menentukan langkah strategis dalam pengembangan objek wisata.
c. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah atau pihak yang kompeten dalam
menyusun kebijakan lingkungan dan kepariwisataan.
1.5 Batasan Istilah
Ruang lingkup permasalahan perlu dipertegas agar penelitian lebih terarah,
maka istilah-istilah dalam judul penelitian ini perlu diberi batasan istilah sebagai
berikut:
1. Pemanfaatan
Pemanfaatan berasal dari kata dasar “manfaat”, yang menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berartikan guna; faedah.
Sedangkan arti kata “pemanfaatan” adalah proses, cara, atau perbuatan
memanfaatkan sesuatu. Pada penelitian ini, pemanfaatan yang dimaksud
adalah pemanfaatan kondisi Ekowisata Reduksi Mangrove yaitu jenis
mangrove, biota hutan mangrove, wahana wisata serta aktivitas-aktivitas
edukasi yang ada di Ekowisata Reduksi Mangrove sebagai potensi
menjadi destinasi wisata edukasi. Pemanfaatan sebagai destinasi wisata
dalam penelitian ini difokuskan untuk (1)sumber belajar mangrove yaitu
berupa pengenalan kehidupan dan keberagaman jenis mangrove dan biota
di Mangrove, (2)pemanfaatan sebagai wahana pendidikan lingkungan
hidup, berupa wahana serta aktivitas edukasi di Ekowisata Reduksi
Mangrove.
8
2. Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi dan Shilvofishery)
Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi dan Shilvofishery)
merupakan objek wisata yang berlokasi di Desa Kedungmutih Kecamatan
Wedung Kabupaten Demak. Objek wisata ini dibuka sebagai wisata
edukasi oleh kelompok relawan SIBAT (Siaga Bencana Berbasis
Masyarakat) untuk wisatawan umum maupun pelajar agar memperoleh
pengetahuan tentang ekosistem mangrove. Tidak hanya untuk tempat
rekreasi saja, tetapi juga sebagai kegiatan pembelajaran/edukasi. Pada
penelitian ini, wisata edukasi yang dipilih adalah wisata edukasi yang
sesuai dengan kondisi mangrove yang ada di Ekowisata Reduksi
Mangrove berupa potensi alami dan buatan yang menjadi daya tarik
wisata. Kondisi mangrove yang dimaksud meliputi jenis-jenis mangrove,
biota yang hidup di mangrove serta aktivitas wisata berupa wahana rumah
pintar, aktivitas edukasi serta kegiatan susur mangrove (bersampan) yang
menjadi potensi sebagai wisata edukasi.
3. Wisata Edukasi (Eduwisata)
Berdasarkan Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2016 tentang pedoman destinasi pariwisata
berkelanjutan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Jika dilihat dari konteks
pendidikan, pariwisata merupakan perjalanan untuk menghibur dan
9
mendidik baik yang bersumber dari fasilitas maupun atraksi yang
disediakan di objek wisata.
Jenis wisata edukasi (eduwisata) di Indonesia yaitu wisata edukasi
science/ilmu pengetahuan, wisata edukasi sport/olahraga, wisata edukasi
culture/kebudayaan dan wisata edukasi agrobisnis. Pada penelitian ini,
yang dimaksud wisata edukasi science/ilmu pengetahuan yaitu wisata
edukasi yang mengedepankan pengetahuan berupa wawasan/ilmu
pengetahuan tentang mangrove (jenis mangrove,biota hutan mangrove,
manfaat mangrove) dan aktivitas-aktivitas yang menambah pemahaman
secara teoretik maupun praktik seperti aktivitas penanaman pohon
mangrove, pelatihan mitigasi bencana dan pertolongan pertama (PP), serta
edukasi tentang shilvofishery. Adapun sasaran dalam penelitian ini adalah
wisatawan yang berkunjung, baik wisatawan umum maupun kelompok
pelajar.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1 Deskripsi Teoretis
2.1.1 Ekosistem Hutan Mangrove
Hutan mangrove seringkali juga disebut sebagai hutan pantai atau hutan
bakau, merupakan tipe hutan tropika yang khas tumbuh disepanjang pantai atau
muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ekosistem hutan
mangrove merupakan ekosistem utama dalam mendukung kehidupan wilayah
pesisir karena memiliki produktivitas dan klompeksitas dari ekologi lingkungan
yang khas, menjadikan ekosistem mangrove memiliki fungsi yang sangat
kompleks dari segi fisik, ekologi, ekonomi dan sosial budaya antara fungsi fisik
sebagai fasilitator tepian pesisir, pengendalian erosi pantai, menjaga stabilitas
sedimen, menambah perluasan daratan (land building) dan perlindungan garis
pantai/protect agent (Syahputra, 2016:15). Selain itu sebagai kehidupan dan
sumber pendapatan masyarakat nelayan dan petani garam di tepian yang sangat
tergantung kepada sumber daya alam dari hutan mangrove (Reymond, 2010:187).
Hutan mangrove memiliki fungsi yang dikategorikan menjadi tiga yaitu
fungsi ekologi, fisik dan ekonomi. Fungsi tersebut dirasakan masyarakat pesisir
baik secara langsung maupun tidak langsung.
a. Fungsi fisik dari hutan mangrove antara lain menjaga garis pantai agar tetap
stabil, melindungi pantai dari erosi laut, penyerap limbah, mencegah intrusi
laut dan sebagainya.
11
b. Secara ekologis atau biologis hutan mangrove berfungsi sebagai sumber
plasma nuftah, daerah berkembangbiak (nursery ground), tempat memijah
(spawning ground) dan mencari makanan (feeding ground) untuk organisme
yang bernilai ekonomis khususnya ikan dan udang. Habitat satwa liar antara
lain: reptilian, mamalia dan lain-lain.
c. Fungsi ekonomis hutan mangrove diperoleh dari hasil hutan, baik kayu sebagai
bahan bangunan/kayu bakar ataupun kebutuhan pangan dari buah maupun
daunnya. Pembukaan lahan mangrove dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
produksi baik pangan maupun non-pangan serta sarana atau prasarana
penunjang dan permukiman.
Ekosistem mangrove memiliki komunitas fauna yang membentuk
pencampuran fauna antara darat dan laut. Menurut Bengen (2004) dalam
penelitian Ilham (2018:13) pencampuran tersebut terdiri atas dua kelompok yaitu:
1) Kelompok fauna daratan/terestrial yang umumnya menempati bagian atas
pohon mangrove, terdiri atas: insekta, ular, primate dan burung. Kelompok ini
tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove,
karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya di luar jangkauan air laut
pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan
makanannya berupa hewan laut pada saat air surut.
2) Kelompok fauna perairan atau akuatik, terdiri atas dua tipe yaitu yang hidup di
kolam air (ikan dan udangan) dan yang menempati substrat baik yang keras
seperti akar dan batang mangrove maupun yang lunak (lumpur), terutama
kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrata lainnya.
12
Keanekaragaman hayati dihutan mangrove Indonesia tergolong tinggi,
yaitu ditemukan 89 jenis flora, terdiri atas 35 jenis pohon, 5 jenis terma, 9 jenis
liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit. Di Indoneisa mangrove yang tumbuh
antara lain jenis avicenia spp, Rizhopora spp, Bruguiera spp, Sonneratia spp,
lumnitzera excoecaria, dan Nypa Fruticans. Hutan mangrove dengan berbagai
karakteristiknya menjadi habitat dari berbagai jenis flora dan fauna mangrove
(Laksono, 2018: 9). Adapun beberapa fauna yang ada di hutan mangrove yaitu
ular, babi hutan, biawak, buaya, udang, ikan, kepiting, jenis-jenis burung dan
sebagainya. Fauna tersebut tidak semuanya ada di hutan mangrove, tergantung
potensi dan kondisi hutan mangrove di setiap wilayah.
Hutan mangrove memiliki potensi hayati dan non-hayati. Potensi hutan
mangrove non-hayati dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan pariwisata yaitu
pemanfaatan ekosistem mangrove tanpa merusak ekosistemnya, seperti
pemanfaatan sebagai penelitian ilmiah (sciencetific research), pendidikan
(education) dan rekreasi terbatas/ekowisata (limited recreation/ecotourism).
Potensi rekreasi dalam ekosistem mangrove menurut Bahar (2004) dalam
(Ermiliansa, dkk 2015: 62-63) antara lain:
a. Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis
vegetasi sehingga tampak menarik.
b. Buah yang bersifat viviparious (buah berkecambah semasa masih
menempel pada pohon)
c. Adanya zonasi yang sering berbeda yaitu zonasi pinggir pantai hingga
pedalaman (transisi zonasi)
13
d. Berbagai jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove
e. Atraksi adat istiadat masyarakat setempat yang berkaitan dengan
sumberdaya mangrove
f. Hutan-hutan mangrove dikelola secara rasional baik sebagai pertambakan,
pembuatan garam maupun budidaya semakin menarik wisatawan.
2.1.2 Destinasi Wisata
Istilah wisata, pariwisata, wisatawan dan destinasi wisata merupakan
istilah yang terdapat dalam konsep kepariwisataan, dimana istilah tersebut
memiliki arti yang berbeda termasuk istilah destinasi wisata. Pengertian destinasi
wisata dalam kamus bahasa Indonesia lengkap, kata “destinasi” diartikan sebagai
tempat tujuan atau daerah tujuan. Istilah destinasi wisata di Indonesia juga disebut
Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang didefinisikan secara tradisional sebagai suatu
daerah geografis yang dirumuskan seperti negara, pulau atau kota. Daerah Tujuan
Wisata (DTW) merupakan tempat dimana segala kegiatan pariwisata bisa
dilakukan dengan tersedianya segala aktivitas dan atraksi wisata untuk wisatawan.
Menurut Undang-Undang Kepariwisataan No.10 Tahun 2009 (pasal 1 ayat 6)
menyatakan bahwa daerah tujuan wisata yang selanjutnya disebut destinasi
pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah
administratif, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesisibilitas, serta masyarakat
yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya pariwisata. Perencanaan dan
pengembangan objek wisata yang menarik harus didasarkan pada beberapa
kriteria tetentu. Adapun unsur pokok daerah tujuan wisata atau unsur-unsur
14
pengadaan (supply) objek wisata yang layak dikunjungi menurut Pearce dalam
Santoso (2011:39) meliputi:
1) Atraksi (daya tarik)
Atraksi atau daya tarik dapat menyebabkan wisatawan datang, yang
kedatangannya dimungkinkan oleh adanya transportasi, akomodasi dan hal-hal
lain yang memudahkan berlangsungnya perjalanannya wisata dengan makin
banyaknya kedatangan wisatawan, berbagai unsur dapat turut berubah macam
atau fungsinya. Ginting (2013:75) dalam penelitiannya mengemukakan
pendapat lain bahwa daya tarik wisata berartikan sebagai segala sesuatu yang
menarik, namun belum tentu dikunjungi, sehingga perlu pengelolaan dan
pengembangan.
2) Transportasi
Perkembangan transportasi berpengaruh atas arus wisatawan dan juga
perkembangan akomodasi. Disamping itu, perkembangan teknologi
transportasi juga berpengaruh pada fleksibilitas arah perjalanan.
3) Pengadaan fasilitas pelayanan
Penyediaan fasilitas dan pelayanan makin berkembang dan bervariasi
sejalan dengan perkembangan arus wisatawan.
4) Prasarana (infrastruktur)
Infrastruktur yang memadai diperlukan untuk mendukung jasa pelayanan
dan fasilitas pendukung. Pembangunan infrastruktur secara tidak langsung juga
memberikan manfaat yang dapat digunakan bagi penduduk setempat disamping
mendukung pembangunan wisata.
15
2.1.3 Wisata Edukasi (Eduwisata)
Wisata edukasi atau Eduwisata (Eduvacation) berasal dari kata edu dan
vacation. Kata edu terdapat pada kata education yang artinya pelajaran atau
pendidikan, dan kata vacation yang artinya liburan. Maka eduvacation bisa
diartikan sebagai wisata/liburan yang terdapat unsur pembelajaran/pendidikan.
Wisata edukasi dapat diterjemahkan juga sebagai aktivitas pariwisata yang
dilakukan wisatawan yang bertujuan utama memperoleh pendidikan dan
pembelajaran. Rodger (1998) dalam penelitian Priyanto, dkk (2018:34)
menggambarkan bahwa wisata edukasi merupakan konsep perpaduan antara
kegiatan wisata dengan kegiatan pembelajaran. Edutourism atau wisata edukasi
dimaksudkan sebagai suatu program dimana pengunjung melakukan perjalanan
wisata pada suatu tempat tertentu dengan tujuan mendapatkan pengalaman belajar
secara langsung terkait dengan lokasi yang dikunjungi.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edukasi adalah upaya
dari subyek terhadap objek untuk mengubah cara memperoleh dan
mengembangkan pengetahuan menuju cara tertentu yang diinginkan oleh subjek.
Kata edukatif bermakna suatu yang memiliki sifat edukasi atau sifat pendidikan
(Prastanti, 2015:17).
Edukasi dan wisata (rekreasi) merupakan dua hal yang berbeda, tetapi
konsep keduanya dapat saling melengkapi dan bersinergi sesuai konsep eduwisata
(edutourism). Program dan kegiatan edutourism bertujuan memadukan konsep
edukasi dengan hiburan atau rekreasi, sehingga wisatawan merasa nyaman, santai
dan senang ketika berkunjung ke tempat wisata edukasi. Menurut Alfira (2014:23)
16
adanya program wisata berbasis pendidikan mampu membuat daya tarik dari
segala potensi layanan informasi yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan baik secara psikologi maupun intelektual. Kebutuhan akan rekreasi dan
edukasi diwadahi dalam fasilitas yang dapat mendidik sekaligus memberi
kesenangan (rekreasi), sehingga program wisata berbasis pendidikan perlu
dikemas menarik dan tepat untuk usia sekolah, remaja maupun orang tua.
Suwantoro (1997) dalam Prastanti (2015:18) telah mengklasifikasikan
wisata edukasi menjadi empat jenis, antara lain:
1) Wisata Edukasi Science/Ilmu Pengetahuan
Wisata edukasi science/ilmu pengetahuan adalah wisata edukasi yang berbasis
kepada ilmu pengetahuan. Wisata ini mengedepankan informasi tentang ilmu
pengetahuan yang diperoleh wisatawan setelah berwisata.
2) Wisata Edukasi Sport/Olahraga
Wisata edukasi sport/olahraga merupakan wisata edukasi yang berbasis kepada
pendidikan secara fisik atau olahraga.
3) Wisata edukasi Culture/Kebudayaan
Wisata edukasi ini disebut juga wisata edukasi kebudayaan, dimana
menyajikan tentang pendidikan budaya dalam bidang seni adat istiadat dan
lain-lain yang berhubungan dengan kebudayaan berupa adat istiadat atau
kesenian.
4) Wisata edukasi Agrobisnis
Wisata edukasi agrobisnis berbasis kepada kepemilikan agro atau pertanian dan
peternakan yang juga merupakan bisnis dari suatu perusahaan maupun
17
perseorangan. Wisata ini meyajikan pendidikan tentang dunia pertanian atau
peternakan.
Wisata edukasi mangrove digolongkan sebagai wisata edukasi science/ilmu
pengetahuan, karena mengandung unsur wisata edukasi yang berbasis kepada
ilmu pengetahuan tentang mangrove dan segala aktivitas yang terdapat di
mangrove yang diperoleh pengunjung sebagai pembelajaran setelah melakukan
wisata edukasi. Selain berupa pengetahuan (ranah kognitif) wisatawan juga dapat
melakukan something to do seperti pembibitan mangrove, penanaman pohon,
outbond, bersampan, kuliner dan sebagainya.
2.1.4 Kriteria dan Syarat Daerah Tujuan Wisata Edukasi
Wisata edukasi merupakan perpaduan konsep wisata dan edukasi dimana
dalam posisi tourism market merupakan turunan atau subtipe dari objek wisata
alam (ekowisata), maka dasar pengembangannya hampir sama dan tetap
menggunakan kaidah-kaidah ekowisata. Hal ini dimaksudkan agar tidak
menyimpang dari konsep dasar yang digunakan, dan hanya menambahkan segi
edukatifnya khususnya pendidikan lingkungan. Konsep dasar tersebut juga
meliputi kriteria daerah tujuan wisata edukasi yaitu daerah atau kawasan yang
juga sesuai untuk pengembangan ekowisata berbasis pendidikan. Ratih (2013:3)
dalam penelitiannya menyebutkan bahwa daerah tujuan wisata edukasi baik di
dalam negeri maupun di luar negeri memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Daerah atau wilayah yang diperuntukkan sebagai kawasan pemanfaatan
berdasarkan rencana pengelolaan pada Kawasan Wisata Pantai seperti
18
Taman Wisata Pegunungan, Taman Wisata Danau, Taman Wisata Pantai
dan Taman Wisata Laut.
2. Daerah atau zona pemanfaatan pada Kawasan Taman Nasional seperti
Kebun Raya, Hutan Lindung, Cagar Alam atau Hutan Raya.
3. Daerah pemanfaatan untuk wisata berburu berdasarkan rencana
pengelolaan Kawasan Taman Pemburuan.
Berdasarkan kriteria tersebut, hutan mangrove yang didominasi berlokasi
di daerah pesisir terutama pantai, maka kriteria daerah tujuan wisata termasuk ke
dalam daerah yang diperuntukkan sebagai kawasan Taman Wisata Pantai.
Hutan mangrove sebagai destinasi wisata edukasi mempunyai beberapa
syarat atau tatanan ruang sehingga objek wisata tersebut layak dijadikan sebagai
wisata edukasi. Wijayanti dalam penelitiannya (2011: 18-19) menggunakan
konsep dan tatanan ruang sebagai berikut:
1. Mempunyai lembaga, yaitu organisasi yang dibentuk untuk mengelola dan
menetapkan kebijakan tentang objek wisata yang didirikan. Agar lembaga
tersebut dapat berjalan dengan baik maka diperlukan seksi-seksi kerja, sebagai
berikut:
1) Seksi penelitian: melakukan survey dan penelitian flora daan fauna yang
berkaitan dengan mangrove.
2) Seksi pelatihan: menyusun dan melakukan kegiatan pelatihan baik yang
merupakan kegiatan rutin maupun permintaan pihak-pihak yang
berkepentingan.
19
3) Seksi Informasi: menyebarkan informasi mangrove melalui media cetak
dan elektronik
4) Seksi ekowisata: melakukan pemanduan wisata, pembuatan spesimen dan
pembuatan buku
5) Seksi pendidikan lingkungan: melaksanakan event kelas dilapangan dan
penanaman partisipatif bagi kalangan sekolah, universitas dan masyarakat
umum yang ingin mengetahui lebih jauh tentang mangrove.
6) Seksi manajemen: mengorganisir dan mendukung semua kegiatan proyek.
2. Adanya jalan sebagai sarana mengelilingi mangrove. Jalan terbuat dari kayu
sepanjang panjang dan lebar mangrove karena dengan hanya jalan kaki
pengunjung dapat mengelilingi mangrove.
3. Tatanan mangrove tanpa merubah zonasi dari mangrove itu sendiri. Zonasi
mangrove tidak dapat diubah karena pohon mangrove memiliki akar khusus
yang cocok sesuai zonasi tersebut.
4. Tidak adanya pedagang liar yang berada di kawasan wisata. Pedagang liar yang
dimaksud adalah pedagang yang berada di luar maupun di dalam kawasan
wisata tanpa memperoleh izin dari pihak pengelola wisata. Adanya pedagang
liar yang berada di kawasan wisata karena dikhawatirkan akan membuang
bekas bungkus makanan, mengurangi nilai estetika alam di kawasan wisata.
2.1.5 Kondisi Lingkungan Mangrove Sebagai Potensi Wisata Edukasi
Saat ini telah banyak hutan mangrove yang dimanfaatkan sebagai objek
wisata ekologi (ekowisata), dimana dalam konsep ekowisata tersebut disisipkan
unsur pendidikan bagi wisatawan, contohnya objek wisata hutan mangrove Tapak
20
Tugurejo Semarang, hutan mangrove Tarakan di Kalimantan Timur, hutan
mangrove Wonorejo Surabaya, dan termasuk hutan mangrove yang ada di
Kecamatan Wedung yaitu Ekowisata Reduksi Mangrove yang berlokasi di Desa
Kedungmutih.
Edutourism merupakan kegiatan memadukan konsep pendidikan sekaligus
hiburan bagi wisatawan, sehinga perlu diwadahi dalam suatu fasilitas yang dapat
menampung fungsi mendidik sekaligus memberikan kesenangan rekreasi bagi
wisatawan. Fasilitas tersebut tentunya dikemas dengan suasana yang tidak formal
(santai) dengan aktivitas yang edukatif, rekreatif dan partisipatif sehingga daya
jual dari segala potensi layanan informasi sesuai dengan kebutuhan wisatawan
baik masyarakat umum maupun kelompok pelajar baik secara psikologis maupun
intelektual.
Kondisi lingkungan mangrove yang dijadikan parameter sebagai potensi
wisata edukasi mangrove menurut Ilham (2018:12-14) dapat dilihat sebagai
berikut:
1) Jenis atau spesies mangrove
Vegetasi hutan mangrove di Indoneisa memiliki keanekaragaman
mangrove yang tinggi, yaitu kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik di
hutan mangrove. Disetiap hutan mangrove paling tidak terdapat satu jenis
tumbuhan yang mendominasi yang termasuk dalam empat famili yaitu
Rizhoporaceae (Rhizophora, Brugueira, dan Ceriops), Sonneratiaceae
(Sonneratia), Avicenniuaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia) dan
Meliaceae (Xylocarpus).
21
2) Biota Hutan Mangrove
Kelompok biota mangrove terdiri atas kelompok fauna daratan dan
fauna perairan, kelompok fauna daratan yang menempati bagian atas
mangrove terdiri atas ular, insekta, burung gereja, burung kuntul, wallet
linchi dan sebagainya. Sedangkan fauna perairan yang hidup di hutan
mangrove seperti ikan, kepiting bakau, udang dan sebagainya.
Selain kondisi lingkungan mangrove, konsep edukasi perlu juga
memfasilitasi aktivitas/atraksi wisata yang dikembangkan dalam rangka
pengetahuan dan pengalaman bagi wisatawan. Hal tersebut tentunya berupa
kegiatan edukasi yang disesuaikan dengan kondisi wilayah, sarana prasarana dan
karakteristik wisatawan. Adapun jenis aktivitas edukasi mangrove yang
dikembangkan (Ilham, 2012:15-17) antara lain:
1) Budidaya kepiting mangrove
Aktivitas budidaya kepiting mangrove ini bertujuan agar
wisatawan dapat mengetahui beberapa jenis kepiting yang hidup di area
mangrove dan juga dapat berinteraksi langsung dengan kepiting mangrove.
Area budidaya kepiting mangrove dibuat dengan sistem keramba tancap.
Selain memberikan manfaat bagi wisatawan yang berkunjung, budidaya
kepiting mangrove juga berfungsi ekonomis bagi pengembangan wisata.
Adapun aktivitas yang dilakukan wisatawan di area ini seperti memberi
makan kepiting, mengamati bentuk dan jenis kepiting mangrove, atau
mencoba mengambil kepiting dari lubang dan sela-sela tanaman
mangrove.
22
2) Mengamati burung
Aktivitas mengamati burung bertujuan untuk memberi
pengetahuan kepada wisatawan tentang beberapa jenis burung yang
berhabitat di hutan mangrove, selain itu juga kawasan mangrove sebagai
tempat hidup alami burung dan berbagai fauna lainnya. Kegiatan
mengamati burung ini menjadi kegiatan yang menarik bagi anak-anak
terutama usia sekolah, burung yang diamati sesuai dengan potensi
keberadaan mangrove, seperti burung bangau, kuntul, dan sebagainya.
3) Menanam bibit mangrove
Aktivitas yang menjadi kegiatan edukasi adalah menanam bibit
mangrove. Aktivitas ini dilakukan di area penanaman antara lain living
class mangrove dan penanaman bibit mangrove. Lokasi penanaman bibit
mangrove berada di tengah dari area tapak. Bibit mangrove yang dipilih
sesuai dengan jenis mangrove yang dominan di kawasan tersebut.
4) Outbond
Permainan outbond biasanya terdapat di kawasan objek wisata
mangrove yang strategis dilihat dari lokasi, sarana prasarana dan sumber
daya alamnya. Permainan outbond bagi wisatawan diharapkan dapat
berinteraksi langsung dengan lingkungan mangrove. selama permainan
outbond berlangsung dapat dimasukkan unsur kegiatan edukasi seperti
melakukan permainan flyingfox sambil melihat mangrove secara lebih luas
dan lengkap. Permainan outbond dapat berbagai jenis sesuai yang
ditawarkan pengelola wisata namun hal yang penting dari kegiatan
23
outbond tersebut tidak jauh sebagai edukasi untuk menumbuhkan
pengetahuan tentang mangrove, rasa cinta terhadap lingkungan dan
kekayaan alam di kawasan pesisir.
5) Bersampan
Wisatawan berkesempatan mengelilingi kawasan mangrove
menggunakan perahu sampan. Kegiatan ini bertujuan memberikan
pemahaman tentang pentingnya tanaman mangrove dalam melindungi dan
mengendalikan kualitas pesisir secara fisik dan bermanfaat bagi kehidupan
nelayan.
6) Wisata Kuliner
Wisatawan dapat berwisata kuliner serta beristirahat setelah
melakukan berbagai aktivitas wisata. Wisata kuliner dapat berupa berbagai
jenis olahan daerah masing-masing. Pada area ini wisatawan disuguhkan
dengan menu-menu yang dominan merupakan hasil laut. Bangunan tempat
makan juga didesain senyaman dan semenarik mungkin guna menambah
kesan alami dan menyatu dengan area sekitarnya.
Kondisi lingkungan dan aktivitas wisata yang terdapat di objek wisata
mangrove perlu disesuaikan dengan sumber daya masing-masing objek wisata.
Karena tidak semua parameter kondisi lingkungan dan aktivitas di atas tersedia.
Sehingga pengelola hanya memilih sumber daya yang potensial untuk
dikembangkan menurut tema/tujuan didirikan sebuah wisata edukasi. Seperti
halnya di Ekowisata Reduksi Mangrove beberapa aktivitas yang menjadi daya
tarik wisatawan hanya terdiri atas aktivitas bersampan, edukasi dan praktek
24
penanaman mangrove serta aktivitas tambahan lain berupa edukasi shilvofishery
dan pendidikan mitigasi bencana dan pertolongan pertama (PP).
2.1.6 Pemanfaatan Objek Wisata Mangrove Sebagai Sumber Belajar
Mangrove
Sumber belajar diartikan sebagai semua sumber baik pesan, orang, bahan,
alat, teknik dan latar yang dimanfaatkan seseorang untuk kegiatan belajar dan
dapat meningkatkan kualitas belajarnya. Objek wisata alam sebagai sumber
sumber belajar mempunyai arti bahwa objek wisata alam tidak didesain untuk
proses pembelajaran seperti pembelajaran di sekolah, akan tetapi keberadaannya
dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar (learning resources by utilization)
sesuai dengan potensi yang ada dan tujuan pembelajaran.
Masyarakat sebagai subjek dalam belajar dapat menggunakan lingkungan
sebagai sumber pengetahuan secara global. Salah satunya adalah objek wisata
mangrove, karena kawasan objek wisata mangrove memiliki nilai estetika berupa
keindahan dan otentisitas keadaan alam, manusia, dan segala aktivitasnya secara
nyata. Potensi yang tersedia baik berupa ekosistem mangrove, aktivitas wisata,
atau kegiatan ekologi yang ada di lingkungan mangrove dapat dipilih sebagai
tempat belajar yang lebih menyenangkan, interaktif sekaligus edukatif.
Menurut Sudjana dan Rivai (2013:208-209) keuntungan memanfaatkan
lingkungan sebagai sumber belajar antara lain:
a. Kegiatan belajar lebih menarik, tidak membosankan, sehingga motivasi
belajar seseorang semakin tinggi.
25
b. Pesan dan hakikat belajar akan lebih bermakna, karena alam menyajikan
situasi dan keadaan yang sebenarnya serta bersifat alami.
c. Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih faktual, sehingga
kebenarannya yang lebih akurat.
d. Kegiatan belajar lebih komprehensif dan lebih aktif seperti mengamati,
bertanya, wawancara, menguji fakta dan lain sebagainya.
Sumber balajar tentang hutan mangrove dapat diperoleh setiap wisatawan
yang berkunjung sesuai dengan keinginan wisatawan. Kelompok pelajar juga
dapat menjadikan hutan mangrove sebagai sumber belajar sesuai dengan mata
pelajaran dan tingkatan sekolah. Adapun pengetahuan tentang ekosistem
mangrove yang dapat dipelajari dalam bukunya Dharmawan (2015: 1- 9) terdiri
atas:
a. Pengenalan Mangrove
Pengenalan mangrove bermaksudkan wisatawan dapat mengenali,
memahami mangrove, habitatnya dan mengidentifikasi mangrove
berdasarkan jenis/bentuk akar, batang, daun, buah dan sebagainya.
b. Fungsi Hutan Mangrove
Jika mangrove sering diidentitaskan sebagai hal yang kotor, berlumpur,
basah, tetapi ternyata memiliki banyak fungsi bagi lingkungan yang dilihat
dari aspek biologis, aspek sosial ekonomi, aspek kimia maupun aspek
fisik.
c. Kesehatan Hutan Mangrove
26
Kesehatan hutan mangrove dapat diketahui berdasarkan nilai kerapatan
pohon dalam satu area.
d. Kondisi Lingkungan Mangrove
Hutan mangrove sebagai hutan pelindung kawasan pesisir laut perlu
diperhatikan kondisi lingkungannya, dalam hal ini terkait pencemaran
lingkungan, konservasi lingkungan serta aktivitas manusia yang dapat
merusak ekosistem mangrove.
e. Rehabilitasi Hutan Mangrove
Memahami pentingnya rehabilitasi hutan mangrove juga menjadi salah
satu sumber belajar, terutama belajar ranah afektif berupa partisipasi
wisatawan dalam upaya mengembalikan dan meningkatkan fungsi hutan
mangrove dalam suatu kawasan.
2.1.7 Pemanfaatan Objek Wisata Sebagai Wahana/aktivitas Pendidikan
Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup merupakan jumlah semua benda hidup dan mati serta
seluruh kondisi yang ada di dalam ruang baik secara fisik maupun non fisik yang
ditempati manusia serta berpengaruh pada kehidupan manusia (Supardi, 2003:2).
Keberadaan lingkungan hidup yang berpengaruh pada kehidupan manusia dapat
dilihat dari kegiatan manusia yang melestarikan lingkungan ataupun
memanfaatkan sesuai kebutuhan manusia tanpa memperhatikan kerusakan
lingkungan yang dapat merugikan manusia lainnya. Salah satu kegiatan manusia
yang dapat melestarikan lingkungan adalah memanfaatkan keberadaan lingkungan
sekitar sebagai sumber pengenalan dan pengetahuan tentang implementasi
27
pendidikan lingkungan hidup (PLH) bagi masyarakat. Lingkungan tersebut dapat
berupa lingkungan secara alami tersedia maupun lingkungan buatan berupa objek
wisata.
Objek wisata mangrove menjadi salah satu tempat edukasi yang
menyenangkan untuk proses PLH bagi wisatawan. Tidak hanya wisatawan yang
berstatus pelajar tetapi juga wisatawan secara umum. Objek wisata mangrove
dengan potensi yang dikembangkan pengelola dapat digunakan sebagai wahana
implementasi pendidikan lingkungan hidup, karena potensi alam yang ada di
lingkungan mangrove baik di dalam objek wisata maupun diluar objek wisata
membantu seseorang memahami teori lingkungan hidup secara nyata, terhindar
dari keabstrakan dan persepsi belajar yang hanya terdapat di dalam buku. Selain
itu, lokasi objek wisata yang bersentuhan dengan alam dapat menjadi pengalaman
baru bagi wisatawan.
Konsep pendidikan lingkungan hidup secara formal sudah diterapkan sejak
di sekolah, di perguruan tinggi hingga di LSM yang berkembang pada
masyarakat. Di sekolah baik secara terstruktur dengan metode pendekatan
kurikulum yang terintegrasi dengan mata pelajaran lain ataupun bersifat monolitik
(mata pelajaran sendiri). Hal tersebut memberikan gambaran bahwa pendidikan
lingkungan hidup setiap individu sudah ditanamkan dari usia dini sebagai suatu
proses pembentukan perilaku, nilai, kebiasaan untuk menghargai lingkungan
secara berkelanjutan.
Objek wisata mangrove sebagai wahana pendidikan lingkungan hidup
perlu memberikan pembelajaran kepada masyarakat sesuai dengan tujuan
28
pendidikan lingkungan hidup yang dikemukakan oleh Adisendjaja (2009:6)
menjadi enam kelompok, yaitu:
1. Kesadaran, yaitu wahana/aktivitas objek wisata dapat mendorong
masyarakat untuk memperoleh kesadaran dan kepekaan terhadap
lingkungan hidup dan permasalahannya.
2. Pengetahuan, yaitu membentuk setiap individu untuk memperoleh
pengetahuan dan pemahaman dasar tentang lingkungan hidup dan
permasalahannya.
3. Sikap, yaitu membantu setiap individu untuk medapatkan seperangkat
nilai dan motivasi untuk berperan serta aktif di dalam upaya peningkatan
dan perlindungan lingkungan hidup.
4. Keterampilan, yaitu membantu setiap individu memperoleh kerampilan
dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah lingkungan hidup
5. Partisipasi, yaitu wahana/aktivitas tersebut dapat meningkatkan motivasi
individu untuk berperan serta aktif memecahkan masalah lingkungan
hidup
6. Evaluasi, yaitu wahana/aktivitas tersebut mendorong individu agar
memiliki kemampuan mengevaluasi permasalahan lingkungan hidup
ditinjau dari segi ekologi, sosial, ekonomi, politik dan faktor-faktor
pendidikan.
2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan diartikan sebagai penelitian yang sebelumnya
pernah dilaksanakan dan dianggap berkaitan atau cukup relevan sebagai referensi
29
yang berhubungan dengan penelitian yang akan dibahas, baik berkaitan dengan
subjek dalam konteks atau topik yang menjadi pokok permasalahan.
Adapun penelitian yang relevan pada penelitian ini berkaitan dengan
pengelolaan atau pemanfaatan objek wisata mangrove sebagai objek wisata
edukasi. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dengan
penelitian ini dapat diketahui persamaan dan perbedaan ditinjau dari tujuan
penelitian, variabel penelitian, teknik analisis dan lokasi penelitian yang
memberikan hasil yang berbeda. Penelitian terdahulu dapat menjadi referensi dan
rujukan penulis dalam mengembangkan/menemukan ide penelitian selanjutnya.
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah
penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui kondisi Ekowisata Reduksi
Mangrove (Rumah Edukasi dan Shilvofishery) sebagai potensi wisata edukasi
dilihat dari potensi alami mangrove maupun aktivitas edukasi mangrove, (2)
menganalisis tingkat pemanfaatan Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi
dan Shilvofishery) sebagai destinasi wisata edukasi di Kecamatan Wedung
Kabupaten Demak. Selain itu, hal yang membedakan dengan penelitian terdahulu
adalah lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Desa Kedungmutih
Kecamatan Wedung Kabupaten Demak. Adapun sasaran dalam penelitian ini
adalah wisatawan baik wisatawan umum maupun kelompok pelajar yang pernah
berkunjung di Ekowisata Reduksi Mangrove.
30
Tabel 2.1 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
No. Peneliti, Judul, dan Tahun Tujuan
Teknik
Analisis
Data
Hasil Penelitian
1. Dedien Ermiliansa, adji
Samekto dan Hartuti Purwani,
Peran PRENJAK dalam
Mewujudkan Daerah Konservasi
Berbasis Eco Edu Wisata
Mangrove di Dusun Tapak
Tugurejo Kota Semarang
(Jurnal) Tahun 2014.
1) Mengetahui peran
PRENJAK dalam
mewujudkan EEWM
(Eco Edu Wisata
Mangrove)
Deskriptif
Kualitatif
Peran dari PRENJAK dalam rehabilitas
mangrove di Kelurahan Tugurejo sudah baik.
Dari proses kepedulian terhadap lingkungan dan
mulai melakukan aksi rehabilitasi mangrove
sampai terbentuk daerah ecoeduwisata
mangrove di Kelurahan Tugurejo. Kegiatan
PRENJAK sangatlah perlu dijadikan contoh
bagi pengembangan wilayah pesisir Kota
Semarang berupaya ecoeduwisata dan
meningkatkan perekonomian masyarakat
pesisir.
2. Aji Novia Prastanti,
Pemanfaatan Tempat
Pembuangan Akhir (TPA)
Sebagai Objek Wisata Edukatif
di Desa Sukoharjo Kecamatan
Margorejo Kabupaten Pati,
Tahun 2017
1) Mengetahui Potensi
tempat pembuangan
akhir (TPA) Kabupaten
Pati sebagai objek
wisata edukatif.
2) Menganalisis
pelaksanaan
pemanfaatan potensi
TPA Kabupaten Pati
sebagai objek wisata
edukatif
Deskriptif
Kuantitatif
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kabupaten
Pati memiliki potensi sebagai wisata eduktif
yaitu kebun keanekaragaman Hayati, Pondok
Taman Baca dan Unit Pembuatan Kompos yang
tergolong sudah dimanfaatkan secara baik oleh
wisatawan. Potensi-potensi wisata edukatif
tersebut digolongkan sudah dimanfaatkan
secara baik untuk wisatawan dengan persentase
67,91% bagi wisatwan umum dan 77,50%
wisatawan pelajar yang keduanya masuk
kategori baik.
31
No. Peneliti, Judul, dan Tahun Tujuan
Teknik
Analisis
Data
Hasil Penelitian
3. Tri Wijayanti, Konservasi Hutan
Mangrove sebagai Wisata
Pendidikan, Tahun 2011
1) Menganalisis strategi
pengembangan dan
pengelolaan hutan
mangrove di pantai
Timur Surabaya melalui
3 aspek wisata
pendidikan (aspek
teknis, aspek sosial, dan
aspek kelembagaan)
Analisis
Korelatif
dan analisis
SWOT
Terjadi pengurangan panjang lahan mangrove di
Kawasan Pantai imur Surabaya dalam beberapa
tahun terakhir dan terdapat 5 (lima) faktor yaitu
kondisi umum hutan mangrove, pelaksanaan
kebijakan pemerintah, dukungan peraturan
perundangan, peran serta masyarakat serta
dukungan LSM dan Perguruan Tinggi. Faktor
tersebut yang memiliki kontribusi positif
terhadap program penanganan dan
pemeliharaan hutan mangrove di kawasan
Pantai Timur Surabaya Selama ini.
4. Kukuh Teguh Laksono,
Pemanfaatan Lingkungan
Maroon Mangrove edu park
sebagai wisata edukasi di Kota
Semarang
1) Mengetahui
pemanfaatan objek
wisata lingkungan
maroon mangrove edu
park sebagai wisata
edukasi di Kota
Semarang
2) Menganalisis
pelaksanaan wisata
edukasi lingkungan
maroon mangrove edu
park di Kota Semarang
Deskriptif
Kuantitatif
Teknik
deskriptif
presentase
Tingkat pemanfaatan lingkungan Maroon
Mangrove Edu Park sebagai wisata edukasi di
Kota Seamarang sebesar 66,7% kriteria baik,
yang diperoleh dari indikator yaitu
mempertahankan lingkungan maroon mangrove
edu park, faktor pendukung dan penghambat
sebagai wisata edukasi, dan kesesuaian
lingkungan sebagai wisata edukasi.
Sumber: Data Penelitian Sri Utami, 2019
32
2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini terbentuk karena
peneliti ingin menggambarkan pemanfaatan akan kondisi yang ada di Ekowisata
Reduksi Mangrove (Rumah Edukasi dan Shilvofishery). Kondisi yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah potensi yang ada di Ekowisata Reduksi Mangrove
meliputi (1)potensi alami dan (2)potensi buatan yang ada di objek wisata
mangrove. Potensi alami tersebut seperti jenis atau spesies mangrove, biota hutan
mangrove, ekosistem hutan mangrove di Ekowisata Reduksi Mangrove.
Sedangkan potensi buatan berupa wahana dan aktivitas wisata seperti wahana
rumah pintar, edukasi penanaman mangrove, edukasi mitigasi bencana dan
pertolongan pertama, edukasi shilvofishery dan sebagainya.
Potensi yang ada di Ekowisata Reduksi Mangrove dapat dimanfaatkan
sebagai objek wisata berbasisi edukasi. Wisata edukasi yaitu edukasi science/ilmu
pengetahuan bagi wisatawan, baik wisatawan umum maupun wisatawan pelajar.
Edukasi science/ilmu pengetahuan adalah wisata edukasi yang mengedepankan
pengetahuan berupa wawasan/pelajaran tentang mangrove (jenis mangrove, biota
hutan mangrove, manfaat mangrove) dan aktivitas-aktivitas yang menambah
pemahaman secara teoretik maupun praktik.
Pemanfaatan edukasi mangrove disesuaikan dengan kondisi yang terdapat
di Ekowisata Reduksi Mangrove. Kondisi objek wisata yang menjadi potensi
perlu memperhatikan ketentuan dan syarat untuk bisa menjadi objek wisata
edukasi yaitu parameter (1)potensi (alami dan buatan) di objek wisata yang
menurut penelitian Ilham (2018:11-17) berupa kondisi lingkungan sebagai
33
panorama alam, jenis mangrove, biota hutan mangrove, serta aktivitas/wahanan
wisata. Parameter (2)unsur-unsur pengadaan (supply) objek wisata yang menurut
Pearce dalam penelitian Santoso (2011:39). Parameter (3)kondisi objek wisata
sebagai syarat dan tatanan ruang wisata edukasi yang terdiri atas indikator: adanya
lembaga pengelola, adanya jalan mengelilingi mangrove, tatanan zonasi
mangrove, serta tidak adanya pedagang liar. Ketentuan dan syarat tersebut,
dijadikan parameter peneliti untuk menganalisis tingkat kesesuaian kondisi
Ekowisata Reduksi Mangrove untuk objek wisata edukasi yang mana dapat
mempengaruhi seberapa tingkat pemanfaatan objek wisata Ekowisata Reduksi
Mangrove sebagai destinasi wisata edukasi.
Pemanfaatan objek wisata sebagai destinasi wisata edukasi dalam hal ini
adalah wisata edukasi sebagai sumber belajar tentang mangrove, dilansir dalam
buku karya dharmawan (2015) sumber belajar mangrove dapat berupa
pengetahuan tentang: ekosistem mangrove, fungsi hutan mangrove, kesehatan
mangrove, kondisi lingkungan mangrove serta upaya rehabilitasi mangrove.
Ekowisata Reduksi Mangrove tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai sumber
belajar mangrove, tetapi juga dapat menjadi wahana pendidikan lingkungan hidup
yaitu berupa aktivitas yang dilakukan ataupun wahana wisata yang disediakan.
Penjabaran lebih jelas dalam penelitian ini dapat dialurkan sebagai berikut:
34
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian
Ekowisata Reduksi Mangrove
(Rumah Edukasi dan Shilvofishery)
Kondisi (potensi) alami:
1. Jenis mangrove
2. Biota hutan mangrove
Kondisi (potensi) buatan:
1. Wahana wisata
2. Atraksi wisata (edukasi
penanaman Mangrove,
Mitigasi bencana,
Shilvofishery, dan bersampan)
Wisata
Wisata Edukasi
Science
Pemanfaatan Sebagai Destinsi Wisata Edukasi
Wisata Edukasi
Sport
Wisata Edukasi
Agrobisnis
Wisata Edukasi
Culture
1. Potensi sebagai
wisata edukasi
2. Unsur-unsur
pengadaan
(supply) objek
wisata
3. Syarat dan
tatanan ruang
sebagai wisata
edukasi
Pemanfaatan Objek Ekowisata Reduksi Mangrove (Rumah
Edukasi dan Shilvofishery) sebagai Destinasi Wisata Edukasi.
Sumber Belajar Mangrove
Wahana Pendidikan
Lingkungan Hidup
106
sumber belajar mangrove. Sedangkan pemanfaatan kondisi objek wisata
sebagai wahana pendidikan lingkungan hidup menunjukkan pada tingkatan
baik dengan persentase rata-rata 65% dengan menggunakan indikator kondisi
lingkungan mangrove, wahana wisata dan kesesuaian kondisi mangrove
sebagai wahana pendidikan lingkungan hidup. Keseluruhan jawaban atas
pemanfaatan sebagai sumber belajar maupun sebagai wahana pendidikan
lingkungan hidup di analisis berdasarkan hasil kuesioner, hasil wawancara
hingga observasi.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Perlu pengembangan dari segi atraksi wisata seperti outbond, wisata kuliner
dan kegiatan edukasi lainnya sebab dengan luas mangrove yang hanya 1,2 ha
tidak banyak potensi lingkungan dapat dimanfaatkan seperti wisata edukasi
seperti ketebalan mangrove, kerapatan jenis mangrove, kondisi pasang surut,
salinitas dan lainnya sebagai pengetahuan mendalam tentang mangrove,
sehingga perlu dikembangkan pada aktivitas/wahana wisata untuk mendukung
kegiatan edukasi.
2. Peningkatan sarana-prasarana penunjang wisata edukasi dan melakukan
perawatan secara berkala.
3. Pengelola Ekowisata Reduksi Mangrove perlu menjalin kerja sama dengan
Pemerintah Daerah, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Demak guna
mendukung pelaksanaan wisata edukasi baik dari segi dana, tenaga pendidik
ataupun ide gagasan guna pengembangan objek wisata edukasi.
107
DAFTAR PUSTAKA
Adisendjaja, Yusuf Hilmi dan Oom Romlah.2009. „Pembelajaran Pendidikan
Lingkungan Hidup: Belajar dari Pengalaman dan Belajar dari
Alam‟.Makalah disajikan dalam Seminar Nasional PLH di Jurusan
Pendidikan Arsitektur FPTK-UPI di Bandung Tahun 2009.
Alfira, Rizky. 2014. „Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata
Mangrove Pada Kawasan Suaka Margasatwa Mampie di Kecamatan
Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar‟. Skripsi. Makassar: Universitas
Hasanuddin Makassar
Arifin, Abunaim.2017. „Struktur Vegetasi Mangrove Berdasarkan Substrat di
Pantai Mara‟bombang Kecamatan Suppa Kabupaten‟. Skripsi. Makassar:
Universitas Hasanuddin
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Data Referensi Daftar Satuan Pendidikan(Sekolah) Per Kecamatan Wedung.
2018. Jakarta : Diakses dari http://referensi.data.kemdikbud.go.id (18
Februari 2019).
Dharmawan, I Wayan. 2015. Panduan Wisata Edukasi Kelautan Mangrove.
Jakarta: UPT Loka Pengenbangan LIPI
Ermiliansa, Dedien. adji Samekto dan Hartuti Purwaeni. 2014. „Peran Prenjak
Dalam Mewujudkan Daerah Konservasi Berbasis Eco Edu Wisata
Mangrove di Dusun Tapak Tugurejo Kota Semarang‟. Dalam Jurnal
Ekosains.Vol.VI. No. 1 Hal. 62-67.
Fajrilia, Azni. 2017. „Penilaian Potensi Objek Wisata Pulau Mengkudu Kabupaten
Lampung Selatan Tahun 2016‟. Skripsi. Lampung: Universitas Lampung
Faturrohmah, Septiana dan Bramantyo Marjuki. 2017. „Identifikasi Dinamika
Spasial Sumber daya mangrove di Wilayah Pesisir Kabupaten Demak Jawa
Tengah‟. Dalam Jurnal Geografi Vol. 31, No. 1.Hal.56-60
Ghozali, Imam 2002, Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS,
Semarang: BadanPenerbit Universitas Dipenogoro
Ginting, Irena. A. 2012. „Penilaian dan Pengembangan Objek dan Daya Tarik
Wisata Alam di Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit‟. Dalam Jurnal IPI
USU Medan, Hal: 74-81
108
Ilham, Muhammad. 2018. „Studi Kelayakan Ekosistem Mangrove Sebagai Objek
Wduwisata di Tambak Pendidikan Universitas Hasanuddin, Desa Bojo,
Kecamatan Mallusetasi, kabupaten Barru‟. Skripsi. Makassar: Universitas
Hasanuddin Makassar.
Laksono, Kukuh Teguh. 2018. „Pemanfaatn Lingkungan Maroon Mangrove Edu
park Sebagai Wisata Edukasi dik Kota Semarang‟. Skripsi. Semarang:
Jurusan Geografi UNNES
Nazir, Moh. 2014. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
Peraturan Menteri Pariwisata Rebublik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang
Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan. 2016. Jakarta: Diakses dari
http://www.bphn.go.id (29 Februari 2019)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2012 tentang Strategi
Nasional Pengelolaan Ekowisata Mangrove. 2012. Jakarta : Diakses dari
http://www.bphn.go.id ( 12 Februari 2019).
Prastanti, Aji Novia. 2017. „Pemanfaatan Tempat pembuangan Akhir (TPA)
sebagai Objek Wisata Edukatif di Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo
Kabupaten Pati‟. Skripsi. Semarang: Jurusan Geografi UNNES
Priyanto, Rahmat.,Didin Syarifuddin, dan Sopa Martina. 2018. Perancangan
Model Wisata Edukasi di Objek Wisata kampong Tulip. Dalam Jurnal
ABDIMAS. Hal.32-38
Ratih, Nur, dkk. 2013. Perancangan Wisata Edukasi Lingkungan Hidup di Batu
dengan Penerapan Material Alami. Dalam Jurnal Arsitektur.Vol.1.No.1.
Hal. 1-12
Raymond, G.P. 2010. „Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat Di
Kecamatan Gending, Probolinggo‟. Dalam Jurnal Agritek. Jilid 18. No. 2.
Hal.187
Santoso, Apik Budi. 2011. Geografi Pariwisata. Semarang: Jurusan Geografi
UNNES
Sudjana, nana. 2007. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung:Sinar Baru
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2013. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Supardi, Imam.2003. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Bandung:
PT.Alumni
109
Syaputra, syifa dkk. 2016. „Sebaran mangrove Sebelum Tsunami dan Sesudah
Tsunami Di Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh‟. Dalam Jurnal
JESBIO Vol.16 No.19. Hal. 15.
Undang-Undaang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan. Pasal 1ayat 6. 2009. Jakarta : Diakses dari
http://www.bphn.go.id ( 24 Februari 2019).
Wijayanti, Tri. 2011. „Konservasi Hutan Mangrove sebagai Wisata Pendidikan‟.
Dalam Jurnal ilmiah Teknik Lingkungan. Vol. 1 Hal 15-25
Yulianda, F. 2007. „Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan
Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi‟. Makalah Sains Departemen
MSP. Bogor: Institut Pertanian Bogor