pemanfaatan teknologi geospasial dalam pembelajaran ips

12
Prosiding Seminar Nasional (Pendidikan Geografi, FISH UNESA) Surabaya, 23 Mei 2017 PENGELOLAAN POTENSI MARITIM INDONESIA 99 Pemanfaatan Teknologi Geospasial dalam Pembelajaran IPS untuk Pengenalan Pulau-Pulau Kecil Terluar Sebagai Kawasan Perbatasan Laut Indonesia Oleh: M. Asyroful Mujib 1 dan Tri Rafika Diyah Indartin email: [email protected] Abstrak Pemanfaatan teknologi geospasial dalam pembelajaran memiliki peran penting dalam peningkatan kemampuan berpikir spasial peserta didik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon siswa dalam pemanfaatan teknologi geospasial khususnya Google Earth untuk mengidentifikasi pulau-pulau kecil terluar Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemanfaatan Google Earth dengan kemampuan berpikir spasial peserta didik dalam mengidentifikasi pulau-pulau kecil terluar yang dilihat berdasarkan kemampuan menentukan letak astronomis pulau, mengukur geometris pulau, dan identikasi keberadaan permukiman. Pengenalan pulau-pulau kecil terluar sebagai kawasan perbatasan laut indonesia secara virtual merupakan salah satu cara dalam penanaman sikap cinta tanah air dan wawasan kebangsaan. A. Pendahuluan Informasi dan teknologi dewasa ini memiliki perkembangan yang sangat cepat, khususnya perkembangan teknologi geospasial yang semakin mudah diakses, tersedia secara luas, tidak berbayar, dan telah banyak dimanfaatkan oleh berbagai kalangan masyarakat. Unsur-unsur yang termasuk di dalam teknologi geospasial ini diantaranya adalah Sistem Informasi Geografis (SIG), Global Positioning System (GPS), Globe Visual (seperti Google Earth, NASA World Wind, ArcGIS Explorer, dsb), dan aplikasi visualisasi bentang lahan berbasis web seperti MapQuest (Bodzin, et al., 2014; Trautmann and MaKinster, 2010). Teknologi geospasial telah banyak dimanfaatkan di bidang pendidikan khususnya dalam pembelajaran geografi atau IPS terpadu (Solari, et al., 2015). Pemanfaatan teknologi geospasial dalam pembelajaran geografi memiliki sasaran utama untuk meningkatkan kemampuan berpikir spasial peserta didik (Schultz, et al., 2008; Schee, et al., 2015; Alibrandi and Goldstein, 2015). Selanjutnya kemampuan dalam berpikir spasial juga harus ditunjang dengan tiga kompetensi yaitu (1) konsep keruangan; (2) cara untuk berpikir dan merepresentasikan data secara spasial; dan (3) Kemampuan untuk menganalisis data spasial 1 SMP IT Insan Permata Bojonegoro,

Upload: others

Post on 20-Oct-2021

33 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemanfaatan Teknologi Geospasial dalam Pembelajaran IPS

Prosiding Seminar Nasional

(Pendidikan Geografi, FISH UNESA) Surabaya, 23 Mei 2017

PENGELOLAAN POTENSI MARITIM INDONESIA

99

Pemanfaatan Teknologi Geospasial dalam Pembelajaran IPS untuk

Pengenalan Pulau-Pulau Kecil Terluar Sebagai Kawasan Perbatasan Laut

Indonesia

Oleh:

M. Asyroful Mujib1 dan Tri Rafika Diyah Indartin

email: [email protected]

Abstrak

Pemanfaatan teknologi geospasial dalam pembelajaran memiliki peran penting dalam

peningkatan kemampuan berpikir spasial peserta didik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

respon siswa dalam pemanfaatan teknologi geospasial khususnya Google Earth untuk

mengidentifikasi pulau-pulau kecil terluar Indonesia. Metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara pemanfaatan Google Earth dengan kemampuan

berpikir spasial peserta didik dalam mengidentifikasi pulau-pulau kecil terluar yang dilihat

berdasarkan kemampuan menentukan letak astronomis pulau, mengukur geometris pulau, dan

identikasi keberadaan permukiman. Pengenalan pulau-pulau kecil terluar sebagai kawasan

perbatasan laut indonesia secara virtual merupakan salah satu cara dalam penanaman sikap

cinta tanah air dan wawasan kebangsaan.

A. Pendahuluan

Informasi dan teknologi dewasa ini memiliki perkembangan yang sangat cepat,

khususnya perkembangan teknologi geospasial yang semakin mudah diakses, tersedia secara

luas, tidak berbayar, dan telah banyak dimanfaatkan oleh berbagai kalangan masyarakat.

Unsur-unsur yang termasuk di dalam teknologi geospasial ini diantaranya adalah Sistem

Informasi Geografis (SIG), Global Positioning System (GPS), Globe Visual (seperti Google

Earth, NASA World Wind, ArcGIS Explorer, dsb), dan aplikasi visualisasi bentang lahan

berbasis web seperti MapQuest (Bodzin, et al., 2014; Trautmann and MaKinster, 2010).

Teknologi geospasial telah banyak dimanfaatkan di bidang pendidikan khususnya dalam

pembelajaran geografi atau IPS terpadu (Solari, et al., 2015). Pemanfaatan teknologi

geospasial dalam pembelajaran geografi memiliki sasaran utama untuk meningkatkan

kemampuan berpikir spasial peserta didik (Schultz, et al., 2008; Schee, et al., 2015; Alibrandi

and Goldstein, 2015). Selanjutnya kemampuan dalam berpikir spasial juga harus ditunjang

dengan tiga kompetensi yaitu (1) konsep keruangan; (2) cara untuk berpikir dan

merepresentasikan data secara spasial; dan (3) Kemampuan untuk menganalisis data spasial

1 SMP IT Insan Permata Bojonegoro,

Page 2: Pemanfaatan Teknologi Geospasial dalam Pembelajaran IPS

Prosiding Seminar Nasional

(Pendidikan Geografi, FISH UNESA) Surabaya, 23 Mei 2017

PENGELOLAAN POTENSI MARITIM INDONESIA

100

yang mempengaruhi suatu fenomena geosfer (NRC, 2006; Schultz, et al., 2008; Ishikawa,

2015).

Salah satu teknologi geospasial yang dapat dengan mudah diterapkan di tingkat sekolah

menengah pertama (middle school) adalah Google Earth, dengan kemudahan dalam instalasi

dan didukung dengan tool pengukuran dasar dan manipulasi sederhana (Sheppard and Cizek,

2009; Alibrandi and Goldstein, 2015). Google Earth merupakan salah satu globe virtual

online yang dirilis pada Bulan Juni 2005 yang mengintegrasikan data citra satelit, digital

elevation model (DEM), dan foto udara pada beberapa waktu yang berbeda untuk

ditampilkan pada satu layer yang sama (Bodzin, et al., 2014; Kennedy, 2009). Google Earth

juga menawarkan data spasial dengan resolusi tinggi yang bisa diakses secara gratis,

kemampuan jelajah lokasi secara cepat dari satu tempat ke tempat lain (virtual field trip),

melihat objek pada ketinggian atau skala yang berbeda, dan melihat area secara 360° atau

dari sudut yang miring (oblique) sehingga dapat melihat visualisasi 2D dan 3D suatu objek di

permukaan bumi (Lisle, 2006; Scheffers, et al., 2015). Hasil kesepakatan ahli-ahli geologi

Amerika dalam konferensi pada Bulan Januari 2011 (Whitmeyer, et al., 2012) menyatakan

bahwa Google Earth dan teknologi visualisasi virtual lainnya dapat diaplikasikan untuk

meningkatkan penelitian dan pendidikan di bidang geosains.

Pemanfaatan Google Earth di bidang pendidikan diantaranya telah diaplikasikan untuk

pembelajaran geologi geomorfologi (e.i. Lisle, 2006; Stumpf, et al., 2008; Schultz, et al.,

2008; Palmer, 2013; Scheffers, et al., 2015), pembuatan mashup geologi (Eusden, et al.,

2012), pembuatan ePortfolio (Guertin, et al., 2012), identifikasi perubahan penggunaan lahan

(Bodzin, et al., 2014), dan virtual field trip ke lokasi-lokasi terpencil seperti gurun

(Tewksbury, et al., 2012). Secara virtual, Google Earth mampu menjangkau lokasi-lokasi

terpencil dengan cepat dan akurat, seperti gurun, gunung, kutub, hingga pulau-pulau kecil

yang sulit dijangkau.

Indonesia memiliki pulau-pulau kecil terluar yang dari segi aksesibilitas dan

keterjangkauannya sangat terbatas. Peran strategis pulau-pulau kecil terluar sebagai kawasan

perbatasan laut Indonesia masih belum banyak diperkenalkan kepada peserta didik di

tingkatan sekolah dasar atau sekolah menengah. Sejauh ini, peserta didik hanya

diperkenalkan tentang perairan wilayah dan Zona Ekonomi Eksklusif (seperti pada SK KD

IPS SMP Bab Hidrosfer) tanpa mengetahui bagaimana penentuan garis pangkal perbatasan

dan peran strategis kawasan perbatasan bagi kedaulatan suatu negara.

Page 3: Pemanfaatan Teknologi Geospasial dalam Pembelajaran IPS

Prosiding Seminar Nasional

(Pendidikan Geografi, FISH UNESA) Surabaya, 23 Mei 2017

PENGELOLAAN POTENSI MARITIM INDONESIA

101

Seiring dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun

2017 tanggal 2 Maret 2017 yang telah menetapkan 111 pulau sebagai pulau-pulau kecil

terluar Indonesia dan mencabut Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 yang menetapkan

sebelumnya 92 pulau-pulau kecil terluar, maka perlu adanya suatu pemahaman bersama akan

pentingnya sosialiasi dan penanaman cinta tanah air sejak dini melalui pengenalan pulau-

pulau-pulau kecil terluar dengan pembelajaran secara virtual. Penelitian ini bertujuan untuk

melihat respon siswa dalam pembelajaran menggunakan Google Earth untuk

mengidentifikasi pulau-pulau kecil terluar Indonesia yang disertai dengan pengamatan

spasial, interpretasi visual dan kemampuan pengukuran geometris pulau.

B. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah Siswa Kelas 7 Sekolah Menengah Pertama SMP IT

Insan Permata Bojonegoro dengan jumlah 25 orang. Penelitian dilaksanakan pada mata

pelajaran IPS dengan Standar Kompetensi yaitu memahami usaha manusia untuk mengenali

perkembangan lingkungannya dan Kompetensi Dasar yaitu mendeskripsikan gejala-gejala

yang terjadi di atmosfer dan hidrosfer, serta dampaknya terhadap kehidupan.

Fokus utama dari pembelajaran dengan memanfaatkan Google Earth adalah peserta didik

mampu (1) mengidentifikasi bentanglahan daratan dan perairan; (2) mengksplorasi Google

Earth untuk memvisualisasikan bentanglahan dan melakukan perjalanan virtual (virtual field

trip) pada lokasi-lokasi terpencil khususnya pulau-pulau kecil terluar; dan (3) Meningkatkan

kemampuan dalam pemanfaatan teknologi dan informasi geospasial. Metode pembelajaran

yang digunakan untuk dapat mencapai fokus pembelajaran tersebut adalah Inquiry Based

Learning (IBL).

Inquiry Based Learning (IBL) merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran berbasis

kontekstual, dengan pengetahuan dan keterampilan yang didapat oleh siswa adalah hasil dari

mencari, menemukan, menyelidiki, dan menganalisa sendiri (Trianto, 2009). Ditegaskan pula

oleh Solari, et al. (2015) bahwa IBL merupakan metode yang efektif dalam pembelajaran

pemanfaatan teknologi geospasial. Proses Inquiry dalam pembelajaran menggunakan Google

Earth dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu identifikasi bentanglahan daratan dan

perairan. Peserta didik mencari empat lokasi yaitu gunung, danau, sungai, dan pantai serta

mengeksplorasinya dari berbagai ketinggian (skala) dan memvisualisasikannya dalam bentuk

3 Dimensi. Tahap kedua melakukan perjalanan virtual ke Pulau-Pulau kecil terluar dengan

Page 4: Pemanfaatan Teknologi Geospasial dalam Pembelajaran IPS

Prosiding Seminar Nasional

(Pendidikan Geografi, FISH UNESA) Surabaya, 23 Mei 2017

PENGELOLAAN POTENSI MARITIM INDONESIA

102

mengidentifikasi letak astronomis, kondisi geometris pulau, dan keberadaan permukiman di

pulau tersebut.

Berdasarkan Keppres RI No 6 Tahun 2017 yang menetapkan 111 Pulau kecil terluar

Indonesia dan Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 1 Tahun 2015 tentang

Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015-2019 yang membahas mengenai

tujuh kawasan perbatasan laut Indonesia, maka setiap peserta didik bertugas untuk mencari

satu pulau kecil terluar di masing-masing kawasan perbatasan laut tersebut, sedangkan

kawasan perbatasan laut 1 digabung dengan kawasan perbatasan laut 2 sehingga setiap

peserta didik mencari 6 pulau kecil terluar Indonesia. Hasil identifikasi 6 pulau terluar

ditunjukkan dengan tampilan hasil screenshoot, letak astronomis, ukuran panjang-lebar pulau,

dan identifikasi keberadaan permukiman di setiap pulau tersebut (Tabel 1).

Tabel 1. Pulau-pulau kecil terluar Indonesia berdasarkan kawasan perbatasan laut dan kriteria

yang harus diidentifikasi oleh peserta didik

Kawasan Perbatasan Nama-Nama Pulau Kriteria yang

diidentifikasi

Kawasan Perbatasan

Laut RI dengan Negara

Thailand/India/Malaysia

Aceh (P. Weh)

Sumatera Utara (P. Berhala)

1. Screenshoot Pulau

hasil Pencarian

dari Google Earth

2. Letak Astronomis

Pulau

3. Ukuran Panjang

dan Lebar Pulau

4. Keberadaan

Permukiman

Kawasan Perbatasan

Laut RI dengan Negara

Malaysia/Vietnam/Singa

pura

Kepulauan Riau (P.Berakit; P.Sentut; P.Tokong-Malang-

Biru; P.Damar; P.Mangkai; P.Tokong-Nanas; P.Tokong-

Belayar; P.Tokong-Boro; P.Semiun; P.Sebetul;

P.Sekatung; P.Senua; P.Subi Kecil; P.Kepala; P.Tokong-

Hiu Kecil; P.Karimun Anak; P.Nipa; P.Pelampung; P.Batu

Berantai; P.Putri; P.Bintan; P.Malang Berdaun;

Riau (P.Batu-Mandi; P.Rupat; P.Bengkalis; P.Rangsang)

Kawasan Perbatasan

Laut RI dengan

Negara Malaysia dan

Filipina

Kalimantan Timur (P.Maratua; P. Sambit);

Sulawesi Tengah (P.Lingayan; P.Solando; P.Dolangan);

Sulawesi Utara (P.Bongkil; P.Mantehage; P.Makalehi;

P.Kawaluso; P.Kawio; P.Marore; P.Batuba-Waikang;

P.Miangas; P.Marampit; P.Intata; P.Kakorotan;

P.Kabaruan).

Kawasan

Perbatasan Laut RI

dengan negara Palau

Maluku Utara (P. Yiew Besar)

Papua Barat (P. Moff; P. Fani; P.Miossu)

Papua (P.Fanildo; P.Bras; P.Befondi; P.Liki; P.Habe;

P.Komolom; P.Kolepom; P.Laag; P.Puriri)

Kawasan

perbatasan laut dengan

Negara Timor

Leste/Australia

Maluku (P.Ararkula; P.Karerei; P.Penambulai; P.Kultubai

Utara; P.Kultubai Selatan; P.Karang; P.Enu; P.Batu-

Goyang; P.Kei Besar; P.Larat; P.Asutubun; P.Selaru;

P.Batarkusu; P.Marsela; P.Metimarang; P.Letti; P.Kisar;

P.Wetar; P.Lirang)

Kawasan

Perbatasan Laut RI

dengan Negara Timor

Leste

Nusa Tenggara Timur (P.Alor; P.Batek; P.Rote; P.Ndana;

P.Sabu; P.Dana; P.Manggudu)

Kawasan Perbatasan

Laut dengan laut lepas

Nusa Tenggara Barat (Gili Sepatang)

Bali (P.Nusa Penida)

Jawa Timur (P.Nusa Barong; P.Ngekel; P.Panikan)

Jawa Tengah (P.Nusakambangan)

Jawa Barat (P.Batukolotok; P.Nusamanuk)

Page 5: Pemanfaatan Teknologi Geospasial dalam Pembelajaran IPS

Prosiding Seminar Nasional

(Pendidikan Geografi, FISH UNESA) Surabaya, 23 Mei 2017

PENGELOLAAN POTENSI MARITIM INDONESIA

103

Kawasan Perbatasan Nama-Nama Pulau Kriteria yang

diidentifikasi

Banten (P.Deli; P.Karang Pabayang; P.Guhakolak)

Lampung (P.Bertuah)

Bengkulu (P.Enggano; P.Mega)

Sumatera Barat (P.Sibaru-baru; P.Pagai Utara; P.Niau)

Sumatera Utara (P.Simuk; P.Wunga)

Aceh (P.Simeulue Cut; P. Salaut Besar; P. Raya; P.Rusa; P.

Bateeleblah; P. Rondo)

Sumber: Keppres RI No 6 Tahun 2017 dan Peraturan BNPP No. 1 Tahun 2015 dengan sedikit modifikasi

Aktivitas pembelajaran online peserta didik secara mandiri dilakukan untuk mengambil

gambar (screenshoot) pulau-pulau yang telah diidentifikasi menggunakan Google Earth pada

skala tertentu. Selanjutnya pengamatan secara visual dengan melihat letak astronomis pulau

di sidebar bawah dan keberadaan permukiman yang menandakan bahwa pulau tersebut

berpenghuni atau sebaliknya. Pengukuran panjang dan lebar pulau dilakukan dengan

mengaplikasikan tool sederhana di toolbar bagian atas (tool ruler) agar dapat

membandingkan ukuran atau kondisi geometris antara pulau yang satu dengan yang lainnya.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang diterapkan adalah pendekatan korelasional untuk melihat

seberapa besar hubungan pemanfaatan Google Earth terhadap pengetahuan siswa tentang

kawasan perbatasan laut Indonesia. Analisis kualitatif diterapkan untuk mengetahui respon

siswa saat mengaplikasikan Google Earth. Data hasil pengerjaan tugas siswa dikompilasikan

dalam bentuk tabel (spreadsheet) yang memuat hasil screenshoot, koordinat pulau, panjang

dan lebar pulau, hasil pengamatan visual terkait keberadaan permukiman, serta pada tahap

akhir siswa diberikan kuesioner untuk melihat tanggapan dan respon siswa dalam

penggunaan Google Earth.

Penilaian hasil identifikasi menggunakan Skor Screenshoot Berbobot

Pencarian dan pengamatan secara visual untuk pulau-pulau kecil terluar dari masing-

masing peserta didik memiliki hasil identifikasi yang berbeda. Hasil identifikasi untuk setiap

variabel memiliki bobot skor yang akan menentukan bagaimana respon balik dan pemahaman

peserta didik. Kualitas produk hasil pengamatan peserta didik (screenshoot, koordinat

geografis, geometris pulau, keberadaan permukiman) setiap variabel diranking dalam skala

ordinal mulai dari 0 hingga 3 yang kemudian disebut dengan Skor Screenshoot Berbobot

(SSB).

Page 6: Pemanfaatan Teknologi Geospasial dalam Pembelajaran IPS

Prosiding Seminar Nasional

(Pendidikan Geografi, FISH UNESA) Surabaya, 23 Mei 2017

PENGELOLAAN POTENSI MARITIM INDONESIA

104

Skor 3 digunakan untuk menilai hasil screenshoot yang memperlihatkan seluruh bagian

pulau dalam skala besar; koordinat lengkap (bujur dan lintang); panjang dan lebar pulau;

serta ada atau tidaknya permukiman. Pada skor 3 ini mengindikasikan bahwa peserta didik

memahami instruksi dengan baik dan mampu mengaplikasikan Google Earth dengan

sempurna. Skor 2 diberikan untuk hasil screenshoot yang skalanya terlalu besar (elevasi

terlalu dekat) atau terlalu jauh; koordinat tidak lengkap (hanya bujur atau lintang); hanya

panjang atau lebar pulau; dan tidak menyebutkan keberadaan permukiman. Skor 1 diberikan

untuk hasil screenshoot dengan skala yang terlalu kecil (elevasi terlalu tinggi) sehingga pulau

tidak kelihatan. Ranking skor terakhir adalah skor 0 yang tidak mencantumkan hasil

screenchoot pulau; tidak menampilkan data koordinat, panjang lebar dan permukiman pulau

tersebut. Pada skor 1 dan skor 0 ini mengindikasikan bahwa peserta didik tidak memahami

instruksi dengan baik dan belum memanfaatkan Google Earth secara optimal. Perhitungan

SSB tiap variabel dicontohkan pada Tabel 2. Hasil perhitungan SSB di setiap pulau

diakumulasikan untuk mengukur seberapa jauh pemahaman peserta didik dalam

memanfaatkan Google Earth untuk identifikasi pulau-pulau kecil terluar.

Hasil total Skor Screenshoot Berbobot (SSB) dapat menunjukkan tingkat pemahaman

peserta didik. Pemahaman peserta didik dikategorikan menjadi tiga kelas, yaitu pemahaman

baik, pemahaman sedang, dan pemahaman rendah. Pembagian nilai SSB untuk menentukan

kategori tersebut didasarkan pada rentang nilai terendah dan tertinggi, kemudian dibagi tiga.

Pemahaman peserta didik dikategorikan baik apabila mampu menampilkan hasil,

menunjukkan skala, mengukur geometris dan mampu menginterpretasi secara visual

keberadaan permukiman, sedangkan pemahaman peserta didik dikategorikan rendah apabila

peserta hanya mampu mencari lokasi pulau tanpa mengetahui letak astronomis, belum

mampu mengukur panjang dan lebar pulau, serta belum mampu interpretasi visual

kenampakan permukiman di lapangan.

Page 7: Pemanfaatan Teknologi Geospasial dalam Pembelajaran IPS

Prosiding Seminar Nasional

(Pendidikan Geografi, FISH UNESA) Surabaya, 23 Mei 2017

PENGELOLAAN POTENSI MARITIM INDONESIA

105

Tabel 2. Contoh penilaian Skor Screenshoot Berbobot (SSB) dengan rentang skor 1-3

Kategori Penilaian SSB Nilai SSB @ kategori = 3 Nilai SSB @ kategori = 2 Nilai SSB @ kategori = 1

Hasil Screenshoot pulau

Letak Astronomis Pulau 4° 46’ 05,35” LU

127° 08’ 12,22” BT

1o 36’ 18,51” S

4o 03’U

Ukuran Panjang dan

Lebar Pulau

P = 5,21 km; L = 7,3 km

Luas = ± 38,033 km2

Panjang = 5,98 km

Lebar = 3,52 Km

Panjang = 2,38 Km

Keberadaan

Permukiman Ada, dibagian barat pulau Ada Tidak Jelas

Total SSB 1 pulau 3+3+3+3 = 12 2+2+2+2 = 8 1+1+1+1 = 4

Sumber: Data Primer Tugas Siswa (2017)

Analisis Statistik

Penelitian ini berfokus pada respon peserta didik dalam mengaplikasikan Google Earth

untuk pengenalan pulau-pulau kecil terluar Indonesia, dan tidak disertai dengan pre-test atau

post test seperti pada umumnya, sehingga ada beberapa kategori variabel yang akan

dibandingkan secara kualitatif. Analisis korelasi Spearman diterapkan untuk melihat

hubungan nilai SSB dengan beberapa variabel kunci yang ditanyakan dalam kuesioner.

Respon peserta didik terdiri dari beberapa variabel. Hasil respon peserta didik akan

dikelompokkan berdasarkan respon umum dan pendapat. Contohnya seperti berapa lama

pengerjaan tugas ini, respon umum peserta didik terbagi dua yaitu sehari (antara 1,5 hingga 3

jam) dan lebih dari sehari (antara 2 hingga 3 hari). Pada bagian akhir kuesioner peserta didik

juga memberikan tanggapan dan pendapatnya terkait pulau-pulau kecil terluar sebagai

kawasan perbatasan laut Indonesia.

D. Hasil dan Pembahasan

Peserta didik memberikan respon yang positif dalam pembelajaran mengaplikasikan

Google Earth. Hal ini bisa dilihat dari parameter Skor Screenshoot Berbobot (SSB) dan

respon siswa dalam menjawab kuesioner. Rentang kelas kategori nilai SSB yang dibuat

berdasarkan nilai terendah dan tertinggi adalah 19 poin. Peserta didik yang mendapatkan

Page 8: Pemanfaatan Teknologi Geospasial dalam Pembelajaran IPS

Prosiding Seminar Nasional

(Pendidikan Geografi, FISH UNESA) Surabaya, 23 Mei 2017

PENGELOLAAN POTENSI MARITIM INDONESIA

106

Skor SSB tinggi (54-72) sebesar 72%, sedangkan peserta didik yang mendapatkan Skor SSB

sedang (35-53) sebesar 12%, dan 12% peserta didik yang lain mendapatkan skor rendah (16-

34). Pengisian kuesioner pada tiap variabel seluruhnya direspon balik oleh siswa meskipun

ada 3 siswa yang belum mengisi penuh kuesioner (kategori yang belum diisi tidak lebih dari

2). Sebesar 64% dari keseluruhan sampel mengatakan bahwa pengoperasian Google Earth ini

cukup mudah, sekali dipelajari sudah mampu memahami beberapa tool sederhana dengan

kemudahan akses lokasi secara virtual. Sebaliknya, sebanyak 36% sampel mengatakan bahwa

mereka merasa kesulitan saat pengerjaan Google Earth. Kesulitan yang dihadapi adalah

dalam melihat lokasi astronomis, pengukuran geometris pulau menggunakan tool ruler, dan

mengcopy gambar dari Google Earth untuk dipindahkan ke Ms.Word.

Hubungan pemanfaatan Google Earth dengan peningkatan kemampuan berpikir

spasial

Peserta didik yang berada pada kategori umur sekolah menengah memiliki motivasi

tinggi untuk belajar berpikir spasial, mengembangkan pengetahuan kognitif, dan tertarik

mengolah informasi-informasi baru (Alibrandi and Goldstein, 2015). Hasil analisis korelasi

Spearman dalam melihat hubungan nilai SSB peserta didik dengan dua variabel teknis yaitu

pengalaman mengoperasikan Google Earth sebelumnya dan lamanya pengerjaan, serta empat

variabel lain untuk peningkatan kemampuan berpikir spasial yaitu menentukan letak

astronomis, mengukur geometris pulau, identifikasi keberadaan permukiman, dan

kemampuan mengakses lokasi pulau-pulau secara cepat dijabarkan nilas signifikansinya pada

Tabel 3.

Tabel 3. Hubungan Nilai Skor Screenshoot Berbobot (SSB) dengan variabel dalam

peningkatan kemampuan berpikir spasial berdasarkan analisis korelasi Spearman

Variabel Kategori N (%) Sig.

(α = 0,05) Keterangan

Pengalaman mengoperasikan

Google Earth sebelumnya

Pernah

belum

28

72

0,941 Tidak ada hubungan antara nilai SSB

dengan pengalaman mengoperasikan

Google Earth sebelumnya dan lamanya

pengerjaan tugas Lamanya pengerjaan tugas >sehari

<sehari

24

76

0,431

Kemampuan menentukan letak

astronomis pulau

Mampu

Tidak

72

28

0,002

Terdapat hubungan antara nilai SSB

dengan kemampuan menentukan letak

astronomis, mengukur geometris pulau

(panjang-lebar), identifikasi keberadaan

permukiman, dan akses lokasi

Kemampuan mengukur

geometris pulau

Mampu

Tidak

76

24

0,029

Kemampuan mengidentifikasi

keberadaan permukiman

Mampu

Tidak

92

8

0,015

Kemampuan mengakses lokasi

dengan cepat

Mampu

Tidak

84

16

0,003

Sumber: Analisis data primer (2017)

Page 9: Pemanfaatan Teknologi Geospasial dalam Pembelajaran IPS

Prosiding Seminar Nasional

(Pendidikan Geografi, FISH UNESA) Surabaya, 23 Mei 2017

PENGELOLAAN POTENSI MARITIM INDONESIA

107

Pengalaman dalam mengoperasikan Google Earth sebelumnya tidak ada hubungannya

dengan pemahaman peserta didik dalam mengidentifikasi pulau-pulau terluar. Peserta didik

yang sudah pernah mengoperasikan Google Earth sebelumnya sebagian besar digunakan

untuk mencari lokasi-lokasi wisata atau tempat-tempat menarik. Hal ini masih sebatas

melalukan pencarian lokasi, belum masuk dalam tahapan analisa spasial dan kondisi wilayah.

Hubungan yang tidak signifikan antara pengoperasian Google Earth sebelumnya dengan

pemahaman peserta didik, sejalan dengan hasil penelitian Palmer (2013) yang menganalisa

bahwa penggunaan Google Earth sebelumnya, gaya belajar visual, dan kemampuan

matematika tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kemampuan peserta didik

dalam mengidentifikasi bentanglahan geomorfologi. Lebih lanjut Palmer (2013) menyatakan

meskipun variabel tersebut tidak memiliki hubungan, namun asumsinya menekankan bahwa

masih terdapat hubungan. Lamanya waktu yang dibutuhkan untukoleh peserta didik untuk

mengerjakan tugas ini rata-rata adalah 2 jam.

Pembelajaran dengan memanfaatkan Google Earth atau foto udara akan menuntut

kemampuan interpretasi visual yang optimal, kemampuan kognitif dan problem solving

(Hennessy, et al., 2012; Alibrandi and Goldstein, 2015). Interpretasi visual yang dibutuhkan

dalam penelitian ini adalah melihat letak geografis pulau dan mengidentifikasi keberadaan

permukiman. Dasar pengetahuan tentang kondisi geografis dan letak astronomis sangat

dibutuhkan untuk mengawali pengerjaan tugas ini. Peserta didik mampu mengidentifikasi

lokasi perairan tempat pulau tersebut berada merupakan pengetahuan geografis yang harus

didukung dengan ketepatan lokasi astronomis (contohnya Pulau Berakit yang berada di Selat

Singapura berada pada koordinat 01°14’10” LU dan 104°34’18” BT) dengan dasar pedoman

merujuk pada Keppres RI No. 6 Tahun 2017. Peserta didik yang telah mampu menentukan

letak geografis pulau sebesar 72%. Pemahaman lokasi geografis akan menuntun peserta didik

untuk mengakses lokasi antara pulau satu dan yang lain dengan cepat.

Interpretasi visual selanjutnya adalah mengidentifikasi keberadaan permukiman. Peserta

didik yang mampu mengidentifikasi permukiman sebesar 92%, tentunya pada tingkatan umur

ini peserta didik hanya melihat apakah di pulau tersebut terdapat bangunan rumah yang

berkelompok atau hanya sekedar beberapa bangunan untuk tempat singgah. Berdasarkan

interpretasi visual ini peserta didik dapat membedakan pulau yang berpenghuni (seperti Pulau

Nusa kambangan dan Pulau Bintan) serta Pulau yang tidak berpenghuni (seperti Pulau Pagai

Utara, Pulau Panikan, dan Pulau Rusa). Kemampuan untuk mengidentifikasi kondisi

geometris pulau yang dalam penelitian ini adalah menentukan panjang dan lebar pulau.

Page 10: Pemanfaatan Teknologi Geospasial dalam Pembelajaran IPS

Prosiding Seminar Nasional

(Pendidikan Geografi, FISH UNESA) Surabaya, 23 Mei 2017

PENGELOLAAN POTENSI MARITIM INDONESIA

108

Berdasarkan kondisi panjang dan lebar pulau, maka sebatas pulau yang telah diidentifikasi,

peserta didik mampu menentukan ukuran pulau yang besar dan yang kecil. Sebagian besar

pulau yang kecil hanya digunakan sebagai tempat singgah atau lokasi mercusuar, sedangkan

pulau besar telah banyak dimanfaatkan sebagai lahan permukiman.

Google Earth sebagai alternatif pembelajaran online virtual yang berpusat pada siswa

Kelebihan dan sifat keingintahuan yang banyak ditemukan pada tingkatan umur sekolah

menengah ini menurut Alibrandi and Goldstein (2015) adalah keinginan untuk

mengeskplorasi bentanglahan fisik dan sosial, minat yang tinggi terhadap informasi dan

teknologi, serta banyaknya berinteraksi dengan internet dan sosial media. Sikap eksplorasi

peserta didik ini harus difasilitasi dengan media pembelajaran yang mudah diaplikasikan,

enjoy, dan menyenangkan. Google Earth dibandingkan ArcGIS Dekstop lebih mudah

diadopsi sebagai media pembelajaran di kelas (Shultz, 2008). Ditegaskan pula oleh Gilbert, et

al. (2012) bahwa pembelajaran secara virtual online dengan memanfaatkan teknologi

geospasial mampu mengoptimalkan proses pembelajaran yang terstruktur.

Hasil pemanfaatan Google Earth untuk identifikasi pulau-pulau terluar Indonesia

membuat peserta didik melakukan pencarian, eksplorasi, dan analisa secara mandiri.

Berdasarkan hasil pencarian pulau-pulau terluar melalui Google Earth, terdapat 11 pulau dari

111 pulau yang belum bisa ditemukan menggunakan Google Earth yaitu Pulau Batu Mandi;

P. Karang Pabayang; P. Tokong hiu Kecil; P. Kultubai Utara; P. Kultubai Selatan; P.

Guhakolak; P. Batuba Waikang; P. Tokong-Nanas; P. Sebetul; P. Kepala; dan P. Bongkil.

Pemanfaatan Google Earth dalam pembelajaran juga harus didukung dengan koneksi internet

yang stabil dan lab komputer yang memadai. Kondisi selama penelitian berlangsung, karena

koneksi internet yang tidak stabil dan belum adanya lab komputer yang mendukung, maka

proses pembelajaran menetapkan metode blanded learning yaitu peserta didik diberikan cara

pengoperasian Google Earth di depan kelas dan terdapat beberapa peserta didik yang

membawa laptop, selanjutnya pengerjaan tugas dilakukan secara mandiri di rumah.

Pemanfaatan Google Earth pada tingkatan sekolah menengah adalah sebatas pada

identifikasi lokasi, pengukuran dengan tool sederhana, dan interpretasi visual. Sejauh ini,

hasil identifikasi pulau-pulau terluar telah membuka wawasan peserta didik akan wilayah

perbatasan laut Indonesia yang selama ini belum pernah diperkenalkan. Tanggapan sebagian

besar peserta didik setelah melihat kondisi dan realita secara virtual di pulau-pulau tersebut

mengharapkan upaya pemerintah untuk menjaga, merawat, dan membangun fasilitas yang

Page 11: Pemanfaatan Teknologi Geospasial dalam Pembelajaran IPS

Prosiding Seminar Nasional

(Pendidikan Geografi, FISH UNESA) Surabaya, 23 Mei 2017

PENGELOLAAN POTENSI MARITIM INDONESIA

109

memadai di pulau-pulau tersebut agar memiliki kemajuan yang setara dengan wilayah

Indonesia yang lain.

E. Kesimpulan

Google Earth dengan didukung metode pembelajaran yang sesuai dapat digunakan

sebagai media pengajaran yang efektif untuk mengenalkan peserta didik tentang bumi dan

lingkungan, khususnya pulau-pulau kecil terluar Indonesia yang memiliki keterbatasan

aksesibilitas. Sebagai media pembelajaran, Google Earth juga mampu meningkatkan

kemampuan berpikir spasial, pengetahuan kognitif dan problem solving. Pemanfaatan Google

Earth bagi sekolah menengah dapat membuka wawasan peserta didik akan manfaat informasi

dan teknologi. Pengetahuan tentang kawasan-kawasan perbatasan harus dikenalkan di tingkat

sekolah untuk membangun sikap cinta tanah air dan wawasan kebangsaan mulai sejak dini.

Daftar Pustaka

Alibrandi, M., and Goldstein, D., 2015. Integrating GIS and Other Geospatial Technologies in Middle Schools.

in Solari, O.M., Demirci, A., Schee, J.vd., (eds.) Geospatial Technologies and Geography Education in a

Changing World, Advances in Geographical and Environmental Sciences. pp 53-65. Springer. DOI

10.1007/978-4-431-55519-3_5

Bodzin, A.M., Anastasio, D., and Kulo, V. 2014. Designing Google Earth Activities for Learning Earth and

Environmental Science. in MaKinster, Trautmann, & Barnett (Eds.) Teaching Science and Investigating

Environmental Issues with Geospatial Technology: Designing Effective Professional Development for

Teachers. Dordrecht, Netherlands: Springer.

Eusden, J.D., Duvall, M., Bryant, M., 2012. Google Earth Mashup of The Geology in The Presidential Range,

New Hampshire: Linking real and virtual field trips for an introductory geology class. in Whitmeyer,

S.J., Bailey, J.E., De Paor, D.G., and Ornduff, T., eds., Google Earth and Virtual Visualizations in

Geoscience Education and Research: Geological Society of America Special Paper 492, pp. 355-366,

doi:10.1130/2012.2492(26).

Gobert, J., Wild, S. C., & Rossi, L. 2012. Testing the effects of prior coursework and gender on geoscience

learning with Google Earth. In S. J. Whitmeyer, J. E. Bailey, D. G. De Paor & T. Ornduff (Eds.), Google

Earth and Virutal Visualizations in Geoscience Education and Research (Vol. Special Paper 492, pp.

453-468): Geological Society of America.

Guertin, L., Stubbs, C., Millet, C., Lee, Tsan-Kuang, Bodek, M., 2012. Enhancing Geographic and Digital

Literacy with a Student-Generated Course Portfolio in Google Earth. Journal of College Science

Teaching, Nov/Dec 2012, Vol. 42 Issue 2, p 32-37.

Hennessy, R., Arnason, T., Ratinen, I., & Rubensdotter, L. (2012). Google Earth geo-education resources: A

transnational approach from Ireland, Iceland, Finland, and Norway. In S. J. Whitmeyer, S.J., Bailey, J.E.,

De Paor, D.G., and Ornduff, T., (Eds.). Google Earth and Virtual Visualizations in Geoscience

Education and Research (Vol. Special Paper 492). Geological Society of America

Ishikawa, T., 2015. Spatial Thinking in Geographic Information Science: Students’ Geospatial Conceptions,

Map-Based Reasoning, and Spatial Visualization Ability. Annals of the Association of American

Geographers. doi: 10.1080/00045608.2015.1064342.

Kennedy, K.H., 2009. Introduction to 3D Data: Modelling with ArcGIS, 3D Analyst, and Google Earth.

Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Lisle, R.J., 2006. Google Earth: a new geological resource. Geology Today, Vol. 22, No. 1, pp 29-32.

National Research Council. 2006. Learning to think spatially. Washington, DC: National Academies Press.

Palmer, R.E., 2013. Learning Geomorphology Using Aerial Photography in a Web-facilitated Class. RIGEO

Vol. 3, Number 2, Summer 2013.

Page 12: Pemanfaatan Teknologi Geospasial dalam Pembelajaran IPS

Prosiding Seminar Nasional

(Pendidikan Geografi, FISH UNESA) Surabaya, 23 Mei 2017

PENGELOLAAN POTENSI MARITIM INDONESIA

110

Schee, J.vd., Trimp, H., Beneker, T., Favier, T., 2015. Digital Geography Education in The Twenty-First

Century: Needs and Opportunities. in Solari, O.M., Demirci, A., Schee, J.vd., (eds.) Geospatial

Technologies and Geography Education in a Changing World, Advances in Geographical and

Environmental Sciences. pp 11-20. Springer. DOI 10.1007/978-4-431-55519-3_2

Scheffers, A.M., May, S.M., and Kelletat D.H., 2015. Landforms of The World with Google Earth.

Understanding our Environment. Dordrecht: Springer.

Schultz, R.B., Kerski, J.S., Patterson, T.C., 2008. The Use of Virtual Globes as a Spatial Teaching Tool with

Suggestions for Metadata Standards. Journal of Geography 107: 27-34.

Sheppard, S.R.J., and Cizek, P., 2009. The Ethics of Google Earth: Crosing thresholds from spatial data to

landscape visualization. Journal of Environmental Management 90: 2102-2117.

doi:10.1016/j.jenvman.2007.09.012.

Solari, O.M., Demirci, A., Schee, J.vd., 2015. Geospatial Technology in Geography Education. in Solari, O.M.,

Demirci, A., Schee, J.vd., (eds.) Geospatial Technologies and Geography Education in a Changing

World, Advances in Geographical and Environmental Sciences. pp 1-7. Springer. DOI 10.1007/978-4-

431-55519-3_1

Stumpf, R.J., Douglass J., and Dorn, R.I., 2008. Learning Desert Geomorphology Virtually versus in the Field.

Journal of Geography in Higher Education, 32(3), 387-399. doi: 10.1080/03098260802221140.

Tewksbury, B.J., Dokmak, A.A.K., Tarabees, E.A., and Mansour, A.S., 2012. Google Earth and geologic

research in remote regions of the developing world: An example from the Western Desert of Egypt. in

Whitmeyer, S.J., Bailey, J.E., De Paor, D.G., and Ornduff, T., eds., Google Earth and Virtual

Visualizations in Geoscience Education and Research: Geological Society of America Special Paper 492,

pp. 23–36, doi:10.1130/2012.2492(02).

Trautmann, N.M., and MaKinster, J.G., 2010. Flexibly Adaptive Professional Development in Support of

Teaching Science with Geospatial Technology. J Sci Teacher Educ 21: 351-370. DOI 10.1007/s10972-

009-9181-4

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Penerbit Kencana

Whitmeyer, S.J., Bailey, J.E., De Paor, D.G., and Ornduff, T., (Eds.). 2012. Google Earth and Virtual

Visualizations in Geoscience Education and Research (Vol. Special Paper 492). Geological Society of

America

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2017 tanggal 2 Maret 2017 tentang Penetapan Pulau-

Pulau Kecil Terluar

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2005 tanggal 29 Desember 2005 tentang Pengelolaan

Pulau-Pulau Kecil Terluar

Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengelolaan

Perbatasan Negara Tahun 2015-2019.