pemba has an
TRANSCRIPT
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
VI. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini menguji limbah berdasarkan karakteristik fisiknya, nilai
COD, BOD, dan DO, perhitungan total mikoorganisme, pengujian bakteri
koliform, pengujian bakteri Salmonella dan Shigella, serta klorinasi pada limbah.
Limbah yang diuji berasal dari berbagai sumber, yaitu limbah tahu, air
keran, air sungai cikuda, air kolam, dan air selokan gedung 4.
Menurut Sumanti dan Tita (2010), karakteristik limbah secara umum
mencakup :
1. Volume cairan tinggi
2. Berbeban rendah
3. Memiliki kualitas dan kuantitas fisik yang spesifik (volume aliran, BOD, COD,
DO, suhu, pH, konsentrasi padatan tersuspensi, toksisitas, dll)
4. Umumnya tidak membahayakan bagi kesehatan
5. Kandungan organiknya yang tinggi menyebabkan mikoorganisme dapat
tumbuh subur sehingga dapat mereduksi oksigen terlarut dan seringkali
menimbulkan bau busuk.
Berikut ini akan dibahas masing - masing pengujian limbah tersebut.
6.1 Karakteristik Fisik Limbah
Pengujian karakteristik fisik limbah mencakup pH, suhu, warna, bau, dan
endapan. Dalam pengujian pH diawali dengan memasukkan limbah ke dalam
botol kemudian pH diukur dengan menggunakan pHmeter. Pengujian
karakteristik lain juga memiliki prosedur yang sama, hanya saja pengujian suhu
menggunakan termometer, pengujian warna dan bau diamati secara inderawi lalu
dibandingkan dnegan air bersih sebagai kontrol.
Pengujian endapan dilakukan dengan memasukkan limbah ke dalam botol
kemudian limbah diambi l00 ml lalu diamkan selama 1 jam hingga terbentuk
terbentuk endapan kemudian endapan tersebut disaring dengan menggunakan
kertas saring yang sudah ditimbang sebelumnya. Setelah itu, kertas saring yang
mengandung endapan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 75oC
selama 30 menit lalu setelan pengeringan selesai, kertas saring tersebut
dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang lagi beratnya.
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
Hasil pengamatan karakteristik fisik dari berbagai limbah dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengujian Karakteristik Fisik Limbah
Data pengamatan
Limbah tahu
Air KeranAir sungai
CikudaAir kolam
Air selokan
gedung 4pH 4,08 6,8 6,9 8,3 8,4Suhu (oC) 30 25,5 24 27 29
WarnaKuning keruh
Tidak berwarna,
jernih
Kuning bening
Tidak berwarna
Keruh kecoklatan
Bau Asam - Amis
Bau amis ikan, bau
tanah lumut
Amonia
Endapan - 0,0604 0,0027 0,1 0,06(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012)
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1, karakteristik pH yang bersifat
asam didapatkan pada limbah tahu, air keran, dan air sungai Cikuda sedangkan
karakteristik pH yang bersifat basa didapatkan pada limbah air kolam dan air
selokan gedung 4. Menurut Hefni (2003), karakteristik limbah tahu, air keran, dan
air sungai Cikuda bersifat lebih asam dibandingkan dengan jenis limbah lainnya
karena limbah ini lebih banyak mengandung komponen ion hidrogen. Misalnya
limbah tahu yang memiliki komponen terbesar, yaitu konsentrasi ion hidrogen,
selain itu limbah tahu juga mengandung protein (N-total) sebesar 226,06 - 434,78
mg/l.
Limbah lainnya seperti air selokan dan air kolam bersifat basa. Menurut
Said (2012), limbah selokan cenderung mengandung sampah dan kotoran yang
berasal dari rumah tangga, perusahaan, atau sisa - sisa industri. Air buangan ini
mengandung campuran zat - zat kimia anorganik yang berasal dari penguraian
tinja, urin, dan sampah - sampah lainnya sehingga bersifat basa, tetapi jika
dibiarkan dalam waktu yang lama limbah ini akan mengalami pembusukan dan
pHnya cenderung menjadi asam.
Begitu halnya dengan air kolam yang mengandung senyawa - senyawa
anorganik, seperti tinja ikan, senyawa - senyawa pembersih kolam, dll yang
menjadikan air limbah kolam tersebut bersifat basa.
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
Limbah domestik biasanya mempunya pH mendekati pH netral dan suhu
berkisar antara 15 hingga 25oC . Suhu ini berada di bawah suhu optimum untuk
pertumbuhan bakteri (Sumanti dan Tita, 2010). Berdasarkan literatur tersebut,
suhu limbah yang berkisar antara 15 hingga 25oC adalah limbah air sungai Cikuda
sedangkan limbah lainnya berada di atas kisaran suhu tersebut sehingga memiliki
potensi tinggi dalam pertumbuhan bakteri, khususnya bakteri patogen. Suhu
tertinggi terdapat pada air limbah tahu, yaitu sebesar 30oC.
Hefni (2003) menyatakan bahwa salah satu penyebab tingginya suhu
limbah tahu adalah limbah tahu ini berasal dari air proses pemasakan kedelai
sehingga suhu limbah cairnya pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan
air bakunya. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi
kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, serta
tegangan permukaan air.
Karakteristik warna pada Tabel 1 menunjukkan bahwa limbah limbah air
keran dan air kolam tidak berwarna. Hal ini disebabkan karena air keran yang
dijadikan sampel sudah mengalami proses penyaringan sehingga bahan
pengotornya sudah dalam konsentrasi rendah sedangkan air kolam sudah
mengalami proses pembersihan sehingga jernih atau tidak berwarna. Limbah
lainnya seperti limbah tahu berwarna kuning keruh, limbah air sungai Cikuda
berwarna kuning bening, dan limbah air selokan gedung 4 berwarna lebih keruh
dibandingkan limbah lainnya. Anonima (2010) menyatakan bahwa sebagian besar
limbah selokan terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan - bahan padat
dan suspensi terutama limbah selokan rumah tangga, biasanya bewarna lebih
keruh karena mengandung sisa - sisa kertas, bagian - bagiam tinja, air bekas
cucian beras dan sayur, dll.
Karakteristik bau limbah menunjukkan bahwa limbah air keran adalah
limbah yang tidak berbau berdasarkan hasil praktikum ini. Hal ini menunjukkan
bahwa air keran tersebut aman dijadikan air minum karena jika berbau busuk
mengandung bahan - bahan organik yang sedang didekomposisi oleh
mikroorganisme air.
Limbah lainnya seperti limbah tahu berbau asam, limbah air sungai dan air
kolam berbau amis karena air sungai dan air kolam merupakan habitat atau tempat
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
hidup ikan sehingga berbau amis, serta limbah selokan berbau amonia karena
komponen terbesarnya kemungkinan senyawa - senyawa anorganik yang
mengandung amonia.
Setiap limbah memiliki karakteristik endapan yang berbeda- beda
tergantung dari komponen penyusunnya. Jumlah endapan atau padatan yang
terkandung dalam limbah menunjukkan banyaknya lumpur yang terkandung
dalam air limbah tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1, berat
endapan yang dihasilkan sangat kecil, hal ini disebakan limbah tersebut
mengandung endapan yang sangat sedikit sehingga mengandung lumpur yang
sedikit pula. Partikel penyusun endapan pada limbah yang diuji pada praktikum
ini juga berukuran sangat kecil sehingga memungkinkan ketika dilakukan
penyaringan dengan kertas saring, partikel tersebut lolos dan tidak dapat terhitung
sehingga pemilihan teknik pengendapan juga sangat penting dilakukan untuk
memberikan hasil yang maksimal.
Menurut Anonimb (2010), setiap limbah memiliki endapan yang terdiri
dari partikel yang berukuran besar dan kecil. Dengan mengetahui besar kecilnya
partikel yang terkandung di dalam air limbah akan memudahkan kita di dalam
memilih teknik pengendapan yang akan diterapkan sesuai dengan partikel yang
ada didalamnya. Air limbah yang mengandung partikel dengan ukuran besar
memudahkan proses pengendapan yang berlangsung, sedangkan apabila air
limbah tersebut berisikan partikel yang sangat kecil ukurannya akan menyulitkan
dalam proses pengendapan sehingga untuk mengendapkan benda ini haruslah
dipilihkan cara pengendapan yang terbaik.
6.2 Pengujian COD (Chemical Oxygen Demand)
Uji COD adalah suatu pembakaran kimia secara basah dari bahan organik
dalam sampel. Uji COD merupakan analisis kimia sehingga dapat juga digunakan
untuk mengukur senyawa - senyawa organik yang tidak dapat dipecah seperti
pelarut pembersih dan bahan yang dapat dipecah secara biologik seperti yang
diukur dalam uji BOD (Sumanti dan Tita, 2010).
Pada praktikum ini uji COD dilakukan dengan melakukan pengenceran
terhadap masing - masing limbah, yaitu limbah tahu dan kolam sebanyak 20 kali
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
pengenceran sedangkan limbah air keran, air sungai, dan air selokan sebanyak 10
kali pengenceran. Setelah itu, limbah diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke
dalam botol lalu ditambahkan 5 ml H2SO4 6 N kemudian sebanyak 20 ml K2Cr2O7
sebagai oksidator pada sampel ditambahkan ke dalam larutan tersebut lalu diaduk.
Jika larutan berwarna hijau, maka prosedur tersebut diulangi lagi.
Setelah itu, larutan dipanaskan selama 10 menit lalu didinginkan kemudian
dilanjutkan dengan penambahan 10 ml KI dalam kondisi gelap dengan
menggunakan plastik hitam. Setelah itu, larutan tersebut dititrasi dengan Na2S2O3
0,1 N hingga berwarna kuning pucat lalu ditambah amilum di tengah - tengah
reaksi dan titrasi dilanjutkan lagi hingga berwarna hijau bening.
Hasil pengamatan uji COD dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengukuran COD pada berbagai Jenis SampelSampel V blanko
(ml)V Na2S2O3
(ml)Faktor
PengenceranCOD (ppm)
Limbah tahu 20,5 20 20 1600Air Keran 20,5 20 10 800Air Sungai Cikuda 20,5 19,8 10 1120Air Kolam 20,5 20 20 1600Air Selokan gedung 4 20,5 20,3 10 320(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012)
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 2, nilai COD tertinggi terdapat
pada limbah tahu dan air kolam yaitu sebesar 1600 ppm, diikuti oleh limbah air
sungai Cikuda sebesar 1120 ppm, limbah air keran sebesar 800 ppm, dan limbah
air selokan gedung 4 sebesar 320 ppm.
Rani (2005) menyatakan bahwa kandungan COD merupakan kandungan
bahan pencemar berupa senyawa kimia yang menyerap oksigen terlarut (DO)
dalam air yang digunakan untuk keperluan oksidasi dan mengubahnya menjadi
bentuk senyawa lain. Dengan tingginya kadar bahan kimia tersebut akan
menunjukkan peningkatan nilai COD, peningkatan ini tidak diinginkan pada
limbah karena akan menyebabkan biota-biota yang hidup dalamnya mengalami
kekurangan oksigen yang akan berakibat menurunkan daya hidup biota tersebut.
Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l
sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/l dan pada limbah
industri dapat mencapai 60.000mg/l.
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
Berdasarkan keputusan Mentri KLH No.03/MENKLH/II/1991 tentang
baku mutu keluaran limbah cair yaitu mengandung COD dengan ambang batas
250 ppm dari berbagai sumber, baik dari saluran pembuangan rumah tangga,
sungai, atau dari industri pengolahan pangan (Djajadiningrat, 1999).
Berdasarkan literatur tersebut, kandungan COD untuk setiap limbah yang
diuji pada praktikum ini belum memenuhi standar baku lingkungan karena dengan
tingginya nila COD menunjukkan limbah tersebut masih mengandung bahan -
bahan kimia yang dapat menyerap oksigen terlarut (DO) sehingga jika terus
menerus dibuang di perairan akan mengganggu kehidupan biota perairan tersebut.
6.3 Pengujian DO dan BOD
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dibutuhkan oleh semua jasad hidup
untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen
juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses
aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses
difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam
perairan tersebut (Salmin, 2000).
Pengujian DO dilakukan untuk mengetahui kadar oksigen yang
terkandung dalam sampel. Jika nilai DO rendah maka kadar oksigen juga rendah,
hal ini dapat menunjukkan bahwa kualitas limbah tidak baik.
Biological Oxygen Demand (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya
oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik pada
kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini
digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari
proses oksidasi. Parameter BOD secara umum banyak dipakai untuk menentukan
tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk
menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara (Pescode,1973).
Pengujian DO dan BOD diawali dengan persiapan sampel, yaitu air
limbah disaring terlebih dahulu kemudian dilakukan pengenceran dan
ditambahkan 20 ml MnSO4 kemudian ditambahkan 2 ml alkali iodida azida untuk
membebaskan iodium dan menghilangkan senyawa reduktor atau oksidator (nitrit)
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
dan dikocok selama 2 menit lalu didiamkan selama 5 menit sampai tidak keruh
dan tidak terdapat endapan .Setelah itu, sebanyak 2 ml H2SO4 ditambahkan ke
dalam larutan tersebut dan dikocok selama 2 menit serta didiamkan selama 5
menit kemudian ditutup dan dihomogenkan.
Setelah itu, larutan sampel diambil sebanyak 10 ml untuk dititrasi dengan
menggunakan Na2S2O3 0,025 N hingga berwarna kuning kemudian sebanyak 1 ml
amilum 1% ditambahkan ke dalam larutan dan titrasi dilanjutkan hingga warna
biru hilang.
Sampel yang digunakan pada pengujian DO dan BOD ini adalah sampel
limbah yang telah didiamkan selama 5 hari dan sampel limbah segar. Menurut
Sawyer dan Carty (1978), dalam prakteknya di laboratoriurn, biasanya sampel
yang digunakan adalah sampel yang telah didiamkan selama 5 hari karena nilai
BOD 5 hari merupakan bagian dari total BOD dan nilai BOD 5 hari merupakan 70
- 80% dari nilai BOD total.
Hasil pengamatan pengujian DO dan BOD dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengujian BOD (Biochemical Oxygen Demand)
SampelV Na2S2O3
(ml)V Awal F
DO(mg/L)
BOD(ppm)
Limbah tahu 5 1,630 0,106
3,39215,03
0 9,4 19,928Air Keran 5 0,2
60 0,210,84
6,30 0,5 2,1
Air Sungai Cikuda 5 0,460 0,21
1,684,2
0 0,6 2,52Air Kolam 5 0,5
30 0,1061,06
1,40 0,7 1,489
Air Selokan gedung 4 5 0,360 0,2127
1,2610,50 0,8 3,36
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012)
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 3, nilai BOD didapatkan setelah
perhitungan DO (perhitungan terlampir). Berdasarkan Wirosarjono (1974), jenis
limbah tahu dan air selokan termasuk limbah dengan tingkat pencemaran sedang
karena nilai BOD5 yang diperoleh adalah berkisar antara 10-20 ppm sedangkan
limbah yang lainnya tergolong limbah dengan tingkat pencemaran rendah karena
DO pada hari ke-5 bernilai kurang dari 5 ppm dan nilai BOD5 berkisar antara 0-10
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
ppm. Di bawah ini merupakan tabel nilai DO dan BOD untuk tingkat pencemaran
limbah.
Tabel 4. Tingkat Pencemaran Limbah Berdasarkan nilai DO dan BOD
Tingkat PencemaranParameter
DO (ppm) BOD (ppm)
Rendah < 5 0-10
Sedang 0-5 10-20
Tinggi 0 25
(Sumber : Wirosarjono, 1974)
Tabel 3 juga menunjukkan nilai DO pada limbah yang sudah didiamkan
selama 5 hari lebih rendah dibandingkan pada limbah segar disebabkan karena
limbah segar masih memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi dibandingkan
dengan limbah yang sudah didiamkan selama 5 hari.
6.4 Perhitungan Total Mikoorganisme Limbah
Perhitungan total mikroorganisme pada limbah diawali dengan melakukan
pengenceran sampel sebanyak 6 kali pengenceran kemudian hasil pengenceran 10-
4, 10-5, dan 10-6 dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi media PCA masing
- masing sebanyak 1 ml. Setelah itu, media dan sampel yang ada di cawan petri
dibiarkan membeku, setelah membeku sampel diinkubasi pada suhu 30oC selama
2 hari lalu total mikroorganismenya dihitung dengan menggunakan metode
perhitungan SPC.
Hasil pengamatan total mikoorganisme pada berbagai limbah dapat
diamati pada Tabel 4.
Tabel 5. Perhitungan Total Mikroorganisme dari Limbah
SampelPengenceran dan Gambar
10-4 10-5 10-6
Limbah Tahu153
42 5SPC = 1,5 x 10-2
Air Keran 8 75 7SPC = 8,0 x 10-4
Air Sungai Cikuda15
4 -SPC = 1,5 x 10-3
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
Air Kolam7 6 4
SPC = 7,0 x 10-4
Air Selokan gedung 430 4 2
SPC = 3,0 x 10-3
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012)
Berdasarkan Tabel 5, hasil pengamatan menunjukkan bahwa total
mikoorganisme tertinggi terdapat pada limbah tahu dengan nilai SPC sebesar 1,5
x 10-2 koloni/ml, diikuti oleh air selokan gedung 4 sebesar 3,0 x 10-3 koloni/ml,
limbah air sungai cikuda sebesar 1,5 x 10-3 koloni/ml, air keran sebesar 8,0 x 10-4
koloni/ml, dan air kolam sebesar 7,0 x 10-4 koloni/ml. Hal ini menunjukkan bahwa
limbah tahu sebagai limbah yang mengandung mikoorganisme tertinggi memiliki
senyawa - senyawa organik paling banyak, seperti kandungan karbohidrat,
protein, dan lemak yang dibutuhkan sebagai substrat mikroorganisme.
6.5 Pengujian Bakteri Koliform
Adanya kelompok bakteri pencemar yang hidup pada air yang kotor atau
tercemar misalnya bakteri golongan Coli menunjukkan bahwa air tersebut
tercemar bakteri fekal (kotoran manusia) karena bakteri E. coli berasal dari tinja
khususnya manusia (Suriawiria, 1993).
Bakteri yang termasuk golongan koliform adalah E. coli. Mikroorganisme
ini termasuk ke dalam spesies yang bergerak dengan menggunakan flagel dan
mampu mengadakan fermentasi terhadap laktosa, serta menghasilkan
karbondioksida, hidrogen, ataupun asam organik (Kasmidjo, 1991).
Pencemaran limbah dengan bakteri fekal sangat berbahaya baik ditinjau
dari segi estetika, kebersihan maupun sanitasi. Jika di dalam 100 ml air minum
terdapat 500 bakteri E. coli, kemungkinan dapat menyebabkan penyakit
gastroenteritis yang segera diikuti oleh demam tifus dan dapat menyebabkan
diare, septimia, peritonistis, meningistis, dan infeksi-infeksi lainnya (Suriawiria,
1993).
Pengujian bakteri koliform dilakukan dengan 3 jenis uji, yaitu uji penduga,
uji penguat, dan uji pelengkap.
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
6.5.1 Uji Penduga
Uji penduga dilakukan dengan menyiapkan 9 buah tabung reaksi. Tiga
buah tabung reaksi pertama diisi dengan media LBDS dan 10 ml sampel, 3 buah
tabung reaksi kedua diisi dengan media LBSS dan 1 ml sampel, sedangkan 3 buah
tabung reaksi terakhir diisi dengan LBSS dan 0,1 ml sampel. Setelah itu,
kesembilan tabung tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 hari lalu
karakteristik organoleptik seperti warna, kekeruhan, dan timbulnya gelembung
gas dapat diamati lalu adanya gelembung gas ini ditandai dengan tanda positif (+)
sedangkan yang tidak ada ditandai dengan tanda negatif (-). Nilai MPN ditentukan
dengan cara mencocokkan tanda tersebut dengan tabel MPN sehingga didapatkan
suatu nilai MPN.
Hasil pengamatan uji penduga berbagai jenis limbah dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Pengujian Bakteri Koliform Hasil Uji Penduga
SampelPerlakuan
NilaiMPN
KarakteristikLBDS
LBSS(1 ml)
LBSS(0,1 ml)
Limbah Tahu +++(3)
+++(3)
++-(2)
11,00 LBDS: kuning pucat, ada endapan LBSS (1 ml): kuning pucat, ada endapanLBSS (0,1 ml): kuning pucat, ada endapan
Air Keran +++(3)
+-+(2)
+++(3)
2,9 LBDS: kuning keruh, ada endapanLBSS (1 ml): kuning pucat, tidak ada endapanLBSS (0,1 ml): kuning pucat, tidak ada endapan
Air Sungai Cikuda +++(3)
+++(3)
+++(3)
< 24,00 LBDS: kuning kemerahan,
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
ada gelembung, endapan putihLBSS (1 ml): kuning keruh, endapan putih, ada gelembung gasLBSS (0,1 ml): kuning keruh, endapan putih, ada gelembung gas
Air Kolam +++(3)
+++(3)
+++(3)
< 24,00 LBDS: kuning pucat, keruh 2+LBSS (1 ml): kuning pucat, keruh +LBSS (0,1 ml):kuning pucat, keruh +
Air Selokan gedung 4 +++(3)
+++(3)
+++(3)
< 24,00 LBDS: ada endapan, larutan berubah warna, ada gasLBSS (1 ml): ada endapan, ada gas, larutan kuning keruhLBSS (0,1 ml): ada endapan, endapan putih-hitam, ada gas
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012)
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
Berdasarkan Tabel 5, hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua tabung
reaksi mengandung gelembung - gelembung gas, hal ini dapat dikatakan bahwa
semua jenis limbah yang diuji pada praktikum ini sudah tercemar. Menurut
Surawiria (2003), jika sampel limbah yang dimasukkan ke dalam tabung durham
menunjukkan adanya gelembung - gelembung gas, maka dapat dikatakan positif
dan limbah tersebut dikatakan tercemar. Gas yang terkandung pada limbah
tersebut diduga berasal dari sel-sel mikroorganisme sehingga untuk
memastikannya dilakukan pengujian yang kedua, yaitu uji penguat.
6.5.2 Uji Penguat
Uji penguat dilakukan ketika pada uji penduga didapatkan hasil ketiga
tabung dinyatakan positif mengandung gelembung - gelembung gas. Hal ini
terlihat pada Tabel 5 bahwa semua tabung reaksi yang berisi semua jenis limbah
dinyatakan positif mengandung gelembung gas. Uji penguat ini dilakukan untuk
menguji lebih lanjut mikroorganisme yang terkandung pada limbah karena diduga
limbah tersebut mengandung bakteri fekal.
Uji penguat dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel pada salah
satu tabung pada kelompok LBDS 10 ml, LBSS 1 ml, dan LBSS 0,1 ml yang
mengandung gelembung gas sebanyak satu ose kemudian sampel tersebut
digoreskan ke dalam cawan yang berisi media EMB yang telah membeku lalu
sampel tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 hari setelah itu koloni yang
tumbuh diamati.
Hasil pengamatan uji penguat dapat diamati pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengujian Bakteri Koliform Hasil Uji Penguat
Sampel
Pengujian
KeteranganLBDS
LBSS
(1 ml)
LBSS
(0,1 ml)
Limbah Tahu Bakteri non fekal
|*tidak dilakukan
uji lanjutan
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
Air Keran Bakteri non fekal
|*tidak dilakukan
uji lanjutan
Air Sungai Cikuda Bakteri non fekal
|* tidak dilakukan
uji lanjutan
Air Kolam Bakteri fekal
|dilakukan uji
lanjutan
Air Selokan gedung
4
Bakteri non fekal
|*tidak dilakukan
uji lanjutan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012)
Berdasarkan Tabel 6, hasil pengamatan menunjukkan bahwa bakteri fekal
hanya ditemukan pada air kolam, sedangkan limbah lainnya tidak ditemukan
adanya bakteri fekal. Suriawiria (1993) menyatakan bahwa uji penguat ini
dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya bakteri E.coli yang menunjuk pada
sifat fekal. Jika setelah masa inkubasi sekitar 2 hari, tumbuh koloni berwarna
hijau metalik pada sampel, maka bahan dikatakan tercemar bakteri E.coli.
6.5.3 Uji Pelengkap
Uji pelengkap dilakukan ketika koloni bakteri yang terdapat pada sampel
yang diuji dengan uji penguat termasuk ke dalam golongan bakteri fekal. Hal ini
ditemukan pada sampel air kolam. Uji pelengkap dilakukan dilakukan dengan
metode agar miring yaitu media NA dibiarkan membeku dalam keadaan miring di
dalam tabung reaksi kemudian sampel yang mengandung bakteri fekal digoreskan
sebanyak 1 ose di permukaan agar miring. Setelah itu, sampel diinkubasi pada
suhu 37oC selama 2 lalu diamati dan dilakukan pewarnaan gram.
Hasil pengamatan uji pelengkap dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pengujian Bakteri Koliform Hasil Uji Pelengkap
SampelLarutan agar yang digunakan
NA Agar Miring NBAir Kolam Bakteri batang, E. coli Ada endapan,
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
warna larutan berwarna orange.
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012)
Berdasarkan Tabel 7, bakteri koliform yang terdapat pada air kolam pada
media NA adalah bakteri E.coli sedangkan pada medium NB ditemukan adanya
endapan dan warna larutan berwarna orange.
6.6 Pengujian Bakteri Salmonella dan Shigella pada Limbah
Pengujian jenis bakteri ini dilakukan dengan memasukkan 1 ml sampel ke
dalam tabung reaksi lalu ditambahkan media TTB (Tetrathionat Broths) sebanyak
9 ml kemudian sampel diinkubasi pada suhu 35oC selama 12-16 jam lalu sampel
digoreskan ke dalam media agar SSA (Salmonella Shigella Agar) di dalam cawan
petri kemudian inkubasi dilanjutkan pada suhu 35oC selama 1 hari.
Hasil pengamatan pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengujian Bakteri Salmonella – Shigella
Kelompok SampelKelompok yang
tumbuhKoloni dominan
6 Limbah tahu - -
7 Air Keran Salmonella - Shigella
Shigella (pink)
8 Air Sungai Cikuda Shigella Shigella (pink)
9 Air Kolam Shigella Shigella (pink)
10 Air Selokan gedung 4 Salmonella - Shigella
Shigella (pink)
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012)
Berdasarkan Tabel 9, hasil pengamatan menunjukkan bahwa tidak terdapat
mikoorganisme pada limbah tahu sedangkan limbah lainnya cenderung ditumbuhi
oleh bakteri Shigella.
Dwidjoseputro (2003) menyatakan bahwa adanya bakteri Shigella
disebabkan limbah cair merupakan medium pembawa mikroorganisme patogenik
yang berbahaya bagi kesehatan. Patogen yang sering ditemukan di dalam air
terutama adalah bakteri-bakteri penyebab infeksi saluran pencernaan
seperti Vibrio cholerae penyebab penyakit kolera, Shigella dysenteriae penyebab
disenteri basiler, Salmonella typosa penyebab tifus, dan S. paratyphi penyebab
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
paratifus. Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui air perlu dilakukan
kontrol terhadap polusi air.
6.7 Klorinasi Air Limbah
Klorinasi merupakan salah satu bentuk pengolahan air yang bertujuan
untuk membunuh kuman dan mengoksidasi bahan - bahan kimia dalam air.
Klorinasi banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri, air kolam renang,
dan air minum di negara - negara sedang kerkembang karena sebagai desinfektan,
biayanya relatif murah, mudah, dan efektif. Senyawa - senyawa klor yang umum
digunakan dalam proses klorinasi adalah gas klorin, senyawa hipoklorit, klor
dioksida bromin klorida, dihidroisosianurate, dan kloramin (White, 1992).
Klorinasi limbah pada praktikum ini dilakukan dengan memasukkan
sebanyak 10 ml sampel limbah pada erlenmeyer kemudian larutan hipoklorit
dengan konsentrasi 4 ppm ditambahkan sebanyak 1,6 ml (perhitungan terlampir).
Setelah itu, larutan didiamkan selama 10 menit dan diamati pH, suhu, warna, total
mikroba, endapan, dan bau. Pengujian klorinasi limbah ini diulangi lagi dengan
konsntrasi hipoklorit 5 ppm sehingga penambahannya ke dalam larutan adalah
sebanyak 2,5 ml (perhitungan terlampir).
Setelah itu, larutan diencerkan hingga 5 kali pengenceran lalu sampel pada
pengenceran 10-5 dimasukkan ke dalam PCA sebanyal 1 ml lalu diinkubasi pada
suhu 30oC selama 2 hari lalu diamati karakteristiknya seperti Ph, suhu, warna,
bau, endapan, dan total mikroba.
Hasil pengamatan klorinasi limbah dapat diamati pada Tabel 9.
Tabel 9. Klorinasi Air LimbahKel ppm pH Suhu
(oC)
Warna Bau Endapan Total
M.o
6 4 5,99 28 Kuning
tua
Klorin
+
- 12
5 10,19 25 Kuning
keruh
Klorin
++
- 1
7 4 13,8 28 Tidak
berwarna
Klorin
+
- 96
5 13,39 27 Tidak Klorin - 6
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
berwarna ++
8 4 13,8 28 Tidak
berwarna
Klorin
++
Putih + 10
5 12,35 28 Tidak
berwarna
Klorin
+++
- 6
9 4 13,95 27,5 Tidak
berwarna
Klorin Ada
sedikit
4
5 12,42 27,5 Tidak
berwarna
Klorin
++
Ada
sedikit
24
10 4 9,25 28 Tidak
berwarna
Klorin
++
ada 5
5 10,13 26 Tidak
berwarna
Klorin
+
ada 79
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012)
Tabel 9 menunjukkan bahwa karakteristik pH yang dihasilkan dari
sebagian besar limbah yang telah mengalami klorinasi adalah bersifat basa, suhu
sebagian besar limbah juga mengalami peningkatan dari suhu awalnya, sebagian
besar limbah tidak bewarna dan berbau klorin. Menurut White (1992), cara kerja
klorin dalam air akan berubah menjadi asam klorida. Zat ini kemudian
dinetralisasi oleh sifat basa dan air sehingga akan terurai menjadi ion hidrogen
dan ion hipoklorit. Ion hidrogen ini cenderung memberikan sifat asam pada
limbah setelah diklorinasi sehingga hasil pengamatan karakteristik pH tidak sesuai
dengan literatur. Setelah itu, klorin dapat membunuh mikroba dengan cara
merusak struktur sel organisme tersebut sehingga bakteri akan mati, tetapi klorin
membutuhkan waktu untuk membunuh semua organisme. Pada limbah yang
bersuhu tinggi atau sekitar 18oC, klorin harus berada dalam limbah paling tidak
selama 30 menit. Efektivitas klorin juga dipengaruhi oleh pH limbah, Klorinasi
tidak akan efektif jika pH limbah dari 7,2 atau kurang dari 6,8.
Total mikoorganisme pada limbah tahu, air keran, air sungai Cikuda
mengalami penurunan pada klorinasi konsentrasi 5 ppm, hal ini menunjukkan
bahwa klorinasi pada konsentrasi 5 ppm ampuh dalam menghambat pertumbuhan
mikoorganisme sedangkan total mikoorganisme pada limbah air kolam dan air
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
selokan gedung 4 semakin meningkat pada konsentrasi 5 ppm, hal ini
menunjukkan bahwa klorinasi pada konsentrasi 5 ppm tidak ampuh untuk
membunuh mikoorganisme pada limbah tersebut.
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
VII. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengamatan pengujian limbah pada
praktikum ini adalah :
1. Karakteristik pH yang bersifat asam didapatkan pada limbah tahu, air keran,
dan air sungai Cikuda sedangkan karakteristik pH yang bersifat basa
didapatkan pada limbah air kolam dan air selokan gedung 4.
2. Karakteristik suhu tertinggi terdapat pada limbah tahu, yaitu 30oC diikuti oleh
limbah air selokan gedung 4 sebesar 29oC, air kolam sebesar 27oC, air keran
sebesar 25,5oC, dan air sungai Cikuda sebesar 24oC.
3. Karakteristik warna menunjukkan bahwa imbah air keran dan air kolam tidak
berwarna sedangkan limbah lainnya seperti limbah tahu berwarna kuning
keruh, limbah air sungai Cikuda berwarna kuning bening, dan limbah air
selokan gedung 4 berwarna lebih keruh dibandingkan limbah lainnya.
4. Karakteristik bau limbah menunjukkan bahwa limbah air keran tidak berbau
sedangkan limbah lainnya seperti limbah tahu berbau asam, limbah air sungai
dan air kolam berbau amis, serta limbah selokan berbau.
5. Berat endapan yang dihasilkan oleh setiap limbah sangat kecil berkisar antara
0,1 - 0,604 g.
6. Nilai COD tertinggi terdapat pada limbah tahu dan air kolam yaitu sebesar
1600 ppm, diikuti oleh limbah air sungai Cikuda sebesar 1120 ppm, limbah air
keran sebesar 800 ppm, dan limbah air selokan gedung 4 sebesar 320 ppm.
7. Pengujian DO dan BOD menunjukkan bahwa limbah tahu dan air selokan
termasuk limbah dengan tingkat pencemaran sedang dengan nilai BOD5 yang
diperoleh adalah berkisar antara 10-20 ppm sedangkan limbah yang lainnya
tergolong limbah dengan tingkat pencemaran rendah dengan nilai DO pada hari
ke-5 bernilai kurang dari 5 ppm dan nilai BOD5 berkisar antara 0-10 ppm.
8. Pengujian total mikoorganisme menunjukkan bahwa jumlah mikroorganisme
menurun di setiap tahap pengenceran. Total mikroorganisme tertinggi terdapat
pada limbah tahu dengan nilai SPC sebesar 8,0 x 10-4 koloni.
9. Pengujian bakteri koliform pada limbah menunjukkan adanya bakteri E.coli
pada air kolam dengan endapan berwarna orange.
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
10. Pengujian bakteri Salmonella dan Shigella menunjukkan bahwa tidak terdapat
mikoorganisme pada limbah tahu sedangkan limbah lainnya cenderung
ditumbuhi oleh bakteri Shigella.
11. Setelah mengalami klorinasi, karakteristik pH yang dihasilkan dari sebagian
besar limbah bersifat basa, suhu sebagian besar limbah juga mengalami
peningkatan dari suhu awalnya, sebagian besar limbah tidak bewarna dan
berbau klorin.
12. Total mikoorganisme pada limbah tahu, air keran, air sungai Cikuda
mengalami penurunan pada klorinasi konsentrasi 5 ppm, yaitu masing -
masing sebesar 1 ppm, 6 ppm, dan 6 ppm sedangkan total mikoorganisme
pada limbah air kolam dan air selokan gedung 4 semakin meningkat pada
konsentrasi 5 ppm, yaitu masing - masing 24 dan 79 ppm.
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. 2010. Air Limbah dan Pengelolaannya. Available at http://www.smallcrab.com/kesehatan/629-air-limbah-dan-pengelolaannya. (diakses pada tanggal 30 Desember 2012 pukul 12.44 WIB).
Anonimb. 2010. Sifat Fisik Air Limbah. Available at http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2225663-sifat-fisik-air-limbah/. (diakses pada tanggal 30 Desember 2012 pukul 13.19 WIB).
Said, N.I., Haryoto, I., Nugro, R., dan Arie, H. 2012. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu - Tempe dengan Proses Biolfilter Anaerob dan Aerob. Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material, Jakarta.
Hefni, E. 2003. Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Percetakan Kanisius, Yogyakarta.
Sumanti, D dan Tita, R. 2010. Penanganan Limbah Industri Pangan. Jurusan Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
Djajadiningrat, A. 1999. Pengolahan Limbah Cair. Penelitian Pengelolaan Limbah ITB, Bandung.
Rani, S. 2005, Fly Ash Based Low Cost Method For COD Removal From Domestic Wastewater.
Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang, dan Teluk Banten. Hasil Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap. LIPI, Tangerang.
Pescod, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standards for Tropical Countries. A.I.T, Bangkok.
Wirosarjono, S. 1974. Masalah-masalah yang Dihadapi dalam Penyusunan Kriteria Kualitas Air Guna Berbagai Peruntukan. Lembaga Ekologi UNPAD, Bandung.
Kasmidjo, R.B. 1991. Penggunaan Limbah Pertanian Pangan dan gizi. UGM, Yogyakarta.
Suriawira, U. 1993. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Buangan Secara Biologis. Penerbit Alumni, Bandung.
Dwidjoseputro. 2003. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.
White, G.C. 1992. Handbook of Chlorination and Alternative Disinfectant. Van Nostrand Reinhold, New York.
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. PERHITUNGAN COD
Rumus Perhitungan :
COD (ppm) =|(Vblanko – Vsampel)| x N Na2S203 x 8000 x Fp
V sampel (ml)
Contoh perhitungan limbah air limbah kolam:
COD (ppm) =
|(20,5 – 20)| x 0,1 x 8000 x 20
5
= 1600 ppm
LAMPIRAN 2. PERHITUNGAN DO DAN BOD PADA LIMBAH AIR
KOLAM
Rumus Perhitungan DO:
DO (mg/l) =V Na2S2O3 x N Na2S2O3 x 8000 x Fp
V sampel (ml)
Contoh perhitungan limbah air limbah kolam:
DO (mg/l) =
0,7 x 0,025 x 8000 x 0,035
10
= 0,49 mg/l
Rumus Perhitungan BOD:
BOD (ppm) =|(D1-D2)| x 300
V sampel (ml)
keterangan :
D1 = DO 0 hari sampel
D2 = DO 5 hari sampel
Nama : Annisa KramaNPM : 240210100043
Kelompok 9A
BOD (ppm) =
|(0,49 – 0,35)| x 300
30
= 1,4 ppm