pembagian harta warisan beda agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6502/1/skripsi full...
TRANSCRIPT
-
i
-
i
PEMBAGIAN HARTA WARISAN BEDA AGAMA
(Study Kasus di Desa Getasan Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang)
SKRIPSI
Diajukan untukMemenuhi Salah SatuSyarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Disusun Oleh:
FAIZ MUHAMMAD
211.14.028
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI'AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2019
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
MOTTO
“ Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari
betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah. “
(Thomas Alva Edison)
“ Hal yang terburuk dalam ketidaksamaan adalah mencoba menyamakan
sesuatu yang tidak sama “
(Aristoteles)
-
vi
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahi rabbil’alamin, diiringi rasa syukur yang tak terkira dengan
izin Allah SWT skripsi ini telah selesai dengan hasil maksud.
Dengan segala kerendahan, perjuangan, pengorbanan, niat, dan usaha keras
yang diiringi dengan do’a, keringat dan air mata telah turut memberikan warna dalam
proses penyusunan skripsi ini, maka dengan bangga kupersembahkan karya sederhana
ini terkhusus untuk orang-orang yang selalu tetap berada di dalam kasih sayang-Nya.
Skripsi ini saya persembahkan teruntuk orang-orang yang berharga dalam hidup saya,
special thanks to :
1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Muntahidl Widodo dan Ibu Arifah Lailiyah
yang senantiasa memberiku dukungan, semangat, serta doa yang tak henti-henti
diucapkan. Tanpa doa restu dari kedua orang tua aku bukanlah aku sekarang.
2. Kakakku Willy Himalina yang tak lelah memberi semangat dan motivasi dalam
kehidupanku dan adek-adekku Maslah Sabil Muhammad, Suqo Yuhda Muhammad
yang menghibur ketika lelah menghampiri.
3. Teman-teman IPNU IPPNU Tingkir ( M Sulhi Mahbub, mas Umam, Taufan,
Wildan, Rizak, Bayu A, Bayu B, Panji, Rofiq, Enggar, pak Zam, Firlana, Zakki,
Alfian, mas Risal, Mamuh, mas Dihan, mas Awin, mas Anis, mas Puput, De
Warno, Nanang, Naufal, Syifa, Alfa, Akmal, Indah, Eva, Sila, Atik, Nikmah, Silmi,
Susan ).
4. Sahabat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang selalu berjuang bersama
dan memberi Motivasi ( Rangga Ajimasantoso, Maulana Yusuf A, Rizky
Apriyanto, Derian Kurnia Putra, Soniman ,Khabib Sholihudin, M Shofil Anwar,
Nanang Syarifudin, Burhanudin, Maimun Zuhdi, Bahrudin, Rahmatul ummah,
Novia Rosanti ).
-
vii
5. Teman-teman seperjuangan ( ‘Ronde’ Roni, ‘Boncel’ Zulfa, ‘Petel’ Agus, Bagus,
Anik, Janati, Tia, Sania, mahmida )
-
viii
ABSTRAK
Muhammad, Faiz. 2019. Pembagian Harta Warisan Beda Agama (studi kasus di Desa
Getasan Kecamatan GetasanKabupaten Semarang). Skripsi Fakultas Syari’ah Jurusan
Hukum Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: M.
Yusuf Khumaini, S.HI, M.SI.
Kata Kunci: Pembagian Waris, Beda Agama.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembagian waris beda agama di kecamatan
Getasan. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah (1) Bagaimana sistem pembagian harta
warisan beda Agama di Desa Getasan Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang? (2) Apa
faktor yang mendorong praktik pembagian harta waris beda agama ? (3) Bagaimana pendapat
pemuka agama terkait masalah pembagian harta warisan beda agama di Desa Getasan
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang?
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif sosiologis.
Dengan mengambil lokasi penelitian di Desa Getasan Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan
dokumentasi. Data-data yang diperoleh dicek keabsahannya, Selama pengumpulan data, data
sudah mulai dianalisis. Data yang terkumpul, dipaparkan berdasarkan klasifikasi sehingga
tergambar pola atau struktur dari fokus masalah yang dikaji kemudian diinterpretasikan
sehingga mendapatkan jawaban dari fokus penelitian tersebut.
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan didapat beberapa temuan Praktik
pembagian harta warisan beda agama di Desa Getasan yaitu dengan membagi rata harta
warisan kepada ahli waris tanpa memandang status agama yang dianut oleh ahli waris. Faktor
yang mendorong praktik pembagian harta waris beda agama di Desa Getasan yaitu;
kurangnya faham tentang hukum waris Islam, berdasarkan pada kerelaan antar ahli waris,
adat yang berlaku. Pandangan pemuka agama mengenai pembagian harta warisan beda
agama ada yang membolehkan ada juga yang tidak membenarkan pemuka agama yang
membolehkan beranggapan bahwa pembagian harta warisan beda agama yang terjadi di Desa
getasan dengan membagi rata setiap ahli waris untuk menanggulangi konflik antar anggota
keluarga, sedangkan pemuka agama yang tidak memperbolehkan menganggap bahwa orang
islam tidak boleh mewarisi ahli waris selain beragama islam begitu juga sebaliknya karena
dalam islam hukumnya sudah jelas.
-
ix
KATA PENGANTAR
ِبْسِم اَّللِه الرهْحمَِٰن الرهِحيمِ Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan judul “PEMBAGIAN HARTA WARISAN BEDA AGAMA
(study kasus di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang).“
Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad
SAW, beserta keluarga, para sahabatnya, dan orang-orang yang senantiasa mengikuti
jejaknya. Semoga kita semua mendapatkan syafa'atnya di hari kiamat kelak. Amiin.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini penulis banyak
mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan dan kemampuan yang belum
sempurna. Namun berkat adanya bantuan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak,
syukur Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Zakiyuddin, M. Ag selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Dr. Siti Zumrotun, M. Ag selaku dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga
3. Sukron Makmun, M. Si selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam
4. M. Yusuf Khumaini. S.HI, M.H selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing
skripsi yang telah sudi meluangkan waktunya untuk membimbing dalam penulisan skripsi.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
6. Kepada Bapak Ibu penulis, Widodo dan Lailiah dan kakak, adik penulis Willy, Sabil dan
Yudha yang telah memberi dukungan baik materi maupun non-materi
7. Kepada teman-teman fakultas Syari’ah angkatan 2014 khususnya jurusan HKI
8. Kepada sahabat-sahabati PMII kota Salatiga angkatan 2014
9. Kepada teman-teman IAIN Salatiga yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu
10. Kepada semua pihak yang telah mendukung penulis, semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan hingga bisa menyelesaikan skripsi
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
senatiasa mengharapkan masukan dan kritik yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
-
x
Akhirnya hanya kepada Allah SWT, penulis memohon petunjuk dan berserah diri
memohon ampunan dan rahmatNya.
Salatiga, 15 Maret 2019
Penulis,
Faiz Muhammad
-
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
NOTA PEMBIMBING ................................................................................ ii
PENGESAHAN ............................................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................ v
PERSEMBAHAN ........................................................................................ vi
ABSTRAK .................................................................................................... viii
PENGANTAR .............................................................................................. ix
DAFTAR ISI................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................ 5
D. Kegunaan Penelitian ........................................................ 5
E. Penegasan Istilah ............................................................. 6
F. Telaah Pustaka ................................................................ 7
G. Metode Penelitian ............................................................ 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Waris ............................................................. 14
B. Dasar Hukum Waris ........................................................ 17
C. Rukun dan Syarat Waris Mewarisi ................................. 23
D. Sebab-sebab Kewarisan .................................................. 28
E. Penghalang Kewarisan .................................................... 32
-
xii
F. Hal yang Mencegah Kewarisan ...................................... 36
BAB III PRAKTIK PEMBAGIAN WARISAN DI DESA GETASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................... 40
1. Letak Geografis ......................................................... 40
2. Demografi ................................................................. 42
B. Sistem Pembagian Harta Warisan Beda Agama Di
Desa Getasan .................................................................. 46
C. Faktor yang Mendorong Praktik Pembagian Waris
Beda Agama Di Desa Getasan ........................................ 50
D. Pendapat Ulama Terkait Masalah Pembagian Harta
Warisan Beda Agama Di Desa Getasan .......................... 53
BAB IV ANALISIS PRAKTIK PEMBAGIAN WARISAN DI DESA
GETASAN
A. Analisis Praktik Pembagian Harta Warisan Beda
Agama Di Desa Getasan ................................................. 55
B. Analisis Faktor yang Mendorong Praktik Pembagian
Waris Beda Agama Di Desa Getasan .............................. 61
C. Analisis Pendapat Ulama Terkait Masalah Pembagian
Harta Warisan Beda Agama Di Desa Getasan ................ 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................... 66
B. Saran ................................................................................ 67
C. Kata Penutup ................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan ajaran yang mempunyai aturan-aturan untuk
mengatur hubungan sesama manusia, hubungan dengan alam dan hubungan
manusia dengan Allah. Sebagai ajaran yang bersifat universal tentunya ajaran
islam fleksibel dalam menjawab berbagai persoalan. Aturan yang mengatur
hubungan manusia salah satunya ialah perkawinan.
Perkawinan merupakan salah satu jalan atau suratan hidup yang
dialami oleh hampir semua manusia dimuka bumi ini walaupun ada beberapa
diantaranya yang tidak terikat dengan perkawinan sampai ajal menjemput.
Semua agama resmi di Indonesia memandang perkawinan sebagai sesuatu
yang sakral, harus dihormati, dan harus dijaga kelanggengannya.
Menurut UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 menyatakan, Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan menurut Kompilasi
Hukum Islam (KHI) pasal 2, Perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah.
Hal lain yang diajarkan Islam dalam hubungan antara sesama manusia
ialah proses berpindahnya harta seseorang kepada orang lain atau disebut
kewarisan. Masalah kewarisan merupakan masalah yang tidak dapat terlepas
-
2
dari kehidupan manusia dan mudah untuk menimbulkan sengketa diantara ahli
waris.
Dalam ilmu mawaris terdapat tiga unsur terjadinya waris mewarisi,
yaitu: karena adanya pewaris (muwarrits) yaitu orang yang telah meninggal
dunia, warisan (mawruts) yaitu segala sesuatu yang ditinggalkan, dan ahli
waris yaitu orang yang berhak menerima harta warisan yang ditinggalkan oleh
yang meninnggal. Sebelum pembagian harta warisan terlebih dahulu perlu
dipenuhi hak dan kewajiban yang terkait harta yang ditinggalkan oleh yang
meninggal dunia, terutama terkait dengan biaya-biaya perawatan dan
penguburan mayit, membayar semua hutang mayit, menyerahkan wasiat, dan
sisanya dibagi kepada ahli waris. (Saleh, 2008: 348)
Dalam hukum waris ada sebab seseorang berkewajiban mewarisi yaitu
Karena hubungan kekerabatan atau hubungan nasab, karena perkawinan
dengan akad yang sah, dan wala‟ (perwalian). Kita juga dapat membaginya
dalam dua hal saja, yaitu sabab dan nasab. Nasab ialah hubungan
kekerabatan, sedangkan sabab mencakup perkawinan dan perwalian (wala’).
(Mughniyah, 2005: 540)
Diantara yang berhak menerima waris tersebut terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu: ashabul furudh yakni para ahli waris yang mempunyai bagian
tertentu yang telah ditetapkan oleh syara‟ (dalam al-Qur’an), yang bagiannya
itu tidak akan bertambah atau berkurang kecuali dalam masalah-masalah yang
terjadi radd atau aul. Ashabah adalah ahli waris yang mendapatkan harta sisa
setelah diambil oleh ahli waris ashabul furudh. Ashabah terbagi menjadi tiga,
-
3
yaitu: ashabah bin nafsi, ashabah bi al-ghayr dan ashabah ma’al-ghayr.
dzawil arham yaitu semua ahli waris yang mempunyai hubungan kekerabatan
karena hubungan darah dengan mayit (orang yang meninggal/orang yang
mewarisi). (Basyir, 2006: 79)
Pemuka agama mazhab, telah sepakat bahwa ada tiga hal yang
menghalangi warisan (mawani al-irsi) yaitu: Pembunuhan (al-qatl), Perbedaan
agama agama (ikhtilaf al-din). Perbudakan (al-„abd), dan yang tidak
disepakati Jumhur pemuka agama adalah Berlainan negara. (Maruzi, 81: 13)
Yang dimaksud beda agama di sini adalah bahwa masing-masing dari
pihak mewarisi harta saling berbeda agama. Misalnya, ahli waris beragama
Islam, muwaris beragama kristen, atau sebaliknya. Perbedaan agama
merupakan penghalang waris, demikian kesepakatan mayoritas pemuka agama
fiqh.
Hukum waris yang berlaku di Indonesia sampai saat ini masih belum
merupakan unifikasi hukum. Atas dasar peta hukum waris yang dikarenakan
atau sebab dia menjadi ahli waris di karenakan adanya hubungan darah / nasab
dan di karenakan adanya perkawinan masih demikian pluralistiknya, akibatnya
sampai sekarang ini pengaturan masalah kewarisan di Indonesia masih belum
terdapat keseragaman
Dalam persoalan kewarisan, khususnya ditengah-tengah masyarakat
muslim di Indonesia, ilmu fara’id selalu berhadapan dengan dilemanya
sendiri, karena masyarakat bila berbicara keadilan cenderung menepis ketidak
seimbangan, seperti perbandingan 2:1 dalam perolehan harta warisan antara
-
4
anak laki-laki dan anak perempuan. Oleh karena itu penyimpangan sebagaian
besar masyarakat dari ilmu fara’id dalam hal kewarisan tidak selalu
disebabkan oleh tipisnya keislaman melainkan juga dapat disebabkan oleh
pertimbangan bahwa, budaya dan struktur sosial kita beranggapan penerapan
ilmu fara’id secara utuh kurang diterima oleh rasa keadilan. Itulah fenomena
yang terjadi di masyarakat kita, yang terkadang pembagian harta warisan
antara sesama orang Islam saja terjadi masalah walaupun hal itu sudah
diajarkan dalam agama Islam.
Hal lain yang cukup menjadi pertanyaan ialah bagaimana sistem
pembagian harta warisan antara orang islam dengan orang bukan islam. Jika
dalam sesama muslim saja mudah timbul sengketa lalu bagaimana jika dengan
yang orang non muslim.
Hukum waris beda agama, antara orang Islam (sebagai pewaris)
dengan non muslim (sebagai ahli waris) ataupun sebaliknya, yaitu antara non
muslim (sebagai pewaris) dengan orang islam (sebagai ahli waris) sangat
menarik untuk didiskusikan dan diteliti lebih dalam lagi. Hal ini mengingat
kehidupan di Indonesia pada masa sekarang ini sangat heterogen sudah
semakin berkembang dan komplek dimana pernikahan beda agama ataupun
fenomena pindah agama dalam suatu keluarga semakin marak, sehingga hal
tersebut akan memberikan implikasi yang sangat nyata dan serius ketika
dihadapkan kepada masalah waris. Begitu juga dengan kasus pembagian
warisan beda agama yang terjadi di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang
-
5
ada beberapa keluarga yang mana anggota kelurganya mempunyai agama
yang berbeda-beda.
Melihat latar belakang dan permasalahan di atas, maka penulis tertarik
untuk meneliti masalah pembagian warisan beda agama di Kecamatan Getasan
Kabupaten Semarang dan mengajukan skripsi dengan judul “ PEMBAGIAN
HARTA WARISAN BEDA AGAMA (study kasus di Desa Getasan
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang). “
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Praktik pembagian harta warisan beda Agama di Desa Getasan
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang?
2. Apa faktor yang mendorong praktik pembagian waris beda agama di Desa
Getasan Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang ?
3. Bagaimana pendapat pemuka agama terkait masalah pembagian harta
warisan beda agama di Desa Getasan Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang?
C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui sistem pembagian harta warisan beda agama di Desa
Getasan Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
2. Untuk mengetahui faktor yang mendorong praktik pembagian waris beda
agama di Desa Getasan Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
3. Untuk mengetahui pendapat pemuka agama terkait masalah pembagian
harta waris beda agama di Desa Getasan Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang.
-
6
D. Kegunaan penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang bermanfaat, serta
dapat dijadikan dasar secara keseluruhan untuk dijadikan pedoman bagi
pelaksanaan secara teoritis maupun praktis, maka penelitian ini berguna
diantaranya untuk :
1. Kegunaan Teoritis
Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan penambah
wawasan khususnya mengenai perkara pembagian harta warisan beda
agama.
2. Kegunaan Praktis
a. Untuk memenuhi tugas dan melengkapi persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Jurusan Syari’ah
Program Studi Hukum Keluarga Islam IAIN Salatiga.
b. Bagi Progam Studi Hukum Keluarga Islam
Dapat dipergunakan sebagai referensi media pembelajaran
dibidang waris yang terkait pembagian harta waris beda agama.
c. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk
mengetahui bagaimana pandangan pemuka agama terkait
pembagian harta warisan beda agama.
E. Penegasan Istilah
-
7
Supaya di dalam penelitian ini tidak terjadi perbedaan penafsiran
dengan maksud peneliti terhadap judul “ PEMBAGIAN HARTA
WARISAN BEDA AGAMA (study kasus di Desa Getasan Kecamatan
Getasan Kabupaten Semarang)“ maka peneliti akan menjelaskan istilah-istilah
dalam judul penelitian ini. Istilah yang perlu peneliti jelaskan diantaranya
sebagai berikut :
1. Waris adalah berbagai aturan tentang perpindahan hak milik seseorang
yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya. Dalam istilah lain,
waris disebut juga fara’idh, yang artinya bagian tertentu yang dibagi
menurut agama islam kepada semua yang berhak menerimanya (Beni
Ahmad Saebani, 2009: 13)
2. Pemuka agama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang
bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat
islambaik dalam masalah-masalah agama maupun masalah sehari-hari
yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial
kemasyarakatan.
F. Telaah pustaka
Dalam melakukan penelitian sangatlah dibutuhkan penelitian terdahulu
untuk memperjelas, menegaskan, serta melihat kelebihan dan kelemahan
berbagai teori yang digunakan oleh peneliti terdahulu. Selain itu penelitian
terdahulu perlu disebutkan dalam sebuah penelitian agar dapat memudahkan
pembaca melihat dan membandingkan perbedaan teori yang digunakan dan
-
8
perbedaan hasil kesimpulan oleh penulis dengan peneliti yang lain dalam
melakukan pembahan tema yang hampir serupa.
Penelitiaan mengenai perkara waris telah banyak dilakukan oleh para
peneliti. Ada peneliti yang secara total mengkaji dalam skripsi, tesis, disertasi
maupun buku. Para peneliti terdahu umumnya meneliti tentang hukum waris
karna waris, perceraian karna waris, suami yang waris, dan lain sebagainya.
Berikut ini penelitian-penelitian yang mempunyai topik atau tema yang
hampir serupa dengan skripsi ini :
Penelitian Abdul Rahman Pelaksanaan pembagian waris di dusun
Gandu, Desa Sendang Tirto, Berbah, Sleman (Perbandingan Hukum Islam
dan Hukum Adat) membahas tentang kapan pelaksaan pembagian warisan
terjadi dan melihat persamaan dan perbedaan mengenai pelaksanaan
pembagian warisan antara hukum adat Gandu dan hukum Islam.
Penelitian Imam Wahyudi Tinjauan hukum islam terhadap praktik
pembagian warisan masyarakat desa Paciran kecamatan Paciran Kabupaten
Lamongan Jawa Timur. Membahas tentang bagaimana praktek pembagian itu
dilaksanakan sebelum pewaris meninggal, yang kemudian dianalisis dari
perspektif hukum Islam.
Penelitian Haris Kusworo Tinjauan hukum Islam terhadap pembagian
harta waris pada masyarakat muslim Dusun Krapyak Wetan dan Krapyak
Kulon, Desa Panggung Harjo, kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul Provinsi
Yogyakarta. Membahas tentang pembagian warisan dapat dilakukan dan
melihat praktek pelaksanaan pembagian warisan di daerah tersebut dan
-
9
selanjutnya ditinjau dari perspektif hukum kewarisan Islam, dalam penelitian
sebagaimana dijelaskan diatas belum ada yang menjelaskan mengenai masalah
yang penyusun bahas.
G. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Karakteristik penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
kualitatif ini digunakan karena adanya beberapa pertimbangan yaitu:
pertama, mempunyai sifat induktif yaitu pengembangan konsep yang
didasarkan atas data yang ada, mengikuti desain penelitian yang fleksibel
sesuai dengan konteksnya. Desain dimaksud tidak kaku sifatnya sehingga
memberi peluang kepada peneliti untuk menyesuaikan diri dengan konteks
yang ada di lapangan. Kedua, melihat setting dan respons secara
keseluruhan. Dalam hal ini peneliti berinteraksi dengan responden dalam
konteks yang dialami, sehingga tidak memunculkan kondisi yang seolah-
olah dikendalikan oleh peneliti.
Ada beberapa pola penelitian yang digunakan dalam melakukan
penelitian ini, diantaranya :
a. Dipandang dari sudut kedalaman analisisnya, penelitian ini
dikategorikan kedalam jenis penelitian deskriptif. Metode
deskriptif ini bermaksud untuk membuat pencandraan
(deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian
yang mana tujuan utama dari penelitian deskriptif ialah
-
10
melukiskan realita sosial yang kompleks atau dari aspek
sosiologis dan aspek yuridis.
b. Ditinjau dari tempat, penelitian ini merupakan penelitian
lapangan.
c. Ditilik dari karakteristik masalah bedasarkan kategori
fungsionalnya, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian
studi kasus.
1. Kehadiran Peneliti
Dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data, peniliti
hadir langsung di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Kabupaten
Semarang
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan sumber primer dan sumber sekunder.
a. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan
data kepada pengumpul data. (Sugiyono, 2007:308) Dalam
penelelitian ini penulis akan memperoleh sumber primer dari
warga rt 06 rw 01 Kecamatan Getasan yaitu ibu Rukini dan
warga rt 08 rw 01 Kecamatan Getasan bernama mak dib.
-
11
b. Sumber data sekunder dalam mencari sumber sekunder peneliti
menggunakan Al-qur’an dan As-sunah serta pendapat dari para
pakar berupa buku, dokumen-dokumen ataupun undang-undang.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar
untuk memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan data tidak lain
dari suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian
(Nazir, 1988:211).
Dalam pengumpulan data disini, peneliti menggunakan
beberapa metode, yaitu:
a. Interview (Wawancara), yaitu proses tanya jawab dalam penelitian
yang berlangsung secara lisan dimana 2 (dua) orang atau lebih
bertatap muka, mendengarkan secara langsung informasi atau
keterangan (Ahmadi, 2009:83). Adapun wawancara ini dilakukan
terkait dengan penelitian ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam
pembagian waris beda agama dan pandangan pemuka agama.
b. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data-data yang dikumpulkan
berdasarkan data visual, misalnya berupa foto warga yang terlibat
dalam pembagian warisan beda agama.
5. Analisis Data
Dalam praktek analisis data ini, peneliti lakukan dengan cara
melacak dan mengatur catatan lapangan, transkrip, wawancara dan
catatan dokumen yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman
-
12
terhadap data itu sehingga bisa dipresentasikan kepada orang lain. Dari
data yang peneliti peroleh melalui penelitian kemudian menjadi data
tertulis dan dikelompokkan masing-masing fokus penelitian.
6. Tahap-tahap Penelitian
a. Tahap persiapan atau pendahuluan
Pada tahap ini, peneliti mulai mengumpulkan buku-buku
penunjang dan pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan
kepada informan untuk memperoleh data yang diinginkan.
b. Tahap pelaksanaan
Mengumpulkan data-data di lokasi penelitian, dalam proses
ini penulis menggunakan metode wawancara, observasi dan
dokumentasi.
c. Tahap analisa data
Pada tahap ini peneliti mulai menyusun semua data yang
terkumpul secara sistematis sehingga mudah dipahami.
d. Tahap laporan
Pada tahap ini, peneliti membuat laporan tertulis dari hasil
penelitian yang telah dilakukan, kemudian ditulis dalam bentuk
skripsi.
Dalam menyusun skripsi ini penulis selaku peneliti membagi ke dalam
beberapa bab dan masing-masing bab dapat mencakup beberapa sub bab yang
berisi sebagai berikut :
-
13
1. BAB I adalah bab berisi pendahuluan yang menjelaskan latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka,
metode penelitian.
2. BAB II merupakan kajian pustaka yang menjelaskan tentang
pengertian dan dasar hukum waris, syarat-syarat waris, rukun
waris, sebab-sebab kewarisan, penghalang kewarisan dan hal-
hal yang mencegah kewarisan.
3. BAB III merupakan isi atau hasil dari penelitian yang penulis
lakukan diantaranya yaitu gambaran umum lokasi penelitian,
gambaran masyarakat di lokasi penelitian. Pembagian waris di
Desa Getasan Kecamatan Getasan, pembagian waris beda
agama di Desa Getasan Kecamatan Getasan, pendapat Pemuka
agama mengenai pembagian waris beda agama.
4. BAB IV merupakan analis data dari data-data hasil temuan
yang diperoleh peneliti.
5. BAB V merupakan bab penutup dari penelitian ini, dalam bab
ini terdapat kesimpulan serta saran dari penulis.
-
14
BAB II
WARIS HUKUM ISLAM
A. Pengertian Waris
Pengertian waris Secara etimologi kata waris berasal dari bahasa Arab
sedangkan (ميراث) sebagai bentuk fi’il, dan bentuk isimnya menjadi (ورث)
dalam bentuk jamaknya yaitu (الموارث), menurut bahasa kata waris atau
warisan mempunyai beberapa arti (Abta dan Abd Syakur, 2005: 2-3), yaitu:
1. Waris atau warisan dapat berarti menggantikan kedudukan, sebagaimana
firman Allah dalam Surat al-Naml ayat 16:
َوَوِرَث ُسلَْيَماُن دَاُوودَ ۖ َوقَاَل َيا أَيَُّها النَّاُس ُعل ِْمَنا َمْنِطَق الطَّْيِر َوأُوِتيَنا ِمْن
ذَا لَُهَو اْلَفْضُل اْلُمِبينُ ُكل ِ َشْيٍء ۖ إِنَّ َهَٰ
“dan Sulaiman telah menggantikan kedudukan Daud, dan dia berkata:
“hai manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara
burung”(QS. Al-Naml:16)
2. Waris atau warisan dapat diartikan dengan menganugrahkan,
sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Zumar ayat 74:
أُ ِمَن اْلَجنَِّة َحْيُث ِ الَِّذي َصدَقََنا َوْعدَهُ َوأَْوَرثََنا اْْلَْرضَ َنتََبوَّ َوقَالُوا اْلَحْمدُ ّلِِلَّ
َنَشاُء ۖ فَنِْعَم أَْجُر اْلعَاِمِلينَ
Dan mereka berkata, “segala puji bagi Allah yang telah memenuhi
janji-Nya kepada kami dan telah memberikan tempat ini kepada kami
sedang kami (diperkenankan) menempati surga dimana saja yang
kami kehendaki, (maka surga itulah) sebaik-baik balasan bagi orang-
orang yang beriman. (QS. AlZumar: 74).
3. Waris atau warisan dapat diartikan dengan menganugrahkan,
sebagaimana firman Allah dalam surah Maryam ayat 74:
َوَكْم أَْهلَْكَنا قَْبلَهُ ْم ِمْن قَْرٍن ُهْم أَْحَسُن أَثَاثًا َوِرْئًيا
-
15
“Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga
Ya‟qub,” Dari ketiga pengertian waris di atas dapat disimpulkan
sama-sama mengandung arti memberikan hak warisan terhadap harta
peninggalan kepada para ahli waris yang masih hidup (yang
ditinggalkan).
Sedangkan menurut terminologi atau istislah, pengertian waris adalah
ilmu yang dengannya (ilmu) dapat diketahui orang-orang yang mewarisi,
orangorang yang tidak dapat mewarisi, kadar yang diterima oleh masing-
masing ahli waris serta cara pengambilannya (ibid: 3). Pengertian ini senada
dengan pengertian yang dikemukakan oleh T.M. Hasby As-Shiddiqy dalam
bukunya Fiqh Mawarits (As-Shiddiqy, 2001: 5). Sementara Muhammad
Amin Suma dalam bukunya Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam,
merumuskan pengertian hukum warisan merupakan hukum yang mengatur
peralihan kepemilikan harta peninggalan pewaris, menetapkan siapasiapa
yang berhak menjadi ahli waris, menentukan berapa bagian masing-masing
ahli waris dan mengatur kapan waktu pembahagian harta kekayaan pewaris
dilaksanakan (Suma, 2004: 108).
Waris disebut juga sebagai ilmu mawaris atau ilmu Faraidh. Kata
Faraidh didefinisikan oleh para ulama faradiyun semakna dengan kata
mafrudah, yaitu bagian yang telah ditentukan kadarnya. Kata fardhu sebagai
suku dari kata Faraidh menurut bahasa memiliki beberapa arti, (Rahman,
1981: 31) yaitu:
1. Takdir yaitu suatu ketentuan, sebagaimana firman Allah:
-
16
َوإِْن َطلَّْقتُُموُهنَّ ِمْن قَْبِل أَْن تََمسُّوُهنَّ َوقَْد فََرْضتُْم لَُهنَّ فَِريَضةً فَِنْصُف َما
ْعفَُو الَِّذي ِبَيِدِه ُعْقدَةُ الن َِكاحِ ۚ َوأَْن تَْعفُوا أَْقَرُب فََرْضتُْم إَِّلَّ أَْن يَْعفُوَن أَْو يَ
َ ِبَما تَْعَملُوَن َبِصير ِللتَّْقَوىَٰ ۚ َوََّل تَْنَسُوا اْلفَْضَل َبْيَنُكْم ۚ إِنَّ َّللاَّ
“Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur
dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan
maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu
tentukan itu,”(QS.Al-Baqarah: 237).
2. Qath’u yaitu ketetapan yang pasti, sebagaimana firman Allah:
ا تََرَك ا تََرَك اْلَواِلدَاِن َواْْلَْقَربُوَن َوِللن َِساِء َنِصيب ِممَّ َجاِل َنِصيب ِممَّ لر ِ
ا َقلَّ ِمْنهُ أَْو َكثَُرۚ َنِصيًبا َمْفُروًضا اْلَواِلدَاِن َواْْلَْقَربُوَن ِممَّ
”Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak
dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari
harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan.”(QS. Al-Nisaa‟: 7).
3. Inzal yaitu menurunkan, sebagaimana firman Allah:
إِنَّ الَِّذي فََرَض َعلَْيَك اْلقُْرآَن لََرادَُّك إِلَىَٰ َمعَاٍد ۚ قُْل َرب ِي أَْعلَُم َمْن َجاَء
ِباْلُهدَىَٰ َوَمْن ُهَو فِي َضََلٍل ُمِبينٍ
“Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu (Muhammad) untuk
(melaksanakan hukum-hukum) al-Qur’an, benar-benar akan
mengembalikanmu ketempat kembali. Katakanlah (Muhammad),
"Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang
berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Qashas: 85).
4. Tabyin yaitu penjelasan, sebagaimana firman Allah:
ُ َمْوََّلُكْم ۖ َوُهَو اْلعَِليُم اْلَحِكيمُ ُ لَُكْم تَِحلَّةَ أَْيَمانُِكمْ ۚ َوَّللاَّ قَْد فََرَض َّللاَّ
“Sungguh Allah telah mewajibkan kepadamu membebaskan diri dari
sumpahmu, dan Allah adalah pelindungmu dan Allah maha
mengetahui maha bijaksana.” (QS.Al-Tahrim: 2)
-
17
5. Ihlal yaitu menghalalkan, sebagaimana firman Allah:
ِ فِي الَِّذيَن َخَلْوا ِمْن ُ لَهُ ۖ ُسنَّةَ َّللاَّ ِ ِمْن َحَرجٍ فِيَما فََرَض َّللاَّ َما َكاَن َعلَى النَِّبي
ِ قَدًَرا َمْقدُوًرا قَْبُل ۚ َوَكاَن أَْمُر َّللاَّ
”Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah
ditetapkan Allah baginya,”(QS.Al-Ahzab: 38).
keenam arti tersebut di atas dapat digunakan seluruhnya, karena dalam
ilmu Faraidh mengandung bagian-bagian yang telah ditentukan dengan pasti
besar kecilnya suatu bagian yang diterima oleh ahli waris yang telah diatur
dalam alQur‟an tentang halalnya sesuai peraturan-peraturan yang telah
diturunkan (Ibid). Ilmu Faraidh merupakan ilmu fiqh yang berpautan dengan
pembagian harta pusaka yang sudah dipastikan kadarnya, tentang cara
penghitungan dan pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta
peninggalan untuk setiap hak pemilik harta pusaka (Abta dan Abd Syakur,
2005: 1).
B. Dasar hukum Waris
Adapun dasar hukum waris sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an, sunnah
Nabi Saw, ijma’ dan ijtihad para sahabat dan para imam mujtahid antara lain,
adalah sebagai berikut:
1. Dasar hukum waris dalam Al-Quran:
Dalam Al-Quran banyak dijelaskan mengenai kewarisan,
diantaranya adalah sebagai berikut:
-
18
a. Surat An-Nisa ayat 7, Allah berfiram:
جَ ا تََرَك ِللر ِ ا تََرَك اْلَواِلدَاِن َواْْلَْقَربُوَن َوِللن َِساِء َنِصيب ِممَّ اِل َنِصيب ِممَّ
ا َقلَّ ِمْنهُ أَْو َكثَُرۚ َنِصيًبا َمْفُروًضا اْلَواِلدَاِن َواْْلَْقَربُوَن ِممَّ
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa
dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari
harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan.” (An-Nisa: 7)
b. Surat An Nisa ayat 8
اْلقُْربَىَٰ َواْلَيتَاَمىَٰ َواْلَمَساِكيُن فَاْرُزقُوُهْم ِمْنهُ َوإِذَا َحَضَر اْلِقْسَمةَ أُولُو
َوقُولُوا لَُهْم قَْوًَّل َمْعُروفًا
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan
orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.”
Ayat diatas menjelaskan tentang memberikan pembagian harta
waris kepada kerabat, anak yatim maupun orang miskin yang ikut
hadir dalam pembagian harta waris tersebut, dan kita dianjurkan
mengucapkan perkataan yang baik kepada mereka.
c. Surat An Nisa ayat 11
ُ فِي أَْوََّلِدُكْم ۖ ِللذََّكِر ِمْثُل َحظ ِ اْْلُْنثََيْيِن ۚ َفإِْن ُكنَّ ِنَساًء فَْوَق يُوِصيُكُم َّللاَّ
اْثَنتَْيِن فَلَُهنَّ ثُلُثَا َما تََرَك ۖ َوإِْن َكاَنْت َواِحدَةً فَلََها الن ِْصُف ۚ َوِْلََبَوْيِه ِلُكل ِ
ا تََرَك إِْن َكاَن لَهُ َولَد ۚ فَإِْن َلْم َيُكْن لَهُ َولَد َواِحٍد ِمنْ ُهَما السُّدُُس ِممَّ
ِه السُّدُُس ۚ ِمْن َبْعِد ِه الثُّلُُثۚ فَإِْن َكاَن لَهُ إِْخَوة فَِِلُم ِ َوَوِرثَهُ أََبَواهُ فَِِلُم ِ
َوِصيٍَّة يُوِصي بَِها أَْو دَْيٍن ۗ آَباُؤُكْم َوأَْبَناُؤُكمْ ََّل تَْدُروَن أَيُُّهْم أَْقَرُب لَُكْم
َ َكاَن َعِليًما َحِكيًما ِ ۗ إِنَّ َّللاَّ َنْفعًا ۚ فَِريَضةً ِمَن َّللاَّ
“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)
anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
-
19
perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia
memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang
meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka
ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-
pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau
(dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-
anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih
dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
d. Surat An Nisa ayat 12
َولَُكْم ِنْصُف َما تََرَك أَْزَواُجُكْم إِْن لَْم َيُكْن لَُهنَّ َولَد ۚ فَإِْن َكاَن لَُهنَّ َولَد
بُُع ا تََرْكَنۚ ِمْن بَْعِد َوِصيٍَّة يُوِصيَن بَِها أَْو دَْيٍن ۚ َولَُهنَّ الرُّ فَلَُكُم الرُّ بُُع ِممَّ
ا تََرْكتُْمۚ ا تََرْكتُْم إِْن لَْم َيكُ ْن لَُكْم َولَد ۚ فَإِْن َكاَن لَُكْم َولَد فَلَُهنَّ الثُُّمُن ِممَّ ِممَّ
ِمْن بَْعِد َوِصيٍَّة تُوُصوَن ِبَها أَْو دَْيٍن ۗ َوإِْن َكاَن َرُجل يُوَرُث َكََللَةً أَِو
اْمَرأَة َولَهُ أَخ أَْو أُْخت فَِلُكل ِ َواِحٍد ِمْنُهَما السُّدُُس ۚ فَ إِْن َكانُوا أَْكثََر ِمْن
ِلَك فَُهْم ُشَرَكاُء فِي الثُّلُِث ۚ ِمْن َبْعِد َوِصيٍَّة يُوَصىَٰ ِبَها أَْو دَْيٍن َغْيَر ذََٰ
ُ َعِليم َحِليم ِۗ َوَّللاَّ ُمَضار ٍ ۚ َوِصيَّةً ِمَن َّللاَّ
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan
oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-
isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi
wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai
seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara
perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu
lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,
sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
-
20
hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris).
(Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-
benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”
Surat An Nisa ayat 11 dan 12 diatas Ayat di atas menjelaskan
tentang tata cara pembagian harta warisna antara ahli waris laki-laki
dengan ahli waris perempuan, dan juga kepada ibu bapak dengan
ketentuan bahagian yang telah ditetapkan.
Sedangkan dalam ayat 12 menjelaskan tentang hukum
kewarisan antara suami istri atau disebut juga hukum kewarisan
karena hubungan perkawinan/pernikahan. Selain itu juga menjelaskan
bagian-bagian kewarisan yang berhak diperoleh oleh suami dan istri
baik dalam keadaan memiliki keturunan maupun tidak memiliki
keturunan.
e. Surat An Nisa ayat 176
ُ يُْفِتيُكْم ِفي اْلَكََللَِة ۚ إِنِ اْمُرؤ َهلََك لَْيَس لَهُ َولَد َولَهُ َيْستَْفتُوَنَك قُِل َّللاَّ
أُْخت فَلََها ِنْصُف َما تََرَكۚ َوُهَو يَِرثَُها إِْن لَْم َيُكْن لََها َولَد ۚ فَإِْن َكاَنتَا
ا تََرَك ۚ َوإِْن َكانُوا إِْخَوةً ِرَجاًَّل َوِنَساًء فَِللذََّكِر اْثَنتَْيِن فَلَُهَما الثُّلُثَاِن ِممَّ
ُ ِبُكل ِ َشْيٍء َعِليم ُ لَُكْم أَْن تَِضلُّواۗ َوَّللاَّ ِمْثُل َحظ ِ اْْلُْنثََيْيِنۗ يَُبي ُِن َّللاَّ
“Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak
dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan
saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara
perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris
itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian
seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara
perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu
tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
-
21
Ayat diatas menjelaskan tentang kalalah yaitu jika seseorang
yang meninggal tidak mempunyai ahli waris, dan menjelaskan tata
cara penyelesaian kalalah.
2. Sumber hukum kewarisan dari Hadits Nabi Muhammad SAW
ْلِحقُْوا عن ابن عبس قال : قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ا
اْلفََرائَِض ِبأَْهِلَها فََما َبِقَي فَُهَو ِْلَْولَى َرُجٍل ذََكر)روه البخاري و مسلم(
"Dari Ibn Abbas, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda “Serahkanlah
ahlimu yang berhak, maka sebagian bagian itu kepada lebihnya itu,
adalah untuk laki-laki yang lebih dekat (hubungan kekerabatannya)
kepada si mati” (H.R Bukhari Muslim) (An Nawawi, 2011: 132)
Hadits di atas menjelaskan mengenai pembagian warisan (at-
tirkah), dalam hal ini lebih didahulukan ahli waris dari golongan ashabul
furdh (ahli waris yang bagiannya telah ditentukan). Sisa dari harta warisan
tersebut baru dibagi kepada ahli waris dari kalangan ashabah (ahli waris
yang menerima sisa harta warisan setelah harta diberikan kepada ahli
waris ashabul furdh).
Hadits lain yang menjadi dasar hukum warisan yaitu hadits yang
menjelaskan mengenai hak saling waris-mewarisi, tidak berlaku (sah)
antara dua orang yang berlainan agama antara pewaris dan ahli waris,hal
ini sebagaimana hadits Nabi SAW:
عن اسامة بن زيد رضي هللا عنه ان النبي صلى هللا عليه وسلم قال
)متفق عليه( َّل َيِرُث اْلُمْسِلُم الَكافَِر، وَّل َيِرُث الَكافُِر اْلُمْسِلمَ
Dari Usamah bin Zayd r.a. bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda,
“orang muslim tidak mewarisi dari orang kafir, dan orang kafir tidak
mewarisi dari orang muslim.” (HR. Al-Bukhari-Muslim). (Al-Bani,
2005: 470)
-
22
3. Ijma’ atau ijtihad para sahabat dan imam mazhab
Para sahabat dan imam mazhab ternama, memiliki banyak peran
dalam mengembangkan dan memecahkan mengenai kewarisan yang tidak
dijelaskan dalam al-Qur‟an dan Hadits Nabi. Banyak masalah-masalah
kewarisan yang diputuskan melalui ijma‟ atau ijtihad sahabat, Imam
Mazhab dan mujtahid, diantaranya:
a. Status saudara-saudara yang mewarisi bersama-sama dengan kakek.
Dalam al-Qur’an dan hadits masalah tersebut tidak dijelaskan.
Yang dijelaskan hanya masalah status saudara-saudara bersama
dengan ayah atau bersama dengan anak laki-laki, yang dalam kedua
keadaan ini mereka tidak mendapatkan apa-apa karena terhijab,
kecuali dalam masalah kalalah mereka mendapatkan bagian.
Sedangkan menurut kebanyakan sahabat dan imam-imam mazhab
yang mengutip pendapat Zayd bin Tsabit, saudara-saudara tersebut
mendapatkan harta pusaka dengan cara muqasamah (hak terhadap
sisa harta yang telah dibagikan kepada ahli waris) dengan kakek.
(Rahman, 1981: 615)
b. Status cucu yang ayahnya lebih dahulu meninggal daripada kakek
yang akan diwarisi yang mewarisi bersama-sama dengan saudara-
saudara ayahnya. Menurut ketentuan mereka tidak mendapat apa-apa
lantaran dihijab oleh saudara ayahnya, tetapi menurut kitab UU
hukum wasiat Mesir yang mengistinbathkan dari ijtihad para ulama
-
23
mutaqaddimin, mereka diberi bagian berdasarkan wasiat wajibah.
(Ibid, 33)
C. Rukun dan Syarat Waris Mewarisi
Ada tiga unsur yang perlu diperhatikan dalam waris mewarisi, tiap
unsur tersebut harus memenuhi berbagai persyaratan. Unsur-unsur ini dalam
kitab fiqh dinamakan rukun, dan persyaratan itu dinamakan syarat untuk tiap-
tiap rukun. Rukun merupakan bagian dari permasalahan yang menjadi
pembahasan. Adapun syarat adalah sesuatu yang berada diluar substansi dari
permasalahan yang dibahas, tetapi harus dipenuhi. Sehubungan dengan
hukum waris, yang menjadi rukun waris mewarisi ada tiga, yaitu sebagai
berikut:
1. Harta peninggalan (mauruts)
Harta peninggalan (mauruts) yaitu harta benda yang ditinggalkan
oleh simayit yang akan dipusakai atau dibagi oleh ahli waris setelah
diambil untuk biaya perawatan, melunasi hutang, dan melaksanakan
wasiat. (Muhibbin, 2009:57)
Di Indonesia harta dalam sebuah keluarga terdiri atas empat
macam, yaitu:
a. Harta yang diperoleh sebelum perkawinan, sebagai hasil usaha
masing-masing.
b. Harta yang dibawa saat mereka menikah, diberikan kepada kedua
pembelai, mungkin berupa modal usaha atau perabot rumah tangga
atau rumah tempat tinggal suami istri tersebut.
-
24
c. Harta yang diperoleh selama perkawinan itu berlangsung, tetapi
karena hibah atau warisan dari orang tua mereka atau keluarga.
d. Harta yang diperoleh selama perkawinan atas usaha bersama atau
usaha salah seorang disebut harta pencarian. (Ibid, 58-59)
Harta waris tersebut berhak untuk diwarisi bila telah memenuhi syarat
berikut: (Rustam, 2013:39-40)
a. Harta tersebut adalah milik dari pewaris secara sempurna.
b. Harta tersebut telah terbebas dari tersangkutnya harta orang lain
didalamnya, antara lain kewajiban yang harus ditunaikan yaitu:
1) Biaya Jenazah (Tajhiz al-mayit)
Yang dimaksud dengan biaya perawatan jenazah di sini
adalah biaya yang digunakan untuk merawat jenazah mulai dari
memandikan, mengafani, mensholatkan, menguburkan dan lain-
lain yang mengakut dengan keperluan jenazah. Kewajiban ahli
waris terhadap pewaris adalah mengurus dan menyelesaikan
sampai pemakaman jenazah selesai.
2) Hutang
Hutang ialah suatu tanggung jawab yang wajib dilunasi
sebagai imbalan dari pretasi atau manfaat yang pernah diterima.
Kewajiban terhadap Allah Swt, yang belum dilunasi juga termasuk
ke dalam pengertian tanggungan yang wajib dilunasi, seperti
hutang zakat, hutang kafarat, hutang nazar, hutang haji ( bagi yang
-
25
sudah mampu). Pembayaran hutang diambil dari harta peninggalan
(tirkah).
3) Wasiat
Wasiat adalah pernyataan atau perkataan seseorang untuk
memberikah sebagian hartanya kepada orang lain atau
membebasakan utang kepada orang lain, atau memberikan manfaat
suatu benda miliknya, setalah ia meninggal dunia. Allah Swt
berfirman dalam Qs. AlBaqarah ayat 180:
اْلَمْوُت إِْن تََرَك َخْيًرا اْلَوِصيَّةُ ُكِتَب َعلَْيُكْم إِذَا َحَضَر أََحدَُكمُ
ِلْلَواِلدَْيِن َواْْلَْقَرِبيَن ِباْلَمْعُروِفۖ َحقًّا َعلَى اْلُمتَِّقينَ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu
kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta
yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-
orang yang bertakwa.” (Q.S. Al Baqarah: 180)
Hadist tentang wasiat sebagai berikut:
َما َحقُّ اْمِرٍئ ُمْسِلٍم لَهُ َشْيء يُوِصي فِيِه َيِبيُت لَْيَلتَْيِن إَِّلَّ
َوَوِصيَّتُهُ َمْكتُوَبة ِعْندَهُ
“Seorang muslim tidak layak memiliki sesuatu yang harus ia
wasiatkan, kemudian ia tidur dua malam, kecuali jika wasiat
itu tertulis di sampingnya.” (Shahiih al-Bukhari (V/355, no.
2738))
Ukuran harta wasiat yang disunnahkan dari Sa’d bin Abi
Waqqash Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ketika di Makkah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang menjenggukku sementara
beliau enggan wafat di tanah yang beliau hijrah darinya, beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
-
26
هللاُ اْبَن َعْفَراَء قُْلُت: َيا َرُسْوَل هللاِ أُْوِصي ِبَماِلي ُكِل ِه يَْرَحمُ
قَاَل: َّلَ، قُْلُت: فَالشَّْطُر؟ قَاَل: َّلَ، قُْلُت: اَلثُّلُُث، قَاَل: فَالثُّلُُث،
َوالثُّلُُث َكِثْير إِنََّك أَْن تَدََع َوَرثَتََك أَْغِنَياَء َخْير ِمْن أَْن تَدََعُهْم
لَةً َيتََكفَّفُوَن النَّاَس فِي أَْيِديِهْم، َوإِنََّك َمْهَما أَْنفَْقَت ِمْن َنفَقٍَة َعا
فَإِنََّها َصدَقَة َحتَّى اللُّْقَمةُ الَّتِي تَْرفَعَُها إِلَى فِي اْمَرأَِتَك، َوَعَسى
يَُكْن لَهُ هللاُ أَْن يَْرفَعََك فََيْنتَِفَع ِبَك َناس َويَُضرَّ ِبَك آَخُروَن َولَْم
َيْوَمِئٍذ إَِّلَّ اْبَنة
‘Semoga Allah merahmati Ibnu ‘Afra (Sa’d).’ Aku katakan,
‘Wahai Rasulullah, aku berwasiat dengan semua hartaku ?’
Beliau bersabda, ‘Tidak boleh.’ Aku katakan, ‘Separuhnya?’
Beliau bersabda, ‘Tidak boleh.’ Aku katakan, ‘Sepertiganya?’
Beliau bersabda, ‘Ya, sepertiga, dan sepertiga itu banyak,
sebab jika engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan
kaya itu lebih baik dari pada meninggalkan mereka dalam
keadaan miskin, mereka meminta-minta pada orang lain.
(Selain itu, jika engkau hidup) walaupun engkau memberikan
hartamu pada keluargamu, akan tetap dihitung sebagai
sedekah, sampai makanan yang engkau suapkan pada mulut
isterimu. Semoga Allah mengangkat derajatmu, memberikan
manfaat kepada sebagian manusia, dan membahayakan
sebagian yang lain.’ Pada saat itu Sa’d tidak mempunyai
pewaris kecuali seorang anak perempuan.” (Shahiih al-
Bukhari (V/363, no. 2742))
2. Pewaris (muwarrits)
Muwarrits adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan
harta waris. Bagi muwarits berlaku ketentuan bahwa harta yang
ditinggalkan miliknya dengan sempurna, dan ia benar-benar telah
meninggal dunia, baik dengan kenyataan maupun menurut hukum.
Kematian muwarits menurut ulama fiqh dibedakan menjadi tiga macam:
-
27
a. Mati haqiqy yaitu kematian seseorang yang dapat diketahui tanpa
harus melakukan pembuktian, bahwa seseorang telah meninggal dunia,
atau hilangnya nyawa seseorang dari jasad yang dapat dibuktikan oleh
panca indra atau oleh dokter. (Ramulyo, 2001: 106)
b. Mati hukmy yaitu kematian seseorang yang secara yuridis ditetapkan
melalui keputusan hakim dinyatakan telah meninggal dunia. Ini bisa
terjadi seperti dalam kasus seseorang dinyatakan hilang (al-mafqud)
tanpa diketahui dimana dan bagaimana keadaannya. Setelah dilakukan
upayaupaya tertentu, melalui keputusan hakim tersebut dinyatakan
maninggal dunia. Sebagai suatu keputusan hakim, maka ia mempunyai
kekuatan hukum yang tetap.
c. Mati taqdiry, yaitu anggapan atau pemikiran bahwa seseorang telah
minggal dunia. Misalnya, seserang yang diketahui ikut berperang ke
medan perang, atau tujuan lain yang secara lahiriah diduga
mengancam keselamatan dirinya. Setelah beberapa tahun, ternyata
tidak diketahui kabar beritanya, dan patut diduga secara kuat bahwa
orang tersebut telah meninggal dunia, maka dapat dinyatakan
meninggal dunia. (Rofiq, 2015: 28-29)
3. Ahli waris (Warits)
Ahli waris (warits) Adalah orang yang akan mewarisi harta peninggalan
simuwarits lantaran menpunyai sebab-sebab untuk mewarisi. Adapun
syarat-syarat mewarisi ialah karena meninggalnya muwarrits (orang yang
-
28
mewariskan), baik itu kematiannya berupa kematian haqiqy, hukmy
maupun kematian yang taqdiry.
D. Sebab sebab Kewarisan
1. Al-Qarabah (Pertalian darah)
Al-Qarabah adalah hubungan nasab antara orang yang mewariskan
dengan orang yang mewarisi yang disebabkan oleh kelahiran. Kekerabatan
merupakan sebab memperoleh harta warisan yang paling kuat,
dikarenakan kekerabatan itu termasuk unsur causalitas adanya seseorang
yang tidak dapat dihilangkan. (Rustam, 2013: 5) Karena itu dapat
dinyatakan, bahwa sistem kekerabatan yang dipakai dalam hukum
kewarisan Islam adalah sistem kekerabatan bilateral atau parental. Artinya,
penentuan hubungan kerabat dihubungkan dengan garis ibu dan garis
ayah. Meskipun bagian wanita hanya separuh dari bagian laki-laki. (Rofiq,
2013: 315) dengan melihat kondisi perempuan sebelumnya yang di
perlakukan secara diskriminatif, maka perbedaan nominal bagian yang
diterima perempuan, tidak mengurangi misi keadilan yang ingin dicapai
oleh ajaran Islam itu sendiri. Hubungan kekerabatan menurut hukum Islam
yang menjadi dasar mewarisi. Firrman Allah Swt dalam AlQur‟an surat
An-Nisa ayat 7:
ا تََرَك اْلَواِلدَاِن َواْْلَْقَربُوَن َوِللن َِساِء َنِصيب َجاِل َنِصيب ِممَّ لر ِ
ا قَلَّ ِمْنهُ أَْو َكثُ ا تََرَك اْلَواِلدَاِن َواْْلَْقَربُوَن ِممَّ َرۚ َنِصيًبا ِممَّ
َمْفُروًضا“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan
ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak
bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan
-
29
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang
telah ditetapkan.” (Q.s An Nisa: 7)
Allah Swt berfirman dalam Qs. Al-Anfal: 75
ِئَك ِمْنُكْم ۚ َوالَِّذيَن آَمنُوا ِمْن بَْعدُ َوَهاَجُروا َوَجاَهدُوا َمعَُكْم فَأُولََٰ
َ ِبُكل ِ َوأُولُو اْْلَْرَحاِم بَْعُضُهْم أَْولَىَٰ ِببَْعٍض فِي ِكتَ ِ ۗ إِنَّ َّللاَّ اِب َّللاَّ
َشْيٍء َعِليم
“Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian
berhijrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu
termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai
hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap
sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.”(Q.s. Al Anfal: 75)
Dalam pandangan Fiqih mawaris, orang yang mengambil bagian
harta dengan jalan kekerabatan ini ada tiga :
a. Ashhabul Furudh adalah waris-waris yang menerima bagian
tertentu dari harta peninggalan.
b. Ashabah ushubah nasabiyah adalah para ahli waris yang tidak
mempunyai bagian tertentu, tetapi mendapatkan bagian sisa
harta waris dari bagian ashhabul furudh. Ashhabul furudh
semacam ini dinamakan ashhabul furudh an-nasabiyah.
Sedangkan suami istri dinamakan ashhabul furudh
assababiyah.
c. Dzawul Arham merupakan waris-waris yang tidak masuk ke
golongan para ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu,
-
30
tidak pula mendapatkan bagian sisa atau ashobah. (Turmudi,
2015: 42)
2. Al-Mushaharah (Hubungan Perkawinan)
Perkawinan yang sah menyebabkan adanya hubungan hukum
saling mewaris antara suami dan istri. Perkawinan yang sah adalah
perkawinan yang syarat dan rukunya terpenuhi, baik menurut ketentuan
hukum agama maupun ketentuan administratif sebagaimana diatur dalam
peraturan yang berlaku. (Rofiq, 2013: 53) Dasar hukum hubungan
perkawinan perkawinan sebagai sebab saling mewarisi adalah firman
Allah Swt (Qs. An-Nisa: 12).
َولَُكْم ِنْصُف َما تََرَك أَْزَواُجُكْم إِْن لَْم َيُكْن لَُهنَّ َولَد ۚ فَإِْن َكاَن
ا تََرْكَنۚ ِمْن بُُع ِممَّ َبْعِد َوِصيٍَّة يُوِصيَن ِبَها أَْو لَُهنَّ َولَد فَلَُكُم الرُّ
ا تََرْكتُْم إِْن لَْم يَُكْن لَُكْم َولَد ۚ فَإِْن َكاَن لَُكْم بُُع ِممَّ دَْيٍن ۚ َولَُهنَّ الرُّ
ا تََرْكتُْم ۚ ِمْن َبْعِد َوِصيٍَّة تُوُصوَن ِبَها أَْو َولَد فَلَُهنَّ الثُُّمُن ِممَّ
وَرُث َكََللَةً أَِو اْمَرأَة َولَهُ أَخ أَْو أُْخت دَْيٍن ۗ َوإِْن َكاَن َرُجل يُ
ِلَك فَُهْم ُشَرَكاُء فَِلُكل ِ َواِحٍد ِمْنُهَما السُّدُُسۚ فَإِْن َكانُوا أَْكثََر ِمْن ذََٰ
فِي الثُّلُِث ۚ ِمْن َبْعِد َوِصيٍَّة يُوَصىَٰ بَِها أَْو دَْيٍن َغْيَر ُمَضار ٍ ۚ
ۗ ِ ُ َعِليم َحِليم َوِصيَّةً ِمَن َّللاَّ َوَّللاَّ
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat
atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para
isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
-
31
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau
(dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati,
baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan
ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai
seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara
perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua
jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara
seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat
olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak
memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan
yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”
(Q.s An nisa: 12)
3. Al- Wala’ ( Memerdekakan hamba sahaya)
Al-Wala’ adalah hubungan yang mengikat seseorang dengan orang
lain yang membuat seperti kerabatnya dalam sebagian hukum padahal ia
bukan termasuk kerabatanya. (Rustam, 2013: 5)
Dalam pengertian lain Wala’ adalah hubungan kekerabatan
menurut hukum yang timbul karena membebaskan budak dan karena
adanya perjanjian tolong-menolong dan sumpah setia antara seseorang
dengan orang lain.
Wala’ yang pertama disebut wala’ al-ataqah atau usubah
sababiyah. Sedangkan Wala’ yang kedua disebut Wala’ al-muwalah,
yaitu wala’ yang timbul akibat kesediaan seseorang untuk tolong-
menolong melalui suatu perjanjian perwalian. (Rustam, 2013: 6) Jika
yang memerdekakan laki-laki disebut Mu’tiq dan jika perempuan disebut
Mu’tiqah.
-
32
4. Karena Sesama Islam
Disamping tiga sebab pewarisan tersebut, ulama’ Syafi’iyah dan
malikiyah menambahkan sebab yang keempat yaitu jihat Al-Islam
(hubungan saudara seagama), dan pelaksanaanya apabila tidak ada ahli
warisnya dengan tiga sebab, maka harta warisnya atau sisa warisan yang
tidak dihabiskan oleh ahli waris Ashobah, maka diserahkan kepada Bait
Al-Mal (kas Negara) untuk kepentingan kaum muslimin. (Athoillah, 2016:
25)
E. Penghalang Kewarisan
Sebab-sebab hijab (penghalang) Hijab bermakna mencegah,
menghalangi atau menggugurkan. Sesuai dengan firman Allah dalam surat
Al-Muthaffifin ayat 15 yang berbunyi:
َكَلَّ إِنَُّهْم َعْن َرب ِِهْم َيْوَمِئٍذ لََمْحُجوبُونَ
“Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari
(rahmat) Tuhan mereka.” (Al Muthaffifin: 15)
Yang dimaksud dalam ayat ini adalah kaum Kuffah, tercegah untuk
dapat melihat Tuhannya. Sedangkan hajib bermakna tukang atau penjaga
pintu, sebab ia menghalangi seseorang untuk masuk kedalamnya. Oleh sebab
itu, hajib dalam ilmu mawaris dikenal sebagai orang yang mencegah orang
lain dari warisan.
-
33
Sedangkan mahjub adalah mereka yang terhalangi atau tercegahi dari
mendapatkan warisan, hijab ada dua. (Khairuddin dan Fuaddi, 2014: 29)
yaitu:
1. Hijab washfy adalah hijab yang menghalangi seseorang untuk
mendapatkan harta warisan, karena sifat yang dimilikinya seperti
membunuh, murtad dan sebagainya.
2. Hijab syakhsy adalah terhalangnya seseorang untuk mendapatkan
warisan baik secara keseluruhan ataupun sebahagiannya, karena ada
ahli waris yang lain lebih berhak daripadanya. Hijab ini terbagi
menjadi dua bagian yaitu:
a. Hijab nuqshan
Hijab nuqshan adalah penghalang yang mengurangi bagian
seseorang ahli waris dari yang semestinya diterima, karena ada ahli
waris lain yang lebih dekat hubungannya dengan pewaris. Contoh:
suami mendapat 1/ 2, jika istri tidak meninggalkan anak/cucu dari anak
laki-laki tapi jika istri meninggalkan anak/cucu dari anak laki-laki,
maka hak suami berkurang menjadi1/4.
b. Hijab hirman
Hijab hirman adalah penghalang yang menyebabkan seseorang ahli
waris tidak memperoleh sama sekali bagian dari warisnnya, karena ada
ahli waris lain yang lebih dekat hubungannya dengan pewaris. Contoh:
seorang saudari sekandung mendapatkan 1/ 2, tetapi karena ada anak
laki-laki, maka ia tidak mendapat sama sekali.
-
34
F. Hal yang Mencegah Kewarisan
Yang dimaksud dengan mencegah warisan adalah tindakan atau hal-
hal yang dapat mengugurkan hak seseorang untuk mempusakai beserta
adanya sebab sebab dan syarat-syarat mempusakai. Para ahli waris yang
kehilangan hak-hak mewarisi yang disebabkan adanya mawani’al irts disebut
mahrum dan halangannya disebut hirman. Adapun penghalang mempusakai
berdasarkan kesepakatan fuqaha ada 3 macam, yakni perbudakan,
pembunuhan, dan berlainan agama.
1. Perbudakan
Perbudakan ialah suatu hal yang menjadi penghalang waris-
mwarisi, berdasakan adanya petunjuk umum dari suatu nash, Allah SWT.
berfirman:
ُ َمثًََل َعْبدًا َمْملُوًكا ََّل َيْقِدُر َعلَىَٰ َشْيٍء َوَمْن َرَزْقَناهُ ِمنَّا َضَرَب َّللاَّ
ا َوَجْهًرا ۖ َهْل َيْستَُووَن ۚ ِ ۚ بَْل اْلَحمْ ِرْزقًا َحَسًنا فَُهَو يُْنِفُق ِمْنهُ ِسرًّ دُ ّلِِلَّ
أَْكثَُرُهْم ََّل يَْعلَُمونَ
”Allah telah membuat perumpamaan, yakni seorang budak yang
tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun,”( QS Al-Nahl: 75)
Maksud ayat tersebut adalah budak itu tidak cakap mengurusi hak
milik kebendaan dengan jalan apa saja. Dalam hal pusaka-mempusakai
terjadi disatu pihak melepaskan hak milik kebendaan dan disatu pihak
yang lain menerima hak milik kebendaan.
-
35
2. Pembunuhan
Para fuqaha sepakat untuk menetapkan bahwa pembunuhan itu
pada prinsipnya menjadi penghalang mempusakai bagi pembunuh
terhadap harta peninggalan orang yang telah dibunuh,hanya golongan
khawarij saja yang membolehkannya. Golongan ini mensinyalir
periwayatan dari Ibn Musayyab dan Ibn Jubair yang membolehkan si
pembunuh untuk mempusakai harta orang yang terbunuh (pewaris). Yang
menjadi dasar hukum ialah Hadits Rasulullah SAW:
لَْيَس ِلْلقَاتِِل عن ابى هريرة عنى النبي صلى هللا عليه وسلم قال:
)رواه الترميذ( َشْيء
"Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “seorang
pembunuh tidak mewarisi (harta orang yang dibunuh)”.(HR. at-
Tirmidzi). (Al-Bani, 2006: 635)
Hadits di atas menjelaskan bahwa seorang pembunuh tidak dapat
mewarisi harta pewaris (orang yang dibunuh). Meskipun sebagian ulama
menolak hadits ini seperti Ahmad bin Hanbal. Kendati demikian para
ulama mengamalkan Hadits ini, untuk menetapkan hukum bagi seorang
yang membunuh (pewaris). Dengan alasan, jika pembunuh mendapatkan
warisan bisa jadi mereka akan berusaha untuk membunuh orang yang akan
mewariskannya. Pelanggaran warisan ini untuk kemaslahatan, sebab
pembunuh bisa mempercepat kematian yang merupakan salah satu unsur
diperbolehkannya warisan. (Zuhaili, 2008: 86)
3. Berlainan agama
-
36
Yang dimaksud dengan berlainan agama dalam skripsi ini ialah
yang mewarisi atau yang diwarisi berlainan agama yang satunya muslim
dan yang lainnya kafir, yang merupakan kepercayaan antara orang yang
diwarisi dengan orang yang mewariskan. Misalnya agama orang yang
bakal mewarisi bukan Islam, baik agama nasrani, maupun agama atheis
yang tidak mengakui agama yang hak, sedangkan agama orang yang
bakal diwarisi harta peninggalannya adalah beragama Islam. (Rahman,
1981: 95)
Pada dasarnya seorang yang berlainan agama tidak saling mewarisi
antara kedua nya, namun dalam fiqh sunnah karangan Sayyid sabiq
disebutkan bahwa, ada riwayat dari Mu’adz, Mu’awiyah, Ibn Musayyab,
Masruq, dan Nakha’i, bahwa seorang muslim dapat menerima waris dari
orang kafir dan tidak sebaliknya, yaitu orang kafir tidak berhak menerima
warisan dari orang muslim. (Sabiq, 2006: 486)
Hal ini sama seperti hadist Nabi Muhammad Saw yang berbunyi:
َّل َيِرُث اْلُمْسِلُم الَكافَِر، وَّل َيِرُث الَكافُِر اْلُمْسِلمَ
“Orang muslim tidak mewarisi dari orang kafir dan orang kafir
tidak mewarisi dari orang muslim” ( H.R Bukhari, kitab al-faraid,
bab XXVI, no. Hadist: 6764).
Menurut M. Mustafa asy-Syalabi, perbedaan agama antara al-waris
dengan al-Muwarris merupakan penghalang terjadinya pewarisan.
Apabila suami beragama Islam dan istrinya non-Muslim kemudian
suaminya meninggal dunia, maka istri tidak berhak mendapatkan warisan.
Pendapat ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad saw yang
-
37
menyatakan bahwa seorang muslim tidak mewarisi dari seorang kafir
(non-Muslim), demikian juga sebaliknya seorang kafir (non-Muslim)
tidak bisa mewarisi harta seorang Muslim. (Asy Syalabi, 1972:88)
Para jumhur ulama seperti Syafi’iyah, Hambali, Malikiyah, dan
Hanafiyah tidak berbeda pendapat bahwa orang muslim tidak boleh
mewarisi orang kafir begitu juga sebaliknya. Ini merupakan kesepakatan
mayoritas ulama dan akan tetap berlaku sealamanya. Tapi mereka berbeda
pendapat apabila ahli warisnya orang Islam sedangkan muwaritsnya non-
muslim, sebagian sahabat dan tabi’in seperti Mu’az bin Jabal, Mu’awiyah
bin Abi Sofyan dan al-Hasan berpendapat bahwa seorang muslim boleh
menerima waris dari orang non-muslim. Pendapat ini didasarkan pada
alasan: Pertama, bahwa agama Islam adalah tinggi (ya’lu) dan tidak ada
yang lebih tinggi darinya (wala yu’la ‘alaih), apabila seorang Muslim
menerima warisan dari non-Muslim, maka hal tersebut merupakan
kemuliaan Islam dan tidak sebaliknya non-Muslim menerima warisan dari
orang Islam. Kedua, pendapat tersebut didasarkan kepada hadis Nabi yang
menyatakan bahwa Islam itu bertambah dan tidak berkurang. (dawud, t.t:
126)
Adapun tujuan hukum waris Islam itu sendiri adalah untuk
menunaikan perintah Allah SWT. Memberikan kamaslahatan bagi
kehidupan keluarga, melangsungkan keutuhan kehidupan keluarga,
melakukan proses peralihan dan perolehan hak secara benar dan
bertanggungjawab, menghindarkan konflik keluarga dan memperkuat
-
38
ukhuwah sesama manusia. (hasyimsoska.blogspot.com/2011/06/asas-
prinsip-kewarisan-islam.html Akses 16 Februari 2019)
Sebagian ulama ada yang menambahkan satu hal lagi sebagai
penggugur hak mewarisi, yakni murtad (orang yang telah keluar dari
Islam). Dikalangan ulama terjadi perbedaan pendapat, menurut mazhab
Maliki, Syafi’i, dan Hambali bahwa seorang muslim tidak berhak
mewarisi harta kerabatnya yang telah murtad, sebab orang yang murtad
berarti telah keluar dari ajaran Islam sehingga secara otomatis orang
tersebut telah menjadi kafir. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, seorang
muslim boleh mewarisi harta kerabatnya yang murtad. Bahkan kalangan
ulama mazhab Hanafi sepakat mengatakan: “Seluruh harta peninggalan
orang murtad diwariskan kepada kerabatnya yang muslim.” Pendapat ini
diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Ibn
Mas’ud, dan lainnya. Menurut Ali Ash Shabuni, pendapat ulama mazhab
Hanafi lebih rajih (kuat dan tepat) dibanding lainnya, karena harta warisan
yang tidak memiliki ahli waris itu harus diserahkan kepada baitulmal.
Padahal pada masa sekarang tidak kita temui baitulmal yang dikelola
secara rapi, baik yang bertaraf nasional ataupun internasional. (Ash
Shabuni, 1995: 44)
4. Murtad
Orang murtad adalah orang yang keluar dari agama Islam. Karena
ia telah keluar dari Islam, maka ia tidak dapat mewarisi harta peninggalan
keluarganya, alasannya karena salah satu faktor terjadinya pewarisan
-
39
adalah hubungan keagamaan (Islam) di antara individu yang berkelurga.
(Anshori, 2012: 42-43)
-
40
BAB III
PRAKTIK PEMBAGIAN WARISAN BEDA AGAMA
DI DESA GETASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis
Penelitian ini dilakukan di Desa Getasan Kecamatan Getasan yang
terletak di Kabupaten Semarang. Desa Getasan memiliki luas wilayah
260,20 Ha, yang terbagi menjadi yang meliputi 3 RW dan 18 RT. Dari
Salatiga dapat ditempuh dengan waktu kurang lebih 30 menit jika
menggunakan angkutan bus jurusan Salatiga-Kopeng.
Gambar 1.1 peta wilayah Desa Getasan
-
41
Desa Getasan terletak di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang,
Desa Getasan berbatasan dengan:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Ngrawan
b. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sumogawe
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Batur
d. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Wates/
Desa Getasan merupakan bagian dari kawasan perkotaan di Kecamatan
Getasan. Desa ini memiliki 5 dusun, yaitu:
a. Dusun Jampelan
b. Dusun Ngelo
c. Dusun Gading
d. Dusun Pandanan
e. Dusun Getasan
Di Desa ini terdapat beragam macam potensi, mulai dari pertanian,
peternakan dan sarana & prasarana penunjang kegiatan perkotaan seperti
pasar Getasan, ruko, Puskesmas, POLSEK & KORAMIL bank, masjid,
SD, SMP, Gereja, Obyek wisata Goa Maria dan dilintasi oleh jalan kelas
provinsi yang menghubungkan Salatiga-Magelang. Dari beragam macam
potensi tersebut, potensi terbesar yang dimiliki oleh Desa Getasan adalah
potensi hasil pertanian. Luas lahan peruntukkan pertanian sebesar 203,03
Ha dari 260,20 Ha. Dari lahan peruntukkan pertanian, luas terbesar
ditempati oleh lahan peruntukkan bukan sawah yaitu tegal/kebun berupa
jagung. Potensi Desa Getasan bila ditinjau dari komunitasnya yaitu
-
42
memiliki karang taruna, perkumpulan ibu-ibu PKK dan perkumpulan
bapak-bapak RT yang aktif di seluruh dusun yang ada di Desa Getasan.
2. Demografi
a. Keadaan penduduk Desa Getasan berdasarkan sosial
keagamaan
Desa Getasan mempunyai jumlah penduduk sebanyak
3.509 jiwa, yang terdiri dari jumlah laki-laki sebanyak 1448
jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 2061 jiwa. Yang mana
sebanyak 617 jiwa merupakan penduduk yang memasuki usia
anak, sebanyak 658 jiwa merupakan usia remaja dan sebanyak
766 jiwa merupakan usia produktif atau kategori orang dewasa
atau orang tua.
Agama mayoritas di desa Getasan merupakan Islam
dengan jumlah penduduk beragama islam sebanyak 2.262 jiwa
sedangkan masyarakat yang beragama kristen berjumlah 734
jiwa, lalu masyarakat yang beragama katholik sebanyak 470
jiwa dan terakhir yang beragama budha berjumlah 43 jiwa.
NO Agama Jumlah Penduduk Presentase (%)
1. Islam 2262 64.47
2. Kristen 734 20.9
3. Katholik 470 13.4
4. Budha 43 1.23
Jumlah 3509 100
-
43
Tabel 3.1 Keadaan penduduk Desa Getasan
berdasarkan agama
Dalam menjalankan agamanya warga saling
bertoleransi antara warga yang satu dengan yang lain.
Masyarakat muslim di desa Getasan pada umumnya
menjalankan Islam yang biasa saja atau tidak mengikuti aliran-
aliran tertentu atau golongan-golongan tertentu. Dan mayoritas
dapat dikatakan sebagai masyarakat Islam ktp saja, dalam arti
mayoritas umat Islam di desa Getasan pengetahuan tentang
keagamaan sedikit kurang.
Penganut agama di desa Getasan memiliki kegiatan
sosial keagamaan baik Islam, Kristen ataupun Budha yaitu
sebagai berikut:
1) Kegiatan majelis taklim di Masjid Jami’ Al Atqiya’
Dilaksanakan setiap jumat pahing yang
dipimpin oleh Kyai Haji Fatkhurohman;
2) Kegiatan majelis taklim di mushola At Taqwa
Dilaksanakan setiap minggu wage yang
dipimpin oleh Kyai Haji Muhammad Nurudin;
3) Kegiatan bakti sosial dan sekolah minggu di Gereja
Katolik
Pengajar Romo Toni (Tegalrejo Salatiga)
dan Romo Tulus Supriyadi (Setugur);
4) Kegiatan ibadah bagi penganut agama Budha
-
44
Dilaksanakan setiap kamis malam yang
dipimpin Sukardi Suroto.
b. Keadaan penduduk Desa Getasan berdasarkan Pendidikan
Jumlah penduduk di Desa Getasan yang tidak atau
belum sekolah sebanyak 19,35% yaitu sejumlah 679 jiwa.
Jumlah penduduk belum tamat SD sebanyak 6,33 % yaitu
sejumlah 222 jiwa. Jumlah penduduk tamat SD/sederajat
36,08% yaitu sejumlah 1.266 jiwa. Jumlah penduduk
SMP/sederajat sebanyak 16,73% yaitu sejumlah 587 jiwa.
Jumlah penduduk SMA/sederajat sebanyak 17,01% yaitu
sejumlah 597 jiwa dan jumlah penduduk Diploma /Strata
sebanyak 4,50% yaitu sejumlah 158 jiwa.
No Pendidikan Jumlah penduduk Presentase (%)
1. Tidak/Belum Sekolah 679 19.35
2. Belum Tamat SD 222 6.33
3. Tamat SD/Sederajat 1266 36.08
4. SMP/Sederajat 587 16.73
5. SMA/Sederajat 597 17.01
6. Diploma/Strata 158 4.50
Jumlah 3509 100
Tabel 3.2 Jumlah penduduk Desa Getasan berdasarkan
pendidikan
-
45
c. Keadaan penduduk Desa Getasan berdasarkan Pekerjaan
Jumlah penduduk di desa Getasan berdasarkan
pekerjaan yang tidak/belum bekerja sebanyak 19,32% yaitu
sejumlah 678 jiwa. Jumlah penduduk pelajar/mahasiswa
sebanyak 12,88% yaitu sejumlah 452 jiwa. Jumlah penduduk
pedagang sebanyak 2.62% yaitu sejumlah 92 jiwa. Jumlah
penduduk petani sebanyak 25,25% yaitu sejumlah 886 jiwa.
Jumlah penduduk swasta sebanyak 18,67% yaitu sebanyak 655
jiwa. Jumlah penduduk pegawai negeri sebanyak 2,85% yaitu
sebanyak 100 jiwa sedangkan jumlah penduduk wiraswasta
sebanyak 18,41% yaitu sebanyak 646 jiwa.
No Pekerjaan Jumlah
Penduduk
Presentase
(%)
1. Tidak/Belum Bekerja 678 19.32
2. Pelajar/Mahasiswa 452 12.88
3. Pedagang 92 2.62
4. Petani 886 25.25
5. Swasta 655 18.67
6. PNS 100 2.85
7. Wiraswasta 646 18.41
Jumlah 3509 100
Tabel 3.3 Keadaan penduduk Desa Getasan
berdasarkan jenis pekerjaan
-
46
d. Keadaan penduduk Desa Getasan berdasarkan status
perkawinan
Jumlah penduduk desa Getasan yang belum kawin
sebanyak 1.407 jiwa, yang terdiri dari pria sejumlah 757 jiwa
dan perempuan 650 jiwa. Jumlah penduduk yang sudah kawin
sebanyak 1.776 jiwa, yang terdiri dari pria sejumlah 581 jiwa
dan perempuan 1195 jiwa. Jumlah penduduk yang cerai hidup
sebanyak 41 jiwa, yang terdiri dari pria sejumlah 18 jiwa dan
perempuan 23 jiwa. Jumlah penduduk yang cerai mati
sebanyak 285 jiwa, yang terdiri dari pria 92 jiwa dan
perempuan 193 jiwa.
No Status
Perkawinan
Jumlah
Penduduk
Laki-laki Perempuan
1. Tidak/Belum
Kawin
1407 757 650
2. Sudah Kawin 1776 581 1195
3. Cerai Hidup 41 18 23
4. Cerai Mati 285 92 193
Jumlah 3509 1448 2061
Tabel 3.4 Keadaan penduduk Desa Getasan
Berdasarkan Status Perkawinan
B. Praktik Pembagian Harta Warisan Beda Agama Di Desa Getasan
Hukum Waris adalah Hukum yang mengatur tentang pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang
-
47
berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. (KHI pasal
171) Secara Terminologi, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur
pembagian harta warisan, mengetahuan bagian-bagian yang diterima dari harta
peninggalan itu untuk setiap ahli waris yang berhak. Kemudian dalam redaksi
lain, Hasby Ash-Shiddieqy mengemukakan, hukum kewarisan adalah hukum
yang mengatur siapa-siapa orang yang mewarisi dan tidak mewarisi,
penerimaan setiap bagian ahli waris dan cara-cara pembagiannya. (Rofiq,
2013: 281)
Dari kemajemukan agama yang hidup dan dianut oleh masyarakat
Desa Getasan ini tentunya banyak efek sosial yang ditimbulkan. Interaksi
sosial yang terbuka lebar di antara para pemeluk agama membuat masyarakat
desa ini hidup dengan toleransi keagamaan yang tinggi. Termasuk dalam hal
perkawinan dan pewarisan.
Toleransi beragama ini secara khusus begitu terlihat pada Desa
Getasan yang notabene penduduknya terdiri dari 50% beragama Islam, 40%,
Kristen dan 10% Budha. Di Desa ini pula beberapa keluarga hidup dalam
kemajemukan. Terkadang kedua orang tuanya Islam, dan anak-anaknya ada
yang beragama Kristen, Islam dan juga Budha. Ada pula yang sebaliknya
kedua orang tuanya Kristen, anaknya beragama Islam.
Keragaman ini terjadi karena hubungan kekerabatan yang dipadu
dengan pernikahan di antara sesama pemeluk agama. Dari pernikahan itu pula
tiga agama ini menyebar di kalangan masyarakat desa. Untuk orang tua yang
mempunyai anak yang hendak menikah dan anak tersebut beragama Islam
-
48
tetapi menantunya beragama berbeda maka orang tersebut harus masuk Islam
terlebih dahulu.
Dianutnya tiga agama sebagai dasar keyakinan beragama masyarakat
ini juga berdampak pada sistem kewarisannya. Dimana masyarakatnya lebih
berkecenderungan membagi secara merata harta waris yang ditinggalkan oleh
pewaris. Mereka melakukan praktik kewarisan ini lebih didasari pada aspek
keadilan dan menghindari konflik di antara keluarga. Sebagian besar
masyrakat Desa Getasan yang beragam islam masih belum mengetahui
pembagian harta warisan menurut hukum Islam, dan masih mengunakan
hukum adat yang sudah berlaku didesa tersebut dengan alasan untuk
menghindari konflik antar anggota keluarga maka pembagian harta waris ini
dibagi secara merata.
Bapak Rochim (Sekretaris Desa Getasan) menyatakan bahwa
masyarakat Desa Getasan lebih menghindari konflik antar keluarga. Mereka
berkecenderungan membagi harta dengan sama adil sama rata. Hanya
dibedakan berdasarkan domisili waris. Bila anak berada satu rumah dengan
pewaris maka dia akan mendapatkan harta yang berbeda dengan anak yang
domisilinya berada di luar desa dan begitu pula dengan anak yang merawat
orang tuanya hingga meninggal maka ia juga mendapatkan bagian lebih dari
harta yang ditinggalkan. Harta ini bukan termasuk dalam harta warisan
melainkan wujud imbalan pewaris terhadap anak tersebut yang telah
merawatnya hingga meninggal. Bagi orang Islam yang memiliki keturunan
yang berbeda agama dengan orang tuanya akan tetap mendapatkan bagiannya.
-
49
Kebiasaan di desa ini memang menghendaki yang demikian untuk saling
menjaga kepercayaan di antara warganya, untuk menjaga kerukunan di antara
warganya meskipun berbeda agama.
Pembagian harta waris secara merata dapat tercermin dari keluarga
Noto warga rt 06 rw 01 Desa Getasan