pembahasan anfar analisi tablet isoniazid
DESCRIPTION
Pembahasan Anfar Analisi Tablet IsoniazidTRANSCRIPT
Praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan kadar senyawa isoniazid dalam tablet
sediaan isoniazid 300 mg dengan metode instrumen spektrofotometri ultraviolet. Prinsip dari
metode ini adalah bahwa jika suatu molekul dikenai suatu radiasi ultraviolet pada panjang
gelombang yang sesuai, maka molekul tersebut akan mengabsorpsi cahaya UV yang
mengakibatkan transisi elektronik yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar
(ground state) yang berenergi lemah ke orbital keadaan tereksitasi (excited state) yang
berenergi lebih tinggi. Panjang gelombang saat absorpsi yang terjadi bergantung pada
kekuatan elektron yang terikat dalam molekul.
Pada percobaan kali ini, digunakan metode standar adisi yaitu sejumlah sampel
ditambahkan dengan larutan standar (konsentrasi diketahui dengan pasti) dengan kuantitas
tertentu untuk meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh berbagai matriks. Ada dua
keadaan yang dapat menyebabkan ketidak-akuratan jika menggunakan kurva kalibrasi, yaitu:
1. Faktor-faktor yang berada didalam sampel yang mengubah perbandingan
respon/konsentrasi, tetapi faktor tersebut tidak ada didalam larutan standar (misalnya
perubahan pH, kekuatan ion, kekeruhan, viskositas, gangguan kimia dan lain lain).
Faktor-faktor tersebut akan mengubah kemiringan (slope) kurva kalibrasi.
2. Faktor yang tampak/kelihatan pada alat pendeteksi misalnya warna atau kekeruhan
sample yang menyerap atau menghamburkan cahaya pada panjang gelombang
pengukuran. Faktor ini tidak berpengaruh terhadap slope kurva kalibrasi.
Sampel yang digunakan dalah isoniazid. Isoniazid digunakan dengan obat lain untuk
mengobati infeksi akibat tuberculosis. Isoniazid adalah jenis antibiotik yang bekerja dengan
menghentikan pertumbuhan bakteri. Antibiotik ini hanya bekerja terhadap infeksi yang
disebabkan oleh bakteri dan tidak bekerja terhadap infeksi virus. Sampel tablet isoniazid yang
digunakan merupakan sampel zat tunggal (dalam tablet hanya ada isoniazid sebagai zat
aktifnya).
Pertama-tama dilakukan persiapan sampel yaitu sebanyak 20 tablet isoniazid
ditimbang kemudian digerus hingga homogen, tujuan penggerusan hingga homogen ini
adalah agar memudahkan proses pelarutan sampel dengan pelarut yang sesuai yaitu aquadest.
Didapatkan berat seluruh tablet (20) sebesar 8028,8 mg. Kemudian ditimbang sejumlah
serbuk yang setara dengan berat 1 tablet yaitu sebesar 401,6 mg. Selanjutnya serbuk
isoniazid yang telah ditimbang dilarutkan dalam pelarut aquadest dalam labu ukur 250 ml
dimana didapatkan konsentrasi dari larutan sampel sebesar 1606,4 ppm. Pada proses
pelarutan ini pertama-tama serbuk isoniazid dimasukan ke dalam labu ukur dengan
menggunakan corong kemudian kertas perkamen yang digunakan untuk menimbang serbuk
isoniazid dibasahi/dibilas dengan air diatas corong sehingga tidak ada serbuk yang tersisa
pada perkamen (agar konsentrasi yang didapatkan tepat), kemudian pada labu ukur aquadest
ditambahkan beberapa ml untuk melarutkan serbuk isoniazid setelah larut terakhir tambahkan
aquadest sampai tanda batas dan bersihkan sisa-sisa air pada leher labu agar aquadest yang
ditambahkan tepat (kuantitatif) setelah itu tutup labu dan labu dikocok bolak balik agar lebih
homogen larutan sampel yang dibuat. Setelah itu larutan disaring, filtrat kemudian
dimasukkan ke dalam 5 labu ukur 25 mL masing-masing sebanyak 0,5 mL. Lalu kedalam
labu ukur tersebut ditambahkan baku dengan konsentrasi 25 ppm masing-masing 0, 2, 4, 6, 8
mL kemudian ditambahkan aquadest hingga tanda batas. Pembuatan larutan baku yaitu
dengan dilarutkannnya 5 mg baku isoniazid dalam 50 ml aquadest hingga didaptkan larutan
baku dengan konsentrasi 100 ppm kemudian dilakukan pengenceran sehingga didapatkan
konsentrasi larutan baku sebesar 25 ppm.
Setelah persiapan sampel selesai, diukur serapan pada panjang gelombang maksimal
yaitu 264 nm. Berdasarkan hukum Lambert Beer, absorbansi yang didapatkan harus lebih
dari 0,1 dan tidak boleh lebih dari 1,0. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan
dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik). Masing-masing larutan
(larutan I, II, III, IV dan IV) dicek absorbansinya sebanyak 3 kali. Setelah didapatkan
masing-masing absorbansi kadar sampel dapat dihtung dengan menggunakan data yang
diperoleh dari kurva standar adisi.
Dari hasil pengukuran absorbansi isoniazida yang telah ditambahkan dengan baku
berbagai konsentrasi, didapatkan kurva standar adisi isoniazid dengan persamaan regresi
linear y = 0,026 x + 0,70712 dengan nilai R sebesar 0,9945. Dari kurva ini dapat diperoleh
konsentrasi isoniazid dalam tablet dengan perhitungan pada x intersep-nya, yaitu pada saat y
bernilai 0 (nol). Intersep yang diplotkan pada sumbu x merupakan nilai mutlak. Didapatkan
hasil konsentrasi sampel adalah 1359,845 ppm (1359,845 µg/mL) dalam 0,5 mL volume
sampel. Sehingga pada larutan stok 250 mL terkandung 339,96125 mg sampel isoniazida.
Dari mg sampel tersebut kemudian dibandingkan dengan jumlah isoniazida yang tertera pada
kemasan tablet, yakni 300 mg. Diperoleh persentase kadar sebesar 113,3204%.
Hasil pengukuran dan perhitungan ini tidak memenuhi syarat Farmakope Indonesia
IV, dimana tablet isoniazid mengandung isoniazid (C6H7N3O) tidak kurang dari 90% dan
tidak lebih dari 110%. Banyak faktor yang menyebabkan kesalahan pengukuran, yakni salah
satunya adalah penyiapan BPFI (Baku Pembanding Farmakope Indonesia) yang tidak tepat.
Seharusnya baku pembanding isoniazid ini diberi perlakuan berupa pengeringan terlebih
dahulu pada suhu 1050C selama 4 jam sebelum digunakan. Prosedur ini perlu dilakukan
karena isoniazid meskipun stabil namun perlahan-lahan dapat dipengaruhi oleh udara dan
cahaya. Penyimpanan tablet yang kurang baik (penyimpanan hanya dilakukan dalam plastik
transparan tidak tertutup rapat) juga merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi
besarnya kadar isoniazid pada tablet isoniazid yang diukur, karena seharusnya menurut
Farmakope Indonesia IV tablet isoniazid disimpan dalam wadah tidak tembus cahaya dan
tertutup baik. Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan
spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit diantaranya adalah:
1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu
larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk
warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun
kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau
sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan
kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).
Selain itu, solven yang digunakan dalam praktikum berbeda dengan solven yang
tertera dalam uji keseragaman kandungan sediaan dalam Farmakope Indonesia IV. Dalam
percobaan ini, solven yang digunakan adalah aqua destilata, sedangkan solven yang
tercantum dalam prosedur keseragaman kandungan FI IV adalah campuran asam klorida 0,1
N dan air (3 dalam 100). Dengan demikian, diperlukan adanya validasi untuk prosedur
percobaan ini.