pembangkit listrik masa depan
TRANSCRIPT
PEMBANGKIT LISTRIK TERBARUKAN
1. Pendahuluan
Setelah pulih dari krisis moneter pada tahun 1998, Indonesia mengalami
lonjakan hebat dalam konsumsi energi. Dari tahun 2000 hingga tahun 2004
konsumsi energi primer Indonesia meningkat sebesar 5.2 % per tahunnya.
Peningkatan ini cukup signifikan apabila dibandingkan dengan peningkatan
kebutuhan energi pada tahun 1995 hingga tahun 2000, yakni sebesar 2.9 %
pertahun. Dengan keadaan yang seperti ini, diperkirakan kebutuhan listrik
indonesia akan terus bertambah sebesar 4.6 % setiap tahunnya, hingga
diperkirakan mencapai tiga kali lipat pada tahun 2030. Seperti terlihat pada
Gambar
Tentunya pemerintah pun tidak tinggal diam dalam menghadapi lonjakan
kebutuhan energi, terutama energi listrik. Salah satu langkah awal yang
pemerintah lakukan adalah dengan membuat blueprint Pengelolaan Energi
Nasional 2006 - 2025 (Keputusan Presiden RI nomer 5 tahun 2006). Secara garis
besar, dalam blueprint tersebut ada dua macam solusi yang dilakukan secara
bertahap hingga tahun 2025, yaitu peningkatan efisiensi penggunaan energi
(penghematan) dan pemanfaatan sumber-sumber energi baru (diversifikasi
energi). Mengingat rasio elektrifikasi yang masih relatif rendah, yaitu 63 % pada
tahun 2005, sedangkan Indonesia menargetkan rasio elektrifikasi 95 % pada tahun
2025, maka pembahasan pada artikel ini akan lebih diarahkan pada pemanfaatan
sumber energi primer sebagai pembangkit listrik.
2. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya energi yang
berlimpah dan beragam baik yang bersumber dari fosil seperti minyak bumi,
batubara dan gas bumi. Ataupun sumber energi alternatif dan terbarukan lainnya
seperti tenaga surya, tenaga angin, tenaga air, geothermal, biomasa dan lain-lain.
Meskipun potensi sumber energi yang dimiliki berlimpah, Indonesia sampai saat
ini tetap belum bisa memenuhi kebutuhan energi dalam negerinya sendiri.
Diversifikasi energi (bauran sumber energi) merupakan suatu konsep /
strategi yang dapat dipergunakan sebagai alat (tools) untuk mencapai
pembangunan energi dan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan bauran energi
(energy mix) menekankan bahwa Indonesia tidak boleh hanya tergantung pada
sumber energi berbasis fosil, namun harus juga mengembangkan penggunaan
energi terbarukan. Kebijakan bauran energi di Indonesia perlu dikembangkan
dengan memperjelas strategi, sasaran penggunaan, jumlah pemanfaatandan
pengelolaan energi nasional, dengan mempertimbangkan potensi energi,
permintaan energi, infrastruktur energi serta faktor lainnya seperti harga energi,
teknologi, pajak, investasi dan sebagainya.
Pada tahun 2005, sumber utama pasokan energi Indonesia adalah minyak
bumi ( 54.78 % ), disusul gas bumi ( 22,24 % ), batubara ( 16.77 % ), Air ( 3.72
%) dan geothermal ( 2.46 % ). Sasaran pemerintah pada tahun 2025, diharapkan
terwujudnya bauran energi yang lebih optimal, yaitu : minyak bumi ( < 20 % ),
gas bumi ( > 30 %), batubara ( > 33 % ), biofuel ( > 5 % ), panas bumi ( > 5
% ), Energi terbarukan lainnya ( > 5 % ) dan batubara yang dicairkan ( > 2 %
)
Artikel ini akan mengkaji kelebihan dan kekurangan masing-masing
sumber energi di Indonesia. Dengan memaparkan kelebihan dan kekurangan ini,
diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk mendukung
program pemerintah dalam mengembangkan energi di Indonesia berdasarkan
blueprint pengelolaan energi nasional (Presidential degree 5, 2006). Artikel ini
merupakan salah satu upaya dan kontribusi nyata dari penulis (insinyur atau para
ahli di perguruan tinggi) untuk dapat membangun negara dan bangsa
Indonesia yang lebih bermartabat karena mampu mandiri di bidang energi.
3. Kriteria Pemilihan Pembangkit
Meskipun Indonesia memiliki banyak potensi energi yang dapat
dikembangkan menjadi pembangkit listrik, namun kenyataannya proses
realisasinya tidak semudah membalik telapak tangan. Pemilihan pembangkit
listrik bukanlah hal yang mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan secara
matang, seperti: prediksi pertumbuhan beban per tahun, karakteristik kurva beban,
keandalan sistem pembangkit, ketersediaan dan harga sumber energi primer yang
akan digunakan, juga isu lingkungan, sosial dan politik.
3.1 Karakteristik Beban
Hingga saat ini tidak ada satu alat pun yang dapat menyimpan energi listrik
dalam kapasitas yang sangat besar. Untuk itu besarnya listrik yang dibangkitkan
harus disesuaikan dengan kebutuhan beban pada saat yang sama. Apabila melihat
kurva beban harian pada Gambar 3, sebagai contoh kurva beban listrik di Pulau
Jawa, terlihat bahwa beban yang ditanggung PLN berubah secara fluktuatif setiap
jamnya.
Secara garis besar ada 3 tipe pembangkit listrik berdasarkan waktu beroperasinya.
Tipe base untuk menyangga beban-beban dasar yang konstan, dioperasikan
sepanjang waktu dan memiliki waktu mula yang lama. Tipe intermediate biasanya
digunakan sewaktu-waktu untuk menutupi lubang-lubang beban dasar pada kurva
beban, memiliki waktu mula yang cepat dan lebih reaktif. Tipe peak/puncak,
hanya dioperasikan saat PLN menghadapi beban puncak, umumnya pembangkit
tipe ini memiliki keandalan yang tinggi, namun tidak terlalu ekonomis untuk
digunakan terus-menerus.
Melihat kurva diatas pula, maka kebijakan mengenai pembangunan pembangkit
baru juga harus merefleksikan kurva beban sesuai dengan proyeksi kebutuhan
listrik dimasa depan. Maka nantinya akan terlihat berapa pembangkit yang harus
menjadi pembangkit tipe base dan berapa yang menjadi pembangkit mendukung
beban intermediate dan beban puncak.
3.2 Keandalan Pembangkit
Salah satu hal penting dari penyediaan pasokan energi listrik adalah isu
keandalan. Keandalan kapasitas pembangkit didefenisikan sebagai persesuaian
antara kapasitas pembangkit yang terpasang terhadap kebutuhan beban. Artinya
pasokan energi diharuskan selalu tersedia untuk melayani beban secara kontinyu.
Banyak faktor yang menjadi parameter keandalan dan kualitas listrik.
Diantaranya : (i) Ketidakstabilan frekuensi (ii) Fluktuasi tegangan (iii)
interupsi atau pemadaman listrik. Untuk parameter pertama dan kedua,
umumnya permasalahannya muncul di sektor transmisi atau distribusi. Sedangkan
parameter ketiga lebih banyak pada sektor pembangkitan, karena terkait masalah
pemenuhan kapasitas pasokan terhadap beban.
Metoda yang biasza digunakan untuk menentukan indeks itu adalah
dengan metoda LOLP (Loss Of Load Probability) atau sering dinyatakan sebagai
LOLE (Loss Of Load Expectation). Probabilitas kehilangan beban adalah metode
yang dipergunakan untuk mengukur tingkat keandalan dari suatu sistem
pembangkit dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya peristiwa sistem
pembangkit tidak dapat mensuplai beban secara penuh.
Banyak kegagalan pembangkit terjadi akibat tidak tersedianya sumber
energi primer. Permasalahan ketersediaan ini seringkali menimpa pembangkit-
pembangkit berbahan bakar fosil. Di Indonesia sendiri banyak pembangkit
berbahan bakar gas yang harus dioperasikan dengan bahan bakar minyak karena
langkanya ketersediaan gas untuk konsumsi pembangkit Indonesia. Atau bisa juga
karena masalah distribusi yang tersendat, seperti masalah kapal batu bara yang
tidak bisa merapat, terganggu akibat faktor cuaca. Sedangkan pada kebanyakan
pembangkit listrik energi terbarukan, ketersediaanya memang bisa dibilang cukup
menjanjikan, karena semuanya memang sudah tersedia di alam dan tinggal
dimanfaatkan saja.
3.3 Aspek Ekonomi
Pertimbangan aspek ekonomi pembangkit umumnya meliputi 3 lingkup
besar, yaitu: (i) biaya investasi awal; (ii) biaya operasional; (iii) biaya perawatan
pembangkit. Sifat ekonomis sebuah sistem pembangkit listrik dapat dilihat dari
harga jual listrik untuk setiap kWh (kilo watt kali jam). Salah satu faktor yang
mempengaruhi bahwa pembangkit listrik-ekonomis (harga jual listrik serendah
mungkin untuk setiap kWh) adalah biaya bahan bakar. Secara umum, biaya bahan
bakar untuk pembangkit berbahan bakar fosil adalah 80 % dari biaya
pembangkitan dan untuk pembangkit nuklir adalah 50 % dari biaya
pembangkitan.
3.4 Aspek Lingkungan dan Geografis
Sistem harus sesuai dengan kondisi geografis dan hubungan antarnegara. Sebuah
pembangkit dibangun mengacu pada letak geografis dan pengaruhnya terhadap
negara tetangga atau negara lain. Misalkan sebuah PLTU dioperasikan dan
mengeluarkan gas CO2 ke udara. Pengontrolan terhadap pengeluaran gas CO2
perlu di lakukan juga oleh negara tetangga atau negara lain. Di dalam hal ini, kerja
sama internasional sangat diperlukan untuk menjamin sistem berkeselamatan
andal dan ramah lingkungan.
3.5 Aspek Sosial dan Politik
Sistem harus sesuai dengan program penelitian dan pengembangan negara
itu serta terbentuknya kerja sama yang harmonis antara pemerintah dan
masyarakat untuk menjamin tingkat keselamatan sistem yang tinggi dan andal.
Kebutuhan masyarakat dan kebijakan pemerintah tentang program penelitian dan
pengembangan bidang energi harus sesuai / searah untuk menjamin perencanaan
energi nasional di masa depan berlangsung dengan baik.
Energi nasional seharusnya dapat direncanakan dan diprediksi secara
jangka pendek maupun jangka panjang dengan berdasarkan 5 kriteria
pemilihan/kompatibilitas pembangkit. Hal ini untuk menjamin sebuah sistem
pembangkit yang mendukung program energi nasional dapat beroperasi dengan
baik dan berkeselamatan. Andal agar lingkungan tidak tercemari dan hubungan
kerja sama internasional tetap berlangsung dengan baik. Berdasarkan kriteria
tersebut, perencanaan bauran energi nasional sangat diperlukan untuk
menghilangkan ketergantungan teknologi kepada salah satu jenis pembangkit,
serta menjamin keberlangsungan kebutuhan energi di masa depan.
4 Jenis-Jenis Pembangkit Terbarukan
Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 dan tahun 1979
memberikan pengalaman berharga kepada Indonesia khususnya tentang masalah
dan dampak yang terjadi akibat ketergantungan pada satu jenis energi yang
diimpor yaitu minyak bumi. Kenaikan harga minyak dunia mempengaruhi
stabilitas ekonomi Indonesia. Hal ini menyebabkan terjadinya permintaan untuk
pusat-pusat pembangkit tenaga listrik yang dapat mempergunakan jenis bahan
bakar lain. Pada saat ini terdapat 5 jenis bahan bakar untuk pembangkitan tenaga
listrik skala besar, yaitu : minyak, gas, batubara, hidro dan nuklir. Kemudian
berkembang tuntutan-tuntutan lain, yaitu keperluan peningkatan efisiensi
pembangkitan dan perlunya teknologi yang lebih bersahabat lingkungan.
Perkembangan pembangkit listrik energi terbarukan, biomasa, pasang surut dan
energi gelombang juga menjadi suatu sasaran yang penting.
4.1 Pembangkit Listrik Energi Pasang Surut
Energi pasang surut (tidal energy) merupakan energi yang terbarukan.
Prinsip kerja nya sama dengan pembangkit listrik tenaga air, dimana air
dimanfaatkan untuk memutar turbin dan menghasilkan energi listrik. Keuntungan
dari energi pasang surut ini adalah listrik yang dihasilkan bisa dimanfaatkan
secara gratis, tidak membutuhkan bahan bakar, tidak menimbulkan efek rumah
kaca, produksi listrik stabil karena pasang surut air laut bisa diprediksi. Tetapi
energi pasang surut bukanlah energi masa depan karena memiliki berbagai
kelemahan. Diantaranya adalah biaya pembuatan damnya mahal dan dapat
merusak ekosistem dipesisr pantai. Energi pasang surut diperkirakan dapat
menghasilkan listrik 500 sampai 1000 MW pertahun. Pembangkit listrik tenaga
pasang surut (PLTPs) terbesar di dunia terdapat di muara sungai Rance di sebelah
utara Perancis. Pembangkit listrik ini dibangun pada tahun 1966 dan berkapasitas
240 MW. PLTPs yang terbesar nanti akan dibangun di Korea Selatan dengan
kapasitas 300 MV yang mampu untuk mengaliri listrik untuk 200.000 rumah.
Proyek ini akan selesai tahun 2015. Energi pasang surut memanfaatkan
pergerakan air laut dalam jumlah besar (pasang surut). Seperti yang kita ketahui
pasang terjadi dua kali sehari, diperkirakan sekitar 12 jam sekali. Karena
siklusnya bisa diprediksi, maka sangat mudah untuk memanfaatkan energi pasang
surut ini. Prinsip kerja energi pasang surut sangat sederhana. Saat pasang datang
air laut masuk melewati dam melalui katup yang bisa membuka secara otomatis.
Saat pasang surut, katup yang ada di dam tertutup sehingga air laut terjebak
didalam dam. Air laut yang terjebak inilah yang dimanfaatkan untuk memutar
turbin. Pasang surut menggerakkan air dalam jumlah besar setiap harinya; dan
pemanfaatannya dapat menghasilkan energi dalam jumlah yang cukup besar.
Dalam sehari bisa terjadi hingga dua kali siklus pasang surut. Oleh karena waktu
siklus bisa diperkirakan (kurang lebih setiap 12,5 jam sekali), suplai listriknya pun
relatif lebih dapat diandalkan daripada pembangkit listrik bertenaga ombak.
Namun demikian, hanya terdapat sekitar 20 tempat di dunia yang telah
diidentifikasi sebagai tempat yang cocok untuk pembangunan pembangkit listrik
bertenaga pasang surut ombak.Pada dasarnya ada dua metodologi untuk
memanfaatkan energi pasang surut:
Gambar 4. Ketika surut, air mengalir keluar dari dam menuju laut sambil
memutar turbin.
a. Dam pasang surut (tidal barrages)
Cara ini serupa seperti pembangkitan listrik secara hidro-elektrik yang
terdapat di dam/waduk penampungan air sungai. Hanya saja, dam yang dibangun
untuk memanfaatkan siklus pasang surut jauh lebih besar daripada dam air sungai
pada umumnya. Dam ini biasanya dibangun di muara sungai dimana terjadi
pertemuan antara air sungai dengan air laut. Ketika ombak masuk atau keluar
(terjadi pasang atau surut), air mengalir melalui terowongan yang terdapat di dam.
Aliran masuk atau keluarnya ombak dapat dimanfaatkan untuk memutar turbin.
Gambar PLTPs La Rance, Brittany, Perancis.
Gambar atas menampilkan aliran air dari kiri ke kanan. Gambar sebelah kiri
bawah menampilkan proyek dam ketika masih dalam masa konstruksi. Gambar
kanan menampilkan proses perakitan turbin dan baling-balingnya.
Pembangkit listrik tenaga pasang surut (PLTPs) terbesar di dunia terdapat
di muara sungai Rance di sebelah utara Perancis. Pembangkit listrik ini dibangun
pada tahun 1966 dan berkapasitas 240 MW. PLTPs La Rance didesain dengan
teknologi canggih dan beroperasi secara otomatis, sehingga hanya membutuhkan
dua orang saja untuk pengoperasian pada akhir pekan dan malam hari. PLTPs
terbesar kedua di dunia terletak di Annapolis, Nova Scotia, Kanada dengan
kapasitas “hanya” 16 MW.
Kekurangan terbesar dari pembangkit listrik tenaga pasang surut adalah
mereka hanya dapat menghasilkan listrik selama ombak mengalir masuk (pasang)
ataupun mengalir keluar (surut), yang terjadi hanya selama kurang lebih 10 jam
per harinya. Namun, karena waktu operasinya dapat diperkirakan, maka ketika
PLTPs tidak aktif, dapat digunakan pembangkit listrik lainnya untuk sementara
waktu hingga terjadi pasang surut lagi.
b. Turbin lepas pantai (offshore turbines)
Pilihan lainnya ialah menggunakan turbin lepas pantai yang lebih
menyerupai pembangkit listrik tenaga angin versi bawah laut. Keunggulannya
dibandingkan metode pertama yaitu: lebih murah biaya instalasinya, dampak
lingkungan yang relatif lebih kecil daripada pembangunan dam, dan persyaratan
lokasinya pun lebih mudah sehingga dapat dipasang di lebih banyak
tempat.Beberapa perusahaan yang mengembangkan teknologi turbin lepas pantai
adalah: Blue Energy dari Kanada, Swan Turbines (ST) dari Inggris, dan Marine
Current Turbines (MCT) dari Inggris.
Gambar Bermacam-macam jenis turbin lepas pantai yang digerakkan oleh arus
pasang surut.
Teknologi MCT bekerja seperti pembangkit listrik tenaga angin yang
dibenamkan di bawah laut. Dua buah baling dengan diameter 15-20 meter
memutar rotor yang menggerakkan generator yang terhubung kepada sebuah
kotak gir (gearbox). Kedua baling tersebut dipasangkan pada sebuah sayap yang
membentang horizontal dari sebuah batang silinder yang diborkan ke dasar laut.
Turbin tersebut akan mampu menghasilkan 750-1500 kW per unitnya, dan dapat
disusun dalam barisan-barisan sehingga menjadi ladang pembangkit listrik. Demi
menjaga agar ikan dan makhluk lainnya tidak terluka oleh alat ini, kecepatan rotor
diatur antara 10-20 rpm (sebagai perbandingan saja, kecepatan baling-baling kapal
laut bisa berkisar hingga sepuluh kalinya). Dibandingkan dengan MCT dan jenis
turbin lainnya, desain Swan Turbines memiliki beberapa perbedaan, yaitu: baling-
balingnya langsung terhubung dengan generator listrik tanpa melalui kotak gir. Ini
lebih efisien dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan teknis pada alat.
Perbedaan kedua yaitu, daripada melakukan pemboran turbin ke dasar laut ST
menggunakan pemberat secara gravitasi (berupa balok beton) untuk menahan
turbin tetap di dasar laut.
Adapun satu-satunya perbedaan mencolok dari Davis Hydro Turbines
milik Blue Energy adalah poros baling-balingnya yang vertikal (vertical-axis
turbines). Turbin ini juga dipasangkan di dasar laut menggunakan beton dan dapat
disusun dalam satu baris bertumpuk membentuk pagar pasang surut (tidal fence)
untuk mencukupi kebutuhan listrik dalam skala besar.
Berikut ini disajikan secara ringkas kelebihan dan kekurangan dari
pembangkit listrik tenaga pasang surut:
Kelebihan:
Setelah dibangun, energi pasang surut dapat diperoleh secara
gratis.
Tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya.
Tidak membutuhkan bahan bakar.
Biaya operasi rendah.
Produksi listrik stabil.
Pasang surut air laut dapat diprediksi.
Turbin lepas pantai memiliki biaya instalasi rendah dan tidak
menimbulkan dampak lingkungan yang besar.
Kekurangan:
Sebuah dam yang menutupi muara sungai memiliki biaya
pembangunan yang sangat mahal, dan meliputi area yang sangat luas
sehingga merubah ekosistem lingkungan baik ke arah hulu maupun hilir
hingga berkilo-kilometer.
Hanya dapat mensuplai energi kurang lebih 10 jam setiap harinya,
ketika ombak bergerak masuk ataupun keluar.
4.2 Pembangkit Listrik Energi Gelombang
Energi gelombang adalah jenis energi yang bisa diperoleh dengan
memanfaatkan gelombang laut. Teknologi terbaru ini menggunakan istilah
Permanent Magnet Linear Buoy (bahasa Indonesia: Pelampung Magnet Pemanen
Linier). Teknologi yang sudah dipakai oleh kota Portland di Amerika Serikat dan
merupakan ciptaan para insinyur dari Universitas Oregon ini, selain memasok
listrik, juga mampu mendorong pertumbuhan kehidupan laut. Selain itu tidak ada
emisi gas buang CO2, tidak ada polusi suara, tidak ada polusi visual.
Prinsip kerjanya yaitu dimana Sistem pelampung ini dapat menghasilkan daya
hanya dengan mengapungkannya di permukaan lautan yang bergelombang.
Sistem ini diletakkan kurang lebih satu atau dua mil laut dari pantai, yang disebut
sebagai permanent magnet linear generator buoy. Koil elektrik mengelilingi
batang magnet di dalam pelampung dan koil tersebut ditempelkan pada
pelampung, batang magnet dikaitkan ke dasar laut. Saat ombak mencapai
pelampung, maka pelampung tersbut akan bergerak naik dan turun secara relatif
terhadap batang magnet yang menimbukan beda potensial dan listrik
dibangkitkan.
Berdasarkan hasil penelitian dari Universitas Oregon, setiap pelampung
mampu menghasilkan daya sebesar 250 kilowatt dan teknologi ini dapat
digunakan dalam skala kecil ataupun besar tergantung kepada energi yang
dibutuhakan. Ada beberapa pilihan untuk menghasilkan daya tersebut, penjelasan
di atas menggunakan teknik koil yang bergerak naik turun, tetapi bisa juga dengan
teknik batang magnet yang bergerak naik turun. Penempatan koil dan batang
magnet bisa juga ditempatkan didasar atau dipermukaan laut. Pada sistem ini bisa
disebut dengan ironless, karena menghilangkan salah satu iron yang bersifat
softmagnetic pada bagian stator. Sehingga sheer stres yang diperlukan menjadi
kecil. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah poros atau shaft atau translator
menjadi lebih berat dengan adanya magnet.
Dibandingkan dengan teknologi hijau lainnya seperti energi matahari dan
angin, energi gelombang ini memberikan ketersedian mencapai 90% dengan
kawasan yang potensial tidak terbatas, selama ada ombak, energi listrik bisa
didapat.
Sebagai perbandingan tabel di bawah ini menunjukkan keuntungan yang
didapatkan secara ekonomis dari penggunaan teknologi yang kita sebut waves of
power.
Tabel Perbandingan Total Biaya Operasi ($sen/kWh)
Pembangkit Tambahan
(1 MW)
Pembangkit Utama
(100 MW)
Teknologi Pelampung 7-10 3-4
Bahan bakar fosil Tidak ada data 3-5
Angin 10 5-6
Disel 12-100 Tidak ada data
Photovoltaic (Solar) 25-50 10-15
Sumber: http://www.oceanpowertechnologies.com/pdf/senate_hearing_paper.pdf
Di samping nilai ekonomis yang cukup menjanjikan ada hal-hal lain yang
dapat memberikan keuntungan di bidang lingkungan hidup. Disebutkan di atas
bahwa teknologi ini tidak menimbulkan polusi suara, emisi CO2, maupun polusi
visual dan sekaligus mampu memberikan ruang kepada kehidupan laut untuk
membentuk koloni terumbu karang di sepanjang jangkar yang ditanam di dasar
laut. Hal ini akan mengakibatkan berkumpulnya ikan dan binatang laut lain.
Secara umum, potensi energi gelombang laut dapat menghasilkan listrik
dapat dibagi menjadi tiga tipe potensi energi yaitu energi pasang surut (tidal
power), energi gelombang laut (wave energy), dan energi panas laut (ocean
thermal energy). Energi pasang surut merupakan energi yang dihasilkan dari
pergerakan air laut akibat perbedaan pasang surut. Energi gelombang laut adalah
energi yang dihasilkan dari pergerakan gelombang laut menuju daratan dan
sebaliknya. Sedangkan energi panas laut memanfaatkan perbedaan temperatur air
laut di permukaan dan di kedalaman.
Indonesia belum pemanfaatan energi gelombang laut sebagai sumber lis-
trik. Memang Indonesia dengan wilayahnya yang luas, memiliki potensi
mengembangkan PLTGL. Namun untuk merealisasikan hal tersebut perlu dila-
kukan penelitian lebih mendalam. Tetapi secara sederhana dapat dilihat bahwa
probabilitas menemukan dan memanfaatkan potensi energi gelombang laut dan
energi panas laut lebih besar dari energi pasang surut.
Pada dasarnya pergerakan laut yang menghasilkan gelombang laut terjadi
akibat dorongan pergerakan angin. Angin timbul akibat perbedaan tekanan pada 2
titik yang diakibatkan oleh respons pemanasan udara oleh matahari yang berbeda
di kedua titik tersebut. Dengan sifat tersebut, energi gelombang laut dapat
dikategorikan sebagai energi terbarukan.
Gelombang laut secara ideal dapat dipandang berbentuk gelombang yang
memiliki ketinggian puncak maksimum dan lembah minimum. Pada selang waktu
tertentu, ketinggian puncak yang dicapai serangkaian gelombang laut berbeda-
beda. Ketinggian puncak ini berbeda-beda untuk lokasi yang sama jika diukur
pada hari yang berbeda. Meskipun demikian, secara statistik dapat ditentukan
ketinggian signifikan gelombang laut pada satu titik lokasi tertentu.
Ketinggian dan periode gelombang tergantung kepada panjang fetch
pembangkitannya. Fetch adalah jarak perjalanan tempuh gelombang dari awal
pembangkitannya. Fetch ini dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut.
Semakin panjang jarak fetch-nya, ketinggian gelombangnya akan semakin besar.
Angin juga memunyai pengaruh yang penting pada ketinggian gelombang. Angin
yang lebih kuat akan menghasilkan gelombang yang lebih besar.
Gelombang yang menjalar dari laut dalam (deep water) menuju ke pantai
akan mengalami perubahan bentuk disebabkan adanya perubahan kedalaman laut.
Apabila gelombang bergerak mendekati pantai, pergerakan gelombang di bagian
bawah yang berbatasan dengan dasar laut akan melambat. Ini adalah akibat dari
gesekan antara air dan dasar pantai. Sementara itu, bagian atas gelombang di
permukaan air akan terus melaju. Semakin menuju ke pantai, puncak gelombang
akan semakin tajam dan lembahnya akan semakin datar. Fenomena ini yang
menyebabkan gelombang tersebut kemudian pecah.
Bila waktu yang diperlukan untuk terjadi sebuah gelombang laut dihitung
dari data jumlah gelombang laut yang teramati pada sebuah selang tertentu, dapat
diketahui potensi energi gelombang laut di titik lokasi tersebut. Potensi energi
gelombang laut pada satu titik pengamatan dalam satuan kWh per meter
berbanding lurus dengan setengah dari kuadrat ketinggian signifikan dikali waktu
yang diperlukan untuk terjadi sebuah gelombang laut.
Berdasarkan perhitungan ini dapat diprediksikan berbagai potensi energi
dari gelombang laut di berbagai tempat di dunia. Dari data tersebut, diketahui
bahwa pantai barat Pulau Sumatera bagian selatan dan pantai selatan Pulau Jawa
bagian barat berpotensi memiliki energi gelombang laut sekitar 40 kw/m.
Pada dasarnya prinsip kerja teknologi yang mengkonversi energi
gelombang laut menjadi energi listrik adalah mengakumulasi energi gelombang
laut untuk memutar turbin generator. Karena itu, sangat penting memilih lokasi
yang secara topografi memungkinkan akumulasi energi. Meskipun penelitian
untuk mendapatkan teknologi yang optimal dalam mengonversi energi gelombang
laut masih terus dilakukan.
Alternatif teknologi yang diperidiksikan tepat dikembangkan di pesisir
pantai selatan Pulau Jawa adalah teknologi Tapered Channel (Tapchan). Prinsip
teknologi ini cukup sederhana, gelombang laut yang datang disalurkan memasuki
sebuah saluran runcing yang berujung pada sebuah bak penampung yang
diletakkan pada sebuah ketinggian tertentu.
Air laut yang berada dalam bak penampung dikembalikan ke laut melalui
saluran yang terhubung dengan turbin generator penghasil energi listrik. Adanya
bak penampung memungkinkan aliran air penggerak turbin dapat beroperasi terus
menerus dengan kondisi gelombang laut yang berubah-ubah. Teknologi ini tetap
memerlukan bantuan mekanisme pasang surut dan pilihan topografi garis pantai
yang tepat. Teknologi ini telah dikembangkan sejak l985.
Alternatif teknologi pembangkit tenaga gelombang laut yang lebih banyak
dikembangkan adalah teknik osilasi kolom air (oscillating water column). Proses
pembangkitan tenaga listrik dengan teknologi ini melalui 2 tahapan proses.
Gelombang laut yang datang menekan udara pada kolom air yang diteruskan ke
kolom atau ruang tertutup yang terhubung dengan turbin generator. Tekanan
tersebut menggerakkan turbin generator pembangkit listrik. Sebaliknya,
gelombang laut yang meninggalkan kolom air diikuti oleh gerakan udara dalam
ruang tertutup yang menggerakkan turbin generator pembangkit listrik.
Variasi prinsip teknologi ini dikembangkan di Jepang dengan nama might
whale technology. Di Skotlandia, Inggris Raya, telah dibangun pembangkit tenaga
gelombang laut yang menggunakan teknologi ini. Pembangkit yang selesai
dibangun pada 2000 ini dilengkapai listrik sampai 500 kW.
Selain itu, di Denmark dikembangkan pula teknologi pembangkit tenaga
gelombang laut yang disebut wave dragon, prinsip kerjanya mirip dengan tapered
channel. Perbedaannya pada wave dragon, saluran air dan turbin generator
diletakkan di tengah bak penampung sehingga memungkinkan pembangkit
dipasang tidak di pantai.
Pembangkit-pembangkit tersebut kemudian dihubungkan dengan jaringan
transmisi bawah laut ke konsumen. Hal ini menyebabkan biaya instansi dan
perawatan pembangkit ini mahal. Meskipun demikian pembangkit ini tidak
menyebabkan polusi dan tidak memerlukan biaya bahan bakar karena sumber
penggeraknya energi alam yang bersifat terbarukan.
4.3 Pembangkit Listrik Energi Biomassa
Berbicara tentang sumber energi, biomassa merupakan salah satu alternatif.
Biomassa mengandung energi tersimpan dalam jumlah cukup banyak
Kenyataannya, pada saat kita makan, tubuh kita mampu mengubah energi yang
tersimpan di dalam makanan menjadi energi atau tenaga untuk tumbuh dan
berkembang. Pada saat kita bergerak, bahkan ketika kita berpikir pun, energi
dalam makanan akan terbakar. Dari latar belakang itulah kini mulai digali banyak
kemungkinan pemanfaatan biomassa sebagai sumber bahan bakar nabati (biofuel).
Dari bahan bakar nabati dapat dikembangkan biokerosene (minyak tanah),
biodiesel, bioetanol bahkan biopower (untuk listrik).
Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk menghasilkan biofuel
mengingat begitu besarnya sumber daya hayati yang ada baik di darat maupun di
perairan. Menurut hasil riset Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),
Indonesia memiliki banyak jenis tanaman yang berpotensi menjadi energi bahan
bakar alternatif, antara lain :
- Kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, sirsak, srikaya, kapuk : sebagai sumber
bahan bakar alternatif pengganti solar (minyak diesel)
- Tebu, jagung, sagu, jambu mete, singkong, ubi jalar, dan ubi-ubian yang
lain : sebagai sumber bahan bakar alternatif pengganti premium.
- Nyamplung, algae, azolla : kemungkinan besar dapat dijadikan sebagai
sumber pengganti kerosene, minyak bakar atau bensin penerbangan.
Beberapa diantara tumbuhan penghasil energi dengan potensi produksi minyak
dalam liter per hektar dan ekivalen energi yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Jenis Tumbuhan Penghasil Energi
Jenis Tumbuhan Produksi Minyak (Liter per Ha)
Ekivalen Energi (kWh per Ha)
Elaeis guineensis (kelapa sawit) 3.600-4.000 33.900-37.700
Jatropha curcas (jarak pagar) 2.100-2.800 19.800-26.400
Aleurites fordii (biji kemiri) 1.800-2.700 17.000-25.500
Saccharum officinarum (tebu) 2.450 16.000
Ricinus communis (jarak kepyar) 1.200-2.000 11.300-18.900
Manihot esculenta (ubi kayu) 1.020 6.600
Sumber : Business Week edisi 15 Maret 2006
Biomassa adalah satu-satunya sumber energi terbarukan yang dapat diubah
menjadi bahan bakar cair - biofuel – untuk keperluan transportasi (mobil, truk,
bus, pesawat terbang dan kereta api). Di antara jenis biofuel yang banyak dikenal
adalah biogas, biodiesel dan bioethanol.
Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat
menyerupai minyak diesel atau solar. Bahan bakar ini ramah lingkungan karena
menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan dengan diesel/solar,
yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number) yang rendah; memiliki cetane number
yang lebih tinggi sehingga pembakaran lebih sempurna (clear burning); memiliki sifat
pelumasan terhadap piston mesin; dan dapat terurai (biodegradabe) sehingga tidak
menghasilkan racun (non toxic). Menurut hasil penelitian BBPT, biodiesel bisa langsung
digunakan 100% sebagai bahan bakar pada mesin diesel tanpa memodifikasi mesin
dieselnya atau dalam bentuk campuran dengan solar pada berbagai konsentrasi mulai dari
5%. Keuanggulan biodiesel diantaranya :
1. Angka Cetane tinggi (>50), yakni angka yang menunjukan ukuran baik
tidaknya kualitas Solar berdasarkan sifaf kecepatan bakar dalm ruang
bakar mesin. Semakin tinggi bilangan Cetane, semakin cepat pembakaran
semakin baik efisiensi termodinamisnya.
2. Titik kilat (flash point) tinggi, yakni temperatur terendah yang dapat
menyebabkan uap Biodiesel menyala, sehingga Biodiesel lebih aman dari
bahaya kebakaran pada saat disimpan maupun pada saat didistribusikan
dari pada solar.
3. Tidak mengandung sulfur dan benzene yang mempunyai sifat karsinogen,
serta dapat diuraikan secara alami
4. Menambah pelumasan mesin yang lebih baik daripada solar sehingga akan
memperpanjang umur pemakaian mesin
5. Dapat dengan mudah dicampur dengan solar biasa dalam berbagai
komposisi dan tidak memerlukan modifikasi mesin apapun
6. Mengurangi asap hitam dari gas asap buang mesin diesel secara signifikan
walaupun penambahan hanya 5% - 10% volume biodiesel kedalam solar
Biodiesel membutuhkan bahan baku minyak nabati yang dapat dihasilkan dari
tanaman yang mengandung asam lemak seperti kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO),
jarak pagar (Crude Jatropha Oil/CJO), kelapa (Crude Coconut Oil/CCO), sirsak, srikaya,
kapuk, dll. Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku biodiesel. Kelapa sawit merupakan salah satu sumber bahan baku
minyak nabati yang prospektif dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia,
mengingat produksi CPO Indonesia cukup besar dan meningkat tiap tahunnya. Tanaman
jarak pagar juga prospektif sebagai bahan baku biodiesel mengingat tanaman ini dapat
tumbuh di lahan kritis dan karakteristik minyaknya yang sesuai untuk biodiesel.
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian, total
kebutuhan biodiesel saat ini mencapai 4,12 juta kiloliter per tahun. Sementara
kemampuan produksi biodiesel pada tahun 2006 baru 110 ribu kiloliter per tahun. Pada
tahun 2007 kemampuan produksi diperkirakan mencapai 200 ribu kiloliter per tahun.
Produsen-produsen lain merencanakan juga akan beroperasi pada 2008 sehingga
kapasitas produksi akan mencapai sekitar 400 ribu kiloliter per tahun. Cetak biru
(blueprint) Pengelolaan Energi Nasional mentargetkan produksi biodiesel sebesar 0,72
juta kiloliter pada tahun 2010 untuk menggantikan 2% konsumsi solar yang
membutuhkan 200 ribu hektar kebun sawit dan 25 unit pengolahan berkapasitas 30 ribu
ton per tahun dengan nilai investasi sebesar Rp. 1,32 triliun; hingga menjadi sebesar 4,7
juta kiloliter pada tahun 2025 untuk mengganti 5% konsumsi solar yang membutuhkan
1,34 juta hektar kebun sawit dan 45 unit pengolahan berkapasitas 100 ribu ton per tahun
dengan investasi mencapai Rp. 9 triliun.
Bioetanol
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari
sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol merupakan bahan
bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium. Untuk
pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang merupakan campuran antara bensin
dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia yaitu : memperbesar
basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM, menguatkan security of
supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi mengurangi
ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah, meningkatkan kemampuan
nasional dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan
global dan pencemaran udara (bahan bakar ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong
ekspor komoditi baru. Untuk pengembangan bioetanol diperlukan bahan baku
diantaranya :
Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira
aren, nira siwalan, sari-buah mete
Bahan berpati : tepung-tepung sorgum biji, jagung, cantel, sagu, singkong/
gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, suweg, umbi dahlia.
Bahan berselulosa (lignoselulosa):kayu, jerami, batang pisang, bagas, dll.
Adapun konversi biomasa sebagian tanaman tersebut menjadi bioethanol adalah
seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 2 Konversi biomasa menjadi bioethanol
Biomasa (kg) Kandungan gula (Kg)
Jumlah hasil bioethanol (Liter)
Biomasa : Bioethanol
Ubi kayu 1.000 250-300 166,6 6,5 : 1
Ubi jalar 1.000 150-200 125 8 : 1
Jagung 1.000 600-700 400 2,5 : 1
Sagu 1.000 120-160 90 12 : 1
Tetes 1.000 500 250 4 : 1
Sumber data : Balai Besar Teknologi Pati-
BPPT,2006
Pemanfaatan Bioetanol :
Sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin;
digunakan dalam bentuk neat 100% (B100) atau diblending dengan
premium (EXX)
Gasohol s/d E10 bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa (tanpa
mengharuskan mesin dimodifikasi).
Pengujian pada kendaraan roda empat di laboratorium BPPT menunjukkan
bahwa tingkat emisi karbon dan hidrokarbon Gasohol E-10 yang merupakan
campuran bensin dan etanol 10% lebih rendah dibandingkan dengan premium dan
pertamax. Pengujian karakteristik unjuk kerja yaitu daya dan torsi menunjukkan
bahwa etanol 10% identik atau cenderung lebih baik daripada pertamax. Etanol
mengandung 35% oksigen sehingga meningkatkan efisiensi pembakaran.
Biogas
Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik dengan
bantuan bakteri anaerob pada lingkungan tanpa oksigen bebas. Energi gas bio
didominasi gas metan (60% - 70%), karbondioksida (40% - 30%) dan beberapa
gas lain dalam jumlah lebih kecil. Gas metan termasuk gas rumah kaca
(greenhouse gas), bersama dengan gas karbon dioksida (CO2) memberikan efek
rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global.
Pengurangan gas metan secara lokal ini dapat berperan positif dalam upaya
penyelesaian permasalahan global.
Pada prinsipnya, pembuatan gas bio sangat sederhana, hanya dengan
memasukkan substrat (kotoran ternak) ke dalam digester yang anaerob. Dalam
waktu tertentu gas bio akan terbentuk yang selanjutnya dapat digunakan sebagai
sumber energi, misalnya untuk kompor gas atau listrik. Penggunaan biodigester
dapat membantu pengembangan sistem pertanian dengan mendaur ulang kotoran
ternak untuk memproduksi gas bio dan diperoleh hasil samping (by-product)
berupa pupuk organik. Selain itu, dengan pemanfaatan biodigester dapat
mengurangi emisi gas metan (CH4) yang dihasilkan pada dekomposisi bahan
organik yang diproduksi dari sektor pertanian dan peternakan, karena kotoran sapi
tidak dibiarkan terdekomposisi secara terbuka melainkan difermentasi menjadi
energi gas bio.
Potensi kotoran sapi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan gas bio
sebenarnya cukup besar, namun belum banyak dimanfaatkan. Bahkan selama ini
telah menimbulkan masalah pencemaran dan kesehatan lingkungan. Umumnya
para peternak membuang kotoran sapi tersebut ke sungai atau langsung
menjualnya ke pengepul dengan harga sangat murah. Padahal dari kotoran sapi
saja dapat diperoleh produk-produk sampingan (by-product) yang cukup banyak.
Sebagai contoh pupuk organik cair yang diperoleh dari urine mengandung auksin
cukup tinggi sehingga baik untuk pupuk sumber zat tumbuh. Serum darah sapi
dari tempat-tempat pemotongan hewan dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi
bagi tanaman, selain itu dari limbah jeroan sapi dapat juga dihasilkan aktivator
sebagai alternatif sumber dekomposer.
(efek rumah kaca), sehingga upaya ini dapat diusulkan sebagai bagian dari
program
Untuk pengembangan biofuel, banyak dipertimbangkan antara lain :
1. Dibandingkan dengan minyak bumi dan gas yang
ketersediaannya terbatas dan pengelolaannya dikuasai oleh pihak-pihak yang
sangat terbatas, biomassa sebenarnya relatif melimpah di Indonesia dan
masyarakat dapat memanfaatkannya secara langsung. Permasalahan yang
dihadapi adalah keterbatasan teknologi, keterbatasan lahan dan keterbatasan
pasar atau penggunanya. Selain itu, belum adanya aturan hukum yang jelas
dalam industri ini dan standar penggunaan bahan-bahan untuk biodiesel dan
bioetanol menyulitkan masyarakat dan produsen biodiesel dan bioetanol untuk
memperoleh pembiayaan dan menjalankan bisnisnya. Kurangnya jaringan
distribusi dan infrastruktur menyulitkan pemasaran biodiesel dan bioetanol di
pasar domestik. Sebagai konsekuensi, sebagian besar biodiesel dan bioetanol
yang diproduksi di Indonesia sekarang digunakan untuk pasar ekspor.
2. Dibutuhkan motor penggerak dan modal yang besar untuk
membiayai budi daya bahan baku baik dari segi pengadaan lahan, bibit, pupuk
maupun obat-obatan. Perusahaan-perusahaan besar yang bergerak dibidang
pertanian dan perkebunan diharapkan dapat menjadi motor penggerak bagi
usaha budi daya ini karena besarnya biaya budidaya dan pengembangan.
3. Adanya hambatan sosial dalam pengembangan beberapa
komoditas tanaman sumber energi, misalnya tanaman jarak, harus segera
ditangani untuk membangun rasa saling percaya antara petani jarak dengan
pengusaha sebagai pengolah biji jarak. Meskipun tanaman jarak sangat
potensial dikembangkan sebagai energi terbarukan dengan harga murah, dapat
ditanam di lahan kritis, dan dapat meningkatkan pendapatan petani, tapi belum
semua pihak menyadari potensi tersebut.
4. Terkait dengan isu ketahanan pangan (food security),
yang harus dilakukan adalah :
a. Meningkatkan produktivitas lahan melalui program intensifikasi yang
meliputi pemilihan bibit, peningkatan kualitas kultur teknis hingga
pengelolaan pasca panen. Melalui aktivitas diharapkan produktivitas
tanaman meningkat signifikan, sehingga tidak ada lagi kekhawatiran akan
kekurangan bahan pangan.
b. Meningkatkan produksi melalui ekstensifikasi atau perluasan lahan dengan
memanfaatkan lahan-lahan kritis / marjinal. Beberapa tanaman sumber
energi, misalnya jarak, cantel, jagung dan jambu mete, merupakan
tanaman yang cukup tahan kering dan mampu beradaptasi pada
lingkungan yang kurang menguntungkan. Oleh karena itu untuk
penanaman diusahakan agar jangan sampai menggeser peruntukan
tanaman pangan. Berbagai lahan marjinal yang dapat dimanfaatkan antara
lain : lahan pantai, tanah karst, bantaran sungai, atau lahan berkemiringan
curam.
c. Perlu segera dilakukan diversifikasi untuk menemukan jenis-jenis
tumbuhan baru penghasil energi. Beberapa tumbuhan yang sedang diteliti
dan dikembangkan di Indonesia antara lain : jambu mete, widuri,
kerandang, kacang-kacangan, nyamplung, algae dan masih banyak lagi.
Konversi Biomassa
Penggunaan biomassa untuk menghasilkan panas secara sederhana
sebenarnya telah dilakukan oleh nenek moyang kita beberapa abad yang lalu.
Penerapannya masih sangat sederhana, biomassa langsung dibakar dan
menghasilkan panas. Di zaman modern sekarang ini panas hasil pembakaran akan
dikonversi menjadi energi listrik melali turbin dan generator. Panas hasil
pembakaran biomassa akan menghasilkan uap dalam boiler. Uap akan ditransfer
kedalam turbin sehingga akan menghasilkan putaran dan menggerakan generator.
Putaran dari turbin dikonversi menjadi energi listrik melalui magnet magnet
dalam generator. Pembakaran langsung terhadap biomassa memiliki kelemahan,
sehingga pada penerapan saat ini mulai menerapkan beberapa teknologi untuk
meningkatkanmanfaat biomassa sebagai bahan bakar.
Beberapa penerapan teknologi konversi yaitu :
* Densifikasi
Praktek yang mudah untuk meningkatkan manfaat biomassa adalah membentuk
menjadi briket atau pellet. Briket atau pellet akan memudahkan dalam penanganan
biomassa. Tujuannya adalah untuk meningkatkan densitas dan memudahkan
penyimpanan dan pengangkutan. Secara umum densifikasi (pembentukan briket
atau pellet) mempunyai beberapa keuntungan (bhattacharya dkk, 1996) yaitu :
menaikan nilai kalor per unit volume, mudah disimpan dan diangkut, mempunyai
ukuran dan kualitas yang seragam.
* Karbonisasi
Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan orgranik menjadi
arang . pada proses karbonisasi akan melepaskan zat yang mudah terbakar seperti
CO, CH4, H2, formaldehid, methana, formik dan acetil acid serta zat yang tidak
terbakar seperti seperti CO2, H2O dan tar cair. Gas-gas yang dilepaskan pada
proses ini mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.
* Pirolisis
Pirolisis atau bisa di sebut thermolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan
menggunakan pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Proses ini sebenarnya bagian
dari proses karbonisasi yaitu roses untukmemperoleh karbon atau aran, tetapi
sebagian menyebut pada proses pirolisis merupakan high temperature
carbonization (HTC), lebih dari 500 oC. Proses pirolisis menghasilkan produk
berupa bahan bakar padat yaitu karbon, cairan berupa campuran tar dan beberapa
zat lainnya. Produk lainn adalah gas berupa karbon dioksida (CO2), metana
(CH4) dan beberapa gas yang memiliki kandungan kecil.
* Anaerobic digestion
Proses anaerobic igestion yaitu proses dengan melibatkan mikroorganisme tanpa
kehadiran oksigen dalam suatu digester. Proses ini menghasilkan gas produk
berupa metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta beberapa gas yang
jumlahnya kecil, seperti H2, N2, dan H2S. Proses ini bisa diklasifikasikan
menjadi dua macam yaitu anaerobic digestion kering dan basah. Perbedaan dari
kedua proses anaerobik ini adalah kandungan biomassa dalam campuran air. pada
anaerobik kering memiliki kandungan biomassa 25 – 30 % sedangkan untuk jenis
basah memiliki kandungan biomassa kurang dari 15 % (Sing dan Misra, 2005).
* Gasifikasi
Gasifikasi adalah suatu proses konversi untuk merubah material baik cair maupun
pada menjadi bahan bakar cair dengan menggunakan temperatur tinggi. Proses
gasifikasi menghasilkan produk bahan bakar cair yang bersih dan efisien daripada
pembkaran secara langsung, yaitu hidrogen dan karbon monoksida. Gas hasil
dapat di bakar secara langsung pada internal combustion engine atau eaktor
pembakaran. Melalui proses Fische-Tropsch gas hasil gasifikasi dapat di ekstak
menjadi metanol.
Biomassa sangat beragam jenisnya yang pada dasarnya merupakan hasil produksi
dari makhluk hidup. Biomassa dapat berasal dari tanaman perkebunan atau
pertanian, hutan, peternakan atau bahkan sampah. Biomassa (bahan organik)
dapat digunakan untuk menyediakan panas, membuat bahan bakar, dan
membangkitkan listrik, hat ini disebut bioenergi. Bioenergi berada pada level
kedua setelah tenaga air dalam produksi energi primer terbarukan di Amerika
Serikat.
Untuk kepentingan khusus, pemanfaatan biomassa menjadi solusi yang sangat
menjanjikan untuk permasalahan sampah di kota-kota besar. Pemanfaatan sampah
sebagai biomassa menjadi tenaga listrik meiaitji proses pembakaran langsung
(direct cornbustion) atau metalui proses pembuatan gas metana (gasifikasi) dapat
menjadi solusi, walaupun proyek ini lebih mahal dibandingkan proyek
pembangkit listrik lain untuk kapasitas yang setara.
Pemanfaatan energi biomassa dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dewasa ini
teknologi pemanfaatan energi biomassa yang telah dikembangkan terdiri dari :
1. Pembakaran langsung (direct combustion) dalam bentuk pemanfaatan panas.
Pemanfaatan panas biomassa telah dikenal sejak dulu seperti pemanfaatan kayu
bakar. Pemanfaatan yang cukup besar umumnya untuk menghasilkan uap pada
pembangkitan listrik atau proses manufaktur. Dalam sistem pembangkit, kerja
turbin biasanya memanfaatakan ekspansi uap bertekanan dan bertemperatur tinggi
untuk menggerakkan generator. Di industri kayu dan kertas, serpihan kayu
terkadang langsung dimasukkan ke boiler untuk menghasilkan uap untuk proses
manufaktur atau menghangatkan ruangan. Beberapa sistem pembangkit berbahan
bakar batubara menggunakan biomassa sebagai sumber energi tambahan dalam
boiler efisiensi tinggi untuk mengurangi emisi.
2. Konversi menjadi bahan bakar cair.
Dua bahan bakar bio yang paling umum adalah ethanol dan biodiesel. Ethanol
merupakan alkohol yang dibuat dengan fermentasi biomassa dengan kandungan
hidrokarbon yang tinggi seperti jagung metaldi proses yang sama untuk membuat
bir. Ethanol paling sering digunakan sebagai aditif bahan bakar untuk mengurangi
emisi CO dan asap lainnya dari kendaraan. Biodiesel merupakan ester yang dibuat
menggunakan minyak tanaman, lemak binatang, ganggang, atau bahkan minyak
goreng bekas. Biodiesel dapat digunakan sebagai aditif diesel untuk mengurangi
emisi kendaraan atau dalam bentuk murninya sebagai bahan bakar kendaraan
3. Pemanfaatan Gas Biomassa
Pemanfaatan gas biomassa skala kecil yang banyak diaplikasikan oleh masyarakat
adalah pemanfaatan gas metana hasil fermentasil yang langsung dibakar untuk
dimanfaatkan panasnya. Pada skala yang lebih maju pemanfaatan gas biomassa
dilakukan melalui sistem gasifikasi menggunakan temperatur tinggi untuk
mengubah biomassa menjadi gas (campuran dari hidrogen, CO dan metana).
Beberapa contoh pemanfaatan biomassa
Sekam padi menjadi listrik
penggunaan sekam padi pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel. Pembangkit
Listrik Tenaga Diesel (PLTD) komersial pertama yang menggunakan. bahan
bakar sekam padi berada di penggilingan padi rnifik PT (Persero) Pertani di Desa
Haurgeulis, Keeamatan Haurgaulis, Kabupaten Indramayu. PLTD berkekuatan 1
x 100 kilowatt (kw) tersebut dibangun PT Indonesia Power dan PT Pertani.
Mengubah sampah menjadi listrik
Sebenarnya sampah kota bisa diolah supaya memberikan mafaat bagi manusia.
Teknologi untuk melakukan hal tersebut sudah ada dan sudah diterapkan di
banyak kota dan negara,seperti yang terdapat di pembangkit listrik tenaga biogas
dari TPA di Perth, Western Australia Perusahaan pembangkit listrik dari TPA ini
bernama Landfill Gas and Power Pty Ltd disingkat LGP. Mulai beroperasi sejah
1993, LGP telah menjadi salah satu pemimpin di pasar energi terbarukan
Australia. Mereka bukan hanya bermain di bisnis pembangkit listrik, tapi juga
berkontribusi mengurangi emisi CO2 dan methane ke atmosfer. Political Will
Semua potensi tersebut tidak bernilai tanpa adanya dukungan dan political will
dari pemerintah serta masyarakat luas. Pembentukan tim nasional pengembangan
bahan bakar nabati (BBN) dengan menerbitkan blue print dan road map bidang
energi untuk mewujudkan pengembangan BBN merupakan langkah yang strategis
sehingga dapat dicapai kemandirian energi melalui pengembangan biomassa.
Peran serta masyarakat akan sangat membantu dalam pengimplemetasian
pengembangan tanaman penghasil bioenergi, sehingga pada akhirnya bangsa ini
mampu keluar dari krisis energi dengan pasokan energi bahan bakar nabati yang
berkelanjutan.
TUGAS MATA KULIAH
SUMBER ENERGI NON KONVENSIONAL
PEMBANGKIT LISTRIK TERBARUKAN
ENERGI PASANG SURUT
ENERGI GELOMBANG
ENERGI BIOMASSA
OLEH :
FAIZUN ALKHAIR NURDIN
D411 07 078
JURUSAN ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2012