pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas ......na menerima proposal ini. para pengguna...

13
Platform-platform Pembelajaran: Pengalaman Pembelajaran Adaptif pada Program Hutan Komunitas di Nepal 61 BAB 3 PLATFORM-PLATFORM PEMBELAJARAN: PENGALAMAN PEMBELAJARAN ADAPTIF PADA PROGRAM HUTAN KOMUNITAS DI NEPAL Ghanendra Kafle

Upload: others

Post on 26-Nov-2020

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas ......na menerima proposal ini. Para pengguna kemudian diminta untuk menggambarkan indikator yang dapat menunjukkan bahwa tujuan

Platform-platform Pembelajaran:Pengalaman Pembelajaran Adaptif pada Program

Hutan Komunitas di Nepal61

BBAABB 33

PPLLAATTFFOORRMM--PPLLAATTFFOORRMM PPEEMMBBEELLAAJJAARRAANN:: PPEENNGGAALLAAMMAANNPPEEMMBBEELLAAJJAARRAANN AADDAAPPTTIIFF PPAADDAAPPRROOGGRRAAMM HHUUTTAANN KKOOMMUUNNIITTAASS DDII NNEEPPAALL

Ghanendra Kafle

Page 2: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas ......na menerima proposal ini. Para pengguna kemudian diminta untuk menggambarkan indikator yang dapat menunjukkan bahwa tujuan

Platform-platform Pembelajaran: Pengalaman Pembelajaran Adaptif pada Program

Hutan Komunitas di Nepal63

PPLLAATTFFOORRMM--PPLLAATTFFOORRMM PPEEMMBBEELLAAJJAARRAANN:: PPEENNGGAALLAAMMAANN PPEEMMBBEELLAAJJAARRAANN AADDAAPPTTIIFF

PPAADDAA PPRROOGGRRAAMM HHUUTTAANN KKOOMMUUNNIITTAASS DDII NNEEPPAALL

Ghanendra Kafle

AbstrakMeskipun banyak keberhasilan dalam community forestry di

Nepal, kelompok pengguna hutan lokal masih menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan tanggungjawab dan daya tanggapterhadap stakeholder, pengelolaan konflik dalam dan antar-kelompok,dan pengembangan hubungan yang setara dengan organisasi luar.Sebagai hasilnya, beberapa upaya sekarang sedang dibuat untukmembangun kemitraan multistakeholder yang lebih kuat di dalamdan di antara kelompok pengguna hutan. Dengan menggunakanbahan-bahan studi kasus, saya menggambarkan tiga pendekatanyang berbeda untuk melibatkan multistakeholder, yang berkisar darijaringan kelompok pengguna hutan yang berkembang sendiri, hinggakelompok pengguna hutan yang memonitor dirinya sendiri yangdifasilitasi oleh proyek yang didanai oleh eksternal, dan hinggalokakarya yang diinisiasi secara total oleh pihak luar untuk jaringanstakeholder. Bahan-bahan kasus diambil dari pengalaman saya

Ghanendra Kafle62

Page 3: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas ......na menerima proposal ini. Para pengguna kemudian diminta untuk menggambarkan indikator yang dapat menunjukkan bahwa tujuan

Platform-platform Pembelajaran: Pengalaman Pembelajaran Adaptif pada Program

Hutan Komunitas di Nepal65

yang sama untuk tujuan yang berbeda akan mengetahui bahwamereka saling tergantung. Mereka berpendapat bahwa hal inimemerlukan ‘perluasan lembaga manusia hingga pada tingkatagregasi sosial yang bersesuaian dengan tingkat ekosistem yangmembutuhkan pengelolaan interaktif.’ Röling dan Jiggins merujukagregasi lembaga manusia ini sebagai platform, yang dapat ber -bentuk ‘pertemuan satu waktu, komite terpilih, dewan atau badanyang ditunjuk secara formal atau bahkan lembaga-lembaga pemerintah’(Röling dan Jiggins 1998:303). Masalah yang penting lainnya adalahbagaimana mencapai keterwakilan stakeholder kunci dan tanggung-jawab kepada konstituen tanpa membawa platform pada jalan buntu.Penulis-penulis ini juga menyatakan bahwa pembelajaran kolektifmerupakan unsur penting dalam pengembangan platform.Sementara fokus platform seringkali tentang proses-proses social,seperti mediasi konflik, pengembangan kelembagaan dan ke -pemimpin an, pengalaman juga memperjelas bahwa stakeholder perlumembangun pemahaman bersama mengenai sumberdaya dandinamikanya yang kompleks (Röling dan Jiggins 1998:304).

Bab ini menggambarkan tiga alat atau platform yang berbedayang muncul untuk melibatkan multistakeholder dalam pengelolaanhutan komunitas. Saya menguji proses-proses yang diikuti dan alat-alat yang digunakan dalam tiga contoh dan membahas implikasi dariproses-proses ini pada pembelajaran kolektif. Ketiga pendekatan ituadalah: (1) jaringan kelompok pengguna hutan (FUG) yang ber -kembang sendiri; (2) proses monitoring sendiri dan perencanaanpartisipatif dari FUG yang difasilitasi oleh Proyek Community ForestryNepal/Inggris (NUKCFP) atas permintaan kelompok; dan (3) sebuahlokakarya untuk jaringan multistakeholder yang difasilitasi olehNUKCFP. Bab ini juga mengkaji apa yang telah dipelajari oleh proyekmengenai penggunaan fasilitasi dalam mengembangkan keterlibatanmultistakeholder yang efektif dalam pengelolaan sumberdaya berbasiskomunitas.

Saya bekerja untuk NUKCFP dan bab ini didasarkan padahubungan dekat saya dengan orang-orang yang terlibat dalamproyek ini, juga pengetahuan saya tentang bahan-bahan internalproyek, laporan-laporan lapangan dan literatur-literatur. Ketiga studi

Ghanendra Kafle64

sendiri dalam bekerja dengan Proyek Community ForestryNepal/Inggris. Saya menganalisis peluang dan batasan-batasan darisetiap pendekatan dan menunjukkan faktor mana yang paling pentingdalam membangun platform yang efektif untuk pembelajaran ke -lembagaan yang akan membawa pada partisipasi multistakeholderyang lebih baik dan pemberdayaan community forestry.

PENDAHULUANPara akademisi dan pengelola sumberdaya sering mengutip

community forestry di Nepal sebagai program yang berhasil mem -berdayakan masyarakat lokal untuk mengelola sumberdaya hutansecara lestari. Namun, keberhasilan community forestry di Nepaltelah menyebabkan sejumlah besar persoalan dengan generasi keduayang disebabkan oleh berubahnya konteks dan kompleksitas pe -ngelolaan sumberdaya berbasis masyarakat. Permasalahan ini jugamembutuhkan tanggapan yang wajar. Satu masalah ini adalahbahwa jika masyarakat lokal berhasil meningkatkan kontrol merekaterhadap sumberdaya alam di dekatnya, organisasi-organisasi danlembaga lokal di luar masyarakat menjadi sangat tertarik untukmempengaruhi suasana dan dinamika pengelolaan sumberdaya(Ramirez 1999). Hubungan yang lebih setara dengan organisasi luarakan membantu masyarakat mempertahankan kontrol mereka.Pengelolaan konflik antar dan di dalam kelompok dan dayatanggung jawab dan daya tanggap kelompok pengguna hutan (FUG)terhadap stakeholder juga muncul sebagai bidang-bidang kunciuntuk perbaikan FUG.

Di Nepal, kami telah mencoba untuk mengatasi masalah inimelalui pengembangan kemitraan di antara multistakeholder.Kemitraan dan kolaborasi antara multistakeholder telah menjadi per-masalahan kepedulian saat ini tidak hanya di dalam proyek ini, tapidi seluruh negara. Banyak pendekatan untuk melibatkan multistake-holder sedang dicobakan oleh lembaga-lembaga eksternal yang men-dukung program community forestry, dan juga oleh masyarakat lokalsendiri.

Röling 1996 (dikutip dalam Röling dan Jiggins 1998:301) me -nunjukkan bahwa stakeholder yang menggunakan sumberdaya alam

Page 4: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas ......na menerima proposal ini. Para pengguna kemudian diminta untuk menggambarkan indikator yang dapat menunjukkan bahwa tujuan

Platform-platform Pembelajaran: Pengalaman Pembelajaran Adaptif pada Program

Hutan Komunitas di Nepal67

pelatihan yang diselenggarakan dan difasilitasi oleh Kantor HutanKabupaten (DFO), perwakilan dari Komite pengguna hutan dariVDC Bokhim menyatakan adanya kebutuhan akan sebuahmekanisme untuk menyelesaikan konflik antara FUG ini.Perwakilan dari 17 FUG karenanya berkumpul dan membentukkomite yang terdiri dari 11 orang untuk menyelesaikan konflik lokaldengan berkoordinasi dan berinteraksi dengan stakeholder danpihak-pihak yang bersangkutan. Anggota jaringan bekerja secarasukarela.

Hingga saat ini, jaringan FUG Bokhim telah memediasi konflikantara kelompok dan juga antara individu dengan kelompok.Kadang-kadang jaringan tersebut bekerja sebagai seorang advokat,yang memberi tekanan pada pihak-pihak yang berkonflik, ataudengan memberikan informasi kepada pengadilan dan kantorpendaftaran lahan untuk membantu kantor dinas sipil pemerintahdalam menyelesaikan perselisihan. Peran advokasi ini telah mem-berdayakan kelompok yang dirugikan dan mencegah elit lokaluntuk mendominasi proses mediasi konflik lahan ini. Satu contohdari pekerjaan jaringan adalah kasus pengadilan kabupaten yangdituntut oleh seseorang terhadap FUG Athaise. Dalam hal iniindividu tersebut mengklaim bahwa lahan hutan yang dikelola olehFUG adalah lahan pribadinya yang diwariskan oleh keluarganya.Dengan dukungan moral dari DFO, jaringan FUG Bokhim mampumemberikan bukti kepada hakim, yang akhirnya memutuskankemenangan bagi FUG.

Jaringan tersebut juga telah membantu menyelesaikan perse-lisihan di luar sistem pengadilan formal. Pendekatan mereka meli-puti interaksi dengan kedua pihak secara terpisah, dan juga men-jadi tuan rumah untuk pertemuan kedua pihak tersebut dengananggota jaringan yang berfungsi sebagai mediator. Jika konfliknyamengenai batas-batas dan penguasaan lahan, selain penyelesaianperselisihan itu, jaringan juga membantu pihak-pihak yang terke-na dampak untuk bantuan dari Kantor Survey Lahan Kabupaten,Komite Pembangunan Desa dan anggota staf DFO. Meskipun jar-ingan FUG Bokhim diinisiasi sendiri, kolaborasi dengan organisasilain menjadi penting dalam efektivitas mereka dalam menyelesai-

Ghanendra Kafle66

kasus ini berlokasi di distrik yang didukung oleh proyek. Satu idedasar untuk memahami pekerjaan NUKCFP adalah bahwa proses iniingin menjadi lembaga pembelajaran yang menekankan siklus pem-belajaran dari modelling, perencanaan, aksi dan refleksi sebagaima-na ditunjukkan dalam Gambar 3.1. Oleh karena itu proyek tersebutingin menciptakan peluang pembelajaran melalui platform yang telahdifasilitasinya.

Gambar 3.1 Siklus pembelajaran pengalaman NUKCFP

STUDI KASUSKasus 1: Jaringan Kelompok Pengguna Hutan Bokhim

Jaringan Kelompok Pengguna Hutan (FUG) Bokhimmerupakan jaringan dari 17 FUG yang bersifat lepas, berkembangsendiri di Komite Pembangunan Desa Bokhim di KabupatenBhojpur, salah satu kabupaten yand didukung oleh proyek (SAGUN1999) (lihat Gambar 3.2). Jaringan tersebut berkembang padaakhir 1996 sebagai respon atas konflik yang dihadapi oleh FUG.Karena sebagian besar konflik ini berhubungan dengan batas-batasatau permasalahan penguasaan lahan, pengguna hutan dihadap-kan pada kesulitan untuk mengambil hasil hutan. Pada program

(dari Roche dan Gibbon 1999)

Page 5: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas ......na menerima proposal ini. Para pengguna kemudian diminta untuk menggambarkan indikator yang dapat menunjukkan bahwa tujuan

Platform-platform Pembelajaran: Pengalaman Pembelajaran Adaptif pada Program

Hutan Komunitas di Nepal69

Gambar 3.2 Lokasi-lokasi proyek

Menurut ketuanya, jaringan ini bertujuan untuk melakukanlokakarya interaktif bekerja sama dengan Komite Pembangunan Desa,untuk stakeholder tingkat kabupaten, termasuk organisasi-organisa-si non-pemerintah dan organisasi masyarakat. Lokakarya tersebutingin membagi pengalaman dan permasalahan mengenai communityforestry dan untuk mengembangkan ide-ide baru untuk kemitraandengan NUKCFP. Hingga saat ini, kemitraan dengan NUKCFP meng-ambil bentuk animator yang disewa oleh NUKCFP, yang bertindaksebagai agen perubahan atau fasilitator dalam masyarakat dan ditu-gaskan untuk bekerja sama dengan jaringan tersebut.

Komite jaringan tersebut mengadakan pertemuan bulananuntuk merefleksikan kemajuan yang telah dibuat oleh jaringan danpelajaran yang diperoleh. Komite tersebut juga menyiapkan rencanakerja untuk bulan-bulan mendatang sebagai respons terhadap per-mintaan dari anggota kelompok pengguna hutan.

Kasus 2: Monitoring sendiri dan perencanaan partisipatif oleh FUGDhungedhara Thulopakha

Studi kasus ini merujuk pada proses monitoring sendiri dan eva-luasi partisipatif dalam kelompok pengguna hutan Dhungedhara,Kabupaten Sankhuwasabha (lihat peta). Proses tersebut diinisiasi dandifasilitasi oleh staf NUKCFP pada bulan Januari 1998, bersamadengan anggota staf dari DFO dan Range Post (Raya 1998). Proyek ter-

Ghanendra Kafle68

kan konflik.Selain pekerjaan resolusi konflik mereka, jaringan FUG

Bokhim juga mencoba membantu kelompok pengguna hutan indi-vidu untuk memperkuat struktur, tanggungjawab dan dayatanggap ke lembagaan dari organisasi mereka. Jaringan itu jugamembantu kelompok dalam memperbaiki metode mereka untukakunting keuangan, meningkatkan partisipasi mereka dalammengambil keputusan dan melembagakan interaksi antara penggu-na dan anggota komite. Mereka juga melatih anggota komite ten-tang bagaimana memfasilitasi pertemuan, mengangkat isu untukpembahasan dalam pertemuan-pertemuan dan sidang-sidang sertaberbagi pembelajaran dengan anggota jaringan yang lain. Dalamsatu kasus, jaringan membantu FUG dalam mengatasi masalahdari komite eksekutifnya yang menyelewengkan dana kelompokdengan membantu FUG untuk melembagakan sistem audit.Jaringan memberikan tekanan untuk transparansi dan perubahanyang membuat perkembangan ini terjadi. Prestasi lain dari jaring-an ini meliputi pengembangan platform baru untuk stakeholderdalam berinteraksi dan belajar dengan cara berbagi pengalaman,dan dalam melakukan kegiatan yang terkoordinasi dan kolaboratif.Jaringan itu, dengan kerja sama bersama Komite PembangunanBokhim, baru-baru ini menyelenggarakan lokakarya interaktif sela-ma tiga hari untuk mengangkat penyadaran pada lembaga-lemba-ga swasta dan publik yang berkepentingan terhadap pengelolaanhutan berbasis rakyat. Lembaga-lembaga ini meliputi ProgramPengembangan Petani Kecil, kelompok penumbuh tanaman, kelom-pok pengembangan bibit, kelompok ibu-ibu, perwakilan KomitePembangunan Desa dan perwakilan dari Kantor Konservasi Tanahdan Hutan kabupaten. Anggota dari beberapa kelompok ini sudahmenjadi anggota kelompok pengguna hutan. Jaringan mengguna-kan lokakarya itu untuk berbagi pengalaman di antara kelompok-kelompok ini dan untuk men dapatkan dukungan mereka dalammenyelesaikan masalah-masalah yang masih menggantung sehu-bungan dengan community forestry. Melalui kegiatan seperti jaring-an ini sedang mendapatkan pengakuan dari kabupaten ini.

Page 6: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas ......na menerima proposal ini. Para pengguna kemudian diminta untuk menggambarkan indikator yang dapat menunjukkan bahwa tujuan

Platform-platform Pembelajaran: Pengalaman Pembelajaran Adaptif pada Program

Hutan Komunitas di Nepal71

sama kemudian dilakukan untuk mengembangkan indikator bagimonitoring sendiri dengan FUG Dhungedhara Thulopakha. Komitekemudian membagi anggota kelompok menjadi sepuluh subkelom-pok kecil menurut kasta atau ukuran rumah tangga dengan pan-dangan untuk melibatkan paling tidak satu anggota dari setiap kelu-arga dalam diskusi kelompok kecil. Menyadari adanya kebutuhanuntuk mengembangkan pemahaman terhadap proses monitoringsendiri tersebut, diskusi kelompok kecil menggunakan metode roleplay (sandiwara) dan latihan untuk mengklarifikasi konsep-konsep.Sebagai contoh, permainan melihat cermin memberikan gambaranyang jelas tentang monitoring sendiri.

Latihan kedua mendorong para peserta untuk memikirkankelompok dan situasi hutan pada sepuluh tahun mendatang.Latihan ini dilakukan untuk menyusun indikator untuk monitoring.Sebagai contoh, kelompok tersebut memperkirakan situasi masadepan yang ideal, karena cukupnya kayu dan kayu bakar untukpengguna, konstruksi untuk kantor kelompok pengguna dan keseta-raan partisipasi oleh pengguna yang kurang beruntung dalam prosespengambilan keputusan. Saran-saran yang tidak berhubungandengan kehutanan meliputi pembangunan pipa air untuk warunghidup, pinjaman untuk melakukan kegiatan-kegiatan penghasil pen-dapatan dan peluang-peluang untuk mengembangkan keahlian.Komite pengguna menganggapnya penting untuk menggunakandana kelompok untuk kegiatan seperti ini, jika sidang para penggu-na menerima proposal ini.

Para pengguna kemudian diminta untuk menggambarkanindikator yang dapat menunjukkan bahwa tujuan ini bisa dicapaidengan berhasil. Meskipun pada awalnya ada keengganan dan rasasegan, khususnya masyarakat yang buta huruf, mereka tetapmenggambar. Sesi ini sangat interaktif dan partisipatif, tanpamemandang latar belakang kelas, jender atau pendidikan. Setiap

Ghanendra Kafle70

sebut bertujuan untuk mengembangkan sistem monitoring dan eva-luasi yang dimulai dengan pendekatan top-down, tidak-partisipatifyang secara bertahap kemudian menjadi lebih bottom-up, partisipatifdan inisiatifnya dari pengguna. Perubahan ini secara bertahap mem-berdayakan pengguna untuk mengelola FUG secara lebih baik deng-an membawa mereka pada platform pembelajaran bersama.

Satu kunci yang merubah evaluasi dan monitoring secara bot-tom-up terjadi ketika staf DFO dan staf proyek bekerja bersamamengembangkan kriteria untuk menilai kesehatan sebuah kelompokpengguna hutan. Anggota komite Thulopakha Dhungedhara dariFUG1 menjelaskan: ‘komite sering disalahkan oleh banyak penggunakarena ketidakmampuan dan ketidakefektifan kami dalam berkomu-nikasi dengan mereka dan untuk melakukan segala sesuatu denganbenar. Meskipun kita memiliki tujuan dan semangat yang baik, kamitidak mampu untuk memenuhi harapan dan kepentingan para peng-guna. Suatu hari kita menanyakan anggota staf DFO tentang kriteriayang mereka gunakan untuk mengevaluasi FUG untuk penghargaantahunan. Ini merupakan awal dialog untuk menggambarkan prosesmonitoring sendiri dan perencanan partisipatif yang digunakan olehkelompok itu.’ Anggota proyek dan staf DFO, atas permintaan komi-te, memiliki serangkaian pertemuan dengan anggota komite yangmengklarifikasi dan mengidentifikasi konsep, proses-proses danmetode-metode fasilitasi, dan perkiraan dampak yang mungkin terja-di dari kegiatan monitoring sendiri dan perencanaan partisipatif.

Gambar 3.3 Perempuanterlibat dalam diskusitentang kebutuhan danindikator hutan di masadepan

Latihan yangdirencanakan ber-

1) Kelompok Pengguna Hutan (FUG) merupakan perkumpulan dari semua pengguna dari kawasanhutan tertentu yang secara legal diberikan kepada kelompok itu. Komite FUG merupakan lem-baga eksekutifnya dengan hak-hak, kewenangan dan tanggung jawab yang pasti yangdiberikan oleh kelompok itu. Dalam sebuah kelompok terdapat 60-70 keluarga, sedangkansatu komite terdiri dari 7-11 anggota rumahtangga pengguna. Peran utama dari komite terse-but adalah untuk melaksanakan pekerjaan harian untuk melaksanakan rencana kelompok

Page 7: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas ......na menerima proposal ini. Para pengguna kemudian diminta untuk menggambarkan indikator yang dapat menunjukkan bahwa tujuan

Platform-platform Pembelajaran: Pengalaman Pembelajaran Adaptif pada Program

Hutan Komunitas di Nepal73

Nepal barat menunjukkan adanya upaya untuk menggunakanlokakarya sebagai alat untuk memfasilitasi pembelajaran kolaboratifdi antara multistakeholder untuk pengelolaan hutan berkelanjutan(Maskey et al.1999). Duapuluh lima perwakilan dari lembaga non-pemerintah, Federasi Pengguna Hutan, kantor dinas organisasiperempuan Asia Selatan dan DFO berpartisipasi dalam lokakarya itu.Lokakarya tersebut bertujuan untuk meletakkan dasar-dasarkolaborasi dengan cara mengembangkan pemahaman bersama diantara para peserta dari kekuatan organisasi dan kendala setiapkelompok dan untuk mengidentifikasi bidang-bidang yang berpotensiuntuk kolaborasi.

Lokakarya tersebut mengikuti proses yang secara logismembantu para peserta untuk melihat peluang kolaborasi, danuntuk memotivasi mereka, sehingga akan berkolaborasi satu samalain. Pendekatannya sangat positif dan berorientasi ke depan, yangberfokus pada contoh-contoh apa yang berhasil di masa lalu, bukanapa yang gagal (lihat kotak 3.1). Berdasar keberhasilan saat ini,lokakarya tersebut mengidentifikasi peluang yang mungkin untukpekerjaan-pekerjaan kolaboratif.

Para peserta pertama kali menyusun tujuan dan hasil yangdiinginkan dari lokakarya tersebut. Kemudian mereka menyepakati

Ghanendra Kafle72

kelompok kemudian menegaskan apakah gambar mereka menyam-paikan pesan yang dimaksud. Bahkan kaum buta huruf menemu-kan gambar tersebut mudah sekali dipahami (Gambar 3.3).

Langkah berikutnya adalah untuk menjajaki situasi saat ini ter-hadap indikator dari situasi harapan yang disusun sebelumnya olehkelompok itu. Simbol-simbol keempat fase munculnya bulan diguna-kan dalam latihan ini. Indikator-indikator kemudian disusun dalamkolom vertikal dan simbol fase bulan tersebut ditempatkan dalambarisan horisontal. Bulan purnama menyimbolkan kondisi yangdiinginkan, bulan hitam atau bulan baru berarti pekerjaan belumdimulai, sepertiga dari bulatan bulan yang muncul berarti pekerjaanbaru saja dimulai, dan gambar duapertiganya menunjukkan sekitar60% pekerjaan sudah diselesaikan. Latihan ini juga dilakukan deng-an cara partisipatif. Setelah menyelesaikan latihan ini, para pesertamulai berkata, ‘Oh, kita harus banyak kerja untuk mencapai bulanpurnama.’

Akhirnya, anggota komite dan perwakilan dari setiap kelompokkecil, dengan dukungan proyek dan anggota staf DFO, mengkompi-lasi indikator tersebut. Anggota komite menyajikan hasil-hasil terse-but dalam sidang para pengguna. Kemudian sidang mendukungindikator itu dengan beberapa amandemen. Sebagai hasil dari prosesini, kelompok pengguna mengembangkan rencana pengelolaanhutan yang lebih memperhatikan kaum perempuan miskin danrumahtangga yang kurang beruntung dalam kelompok itu. Kelompokpengguna menggunakan latihan ini sebagai benchmark dan baru-baru ini menyelesaikan penilaian tahunan keduanya dan meren-canakan latihan dengan kemauan mereka sendiri.

Anggota komite dari kelompok pengguna DhungedharaThulopakha sekarang ini berbagi pelajaran dengan FUG Archale yangdekat dengan lokasi itu. Anggota-anggota ini memfasilitasi prosesyang sama untuk kelompok Archale berdasar permintaan mereka.Dengan demikian, narasumber baru secara tidak langsung sudahdiciptakan di tingkat lokal.

Kasus 3: Inisiasi Kolaborasi Multistakeholder melalui lokakaryaSebuah lokakarya diinisiasi dan difasilitasi oleh NUKCFP di

Kotak 3.1 Appreciative Inquiry: pendekatan untuk berpikir ke masa depan

NUKCFP telah mengikuti pendekatan appreciative inquiry untuk mem -fasilitasi pengelolaan sumberdaya berbasis rakyat selama dua tahun terakhir ini.Srivastva dan Cooperrider (1990) menjelaskan pendekatan ini dengan me -ngatakan bahwa masyarakat mendapatkan apa yang mereka cari selama ini.Pertanyaan yang ditanyakan oleh masyarakat akan menentukan apa yang merekaterima, oleh karenanya semakin positif pertanyaan, semakin besar peluang untukmendapatkan respons yang positif.

Pendekatan tersebut memiliki tiga prinsip dasar:Prinsip Konstruktif. Pengembangan organisasi tergantung pada pemikiran

konstruktif dan melibatkan orang menuju tindakan-tindakan yang kon-struktif.

Prinsip Simultanitas. Pertanyaan dan perubahan itu saling terkait. Per -tanyaan yang kita tanyakan bisa menyusun tujuan yang ingin kita capaidan apa yang kita temukan akan membawa pada konstruksi masa depan.

Page 8: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas ......na menerima proposal ini. Para pengguna kemudian diminta untuk menggambarkan indikator yang dapat menunjukkan bahwa tujuan

Platform-platform Pembelajaran: Pengalaman Pembelajaran Adaptif pada Program

Hutan Komunitas di Nepal75

sebut. Jurnal itu bertujuan untuk mempromosikan pertukaran infor-masi dan pengalaman di antara organisasi-organisasi dan profesionalyang terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan pembangunan, dan jugameningkatkan kapasitas lokal untuk publikasi. Gugus tugas terse-but juga bertugas untuk mengadakan lokakarya tindak-lanjut.

IMPLIKASI UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI DANPEMBERDAYAAN MULTISTAKEHOLDER

Pada bagian ini saya mengkaji studi kasus ini dalam hal apayang telah dipelajari oleh NUKCFP mengenai peluang dan kendaladari setiap platform untuk meningkatkan kolaborasi dan pem -belajaran stakeholder. Saya juga membahas apa yang dipelajari olehProyek mengenai fasilitasi dalam mengembangkan keterlibatanmultistakeholder yang efektif dalam pengelolaan sumberdayaberbasis rakyat.

Peluang dan Kendala Jaringan yang berkembang sendiriJaringan FUG Bokhim berkembang dari refleksi kolaboratif

mengenai masalah yang dihadapi oleh banyak kelompok penggunahutan, dan dari kebutuhan akan platform bersama untuk memulaiide-ide inovatif. Peluang yang diciptakan oleh jaringan FUG seperti inimeliputi kemampuan untuk mengendalikan pertumbuhan sendiri

Ghanendra Kafle74

definisi operasional dari terminologi konseptual yang digunakanuntuk menggambarkan multistakeholder yang bekerja sama.Organisasi-organisasi menyamakan misi, nilai-nilai dan capaian-capaian utama. Fasilitator lokakarya membantu para peserta dalammengidentifikasi sifat-sifat aksi kolektif dan menjadi terinformasidengan konsep-konsep dan proses-proses community forestry. Lalulokakarya itu mulai mengidentifikasi potensi peran untuk pekerjaankolaboratif di antara organisasi yang berpartisipasi dan untukmengembangkan pemahaman bersama tentang karakteristik (ciri)dari kolaborasi yang baik (lihat Tabel 3.1).

Para peserta bekerja sama untuk mengembangkan rencanaaksi bagi tiap organisasi yang mengidentifikasi tugas untukdilakukan, jangka waktu, metode yang digunakan dan organisasi-organisasi diminta memberikan dukungan untuk pekerjaan tersebut.Akhirnya para peserta membuat jaringan kolaborasi. Ketua jaringanadalah juga anggota dari Federasi Pengguna Community ForestryNepal.

Sejak penutupan lokakarya, sebuah gugus tugas jaringan kola-borasi telah menyiapkan proposal untuk menerbitkan jurnal tentangupaya-upaya kolaboratif dalam pengelolaan sumberdaya dan meny-ebarkannya untuk lembaga-lembaga yang menghadiri lokakarya ter-

Karakteristik kolaborasi yang baik

� Transparansi, keterbukaan dan kejujuran� Komitmen� Saling menghormati� Umpan-balik� Komunikasi dan informasi yang efektif� Mengadopsi dan menerima perubahan yang dibuat sebagai hasil dari bergeraknyawaktu dan proses

� Proses pengambilan keputusan yang partisipatif

� Mengambil tanggungjawab� Berpikir positif dan dukungan dari donor� Pemahaman, nilai-nilai dan norma-norma bersama dan kepentingan umum

� Mobilisasi sumberdaya fisik, keuangan dan manusia

Faktor-faktor yang mempromosikan kolaborasi yang baik

� Semua pihak yang terlibat menerima manfaat dari kolaborasi itu

� Semua menunjukkan komitmenPembagian kerja dan tanggungjawab jelasdan didefinisikan dengan baik

� Fleksibilitas� Pemanfaatan sumberdaya dengan cara yang efektif

� Tanggungjawab yang diambil untuk komunikasi, kejujuran dan transparansi

� Komitmen staf yang bekerja dengan organisasi

� Rencana ke depan� Kesiapan untuk kerja, pemahaman bersama dan saling berbagi, organisasi pendukung, pikiran positif

Tabel 3.1 Karakteristik dan faktor-faktor yang mempromosikan kolaborasi yang baikPrinsip positif. Semakin positif pertanyaan yang ditanyakan orang, semakin

positif respons yang mereka terima dan semakin ingin orang untukdatang bersama dalam rangka dialog yang akhirnya akan membawamereka pada aksi kolektif untuk keuntungan semua pihak. Pendekatan inibertentangan dengan pendekatan penyelesaian konflik yang mencari akarpermasalahan, sehingga membuat orang terjebak dalam sebab danakibat, sehingga kehilangan kesempatan untuk inovasi.

Pendekatan tersebut menekankan pada usaha menemukan sesuatu yangbaik mengenai kondisi terkini, memahaminya, mendorong inovasi melalui aksikolektif, dan akhirnya mentransformasi sistem manusia dan sosial. Pendekatantersebut yakin bahwa ada faktor pemberi kehidupan pada semua organisasi danfaktor-faktor ini menstimulasi orang atau organisasi untuk bergerak majumemenuhi visi yang telah mereka kembangkan. Proses ini mengikuti satu siklus4D – discovery (temuan, yang terbaik dari ini adalah….), dream (impian, apa yangdiinginkan oleh dunia?), design (desain, apa yang harusnya ideal?) dan destiny(tujuan, bagaimana memberdayakan tim dan mencapai kelestarian?)

Page 9: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas ......na menerima proposal ini. Para pengguna kemudian diminta untuk menggambarkan indikator yang dapat menunjukkan bahwa tujuan

Platform-platform Pembelajaran: Pengalaman Pembelajaran Adaptif pada Program

Hutan Komunitas di Nepal77

kemampuan untuk membaca. Juga, karena sulitnya akses di wilay-ah-wilayah di mana banyak orang harus berjalan beberapa hariuntuk mendapatkan jalan utama, penyebaran informasi pada tingkatlokal memang bukan hal yang mudah.

Solusi untuk mengurangi kendala ini bisa berupa penempatansumberdaya untuk komunikasi melalui, misalnya, kebijakan kunjung-an silang yang mendukung inisiatif-inisiatif baru. Namun selalu adaresiko bahwa masyarakat akan kehilangan kontrol terhadap proses-proses dengan mencari dukungan eksternal. Lembaga donor dan lem-baga lainnya yang mendukung pengembangan masyarakat mungkinjuga ingin mencari jaringan yang berkembang sendiri, seperti itu seba-gai kendaraan untuk tujuan pembangunan dan kolaborasi mereka.Anggota staf DFO lokal bisa juga menggunakan jaringan ini untukmengurangi volume pekerjaannya. Lembaga-lembaga pen dukungmasyarakat juga bisa tertarik untuk mengambil keuntungan untukproses-proses yang ada dalam pengawasannya. Namun upaya-upayakolaboratif dengan lembaga eksternal juga penting bagi jaringan seper-ti ini untuk memperluas inisiatif lokal. Akan menjadi tantangan bagijaringan seperti ini untuk mendapatkan fasilitasi yang tidak mengon-trol proses-proses lokal.Peluang dan Kendala Monitoring Sendiri dan Perencanaan PartisipatifFUG yang difasilitasi oleh Organisasi luar

Fasilitasi oleh NUKCFP memampukan FUG untuk mengaksesinformasi baru mengenai monitoring. Realisasi ini dicapai melaluiinteraksi dengan anggota staf Proyek, dan juga dengan staf DFO.Fasilitasi oleh kelompok luar mungkin juga membuatnya lebihmudah bagi semua pengguna yang terlibat dan memberdayakankelompok yang kurang beruntung (misal, kaum miskin dan perem-puan). Sumberdaya tersedia dari NUKCFP untuk setiap pelatihan.Role play (sandiwara) dan permainan-permainan yang diperkenalkanoleh fasilitator merupakan pendekatan yang sangat berguna untukmengklarifikasi konsep dan untuk menciptakan suasana yang parti-sipatif. Kendala utamanya adalah bahwa monitoring dan evaluasidiperkenalkan sebagai prioritas kelompok luar dan bahwa kelompokluar mengendalikan aliran informasi dan proses-prosesnya. Namunperubahan menjadi proses monitoring yang bottom-up akhirnya akan

Ghanendra Kafle76

dan memelihara kepemilikan akan proses-proses yang mempengaruhitujuan mereka. Sebagaimana jaringan yang berkembang sendiri,mereka memiliki posisi yang bagus untuk menilai legitimasikeputusan manajemen dan kolaborasi antar-jaringan anggota secaralebih demokratis.

Kendala-kendala dari jaringan seperti ini meliputi kurangnyainsentif untuk kepemimpinan dan keanggotaan, karena kurangnyasumberdaya. Jumlah waktu yang dapat diberikan oleh seorangpimpinan untuk kegiatan jaringan tersebut sangat tergantung padajumlah insentif yang mereka terima untuk usahanya itu. Komitmenuntuk bekerja memang sangat besar, namun dari mana komitmenini berasal? Apakah kesuksesan itu cukup untuk memotivasianggota bekerja tanpa keuntungan lain? Sebagaimana ketuajaringan tersebut mengatakan “sangat sulit untuk memberikanwaktu yang cukup, karena kita keseluruhan harus memeliharapertanian kita sendiri dan bisnis rumahtangga yang lain. Olehkarenanya kami sedang berpikir untuk mendaftarkan jaringan inisebagai lembaga non-pemerintah dengan tujuan bahwa kita dapatpaling tidak memperoleh keuntungan finansial dari pekerjaan kamiini.” Meskipun mereka ingin memberikan pelayanan gratis, masalahsosial seperti jender, kesetaraan dan partisipasi mungkin akankurang dipertimbangkan, kecuali jika organisasi tersebut ditantangatau dibuat sadar akan adanya kesenjangan dalam kenyataannya.

Fasilitasi pendukung sangat penting pada keberhasilan sebuahjaringan. Saya membahas bahwa DFO Bhojpur membantu jaringanFUG Bokhim untuk menyediakan hakim kabupaten dan kantor pen-daftaran tanah dengan infomasi faktual mengenai kasus penguasaanlahan tersebut. Tanpa bantuan ini, FUG Athaise besar kemungkinanakan kehilangan kasusnya dan hutan rakyat akan menjadi milik pri-badi-pribadi. Karenanya kapasitas jaringan seperti ini perlu dijajakidan dikembangkan jika perlu.

Promosi dan perluasan inisiatif lokal juga menuntut komunika-si vertikal dan horisontal yang mapan dan sistem aliran informasiyang layak untuk konteks lokal. Saat ini semuanya serba sangat ter-batas, karena di daerah-daerah di mana para pengguna hutan itubuta huruf, maka sistem komunikasi tidak bisa didasarkan pada

Page 10: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas ......na menerima proposal ini. Para pengguna kemudian diminta untuk menggambarkan indikator yang dapat menunjukkan bahwa tujuan

Platform-platform Pembelajaran: Pengalaman Pembelajaran Adaptif pada Program

Hutan Komunitas di Nepal79

bekerja dengan lembaga itu serta hubungan personal antara anggo-ta staf merupakan faktor-faktor kunci yang memiliki dampak nyatapada kolaborasi. Sebuah proses perubahan jangka panjang diperlu-kan, yang mungkin akan menggunakan beberapa bentuk kolaborasidengan lembaga lainnya yang memberikan fasilitasi.

Karena pelaksanaan kegiatan yang diputuskan dalam lokaka-rya tersebut belum dimulai, maka tidak mungkin untuk memberikomentar secara komprehensif mengenai efektivitas lokakarya terse-but. Untuk saat ini, keberlanjutan forum kolaborasi tergantung padadukungan dari kolaboratornya dan kepemimpinan mereka. Olehkarena itu sebuah lokakarya bisa menjadi platform yang bermanfaatuntuk mempercepat perubahan dalam pola-pola kolaborasi, tetapiuntuk menjamin perubahan jangka panjang diperlukan platformyang lebih kontinu.

KESIMPULAN FUG merupakan unit yang penting untuk mengorganisir peng-

elolaan hutan rakyat di Nepal, namun dengan berjalannya waktu ter-lihat nyata bahwa jenis-jenis agregasi sosial lainnya diperlukan,antara FUG itu sendiri dan dengan organisasi lain, untuk memper-kuat kapasitas internal FUG dan membangun keterkaitan yang lebihkuat antara FUG dan kelompok lain.

Jenis platform yang berbeda akan menghasilkan jenis tujuanyang berbeda. Jaringan yang berkembang sendiri yang dikaji dalambab ini merupakan lembaga aktif yang mengurusi kebutuhan opera-sional FUG. Sebaliknya, perencanaan dan lokakarya partisipatifmerupakan platform yang lebih katalis. Ketiga platform di atas meng-akomodasi beragam pihak di mana kegiatan dan pembelajaran ber-sama dapat terjadi, di dalam FUG, antar FUG dan dengan organisa-si lain.

Dalam setiap contoh di atas platform memiliki dampak padakolaborasi dan pemberdayaan FUG. Platform memiliki dampak sege-ra pada peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang keterkaitanantara stakeholder dan peluang untuk kolaborasi. Anggota-anggotaFUG diperkuat melalui pengembangan kapasitas dan tekanan dici-ptakan untuk FUG, agar lebih bertanggungjawab dan lebih tanggap

Ghanendra Kafle78

membawa kapasitas FUG untuk berasumsi mengontrol proses-pro-ses tersebut.

Peluang dan Kendala Pendekatan LokakaryaPendekatan lokakarya sangat berbeda dari jaringan dan proses-

proses yang difasilitasi FUG yang bertujuan untuk mendapatkanpemahaman bersama di antara peserta lokakarya mengenai di manastakeholder dapat bekerja secara kolaboratif untuk meningkatkanpartisipasi para pengguna di dalam community forestry. Peluangutama dalam lokakarya bahwa lokakarya memberikan kesempatanpada kelompok untuk bertemu yang mungkin tidak akan terjadi jikalokakarya tidak ada. Dukungan dari lembaga luar juga memampu-kan pertemuan tersebut untuk kolaborasi pada skala yang lebihbesar dibanding kelompok tersebut bekerja sendiri.

Pendekatan yang melihat masa depan membantu mengurangikonflik dan ketegangan serta mengakomodasi kepentingan dan per-spektif yang berbeda (cf. Acharya et al. 1998). Lokakarya tersebutjuga membantu menciptakan semangat kebersamaan, oleh karena-nya dapat mendorong adanya kepentingan bersama. Pendekatansecara keseluruhan pada lokakarya tersebut sangat bermanfaatuntuk mengembangkan kemitraan. Dengan menekan kan pemikiranyang positif dan konstruktif lokakarya tersebut menciptakan prosesuntuk menggali kemungkinan dan peluang kolaborasi yang mengun-tungkan semua pihak. Namun demikian, kunci menuju kolaborasisebenarnya berarti menjadikan maksud baik berjalan di lapangan.Yang benar-benar dibutuhkan adalah sebuah proses untuk mengi-dentifikasi dan mempromosikan faktor-faktor ini pada organisasi-organisasi mitra kami, yang tidak cukup dibahas dalam satu lokaka-rya saja.

Masyarakat biasanya cenderung bereaksi positif dalam suasanalokakarya dan cepat membuat komitmen. Namun dalam kehidupannyata situasinya bisa berbeda, karena perubahan perilaku organisa-si tidak terjadi dengan mudah dan hubungan kerja yang baik tidakdikembangkan dengan cepat (Fowler 1997). Perbedaan yang palingpenting dalam lembaga seperti asal mereka, agenda mereka yangkurang visibel, latar belakang para pendiri dan anggota staf yang

Page 11: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas ......na menerima proposal ini. Para pengguna kemudian diminta untuk menggambarkan indikator yang dapat menunjukkan bahwa tujuan

Platform-platform Pembelajaran: Pengalaman Pembelajaran Adaptif pada Program

Hutan Komunitas di Nepal81

gantungannya pada fasilitator untuk menjaga proses itu. Platformyang berkembang sendiri mungkin bisa lestari, sedangkan k e -berlanjutan platform yang diperkenalkan oleh fasilitator luar ter -gantung pada komitmen organisasi, tujuan mereka, kepemimpinan,hubungan antara organisasi kolaborasi dan dengan sumberpendanaan dari luar, ketersediaan sumberdaya, serta keberlanjutanmasyarakat yang terlibat dalam proyek itu. Selain itu, kamimenemukan bahwa komunikasi dan aliran informasi yang berlanjutmerupakan hal penting untuk mempromosikan inovasi, untukmemperkaya pembelajaran, untuk memperluas ide-ide dan untukmenekan perubahan kebijakan. Pembelajaran sebenarnya terjadi jikakomunikasi ini ada pada tingkat pelaksanaan.

Ketiga contoh platform di atas pada awalnya dipilih untukmenunjukkan bahwa jenis agregasi sosial yang berbeda antara FUGdan organisasi lain dapat menyebabkan terjadinya pembelajarankolektif yang akhirnya membawa kolaborasi dengan multi stakehol-der yang lebih besar. Pada kasus pertama paling tidak, kolaborasimenyebabkan terjadinya platform baru utnuk pembelajaran kolektifdan demikian juga sebaliknya. Pembelajaran itu sendiri dapat mem-perkuat jika dia menggunakan pengembangan kapasitas atau peng-embangan aliansi baru. Kolaborasi itu sendiri dapat berarti prosespembelajaran jika dia bisa mengembangkan pemahaman yang lebihakan kekuatan dan kelemahan satu sama lain. Daripada memikir-kan platform sebagai titik awal untuk hubungan sebab akibat, akanlebih konstruktif untuk memikirkan dan menggunakan platformsebagai arena interaksi sosial yang dapat secara simultan mening-katkan pembelajaran, pemberdayaan dan kolaborasi di antara mul-tistakeholder. Jenis platform dan tingkat fasilitasi luar yang diperlu-kan akan tergantung pada jenis pembelajaran, pemberdayaan dankolaborasi yang ada atau yang diinginkan.

UCAPAN TERIMA KASIHSaya mengucapkan banyak terima kasih kepada: David

Edmunds, Louise Buck, Sonja Brodt, dan khususnya Jefferson Foxuntuk dukungan intelektual dan semangatnya; June Kuramoto

Ghanendra Kafle80

terhadap anggotanya. Dari berbagai pengalaman ini, kami menemu-kan bahwa kolaborasi paling baik dimulai dengan suasana informaldi mana hubungan antar pribadi stakeholder dapat dikembangkan.Keterlibatan stakeholder dalam masalah tertentu yang mempengaru-hi kehidupan bersifat lebih praktis dan berarti. Penggunaan pende-katan positif dan masa depan tampak menstimulasi lembaga untukmaju dalam merencanakan kolaborasi dengan pikiran yang lebihpositif. Yang menarik, semua platform itu juga mempunyai dampakyang membawa pada platform baru untuk aksi dan pembelajarankolektif, misalnya lokakarya baru, sistem monitoring yang baru, jur-nal dan jaringan kolaborasi.

Besarnya tingkat di mana setiap platform melibatkan fasilitasidari luar tampak mempengaruhi besarnya sumberdaya,pengetahuan dan pengaruh luar yang dibawa menjadi masalahtersendiri. Sebagai contoh, penggunaan permainan, latihan, gambar-gambar dan analogi, khususnya yang diikuti dengan pembahasanyang membantu masyarakat untuk meghubungkan permainan inidengan konteks mereka sendiri, merupakan alat yang sangat efektifuntuk menstimulasi diskusi dan untuk mendapatkan partisipasiyang aktif. Namun masyarakat lokal tidak memiliki kapasitas untukmenggunakan alat-alat ini sendiri. Mereka perlu bantuan darifasilitator luar. Tetapi keuntungan ini dibayar dengan hilangnyakepemilikan dan pemberdayaan untuk FUG. Perlu diambil ukuran-ukuran khusus, seperti transisi secara bertahap menuju monitoringyang lebih bottom up, atau pengembangan keahlian fasilitasimasyarakat, untuk menjamin adanya rasa memiliki. Oleh karena itu,masalah besarnya adalah bagaimana meningkatkan kapasitaslembaga lokal sebagai fasilitator yang efektif. Peran dari proyek-proyek yang mendukung community forestry (seperti NUKCFP)seharusnya tidak menjadi fasilitator FUG, tetapi lebih berperansebagai agen pertumbuhan yang membantu masyarakat lokal danlembaga lokal untuk tumbuh lebih kuat. Tujuan ini dapat dicapaidengan melibatkan masyarakat lokal dalam proses ini mulai dariawal dan mengajar mereka jika perlu ( NUKCFP 1997, 1998a).

Keberlanjutan dari dampak platform akan tergantung pada jenisplatform, jenis platform lanjutannya yang dihasilkan dan keter -

Page 12: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas ......na menerima proposal ini. Para pengguna kemudian diminta untuk menggambarkan indikator yang dapat menunjukkan bahwa tujuan

Platform-platform Pembelajaran: Pengalaman Pembelajaran Adaptif pada Program

Hutan Komunitas di Nepal83

governmental organisations in international development. Earthscan Publications,London.Maskey, R., Sharma, C. P. and Bania, S. 1999. Chhayamatakolagi shahakarya gosti

(Collaboration workshop for capacity growth). Nepal/UK Community Forestry Project,Baglung.“Nepal/UK Community Forestry Project (NUKCFP).” 1998a. NUKCFP concept papers.

NUKCFP, Kathmandu.“Nepal/UK Community Forestry Project.” 1998b. NUKCFP annual process report

(1997/98). NUKCFP, Kathmandu.“Nepal/UK Community Forestry Project.” 1997. NUKCFP annual process report

(1996/97). NUKCFP, Kathmandu.Ramirez, R. 1999. “Stakeholder analysis and conflict management.” In: Buckles, D.

(ed.) Conflict and Collaboration innatural resource management, 101-126.International Development Research Centre/World Bank, Ottawa, Canada,Washington, USA.Roche, N. and Gibbon, H. 1999. “The Nepal/UK Community Forestry Project: Linking

Practice with Theory in Nepal.” Presentation at natural Resource Advisors’ Conference,NUKCFP, DFID, Kathmandu, Nepal.Röling, N. 1996. “Towards an interactive agriculture science.” European Journal of

Agricultural Education and Extension, 2(4):35-48.Röling, N. G., and Jiggins, J. 1998. “The ecological knowledge system.” In: Röling,

N. G. and Wagemakers, M. A. E. (eds.) Facilitating sustainable agriculture.Participatory learning and adaptive management in times of environmental uncertain-ty, 283-311. Cambridge University Press, Cambridge, UK.Srivastva, S. and Cooperrider, D. 1990. Appreciative management and leadership:

the power of positive thought and action in organizations. Jossey-Bass Publisher, SanFrancisco.Social Action for Grassroots Unity and Networking (SAGUN) 1999. A study of col-

laboration and partnerships in Nepal. SAGUN, Kathmandu.

Ghanendra Kafle82

untuk bantuan administrasi dan logistik yang diberikan; Mary Abountuk dukungan logistiknya; Glenn Dolcemascolo; rekan saya NetraTumbahangphe dan Bharat Pokharel untuk saran-saran berharga -nya sebelum saya datang ke Hawaii; Nick Roche, Koordinator ProyekNUKCFP; dan Hugh Gibbon, Pimpinan Kawasan Proyek NUKCFP;untuk istriku Shat Kafle dan anak-anakku untuk dukungan semang-atnya; dan untuk anggota-anggota jaringan yang aktif pada tingkatlapangan; Krishna Pradhan, ketua jaringan FUG Bokhim, KrishnaYonjan dan Padam Lama, anggota yang aktif dari jaringan yangsama, dan Ram Bahadur K.C, koordinator jaringan kolaboratifBaglung. Kedua studi kasus di atas dalam bab ini didasarkan padainformasi dan bahan-bahan yang saya dapatkan dari mereka.

BAHAN RUJUKANAcharya, D. P., Shrestha, R. and Niraula, D. R. 1998. “Community forestry for all for-

ever. Report on the third community forestry national workshop.” HMG, Ministry ofForest and Soil Conservation, Department of Forest, Kathmandu.Fowler, A. 1997. Striking a balance: a guide to enhancing the effectiveness of non-

Page 13: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas ......na menerima proposal ini. Para pengguna kemudian diminta untuk menggambarkan indikator yang dapat menunjukkan bahwa tujuan

Ghanendra Kafle84