pemberian latihan batuk efektif dengan intervensi...
TRANSCRIPT
PEMBERIAN LATIHAN BATUK EFEKTIF DENGAN INTERVENSI
NEBULIZER TERHADAP PENURUNAN FREKUENSI BATUK
PADA ASUHAN KEPERAWATAN An. A DENGAN ASMA
BRONCHIALE DI RUANG MELATI 2 RUMAH SAKIT
Dr. MOEWARDI SURAKARTA
DI SUSUN OLEH:
DIAN NUR RAHMAWATI S
NIM.P.13078
PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i
PEMBERIAN LATIHAN BATUK EFEKTIF DENGAN INTERVENSI
NEBULIZER TERHADAP PENURUNAN FREKUENSI BATUK
PADA ASUHAN KEPERAWATAN An. A DENGAN ASMA
BRONCHIALE DI RUANG MELATI 2 RUMAH SAKIT
Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
DIAN NUR RAHMAWATI S
NIM.P.13078
PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bwah ini:
Nama : Dian Nur Rahmawati Sholikah
NIM : P13078
Progam Studi : DIII Keperawatan
Judul Proposal Karya Ilmiah : Pemberian Latihan Batuk Efektif Dengan
Intervensi Nebulizer Terhadap Penurunan
Frekuensi Batuk Pada Asuhan Keperawatan Anak
Dengan Asma Brochiale Di Ruang Rumah Sakit
Dr.Moewardi Surakarta
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 19 Desember 2015
Yang Membuat Pernyataan
Dian Nur Rahmawati S
NIM. P.13078
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
NAMA : Dian Nur Rahmawati Sholikah
NIM : P13078
Progam Studi : D III Keperawatan
Judul : Pemberian Latihan Batuk Efektif Dengan Intervensi
NebulizerTerhadap Penurunan Frekuensi Batuk Pada Asuhan
Keperawatan An. A Dengan Asma Bronchiale Di Ruang Rumah
Sakit Dr.Moewardi Surakarta
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari / Tanggal : Selasa / 24 Mei 2016
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ns.Meri Oktariani,M.Kep ( )
NIK : 200981037
Penguji I : Ns. Amalia Senja, M.Kep ( )
NIK. 201189090
Penguji II : Ns. Meri Oktariani, M.Kep ( )
NIK. 200981037
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKES Kusuma Husada Surakarta
Ns.Meri Oktariani,M.Kep
NIK : 200981037
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat, rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dengan judul “Pemberian Latihan Batuk Efektif Dengan Intervensi Nebulizer
Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk pada Asuhan Keperawatan An. A dengan
Asma Bronchiale Di Ruang Melati 2 Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan,
pembimbing, penguji yang telah memberikan kesempatan untuk dapat
menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta dan yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
2. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Progam Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Amalia Senja. M.Kep selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Semua dosen Progam studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
5. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
6. Kakakku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk
menyelesaikan pendidikan.
v
7. Teman-teman Mahasiswa Progam Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasusu ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, Mei 2016
Dian Nur Rahmawati Sholikah
vi
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Kuisioner tindakan penelitian frekuensi batuk ...............................34
2. Table 2 Prosedur tindakan latihan batuk efektif ..........................................37
3. Table 3 Alat ukur .........................................................................................38
vii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 Kerangka teori ............................................................................... 35
2. Gambar 2 Genogram ...................................................................................... 41
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
1. Usulan Judul
2. Surat Pernyataan
3. Lembar Konsultasi
4. Loog Book
5. Lembar Pendelegasian
6. Jurnal
7. Asuhan Keperawatan
8. Lembar Observasi
9. Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Asma bronchiale adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada paru,
yang dikaraktersir oleh adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang
bersifat reversible, baik secara spontan maupun dengan
pengobatan,peradangan pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan nafas
terhadap berbagai rangsangan (hiper-responsivitas) obstruksi pada saluran
nafas bisa disebabkan oleh spasme kontraksi otot polos bronkus,oedema
mukosa bronkus, sekresi kelenjar bronkus meningkat. Serangan asma pertama
kali menyerang otot bronchus sehingga saluran nafas menjadi spasme, lalu
terjadi hyperemia oleh karena adanya peradangan dinding mucosa dari
bronchus. Produksi mucosa/lendir yang kental dan lengket meningkat dan
bisa menyumbat bronchus sehingga ventilasi alveolus berkurang. Penyebab
asma bronchiale belum jelas namun diduga akibat dari hiperreaksi bronkus
dan rangsangan dari luar berupa allergen yang merupakan faktor dari
lingkungan, radang saluran pernafasan dan bronkokonstriksi menyebabkan
saluran pernafasan menyempit dan sesak nafas/sukar bernafas yang diikuti
dengan suara “wheezing” (bunyi yang meniup sewaktu mengeluarkan
udara/nafas), (Putri, dkk 2013).
2
Asma Bronchiale merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai
pada anak maupun dewasa di negara berkembang maupun negara maju. Sejak
dua dekade terakhir, dilaporkan bahwa prevalensi meningkat pada anak
maupun dewasa. Prevalensi total asma bronkial di dunia diperkirakan 7,2 %
(6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi
pada tiap negara dan bahkan perbedaan juga didapat antar daerah di dalam
suatu negara. Prevalensi asma bronchiale di berbagai negara sulit
dibandingkan, tidak jelas apakah perbedaan angka tersebut timbul karena
adanya perbedaan kriteria diagnosis atau karena benar-benar terdapat
perbedaan (IDAI, 2010). Prevalensi penyakit pada tahun 2007 mendapatkan
bahwa prevalensi penyakit asma bronchiale di Indonesia adalah sebesar
3,32%. Sedangkan, laporan kasus penyakit tidak menular pada dinas
kesehatan Jawa Tengah khusus penderita asma bronchiale dari beberapa
rumah sakit tahun 2005 sebanyak 6.315 penderita, tahun 2006 sebanyak 6.579
penderita, sedangkan pada tahun 2007 sampai pada bulan Maret sebanyak
2.958 dan pada tahun 2007 sebanyak 89 penderita asma bronchiael anak
(Dinkes Jateng, 2007). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah, prevalensi kasus asma bronchiale pada tahun 2012
sebesar 0,42% dengan prevalensi tertinggi di Kota Surakarta sebesar 2,46%
(Dinkes Surakarta, 2012). Data di dapat dari studi terdahulu di RSUD Dr.
Moewardi tanggal 13 Januari 2016, pada tahun 2012 ada 136 asma
bronchiale, pada tahun 2013 ada 109 asma bronchiale, pada tahun 2014 ada
147 asma bronchiale dan pada tahun 2015 ada 105 asma bronchiale.
3
Penyakit asma sampai saat ini tergolong penyakit yang tidak dapat
disembuhkan. Jika penanganan terlambat penyakit ini dapat menimbulkan
berbagai komplikasi bagi penderita. Adapun komplikasi dari penyakit asma
dalam jangka yang lama mampu mengakibatkan bronchitis
kronik,pneumonia, pneumotoraks bahkan mampu menyebabkankor pulmonal
dan gagal jantung, bahkan dapat menyebabkan kematian, karena kurangnya
pengetahuan pasien dan masyarakat tentang asma dan menganggap asma
merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, kurangnya upaya untuk
melaksanakan pencegahan serangan asma di rumah, serta belum terlihat
adanya usaha yang baik dalam mengontrol dan menghindari alergen. Hal ini
yang mengakibatkan kekambuhan pada pasien asma (Sundaru, 2006).
Jika Asma Bronchiale tidak segera diatasi dapat memunculkan
diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
sekresi mucus kental dan batuk tidak efektif; gangguan pertukaran gas yang
berhubungan dengan ventilasi perfusi; ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan bronkospasme; resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama atau imunitas;
hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme (Muttaqin
2014).
Menurut Muttaqin (2014), diagnosa keperawatan yang sering muncul
pada pasien dengan asma bronchiale adalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas, karena dalam pernafasan ada suara nafas tambahan “wheezing” akibat
batuk berlebihan di sertai dengan lendir yang kental.Sedangkan Asuhan
4
Keperawatan pada anak Asma Bronchiale adalah membantu anak untuk
pengeluaran dahak/sekret yang menempel. Seorang perawat dapat
mengimplementasikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak
asma Bronchiale. Perawat dapat mencapai tujuan dari asuhan keperawatan
sehingga diharapkan penumpukan sekret pada anak dapat berkurang secara
optimal.
Perawat di ruang rawat inap harus dapat melakukan perawatan dengan
baik agar pola pernafasan anak meningkat dan frekuensi batuk anak menurun.
Perawat selalu mengobservasi pola pernafasan pada anak asma bronchiale
dan mencari metode perawatan pada asma bronchiale yang sesuai dengan
perkembangan yang ada pada saat sekarang ini, tidak hanya dengan cara
farmakologi perawat juga harus mampu mencari metode non farmakologi,
cara non faramakologi itu juga yang sudah di rekomendasikan oleh pakar
kesehatan yang berkembang pada saat ini (Muttaqin,2014).
Pada kasus asma bronchiale ini dapat diatasi dengan cara farmakologi
dan non farmakologi, dengan cara farmakologi memberikan terapi nebulizer
pada anak asma bronchiale (Muttaqin,2008) dan cara non farmakologi
dengan terapi batuk efektif merupakan terapi yang sudah dikenal sejak dulu.
Batuk efektif di Indonesia sudah diketahui secara turun-temurun. Terapi
batuk efektif pada anak merupakan gerakan menepuk-nepuk pada bagian
tertentu. Dari hasil kesimpulannya terapi batuk efektif dapat menurunkan
frekuensi batuk pada anak asma bronchiale (Putri,dkk 2013).
5
Berdasarkan hasil pengkajian yang di lakukan penulis pada An.
Adengan Asma Bronchiale, di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi
Surakarta. Menindaklanjuti hasil penelitian yang di lakukan Herdyani dkk
(2013), berdasarkan referensi, serta hasil pengkajian yang di lakukan oleh
penulis maka, penulis tertarik untuk melakukan aplikasi jurnal mengenai
Pemberian Latihan Batuk Efektif Dengan Intervensi Nebulizer Terhadap
Penurunan Frekuensi Batuk pada An. A dengan Asma Brochiale di Ruang
Melati 2 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan meliputi :
1. Tujuan Umum
Untuk mengaplikasikan tindakan pemberian latihan batuk efektif
dengan intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi batuk pada
asuhan keperawatan An. A dengan Asma Bronchiale di Ruang Anak
Melati 2 Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada An. A dengan Asma
Bronchiale.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. A
dengan Asma Bronchiale.
6
c. Penulis mampu menyusun intervensi keperawatan pada An. A
dengan Asma Bronchiale.
d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada An.
Adengan Asma Bronchiale.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada An. A dengan
Asma Bronchiale.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian latihan batuk efektif
dengan intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi batuk
pada An. A dengan Asma Bronchiale.
C. Manfaat Penulisan
Dari penulisan ini diharapkan agar dapat memberikan sesuatu yang
bermanfaat dan berharga bagi :
1. Institusi Rumah Sakit.
Agar hasil penulisan ini dapat dijadikan intervensi tindakan pemberian
latihan batuk efektif dengan intervensi nebulizer terhadap penurunan
frekuensi batuk dengan Asma Bronchiale.
2. Institusi Pendidikan
Agar hasil penulisan ini dapat dijadikan pembelajaran di bidang
keperawatan mengenai pemberian latihan batuk efektif dengan intervensi
nebulizer terhadap penurunan frekuensi batuk dengan Asma Bronchiale.
3. Pasien
7
Agar pasien dapat mengetahui pengertian, penyebab, dan pengobatan
tentang Asma Bronchiale dapat juga memberi pengetahuan bagi pasien.
4. Penulis
Untuk mengetahui tindakan pemberian latihan batuk efektif dengan
intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi batuk dengan Asma
Bronchiale.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1. Asma Bronchiale
a. Pengertian Asma
Asma bronchiale merupakan penyakit saluran pernapasan
obstruktif yang ditandai inflamasi saluran dan spasme akut otot polos
bronkiolus. Kondisi ini menyebabkan produksi mukus yang
berlebihan dan menumpuk menyebabkan penyumbatan aliran udara,
dan penurunan ventilasi alveolus. Asma bronchiale adalah penyakit
radang/inflamasi kronik pada paru, yang dikaraktersir oleh adanya
penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat reversible, baik
secara spontan maupun dengan pengobatan, peradangan pada jalan
nafas, dan peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai
rangsangan (hiper-responsivitas obstruksi pada saluran nafas bisa
disebabkan oleh spasme kontraksi otot polos bronkus,oedema
mukosa bronkus, sekresi kelenjar bronkus meningkat
(Putri,dkk,2013).
b. Etiologi
Menurut Nursalam (2005), etiologi dari asma bronchial
belum diketahui, tapi ada beberapa faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronchial:
9
1) Faktor predisposisi
Genetik adalah faktor predisposisi dari asma bronchiale
yang diturunkan berupa alerginya, meskipun belum diketahui
cara penurunannya karena dengan adanya alergi ini, penderita
akan sangat mudah terkena penyakit asma bronchiale jika
terpapar dengan faktor pencetusnya.
2) Faktor presipitasi
a) Allergen
allergen dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
(1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernafasan,
contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, sporajamur,
bakteri, dan polusi.
(2) Ingestan, yang masuk melalui mulut, contoh: makanan
dan obat-obatan.
b) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti : musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal yang berhubungan dengan arah
mata angin adalah debu dan serbuk bunga.
c) Stress
10
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus
serangan asma, selain itu juga bisa memperberta serangan
asma yang sudah ada. Jika stress masih belum bisa diatasi
maka gejala asma juga belum bisa diobati.
d) Olahraga/aktifitas fisik yang berlebihan
Asma yang timbul karena aktifitasfisik terjadi bila
seseorang mengalami gejala-gejala asma selama atau
setelah berolahraga atau melakukan aktifitas. Pada saat
penderita dalam keadaan istirahat, penderitaakan bernafas
melalui hidung. Sewaktu udara bergerak melalui hidung,
udara itu dipanaskan dan menjadi lembab. Saat melakukan
aktifitas, pernafasan terjadi melalui mulut, nafasnya
semakin cepat dan volume udara yang dihirup bertambah
banyak. Hal ini dapat menyebabkan otot yang peka di
sekitar saluran pernafasan mengencang sehingga saluran
udara menjadi lebih sempit, yang menyebabkan bernafas
menjadi lebih sulit sehingga terjadilah gejala-gejala asma.
Sebagian besar penderita asma akan menyebabkan bernafas
menjadi lebih sulit sehingga terjadilah gejala-gejala asma
(Muzayin, 2006).
11
c. Klasifikasi Asma
Menurut Sundaru,2006, klasifikasi Asma Bronchiale dibuat
berdasarkan rangsangan utama yang membangkitkan atau
rangsangan yang berkaitan dengan episode akut. Berdasarkan
stimuli yang menyebabkan asma, dua kategori timbal balik dapat
dibagi menjadi 2 yaitu :
(1) Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik, sebagian besar ditemukan pada pasien anak.
Jenis asma ini disebabkan oleh alergen. Gejala awal dapat
berupa hay fever atau ekzema yang timbul karena alergi
(imunologi individu peka terhadap alergen)dan dalam keadaan
atopi. Alergen yang menyebabkan asma ini biasanya berupa
protein dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus
binatang, kain pembalut, atau yang lebih jarang terhadap
makanan seperti susu atau coklat. Perlu diketahui meskipun
alergen tersebut dalam jumlah yang sedikit, tetap dapat
menyerang asma pada anak. Namun demikian, jenis asma ini
dapat sembuh seiring dengan pertumbuhan usia.
(2) Asma intrinsik
Asma intrinsik atau idiopatik, sering tidak ditemukan faktor
pencetus yang jelas. Faktor yang non spesifik seperti flu biasa,
latihan fisik, atau emosi, dapat memicu serangan asma. Asma
intrinsik cenderung lebih lama berlangsung dibandingkan
12
dengan asma ekstrinsik. Asma intrinsik ini lebih sering timbul
pada individu yang usianya di atas 40 tahun. Biasanya,
penderita asma ini juga terserang polip hidung, sinusitis
berulang, dan obstruksi saluran pernafasan berat yang
memberikan respon pada aspirin yang telah dicampur dalam
berbagai macam kombinasi. Serangan asma ini berlangsung
lama dan disertai adanya mengi tanpa faktor atopi. Terjadinya
serangan asma yang terus menerus dapat menyebabkan
bronkitis kronik dan emfisema.
d. Manifestasi klinis
Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma
Bronchialeadalah batuk, dispnea, dan wheezing. Serangan
seringkali terjadi pada malam hari. Asma biasanya bermula
mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai
dengan pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah
dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien unutk
duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori
pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea.
Serangan Asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa
jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun serangan asma
jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinue yang lebih
berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam
hidup (Smeltzer, 2011).
13
e. Patofisiologi
Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan
napas difus reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga
reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos baik saluran napas,
pembengkakan membrane yang melapisi bronchi, pengisian
bronchi dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronchi
dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara
terperangkap didalam jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE)
kemudian menyerang sel-sel masuk dalam paru. Pemajanan ulang
terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody,
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator)
seperti histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis
dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator
ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar
jalan napas, menyebabkan 23 bronkospasme, pembengkakan
membran mukosa, dan pembentukan mucus yang sangat banyak.
Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis
terletak dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergic dirangsang,
terjadi bronchi konstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β-
adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan
14
β- adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine
monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan
penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator
kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel masuk bronkokonstriksi.
Stimulasi reseptor β- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP
yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabakan
bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan
β- adrenergik terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya,
asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi
dan konstriksi otot polos (Smeltzer & Bare,2008).
f. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang
mungkin timbul adalah :
a) Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam
rongga pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan
dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih
lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
b) Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”,
juga dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu
kondisi dimana udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan
pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh
15
trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari
paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada.
c) Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-
paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun
bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
d) Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang
disebabkan oleh jamur dan tersifat oleh adanya gangguan
pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan
lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi
Aspergillus sp.
e) Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap
karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju
konsumsioksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-
sel tubuh.
f) Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana
lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang
kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga
terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita
16
merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan
lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena
sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
g. Penatalaksanaan
1) Pengobatan Farmakologi
Menurut Muttaqin (2014), pengobatan Asma Bronchiale
diarahkan terhadap gejalagejala yang timbul saat serangan,
mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan
keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai
macam pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi
bronkus. Terapi awal, yaitu:
a) Memberikan oksigen pernasal.
b) Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral
2,5mg atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan
pemberianyang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam.
Pemberianantagonis beta 2 adrenergik dapat secara
subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg
dalam larutan dekstrose 5%.
c) Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah
menggunakanobat ini dalam 12 jam sebelumnya maka
cukup diberikan setengah dosis.
d) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika
tidakada respon segera atau dalam serangan sangat berat.
17
e) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas,
termasuk didalamnya golongan beta adrenergik dan anti
kolinergik.
2) Pengobatan Non Farmakologi
Menurut Muttaqin (2014), pengobatan Asma Bronchiale adalah
:
a) Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk
mengeluarkan sputum dengan baik.
b) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
c) Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler).
d) Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari.
e) Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari.
f) Hindarkan pasien dari faktor pencetus.
2. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada Anak dengan Asma Bronchiale.
Asuhan keperawatan merupakan bentuk layanan keperawatan
profesional kepada klien dengan metodologi proses keperawatan.
Asuhan keperawatan di berikan untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar
klien pada semua tingkat usia dan tingkatan fokus. Proses keperawatan
merupakan metode ilmiah sistematik yang digunakan dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien guna mencapai dan
mempertahankan keadaan bio-sosio-spiritual yang optimal
(Muttaqin,2014)
18
a. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang
klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah,
kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien,baik fisik, mental
sosial dan lingkungan pengkajian yang di lakukan pada anak Asma
Bronchiale menurut Muttaqin (2014) antara lain :
1) Keluhan Utama pada Asma Bronchiale adalah sesak napas,
bernapas terasa berat pada dada, dan adanya keluhan sulit
untuk bernapas.
2) Anamnesis nama, umur, dan jenis kelamin pasien.
3) Riwayat penyakit Saat ini
Pasien dengan riwayat serangan asma datang mencari
pertolongan. Dengan keluhan sesak napas dan adanya suara
napas tambhan “wheezing”.
4) Riwayat penyakit dahulu
Pasien apakah mempunyai riwayat penyakit yang sama pada
dahulu atau penyakit yang lain sebagai pencetus serangan.
5) Riwayat penyakit keluarga
Pada pasien tersebut adakah keluarga yang memiliki penyakit
yang sama dengan pasien.
6) Pengkajian Psiko-sosio-kultural
19
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan
pada klien dengan asma bronchiale. Status ekonomi
berdampak pada asuransi kesehatan perubahan mekanisme
peran dalam keluarga. Gangguan emosional sering dipandang
sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma baik gangguan
itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar, sampai
lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat
lebih berpotensial mengalami serangan asma. Berada dalam
keadaan yatim piatu, mengalami ketidakharmonisan hubungan
dengan orang lain, sampai mengalami ketakutan tidak dapat
menjalankan peranan seperti semula.
7) Pola Resepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup
normal sehingga klien asma harus mengubah gaya hidupnya
sesuai kondisi yang tidak akan menimbulkan serangan asma
8) Pola Hubungan dan Peran
Gejala asma dapat membatasi klien untuk menjalani
kehidupannya secara normal.Klien perlu menyesuaikan
kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik di
lingkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan
kerja serta perubahan peran yang terjadi setelah klien
mengalami serangan asma.
9) Pola Persepsi dan Konsep Diri
20
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya.
Persepsi yang salah dapat menghambat respons kooperatif
pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan
menjadi stressor dalam kehidupan klien. Semakin banyak
stressor yang ada pada kehidupan klien dengan asma dapat
meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.
10) Pola Penanggulangan Stres
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor intrinsic
pencetus serangan asma. Oleh karena itu, perlu dikaji
penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh stress
terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap
stressor.
11) Pola Sensorik dan Kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan memengaruhi
konsep diri klien dan akhirnya memengaruhi jumlah stressor
yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan
asma berulang pun akan semakin tinggi.
12) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia
dipercaya dapat meningkatankan kekuatan jiwa klien.
Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri
kepada-Nya merupakn metode penanggulangan stress yang
konstruktif.
21
13) Pengkajian Fisik
a) Inspeksi
Pada pasien terlihat adanya usaha dan frekuensi pernapasan,
serta menggunakan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada
terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan,
adanya peningktan diameter anteroposterior, retraksi otot-
otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan frekuensi
pernapasan.
b) Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil
fremitus normal.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafrgma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi,
dengan bunyi napas tambahan utama wheezing pada akhir
ekspirasi.
14) Blood
Pengkajian pada dampak asma pada status kardiovaskuler
meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan
CRT.
22
15) Brain
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran pasien perlu dikaji. Di
samping itu, di perlukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan
tingkat kesadaran klien apakah composmentis, somnolen, atau
koma.
16) Bladder
Pengkajian volume output urine perlu dilakukan karena
berkaitan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu
memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok.
17) Bowel
Pengkajianbentuk, turgor, nyeri dan tanda-tanda infeksi,
mengingat hal-hal tersebut juga dapat merangsang serangan
asma. Pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi jumlah,
frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. Pada klien dengan sesak napas sangat potensial
terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini
karena terjadi dipnea saat makan, laju metabolism, serta
kecemasan yang dialami klien.
18) Bone
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, dan tanda-tanda
infeksi pada ekstermitas karena dapat merangsang serangan
asma. Pada integument perlu dikaji adanya permukaan yang
23
kasar, kerting, kelaian pigmentasi, turgor kuylit, kelembapan,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan
adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut,
dikaji warna rambut, kelembapan, dan kusam. Perlu dikaji pula
tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi
berapa lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat
kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak, dan
ortopnea dapat memengaruhi pola tidur dan istirahat klien.
Perlu dikaji pula tentang aktivitas keseharian klien seperti
olahraga, bekerja, dan aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga
dapat menjadi faktor pencetus asma yang disebut dengan
exercise induced asma
19) Pemeriksaan diagnostic
Pengukuran fungsi paru (Spirometri) pengkuran ini dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilatori aerosol
golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukan diagnosis asma.
20) Tes Provokasi Bronkhus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV
sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut
jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermakna bila
menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
21) Pemeriksaan Kulit
24
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang ada
dalam tubuh.
22) Pemeriksaan Laboratorium
a) Analisa Gas Darah (AGD/Astrup).
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat
hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
b) Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan
asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang
menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga
terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya.
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara
tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap
pengobatan telah tepat.
c) Sel eosinofil.
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat
mencapai 1000-1500/mm³ baik asma intrinsik ataupun
ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara
100-120/mm³. perbaikan fungsi paru disertai penurunan
hitung jenis sel eosinofil menunjukan pengobatan telah
tepat.
d) Pemeriksaan darah rutin dan kimia.
25
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm³ terjadi
karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat
disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
23) Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorax hasil pemeriksaan pada foto thorax pada klien
asma bronchiale biasanya normal, tetapi prosedur ini haris
tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti
pneumothorax, pneumomediastium, atelaktasis, dan lain-lain.
b. Diagnosa Keperawatan
Menurut Muttaqin (2014) Diagnosa keperawatan merupakan
keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat
tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan
pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status
kesehatan klien.iagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien
dengan Asma Bronchiale ada 5 yaitu :
a) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
adanya serta sekresi mucus kental dan batul yang tidak efektif.
26
b) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ventilasi
perfusi.
c) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi.
d) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama atau imunitas.
e) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
c. Perencanaan
Perencanaan atau intervensi adalah suatu proses di dalam
pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu
apa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan. Merupakan
tahap ketiga dari proses keperawatan dimana perawat menetapkan
tujuan dan hasil yang di harapkan bagi pasien di tentukan dan
merencanakan intervensi keperawatan. Selama perencanaan, di buat
prioritas dengan kolaborasi klien dan keluarga, konsultasi tim kesehatan
lain, telaah literature, modifikasi asuhan keperawatan dan catat
informasi yang relevan tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien
dan penatalaksanaan klinik (Muttaqin, 2014)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
adanya serta sekresi mucus kental dan batuk yang tidak efektif.
Tujuan : mempertahankan potensi jalan napas dengan kriteria hasil.
1) Jalan napas bersih.
2) Sesak napas berkurang.
3) Batuk efektif.
27
4) Mengeluarkan sekret.
Intervensi:
a) Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas.
b) Berikan pasien untuk posisi semifowler.
c) Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif.
d) Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti
Nebulizer.
b. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ventilasi
perfusi.
Tujuan: Dapat mempertahankan pertukaran gas dengan kriteria hasil.
1) Tidak ada dispnea.
2) Pernapasan normal.
Intervensi:
a) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
b) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi
yang nyaman untuk bernapas.
c) Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa.
d) Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan.
e) Auskultasi bunyi napas.
f) Palpasi Fremirus.
g) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas.
h) Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi.
28
Tujuan : pola napas kembali efektif dengan kriteria hasil.
1) Pola napas efektif.
2) Bunyi napas normal kembali.
3) Batuk berkurang
Intervensi
a) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada.
b) Auskultasi bunyi napas.
c) Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi.
d) Kolaborasi pemberian oksigen
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama atau imunitas.
Tujuan: Tidak mengalami infeksi noskomial dengan kriteria hasil.
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi.
2) Mukosa mulut lembab.
Intervensi:
a) Monitor tanda-tanda vital.
b) Observasi warna, karakter, jumlah sputum.
c) Berikan nutrisi yang adekuat.
d) Berikan antibiotik sesuai indikasi
e. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
Tujuan : demam pasien berkurang dengan kriteria hasil (NOC)
1) Pasien terlihat tenang.
2) Suhu normal 36,5-37,5°c.
29
3) Akral teraba dingin.
4) Warna kulit normal
Intervensi
a) Kaji suhu pasien.
b) Berikan kompres hangat.
c) Anjurkan untuk memakai pakaian seminimal mungkin.
d) Berikan antipiretik sesuai indikasi.
3. Konsep Batuk
Batuk bukan suatu penyakit. Batuk merupakan mekanisme
pertahanan tubuh di saluran pernapasan dan merupakan gejala
suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan
karena adanya lendir, makanan, debu, asap, dan sebagainya. Batuk
terjadi Karena rangsangan tertentu, misalnya debu di reseptor akan
mengalirkan lewat syaraf ke pusat batuk berada di otak. Disini
batuk akan memberi sinyal kepada otot-otot tubuh untuk
mengeluarkan benda asing tadi, hingga terjadi batuk
(Ikawati,2007). Pada umumnya batuk dibagi menjadi 3 menurut
Pranowo (2009) :
1) Batuk Berdahak
Batuk berdahak adalah batuk yang terjadi karena adanya
dahak pada tenggorokan. Batuk berdahak lebih sering terjadi
pada saluran pernapasan yang peka terhadap paparan debu,
lembab berlebih, dan alergi.
30
2) Batuk Kering
Batuk kering adalah batuk yang tidak mengeluarkan
dahak maka sebab itu tenggorokan terasa gatal, sehingga
merangsang terjadinya batuk.
3) Batuk yang Khas
Batuk rejan atau batuknya bisa berlangsung 100 hari,
biasanya menyebabkan pita suara radang dan suara parau. Pada
umumnya peningkatan asma bronchiale terjadi karena adanya
peningkatan batuk, sekret yang tidak dapat keluar dan
menumpuk mengakibatkan Ketidakefektifan bersihan jalan
napas yang berhubungan dengan adanya bronkhokonstriksi,
bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronchus, serta
sekresi mucus kental. Pengobatan Asma Bronchiale dengan cara
farmakologis dan non farmakologis, cara farmakologis dengan
cara nebulizer yang dapat menurunkan frekuensi batuk pada
asma bronchiale dan di kolaborasi dengan non farmakologis
dengan cara batuk efektif dan mekanisme kerja dari cara
farmakologis dan non farmakologis yaitu merangsang
terbukanya glotis agar sputum atau dahak keluar dari saluran
pernapasan.
4. Konsep Nebulizer dan Batuk Efektif
a. Nebulizer
31
Nebulizer adalah merupakan suatu alat pengobatan
dengan cara pemberian obat-obatan dengan penghirupan, setelah
obata-obatan tersebut terlebih dahulu dipecahkan menjadi
partikel-partikel yang lebih kecil melalui cara aerosol atau
humidifikasi (Muttaqin,2014).
b. Batuk efektif
Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar,
dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah
lelah mengeluarkan dahak secara maksimal. Batuk efektif
merupakan batuk yang dilakukan dengan sengaja, namun
dibandingkan dengan batuk biasa yang bersifat refleks tubuh
terhadap masuknya benda asing dalam saluran pernapasan,
batuk efektif dilakukan melalui gerakan yang terencana atau
dilatihkan terlebih dahulu. Dengan batuk efektif,maka berbagai
penghalang yang menghambat atau menutup saluran pernapasan
dapat dihilnagkan. Batuk merupakan gerakan reflex yang
bersifat reaktif terhadap masuknya benda asing dalam saluran
pernapasan. Gerakan ini terjadi atau dilakukan tubuh sebagai
mekanisme alamiah terutama untuk melindungi paru-paru.
Gerakan ini pula yang kemudian dimanfaatkan kalangan medis
sebagai terapi untuk menghilangkan lendir yang yang
menyumbat saluran pernapasan akibat sejumlah penyakit
(Putri,dkk.2013).
32
c. Manfaat Batuk Efektif
Memahami pengertian batuk efektif beserta tehniknya
melakukannya akan memberikan manfaat. Diantaranya untuk
melonggarkan dan melegakan saluran pernapasan maupun
mengatasi sesak napas akibat adanya lendir yang memenuhi
saluran pernapasan. Lendir baik dalam bentuk dahak (sputum)
maupun sekret dalam hidung, timbul akibat adanya infeksi pada
saluran pernapasan maupun karena sejumlah penyakit yang di
derita seseorang. Bahkan bagi penderita Asma Bronchiale, batuk
efektif merupakan salah satu metode yang dilakukan tenaga
medis untuk mendiagnosis penyebab penyakit. Tidak sedikit
penderita yang justru mengalami kondisi yang semakin
memburuk meski pengobatan telah dilakukan. Bahkan sejumlah
penelitian menemukan tidak kurang satu orang dari empat atau
lima penderita Asma Bronchiale mengalami kematian terutama
akibat terlambat memberikan pengobatan maupun kesalahan
dalam melakukan diagnosis sehingga pengobatan menjadi tidak
efektif (Trabani,2010).
d. Prosedur Tindakan
Prosedur tindakan batuk efektif yaitu antara lain sebagai
berikut (Anas,2008):
1) Beritahu pasien, minta persetujuan pasien dan anjurkan
untuk cuci tangan.
33
2) Atur pasien dalam posisi duduk tegak atau duduk setengah
membungkuk.
3) Letakkan pengalas pada pasien, letakkan bengkok/pot
sputum pada pangkuan dan anjurkan pasien memegang tisu.
4) Ajarkan pasien untuk menarik napas secara perlahan tahan
1-3 detik dan hembuskan perlahan dengan mulut. Lakukan
prosedur ini beberapa kali.
5) Anjurkan untuk menarik napas 1-3 detik batukkan dengan
kuat.
6) Tarik napas kembali selama 1-2 kali dan ulangi prosedur di
atas 2-6 kali
7) Jika diperlukan ulangi lagi prosedur di atas.
8) Bersihkan mulut pasien, instruksikan pasien untuk
membuang sputum pada pot atau bengkok.
9) Bereskan alat dan cuci tangan.
10) Menjaga kebersihan dan mencegah konstaminasi terhadap
sputum.
11) Tindakan batuk efektif perlu diulang beberapa kali bila di
perlukan.
34
e) Alat Ukur
Kuisioner tindakan penelitian frekuensi batuk yaitu :
Tabel 2.1
Kuisioner Frekuensi Batuk
(Putri,dkk
2013)
Keterangan :
Ringan : 0 - 5
Sedang : 5 - 15
Berat : 15 – 20
1. Bagaimana (Jumlah) batuk anak anda dalam sehari
4. Sangat sering (setiap jam batuk)
3. Sering (setiap 2-3 jam batuk)
2. Jarang (setiap 5-6 jam batuk)
1. Kadang-kadang (1-2 kali batuk)
0. Tidak ada
2. Bagaimana (kuat-lemahnya) batuk anak anda
4. Batuk berat dan berulang-ulang
3. Batuk ringan / kecil dan berulang-ulang
2. Batuk berat satu kali (kadang-kadang)
1. Batukk kecil satu kali (kadang-kadang)
0. Tidak ada
3. Apakah anak anda sering terbangun dari tidur karena batuk
4. Sangat sering (> 5 kali)
3. Sering (3-5 kali)
2. Jarang (2-3 kali
1. Kadang-kadang (1 kali)
0. Tidak ada
4. Apakah ada dahak (mucus) ketika batuk
4. Selalu ada (setiap batuk ada dahak)
3. Sering (3-6 kali batuk ada dahak)
2. Jarang (7-10 kali batuk ada dahak)
1. Kadang-kadang (> 10 kali batuk kadang ada dahak)
0. Tidak ada
5. Pada saat batuk apakah di sertai sesak
4. Sangat sesak (setiap batuk pucat dan terengah-engah)
3. Sesak (Pucat tidak terengah-rengah)
2. Jarang (Tidak tentu kadang ya kadang tidak)
1. Kadang-kadang
0. Tidak ada
35
B. Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Sumber : Muttaqin 2014
Faktor Asma: Allergen,
perubahan cuaca,
stress, dan olahraga/aktivitas
yang berlebihan
Asma Bronchiale
Gangguan
Pertukaran
Gas
Resiko
Tinggi
terhadap
Infeksi
Ketidakefektifan
bersihan jalan
napas
Hipertermia Ketidakefektifan
pola napas
Nebulizer dan BatukEfektif
Frekuensi Batuk Menurun
36
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Subjek dari aplikasi riset ini adalah pada pasien An. A dengan Asma
Bronchiale dan dirawat diruang anak melati 2 Rumah Sakit Dr.Moewardi
Surakarta.
B. Tempat dan Waktu
1. Tempat : pengelolaan aplikasi tindakan terapi pemberian latihan batuk
efektif dengan intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi batuk
pada asuhan keperawatan An.A dengan asma bronchiale di ruang anak
melati 2 Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta.
2. Waktu / tanggal :08.00 WIB – 14.00 WIB / 04 - 16 Januari 2016.
C. Media atau Alat yang digunakan
1. Alat terapi nebulizer : Pulmicord, Flixotide, Ventolin, NaCl, dan Bisolvon
larutan.
2. Bengkok.
3. Tisu.
Berat : 15 - 20
37
D. Prosedur Tindakan
Prosedur tindakan dalam melakukan batuk efektif :
Tabel 3.1
Prosedur Tindakan Latihan Batuk Efektif
No Tindakan
FASE ORIENTASI
1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan tindakan
4. Menjelaskan langkah prosedur
5. Menanyakan kesiapan pasien
FASE KERJA
6. Sebelum memulai tindakan mencuci tangan terlebih dahulu
7. Dekatkan alat-alat dengan klien
8. Mendengar suara nafas menggunakan stotoskop
9. Ambil tempat obat kemudian memasukkan obat ke dalam tempat obat pada
nebulizer
10. Memasang tutup adaptor, kemudian menyalakan dengan menekan tombol ON
11. Memasang masker nebulizer pada hidung pasien
12. Menganjurkan klien untuk menghirup uap keluar dari nebulizer melalui hidung
keluar lewat mulut selama 10 menit
13. Mematikan nebulizer
14. Melepaskan masker
15. Membersihkan area sekitar mulut pasien dengan tissue
16. Membereskan alat-alat
17. Tarik nafas pelan, ambil nafas secara perlahan, akhiri dengan mengeluarkan nafas
secara perlahan selama 3-4 detik
18. Tarik nafas secara diafragma,lakukan secara pelan dan nyaman, jangan sampai
overventilasi paru-paru
19. Setelah tarik nafas tahan selama 3 detik untuk mengontrol nafas dan
mempersiapkan melakukan batuk huff secara efektif
20. Angkat dagu ke atas dengan otot perut untuk mengeluarkan nafas cepat sebanyak
3 kali dengan saluran nafas mulut terbuka keluarkan dengan bunyi ha,ha,ha atau
huff,huff,huff, tibdakan ini membatu epligotis terbuka dan mempermudah
pengeluaran mucus
21. Kontrol nafas, kemudian ambil nafas pelan 2 kali. Ulangi tehnik batuk diatas
sampai mucus ke belakang tenggorokan, stelah itu batukkan dan keluarkan
mucus/dahak.
22. Terapis mencuci tangan
FASE TERMINASI
23. Melakukan evaluasi
24. Menyampaikan rencana tindak lanjut
25. Berpamitan dengan pasien
26. Dokumentasi
(Putri,dkk 2013
38
E. Alat Ukur
Kuisioner tindakan penelitian frekuensi batuk yaitu :
Tabel 3.2
Kuisioner Frekuensi Batuk
6. Bagaimana (Jumlah) batuk anak anda dalam sehari
4. Sangat sering (setiap jam batuk)
3. Sering (setiap 2-3 jam batuk)
2. Jarang (setiap 5-6 jam batuk)
1. Kadang-kadang (1-2 kali batuk)
0. Tidak ada
7. Bagaimana (kuat-lemahnya) batuk anak anda
4. Batuk berat dan berulang-ulang
3. Batuk ringan / kecil dan berulang-ulang
2. Batuk berat satu kali (kadang-kadang)
1. Batukk kecil satu kali (kadang-kadang)
0. Tidak ada
8. Apakah anak anda sering terbangun dari tidur karena batuk
4. Sangat sering (> 5 kali)
3. Sering (3-5 kali)
2. Jarang (2-3 kali
1. Kadang-kadang (1 kali)
0. Tidak ada
9. Apakah ada dahak (mucus) ketika batuk
4. Selalu ada (setiap batuk ada dahak)
3. Sering (3-6 kali batuk ada dahak)
2. Jarang (7-10 kali batuk ada dahak)
1. Kadang-kadang (> 10 kali batuk kadang ada dahak)
0. Tidak ada
10. Pada saat batuk apakah di sertai sesak
4. Sangat sesak (setiap batuk pucat dan terengah-engah)
3. Sesak (Pucat tidak terengah-rengah)
2. Jarang (Tidak tentu kadang ya kadang tidak)
1. Kadang-kadang
0. Tidak ada
(Putri,dkk 2013)
Keterangan :
Ringan : 0 - 5
Sedang : 5 – 15
Berat : 15 - 20
39
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Pada BAB ini penulis akan menuliskan laporan kasus asuhan
keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan yang
dilakukan pada An. A. Klien masuk Rumah Sakit pada hari Minggu
tanggal 10 Januari 2016 pukul 19.15 WIB. Pengkajian dilakukan hari
Senin tanggal 11 Januari 2016 jam 09.15 WIB di ruang Melati 2 RSUD.
Dr. Moewardi Surakarta. Metode pengkajian yang dilakukan dengan
metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa melalui pengamatan, observasi
langsung, pemeriksaan fisik, memahami catatan medis, dan catatan
perawat.
B. Pengkajian
Hasil pengkajian pada tanggal 11 Januari jam 09.15 WIB ibu
pasien mengatakan anaknya sesak napas. Riwayat Penyakit Sekarang2
hari sebelum masuk rumah sakit ibu pasien mengatakan anaknya sesak
napas di sertai dengan batuk dan lendir yang tidak dapat di keluarkan
kemudian ibu membawa anak ke bidan sembuh lalu kambuh lagi, dan ibu
langsung membawa anak ke RSUD Gemolong dari RSUD Gemolong
pasien dirujuk ke RSUD Dr.Moewardi Surakarta melalui IGD. Saat di
IGD RSUD Dr.Moewardi Surakarta dilakukan pemeriksaan BB : 10kg, S :
40
39°c, N : 98x/m, RR : 34x/m, di IGD anak mendapat terapi Infus D5 ¼ 20
tpm, terapi O2 2lt, inj. Cefotaxime 1gr/12j, dan inj. Gentamizin
80/125mg/24j, terdapat tanda-tanda dehidrasi membrane mukosa kering,
akral teraba hangat. Anak dianjurkan untuk rawat inap dirawat diruang
anak melati 2 kelas 2B.
Riwayat Penyakit Dahulu ibu pasien mengatakan sejak umur 1
tahun anaknya sudah menderita penyakit asma bronchiale namun di
periksakan ke dokter sembuh dan ibu mengatakan jika anakanya tidak ada
alergi pada apapun.
Pertumbuhan dan PerkembanganBBL 2800gr/ 2,8kg, BB saat ini
10kg.Ibu pasien mengatakan pertumbuhan gigi tidak masalah. Usia
mengontrol kepala, duduk tanpa support, berjalan, kata-kata pertama, ibu
mengatakan An. A belum bersekolah, beinteraksi dengan orang lainj baik,
perkembangan yang dialaminya tidak ada kelaianan.
Kebiasaan ibu pasien mengatakan pola tingkah laku pasien di
rumah jika ingin tidur minta di nyanyikan, aktivitas sehari-hari pasien di
bantu oleh orang tua, dirumah An. A tidak mengkonsumsi obatobatan
terlarang.
Riwayat Kesehatan Keluargaibu pasien mengatakan dikeluarganya
tidak ada yang mempunyai penyakit seperti pasien maupun penyakit
keturunan, seperti asma, jantung, diabetes militus.
41
(An. A, Umur 3,5 tahun)
Gambar 4.1
Genogram
Keterangan :
: laki – laki
: perempuan
: laki – laki meninggal
: pasien
: tinggal serumah
Riwayat penyakit keluarga, pasien mengatakan tinggal dilingkungan
yang bersih jauh dari tempat pembuangan sampah dengan ventilasi rumah
yang memadai.
Riwayat sosial, struktur Keluarga ibu pasien mengatakan tinggal
dirumah bersama nenek, ayah dan ibu. Lingkungan tempat tinggal yang
mereka tempati bersih, tidak ada tumpukan sampah dan tidak ada polusi
udara, dengan tetangga baik dan ramah. Pendidikan dan Pekerjaan ibu pasien
mengatakan ayah pasien bekerja di pabrik dan lulusan SMA, dan ibu pasien
42
menjadi ibu rumah tangga dengan lulusan SMA juga. Tradisi budaya dan
agama ibu pasien mengatakan di rumah pasien sering di ajak berkomunikasi
dengan bahasa jawa, semua anggota keluarga pasien beragama islam rajin
menjalankan sholat 5 waktu dan pengajian rutin. Fungsi Keluarga ibu pasien
mengatakan anggota keluarga saling berkomunikasi baik dengan pasien,
peran pasien di rumah adalah sebagai anak pertama. Keluarga menyayangi
An. A dan menerima penyakit yanmg diderita anaknya. Ibu pasien selalu
bermusyawarah untuk mengambil keputusan. Ibu pasien mengatakan anggota
keluarganya selalu memberi masukan dan dukungan dengan keadaan
anaknya.
Model pengkajian keperawatan dengan 11 pola kesehatan fungsional
dari Gordon berguna untuk mengatur riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik,
dan mengelompokkan diagnosa keperawatan.
Kemudian pola nutrisi metabolik An.A. PengkajianSebelum sakit
frekuensi makan anak 3x sehari, jenis makanan nasi, sayur, dan lauk pauk,
dengan porsi 1 pring habis, minum air putih dan susu, frekuensi minum 5-6
gelas dan tidak ada keluhan, selam sakit frekuensi makan 3x sehari, jenis
makan bubur tim 1 porsi habis, minum susu, frekuensi minum 2-3 gelas.
Pola eliminasi pasien, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A pola
BAK frekuensi BAK 4 kali dalam sehari, jumlah urin 1500 cc/hari, pancaran
kuat berbau amoniak berwarna kuning cerah, perasaan setelah BAK puas tidak
ada keluhan. Ibu pasien mengatakan sebelum sakit BAB satu kali sehari
dengan konsistensi lunak berbentuk, berbau khas, berwarna kuning kecoklatan
43
dan tidak ada keluhan. Ayah pasien mengatakan selama sakit An.A pola BAK
frekuensi BAK 4 kali dalam sehari, jumlah urin 1800cc/hari, pancaran kuat
berbau amoniak berwarna kuning cerah, perasaan setelah BAK puas tidak ada
keluhan. Ibu pasien mengatakan sebelum sakit BAB satu kali sehari dengan
konsistensi lunak berbentuk, 120cc/hari, berbau khas, berwarna kuning
kecoklatan dan tidak ada keluhan.
Pola Aktivitas Dan Latihan, ibu pasien mengatakan sebelum sakit
makan/minum, mobilitas,berpindah, ROM sudah mandiri hanya yang di bantu
seperti mandi, toileting, dan berpakain. Selama sakit dari makan/minum,
mandi, toileting, berpakain, mobilitas, berpindah dan ROM dengan
dibantu.Dalam teori disebutkan pola aktivitas dan latihan tingkat kemampuan
nilai 0 adalah mandiri dan nilai 2 dibantu orang lain (Nurlaila, 2009), sehingga
ditarik kesimpulan antara teori dengan pengkajian tidak ada kesenjangan.
Pola Istirahat Tidur, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A tidur
nyenyak pada siang pada pukul 13.00 WIB dan pada malam hari pukul 20.00
bangun tidur badan terasa segar. Selama sakit An. A pada siang hari tidur
hanya ½ jam lalu terbangun menangis dan pada malam hari jam tidur pukul
22.00 WIB dan terbangun pada jam 24.00 WIB dan menangis.
Pola kognitif perseptual pasien, menjelaskan persepsi sensori dan
kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan,
pendengaran, perabaan, pembau, dan kompensasinya terhadap tubuh. Ibu
pasien mengatakan sebelum sakit An.A merasa dirinya sehat dan berpikir
44
positif. Selama sakit terdapat masalah dalam kompensasi terhadap tubuh
berupa pasien sesak napas.
Pola persepsi konsep diri, sebelum sakit An.A mengatakan tentang
gambaran diri merasa sehat, identitas diri mengetahui sebagai seorang kakak,
peran berperan sebagai anak, ideal diri ingin menjadi kakak baik, harga diri
tidak rasa minder.Pola persepsi konsep diri menggambarkan sikap tentang diri
sendiri dan persepsi terhadap kemampuan. Selama sakit An.A mengatakan
tentang gambaran diri merasa sempurna dengan keadaan yang dialami,
identitas diri mengetahui sebagai seorang kakak, berperan sebagai anak, ideal
diri ingin menjadi kakak baik, harga diri tidak rasa minder.
Pola hubungan peran pasien Ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A
dekat dengan keluarga, selama sakit An.A dekat dengan ibu, dan hubungan
dengan ayah melalui telephone.
Pola seksualitas, seorang anak laki-laki. Tidak ada pembengakakan
testis. Pada An.A.Pola mekanisme koping pasien, An.A ibu pasien mengatakan
sebelum sakit perasaan merasa senang dan akrab dengan teman. Selama sakit
An.A kooperatif dengan lingkungan dan interaksi komunikatif dengan dokter
dan perawat. Mekanisme koping pada setiap anak memiliki kemampuan
adaptasi terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya, namun
dalam kapasitas yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya. Pola nilai
dan keyakinan, An.A mengatakan sebelum sakit berdoa setiap saat, dan selama
sakit berdoa setiap akan dilakukan tindakan.
45
Tingkat kesadaran pasien composmentis, hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan pernafasan 34x/menit irama tidak teratur, nadi 100x/menit
dengan irama tidak teratur teraba kuat dan suhu 39 0C. Pemeriksaan head toe to
didapatkan bentuk kepala mecocepal, fontanel bersih, rambut berwana hitam
pendek. Bentuk mata jarak interkantus simetris kanan dan kiri,sclera tidak
ikterik, palpebra terlihat sedikit hitam,konjungtiva tidak enemis, pupil isokor,
reflek terhadap cahaya mengecil (+/+) dan bersih. Bentuk telinga kanan dan
kiri simetris, bersih dan tidak ada serumen. Lubanghidung simetris, ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret, tidak ada polip, septum terletak di
tengah.Mulut simetris, mukosa kering dan tidak ada stomatitis.Leher tidak ada
jejas, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada distensi vena leher.
Pada pemeriksaan jantung didapatkan hasil pemeriksaan inspeksi
terlihat bentuk dada kanan dan kiri sama dan tidak ada jejas, ictuscordis tidak
tampak, palpasi ictuscordis teraba pada ICS ke-V, perkusi suara pekak batas
kanan atas SIC 2 linea paru dextra, batas kanan bawah SIC 4 linea paru
scernalis dextra, batas kiri SIC 4 linea media clavicula sinistra,auskultasi,
tidak ada suara tambahan, irama regular.Pemeriksaan paru-paru didapatkan
hasil pemeriksaan inspeksi bentuk dada simetris, ada retraksi dinding dada,
palpasi:ekspansi paru kanan dan kiri sama, perkusi:sonor di seluruh lapang
paru, auskultasi: ada suara nafas tambahan “ whezzing”.Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan hasil pemeriksaan inspeksi, perut datar, umbilikus bersih,
tidak ada jejas, auskultasi : suara peristaltik usus 18x/menit, perkusi : suara
pekak pada quadran I (hati), suara typani pada quadran II (lambung), suara
46
tympani pada quadran III (usus besar), suara tympani pada quadra IV (usus
buntu), palpasi tidak ada nyeri tekan. Genetalia dan rectum bersih, tidak ada
kelainan, ekstermitas atas dan bawah kekuatan otot kanan dan kiri 5 yaitu
kekuatan otot penuh terpasang infuse di kaki kiri D5 1/4, capillary refillkurang
dari 2 detik perabaan akral dingin. Pada integumen kering pada ekstremitas,
warna merah muda, ada lanugo di ekstremitas, bahu dan bokong.
Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan pada tanggal 10 Januari 2016 didapatkan hasil sebagai berikut :
Hemoglobin sebesar 13,4 g/dL (nilai normal 10,8-12,8), hematokrit43 % (nilai
normal 31-43), leukosit 11,3 ribu/ul (nilai normal 4,5-14,5), trombosit260
ribu/ul (nilai normal 150-450), eritrosit 4,33 juta/ul (nilai normal 3,70-5,70),
MCV95,6/um (nilai normal 80,0-96,0), MCH 30,9 pg (nilai normal 28,0-33,0),
MCHC33,7g/dl (nilai normal 33,0-36,0), RDW16,2 % (nilai normal 11,6-14,6),
MPV9,2 fl (nilai normal 7,2-11,1), PDW49 % (nilai normal 25-65),
Eusinofil2,30 % (nilai normal 0,00-4,00), Basofil0.50 % (nilai normal 0,00-
1,00), Netrofil18,60 % (nilai normal 18,00-74,00),Granulosit 24,20 % (nilai
normal 43,00-64,00),Limfosit70,00 % (nilai normal 36,00-52,00), Monosit
0,30 % (nilai normal 0,00-5,00), Ph 7,390 (nilai normal 7,350-7,450), BE -4,4
mmol/L (nilai normal -2-+3), PCO2 34,0 mmHg (nilai normal 27,0-41,0), PO2
106,0 mmol/L (nilai normal 83,0-108,0), Hematokrit 33 % (nilai normal 37-
50), HCO3 22,0 mmol/L (nilai normal 21,0-28,0), Total CO2 21,4 mmol/L
(nilai normal 19,0-24,0), O2 saturasi 98,0 % (nilai normal 94,0-98,0).
47
Terapi pada tanggal 10-13Januari 2016 yaitu infus D5 1/4 20tpm,
injeksi Cefotaxime1 gr /12jam golongan Antibiotik fungsinya untuk
penghambat sinetasis mukopeptida pada dinding sel bakteri, injeksi
Gentamizin 80/125 mg/ 24 jam.Obat oral Paracetamol 100cc/mg
golongan Analgesik fungsinya untuk penurun panas/demam,Ventolin 100
mg / 12 jam golongan Antitusif fungsinya untuk pengencer dahak yang
kental.
C. Perumusan Masalah Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien dari hasil
pengkajian pada hari senin tanggal 11 Januari 2016 jam 09.15 WIB,
penulis menegakkan diagnosa pertama ketidakefektifan jalan napas
berhubungan dengan sekresi mucus yang kental dan batuk yang tidak
efektif.Data penunjang diagnosa keperawatan tersebut meliputi data
obyektif yang didapat adalah pasien lemah, RR 34x/m, terpasang O22lt,
pernapasan dangkal, terdengar suara ronchi stridor pada seluruh lapang
paru.
Pada jam 09.20 WIB diagnosa yang kedua penulis merumuskan
masalah ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
hiperventilasiDengan data penunjang meliputi data obyektif, pasien sesak
napas, pernapasan cupping hidung dan dangkal, pasien pucat dan sianosis,
RR 34x/m.
Pada jam 09.25 WIB diagnosa yang ketiga penulis merumuskan
masalah hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju
48
metabolisme.Dengan data penunjang meliputi data obyektif, KU lemah,
TTV: suhu 39°c, pasien pucat, akral teraba hangat, warna kulit kemerahan.
D. Prioritas Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan sekresi mucus
yang kental dan batuk yang tidak efektif.Ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan hiperventilasi. Hipertermia berhubungan dengan
peningkatan laju metabolisme.
E. Intervensi Keperawatan
Pada diagnosa pertama Ketidakefektifan jalan napas berhubungan
dengan sekresi mucus yang kental dan batuk yang tidak efektif, Tujuan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
ketidakefektifan jalan napas teratasi dengan kriteria hasil, Jalan napas
bersih, sesak napas berkurang, batuk efektif, sekret menurun, RR rentang
Normal 16-20x/m dengan memberikan intervensi (NIC). Kaji fungsi
pernapasan, rasional : Untuk mengetahui fungsi pernapasan, Berikan
posisi semi fowler, rasional : Untuk mengurangi sesak napas, Ajarkan
tehnik batuk efektif, rasional : Untuk pengeluaran sekret, Bersihkan sekret
dari mulut dan trachea dengan nebulizer, rasional : Untuk mengurangi
sekret. Edukasi pada ibu pasien mengajarkan batuk efektif, rasional :
Untuk mengurangi penumpukan sekret. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat antibiotik dan antitusif, rasional : untuk mecegah sinetasis
mukopeptida pada dinding sel bakteri dan pengencer dahak.
49
Pada diagnosa kedua Ketidakefektifan pola napas berhubungan
dengan hiperventilasi dengan tujuan. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkangangguan pertukran gas dapat
diatasi dengan kriteria hasil penurunan dispnea, perbaikan ventilasi,
pernapasan rentang normal 16-20x/m dengan memberikan
Intervensi(NIC)Monitor bunyi pernapasan, rasional : untuk mengetahui
keadaan pernapasan pasien, Ajarkan dan dukung pernapasan, rasional :
untuk mengatur pernapasan pasien agar teratur, Ajarkan pasien tirah
baring, rasional : Agar tidak terjadi peningkatan sesak napas, Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian O2, rasional : Mengurangi tingkat sesak
napas.
Padadiagnosa ketiga Hipertermiaberhubungan dengan peningkatan
laju metabolisme dengan tujuan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan hipertermia dapat diatasi dengan kriteria
hasil suhu tubuh menurun dalam batas normal 36,5-37,5oC,akral dingin,
warna kulit kembali normal dengan memberikan Intervensi(NIC) Monitor
TTV (Suhu), rasional : untuk mengetahui keadaan TTV pasien, Beri
kompres hangat, rasional : untuk menurunkan suhu tubuh, Edukasi kepada
ibu untuk memberikan pakaian seminimal mungkin, rasional : Agar ibu
pasien dapat melakukan prtolongan pertama jika anak panas,Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian antipiretik, rasional : Untuk membantu
menurunkan panas.
50
F. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada diagnosa
ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan sekret mucus yang
kental dan batuk yang tidak efektif adalah sebagai berikut :
Pada tanggal 11Januari 2016, tindakan keperawatan yang
dilakukan berdasarkan diagnosa pertama yaitu, pada jam 09.30
mengobservasi keadaan umum pasien sebelum di terapirespon obyektif
pasien lemas, frekuensi batuk berat (20). Jam 10.15memberikan terapi
nebulizer ventolin dan batuk efektif respon obyektif anak rewel, takut. Jam
12.00 mengobervasi keadaan umum pasien setelah terapi respon obyektif
frekuensi batukdari berat (20) menjadi sedang (14), dahak keluar sedikit.
Pada tanggal 12Januari 2016, tindakan keperawatan yang
dilakukan berdasarkan diagnosa pertama yaitu, pada jam
08.00mengobservasi keadaan umum pasien sebelum di terapirespon
obyektif frekuensi batuk dari sedang (14), dahak berkurang. Jam
10.00memberikan terapi nebulizer ventolin dan batuk efektif respon
obyektif pasien tenang, pasien menikmati terapi. Jam 12.00 mengobervasi
keadaan umum pasien setelah terapi respon obyektif frekuensibatuk dari
sedang (14) menjadi sedang (8), dahak berkurang.
Pada tanggal 13Januari 2016, tindakan keperawatan yang
dilakukan berdasarkan diagnosa pertama yaitu, pada jam
08.00mengobservasi keadaan umum pasien sebelum di terapirespon
obyektiffrekuensi batu dari sedang (8), dahak berkurang.Jam
51
09.30memberikan terapi nebulizer ventolin dan batuk efektif respon
obyektif pasien tenang, pasien segar. Jam 12.15 mengobservasi pasien
setelah di terapi respon obyektif frekuensi batuk dari sedang (8) menjadi
ringan (3), dahak berkurang.
Pada tindakan keperawatan yang di lakukan penulis pada diagnosa
kedua Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
adalah sebagai berikut: Pada tanggal 11Januari 2016Tindakan keperawatan
pada diagnosa yang kedua yaitu, jam 09.30mengobservasi keadan umum
pasien respon obyektif pasien sesak napas,RR 34x/m, batuk, suhu
39°c.Jam 10.00 memberikan terapi O2 2lt respon obyektifpasien sesak
napas, RR 34x/m.
Pada tanggal 12Januari 2016Tindakan keperawatan pada diagnosa
yang kedua yaitu, jam 08.00mengobservasi keadan umum pasien respon
obyektif pasien sesak napas,RR 28x/m, batuk, suhu 39°c.Jam 09.00
memberikan terapi O2 2lt respon obyektifpasien sesak napas, RR 28x/m.
Pada tanggal 13Januari 2016Tindakan keperawatan pada diagnosa
yang kedua yaitu, jam 08.00mengobservasi keadan umum pasien respon
obyektif pasien sesak napas,RR 20x/m, batuk, suhu 39°c.Jam 09.30
memberikan terapi O2 2lt respon obyektif RR 20x/m, pasien segar.
Sedangkan tindakan keperawatan yang di lakukan penulis pada
diagnosa ketiga Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme adalah sebagai berikut :
52
Pada tanggal 11Januari 2016Tindakan keperawatan pada diagnosa
yang ketiga yaitu, jam 09.30mengobservasi keadan pasien respon obyektif
Suhu 39°c, KU lemah, pasien pucat, akral hangat, warna kulit
kemerahan.Jam 10.15memberikan kompres hangat, respon obyektif anak
rewel, kompers terpasang di dahi. Jam 13.00 mengobservasi keadaan
umum pasien respon obyektif KU lemah, pasien pucat, suhu 38,5°c, akral
teraba hangat, warna kulit kemerahan.
Pada tanggal 12Januari 2016Tindakan keperawatan pada diagnosa
yang ketiga yaitu, jam 08.00mengobservasi keadan pasien respon obyektif
Suhu 38°c, KU lemah, pasien pucat, akral hangat, warna kulit
kemerahan.Jam 09.15memberikan kompres hangat, respon obyektif anak
rewel, kompers terpasang di dahi. Jam 13.00 mengobservasi keadaan
umum pasien KU lemah, pasien pucat, suhu 37,5°c, akral teraba
hangat,warna kulit kemerahan.
Pada tanggal 13Januari 2016Tindakan keperawatan pada diagnosa
yang ketiga yaitu, jam 08.00mengobservasi keaadan pasien respon obyektif
Suhu 37°c, KU lemah, pasien pucat, akral dingin, warna kulit
kemerahan.Jam 09.15memberikan kompres hangat, respon obyektif anak
rewel, kompers terpasang di dahi. Jam 13.00 mengobservasi keadaan
umum respon obyektif pasien segar, suhu 36,5°c, akral dingin, warna kulit
kembali normal.
53
G. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi
keperawatan pada diagnosa ketidakefektifan jalan napas berhubungan
dengan sekret mucus yang kental dan batuk yang tidak efektif adalah
sebagai berikut :
Pada tanggal 11Januari 2016 dengan metode SOAP, jam 10.00
untuk diagnosa pertamasubyektifibu mengatakan anaknya batuk dan tidak
bisa mengeluarkan lendir yang kental. Obyektifpasien lemah, frekuensi
batu berat (20). Analisis masalah keperawatan belum teratasi.Planning
lanjutkan intervensi dan intervensi yang dilanjutkan meliputi observasi
keadaan umum pasien, berikan terapi nebulizer ventolin dan batuk efektif.
Hasil evaluasi keperawatan pada tanggal 12 Januari 2016, jam
10.00 untuk diagnosa pertama hasilnya adalah subyektif ibu mengatakan
anaknya batuk kadang-kadang, lendir keluar sedikit. Obyektifanak rewel.
Frekuensi batuk dari sedang (14) menjadi sedang (8). Analisis masalah
keperawatan teratasi sebagian.Planning lanjutkan intervensi dan intervensi
yang dilanjutkan meliputi observasi keadaan umum pasien, berikan terapi
nebulizer ventolin dan batuk efektif.
Hasil evaluasi keperawatan pada tanggal 13 Januari 2016, jam
10.00 untuk diagnosa pertama diagnosa pertama hasilnya adalah subyektif
ibu mengatakan anaknya batuk jarang lendir sudah tidak ada. Obyektifanak
54
segar, frekuensi batuk dari sedang (8) menjadi ringam (3). suara napas
tambahan tidak terdengar. Analisis masalah keperawatan teratasi.Planning
lanjutkan intervensi dan intervensi yang dilanjutkan meliputi kontrol setiap
1 bulan sekali.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi
keperawatan pada diagnosa ketidakefektifan pola napas berhubungan
dengan hiperventilasi adalah sebagai berikut:Pada tanggal 11 Januari 2016
dengan metode SOAP, jam 13.15 untuk diagnosa kedua subyektif ibu
mengatakan anaknya sesak napas.Obyektifpasien pucat, respirasi 34x/m.
Analisis masalah keperawatan belum teratasi. Planning lanjutkan
intervensi dan intervensi yang dilanjutkan meliputi kaji frekuensi
pernapasan, terapi O2 2lt.
Hasil evaluasi keperawatan pada tanggal 12 Januari 2016, jam
13.15 untuk diagnosa kedua hasilnya adalah subyektif ibu mengatakan
anaknya sesak npas berkurang.Obyektif anak segar, respirasi 28x/m,
terpasang O22lt. Analisis masalah keperawatan teratasi sebagian. Planning
lanjutkan intervensi dan intervensi yang dilanjutkan meliputi kaji frekuensi
pernapasan, berikan terapi O2 2lt, posisikan pasien semi fowler.
Hasil evaluasi keperawatan pada tanggal 13 Maret 2015, jam 13.00
untuk diagnosa kedua hasilnya adalah subyektif ibu mengatakan anaknya
sudah tidak sesak napas.Obyektif,pasien segar, pasien kooperatif, respirasi
30x/m Analisis masalah keperawatan teratasi. Planning hentikan
intervensi.
55
Sedangkan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi
keperawatan pada diagnosa Hipertermia berhubungan dengan peningkatan
laju metabolisme adalah sebagai berikut :
Pada tanggal 11Januari 2016 dengan metode SOAP, jam 14.00
untuk diagnosa ketiga subyektif ibu mengatakan anaknya
demam.Obyektifpasien rewel, suhu 39°c, akral hangat, warna kulit
kemerahan. Analisis masalah keperawatan belum teratasi. Planning
lanjutkan intervensi dan intervensi yang dilanjutkan meliputi : kaji vital
sign, beri kompres hangat.
Hasil evaluasi keperawatan pada tanggal 12Januari 2016, jam
14.00 untuk diagnosa ketiga hasilnya adalah subyektif ibu mengatakan
demam anaknya sudah mulai turun.Obyektif pasien segar, pasien
kooperatif, suhu 38,5°c, terpasang kompres di dahi. Analisis masalah
keperawatan teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi dan intervensi
yang dilanjutkan meliputi : kaji vital sign, beri kompres hangat.
Hasil evaluasi keperawatan pada tanggal 13Januari 2016, jam
14.00 untuk diagnosa ketiga hasilnya adalah subyektifibu mengatakan
anaknya sudah tidak demam.Obyektif,pasien kooperatif, suhu 36,5°c.
Analisis masalah keperawatan teratasi. Planning hentikan intervensi.
56
BAB V
PEMBAHASAN
Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar
manusia melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi. Penulis akan membahas tentang pemberian latihan
batuk efektif dengan intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi batuk
pada An.A dengan asuhan keperawatan Asma Bronchiale di ruang Melati 2
Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta. Pada bab pembahasan ini penulis juga
membahas adakah kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan kasus.
A. Pengkajian
Dalam pengkajian penulis terhadap An. A didapatkan data bahwa pasien
datang dengan keluhan utama : sesak napas. Menurut Muttaqin (2014), klien
dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan
sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejalagejala
lain seperti “wheezing”, penggunana otot bantu pernapasan, kelelahan,
gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah. Berdasarkan hasil
pengkajian pada An.A dengan kasus Asma Bronchiale telah sesuai dengan teori
yang ditemukan oleh penulis berupa sesak napas, sehingga tidak ada
kesenjangan dengan teori yang ada.
Dalam pengkajian keperawatan An. A didapatkan data ibu mengatakan 2
hari sebelum masuk rumah sakit ibu pasien mengatakan anaknya sesak napas
kemudian ibu membawa anak ke bidan sembuh lalu kambuh lagi, dan ibu
57
langsung membawa anak ke RSUD Gemolong dari RSUD Gemolong pasien
dirujuk ke RSUD Dr.Moewardi Surakarta melalui IGD. Saat di IGD RSUD
Dr.Moewardi Surakarta dengan keluhan sesak napas. Menurut teori Smeltzer
(2011) tanda dan gejala pada Asma Bronchialeadalah sesak napas, batuk,
dispnea dan “wheezing”. Dapat disimpulkan kriteria bahwa tidak ada
kesenjangan antara teori yang ada.
Riwayat penyakit dahulu, yaitu riwayat penyakit infeksi saluran
pernapasan ataspasien terdiagnosa pertama pada satu tahun yang lalu dengan
keluhan utama sesak napas dan adanya suara napas tambahan “whezzing”.
Pada bulan desember di dengan keluhan yang sama yaitu sesak napas namun
di periksakan ke dokter sembuh. Menurut Muttaqin (2014) riwayat penyakit
yang pernah diderita pada masa dahulu seperti adanya infeksi saluran
pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis dan polip hidun.
Riwayat serangan asam, frekuensi, waktu dan allergen-alergen yang dicurigai
sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk
meringkan gejala asma. Berdasarkan data yang di peroleh penulis tidak ada
kesenjangan antara teori yang ada.
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat dan makanan tertentu, dalam
keluarga tidak ada yang memiliki penyakit keturunan atau menular lainnya,
termasuk asma bronchiale. Rumah pasien di daerah pedesaan. Menurut yang
dikemukakan oleh Muttaqin (2014) bahwa bahan kimia dan obat tertentu
berperan dalam terjadinya Asma Bronchiale. Dapat disimpulkan bahwa tidak
58
ada kesenjangan antara teori dan kenyataan kemungkinan besar penyebab dari
Asma Bronchiale adalah alergi terhadap cuaca.
Pertumbuhan dan Perkembangan pada An. A berdasarkan hasil
wawancara yang diperoleh dari ibu An. A antara lain pertumbuhan meliputi
berat badan saat lajhir 2800gr. Berat badan saat ini 15kg. Ibu pasien
mengatakan pertumbuhan gigi tidak masalah. Usia mengontrol kepala, duduk
tanpa support, berjalan, kata-kata pertama ibuMenurut Hidayat (2008),
pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian
tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur. Perkembangan merupakan
bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh
kematangan. Masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan di
luar rahim dan hampir sedikit aspek pertumbuhan fisik dalam perubahan.
Dalam pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya
ukuran fisik, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada, dan lain-
lain. Dengan adanya teori diatas, dapat disimpulkan pertumbuhan yang dialami
An.A tidak ada kesenjangan dengan teori yang ada.
Perkembangan yang dicapai antara lain, personal sosial An.A merasa
dirinnya senang berinteraksi dengan teman yang lain saat diruang bermain.
Adaptif motorik halus, pasien saat usia 3 tahun senang berinteraksi dan belajar
didampingi oleh ibu. Bahasa yang digunakan bahasa jawa. Motorik kasar
pasien senang bermain game di handphone dan senang bermain lego yang
dibawa dari rumah. Kebiasaan yang dinilai dari pola tingkah laku, An.A tidak
ada tingkah laku yang abnormal. Sesuai dengan tahap usia belajar dan rasa
59
ingin tahu yang tinggi. Kelas sekolah sekarang, kemajuan pelajaran yang
dicapai dapat naik kelas ke kelas empat. Menurut Hidayat (2008),
pertumbuhan dan perkembangan intelektual anak dapat dilihat dari kemampuan
secara simbolik maupun abstrak, seperti berbicara, bermain, berhitung,
membaca, dan lain-lain. Berdasarkan teori diatas, kriteria yang ada pada An.A
sudah sesuai dengan teori, sehingga tidak ada kesenjangan pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan. Jika An.A sakit, keluarga segera berobat ke pelayanan
kesehatan terdekat, yaitu bidan desa. Pola persepsi dan pemeliharaan,
menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi
terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan
menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan (Hidayat, 2008).
Berdasarkan teori tersebut persepsi yang ada pada An.A tidak ada kesenjangan
dengan teori.
Kemudian pola nutrisi metabolik An.A. PengkajianSebelum sakit
frekuensi makan anak 3x sehari, jenis makanan nasi, sayur, dan lauk pauk,
dengan porsi 1 pring habis, minum air putih dan susu, frekuensi minum 5-6
gelas dan tidak ada keluhan, selam sakit frekuensi makan 3x sehari, jenis
makan bubur tim 1 porsi habis, minum susu, frekuensi minum 2-3 gelas.
Menurut Wong (2005) pada pasien Asma Bronchiale tidak terdapat penurunan
selera makan. Berdasarkan teori tersebut pada pasien An.A tidak terdapat
ksenjangan antara teori yang ada.
Pola eliminasi pasien, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A pola
BAK frekuensi BAK 4 kali dalam sehari, jumlah urin 1500 cc/hari, pancaran
60
kuat berbau amoniak berwarna kuning cerah, perasaan setelah BAK puas tidak
ada keluhan. Ayah pasien mengatakan sebelum sakit BAB satu kali sehari
dengan konsistensi lunak berbentuk, berbau khas, berwarna kuning kecoklatan
dan tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan selama sakit An.A pola BAK
frekuensi BAK 4 kali dalam sehari, jumlah urin 1800cc/hari, pancaran kuat
berbau amoniak berwarna kuning cerah, perasaan setelah BAK puas tidak ada
keluhan. Ibu pasien mengatakan sebelum sakit BAB satu kali sehari dengan
konsistensi lunak berbentuk, 120cc/hari, berbau khas, berwarna kuning
kecoklatan dan tidak ada keluhan. Pengkajian pola eliminasi merupakan
kebutuhan dasar manusia yang essensial dan berperan penting dalam
menentukan kelangsungan kehidupan manusia. Menurut teori eliminasi terbagi
dua bagian utama pula, yaitu eliminasi fekal (buang air besar) dan eliminasi
urine (buang air kecil) (Asmadi,2008).Dari kesimpulan pengkajian eliminasi
fekal dan urine An.A tidak ada masalah keperawatan yang muncul. Karena
dalam teori menggambarkan efisiensi dalam pembuangan zat sisa metabolisme
(Davey, 2005).Karakteristik feses abnormal konsistensi dikatakan abnormal
bila bentuknya cairatau keras. Warna abnormal sangat pucat (penyakit pada
organ empedu), merah (perdarahan pada rektum dan anus). Ciri urine normal
baik, kejernihan normal jernih bila dibiarkan lama akan menjadi keruh. Warna
kuning, bau seperti amonia (Asmadi, 2008). Berdasarkan teori diatas tidak ada
kesenjangan dalam pengkajian eliminasi, eliminasi An.A.
Pola Aktivitas Dan Latihan, ibu pasien mengatakan sebelum sakit
makan/minum, mobilitas,berpindah, ROM sudah mandiri hanya yang di bantu
61
seperti mandi, toileting, dan berpakain. Selama sakit dari makan/minum,
mandi, toileting, berpakain, mobilitas, berpindah dan ROM dengan
dibantu.Dalam teori disebutkan pola aktivitas dan latihan tingkat kemampuan
nilai 0 adalah mandiri dan nilai 2 dibantu orang lain (Nurlaila, 2009), sehingga
ditarik kesimpulan antara teori dengan pengkajian tidak ada kesenjangan.
Pola Istirahat Tidur, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A tidur
nyenyak pada siang pada pukul 13.00 WIB dan pada malam hari pukul 20.00
bangun tidur badan terasa segar. Selama sakit An. A pada siang hari tidur
hanya ½ jam lalu terbangun menangis dan pada malam hari jam tidur pukul
22.00 WIB dan terbangun pada jam 24.00 WIB dan menangis. Orang dalam
keadaan sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun
demikian keadaan sakit dapat menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat
tidur (Asmadi,2008).Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian terhadap An.A
tidak terdapat kesenjangan antara teori dan fakta yang mengalami gangguan
pola tidur.
Pola kognitif perseptual Ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A
merasa dirinya sehat dan berpikir positif. Selama sakit terdapat masalah dalam
kompensasi terhadap tubuh berupa pasien sesak napas. Pasien, menjelaskan
persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pengkajian fungsi
penglihatan, pendengaran, perabaan, pembau, dan kompensasinya terhadap
tubuh (Muttaqin, 2008). Dari hasil pengkajian terhadap An.A tidak terdapat
kesenjangan antara teori dan kenyataan.
62
Pola persepsi konsep diri, sebelum sakit An.A mengatakan tentang
gambaran diri merasa sehat, identitas diri mengetahui sebagai seorang kakak,
peran berperan sebagai anak, ideal diri ingin menjadi kakak baik, harga diri
tidak rasa minder. Pola persepsi konsep diri menggambarkan sikap tentang diri
sendiri dan persepsi terhadap kemampuan. Konsep diri antara lain gambaran
diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri (Nurlaila, 2009). Selama
sakit An.A mengatakan tentang gambaran diri merasa sempurna dengan
keadaan yang dialami, identitas diri mengetahui sebagai seorang kakak,
berperan sebagai anak, ideal diri ingin menjadi kakak baik, harga diri tidak rasa
minder. Menurut Tiurlan (2011), konsep diri anak dipengaruhi oleh berbagai
faktor eksternal maupun internal. Usia anak, temperamen, dukungan keluarga,
status kesehatan dan kecerdasan sangat mempengaruhi pembentukan konsep
diri anak. Anak dengan kemampuan percaya diri yang tinggi dapat menerima
perubahan akibat sakitnya, sehingga dapat tetap menjalani aktivitas sehari-hari
dengan tidak dibawah tekanan rasa malu atau depresi. Dari teori tersebut An.A
termasuk dalam kemapuan percaya diri yang tinggi, sehingga tidak ada
perbedaan dari teori.
Pola hubungan peranIbu pasien mengatakan sebelum sakit An.A dekat
dengan keluarga, selama sakit An.A dekat dengan ibu, dan hubungan dengan
ayah melalui telephone. Anak sakit berat merupakan fungsi peran yang harus
disadari oleh anak, konsep diri positif yang diadopsi anak terhadap kondisi
fisik dan kesehatannya, akan meningkatkan respon adaptasi anak dalam
menjalani terapi dan mencapai hasil yang maksimal. Anak perlu menyadari
63
sepenuhnya bahwa ia sedang dalam kondisi sakit berat, sehingga anak
memiliki kehati-hatian yang tinggi dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Pemahaman positif tentang kondisi sakit beratnya dapat meningkatkan
kesadaran akan pentingnya pencapaian kesehatan, sehingga hal tersebut dapat
meningkatkan semangat anak dalam menjalani terapi. Anak menyatakan bahwa
mereka bersemangat untuk menjalani terapi sampai sembuh total. Pasien
menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota
keluarga dan masyarakat tempat tinggal pasien (Muttaqin,2014).Berdasarkan
teori pasien telah mengetahui hubungan dan peran anggota keluarga, sehingga
tidak ada kesenjangan dari teori yang ada.
Pola mekanisme koping pasien, An.A ibu pasien mengatakan sebelum
sakit perasaan merasa senang dan akrab dengan teman. Selama sakit An.A
kooperatif dengan lingkungan dan interaksi komunikatif dengan dokter dan
perawat. Mekanisme koping pada setiap anak memiliki kemampuan adaptasi
terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya, namun dalam
kapasitas yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya. Mekanisme
koping adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk mengatur emosi,
kognisi, perilaku, fisiologis, dan lingkungan yang dapat menimbulkan stres
(Tiurlan, 2011). Anak mengalami berbagai hal yang tidak menyenangkan dari
prosedur klinik dan hospitalisai, namun anak menyadari bahwa menjalankan
protokol terapi merupakan pilihan yang terbaik untuk mencapai kesembuhan
dari penyakitnya (Tiurlan, 2011). Dari teori tersebut mekanisme koping yang
ada di An.A mengalami kontrol seperti yang ada pada teori, sehingga tidak
64
terdapat kesenjangan antara teori dan pengkajian pola mekanisme koping
An.A.
Pola nilai dan keyakinan, An.A mengatakan sebelum sakit berdoa setiap
saat, dan selama sakit berdoa setiap akan dilakukan tindakan. Menurut
Mutaqin, (2014) anak telah mengembangkan kemampuan untuk memahami
adanya kekuasaan Tuhan dalam kehidupannya dan memiliki keyakinan bahwa
Tuhan sanggup memberikan jalan keluar terhadap masalah yang dihadapinya.
Perilaku yang baik akan mendapatkan balasan atau reward baik dari Tuhan
maupun manusia demikian juga jika anak berbuat jahat. Didukung dari teori
tersebut, An.A lebih berserah diri kepada Tuhan dengan cara berdoa dan
bersyukur ketika mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan selama
menjalani terapi. Sehingga kesimpulan dari pembahasan tidak ada kesenjangan
dengan teori dari kondisi An.A
Tingkat kesadaran pasien composmentis, hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan pernafasan 34x/menit irama tidak teratur, nadi 100x/menit
dengan irama tidak teratur teraba kuat dan suhu 39 0C. Pemeriksaan head toe to
didapatkan bentuk kepala mecocepal, fontanel bersih, rambut berwana hitam
pendek. Bentuk mata jarak interkantus simetris kanan dan kiri,sclera tidak
ikterik, palpebra terlihat sedikit hitam,konjungtiva tidak enemis, pupil isokor,
reflek terhadap cahaya mengecil (+/+) dan bersih. Bentuk telinga kanan dan
kiri simetris, bersih dan tidak ada serumen. Lubanghidung simetris, ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret, tidak ada polip, septum terletak di
tengah.Mulut simetris, mukosa kering dan tidak ada stomatitis.Leher tidak ada
65
jejas, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada distensi vena leher
(Riyadi,2006).
Pada pemeriksaan jantung didapatkan hasil pemeriksaan inspeksi
terlihat bentuk dada kanan dan kiri sama dan tidak ada jejas, ictuscordis tidak
tampak, palpasi ictuscordis teraba pada ICS ke-V, perkusi suara pekak batas
kanan atas SIC 2 linea paru dextra, batas kanan bawah SIC 4 linea paru
scernalis dextra, batas kiri SIC 4 linea media clavicula sinistra,auskultasi,
tidak ada suara tambahan, irama regular.Pemeriksaan paru-paru didapatkan
hasil pemeriksaan inspeksi bentuk dada simetris, ada retraksi dinding dada,
palpasi:ekspansi paru kanan dan kiri sama, perkusi:sonor di seluruh lapang
paru, auskultasi: ada suara nafas tambahan.Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan hasil pemeriksaan inspeksi, perut datar, umbilikus bersih, tidak ada
jejas, auskultasi : suara peristaltik usus 18x/menit, perkusi : suara pekak pada
quadran I (hati), suara typani pada quadran II (lambung), suara tympani pada
quadran III (usus besar), suara tympani pada quadra IV (usus buntu), palpasi
tidak ada nyeri tekan. Genetalia dan rectum bersih, tidak ada kelainan,
ekstermitas atas dan bawah kekuatan otot kanan dan kiri 5 yaitu kekuatan otot
penuh terpasang infuse di kaki kiri D5 1/4, capillary refillkurang dari 2 detik
perabaan akral dingin. Pada integumen kering pada ekstremitas, warna merah
muda, ada lanugo di ekstremitas, bahu dan bokong. Pada pasien asma
bronchiale pada dasarnya mengalami sesak npasa, ada suara napas tambahan
“whezzing”, pernafasan cuping hidung (Muttaqin,2014). Dapat disimpulkan
bahwa tidak ada kesenjangan antara teori.
66
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 10 Januari 2016 PH 7,390, BE -
4,4 mmol/L, PCO2 34,0 mmHg, PO2 106,0 mmol/L, Hematokrit 33 %, HCO3
22,0 mmol/L, Total CO2 21,4 mmol/L, O2 saturasi 98,0 %. Sebagai data yang
menunjang untuk penyakit Asma Bronchiale pada pemriksaan analisa gas
darah hanya di lakukan pada serangan asma berat karena hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidosis respiratorik (Muttaqin, 2014). Dapat disimpulkan
bahwa antara teori dan kenyataan tidak terdapat kesenjangan.
Terapi pada tanggal 10-13Januari 2016 yaitu infus D5 1/4 20tpm,
injeksi Cefotaxime1 gr /12jam golongan Antibiotik fungsinya untuk
penghambat sinetasis mukopeptida pada dinding sel bakteri, injeksi Gentamizin
80/125 mg/ 24 jam.Obat oral Paracetamol 100cc/mg golongan Analgesik
fungsinya untuk penurun panas/demam,Ventolin 100 mg / 12 jam golongan
Antitusif fungsinya untuk pengencer dahak yang kental. Menurut Muttaqin
(2014) pada penyakit Asma Bronchiale terdapat terapi cairan yaitu ventolin,
feneterol, Agonis beta, Metilxantin. Dapat disimpulkan bahwa terapi cairan
pada penyakit Asma Bronchiale dengan teori tidak terdapat kesenjangan.
B. Diagnosa Keperawatan
Pada teori yang didapatkan penulis, menurut Muttaqin (2014) masalah
keperawatan yang dapat muncul pada penyakit Asma Bronchiale ada lima
yaitu : Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan serta
sekresi mucus kental dan batuk yang tidak efektif. Gangguan pertukaran gas
yang berhubungan dengan ventilasi perfusi. Ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan hiperventilasi. Resiko tinggi terhadap infeksi
67
berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama atau imunitas.
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.Sedangkan
diagnosa keperawatan yang di temukan berdasarkan data pengkajian pada An.
A. Diagnosa keperawatan pertama : Ketidakefektifan bersihan jalan napas
yang berhubungan dengan adanya bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema
mukosa dan dinding bronchus, serta sekresi mucus kental. Kedua
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi. Ketiga
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme. Dan dari
teori yang tidak muncul adalah gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran alveolar kapiler tidak terdapat pada An. A dikarenakan
pada saat pengkajian di dapat, nafas bayi An. A tidak bradipnea, takipnea,
sedangkan tanda-tanda dari batasan karakteristik yaitu bradipnea, takipnea,
penggunaan otot bantu untuk bernafas, pernafasan mencucu. Gangguan
pertukaran gas adalah kelebihan dan kekurangan oksigen dan atau eliminasi
karbondioksida di membrane kapiler-alveolar (Wilkinson & Ahern,
2012).Sedangkan diagnosa Resiko Infeksi berhubungan dengan imaturitas
kekebalan tubuh tidak terjadi pada An. A karena pada pengkajian tidak
menemui tanda-tanda dan batasan karakteristik yaitu trauma, pecah ketuban,
prosedur
invasif, peningkatan pemajangan lingkunga terhadap patogen
(Wilkinson & Ahern, 2012).
Penulis menegakan diagnosa yang pertama pada saat dilakukan
pengkajianpasien lemah, RR 34x/m, terpasang oksigen2lt, pernapasan
68
dangkal, terdengar suara ronchi stridor pada seluruh lapang paru. Batasan
karakteristik pada diagnosa ini adalah suara napas tambahan, perubahan
frekuensi napas, perunahan irama napas, sianosis, dispnea, sputum dalam
jumlah yang lebih, batuk tidak efektif. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
adalah Asupan oksigen yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
fisiologi.(Wilkinson & Ahern, 2012). Penulis mengangkat diagnosa
Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronchus,
serta sekresi mucus kental dikarenakan tanda dan gejala yang ada pada pasien
sesuai dengan batasan karakteristik dalam teori.Penulis menegakan prioritas
diagnosa keperawatan yang pertama adalah Ketidakefektifan bersihan jalan
napas yang berhubungan dengan adanya bronkhokonstriksi, bronkhospasme,
edema mukosa dan dinding bronchus, serta sekresi mucus kental berdasarkan
“Hirarki maslow” kebutuhan manusia ada 5 tahap yaitu fisiologis, rasa aman
dan nyaman, sosial, harga diri,aktualisasi diri. Respirasi merupakan kebutuhan
fisiologis (respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri, cairan, perawatan kulit,
mobilisasi dan eliminasi) kebutuhan manusia yang di utamakan (Setiadi, 2012
dalam Wahyanti 2014).
Prioritas diagnosa kedua Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
hiperventilasi juga termasuk dalam kebutuhan dasar manusia fisiologis.
Kebutuhan fisiologis terletak didasar piramida. Teori maslow mengatakan
kebutuhan tingkat dasar ini harus dipenuhi dahulu sebelum beralih ke
kebutuhan tingkat yang lebih tinggi. Dengan kata lain kebutuhan fisiologis
69
biasanya sebagai prioritas utama bagi klien dari kebutuhan lainnya
(Dermawan 2012).Penulis menegakan diagnosa yang kedua dengan alasan
pada saat dilakukan pengkajian data yang diperoleh data subjektif pasien sesak
napas, pernapasan cupping hidung dan dangkal, pasien pucat dan sianosis, RR
34x/m. Batasan karakteristik pada diagnosa ini adalah warna kulit pucat, napas
cupping hidung, pernpasan abnormal, pH arteri abnormal (Wilkinson &
Ahern, 2012). Penulis mengangkat diagnosa Ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan hiperventilasi di karenakan tanda dan gejala yang ada
pada pasien sesuai dengan batasan karakteristik dalam teori.
Prioritas diagnosa ketiga Hipertermia berhubungan dengan peningkatan
laju metabolism juga termasuk dalam kebutuhan dasar manusia fisiologis.
Kebutuhan fisiologis terletak didasar piramida. Teori maslow mengatakan
kebutuhan tingkat dasar ini harus dipenuhi dahulu sebelum beralih ke
kebutuhan tingkat yang lebih tinggi. Dengan kata lain kebutuhan fisiologis
biasanya sebagai prioritas utama bagi klien dari kebutuhan lainnya
(Dermawan 2012).Penulis menegakan diagnosa yang ketiga dengan alasan
pada saat dilakukan pengkajian data yang diperoleh data subjektif KU lemah,
TTV: suhu 39°c, pasien pucat, akral teraba hangat, warna kulit kemerahan.
Batasan karakteristik pada diagnosa ini adalah kulit kemerahan, peningkatan
suhu tubuh di atas kisaran normal, kulit terasa hangat.(Wilkinson & Ahern,
2012). Penulis mengangkat diagnosa Hipertermia berhubungan dengan
peningkatan laju metabolisme di karenakan tanda dan gejala yang ada pada
pasien sesuai dengan batasan karakteristik dalam teori.
70
Pada diagnosa gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar kapiler tidak terdapat pada An. A dikarenakan pada saat
pengkajian di dapat, nafas bayi An. A tidak bradipnea, takipnea, sedangkan
tanda-tanda dari batasan karakteristik yaitu bradipnea, takipnea, penggunaan
otot bantu untuk bernafas, pernafasan mencucu. Gangguan pertukaran gas
adalah kelebihan dan kekurangan oksigen dan atau eliminasi karbondioksida
di membrane kapiler-alveolar (Wilkinson & Ahern, 2012).
Diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan imaturitas kekebalan tubuh
tidak terjadi pada An. A karena pada pengkajian tidak menemui tanda-tanda
dan batasan karakteristik yaitu trauma, pecah ketuban, prosedur invasif,
peningkatan pemajangan lingkunga terhadap patogen (Wilkinson & Ahern,
2012).
C. Intervensi
Pada intervensi ini akan membahas pada tujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi rasa sakit pada pasien. Pada prioritas diagnosa yang pertama yaitu
Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronchus,
serta sekresi mucus kental. Maka perawat melakukan perencanaan
keperawatan dengantujuan dan kriteria hasil pada diagnosa pertama, setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebersihan
jalan napas terpenuhi dengan kriteria hasil : jalan napas bersih, sesak napas
berkurang, batuk efektif, sekret berkurang, RR dalam rentang normal.
Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis membuat perencanaan
71
tindakan keperawatan yang pertama kaji batuk klien, berikan posisi nyaman,
berikan terapi fibrasi dada, ajarkan postural drainase, ajarkan tehnik batuk
efektif, bersihkan sekret dengan terapi nebulizer (Wilkinson,2012). Tujuan
dari diberikan tindakan diatas untuk mengetahuai frekuensi batuk pada anak,
membersihkan jalan napas dan mengeluarkan dahak. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian antibiotik dan antitusif. Menurut Wilkinson & Ahern
(2012) tujuannya untuk mencegah infeksi dan penurunan sekret.
Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan hiperventilasi. Tujuan kriteria hasil yang ingin dicapai
adalahsetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
ketidakefektifan pola napas dapat di atasi dengan kriteria hasil : pola napas
efektif, bunyi napas normal, batuk berkurang. Berdasarkan tujuan dan kriteria
hasil tersebut penulis membuat perencanaan tindakan keperawatan yang
pertama kaji frekuensi napas, auskultasi bunyi napas, tinggikan kepala dan
bentuk mengubah posisi, kolaborasi pemberian O2(Wilkinson,2012). Tujuan
dari manajemen frekuensi napas adalah untuk mengetahui frekuensi napas
yang dalam batas normal. Tujuan selanjutnya untuk mempertahankan
frekuensi napas agar stabil.
Pada diagnosa ketiga, tujuan kriteria hasil yang ingin dicapai adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
hipertermia dapat di atasi dengan kriteria hasil : suhu tubuh normal 36,5-
37,5°c, tidak ada perunahan warna kulit, akral teraba dingin. Berdasarkan
tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis membuat perencanaan tindakan
72
keperawatan yang pertama observasi vital sign, anjurkan memakai pakaian
seminimal mungkin, kompres air hangat dan kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antipiretik (Wilkinson,2012).Tujuan dari mengobservasi vital sign
untuk mengetahui frekuensi naik turun suhu demam pada anak. Tujuan
selanjutnya untuk menurunkan demam pada anak.
D. Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk mengatasi
diagnosa keperawatan pertama ketidakefektifan bersihan jalan napas
dilakukan selama tiga hari dimulai tanggal 11-13 januari 2016. Penulis sudah
melakukan tindakan keperawatan sesuai intervensi yaitu mengkaji batuk tiap
hari, terapi nebulizer, ajarkan tehnik batuk efektif, selain itu penulis juga
melakukan tindakan farmakologi dengan kolaborasi pemberian antibiotik dan
antitusif dengan dokter (Wilkinson,2012). Penulis tidak melakukan tindakan
intervensi postural drainase,fibrasi dada, tehnik napas dalam karena pasien
tidak merespon apa yang di perintahkan.
Dalam implementasi penulis melakukan tindakan batuk efektif dengan
langkah prosedur terapi batuk efektif yang pertama, sebelum menyentuh anak
terapis mencuci tangan sampai pergelangan tangan sampai 3 menit
menggunakan cairan antiseptik dan air hangat, kemudian tarik nafas pelan,
ambil nafas secara perlahan, akhiri dengan mengeluarkan nafas secara
perlahan selama 3-4 detik pada saat memulai terapi batuk efektif. Kedua
Tarik nafas secara diafragma,lakukan secara pelan dan nyaman, jangan
sampai over ventilasi paru-paru, yang ketiga Setelah tarik nafas tahan selama
73
3 detik untuk mengontrol nafas dan mempersiapkan melakukan batuk huff
secara efektif. Keempat angkat dagu ke atas dengan otot perut untuk
mengeluarkan nafas cepat sebanyak 3 kali dengan saluran nafas mulut
terbuka keluarkan dengan bunyi ha,ha,ha atau huff,huff,huff, tibdakan ini
membatu epligotis terbuka dan mempermudah pengeluaran mucus, Kontrol
nafas, kemudian ambil nafas pelan 2 kali. Ulangi tehnik batuk diatas sampai
mucus ke belakang tenggorokan, stelah itu batukkan dan keluarkan
mucus/dahak dan terapi nebulizer yang cara kerjanya pasien menghirup uap
yang diproduksi oleh obat pengencer dahak (Putri,dkk 2013). Penulis
melakukan observasi terhadap An.A dalam pemberian terapi nebulizer dan
tehnik batuk efektif selama tiga hari dengan hasil pengeluaran dahak dan
menurunkan frekuensi batuk pada anak telah tercapai.
Hal ini terjadi karena sesuai teori menurut Putri (2013) pemberian terapi
nebulizer dan batuk efektif tidak hanya memulihkan secara cepat tetapi juga
membantu dalam proses penyembuhan. Pada terapi nebulizer ini obat yang
dihirup anak lewat sungkup menjadikan pengenceran dahak sehingga di
kolaborasi dengan tehnik batuk efektif agar dahak dapat keluar dan tidak
menyumbat jalan napas.
Pada diagnose keperawatan yaitu ketidakefetifan pola napas dilakukan
selama tiga hari pada tanggal 11-13 Januari 2016,tindakan keperawatan yang
sudah dilakukan kaji frekuensi napas, auskulatasi bunyi napas, kolaborasi
pemberian O2 (Wilkinson,2012). Penulis tidak melakukan intervensi
74
tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi karena pasien rewel dan
mengantuk.
Pada implementasi yang dilakukan pada diagnosa ketiga observasi vital
sign, kompres air hangat, anjurkan keluarga untuk memberi air minum putih
yang banyak, implementesi selanjutnya kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antipiretik (Wilkinson,2012). Penulis tidak melakukan tindakan
intervensi anjurkan memakai pakaian seminimal mungkin karena baju yang
dikenakan pada pasien adalah baju rumah sakit yang berbahan tipis.
Implementasi yang dilakukan pada diagnosa ketiga observasi vital sign. Hal
ini dapat dibuktikan menurut Hidayat (2005), mengatakan pemeriksaan tanda
vital merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh
yang meliputi suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi
pernapasan.
E. Evaluasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan selama 3 hari sudah di lakukan
sesuai dengan pengelolaan asuhan keperawatan serta kolaborasi dengan tim
kesehatan. Hasil evaluasi yang sudah didapatkan pada diagnos pertama
masalah keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi karena
sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang di harapkan. Kriteria hasil yang
di harapkan Batuk efektif, sekret sudah hilang. Evaluasi dengan metode
SOAP yaitu batuk efektif, pasien segar, tidak ada suara napas tambahan
(WilKinson, 2012), sedangkan menurut Putri,dkk ( 2013) kriteria hasil yang
diharapkan batuk efektif, tidak ada suara napas tambahan, sekret sudah
75
hilang. Hal ini menyatakan masalah keperawatan keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi.
Jurnal “Perbedaan Posturnal Drainase Dan Latihan Batuk Efektif Pada
Intervensi Nebulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk Pada Asma
Bronchiale Anak 3-5 Tahun” sesuai dengan aplikasi penulis dalam pemberian
terapi batuk efektif di tandai dengan penurunan frekuensi batuk setelah di
lakukan tindakan selama 30 menit setiap hari selama 3 hari berturut-turut.
Evaluasi menurut SOAP yang sudah didapatkan pada masalah
keperawatan Ketidakefektifan pola napas klien sudah sesak napas, respirasi
normal 16-30x/m. Hasil yang di dapatkan oleh penulis sudah sesuai dengan
kriteria hasil yang diharapkan klien tidak sudah tidak sesak napas, respirasi
kembali normal 16-30x/m. Hal ini menyatakan masalah keperawatan
ketidakefektifan pola napas teratasi (Wilkinson, 2012).
Evaluasi menurut SOAP yang sudah didapatkan pada masalah
keperawatan Hipertermia klien sudah tidak demam, suhu sudah normal yaitu
36,5-37,50C, warna kulitr normal, akral teraba dingin. Hasil yang di dapatkan
oleh penulis sudah sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan klien sudah
tidak demam, suhu sudah normal yaitu 36,5-37,50C, warna kulit normal, akral
teraba dingin. Hal ini menyatakan masalah keperawatan hipertermia teratasi
(Wilkinson, 2012).
76
BAB VI
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Setelah penulis menerapkan pemberian latihan batuk efektif dengan
intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi batuk pada asuhan
keperawatan An.A dengan Asma Bronchiale di ruang rawat inap anak
Melati II Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta sebagai berikut:
a. Pengkajian pada An. A dengan Asma Bronchiale di dapatkan hasil
respon objektif : pasien sesak napas, lemas, pucat, batuk terus-
menerus, pernapasan dangkal, terdengar suara ronchi stridor pada
seluruh lapang paru, terdengar suara napas tambahan “whezzing”,
RR 34x/m, suhu 39ºc Biokimia AGD: PH 7,390, BE -4,4, PCO2
34,0, PO2 106,0, hematokrit 33, HCO3 22,0, total CO2 21,4, O2
saturasi 98,0. Clinical : Pasien tampak lemas, terpasang oksigen 2lt
Dietary : bubur.
b. Prioritas diagnosa keperawatan pertama ketidakefektifan jalan napas
berhubungan dengan sekresi mucus yang kental dan batuk yang tidak
efektif.Keduaketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
hiperventilasi. Ketiga hipertermia berhubungan dengan peningkatan
laju metabolisme.
77
c. Intervensi asuhan keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas
antara lain :kaji frekuensi batuk, berikan posis nyaman, ajarkan
tehnik batuk efektif, bersihkan sekret dari mulut dan trachea dengan
nebulizer, edukasi pada keluarga untuk mengajarkan batuk
efektif,kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik
sedangkan padadiagnosa ketidakefetifan pola napas intervensi atau
perencanaan yang di lakukan adalah, kaji tanda-tanda vital, beri
terapi oksigen 2lt dan pada diagnosa hipertermia kaji tanda-tanda
vital, beri kompreas air hangat pada bagian dahi, aksila dan
femoralis ( selangkangan). Implementasi keperawatan yang di
lakukan pada klien Ketidakefektifan bersihan jalan napas sesuai
dengan perencanaan tindakan Asuhan Keperawatan yang bertujuan
dengan kriteria hasil.
d. Implementasi diagnosa pertama ketidakefektifan bersihan jalan
napas terapi nebulizer dan batuk efektif. Pada diagnosa kedua
ketidakefektifan pola napas tindakan yang di terapkan oleh penulis
yaitu terapi O22lt, sedangkan pada diagnosa ketiga tindakan yang
diterapkan oleh penulis kompres air hangat pada bagian dahi aksila
dan femoralis (selangkangan)
e. Evaluasi keperawatan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 hari menunjukan hasil evaluasi masalah ketidakefektifan
bersihan jalan napas teratasi dan pertahankan batuk efektif, dengan
kriteria hasil frekuensi batuk pasien dari berat (20) menjadi ringan
78
(3), pada diagnosa ketidakefektifan pola napas teratasi dengan
kriteria hasil pasien tidak sesak napas, tidak ada pernafasan cuping
hidung dan pada diagnosa hipertermia teratasi dengan kriteria hasil
penas anak turun dengan suhu 36,5°c dengan batas norma
(36,537,5°c).
f. Analisa hasil implementasi aplikasi jurnal penelitian yang telah
dilakukan oleh Putri,dkk (2013). Pemberianlatihan batuk efektif
dengan intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi
batukyang diberikan selama tiga hari pada An.A dengan Asma
Bronchiale mampu menurunkan frekuensi batuk anak. Hasil analisa
dari implementasi berupa penilaian dari frekuensi batuk 20 (berat)
yang sebelumnya menjadi frekuensi batuk 3 (ringan)
B. SARAN
1. Instansi
a. Pendidikan
Diharapkan dapat meningkakan mutu kualitas kegiatan proses
belajar
mengajar khususnya pada anak dengan Asma Bronchiale.
b. Rumah sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan kerjasama baik antara tim ksehatan maupun
79
dengan klien hingga asuhan keperawatan yang di berikan dapat
mendukung kesembuhan klien.
2. Bagi Penulis
Diharapkan bisa memberikan tindakan pengelolaan selanjutnya pada
pasiendengan pemenuhan kebutuhan fisiologi khususnya pada pasien
anak dengan Asma Bronchiale.
3. Bagi Pembaca
Diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan referensi diidang
keperawatan anak tentang pemeberian latihan batuk efektif dengan
intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi batuk pada Asuhan
Keperawatan Dengan Asma Bronchiale.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, 2005. Memahami Proses Keperawatan dengan Pendekatan dan Latihan.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC
Anas, Tamsuri. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernafasan.
Penerbit Buku kedokteran EGC: Jakarta
Apriyadi, 2013. Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif.Penerbit EGC : Jakarta.
Dermawan, Deden 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka
Kerja.Yogyakarta : Gosyem Publishing.
Dinkes Jateng, 2007. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2007. Jawa
Tengah: Bidang Kesehatan.
Dinkes Surakarta, 2012. Profil Kesehatan Surakarta tahun 2012. Surakarta:
Bidang Kesehatan.
IDAI, 2010. Prevelansi Angka Kejadian Asma di Dunia. Kesehatan Dunia.
Ikawati, 2007. Penyakit Sistem Pernapasan dan Tatalaksana Terapinya. Bursa
Ilmu: Yogyakarta.
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi 3. Media
Aesculapius FKUI: Jakarta.
Muttaqin, Arif. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Salemba Medika: Jakarta.
Muzzayin, 2006. Buku Penyakit Sistem Pernafasan. Penerbit:EGC. Jakarta.
Nursalam, 2005. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan.
Edisi 2. Salemba Medika: Jakarta.
NCHS, 2006. Prevelansi Angka Kejadian Asma di Dunia tahun 2006. WHO:
Kesehatan.
Putri,dkk, 2013. Jurnal fisioterapi. 13 (1)
Pranowo, 2009. Efektifitas Batuk Efektif dalam Pengeluaran Sputum untuk
Penemuan BTA pada Pasien TB PAru Di Ruang Inap Rumah Mardi
Rahayu Kudus.
Riset, 2007. Prevelansi Angka Kejadian Asma. Indonesia: Bidang Kesehatan.
Setiadi. (2012). Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta. GrahaIlmu.
Sundaru, 2006. Buku Sistem Pernafasan. Penerbit: EGC. Jakarta.
Smeltzer, 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Penerbit: EGC.
Jakarta.
Smeltzer dan Bare, 2008. Buku Ajar Keperawatan. Penerbit: EGC. Jakarta.
Trabani, Rab. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: TIM.
Wilkinson dan Ahern. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta. Buku
Kedokteran: EGC