pemberian latihan fisik untuk mempercepat...

106
PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT PEMULIHAN PASIEN POST HISTEREKTOMI DENGAN GENERAL ANESTESI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. W DI INTENSIVE CARE UNIT RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA DI SUSUN OLEH : VIRA TRI UTAMI NIM. P.12118 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015

Upload: hoangkien

Post on 01-Feb-2018

245 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT PEMULIHAN

PASIEN POST HISTEREKTOMI DENGAN GENERAL ANESTESI

PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. W DI INTENSIVE

CARE UNIT RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

DI SUSUN OLEH :

VIRA TRI UTAMI

NIM. P.12118

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2015

Page 2: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

i

PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT PEMULIHAN

PASIEN POST HISTEREKTOMI DENGAN GENERAL ANESTESI

PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. W DI INTENSIVE

CARE UNIT RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DI SUSUN OLEH :

VIRA TRI UTAMI

NIM. P.12118

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2015

Page 3: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Vira Tri Utami

NIM : P.12118

Program Studi : DIII Keperawatan

Judul : Pemberian Latihan Fisik untuk Mempercepat Pemulihan

Pasien Post Histerektomi dengan General Anestesi pada

Asuhan Keperawatan Ny. W di Ruang Intensive Care

Unit RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini

benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan

atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah

hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai

dengan kekentuan akademik yang berlaku.

Surakarta, 23 Mei 2015

Yang Membuat pernyataan

Vira Tri Utami

NIM. P.12118

Page 4: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

iii

LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :

Nama : Vira Tri Utami

NIM : P.12118

Program Studi : DIII Keperawatan

Judul : Pemberian Latihan Fisik untuk Mempercepat Pemulihan

Pasien Post Histerektomi dengan General Anestesi pada

Asuhan Keperawatan Ny. W di Ruang Intensive Care

Unit RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah

Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Ditetepkan di : Surakarta

Hari/ Tanggal : Sabtu, 23 Mei 2015

Pembimbing : Ns. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., M.Kep. ( )

NIK. 201279102

Page 5: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh:

Nama : Vira Tri Utami

NIM : P.12118

Program Studi : DIII Keperawatan

Judul : Pemberian Latihan Fisik untuk Mempercepat Pemulihan

Pasien Post Histerektomi dengan General Anestesi pada

Asuhan Keperawatan Ny. W di Ruang Intensive Care

Unit RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah

Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Ditetapkan di : Surakarta

Hari/ tanggal : Rabu, 24 Juni 2015

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ns. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., M.Kep. ( )

NIK. 201279102

Penguji I : Ns. Atiek Murharyati, S.Kep., M.Kep. ( )

NIK. 200680021

Penguji II : Ns. S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep., M.Kep. ( )

NIK. 200984041

Mengetahui,

Ketua Program Studi DIII Keperawatan

STIKES Kusuma Husada Surakarta

Ns. Atiek Murharyati, S.Kep., M.Kep.

NIK. 200680021

Page 6: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena

berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Latihan Fisik untuk Mempercepat

Pemulihan Pasien Post Histerektomi dengan General Anestesi pada Asuhan

Keperawatan Ny. W di Ruang Intensive Care Unit RSUD Dr. Moewardi

Surakarta.”

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada yang terhormat:

1. Ns. Atiek Murharyati, S.Kep., M.Kep. selaku Ketua Program Studi DIII

Keperawatan sekaligus penguji satu yang telah memberi kesempatan untuk

dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta dan mampu

memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan

serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini .

2. Ns. Meri Oktariani, S.Kep., M.Kep. selaku Sekertaris Program Studi DIII

Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu

di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

3. Ns. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., M.Kep. selaku dosen pembimbing yang

telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,

Page 7: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

vi

perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya

studi kasus ini.

4. Ns. S. Dwi Sulisetyowati, S.Kep., M.Kep. selaku penguji dua yang telah

membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,

perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya

studi kasus ini.

5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada

Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya

serta ilmu yang bermanfaat.

6. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat

untuk menyelesaikan pendidikan.

7. Rekan Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada

Surakarta seangkatan dan almamaterku tercinta Kususma Husada.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, 23 Mei 2015

Penulis

Page 8: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

vii

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .................................................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ............................................................................... 1

B. Tujuan penulisan ........................................................................... 6

C. Manfaat penulisan ......................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori ................................................................................ 8

1. Kanker ovarium ...................................................................... 8

2. Hiterektomi dan general anestesi ........................................... 16

3. Latihan fisik pasien post operasi ............................................ 18

B. Kerangka teori ............................................................................... 31

C. Kerangka konsep ........................................................................... 33

BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subjek aplikasi riset ...................................................................... 34

B. Tempat dan waktu ......................................................................... 34

C. Media dan alat ............................................................................... 34

D. Prosedur tindakan .......................................................................... 34

E. Alat ukur ........................................................................................ 37

Page 9: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

viii

BAB IV LAPORAN KASUS

A. Identitas klien ................................................................................ 39

B. Pengkajian ..................................................................................... 39

C. Perumusan masalah keperawatan .................................................. 46

D. Perencanaan .................................................................................. 47

E. Implementasi ................................................................................. 49

F. Evaluasi ......................................................................................... 59

BAB V PEMBAHASAN

A. Pengkajian ..................................................................................... 65

B. Perumusan Masalah Keperawatan ................................................ 69

C. Perencanaan ................................................................................... 74

D. Implementasi ................................................................................. 75

E. Evaluasi ......................................................................................... 83

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.................................................................................... 85

B. Saran .............................................................................................. 91

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 10: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel 2.1 Skala kekuatan otot .............................................................. 22

2. Tabel 3.1 Skala nyeri longitudinal ....................................................... 29

Page 11: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Gambar 2.1 Skala FACES ................................................................. 29

2. Gambar 2.2 Skala identitas nyeri numeric ......................................... 30

3. Gambar 2.3 Kerangka teori ................................................................ 31

4. Gambar 2.4 Kerangka konsep ............................................................ 33

5. Gambar 4.1 Genogram ........................................................................ 41

Page 12: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Asuhan keperawatan

Lampiran 2 Lembar Observasi

Lampiran 3 Lembar konsultasi

Lampiran 4 Loog book

Lampiran 5 Pendelegasian

Lampiran 6 Jurnal utama

Lampiran 7 Usulan judul aplikasi jurnal dalam pengelolaan asuhan

keperawatan pada klien

Lampiran 8 Daftar riwayat hidup

Page 13: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kanker adalah penyakit yang timbul akibat pertumbuhan

tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker,

sedangkan tumor adalah kondisi dimana pertumbuhan sel tidak normal

sehingga membentuk suatu lesi atau dalam banyak kasus, benjolan di

tubuh. Tumor terbagi menjadi dua, yaitu tumor jinak dan tumor ganas.

Tumor jinak memiliki ciri-ciri, yaitu tumbuh secara terbatas, tidak

menyebar dan bila dioperasi, dapat dikeluarkan secara utuh sehingga dapat

sembuh sempurna, sedangkan tumor ganas memiliki ciri-ciri, yaitu dapat

menyusup ke jaringan sekitarnya, dan sel kanker dapat ditemukan pada

pertumbuhan tumor tersebut (Infodatin, 2015).

Kanker ovarium merupakan penyebab kematian dari kanker alat

genital perempuan. Di USA sekitar 22.220 kasus baru didiagnosis setiap

tahun dan sekitar 16.210 kematian terjadi setiap tahun akibat penyakit ini.

Kanker ovarium 6% dari seluruh kanker pada perempuan dan penyakit ini

timbul 1 orang pada setiap 68 orang (Anwar Mochamad, dkk, 2011).

Menurut FIGO (Federasi Obstetri dan Ginekologi Sedunia) dalam

Widayawati Puji, dkk (2009), angka kematian mencapai 11,1%; 25,1%;

58,5%; dan 82,1% masing-masing untuk stadium I, II, III, dan IV.

Probabilitas terjadinya kanker ovarium meningkat dengan tajam pada

Page 14: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

2

umur 45−54 tahun dan terus meningkat sepanjang sisa usia, paralel dengan

kadar hormon gonadotropin.

Secara nasional prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua

umur di Indonesia tahun 2013 sebesar 1,4% atau diperkirakan sekitar

347.792 orang (infodatin, 2015). Berdasarkan data dari Yayasan Kanker

Indonesia (YKI) dalam Widayawati puji, dkk (2009), jumlah kanker

ovarium menduduki peringkat ke-6 dari jenis kanker ginekologi. Di RSUD

Dr. Moewardi Surakarta angka kejadian atau prevalensi dari kanker

ovarium dilakukan tindakakan histerektomi pada tahun 2013 ada 89 orang

dan pada tahun 2014 sebanyak 114 orang. Pada satu tahun terakhir

mengalami peningkatan. Menurut Redjeki Ike Sri (2013) dijelaskan bahwa

jumlah tindakan anestesi diseluruh dunia setiap tahunnya dapat mencapai

240 juta tindakan, 10% tindakan tersebut dilakukan pada pasien dengan

risiko tinggi dengan angka mortalitas mencapai 80%.

Kanker ovarium adalah kanker ginekologi. Mayoritas kanker

ovarium adalah jenis epithelial, kanker ovarium dapat juga berasal dari sel

lain yang terdapat di ovarium. Tumor ovarium yang berasal dari sel

germinal diklasifikasikan sebagai disgerminoma dan teratoma, sedangkan

tumor ovarium yang berasal dari folikel diklasifikasikan sebagai sex cord-

stromal tumor, terutama sel granulosa dan tumor yang berasal dari stroma

ovarium adalah sarkoma. (Aziz Farid, 2006). Pengobatan utama dari kaker

adalah operasi pengangkatan tumor primer dan metastasisnya.

Page 15: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

3

Operasi atau pembedahan adalah semua tindak pengobatan yang

menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian

tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya

dilakukan dengan membuat sayatan (Sjamsuhidajat R. & Jong, 2005).

Intrabedah atau pembedahan atau tindakan pembedahan merupakan masa

pembedahan dimulai dimeja operasi dan berakhir diruang recovery room

atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012).

Tindakan pembedahan berdasarkan faktor resikonya dibagi

menjadi pembedahan minor dan mayor. Pembedahan minor adalah

pembedahan yang dapat menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan

resiko kerusakan yang minim. Sedangkan pembedahan mayor sendiri

adalah pembedahan yang dapat menimbulkan trauma fisik yang luas dan

resiko kematiannya sangat serius, misalnya total abdominal histerektomy,

resekresi kolon dan lain-lain (Majid Abdul, dkk, 2011).

Pada penyakit kanker ovarium diperlukan pembedahan yaitu

histerektomi. Histerektomi adalah pengangkatan uterus melalui

pembedahan, paling umum dilakukan untuk keganasan dan kondisi bukan

keganasan tertentu (endometriosis/tumor), untuk mengontrol perdarahan

yang mengancam jiwa dan kejadian infeksi pelvis yang tak sembuh-

sembuh atau ruptur uterus yang tidak dapat diperbaiki (Marilyn E. &

Doengoes, 2000). Sebelum dilakukan pembedahan ada tindakan yang

paling penting dilakukan yaitu anestesi. Anestesi adalah hilangnya

Page 16: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

4

sebagian atau seluruh semua bentuk sensasi yang disebabkan oleh patologi

pada sistem saraf (Grace A. Piere , 2007 ).

Setelah pembedahan, pasien mengalami kondisi lemah dan akan

sulit melakukan aktivitas. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara

lain anestesi, dihambat oleh rasa nyeri terutama disekitar luka operasi,

selain itu juga pasien dibebani oleh balutan, bebat atau peralatan drainase

sehingga pasien sering kali tidak mampu untuk melakukan mobilisasi

(Burnner & Suddarth, 2002) dalam jurnal Naharani Pepin (2012).

Beberapa tujuan dari mobilisasi menurut Garrison (2004) dalam

Akhrita Zetri (2011) antara lain: mempertahankan fungsi tubuh,

memperlancar peredaran darah, membantu pernafasan menjadi lebih baik,

mempertahankan tonus otot, memperlancar eliminasi alvi dan urin,

mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal

atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian, memberi kesempatan

perawat dan pasien untuk berinteraksi atau komunikasi.

Kusmawan (2008) seperti dikutip Akhrita Zetri (2011),

menyatakan bahwa pergerakan akan mencegah kekakuan otot dan sendi

sehingga juga mengurangi nyeri, menjamin kelancaran peredaran darah,

memperbaiki pengaturan metabolisme tubuh, mengembalikan kerja

fisiologis organ-organ vital yang pada akhirnya justru akan mempercepat

penyembuhan pasien. Menggerakkan badan atau melatih kembali otot-otot

dan sendi pasca operasi di sisi lain akan memperbugar pikiran dan

Page 17: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

5

mengurangi dampak negatif dari beban psikologis yang tentu saja

berpengaruh baik juga terhadap pemulihan fisik.

Masa pulih sadar dimulai sejak pasien selesai di tangani secara

bedah, dibawa dalam keadaan tidak sadar atau setengah sadar ke ruang

pemulihan, sampai ketika kesadarannya pulih sempurna dan pasien dapat

dipindahkan ke ruang rawat (Sjamsuhidajat R. & Jong, 2005). Upaya

perawat yang akan dilakukan untuk memulihkan pasien pasca general

anestesi yaitu mengajarkan mobilisasi dini atau latihan fisik. Mobilisasi

dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, latihan nafas dalam, dan batuk

efektif (Majid Abdul, dkk, 2011). Latihan fisik ini berguna untuk

memulihkan kesadaran pasien pasca general anestesi.

Latihan nafas dalam untuk meningkatkan ventilasi paru dan

oksigenasi darah, latihan batuk efektif untuk mengeluarkan lendir, serta

latihan gerak sendi agar tidak terjadi kekakuan pada sendi-sendi serta

mempercepat proses penyembuhan pasca operasi (Burnner & Suddarth,

2002) dalam Naharani Pepin (2012).

Berdasarkan studi kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

didapatkan hasil bahwa di rumah sakit tersebut belum ada ruang recovery

room, perawat belum pernah melakukan penatalaksanaan non farmakologi

misalnya latihan fisik, dan belum ada standart operating procedure latihan

fisik untuk mempercepat pemulihan pasien post histerektomi dengan

general anestesi. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis

teratarik untuk memberikan tindakan keperawatan latihan fisik untuk

Page 18: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

6

mempercepat pemulihan pasien post histerektomi dengan general anestesi

di ruang intensive care unit RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Mengaplikasikan tindakan latihan fisik terhadap pemulihan pasien

pasca general anestesi pada Ny. W dengan post histerektomi.

2. Tujuan khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien post

histerektomi.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien

post histerektomi.

c. Penulis mampu menyusun intervensi pada pasien post

histerektomi.

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien post

histerektomi.

e. Penulis mampu menganalisa hasil dari pemberian latihan fisik

terhadap pemulihan pasien pasca general anestesi pada Ny. W

dengan post histerektomi.

Page 19: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

7

C. Manfaat Penulisan

1. Manfaat bagi Rumah Sakit

Memberi bahan masukan agar tindakan pemberian latihan fisik untuk

mempercepat pemulihan pasien pasca general anestesi dapat dijadikan

SOP di Rumah Sakit.

2. Manfaat bagi tenaga kerja kesehatan

Menjadi referensi tindakan keperawatan bagi para perawat untuk

diaplikasikan di ruang pemulihan pasien post operasi dengan general

anestesi.

3. Manfaat bagi institusi pendidikan

Menjadi bahan kepustakaan dalam pemberian latihan fisik untuk

mempercepat pemulihan pasien pasca general anestesi.

4. Manfaat bagi mahasiswa

Menjadi tambahan informasi dalam memperoleh pengetahuan dan

pengembangan praktik keperawatan khususnya dalam bidang

pemulihan pasien pasca general anestesi.

5. Manfaat bagi masyarakat

Dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif latihan fisik yang

digunakan untuk pemulihan pasien pasca general anestesi dengan

menggunakan teknik non farmakologi.

Page 20: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. Kanker Ovarium

a. Definisi

Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel

abnormal diubah oleh mutasi genetik dari DNA seluler. Sel

abnormal ini membentuk klon dan mulai berproliferasi secara

abnormal, mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan dalam

lingkungan sekitar sel tersebut (Smeltzer & Bare, 2006).

Kanker ovarium adalah kanker ginekologis yang paling

mematikan sebab pada umumnya sudah parah sebelum

terdeteksi. Tidak ada tes screening awal yang terbukti untuk

kanker ovarium. Tidak ada tanda-tanda awal yang pasti.

Beberapa wanita mengalami ketidaknyamanan pada abdomen

samar-samar dan bengkak (DiGuilio, et al, 2014).

b. Klasifikasi

Kanker ovarium dapat berkembang dari organ ovarium

yang berbeda-beda. Jenis yang paling umum adalah kanker

ovarium epithelia yang terjadi dilapisan permukaan ovarium.

Jenis lainnya dari kanker ovarium adalah germ cell tumors

(sel tumor germinal dan sex-cord stroma tumors (sel tumor

Page 21: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

9

stroma). Tumor germinal terjadi di sel-sel yang bertanggung

jawab dalam memproduksi sel telur. Sedangkan sel tumor

stroma terjadi di sel-sel jaringan ikat ovarium yang juga dikenal

sebagai stroma (Salani & Bristow, 2011).

Klasifikasi menurut Aziz Farid, dkk (2006) ada tiga yaitu:

1) Kanker ovarium berasal dari jenis epitelial.

Hipotesis incesstant ovulation adalah teori yang

pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972,

yang menyatakan bahwa pada saat ovulasi, terjadi

kerusakan pada sel-sel epitel ovarium. Untuk

penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika

sebelum penyembuhan tercapai terjadi ovulasi atau trauma

baru, proses penyembuhan akan terganggu dan kacau

sehingga dapat menimbulkan proses transformasi menjadi

sel-sel tumor.

Tumor ovarium epithelial biasanya dibedakan atas

dua kelompok, yaitu tumor yang infasif dan borderline.

Kanker ovarium epithelial paling sering ditemukan pada

wanita pasca menopause. Tumor ovarium epithelial ini

menurut WHO diklasifikasikan menjadi delapan, yaitu

serous tumors, mucinous tumor, endometrioid tumors, clear

cell tumors, transitional cell tumors, squamous cell tumors,

mixed epithelial tumors, dan undifferentiated carcinoma.

Page 22: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

10

Dari semua jenis kanker ovarium epithelial, kanker ovarium

jenis serosum lebih sering ditemukan daripada jenis

musinosum.

2) Kanker ovarium berasal dari sel germinal.

Tumor sel germinal berasal dari sel germinal

primordial ovarium. Tumor sel germinal ini dapat tumbuh

ekstra ganas seperti di mediastinum dan retroperitoneum.

Terjadinya keadaan ini dapat diterangkan dengan adanya

migrasi sel germinal dari yolk-sac bagian kaudal ke

mediastinum sebelum menetap di sex-cord dari gonad.

3) Kanker ovarium berasal dari sel folikel. Tumor ini berasal

dari sex-cord, stroma ovarium, atau mesenchine.

c. Etiologi

Seorang yang belum pernah punya anak atau mempunyai

hanya satu atau dua anak, memiliki resiko lebih besar

menderita kanker ovarium. Wanita dengan sejarah kanker

payudara, kolon, atau sejarah keluarga kanker ovarium

beresiko tinggi untuk kanker ovarium (DiGuilio, et al, 2014).

Menurut Rasjidi Imam (2009) etiologi dari kanker ovarium

adalah:

1) Faktor reproduksi

Riwayat reproduksi terdahulu serta durasi dan jarak

reproduksi memiliki dampak terbesar pada penyakit ini,

Page 23: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

11

paritas yang rendah dan infertilitas, menarche dini dan

menapouse yang terlambat meningkatkan resiko untuk

berkembang menjadi kanker ovarium. Peningkatan insiden

kanker ovarium pada wanita lajang, biarawati, dan wanita

nulipara menunjukan ovulasi yang teratur yang tidak

diselingi dengan kehamilan, meningkatkan predisposisi

wanita dapat mengidap keganasan.

2) Faktor hormonal

Penggunaan hormon estrogen pada terapi gejala

yang berhubungan dengan menopause berhubungan dengan

peningkatan resiko kanker ovarium baik dari insiden

maupun tingkat mortalitasnya. Peningkatan berat badan

juga memungkinkan terjadinya peningkatan body mass

index (BMI) saat remaja atau usia dewasa dapat

meningkatkan resiko, terutama pada masa premenopouse

secara spesifik dapat meningkatkan resiko mengidap kanker

ovarium.

3) Faktor genetik

Pada umumnya kanker ovarium epitel bersifat

sporadis. Familial atau pola herediter dilaporkan hanya 5-

10%. Riwayat keluarga maupun faktor penting dalam

memasukan apakah wanita memiliki resiko terkena kanker

ovarium.

Page 24: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

12

4) Faktor lingkungan

Mengkonsumsi tinggi daging dapat meningkatkan

resiko seorang wanita mengidap kanker ovarium. Beberapa

penelitian juga menyatakan konsumsi tembakau

meningkatkan angka kejadian pada wanita untuk terjangkit

kanker ovarium.

d. Tanda dan Gejala

Menurut Norwits & Schorge (2008) di jelaskan ada

beberapa tanda dan gejala pada pasien kanker ovarium:

1) Penderita kanker ovarium seringkali melaporkan gejala

perut kembung, ukuran perut yang meningkat, dan

gangguan pada sistem kemih.

2) Cepat kenyang dan perubahan pola buang air besar atau

salah pencernaan merupakan keluhan yang sering

ditemukan pada penyakit tinggkat lanjut.

3) Penurunan berat badan yang bermakna tidak biasa terlihat.

Menurut Salani & Bristow (2011) gejala yang paling sering

terjadi pada pasien kanker ovarium adalah ukuran perut

meningkat, perut kembung, kelelahan, sakit perut, gangguan

pencernaan, sembelit, dan sering buang air kecil. Hampir

sepertiga wanita dilaporkan mengalami gejala-gejala ini selama

lebih dari enam bulan sebelum terdiagnosis.

Page 25: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

13

Sebagian besar pasien tidak merasa ada keluhan (95%) dan

keluhan-keluhan yang timbul tidak spesifik seperti perut

membesar/ada perasaan tekanan, dyspareunia, berat badan

meningkat karena ada asites atau massa (Anwar, dkk, 2011).

Pada stadium awal kanker ovarium ini muncul dengan

gejala-gejala tidak khas. Bila penderita dalam usia

perimenopouse, keluhan yang biasa mucul adalah haid yang

tidak teratur. Bila massa tumor telah menekan kandung kemih

atau rektum, keluhan yang sering muncul adalah sering

berkemih dan konstipasi. Kadang-kadang gejala seperti distensi

perut sebelah bawah, rasa tertekan dan nyeri dapat pula

ditemukan. Pada stadium lanjut ini gejala-gejala yang

ditemukan umumnya berkaitan dengan adanya asites,

metastasis ke omentum (omental cake), atau metastasis ke usus

(Aziz Farid, dkk, 2006).

e. Patofisiologi

Di ovarium, setiap ovum dikelilingi oleh sel-sel penunjang

yang disebut sel granulosa. Sebuah ovum ditambah sel-sel

granulosa yang mengelilingnya disebut folikel. Pada siklus

menstruasi, pematangan dan pelepasan sebuah ovum yang

terjadi secara siklik. Siklus ini terdiri atas pertumbuhan folikel,

ovulasi ovum, dan perubahan-perubahan endometrium uterus.

Ada dua fase berbeda pada siklus menstuasi yaitu fase folikular

Page 26: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

14

dan luteal. Selama fase folikular, folikel berkembang dan

mengeluarkan estrogen. Sel-sel endometrium uterus

berproduksi dan tumbuh. Selama fase luteal, progesterone

disekresikan oleh sel-sel folikel yang masih ada dan lapisan

uterus menjadi sangat tervaskularisasi dan sekretorik.

Kanker ovarium biasanya berasal dari sel epitel dan

berkaitan dengan pajanan estrogen seumur hidup. Pada anak

atau remaja, kanker ovarium dapat berkembang di sel-sel

germanativum (ova), yang mungkin berkaitan dengan dengan

predisposisi genetik. Kanker ovarium paling tinggi terjadi pada

wanita yang berkeluarga dekatnya mengidap kanker payudara

atau ovarium, meski resiko genetik yang teridentifikasi hanya

dijumpai pada 5% wanita yang mengidap kanker ovarium. Diet

tinggi lemak, kegemukan, dan tidak pernah mengandung

meningkatkan resiko kanker ovarium.

Pemakaian kontrasepsi oral, kehamilan, menyusui, dan

pada beberapa studi, ligase tuba (pemutusan tuba fallopi)

tampaknya bersifat protektif terhadap kanker ovarium. Olah

raga sedang dapat menurunkan resiko kanker ovarium, yang

berkaitan dengan penurunan kadar estrogen pada wanita.

Kanker ovarium biasanya asimtomatik sampai penyakit berada

dalam tahap lanjut. Gejala-gejala lanjut adalah pembengkakan

abdomen dan nyeri. Obstruksi saluran cerna dapat

Page 27: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

15

menyebabkan muntah, konstipasi, atau diare dengan volume

sedikit (Corwin J. Elisabeth, 2009).

f. Penatalaksanaan

Pembedahan memegang peranan penting dalam

penatalaksanaan kanker ovarium, terutama berkaitan dengan

penentuan diagnosis prabedah, perluasan penyakit (stadium),

disamping pengangkatan tumor. Untuk mendapatkan hasil

pengobatan yang lebih baik, dipelukan evaluasi stadium cermat

saat pembedahan (Rasjidi Imam, 2009).

Penatalaksanaan kanker ovarium sangat ditentukan oleh

stadium, derajat diferensiasi, fertilitas, dan keadaan umum

penderita. Pengobatan utama adalah operasi pengangkatan

tumor primer dan metastasisnya, dan bila perlu diberikan terapi

ajuvan seperti kemoterapi, radioterapi (intraperitonial

radiocolloid atau whole abdominal radiation), imunoterapi

atau terapi biologi, dan terapi hormon (Aziz Farid, dkk, 2006).

Menurt DiGuilio, et al (2007), penatalaksanaan yang perlu

dilakukan pada pasien yang mengidap kanker ovarium

tergantung pada fase saat diagnosis, fase operasi penting,

complete abdominal hysterectomy, dengan bilateral salpingo-

oophorectomy, omenectomy, dan node dissection. Dapat pula

dengan pengangkatan seluruh tumor yang terlihat dan

metastasis-debulking, kemoterapi, dan radiasi.

Page 28: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

16

2. Histerektomi dan General Anestesi

Pembedahan pada kanker ovary yaitu histerektomi.

Histerektomi adalah operasi pengangkatan uterus dan serviks.

Prosedur ini dilakukan ada banyak kondisi selain kanker, termasuk

perdarahan uterus disfungsi, endometriosis, pertumbuhan

nonmlignan dalam uterus, serviks, dan adneksa, masalah-masalah

relaksasi dan prolapse pelvis, dan cedera pada uterus yang tidak

dapat diperbaiki. Kondisi keganasan atau malignansi membutuhkan

histerektomi abdomen total dan salpingo-ooferektomi bilateral

(pengangkatan tubafallopi dan ovarium) (Mutaqqin & Sari, 2009).

Histerektomi tipe abdominal yaitu: (1) Subtotal (parsial)

yang diangkat badan uterus, putung serviks disisakan, (2) Total

yang diangkat uterus dan serviks, (3) Total dengan kanker

salpingo-ooferektomi bilateral yang diangkat adalah uterus,

serviks, tuba fallopi, dan ovarium (Marilyn E. & Doengoes, 2000).

Tindakan preoperatif yang paling penting dan mendasar

untuk dapat dilakukan operasi sebelumnya harus dilakukan anestesi

atau pembiusan pada pasien. Anestesi adalah hilangnya sebagian

atau seluruh semua bentuk sensasi yang disebabkan oleh patologi

pada system saraf. Tujuan dan teknik dari anestesi umum yaitu

menginduksi hilangnya kesadaran dengan menggunakan obat

hipnotik yang dapat diberikan secara intravena (misalnya profol)

atau inhalasi (misalnya sevofluran) (Grace Pierce A., 2007).

Page 29: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

17

Anestesi atau pembiuasan merupakan pembantu operasi

yang sangat penting karena tanpa anestesi tidaklah mungkin

dilakukan pembedahan. Macam anestesi ada dua, yaitu anestesi

lokal dan umum. Anestesi lokal (setempat) dibedakan lagi menurut

tempat yang diberikan obat anestesi, yaitu anestesi spinal, epidural,

paravertebral, blok cabang saraf, infiltrasi, dan permukaan kulit

(topikal) (Oswari E, 2000).

Obat untuk anestesi umum ada yang berupa gas dan ada

pula yang berupa cairan. Anestesi umum menyebabkan mati rasa

kerena obat masuk kejaringan otak dengan tekanan setempat yang

tinggi. Bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk dianestesi

umum, maka dapat dilakukan anestesi regional. Anestesi regional

dapat dilakukan melalui: anestesi lumbal, peridural, blok, infiltrasi,

topical (Oswari E, 2000).

Secara umum, anestesi berarti suatu tindakan

menghilangkan rasa sakit ketika dilakukan pembedahan dan

berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada

tubuh. Sebagai contoh operasi akan menimbulkan luka insisi, saat

pasien sadar dari pengaruh anestesi maka akan merasakan perasaan

nyeri. Anestesi juga dapat mengiritasi jalan nafas, menimbulkan

hipersekresi kelenjar ludah, menyebabkan mual muntah (Majid

Abdul, dkk, 2011)

Page 30: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

18

Relaksasi otot, yang dapat masuk kedalam rongga tubuh

melalui berbagai cara, sebagai contoh melalui depresi sentral dari

system saraf, dengan anestesi lokal saraf perifer, atau dengan

menghambat perbatasan neuromuskular. Setiap obat yang

menyebabkan otot berelaksasi dapat disebut sebagai relaksan otot.

Obat-obat yang bekerja pada sistem saraf pusat (anestesi umum,

sedative, obat penenang, dan analgesic) dapat dimasukan kedalam

tubuh melalui beberapa cara (intravena, intramuskular, inhalasi,

oral, rektal, sublingual, dan transdermal).

Apapun cara pemberiaannya , semua obat anestesi masuk

ke dalam aliran darah, dan diangkut ke otak, tempat obat tersebut

menembus sawar otak melalui darah, dan memasuki sel khusus

pada sistem saraf pusat (SSP). Obat tersebut menimbulkan

pengaruh reversible yang khas. Keadaan teranestesi disebabkan

oleh suatu perubahan permeabilitas membrane sel otak, dan

mungkin adanya penyusupan pada oksigenasi, kadar ion hydrogen

intraseluler, dan atau pertukaran ion (boulton & blogg, 1994).

3. Latihan Fisik Pasien Post Operasi

a. Mobilisasi

Mobilisasi adalah suatu kebutuhan dasar manusia yang

diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari

yang berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan

Page 31: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

19

maupun kemampuan aktivitas (Perry & Potter, 2006) dalam

Akhirta Zetri (2011).

Aktivitas adalah suatu bentuk energy atau kemampuan

bergerak pada seseorang secara bebas, mudah, dan teratur

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri maupun

dengan bantuan orang lain. Beberapa system tubuh yang

berperan dalam aktivitas seseorang : tulang, otot dan tendon,

ligament, sendi dan system saraf (Riyadi & Harmoko, 2012).

Mobilisasi dini menurut Carpenito (2000) dalam Akhirta

Zetri (2011) adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian

sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk

mempertahankan fungsi fisiologis.

Dalam proses pemulihan pasien post operasi, mobilisasi

dini sangat dianjurkan agar pasien cepat pulih. Biasanya pasien

post operasi akan diajarkan latihan fisik yang diberikan pada

yaitu latihan nafas, latihan batuk efektif, latihan gerak sendi

(Naharani Pepin, dkk, 2013).

b. Range of Motion

Mobilisasi dini dapat berupa latihan fisik yang membantu

pasien agar kembali beraktivitas secara bertahap adalah latihan

gerak sendi untuk membantu proses penyembuhan. Latihan

gerak sendi tersebut berupa latihan rentang gerak (ROM) untuk

mengajarkan pasien aktivitas mandiri ataupun dengan bantuan

Page 32: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

20

orang lain secara bertahap maka setelah pasien pulih, pasien

akan dipindahkan ke ruangan.

Range of motion adalah latihan gerak sendi yang

memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot,

dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya

sesuai gerakan normal baik secara aktif maupun pasif (potter &

perry, 2006) dalam Fitria & Maimurahman (2013).

Range of Motion (ROM) adalah latihan gerak sendi untuk

meningkatkan aliran darah perifer dan mencegah kekakuan

otot / sendi. Tujuannya adalah : memperbaiki dan mencegah

kekakuan otot, memelihara / meningkatkan fleksibilitas sendi,

memelihara / meningkatkan pertumbuhan tulang dan

mencegah kontraktur. Latihan gerak sendi dapat segera

dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot dan ketahanan

otot (endurance) sehingga memperlancar aliran darah serta

suplai oksigen untuk jaringan sehingga akan mempercepat

proses penyembuhan (Eldawati, 2011).

Latihan sendi merupakan hal yang sangat penting bagi

pasien setelah operasi, agar pasien dapat segera melakukan

berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat

proses penyembuhan. Banyak pasien yang tidak berani

menggerakan tubuh karena takut jahitan operasi akan robek

atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini

Page 33: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

21

keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera

bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang kerja usus

(peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut atau

flatus.

Keuntungan lain dari latihan rentang gerak sendi (ROM) ini

adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran

pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya

dekubitus, sedangkan tujuan lainnya adalah memperlancar

sirkulasi perifer untuk mencegah statis vena dan menunjang

fungsi pernafasan optimal. Dengan bergerak, hal ini akan

mencegah kekakuan otot dan sendi sehingga dapat mengurangi

nyeri, menjamin kelancaran peredaran darah, memperbaiki

pengaturan metabolisme tubuh, mengembalikan kerja

fisiologis organ-organ vital yang pada akhirnya justru akan

mempercepat penyembuhan luka.

Menggerakan badan atau melatih kembali otot-otot dan

sendi pasca operasi di sisi lain akan memperbugar pikiran dan

mengurangi dampak negatif dari beban psikologis yang tentu

saja berpengaruh baik juga terhadap pemulihan fisik (Majid

Abdul , dkk, 2011).

Page 34: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

22

1) Klasifikasi Latihan ROM meliputi:

a) Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang

dilakukan pasien dengan bantuan perawat setiap

gerakan

b) Latihan ROM aktif adalah latihan ROM yang

dilakukan sendiri oleh pasien tanpa bantuan perawat di

setiap gerakan yang dilakukan.

2) Tujuan ROM adalah mempertahankan atau memelihara

kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian,

merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk

(Fitria & Maimurahman, 2013)

Dalam melakukan penilaian kekuatan otot setelah

dilakukan ROM terdapat alat ukur yaitu skala kekuatan

otot (Nurarif & kusuma, 2012).

Skala Kekuatan (%) Deskripsi

0 0 Kontraksi otot tidak terdeteksi

1 10 Kejapan yang hamper tidak terdeteksi atay

bekas kontraksi dengan observasi atau

palpasi

2 25 Pergerakan aktif bagian tubuh dengan

mengeliminasi gravitasi

3 50 Pergerakan aktif hanya melawan gravitasi

dan tidak melawan tahanan

4 75 Pergerajan aktif melawan gravitasi dan

sedikit tahanan

Page 35: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

23

5 100 Pergerakan aktif melawan tahanan penuh

tanpa adanya kelelahan otot (kekuatan otot

normal

Tabel 2.1

Sumber: Hardhi Kusuma & Amin Huda Nurarif, 2012 “

Handbook for Health Student” Yogyakarta: Mediaction

Publishing.

3) Standart operating procedure Range of Motion

a. Jaga privasi pasien.

b. Mengatur pakaian yang dapat menyebabkan hambatan

pada gerakan.

c. Angkat selimut jika diperlukan.

d. Anjurkan pasien berbaring dalam posisi nyaman.

e. Lakukan fleksi ekstensi (gerakan menekuk dan

meluruskan persendian)

f. Lakukan pronasi supinasi (gerakan memutar ke bawah

dan memutar keatas)

g. Lakukan abduksi dan adduksi (gerakan satu anggota

tubuh kea rah mendekati dan menjauhi aksis tubuh)

h. Lakukan rotasi (gerakan memutar atau menggerakan

satu bagian melingkasi aksis tubuh)

i. Lakukan inversi dan eversi (gerakan keluar dan

kedalam) (Saratun, dkk, 2008).

Page 36: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

24

c. Latihan batuk efektif

Pasien yang menjalankan operasi dengan menggunakan

anesthesi umum dapat menyebabkan gangguan pada saluran

napas karena adanya akumulasi sekret. Klien yang megalami

operasi dengan anestesi general, akan mengelami pemasangan

alat bantu nafas selama kondisi teranestesi. Sehingga ketika

sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada

tenggorokan akibat banyaknya lendir kental di tenggorokan.

Latihan batuk efektif ini sangat bermanfaat bagi klien yang

akan menjalani operasi menggunakan anasthesi umum, karena

tehnik batuk efektif ini dapat membantu mengeluarkan sekret

kental yang mengganggu saluran pernapasan (Majid Abdul,

dkk, 2011).

Pengaruh prosedur general anestesi akan menggakibatkan

obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh kebelakang atau

spasme laring, pasca bedah dini kemungkinan tejadi mual

muntah yang dapat berakibat aspirasi. Anestesi yang masih

dalam dan sisa pengaruh obat pelumpuh otot akan berakibat

penurunan ventilasi pada pasien (Naharani pepin, dkk, 2013)

Penelitian Patrick Pasquina tahun 2006 yang berjudul

Respiratory Physiotherapy To Prevent Pulmonary

Complications After Abdominal Surgery dalam Suparni & Ari

(2013). menyatakan dengan melakukan fisioterapi pernapasan

Page 37: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

25

latihan napas dalam dan batuk efektif sebelum operasi

diperoleh hasil dapat menurunkan kejadian komplikasi paru-

paru setelah dilakukan pembedahan abdomen.

Batuk adalah proteksi utama terhadap akumulasi secret

dalam bronki dan bronkiolus. Pembentukan sputum adalah

reaksi paru terhadap setiap iritan yang kambuh secara konstan,

tindakan yang bias dilakukan untuk mobilisasi sputum secara

mandiri yaitu dengan terapi batuk efektif menurut Smeltzer &

Bare, 2002 dalam Fauzi Farida Luthfi (2014).

Menurut (Potter & perry, 2005) dalam Fauzi Farida Luthfi

(2014) menyatakan bahwa batuk efektif adalah suatu metode

betuk dengan benar dan pasien dapat mengeluarkan dahak

dengan maksimal. Namun latihan ini hanya bias dilakukan

pada orang yang sudah bisa diajak kerja sama (kooperatif).

Tujuan batuk efektif adalah memobilisasi sekret dan

mencegah efek samping dari penumpukan sekret, memobilisasi

sekret dan mengeluarkannya,meningkatkan ventilasi paru,

mencegah komplikasi pernafasan atelektasis dan pneumonia,

batuk efektif dapat mengakibatkan efek yang merugikan pasien

dengan penyakit paru-paru kronis berat, seperti kolaps saluran

pernafasan, ruptur dinding alveoli dan pneumothoraks menurut

Mutaqqin, (2008) seperti dikutip Fauzi Farida Luthfi (2014).

Page 38: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

26

Menurut Riyadi & Harmoko (2012) Standart operating

procedur seperti berikut:

1) Pasien dalam posisi semifowler, dijalinkan jari jari tangan

dan letakan melintang diatas insisi sebagai bebat ketika

batuk.

2) Anjurkan pasien untuk nafas dalam (3-5 detik).

3) Kemudian segera lakukan batuk spontan, dan pastikan

rongga pernafasan terbuka.

4) Ulangi lagi sesuai kebutuhan.

5) Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bias

menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau

gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah

operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi

guncangan tubuh saat batuk.

Sedangkan menurut Naharani Pepin, dkk, (2013)

mengatakan bahwa latihan batuk efektif berguna untuk

mengeluarkan lendir ditenggorokan pasien yang mengalami

operasi dengan anestesi umum, karena pemasangan alat bantu

nafas selama teranestesi, ketika pasien tersebut mulai sadar

pasti akan merasa tidak nyaman pada area tenggorokan dan

banyak lendir kental.

Page 39: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

27

d. Latihan Nafas dalam

Latihan nafas dalam setelah operasi dilakukan untuk

mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat meningkatkan

kualitas tidur pasien. Selain itu teknik nafas dalam juga dapat

meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah

anestesi umum. ( Naharani Pepin, dkk, 2013).

Latihan nafas dalam ini juga dapat meningkatkan ventilasi

paru dan oksigenasi darah setelah teranestesi umum serta

mengurangi angka kejadian atelektasis pada pasien post operasi

(Majid Abdul, dkk, 2011). Nyeri adalah perasaan yang tidak

nyaman yang sangat subyektif dan hanya orang yang

mengalaminya yang dapat menjelaskan perasaan tersebut

(Mubarak & Chayatin, 2008).

Menurut Smeltzer & Barre (2012) dalam Satriya (2014)

Teknik relaksasi nafas dalam dipercaya dapat menurunkan

intensitas nyeri melalui tiga mekanisme yaitu:

1) Dengan merelaksasikan otot skelet yang mengalamu

spasme yang disebabkan insisi (trauma) jaringan saat

pembedahan.

2) Relaksasi otot skelet akan meningkatkan aliran darah ke

daerah yang mengalami trauma sehingga mempercepat

proses penyembuhan dan menurunkan (menghilangkan

sensasi nyeri karena post bedah merupakan nyeri yang

Page 40: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

28

disebabkan karena trauma jaringan, oleh karena itu jika

trauma (insisi) sembuh maka nyeri juga akan hilang

3) Teknik relaksasi nafas dalam dipercayai mampu

merangsang tubuh untuk melepaskan opoid endogen

yaitu endorphin dan enkefalin.

Hayward (1975) dalam Mubarak & chayatin (2008)

mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan

skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum

nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (

untuk kondisi nyeri paling hebat). Untuk mengukurnya,

penderita memilih salah satu bilangan yang menurutnya paling

menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia

rasakan, dan nilai dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat

menurut waktu.

Ada pula skala wajah, yakni Wong-Baker FACES Rating

Scale yang ditunjukan untuk klien yang tidak mampu

menyatakan intensitas nyerinya dengan angka. Biasanya skala

tersebut digunakan untuk mengkaji nyeri pada anak. Mnemonic

PQRST dibuat untuk membantu pemeriksaan terhadap nyeri

dan pengguanaannya secara rutin akan memudahkan

pemeriksaan. Adapaun PQRST dapat dijabarkan sebagai

berikut :

Page 41: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

29

P: Provoking atau factor yang memicu timbulnya nyeri

Q: Quality atau kualitas nyeri (misal tumpul,tajam)

R: Region atau daerah yaitu daerah perjalanna ke daerah lain

S: Saverity atau keganasan, yaitu intensitas

T: Time atau waktu, yaitu serangan, lamanya, kekerapan, dan

sebab.

Macam-macam skala nyeri :

1) Skala Nyeri Longitudinal

skala Keteranagan

0 Tidak nyeri

1-3 Nyeri ringan

4-6 Nyeri sedang

7-9 Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas

yang biasa dilakukan

10 Sangat nyeri dan tidak bias dikontrol

Tabel 2.2

2) Skala FACES

Gambar 2.1

Keterangan:

a) Wajah nol: tidak nyeri

b) Wajah pertama: sedikit sakit

c) Wajah kedua: sedikit lebih sakit

d) Wajah ketiga: lebih sakit lagi

Page 42: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

30

e) Wajah keempat: sangat sakit

f) Wajah kelima: sakit hebat.

Sumber: Wahit Iqbal Mubarak & Nurul Chayatin, 2008, “

Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori & Aplikasi dalam

Praktik” Jakarta : EGC

3) Skala identitas nyeri numeric

Gambar 2.2

Sumber: Smaltzer & Bare, 2002, “ Burnner & Suddarth

‘stextbook of Medicalsurgical Nursing.” Philadelpia : lipincott

Selain itu pasien yang sudah mulai sadar dari pengaruh

anestesi diharapkan mempraktekkan latihan nafas dalam secara

efektif dan benar sesuai kondisi dan kebutuhan pasien yang

berguna untuk meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi

darah setelah anestesi umum (Naharani Pepin, dkk, 2013).

Page 43: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

31

B. KERANGKA TEORI

Massa di

adneksa

Singkirkan semua

kelainan non

ginekologi, misal

dengan barium edema

premenopouse Pasca menopause dengan

peningkatan CA 125 dan

/ ada massa kompleks

pada pemeriksaan USG <8cm >8cm

Pemeriksaan

USG

Tumor kistik

Observasi

selama 2 bulan

Tumor padat

Tumor tumbuh

progresif

Histerektomi

General anestesi

Terpasang alat

bantu nafas

Lendir kental

Luka insisi Relaksasi otot

Kontraktur sendi

Page 44: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

32

Gambar 2.3

Sumber: Farid Aziz, dkk (2006), Majid Abdul (2011), boulton & blog (1994),

Naharani Pepin (2012), Smeltzer & Barre (2012) dalam Satriya (2014), dan

Eldawati (2012).

Nyeri Bersihan jalan nafas

tidak efektif

Hambatan

mobilitas fisik

Latihan fisik

Batuk efektif Relaksasi nafas

dalam

ROM pasif aktif

Menegluarkan

secret kental

Aliran darah

meningkat ke daerah

trauma (insisi)

Ventilasai paru

meniningkat

Tubuh melepaskan

opoid endogen

Nyeri berkurang

Pasien pulih

mencegah kekakuan otot

dan sendi.

mengurangi nyeri,

menjamin kelancaran

peredaran darah,

memperbaiki pengaturan

metabolisme tubuh,

mengembalikan kerja

fisiologis organ vital,

meningkatkan kekuatan

otot

Page 45: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

33

C. KERANGKA KONSEP

Berdasarkan referensi diatas dapat disimpulkan dan di dapatkan kerangka

konsep sebagai berikut:

Gambar 2.4

Sumber: Majid abdul (2011), Smeltzer & Barre (2012) dalam Satriya

(2014), dan Naharani Pepin (2012).

1. Bersihan jalan

nafas

2. Nyeri

3. Hambatan

mobilitas fisik

1. Batuk efektif

2. Latihan nafas dalam

3. ROM pasif aktif

pasien pulih pasca general

anestesi

Page 46: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

34

BAB III

METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subjek Aplikasi Riset

Sempel dalam aplikasi riset latihan fisik untuk mempercepat pemulihan

pasien pasca general anestesi adalah Ny. W dengan diagnosa medis kanker

ovarium yang dilakukan tindakan histerektomi.

B. Tempat dan Waktu

1. Tempat : Aplikasi pemberian latihan pemberian latihan fisik terhadap

pemulihan pasien post histerektomi dengan general anestesi di

Intensive Care Unit Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.

2. Waktu : waktu dalam aplikasi latihan fisik ini selama 3 hari pada

tanggal 16 Maret 2015 sampai 18 Maret 2015.

C. Media dan Alat

Media dan alat yang digunakan adalah bengkok dan tisu.

D. Prosedur dan Tindakan:

1. Latihan nafas dalam

a) Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk

(semifowler), perut tidak boleh tegang

b) Letakan tangan diatas perut

c) Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung

dalam kondisi mulut tertutup rapat.

Page 47: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

35

d) Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-

lahan, udara dikeluarkan atau dihembuskan sedikit demi sedikit

dari mulut.

e) Lakukan hal ini berulang kali (15 kali).

Lakukan saat pasien mulai sadar dan terbangun dari pengaruh

anestesi dan lakukan saat nyeri muncul. Latihan ini dapat

meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi

umum, mengurangi nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur

pasien.

2. Latihan batuk efektif

6) Pasien dalam posisi semifowler, dijalinkan jari jari tangan dan

letakan melintang diatas insisi sebagai bebat ketika batuk.

7) Anjurkan pasien untuk nafas dalam (3-5 detik).

8) Kemudian segera lakukan batuk spontan, dan pastikan rongga

pernafasan terbuka.

9) Ulangi lagi sesuai kebutuhan.

10) Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa

menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan

handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-

hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.

Latihan batuk efektif ini sangat bermanfaat bagi pasien setelah

operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret pada pasien yang telah

terpasang ventilator pasca general anestesi.

Page 48: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

36

3. Latihan rentang gerak sendi

Latihan perpindahan posisi dan ROM pada awalnya dilakukan

secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan

tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri. Pada saat

awal, pergerakan fisik bisa dilakukan diatas tempat tidur dengan

menggerakan tangan dan kaki yang bisa ditekuk atau diluruskan,

mengontraksikan otot-otot dalam keadaan statis ,atupun dinamis

termasuk juga menggerakan badan lainnya, miring ke kanan dan kiri.

Pada 12 atau 24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal lagi badan

sudah bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun tidak dan fase

selanjutnya duduk diatas tempat tidur dengan kaki yang dijatuhkan

atau ditempatkan di lantai sambil digerak-gerakan. Di hari kedua pasca

operasi, rata-rata untuk pasien yang dirawat dikamar atau bangsal dan

tidak ada hambatan fisik untuk berjalan, semestinya sudah bisa berdiri

dan berjalan disekitar kamar atau keluar kamar, misalnya berjalan

sendiri ketoilet atau kamar mandi dengan posisi infus yang tetap

terjaga. Latihan ini dapat diperlukan untuk mempercepat proses

penyembuhan. (abdul majid, dkk, 2011).

Standart operating procedure Range of Motion:

a. Jaga privasi pasien.

b. Mengatur pakaian yang dapat menyebabkan hambatan pada

gerakan.

c. Angkat selimut jika diperlukan.

Page 49: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

37

d. Anjurkan pasien berbaring dalam posisi nyaman.

e. Lakukan fleksi ekstensi (gerakan menekuk dan meluruskan

persendian).

f. Lakukan pronasi supinasi (gerakan memutar ke bawah dan

memutar keatas).

g. Lakukan abduksi dan adduksi (gerakan satu anggota tubuh kea rah

mendekati dan menjauhi aksis tubuh).

h. Lakukan rotasi (gerakan memutar atau menggerakan satu bagian

melingkasi aksis tubuh).

i. Lakukan inversi dan eversi (gerakan keluar dan kedalam) (Saratun,

dkk, 2008).

E. Alat Ukur Evaluasi

Alat ukur yang digunakan mengguanaka alat ukur pemulihan dengan

Aldret Skor.

1. Pergerakan anggota badan

a. Gerak bertujuan 2

b. Gerak tak bertujuan 1

c. Diam 0

2. Pernafasan

a. Nafas baik, adekuat, menangis 2

b. Nafas depresi ringan 1

c. Nafas perlu dibantu 0

Page 50: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

38

3. Sirkulasi

a. Tekanan darah berubah dibawah 20% pre operasi 2

b. Tekanan darah berubah 20%-50% pre operasi 1

c. Tekanan darah berubah diatas 50% pre operasi 0

4. Warna kulit

a. Merah jambu 2

b. Pucat 1

c. Sianosis 0

5. Kesadaran

a. Sadar penuh 2

b. Bereaksi 1

c. Tak bereaksi 0

Catatan:

1. Nilia 9 atau lebih boleh pulang ke rumah dengan kondisi

pembedahan/tindakan memungkinkan

2. Nilai 7 ke ruang perawatan bila nilai pernafasan 2

3. Nilai 5 ke ICU (Majid Abdul, 2011).

Page 51: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

39

BAB IV

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Pasien bernama Ny.W, berjenis kelamin perempuan dengan umur

53 tahun, berstatus kawin, beragama islam dan tidak bekerja atau sebagai

ibu rumah tangga, Ny.W bertempat tinggal di daerah Ngemplak, Boyolali.

Saat Ny.W dirawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang bertanggung

jawab adalah Tn.T, beliau merupakan suami dari Ny. W, Tn.T berumur 56

tahun dan bekerja sebagai pegawai swasta, Tn.T bertempat tinggal di

Ngemplak, Boyolali.

B. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan penulis pada Ny.W dilakukan pada

tanggal 16 Maret 2015 jam 20.00 WIB dengan metode allowanamnesa dan

autoanamnesa. Ny.W datang ke RSUD Dr. Moewardi Surakarta tanggal 07

Maret 2015 diantarkan oleh keluarga karena perut Ny.W semakin hari

terus membesar sejak satu bulan yang lalu, perut sakit, tidak bisa bangun

dari tempat tidur, kemudian dibawa ke puskesmas tapi tidak sembuh,

kemudian keluarga memutuskan langsung membawa ke RSUD Dr.

Moewardi Surakarta karena tidak tega dengan keadaan Ny. W. Setelah itu

di IGD mendapat terapi oksigen 3 liter per menit, D5% 16 tetes per menit,

Bplex 3x1, injeksi furosemide 20mg/8jam. Pindah ke Mawar III pada

Page 52: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

40

tanggal 9 Maret 2015, dan dianjurkan oleh dokter untuk operasi.

Kemudian tanggal 16 Maret 2015 jam 15.00 WIB dioperasi di IBS.

tekanan darah sebelum dilakukan operasi 150/90 mmHg, suhu 36,9o

C, RR

22x/menit, HR 94 x/menit. Ny.W setelah di operasi tidak kunjung sadar

kemudian dipindahkan ke ICU jam 19.56 WIB diberi terapi infus

RL+aminofluid 20 tetes per menit.

Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu, anak pasien mengatakan

bahwa ibunya (Ny.W) baru kali ini di operasi dan pada pengkajian

riwayat kesehatan keluarga, anak pasien mengatakan tidak ada penyakit

keturunan, bahkan baru ibunya (Ny.W) yang mengidap penyakit tumor

rahim. Pasien merupakan anak keenam dari enam bersaudara. Pasien

tinggal satu rumah dengan suami dan kedua anaknya, anak pertama laki-

laki dan anak kedua perempuan. Kedua orang tua dan mertua dari pasien

sudah meninggal.

Genogram :

Ny. W

53 th

Page 53: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

41

Keterangan:

= laki-laki

= perempuan

= tinggal satu rumah

= Ny. W

= meninggal

Gambar 4.1

Pada riwayat kesehatan lingkungan, didapatkan hasil anak pasien

mengatakan lingkungan rumah bersih, sejuk, dekat sawah, dan jauh dari

polusi udara. Data obyektif yang didapatkan dari pengkajian pola primer

adalah jalan nafas terpasang endotrakeal tube, mode ventilator spontan,

RR 27 x/menit, SPO2 95%, nadi 100 x/menit, tekanan darah 140/80

mmHg, CRT > 2 detik, Suhu 35,9oC. Kesadaran pasien sopor, dari

pengkajian didapatkan hasil E2 V2 M4, total GCS 8. Pasien terpasang

selimut, memakai baju dari ruang ICU, terpasang alat besite monitor,

terpasang syringe pump, kateter, infus pump di tangan kiri.

Anak pasien mengatakan jika ada anggota keluarganya yang sakit

langsung dibawa ke rumah sakit atau ke pelayanan kesehatan terdekat.

Sebelum sakit, anak pasien mengatakan ibunya (Ny.W) makan 1 porsi

habis, tidak ada keluhan setelah makan, dalam sehari makan 3x sehari dan

jenis makanan yang dimakan adalah nasi, sayur,lauk pauk, buah, 1 gelas

teh, serta air putih sebanyak 8 gelas. Selama sakit, setelah operasi

dianjurkan oleh dokter untuk puasa. Berat badan pasien sebelum dan

Page 54: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

42

setelah sakit tidak mengalami penurunan sebanyak 0,5 kg. BB sebelum

sakit 59kg, sedangkan selama sakit menjadi 58,5kg dan TB 160cm. A.

IMT selama sakit = 22,85, B. HB = 13,4g/dl, HT= 38%, C. pasien tampak

lemah, terpasang ventilator, dalam pengaruh anestesi, CRT > 2 detik, D.

pasien post operasi dipuasakan.

Pada pola eliminisi didapatkan hasil dari anamnesa dengan anak

pasien yang mengatakan sebelum sakit tidak ada keluhan dan gangguan

saat BAB dan BAK. Saat sakit pasien terpasang selang kateter, 600cc/8

jam, warna kuning, belum BAB pasca operasi. Pada pola aktivitas dan

latihan didapatkan hasil dari anamnesa pada anaknya bahwa ibunya (Ny.

W) sebelum sakit pasien makan, minum, toileting, mobilitas ditempat

tidur, berpakaian, dan ambulasi ROM dapat melakukan secara mandiri,

namun saat berpindah dari tempat tidur atau tempat duduk ke posisi berdiri

perlu bantuan dari orang lain. Sedangkan saat sakit makan dibantu alat

atau memakai selang makan dari hidung, dan kegiatan seperti toileting,

mobilitas ditempat tidur, berpakaian, berpindah, serta ambulasi ROM

tergantung total.

Pada pola istirahat tidur pasien sebelum sakit, tidur siang kurang

lebih 1 jam, sedangkan pada malam hari selama 8 jam dan tidak

mengkonsumsi obat tidur. Saat sakit pasien setelah operasi masih tertidur

terus karena pengaruh obat anestesi. Pada pola kognitif perceptual selama

sakit anak pasien mengatakan bahwa ibunya tidak mengalami gangguan

pada kelima pancaindranya. Selama sakit dalam pengkajian hari pertama

Page 55: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

43

didapatkan data obyektif yaitu pasien tampak menarik tagannya saat diberi

rangsang nyeri (dicubit), pasien belum sadar, nilai GCS 8, kesadaran

sopor. Pada hari kedua didapatkan data subyektif yaitu pasien mengatakan

nyeri perut diantara pusar dan kelamin karena operasi tumor, nyeri senut-

senut, skala 4 dan nyeri hilang timbul.

Pada pola persepsi konsep diri, data dari gambaran diri, ideal diri,

harga diri sebelum dan selama sakit tidak dapat dikaji karena pasien belum

sadar. Namun peran diri dan identitas diri dapat terkaji karena bisa

dilakukan pada anak pasien, pengkajian ini masuk dalam data sebelum dan

selama sakit. Hasil dari data peran diri adalah anak pasien mengatakan

bahwa ibunya sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga. Hasil identitas

diri, anak pasien mengatakan Ny. W adalah seorang istri, ibu dari dua anak

dan sebagai ibu rumah tangga.

Anak pasien mengatakan bahwa hubungan ibunya dengan keluarga

dan tetangganya sangat harmonis. Anak pasien mengatakan jika ada

masalah dalam keluarganya selalu dibicarakan bersama keluarga. Anak

pasien mengatakan sebelum sakit, ibunya selalu melaksanakan sholat 5

waktu dan mengaji, selama sakit pasien tidak dapat mengerjakan sholat

karena masih dalam proses pemantauan pemulihan keadaan umum.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh penulis didapatkan hasil ada

yang mengalami perubahan namun hanya beberapa. Kesadaran pasien

supor, E2V2M4 , total GCS=8. Sedangkan tanda-tanda vital diperoleh

tekanan darah 140/90 mmHg, HR=100 x/menit, teratur, dan teraba kuat.

Page 56: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

44

Respirasi pasien pada bedsite monitor menunjukan frekuensi 27 x/menit,

teratur, pasien terpasang ventilator, untuk suhu tubuh pasien 35,9oC.

Observasi saat dilakukan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh

penulis pada pasien didapatkan data bentuk kepala mesochepal, kulit

kepala bersih, tidak ada ketombe, tidak ada kutu, sedikit beruban. Tidak

ada edema pada palbebra, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,

pupil isokor, diameter 2 mm, reflek cahaya baik, dan tidak menggunakan

alat bantu lihat. Hidung bersih, tidak ada secret, mulut terpasang

endotrakeal tube, gigi tidak terkaji. Pada saat pemeriksaan telingga bersih,

tidak ada serumen, dan tidak menggunakan alat bantu dengar. Pada

pemeriksaan leher didapatkan hasil tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

dan tidak ada kaku kuduk.

Pemeriksaan dada oleh penulis diperoleh hasil pada paru-paru

meliputi inspeksi, tidak ada jejas, normo chest, RR=27 x/menit. Palpasi

tidak terkaji, perkusi pekak pada lobus kanan atas atau ICS V dextra, pada

auskultasi terdengar suara Ronki pada ICS V dextra. Sedangkan

pemeriksaan jantung tidak di temukan kelainan pada jantung, pemeriksaan

pada jantung dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen saat inspeksi

didapatkan hasil ada luka bekas operasi vertikal kurang lebih 12 cm

tertutup kassa, terpasang drainase di sebelah perut kiri bawah, saat

observasi luka di dapatkan hasil luka tidak merah, tidak hangat di sekitar

luka, tidak rembes. Ada nyeri tekan skala 4 pada perut karena bekas

operasi. Pada kelamin terpasang kateter. Kekuatan otot pada kstremitas

Page 57: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

45

pasien atas bawah 3/3, CRT > 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang,

perabaan akral dingin.

Hasil pemeriksaan penunjang atau laboratorium pada tanggal 15

Maret 2015 dengan hasil natrium darah 133 mmol/L (136-145) turun,

kalium darah 2,9 mmol/L (3,3-5,1) turun, dan chlorida darah 101 mmol/L.

tanggal 16 Maret 2015 hasil pemeriksaan hemoglobin 13,4 g/dl,

hematocrit 38%, leukosit 7,8 ribu/ul, trombosit 389 ribu/ul, eritrosit 4,34

juta/ul, PT 13,6 detik, APTT 17,8 detik (20,0-40,0) turun, INR 1,100,

natrium darah 134 mmol/L (136-145) turun, kalium darah 3,0 mmol/L

(3,5-5,1) turun, chlorida darah 103 mmol/L. Hasil laboratorium

radiodiagnostik USG tanggal 12 Maret 2015 adalah klinis: tumor padat

ovarium susp. Malignancy. kesimpulan: fungsi kedua ginjal dan ureter

normal, indentasi atap buli, groundglass ofacty dicavum abdomen hingga

cavum pelvis, fungsi pengosongan buli tidak dapat dievaluasi kerena

terpasang kateter.

Di ruang ICU selama 3 hari pasien mendapat terapi cairan infus

RL+aminofluid 20tpm menggunakan infus pump, syringe pump morfina

2,7 cc/jam. Pasien juga mendapat terapi injeksi intravena Ampicilin 1 gr /

6 jam, ranitidine 500 mg / 12 jam, kalnex 50 mg / 8 jam, dan ketorolac 1

mg / 8 jam.

Page 58: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

46

C. Daftar perumusan masalah

Analisa data yang dilakukan tanggal 16 Maret 2015 jam 20.04

WIB hanya didapatkan data objektif karena pasien belum sadar. Dari hasil

yang telah didapatkan pasien tampak belum sadar, masih dalam pengaruh

anestesi, ada suara tambahan ronki pada lobus kanan atas, terpasang ETT,

E2 V2 M4, CGS: 8, kesadaaran sopor. Pada pemeriksaan paru-paru, tidak

ada jejas di seluruh lapang paru, normo chest, simetris, RR 27x/menit,

vocal fremitus tidak terkaji, ada suara pekak di ICS V dextra, ada suara

tambahan ronki di ICS V dextra, TD 140/90 mmHg, HR 100x/menit, RR

27x/menit, S 35,9o

C, SPO2 95%, CRT > 2 detik. Penulis mengambil

kesimpulan bahwa diagnosa pertama yang harus diambil adalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam

jumlah berlebihan.

Diagnosa kedua yang akan diangkat adalah Nyeri akut

berhubungan dengan agen cedera fisik (histerektomi). Diagnosa tersebut

diangkat karena pada pengkajian hari kedua tanggal 17 Maret 2015 jam

09.40 WIB didapatkan data dari pasien yang mengatakan bahwa ada nyeri

perut antara pusar dan kelamin karena operasi pengangkatan tumor, terasa

senut-senut, skala 4, dan nyeri muncul hilang timbul. Dari data obyektif

didapatkan hasil pasien tampak kooperatif dan kurang rileks tapi dapat

menahan nyeri saat timbul dan ekspresi muka datar. Tekanan darah 140/90

mmHg dan nadi 100 x/menit, pemeriksaan abdomen saat inspeksi

didapatkan hasil ada luka bekas operasi vertikal kurang lebih 12 cm

Page 59: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

47

tertutup kassa, terpasang drainase di sebelah perut kiri bawah, saat

observasi luka di dapatkan hasil luka tidak merah, tidak hangat di sekitar

luka, tidak rembes. Ada nyeri tekan skala 4 pada perut karena bekas

operasi

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali

otot, ini adalah diagnosa ketiga yang dirumuskan oleh penulis di hari

pertama tanggal 16 Maret 2015 jam 20.06 WIB. Seperti diagnosa pertama,

penulis hanya mendapatkan data obyektif dikarenakan pasien yang belum

sadar dalam pengaruh anestesi. Data obyektif yang didapat tersebut pasien

tampak belum sadar, masih dalm pengaruh anestesi, E2 V2 M4, GCS 8,

kesadaran sopor, kekuatan otot atas bawah 3/3, pasien masih dalam

pengawasan dan terpasang bedsite monitor, CRT > 2 detik, akral dingin.

D. Perencanaan

Diagnosa pertama diharapkan ketidakefektifan jalan nafas dapat

teratasi setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil

jalan nafas paten, sekresi keluar dengan efektif, frekuensi nafas normal

(16-22x/menit), SPO2 95-100%, pasien dapat batuk efektif. Intervensi yang

telah disusun oleh perawat meliputi observasi keadaan umum dan tanda-

tanda vital, observasi adanya sekret, lakukan suction jika pasien belum

sadar, latih batuk efektif apabila pasien sudah sadar, observasi latihan

batuk efektif secara mandirisatu kali per shift, anjurkan pasien atau

keluarga untuk melakukan latihan batuk efektif jika ada dahak, kolaborasi

Page 60: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

48

pemberian oksigen melalui masker dan kolaborasi pemberian obat sesuai

advice dokter.

Nyeri akut pada diagnosa kedua ini diharapkan dapat teratasi

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria

hasil tidak ada keluhan nyeri, pasien tampak rileks, HR 60-100x/menit

(dalam batas normal), skala nyeri turun menjadi 3-1. Intervensi untuk

diagnosa nyeri ini adalah personal hygiene, kaji skala nyeri (PQRST),

ajarkan latihan nafas dalam, observasi latihan nafas dalam secara mandiri

satu kali per shift, anjurkan pasien melakukan latihan nafas dalam secara

mandiri jika nyeri timbul, dan kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai

advice dokter.

Pada diagnosa ketiga diharapkan hambatan mobilitas fisik dapat

teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam dengan kriteria

hasil ekstremitas tidak lemas dan kaku, tidak nyeri saat melakukan

mobilitas, akral hangat, tanda-tanda vital dalam bats normal, kekuatan otot

atas bawah dalam rentang normal (4-5), kesadaran komposmentis, dapat

berpindah ditempat tidur, dan mobilitas kembali normal. Tindakan

keperawatan yang dilakukan adalah observasi rentang gerak (kekuatan otot

dan mobilisasi), ajarkan ROM pasif dan aktif, observasi latihan gerak

sendi ROM aktif dan pasif secara mandiri satu kali per shift, anjurkan

pasien melakukan ROM aktif agar cepat sembuh dan tidak terjadi

kekakuan pada sendi, dan kolaborasi dengan ahli terapi fisik.

Page 61: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

49

E. Implementasi

Penulis melakukan implementasi hari pertama dengan harapan dua

diagnosa yaitu ketidakefektifan jalan nafas dan hambatan mobilitas fisik

dapat teratasi. Pada pukul 20.10 WIB penulis melakukan observasi

keadaan umum pasien yang baru saja datang dari Instalasi Bedah Sentral

pasca operasi histerektomi. Dari data subjektif pasien tidak dapat

mengatakan apa-apa karena belum sadar. Data objektif yang di dapatkan

adalah pasien belum sadar, masih dalam pengaruh anestesi, terpasang

ventilator, E2 V2 M4, GCS 8, kesadaran sopor, tampak lemas, kaki dan

tangan kaku, akral dingin, kekuatan otot atas bawah 3/3, TD 140/90

mmHg, HR 100x/menit, S 35,9 oC, RR 27x/menit, SPO2 95%, CRT > 2

detik.

Pukul 20.12WIB penulis memberikan terapi obat sesuai advice

dokter. Data obyektif obat injeksi masuk ampicillin 1gr, ranitidine 500mg,

kalnex 500mg, dan ketorolak 1mg. Pukul 20.14 WIB penulis

mengobservasi adanya sekret, data objektif yang didapatkan adalah pasien

tampak tertidur, terpasang endotrakealtube, dari pemeriksaan paru

didapatkan tidak ada jejas diseluruh lapang paru, normochest, RR 27

x/menit, palpasi tidak terkaji, pekak pada ICS V dextra, ada suara

tambahan ronki pada ICS V dextra, TD 140/90 mmHg, RR 27 x/menit,

HR 100 x/menit, SPO2 95% CRT > 2 detik.

Pukul 20.35 WIB penulis melakukan suction pada pasien, data

obyektif yang didapatkan adalah pasien tampak ada reflek ingin muntah,

Page 62: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

50

sekret keluar sedikit warna putih keruh kental, suara ronki masih terdengar

pelan, RR 20 x/menit, SPO2 98%. Pada pukul 20.50 WIB penulis

mengobservasi rentang gerak pasien, data obyektif yang didaptkan adalah,

pasien tampak lemas, mata terbuka saat dirangsang nyeri,tidak dapat

melawan gravitasi saat tangan dan kakinya dijatuhkan oleh penulis,

kesadaran sopor, E2 V2 M4, GCS 8, tidak dapat berpindah, masih dalam

pengaruh anestesi, kekuatan otot 3/3, akral dingin, ekstremitas kaku, CRT

> 2 detik, HR 100 x/menit, TD 140/90 mmHg.

Pukul 20.52 WIB penulis mngejarkan ROM pasif, data obyektif

yang didapatkan adalah pasien belum sadar, masih lemas, ekstremitas

kaku, akral dingin, ekstremitas mengikuti gerakan yang dilakukan oleh

penulis saat latihan ROM pasif, kekuatan otot 3/3. Pukul 20.54 WIB

penulis mengobservasi ROM pasif pasien, data yang didapatkan adalah

pasien tidur saat di ajarkan ROM pasif, tanggan tangan dan kaki dapat

digerakan oleh penulis fleksi ekstensi, dll, akral mulai hangat, CRT < 2

detik, kaki dan tangan sedikit lemas, ekstremitas masih belum bisa

melawan grafitasi. Pukul 21.00 WIB penulis mengobservasi tanda-tanda

vital, data obyektif yang didapatkan adalah pasien masih belum sadar, TD

131/97mmHg, HR 96x/menit, RR 25x/menit, S 36,4oC, SPO2 99%, CRT <

2 detik.

Selasa, 17 Maret 2015 penulis melakukan intervensi yang telah

rencanakan pada saat evaluasi. Penulis melakukan personal hygiene pukul

07.30 WIB data subyektif yaitu pasien menganggukan kepala. Data

Page 63: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

51

obyektif yang didapatkan adalah pasien tampak kooperatif, pasien tampak

lebih segar, gigi tampak bersih, mukosa bibir lembab, nafas tidak bau, dan

pasien tampak lebih nyaman.

Pada pukul 08.03 WIB, penulis mengobservasi tanda-tanda vital

dan keadaan umum pasien. Dari data subyektif tidak didapatkan karena

masih terpasang ventilator. Data obyektif yang didapatkan oleh penulis

adalah pasien sadar, E4 V2 M6, verbal pasien dapat di kaji namun dengan

hasil tidak dimengerti, sebenarnya bisa berbicara tetapi masih terpasang

ventilator (maka penulis memberi skor 2 namun kesadaran tetap masuk

komposmentis) , ada reflek batuk dan ingin muntah kekuatan otot pasien

4/4, gerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit tahanan, TD

124/83mmHg, HR 95x/menit, RR 22x/menit, S 36,7oC, SPO2 100%, CRT

< 2 detik.

Pukul 08.27 WIB, penulis memberi obat sesuai advice dokter, data

subyektif pasien menganggukan kepala. Data obyektif didapatkan pasien

tampak bersedia di beri injeksi dan obat injeksi masuk ampicillin 1gr,

ranitidine 500mg, kalnex 500mg, dan ketorolac 1mg. Pukul 08.30 WIB

penulis mengobservasi adanya sekret, data obyektif yang didapatkan

adalah pasien masih terpasang ventilator, tidak dapat bicara, pasien tampak

ingin muntah dan ada reflek batuk terus menerus, pada pemeriksaan paru

didapat RR 24 x/menit, vokal fremitus tidak terkaji, pekak atau redup pada

ICS V dextra, dan saat diauskultasi terdengar suara ronki di ICS V dextra.

Page 64: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

52

Pukul 08.44 WIB penulis melakukan suction, data obyektif yang

didapatkan adalah pasien menganggukan kepala tanda bersedia di suction,

dahak keluar sedikit warna putih keruh kental, ronki pada ICS V dextra

terdengar samar-samar. Pukul 09.00 WIB penulis melepasakan selang

ETT serta ventilator dimatikan, data obyektif yang didapatkan adalah

pasien tampak menganggukan kepala tanda setuju untuk dilepaskan ETT

yang terpasang dimulutnya, pasien nafas spontan TD 133/79 mmHg, HR

86 x/menit, RR 24 x/menit,, S 36,5o C, O2 . Pukul 09.05 WIB memakaikan

pasien oksigen via masker 10 liter/menit, data subyektif pasien

mengatakan bersedia diberi oksigen. Data obyektif pasien tampak

kooperatif, masker oksigen terpasang 10 liter/menit.

Pukul 09.07 WIB, penulis mengobservasi ulang tanda-tanda vital

pasien, didapatkan hasil data subyektif, pasien mengatakan lebih nyaman

jika ventilatornya dilepas dan bersedia dicatat tensinya. Data obyektif,

pasien tampak lebih nyaman, ventilator sudah terlepas, nafas spontan,

tampak batuk dan ada reflek ingin memuntahkan dahak namun tidak

keluar sekret, TD 121/93mmHg, HR 88x/menit, RR 18x/menit, S 36,5oC,

SPO2 100%, CRT < 2 detik.

Pukul 09.25WIB penulis mengobservasi adanya sekret pada pasien.

Data subyektif, pasien mengatakan seperti ada dahak di tenggorokan dan

dadanya yang sulit keluar padahal sudah dibatukan, namun tidak sesak

nafas karena masih memakai masker oksigen. Data obyektif pasien tampak

kesulitan mengeluarkan dahak, seperti ingin muntah, dari pemeriksaan

Page 65: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

53

paru didapatkan hasil bentuk dada normal, tidak ada jejas, RR 20 x/menit,

vokal fremitus kanan < kiri, pekak atau redup pada ICS V dextra, ada

suara ronki pada ICS V dextra.

Pukul 09.32 WIB penulis melatih batuk efektif agar sekret dapat

keluar, data subyektif yang didapatkan adalah pasien mengatakan bersedia

dilatih batuk efektif, mengatakan sedikit lega karena dahaknya keluar, dan

akan melakukan batuk efektif yang diajarkan jika ada dahak

ditenggorokannya. Data obyektif yang didapatkan adalah pasien tampak

kooperatif, dahak keluar putuh keruh kental, pemeriksaan paru didapatkan

hasil normochest, RR 18x/menit, vocal Fremitus ka < ki, redup pada ICS

V dextra, Ronki pada ICS V dextra. Pukul 09. 40 WIB penulis mengkaji

skala nyeri pasien, data subyektif yang didapatkan adalah pasien

mengtakan nyeri perut karena operasi tumor, pasien mengatakan nyeri

senut-senut, pasien mengatakan nyeri diantara pusar dan kelamin, skala

nyeri 4, nyeri kadang-kadang timbul. Data obyektif sebagai berikut pasien

tampak kurang rileks namun masih dapat menahan nyeri perut post

histerektomi.

Pukul 09.55 WIB penulis mengjarkan pada pasien relaksasi nafas

dalam, dan didatapkan hasil data subyektif sebagai berikut, pasien

mengatakan bersedia diajari relaksasi nafas dalam untuk mengurangi

nyeri. Data obyektif, pasien tampak kooperatif dalam melakukan relaksasi

nafas dalam, pasien tampak tersenyum dan rileks. Pukul 10.07 WIB

penulis mengkaji kembali skala nyeri yang dirasakan pasien, dari data

Page 66: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

54

subyektif didapatkan pasien mengatakan nyeri perut setelah latihan batuk

efektif, nyeri seperti dicubit, nyeri diantara pusar dan di atas kelamin,

pasien mengatakan skala nyeri 4, pasien mengatakan nyeri setelah batuk

efektif saja. Data obyektif, pasien sedikit rileks, masih dapat menahan

nyeri, dapat beristirahat kembali.

Pukul 10.10 WIB penulis mengobservasi kembali tanda-tanda vital,

data subyektif yang didapatkan yaitu pasien mengatakan bersedia dicatat

tensinya, sedangkan data obyektif yang didapatkan sebagai berikut pasien

tampak tiduran dan berbincang dengan anaknya, TD 130/92 mmHg, HR

93 x/menit, RR 24 x/menit, S 36,1o

C SPO2 98%, CRT < 2 detik. Pukul

10.22 WIB penulis mengobservasi rentang gerak dan kekuatan otot pasien,

data subyektif yang diperoleh adalah pasien mengatakan tangan dan kaki

masih sedikit kebas atau saat dipegang tidak terasa tapi tangan dan kaki

tidak lemas, pasien mengatakan sebenarnya bisa miring kanan dan kiri,

berhubung masih terpasang alat-alat untuk tensi jadi tidak bisa miring.

Data obyektif yang didapatkan adalah pasien dapat mengikuti instruksi

penulis untuk menekuk dan meluruskan tangan dan kakinya, kekuatan otot

4/4, dapat melawan grafitasi, dan memiliki sedikit tahanan.

Pada pukul 10.33WIB penulis memotivasi pasien agar melakukan

ROM aktif secara mandiri, data subyektif yang didapatkan adalah pasien

mengatakan selalu berusaha menggerakan anggota badannya agar tidak

kaku dan lekas sembuh sesuai yang diajarkan perawat. Data obyektif yang

didapatkan adalah pasien dan anaknya tampak kooperatif dan dapat

Page 67: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

55

melakukan ROM aktif. Pukul 10.40 WIB penulis mengobservasi keadaan

umum pasien, data subyektif sebagai berikut pasien mengatakan bahwa ia

sudah makan tadi setelah mandi, disuapi oleh anaknya. Data obyektif yang

diperoleh adalah saat dipanggil nama menoleh ke sumber suara dengan

mata terbuka, pasien dapat menjawab pertanyaan penulis dengan tepat,

dapat melakukan perintah menekuk tangan oleh penulis, E4 V5 M6, GCS

15, kesadaran komposmentis.

Pukul 10.45 WIB penulis melatih ROM aktif dengan data

subyektif sebagai berikut pasien mengatakan ia mau diajari latihan gerak

sendi agar cepat sembuh, tidak merasakan kebas pada anggota gerak, dan

beraktifitas secara mandiri lagi. Data obyektif menurut observasi penulis

adalah pasien tampak lentur anggota geraknya saat digerakan oleh

perawat, dapat mengikuti instruksi penulis, tapi pasien belum dapat miring

kanan, kiri, dan pindah posisi. Pukul 11.00 WIB penulis memonitoring

tanda-tanda vital kembali dengan hasil data obyektif sebagai berikut,

pasien tampak sedang berbincang dengan anaknya yang sedang

membesuk, TD 130/90 mmHg, HR 96 x/menit, RR 21 x/menit, S 36,2o

C

SPO2 100%, CRT < 2 detik. Pukul 11.35 WIB penulis melatih batuk

efektif dengan hasil data subyektif, pasien mengtakan bahwa ia bersedia

diajari lagi cara batuk efektif. Data obyektif yang didapatkan adalah pasien

tampak kooperatif, dahak keluar putih keruh, kental, RR 19 x/menit,

normochest, vocal fremitus kanan < kiri, redup di ICS V dextra, ronki di

ICS V dextra

Page 68: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

56

Pukul 11.38 WIB penulis menganjurkan pasien dan anaknya agar

pasien selalu melakukan batuk efektif secara mandiri jika ada dahak, hasil

data subyektif adalah pasien mengatakan akan melakukan batuk efektif

secara mandiri setiap ada dahak dan anaknya mengatakan setiap

menjenguk akan mengingatkan ibunya untuk batuk efektif jika ada dahak

yang menyumbat. Data obyektif adalah pasien dan anaknya tampak

kooperatif dan mengerti penjelasan penulis. Pukul 11.45 WIB penulis

mengobservasi adanya sekret dengan hasil data subyektfi sebagai berikut,

pasien mengtakan masih ada dahak di tenggorokannya, dan sudah

melakukan latihan batuk efektif namun dahaknya hanya keluar sedikit

warna kuninh, kental, data obyektif yaitu RR 18x/menit, SPO2 99%, masih

terdapat suara ronki di ICS V dextra, perkusi redup di ICS V dextra, vocal

fremitus kanan<kiri.

Pukul 12.00 WIB penulis mengobservasi kembali tanda-tanda vital

pasien, data obyektifnya adalah pasien tampak tidur, RR 18 x/menit, SPO2

100%, S 36,5o C, HR 94 x/menit, TD 120/80 mmHg, CRT < 2 detik. Pukul

12.07 WIB penulis mengkaji skala nyeri dengan hasil data subyektif

sebagai berikut, pasien mengatakan nyeri perut karena operasi

pengangkatan tumor, nyeri clekit-clekit di perut bawah pusar, atas

kelamin, nyeri skala 2, nyeri timbul hanya saat batuk saja. Data obyektif

yang didapatkan adalah pasien rileks. Pukul 12.15 WIB penulis

menganjurkan pasien melakukan relaksasi nafas dalam secara mandiri saat

nyeri timbul, data subyektif yang didapatkan adalah pasien mengatakan

Page 69: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

57

akan melakukan nafas dalam jika nyeri timbul. Data obyektif adalah

pasien tampak kooperatif.

Pukul 13.00 WIB penulis mengobservasi kembali tanda-tanda vital

pasien, data subyektif adalah pasien mengatakan bersedia di catat tensinya,

sedangkan data obyektif didapatkan pasien membuka mata saat di panggil

namanya ketika tertidur, kemudian pasien miring ke kiri untuk melihat

tensi di monitor, TD 130/81 mmHg, RR 19 x/menit, HR 82 x/menit, S

36oC, SPO2 100%, CRT < 2 detik. Pukul 13.26 penulis mengobservasi

keadaan umum pasien, data subyektif adalah pasien mengatakan ingin

segera pindah ke bangsal lalu pulang karena sudah merasa badannya

sehat,tidak lagi lemas, jarang nyeri, dan dapat melakukan miring kanan

dan kiri di tempat tidur. Data obyektif yang didapatkan adalah pasien

tampak miring ke kiri dan saat di ajak berbicara dapat menjawab dengan

tepat, mata terbuka saat dipanggil namanya, tangan mengepal saat

diperintahkan penulis untuk mengepal, GCS 15, kesadaran komposmentis.

Hari ketiga tanggal 18 Mei 2015, penulis melakukan intervensi

yang telah disusun pada hari kedua pada pasien di bangsal Mawar 1 karena

pasien telah dipindahkan dari ICU ke Mawar 1 pukul 17.05 WIB.

Diagnosa pertama adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas, pukul

10.00 WIB pantau TTV pasien dan rentang gerak pasien, data subjektif

pasien mengatakan pasien merasa senang karena kemarin sore sekitar jam

17.00 WIB pasien dipindahkan ke bangsal, sudah merasa lebih baik

daripada hari kemarin, pasien mengatakan sudah jalan kekamar mandi

Page 70: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

58

sendiri tanpa dipapah hanya saja ditemani oleh keluarga, dan bersedia

ditensi. Data obyektif yang didapatkan adalah pasien tampak rileks,

kooperatif, pasien tampak sedang duduk dan berbincang dengan suami,

TD 130/80 mmHg, HR 89x/menit, RR 20x/menit, S 36,3o C, mata terbuka

spontan, dapat menjawab pertanyaan dengan tepat, gerakan ekstremitas

sudah normal, kekuatan otot 5/5, GCS 15, kesadaaran komposmentis.

Pukul 10.15 WIB penulis mengobservasi skala nyeri, dari hasil

pengkajian pasien mengatakan nyeri perut karena operasi pengangkatan

tumor, nyeri clekit-clekit di antara pusar dan kelamin, nyeri skala 1, pasien

mengatakan nyeri timbul kadang kadang saat batuk. Data obyektif pasien

tampak rileks. Pukul 10.30 WIB penulis mengobservasi adanya sekret,

data subyektif pasien mengatakan selalu melakukan batuk efektif jika ada

dahak, saat ini masih ada dahak ditenggorokannya, terdengar suara ronki

pada trekea, pasien tampak mengikuti latihan batuk efektif yang diajarkan

oleh perawat, pasien tampak kooperatif, dahak keluar sedikit kuning

kental, ada suara ronki di trakea, hasil pemeriksaan paru didapatkan RR 19

x/menit, vokal fremitus kanan < kiri, perkusi redup pada ICS V dextra, ada

suara ronki di ICS V dextra. TD 130/90x/menit, HR (94 x/menit, CRT < 2

detik, SPO2 100%, GCS 15

Pukul 10.39 WIB penulis mengajarkan batuk efektif, data subyektif

pasien mengatakan bersedia diajari batuk efektif lagi, pasien mengatakan

sudah melakukan batuk efektif secara mandiri di bangsal jika terasa ada

dahak yang menyumbat, dan pasien mengatakan sekitar jam 08.00 WIB

Page 71: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

59

diberi suntikan lewat selang tapi tidak tahu obatnya apa saja. Data obyektif

pasien tampak kooperatif, dahak keluar sedikit, warna kuning kental,

pemeriksaan paru didapatkan RR 20 x/menit, vocal fremitus ka<ki,

perkusi pekak ICS V dextra dan ronki di ICS V dextra. Obat ampicillin

1gr, ranitidine 500mg, ketorolac 1mg.

Pukul 11.07 WIB penulis mengobservasi rentang gerak pasien,

data subyektif pasien mengatakan sejak kemarin sore dipindahkan

kebangsal ia dapat memiringkan badannya, dapat duduk, dan tubuhnya

tidak lemas lagi, bahkan sudah dapat berjalan kekamar mandi sendiri tapi

masih ditemani oleh keluarga. Data obyektif yang didapatkan pasien

tampak sedang ditemani oleh suami, GCS 15, kesadaran komposmentis,

kekuatan otot 5/5, dapat melakukan aktifitas mandiri, dapat berjalan,

duduk, miring kanan dan kiri. Pukul 11.28 WIB penulis memotivasi pasien

untuk melakukan batuk efektif secara mandiri agar dahak dapat keluar,

data subyektif pasien mengatakan akan melakukan batuk efektif seperti

yang diajarkan perawat secara mandiri saat ada dahak yang menyumbat,

dat obyektif pasien kooperatif.

F. Evaluasi

Hari pertama evaluasi yang didapatkan pukul 21.00WIB oleh

penulis adalah GCS 8, E2 V2 M4, kesadaran sopor, terpasanag ventilator,

ada ronki di ICS V, belum sadar, masih dalam pengaruh anestesi, akral

mulai hangat, kekuatan otot 3/3, ada reflek muntah saat di suction, sekret

Page 72: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

60

keluar sedikit warna putih keruh kental, obat injeksi masuk ampicillin 1gr,

ranitidine 500mg, kalnex 500mg, dan ketorolac 1mg, TD 131/97mmHg,

HR 96x/menit, RR 25x/menit, S 36,4oC, SPO2 99%, CRT < 2 detik.

Masalah dari diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum

teratasi karena RR 25x/menit dan masih ada suara ronki di ICS V. Dengan

masalah yang belum teratasi maka penulis akan melanjutkan intervensi

yaitu, pantau TTV tiap jam dan observasi keadaan umum pasien, observasi

adanya sekret,lakukan suction jika RR > 24x/menit dan pasien belum

sadar, latih batuk efektif jika pasien sadar dan keadaan umum pasien

membaik, kolaborasi pemberian terapi O2 melalui masker, serta kolaborasi

pemberian obat sesuai advice dokter.

Pada diagnosa kedua belum dapat dievaluasi karena diagnosa

kedua baru muncul saat hari kedua. Diagnosa ketiga yaitu hambatan

mobilitas fisik didapatkan hasil evaluasi data obyektif yaitu pasien belum

sadar, mata terbuka saat dirangsang nyeri, pasien tidur saat di ajarkan

ROM pasif, tanggan tangan dan kaki dapat digerakan oleh penulis fleksi,

ekstensi, dll, akral mulai hangat, CRT < 2 detik, kaki dan tangan sedikit

lemas, ekstremitas masih belum bisa melawan grafitasi, kekuatan otot 3/3.

Penulis membuat intervensi untuk diagnosa ketiga ini sebagai berikut,

observasi rentang gerak pasien, ajarkan ROM pasif dan aktif, motivasi

pasien melakukan ROM aktif secara mandiri, observasi pasien melakukan

ROM aktif secara mandiri.

Page 73: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

61

Evaluasi tanggal 17 Maret 2015 didapatkan hasil pada diagnosa

pertama ketidakefektifan jalan nafas adalah sebagai berikut, pasien

mengatakan sudah melakukan batuk efektif tapi masih ada sedikit dahak

keluar warna kuning, kental, dan pasien mengatakan akan melakukan

latihan batuk efektif secara mandiri jika terasa ada dahak, anak pasien

mengatakan akan selalu mengingatkan ibunya untuk batuk efektif mandiri

disaat membesuk ibunya. Data obyektif yang didapatkan adalah pasien dan

anak pasien kooperatif, dapat melakukan batuk efektif, sekret keluar

kuning kental, dari pemeriksaan paru didapatkan hasil normochest, RR

19x/menit, vocal fremitus kanan < kiri, redup atau pekak di ICS V dextra,

da nada suara ronki di ICS V dextra. Masalah dari ketidakefektifan

bersihan jalan nafas teratasi sebagian maka dari itu penulis membuat

intervensi yang akan di lanjutkan keesokan harinya yaitu pantau TTV,

observasi adanya sekret, latih batuk efektif, ingatkan pasien melakukan

batuk efektif secara mandiri, observasi pasien melakukan batuk efektif

secara mandiri, dan kolaborasi pemberian obat sesuai advice dokter.

Diagnosa kedua yang muncul pada hari kedua tanggal 17 Maret

2015 yaitu nyeri akut didapatkan hasil evaluasi setelah dilakukan tindakan

sebagai berikut, data subyektif pasien mengatakan nyeri perut karena

operasi pengangkatan tumor, nyeri clekit-clekit di perut bawah pusar, atas

kelamin, nyeri skala 2, nyeri timbul hanya saat batuk saja, serta pasien

mengatakan akan melakukan latihan nafas dalam secara mandiri saat nyeri

timbul. Data obyektif yang didapatkan adalah pasien rileks, pasien

Page 74: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

62

kooperatif, TD 130/81 mmHg, RR 19 x/menit, HR 82 x/menit, S 36o C,

SPO2 100%, CRT < 2 detik. Masalah pada diagnosa kedua ini teratasi

sebagian karena nyeri masih hilang timbul dan belum hilang, maka penulis

membuat intervensi untuk diagnosa kedua ini yaitu kaji skala nyeri,

ajarkan pasien latihan nafas dalam, motivasi pasien melakukan nafas

dalam secara mandiri jika nyeri timbul, observasi latihan nafas dalam

secara mandiri, kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai advice dokter,

dan tunggu advice dokter untuk pindah bangsal.

Pada diagnosa ketiga yaitu hambatan mobilitas fisik masalah

teratasi sebagian, dengan subyektif pasien mengatakan bersedia di catat

tensinya, saat di observasi keadaan umumnya oleh penulis, pasien

mengatakan ingin segera pindah ke bangsal lalu pulang karena sudah

merasa badannya sehat, tidak lagi lemas, jarang nyeri, dan dapat

melakukan miring kanan dan kiri di tempat tidur. Saat dilakukan observasi

rentang gerak. Sedangkan data obyektif didapatkan pasien membuka mata

saat di panggil namanya ketika tertidur, kemudian pasien miring ke kiri

untuk melihat tensi di monitor, TD 130/81 mmHg, RR 19 x/menit, HR 82

x/menit, S 36oC, SPO2 100%, CRT < 2 detik, kekuatan otot 4/4. Intervensi

yang direncanakan penulis adalah observasi rentang gerak pasien, ajarkan

ROM pasif dan aktif, motivasi pasien melakukan ROM aktif secara

mandiri, observasi pasien melakukan ROM aktif secara mandiri.

Evaluasi hari ketiga, tanggal 18 Maret 2015 diagnosa pertama

ketidakefektifan bersihan jalan nafas, masalah teratasi sebagian.

Page 75: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

63

Didapatkan data subyektif pasien mengatakan masih ada dahak

ditenggorokan tapi sulit keluar dan mengatakan sudah melakukan batuk

efektif secara mandiri. Dan dari data obyektif didapatkan hasil pasien

tampak kesulitan mengeluarkan dahak, ingin muntah. Pasien tampak

mengikuti latihan batuk efektif yang diajarkan oleh perawat, pasien

tampak kooperatif, dahak keluar sedikit kuning kental, ada suara ronki di

trakea, hasil pemeriksaan paru didapatkan RR 19 x/menit, vokal fremitus

kanan < kiri, perkusi redup pada ICS V dextra, ada suara ronki di ICS V

dextra. TD 130/90mmHg, HR (94 x/menit, CRT < 2 detik, SPO2 100%,

GCS 15. Maka dari itu penulis menyusun intervensi yaitu observasi TTV,

observasi adanya sekret, lakukan pemeriksaan paru, motivasi pasien

melakukan batuk efektif secara mandiri, cek labaoratorium mikrobiologi

sputum (dahak), dan konsultasikan pada dokter paru.

Pada diagnosa kedua didaptkan hasil data subyektif pasien

mengatakan nyeri perut diantara pusar dan kelamin, terasa clekit-clekit,

skala 1, nyeri hilang timbul, data obyektif yang didapatkan adalah pasien

tampak rileks, GCS 15, kesadaran komposmentis, TD 130/90 mmHg, HR

89 x/menit, RR 20 x/menit, S 36,3o C. masalah teratasi, dan pertahankan

intervensi.

Diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan kendali otot didapatkan hasil subyektif sebagai berikut pasien

mengatakan dapat memiringkan badannya, dapat duduk, dan tubuhnya

tidak lemas lagi, bahkan sudah dapat berjalan kekamar mandi sendiri tapi

Page 76: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

64

masih ditemani oleh keluarga. Data obyektif yang didapatkan pasien

tampak sedang ditemani oleh suami, GCS 15, kesadaran komposmentis,

kekuatan otot 5/5, dapat melakukan aktifitas mandiri, dapat berjalan,

duduk, miring kanan dan kiri. Masalah teratasi dan petahankan intervensi.

Page 77: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

65

BAB V

PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas tentang pengaruh latihan fisik

terhadap pemulihan pasien pasca general anestesi pada asuhan keperawatan Ny.

W dengan post histerektomy di Intensive Care Unit RSUD Dr. Moewardi

Surakarta. Disamping itu penulis juga akan membahas tentang kesesuaian antara

teori dan kenyataan yang meliputi pengkajian, analisa data, intervensi,

implementasi, dan evaluasi. Pembahasan ini akan lebih ditekankan pada

pemulihan pasien dengan general anastesi, yang meliputi tiga diagnosa yaitu

bersihan jalan nafas tidak efektif, nyeri akut dan hambatan mobilitas fisik,

menurut jurnal Naharani Pepin, 2013 bahwa pemulihan pasien dengan general

anastesi dapat dapat dipulihkan dengan latihan fisik meliputi latihan gerak sendi,

latihan nafas dalam, dan latihan batuk efektif.

Anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa sakit ketika dilakukan

pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada

tubuh. General anestesi atau anestesi spinal (subarakhnoid) adalah anestesi

regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal kedalam ruang

subarkhnoid (Majid Abdul, dkk, 2011).

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahapan awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.

Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap

Page 78: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

66

ini akan menentukan diagnosis keperawatan. Oleh karena itu, pengkajian

harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan

perawatan pada klien dapat diidentifikasi (Nikmatur & Walid, 2012).

Penulis melakukan pengkajian pada hari senin, 16 Maret 2015 di ruang

Intensive Care Unit pukul 20.00 WIB. Keluhan utama pada Ny. W adalah

adanya suara ronki pada ICS V dextra, data ini didapatkan dari data obyektif

dikarenakan Ny. W belum sadar post operasi. Data tersebut sesuai dengan

teori menurut Morgan Jr. (2002) dalam Rani (2015) yang menyebutkan bahwa

akibat pemberian anestesi inhalasi atau intra vena dapat mendepresi

pernafasan. Posisi yang tidak biasa selama pembedahan dan teknik seperti

anestesi satu paru dan pintas kardiopulmoner sangat mengubah fisiologi

pernafasan normal. Sebagian besar praktek anestesi modern berdasarkan

pemahaman fisiologi pernafasan yang cermat dan betul-betul dipertimbangkan

penerapan fisiologi pernafasan, meskipun efek respirasi setiap agen anestesi

bervariasi Pengaruh obat anestesi menimbulkan efek trias anestesi, pasien

akan mengalami keadaan tidak sadar, reflek-reflek proteksi menghilang akibat

mati rasa dan kelumpuhan otot rangka termasuk otot pernafasan.

Menurut Mangku, dkk (2010) dalam Rani, dkk (2015) menyatakan bahwa

pada pasien yang tidak sadar sangat mudah mengalami sumbatan jalan nafas,

akibat jatuhnya lidah ke hipofaring, timbunan air liur, sekret, bekuan darah,

gigi yang lepas serta isi lambung akibat muntah atau regurgitasi. Sumbatan

yang terjadi pada supralaring dikarenakan lidah jatuh ke hipofaring, air liur,

bekuan dan isi lambung atau regurgitasi. Pada pasien dalam keadaan anestesi

Page 79: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

67

posisi telentang, tonus otot jalan nafas atas, otot genioglossus hilang, sehingga

lidah akan menyumbat hipofaring dan menyebabkan obstruksi jalan nafas baik

total atau parsial. Keadaan tersebut sering terjadi dan harus cepat diketahui

dan dikoreksi dengan beberapa cara misalnya manual triple jalan nafas,

pemasangan alat jalan nafas terjadi (Pharingeal airway) pemasangan alat jalan

nafas (laringeal mask air way) pemasangan pipa endo trachea (Endotracheal

tube). Obstruksi dapat juga disebabkan karena spasme laring pada saat

anestesi dan mendapat rangsangan nyeri atau rasangan oleh sekret.

Dalam praktek keperawatan anestesi, banyak hal yang dijumpai pasien

dengan kegawatan jalan nafas yang disebabkan adanya sumbatan jalan nafas,

dan tidak jarang pula karena penurunan tingkat kesadaran sehingga pasien

tidak dapat bernafas dengan baik atau depresi pernafasan. Depresi pernapasan

dapat mengakibatkan kematian karena hipoksia. Dalam hal ini, hipoksia

merupakan salah satu komplikasi anestesi pasca operasi. Pasien yang

mengalami anesthesia general/lama biasanya tidak sadar, dengan semua otot-

ototnya rileks, relaksasi ini meluas sampai ke otot-otot faring, (Rani, dkk,

2015). Stimulasi obat anestesi dapat menyebabkan bronkospasme dan

peningkatan sekresi saluran napas (Erwin & Kusuma 2012).

Selain keluhan utama diatas, dari observasi penulis didapatkan hasil data

subyektif pada pola aktivitas dan latihan didapatkan hasil dari anamnesa pada

anaknya bahwa Ny. W sebelum sakit pasien makan, minum, toileting,

mobilitas ditempat tidur, berpakaian, dan ambulasi ROM dapat melakukan

secara mandiri, namun saat berpindah dari tempat tidur atau tempat duduk ke

Page 80: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

68

posisi berdiri perlu bantuan dari orang lain. Sedangkan saat sakit makan

dibantu alat atau memakai selang makan dari hidung, dan kegiatan seperti

toileting, mobilitas ditempat tidur, berpakaian, berpindah, serta ambulasi

ROM tergantung total.

Data obyektif yang didapatkan dari pemeriksaan fisik adalah kekuatan otot

ekstremitas atas 3 dan kekuatan otot ekstremitas bawah 3, capilery refile > 2

detik,akral teraba dingin. Kesadaran pasien sopor dengan nilai GCS 8, E2 V2

M4. Data tersebut sesuai dengan teori menurut Erwin & Kusuma (2012) yang

menyebutkan bahwa sebelum dilakukan tindakan operasi akan dilakukan

anestesi. Pada anestesi umum memberikan relaksasi otot yang dibutuhkan

dalam pembedahan dan kendali ventilasi. Otot yang pertama kali dihambat

adalah otot-otot kecil dengan gerakan cepat seperti otot mata dan jari,

kemudian otot trunkus dan abdomen, otot interkostal dan akhirnya diafragma.

Injeksi intravena obat pelumpuh otot nondepolarisasi pada orang sadar mula-

mula menimbulkan kesulitan memfokus dan kelemahan otot mandibula diikuti

ptosis, diplopia, dan disfagia. Relaksasi otot telinga akan memperbaiki

pendengaran. Kesadaran dan sensorik utuh. Inaktivasi reseptor ansetesi di

susunan saraf pusat berperan penting pada mekanisme kerja anestesi umum

Saat pasien dirawat ruang Intensive Care Unit pada tanggal 17 Maret

2015, pasien mengatakan bahwa pasien merasakan nyeri perut karena operasi

pengangkatan tumor, nyeri senut-senut, nyeri di antara pusar dan kelamin,

nyeri skala 4 dan hilang timbul. Hasil pengkajian data obyektif didapatkan

hasil pasien tampak tidak rileks tapi dapat menahan nyeri saat timbul dan

Page 81: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

69

ekspresi muka datar, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 100x/menit, respisi

27x/menit, dan suhu 36,6oC.

Data tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa hampir pada

semua jenis operasi, setelah 24-48 jam, pasien dianjurkan meningalkan tempat

tidur. Tujuan mobilisasi (duduk atau jalan) yang cepat adalah untuk

mengurangi komplikasi pascabedah. Luka operasi lebih cepat sembuh bila

pasien cepat jalan. Perasaan sakit pertama jalan memang lebih terasa, tetapi

nyeri luka itu ternyata lebih cepat menghilang pada pasien yang berjalan

dalam waktu 24-48 jam pascabedah (Osawari E, 2000). Nyeri biasanya sangat

dirasakan pasien post operasi, oleh karena itu diperlukan intervensi

keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan medis terkait dengan agen

untuk mengurangi rasa nyerinya (Majid Abdul, dkk, 2011).

B. Perumusan masalah keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respons

manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual / potensial) dari

individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan

perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status

kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan

(Nikmatur & Walid, 2012).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada fase pasca operasi berdasarkan

NANDA (2010) dalam buku “keperawatan perioperatif” Abdul Majid (2011)

adalah kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan

sekresi mukosa, nyeri berhubungan dengan luka insisi pasca bedah dan posisi

Page 82: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

70

selama pembedahan, hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan

nkendali otot, defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan

selama operasi, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pasca

bedah, drain atau infeksi luka operasi, resiko cedera berhubungan dengan efek

anestesi, sedasi, dan imobilisasi, perubahan pola eliminasi: penurunan

berhubungan dengan agen anastesi dan imobilisasi, dan lain-lain sesuai

kondisi atau permasalahan yang ditemukan pada pasien.

Sedangkan pada pasien yang dikelola oleh penulis berdasarkan proses

analisa penulis, didapatkan hasil diagnosa pada tanggal 16 Maret 2015 yaitu

ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam

jumlah yang berlebihan. Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam Naharani

Pepin (2012) mennyatakan bahwa klien yang mengalami operasi dengan

anestesi umum, akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan dan

banyak lendir kental karena pemasangan alat bantu nafas selama teranestesi.

Penulis mengangkat diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas dengan

mengacu pada hasil analisa data dimana data obyektif pasien tampak belum

sadar, masih dalam pengaruh anestesi, tampak pucat, nafas cepat dan dangkal,

terpasang ETT, E2V2M4, total GCS 8, kesadaran sopor, hasil pemeriksaan fisik

paru didapatkan hasil: tidak ada jejas, normochest, RR 27 x/menit, palpasi

tidak terkaji, perkusi terdapat pekak atau redup di ICS V dextra, pada

auskultasi ada suara tambahan, ada ronki di ICS V dextra, TD 140/90 mmHg,

HR 100 x/menit, RR 27 x/menit, S 36,7oC, SPO2 98%.

Page 83: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

71

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk

membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk

mempertahankan bersihan jalan nafas. Data pada pasien sesuai dengan

batasan karakteristik yaitu tidak ada batuk, suara nafas tambahan, perubahan

frekuensi nafas, perubahan irama nafas, kesulitan berbicara/ mengeluarkan

suara, dyspnea, sputum dalam jumlah yang berlebihan, dan batuk yang tidak

efektif (NANDA, 2009-2011).

Diagnosa kedua yang dirumuskan pada tanggal 17 Maret 2015 saat pasien

mulai sadar oleh penulis adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera

fisik (histerektomi). Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan

peilaku. Proses fisiologis terkait nyeri dapat disebut nosisepsi. Menurut potter

& perry (2006) dalam Satriya (2014) menjelaskan proses tersebut berupa

resepsi yaitu kerusakan seluler yang disebabkan oleh stimulus termal,

mekanik, kimia atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan substansi yang

menghasilkan nyeri. Stimulus tersebut kemudian memicu pelepasan mediator

biokimia (misalnya prostaglandin, bradikinin, histamine, substansi P) yang

mensensutasi nosiseptor. Nosiseptor berfungsi untuk memulai transmisi neural

yang dikaitkan dengan nyeri.

Fase transmisi nyeri terdiri dari tiga bagian. Pertama nyeri merambat dari

bagian serabut saraf perifer ke medulla spinalis. Bagian kedua adalah

transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus melalui

jaras spinotalamikus. Bagian ketiga, sinyal tersebut diteruskan ke korteks

sensori somatic tempat nyeri dipersepsikan. Impuls yang ditransmisikan

Page 84: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

72

tersebut mengaktifkan respon otonomi. Setelah fase transmisi pasien akan

mengalami fase persepsi, persepsi merupakan titik kesadaran seseorang

terhadap nyeri, sehingga individu bereaksi. Fase reaksi ini dapat berupa respon

fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempresepsikan nyeri. Respon

fisiologis ini membahayakan individu, pada kasus trauma berat dapat

menyebabkan individu mengalami syok.

Menuurut Solehati (2008) dalam Satriya (2014) menyatakan bahawa

tindakan pembedahan dapat mengancam integritas seseorang, baik bio-psiko-

sosial maupun spiritual yang bersifat potensial dan aktual. Setiap tindakan

pembedahan dapat menimbulkan rerspon ketidaknyamanan berupa nyeri.

Menurut Majid Abdul (2011) bahwa operasi akan menimbulkan luka insisi,

saat pasien sadar dari pengaruh anestesi maka akan merasakan nyeri.

Penulis merumuskan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera

fisik mengacu pada hasil analisa data subyektif, pasien mengatakan nyeri perut

di antara pusar dan kelamin karena operasi pengangkatan tumor, pasien

mngatakan nyeri senut-senut, skala 4, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif

yang diperoleh penulis adalah pasien sedikit rileks, kooperatif, dapat menahan

nyeri saat timbul, TD 140/90 mmHg, HR 100 x/menit, RR 27 x/menit.

Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial

atau digunakan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (international

Association for the Study of pain): awitan yang tiba-tiba atau lambat dari

intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau

Page 85: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

73

diprediksi dan berlangsung < 6 bulan. Data yang didapat penulis sesuai

dengan batasan karakteristik yang tertulis pada teori yaitu perubahan tekanan

darah, frekuensi jantung, pernafasan, masker wajah tetap pada satu fokus

meringis, dan melaporkan nyeri secara verbal (NANDA, 2009-2011).

Diagnosa ketiga yang dirumuskan penulis pada tanggal 16 Maret 2015

adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot.

Menurut Boulton & blogg (1994) pasien setelah opeasi akan mengalami

relaksasi otot karena pengaruh obat anestesi yang dapat menyebabkan

kontraktur sendi dan penurunan kendali otot.

Saat dilakukan pengkajian pada pasien tidak didapatkan data subyektif

karena pasien belum sadar di hari pertama. Sedangkan data obyektif yang

didapatkan adalah pasien tampak masih belum sadar, masih dalam pengaruh

anestesi, E2 V2 M4, total GCS 8, kesadaran sopor, kekuatan otot atas dan

bawah 3/3 pada ekstremitas kanan dan kirinya, pasien masih dalam

pengawasan, terpasang bedsite monitor, CRT > 2 detik, akral dingin.

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh

atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. Data yang didapatkan oleh

penulis sesuai dengan batasan karakteristik pada teori yaitu penurunan waktu

reaksi, keterbatasan kemampuan untuk melakukan motorik kasar dan halus,

serta keterbatasan rentang pergerakan sendi (NANDA, 2009-2011).

Page 86: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

74

C. Perencanaan

Menurut Nikmatur & Walid (2012), perencanaan atau intervensi adalah

pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi

masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan.

Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu

menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien.

Pada diagnosa pertama ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan

dengan mukus dalam jumlah berlebihan penulis mencantumkan tujuan setelah

dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan ketidakefektifan jalan

nafas dapat teratasi dengan kriteria hasil jalan nafas paten, sekresi keluar

secara efektif, frekuensi pernafasan normal (16-24 x/menit), O2 saturasi 95-

100%, dan pasien dapat batuk efektif. Intervensi yang dilakukan penulis

adalah observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital, observasi adanya

secret, lakukan suction, latih batuk efektif, kolaborasi pemberian oksigen

melalui masker sesuai advice dokter, dan kolaborasi pemberian obat sesuai

advice dokter. Tujuan, kriteria hasil dan intervensi yang dicantumkan penulis

sesuai dengan teori (Wilkinson, 2007).

Diagnosa kedua adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

(histerektomi). Penulis mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan

keperawatan 3x24 jam masalah nyeri akut dapat teratsai dengan kriteria hasil

seperti berikut, pasien rileks, tidak ada keluhan nyeri, HR 60-100 x/menit,

skala nyeri berkurang (3-0). Intervensi yang dicantumkan oleh penulis adalah

kaji skala nyeri (PQRST), ajarkan latihan nafas dalam, anjurkan pasien

Page 87: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

75

melakukan nafas dalam secara mandiri, kolaborasi pemberian obat analgetik

sesuai advice dokter. Tujuan, kriteria hasil, dan intervensi yang dicantumkan

oleh penulis sesuai dengan teori (Wilkinson, 2007).

Diagnosa ketiga adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

kelemahan otot. Penulis mencantumkan tujuan ekstremitas tidak lemas dan

tidak kaku,tidak ada nyeri untuk mobilitas, akral hangat, tanda-tanda vital

dalam batas normal, kekuatan otot dalam rentang normal (3-5), GCS normal,

dapat berpindah di tempat tidur, dan mobilitas kembali normal. Intervensi

yang dirumuskan penulis adalah personal hygiene, observasi rentang gerak,

ajarkan ROM aktif dan pasif, anjurkan pasien melakukan ajaran ROM aktif

dan pasif secara mandiri, dan kolaborasi dengan ahli terapi fisik. Tujuan,

kriteria hasil dan intervensi yang ditulis penulis sesuai dengan teori

(Wilkinson, 2007).

D. Implementasi

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkam. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi

pengumpulan data melanjutan, memngobservasi respons klien selama dan

sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Nikmatur &

Walid, 2012).

Pada diagnosa pertama ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan

dengan mukus dalam jumlah berlebihan, penulis mengimplementasikan

intervensi yang telah disusun meliputi: mangobservasi keadaan umum dan

tanda-tanda vital, mengobservasi adanya sekret, melakukan suction, melatih

Page 88: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

76

batuk efektif, dan penulis melakukan kolaborasi pemberian oksigen melalui

masker sesuai advice dokter serta penulis melakukan kolaborasi pemberian

obat sesuai advice dokter.

Diagnosa kedua yaitu nyeri akur berhubungan dengan agen cedera

biologis. Penulis melaksanakan implementasi sebagai berikut malakukan

personal hygiene pada Ny. W, mengkaji skala nyeri (PQRST), mengajarkan

latihan nafas dalam, Selain itu penulis mengobservasi latihan nafas dalam

secara mandiri satu kali per shift, menganjurkan pasien melakukan latihan

nafas dalam secara mandiri jika nyeri timbul, dan melakukan kolaborasi

pemberian obat analgetik sesuai advice dokter.

Diagnosa ketiga adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

kelemahan otot. Pada diagnosa ini penulis mengimplementasikan intervensi

sebagai berikut, mengobservasi rentang gerak (kekuatan otot dan mobilisasi),

mengajarkan ROM pasif dan aktif, selain itu pasien mengobservasi latihan

gerak sendi ROM aktif dan pasif secara mandiri satu kali per shift,

menganjurkan pasien melakukan ROM aktif agar cepat sembuh dan tidak

terjadi kekakuan pada sendi, dan kolaborasi dengan ahli terapi fisik.

Pada hari pertama, tanggal 16 Maret 2015 penulis belum dapat melakukan

batuk efektif dan relaksasi nafas dalam karena pasien masih belum sadar post

operasi. Pada pukul 20.10 WIB penulis mengobservasi keadaan umum dan

tanda-tanda vital didapatkan data obyektif pasien tampak belum sadar, masih

dalam pengaruh anestesi, terpasang ventilator, RR 27x/menit, SPO2 100%,

Page 89: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

77

CRT >2 detik, HR 100x/menit, TD 140/90 mmHg, E2 V2 M4, GCS 8,

kesadaran sopor, ekstremitas kaku, akral dingin, kekuatan otot 3/3.

Setelah melakukan observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital, penulis

memberi terapi obat sesuai advice dokter, mengobservasi adanya sekret,

kemudian penulis melakukan suction pukul 20.35 WIB karena pasien belum

sadar, didapatkan hasil ada reflek muntah, sekret keluar sedikit, putih, keruh,

kental, RR 20 x/menit, SPO2 98%. Setelah melakukan suction, penulis

mengobservasi rentang gerak, mengajarkan ROM pasif, penulis mengajarkan

ini pada pukul 20.52 WIB didapatkan hasil pasien belum sadar, masih lemas,

ekstremitas kaku, akral dingin, ekstremitas mengikuti gerakan perawat saat

dilatih ROM pasif, kekuatan otot 3/3.

Hari kedua, pada tanggal 17 Maret 2015 penulis melakukan tiga tindakan

latihan fisik pemulihan pasien pasca general anestesi. Pada pukul 09.32 WIB

penulis melatih batuk efektif pada pasien karena ETT yang terpasang pada

pasien baru dilepas pukul 09.00 WIB dari data subyektif setelah dilakukan

batuk efektif, pasien bersedia dilatih batuk efektif dan bersedia melakukan

batuk efektif jika ada dahak ditenggorokannya. Data obyektif pasien tampak

kooperatif dahak keluar putih keruh, kental, dari pemeriksaan paru didapatkan

hasil RR 18 kali per menit, vocal vremitus kanan< kiri, redup dan saat di

auskultasi terdengar suara ronki di ICS V dextra. Pada pukul 09.40 penulis

mengkaji skala nyeri pasien didapatkan hasil subyektif pasien mengatakan

nyeri perut karena operasi pengangkatan tumor, nyeri terasa senut-senut

diantara pusar dan kelamin, skala nyeri 4, hilang timbul. Data obyektif pasien

Page 90: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

78

kurang rileks namun dapat menahan nyeri. Pukul 09.55 WIB penulis

mengajarkan relaksasi nafas dalam. Data subyektif yang didapatkan pasien

mengatakan bersedia diajari relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri,

data obyektif yang didapatkan pasien kooperatif pasien tampak tersenyum dan

rileks. Pukul 10.07 WIB penulis mengkaji skala nyeri didapatkan data

subyektif pasien mengatakan nyeri perut setelah batuk efektif, nyeri seperti

dicubit diantara pusar dan kelamin, skala 4, timbul setelah batuk efektif. Data

obyektif yang didapatkan pasien sedikit rileks masih dapat menahan nyeri

dapat beristirahat lagi.

Pukul 10.33 WIB, penulis memotivasi/menganjurkan pasien melakukan

ROM aktif mandiri. Data subyektif, pasien mengatakan selalu berusaha

menggerakan anggota badannya agar tidak kaku dan lekas sembuh sesuai yang

diajarkan perawat. Data obyektif, pasien dan anaknya tampak kooperatif dan

dapat melakukan ROM aktif . Pukul 10.45 WIB penulis melakukan ROM

pasif aktif,dari data subyektif didapatkan hasil pasien mengatakan mau di ajari

latihan gerak sendi agar cepat sembuh, tidak merasakan kebas pada anggota

gerak. Data obyektif, pasien tampak lentur anggota geraknya saat digerakan

oleh perawat, dapat mengikuti instruksi perawta, belum dapat miringdan

pindah posisi. Pukul 11.35 WIB, penulis melatih batuk efektif. Data subyektif,

pasien mengatakan bersedia diajari lagi cara batuk efektif. Data obyektif,

pasien tampak kooperatif, fahak keluar putih keruh, kental, RR 19x/menit,

pemeriksaan paru didapatkan hasil normochest, vocal vremitus kanan < kiri,

redup dan saat diauskultasi terdengar ronki di ICS V dextra. Pukul 11.38 WIB

Page 91: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

79

penulis menganjurkan pasien dan anaknya melakukan batuk efektif secara

mandiri. Data subyektif, pasien mengatakan akan melakukan batuk efektif

secara mandiri setiap ada dahak yang menyumbat dan anaknya mengatakan

akan selalu mengingatkan ibunya untuk batuk efektif saat menjenguk. Data

obyektfi, pasien dan ananknya tampak kooperatif dan mengerti penjelasan

peraawat. Pukul 12.15 WIB, penulis menganjurkan pasien latihan nafas dalam.

Data subyektif yang didaptkan, pasien pasien akan melakukan nafas dalam

jika nyeri timbul. Data obyektif, pasien tampak kooperatif. Pasien dipindahkan

ke mawar I tanggal 17 Maret 2015 pukul 17.05 WIB.

Pada hari ketiga, tanggal 18 Maret 2015 pukul 10.00 WIB penulis

mengobservasi TTV dan rentang gerak pasien. Data subyektif, pasien

mengatakan merasa senang karena kemarin sore sekitar jam 17.00 WIB ia

pindah kebangsal, sudah merasa lebih baik dari pada kemarin, pasien

mengatakan sudah jalan kekamar mandi sendiri tanpa dipapah hanya saja

masih ditemani keluarga, bersedia ditensi. Data oobyektif, pasien rileks,

kooperatif, pasien sedang duduk dan berbincang dengan suami, TD 130/80

mmHg, HR 89 x/menit, RR 20 x/menit, S 36,3oC, mata terbuka spontan, dapat

menjawab pertanyaan dengan tepat, gerakan ekstremitas sudah normal,

kekuatan otot 5/5, GCS 15, kesadaran komposmentis. Pukul 10.15 WIB,

penulis mengobservasi skala nyeri. Data subyektif, pasien mengatakan nyeri

perut karena operasi pengangkatan tumor, nyeri clekit-clekit diantara pusar

dan kelamin, skala 1, timbul saat batuk. Data obyektif, pasien tampak rileks.

Pukul 10.39 WIB, penulis menganjarkan batuk efektif. Data subyektif yang

Page 92: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

80

didapatkan adalah pasien mengatakan bersedia diajari batuk efektif lagi,

pasien mengatakan sudah melakukan batuk efektif secara mandiri di bangsal

jika terasa ada dahak yang emnyumbat, pasien mengatakan sekitar jam 08.00

WIB sudah disuntik lewat selang tapi tidak tahu obatnya apa saja. Data

obyektif didapatkan hasil yaitu pasien kooperatif, dahak keluar sedikit, warna

kuning, kental, pemeriksaan paru didapatkan hasil RR 20 x/menit, vocal

vremitus kanan < kiri, pekak dan saat diauskultasi ada suara ronki di ICS V

dextra, obat injeksi ampicillin 1gr, ranitidine 500mg, ketorolac 1mg. Pukul

11.28 WIB, penulis memotivasi pasien melakukan batuk efektik secara

mandiri. Data subyektif yang didapatkan adalah pasien mengatakan akan

melakukan batuk efektif seperti yang telah di ajarkan perawat secara mandiri

jika ada dahak. Data obyektif , pasien tampak kooperatif.

Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam Naharani Pepin, dkk (2013)

bahwa batuk efektif dan nafas dalam dilakukan ketika pasien mulai sadar.

Sedangkan latihan gerak sendi atau ROM penting bagi pasien setelah operasi,

agar dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk

mempercepat proses penyembuhan.

Pengaruh latihan fisik terhadap pemulihan pasien pasca general anestesi

pada menit ke 5, 10, dan 15 memberikan pengaruh bermakna atau efektif,

sedangkan pada menit ke 20, 25, dan 30 memberikan pengaruh yang

bermakna kurang baik dengan kata lain kurang efektif. Pemulihan pasien ini

dapat dilihat dari indikator-indikator penilaian menurut aldrete skor yang

meliputi : pernapasan sudah mulai stabil regular dan sudah mampu batuk

Page 93: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

81

sehingga diharapkan dapat membuang obat anastesi inhalasi yang tersisa

dalam pernapasan, banyak lendir pada tenggorokan karena pengaruh prosedur

general anastesi. Dalam penelitian pemberian latihan fisik terhadap pemulihan

pasien pasca general anastesi ditempat tidur difokuskan pada gerakan nafas

dalam, latihan batuk efektif, dan latihan gerak sedndi yang terbatas dan

menyesuaikan kondisi pasien dan lingkungan/ruang perawatan. Walaupun

pada menit-menit awal pasca operasi pasien belum sadar maksimal namun

latihan fisik operasi yang diajarkan saat pra operasi perlu juga untuk

dievaluasi hasilnya, observasi tanda-tanda vital seperti tekanan darah yang

stabil atau tidak stabil, ada perubahan yang menonjol seperti sebelum operasi,

jika hasilnya stabil berarti menunjukkan sirkulasi yang adekuat, hal ini bias

diobservasi dari saturasi oksigen lebih dari 95 %, tidak adanya sianosis pada

kuku atau ujung jari, mukosa bibir dan kulit secara umum. Berdasarkan

kesadarannya dapat dinilai jika pasien sudah merespon jika dipanggil atau

diperintah petugas, mampu mengidentifikasi orang, tempat dan waktu.

Berdasarkan aktivitasnya, pasien jika sudah mulai sadar akan mampu

menggerakkan tubuh atau ekstrremitasnya dengan baik dan terkontrol, mampu

mobilisasi ringan misalnya dengan mengerak-gerakan tangan dan kakinya

diatasa tempat tidur, aktivitas ringan tersebut diharapkan mampu

memperlancar peredaran darah, mencegah venastatis dan mempertahankan

tonus otot (Naharani Pepin, dkk 2013).

Dalam jurnal penelitian pengaruh latihan fisik terhadap pemulihan pasien

pasca general anastesi, menunjukkan ada perbedaan antara responden yang

Page 94: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

82

mendapat perlakuan latihan fisik operasi, responden akan lebih cepat sadar

dari pengaruh general anastesi tanpa komplikasi. Sedangkan responden yang

tidak mendapat latihan fisik operasi, responden sadar lebih lambat dan dapat

memungkinkan terjadi komplikasi jika tidak mendapat pengawasan /

penatalaksanaan yang adekuat (Naharani Pepin, dkk, 2013).

Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis melakukan kesalahan yang

pertama adalah saat melakukan tindakan latihan fisik pasca general anestesi

yang meliputi Range of motion, batuk efektif, latihan nafas dalam. Penulis

melakukan latihan fisik pada menit ke 30 karena pada pasien kelolaan penulis

saat datang ke ICU, masih dilakukan pemasangan dan mengatur mode

ventilator, pemasangan syiringe pump, memberi terapi obat sesuai advice

dokter. Selain itu pada hari pertama penulis hanya melakukan ROM saja pada

pasien sehingga pasien tidak cepat pulih sadar. Aplikasi latihan fisik tersebut

didapatkan hasil yang tidak efektik karena pasien mulai sadar pukul 02.00

WIB pada tanggal 17 Maret 2015.

Kesalahan kedua penulis belum melakukan penilaian aldrete skore pada

saat pasien datang dari ruang operasi dan penulis tidak melakukan penilaian

aldrete skor setelah dilakukan tindakan latihan fisik pasca general anestesi

dikarenakan penulis belum memahami isi dari jurnal “Pengaruh Pemberian

Latihan Fisik Terhadap Pemulihan Pasien.Pasca General Anestesi di Instalasi

Perawatan Intensif RSUD dr. Soedono Madiun” oleh Naharani pepin, dkk

(2013). Penulis mengukur kesadaran pasien dengan aldrete skore pada tanggal

17 Maret 2015 pukul 06.00 WIB didapatkan hasil dengan total nilai 7,

Page 95: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

83

penilaian aldrete skor ini menjadi penilaian setelah pasien pulih. Tanggal 17

Maret 2015 pukul 14.00 WIB didapatkan hasil dengan total nilai 8. Tanggal

17 Maret 2015 pukul 20.00 WIB didapatkan hasil total nilai 10. Tanggal 18

maret 2015 pukul 06.00 WIB didapatkan hasil aldret skore dengan total nilai

10. Pada tanggal 17 dan 18 Maret 2015 penulis mengukur aldrete skor di akhir

shift setelah pasien mencatat tindakan latihan fisik secara madiri. Aplikasi ini

tidak dilakukan penulis sesuai pada jurnal Naharani Pepin (2013).

Kekurangan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah penulis tidak

dapat mengikuti perjalanan pasien sebelum di operasi hingga operasi selesai di

ruang operasi, penulis hanya mengobservasi pasien setelah dipindahkan

keruang ICU.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang

dibuat pada tahap perencanaan (Nikmatur & Walid, 2012).

Pada tanggal 18 Maret 2015, evaluasi dari diagnosa ketidak efektifan

bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam jumlah berlebihan.

Data subyektif didapatkan hasil yaitu pasien mengatakan masih ada dahak

ditenggorokan, pasien mengatakan bersedia diajari batuk efektif lagi oleh

penulis, pasien mengatakan sudah melakukan batuk efektif secra mandiri.

Data obyektif yang didapatkan oleh penulis adalah pasien tampak kesulitan

mengeluarkan dahak, ingin muntah, tampak mengikuti batuk efektif yang

diajarkan oleh perawat, pasien kooperatif, dahak keluar sedikit, kuning, kental,

Page 96: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

84

ada suara ronki di trachea. Pada pemeriksaan paru didapatkan hasil RR 19 kali

per menit, vocal vremitus kanan < kiri, pekak dan saat diauskultasi terdengar

suara ronki di ICS V dextra. Tekanan darah 130/90mmHg, HR 94 kali per

menit, CRT < 2 detik, SPO2 100%, GCS 15. Masalah teratasi sebagian.

Lanjutkan intervensi, observasi TTV, observasi adanya sekret, lakukan

pemeriksaan paru, motivasi pasien untuk batuk efektif secara mandiri, cek lab

mirobiologi sputum dan foto thorax sesuai advice dokter, konsultasikan pada

dokter paru.

Berdasarkan aplikasi riset yang dilakukan penulis diruang ICU RSUD

Dr.Moewardi Surakarta, penulis mengalami kendala yaitu dimana hasil

pengelolaan kasus dengan aplikasi riset tentang latihan fisik untuk

mempercepat pemulihan pasien post histerektomi dengan general anestesi

pada Ny. W tidak efektif. Dengan alasan pada hari pertama seharusnya penulis

melakukan latihan fisik yang meliputi ROM aktif pasif, batuk efektif, latihan

nafas dalam saat pasien pertama kali datang ke ICU. Tetapi penulis hanya

melakukan ROM karena ada kendala yaitu pasien datang ke ICU harus

dilakukan beberapa tindakan oleh perawat, jadi penulis melakukan tindakan

tersebut pada menit ke 30 dan penulis tidak melakukan pengukuran aldrete

skor saat pasien datang serta tidak melakukan melakukan pengukuran aldrete

skor setelah dilakukan tindakan latihan fisik.

Page 97: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

85

85

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengkajian

Pada tanggal 16 Maret 2015, pengkajian Ny.W, tidak terdapat

data subyektif karena pasien belum sadar dari pengaruh anestesi.

Sedangkan dari data obyektif didapatkan hasil pasien tampak belum

sadar, masih dalam pengaruh anestesi, ada suara tambahan ronki pada

lobus kanan atas, terpasang ETT, E2 V2 M4, CGS: 8, kesadaaran sopor.

Pada pemeriksaan paru-paru, tidak ada jejas di seluruh lapang paru,

normochest, simetris, RR 27x/menit, vocal fremitus tidak terkaji, ada

suara pekak di ICS V dextra, ada suara tambahan ronki di ICS V

dextra, TD 140/90 mmHg, HR 100x/menit, RR 27x/menit, S 36,7o

C,

SPO2 98%, CRT > 2 detik.

Pengkajian pada tanggal 16 Maret 2015 saat pasien belum sadar

karena pengaruh anestesi, didapatkan hasil obyektif, pasien tampak

belum sadar, masih dalm pengaruh anestesi, E2 V2 M4, GCS 8,

kesadaran sopor, kekuatan otot atas bawah 3/3, pasien masih dalam

pengawasan dan terpasang bedsite monitor, CRT > 2 detik, akral

dingin.

Pengkajian selanjutnya pada tanggal 17 Maret 2015 saat pasien

telah sadar mengatakan bahwa ada nyeri perut antara pusar dan

Page 98: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

86

kelamin karena operasi pengangkatan tumor, terasa senut-senut, skala

4, dan hilang timbul. Dari data obyektif didapatkan hasil pasien

tampak tidak rileks tapi dapat menahan nyeri saat timbul dan ekspresi

muka datar. Tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 100 x/menit, dan RR

27 x/menit.

2. Diagnosa

Menurut prioritasnya penulis memasukan hasil perumusan

diagnosa keperawatan pertama pada Ny.W adalah ketidakefektifan

bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam jumlah

berlebihan. Hasil perumusan diagnosa keperawatan kedua pada Ny.W

adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

(histerektomy). Hasil perumusan diagnosa keperawatan ketiga pada

Ny.W adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan kendali otot.

3. Intervensi

Intervensi yang disusun penulis pada diagnosa ketidakefektifan

bersihan jalan nafas yaitu observasi keadaan umum dan tanda-tanda

vital, observasi adanya sekret, lakukan suction jika pasien belum

sadar, latih batuk efektif apabila pasien sudah sadar, observasi latihan

batuk efektif secara mandiri satu kali per shift, anjurkan pasien atau

keluarga untuk melakukan latihan batuk efektif jika ada dahak,

kolaborasi pemberian oksigen melalui masker dan kolaborasi

pemberian obat sesuai advice dokter.

Page 99: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

87

Intervensi yang dilakukan penulis pada diagnosa nyeri akut yaitu

personal hygiene, kaji skala nyeri (PQRST), ajarkan latihan nafas

dalam, observasi latihan nafas dalam secara mandiri satu kali per shift,

anjurkan pasien melakukan latihan nafas dalam secara mandiri jika

nyeri timbul, dan kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai advice

dokter.

Intervensi yang dilakukan penulis pada diagnosa hambatan

mobilitas fisik yaitu observasi rentang gerak (kekuatan otot dan

mobilisasi), ajarkan ROM pasif dan aktif, observasi latihan gerak

sendi ROM aktif dan pasif secara mandiri satu kali per shift, anjurkan

pasien melakukan ROM aktif agar cepat sembuh dan tidak terjadi

kekakuan pada sendi, dan kolaborasi dengan ahli terapi fisik.

4. Implementasi

Implementasi pada tanggal 17 Maret 2015 Implementasi yang

dilakukan penulis pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

Tindakan yang dilakukan pada pukul 09.32 WIB penulis melatih batuk

efektif pada pasien karena ETT yang terpasang pada pasien baru

dilepas pukul 09.00 WIB dari data subyektif setelah dilakukan batuk

efektif, pasien bersedia dilatih batuk efektif dan bersedia melakukan

batuk efektif jika ada dahak ditenggorokannya. Data obyektif pasien

tampak kooperatif dahak keluar putih keruh, kental, dari pemeriksaan

paru didapatkan hasil RR 18 kali per menit, vocal vremitus kanan<

kiri, redup dan saat di auskultasi terdengar suara ronki di ICS V dextra.

Page 100: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

88

Pukul 11.35 WIB, penulis melatih batuk efektif. Data subyektif,

pasien mengatakan bersedia diajari lagi cara batuk efektif. Data

obyektif, pasien tampak kooperatif, fahak keluar putih keruh, kental,

RR 19x/menit, pemeriksaan paru didapatkan hasil normochest, vocal

vremitus kanan < kiri, redup dan saat diauskultasi terdengar ronki di

ICS V dextra. Pukul 11.38 WIB penulis menganjurkan pasien dan

anaknya melakukan batuk efektif secara mandiri. Data subyektif,

pasien mengatakan akan melakukan batuk efektif secara mandiri setiap

ada dahak yang menyumbat dan anaknya mengatakan akan selalu

mengingatkan ibunya untuk batuk efektif saat menjenguk. Data

obyektfi, pasien dan ananknya tampak kooperatif dan mengerti

penjelasan peraawat. Pasien dipindahkan ke mawar I tanggal 17 Maret

2015 pukul 17.05 WIB. Didapatkan hasil aldrete skor (score 10 ), TD

130/80 mmHg (score 2), RR 19 kali per menit dan SPO2 100% (score

2), CRT < 2 detik (score 2), GCS 15, kesadaran composmentis (score

2), pasien dapat miring kanan kiri ditempat tidur (score 2).

Tanggal 18 Maret 2015, pukul 10.39 WIB, penulis menganjarkan

batuk efektif. Data subyektif yang didapatkan adalah pasien

mengatakan bersedia diajari batuk efektif lagi, pasien mengatakan

sudah melakukan batuk efektif secara mandiri di bangsal jika terasa

ada dahak yang emnyumbat, pasien mengatakan sekitar jam 08.00

WIB sudah disuntik lewat selang tapi tidak tahu obatnya apa saja. Data

obyektif didapatkan hasil yaitu pasien kooperatif, dahak keluar sedikit,

Page 101: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

89

warna kuning, kental, pemeriksaan paru didapatkan hasil RR 20

x/menit, vocal vremitus kanan < kiri, pekak dan saat diauskultasi ada

suara ronki di ICS V dextra, obat injeksi ampicillin 1gr, ranitidine

500mg, ketorolac 1mg. Pukul 11.28 WIB, penulis memotivasi pasien

melakukan batuk efektik secara mandiri. Data subyektif yang

didapatkan adalah pasien mengatakan akan melakukan batuk efektif

seperti yang telah di ajarkan perawat secara mandiri jika ada dahak.

Data obyektif , pasien tampak kooperatif. Didapatkan hasil aldrete skor

(score 2), TD 130/80 mmHg (score 2), RR 20 kali per menit (score 2),

CRT < 2 detik (score 2), GCS 15, kesadaran composmentis (score 2),

pasien dapat ke kamar mandi sendiri (score 2).

5. Evaluasi

Hasil evaluasi tanggal 18 Maret 2015 masalah keperawatan

ketidakefektifan bersihan jalan nafas selama 3×24 jam teratasi

sebagian karena dari data subyektif didapatkan hasil yaitu pasien

mengatakan masih ada dahak ditenggorokan, pasien mengatakan

sudah melakukan batuk efektif secra mandiri. Data obyektif yang

didapatkan oleh penulis adalah pasien tampak kesulitan mengeluarkan

dahak, ingin muntah, tampak mengikuti batuk efektif yang diajarkan

oleh perawat, pasien kooperatif, dahak keluar sedikit, kuning, kental,

ada suara ronki di trachea. Pada pemeriksaan paru didapatkan hasil

RR 19 kali per menit, vocal vremitus kanan < kiri, pekak dan saat

diauskultasi terdengar suara ronki di ICS V dextra. Tekanan darah

Page 102: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

90

130/90 mmHg, HR 94 kali per menit, CRT < 2 detik, SPO2 100%,

GCS 15. Masalah teratasi sebagian. Lanjutkan intervensi, observasi

TTV, observasi adanya sekret, lakukan pemeriksaan paru, motivasi

pasien untuk batuk efektif secara mandiri, cek lab mikrobiologi

sputum dan foto thorax sesuai advice dokter, konsultasikan pada

dokter paru. Maka dari itu penulis menyusun intervensi yaitu

melanjutkan latihan batuk efektif agar pasien dapat batuk produktif

dan pemeriksaan paru dalam batas normal.

6. Analisa pemberian latihan fisik (nafas dalam, batuk efektif, dan latihan

gerak sendi ROM aktif serta pasif)

Hasil analisa penulis dalam melakukan latihan fisik pada

pemulihan pasien post operasi dengan general anestesi tidak efektif

karena penulis tidak melakukan tindakan latihan fisik pada menit ke

15 dan penulis tidak mengukur aldrete skor saat pasien datang dan

sesudah melakukan tindakan latihan nafas dalam sesuai dengan

jurnal pengaruh latihan fisik terhadap pemulihan pasien pasca general

anestesi di ruang instalasi perawatan intensif.

Page 103: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

91

B. Saran

1. Bagi Pendidikan

Hasil aplikasi riset penelitian ini diharapkan dapat menjadi metode

baru dalam mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai latihan fisik

dalam pemulihan pasien post operasi dengan general anestesi.

2. Bagi Profesi Keperawatan

Dapat digunakan sebagai acuan penyusunan SOP tindakan pemberian

latihan fisik pada pasien post operasi dengan general anestesi di rumah

sakit.

Page 104: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid, dkk. (2011). Keperawatan Perioperatif. Yogyakarta: Gosyen

Publishing

Akhyar Rani, dkk. (2015). Perbedaan Keefektifan jalan nafas antara posisi

supinasi, ekstensi kepala dan posisi miring stabil paska appendiktomi

dengan anatesi umum di ruang pulih BLUD RS Brigjend H. Hassan

Basry Kandangan. CaringVol.1, No.2, Maret 2015

Arif Muttaqin & Kumala Sari. (2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif:

Konsep, Proses, dan Aplikasi. Jakarta: S

alemba Medika

Cemy Nur Fitria & Havid Maimurahman. (2013). Keefektifan Range of motion

(ROM) terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke. E-jurnal

Akper PKU Muhamadiyah Surakarta, ISSN: 1907-512X

Doengoes, Marilyn E. (2000). Rencana asuhan keperawatan, Pedoman

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC

E. Osawari. (2000). Bedah dan perawatannya. Jakarta: Gaya Baru

Eldawati. (2011). Pengaruh Latihan Kekuatan Otot Pre Operasi Terhadap

Kemampuan Ambulasi Dini Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas

Bawah di RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis: Universitas Indonesia

Elisabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Elizabeth Ari & Yustina Suparni. (2013). Pengaruh Pemberian Edukasi Batuk

Efektif Terhadap Kemampuan Pengeluaran Sekret Paska Narkose Umum

di Ruang Yosef 3 Rumah Sakit Santo Borromeus Banding. E-jurnal

STIKes Santo Borromeus. ISSN 1234-5678.

Errol R. Norwitz & John O. Schorage. (2008). At A Glance Obstetri dan

Ginekologi. Jakarta: Erlangga

Farid Aziz, dkk. (2006). Buku acuan nasional onkologi Ginekologi. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

Farida Luthfi Fauzi. (2014). Pemberian Batuk Efektif dalam Pengeluaran Sputum

pada Asuhan Keperawtan Tn.S dengan PPOK di Ruang Bougenvile

RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Jurnal Stikes Kusuma

Husada

Page 105: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

Hardhi Kusuma & Amin Huda Nuratif. (2012). Handbook for Health Stident.

Yogyakarta: Mediaction Publishing

Ike Sri Redjeki. (2013). Perioperative Goals Directed Therapy. Jurnal anestesi

perioperatif: fakultas kedokteran Universitas Padjajaran

Imam Rasjidi. (2009). Deteksi dini dan pencegahan kanker pada wanita. Jakarta:

Sagug Seto

Indofatin. (2015). Pusat data dan informasi. Kementerian Kesehatan RI

Iswandi Erwin & Donni Indra Kusuma. (2012). Inhibitor Asetilkolinesterase untuk

Menghilangkan Efek Relaksan Otot Non-Depolarisasi. CDK-193/Vol-39

No.5, th.2012

Judith M. Wilkinson. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan

Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, edisi 7. Jakarta: EGC

Mary DiGuilio, et al. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha

Publishing

Mochamad Anwar, dkk. (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka

Sarwono Prawiroharjo

Nanda. (2009-2011). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-

2011. Jakarta: EGC

Nikmatur Rohmah & Saiful Walid. (2012). Proses Keperawatan Teori & Aplikasi.

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Pepin Naharani, dkk. (2013). Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Pemulihan

Pasien General Anestesi di Instalansi Perawatan Intensif RSUD Dr.

Soedono Madiun. Jurnal Metabolisme Vol.2 No.1= ISSN 2338-0438

Pierce A. Grace. (2007). At A Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga

R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Ritu Salani & Robert E. Bristow. (2011). Panduan untuk Penderita Kanker

Ovarium. Jakarta Barat: Indeks

Saratun, dkk. (2008). Klien dengan Gangguan Muskuloskelektal: Seri Asuhan

Keperawatan. Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C & Bare B.G. (2006). Burnner & Suddarth ’stextbook of Medical

Surgical Nursing. Philadelpia: Lippincott

Page 106: PEMBERIAN LATIHAN FISIK UNTUK MEMPERCEPAT …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/27/01-gdl-viratriuta... · atau ruang pulih (Riyadi Sujono & Harmoko, 2012). Tindakan pembedahan

Sujono Riyadi & Harmoko. (2012). Standart Operating Procedure dalam Klinik

Keperawatan Dasar. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Thomas B. Boulton & Colin E. Blogg. (1994). Anestesiologi Edisi 10. Jakarta:

EGC

Wahit Iqbal Mubbarak & Nurul Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar

Manusia: Teori & Aplikasi dalam praktik. Jakarta: EGC

Yunuzul Demo Satriya. (2014). Teknik Relaksasi Nafas Dalam pada Pasien

Pasca Operasi Fraktur Cruris Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Skripsi. STIKes Kusuma Husada Surakarta

Zetri Akhirita. (2011). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Pemulihan Kandung

Kemih Pasca Pembedahan dengan Anestesi Spinal di IRNA B (Bedah

Umum) RSUP Dr. M. Djamal Padang. Skripsi. Fakultas kedokteran

Universitas Andalas