pembuatan dan karakterisasi karbon aktif dari ampas …digilib.unila.ac.id/54752/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI AMPAS
TEBU SEBAGAI ADSORBEN SENYAWA POLYCYCLIC AROMATIC
HYDROCARBON (PAH) FENANTRENA
(Skripsi)
Oleh
Ayisa Ramadona
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMUPENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
PRODUCTION AND CHARACTERIZATION OF ACTIVATED CARBON
FROM SUGAR CANE AS ADSORBENT OF POLYCYCLIC AROMATIC
HYDROCARBON (PAH) COMPOUNDS PHENANTHRENE
By
Ayisa Ramadona
Environmental pollution can be produced by organic compounds such as
phenanthrene which are included in the Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH)
compound. This pollution can be overcome by adsorption using activated carbon.
Bagasse activated carbon is activated with two chemical activators namely NaCl
and ZnCl2. Chemical activators obtained in this study were 30% NaCl with the
proportion of activator volume (mL) and mass of activated carbon (g) 3:3. In this
study the adsorption test was carried out using activated carbon adsorbent
activated with 30% NaCl with a proportion of activator volume (mL) and mass of
activated carbon (g) 3:3. Characterization of activated carbon was carried out
using SEM to determine surface morphology and used FTIR spectrophotometer to
identify functional groups. Phenanthrene compounds adsorbed by activated
carbon were analyzed using a UV-Vis spectrophotometer at a wavelength of 250
nm. The adsorption test was carried out by batch method to determine the
optimum level of adsorbent and adsorbate concentration. Adsorption optimization
results obtained at a concentration of 2 mg / L on the amount of adsorbent mass of
15 mg with an optimum time of 60 minutes is 61.95%. Phenanthrene adsorption
isotherm data for the Freundlich model with R2 coefficient of 0.774.
Keywords: Adsorption, PAH, Phenantrene, Sugar Cane, Activated Carbon,
NaCl, ZnCl2.
ABSTRAK
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI AMPAS
TEBU SEBAGAI ADSORBEN SENYAWA POLYCYCLIC AROMATIC
HYDROCARBON (PAH) FENANTRENA
Oleh
Ayisa Ramadona
Pencemaran lingkungan perairan dapat disebabkan oleh senyawa organik seperti
fenantrena yang termasuk ke dalam senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon
(PAH). Pencemaran ini dapat diatasi dengan cara adsorpsi menggunakan karbon
aktif. Karbon aktif ampas tebu diaktivasi dengan dua aktivator kimia yaitu NaCl
dan ZnCl2. Aktivator kimia terbaik yang diperoleh pada penelitian ini yaitu NaCl
30% dengan perbandingan volume aktivator (mL) dan massa karbon aktif (g) 3:3.
Dalam penelitian ini telah dilakukan uji adsorpsi dengan menggunakan adsorben
karbon aktif yang teraktivasi NaCl 30% dengan perbandingan volume aktivator
(mL) dan massa karbon aktif (g) 3:3. Karakterisasi karbon aktif dilakukan dengan
menggunakan SEM untuk mengetahui morfologi permukaan serta digunakan
spektrofotometer FTIR untuk mengidentifikasi gugus fungsi. Senyawa fenantrena
yang teradsorpsi oleh karbon aktif dianalisis dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 250 nm. Uji adsorpsi
dilakukan dengan metode batch untuk menentukan kadar optimum adsorben dan
konsentrasi adsorbat, diperoleh hasil optimasi adsorpsi konsentrasi 2 mg/L pada
penambahan massa adsorben 15 mg dengan waktu optimum 60 menit sebesar
61,95 %. Data isoterm adsorpsi fenantrena cenderung mengikuti model
Freundlich dengan nilai koefisien korelasi R2 sebesar 0,774.
Kata kunci : Adsorpsi, PAH, Fenantrena, Ampas Tebu, Karbon Aktif, NaCl,
ZnCl2.
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI AMPAS
TEBU SEBAGAI ADSORBEN SENYAWA POLYCYCLIC AROMATIC
HYDROCARBON (PAH) FENANTRENA
Oleh
Ayisa Ramadona
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
JURUSAN KIMIA
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Ayisa Rama Dona, lahir di Tanjung
Karang pada tanggal 9 Januari 1997, sebagai anak ketiga dari
empat bersaudara. Penulis merupakan anak dari ibunda Era
Hanah. Penulis saat ini bertempat tinggal di Desa Sukaraja,
Way Tenong, Lampung Barat.
Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak Merpati Emas
Way Tenong lulus pada tahun 2002. Sekolah Dasar Negeri 1 Sukaraja Way
Tenong lulus pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Way Tenong
lulus pada tahun 2011dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Way Tenong lulus
pada tahun 2014. Penulis diterima sebagai mahasiswi Jurusan Kimia FMIPA
Unila pada tahun 2014 melalui jalur SBMPTN 2014 dan berhasil menyelesaikan
S1 pada tahun 2018.
Selain belajar di bidang akademik, penulis juga aktif berorganisasi. Organisasi
yang pernah penulis ikuti adalah Himpunan Mahasiswa Kimia (Himaki) FMIPA
Unila sebagai Kader Muda Himaki pada tahun 2014-2015, Anggota Biro Usaha
Mandiri (BUM) Himaki FMIPA Unila pada tahun 2015-2016 dan Sekretaris Biro
Usaha Mandiri Himaki FMIPA Unila periode 2016.
Pada tahun 2017, penulis menjadi asisten praktikum Kimia Analitik I Jurusan
Kimia FMIPA Unila dan pada tahun 2018 penulis menjadi asisten praktikum
Cara-Cara Pemisahan Jurusan Kimia FMIPA Unila.
Motto
“A fiew nice words can help a person more than you think”
“STRUGGLE. It’s Part Of Life. But Without It, You Would Not Be Where You Are.”
“ So remember Me, I will remember you.
Be grateful to Me and don’t deny Me.”
(Quran 2: 152)
“ Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”
Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga terciptalah sebuah karya tulisku
yang kupersembahkan untuk:
Mama tercinta yang telah mendidik dan membesarkanku dengan segenap doa, kesabaran, keikhlasan, kasih sayang,
nasehat, kekuatan dan motivasi yang selalu menguatkan dan mendukung dalam setiap langkahku menuju kesuksesan dan
kebahagiaan.
Kembaran ku, Annisa Ramadona dan Aliya Ramadona. Yang telah memberikan dukungan dan kekuatan selama ini.
Keluarga besar yang selalu mendoakan kesuksesan dan keberhasilanku
Pembimbing Penelitianku, Ibu Rinawati, Ph.D., Bapak Drs. R. Supriyanto, M.S., dan Prof. Dr. Tati Suhartati, M.S.
Seluruh rekan-rekan saudara-saudariku keluarga besar kimia 2014 yang selalu berbagi kebahagiaan serta almamaterku
yang kubanggakan, Universitas Lampung.
SANWACANA
Segala puji bagi Allah atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan seluruh umatnya yang selalu taat
mengamalkan ajaran dan sunnahnya.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Sains pada Prodi Kimia FMIPA Unila. Pada penulisan skripsi dan proses
penelitian yang dilakukan oleh penulis terdapat banyak kendala dan hambatan
yang dilalui, namun segala puji bagi Allah, Ia berikan kemudahan melalui orang-
orang untuk membantu penulis. Sehingga kendala tersebut dapat diatasi. Pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan kepada :
1. Orang yang paling tersayang Mama ku (Era Hanah) dan Saudari-saudari ku
(Annisa Ramadona dan Aliya Ramadona) yang selalu memberikan motivasi,
dukungan, kekuatan, bantuan, doa dan nasihat kepada penulis.
2. Ibu Rinawati, Ph.D. selaku pembimbing utama penelitian sekaligus guru dan
teladan bagi penulis yang telah memberikan bimbingan, nasihat, dan
dukungan kepada penulis.
3. Bapak Drs. R. Supriyanto, M.S. selaku pembimbing kedua dan guru bagi
penulis, atas bimbingan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
4. Ibu Prof.Dr. Tati Suhartati, M.S. selaku pembahas sekaligus guru dan teladan
bagi penulis, atas saran, nasihat, bimbingan dan doa yang telah diberikan
kepada penulis.
5. Bapak Prof. Suharso, Ph. D. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan saran dan dukungan kepada penulis.
6. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku Ketua Jurusan Kimia
FMIPA Unila.
7. Bapak Prof. Dr. Warsito D.E.A., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
8. Segenap staff dan karyawan Jurusan Kimia dan FMIPA Universitas Lampung
khususnya Bapak Gani atas segala dukungan yang telah diberikan kepada
penulis.
9. Partner penelitian penulis yaitu Heny Wijaya, Yunita Damayanti dan Riri
Auliya yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis dalam
melakukan penelitian.
10. Jomblo Fisabilillah ku, Heny Wijaya, Tika Dwi Febriyanti, Reni Anggraeni,
Riza Umami dan Nova Ariska yang telah memberikan semangat, dukungan,
doa dan motivasi dalam kuliah, penyelesaian skripsi maupun masalah
kehidupan.
11. Teman ku tersayang, Diah Safitri. Atas doa, dukungan serta semangat yang
diberikan kepada penulis selama ini.
12. Teman Benzene ku, Erika Liandini, Dellania Frida Y, Rizka Ari Wandari,
Elisabeth Yulinda dan Audina Uci Pertiwi atas doa dan dukungan yang telah
diberikan kepada penulis.
13. Teman-teman jurusan Kimia FMIPA Unila angkatan 2014 yang telah belajar
bersama dan saling memberikan nasihat dan dukungan satu sama lain.
14. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) Way Empulau Ulu, Balik Bukit,
Lampung Barat yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat kepada
penulis.
15. Teman-teman ku, Ujima, Ica bombom, Astu dan Diana yang telah
memberikan semangat kepada penulis.
16. Almamater tercinta, Universitas Lampung.
Atas segala kebaikan yang telah diberikan, semoga Allah membalasnya dan
menjadi ladang pahala. Aamiin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
banyak terdapat kekurangan, namun penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi
rekan-rekan khususnya mahasiswa Kimia dan pembaca pada umumnya.
Bandar Lampung, Desember 2018
Penulis
Ayisa Rama Dona
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ......................................................................................................i
DAFTAR TABEL .............................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
C. Manfaat Penelitian .................................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH).............................. 6
1. Pengertian Senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) ..... 6
2. Jenis-Jenis Senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) ..... 8
B. Ampas Tebu ......................................................................................... 11
C. Karbon Aktif ........................................................................................ 13
1. Sumber dan Aplikasi Karbon Aktif ............................................... 14
2. Pembuatan Karbon Aktif ............................................................... 17
D. Adsorpsi ............................................................................................... 20
E. Adsorben ............................................................................................... 25
F. Karakterisasi ......................................................................................... 27
1. Scanning Electron Microscopy - Energy Dispersive X-ray
Spectroscopy (SEM-EDX) ............................................................... 27
2. Spektrofotometer FTIR (Fourire Transformation Infra Red) .......... 30
G. Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet - Visible) ............................... 32
ii
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 36
B. Alat dan Bahan ..................................................................................... 36
C. Prosedur Penelitian ............................................................................... 37
1. Pembuatan Karbon Aktif dari Ampas Tebu................................... 37
2. Identifikasi Karakteristik Karbon Aktif ......................................... 39
3. Karakterisasi Karbon Aktif ............................................................ 41
4. Pembuatan Larutan Standar Fenantrena (Permana, 2017) ............. 41
5. Uji Adsorpsi (Permana, 2017) ....................................................... 41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Karbon Aktif dari Ampas Tebu (Bagase) ......................... 44
1. Pembuatan Karbon ......................................................................... 44
2. Aktivasi Kimia ............................................................................... 46
B. Identifikasi Karakteristik Karbon Aktif ............................................... 48
1. Kadar Air ....................................................................................... 48
2. Daya Serap Karbon Aktif Terhadap Iod ........................................ 52
3. Kadar Abu ...................................................................................... 56
4. Kadar Zat Terbang ......................................................................... 58
5. Kadar Karbon Aktif Murni ............................................................ 61
C. Karakterisasi Karbon Aktif .................................................................. 64
1. Karakterisasi Karbon Aktif dengan Scanning Electron Microscope-
Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (SEM-EDX) .................... 64
2. Karakterisasi Karbon Aktif dengan Spektrofotometer FTIR
(Fourire Transformation Infra Red) .............................................. 67
D. Uji Adsorpsi ......................................................................................... 68
1. Penentuan Konsentrasi Adsorbat ................................................... 69
2. Pengaruh Penambahan Massa Adsorben ....................................... 74
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 78
B. Saran ..................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 80
iii
LAMPIRAN
1. Perhitungan Identifikasi Karakteristik Karbon Aktif ..................... 91
2. Perhitungan Uji Adsorpsi ............................................................... 99
3. Prosedur Pembuatan Karbon Aktif .............................................. 104
4. Hasil Karakterisasi dengan Spektrofotometer FTIR .................... 105
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Karakteristik Fisika dan Kimia Beberapa Senyawa HAP
(Maigari and Maryam, 2015) ................................................................ 10
2. Data Karakteristik Karbon Aktif Hasil Aktivasi dengan ZnCl2 dan
NaCl pada Kondisi Optimumnya ......................................................... 64
3. Parameter Isoterm Adsorpsi Langmuir dan Freundlich ....................... 72
4. Data Kadar Air NaCl Variasi Konsentrasi ........................................... 91
5. Data Kadar Air ZnCl2Variasi Konsentrasi ........................................... 91
6. Data Kadar Air NaCl 30% Perbandingan Massa Karbon Aktif dan
Volume NaCl ........................................................................................ 91
7. Data Kadar Air ZnCl2 60% Perbandingan Massa Karbon Aktif dan
Volume ZnCl2 ...................................................................................... 92
8. Data Daya Serap Karbon Aktif Terhadap Iod NaCl Variasi
Konsentrasi ........................................................................................... 92
9. Data Daya Serap Karbon Aktif Terhadap Iod ZnCl2Variasi
Konsentrasi ........................................................................................... 93
10. Data Daya Serap Karbon Aktif Terhadap Iod NaCl 30%
Perbandingan Massa Karbon Aktif dan Volume NaCl ........................ 93
11. Data Daya Serap Karbon Aktif Terhadap Iod ZnCl2 60%
Perbandingan Massa Karbon Aktif dan Volume ZnCl2 ....................... 93
12. Data Kadar Abu NaCl Variasi Konsentrasi .......................................... 94
13. Data Kadar Abu ZnCl2Variasi Konsentrasi.......................................... 94
14. Data Kadar Abu NaCl 30% Perbandingan Volume NaCl dan Massa
Karbon Aktif ........................................................................................ 95
15. Data Kadar Abu ZnCl2 60% Perbandingan Volume ZnCl2 dan
Massa Karbon Aktif ............................................................................. 95
v
16. Data Kadar Zat Terbang NaCl Variasi Konsentrasi ............................. 96
17. Data Kadar Zat Terbang ZnCl2Variasi Konsentrasi ............................. 96
18. Data Kadar Zat Terbang NaCl 30% Perbandingan Volume NaCl
dan Massa Karbon Aktif ...................................................................... 96
19. Data Kadar Zat Terbang ZnCl2 60% Perbandingan Volume ZnCl2
dan Massa Karbon Aktif ...................................................................... 96
20. Data Kadar Karbon Aktif Murni NaCl Variasi Konsentrasi ................ 97
21. Data Kadar Karbon Aktif Murni ZnCl2Variasi Konsentrasi ................ 97
22. Data Kadar Karbon Aktif Murni NaCl 30% Perbandingan Volume
NaCl dan Massa Karbon Aktif ............................................................. 98
23. Data Kadar Karbon Aktif Murni ZnCl2 60% Perbandingan Volume
ZnCl2 dan Massa Karbon Aktif ............................................................ 98
24. Data Kurva Kalibrasi Penentuan Konsentrasi Adsorbat ...................... 99
25. Data Penentuan Konsentrasi Adsorbat ................................................. 99
26. Data Perhitungan Adsorpsi Fenantrena oleh Karbon Aktif dengan
Persamaan Langmuir ............................................................................ 100
27. Data Perhitungan Adsorpsi Fenantrena oleh Karbon Aktif dengan
Persamaan Freundlich .......................................................................... 101
28. Data Kurva Kalibrasi Pengaruh Penambahan Massa Adsorben .......... 103
29. Data Penentuan Pengaruh Penambahan Massa Adsorben ................... 103
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Stuktur 16 Jenis Polutan utama HAP menurut United State
Environmental Protection Agency (USEPA)
(Bamforth and Singelton, 2005).. ............................................................ 9
2. Struktur Molekul Fenantrena (Maigari and Maryam, 2015). ................ 11
3. Ampas Tebu (Hajiha and Sain, 2015). ................................................... 12
4. Struktur Grafit dari Arang Aktif (Hartanto dan Ratnawati, 2010) ........ 14
5. Aplikasi Umum Karbon Aktif dari Tahun 1995 Sampai 2016,
Menurut Scopus database dalam González-García (2017).. ................. 16
6. Blok Diagram SEM (Sujatno dkk., 2015) ............................................. 28
7. SEM Karbon Aktif dengan Aktivator Na2CO3 (Handika dkk., 2017). .. 30
8. Skema Spektrofotometer FTIR (Kristianingrum, 2017). ....................... 31
9. Daerah Bilangan Gelombang dan Panjang Gelombang dalam
FTIR (Kristianingrum, 2017). ............................................................... 32
10. Skema Spektrofotometer UV-Vis (Rohman, 2007). ............................. 35
11. Diagram Alir Penelitian. ...................................................................... 43
12. Ampas Tebu (a) Sesudah Dioven (b) Setelah Dikarbonisasi
(c) Sesudah Dihaluskan ........................................................................ 45
13. Kadar Air Karbon Aktif dengan Aktivator NaCl dan ZnCl2 ................ 49
14. Kadar Air Karbon Aktif dengan Variasi Massa Karbon dan Volume
Aktivator ............................................................................................... 50
15. Daya Serap Karbon Aktif Terhadap Iod dari Karbon Aktif Variasi
Konsentrasi ........................................................................................... 52
vii
16. Daya Serap Karbon Aktif Terhadap Iod dari Karbon Aktif dengan
Variasi Volume Aktivator dan Massa Karbon Aktif ............................ 54
17. Kadar Abu Karbon Aktif denganVariasi Konsentrasi Aktivator ......... 56
18. Kadar Abu Karbon Aktif dengan Perbandingan Volume Aktivator
dan Massa Karbon ................................................................................ 58
19. Kadar Zat Terbang Karbon Aktif dengan Variasi Konsentrasi
Aktivator ............................................................................................... 59
20. Kadar Zat Terbang Karbon Aktif dengan Perbandingan Volume
Aktivator dan Massa Karbon ................................................................ 60
21. Kadar Karbon Aktif Murni denganVariasi Konsentrasi Aktivator ...... 62
22. Kadar Karbon Aktif Murni dengan Perbandingan Volume Aktivator
dan Massa Karbon Aktif ...................................................................... 63
23. Morfologi Permukaan Karbon Aktif Ampas Tebu (a) Karbon Tanpa
Aktivasi dengan Perbesaran 2.000x, (b) Karbon Aktif Teraktivasi
ZnCl2 dengan Perbesaran 2.000x, (c) Karbon Aktif Teraktivasi
NaCl Perbesaran 1.000x ....................................................................... 64
24. Hasil Analisa EDX Karbon Aktif Ampas Tebu dengan Aktivator
NaCl ..................................................................................................... 66
25. Hasil FTIR (a) Karbon Tanpa Aktivasi, (b) Karbon Aktif
Teraktivasi ZnCl2, (c) Karbon Aktif Teraktivasi NaCl ........................ 67
26. Kurva Panjang Gelombang Maksimum Fenantrena ........................... 69
27. Hasil Uji Adsorpsi Berdasarkan Pengaruh Konsentrasi Adsorbat ...... 70
28. Kurva Isoterm Adsorpsi Menurut Model Langmuir pada
Fenantrena oleh Karbon Aktif ......................................................... 71
29. Kurva Isoterm Adsorpsi Menurut Model Freundlich pada
Fenantrena oleh Karbon Aktif .......................................................... 72
30. Hasil Uji Adsorpsi Berdasarkan Pengaruh Massa Adsorben ............... 74
31. Proses Adsorpsi Arang Aktif (a) Difusi Pada Permukaan Adsorben,
(b) Migrasi ke dalam Pori Adsorben, (c) Pori-Pori Adsorben Telah
Terisi Penuh (Adli, 2012) ..................................................................... 76
32. Kurva Kalibrasi Penentuan Konsentrasi Adsorbat ............................... 99
33. Kurva Kalibrasi Pengaruh Penambahan Massa Adsorben ................... 102
34. Penghalusan Karbon Aktif ................................................................... 104
35. Pengayakan Karbon Aktif .................................................................... 104
viii
36. Pengukuran pH Filtrat Karbon Aktif Setelah Pencucian ..................... 104
37. Titrasi Daya Serap Iod .......................................................................... 105
38. Hasil Karakterisasi FTIR Karbon Aktif Ampas Tebu Tanpa
Aktivasi ................................................................................................ 106
39. Hasil Karakterisasi FTIR Karbon Aktif Teraktivasi ZnCl2 .................. 106
40. Hasil Karakterisasi FTIR Karbon Aktif Teraktivasi NaCl ................... 107
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah 70 % adalah lautan.
Laut memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Diantaranya
sebagai pusat budidaya, pertahanan dan keamanan, pertambangan, penelitian,
pendidikan dan transportasi. Sebagian besar kebutuhan masyarakat Indonesia
diangkut melalui jalur laut. Berbagai kegiatan yang dilakukan di laut telah
meningkatkan potensi pencemaran senyawa-senyawa kimia berbahaya seperti
logam berat dan senyawa organik Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH)
akibat adanya limbah industri, limbah domestik, dan tumpahan minyak kapal yang
mencemari air laut (Sopiani, 2014).
Senyawa PAH dapat digunakan sebagai salah satu indikator status lingkungan.
Distribusi senyawa PAH sebagai bahan kontaminasi organik di sedimen
ekosistem perairan sangat perlu diperhatikan karena mempunyai efek mutagenik
dan karsinogenik. Konsentrasi PAH dalam tingkat tertentu di air laut dan sedimen
dapat bersifat toksik terhadap organisme laut bentik dan pelagik. Sifatnya yang
tidak mudah larut, dapat menghilang dengan cepat di perairan, mampu
meningkatkan konsentrasi, mudah terakumulasi dan terabsorpsi pada biota dan
2
sedimen, menunjukkan perlunya perhatian khususnya pada lingkungan perairan
pesisir (Achyani, 2011).
Senyawa PAH dapat terpapar di udara dan tanah melalui konsumsi, inhalasi dan
kontak kulit secara langsung yang dapat mengakibatkan iritasi atau radang kulit
(Shafy and Mona, 2015). Paparan senyawa PAH yang masuk ke dalam tubuh
manusia dapat menimbulkan efek kardiometabolik seperti penyakit
kardiovaskular (Xu et al., 2010). Selain itu paparan senyawa PAH dalam tubuh
juga dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat dan menyebabkan kanker
Oleh karena itu, senyawa PAH perlu dihilangkan agar tidak terpapar ke dalam
tubuh manusia (Trasande et al., 2015).
Senyawa PAH yang terdapat di perairan dapat diatasi dengan cara adsorpsi,
biodegradasi oleh bakteri, fitodegradasi oleh tanaman, degradasi secara fotokimia
dan degradasi secara kimia melalui proses oksidasi yang diawali oleh zat
pengoksidasi seperti O3, H2O2 dan senyawa hidroksil radikal yang dihasilkan oleh
proses fitokimia (Ukiwe et al., 2013). Salah satu metode yang dapat digunakan
untuk mengatasi senyawa PAH di perairan adalah adsorpsi. Metode ini efektif
untuk pengolahan air limbah karena biaya rendah, kesederhanaan desain, dan
kemudahan pengoperasian. Proses adsorpsi sangat bergantung pada jenis adsorben
yang digunakan dalam proses tersebut. Kebanyakan adsorben adalah bahan-
bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding pori-
pori atau pada letak-letak tertentu di dalam partikel itu. Salah satu adsorben yang
sangat potensial untuk proses adsorpsi adalah karbon aktif (Saragih, 2008).
3
Karbon aktif banyak digunakan sebagai bahan pemucat (penghilang zat warna),
penyerap gas, penyerap logam, dan sebagainya (Rahayu, 2004). Karbon aktif
adalah suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon dan dibuat dari
material yang banyak mengandung karbon (Chand, 2005). Bahan dari tumbuhan
yang cukup bagus dijadikan karbon aktif antara lain kulit singkong (Oghenejoboh
et al., 2016), bonggol jagung manis (Komariah dkk., 2013), tempurung kelapa
(Joaquin et al., 2015), ampas tebu (González-García, 2013) dan kulit jeruk
(Ribeiro et al., 2017). Karbon aktif juga dapat dibuat dari tanah gambut dan
pelepah aren (Esterlita dan Herlina, 2015).
Salah satu tanaman yang banyak mengandung karbon adalah tebu. Tebu
merupakan komoditas tanaman yang menjadi andalan industri di Provinsi
Lampung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung tahun 2014,
luas areal tanaman tebu di Provinsi Lampung adalah 12.002 hektar dengan
produksi tebu sebanyak 75.124 ton. Tebu- tebu dari perkebunan tersebut diolah
menjadi gula di pabrik-pabrik gula. Selama proses produksi, ampas tebu yang
dihasilkan sebesar 90% dari setiap tebu yang diproses, sedangkan sisanya berupa
tetes tebu (molase) dan air. Nilai rata-rata limbah ampas tebu yang dapat
dihasilkan di seluruh dunia pertahunnya mencapai 54 juta ton (Ju et al., 2011).
Berdasarkan hasil surveidi PT Gunung Madu Plantations, pabrik gula di Lampung
menghasilkan minimal ampas tebu mencapai 100 ton pertahun, dan diperkirakan
untuk PT Gula Putih Mataram dan PT Indo Lampung juga memiliki kapasitas
ampas tebu yang sama (Wyman, 1994). Menurut Husin (2007), berdasarkan data
dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) limbah ampas tebu yang
4
dihasilkan oleh pabrik gula diperkirakan adalah 45% dari ampas tebu tersebut dan
belum dimanfaatkan, sehingga dapat menggangu lingkungan.
Pemanfaatan limbah ampas tebu selama ini dinilai masih rendah. Ampas tebu
yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai bahan bakar sekaligus mengurangi
volumenya untuk dibuang (Chum et al., 2014). Limbah ampas tebu yang
digunakan sebagai bahan bakar pada tangki pemanas di pabrik gula dinilai kurang
efisien karena rendahnya kalori yang dihasilkan (Verma et al., 2012). Limbah ini
biasanya dibuang ke dalam lubang dan juga diaplikasikan pada tanah sebagai
amandemen tanah di beberapa daerah (Clauser et al., 2016). Ampas tebu terdiri
dari selulosa 39-43%, lignin 21-23%, hemiselulosa 25-32%, dan sejumlah kecil
material anorganik dan abu (Oliveira et al., 2013; Clauser et al., 2016). Sehingga
ampas tebu dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan karbon aktif karena
mengandung lignoselulosa yang memiliki kandungan karbon dengan ketersediaan
bahan yang mudah didapat dan tidak mahal (Shofa, 2012).
Saat ini, penelitian pembuatan karbon aktif dengan bahan baku ampas tebu telah
dilakukan dengan menggunakan metode aktivasi kimia menggunakan ZnCl2 dan
digunakan untuk adsorben Pb(II) (Nafi‘ah, 2016) dan limbah cair industri tahu
(Prastiwi, 2014). Selain itu, pembuatan karbon aktif menggunakan ZnCl2 dengan
variasi suhu aktivasi dan waktu aktivasi telah dilakukan dan menghasilkan karbon
aktif dengan luas permukaan tertinggi pada suhu aktivasi 700oC dan waktu
aktivasi 30 menit (Kalderis et al., 2008).
Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan
karbon aktif dari ampas tebu menggunakan metode aktivasi kimia dengan dua
5
aktivator kimia yaitu ZnCl2 dan NaCl yang digunakan sebagai adsorben senyawa
Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) Fenantrena.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Membuat dan mengkarakterisasi karbon aktif dari ampas tebu.
2. Mengetahui dan menentukan konsentrasi aktivator kimia dan perbandingan
volume aktivator (mL) dan massa karbon aktif (g) yang optimum pada
pembuatan karbon aktif dari ampas tebu.
3. Menentukan kemampuan adsorpsi karbon aktif dari ampas tebu terhadap
senyawa fenantrena berdasarkan pengaruh kosentrasi adsorbat dan
penambahan massa adsorben.
4. Menentukan model isoterm adsorpsi karbon aktif dari ampas tebu terhadap
senyawa fenantrena.
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah membuat karbon aktif dari
ampas tebu dengan aktivator ZnCl2 dan NaCl dan mengetahui kemampuan
adsorpsi serta model isoterm adsorpsi karbon aktif yang telah dibuat terhadap
adsorpsi senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) fenantrena.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH)
1. Pengertian Senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH)
Pencemaran air di wilayah laut semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
konsumsi dan produksi minyak mentah dari tahun ke tahun dan kegiatan
transportasi di daerah pelabuhan. Pencemaran ini berasal dari aktivitas pengiriman
minyak mentah dan limbah industri. Pencemaran minyak mentah sangat
berbahaya bagi ekosistem laut karena tersusun dari senyawa-senyawa hidrokarbon
kompleks yang salah satunya adalah Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH)
(Pampanin and Sydnes, 2013).
Senyawa PAH adalah polutan atmosfer yang kuat dan banyak diproduksi atau
dihasilkan oleh pembakaran material organik yang tidak sempurna dan emisi
bahan bakar fosil dari pembuangan asap mesin motor, asap rokok, pembakaran
batubara, kegiatan rumah tangga, dan kegiatan produksi industri yang telah
menarik perhatian publik di masyarakat (Feng et al., 2014). PAH termasuk ke
dalam senyawa kimia karsinogenik dan mutagenik yang terbentuk karena proses
7
pembakaran bahan organik pada proses antropogenik seperti pembakaran fosil
dan proses alami (kebakaran hutan) (Wick et al., 2011).
PAH dapat tersebar luas melalui lingkungan di udara, di dalam air dan mungkin
menumpuk di tanah dan sedimen, hal ini dikarenakan karakter hidrofobik mereka,
PAH dalam matrik lingkungan cepat mengikat dengan partikel sedimen.
Akibatnya, tanah dan sedimen adalah tempat utama untuk sebagian besar
kontaminan organik hidrofobik seperti PAH (Nasy‘ah, 2016).
Diperkirakan bahwa lebih dari 90% dari total PAH berada dipermukaan tanah,
tempat dimana mereka menumpuk. PAH dipertahankan dalam matriks tanah
dalam waktu yang lama setelah adsorpsi bahan organik pada tanah. Namun, tanah
dan sedimen yang terkontaminasi dengan PAH sering mengandung polutan lain
dengan jumlah tinggi seperti logam berat, yang sering berasal dari sumber yang
sama dengan PAH (Orecchio et al., 2009). Selain itu, beberapa PAH menguap ke
atmosfer dari permukaan air, namun karena sifatnya yang hidrofobik, sebagian
besar ditemukan terserap pada partikel yang mengendap di bawah permukaan air
atau tersuspensi pada air (Rochdiana, 2011).
PAH merupakan senyawa organik yang cenderung stabil di lingkungan yang
terdiri dari dua hingga enam cincin aromatik (Pongpiachan et al., 2012). Cincin-
cincin benzena tersebut bergabung dalam susunan secara linear, angular, atau
cluster (Huiyong, 2010).
Berdasarkan sumbernya PAH dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
8
a. PAH petrogenik, yang terkait dengan petroleum (minyak), termasuk
minyak mentah dan produk penyulingan.
b. PAH biogenik, yang berasal dari proses biologi atau tahap awal dari
diagenesis pada sedimen laut (misal :perylene).
c. PAH pirogenik,yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak
dan batu bara) dan material organik seperti kayu (Saha et al., 2009).
2. Jenis-Jenis Senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH)
Secara umum terdapat 50 jenis senyawa yang sering digunakan dalam studi
environmental forensic investigations. Namun hanya 16 senyawa yang menurut
USEPA (united states environmental protection agency) sangat berbahaya
keberadaannya di lingkungan. Beberapa senyawa tersebut adalah PAH yang tidak
tersubstitusi (parent) dan non-alkil (Wahyuni, 2016).
PAH adalah senyawa yang terdiri dari atom karbon dan hidrogen yang disusun
dua atau lebih cincin aromatik. Struktur dari beberapa senyawa PAH dapat dilihat
pada Gambar 1. Struktur, konsentrasi, dan dispersi PAH merupakan beberapa
faktor yang memengaruhi tingkat persistensi senyawa PAH di lingkungan. Berikut
ini merupakan 16 jenis polutan utama PAH menurut United State Environmental
Protection Agency (USEPA) :
9
Gambar 1. Stuktur 16 Jenis Polutan Utama PAH Menurut United State
Environmental Protection Agency (USEPA) (Bamforth and
Singelton, 2005).
Senyawa PAH dengan berat molekul rendah (terdiri dari dua atau tiga cincin
aromatik) relatif lebih mudah untuk didegradasi dibandingkan senyawa PAH yang
memiliki berat molekul tinggi (empat cincin aromatik atau lebih). Beberapa
karakteristik fisika dan kimia senyawa PAH dapat dilihat pada Tabel 1.
10
Tabel 1. Karakteristik fisika dan kimia beberapa senyawa PAH
(Maigari and Maryam, 2015).
3. Fenantrena
Fenantrena merupakan salah satu jenis PAH yang terdiri dari 3 cincin aromatik
dan senyawa ini memiliki rumus molekul C14H10 dengan massa molar 178,234
gram mol-1
. Fenantrena merupakan padatan tidak berwarna dengan titik lebur
100 oC dan titik didih 340
oC. Seperti senyawa PAH yang lain, fenantrena
memiliki sifat hidrofobik dengan kelarutan dalam air sebesar 1,2 mg/L
(Maigari and Maryam, 2015).
Fenantrena biasanya digunakan untuk membuat plastik, pestisida, bahan peledak,
dan obat-obatan (Nikolaou et al., 2009). Ketika PAH seperti fenantrena terlepas di
lingkungan, tidak selalu terjadi pemaparan ke manusia. Seseorang dapat terpapar
PAH dengan bernafas, makan, atau minum bahan yang mengandung PAH.
Banyak faktor yang mempengaruhi efek bahaya yang timbul akibat terpapar PAH,
diantaranya adalah dosis, waktu, jalur masuk PAH (pernafasan, pencernaan,atau
kontak langsung dengan kulit), paparan bahan kimia lainnya, dan beberapa sifat
Senyawa
Atom
C
Berat
Molekul
(gr/mol)
Titik
Leleh
(oC)
Titik
Didih
(oC)
Kelarutan
dalam Air
(mg/L)
Naftalena 10 128,2 80,2 218 30,6
Asetanaftalena 12 154,2 96 278 3,9
Fenantrena 14 178,2 100 339 1,2
Antrasena 14 178,2 217 340 0,7
Pirena 16 202,26 150,4 393 0,145
Fluorantena 16 202,26 108,8 383 0,262
Chrisena 18 228,29 253,8 431 0,003
11
individu seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan yang dapat menyebabkan efek
karsinogen (Ma and Lu, 2014). The International Agency forResearch on Cancer
telah mengklasifikasikan 16 PAH (termasuk fenantrena) yang menjadi polutan
utama untuk dijadikan tinjauan ulang oleh USEPA (Bamforth and Singelton,
2005).
Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa fenantrena dapat
menyebabkan kanker. Fenantrena merupakan hidrokarbon aromatik sederhana
yang tersusun oleh tiga cincin atau tiga region dan secara umum mempunyai bay-
region dan k-region. Daerah bay-region fenantrena adalah daerah yang terhalang
secara sterik antara atom karbon 4 dan 5 dan K-region adalah ikatan rangkap 9,
10, yang merupakan ikatan rangkap aromatik paling oleinik dengan kerapatan
elektron tinggi (Gambar 2). Berikut ini merupakan struktur senyawa fenantrena.
Gambar 2. Struktur Molekul Fenantrena (Maigari and Maryam, 2015).
B. Ampas Tebu
Tebu adalah salah satu tanaman yang tumbuh di lebih dari 110 negara di dunia
dan memproduksi lebih dari 1500 juta ton tebu (Srinivasan and Sathiya, 2010).
Indonesia memiliki sekitar 64 pabrik gula yang menggunakan tebu sebagai
tanaman baku yang hingga saat ini masih beroperasi dengan berbagai kapasitas
12
produksi dan menghasilkan sisa pembakaran ampas tebu pada ketel yaitu berupa
abu ampas tebu dalam jumlah yang sangat banyak. Jumlah produksi abu ampas
tebu kira-kira 0,3% dari berat tebu, sehingga apabila sebuah pabrik gula memiliki
kapasitas 5000 ton per hari maka abu ampas tebu yang dihasilkan sebesar 15 ton
per hari (Akhinov dan Puspaning, 2010). Sekitar 54 juta ton ampas tebu kering
dihasilkan setiap tahun di seluruh dunia (Huang et al., 2012).
Ampas tebu (sugarcane bagasse/ SCB) adalah sisa batang tebu yang telah hancur
dan patah. Ampas tebu berbentuk serat-serat pendek yang mengandung air dan
sejumlah kecil padatan yang larut. Secara umum, ampas tebu memiliki ukuran
panjang 1,2 mm.
Gambar 3. Ampas Tebu (Hajiha and Sain, 2015).
Ampas tebu merupakan material yang mengandung lignoselulosa. Lignoselulosa
adalah unsur yang banyak mengandung karbon, sehingga dapat digunakan sebagai
bahan baku pembuatan karbon aktif. Lignoselulosa terdiri dari lignin (sekitar
21%), selulosa (sekitar 37%) dan hemiselulosa (sekitar 28%) (Shofa, 2012).
Material yang mengandung lignin memiliki kandungan karbon sebesar 35%-40%
13
dan densitas yang rendah yaitu sekitar 0,3 kg/m3-0,4 kg/m
3 dan kandungan abu
yang sangat sedikit (Shofa, 2012).
Sesuai dengan kandungan karbon yang tinggi dari lignin, biomassa lignoselulosa
seperti ampas tebu merupakan pilihan yang tepat untuk digunakan sebagai
prekursor untuk produksi karbon aktif. Jumlah dari selulosa, hemiselulosa dan
lignin dalam prekursor sangat bergantung pada jenis tanaman, asal, kondisi cuaca,
kualitas, usia tanaman (khususnya untuk kayu dan serat tanaman ) dan musim
pada tahun ketika prekursor atau bahan baku dikumpulkan terlebih dahulu untuk
diubah menjadi karbon aktif (González-García, 2017).
Produksi karbon aktif dari biomass lignoselulosa memiliki banyak manfaat, yaitu
prekursor yang beragam, berlimpah dan terbarukan. Sintesis yang dilakukan
relatif mudah atau sederhana sesuai dengan reaktifitas yang tinggi dari biomassa
dan berkontibusi untuk mengurangi biaya pengelolaan limbah serta mengurangi
dampak negatif pada lingkungan. Kandungan karbon yang cukup potensial dalam
ampas tebu maka ampas tebu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan
karbon aktif untuk adsorben senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH)
(González-García, 2017).
C. Karbon Aktif
Hartanto dan Ratnawati (2010), melaporkan bahwa karbon aktif merupakan
karbon amorf dari pelat-pelat datar tersusun oleh atom-atom C yang terikat secara
14
kovalen dalam suatu kisi heksagonal datar dengan satu atom C pada setiap
sudutnya seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur Grafit dari Arang Aktif (Hartanto dan Ratnawati, 2010).
Karbon aktif terdiri dari atom karbon dan sejumlah kecil atom oksigen dan
hidrogen yang terikat pada gugus fungsi seperti karboksil, fenil dan eter. Gugus
fungsi ini dapat berasal dari bahan baku karbon aktif. Selain itu, gugus fungsi
karbon aktif juga dapat terbentuk selama proses aktivasi oleh karena adanya
interaksi radikal bebas permukaan karbon dengan oksigen atau nitrogen yang
berasal dari atmosfer (Shofa, 2012).
1. Sumber dan Aplikasi Karbon Aktif
Pesatnya perkembangan masyarakat modern selama abad ke-20 mendukung
produksi dan pemanfaatan karbon aktif yang cepat tumbuh, terutama di paruh
kedua abad terakhir karena semakin ketat peraturan lingkungan tentang sumber
daya air, aplikasi gas bersih, kontrol kualitas udara, penyimpanan energi konversi
dan ekonomi pemulihan bahan kimia berharga.
15
Selain itu, pencarian alternatif digunakan untuk beberapa limbah agro industri,
selain penggantian produk turunan minyak bumi, telah disarankan penggunaan
lignoselulosa ini. Produk dan sumber limbah biomassa lainnya untuk produksi
karbon aktif yaitu kayu, kelapa dan kerang adalah prekursor yang paling umum
untuk sintesis berskala besar karbon aktif. Sumber tersebut menghasilkan
produksi global lebih dari 300.000 ton / tahun (Mourão, 2011). Namun, ini hanya
sebagian kecil dari seluruh permintaan konsumsi karbon aktif dunia pada tahun
2013 yaitu 12.804.000 ton (Albany, 2013).
Bahan baku yang digunakan untuk produksi karbon aktif meliputi polimer,
batubara, biomassa tanaman (kayu dan komponennya, gambut, kerang kacang),
dan lain-lain. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak produk pertanian lainnya
telah digunakan sebagai sumber karbon aktif. Pertanian limbah biomassa telah
terbukti menjanjikan bahan baku untuk produksi karbon aktif karena biaya relatif
murah, tersedia berlimpah, dan sumber daya terbarukan (Hidayat et al., 2013).
Secara umum karbon aktif adalah padatan berpori yang sangat bermanfaat.
Pemanfaatannya yaitu sebagai adsorben, katalis, pendukung katalis, bahan
elektroda super kapasitor dan sebagainya (Volperts, 2017).
16
Gambar 5. Aplikasi Umum Karbon Aktif dari Tahun 1995 Sampai 2016,
Menurut Scopus Database dalam González-García (2017).
Pada Gambar 5, digambarkan aplikasi yang paling umum dari karbon aktif, dari
tahun 1995 sampai 2016, menurut Scopus database. Bidang yang paling banyak
dipelajari yaitu berkaitan dengan adsorpsi ion logam berat: merkuri Hg (II),
kromium Cr (III) dan Cr (IV), kadmium Cd (II), arsenik As (V) dan timbal Pb
(II); diikuti oleh adsorpsi senyawa organik (benzena, fenol, toluena, formaldehid
dan metil tert-butil eter), pewarna (terutama perunggu hijau dan metilen biru),
penangkapan CO2, katalis, adsorpsi amonia dan penyimpanan metana
(González-García, 2017).
Karbon aktif juga telah digunakan sebagai prekursor yang menjanjikan untuk
menghilangkan senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) (Saad et al.,
2014) dan sebagai adsorben senyawa PAH pada minyak sayur yang digunakan
dalam remediasi tanah (Gong et al., 2007).
17
2. Pembuatan Karbon Aktif
a. Dehidrasi
Dehidrasi adalah proses penghilangan kandungan air yang terdapat dalam bahan
karbon aktif dengan tujuan untuk menyempurnakan proses karbonisasi dan
dilakukan dengan cara menjemur bahan baku di bawah sinar matahari atau
memanaskannya dalam oven pada suhu dan waktu tertentu (Shofa, 2012).
b. Karbonisasi
Karbon aktif dapat diproduksi dari bahan baku karbon yang berbeda dan dengan
proses aktivasi yang berbeda. Hal ini disiapkan dengan memanaskan bahan baku.
Kemudian dikarbonisasi, yang diperlukan untuk mengubah struktur selulosa pada
karbon aktif menjadi bahan berkarbon. Struktur selulosa tersebut mengandung
sejumlah oksigen dan hidrogen yang mengandung gugus fungsi, yang dapat
dihilangkan dengan dehidrasi secara kimia (Ponkarthikeyan, 2017).
Karbonisasi adalah suatu proses dimana unsur-unsur oksigen dan hidrogen
dihilangkan dari karbon dan akan menghasilkan rangka karbon yang memiliki
struktur tertentu. Saat karbonisasi terjadi beberapa tahap yang meliputi
penghilangan air atau dehidrasi, perubahan bahan organik menjadi unsur karbon
dan dekomposisi tar sehingga pori-pori karbon menjadi lebih besar
(Halimah, 2016).
Tingginya kadar air yang terdapat pada karbon aktif sebelum dilakukan proses
aktivasi disebabkan oleh sifat higroskopis karbon aktif dan adanya molekul uap
air yang terperangkap di dalam kisi-kisi heksagonal karbon aktif dengan
18
rendahnya kadar air yang terdapat dalam karbon aktif menunjukkan bahwa
kandungan air bebas dan air terikat yang terdapat dalam karbon aktif telah
menguap selama proses karbonisasi (Verlina dkk., 2015).
Sebagian besar unsur non-karbon akan hilang pada tahap ini. Pelepasan unsur-
unsur yang volatil ini akan membuat struktur pori-pori mulai terbentuk atau pori-
pori mulai terbuka. Seiring proses karbonisasi, struktur pori awal akan berubah.
Karbonisasi dihentikan bila tidak mengeluarkan asap lagi. Penambahan suhu
memang diperlukan untuk mempercepat reaksi pembentukan pori. Namun,
pembatasan suhu pun harus dilakukan. Suhu yang terlalu tinggi, seperti di atas
1000 oC akan mengakibatkan banyaknya abu yang terbentuk sehingga dapat
menutupi pori-pori dan membuat luas permukaan berkurang serta daya
adsorpsinya menurun (Shofa, 2012).
c. Aktivasi
Aktivasi merupakan proses pemanasan adsorben dengan suhu dan waktu tertentu.
Aktivasi digunakan untuk membuat pori-pori baru agar memperbaiki porositas.
Umumnya ada dua jenis aktivasi yaitu aktivasi fisika dan aktivasi kimia. Aktivasi
fisika adalah aktivasi yang melibatkan karbonisasi karbon yang diikuti dengan
aktivasi dengan adanya CO2 atau uap. Bahan bakunya dibawa dalam kontak
dengan gas aktivasi pada suhu tinggi. Selama aktivasi, gas aktivasi akan bereaksi
dengan karbon padat untuk membentuk produk gas (Ponkarthikeyan, 2017).
Pada aktivasi fisika bahan baku dipanaskan pada suhu sekitar 800 oC -1000
oC dan
dialirkan dengan gas pengoksidasi seperti oksigen, CO2, atau uap air. Gas
pengoksidasi akan bereaksi dengan karbon dan melepaskan karbon monoksida
19
dan hidrogen untuk gas pengoksidasi berupa uap air. Senyawa-senyawa produk
samping pun akan terlepas pada proses ini sehingga akan memperluas pori dan
meningkatkan daya adsorpsi (Shofa, 2012).
Aktivasi kimia adalah aktivasi yang melibatkan karbonisasi karbon yang diikuti
dengan aktivasi dengan adanya bahan kimia seperti ZnCl2 dan H3PO4. Activatng
agent akan mengoksidasi karbon dan merusak bagian dalam karbon sehingga akan
terbentuk pori dan meningkatkan daya adsorpsi. Aktivasi kimia oleh agen kimia
seperti ZnCl2, KOH dan H3PO4 adalah cara yang lebih disukai karena dapat
menghasilkan luas permukaan karbon aktif yang lebih besar dengan menggunakan
suhu operasional yang rendah (Ponkarthikeyan, 2017).
Berdasarkan dua jenis proses aktivasi, Suhendra dan Gunawan (2010)
mengemukakan bahwa aktivasi kimia memiliki berbagai keunggulan tertentu
dibandingkan dengan aktivasi fisika, di antaranya adalah:
a. Dalam proses aktivasi kimia, zat pengaktif sudah terdapat dalam tahap
penyiapannya sehingga proses karbonisasi dan proses aktivasi karbon
terakumulasi dalam satu langkah yang umumnya disebut one-step activation
atau metode aktivasi satu langkah.
b. Dalam proses aktivasi kimia, suhu yang digunakan umumnya lebih rendah
dibandingkan dengan proses aktivasi fisika.
c. Efek dehydrating agent pada aktivasi kimia dapat memperbaiki pengembangan
pori di dalam struktur karbon.
d. Produk yang dihasilkan dalam aktivasi kimia lebih banyak dibandingkan
aktivasi fisika.
20
D. Adsorpsi
Adsorpsi secara luas digunakan sebagai metode pemisahan fisik yang efektif
untuk menghilangkan atau menurunkan konsentrasi berbagai polutan terlarut
dalam limbah (Abdullah et al., 2017) dan sering dilakukan dalam proses operasi
limbah cair industri (Haura dkk., 2017). Adsorpsi lebih populer di antara banyak
metode penanganan limbah lain karena desainnya yang sederhana, pengoperasian
yang mudah dan kemungkinan penggunaan ulang atau daur ulang adsorben
(Hegazy et al., 2014).
Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat
tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom
atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap kedalam. Proses adsorpsi
dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan padatan
yang tidak seimbang. Adanya gaya ini, padatan cenderung menarik molekul-
molekul lain yang bersentuhan dengan permukaan padatan, baik fasa gas atau fasa
larutan ke dalam permukaannya. Akibatnya konsentrasi molekul pada permukaan
menjadi lebih besar dari pada dalam fasa gas zat terlarut dalam larutan. Pada
adsorpsi interaksi antara adsorben dengan adsorbat hanya terjadi pada permukaan
adsorben (Tandy, 2012).
Proses adsorpsi umumnya diklasifikasikan sebagai Physisorption (adsorpsi fisika)
atau Chemisorption (adsorpsi kimia). Physisorption adalah adsorpsi yang
melibatkan gaya antarmolekul (gaya van der waals), ikatan hidrogen dan proses
pertukaran ion. Chemisorpsi adalah adsorpsi dimana gaya yang terlibat adalah
21
ikatan kimia/valensi. Pada penelitian ini, daya adsorpsi karbon aktif akan
dijelaskan dengan persamaan isoterm Langmuir dan Freundlich. Hal ini
dikarenakan bahwa adsorpsi molekul atau ion pada permukaan padatan umumnya
terbatas pada lapisan satu molekul (monolayer) maka adsorpsi tersebut mengikuti
persamaan adsorpsi Freundlich dan atau Langmuir.
1. Isoterm Adsorpsi Langmuir
Model Adsorpsi Langmuir mendefinisikan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum
terjadi akibat adanya lapisan tunggal (monolayer) adsorbat di permukaan
adsorben. Model kinetika adsorpsi Langmuir ini berdasarkan pada asumsi sebagai
berikut: laju adsorpsi akan bergantung pada faktor ukuran dan struktur molekul
adsorbat, sifat pelarut dan porositas adsorben, situs pada permukaan yang
homogen dan adsorpsi terjadi secara monolayer.
Proses adsorpsi heterogen memiliki dua tahap, yaitu :
(a) perpindahan adsorbat dari fasa larutan ke permukaan adsorben
(b) adsorpsi pada permukaan adsorben. Tahap pertama akan bergantung pada sifat
pelarut dan adsorbat yang terkontrol (Oscik,1982).
…………………………...........................(1)
C adalah konsentrasi kesetimbangan (mg L-1
), m adalah jumlah zat yang
teradsorpsi per gram adsorben pada konsentrasi C (mmol g-1
), b adalah jumlah zat
yang teradsorpsi saat keadaan jenuh (kapasitas adsorpsi) (mg g-1
) dan k adalah
konstanta kesetimbangan adsorpsi (L mol-1
). Dari kurva linier hubungan antara
22
C/m versus C maka dapat ditentukan nilai b dari kemiringan (slop) dan k dari
intersep kurva. Energi adsorpsi (Eads) yang didefinisikan sebagai energi yang
dihasilkan apabila satu mol zat teradsorpsi dalam adsorben dan nilainya ekuivalen
dengan nilai negatif dari perubahan energi Gibbs standar (ΔG°), dapat
dihitungmenggunakan persamaan :
Eads = - ………………………….............(2)
R adalah tetapan gas umum (8,314 J mol-1
K-1
), T adalah temperatur (K) dan k
adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi yang diperoleh dari persamaan
Langmuir, sehingga energi total adsorpsi E harganya sama dengan negatif energi
bebas Gibbs (Oscik, 1982).
2. Isoterm Adsorpsi Freundlich
Adsorpsi zat terlarut (dari suatu larutan) pada padatan adsorben merupakan hal
yang penting. Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain penghilangan warna
larutan (decolorizing) dengan menggunakan batu apung (charcoal) dan proses
pemisahan dengan menggunakan teknik kromatografi. Model isoterm Freundlich
menjelaskan bahwa proses adsorpsi pada bagian permukaan adalah heterogen
yaitu tidak semua permukaan adsorben mempunyai daya adsorpsi. Model isoterm
Freundlich menunjukkan lapisan adsorbat yang terbentuk pada permukaan
adsorben adalah multilayer. Hal tersebut berkaitan dengan ciri-ciri dari adsorpsi
secara fisika yaitu adsorpsi dapat terjadi pada banyak lapisan (multilayer) (Husin
and Rosnelly, 2005). Pendekatan isoterm adsorpsi yang cukup memuaskan
dijelaskan oleh H. Freundlich. Menurut Freundlich, jika y adalah berat zat terlarut
23
per gram adsorben dan c adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan. Dari
konsep tersebut dapat diturunkan persamaan sebagai berikut :
………………………….............(3)
Qe adalah jumlah zat yang teradsorpsi per gram adsorben (mg g-1
), Ce adalah
konsentrasi setimbang adsorbat dalam fase larutan (mg L-1
), kf adalah faktor
kapasitas Freundlich (mol g-1
), dan n adalah faktor intensitas Freundlich. Selain
itu, untuk menentukan jumlah zat warna teradsorpsi, rasio distribusi dan koefisien
selektivitas pada proses adsorpsi senyawa terhadap adsorben karbonaktif dapat
digunakan persamaan berikut:
…………………………….…..............(4)
Q menyatakan jumlah senyawa teradsorpsi (mg g-1
), Co dan Ce menyatakan
konsentrasi awal sebelum teradsorpsi dan konsentrasi senyawa setelah teradsorpsi
(mmol L-1
), W adalah massa adsorben (g), V adalah volume larutan (L)
(Buhani et al., 2009).
Teknik eksperimen untuk mempelajari adsorpsi dapat dibagi menjadi tiga kelas.
Teknik-teknik tersebut berdasarkan pada pengukuran perubahan sifat listrik,
magnetik dan fungsi kerja adsorben padat selama adsorpsi, Teknik-teknik tersebut
yaitu teknik berdasarkan pada studi radiasi, elektron dan ion dengan lapisan yang
teradsorpsi dan metode spektroskopi.
24
Ada banyak faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi. Faktor-faktor tersebut
diantaranya yaitu:
1. Suhu
Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsorpsi adalah viskositas dan
stabilitas termal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat
senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun dekomposisi, maka
perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Pada senyawa volatil, adsorpsi dilakukan
pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih kecil.
2. Luas Permukaan
Luas permukaan yang lebih besar maka akan menyebabkan lebih banyak
permukaan yang tersedia untuk adsorpsi dan ukuran partikel yang lebih kecil akan
memperbesar luas permukaannya. Sehingga digunakan material yang telah
dihaluskan. Untuk mikropori, seluruh volume dapat dianggap sebagai ruang
adsorpsi dan untuk makropori dan mesopori, mekanisme adsorpsi lapisan per
lapisan diterima. Semakin banyak pembentukan luas permukaan internal yang
berukuran mikro atau meso menyebabkan pori-pori karbon aktif semakin
bertambah, akibatnya jumlah molekul adsorbat yang diserap oleh adsorben akan
meningkat. Dengan demikian, besarnya luas permukaan adsorben akan
meningkatkan penyerapan yang terjadi.
3. Sifat Adsorben
Sifat adsorben seperti berpori, permukaan kasar dan padatan bubuk halus dapat
menentukan kapasitas adsorpsi bahan tersebut.
25
4. pH
kapasitas adsorpsi akan lebih tinggi bila kekuatan elektrostatik antara permukaan
adsorben dan ion adsorben sangat menarik, peningkatan kekuatan ionik akan
menurunkan kapasitas adsorpsi. Pada pH rendah, daya tarik elektrostatik tinggi
antara adsorben bermuatan positif dan adsorbat. Jika pH kurang dari Zero Point
Discharge (pHzpc), permukaan adsorben menjadi sesuai untuk adsorpsi ion
positif dan jika pH lebih besar dari pHzpc, permukaan adsorpsi menjadi sesuai
untuk adsorpsi ion negatif.
5. Peningkatan Massa Adsorben
Peningkatan massa adsorben dapat meningkatkan permukaan kontak partikel
adsorben yang berarti akan lebih memungkinkan molekul-molekul zat terlarut
diserap pada lokasi adsorpsi. Kelarutan yang lebih besar dari adsorbat
memberikan ikatan yang lebih kuat antara adsorbat dan adsorben. Bahan yang
memiliki kelarutan rendah dalam air akan menunjukkan afinitas yang lebih tinggi
dengan permukaan padat dibanding air.
6. Aktivasi
Aktivasi akan membuat pori-pori baru dan memperbaiki porositas Aktivasi akan
meningkatkan luas permukaan sehingga meningkatkan adsorpsi (Ponkarthikeyan,
2017).
E. Adsorben
Adsorben merupakan bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung
terutama pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu di dalam
26
partikelnya (Tandy, 2012). Pada kebanyakan industri, adsorben yang digunakan
dibagi menjadi tiga berdasarkan komponen penyusunnya yaitu sebagai berikut :
a. Oxygen-containing compounds
Jenis ini biasanya bersifat hidrofil dan bersifat polar. Contohnya adalah silika
gel dan zeolit.
b. Carbon-based compounds
Jenis ini biasanya bersifat hidrofob dan non polar. Contohnya adalah karbon
aktif dan grafit.
c. Polymer-based compounds
Jenis ini terdiri dari matriks polimer berpori yang mengandung gugus fungsi.
Adsorben yang paling sering digunakan adalah karbon aktif karena memiliki luas
permukaan yang besar sehingga daya adsorpsinya lebih besar dibandingkan
dengan adsorben lainnya (Shofa, 2012).
Kemampuan karbon aktif untuk menyerap anion anorganik dapat dikaitkan
dengan adanya berbagai gugus fungsional. Misalnya, terutama gugus fungsi yang
mengandung oksigen seperti asam karboksilat, lakton, hidroksil (atau fenol) dan
karbonil (Yu et al., 2014). Gugus fungsi yang mengandung atom oksigen pada
permukaan karbon aktif telah terprotonasi untuk membuat suatu permukaan
positif, yang mendukung adsorpsi elektrostatik (Dai et al., 2012).
27
F. Karakterisasi
1. Scanning Electron Microscopy - Energy Dispersive X-ray Spectroscopy
(SEM-EDX)
Morfologi senyawa dalam bentuk padatan dan komposisi unsur dalam sampel
yang berbentuk serbuk dapat diketahui dengan menggunakan instrumen SEM-
EDX (Scanning Electron Microscopy- Energy Dispersive X-ray Spectroscopy).
Scanning Electron Microscopy (SEM) menggunakan sinar terfokus elektron
berenergi tinggi untuk menghasilkan berbagai sinyal pada permukaan spesimen
padat. Sinyal yang berasal dari interaksi sampel elektron mengungkapkan
informasi tentang sampel termasuk morfologi eksternal (tekstur), komposisi
kimia, dan struktur kristal dan orientasi bahan yang membentuk sampel.
Komponen penting dari SEM meliputi:
Sumber Elektron ("Gun")
Lensa Elektron
Tahap Sampel
Detektor
Perangkat Display / Data output
Persyaratan Infrastruktur meliputi sumber daya listrik, sistem vakum, sistem
pendingin dan lantai bebas getar (Swapp, 2017).
28
Gambar 6. Blok Diagram SEM (Sujatno dkk., 2015).
Prinsip kerja SEM adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas
elektron berenergi tinggi. Permukaan benda yang dikenai berkas elektron akan
memantulkan kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke
segala arah. Tetapi ada satu arah berkas dipantulkan dengan intensitas tertinggi.
Detektor di dalam SEM mendeteksi elektron yang dipantulkan dan
menentukan lokasi berkas yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Arah
tersebut memberikan informasi profil permukaan benda seperti seberapa landai
dan kemana arah kemiringan. Sampel yang digunakan dalam SEM adalah sampel
dalam bentuk padatan dan harus dipreparasi terlebih dahulu. Preparasi tersebut
meliputi pembersihan sampel dari pengotor, pengeringan sampel agar sampel
bebas dari air (apabila mungkin digunakan vakum). Setelah sampel dipreparasi,
sampel ditempatkan pada sample holder dan di sputter dengan Au atau Pt
(Fitriana, 2014).
29
Jenis sinyal terkumpul dalam suatu SEM bervariasi dan dapat meliputi elektron
sekunder, karakteristik sinar-rontgen, dan hamburan balik elektron. Pada
penggunaan mikroskop elektron merupakan berkas cahaya elektron yang
dipusatkan untuk memperoleh perbesaran jauh lebih tinggi dibanding suatu
mikroskop cahaya konvensional. Dalam pengukuran SEM, untuk setiap sampel
dianalisis dengan menggunakan analisis area. Sinar elektron yang dihasilkan oleh
‗gun‘ dialihkan hingga mengenai sampel. Aliran sinar elektron ini selanjutnya
difokuskan menggunakan elektron optik columb sebelum sinar elektron tersebut
membentuk atau mengenai sampel. Setelah sinar elektron mengenai sampel, akan
terjadi beberapa interaksi-interaksi pada sampel yang disinari. Interaksi yang
terjadi tersebut selanjutnya akan terdeteksi dan diubah kedalam sebuah gambar
oleh analisis SEM (Julinawati dkk., 2015).
Energi spesifik sinar-X yang dipancarkan oleh setiap atom dalam senyawa dapat
dideteksi dengan Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDX). EDX adalah
suatu teknik analitik yang sering digunakan untuk menganalisis unsur-unsur atau
mengkarakterisasi kandungan unsur kimia dari suatu sampel. EDX menganalisis
sampel melalui interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan unsur-unsur,
menganalisis emisi sinar-X oleh unsur dalam partikel. Untuk mendorong
terjadinya emisi karakteristik sinar-X dari suatu sampel, sebuah energi yang tinggi
dari partikel yang bermuatan seperti elektron atau proton, atau pancaran sinar-X,
difokuskan pada sampel untuk dikarakterisasi. Sisanya, suatu atom dengan sampel
yang mengandung elektron pada keadaan dasar (tidak tereksitasi) berada pada
tingkat energi yang diskrit atau kulit elektron bergerak ke inti. Pancaran yang
terjadi mungkin mengeksitasi sebuah elektrondi dalam kulit yang terdalam.
30
Sebuah elektron dari kulit terluar, tingkat energi yang lebih tinggi kemudian
mengisi kekosongan itu dan adanya perbedaan energi antara tingkat energi
tertinggi dengan tingkat energi terendah dibentuk dalam bentuk sinar-X (Mauritz,
2008)
Berikut ini merupakan contoh hasil karakterisasi menggunakan SEM
Gambar 7. SEM Karbon Aktif dengan Aktivator Na2CO3 (Handika dkk., 2017).
2. Spektrofotometer FTIR (Fourire Transformation Infra Red)
Spektroskopi FTIR merupakan teknik analisis yang sangat berguna dan banyak
dimanfaatkan dalam analisa berbagai produk pangan dikarenakan analisanya Pada
FTIR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti monokromator
yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan memberikan sinyal
ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul yang berupa
interferogram (Hashim et al., 2010).
Dibandingkan sistem dispersi pada spektrofotometer IR biasa yang
menggunakan grating atau prisma, maka FTIR yang menggunakan ―Michelson
Interferometer‖ mengukur lebih cepat dan lebih sensitif. ―Cermin Gerak‖
digerakkan pada kecepatan tetap oleh motor yang diatur oleh komputer.
31
Kecepatan gerak cermin dimonitor oleh sistem laser He-Ne (pada 632.8 nm).
Komputer akan merubah signal dari interferometer (interferogram) ke dalam
spektrum sinar tunggal melalui transformasi fourier.
Gambar 8. Skema Spektrofotometer FTIR(Kristianingrum, 2017).
Bila radiasi infra merah dilewatkan melalui suatu cuplikan, maka molekul-
molekulnya dapat menyerap (mengabsorbsi) energi dan terjadilah transisi diantara
tingkat vibrasi (ground state) dan tingkat vibrasi tereksitasi (excited state). Contoh
suatu ikatan C –H yang bervibrasi 90 triliun kali dalam satu detik harus menyerap
radiasi infra merah pada frekuensi tersebut (9,0 x 1013
Hz, 3000 cm –1
) untuk
pindah ke tingkat vibrasi tereksitasi pertama. Pengabsorbsian energi pada berbagai
frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer infra merah, yang memplot
jumlah radiasi infra merah yang diteruskan melalui cuplikan sebagai fungsi
frekuensi (atau panjang gelombang) radiasi. Plot tersebut adalah spektrum infra
merah yang memberikan informasi penting tentang gugus fungsional suatu
molekul. Berikut ini merupakan daerah bilangan gelombang dan panjang
gelombang dalam FTIR :
32
Gambar 9. Daerah Bilangan Gelombang dan Panjang Gelombang dalam
FTIR (Kristianingrum, 2017).
Jumlah energi yang diperlukan untuk meregangkan suatu ikatan tergantung pada
tegangan ikatan dan massa atom yang terikat. Bilangan gelombang suatu serapan
dapat dihitung menggunakan persamaan yang diturunkan dari Hukum Hooke.
Semakin kuat suatu ikatan, makin besar energi yang dibutuhkan untuk
meregangkan ikatan tersebut. Frekuensi vibrasi berbanding terbalik dengan massa
atom sehingga vibrasi atom yang lebih berat terjadi pada frekuensi yang lebih
rendah (Kristianingrum, 2017).
G. Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet - Visible)
Spektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri ultra ungu
dan sinar tampak. Alat ini menggunakan dua buah sumber cahaya yang berbeda,
yaitu sumber cahaya ultra ungu dan sumber cahaya sinar tampak.
Spektrofotometri UV-Vis adalah suatu teknis analisis spektroskopi yang memakai
sumber radiasi elektromagnetik ulra ungu dekat (190-380 nm) dan sinar tampak
(380-780 nm) (Aeni, 2009). Senyawa dapat dianalisis dengan metode ini jika
memiliki kemampuan menyerap pada daerah UV atau daerah tampak. Senyawa
33
yang dapat menyerap intensitas pada daerah UV disebut dengan kromofor,
sedangkan untuk melakukan analisis senyawa dalam daerah sinar tampak,
senyawa harus memiliki warna (Fatimah, 2003).
Radiasi ultra ungu dan sinar tampak diabsorbsi oleh molekul organik aromatik,
molekul yang mengandung elektron π terkonyugasi dan atau atom yang
mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbit terluarnya dari
tingkat enersi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi
(Satiadarma dkk., 2004). Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi
elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik
yang energinya sesuai. Interaksi antara molekul dengan radiasi elektromagnetik
ini akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan tereksitasi
(Rohman, 2007).
Sinar ultra ungu dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk
terjadinya transisi elektron (Rohman, 2007). Elektron yang energinya tertinggi
dalam molekul, berada dalam tingkat energi elektron dasar, terdapat dalam orbital
δ, π, atau n, masing-masing mempunyai keadaan tereksitasi sesuai dengan energi
elektron terendah (Satiadarma dkk., 2004).
Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri UV-Vis.
Menurut Hukum Lambert-Beer, serapan berbanding lurus
terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dengan persamaan :
A = ε. b. c ………………………….............(5)
34
Keterangan :
A = absorbansi
b = ketebalan sel (cm)
c = konsentrasi (mol/L)
ε= absorptivitas molar (L/mol. cm)
Komponen–komponen pokok dari spektrofotometer meliputi :
a. Sumber tenaga radiasi yang stabil
Sumber radiasi UV yang kebanyakan digunakan adalah lampu hidrogen dan
lampu deuterium yang terdiri dari sepasang elektroda yang terselubung dalam
tabung gas dan diisi dengan gas hidrogen dan deuterium yang bertekanan rendah.
Sumber radiasi ultra ungu lain adalah lampu xenon, tetapi tidak sestabil lampu
hidrogen. Sumber radiasi terlihat dan radiasi inframerah dekat yang biasa
digunakan adalah lampu filamen tungsten.
b. Monokromator
Monokromator merupakan serangkaian alat optik yang mengurai radiasi
polikromatik menjadi jalur-jalur yang efektif/panjang gelombang-gelombang
tunggalnya dan memisahkan panjang gelombang-gelombang tersebut menjadi
jalur-jalur yang sangat sempit.
c. Tempat Cuplikan
Cuplikan pada daerah ultra ungu atau terlihat yang biasnya berupa gas atau larutan
ditempatkan dalam sel atau kuvet. Untuk daerah ultra ungu biasanya digunakan
quartz atau sel dari silika yang dilebur, sedangkan untuk daerah terlihat digunakan
gelas biasa atau quartz. Sel yang digunakan untuk cuplikan yang berupa gas
35
mempunyai panjang lintasan dari 0,1 – 100 nm, sedangkan sel untuk larutan
mempunyai panjang lintasan tertentu dari 1 hingga 10 cm.
d. Detektor
Setiap detektor penyerap tenaga foton yang mengenainya dan mengubah tenaga
tersebut untuk dapat di ukur secara kuantitatif seperti sebagai arus listrik atau
perubahan-perubahan panas. Kebanyakan detektor menghasilkan sinyal listrik
yang dapat mengaktifkan meter atau pencatat. Setiap pencatat harus menghasilkan
sinyal yang secara kuantitatif berkaitan dengan tenaga cahaya yang mengenainya
Gambar 10. Skema Spektrofotometer UV-Vis (Rohman, 2007).
36
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari – Juni 2018 di Unit Pelayanan Teknis
Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi (UPT-LTSIT) Universitas
Lampung dan Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Karakterisasi adsorben menggunakan
SEM-EDX (Scanning Electron Microscopy - Energy Dispersive X-ray
Spectroscopy ) dan spektrofotometer FTIR (Fourier Transform Infra Red) di Unit
Pelayanan Teknis Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi (UPT-
LTSIT) Universitas Lampung, sedangkan analisis adsorpsi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible) yang dilakukan di Laboratorium
Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, pH
meter, shaker, kertas saring biasa, ayakan 106 µm, oven, furnace, neraca analitik,
37
desikator, centrifuge, SEM-EDX (Scanning Electron Microscope-Energy
Dispersive X-ray Spectroscopy), spektrofotometer FTIR (Fourier Transform Infra
Red), dan spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible).
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tebu, NaCl
(5%, 10%, dan 30%), ZnCl2 (5%, 10%, 30%, 40%, 60%, dan 70%), larutan
iodium 0,1 N, larutan Na2S2O3 0,1 N, indikator amilum 1%, metanol (HPLC
grade), akuabides, dan larutan standar fenantrena.
C. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Karbon Aktif dari Ampas Tebu
Ampas tebu dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran yang
menempel pada ampas tebu seperti tanah. Ampas tebu yang telah dibersihkan
kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 110 oC sampai beratnya konstan.
Ampas tebu kering dikarbonisasi dengan furnace pada suhu 350 oC selama 15
menit. Karbon yang dihasilkan kemudian didinginkan dalam desikator lalu
dihaluskan dengan mortar dan alu. Karbon yang sudah dihaluskan disaring dengan
ayakan 106 µm.
Karbon yang diperoleh diaktivasi dengan aktivator kimia yaitu ZnCl2 dan NaCl.
Aktivasi dilakukan pada variasi konsentrasi ZnCl2 yaitu 5%, 10%, 30%, 40% ,
60% dan 70 %. Sedangkan aktivasi dengan NaCl dilakukan pada konsentrasi 5%,
10% dan 30%. Setelah itu, ditambah 150 mL akuabides ke dalam campuran
38
karbon aktif - ZnCl2 dan campuran karbon aktif - NaCl, lalu dicampur hingga
terbentuk slurry dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian dipanaskan dalam oven
pada suhu 150 oC selama 2 jam. Karbon aktif yang diperoleh didinginkan dalam
desikator dan dicuci dengan akuabides mendidih, lalu dicuci kembali dengan
akuabides hingga pH 6,8 ± 0,2. Kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu
150 oC selama 1 jam. Karbon aktif yang diperoleh disimpan dalam desikator agar
tetap kering. Selanjutnya, karbon aktif dihaluskan dengan mortar dan alu lalu
disaring dengan ayakan 106 µm. Kemudian dilakukan identifikasi karakteristik
karbon aktif.
Setelah diketahui konsentrasi optimum dari aktivator ZnCl2 dan NaCl, kemudian
dilakukan variasi perbandingan volume aktivator (mL) : massa karbon aktif (g)
yaitu 1:5, 2:4, 3:3, 2:4 dan 5:5. Setelah itu, ditambah 150 mL akuabides ke dalam
campuran karbon aktif - ZnCl2 dan campuran karbon aktif - NaCl, lalu dicampur
hingga terbentuk slurry dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian dipanaskan
dalam oven pada suhu 150 oC selama 2 jam.
Karbon aktif yang diperoleh didinginkan dalam desikator dan dicuci dengan
akuabides hingga pH 6,8 ± 0,2. Kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu
150 oC selama 1 jam. Karbon aktif yang diperoleh disimpan dalam desikator agar
tetap kering. Selanjutnya, karbon aktif dihaluskan dengan mortar dan alu dan
disaring dengan ayakan 106 µm. Kemudian dilakukan identifikasi karakteristik
karbon aktif.
39
2. Identifikasi Karakteristik Karbon Aktif
a. Kadar Air (SNI 06 ─ 3730 ─ 1995)
Karbon aktif ditimbang sebanyak 1 g, lalu dimasukkan ke dalam cawan porselin
yang telah dikeringkan dan ditimbang kemudian dimasukkan dalam oven pada
suhu 110 οC selama 1 jam. Hasil yang diperloleh kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Kadar air dihitung dengan persamaan:
…………….……….............(6)
Keterangan:
a = massa cawan (g)
b = massa cawan + karbon aktif sebelum pemanasan (g)
c = massa cawan + karbon aktif setelah pemanasan (g)
b. Daya Serap Karbon Aktif Terhadap Iod (SNI 06 ─ 3730 ─ 1995)
Karbon aktif sebanyak 0,5 g dicampurkan dengan 50 mL larutan Iodium 0,1 N.
Kemudian diaduk menggunakan stirer selama 15 menit lalu disentrifius selama 15
menit dengan kecepatan 2000 rpm. Hasil sentrifius kemudian disaring. Filtrat
sebanyak 10 mL dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N hingga
berwarna kuning muda lalu diberi beberapa tetes larutan amilum 1% dan dititrasi
kembali hingga warna biru tepat hilang.
Daya serap karbon aktif terhadap iod dapat ditentukan dengan persamaan:
............(7)
Keterangan:
40
c. Kadar Abu (Prastiwi, 2014)
Karbon aktif ditimbang sebanyak 2 g, lalu dimasukkan ke dalam cawan porselin
yang telah dikeringkan dan ditimbang kemudian dimasukkan dalam furnace pada
suhu 700 οC selama ±6 jam hingga seluruh karbon aktif menjadi abu. Hasil yang
diperloleh kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu
dihitung dengan persamaan:
…………………………..........(8)
Keterangan:
a = massa cawan (g)
b = massa cawan + karbon aktif sebelum pemanasan (g)
c = massa cawan + karbon aktif setelah pemanasan (g)
d. Kadar Zat Terbang (Prastiwi, 2014)
Analisis kadar zat terbang karbon aktif dilakukan dengan menimbang karbon aktif
sebanyak 1 g, dimasukkan dalam cawan porselin yang telah dikeringkan dan
ditimbang, kemudian dimasukkan dalam furnace pada suhu 900 οC selama 10
menit. Hasil yang diperoleh kemudian ditimbang dan dihitung dengan persamaan:
………...........................(9)
Keterangan:
a = massa cawan (g)
b = massa cawan + karbon aktif sebelum pemanasan (g)
c = massa cawan + karbon aktif setelah pemanasan (g)
e. Kadar Karbon Aktif Murni (SNI 06 ─ 3730 ─ 1995)
Kadar karbon aktif murni dapat dihitung dengan persamaan:
.............(10)
41
3. Karakterisasi Karbon Aktif
Karbon aktif yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan SEM-EDX(Scanning
Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray Spectroscopy) untuk melihat
morfologi permukaan dan komposisinya dan dikarakterisasi menggunakan FTIR
(Fourier Transform Infra Red) untuk menentukan gugus fungsi.
4. Pembuatan Larutan Standar Fenantrena (Permana, 2017)
Larutan induk fenantrena 100 ppm dibuat dengan cara melarutkan 10 mg padatan
fenantrena menggunakan campuran pelarut metanol (HPLC Grade) dan aquabides
dengan perbandingan 1:1 dalam labu takar 100 mL, kemudian ditambah campuran
metanol (HPLC Grade) dan aquabides hingga tanda terra dan dihomogenkan.
Kemudian dibuat larutan standar fenantrena 0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 ppm dari
larutan induk fenantrena 100 ppm, salah satu larutan standar dianalisis
menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengetahui panjang gelombang
maksimumnya.
5. Uji Adsorpsi (Permana, 2017)
a. Pengaruh konsentrasi adsorbat
Sebanyak 20 mL larutan standar fenantrena dengan variasi konsentrasi 0,5; 1; 1,5;
2; dan 2,5 mg/L masing-masing ditambah 15 mg karbon aktif. Campuran tersebut
kemudian diaduk selama 60 menit dengan kecepatan 150 rpm pada suhu kamar.
Kemudian campuran disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit
dan filtratnya dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
42
gelombang maksimumnya untuk mengetahui konsentrasi larutan standar
fenantrena sesudah proses adsorpsi.
b. Pengaruh Penambahan Massa Adsorben
Uji adsorpsi menggunakan variasi jumlah adsorben yang ditambahkan ke dalam
20 mL larutan standar fenantrena 10 ppm dengan konsentrasi optimum ditambah
karbon aktif dengan variasi massa yaitu 5, 10, 15, 20, dan 25 mg. Campuran
yang diperoleh kemudian diaduk dengan shaker selama 60 menit dengan
kecepatan 150 rpm pada suhu kamar. Kemudian campuran disentrifugasi dengan
kecepatan 2000 rpm selama 10 menit dan filtratnya dianalisis menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimumnya untuk
mengetahui konsentrasi larutan standar fenantrena sesudah proses adsorpsi.
43
Gambar 11. Diagram Alir Penelitian
Pengaruh konsentrasi
adsorbat (0,5; 1; 1,5; 2; dan
2,5 mg/L)
Pengaruh massa adsorben
(5, 10, 15, 20 dan 25 mg)
Pencampuran karbon dengan
ZnCl2 (5%, 10%, 30%, 40%,
60%, dan 70% ) dan NaCl (5%,
10%, dan 30%)
Pencampuran karbon dengan
ZnCl2 dan NaCl konsentrasi
optimum dengan rasio
perbandingan volume aktivator
: massa karbon (1:5, 2:4, 3:3,
4:2 dan 5:1)
Kadar air
Kadar abu
Kadar zat terbang
Kadar karbon
Daya serap karbon
aktif terhadap iod
SEM-EDX dan FTIR
78
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan
bahwa :
1. Pembuatan karbon aktif dari ampas tebu yang telah dikarbonisasi dan
diaktivasi dengan NaCl 30% dengan rasio impregnasi 3:3 telah berhasil
dilakukan, hal ini dibuktikan dengan hasil identifikasi karakteristik dan
karakterisasi dengan menggunakan SEM–EDX dan spektrofotometer FTIR.
2. Adsorpsi fenantrena oleh adsorben karbon aktif optimum pada massa 15 mg
dengan waktu kontak selama 60 menit, menggunakan konsentrasi 2 mg/L,
sehingga diperoleh adsorpsi sebesar 61,95 %.
3. Isoterm adsorpsi fenantrena oleh adsorben karbon aktif pada penelitian ini
cendrung mengikuti model isoterm Freundlich dengan nilai koefisien korelasi
(R2) sebesar 0,774.
79
B. Saran
Pada penelitian lebih lanjut disarankan :
1. Melakukan pembuatan karbon aktif dari ampas tebu dengan zat aktivator
lainnya.
2. Melakukan analisis adsorpsi senyawa fenantrena dengan menggunakan karbon
aktif dari bahan alam lainnya.
3. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap adsorpsi zat PAH lain oleh
karbon aktif dari ampas tebu sehingga dapat diaplikasikan di lingkungan.
4. Perlu dilakukan pengujian terhadap pengaruh waktu kontak terhadap
kemampuan adsorpsi karbon aktif dari ampas tebu terhadap senyawa
fenantrena.
5. Perlu dilakukan pengujian terhadap kemampuan regenerasi karbon aktif dari
ampas tebu.
80
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S.N., Mohd H.H., Syazrin S.S., and Muhammad A.M.Y., 2017.
Preparation and Characterization of Activated Carbon from Moringa
Oleifera Seed POD. Sci.Int. 29(1):7-11.
Achyahni, R. 2011. Karakteristik Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) di
Air dan Sedimen serta Akumulasinya pada Tubuh Ikan Nomei (Horpodon
Nehereus) di Perairan Tarakan. (Tesis). IPB. Bogor.
Adinata, M.R. 2013. Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Sebagai Karbon Aktif.
(Skripsi). Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Jawa Timur.
Adli, H. 2012. Pengolahan Limbah Cair Laboratorium dengan Metode Presipitasi
dan Adsorpsi untuk Penurunan Kadar Logam Berat. (Skripsi). Universitas
Indonesia. Depok.
Aeni, N. 2012. Spektrofotometer UV-Visible. Universitas Tadulako. Palu.
Ahmedna, M., Marshall W.E., dan Rao R.M. 2000. Production of Granular
Activated Carbons from Select Agricultural by-Products and Evaluation of
Their Physical, Chemical and Adsorption Properties. Bioresour. Technol.
71 (2): 113-123.
Akhinov, A. F dan Puspaning, D. 2010. Sintesis Silika Aerogel Berbasis Abu
Bagasse dengan Pengeringan pada Tekanan Ambient. Seminar Rekayasa
Kimia dan Proses. ISSN: 1411-4216.
Albany. 2013. Activated Carbon Market (Powdered, Granular) for Liquid Phase
and Gas Phase Applications in Water Treatment, Food & Beverage
Processing, Pharmaceutical & Medical, Automotive and Air
Purification—Global Industry Analysis, Size, Share, Growth, Trends and
Fo. NY: Transparency Market Research. New York.
81
Bamforth,S. M and Singleton, I. 2005. Bioremediation of Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons. J. Chem. Technol. Biotechnol. 80: 723-736.
Bruice, P. Y. 2001. Organic Chemistry. Prentice Hall International, Inc. New
Jersey.
Buhani, Narsito, Nuryono, and E.S. Kunarti. 2009. Amino and Merkapto-Silika
Hybrid for Cd (II) Adsorption in Aqueous Solution. Ind. J. Chem.
9(2): 170-176.
Chand, B. 2005. Activated Carbon Adsropsion. Taylor and Francis Group. United
States.
Chum, H.L., Warner, E., Seabra, J.E., and Macedo, I.C., 2014. A Comparison of
Commercial Ethanol Production Systems from Brazilian Sugarcane and
US Corn. Biofuels, Bioprod. Biorefin. 8(2). 205-223.
Clauser, N.M., Gutiérrez, S., Area, M.C., Felissia, F.E., Vallejos, M.E., 2016.
Small-Sized Biorefineries as Strategy to Add Value to Sugarcane
Bagasse.Chem. Eng. Res. 107. 137-146.
Dai, J., F Ren, C and Tao.2012. Adsorption of Cr(VI) and Speciation of Cr(VI)
and Cr(III) in Aqueous Solutions Using Chemically Modified Chitosan.
Int. J. Environ. Res. Public Health. 1757–1770.
Dewi, T.K., Arif N, dan Edwin P. 2009. Pembuatan Karbon Aktif dari Kulit Ubi
Kayu (Mannihot Esculenta). Jurnal Teknik Kimia. 16 (1): 24-30.
Elmariza, J., Titin A.Z., dan Savante A. 2015. Optimasi Ukuran Partikel, Massa
dan Waktu Kontak Karbon Aktif Berdasarkan Efektivitas Adsorpsi ß-
Karoten Pada CPO. JKK. 4(2): 21-25.
Esterlita, M.O. dan Herlina,N. 2015. Pengaruh Penambahan Aktivator ZnCl2,
KOH, dan H3PO4 dalam Pembuatan Karbon Aktif dari pelepah Aren
(Arenga Pinnata). J. Tek. Kim. 4(1). 1-6.
Fatimah, I. 2003. Analisis Fenol dalam Sampel Air Menggunakan
Spektrofotometri Derivatif. Logika. 9(10). ISSN: 1410-2315.
82
Feng,Y., Sun H, Song Y, Bao J, Huang X and Ye J. 2014. A Community Study of
The Effect of Polycyclic Aromatic Hydrocarbon Metabolites on Heart
Rate Variability Based on The Framingham Risk Score. Occup Environ
Med. 71(3).38-45.
Fitriana, V.N. 2014. Sintesis dan Karakterisasi Superkapasitor Berbasis Nano
Komposit TiO2/C. Universitas Negeri Malang. Malang.
Gong, Z., Kassem A, Berndt M.K., and Peijun L. 2007. Activated Carbon
Adsorption of PAHs from Vegetable Oil used in Soil Remediation. J.
Hazard. Mater. 143: 372-378.
González-García, P. 2013. Activated Carbon from Lignocellulosics Precursors: A
Review of The Synthesis Methods, Characterization Techniques and
Applications. Renew. Sust. Energy. Rev. 82(1):1393-1414.
Hajiha, H and Sain M. 2015 : The Use of Sugarcane Bagasse Fibres as
Reinforcements in Composites. Biofib. Reinforce. Comp. Mater. 525-549.
Halimah, S.N. 2016. Pembuatan dan Karakterisasi serta Uji Adsorpsi Karbon
Aktif Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana ) terhadap Metilen Biru.
(Skripsi). Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Lampung.
Handika, G., Seri M, dan Vidyanova A.M. 2017. Karakteristik Karbon Aktif dari
Pemanfaatan Limbah Tanaman Kelapa Sawit dengan Penambahan
Aktivator Natrium Karbonat (Na2CO3) dan Natrium Klorida (NaCl).
J. Tek. Kim. 6(4): 41-44.
Hartanto, S., dan Ratnawati. 2010. Pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung
Kelapa Sawit dengan Metode Aktivasi Kimia. J. Sains Mat. Ind. 12(1):
12 – 16.
Hartini, L., Eny Y, dan Rif‘atul M. 2014. Karakterisasi Karbon Aktif Teraktivasi
NaCl dari Ampas Tahu. ALCHEMY. 3(2): 145 – 153.
Hashim D.M., Che Man Y.B., Norakasha R, Shuhaimi M, Salah Y, Syahariza
Z.A. 2010. Potential Use of Fourier Transform Infra Red Spectroscopy
for Differentiation Of Bovine and Porcine Gelatins. Food Chem. 118:
856-860.
83
Haura, U., Fachrul R, dan Hesti M. 2017. Karakterisasi Adsorben dari Kulit
Manggis dan Kinerjanya pada Adsorpsi Logam Pb(II) dan Cr(VI).
Biopropal Industri. J. Kim. 8(1):47-54.
Hegazy, A.K.N.T., Abdel-Ghani, G.A., and El-Chaghaby. 2014. Adsorption of
Phenol Onto Activated Carbon from Seaweed: Determination of The
Optimal Experimental Parameters Using Factorial Design. Appl. Water
Sci. 42.1-5.
Hidayat, A., Rochmadi, Wijaya K , Hinode H and Budiman A. 2013.Activated
Carbon. Asian J. Chem. 25 (3). 1569.
Hidayati, A.S., Dwi S.N., Silva K, Nalita W.R., dan Bambang I. 2016. Potensi
Ampas Tebu Sebagai Alternatif Bahan Baku Pembuatan Karbon Aktif .
NATURAL B. 3(4):311-317.
Huang, Z., Wang, N., Zhang, Y., Hu, H., and Luo, Y. 2012. Effect of Mechanical
Activation Pretreatment on the Properties of Sugarcane Bagasse/Poly
(Vinylchloride) Composites.Composites Part A: Appl. Sci. Man.
43:114–120.
Huiyong, W. 2010. Novel Improvements on The Analytical Chemistry of
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons and Their Metabolites. (Dissertation).
University of Central Florida. Florida.
Husin. 2007. Analisis Serat Bagas. http://www.free.vlsm.org./Diakses pada 13
Oktober 2017 Pukul 20.01 WIB.
Husin, H. dan Rosnelly C.M. 2007. Studi Kinetika Adsorpsi Larutan Logam
Timbal (Pb) Menggunakan Karbon Aktif dari Batang Pisang. JHPI.
pp. 1-10.
Joaquin, A., Said H.A.A.H., and Rakesh N. 2015. Water Analysis using Activated
Carbon from Coconut Shell. Int. J. Lat. Res. Sci. Technol. 4(5): 1-3.
Julinawati, Sarah N, dan Rossy A.S. 2015. Karakterisasi Batuan Aceh
Menggunakan Scanning Electron Microscope –Energy Dispersive X-Ray
(SEM-EDX) dan X-Ray Difraction (XRD). Jakarta.
84
Ju, Y.H., Huynh L.H., Kasim N.S., Guo T.J., Wang J.H., and Fazary. AE. 2011.
Analysis of Soluble and Insoluble Fractions of Alkali and Subcritical
Water Treated Sugarcane Bagasse, Carbohydrate Polymers. J. Chem. 83:
591-599.
Kalderis, D., Dimitrios K, Panagiota P, Evan D, Emilia O, Joaqu O.D.V., and
Constantino F.P. 2008. Adsorption of Polluting Substances on Activated
Carbons Prepared from Ricehusk and Sugarcane Bagasse. Chem. Eng. J.
144 (1): 42-50.
Kartika, V., Ratnawulan, dan Gusnedi. 2016. Pengaruh Variasi Suhu Karbonisasi
Terhadap Mikrostruktur dan Derajat Kristalinitas Karbon Aktif Kulit
Singkong Sebagai Bahan Dasar GDL (Gas Diffussion Layer). Pillar Of
Phys. 7.105-112.
Komariah, L.N., Sacayudha A dan Novita D.S. 2013.Pembuatan Karbon Aktif
dari Bonggol Jagung Manis (Zea Mays Saccharata Sturt) dan Aplikasinya
pada Pemurnian Air Rawa. J. Tek. Kim. 19(3): 1-8.
Kristianingrum, S. 2017. Handout Spektroskopi Infra Merah. Universitas Negeri
Yogyakarta. Yogyakarta.
Kurniaty, N. 2008. Kesetimbangan Adsorpsi Residu Minyak dari Limbah Cair
Pabrik Minyak Sawit (Pome) Menggunakan Gambut Aktif.( Skripsi).
Universitas Riau. Pekanbaru.
Maigari, A.U., and Maryam U.M. Microbial Metabolism of Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons (PAHs) : A Review. Int. J. Sci & Eng Research.
6(4).2015.1449 ISSN 2229-5518.
Ma Q and Lu A.Y.H. 2014. Drug-Metabolizing Enzymes: A Group ff
Promiscuous Catalysts in: Lee PW, Editor. Handbook of Metabolic
Pathways of Xenobiotics. Hoboken: John Wiley & Sons Inc.1-22.
Mauritz, P. M. 2008. Aspek Struktur dan Konduktivitas La1-X
(Sr,Ca)XFeO3-δ
Sebagai Bahan Katoda pada Sel Bahan Bakar Padatan. (Tesis). Institut
Teknologi Bandung.
Mizwar, A dan Haryati. 2014. Aktivasi Kimia-Fisik Limbah Serutan Rotan
Menjadi Karbon Aktif. J. Purif. 14(1): 82-89.
85
Mourão P.A.M., Laginhas C, Custódio F, Nabais J.M.V., Carrott P.J.M., and
Carrott M.M.L.R. 2011. Influence of Oxidation Process on The Adsorption
Capacity of Activated Carbons from Lignocellulosic Precursors. Fuel
Process Technol. 92(24): 1–6.
Mu‘jizah, S. 2010. Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Biji Kelor
(Moringaoleifera oleifera Lamk) dengan NaCl Sebagai Bahan Pengaktif.
(Skripsi). Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Nafi‘ah, R. 2016. Kinetika Adsorpsi Pb(II) dengan Adsorben Arang Aktif dari
Sabut Siwalan. JFSP. 1(2): 28-37.
Nasy‘ah, Y. 2016. Penentuan Kandungan Senyawa Polisiklik Aromatik
Hidrokarbon (PAH) di Perairan Daerah Permukiman Teluk Betung
Menggunakan Metode SPME GC-MS.(Skripsi). Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
Nikolaou, A., Kostopoulou, M., Petsas, A., Vagi, M., Lofrano,G And Meric S.
2009. Levels and Toxicity Of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in
Marine Sediments.Trends Anal Chem. 28(6): 653-664.
Nor N, Mohamad., Lau L, Lee K and Mohamed A. 2013. Synthesis of Activated
Carbon from Lignocellulosic Biomass and Its Applications in Air
Pollution Control—A Review. J. Environ Chem Eng. 1(6):58–66.
Nurdiansah, H dan Diah S. 2013. Pengaruh Variasi Temperatur Karbonisasi dan
Temperatur Aktivasi Fisika dari Elektroda Karbon Aktif Tempurung
Kelapa dan Tempurung Kluwak Terhadap Nilai Kapasitansi Electric
Double Layer Capacitor (EDLC). J. Tek. Pomits. 2(1):13-18.
Nurmalasari, R.P. 2017. Pengaruh Konsentrasi Aktivator ZnCl2 terhadap Karbon
Aktif dari Kulit Kacang Macadamia (Macadamia F Muell) sebagai
Adsorben Emisi CO Sepeda Motor. (Skripsi). Universitas Brawijaya.
Malang.
Oghenejoboh, K.M., Smith O.O., and Evuensiri O.O. 2016. Application of
Cassava Peels Activated Carbon in The Treatment of Oil Refinery
Wastewater – A Comparative Analysis. J. Ecol. Eng. 17( 2): 52–58.
Nigeria.
86
Oliveira, F.M., Pinheiro, I.O., Souto-Maior, A.M., Martin, C., Gonçalves, A.R.,
and Rocha, G.J., 2013. Industrial-Scale Steam Explosion Pretreatment of
Sugarcane Straw for Enzymatic Hydrolysis of Cellulose for Production of
Second Generation Ethanol and Value-Added Products. Bioresour-
Technol. 130: 168-173.
Orecchio S, Viviana P.C., and Loredana C. 2009. Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons (PAHs) in Coffee Brew Samples: Analytical Method by
GC-MS, Profile, Levels and Sources. J. Food Chem. Toxicol. 47:819-826.
Oscik, J. 1982. Adsorption. Ellis Horwood Limited. England.
Pambayun, G.S., Remigius Y.E.Y., Rachimoellah M, dan Endah M.M.P. 2013.
Pembuatan Karbon Aktif dari Arang Tempurung Kelapa dengan Aktivator
ZnCl2 dan Na2CO3 Sebagai Adsorben untuk Mengurangi Kadar Fenol
dalam Air Limbah. J. Tek. Pomits. 2(1): 116-121.
Pampanin, D. M., & Sydnes, O. M. 2013. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons: a
Constituent of Petroleum : Presensce and Influence in the Aquatic
Environtment. In Vladimir Kutcherov & Anton Kolesnikov (Ed.). Phys.
Theor. Chem. Hydrocarbon. 83:118.
Permana, F.D.2017. Adsorpsi Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon
Menggunakan Adsorben Karbon Aktif dari Sekam Padi (Oryza
Sativa).(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Permatasari, A.R., Lia U.K., dan Esti W. 2014. Karakterisasi Karbon Aktif Kulit
Singkong (Manihot Utilissima) dengan Variasi Jenis Aktivator. JTHP.
7( 2): 70-75.
Pongpiachan, S., P. Hirunyatrakul, I. Kittikoon and C. Khumsup. 2012.
Parameters Influencing on Sensitivities of Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons Measured by Shimadzu GCMS-QP2010 Ultra. Shanghai.
Intech China.
Ponkarthikeyan, P. 2017. A Review Of Activated Carbon by Chemical Activation.
Int. J. Civ Eng. Page 524
Prastiwi, D.A. 2014. Penggunaan ZnCl2 sebagai Zat Aktivator Karbon Aktif dari
Limbah Padat Agar dan Aplikasinya sebagai Adsorben pada Limbah Cair
Industri Tahu. (Skripsi). IPB. Bogor.
87
Rahayu, T. 2004. Karakteristik Air Sumur Dangkal di Wilayah Kartasura dan
Upaya Penjernihannya. JPST. 5(2): 1-5.
Ribeiro, L.A.D.S., Liana A.R., and Gilmar P.T. 2017. Preparation of Activated
Carbon from Orange Peel and Its Application for Phenol Removal. IJOER.
3(3): 122-129.
Rochdiana, L. 2011. Perubahan Struktur Fenantrena selama Proses Biodegradasi
oleh Bakteri Bacillus Altitudinis. Departemen Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB. Bogor.
Rohadin, Moradi R.L., Omidi, Hossein K, Farideh G, Hamed H, Rezvan A.L.,
and Kamal. 2014. Adsorption of PolycylicAromatic Hydrocarbons on
Activated Carbon Kinetic and Isoterm Curve Modeling. Int. J. Occupt.
Hygiene. 1(1). 1-8.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis : Spektrofotometri UV dan Tampak
(visibel). Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Rosalina, T.T., Etty R, dan Sri S. 2016. Pengaruh Aktivasi Fisika dan Kimia
Arang Aktif Buah Bintaro Terhadap Daya Serap Logam Berat Krom.
Biopro. Ind. 7(1) :35-45.
Saad, M.E.K., Ramzi K, Elimame E, and Younes M. 2014. Adsorption of
Anthracene Using Activated Carbon and Posidonia Oceanica. Arabian J.
Chem.7: 109–113.
Saha, M., Togo A, Mizukawa K, Murakami M, Takada H, Zakaria M.P., Chiem
N.H., Tuyen B.C., Prudente M, Boonyatumanond R, Sarkar S.K.,
Bhattacharya B, Mishra P, and Tana, T.S. 2009. Sources of Sedimentary
PAHs in Tropical Asian Waters: Differentiation between Pyrogenic and
Petrogenic Sources by Alkyl Homolog Abundance. Mar. Pollut. Bull.
58: 189-200.
Santoso, R.H., Bambang S, dan Wahyunanto A.N. 2014. Pembuatan dan
Karakterisasi Karbon Aktif dari Kulit Singkong (Manihot esculenta
Crantz) Menggunakan Activating Agent KOH. JKPTB. 2(3): 279-286.
Saragih, S. A. 2008. Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Batubara
Riau Sebagai Adsorben. (Skripsi). Universitas Indonesia. Jakarta.
88
Sari, M.F.P., Puji L, dan Risfidian M. 2017. Penggunaan Karbon Aktif dari
Ampas Tebu Sebagai Adsorben Zat Warna Procion Merah Limbah Cair
Industri Songket. JPSL. 7 (1): 37-40.
Satiadarma, K., Mulja M., Tjahjono D.H., dan Kartasasmita R. E.
2004. Azas Pengembangan Prosedur Analisis. Airlangga University Press.
Surabaya.
Setiawati, E dan Suroto 2010. Pengaruh Bahan Aktivator pada Pembuatan
Karbon Aktif Tempurung Kelapa. JRIHH. 2(1):21 – 26.
Shafy, A.H.I., and Mona S.M.M. 2015. A Review on Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons: Source, Environmental Impact, Effect on Human Health
and Remediation. Egypt. J. Pet. 25(1):107-123.
Shofa. 2012. Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Baku Ampas Tebu dengan
Aktivasi Kalium Hidrosida. (Skripsi). Fakultas Teknik. Universitas
Indonesia. Depok.
SNI 06-3730-1995. Arang Aktif Teknis. Badan Standarisasi Nasional.
Sopiani, A. 2014. Menjaga Laut dari Pencemaran dan Perusakan. Mitra Edukasi.
Bandung.
Srinivasan, R and Sathiya, K. 2010. Experimental Study on Bagasse Ash in
Concrete. Int. J. Service Learn. Eng. 5(2): 60.
Suhendra, D dan Gunawan E.R. 2010. Pembuatan Arang Aktif dari Batang
Jagung Menggunakan Aktivator Asam Sulfat dan Penggunaannya pada
Penyerapan Ion Tembaga (II). Makara. J. Sci. 14(1): 22-26.
Sujatno, A., Rohmad S, Bandriyana, dan Arbi D. 2015. Studi Scanning Electron
Microscopy (SEM) untuk Karakterisasi Proses Oxidasi Paduan
Zirkonium. JFN. 9(2): 44-50.
Surest, A.H., Indra P, dan Rio G.W. 2010. Pembuatan Karbon Aktif dari
Cangkang Biji Ketapang. J. Tek. Kim. 17 (4) : 1-11.
Swapp, S. 2017. Scanning Electron Microscopy (SEM). Geochemical
Instrumentation and Analysis.University of Wyoming.
89
Tandy, E. 2012. Kemampuan Adsorben Limbah Lateks Karet Alam terhadap
Minyak Pelumas dalam Air. J. Tek. Kim.1(2): 1-5.
Trasande L, Urbina E.M., Khoder M, Alghamdi M, Shabaj I, and Alam M.S.
2015. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons, Brachial Artery Distensibility
and Blood Pressure Among Children Residing Near an Oil refinery.
Environ Res. 136(1):33-40.
Ukiwe, Luke N., Ubaezue U, Egereonu., Pascal C, Njoku., Christopher I. A.N.,
and Jude I.A. 2013. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons Degradation
Techniques: A Review. Int. J. Chem. 5(4):43-55.
Verlina, W.O.V., A.W. Wahab, dan Maming. 2014. Potensi Arang Akif
Tempurung Kelapa sebagai Adsorben Emisi Gas CO, NO, dan NO pada
Kendaraan Bermotor. Jurusan Kimia FMIPA Unhas. Makasar.
Verma, D., Gope, P.C., Maheshwari, M.K., and Sharma, R.K. 2012. Bagasse
Fiber Composites-A Review. J. Mater. Environ Sci. 3(6):1079-1092.
Volperts, A, Galina D, Aivars Z, Darya V, Evgenyshkolnikov, and Jurijs O.
2017.Wood-Based Activated Carbons for Supercapacitor Electrodes with
A Sulfuric Acid Electrolyte .J. New Carbon Mater. 32(4): 319 -326.
Wick, A.F., Nicholas W.H., Beshr F.S., Kathryn C.H., and W. L.D. 2011.
Remediation of PAH-Contaminated Soils and Sediments: A Literature
Review,Blacksburg, Department Of Crop and Soil. Environmental
Sciences. Virginia Polytechnic Institute and State University.
Wahyuni, Y.A.D. 2016. Profil Polycyclic Aromatic Hidrocarbons (PAHs) pada
Perairan dan Sedimen Hutan Mangrove Kota Bandar Lampung. (Tesis).
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung.
Wyman, C.E. 1994. Ethanol from Lignocellulosic Biomass. Technology,
Economics and Oppurtunities. Bioresour. Technol. 50: 3-16.
Xu X, Cook R.L., Ilacqua V.A., Kan H, Talbott E.O., and Kearney G. 2010.
Studying Associations Between Urinary Metabolites of Polycyclic
Aromatic Hydrocarbons (PAHs) and Cardiovascular Diseases in the
United States. Sci. Total Environ. 408(494):3-8.
90
Yansya, R. 2013. Sintesis Adsorben Biomassa Alga Tetraselmis sp dengan
Pelapisan Silika Magnetit untuk Adsorpsi Ion Pb(II) dan Cu(II). (Skripsi).
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam.Universitas Lampung.
Yu, J., X. Zhao, H., Yang, X., Chen, Q., Yang, L., Yu, J., Jiang, X and Chen.
2014. Aqueous Adsorption and Removal of Organic Contaminants by
Carbon Nanotubes. Sci. Total Environ. 482. 241–251.
Yuwanti, R., Erman, dan Nurhayati. 2013. Kesetimbangan Adsorpsi Pb(II) Pada
Lempung Alam Desa Talanai Kabupaten Kampar. Artikel Ilmiah.
Universitas Riau.